PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN INKUIRI TERBIMBINGPADA MATERI KOLOID DALAM MENGANALISIS KETERAMPILAN
MENGELOMPOKKAN DAN INFERENSI
Oleh NOMI SURYANI
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA PENDIDIKAN
Pada
Program Studi Pendidikan Kimia
Jurusan Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS LAMPUNG
ABSTRAK
PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN INKUIRI TERBIMBING PADA MATERI KOLOID DALAM MENGANALISIS KETERAMPILAN
MENGELOMPOKKAN DAN INFERENSI
Oleh NOMI SURYANI
Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan keterampilan mengelompokkan dan inferensi pada materi koloid dengan penerapan model pembelajaran inkuri terbimbing untuk siswa kelompok kognitif tinggi, sedang, dan rendah. Subyek penelitian ini adalah siswa kelas XI IPA2 SMA Swadhipa Natar Lampung Selatan
Pada kelompok rendah terdapat 33,3% siswa berkriteria baik, dan 66,6% siswa berkriteria cukup.
viii DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ... ix
DAFTAR GAMBAR ... x
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1
B. Rumusan Masalah ... 5
C. Tujuan Penelitian ... 6
D. Manfaat Penelitian ... 6
E. Ruang Lingkup Penelitian... 7
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pembelajaran Konstruktivisme ... 8
B. Inkuiri Terbimbing ... 10
C. Keterampilan Proses Sains ... 13
D. Konsep ... 16
E. Kemampuan Kognitif... 21
F. Kerangka Pemikiran... 22
G. Anggapan Dasar ... 23
viii III. METODOLOGI PENELITIAN
A. Subyek Penelitian ... 24
B. Metode dan Design Penelitian ... 24
C. Sumber Data... 25
D. Instrumen Penelitian ... 26
E. Validitas Instrumen Penelitian ... 26
F. Prosedur Penelitian ... 27
G. Teknik Pengelompokkan Siswa ... 30
H. Teknik Analisis Data ... 31
1V. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian ... 34
B. Pembahasan ... 38
V.SIMPULAN DAN SARAN A. Simpulan ... 50
B. Saran ... 51
viii
14. Pengelompokan Siswa ... 136
15. Hasil Pengolahan Data ... 138
16. Lembar Afektif ... 145
17. Lembar Psikomotor ... 147
18. Lembar Observasi Guru ... 150
19. Lembar On Task Siswa ... 151
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Belajar pada hakikatnya adalah proses terhadap semua situasi yang ada disekitar individu. Belajar dapat dipandang sebagai proses yang diarahkan kepada tujuan dan proses berbuat melalui berbagai pengalaman (Rusman, 2011). Berdasarkan pengertian belajar tersebut, belajar merupakan suatu proses atau kegiatan yang memberikan kesempatan kepada siswa untuk melakukan, mencoba,dan menga-lami sendiri sehingga proses belajar mengajar akan bermakna bagi siswa. Hasil yang diharapkan dari proses belajar adalah terlatihnya kemampuan berfikir siswa. Hal ini sesuai dengan pendapat Whitehead (Arifin dkk, 2003), hasil yang nyata dalam pendidikan sebenarnya adalah proses berpikir yang diperoleh melalui pem-belajaran dari berbagai disiplin ilmu. Salah satu disiplin ilmu yang melatih proses berpikir yaitu ilmu kimia.
observa-si, memahami konsep-konsep kimia dan penerapannya untuk menyelesaikan ma-salah dalam kehidupan sehari-hari. Kimia merupakan ma-salah satu mata pelajaran sains yang mempunyai dimensi produk, sikap, dan proses, artinya ketika kita ingin mempelajari konsep-konsep kimia, maka kita juga harus tahu cara mendapatkan konsep tersebut. Dari penjelasan tersebut jelas bahwa kimia merupakan salah satu wahana yang tepat untuk melatih dan mengembangkan keterampilan proses sains siswa karena kimia berusaha untuk membangkitkan keingintahuan siswa melalui eksplorasi terhadap rahasia alam yang tak ada habis-habisnya.
Keterampilan proses sains dimaksudkan untuk melatih dan mengembangkan kete-rampilan intelektual atau kemampuan berpikir siswa. Selain itu juga mengem-bangkan sikap-sikap ilmiah dan kemampuan siswa untuk menemukan dan me-ngembangkan fakta, konsep, dan prinsip ilmu pengetahuan. Selanjutnya dapat digunakan untuk menyelesaikan masalah-masalah. Pembelajaran dengan kete-rampilan proses berarti memberi kesempatan kepada siswa bekerja dengan ilmu pengetahuan, tidak sekedar menceritakan atau mendengarkan cerita tentang ilmu pengetahuan. Siswa yang mempunyai tingkat proses sains yang baik umumnya mempunyai tingkat kemampuan kognitif yang baik pula.
maka ada kelompok siswa berkemampuan tinggi, sedang, dan rendah. Apabila siswa memiliki tingkat kemampuan kognitif berbeda kemudian diberi pengajaran yang sama, maka hasil belajar (pemahaman konsep) akan berbeda-beda sesuai dengan tingkat kemampuannya, karena hasil belajar berhubungan dengan kemam-puan siswa dalam mencari dan memahami materi yang dipelajari.
Salah satu Kompetensi Dasar (KD) mata pelajaran kimia pada materi koloid di kelas XI adalah mengelompokkan sifat-sifat koloid serta penerapanya dalam ke-hidupan sehari-hari. Pada KD ini terdapat teori dan konsep kimia yang dapat di-temukan melalui analisis hasil praktikum. Oleh karena itu, siswa perlu melibatkan keterampilan proses sains sebagai proses menganalisis hasil praktikum tersebut. Keterampilan proses sains terdiri dari mengamati, memprediksi, menafsirkan, mengkomunikasikan, mengelompokkan, dan inferensi. Keterampilan proses sains yang dikembangkan pada penelitian ini adalah keterampilan dalam mengelompok-kan dan inferensi.
