ANALISIS SIFAT FISIKA-KIMIA KEMENYAN
(Styrax Sumatrana J.J.SM) ASAL PANGURURAN
SKRIPSI
HASMAR SITINJAK 061203004
PROGRAM STUDI KEHUTANAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
ANALISIS SIFAT FISIKA-KIMIA KEMENYAN
(Styrax Sumatrana J.J.SM) ASAL PANGURURAN
SKRIPSI
HASMAR SITINJAK 061203004/ Teknologi Hasil Hutan
Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana di Fakultas Pertanian
Universitas Sumatera Utara
PROGRAM STUDI KEHUTANAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
HALAMAN PENGESAHAN
Judul : Analisis Sifat Fisika Kimia Kemenyan ( Styrax Sumatrana
J.J.SM) asal Pangururan Nama : Hasmar Sitinjak
NIM : 061203004
Program Studi : Teknologi Hasil Hutan
Menyetujui, Komisi Pembimbing
Ketua Komisi Pembimbing Anggota Komisi Pembimbing
Irawati Azhar, S.Hut, M.Si
NIP : 19730728 200312 2 002 NIP : 1979 1017 200312 1 002 Luthfi Hakim, S.Hut, M.Si
Mengetahui,
Ketua Departemen Kehutanan
Abstract
Hasmar Sitinjak. Analysis the nature of benzoin gum physico-chemical (Styrax sumatrana J.J.SM). the study was conducted under the supervision of Irawaty Azhar, S.Hut, M.Si and Luthfi Hakim, S.Hut, M.Si.
The resultingincenseis generallydividedintosix (6)qualityincensewithphysical and chemical propertiesaredifferent.Physical
propertiesof6 (six) qualityincenseisindicated by the differenceincolor, shape andsize.While thechemical propertiesindicated by the differenceinmoisture content, ash content, levels ofdirt, softpointand balsamatacid levelscontained bytheincense. The difference inphysical-chemical propertiesaffect thedetermination of thequality of theincense, so that willaffect the value/selling priceof eachqualityincense.
The results showedthatthe percentage ofwater contentobtainedie0.39%, 0.13%, 0.03%, 0.13%, 0.03%, the percentage obtained bytheash content0.29%,
0.72%, 1.18%, 4:43%, 5.85%, the percentage
ofimpuritieslevelsobtainedie15.88%, 17.85%, 19.94%, 22:45%, 33.06%; degreepointthesoftwareobtained80.9%, 92.5%, 93.5%, 95.3%, 96.5%, and the percentageobtainedbalsamatacid levelsie34.39%, 30.44% ,28.75%, 27.1%, 23.5%.
Based on the analysisof incense, it is known that the higher thequality of theincense, the lower the percentage ofash, dirtlevelsand the degree ofsoftpointscontainedincense, andvice versa. While onbalsamatacidity, the higher the percentageownedbalsamatacid content, the higher thequality of theincense.
ABSTRAK
Hasmar Sitinjak. Analisis sifat fisika-kimia kemenyan (Styrax sumatrana
J.J.SM).Penelitian ini dibimbing oleh Irawati Azhar, S.Hut, M.Sidan Luthfi Hakim, S.Hut, M.Si.
Kemenyan yang dihasilkan umumnya dibagi kedalam 6 (enam) kualitas kemenyan dengan sifat fisika dan kimia yang berbeda-beda.Sifat fisika dari 6 (enam) kualitas kemenyan tersebut ditunjukkan dengan perbedaan pada warna, bentuk dan ukurannya. Sedangkan sifat kimianya ditunjukkan dengan perbedaan pada kadar air kadar abu, kadar kotoran, titik lunak dan kadar asam balsamat yang dikandung oleh kemenyan tersebut. Perbedaan sifat fisika-kimia ini mempengaruhi penentuan kualitas kemenyan, sehingga nantinya akan mempengaruhi nilai/harga jual dari masing-masing kualitas kemenyan.
Hasil penelitian menunjukkan persentase kadar air yang diperoleh yakni 0.39%, 0.13%, 0.03%, 0.13%, 0.03%; persentase kadar abu yang diperoleh yakni 0.29%, 0.72%, 1.18%, 4.43%, 5.85%; persentase kadar kotoran yang diperoleh yakni 15.88%, 17.85%, 19.94%, 22.45%, 33.06%; derajat titik lunak yang diperoleh yakni 80.9%, 92.5%, 93.5%, 95.3%, 96.5%; dan persentase kadar asam balsamat yang diperoleh yakni 34.39%, 30.44%, 28.75%, 27.1%, 23.5%.
Berdasarkan hasil analisa kemenyan, diketahui bahwa semakin tinggi kualitas kemenyan, maka semakin rendah persentase kadar abu, kadar kotoran dan derajat titik lunak yang dikandung kemenyan, dan sebaliknya. Sedangkan pada kadar asam balsamat, semakin tinggi persentase kandungan asam balsamat yang dimiliki, maka semakin tinggi pula kualitas kemenyan.
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Padang (Sumatera Barat) pada tanggal 21 Jannuari
1988 dari Ayah Wilson Sitinjak dan Ibu Sopi Nababan.Penulis adalah anak kedua
dari tiga bersaudara.
Pendidikan formal yang telah ditempuh penulis yaitu pendidikan dasar di
SD Negeri 05 Kp. Jawa Solok lulus tahun 2000, pendidikan lanjutan di SLTP
Negeri 4 Tarutung lulus tahun 2003, pendidikan menengah atas si SMA Negeri 1
Tarutung lulus tahun 2006. Pada tahun 2006, penulis diterima di Universitas
Sumatera Utara melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru pada Program
Studi Kehutanan Fakultas Pertanian.
Penulis melaksanakan Praktik Pengenalan dan Pengolahan Hutan (P3H) di
Hutan Alam Tangkahan dan Hutan Mangrove Pulau Sembilan Kabupaten Langkat
pada tahun 2008.Penulis melaksanakan Praktik Kerja Lapang (PKL) di KPH Cepu
Perum Perhutani Unit I Jawa Tengah pada bulan juli 2010.
Pada akhir perkuliahan, penulis melaksanakan penelitian di Laboratorium
Kimia Analitik FMIPA, Universitas Sumatera Utara, pada bulan Februari 2012 –
Mei 2012 dengan judul “Analisis Sifat Fisika Kimia Kemenyan (Styrax
sumatrana J.J.SM) asal Pangururan”, dibawah bimbingan Ibu Irawati Azhar,
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberikan segala rahmat dan karunia-Nya kepada penulis sehingga skripsi yang
berjudul ”Analisis Sifat Fisika-Kimia Kemenyan ( Styrax Sumatrana J.J.SM) asal
Pangururan ” dapat selesai dengan baik.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Ibu Irawati Azhar, S. Hut,
M.Si, dan Bapak Luthfi Hakim, S.Hut, M.Si selaku komisi pembimbing yang
telah mengarahkan penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Penulis juga
mengucapkan terima kasih kepada Ibu Siti Latifah, S.Hut, M.Si, Ph.D selaku
ketua Departemen Kehutanan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih belum sempurna, oleh karena
itu penulis menerima kritik dan saran yang bersifat membangun dari pembaca.
Atas kritikan dan sarannya penulis mengucapkan terima kasih.
