• Tidak ada hasil yang ditemukan

KEDUDUKAN PARTAI POLITIK DALAM PERKEMBANGAN DEMOKRASI DI INDONESIA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "KEDUDUKAN PARTAI POLITIK DALAM PERKEMBANGAN DEMOKRASI DI INDONESIA"

Copied!
44
0
0

Teks penuh

(1)

ABSTRAK

KEDUDUKAN PARTAI POLITIK DALAM PERKEMBANGAN DEMOKRASI DI INDONESIA

Oleh

ZULQADRI ANAND

Penelitian skripsi ini bertujuan untuk mengetahui bagaimanakah kedudukan partai politik dalam perkembangan demokrasi di Indonesia. Jenis penelitian ini adalah normatif dengan menggunakan pendekatan undang-undang (statute approach), dan pendekatan historis (historical approach). Pengumpulan data dilakukan dengan cara studi kepustakaan. Hasil penelitian menunjukan bahwa kedudukan partai politik sangatlah bergantung kepada konfigurasi politik yang sedang diterapkan. Konfigurasi politik yang berwatak demokratis, dengan bercirikan adanya pencalonan dan pemilihan anggota lembaga-lembaga perwakilan politik secara adil, dan memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada lembaga tersebut untuk mendiskusikan persoalan-persoalan, melakukan kritik, dan mengkristalisasikan pendapat umum, serta pengakuan dan penerimaan terhadap perbedaan sebagai sebuah kenyataan memberikan ruang yang besar bagi partai politik untuk menjalankan tugas dan fungsinya. Sebaliknya, konfigurasi politik yang berwatak otoriter, yaitu memaksakan persatuan, dan ingin menghapuskan perbedaan melalui masyarakat yang homogen dan seragam, maka akan menghambat ruang gerak partai politik sehingga kedudukan partai politik menjadi lemah. Penulisan ini menggunakan asumsi dasar bahwa konfigurasi politik adalah sebagai variabel berpengaruh (independent variable) dan partai politik sebagai variabel terpengaruh (dependent variable).

(2)

ABSTRACT

STANDING IN THE DEVELOPMENT OF DEMOCRACY POLITICAL PARTIES in INDONESIA

By;

ZULQADRI ANAND

This thesis research aims to determine how the position of political parties in the dynamics of democracy in Indonesia. This type of research is to use a normative approach to law ( statute approach), and historical approaches (historical approach). The data was collected by way of literary study. The results showed that the position of political parties is very dependent on the political configuration that is being applied. Configuration of the character of democratic politics, with characterized by nomination and election of members of representative political institutions are fair, and provide greater opportunities for the agency to discuss issues, to criticize, and crystallize public opinion, as well as the recognition and acceptance of difference as a fact provide a large space for political parties to carry out its duties and functions. Conversely, authoritarian political configuration character, namely that impose unity, and want to eliminate the difference through a homogeneous and uniform society, it will hinder the movement of political parties so that the position of political parties to be weak. This paper uses the basic assumption that the political configuration is as influential variable (independent variable) and the political parties as dependent variable.

(3)

KEDUDUKAN PARTAI POLITIK DALAM

PERKEMBANGAN DEMOKRASI DI INDONESIA

Oleh:

ZULQADRI ANAND

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar

SARJANA HUKUM

Pada

Bagian Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Lampung

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS LAMPUNG

(4)
(5)
(6)

Riwayat Hidup

Penulis dilahirkan di Bandar Lampung pada tanggal 2 Juni 1990. Anak ke-tiga buah cinta dari pasangan ayahanda Zulwirdam Dahan dan Ledy Nosovia. Jenjang pendidikan penulis dimulai dari TK Taman siswa pada tahun 1995, dan selesai tahun 1996. Setelah itu dilanjutkan pada Sekolah Dasar Swasta Taman Siswa diselesaikan tahun 2002. Kemudian, penulis melanjutkan jenjang pendidikannya di Sekolah Menengah Pertama Negeri (SMPN) 3 Bandar Lampung selesai tahun 2005. Setelah itu melanjutkan ke Sekolah Menengah Atas (SMAN) diselesaikan di SMA Negeri 4 Bandar Lampung.

(7)

Moto

 Orang yang melakukan shalat dengan tertib dan

benar, pastilah dia orang yang baik dan suka

menegakkan kebenaran.

 Orang yang terlihat melakukan shalat secara

teratur dan tertib, tetapi masih suka berbuat jelek,

maka sudah pasti shalatnya tidak dilakukan secara

benar; sehingga ikrar di dalam shalatnya tidak

merasuki jiwanya.

 Umar bin Khattab pernah mengatakan, bahwa tugas

utamanya sebagai Amirul Mukminin (Khalifah) adalah

menegakkan shalat dengan benar dikalangan umat;

sebab jika shalat telah ditegakkan secara benar,

maka semuanya akan menjadi beres.

 “Dan memintalah pertolongan (kepaDa allah) Dengan

sabar dan mengerjakan shalat. Dan sesungguhnya

yang demikian itu sungguh berat, kecuali bagi

(8)

SANWACANA

Assalamualaikum Warahmatullah Wabarakatu

Alhamdulillah, segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah S.W.T, Tuhan semesta alam yang maha kuasa atas bumi, langit, dan seluruh isinya, serta hakim yang maha adil di akhirat nanti, dan dengan kehendaknya penulis dapat menyelesaikan tulisan ini. Shalawat dan salam tak lupa selalu tercurahkan kepada Nabi Muhammad S.A.W sebagai pembawa Rahmatan Lil’alamin. Semoga safa’at beliau dapat kita rasakan di yaumi akhir nanti.

(9)

Penulis menyadari ini bukanlah hasil jerih payah sendiri, akan tetapi berkat bimbingan dan dukungan dari berbagai pihak baik moril maupun materiil sehingga penulisan skripsi ini dapat selesai. Oleh karenanya, di dalam kesempatan ini penulis menyampaikan rasa hormat dan ucapan terima kasih yang tulus kepada;

Bapak Yusdiyanto, S.H., M.H. selaku Pembimbing 1 (satu) yang telah banyak mengarahkan dalam perbaikan skripsi ini agar menjadi lebih baik. Terima kasih atas segala bimbingannya, waktu yang sudah diluangkan. Semoga Bapak dapat mencapai puncak gelar akademik dengan segera. Amien.

Ibu Martha Riananda, S.H., M.H., selaku Pembimbing 2 (dua) yang banyak meluangkan waktu ditengah kesibukannya untuk memberikan coretan-coretan yang sangat membantu dalam perbaikan skripsi ini. Terima kasih atas masukan moril yang selama ini diberikan. Semoga Ibu dapat mencapai puncak gelar akademik dengan segera. Amien.

