• Tidak ada hasil yang ditemukan

KAJIAN EKSPLORASI STUDI KEBIJAKAN KERJASAMA PEMERINTAH SWASTA (KPS) PADA PDAM WAY RILAU KOTA BANDARLAMPUNG

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "KAJIAN EKSPLORASI STUDI KEBIJAKAN KERJASAMA PEMERINTAH SWASTA (KPS) PADA PDAM WAY RILAU KOTA BANDARLAMPUNG"

Copied!
73
0
0

Teks penuh

(1)

ABSTRACT

STUDY OF THE EXPLORATION OF POLICY STUDIES PUBLIC PRIVATE PARTNERSHIP ON PDAM WAY RILAU

BANDARLAMPUNG CITY

By

DEVY SEPTI HERYANI

Public Private Partnership is a cooperation in the provision of infrastructure (provision of toll roads, electricity, drinking water and sanitation) between the goverments of either the central goverment or local goverments with partners of implemented in the form of cooperation form BOT (Build, Operate, Transfer) and process of formulation of the policy issues, the formulation of proposals for policy and endorsement policy. PPP in PDAM Way Rilau is expected to increase the production of clean water, raw water supply, lowering the level of water loss, increasing the number of customers and expanding service coverage. Whereas the determination of the price of drinking water though the PPP is expected to be cheaper than drinking water tariff rates of drinking water from PDAM. In conclusion, PPP is expected can improve any aspect that can improve the acceptance of cash donations area.

(2)

ABSTRAK

KAJIAN EKSPLORASI STUDI KEBIJAKAN KERJASAMA PEMERINTAH SWASTA PADA PDAM WAY RILAU

KOTA BANDARLAMPUNG

Oleh

DEVY SEPTI HERYANI

Kerjasama Pemerintah Swasta adalah suatu kerjasama dalam penyediaan infrastruktur (penyediaan jalan tol, energi listrik, air minum dan sanitasi) antara pemerintah baik itu Pemerintah Pusat ataupun Pemerintah Daerah dengan mitra badan usaha swasta, baik badan usaha dalam negeri maupun luar negeri. Tujuan penelitian ini yaitu, 1) Mengetahui bentuk kerjasama yang dilaksanakan oleh PDAM Way Rilau, 2) Mengevaluasi formulasi kebijakan KPS yang dilaksanakan PDAM Way Rilau, dan 3) Melihat perkiraan dampak KPS PDAM Way Rilau dalam penetapan tarif, aspek distribusi dan produksi.

Metode penelitian yang digunakan adalah jenis penelitian deskriptif dengan metode pendekatan kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa bentuk kerjasama yang akan dilaksanakan berupa kerjasama bentuk BOT (Build, Operate, Transfer) dan proses formulasi berupa perumusan masalah kebijakan, perumusan usulan kebijakan dan pengesahan kebijakan. KPS PDAM Way Rilau diperkirakan dapat meningkatkan produksi air bersih, suplai air baku, menurunkan tingkat kehilangan air, meningkatkan jumlah pelanggan dan memperluas cakupan layanan. Sedangkan penetapan tarif air minum melalui KPS diperkirakan lebih murah dibandingkan tarif air minum dari PDAM. Kesimpulannya, KPS diperkirakan dapat meningkatkan segala aspek yang dapat meningkatkan sumbangan pada penerimaan kas daerah.

(3)
(4)

KAJIAN EKSPLORASI STUDI KEBIJAKAN KERJASAMA PEMERINTAH SWASTA (KPS) PADA

PDAM WAY RILAU KOTA BANDARLAMPUNG

(Skripsi)

Oleh

DEVY SEPTI HERYANI

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS LAMPUNG

(5)

DAFTAR GAMBAR

Gambar

Halaman

1. Fungsi Instansi Terkait dalam KPS ... 3

2. Kerangka Pikir ... 10

3. Hasil Analisis Bentuk Partnership PDAM Way Rilau ... 50

4. Proses Formulasi Kebijakan KPS PDAM Way Rilau ... 57

5. Jumlah Pelanggan PDAM Way Rilau ... 66

6. Peta Rencana Wilayah Pelayanan KPS ... 69

7. Presentase Tingkat Kehilangan Air Sebelum KPS ... 70

(6)

i

DAFTAR LAMPIRAN ... v

I. PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang dan Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 7

C. Tujuan Penelitian ... 7

D. Kerangka Pikir... 8

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 11

A. Peran dan Fungsi Pemerintah ... 11

B. Perusahaan Daerah ... 12

1. Pengertian Perusahaan Daerah ... 12

2. Dasar Hukum Berdirinya Perusahaan Daerah... 12

3. Sifat dan Tujuan Berdirinya Perusahaan Daerah ... 13

4. Ciri-ciri Perusahaan Daerah ... 13

5. Tujuan Pendirian Perusahaan Daerah ... 14

C. Barang Publik ... 15

1. Definisi Barang Publik ... 15

2. Teori Barang Publik ... 18

D. Teori Ekonomi Privatisasi ... 19

E. Kerjasama Pemerintah Swasta (Public Private Partnership) ... 22

1. Struktur KPS pada Sektor Air Minum... ... 24

2. Bentuk/Skema Kerjasama dalam KPS ... 25

F. Kebijakan dan Formulasi Kebijakan Publik ... 26

(7)