Medan, Desember 2012
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRACT………. iii
ABSTRAK………... iv
RIWAYAT HIDUP………. v
KATA PENGANTAR ... vi
DAFTAR ISI ... vii
DAFTAR TABEL ... ix
DAFTAR GAMBAR………... x
DAFTAR LAMPIRAN………... xi
PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1
Perumusan Masalah ... 2
Tujuan ... 3
Manfaat ... 3
TINJAUAN PUSTAKA Kemenyan (Styrax sumatrana J.J.SM) ... 4
Manfaat Kemenyan ... 5
Pengelolaan dan Pengolahan Kemenyan ... 6
Penyadapan dan Penakikan Kemenyan ... 6
Kualitas Getah Kemenyan ... 8
Sifat Fisika Kimia Kemenyan ………... 11
METODOLOGI Waktu dan Tempat ... 14
Bahan dan Alat ... 14
Pengambilan Sampel ... 14
Metode pengerjaan ... 14
Kadar air... 15
Kadar abu... 16
Kadar kotoran... 16
Titik lunak... 17
Kadar asam balsamat... 17
HASIL DAN PEMBAHASAN Standar Lokal Kualitas kemenyan ... 19
Sifat Fisika Kimia Kemenyan ... 20
Kadar Air ... 20
Kadar Abu ... 23
Kadar Kotoran ... 26
Titik Lunak ... 27
Kadar Asam Balsamat ... 30
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 34
Saran ... 34
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1. Standar Lokal Kualitas Kemenyan... 11
Tabel 2. Standar Mutu Berdasarkan Sifat Fisis dan Kimia Kemenyan ... 11
Tabel 3. Pengamatan dan Pengukuran Fisik Kemenyan ... 15
Tabel 4. Kualitas Lokal Kemenyan... 19
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1. Grafik Kadar Air Beberapa Kualitas Kemenyan ... 20
2. Grafik Kadar Abu Beberapa Kualitas Kemenyan ... 23
3. Grafik Kadar Kotoran Beberapa Kualitas Kemenyan ... 26
4. Grafik Titik Lunak Beberapa Kualitas Kemenyan ... 28
DAFTAR LAMPIRAN
1. Pelaksanaan Penelitian
2. Kualitas Kemenyan
Abstract
Hasmar Sitinjak. Analysis the nature of benzoin gum physico-chemical (Styrax sumatrana J.J.SM). the study was conducted under the supervision of Irawaty Azhar, S.Hut, M.Si and Luthfi Hakim, S.Hut, M.Si.
The resultingincenseis generallydividedintosix (6)qualityincensewithphysical and chemical propertiesaredifferent.Physical
propertiesof6 (six) qualityincenseisindicated by the differenceincolor, shape andsize.While thechemical propertiesindicated by the differenceinmoisture content, ash content, levels ofdirt, softpointand balsamatacid levelscontained bytheincense. The difference inphysical-chemical propertiesaffect thedetermination of thequality of theincense, so that willaffect the value/selling priceof eachqualityincense.
The results showedthatthe percentage ofwater contentobtainedie0.39%, 0.13%, 0.03%, 0.13%, 0.03%, the percentage obtained bytheash content0.29%,
0.72%, 1.18%, 4:43%, 5.85%, the percentage
ofimpuritieslevelsobtainedie15.88%, 17.85%, 19.94%, 22:45%, 33.06%; degreepointthesoftwareobtained80.9%, 92.5%, 93.5%, 95.3%, 96.5%, and the percentageobtainedbalsamatacid levelsie34.39%, 30.44% ,28.75%, 27.1%, 23.5%.
Based on the analysisof incense, it is known that the higher thequality of theincense, the lower the percentage ofash, dirtlevelsand the degree ofsoftpointscontainedincense, andvice versa. While onbalsamatacidity, the higher the percentageownedbalsamatacid content, the higher thequality of theincense.
ABSTRAK
Hasmar Sitinjak. Analisis sifat fisika-kimia kemenyan (Styrax sumatrana
J.J.SM).Penelitian ini dibimbing oleh Irawati Azhar, S.Hut, M.Sidan Luthfi Hakim, S.Hut, M.Si.
Kemenyan yang dihasilkan umumnya dibagi kedalam 6 (enam) kualitas kemenyan dengan sifat fisika dan kimia yang berbeda-beda.Sifat fisika dari 6 (enam) kualitas kemenyan tersebut ditunjukkan dengan perbedaan pada warna, bentuk dan ukurannya. Sedangkan sifat kimianya ditunjukkan dengan perbedaan pada kadar air kadar abu, kadar kotoran, titik lunak dan kadar asam balsamat yang dikandung oleh kemenyan tersebut. Perbedaan sifat fisika-kimia ini mempengaruhi penentuan kualitas kemenyan, sehingga nantinya akan mempengaruhi nilai/harga jual dari masing-masing kualitas kemenyan.
Hasil penelitian menunjukkan persentase kadar air yang diperoleh yakni 0.39%, 0.13%, 0.03%, 0.13%, 0.03%; persentase kadar abu yang diperoleh yakni 0.29%, 0.72%, 1.18%, 4.43%, 5.85%; persentase kadar kotoran yang diperoleh yakni 15.88%, 17.85%, 19.94%, 22.45%, 33.06%; derajat titik lunak yang diperoleh yakni 80.9%, 92.5%, 93.5%, 95.3%, 96.5%; dan persentase kadar asam balsamat yang diperoleh yakni 34.39%, 30.44%, 28.75%, 27.1%, 23.5%.
Berdasarkan hasil analisa kemenyan, diketahui bahwa semakin tinggi kualitas kemenyan, maka semakin rendah persentase kadar abu, kadar kotoran dan derajat titik lunak yang dikandung kemenyan, dan sebaliknya. Sedangkan pada kadar asam balsamat, semakin tinggi persentase kandungan asam balsamat yang dimiliki, maka semakin tinggi pula kualitas kemenyan.
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pembangunan kehutanan merupakan bagian dari pembangunan nasional
yang dapat memberikan manfaat bagi kemakmuran rakyat namun tetap menjaga
prinsip kelestarian hutan seperti sumberdaya alam, lingkungan hidup, dan
ketersediaan air.Masyarakat adalah pelaku utama pembangunan agar keberhasilan
pembangunan tersebut dapat tercapai.Peran serta Pemerintah juga diperlukan
dalam pembangunan kehutanan.Pemerintah sendiri melalui Departemen
Kehutanan menyadari bahwa manusia (masyarakat) merupakan kekuatan utama
pelaksanaan pembangunan serta sebagai sasaran pembangunan.
Upaya pokok dalam pembangunan kehutanan yakni memberikan
kesempatan kepada masyarakat yang berada di dalam dan disekitar hutan untuk
ikut berpartisipasi dalam pembangunan kehutanan melalui perhutanan sosial,
khusus di dalam kawasan hutan.Kegiatan pembangunan kehutanan dapat
dilakukan melalui pengelolaan hutan secara aktif dan efisien dengan
memperhatikan fungsi hutan.Pengelolaan yang dimaksudkan adalah pemanfaatan
hutan demi kesejahteraan manusia, dimana pemanfaatan tersebut berupa hasil
hutan kayu dan hasil hutan non-kayu yang berpatokan pada prisip kelestarian dan
keberlanjutan hutan.Hasil hutan non kayu yang sudah banyak dikelola masyarakat
berupa madu, minyak atsiri, berbagai jenis getah-getahan (seperti karet, getah
Salah satu hasil hutan non kayu yang berupa getah adalah getah kemenyan
yang disadap dari pohon kemenyan (Styrax spp). Jenis tanaman ini selain tumbuh
di Indonesia, juga tumbuh di beberapa Negara lain seperti Malaysia, Thailand,
Laos dan Vietnam. Di Indonesia tanaman ini banyak ditemukan di Sumatera
Utara, Kalimanatan Barat dan Jawa bagian barat.di Sumatera utara, pohon
kemenyan dibudidayakan dalam skala luas di Kabupaten Tapanuli Utara sebagai
penghasil getah kemenyan.
Berdasarkan uraian diatas, maka perlu dilakukan penelitian mengenai
“ Analisis Sifat Fisika-Kimia Kemeyan ( Styrax Sumatrana J.J.SM) di
Pangururan”
Perumusan Masalah
Menurut Sasmuko (2003), umumnya tanaman kemenyan berada dalam
kawasan tanah milik masyarakat yang berbatasan langsung dengan kawasan hutan
dan pada saat ini komposisinya didominasi oleh tanaman berumur tua (diatas 20
tahun). Rata-rata satu orang petani memiliki kebun seluas 0,5 Ha yang mampu
menghasilkan kemenyan tidak lebih dari 200 kg/tahun.
Kemenyan yang dihasilkan ummumnya dibagi kedalam 6 (enam) kualitas
kemenyan dengan sifat fisika dan kimia yang berbeda-beda.Sifat fisika dari 6
(enam) kualitas kemenyan tersebut ditunjukkan dengan perbedaan pada warna,
bentuk dan ukurannya. Sedangkan sifat kimianya ditunjukkan dengan perbedaan
pada kadar air, kadar abu, kadar kotoran, titik lunak dan kadar asam balsamat
yang dikandung oleh kemenyan tersebut. Perbedaan sifat fisika-kimia tersebut
nantinya dalam pemasaran kemenyan ini, akan terjadi perbedaan nilai/harga jual
dari masing-masing kualitas kemenyan.
Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan sifat fisika-kimia
berbagai kualitas kemenyan yang ada di Pangururan.