Keterampilan mengelompokkan pada materi koloid ini menghendaki siswa untuk dapat mengelompokkan mana campuran yang termasuk larutan, suspensi, dan koloid serta dapat mengelompokkan jenis-jenis koloid berdasarkan fase pendis-persi dan medium pendispendis-persinya. Keterampilan inferensi pada materi koloid menghendaki siswa untuk dapat menyimpulkan sifat-sifat koloid berdasarkan peristiwa yang terjadi pada kehidupan sehari-hari.
guru, bukan pada siswa. Oleh karena itu, pembelajaran dengan metode ceramah siswa menjadi pasif, kurang antusias dan cepat merasa bosan karena siswa hanya memperoleh penjelasan-penjelasan dari guru. Dalam pembelajaran siswa kurang dilibatkan secara aktif dalam menemukan konsep materi kimia. Hal ini menye-babkan kebanyakan siswa kurang dapat memahami materi dan siswa cenderung hanya menghafal materi. Selain itu, pada akhir pembelajaran siswa kurang men-gembangkan keterampilan menyimpulkan materi yang telah dipelajari.
Situasi pembelajaran yang baik perlu ditunjang dalam rangka mengembangkan keterampilan proses sains siswa. Pembelajaran yang baik adalah pembelajaran yang dapat memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengalami sendiri, mengkonstruksi pengetahuan, kemudian memberi makna pada pengetahuan yang didapat. Untuk menghasilkan proses pembelajaran yang dapat mengembangkan keterampilan proses sains siswa, maka harus dipilih model pembelajaran yang tepat. Model pembelajaran yang dapat dipilih adalah inkuri terbimbing, yaitu rangkaian kegiatan pembelajaran yang menekankan pada proses sains dengan cara mencari dan menemukan sendiri jawaban dari suatu masalah
Hasil penelitian yang mengkaji keterampilan proses sains yaitu Zulaiha (2012) yang meneliti tentang efektivitas model pembelajaran inkuiri terbimbing pada materi asam basa efektif dalam meningkatkan keterampilan klasifikasi dan infe-rensi siswa SMA Al Azhar 3 Bandar Lampung, mengungkapkan bahwa pembela-jaran kimia dengan model inkuiri terbimbingdapat meningkatkan keterampilan klasifikasi dan inferensi siswa pada materi asam basa.
Berdasarkan uraian di atas maka dilakukan penelitian yang berjudul “ Penerapan Model Pembelajaran Inkuiri Terbimbing Pada Materi Koloid dalam Menganalisis Keterampilan Mengelompokkan dan Inferensi ”
B.Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan, maka rumusan masalah penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana keterampilan siswa mengelompokkan pada materi koloid melalui penerapan model pembelajaran inkuiri terbimbing untuk siswa yang
berkemampuan kognitif tinggi, sedang, dan rendah?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah yang telah dikemukakan, maka tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan keterampilan siswa mengelompokkan dan menginferensi pada materi koloid melalui penerapan model pembelajaran inkuiri terbimbing untuk siswa kelompok kognitif siswa kategori tinggi, sedang dan rendah.
D. Manfaat Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah diatas maka, manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah:
1. Siswa
Model pembelajaran inkuiri terbimbing yang diterapkan dalam proses pembelajaran diharapkan dapat menumbuhkan motivasi, minat belajar, dan kemampuan berpikir serta dapat meningkatkan keterampilan proses sains siswa pada materi koloid.
2. Guru
Sebagai bahan pertimbangan dalam pemilihan dan penerapan model pembela-jaran yang sesuai dengan materi pembelapembela-jaran kimia, terutama pada materi koloid.
3. Sekolah
E.Ruang Lingkup Penelitian
Agar permasalahan yang telah dipaparkan dalam penelitian ini menjadi terarah dan menghindari kajian penelitian yang meluas, maka ruang lingkup masalah yang diteliti yaitu :
1. Pembelajaran inkuiri terbimbing menurut Gulo (Trianto, 2010) merupakan model pembelajaran yang terdiri dari tahap-tahap, yaitu : (1) mengajukan per-masalahan, (2) merumuskan hipotesis, (3) mengumpulkan data, (4) analisis data, dan (5) membuat kesimpulan.
2. Kompetensi dasar yang akan dibahas pada penelitian ini adalah mengelompok-kan sifat-sifat koloid dan penerapanya dalam kehidupan sehari-hari dengan sub bab materi jenis-jenis dan sifat-sifat koloid.
3. Keterampilan proses sains yang diteliti adalah mengelompokkan yang merupakan salah satu aspek keterampilan proses sains tingkat dasar yang indikatornya meliputi mencari perbedaan dan persamaan (membandingkan), mengontraskan ciri-ciri, serta mencari dasar pengelompokkan atau penggo-longan, dan indikator keterampilan inferensi yang diamati dan diukur dalam penelitian ini adalah membuat kesimpulan berdasarkan fakta yang ditemui. 4. Kelompok tinggi, sedang dan rendah merupakan kelompok siswa
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Pembelajaran Konstruktivisme
Teori konstruktivistik dikembangkan oleh Piaget pada pertengahan abad 20. Piaget berpendapat bahwa pada dasarnya setiap individu sejak kecil sudah me-miliki kemampuan untuk mengkonstruksi pengetahuannya sendiri. Pengetahuan yang dikonstruksi oleh anak sebagai subjek, maka akan menjadi pengetahuan yang bermakna; sedangkan pengetahuan yang hanya diperoleh melalui proses pemberitahuan tidak akan menjadi pengetahuan yang bermakna. Pengetahuan tersebut hanya untuk diingat sementara setelah itu dilupakan (Sanjaya, 2011).