ii

III. METODE PENELITIAN... ... 39

A. Jenis dan Sumber Data ... 39

B. Fokus Penelitian... ... 41

C. Teknik Pengumpulan Data ... 41

D. Teknik Analisis Data ... 42

E. Gambaran Umum PDAM Way Rilau Kota Bandarlampung ... 43

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 48

A. Bentuk Partnership Pada PDAM Way Rilau ... 48

1. Bentuk Partnership (Kerjasama)... ... 48

2. Peran Masing-masing Aktor Kerjasama/Partnership ... 53

B. Proses Formulasi Kebijakan KPS Pada PDAM Way Rilau ... 55

C. Perkiraan Dampak Kebijakan KPS terhadap Produksi dan Distribusi ... 62

1. Produksi... ... 62

2. Distribusi... ... 66

3. Dampak Kebijakan KPS terhadap Penetapan Tarif Air Minum... ... 72

V. SIMPULAN DAN SARAN... ... 86

A. Simpulan... ... 86

B. Saran... ... 87

DAFTAR PUSTAKA ... 88

(8)

iii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran

(9)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Daftar Proyek Greenfield Kegiatan PPP ... 5

2. Daftar Informan Wawancara ... 40

3. Data Sambungan Tiap Rumah Pelayanan ... 44

4. Besarnya Tarif Air Bersih Setiap Kelompok Pelanggan... 45

5. Kapasitas Terpasang... 46

6. Profil Tenaga Kerja Berdasarkan Status Tahun 2010 ... 47

7. Kapasitas Terpasang... 63

8. Pengembangan Pelanggan Tahun 2008-2011... ... 67

9. Proyeksi Pelanggan pada KPS ... 67

10. Proyeksi Penambahan Sambungan pada KPS... 68

11. Daerah Pelayanan PDAM Way Rilau... ... 68

12. Perkembangan Tarif Air Bersih PDAM Way Rilau .. ... 73

13. Besarnya Tarif Air Bersih Setiap Kelompok Pelanggan... 74

14. Penerimaan PDAM dari Rekening... ... 75

15. Target Sambungan Pelanggan KPS... ... 76

16. Perkembangan Tarif Pelanggan Eksisting... ... 76

(10)
(11)
(12)
(13)

MOTO

Seandainya kalian bertawakal pada Allah dengan tawakal yang sebenarnya, maka sungguh Dia akan melimpahkan rezki kepada kalian, sebagimana Dia melimpahkan rezki kepada burung yang pergi (mencari makan) di pagi hari dalam keadaan lapar dan kembali sore harinya dalam keadaan kenyang”

(Sabda Rasullah Shallallahu’alaihi Wasallam)

“Janganlah meminta bukti bahwa doamu akan dijawab oleh Tuhan, tapi buktikanlah kesungguhan dari doamu”

(Mario Teguh)

(14)

PERSEMBAHAN

Allah SWT yang telah memberikan segala anugrahnya kepada penulis;

Untuk Bapak, Suherwanto atas semangat, dukungan serta doanya kepada

penulis;

Untuk Mamak, Andriyani, S.E., atas semangat, dukungan serta doanya

kepada penulis;

Untuk Adikku Ady Kurniawan atas semangat, dukungan serta doanya

kepada penulis;

Untuk keluarga besar Masnan Kusnadi dan keluarga besar Notodiharjo atas

semangat, dukungan serta doanya kepada penulis;

Sahabat-sahabat seperjuangan atas doa dan dukungan kepada penulis;

Almamater yang selalu penulis banggakan, Jurusan Ekonomi Pembangunan

(15)

RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama lengkap Devy Septi Heryani, dilahirkan di Bandarlampung pada tanggal 22 September 1992. Penulis merupakan anak pertama dari dua bersaudara pasangan Suherwanto dan Andriyani, S.E.

Penulis menyelesaikan pendidikan di TK Budaya Bandarlampung pada tahun 1998, lalu melanjutkan ke SD Kartika II-5 Bandarlampung dan diselesaikan pada tahun 2004. Pada Tahun 2004, penulis melanjutkan pendidikan di SMP Negeri 4 Bandarlampung yang diselesaikan pada tahun 2007 dan melanjutkan pendidikan di SMA Negeri 7 Bandarlampung. Pada tahun 2010, penulis diterima di Universitas Lampung melalui jalur SNMPTN di Jurusan Ekonomi Pembangunan, Fakultas Ekonomi. Pada Juli-Agustus 2013 penulis melaksanakan Kuliah Kerja Nyata (KKN) di Desa Gedung Wani, Kecamatan Margatiga, Kabupaten Lampung Timur.