Manfaat
Penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai referensi dalam
melakukan penelitian yang berkaitan dengan fiska-kimia kemenyan selanjutnya,
TINJAUAN PUSTAKA
Kemenyan (Styrax sumatrana J.J.SM)
Tanaman kemenyan (Styrax sumatrana J.J.SM) dalam sistematika
tumbuhan dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
Divisio : Spermatophyta
Sub divisio : Angiospermae
Kelas : Dicotyledonae
Ordo : Ebeneles
Family : Styraceae
Genus : Styrax
Spesies : Styrax sumatrana J.J.SM (Oetomo, 1974)
Tempat tumbuh kemenyan terdapat pada ketinggian antara 600-2000
mdpl, namun di Tapanuli Utara kemenyan tumbuh baik pada ketinggian
1000-1500 mdpl. Heyne (1987) menambahkan bahwa kemenyan Toba mampu tumbuh
baik pada tanah yang kaya humus dengan kelembapan cukup tinggi, berdrainase
baik, curah hujan rata-rata 2000 mm/tahun dengan temperature 180-230 C dan
dapat tumbuh baik pada topografi bergelombang sampai berbukit.
Kemenyan yang dikembangkan oleh masyarakat Tapanuli Utara ada dua
jenis yakni Styrax sumatrana J.J.SM atau yang dikenal dengan sebutan kemenyan
durame lebih cepat tumbuh dibandingkan dengan jenis toba.Kemenyan durame
dapat disadap sejak umur 6-7 tahun sedangkan kemenyan toba hanya dapat
disadap setelah umur 10-13 tahun.Kedua jenis kemenyan ini juga dapat dibedakan
dari aroma dan warna getah yang dihasilkan, yaitu aroma getah toba lebih tajam
dengan warna yang lebih putih dibandingkan dengan kemenyan durame yang
berwarna cenderung hitam.Secara botani kedua jenis ini dapat dibedakan pula dari
bentuk dan ukuran daun.Kemenyan durame mempunyai ukuran daun lebih besar
dan berbentuk bulat memanjang (Oblongus). Kemenyan toba merupakan jenis
yang disenangi oleh masyarakat karena dalam perdagangan local getahnya lebih
tinggi dibandingkan dengan kemenyan durame (Sasmuko dan Karyaatmaja, 2000)
Manfaat Kemenyan
Kemenyan tumbuh dengan baik di hutan Sumatera Utara dan menjadi
salah satu sumber penghasilan masyarakat di beberapa desa, yang dikenal dengan
getah kemenyan.Pemanfaatan kemenyan telah dikenal luas di Indonesia sebagai
bahan obat, baik sebagai obat tradisional maupun industry rokok, batik dan
upacara ritual. Lebih dari itu, tanaman kemenyan mengandung senyawa kimia
yang dapat digunakan sebagai obat-obatan. Kemenyan Styrax benzoine memiliki
banyak senyawa bioaktif seperti asam sinamat dan turunannya yaitu senyawa
kimia yang dapat digunakan sebagai bahan baku untuk industry kosmetik dan
obat-obatan (Elimasni, 2005).
Kemenyan secara prospektif dikembangkan untuk tanaman hutan rakyat,
hutan kemasyarakatan, rehabilitasi, sekat baker, penghara industry pulp, maupun
jembatan serta akarnya mengandung cairan berwarna kemerah-merahan yang
berfungsi sebagai insektisida (Pinyopusarerk, 1994).
Pengelolaan dan Pengolahan Kemenyan
Kegiatan pengelolaan kemenyan secara tradisional oleh petani di Tapanuli
Utara meliputi kegiatan penanaman dan pemanenan.Kegiatan penanaman secara
tradisional dilakukan dengan memindahkan anakan alami pada tempat yang
kosong atau pohon yang telah mati.Sedangkan kegiatan pemungutan getah
(penyadapan) dilakukan satu kali dalam setahun dengan pola tradisional tanpa
adanya perlakuan tertentu.Secara umum petani lebih suka menanam dan
menyadap kemenyan jenis toba dibandingkan jenis durame.Hal ini disebabkan
karena getah kemenyan toba menurut standar lokal memiliki mutu dan harga lebih
baik.Keberhasilan penanaman secara tadisional sebesar 30-40 %. Sedangkan
produksi getahnya tidak lebih dari 15 gr/takik atau sekitar 0,5 kg/pohon
(Sasmuko, 1999).
Kemenyan yang dipasarkan umumnya masih mentah (raw material).Dari
saat dipanen hingga siap dijual, petani tidak melakukan pengolahan dalam upaya
meningkatkan mutu.Petani hanya melakukan pengeringan saja sebelum dijual
kepada pedagang pengumpul. Mutu kemenyan yang dijual petani umumnya masih
rendah dan bercampur (mixed) dengan kulit dan kotoran lain. Pada tingkat
pedagang pengumpul, pengolahan dilakukan dengan tujuan membagi dalam
beberapa kelas mutu dengan cara membedakan berdasarkan ukuran dan
kebersihan kemenyan (Sasmuko, 2003).
Kegiatan penyadapan secara umum terdiri dari kegiatan menakik,
membersihkan dan mensugi.Kegiatan menakik merupakan kegiatan pertama yang
dilakukan dalam pengelolaan hutan kemenyan. Kegiatan menakik meliputi
kegiatan membersihkan semak-semak yang berdekatan dengan pohon kemenyan,
kemudian dilanjutkan dengan membersihkan pohon kemenyan dengan cara
mengguris (mengikis) bagian kulit pohon tersebut. Kegiatan ini dilakukan untuk
membersihkan lumut yang menempel pada kulit pohon sehingga getah yang
dihasilkan tidak kotor (Dede, 1998).
Pohon yang ditakik biasanya 10-15 pohon sesuai dengan besar batang.
Pohon yang telah ditakik kemudian ditinggalkan selama 3-4 bulan, selanjutnya
pada luka bekas takikan akan terbentuk getah yang sudah lengkek (kental) dan
mengering. Kulit kering yang mengandung getah tadi dipotong dan dikupas dari
batang dengan menggunakan pisau panen dan kegiatan ini disebut
“mensugi”.Hasil panen yang diperoleh disebut kemenyan mata kasar
(sidungkapi), mata halus, tahir dan juror. Produksi rata-rata antara 0,1-0,5
kg/pohon. Setelah dilakukan kegiatan pengumpulan getah maka + 2-3 bulan lagi
getah akan keluar yang mencuat dan menempel pada bekas luka takikan. Para
petani kemudian memungut hasilnya yang disebut kegiatan pembersihan (panen
kedua).Kualitas getah yang dihasilkan kemenyan Tahir. Setelah 2-3 bulan
kemudian maka getah ketiga akan muncul lagi dan getah ini akan dikumpulkan
pada saat akan dilakukan penakikan lagi (Darusman, 2001).
Penakikan dilakukan dengan menggunakan pisau takik atau disebut “Agat
Panugi” dalam bahasa Batak.Menakik dilakukan dengan membuat luka pada
(bergantung pada ketebalan kulit) sampai pada kayunya. Bila pisau tertancap
dengan baik pada kulit, kemudian pisau tersebut ditekan kearah kiri atau kanan,
sehingga keadaan kulit tersebut terkoak dan terdapat ruangan yang terbuka
diantara kulit dan bagian kayu 4x3 cm. Kulit kayu yang terkoak dipukul-pukul
dengan palu dalam bahasa Batak disebut dengan “Agat Panuktuk” sebanyak 5-7
kali secara pelan-pelan, karena terlalu keras atau pelan tidak keluar (Dede, 1998).
Kualitas Getah Kemenyan
Kualitas kemenyan yang diperdagangkan di Sumatera belum memiliki
suatu standar umum yang berlaku, baik dalam transaksi pedagang dan eksportir.
Perbedaan standar tersebut menurut petani, pedagang dan pengolah antara lain
(Sasmuko, 1999):
1. Petani
Kemenyan dibedakan juga atas masa panennya, yakni masa panen besar
(menghasilkan getah mata kasar dan getah mata halus) serta masa panen
menurun (menghasilkan getah tahir dan juror).Kemenyan mata kasar dan
halus berwarna putih sampai kuning keemasan dan ukuran agak besar.Pada
masa membersihkan pohon kemenyan didapat kemenyan juror yang berwarna
coklat muda hingga coklat tua.Pada musim menakik diperoleh tahir
(sisa-sisa).