Mengkonstruksi pengetahuan menurut Piaget dilakukan melalui proses asimilasi dan akomodasi terhadap skema yang sudah ada. Skema adalah struktur kognitif yang terbentuk melalui proses pengalaman. Asimilasi adalah proses penyempur-naan skema yang telah terbentuk, dan akomodasi adalah proses perubahan skema (Sanjaya, 2011).
Konstruktivisme merupakan salah satu aliran filsafat pengetahuan yang menekan-kan bahwa pengetahuan kita merupamenekan-kan hasil konstruksi (bentumenekan-kan) kita sendiri. Konstruktivisme menurut Von Glasersfeld dalam Pannen, Mustafa, dan
penge-tahuan yang kita peroleh adalah hasil konstruksi sendiri, maka sangat kecil ke-mungkinan adanya transfer pengetahuan dari seseorang kepada yang lain”.
Menurut Von Glasersfeld dalam Pannen, Mustafa, dan Sekarwinahyu (2001), agar siswa mampu mengkonstruksi pengetahuan, maka diperlukan:
1. Kemampuan siswa untuk mengingat dan mengungkapkan kembali
pengalaman. Kemampuan untuk mengingat dan mengungkapkan kembali pengalaman sangat penting karena pengetahuan dibentuk berdasarkan interaksi individu siswa dengan pengalaman-pengalaman tersebut. 2. Kemampuan siswa untuk membandingkan, dan mengambil keputusan
mengenai persamaan dan perbedaan suatu hal. Kemampuan membanding-kan sangat penting agar siswa mampu menarik sifat yang lebih umum dari pengalaman-pengalaman khusus serta melihat kesamaan dan perbedaan-nya untuk selanjutperbedaan-nya membuat klasifikasi dan mengkonstruksi
pengetahuannya.
3. Kemampuan siswa untuk lebih menyukai pengalaman yang satu dari yang lain (selective conscience). Melalui “suka dan tidak suka” inilah muncul
penilaian siswa terhadap pengalaman, dan menjadi landasan bagi pemben- tukan pengetahuannya.
Menurut Trianto (2010):
Setiap orang membangun pengetahuannya sendiri, sehingga transfer penge-tahuan akan sangat mustahil terjadi. Pengepenge-tahuan bukanlah suatu barang yang dapat ditransfer dari orang yang mempunyai pengetahuan kepada orang yang belum mempunyai pengetahuan. Bahkan, bila seorang guru bermaksud mentransfer konsep, ide, dan pengertiannya kepada siswa, pemindahan itu harus diinterpretasikan dan dikonstruksikan oleh siswa itu lewat pengalamannya.
Prinsip-prinsip konstruktivisme menurut Suparno (1997), antara lain: 1. Pengetahuan dibangun oleh siswa secara aktif
2. Tekanan dalam proses belajar terletak pada siswa 3. Mengajar adalah membantu siswa belajar
4. Tekanan dalam proses belajar lebih pada proses bukan pada hasil akhir 5. Kurikulum menekankan partisipasi siswa
6. Guru adalah fasilitator.
penghubung yang membantu siswa mengolah pengetahuan baru, menyelesaikan suatu masalah dan guru berperan sebagai pembimbing pada proses pembelajaran yang menyediakan peluang kepada siswa untuk memperoleh pengetahuan baru.
B. Model Pembelajaran Inkuiri Terbimbing
Pembelajaran Inkuiri berarti suatu rangkaian kegiatan belajar yang melibatkan secara maksimal seluruh kemampuan siswa untuk mencari dan menyelidiki secara sistematis, kritis, logis, analitis sehingga mereka dapat merumuskan sendiri pene-muannya dengan penuh percaya diri (Trianto, 2010).
Inkuiri terbimbing adalah proses pembelajaran dimana guru menyediakan unsur-unsur asas dalam satu pelajaran dan kemudian meminta pelajar membuat genera-lisasi, menurut Sanjaya (2011) pembelajaran inkuiri terbimbing yaitu suatu model pembelajaran inkuiri yang dalam pelaksanaannya guru menyediakan bimbingan atau petunjuk cukup luas kepada siswa. Sebagian perencanaannya dibuat oleh guru, siswa tidak merumuskan problem atau masalah. Dalam pembelajaran inkuiri terbimbing guru tidak melepas begitu saja kegiatan-kegiatan yang dilaku-kan oleh siswa. Guru harus memberidilaku-kan pengarahan dan bimbingan kepada siswa dalam melakukan kegiatan-kegiatan sehingga siswa yang berifikir lambat atau siswa yang mempunyai intelegensi rendah tetap mampu mengikuti kegiatan -kegiatan yang sedang dilaksanakan dan siswa mempunyai kemampuan berpikir tinggi tidak memonopoli kegiatan oleh sebab itu guru harus memiiki kemampuan mengelola kelas yang bagus.
1. Cara berfikir berkembang dari pengamatan pada masalah tertentu kepada generalisasi.
2. Tujuan pengajaran adalah mempelajari proses objek tertentu ( masalah tertentu) sampai generalisasi tentang objek tersebut.
3. Guru sebagai pengontrol data, materi, objek dan sebagai pemimpin dalam kelas.
4. Siswa memberikan reaksi terhadap data, materi, objek untuk menemukan pla hubungan berdasarkan pengamatannya dan berdasarkan pengamatan lain dalam kelas.