(16)
(17)

SANWACANA

Puji syukur Penulis ucapkan kehadirat Allah SWT, karena atas rahmat dan hidayah-Nya skripsi ini dapat diselesaikan. Skripsi dengan judul “Kajian Eksplorasi Studi Kebijakan Kerjasama Pemerintah Swasta (KPS) pada PDAM Way Rilau Kota Bandarlampung” adalah salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana ekonomi di Jurusan Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Lampung. Dalam kesempatan ini, penulis mengucapkan banyak terima kasih dan penghormatan yang mendalam kepada :

1. Bapak Prof. Dr. Satria Bangsawan, S.E., M.Si., selaku Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Lampung;

2. Bapak Muhammad Husaini, S.E., M.EP., selaku Ketua Jurusan Ekonomi Pembangunan;

3. Ibu Asih Murwiati, S.E., M.E., selaku Sekertaris Jurusan Ekonomi Pembangunan dan Penguji Utama pada ujian skripsi;

4. Bapak Moneyzar Usman, S.E., M.Si., selaku Pembimbing Utama atas kesediaannya untuk memberikan bimbingan, saran dan kritik dalam penyelesaian skripsi ini;

(18)

6. Bapak Dr. Dedi Hermawan, S.Sos., M.Si., Ketua Jurusan Adminitrasi Negara FISIP Universitas Lampung atas kesediaannya memberikan saran dan kritik kepada penulis;

7. Bapak/Ibu Pimpinan, Direksi, Karyawan dan Tim KPS PDAM WAY RILAU Kota Bandarlampung atas kesediaan waktunya memberikan informasi serta atas bantuan dan kesempatannya memberikan data-data kepada Penulis;

8. Bapak Muhidin Sirat, S.E., M.Si., selaku Pembimbing Akademik; 9. Seluruh Dosen dan Staff di Jurusan Ekonomi Pembangunan;

10.Kedua orangtuaku tercinta, Bapak dan Mamak yang selalu memberikan doa, semangat dan dukungannya kepada Penulis;

11.Adikku Ady Kurniawan serta adik-adik kecilku Mas Rama, Mas Bagus dan Adek Cantik yang menjadi penghibur serta keluarga memberikan dukungan kepada Penulis;

12.Sahabat-sahabat terbaik : A. Citra Varika, Army Aftrastya, Agus Wantoro, Beni Purnama, Danny Chandra, Chair Runnisa A, Ridwan Amin, Tetik Puji L dan Yulandhita Pratiwi atas doa, dukungan serta saran dan kritik yang telah diberikan kepada Penulis;

(19)

14.Waskito Ardi Nugroho dan Muhammad Donny Fadillah atas bantuan dan dukungannya kepada Penulis;

15.Keluarga KKN Gedung Wani : Ibu, Ayah, Bapak, Ahmad, Faiz, Lisa, Selly, Peni, Agnec, Nurul dan Fina atas pengalaman yang luar biasa;

16.Presidium HIMEPA 2013 : Dimas, Dede, Iduy, Nanang, Fani, dan Putri; 17.Diah Rahmawati, A.Md.Keb. dan Ade Ria Gustina Daulay, A.Md. Keb; 18.UKM Bulutangkis Unila : Teki, Aditya S, S.H., Aditia P, Arif, Aldino,

Dodi, Shaumi, Arum, Dea, Yoga, Yudha, Selvi, Pendi, Rifadli F, S.E., dan lainnya yang tidak dapat disebutkan satu per satu;

19.Semua pihak yang telah memberi kemudahan dan semangat dalam

penulisan skripsi yang tidak luput dari ingatan, jasa kalian tetap tercatat di sisi Allah SWT. Aamiin.

Akhir kata, penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, akan tetapi sedikit harapan semoga skripsi yang sederhana ini dapat berguna dan bermanfaat bagi kita semua. Aamiin.

Bandarlampung, 19 September 2014 Penulis

(20)

I.

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang dan Masalah

Pertumbuhan ekonomi Indonesia yang meningkat menyebabkan kebutuhan

infrastruktur juga meningkat. Perkiraan pemerintah pada 5 (lima) tahun yaitu pada tahun 2010-2014 dibutuhkan investasi sebesar Rp. 1.430 Triliun untuk

infastruktur.

Pemerintah memiliki peran alokasi yaitu sebagai penyedia barang dan jasa yang tidak dapat disedikan oleh sektor swasta. Infrastruktur merupakan bagian dari kewajiban yang harus dipenuhi oleh pemerintah. Tetapi Indonesia sebagai negara berkembang memiliki kendala dalam penyediaan infrastruktur penunjang layanan publik yaitu terbatasnya dana investasi, lamanya jangka waktu pengembalian investasi dan biaya yang tinggi dari manajemen operasional. Maka dari itu pemerintah memberikan solusi dengan melibatkan peran serta stakeholder yaitu peran sektor swasta dalam skema kebijakan kerjasama yang disebut Kerjasama Pemerintah Swasta (KPS) atau Public Private Partnership (PPP).

(21)

2

PPP/KPS ini. Namun, praktek yang terjadi di masa lalu belum sesuai dengan best international practice, yang telah terbukti sukses di berbagai negara di dunia.

KPS atau Kerjasama Pemerintah Swasta merupakan suatu kerjasama dalam penyediaan infrastruktur publik antara pemerintah, baik pusat maupun daerah dengan mitra badan usaha swasta dalam negeri maupun badan usaha asing atau luar negeri. Kerjasama yang dilaksanakan merupakan pekerjaan konstruksi untuk membangun, meningkatkan kemampuan pengelolaan dan pemeliharaan

infrastruktur untuk peningkatan kualitas dan kuantitas pelayanan publik (Bappenas, 2009).