2. Pedagang dan Pengolah
Pengolah merupakan industri yang mengolah getah kemenyan dari kemenyan
mentah menjadi kemenyan tampangan. Kemenyan yang dibeli pedagang
berupa sam-sam, mata, tahir dan juror, disortir dengan memakai ayakan
a. Kualitas I
Kemenyan mata kasar atau sidungkapi adalah bongkahan kemenyan
berwarna putih samapi putih kekuning-kuningan dengan rata-rata
berdiameter lebih besar dari 2 cm.
b. Kualitas II
Kemenyan mata halus, merupakan kemenyan merupakan kemenyan
berwarna putih sampai putih kekuning-kuningan berdiameter 1-2 cm.
c. Kualitas III
Kemenyan tahir, yakni jenis kemenyan yan bercampur dengan kulitnya
atau kotoran lainnya, berwarna coklat dan kadang berbintik-bintik putih
atau kuning serta bersarnya lebih besar dari ukuran mata halus.
d. Kualitas IV
Kemenyan juror atau jarir, biasanya mutunya dianggap sama dengan
jenis tahir dan warnanya merah serta ukurannya lebih kecil dari mata
halus.
e. Kualitas V
Kemenyan barbar, adalah kemenyan yang dikumpulkan sedikit demi
sedikit sewaktu melakukan pembersihan.
f. Kualitas VI
Kemenyan abu, yakni sisa-sisa getah kemenyan dari semua kualitas,
Perdagangan kemenyan kemenyan di dalam negeri telah mengenal
penggolongan kualitas, baik lokal maupun standar kualitas kemenyan nasional
menurut SII 2044-87.Kualitas lokal hanya berlaku untuk perdagangan kemenyan
toba bukan durame.Sedangkan kemenyan durame tidak terbagi dalam kelas
kualitas karena bukan komoditi utama yang diperdagangkan (Sasmuko, 1999).
Menurut Standar Nasional Indonesia (SNI) kemenyan terbagi dalam
beberapa kualitas yang didasarkan pada sifat-sifat fisis dan kimia getah.Kemenyan
sumatera utara yang diperdagangkan terbagi dalam 2 macam yaitu kemenyan toba
dan durame.Kedua kemenyan itu mempunyai sifat visual yang berbeda baik
warna dan aromanya. Dalam perdagangan dunia, dikenal kemenyan laos yang
mempunyai kualitas lebih baik dan cenderung lebih disukai oleh konsumen
dibandingkan dengan kemenyan sumatera utara. Untuk membedakan beberapa
macam kemenyan tersebut, dapat diketahui dengan melakukan analisis baik sifat
fisis maupun kimia.Selain ketiga macam kemenyan di atas, dalam penelitian ini
dilakukan juga analisis terhadap kemenyan lainnya yaitu kemenyan aek
nauli.Hasil analisis menunjukkan bahwa kemenyan toba mempunyai aroma lebih
tajam dibandingkan dengan ketiga kemenyan lainnya yang beraroma lembut
menyerupai aroma vanili.Sifat fisis ke empat macam kemenyan relatif berbeda.
Kemenyan laos mempunyai kadar abu tertinggi, sedangkan kadar kotoran
terendah terdapat pada kemenyan toba. Sedangkan sifat kimia menunjukkan
bahwa kemenyan Aek Nauli mempunyai kadar asam balsamat yang relatif sama
dengan kemenyan Laos. Ke empat macam kemenyan yang dianalisis dapat
Selain itu, dalam penelitian yang diterbitkan Institut Pertanian Bogor (IPB)
tahun 2011 juga terdapat penggolongan standar kualitas kemenyan seperti pada
tabel di samping.
Tabel 1. Standar Lokal Kualitas Kemenyan
Kualitas Mutu
I II III IV Abu
Sumber: Sasmuko (1995)
Tabel 2. Standar Mutu Berdasarkan Sifat Fisis dan Kimia Kemenyan
No Kualitas Mutu Kadar kotoran (%) Titik lunak (oC)
Sumber: Sasmuko (1995)
Sifat Fisika Kimia Kemenyan
Kadar air merupakan salah satu sifat fisik dari bahan yang menunjukkan
banyaknya air yang terkandung di dalam bahan. Kadar air biasanya dinyatakan
dengan persentase berat air terhadap bahan basah atau dalam gram (gr) air untuk
kering atau padatan adalah berat bahan setelah mengalami pemanasan beberapa
waktu tertentu sehingga beratnya tetap / konstan.
Kadar air bahan menunjukkan kandungan air persatuan bobot bahan.
Dalam hal ini terdapat dua metode untuk menentukan kadar air bahan tersebut
yaitu berdasarkan bobot kering (dry basis) dan berdasarkan bobot basah (wet
basis). Dalam penentuan kadar air bahan hasil pertanian biasanya dilakukan
berdasarkan bobot basah. Dalam perhitungan ini berlaku rumus sebagai berikut:
KA = (WA/WB) x 100% (Taib, 1988).
Salah satu metode yang digunakan untuk menetapkan kadar air pada suatu
bahan adalah dengan menggunakan metode “Penetapan Air Dengan Metode
Oven”, yaitu suatu metode yang dapat digunakan untuk seluruh produk makanan,
kecuali produk tersebut mengandung komponen-komponen yang mudah menguap
atau jika produk tersebut mengalami dekomposisi pada pemanasan 100-1020C
sampai diperoleh berat yang tetap (Apriyantono, 1989).
Kadar Abu/mineral merupakan bagian berat mineral dari bahan yang
didasarkan atas berat keringnya. Abu yaitu zat organik yang tidak menguap, sisa
dari proses pembakaran atau hasil oksidasi. Penentuan kadar abu ada
hubungannya dengan mineral suatu bahan. Kandungan dan komposisi abu atau
mineral pada bahan tergantung dari jenis bahan dan cara pengabuannya.
Kadar kotoran merupakan kriteria yang terpenting dan dipakai sebagai
dasar penggolongan kualitas mutu. Bila kadar kotoran sangat banyak, maka akan
mempengaruhi kualitas (Ritonga, 2009).
Titik lunak/leleh adalah temperatur dimana zat padat berubah wujud
merupakan suhu ketika fase padat dan cair sama-sama berada dalam keadaan
kesetimbangan. Perubahan tekanan tidak mempengaruhi titik leleh suatu zat
mengalami perubahan yang berarti. Pengaruh ikatan hidrogen terhadap titik leleh
tidak begitu besar karena pada wujud padat jarak antar molekul cukup berdekatan
dan yang paling berperan terhadap titik leleh adalah berat molekul zat dan bentuk
simetris molekul. Titik leleh senyawa organik mudah untuk diamati sebab
temperatur dimana pelelehan mulai terjadi hampir sama dengan temperatur
dimana zat telah habis meleleh semuanya.
Kemenyan mengandung senyawa-senyawa asam sinamat, asam benzoat,
stirol, vanilin, styracin, koniferil benzoat dan resin terdiri dari benziresinol dan
resinotanol. Asam sinamat ( C6H5CH=HCOOOH) adalah salah satu asam organik
yang mempunyai ikatan rangkap. Asam sinamat dapat berupa asam-asam bebas
maupun terikat sebagai ester-ester yang dikandung dalam minyak atsiri, resin
balsam dan di dalam daun pohon kemenyan (Sagala, dkk. 1980).
Asam sinamat yang berasal dari kemenyan umumnya digunakan sebagai
bahan baku dalam industri farmasi, kosmetik dan parfum. Disamping itu juga
digunakan sebagai bahan utama pembuatan aneka ester seperti mester,
etil-ester dan benzil-etil-ester dengan jalan etil-esterifikasi menggunakan alkohol dan asam
sulfat sebagai katalis. Di laboratorium, asam sinamat digunakan untuk pembuatan
METODOLOGI Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari 2012 sampai dengan Mei
2012, di Laboratorium Kimia Analitik FMIPA, Universitas Sumatera Utara.
Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Kemenyan Toba dari
Pangururan Kabupaten Samosir, Xylene 100-150 ml, Etanol 90% 25 ml, Kalium
Hidroksida 25 ml, Etanol 0,5N, Magnesium Sulfat 1,5 gr, HCL 30% 15 ml, Eter
40 ml, Natrium Bikarbonat 5% 70 ml, Kloroform 80 ml, Etanol 95% 10 ml,
Indikator fenolftalin, NaOH 0,1N.