5. Kelas dianggap sebagai laboratorium.
6. Guru mendorong untuk mengkomunikasikan generalisasi yang didapat siswa.
Pada penelitian ini tahapan pembelajaran inkuiri terbimbing yang digunakan me-ngadaptasi dari tahapan pembelajaran inkuiri terbimbing yang dikemukakan oleh Gulo (Trianto, 2010). Tahapan pembelajaran inkuiri terbimbing tersebut dapat dijelaskan pada Tabel 1. sebagai berikut:
Tabel 1 . Tahap pembelajaran inkuiri terbimbing
No. Fase Kegiatan Guru Kegiatan Siswa 1. Mengajukan
pertanyaan atau permasalahan
Guru membimbing siswa mengidentifikasi masalah. Guru membagi siswa dalam kelompok
Siswa
mengidentifikasi masalah dan siswa duduk dalam kesempatan pada siswa untuk curah pendapat dalam membuat hipotesis. Guru
membimbing siswa dalam menentukan hipotesis yang relevan dengan
permasalahan dan mem-prioritaskan hipotesis mana yang menjadi prioritas penyelidikan.
relevan dengan permasalahan.
Lanjutan Tabel. 1
No. Fase Kegiatan Guru Kegiatan Siswa 3. Mengumpulkan
data
Guru membimbing siswa mendapatkan informasi atau data-data melalui percobaan maupun data atau informasi 4. Menganalisis data Guru memberi kesempatan
pada tiap kelompok untuk menyampaikan hasil pengolahan data yang terkumpul
Guru membimbing siswa dalam membuat kesimpulan
Siswa membuat kesimpulan
Menurut Roestiyah (1998), inquiry memiliki keunggulan yang dapat dikemukakan sebagai berikut:
1. Dapat membentuk dan mengembangkan ”Self-Concept” pada diri siswa, sehingga siswa dapat mengerti tentang konsep dasar dan ide-ide yang lebih baik.
3. Mendorong siswa untuk berpikir dan bekerja atas inisiatifnya sendiri, bersikap obyektif, jujur dan terbuka.
4. Situasi proses belajar menjadi lebih terangsang.
5. Dapat mengembangkan bakat atau kecakapan individu. 6. Memberi kebebasan siswa untuk belajar sendiri.
7. Dapat memberikan waktu pada siswa secukupnya sehingga mereka dapat mengasimilasi dan mengakomodasi informasi.
Sedangkan kelemahan dari model pembelajaran inkuiri antara lain:
1. Guru harus tepat memilih masalah yang akan dikemukan untuk membantu siswa menemukan konsep.
2. Guru dituntut menyesuaikan diri terhadap gaya belajar siswa-siswanya. 3. Guru sebagai fasilitator diharapkan kreatif dalam mengembangkan
pertanyaan-pertanyaan.
Kelemahan inkuiri dapat diatasi dengan cara:
1. Guru mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang membimbing agar siswa terdorong mengajukan dugaan awal
2. Menggunakan bahan atau permainan yang bervariasi
3. Memberikan kesempatan kepada siswa mengajukan gagasan-gagasan meskipun gagasan tersebut belum tepat.
C. Ketrampilan Proses Sains
Menurut Indrawati (1999) dalam (Nuh, 2010) mengemukakan bahwa KPS meru-pakan keseluruhan keterampilan ilmiah yang terarah (baik kognitif maupun psiko-motor) yang dapat digunakan untuk menemukan suatu konsep atau prinsip atau teori, untuk mengembangkan konsep yang telah ada sebelumnya, ataupun untuk melakukan penyangkalan terhadap suatu penemuan (falsifikasi)".
yang berada diluar kemampuan siswa. tetapi dimaksudkan untuk mengembangkan kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa.
Menurut Hariwibowo, dkk. (2009):
Keterampilan proses adalah keterampilan yang diperoleh dari latihan kemampuan-kemampuan mental, fisik, dan sosial yang mendasar sebagai penggerak kemampuan-kemampuan yang lebih tinggi. Kemampuan-kemampuan mendasar yang telah dikembangkan dan telah terlatih lama-kelamaan akan menjadi suatu keterampilan, sedangkan pendekatan kete-rampilan proses adalah cara memandang anak didik sebagai manusia seutuhnya. Cara memandang ini dijabarkan dalam kegiatan belajar meng-ajar memperhatikan pengembangan pengetahuan, sikap, nilai, serta keterampilan. Ketiga unsur itu menyatu dalam satu individu dan terampil dalam bentuk kreatifitas.
Menurut pendapat Tim action Research Buletin Pelangi pendidikan dalam Fitriani, D (2009) ketrampilan proses sains dibagi menjadi dua antara lain: 1. Keterampilan proses dasar ( Basic Science Proses Sklill), yang terlihat dalam
tabel 2 berikut.
Tabel 2 Indikator Keterampilan Proses Sains Dasar
Keterampilan Dasar Indikator
Observasi Mampu menggunakan semua indera (penglihatan, pembau, pendengaran, pengecap, dan peraba) untuk
mengamati, mengidentifikasi, dan menamai sifat benda dan kejadian secara teliti dari hasil pengamatan. Mengelompokkan Mampu menentukan perbedaan,
mengkontraskan ciri-ciri, mencari kesamaan, membandingkan dan menentu-kan dasar penggolongan terhadap suatu obyek
Pengukuran
satuan pengukuran ke satuan pengukuran lain.
Berkomunikasi Memberikan/menggambarkan data empiris hasil percobaan atau
pengamatan dengan tabel, menyusun dan menyampaikan laporan secara sistematis, men-jelaskan hasil percobaan, membaca tabel,
mendiskusi-kan hasil kegiatan suatu masalah atau suatu peristiwa. Inferensi Mampu membuat suatu kesimpulan
tentang suatu benda atau fenomena setelah mengumpulkan,
menginterpretasi data dan inormasi. 2. Keterampilan proses terpadu (Intergated Science Proses Skill), meliputi me-
rumuskan hipotesis, menamai variabel, mengontrol variabel, membuat definisi operasional, melakukan eksperimen, interpretasi, merancang penyelidikan, dan aplikasi konsep. Indikator keterampilan proses sains terpadu ditunjukkan pada Tabel 3 sebagai berikut:
Tabel 3 Indikator keterampilan proses sains terpadu Keterampilan Terpadu Indikator
Merumuskan hipotesis
Mampu menyatakan hubungan antara dua variabel, mengajukan perkiraan penyebab suatu hal terjadi dengan mengungkapkan bagaimana cara melakukan pemecahan masalah. Menamai variabel Mampu mendefinisikan semua
variabel jika digunakan dalam percobaan.