Bapak Dr. Heryandi, S.H., M.S. selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Lampung serta Bapak Satria Prayoga S.H., M.H., yang sudah menjadi Pembimbing Akademik penulis;

(10)

Bapak Rudy, S.H., LL.M., LL.D. selaku Ketua jurusan Hukum Tata Negara, yang telah memberikan masukan kepada penulis, baik yang berkenaan dengan penulisan ataupun yang berkaitan dengan kehidupan sehari-hari.

Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Hukum, khususnya bagian Hukum Tata Negara, Bapak Iwan Satriawan, S.H., M.H., Bapak Ahmad Saleh, S.H., M.H., Bapak Zulkarnain Ridlwan, S.H., M.H., Bapak Dr. Budiyono, S.H., M.H., terima kasih atas keikhlasannya dalam memberikan ilmu. Semoga ilmu yang telah diberikan kepada penulis, dapat menjadi saksi kebaikan di akhirat nanti.

Pak Marji, Pak Pendi, dan Pak Jarwo yang telah menjadi teman mengobrol sekaligus menjadi motovator bagi penulis.

Keluarga besar HTN angkatan 2009, Sofyan Jailani, Muhammad Amin Putra, Riki Indra, Muhammad Yudho S, Malicia Efendia, Mushab Rabbani, Nico Noviansyah, Raisa Malida, dan Dinarti Andarini. Terima kasih telah memberikan kesan baik, selama proses belajar di kampus.

Teman-Teman seperjuangan. Uin, Abi, Qubu, Wanda, Aha, Dewan, Bobi, Acil, Faisal, Bang Haji, Soleh, Yoga PC, Yoga Meti, dan seluruh angkatan 2009. Terima kasih atas persahabatan yang selama ini terjalin. Semoga ini bukan sebagai akhir, melainkan sebagai awal yang tiada akhir.

(11)

ada sedikitpun niat untuk menyakiti hati kalian. Semoga niat kita untuk umrah atau haji bersama dapat dikabulkan Allah. Amieen ya Allah.

Abang Zaldy Anand dan Istri (Dhiah), Abang Fadly Anand, Adik Zulfy Anand, Adik Khamsah Ainil Marwah, Adik Werly Shofa Mardiah. Jika boleh menggunakan perumpamaan, kalian adalah air dipadang pasing, yang terasa begitu menyejukan bagi penulis.

Serta semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu, penulis mengucapkan terima kasih atas doa dan dukungannya dalam menyelesaikan studi Strata 1 (S1), khususnya dalam penulisan skripsi ini. Tak mungkin penulis membalas kebaikan dari kalian semua. Yang mungkin penulis dapat lakukan untuk sekarang ini adalah berdoa, semoga Allah selalu melimpahkan karunianya sehingga kebaikan tersebut menjadi sebuah amal zariyah. Sekaligus penulis juga selalu mengharapkan do’a dan dukungan dari semuanya, semoga penulis dapat mengamalkan ilmu yang

telah diperoleh.

Bandar Lampung, Oktober 2013 Penulis,

(12)

DAFTAR ISI

2.2.1 Langgam Libertarian (Negara Demokrasi/Liberal) ... 19

(13)

2.1 Saran ... 79

(14)

1 BAB I.

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sistem penyelenggaraan kekuasaan negara yang dipandang paling sesuai dengan kebutuhan masyarakat modern dewasa ini adalah sistem demokrasi. Sebagai wujud dari prinsip kedaulatan rakyat, dalam sistem penyelenggaraan negara yang demokratis itu harus dijamin bahwa rakyat terlibat penuh dalam merencanakan, mengatur, dan mengawasi serta menilai pelaksanaan fungsi-fungsi kekuasaan.1

Keterlibatan rakyat secara penuh, tidak bisa diartikan sebagai bentuk pemerintahan yang di dalamnya hak untuk melakukan pengambilan keputusan politik dijalankan langsung oleh seluruh warga negara. Model seperti ini hanya dapat dijalankan dalam sebuah lingkungan komunitas yang kecil. Di sebuah negara yang memilki kuantitas penduduk yang besar, dan juga majemuk, baik secara, ideologi, agama, dan ikatan primordial serta memiliki geografis yang amat luas, maka sudah dapat dipastikan sangat sulit untuk menerapkan model seperti ini.

Keterlibatan rakyat secara penuh harus dimaknai sebagai bentuk pemerintahan yang di dalamnya warga masyarakat bisa menjalankan hak yang sama dalam

1

(15)

2 menjalankan pengambilan keputusan politik, akan tetapi tidak dalam kapasitas personal, melainkan melalui perwakilan yang ditunjuk dan bertanggung jawab terhadapnya. Untuk selanjutnya rakyat berperan sebagai sebagai pemberi dorongan, koreksi, dan pengimbangan kekuasaan.2

Pelaksanaan realitas demokrasi di atas (demokrasi perwakilan), dapat berjalan secara tertib dan terpenuhi substansinya ketika disertai dengan institusi dan mekanisme yang menjamin partisipasi dari rakyat. Tanpa hal tersebut, kedaulatan dapat dikebiri dan terjebak dalam kedaulatan yang totaliter. Tanpa mekanisme tersebut sistem perwakilan dapat bergeser menjadi manipulasi dan paksaan oleh pemegang kekuasaan. Institusi dan mekanisme tersebut adalah partai politik dan pelaksanaan pemilihan umum secara berkala.

Menurut demokrasi perwakilan, fungsi pemerintahan dialihkan dari warga negara kepada organ-organ negara (partai politik). Hak menentukan nasib sendiri dalam demokrasi dibatasi oleh prosedur untuk membentuk dan memilih organ tersebut. Organ-organ inilah yang nantinya akan menjadi alat dalam memperjuangkan kehendak dari setiap keinginan-keinginan individu.

Carl J. Fredrich3 mendefinisikan partai politik sebagai sebuah kelompok manusia yang terorganisir secara stabil dengan tujuan merebut atau mempertahankan penguasaan terhadap pemerintahan bagi pimpinan partainya, dan berdasarkan

2

Suyatno, Menjelajahi Demokrasi, Bandung, Humaniora, 2008, hlm. 67.

3

(16)

3 penguasaan ini memberikan kepada anggota partainya kemanfaatan yang bersifat idiil serta materiil. Melalui pengertian ini dapat disimpulkan bahwa partai politik memiliki tujuan untuk memperoleh kekuasaan politik dan merebut kedudukan politik (dengan cara konstitusional) untuk melaksanakan programnya.