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah Erlenmeyer 100 ml dan
300 ml, Aufhauser, Cawan porselen, Tanur, Kertas saring, Cincin (Ring), Bola
baja, Thermometer, Gelas piala.
Metodologi Penelitian 1. Pengambilan sampel
Penelitian dilakukan dengan sampel kemenyan yakni kemenyan Toba
(Styrax sumatrana J.J.Sm).Kemenyan tersebut diperoleh dari Pangururan yang
pengulangan sebanyak 3 kali ulangan terhadap masing-masing uji yakni kadar air,
kadar abu, kadar kotoran, titik lunak, dan kadar asam balsamat.
2. Metode pengerjaan
Metode penelitian yang digunakan mengacu pada penelitian
Waluyo(2006).Sifat kemenyan yang diamati secara visual mencakup warna,
ukuran dan bentuknya. Setelah semua kualitas kemenyan diamati secara visual
maka hasil pengamatan akan dimasukkan kedalam tabel, seperti tabel di bawah
ini.
Tabel 3. Pengamatan dan Pengukuran Fisik Kemenyan
No. (benzoin gum properties) Warna
Selanjutnya dilakukan analisis sifat fisika kimia dari kemenyan
tersebut.analisis sifat fisika-kimia kemenyan yang dilakukan antara lain (Waluyo,
2006):
a. Kadar air
Sampel kemenyan seberat 5 gram dimasukkan kedalam Erlenmeyer
300 ml dan ditambahkan pelarut xylene 100-150 ml. Selanjutnya Erlenmeyer
dimasukkan kedalam oven pada suhu yang berbeda-beda, yakni 600C, 700C,
800C, 900C dan 1000C. Pada saat kemenyan berada pada suhu tersebut,
ditimbang massa kemenyan sampai suhu kemenyan berada pada suhu 1000C.
suhu 1000C (W1) dan 990C (W) dibagi massa sampel (m) yang telah
diperoleh sebelumnya, dikali 100%. Perhitungan kadar air dapat dirumuskan
sebagai berikut:
��������= �1− �
� � 100%
Keterangan : W1 = massa pada suhu 1000C
W = massa pada suhu 900C
m = massa sampel
b. Kadar abu
Sampel kemenyan seberat 3 gram dimasukkan ke cawan porselen yang
sudah diketahui beratnya.Selanjutnya dimasukkan ke tanur dengan suhu +
6250C sampai menjadi abu.Cawan didinginkan dan ditimbang sampai berat
tetap. Kadar abu dihitung dengan rumus:
�������� =(�1− �)
(�2− �)× 100%
Dimana: W = berat cawan kosong
W1= berat cawan+abu
W2= berat cawan+kemenyan
c. Kadar kotoran
Sebanyak 2 gram kemenyan dimasukkan kedalam Erlenmeyer 100 ml
dan dilarutkan dengan 25 ml etanol 90%, selanjutnya disaring dengan kertas
saring. Residu dicuci dengan etanol 90% hangat lalu dikeringkan pada suhu
1000C sekitar 6 jam hingga berat tetap. Kadar kotoran dihitung dengan
��������=(�1− �2)
� × 100%
Dimana: W = berat contoh uji
W1= berat kertas saring + bahan tak larut etanol 90%
W2= berat kertas saring
d. Titik lunak
Sebanyak 30 gram serbuk halus kemenyan dilelehkan, kemudian
dimasukkan kedalam cincin (ring) hingga rata permukaannya.Setelah dingin
cincin berisi contoh uji diletakkan pada penahan cincin dan bola baja standar
ditempatkan di atas cincin tersebut. Cincin, bola baja, dan thermometer
dimasukkan kedalam gelas piala berisi air + 800 ml, selanjutnya dipanaskan
hingga kemenyan melunak dan bola baja akan turun secara perlahan hingga
menyentuh dasar alat tersebut. Titik lunak ditentukan berdasarkan suhu dari
hasil pembacaan pada thermometer sewaktu bola jatuh menyentuh dasar alat.
e. Kadar asam balsamat
Kemenyan ditimbang sebanyak 1,5 gram dimasukkan ke dalam
Erlenmeyer dan ditambahkan 25 ml larutan kalium hidroksida dan etanol
0,5N selama 1 jam. Etanol diuapkan sedangkan sisanya dilarutkan dengan 50
ml air panas hingga homogen dan didinginkan. Setelah, dingin ditambahkan
80 ml air dan larutan 1,5 gram magnesium sulfat dalam 50 ml air diaduk rata,
ml air. Filtrate dan cairan hasil cucian dikumpulkan dan diasamkan dengan 15
ml HCl 30% (v/v). setelah diasamkan, diekstraksi dengan 40 ml eter
sebanyak 4 kali. Lapisan air dibuang, ekstrak eter yang diperoleh
dikumpulkan untuk diekstraksi bertahap dengan 70 ml larutan natrium
bikarbonat 5% b/v. lapisan air yang diperoleh dikumpulkan lalu diekstraksi
dengan 20 ml eter.Lapisan eter dibuang, sedangkan lapisan air diasamkan
dengan HCl 30% (v/v) lalu dikocok secara bertahap dengan 80 ml
kloroform.Lapisan kloroform diuapkan dengan aliran udara.Residu dilarutkan
dengan 10 ml etanol (95%) hangat yang telah dinetralkan dan
didinginkan.Setelah dingin larutan ditambah indicator fenolftalin dan dititrasi
dengan NaOH 0,1N. Tiap ml NaOH 0,1N setara dengan 14,82 mg asam
balsamat.
A = V x 14,82
Dimana: A = kadar asam balsamat sebagai asam sinamat (mg)
HASIL DAN PEMBAHASAN
Standar Lokal Kualitas Kemenyan
Standar lokal kualitas kemenyan yang di analisis meliputi warna, ukuran
dan bentuk dari kualitas kemenyan.Pengujian dilakukan terhadap kualitas
kemenyan (kualitas I, II, III, IV dan abu).Hasil pengamatan kualitas lokal kualitas
kemenyan disajikan pada Tabel 4.
Tabel 4. Kualitas Lokal Kemenyan Tolak
Bentuk Gumpalan atau
Butiran Butiran halus
Kemenyan kualitas I dan II merupakan getah hasil sadapan yang
menggumpal di bagian antara kulit dan batang pohon kemenyan.Kemenyan
kualitas III berbentuk lempengan kecil dan butiran.Kemenyan lempengan kecil
berasal dari bagian antara kulit dan batang, sedangkan butiran berasal dari
kemenyan yang membeku di bagian luar kulit.Kemenyan dari bagian kulit
umumnya berwarna kuning sampai coklat kemerahan.Dengan demikian
kemenyan kualitas III berwarna putih kekuningan bercampur coklat
kecilnya butiran yang membedakan keduanya dan warna yang coklat
kemerahan.Kemenyan kualitas IV memiliki ukuran diameter 1-2 cm dan
kemenyan Abu bentuknya halus seperti butiran gula pasir.
Sifat Fisika Kimia Kemenyan 1. Kadar Air
Hasil pengujian kadar air yang diperoleh disajikan pada Gambar 1.
Gambar 1. Grafik Kadar Air Beberapa Kualitas Kemenyan
Berdasarkan data uji kadar air yang dilakukan, kadar air setiap kualitas
adalah 0.39%, 0.13%, 0.03%, 0.13%, 0.03%. Dari data tersebut terlihat
perbedaan kandungan air yang dimiliki tiap kualitas. Dimana kadar air
terbesar terdapat pada kualitas I ( mata kasar / sidungkapi ) dan kualitas
terendah terdapat pada kualitas III ( tahir ) dan Abu. Hasil yang diperoleh
memiliki perbedaan yang terlihat jelas dari persentase yang terdapat pada
standar mutu yang ada.
Pada kemenyan kualitas III dan Abu, terlihat persentase kadar air yang
sama. Kesamaan hasil ini disebabkan perhitungan hasil yang hampir mirip.
Dimana pembacaan massa akhir pada suhu 900C dan 1000C kualitas II dan
Abu diperoleh selisih yang sama, yakni terjadi penurunan 0.001 gr. Sedangkan
massa sampel yang didapat relatif tidak jauh berbeda yakni 3.003 dan 3.001gr.
Sehingga hasil yang diperoleh dalam pecahan 2 desimal menunjukkan
kesamaan persentase kadar air antara kualitas III dan Abu, yakni 0.003%.