Tujuan utama adanya KPS adalah untuk mencukupi pembiayaan kebutuhan pendanaan secara berkelanjutan melalui pengerahan dana swasta dalam rangka meningkatkan kuantitas, kualitas dan efisiensi. Selain itu adanya KPS karena salah satunya adalah alasan ekonomi, yaitu untuk mengurangi kesenjangan (disparity) atau ketimpangan (inequity), memacu pertumbuhan (growth) dan produktivitas, meningkatkan kualitas dan kontinuitas (quality and continuity) serta mengurangi risiko.

KPS secara nasional dilaksanakan pemerintah melalui Kementerian Keuangan dan Bappenas pada infrastruktur-infrastruktur potensial yang dapat dikatakan kekurangan sumber dana investasi untuk perluasan serta peningkatan layanannya. Infrastruktur tersebut yaitu transportasi, jalan, pengairan, air minum, air limbah, telekomunikasi dan informatika, tenaga listrik serta minyak dan gas bumi.

(22)

3

Badan Usaha Milik Daerah yang kepemilikan sepenuhnya oleh pemerintah daerah.

Gambar 1. Fungsi Instansi Terkait dalam KPS Sumber : Civil-Injenering, 2009

Pemerintah pusat sebagai pembuat regulasi secara keseluruhan dalam kebijakan KPS secara nasional memiliki peran dengan cara mendukung dalam penyusunan kerangka kerja, memberi dukungan berupa fasilitas secara teknis, administrasi dan keuangan, serta menciptakan iklim investasi yang kondusif. Sedangkan

pemerintah daerah provinsi maupun kabupaten/kota berperan sebagai pelaksana kebijakan dengan melakukan koordinasi antar pemkab/pemkot mengenai kepemilikan tanah serta melakukan persiapan dan pengawasan pelaksanaan proyek KPS.

Salah satu proyek KPS yang potensial adalah infrastruktur air minum, karena air minum merupakan kebutuhan dasar dan sangat vital bagi kehidupan manusia serta jumlah sumber air yang melimpah di Indonesia serta pengolahannya yang tidak

Dukungan - Dukungan terhadap penyelesaian persoalan di daerah

- Keseimbangan pelayanan

- Bertindak atas nama pemerintah pusat

Pemerintah Pusat : - Kebijakan & strategi nasional - Dukungan dalam penyusunan kerangka kerja

- Fasilitas dukungan teknik, administrasi dan keuangan

- Penciptaan iklim yang kondusif

Pemerintah Kab/Kota :

- Persiapan rencana pembangunan - Usulan untuk Proyek KPS - Pengawasan pelaksanaan KPS

Instansi Terkait :

(23)

4

terlalu banyak membutuhkan bahan tambahan lain. Tetapi hal tersebut tidak dapat dimaksimalkan karena keterbatasan modal dari pemerintah.

Proyek KPS air minum sudah banyak dilaksanakan di PDAM di seluruh Indonesia. KPS air minum pertama dilaksanakan oleh PAM Jaya Jakarta pada tahun 1997 dengan bentuk kerjasama konsesi penuh yang jangka waktunya selama 25 tahun. Penelitian oleh Asri Fitriani (2009) atau saat setelah 11 tahun masa konsesi, kinerja teknis PAM Jaya meningkat setelah dilaksanakannya konsesi ditunjukkan dengan peningkatan produksi air, penurunan tingkat

kehilangan air, volume air yang terjual serta cakupan layanan. Tetapi dari aspek pelayanan pelanggan PAM Jaya jauh lebih puas dengan pelayanan PAM Jaya saat sebelum masa konsesi.

(24)

5

Tabel 1. Daftar Proyek Greenfield Kegiatan PPP

No Nama

(25)

6

Bandarlampung sebesar 1.326 liter per detik (dihitung berdasarkan jumlah penduduk dengan kebutuhan air minum per detik berdasarkan jenis kota dari Dinas PU). Selain masalah-masalah tersebut terdapat pula masalah lain yang dialami PDAM Way Rilau seperti masalah terbatasnya kemampuan sumber daya manusia serta masalah tarif dan keuntungan.

Untuk mengatasi masalah-masalah PDAM Way Rilau tersebut dibutuhkan investasi yang cukup besar, tetapi dengan keterbatasan dana investasi dari pemerintah membuat Pemerintah Kota Bandarlampung mengajukan usulan proyek KPS kepada pemerintah pusat.

Berdasarkan PPP Book 2013 yang diterbitkan oleh Bappenas. Provinsi Lampung memiliki proyek KPS air minum berupa Bandarlampung Water Supply yang memiliki nilai investasi sebesar USD 80 juta sampai USD 100 juta. Yang mana proyek KPS SPAM Lampung dibagi menjadi dua yaitu PPP1 dengan fungsi : pembangunan dan pengoperasian IPA Curah dan Fasilitas Pompa Transmisi dan pembangunan jaringan distribusi sampai kepada SSR dan PPA2 dengan fungsi : supervisi atas jaringan distribusi dan koneksi SSR dan pengoperasian dan perawatan jaringan distribusi.

Bentuk kerjasama atau partnership yang diusulkan pemerintah untuk mengatasi permasalahan PDAM Way Rilau ini tentunya memiliki dampak terhadap beberapa aspek yaitu produksi serta distribusi air minum. Kebijakan ini merupakan

(26)

7

Kebijakan ini memerlukan kajian yang dapat menentukan layak atau tidaknya kebijakan ini diteruskan.