Di negara demokrasi, partai politik memiliki peranan yang sangat penting, bahkan bukan tidak mungkin akan terus berkembang terutamanya dalam proses kehidupan berbangsa dan bernegara. Hal ini karena negara demokrasi memang dibangun di atas sistem kepartaian.4 Pembuatan keputusan negara hanya mungkin dilakukan secara teratur yakni melalui pengorganisasian secara melembaga berdasarkan tujuan-tujuan kenegaraan, yaitu oleh partai politik. Tugas partai politik adalah menghimpun, menyalurkan, dan menata aspirasi rakyat untuk kemudian dijadikan kebijakan publik (public policy) yang lebih sistematis dan terstruktur. Partai politik berfungsi sebagai struktur antara rakyat (civil society) dengan negara (state). Oleh karenanya, dapat dikatakan bahwa demokrasi tidak dapat berjalan tanpa adanya partai politik.5

Penegasan di atas memiliki arti bahwa partai politik mempunyai posisi dan peran penting dalam sistem demokrasi. Partai politik merupakan salah satu pilar dalam sistem pemerintahan demokratis. Partai politik menjalankan peran penghubung yang strategis antara proses kenegaraan dengan warga negara. Bahkan

4 Harold J. Laski, dalam Muchammad Ali Safa’at,

Pembubaran Partai Politik, Jakarta, Rajagrafindo Persada, 2011, hlm. 3.

5

(17)

4 Schattscheider6 mengatakan bahwa political parties created democracy (partai politik yang membentuk demokrasi), dan bukan sebaliknya.

Dari perspektif hak asasi manusia, partai politik merupakan salah satu perwujudan kebebasan berserikat (freedom of association) sebagai salah satu prasyarat berjalannya demokrasi. Kebebasan berserikat ini lahir dari kecenderungan dasar manusia untuk hidup bermasyarakat dan berorganisasi, baik secara formal maupun secara informal.

Dalam pandangan Locke dan Rousseau, kecenderungan berorganisasi (berserikat) ini timbul untuk memenuhi kebutuhan dan kepentingan-kepentingan yang sama dari individu-individu untuk mencapai tujuan bersama berdasarkan persamaan pikiran dan hati nurani7. Oleh karenanya, dalam perkembangan kebebasan berserikat menjadi salah satu kebebasan dasar manusia yang diakui secara universal sebagai bagian dari hak asasi manusia. Tanpa adanya kemerdekaan berserikat, harkat kemanusian dapat berkurang karena dengan sendirinya seseorang tidak dapat mengekspresikan pendapat menurut keyakinan dan hati nuraninya.

Kebebasan untuk berserikat ini juga telah diakui dalam instrument hukum internasional yaitu Article 20 Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia8, Article 21

6

Dalam Jimly Asshiddiqie, Pokok-Pokok Hukum Tata Negara Indonesia Pasca Reformasi, Jakarta, Bhuana Ilmu Populer, 2008, hlm. 710.

7Dalam Muchamad Ali Safa’a

t, Pembubaran Partai Politik; Pengaturan dan Praktik Pembubaran Partai Politik Dalam Pergulatan Republik, Jakarta, Rajagrafindo Persada, 2011, hlm. 14.

8Article 20.

(18)

5 dan 22 Konvenan Internasional tentang Hak-Hak Sipil dan Politik, dan Article 5 d (ix) Konvenan Pemberantasan Diskriminasi Rasila. Kemerdekaan berserikat semakin penting karena terkait dengan diakuinya hak-hak politik seperti hak memilih (the right to vote), hak berorganisasi (the right of association), hak atas kebebasan berbicara (the right of free speech), dan hak persamaan politik (the right to political equality).9

Atas dasar tersebut, jaminan terhadap kebebasan berserikat merupakan ciri utama dalam negara demokrasi, termasuk jaminan terhadap keberadaan partai politik dan kebebasan untuk membentuk partai politik. Untuk mendapatkan jaminan tersebut dan diakui kedudukannya sebagai subjek dalam lalu lintas hukum, partai politik harus memiliki status sebagai badan hukum atau rechtsspersoon yang beranggotakan perorangan warga negara sebagai naturrlijke persons. Disini keberadaan partai politik bukanlah untuk kepentingan pribadi (perdata) akan tetapi badan hukum yang bersifat publik untuk kepentingan rakyat.

Sebagaimana penjabaran di atas, dapat disimpulkan bahwa keberadaan partai politik merupakan sebuah konsekuensi logis dari negara yang menjunjung tinggi prinsip hukum (HAM) dan demokrasi. Tidak mungkin ada sebuah negara yang menganut prinsip supremasi hukum dan demokrasi yang tidak memiliki partai politik. Keberadaan partai politik adalah sebuah kewajiban , yang oleh karenanya

atas kebebasan berkumpul secara damai dan berserikat).

(2) No one may be compelled to belong to an association (Tidak seorang pun dapat dipaksa untuk milik sebuah asosiasi).

(19)

6 jika sebuah negara tidak memiliki partai politik, maka dia bukanlah sebuah negara yang menjadikan hukum dan demokrasi sebagai prinsip ketatanegaraannya.

Indonesia sebagai salah satu negara yang lahir dari pengalaman kolonialisme sesudah perang dunia II telah menjadikan demokrasi sebagai salah satu prinsip ketatanegaraannya. Karakteristik dari demokrasi tersebut dapat kita lihat secara terbuka melalui pembukaan UUD 194510 dan beberapa pasal UUD 194511. Adanya beberapa kali perubahan terhadap konstitusi atau pertukaran rezim dan pemimpin nasional tidak pernah menggeser prinsip demokrasi ini. Bahkan, tema penting yang selalu dikampanyekan adalah menegakan kehidupan demokrasi yang diyakini sebagai hak politik yang amat penting bagi rakyat.

Meskipun terdapat beberapa klaim12, substansi demokrasi yang sesungguhnya adalah meletakkan posisi rakyat dalam posisi yang amat penting. Adanya berbagai rute tentang demokrasi, menunjukan beragamnya kapasitas peranan negara maupun peranan rakyat. Ada negara yang memberikan peranan besar kepada rakyat melalui demokrasi liberal, dan ada pula negara yang memegang dominasi segala sektor kehidupan (otoriter).

10 … maka

disusunlah kemerdekaan kebangsaan Indonesia itu dalam suatu Undang-Undang Dasar Negara Indonesia, yang terbentuk dalam suatu susunan negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat…,

11

Pasal 1 ayat (2), Pasal 2 Tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Pasal 4 Tentang Kekuasaan Pemerintahan Negara, Pasal 19 Tentang Dewan Perwakilan Rakyat, Pasal 24 Tentang Kekuasaan Kehakiman.