Hasil yang sama juga dilihat pada kualitas II dan IV dengan kondisi yang
sama dengan yang terjadi pada kualitas III dan Abu.
Secara umum, hasil kadar air yang diperoleh menunjukkan penurunan
persentase kadar air. Kadar air pada kualitas I lebih besar dibandingkan
kualitas lainnya. Hal ini dimungkinkan kemenyan pada kualitas I memiliki
kandungan yang relatif lebih baik dari kualitas lainnya. Selain itu, perbedaan
di atas juga dimungkinkan oleh ukuran kemenyan yang berbeda-beda. Ukuran
kemenyan yang berbeda ini juga mengakibatkan perbedaan pada proses
pengeringan yang dilakukan, baik pada tingkat petani/pedagang maupun pada
saat pelaksanaan penelitian. Dimana proses pengeringan yang dilakukan pada
saat penelitian bertujuan untuk mengetahui jumlah air yang keluar dari setiap
kualitas kemenyan.
Laju penurunan massa kemenyan yang cepat menujukkan mudahnya
air keluar dari kemenyan, sehingga perhitungan persentase kadar air yang
diperoleh juga relatif rendah. Sedangkan laju penurunan massa yang lambat
menunjukkan sulitnya air keluar dari kemenyan, sehingga persentase kadar air
yang diperoleh relatif tinggi. Pernyataan di atas senada dengan pendapat
Waluyo dkk (2006), yang menyatakan bahwa kadar air terendah pada
dikeringkan, sedangkan kemenyan dengan bentuk lempengan yang relatif
besar akan sulit dikeringkan.
Dari penjelasan di atas diketahui bahwa kadar air menunjukkan
persentase jumlah air yang terkandung dalam setiap kualitas kemenyan.
Dimana persentase kadar air ditentukan dengan bobot kering (dry basis). Hal
ini sesuai dengan pernyataan Safrizal (2010), yang menyatakan bahwa kadar
air merupakan salah satu sifat fisik dari bahan yang menunjukkan banyaknya
air yang terkandung di dalam bahan. Kadar air biasanya dinyatakan dengan
persentase berat air terhadap bahan basah atau dalam gram (gr) air untuk
setiap 100 gr bahan yang disebut dengan kadar air basis basah (bb). Berat
bahan kering atau padatan adalah berat bahan setelah mengalami pemanasan
beberapa waktu tertentu sehingga beratnya tetap / konstan.
Persentase kadar air diperoleh setelah bahan-bahan kemenyan
dikeringkan dengan oven pada suhu dan jangka waktu yang telah ditentukan.
Metode penentuan kadar air dengan metode oven merupakan salah satu
metode yang digunakan dalam penentuan kadar air. Pernyataan tersebut sama
halnya dengan pendapat Apriyantono (1989), yang menyatakan bahwa salah
satu metode yang digunakan untuk menetapkan kadar air pada suatu bahan
adalah dengan menggunakan metode “Penetapan Air Dengan Metode Oven”,
yaitu suatu metode yang dapat digunakan untuk seluruh produk makanan,
kecuali produk tersebut mengandung komponen-komponen yang mudah
menguap atau jika produk tersebut mengalami dekomposisi pada pemanasan
2. Kadar Abu
Hasil pengujian kadar abu yang diperoleh disajikan pada Gambar 2.
Gambar 2. Grafik Kadar Abu Beberapa Kualitas Kemenyan
Berdasarkan hasil uji kadar abu yang dilakukan, kandungan kadar abu
setiap kualitas adalah 0.29%, 0.72%, 1.18%, 4.43%, 5.85%. Dari data tersebut
terlihat peningkatan jumlah kadar abu yang dimiliki tiap kualitas. Dimana
kadar abu terbesar terdapat pada kualitas Abu dan kadar abu terkecil terdapat
pada kualitas I. Persentase kadar abu menunjukkan tingkat kemurnian yang
dimiliki setiap kualitas.
Persentase kadar abu diperoleh setelah kemenyan dari setiap kualitas
dimasukkan ke dalam tanur 6250C sampai menjadi abu. Kemenyan yang telah
menjadi abu kemudian dihitung persentasenya untuk mengetahui tingkat
kemurnian yang dimiliki setiap kualitas kemenyan. Kemenyan kualitas I
memiliki persentase kadar abu yang relatif rendah, sehingga dapat dikatakan
bahwa kemenyan kualitas I memiliki kemurnian yang relatif lebih tinggi.
Selanjutnya dilihat hubungan antara kadar abu yang diperoleh dengan kadar
air. Kadar abu memiliki hubungan yang berbanding terbalik dengan kadar air.
Semakin tinggi kadar air maka semakin rendah kadar abu yang dimiliki dan
sebaliknya.
Jumlah persentase kadar abu meningkat dari kualitas I sampai kualitas
Abu. Hal ini menujukkan bahwa kualitas I memiliki kandungan yang lebih
baik dibandingkan kualitas yang lainnya. Pernyataan yang sama diungkapkan
Waluyo (2006), kemenyan kualitas I mempunyai kemurnian yang cukup
tinggi karena getah berasal dari bagian antara kulit dan batang yang terlindung
sehingga tidak terpengaruh lingkungan.
Menurut Winarno (1987), kadar abu menunjukkan jumlah mineral
suatu bahan. Bahan-bahan organik akan terbakar dan menguap pada saat
pemanasan, sedangkan bahan anorganik akan tertinggal sebagai abu. Kadar
abu kemenyan I sampai Abu memiliki perbedaan yang nyata sehingga dapat
dikatakan tingkat kemurnian kemenyan kualitas I sampai Abu realtif berbeda.
Pada pengujian kadar air diperoleh kesamaan hasil yakni pada kualitas
II dengan kualitas IV dan kualitas III dengan kualitas Abu. Seperti pada
kualitas III dan kualitas Abu diperoleh hasil kadar air 0.03%, sedangkan pada
kadar abu diperoleh hasil yang berbeda. Hal tersebut dimungkinkan
dipengaruhi oleh kandungan yang dimiliki kemenyan.
Kandungan kemenyan ini tentu saja berbeda-beda persentasenya untuk
setiap kualitas kemenyan. Pada proses pemanasan untuk medapatkan kadar
abu, kandungan kemenyan yang ada mengalami penguapan sehingga
menyisakan bahan-bahan atau materi yang tidak menguap. Bahan-bahan yang
tidak menguap berupa serpihan kulit kayu, tanah dan lainnya yang melekat
lebih tinggi sehingga menghasilkan sisa pembakaran yang relatif lebih banyak
dibandingkan kualitas lainnya. Pembakaran dengan suhu 6250C menguapkan
kandungan kimia kemenyan yang ada dan menyisakan abu bahan-bahan yang
tidak menguap. Pada kualitas III dibandingkan kualitas Abu, persentase
kandungan kimia kemenyan relatif lebih tinggi dibandingkan bahan-bahan
yang tidak menguap seperti kulit kayu. Sehingga kadar abu pada kualitas III
dan kualitas Abu diperoleh perbedaan yang nyata. Berbeda dengan kadar air
yang tidak dipengaruhi kandungan kimia yang dimiliki kemenyan. Kadar air
lebih dipengaruhi kemampuan kemenyan dalam melepas kandungan air.
Sehingga pada pengujian kadar air diperoleh hasil yang hampir mirip, seperti
kualitas II dengan Kualitas IV dan kualitas III dengan kualitas Abu. Kesamaan
hasil ini menunjukkan kemampuan yang relatif sama dalam melepaskan air.
Kemenyan sumatera mengandung banyak senyawa-senyawa turunan
fenilpropanoid seperti asam sinamat dan derivatnya asam benzoat,
benzaldehid, vanilin, fenilpropil sinamat; juga mengandung ester
benzoresinol, ester koniferil alkohol dari asam sinamat dan asam benzoat
(Bonor, 1999). Selain itu kemenyan juga mengandung vanilin, pinoresinol,
stirasin, dan salisilat. Resinnya terutama mengandung asam benzoat dan
turunannya, seperti lubanol benzoat, sumaresinol, vanilin, stirol (bukan sterol),
benzaldehida, benzilsinamat, dan fenilpropilsinamat. Daun, kulit batang dan
akar kemenyan mengandung saponin, flavonoida dan polifenol. Getah
kemenyan mengandung olibanol, materi resin, dan terpenes.