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka dapat disimpulkan permasalahan dalam penelitian ini yaitu:

1. Kinerja PDAM Way Rilau yang saat ini dalam kategori ‘sakit’ menurut penilaian BPPSPAM membutuhkan penanganan dalam hal ini sumber modal untuk pembangunan infrastruktur penunjang layanan jasa air minum.

2. Proyek KPS yang sedang dalam proses pada PDAM Way Rilau menjadi solusi permasalahan yang dialami oleh PDAM Way Rilau selama ini.

B. Rumusan Masalah

Dari permasalahan tersebut dapat dibuat rumusan masalah melalui pertanyaan-pertanyaan berikut ini:

1. Bagaimana bentuk kerjasama (partnership) yang akan dilaksanakan oleh PDAM Way Rilau ?

2. Bagaimana proses formulasi kebijakan KPS pada PDAM Way Rilau ? 3. Bagaimana perkiraan dampak terhadap produksi, distribusi, dan tarif air

bersih serta simulasi penerimaan pada PDAM Way Rilau dalam pelaksanaan KPS ?

C. Tujuan Penelitian

(27)

8

semua pihak. Kerjasama pemerintah swasta yang akan dilaksanakan PDAM Way Rilau dan Pemerintah Kota Bandarlampung adalah alternatif penyelesaian

masalah yang dihadapi PDAM Way Rilau yang mulai akan dilaksanakan pada tahun 2014.

Maka tujuan penelitian ini yaitu mengkaji kebijakan yang akan

diimplementasikan yaitu dengan mengkaji beberapa aspek. Tujuan penelitian ini yaitu:

1. Mengetahui bentuk kerjasama atau partnership yang dilaksanakan oleh PDAM Way Rilau.

2. Mengetahui proses formulasi kebijakan KPS yang dilaksanakan PDAM Way Rilau.

3. Melihat perkiraan dampak KPS PDAM Way Rilau dalam penetapan tarif, aspek distribusi dan produksi serta mengkaji penerimaan yang akan didapatkan.

D. Kerangka Pikir

(28)

9

distribusi serta cakupan layanan. Untuk mengatasi masalah-masalah tersebut dibutuhkan dana investasi yang cukup besar serta teknologi dan sumber daya manusia yang mumpuni. Kendala terbatasnya dana investasi, teknologi dan sumber daya manusia dapat diatasi melalui skema kerjasama yang diberikan pemerintah yaitu Kerjasama Pemerintah Swasta (KPS) atau Public Private

Partnership (PPP). Skema kerjasama ini baru berjalan pada tahun 2010 di PDAM Way Rilau sebagai masa persiapan. Dengan adanya kebijakan ini tentunya akan mempengaruhi besarnya tarif air minumyang dibebankan kepada konsumen, selain itu juga mempengaruhi proses produksi serta distribusi air minum kepada konsumen.

(29)

10

(30)

II.

TINJAUAN PUSTAKA

A. Peran dan Fungsi Pemerintah

Dalam setiap sistem perekonomian, pemerintah memegang peranan yang penting. Upaya peningkatan kehidupan ekonomi individu dan masyarakat tidak hanya diperlukan peranan pasar yang dalam hal ini dikuasai oleh swasta, tetapi juga dibutuhkan peranan pemerintah yang bersifat komplementer dengan pelaku ekonomi lainnya.

Pemerintah sebagai salah satu pelaku ekonomi, memiliki fungsi penting dalam perekonomian yaitu berfungsi sebagai stabilisasi, alokasi, dan distribusi.

1) Fungsi Stabilisasi, yakni fungsi pemerintah dalam menciptakan kestabilan ekonomi, sosial politik, hukum, pertahanan, dan keamanan.

2) Fungsi Alokasi, yakni fungsi pemerintah sebagai penyedia barang dan jasa publik seperti pembangunan jalan raya, gedung sekolah, penyediaan fasilitas penerangan, dan telepon.

(31)

12

B. Perusahaan Daerah

1. Pengertian perusahaan Daerah

Moekiyat, Drs, dalam bukunya “Kamus Pemerintahan” memberikan definisi

Perusahaan Daerah sebagai berikut : “Perusahaan Daerah adalah suatu badan

usaha yang dibentuk oleh daerah untuk menambah penghasilan daerah”.

Sedangkan Said, Natsir, M, Dr. SH. Memberikan pengertian Perusahaan Daerah

dalam bukunya “Perusahaan –perusahaan Pemerintahan di Indonesia” Sebagai

berikut :

Pasal 2 Undang – undang tentang Perusahaan Daerah menetapkan bahwa yang dimaksud dengan perusahaan daerah ialah semua perusahaan yang didirikan berdasrkan Undang – Undang ini yang modalnya untuk seluruhnya atau sebagaian merupakan kekayaan daerah yang dipisahkan, kecuali ditentukan lain dengan atau berdasarkan Undang – undang.

2. Dasar Hukum Berdirinya Perusahaan Daerah

Dasar yang melandasi berdirinya Perusahaan daerah adalah sebagai berikut: 1. Undang – undang Nomor 19 Tahun 1960 Bab XV pasal 27, yang berisi

tentang penyerahan Perusahaan Negara, baik berupa penghasilan maupun berupa perusahaan sendiri kepada daerah.

2. Undang – undang Nomor 2 Tahun 1962, LN. 1962-10 No-10 tentang Perusahaan Daerah.

(32)

13

4. Undang – undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pokok – pokok

pemerintahan di daerah pasal 59 dan penjelasan umum undang –undang Nomor 5 tahun 1974 sub 4.