12

(20)

7 Sama seperti perjalanan ketatanegaraan (demokrasi) pada umumnya, demokrasi di Indonesia juga melalui beberapa rute, terutamanya terkait antara peranan negara dengan rakyat. Realitas perpolitikan di Indonesia menunjukan bahwa selalu terjadi tarik menarik antara peranan rakyat, dalam arti selalu diawali dengan adanya toleransi dari negara terhadap berlangsungnya keterbukaan dan perubahan secara sistematis untuk memberikan porsi besar kepada peranan negara dan terkesan membatasi hak-hak politik warga negara.

Di awal kemerdekaan, hal tersebut nampak jelas ketika para elit politik memilih demokrasi parlementer sebagai sistem politiknya. Pada periode ini, rakyat diberikan kebebasan politik termasuk di dalamnya pemberian kesempatan seluas-luasnya untuk mendirikan partai politik dalam wadah sistem multipartai. Akan tetapi kemudian sistem itu bergeser kepada sistem demokrasi terpimpin yang otoriter yang secara esensial tidak demokratis sama sekali.

Sama seperti rezim orde lama, lahirnya rezim orde baru pada tahun 1966 juga memberikan harapan akan pemulihan hak-hak demokratis rakyat dengan tema pelaksanaan Pancasila dan UUD secara murni dan konsekuen. Lembaga-lembaga yang dianggap tidak sesuai dengan tekad ini dibubarkan atau diperbaharui, tahanan-tahanan yang disekap tanpa proses peradilan pada zaman orde lama dibebaskan, dan kampus-kampus dapat menikmati kebebasan akademiknya.13 Akan tetapi, konsistensi untuk menjalankan esensi demokrasi tersebut tidak berlangsung lama, karena program pembangunan yang digencarkan oleh orde

13

(21)

8 baru menyimpan trend untuk menghilangkan pluralisme-liberal, karena sistem tersebut dianggap tidak kondusif untuk pelaksanaan pembangunan. Program pembangunan orde baru telah menuntut pra-syarat stabilitas nasional yang memiliki kecenderungan untuk menentukan kehidupan politik rakyat dari atas (top down) yang tak jarang dilakukan dengan political engginering (politik rekayasa).

(22)

9 Dinamika ketatanegaraan (demokrasi) yang berjalan di Indonesia tersebut, tentunya memiliki pengaruh terhadap partai politik sebagai sebuah sarana pengejewantahan hukum dan demokrasi. Kedudukan partai politik berubah-ubah sebagaimana pola demokrasi yang diterapkan pada waktu itu. Perkembangan ini ada yang mengarah kepada kehidupan partai yang dinamis, dan ada juga yang mengarah kepada pembatasan kehidupan partai politik, baik dalam pembentukan maupun aktifitasnya sehingga hanya menjadi legitimasi bagi rezim yang berkuasa. Berdasarkan uraian-uraian di atas, penulis tertarik untuk melaksanakan suatu penelitian yang dituangkan kedalam suatu tulisan yang berjudul “Kedudukan Partai Politik Dalam Perkembangan Demokrasi Di Indonesia”.

1.2 Permasalahan dan Ruang Lingkup

1.2.1 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, peneliti merumuskan permasalahan yang akan dibahas di dalam penelitian ini, yaitu:

a. Bagaimanakah kedudukan partai politik dalam perkembangan demokrasi Indonesia?

b. Apa sajakah faktor-faktor yang mempengaruhi kedudukan partai politik tersebut?

(23)

10 Penelitian ini berada di dalam bidang Hukum Tata Negara pada umumnya, dan lebih dikhususkan lagi pada lingkup partai politik yang akan membahas mengenai kedudukan partai politik dalam perkembangan demokrasi di Indonesia yang disertai dengan landasan filosofis dan azas kemanfaatannya.

1.3 Tujuan dan Kegunaan Penelitian

1.3.1 Tujuan Penelitian

Penelitian ini dilakukan dalam rangka menambah ilmu pengetahuan ketatanegaraan khususnya bertujuan untuk mengetahui:

a. Kedudukan partai politik dalam perkembangan demokrasi di Indonesia.

b. Faktor-faktor yang mempengaruhi kedudukan partai politik dalam perkembangan demokrasi di Indonesia.

1.3.2 Kegunaan Penelitian

a. Kegunaan Teoritis

Secara teoritis hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan kajian ilmu pengetahuan hukum, khususnya di dalam Hukum Tata Negara, dalam rangka memberikan penjelasan mengenai kedudukan partai politik dalam perkembangan demokrasi di Indonesia, sekaligus mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi dari perkembangan tersebut.

(24)
(25)

12 II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Demokrasi dan Perkembangannya

Perkembangan demokrasi dalam berbagai kehidupan politik disetiap negara mengalami peningkatan, disebabkan oleh 2 hal.1 Pertama, hampir semua negara di dunia ini telah menjadikan demokrasi sebagai asasnya yang fundamental sebagaimana hasil studi UNESCO pada awal 1950-an yang diikuti lebih dari 100 orang sarjana barat dan timur, meskipun peranan kepada negara dan masyarakat hidup dalam porsi yang berbeda-beda. Kedua, demokrasi sebagai asas kenegaraan secara esensial telah memberikan arah bagi peranan masyarakat untuk menyelenggarakan negara sebagai organisasi tertinggi, meskipun dalam rute yang berbeda-beda.

Demokrasi mempunyai arti penting bagi masyarakat yang menggunakannya sebab dengan demokrasi hak masyarakat untuk menentukan sendiri jalannya organisasi negara dijamin. Oleh karenanya, hampir semua pengertian yang diberikan untuk istilah demokrasi selalu memberikan posisi penting bagi rakyat.

Deliar Noer2 memberikan pengertian bahwa demokrasi adalah dasar hidup bernegara, dimana pada tingkat terakhir rakyat memberikan ketentuan dalam

1

Mahfud MD, Demokrasi dan Konstitusi di Indonesia, Jakarta, Rineka Cipta, 2000, hlm. 18.

2

(26)

13 masalah-masalah pokok mengenai kehidupannya, termasuk dalam menilai kebijaksanaan negara, oleh karena kebijaksanaan tersebut menentukan kehidupan rakyat.