Kandungan bahan-bahan seperti yang diuraikan di atas memperngaruhi
kandungan yang berbeda-beda pada setiap kualitas kemenyan. Kemenyan
dengan kandungan senyawa yang rendah menghasilkan kadar abu yang relatif
lebih tinggi seperti yang diperoleh pada kualitas Abu. Pernyataan tersebut
sama halnya dengan pendapat Wiryadi (2007), yang menyatakan bahwa kadar
Abu/mineral merupakan bagian berat mineral dari bahan yang didasarkan atas
berat keringnya. Abu yaitu zat organik yang tidak menguap, sisa dari proses
pembakaran atau hasil oksidasi. Kandungan dan komposisi abu atau mineral
pada bahan tergantung dari jenis bahan dan cara pengabuannya.
3. Kadar Kotoran
Hasil pengujian terhadap kadar kotoran yang diperoleh disajikan pada
Gambar 3.
Gambar 3. Grafik Kadar Kotoran Beberapa Kualitas Kemenyan Berdasarkan hasil uji kadar kotoran yang dilakukan, kandungan kadar
kotoran setiap kualitas adalah 15.88%, 17.85%, 19.94%, 22.45%, 33.06%.
Dari data tersebut terlihat peningkatan kandungan kadar kotoran dari setiap
kualitas. Dimana kadar kotoran terbesar terdapat pada kualitas Abu dan kadar
kotoran terkecil terdapat pada kualitas I ( mata kasar ). Hal ini berbanding
Sehingga dapat disimpulkan semakin tinggi kadar abu, semakin tinggi pula
kadar kotoran dari setiap kualitas kemenyan.
Pengujian kadar kotoran dilakukan untuk mengetahui kandungan
kotoran yang dimiliki oleh setiap kualitas kemenyan. Kotoran kemenyan yang
dimiliki berupa kulit, tanah dan lain-lain. Dalam pelaksanaan penelitian dapat
dilihat bahan-bahan atau kandungan yang tidak ikut larut dalam cairan etanol.
Jumlah bahan-bahan yang tidak terlarut dalam etanol berbeda-beda. Pada
kualitas I jumlah bahan yang tidak larut relatif lebih sedikit dibandingkan
kualitas lainnya, seperti kualitas Abu.
Pada kualitas Abu, jumlah bahan yang tidak larut terlihat jauh lebih
banyak pada saat penyaringan. Jumlah kandungan bahan yang tidak larut
dalam etanol membuktikan besar kecilnya persentase kadar kotoran yang
dimiliki. Semakin besar jumlah bahan yang tidak larut dalam etanol, maka
semakin besar pula persentase kadar kotoran yang diperoleh. Pernyataan di
atas sama halnya dengan pernyataan Waluyo (2006), yang menyatakan bahwa
kandungan kotoran adalah kandungan bahan yang tidak dapat larut dalam
etanol. Kadar kotoran pada kemenyan merupakan bahan-bahan yang tidak
larut dengan kemenyan, melekat pada saat penyaringan setelah kemenyan
dilarutkan dengan larutan etanol. Dimana kotoran pada kemenyan meliputi
serat-serat yang diperoleh dari kulit batang, abu dan bahan lain yang melekat
pada kemenyan namun tidak larut dengan kemenyan.
4. Titik Lunak
Pengujian titik lunak yang dilakukan terhadap kemenyan
Gambar 4. Grafik Titik Lunak Beberapa Kualitas Kemenyan Berdasarkan hasil uji titik lunak yang dilakukan, derajat titik lunak dari
setiap kualitas adalah 80.90, 92.50, 93.50, 95.30, dan 96.50.Dari data tersebut
terlihat peningkatan derajat titik lunak kualitas kemenyan.Dimana derajat titik
lunak terbesar dimiliki oleh kualitas abu, derajat titik lunak terkecil dimiliki
oleh kualitas I.
Hasil pengujian di atas memiliki perbedaan dengan standar yang
ada.Derajat titik lunak pada kualitas Abu menunjukkan peningkatan,
sedangkan pada standar SII 2044-87 terjadi penurunan derajat titik lunak pada
kualitas Abu. Pada proses penelitian, perbedaan terlihat pada proses jatuhnya
bola baja antara kualitas I sampai kualitas Abu.
Penentuan derajat titik lunak didapatkan dari pembacaan suhu ketika
bola baja jatuh menyentuh dasar. Bola baja mulai turun ketika kemenyan yang
diuji secara perlahan akan meleleh atau melunak. Pada suhu tertentu, bola baja
akan turun sampai menyentuh dasar. Ketika proses pembacaan suhu pada
thermometer, bola baja turun pada suhu yang berbeda-beda. Bola baja pada
kualitas I jatuh relatif lebih cepat dibandingkan bola baja pada kualitas
lainnya. Perbedaan ini dimungkinkan tingkat kemurnian kandungan kualitas
kemenyan yang berbeda. Kontur kemenyan kualitas I relatif lebih lembut pada
saat pemanasan dibandingkan kualitas lainnya. Sehingga bola baja jatuh
menyentuh dasar lebih cepat pada suhu yang relatif lebih rendah dibandingkan
bola baja pada kualitas lain.
Selain itu, jika dihubungkan dengan kadar air yang dimiliki kualiras I,
maka terlihat bahwa kualitas I memiliki kandungan kadar air yang tinggi. Hal
ini dimungkinkan memiliki pengaruh pada tingkat derajat titik lunak yang
dimiliki, kemenyan dengan kandungan air yang tinggi memiliki derajat titik
lunak yang rendah. Hal tersebut dikarenakan mudahnya kemenyan melunak
atau meleleh pada proeses pemanasan/pelunakan/pelelehan.
Namun berbeda halnya dengan kadar abu dan kadar kotoran.
Kemenyan dengan derajat titik lunak yang tinggi memiliki persentase kadar
abu dan kadar kotoran yang tinggi pula. Sehingga dapat dikatakan bahwa
kadar abu dan kadar kotoran yang dimiliki kemenyan berpengaruh sama
dengan derajat titik lunak. Dimana kemenyan akan sulit melunak/meleleh
pada bahan dengan tingkat kemurnian yang rendah.
Tingkat derajat titik lunak mengalami peningkatan dari kualitas I
sampai kualitas Abu. Peningkatan derajat titik lunak yang diperoleh sama
halnya dengan peningkatan persentase kadar abu dan kadar kotoran yang telah
diperoleh, namun berbeda dengan persentase kadar air. Sehingga dapat
disimpulkan bahwa titik lunak memiliki hubungan yang sama dengan kadar
abu dan kadar kotoran, tetapi berbanding terbalik dengan kadar air kemenyan.
Titik lunak ditunjukkan dengan perubahan bentuk kemenyan dari zat
yang berbeda-beda pada setiap kualitas kemenyan. Titik lunak atau titik leleh
adalah temperatur dimana zat padat berubah wujud menjadi zat cair pada
tekanan 1 atm. Dengan kata lain, titik leleh merupakan suhu ketika fase padat
dan cair sama-sama berada dalam keadaan kesetimbangan.
5. Kadar Asam Balsamat
Hasil pengujian kadar asam balsamat yang diperoleh disajikan pada
Gambar 5.
Gambar 5. Grafik Kadar Asam Balsamat Beberapa Kualitas Kemenyan N NaOH ≠ 0.1 N; Nt= 0.0439 , sehingga rumus yang digunakan adalah:
��=��×��× 148.2
����������� × 100%
Berdasarkan hasil yang diperoleh terlihat kadar asam balsamat pada
setiap kualitas adalah 34.39%, 30.44%, 28.75%, 27.1% dan 23.5 %. Hasil
yang diperoleh di atas sama dengan hasil persentase kadar air. Pada persentase
kadar air terlihat penurunan yang sama dengan penurunan persentase kadar
asam balsamat. Sehingga dapat dikatakan bahwa kadar air memiliki hubungan
yang saling mempengaruhi dengan kadar asam balsamat. Kemenyan kualitas I
memiliki kemurnian yang tinggi disebabkan kandungan asam balsamat yang
relatif lebih baik dibandingkan dengan kualitas Abu.
Asam balsamat merupakan komponen kimia utama penyusun
kemenyan. Kadar asam balsamat menunjukkan tingkat kemurnian kemenyan.
Pada penelitian Waluyo dkk (2006), menyatakan bahwa berdasarkan analisa
IR (Infra Red) dan KLT (Kromatografi Lapis Tipis), asam balsamat yang
terkandung dalam kemenyan terdiri dari satu komponen yaitu asam sinamat.