Mengontrol variabel Mampu mengidentifikasi variabel yang mempengaruhi hasil percobaan, menjaga kekonstanannya selagi me-manipulasi variabel bebas.
Membuat definisi operasional Mampu menyatakan bagaimana mengukur semua faktor atau variabel dalam suatu eksperimen.
Melakukan Eksperimen
Mampu melakukan kegiatan,
mengajukan pertanyaan yang sesuai, menyatakan hipotesis,
operasional variabel-variabel, mendesain sebuah eksperimen yang jujur, menginterpretasi hasil
eksperimen. Merancang
penyelidikan
Mampu menentuka alat dan bahan yang diperlukan
dalam suatu penyelidikan, menentukan variabel kontrol,
variabel bebas, menentukan apa yang akan diamati, diukur dan ditulis, dan menentukan cara dan langkah kerja yang mengarah pada pencapaian kebenaran ilmiah.
Lanjutan Tabel. 3
Keterampilan Terpadu Indikator
Aplikasi konsep Mampu menjelaskan peristiwa baru dengan mengguna-kan konsep yang telah dimiliki dan mampu
menerapkan konsep yang telah dipelajari dalam situasi baru.
D. Analisis Konsep
Herron et al. (1977) dalam Fadiawati (2011) berpendapat bahwa belum ada defi-nisi tentang konsep yang diterima atau disepakati oleh para ahli, biasanya konsep disamakan dengan ide. Markle dan Tieman dalam Fadiawati (2011) mendefinisi-kan konsep sebagai sesuatu yang sungguh-sungguh ada. Mungkin tidak ada satu-pun definisi yang dapat mengungkapkan arti dari konsep. Untuk itu diperlukan suatu analisis konsep yang memungkinkan kita dapat mendefinisikan konsep, sekaligus menghubungkan dengan konsep-konsep lain yang berhubungan.
17 Tabel 4. Analisis konsep materi koloid.
No Label Konsep Definisi Konsep Jenis Konsep
Atribut Konsep Konsep
Contoh Non
Contoh Kritis Variabel Superordinat Koordinat Subordinat
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11)
1. Suspensi Suspensi
merupakan
campuran heterogen yang terdiri dari dua fasa dan dapat dibedakan antara zat terlarut dengan zat pelarut.
yang terdiri dari satu fasa dan tidak dapat dibedakan antara zat terlarut dengan zat pelarut.
Konsep
3. Koloid Koloid adalah suatu
bentuk campuran
4. Aerosol Aerosol merupakan
18 No Label Konsep Definisi Konsep Jenis
Konsep
Atribut Konsep Konsep
Contoh Non
Contoh Kritis Variabel Superordinat Koordinat Subordinat
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11)
dalam gas
5. sol Sol merupakan
jenis koloid dari partikel padat yang terdispersi dalam
jenis koloid dari zat cair yang terdispersi dari zat cair lagi
jenis koloid yang terdiri dari gas yang terdispersi dalam
19 No Label Konsep Definisi Konsep Jenis
Konsep
Atribut Konsep Konsep
Contoh Non
Contoh Kritis Variabel Superordinat Koordinat Subordinat
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11)
9 Efek Tyndall Efek Tyandall adalah tehamburnya berkas cahaya oleh koloid suatu gerak zig-zag partikel koloid yang dapat diamati
11 Elektroforesis Pergerakan partikel koloid dalam
12 Adsorpsi Partikel koloid
20 No Label Konsep Definisi Konsep Jenis
Konsep
Atribut Konsep Konsep
Contoh Non
Contoh Kritis Variabel Superordinat Koordinat Subordinat
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11)
macam zat pada permukaan
13. Koagulasi Koagulasi yaitu peristiwa
elektroforsis
gerak brown campuran koloid yang dapat
elektroforsis
E. Kemampuan Kognitif Siswa
Kemampuan kognitif merupakan salah satu faktor yang berpengaruh terhadap hasil belajar siswa. Kemampuan kognitif siswa adalah gambaran tingkat pengetahuan atau kemampuan siswa terhadap suatu materi pembelajaran yang sudah dipelajari dan dapat digunakan sebagai bekal atau modal untuk memperoleh pengetahuan yang lebih luas dan kompleks lagi, maka dapat disebut sebagai kemampuan kognitif (Winarni, 2006).
Lebih lanjut Nasution (Winarni 2006) mengemukakan bahwa secara alami dalam satu kelas kemampuan kognitif siswa bervariasi, jika dikelompokkan menjadi 3 kelompok, maka ada kelompok siswa berkemampuan tinggi, menengah, dan rendah. Menurut Anderson dan Pearson (1984); Nasution (1988); dan Usman (1996) (Winarni 2006), apabila siswa memiliki tingkat kemampuan kognitif berbeda kemudian diberi pengajaran yang sama, maka hasil belajar (pemahaman konsep) akan berbeda-beda sesuai dengan tingkat kemampuannya, karena hasil belajar berhubungan dengan kemampuan siswa dalam mencari dan memahami materi yang dipelajari.
F. Kerangka Pemikiran
Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan keterampilan siswa dalam menge-lompokkan dan menginferensi pada materi koloid melalui penerapan model pem-belajaran inkuri terbimbing. Data diambil dari satu kelas sebagai subyek peneliti-an dimpeneliti-ana subyek penelitipeneliti-an ini merupakpeneliti-an kelas ypeneliti-ang dilakukpeneliti-an penerappeneliti-an pem-belajaran menggunakan model inkuiri terbimbing. Subjek penelitian diberikan tes pada akhir pembelajaran (posttest) melalui penerapan model inkuiri terbimbing. Soal posttest yang diberikan disusun dalam dua bagian untuk mengukur keteram-pilan mengelompokkan dan menginferensi.