Konsep demokrasi pertama kali lahir dari pemikiran mengenai hubungan negara dan hukum di Yunani Kuno dan dipraktekan dalam hidup bernegara antara abad ke-4 sebelum masehi sampai abad ke-6 sebelum masehi. Pada saat itu, demokrasi yang dilaksanakan bersifat langsung (direct democracy), dalam arti hak rakyat untuk membuat keputusan-keputusan politik dijalankan secara langsung oleh seluruh warga negara yang bertindak berdasarkan prosedur mayoritas.3

Demokrasi langsung ini dapat berjalan secara efektif, sebab negara kota (city state) yang berlangsung dalam kondisi sederhana dalam wilayah negara yang hanya terbatas pada sebuah kota dan daerah sekitarnya, dengan jumlah penduduk lebih kurang 300.000 orang dalam suatu negara. Ketentuan ini hanya berlaku bagi warga negara resmi dengan presentase terkecil dari jumlah penduduk yang ada.4

Gagasan demokrasi yang dibawa oleh Yunani Kuno hampir hilang, karena dikalahkan oleh suku bangsa Eropa Barat dan benua Eropa memasuki Abad Pertengahan (600-1400).5 Masyarakat abad pertengahan ini dicirikan oleh struktur sosial yang feodal, kehidupan sosial dan serta spiritualnya dikuasai oleh Paus dan

3

Mahfud MD, Konstitusi dan…, hlm. 20.

4

Miriam Budiardjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik, Jakarta, Gramedia Pustaka Utama, 2010, hlm. 109.

5

(27)

14 pejabat-pejabat agama lainnya. Sedangkan untuk kehidupan politiknya ditandai dengan perebutan kekuasaan antara para bangsawan satu dengan lainnya.

Pada abad pertengahan ini, lahir sebuah dokumen Magna Charta (piagam besar), yang berisi perjanjian antara beberapa bangsawan dan raja John di Inggris bahwa raja mengakui dan menjamin beberapa hak dan previlages (keistimewaan) bawahannya sebagai imbalan untuk penyerahan dana bagi keperluan perang dan lain-lain. Lahirnya piagam ini dikatakan sebagai tonggak baru bagi perkembangan demokrasi, sebab melalui piagam ini terlihat dua prinsip dasar, yaitu kekuasaan raja yang harus dibatasi dan hak asasi manusia lebih penting dari pada kedaulatan raja.6

Sebelum abad pertengahan ini berakhir, dan pada permulaan abad ke-16 di Eropa Barat muncul negara-negara nasional (national state) dalam bentuk yang modern. Eropa Barat mengalami beberapa perubahan sosial dan kultural yang mempersiapkan jalan untuk memasuki zaman yang lebih modern, dimana akal dapat memerdekakan diri dari pembatasan-pembatasannya. Dua kejadian ini adalah Renaissance yang berpengaruh di Eropa Selatan seperti Italia, dan reformasi yang mendapat banyak pengikutnya di Eropa Utara seperti Jerman dan Swiss.7

Renaissance adalah aliran yang menghidupkan kembali minat kepada kesusastraan dan kebudayaan Yunani Kuno yang selama abad pertengahan telah

6

Mahfud MD, Demokrasi dan Konstitusi…, hlm. 21.

7

(28)

15 tersisihkan. Aliran ini membelokan perhatian yang tadinya semata-mata diarahkan kepada tulisan-tulisan agama, kearah sosal-soal keduniawian dan mengakibatkan timbulnya pandangan-pandangan baru. Reformasi serta perang-perang agama yang menyusul akhirnya menyebabkan manusia berhasil melepaskan diri dari penguasaan gereja, baik dibidang spiritual dalam bentuk dogma, maupun dibidang sosial dan politik.8

Kedua aliran pikiran tersebut di atas mempersiapkan orang Eropa Barat untuk menyelami masa Aufklarung (pemikiran) beserta rasionalisme.9 Kebebasan dalam berpikir ini membuka jalan untuk meluaskan gagasan dibidang politik. Untuk selanjutnya timbullah gagasan bahwa manusia mempunyai hak-hak politik yang tidak boleh diselewengkan oleh raja dan mengakibatkan dilontarkannya kecaman-kecaman terhadap raja, yang pada saat itu memiliki kekuasaan yang tidak terbatas.

Gerakan perlawanan terhadap kedudukan raja yang absolute ini di dasarkan atas suatu teori rasionalistis yang pada umumnya dikenal dengan social contract

(kontrak sosial). Gagasan dari kontrak sosial ini adalah bahwa dunia dikuasai oleh hukum yang timbul dari alam (nature) yang mengandung prinsip-prinsip keadilan yang universal, dalam arti berlaku untuk semua golongan. Hukum ini dinamakan hukum alam.10

8

Suyatno, Menjelajahi Indonesia…, hlm. 47.

9

Suatu aliran pikiran yang ingin memerdekakan pikiran manusia dari batas-batas yang telah ditentukan oleh gereja dan mendasarkan pemikiran atas akal (ratio) semata-mata.

10

(29)

16 Teori kontrak sosial beranggapan bahwa hubungan antara raja dan rakyat didasari oleh suatu kontrak yang ketentuan-ketentuannya mengikuti kedua belah pihak. Kontrak sosial menentukan disatu pihak raja diberi kekuasaan oleh rakyat untuk menyelenggarakan penertiban dan menciptakan susasana dimana rakyat dapat menikmati hak-hak alamnya (natural rights) dengan aman. Dipihak lain rakyat akan menaati pemerintah raja asal hak-hak alam itu terjamin.11

Pada hakikatnya teori-teori kontrak sosial merupakan usaha untuk mendobrak dasar dari pemerintahan yang absolut dan menetapkan hak-hak politik rakyat. Menurut John Locke, hak-hak politik mencakup hak atas hidup, hak atas kebebasan, dan hak untuk mempunyai milik. Sedangkan Montesque mencoba menyusun suatu sistem yang dapat menjamin hak-hak politik itu, yang kemudian dikenal dengan istilah Trias Politika.12

Sebagai akibat dari pergolakan tersebut, maka pada akhir abad ke-19, gagasan mengenai demokrasi mendapat wujud yang konkret sebagai program dan sistem politik. Demokrasi pada tahap ini semata-mata bersifat politis dan mendasarkan dirinya atas asas-asas kemerdekaan individu, kesamaan hak, serta hak pilih untuk semua warga negara (universal suffrage). Disinilah dimulai pergeseran demokrasi, dari yang bersifat langsung kepada demokrasi perwakilan.

2.2 Dinamika Demokrasi

11

Hans Kelsen, Teori Umum Tentang Hukum dan Negara, Bandung, Nusa Media, 2011, hlm. 10.

12

(30)

17 Untuk melihat Perkembangan demokrasi dapat dikelompokan menjadi 2 macam. Pertama adalah demokrasi yang berlanggam otoritarian dan kedua adalah demokrasi yang berlanggam libertarian. Berikut akan disajikan karakteristik dari 2 macam demokrasi tersebut.