3. Sifat Tujuan Berdirinya Perusahaan Daerah

Sebagai suatu badan usaha, tentunya Perusahaan Daerah mempunyai sifat dan tujuan didirikannya perusahaan daerah. Seperti yang dikemukakan oleh M. Natsir Said sebagai berikut :

Pasal 5 ayat 1 Undang – undang Nomor 5 Tahun 1962 LN. 1962 – 10 mengatur sifat Perusahaan Daerah dimana ditetapkan bahwa Perusahaan Daerah adalah kesatuan produksi yang bersifat memberi jasa, menyelenggara kepentingan umum dan memupuk pendapatan. Dari ketentuan di atas, kita dapat melihat bahwa Perusahaan Daerah mempunyai sifat yang dualistis dalam arti di satu pihak bersifat komersial yaitu memupuk pendapatan, sedangkan dipihak lain bersifat social yaitu memberi jasa dan menyelenggarakan kemanfaatan umum.

4. Ciri-ciri Perusahaan Daerah/BUMD Ciri-ciri BUMD adalah sebagai berikut :

1) Didirikan berdasarkan peraturan daerah (perda).

2) Dipimpin oleh direksi yang diangkat dan diberhentikan oleh kepala daerah atas pertimbangan DPRD.

3) Masa jabatan direksi selama 4 (empat) tahun.

4) Bertujuan memupuk pendapatan asli daerah guna membiayai pembangunan daerah.

(33)

14

6) Pemerintah berkedudukan sebagai pemegang saham dalam permodalan perusahaan.

7) Pemerintah memiliki wewenang dan kekuasaan dalam menetapkan kebijakan perusahaan.

8) Pengawasan dilakukan alat pelengkap daerah yang berwenang. 9) Melayani kepentingan umum, selain mencari keuntungan. 10) Sebagai sumber pemasukan daerah.

11) Dapat menghimpun dana dari pihak lain, baik berupa bank maupun nonbank. 12) Direksi bertanggung jawab penuh atas BUMD dan mewakili BUMD di

pengadilan.

5. Tujuan Pendirian Perusahaan Daerah/BUMD Tujuan pendirian BUMD adalah sebagai berikut:

1) Memberikan sumbangan pada perekonomian nasional dan penerimaan kas daerah.

2) Mengejar dan mencari keuntungan. 3) Pemenuhan hajat hidup orang banyak. 4) Perintis kegiatan-kegiatan usaha.

(34)

15

C. Barang Publik

1. Definisi Barang Publik

a. Barang Publik dan Barang Privat 1. Barang Publik

Secara umum barang publik biasa dipahami sebagai sesuatu yang dapat dinikmati atau dibutuhkan oleh semua orang. Suatu barang publik merupakan barang-barang yang tidak dapat dibatasi siapa penggunanya dan sebisa mungkin bahkan

seseorang tidak perlu mengeluarkan biaya untuk mendapatkannya. Barang publik adalah barang yang apabial dikonsumsi oleh individu tertentu tidak akan

mengurangi konsumsi orang lain akan barang tersebut. Barang publik memiliki sifat non-rival dan non-eksklusif. Ini berarti konsumsi atas barang tersebut oleh sutu individu tidak akan mengurangi jumlah barang yang tersedia untuk

dikonsumsi oleh individu lainnya dan non-eksklusif berarti semua orang berhak menikamti manfaat dari barang tersebut. Contoh barang publik ini diantaranya udara, cahaya matahari, papan marka jalan, lampu lalu lintas, pertahanan nasional, pemerintahan dan sebagainya.

(35)

16

masyarakat (satu komunitas yang lebih kecil) dan hanya berhak digunakan secara umum oleh komunitas tersebut.

2. Barang Privat

Barang privat mudahnya adalah barang-barang yang memiliki sifat berkebalikan dengan barang publik. Barang privat secara tipikal adalah barang yang diperoleh melalui mekanisme pasar, dimana titik temu antara produsen dan konsumen adalah mekanisme harga. Oleh karena itu, kepemilikan barang privat biasanya dapat teridentifikasi dengan baik.

Sebagian besar barang yang kita konsumsi adalah barang privat, yaitu barang yang hanya dapat digunakan oleh satu konsumen pada satu waktu. Misalnya, ketika seseorang sedang memakan kue miliknya, orang lain tidak dapat

melakukan hal serupa. Eksklusivitas kepemilikan menjadi faktor pembeda utama barang privat dengan barang publik.

Sifat-sifat utama barang privat tentunya berkebalikan sama sekali dengan barang publik. Sifat-sifat barang privat tersebut adalah :

1) Rivalrous consumption, dimana konsumsi oleh satu konsumen akan

mengurangi atau menghilangkan kesempatan pihak lain untuk melakukan hal serupa. Terjadi rivalitas antar calon konsumen dalam mengkonsumsi barang ini.

2) Excludable consumption, dimana konsumsi suatu barang dapat dibatasi

(36)

17

3) Scarcity/depletability/finite, yaitu kelangkaan atau keterbatasan dalam jumlah. Kelangkaan dan ketersediaan dalam jumlah yang diskrit atau terbatas inilah yang menimbulkan kedua sifat sebelumnya.