Pada pembelajaran inkuiri terbimbing, sebagian perencanaannya dibuat oleh guru, siswa tidak merumuskan problem atau masalah. Dalam pembelajaran inkuiri terbimbing guru tidak melepas begitu saja kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh siswa. Guru diharuskan memberikan pengarahan dan bimbingan kepada siswa dalam melakukan kegiatan-kegiatan sehingga siswa yang beripikir lambat atau siswa yang mempunyai intelegensi rendah tetap mampu mengikuti kegiatan -kegiatan yang sedang dilaksanakan dan siswa mempunyai kemampuan berpikir tinggi tidak memonopoli kegiatan oleh sebab itu guru harus memiiki kemampuan mengelola kelas yang bagus.
G. Anggapan Dasar
Anggapan dasar dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:Siswa kelas XI IPA2
SMA Swadhipa Natar tahun pelajaran 2012/2013 yang menjadi subyek penelitian mempunyai kemampuan kognitif yang heterogen.
H. Hipotesis Umum
III. METODOLOGI PENELITIAN
A. Subyek Penelitian
Subyek pada penelitian ini adalah siswa kelas XI IPA2 Swadhipa Natar Lampung
Selatan tahun ajaran 2012/2013 dengan jumlah siswa 32. Penentuan subyek penelitian dilakukan dengan pertimbangan mendapatkan karakteristik siswa yang heterogen. Teknik pengambilan sampel ini disebut juga dengan teknik purposive
sampling.
B. Metode dan Desain Penelitian
Metode penelitian yang digunakan adalah Pre-Experimen dengan desain
penelitian yang digunakan adalah one-shot case study. Pada desain penelitian ini hanya diberi suatu perlakuan dan selanjutnya diobservasi. Penggambaran design menurut Crasweell ( 1997 )
Keterangan: X : Perlakuan yang diberikan O : Posstest
C. Sumber Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu:
1. Data Pretest yang digunakan untuk penentuan pengelompokkan siswa ber-dasarkan kelompok kognitifnya..
2. Lembar kinerja guru. 3. Lembar aktivitas siswa. 4. Data Posttest
5. Data kuesioner (angket).
D. Instrumen Penelitian
Instrumen adalah alat yang berfungsi untuk mempermudah pelaksanaan sesuatu. Instrumen pengumpulan data merupakan alat yang digunakan oleh pengumpul data untuk melaksanakan tugasnya mengumpulkan data (Arikunto, 1997). Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
1. Silabus dan Rencana Proses Pembelajaran (RPP) materi koloid 2. Lembar Kerja Siswa (LKS)
Pada penelitian ini menggunakan 3 macam LKS, yaitu: a) LKS 1 membahas tentang materi pengertian koloid
b) LKS 2 membahas tentang materi jenis dan contoh-contoh koloid c) LKS 3 membahas tentang materi sifat-sifat koloid
3. Instrumen Tes
Instrumen tes yang digunakan pada penelitian ini berupa soal pretest dan
soal dalam bentuk soal uraian pada materi pokok koloid. Soal uraian ini digunakan untuk mengukur keterampilan proses sains.
4. Kuesioner (Angket)
Kuesioner digunakan untuk memperoleh informasi mengenai keterlaksanaan proses pembelajaran materi koloid melalui penerapan model pembelajaran inkuri terbimbing dan keterampilan proses sains siswa selama kegiatan pem-belajaran berlangsung. Kuesioner ini terdiri dari 6 pertanyaan, jawaban yang disediakan untuk semua pertanyaan adalah “ ya atau tidak”.
5. Lembar observasi yang digunakan ada dua jenis yaitu aktivitas siswa dan ki- nerja guru. Lembar observasi berupa check list yang digunakan untuk mem-peroleh informasi mengenai keterlaksanaan proses pembelajaran.
E. Validitas Instrumen Penelitian
Dalam mekanisme kerjanya, cara judgment memerlukan ketelitian dan keahlian penilai. Untuk itu peneliti meminta ahli untuk melakukannya. Dalam hal ini peneliti meminta bantuan Ibu Dr. Ratu Beta Rudibyani, M.Si dan Bapak Drs. Tasviri Efkar, M.Si sebagai dosen pembimbing penelitian.
F. Prosedur Pelaksanaan Penelitian
Langkah-langkah yang digunakan penelitian ini adalah: 1. Observasi Pendahuluan
Kegiatan yang dilakukan dalam observasi pendahuluan adalah sebagai berikut:
a) Mengadakan observasi sekolah tempat penelitian untuk mendapatkan informasi mengenai data siswa, karakteristik siswa, jadwal, metode yang digunakan guru kimia dalam mengajar, dan sarana-prasarana yang ada di sekolah yang dapat digunakan sebagai sarana pendukung pelaksanaan penelitian.
b) Menentukan kelas yang digunakan sebagai subyek penelitian berdasarkan karateristik siswa dan pertimbangan guru matapelajaran kimia.
2. Pelaksanaan Penelitian
Prosedur pelaksanaan penelitian terdiri dari beberapa tahap, yaitu: a) Tahap persiapan
Urutan prosedurnya adalah sebagai berikut:
1) Menyusun analisis konsep, silabus, Rencana Pelaksanaan
tersebut disesuaikan dengan tahapan pembelajaran pada inkuiri terbimbing.
2) Melakukan pretest materi kimia kelarutan dan hasil kali kelarutan untuk mengelompokkan siswa ke dalam kelomopok tinggi, sedang, dan rendah.
b) Tahap Penelitian
Pada tahap pelaksanaannya, penelitian dilakukan dalam satu kelas di kelas, yaitu kelas X1IPA2 yang diterapkan pembelajaran inkuiri
terbimbing.