Dalam penelitian selanjutnya, dikatakan juga bahwa kualitas kemenyan
mempengaruhi kadar asam sinamat hasil isolasi. Kemenyan kualitas I s/d IV
mengandung kadar asam sinamat yang relatif tinggi yaitu berkisar 30.1% -
32.8%, sedangkan kemenyan kualitas V dan VI lebih rendah yaitu 28.4% dan
25.5%.
Kemenyan mengandung senyawa-senyawa asam sinamat dan resin,
dimana asam sinamat umumnya digunakan sebagai bahan baku dalam industri
farmasi, kosmetik dan parfum. Sagala dkk (1980) menyatakan bahwa
kemenyan mengandung senyawa-senyawa asam sinamat, asam benzoat, stirol,
vanilin, styracin, koniferil benzoat dan resin yang terdiri dari benziresinol dan
resinotanol. Asam sinamat ( C6H5CH=HCOOOH) adalah salah satu asam
organik yang mempunyai ikatan rangkap. Asam sinamat dapat berupa
asam-asam bebas maupun terikat sebagai ester-ester yang dikandung dalam minyak
Tabel 5. Sifat Fisika Kimia Kemenyan
No Kriteria/Uji Kualitas
Hasil
Kadar kotoran (%)
Titik lunak (0C)
Berdasarkan hasil pengujian sifat fisika kimia kemenyan yang telah
dilakukan diperoleh hasil seperti pada tabel diatas, terlihat persentase dan derajat
yang dimiliki setiap kualitas.Apabila hasil yang telah diperoleh di atas
dibandingkan dengan standar kualitas yang ada, maka dapat dilihat hasil yang
berbeda nyata.
Perbedaan tersebut terlihat pada kadar air yang diperoleh. Pada standar
diatas terlihat peningkatan jumlah kadar air yang dimiliki dari kualitas I sampai
Abu, sementara pada hasil penelitian yang diperoleh terlihat penurunan jumlah
kadar air. Selain itu persentase jumlah kadar air yang diperoleh juga lebih kecil
dari standar mutu kemenyan yang ada.
Pada kadar abu yang diperoleh memiliki hubungan yang sama, yakni
terjadi peningkatan kadar abu dari kualitas I sampai Abu. Persentase yang
diperoleh dari penelitian sejalan dengan standar kadar abu yang telah ada.
Persentase kadar kotoran yang diperoleh dari hasil penelitian memiliki
hubungan yang sama, yakni telihat peningkatan persentase kadar kotoran dari
persentase yang jauh lebih besar dibandingkan dengan persentase kadar kotoran
pada standar yang ada.
Derajat titik lunak kualitas kemenyan yang dihasilkan berbeda dengan
standar yang ada.Dimana terlihat terjadi peningkatan derajat titik lunak dari
kualitas I sampai Abu pada hasil yang diperoleh, sedangkan pada standar yang
ada tidak demikian. Pada standar, derajat titik lunak pada kualitas I-IV
menunjukkan peningkatan, tetapi pada kualitas Abu mengalami penurunan derajat
titik lunak.
Pada kadarasam balsamat diperoleh hasil yang tidak jauh berbeda jika
dibandingkan dengan standar mutu yang ada. Persamaan yang terlihat adalah
terjadinya penurunan persentase kadar asam balsamat dari kualitas I sampai
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan
Dari hasil pengujian dan pembahasan yang telah dilaksanakan maka dapat
ditarik kesimpulan sebagai berikut :
1. Kadar air yang diperoleh dari penelitian ini memiliki hasil yang berbeda
dengan standar mutu yang ada. Dimana hasil yang diperoleh menunjukkan
penurunan persentase kadar air dari kualitas I sampai Abu, sementara pada
standar mutu yang ada terjadi peningkatan persentase.
2. Kadar abu, kadar kotoran dan titik lunak kemenyan kualitas I lebih rendah
dibandingkan kemenyan kualitas lainnya. Hal ini dimungkinkan kemenyan
kualitas I mempunyai kemurnian cukup tinggi karena getah berasal dari
bagian antara kulit dan batang yang terlindung sehingga tidak terpengaruh
lingkungan.
3. Titik lunak pada kualitas Abu memiliki perbedaan dengan standar yang ada.
Hal ini dikarenakan bola baja pada kualitas Abu, jatuh menyentuh dasar relatif
lebih lama dari kualitas lainnya.
4. Kemurnian kandungan kemenyan mempengaruhi sifat fisika kimia yang
dimiliki kemenyan, serta mempengaruhi pengelompokan kemenyan dalam
beberapa kualitas.
Saran
Dalam pelaksanaan penelitian diharapkan ketelitian yang lebih tinggi agar
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 1972. Farmakope Indonesia. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Jakarta.
Apriyantono, A., D. Ferdiaz, N. L. Puspitasari, Sedarnawati dan S. Budiyanto. 1989. Petunjuk Analisis Pangan. IPB-Press. Bogor
Bonor, S. 1999. Data Spektroskopi Derivat Flavanoid Hasil Ekstraksi Akar Kemenyan Sumatera. Laporan Penelitian. Medan: FMIPA-IKIP
Darusman, D., 2001. Resiliensi Kehutanan Masyarakat di Indonesia. Debut Press.Yogyakarta.
Davy, H. 1996. Elements of Agricultural Chemistry 5th Edition. London: Green and Longman.
Dede.1998. Pengelolaan Hutan Rakyat Kemenyan (Styrax sp) dan Kontribusinya Terhadap Pendapatan Rumah Tangga.Kehutanan Masyarakat; Beragam Pola Partisipasi Masyarakat Dalam Pengelolaan Hutan; Kerjasama IPB
dan The Ford Foundation. CV. Dewi Sri Jaya. Bogor.
Edison, D.T., M. Putra dan Alhamra. 1983. Pengembangan Kemenyan. Departemen Perindustrian. Balai Penelitian dan Pengembangan Industri. Medan.
Elimasni.2005. Perbanyakan Bibit Kemenyan Sumatrana (Styrax benzoin
Heyne.1987. Tumbuhan Berguna Indonesia Jilid III.Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan. Jakarta.
IPB. 2011. BAB II Tinjauan Pustaka, Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK). Bogor.
Oetomo, M.S. 1974. Styrax benzoine dryand. Universitas Sumatera Utara. Medan.
Pinyopusarerk. 1994. Styrax tonkinensis. Taxonomi, Ecology, Silvicultur and Uses.The Australian Centre for International Agriculture Research (ACIAR).ACIAR Technical Report No. 31. Canberra.
Ritonga, M. 2008. Pengaruh Kadar Kotoran Terhadap Kualitas Karet Remah. Universitas Sumatera Utara. Medan
Sagala, M.; E. Tarmiji dan H, Harja. 1980. Percobaan Pembuatan Asam Sinamat. Komunikasi Departemen Perindustrian. Balai Penelitian Kimia. Medan
Sasmuko, S.A., 1995. Sifat Fisis dan Kimia Getah Kemenyan. Buletin Penelitian Kehutanan. Balai Penelitian Kehutanan Aek Nauli Pematang Siantar. Volume 11 Nomor 2
Sasmuko, S.A. 1999. Karakteristik Kemenyan Sumatera Utara dan Laos. Prosiding Expose Hasil Penelitian Balai Penelitian Kehutanan Pematang Siantar, tanggal 30 Maret 1999 di Medan. Hlm. 57-67. Balai Penelitian Kehutanan, Pematang Siantar.
Sasmuko, S.A. 2003. Potensi Pengembangan Kemenyan Sebagai Komoditi Hasil Hutan Bukan Kayu Spesifik Andalan Sumatera Utara. Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan Sumatera. Aek Nauli.
Sutrisno, R. B., 1974. Ihtisar Farmakognosi, edisi IV. Pharmascience Pacific. Jakarta. Hal 207
Taib, G. 1988. Operasi Pengeringan pada Pengolahan Hasil Pertanian. PT. Mediyatama Sarana Perkasa. Jakarta.
Waluyo, Totok K., P. Hastoeti dan T. Prihatiningsih. 2006. Karakteristik dan Sifat Fisika-Kimia Berbagai Kualitas Kemenyan di Sumatera Utara. Jurnal Penelitian Hasil Hutan 24 (1) : 47-61. Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan. Bogor.