Barang privat biasanya memang diadakan untuk mencari profit atau laba. Karena sifat-sifatnya tadi, barang privat dapat menjaga efisiensi pasar dalam

pengadaannya. Efisiensi inilah yang menarik minat sektor swasta dan

menimbulkan pemahaman bahwa barang privat adalah barang yang diproduksi oleh sektor swasta. Meskipun begitu, pemerintah pun sebenarnya dapat berlaku sebagai sektor swasta dan menjadi bagian dari pasar dalam penyediaan barang privat untuk tujuan-tujuan tertentu.

b. Perbedaan Barang Publik Dengan Barang Lainnya

Barang publik mempunyai sifat yakni non-persaingan dan nondikecualikan. Konsep pengecualian dan persaingan ini tidak hanya menuntun kita dalam mengartikan barang publik saja, namun juga untuk membedakan barang publik dengan kategori barang lain. Untuk menyederhanakannya, beberapa ahli ekonomi menggolongkan sifat pengecualian dan persaingan suatu barang sebagai variabel dikotomi. Sifat barang publik ada persaingan maupun tidak, ada pengecualian maupun tidak digambarkan dalam variabel dikotomi. Variabel ini yang menggambarkan empat kemungkinan kombinasi yang selanjutnya disebut

taksonomi sederhana dengan empat kuadran di dalamnya. Barang publik disebut juga barang kolektif. Barang jenis ini dapat dikonsumsi oleh beberapa individu secara berkala atau terus-menerus. Hal ini menutup kemungkinan untuk

(37)

18

barang publik untuk mendapatkan pengembalian dari biaya yang telah mereka keluarkan. Barang swasta (barang pribadi) adalah barang yang mempunyai sifat yang berlawanan dengan barang publik. Berdasarkan tabel di atas, dapat diketahui bahwa sifat barang swasta adalah adanya persaingan dan pengecualian di

dalamnya. Mayoritas barang yang dijual di pasar tergolong ke dalam barang swasta. Adanya barang swasta menyebabkan produsen akan mendapatkan biaya (laba) pribadi atas barang swasta yang mereka jual. Namun di satu sisi, adanya barang swasta akan menutup kemungkinan bagi seorang individu untuk menjadi free-rider atau dapat menikmati barang yang dimiliki oleh orang lain tanpa membayar.

Selanjutnya adalah barang umum adalah barang yang mempunyai sifat adanya persaingan di dalamnya namun tidak ada sifat pengecualian. Barang yang termasuk ke dalam sifat ini biasanya adalah sumber daya alam.

Yang terakhir adalah barang kena bea (pajak, masuk, dll) adalah barang yang sifatnya tanpa persaingan dalam mendapatkannya namun terdapat pengecualian di dalamnya.

2. Teori Barang Publik a. Teori Bowen

(38)

19

Kelemahan teori Bowen adalah karena Bowen menggunakan analisis permintaan dan penawaran. Yang menjadi masalah adalah karena pada barang publik tidak ada prinsip pengecualian sehingga masyarakat tidak mau mengemukakan kesenangan (preferensi) mereka akan barang publik, sehingga kurva permintaannya menjadi tidak ada.

b. Teori Anggaran

Teori ini didasarkan pada suatu analisa di mana setiap orang membayar atas penggunaan barang-barang publik dengan jumlah yang sama, yaitu sesuai dengan sistem harga untuk barang-barang swasta (private goods).

Teori alokasi barang publik melalui anggaran merupakan suatu teori analisa penyediaan barang publik yang lebih sesuai dengan kenyataan karena bertitik tolak pada distribusi pendapatan awal di antara individu-individu dalam

masyarakat, dan dapat digunakan untuk menentukan beban pajak di antara para konsumen untuk membiayai pengeluaran pemerintah.

Kelemahan dari teori ini yaitu digunakannya kurva indiferens sebagai alat analisis yang baik dari segi teori akan tetapi kurang bermanfaat untuk aplikasi yang baik dari segi teori akan tetapi kurrang bermanfaat untuk aplikasi penggunaannya dalam kenyataan sehari-hari.

D. Teori Ekonomi Privatisasi

Pelaksanaan privatisasi di berbagai negara dipandang sebagai penguatan pasar dalam struktur perekonomian negara tersebut. Privatisasi merupakan upaya mengembalikan aktivitas perekonomian kepada sektor swasta dengan

(39)

20

pada kenyataannya, penetapan privatisasi diberbagai negara ini tidak menuai hasil yang heterogen dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi negara tersebut. Terdapat perbedaan besar antara privatisasi yang dilakukan di negara maju dan negara berkembang.

Dalam privatisasi di negara maju, hak kontrol tetap berada ditangan pemerintah, artinya walaupun banyak aset badan usaha milik peemrintah yang dijual ke swasta, hak kontrol pemerintah pada perusahaan masih tergolong besar atau disebut dengan fenomena reluctant privatization. Ini terjadi karena pemerintah menjadi shareholders utama sekalipun bukan pemegang 100% saham

kepemilikan perusahaan. Pemerintah memiliki hak veto atau kuasa khusus reluctant privatization. Ini terjadi karena pemerintah menjadi shareholders utama sekalipun bukan pemegang 100% saham kepemilikan perusahaan. Pemerintah memiliki hak veto atau kuasa khusus atas kepemilikan yang disebut sebagai “golden shares” atau pemegang saham istimewa. Maraknya fenomena ini mengindikasikan bahwa privatisasi di negara-negara maju bercirikan transfer kepemilikan dari pemerintah terhadap swasta tanpa mengurangi fungsi kontrol pemerintah atas kinerja badan usaha milik pemerintah tersebut (corresponding transfer of control rights).