Urutan prosedur pelaksanaannya sebagai berikut :
1) Pelaksanaan proses pembelajaran pada subjek penelitian dengan menggunakan model pembelajaran inkuiri terbimbing.
2) Memberikan posttest.
3) Memberikan angket kepada siswa setelah proses pembelajaran mengenai materi koloid.
c) Tahap analisis data
1) Menganalisis jawaban tes tertulis siswa dan jawaban angket untuk memperoleh informasi mengenai keterampila mengelompokkan dan inferensi siswa.
Adapun prosedur penelitian tersebut ditunjukkan pada alur penelitian, seperti ditunjukkan pada alur berikut :
Gambar 1. Prosedur Pelaksanaan Penelitian Validasi Instrumen
Subjek
Instrumen
LKS RPP
Silabus Intrumen
Observasi
Pembelajaran Inkuiri
Kuisioner Postes
Analisis Data
Pembahasan
G. Teknik Pengelompokkan Kemampuan Kognitif Siswa
Berdasarkan kemampuan kognitif, siswa dikelompokan menjadi tiga yaitu kelompok tinggi, sedang, dan rendah. Pengelompokan ini dilakukan dengan tahapan membuat daftar distribusi frekuensi, menghitung rata-rata nilai ulangan harian mata pelajaran kimia dan standar deviasi. Langkah-langkah yang dilaku-kan dalam mengelompokdilaku-kan siswa berdasardilaku-kan kemampuan kognitif adalah sebagai berikut:
1. Membuat daftar distribudi frekuensi a. Menentukan rentang kelas (R)
b. Menentukan banyak kelas (k)
Dimana n = banyaknya siswa c. Menghitung panjang kelas (p)
P = ( )
( )
d. Menentukan ujung bawah kelas interval pertama
2. Menghitung nilai rata-rata siswa dengan menggunakan persamaan:
=
�Keterangan : = Nilai rata-rata siswa
∑ fi.xi = Jumlah frekuensi dikalikan dengan nilai siswa
∑ = Jumlah frekuensi R = Data nilai terbesar – Data nilai terkecil
3. Menghitung standar deviasi
� = �
2
−( � )2
Keterangan : SD = Standar Deviasi
Fxi2 = Jumlah semua frekuensi dikalikan dengan kuadrat nilai
n = Jumlah subyek
4. Mengelompokkan siswa berdasarkan kriteria pengelompokan menurut Sudijono (2008).
Tabel 5. Kriteria pengelompokan siswa
Kriteria pengelompokan Kriteria
Nilai ≥ mean + SD Tinggi
Mean –SD ≤ nilai < mean + SD Sedang Nilai < mean – SD Rendah
5. Berdasarkan perhitungan dari poin 1 sampai 4, diperoleh hasil perhitungan seperti pada Tabel 5. (perhitungan terlampir pada Lampiran 13, Hal. 142)
Tabel 6. Pengelompokan siswa
Kriteria pengelompokan Kriteria Jumlah Siswa
Nilai ≥ 81,15 Tinggi 8
62,60 ≤ nilai < 81,15 Sedang 15 Nilai < 62,60 Rendah 9
H.Teknik Analisis Data
1. Pengolahan skor tes tertulis
a. Memberi skor setiap jawaban siswa pada tes tertulis berbentuk uraian berdasarkan pedoman jawaban yang telah dibuat.
c. Menjumlahkan skor yang didapat setiap siswa sesuai dengan keterampilan mengelompokkan dan inferensi.
d. Mengubah skor menjadi nilai, dengan menggunakan persamaan:
= 100
e. Menghitung rata-rata nilai pada setiap kelompok tinggi, sedang, dan rendah untuk keterampilan mengelompokkan dan inferensi, dengan menggunakan persamaan :
− =
f. Menentukan kriteria tingkat kemampuan siswa pada keterampilan mengelompokkan dan inferensi berdasarkan tabel berikut.
Tabel 7. Kriteria tingkat kemampuan siswa
Nilai Kriteria
(Arikunto,2010)
g. Menentukan jumlah siswa pada kelompok tinggi, sedang dan rendah untuk setiap kriteria tingkat kemampuan.
h. Menentukan persentase siswa pada kelompok tinggi, sedang dan rendah untuk setiap kriteria tingkat kemampuan dengan menggunakan rumus di bawah ini:
% � = 100%
Keterangan :%X : Persentase Siswa A
2. Pengolahan skor jawaban siswa yang diperoleh dari angket Analisis data angket dilakukan dengan cara berikut:
a. Memberikan skor untuk setiap nomor sesuai kriteria berikut ini: 1) Pilihan jawaban “Ya” diberi skor 1
2) Pilihan jawaban “Tidak” diberi skor 0
b. Menjumlahkan skor yang diperoleh dari jawaban seluruh siswa pada setiap pertanyaan.
c. Menentukan persentase jawaban dari skor yang didapat pada setiap pertanyaan dengan menggunakan persamaan menurut Sudjana dalam Surya (2010)
%� = 100%
Keterangan:
%Xin = Persentase jawaban angket-i
∑S = Jumlah skor jawaban
Smaks = Skor maksimum yang diharapkan
d. Menafsirkan persentase angket secara keseluruhan dengan menggunakan tafsiran Koentjaraningrat (1990) pada tabel berikut.
Tabel 8 Hubungan antara nilai presentase dengan tafsiran Presentase Tafsiran
0% Tidak ada
1%-25% Sebagian kecil 26%-49% Hampir separuhnya
50% Separuhnya
51%-75% Sebagian besar 76%-99% Hampir seluruhnya
V. SIMPULAN DAN SARAN
A.Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka dapat disimpulkan mengenai keterampilan mengelompokkan dan inferensi pada materi koloid melalui penera-pan model pembelajaran inkuiri terbimbing sebagai berikut:
1.Keterampilan siswa mengelompokkan, pada kelompok tinggi terdapat 62,5% siswa berkriteria sangat baik, dan 37,5% siswa berkriteria baik. Pada kelom-pok sedang terdapat 20,0% siswa berkriteria sangat baik, 60,0% siswa berkri-teria baik, dan 20,0% siswa berkriberkri-teria cukup. Pada kelompok rendah terdapat 22,2% siswa berkriteria baik, dan 77,7% siswa berkriteria cukup.