2.2.1 Langgam Libertarian (Negara Demokrasi/Liberal)

Langgam Libertarian adalah suatu gaya dalam sistem politik yang memperlakukan atau memandang bahwa negara itu sebenarnya didirikan untuk menjaga agar selalu terbuka kesempatan bagi warga negara untuk mengembangkan potensinya guna mencapai kebahagian yang maksimum, sehingga dalam sistem tersebut masyarakat (warga negara) diletakkan di atas negara yang karenanya jika pemerintah gagal dalam menjalankan tugasnya dapat diganti oleh masyarakat yang mewakilinya atau memberikan legitimasi kekuasaannya.13

Secara umum, demokrasi liberal menurut Carter dan Herz14 ditandai oleh adanya pembatasan-pembatasan terhadap tindakan pemerintah untuk memberikan perlindungan bagi individu dan kelompok-kelompok dengan menyusun pergantian pimpinan secara berkala, tertib, dan damai melalui alat-alat perwakilan rakyat yang bekerja efektif. Demokrasi juga memberikan toleransi terhadap sikap yang berlawanan, menuntut keluwesan, dan kesedian untuk bereksperimen.

13

Moh Mahfud MD, Demokrasi dan…, hlm.7.

14

(31)

18 Adanya pembatasan terhadap wewenang pemerintah menyebabkan pemerintah tidak boleh turut campur dalam segi tertentu kehidupan warganya yang berarti pula bahwa pegawai pemerintah harus tunduk pada rule of law sebagai tindakan orang biasa dan hanya melaksanakan wewenangnya sesuai dengan yang diberikan oleh undang-undang.

Dari sisi keterwakilan, demokrasi menghendaki pencalonan dan pemilihan anggota lembaga-lembaga perwakilan politik berlangsung secara fair dan lembaga-lembaga itu mendapat kesempatan yang seluas-luasnya untuk membahas persoalan-persoalan, mengkritik, dan mengkristalisasikan pendapat umum. Dengan demikian, kebebasan mengeluarkan pendapat, berserikat, berkumpul merupakan hak politik dan sipil yang paling dasar.

Demokrasi liberal juga ditandai oleh sikap menghargai hak-hak minoritas dan perorangan, lebih mengutamakan diskusi dibandingkan paksaan dalam penyelesaian perselisihan, sikap menerima legitimasi sistem pemerintahan yang berlaku, dan penggunaan metode eksperimen.

Danrendorf15 mencatat bahwa demokrasi atau pluralisme pada masyarakat bebas didasarkan atas pengakuan dan penerimaan terhadap pertentangan sosial sebagai suatu kenyataan. Di dalamnya terdapat kebebasan masyarakat, terutamanya terkait dengan pengakuan pada keadilan dan kreatifitas dari kebhinekaan dan pertentangan. Oleh sebab itu, pluralisme (demokrasi) dari institusi, pola-pola pertentangan, pengelompokan dan kepentingan-kepentingan menyebabkan adegan

15

(32)

19 pertentangan politik menjadi semangat, semarak, kreatif, dan menyediakan kesempatan untuk merebut sukses bagi setiap kepentingan yang disuarakan.

Mahfud MD16 berpendapat bahwa negara yang prinsip ketatanegaraannya menganut prinsip demokratis adalah negara yang membuka kesempatan (peluang) bagi partisipasi rakyat secara penuh untuk ikut aktif menentukan kebijaksanaan umum. Partisipasi ini ditentukan atas dasar mayoritas oleh wakil-wakil rakyat dalam pemilihan-pemilihan berkala yang didasarkan atas prinsip kesamaan politik dan diselenggarakan dalam suasana terjadinya kebebasan politik. Dinegara yang yang menganut sistem demokrasi terdapat pluralitas organisasi dimana organisasi-organisasi penting relatif otonom. Sedangkan jika dilihat dari sudut hubungan pemerintah dengan wakil rakyat, terdapat kebebasan bagi rakyat melalui wakil-wakilnya untuk melancarkan kritik terhadap pemerintahan yang ada.

Langgam libertarian berlangsung di Indonesia sejak awal bangsa ini merdeka. Namun, hal tersebut tidaklah berlangsung lama, karena langgam ini segera berubah menjadi langgam otoritarian dikarenakan politik hukum yang digagas oleh penguasa pada saat itu adalah berwatak otoriter. Langgam libertarian kembali mengemuka dalam ketatanegaraan Indonesia setelah Indonesia melalui fase reformasi, dengan sebuah agenda perubahan besar, yakni mengembalikan nilai-nilai demokrasi yang selama berpuluh-puluh tahun tidak dirasakan oleh rakyat Indonesia.

2.2.2 Langgam Otoritarian (Negara Otoriter)

16

(33)

20 Langgam sebaliknya adalah langgam otoritarian yang sering dikaitkan dengan istilah totaliterisme yang digambarkan oleh Carter dan John H. Herz17 sebagai berikut:

“…totaliterisme dicirikan oleh adanya dorongan untuk memaksakan persatuan

melalui penghapusan oposisi terbuka, dan dipimpin oleh satu pemimpin yang

merasa dirinya paling tahu mengenai cara membuat dan menjalankan kebijakan

pemerintah, dan menjalankan kekuasaan melalui satu elit yang kekal. Dibalik

tindakan ini terletak satu ideologi atau doktrin yang membenarkan konsentrasi

kekuasaan dan segala pembatasan atas kekuasaan individu dan kelompok yang

tercakup di dalamnya sebagai alat yang diperlukan untuk mencapai tujuan akhir

yang pasti, atau satu tujuan tertentu yang menurut mereka sudah ditakdirkan oleh

alam atau sejarah”.

Ciri yang menonjol dari totaliterisme ini adalah tumpang tindihnya pola-pola dan struktur sosial yang monisme. Monisme totaliter ditemukan pada ide bahwa pertentangan dapat dilenyapkan dalam masyarakat yang homogen dan seragam guna mewujudkan keadaan yang dinginkan. Ide semacam ini berbahaya karena mengandung premis-premis sosiologis yang keliru.

Dari yang dikemukakan di atas, dapat disimpulkan bahwa di negara totaliter dan otoriter manusia ataupun kelompok manusia tunduk kepada kekuasaan negara. Untuk kebalikan dari langgam otoriter, adalah liberal atau langgam libertarian.

17

(34)

21 Langgam libertarian ini yang menjadi ruang bagi dinamisnya pergerakan masyarakat.

Langgam Libertarian ini adalah suatu gaya dalam sistem politik yang memperlakukan atau memandang bahwa negara itu sebenarnya didirikan untuk menjaga agar selalu terbuka kesempatan bagi warga negara untuk mengembangkan potensinya guna mencapai kebahagian yang maksimum, sehingga dalam sistem tersebut masyarakat (warga negara) diletakkan di atas negara yang karenanya jika pemerintah gagal dalam menjalankan tugasnya dapat diganti oleh masyarakat yang mewakilinya atau memberikan legitimasi kekuasaannya.18

Jika dikaitkan dengan pendapat Arief Budiman, tentang kriteria kemandirian dan kenetralan sebuah negara, maka dapat disimpulkan bahwa negara yang netral adalah negara yang menganut pluralisme-liberal (libertarian) dalam sistem politiknya, sedangkan negara yang mandiri adalah negara yang bersifat otoriter, bahkan totaliter.

Langgam otoritarian adalah langgam yang paling lama berkuasa di Indonesia. Disetiap rezim (sebelum reformasi) hanya beberapa saat saja langgam libertarian diterapkan, sedangkan sisanya adalah penerapan langgam otoritarian yang penuh dengan pembatasan hak-hak demokratis rakyat dan praktik KKN. Langgam ini bukan saja tidak demokratis secara esensial, akan tetapi berhasil untuk membawa kehancuran terhadap bangsa Indonesia baik secara ekonomi, politik, dan sosial.

18

(35)

22 Dalam langgam otoritarian, negara berperan sangat aktif serta mengambil hampir seluruh inisiatif dalam pembuatan kebijakan negara (terutamanya dalam bidang politik).

Berdasarkan paparan di atas, dapat kita lihat bahwa kedudukan partai politik sangatlah bergantung kepada model demokrasi yang sedang berlangsung. Dengan asumsi ini, maka hubungan demokrasi (ketatanegaraan) dengan partai politik adalah partai politik dipandang sebagai dependent variable (variable terpengaruh), sedangkan politik (ketatanegaraan) diletakkan sebagai independent variable

(36)

23 III. METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian hukum yuridis normatif (normative legal reserch) yaitu penelitian yang dilakukan dengan cara melakukan pengkajian perundang-undangan yang berlaku dan diterapkan terhadap suatu permasalahan hukum tertentu.1

3.2 Pendekatan Masalah

Penelitian normatif seringkali disebut dengan penelitian doctrinal yaitu objek penelitiannya adalah dokumen perundang-undangan dan bahan pustaka.2 Hal yang paling mendasar dalam penelitian ilmu hukum normatif, adalah bagaimana seorang peneliti menyusun dan merumuskan masalah penelitiannya secara tepat dan tajam, serta bagaimana seorang peneliti memilih metode untuk menentukan langkah-langkahnya dan bagaimana melakukan perumusan dalam membangun teorinya.3

Pendekatan masalah menggunakan pendekatan dogmatik analitis dengan mengikuti langkah-langkah sebagai berikut :

1

Soejono dan H. Abdurrahman, Metode Penelitian Hukum, Jakarta: Rineka Cipta, 2003, hlm. 56.

2

Ibid., hlm. 57.

3

(37)

24 a. Mengidentifikasi sumber hukum yang menjadi dasar rumusan masalah; b. Mengidentifikasi pokok bahasan dan sub pokok bahasan yang bersumber

dari rumusan masalah;

c. Mengidentifikasi dan menginventarisasi sumber data, ketentuan-ketentuan bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder berdasarkan rincian sub pokok bahasan;

d. mengkaji secara komprehensif analitis sumber data primer, bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tersier guna menjawab permasalahan yang telah dirumuskan;

e. hasil kajian sebagai jawaban permasalahan dideskripsikan secara lengkap, rinci, jelas, dan sistematis dalam bentuk laporan hasil penelitian atau karya tulis ilmiah.

3.3 Sumber Data

Data merupakan hal yang paling penting dalam suatu penelitian, karena dalam penelitian hukum normatif yang dikaji adalah bahan hukum yang berisi aturan-aturan yang bersifat normatif.4 Data yang diperoleh dan diolah dalam penelitian hukum normatif adalah data sekunder yang berasal dari sumber kepustakaan. Data yang digunakan adalah data sekunder yang terdiri dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tersier.

1. Bahan Hukum Primer

4

(38)

25 Bahan hukum primer adalah bahan-bahan hukum yang mempunyai kekuatan hukum mengikat,5 adapun bahan hukum primer yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari :

a. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

b. Maklumat No.X Tahun 1945 tentang Pemberian Kekuasaan Legislatif ;

c. Maklumat Pemerintah Tanggal 14 November 1945;

d. Tap MPR No.III/1966 tentang Pengangkatan Pemimpin Besar Revolusi Indonesia Bung Karno menjadi Presiden Republik Indonesia Seumur Hidup;

e. Undang-Undang Republik Indonesia No.3 Tahun 1975 tentang Partai Politik dan Golongan Karya.

f. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik;

2. Bahan Hukum Sekunder

Bahan yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer,6 antara lain buku-buku literatur ilmu hukum, karya ilmiah dari kalangan hukum, , serta bahan lainnya yang berkaitan dengan permasalahan dalam penelitian ini, diantaranya yaitu :

5

Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta: Universitas Indonesia (UI-Press), 2007), hlm. 52

6

(39)

26 a. Jimly Asshiddiqie, Konstitusi dan Konstitusionalisme Indonesia,

Jakarta,

Sekretariat Jenderal dan Kepaniteraan MK RI, 2006.

b. Jimly Asshiddiqie, Pokok-Pokok Hukum Tata Negara Indonesia Pasca Reformasi, Jakarta, Bhuana Ilmu Populer, 2008,.

c. Miriam Budiardjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik, Jakarta, Gramedia Pustaka Utama, 2010.

d. Mahfud MD, Politik Hukum di Indonesia, Jakarta, Rajagrafindo Persada, 2009.

e. Mahfud MD, Demokrasi dan Konstitusi di Indonesia, Jakarta, Rineka Cipta, 2000.

3. Bahan Hukum Tersier

Bahan yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder,7 misalnya:

a. Kamus Besar Bahasa Indonesia; b. Kamus Inggris-Indonesia.

3.4 Teknik Pengumpulan Data & Metode Pengolahan Data

3.4.1 Teknik Pengumpulan Data dan Bahan Hukum

Dalam mengumpulkan data-data yang diperlukan untuk membantu dalam proses penelitian, maka peneliti menggunakan prosedur pengumpulan data, yaitu menggunakan Studi Kepustakaan. Studi Kepustakaan adalah suatu prosedur data dengan cara membaca, memahami, dan mengutip sumber data berupa bahan

7

(40)

27 hukum primer, bahan hukum sekunder, serta bahan tersier yang relevan dengan permasalahan yang akan dibahas.

3.4.2 Metode Pengolahan Data dan Bahan Hukum

Data dan bahan hukum yang diperoleh selanjutnya diolah dengan menggunakan langkah-langkah sebagai berikut :

1) Mengidentifikasi data, yaitu dilakukan setelah semua data dikumpulkan kemudian diidentifikasi dengan cara memberikan tanda terhadap data penelitian penelitian.