B. Saran
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, disarankan bahwa :
1. Bagi calon peneliti lain agar dapat melakukan uji validitas terhadap soal
pretest yang akan di ujikan, sehingga dapat digunakan untuk
mengelompok-kan kemampuan kognitif siswa dengan tepat.
DAFTAR PUSTAKA
Arifin, M. 1995. Pengembangan Program Pengajaran Bidang Kimia. Airlangga University Press. Surabaya.
Arikunto, S. 2004. Dasar – dasar Evaluasi Pendidikan. Bumi Aksara. Jakarta. Craswell, J.W. 1997. Research Design Qualitative & Quantitative Approaches.
Thousand Oaks-London-New. New Delhi. Sage Publications.
Darma, I.M. 2013. Upaya Meningkatkan Motivasi, Minat dan Hasil Belajar Kimia melalui Pembelajaran Kooperatif Bermain Link Kartu Konsep(Artikel). Depdiknas. 2003. Pedoman khusus pengembangan silabus dan penilaian
kurikulum 2004. Direktorat Pendidikan Menengah Umum.
Fadiawati, N. 2011. Perkembangan Konsepsi Pembelajaran Tentang Struktur Atom Dari SMA Hingga Perguruan Tinggi. Disertasi. Perpustakaan Universitas Pendidikan Indonesia.
Hartono. 2007. Profil Keterampilan Proses Sains Mahasiswa Program
Pendidikan Jarak Jauh S1 PGSD Universitas Sriwijaya. FKIP Universitas Sriwijaya. Palembang. Proceeding of The First International Seminar on
Science Education.ISBN: 979-25-0599-7
Koentjaraningrat. 1990. Metode-Metode Penelitian Masyarakat. Gramedia. Jakarta.
Lidiawati. 2011. Efektivitas Penerapan Model Problem Solving Dalam
Meningkatkan Keterampilan Mengkomunikasikan dan Penguasaan Konsep Koloid pada Kelas XI IPA SMAN 1 Abung Semuli TP 2010-2011.
(Skripsi.) FKIP Unila. Bandar Lampung
Muhfahroyin. 2009. Pengaruh Strategi TPS dan Kemampuan Akademik Terhadap Kemampuan berpikir Kritis. Jurnal Pendidikan dan Pembelajaran Vol.16 Nomor 2 Oktober 2009. Diakses Tanggal 12 April 2013 dari
http:// phisiceducation09.blogspot.
Nur,M. Dan Widakardi, P.R.2000. Pengajaran Berpusat Kepada Siswa Dan
Pendekatan Konstruktivistik Dalam Pengajaran. PSMS Program
Pascasarjana UNESA. Surabaya .
Rosnawati. 2011. Analisis Keterampilan Proses Sains Siswa SMA Kelas XI Pada Sub Pokok Bahasan Sifat-Sifat Koloid Melalui Pembelajaran STM. Skipsi.
Diakses tanggal 21Juni 2013 dari
http://repository.upi.edu/skripsiview.php?no_skripsi=1282
Roestiyah. 1998. Strategi Belajar Mengajar. Rineka Cipta. Jakarta.
Rusman. 2011. Model-Model Pembelajaran Mengembangkan Profesionalisme Guru. Rajawali Pers : Jakarta
Sanjaya, W. 2011. Strategi Pembelajaran berorientasi Standar Proses
Pembelajaran. Kencana Prenada Media Group. Jakarta.
Sardiman. 2007. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Rajawali Pers. Jakarta.
Slavin, R.E. 2005. Cooperative Learning: Theory, Research, and Practice. London: Allymand Bacon
Sudijono. 2012. Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif,
dan R&D. CV Alfabeta. Bandung
Sugiyono, 2012. Metodologi Penelitian Pendidikan. CV Alfabeta. Bandung. Suparno, P. 1997. Filsafat Konstruktivisme dalam Pendidikan. Kanisius.
Yogyakarta.
Suprini. 2012. Analisis Keterampilan Proses Sains Siswa SMA Kelas XI Pada Sub Pokok Bahasan Sifat-Sifat Koloid Menggunakan Metode
Discoverry-Inquiri. Skripsi. Diakses tanggal21 Juni 2013 dari
http://repository.upi.edu/operator/upload/s_kim_0808741_chapter1.pdf Suyanti, R.D. 2010. Strategi Pembelajarn Kimia. Graha Ilmu. Yogyakarta. Tim Penyusun. 2010. Format Penulisan Karya Ilmiah Universitas Lampung.
Penerbit Universitas Lampung. Bandar Lampung.
Tim action Research Buletin Pelangi pendidikan. 1999. Proses Belajar Mengajar. Universitas Lampung.
Trianto. 2010. Model-ModelPembelajaran inovatif berorientasi konstruktivistik. Prestasi Pustaka. Jakarta.
Pannen, P., D. Mustafa, dan M. Sekarwinahyu. 2001. Konstruktivisme dalam
Purba, M. 2006. Kimia SMA Kelas XI. Erlangga. Jakarta.
Prayitno, BA. 2010. Potesi Pembelajaran Kooperatif dalam memberdayakan Prestasi Belajar Siswa Under Achievment. Seminar Nasional Pendidikan
Biologi FKIP UNS 2010. Diakses Tanggal 10 April 2013 dari
jurnal.fkip.uns.ac.id/index.php/prosbio/Article/download/1280/872