2) Klasifikasi data, yaitu menempatkan data menurut kelompok-kelompok yang ditentukan sehingga diperoleh data yang objektif dan sistematis sesuai dengan penelitian yang dilakukan

3) Editing, yaitu memeriksa dan memperbaiki data yang dianggap salah.

3.5 Analisis Data

(41)

71 BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

1. Perkembangan kedudukan partai politik di Indonesia sangatlah bergantung kepada dinamika demokrasi yang terjadi. Pada saat orde lama, perkembangan partai politik hampir didominasi kepada hal negatif, karena dinamika demokrasi yang terjadi pada waktu itu mengarah kepada langgam otoritarian. Sama seperti orde lama, pada masa orde baru dinamika ketatanegaraan yang terjadi juga dikonsepkan untuk berwatak otoriter, sehingga hak-hak politik masyarakat, termasuk di dalamnya kedudukan partai politik diperlemah sedemikian rupa, bahkan cenderung hanya menjadi legitimasi bagi kebijakan pemerintah. Barulah setelah reformasi, yang ditandai dengan perbaikan sistem demokrasi, perkembangan partai politik mengarah kepada hal yang positif, yakni kedudukannya yang begitu besar dalam pemerintahan.

(42)

Dasar. Kedua adalah peranan militer. Dan ketiga adalah watak dari konfigurasi politik yang ada disetiap periodisasi tersebut.

5.2 Saran

1. Diperlukan konsistensi kita sebagai sebuah bangsa untuk mempertahankan langgam pluralisme liberal, karena hanya dengan pola seperti ini esensi dari demokrasi dapat tercapai sehingga partai politik dapat bekerja

sebagaimana dengan fungsinya.

(43)

73 DAFTAR PUSTAKA

A. Buku

Asshiddiqie, Jimly,Konstitusi dan Konstitusionalisme, Jakarta, Sekretariat Jenderal dan Kepaniteraan MK RI, 2006.

---,Pokok-Pokok Hukum Tata Negara, Jakarta, Bhuana Ilmu Populer, 2008.

Budiardjo, Miriam,Dasar-Dasar Ilmu Politik, Jakarta, Gramedia Pustaka Utama, 2008.

---,Masalah Kenegaraan, Jakarta, PT Gramedia, 1999.

Ibrahim Harmaily dan Muh. Kusnardi,Pengantar Hukum Tata Negara Indonesia, Jakarta, Pusat Studi Hukum Tata Negara UI, 1983.

Mahfud, Moh,Demokrasi dan Konstitusi di Indonesia, Jakarta, Rineka Cipta, 2000. ---,Politik Hukum di Indonesia, Jakarta, Rajagrafindo Persada, 2009. Nasution, Bahde Johan,Metode Penelitian Hukum, Bandung, Mandar Maju, 2008. Soekanto, Soerjono,Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta, Universitas Indonesia, 2007.

Noer, Deliar,Demokrasi dan Proses Politik, Jakarta, LP3ES, 1986. ---,Perkembangan Demokrasi Kita, Jakarta, LP3ES, 1986.

(44)

Pamungkas, Sigit,Partai Politik; Teori dan Praktik di Indonesia, Yogyakarta, Institute for Democracy and Welfarism, 2011.

Ridwan HR,Hukum Administrasi Negara, Jakarta, Rajawali Pers, 2006. Safaat, Muhammad,Pembubaran Partai Politik; Pengaturan dan Praktik Pembubaran Partai Politik Dalam Pergulatan Republik, Jakarta, Rajagrafindo Persada, 2011.

Saidi, Ridwan,Dekrit Presiden 5 Juli 1959 dan Sirkulasi Power di Indonesia, Jakarta, Badan Pemberdayaan Betawi, 2009.

Saydam Gouzali,Dari Balik Suara ke Masa Depan Indonesia; Potret Konflik Politik Pasca Pemilu dan Nasib Demokrasi, Jakarta, Rajagrafindo Persada, 1999.

Soejono,Metode Penelitian Hukum, Jakarta, Rineka Cipta, 2003.

Soetomo,Pengantar Hukum Tata Pemerintahan, Malang, Lembaga Penerbit Unibraw, 1981.

Suryakusuma,Almanak Parpol Indonesia Pemilu 1999, Jakarta, 1999. Utrecht E,Pengantar Hukum Administrasi Negara, Bandung, Unpad, 1960.

B. Peraturan Perundang-undangan

UUD 1945.

TAP MPR No III/1963 tentang Pengangkatan Pemimpin Besar Revolusi Indonesia Bung Karno menjadi Presiden Republik Indonesia Seumur Hidup.

Maklumat No.X Tahun 1945 tentang Pemberian Kekuasaan Legislatif Kepada Komite Nasional Pusat.

Maklumat Pemerintah tanggal 14 November 1945. Maklumat Wakil Presiden tanggal 3 November 945. Dekrit Presiden 5 Juli 1959.

Undang-Undang No.3 Tahun 1975 tentang Partai Politik Dan Golongan Karya. Undang-Undang No.2 Tahun 1999 tentang Partai Politik.

Referensi

Dokumen terkait

(2) Dalam hal terjadi penghapusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pemohon mengajukan permohonan penghapusan sertifikat Jaminan Fidusia secara tertulis kepada Menteri. surat

Penelitian ini bertujuan untuk menerapkan salah satu teknik klasifikasi yaitu Fuzzy ID3 ( Iterative Dichotomiser ) Decision Tree pada data hasil pemeriksaan lab pasien dan

Kecenderungan untuk menerima alternatif keputusan pertama yang feasibel sering menghindarkan manager dari pencapaian penyelesaian yang terbaik untuk

Virus yang masuk ke dalam tubuh melalui gigitan nyamuk aedes aegypty, pertama-tama yang terjadi adalah viremia yang mengakibatkan penderita mengalami demam, sakit

Berdasarkan paragraf pertama, jika angka inflasi yang terjadi pada tahun 2018 melampaui sasaran yang telah ditetapkan pemerintah, hal yang MUNGKIN terjadi adalah..... laju

B.7.1. Pengurangan nilai faktor pengali sebesar 0,1 terhadap hasil nilai UF dan atau UAT akan dikenakan kepada Tim Peserta yang terbukti baik sengaja ataupun tidak

Hasil refleksi dari observasi pada tahap pra siklus, menjadi acuan dalam melaksanakan pembelajaran dengan model cooperative script untuk meningkatkan motivasi

 Peserta didik diminta menyimak penjelasan pengantar kegiatan secara besar/global tentang materi gangguan sistem pernapasan dan upaya menjaga kesehatan