Secara umum, privatisasi pada negara maju membuat BUMN menjadi semakin efisien dan barang/jasa bisa tersedia dengan harga murah bagi publik, sedangkan pada negara berkembang privatisasi merupakan salah satu program dari agenda liberalisasi ekonomi dan terjadi hal sebaliknya, salah satunya yaitu privatisasi air. Perbedaan privatisasi antara negara maju dan negara berkembang ini

(40)

21

adanya aturan jelas yang mengatur privatisasi, hilangnya akses masyarakat miskin untuk mengkonsumsi barang publik, hilangnya kontrol publik atas aset-aset negara, dan mengundang korupsi bentuk baru dalam tata kelolaan aset-aset negara.

Kelima hal diatas mengindikasikan bahwa air sebagai barang publik tidak lagi didapatkan dengan mudah dan murah oleh masyarakat. Secara ekonomi, masyarakat harus membayar mahal untuk mendapat air bersih padahal ketersediaan air bersih di Bandarlampung semakin menipis.

Secara teknis, proses privatisasi yang dijalankan Indonesia saat ini masih sangat mempertimbangkan aspek pendapatan (income earning) dari penjualan

perusahaan publik tersebut. Jika privatisasi ditujukan untuk meningkatkan penerimaan negara, maka sebenarnya sumbangan privatisasi terhdap APBN sangat kecil dibandingkan dengan laba bank BUMN (Yustika, 2009).

(41)

22

E. Kerjasama Pemerintah Swasta (Public Private Partnership)

Wiliam J. Parente dari USAID Environmental Services Program, mendifinisikan PPP sebagai perjanjian atau kontrak, antara entitas public dan pihak swasta, kondisi dimana:

1) Pihak swasta melaksanakan sebagian fungsi pemerintah selama waktu tertentu. 2) Pihak swasta menerima kompensasi atas pelaksanaan fungsi tersebut, secara

langsung maupun tidak langsung.

3) Pihak swasta bertanggung jawab atas risiko yang timbul akibat pelaksanaan fungsi tersebut.

4) Fasilitas pemerintah, lahan atau asset lainnya dapat diserahkan atau digunakan oleh pihak swasta masa kontrak.

Kerjasama Pemerintah dan Swasta yang disingkat dengan istilah "KPS" atau dalam bahasa Inggris disebut dengan "Public Private Partnership" atau "PPP" adalah suatu kerjasama dalam penyediaan infrastruktur (seperti halnya penyediaan jalan tol, energi listik, air minum & Sanitasi) antara Pemerintah, baik itu

Pemerintah Pusat ataupun Pemerintah Daerah (Kabupaten/Kota) dengan mitra badan usaha swasta, baik badan usaha dalam negeri ataupun badan usaha asing. Kerjasama tersebut meliputi pekerjaan konstruksi untuk membangun,

meningkatkan kemampuan pengelolaan, dan pemeliharaan infrastruktur dalam rangka meningkatkan kuantitas dan kualitas pelayanan publik (Bappenas, 2009). Secara teori, inti dari PPP adalah keterkaitan/sinergi yang berkelanjutan (kontrak kerjasama jangka panjang) dalam pembangunan proyek untuk meningkatkan pelayanan umum (pelayanan publik), antara:

(42)

23

2) Perbankan/konsorsium selaku penyandang dana; dan

3) Pihak Swasta/BUMN/BUMD selaku Special Purpose Company (SPC) yang bertanggungjawab atas pelaksanaan suatu proyek mulai dari Desain,

Konstruksi, Pemeliharaan dan Operasional.

Hal-hal yang menyebabkan diperlukannya KPS adalah antara lain terbatasnya dana Pemerintah, Infrastruktur yang sudah tidak memadai baik dari segi kuantitas maupun kualitas, keahlian (teknologi) yang dimiliki sektor swasta (Dwinanta, 2010).

Kerjasama Pemerintah dan Swasta (Public Private Partnership/PPP) akan digunakan sebagai alternatif sumber pembiayaan pada kegiatan pemberian layanan dengan karakteristik layak secara keuangan dan memberikan dampak ekonomi tinggi dan memerlukan dukungan dan jaminan pemerintah yang minimum.

Kerjasama Pemerintah dan Swasta (KPS) merupakan kerjasama pemerintah dengan swasta dalam penyediaan infrastruktur yang meliputi: desain dan konstruksi, peningkatan kapasitas/rehabilitasi, operasional dan pemeliharaan dalam rangka memberikan pelayanan. Pengembangan KPS di Indonesia utamanya didasari oleh keterbatasan sumber pendanaan yang bisa dialokasikan oleh

pemerintah.

1) Peraturan Perundang-undangan KPS

a. Peraturan Pemerintah 16 tahun 2005 tentang Peraturan Sektor Infrastruktur Air Minum.

(43)

24

c. Peraturan Pemerintah Nomor 50 tahun 2007 tentang Tata Cara Pelaksanaan Kerjasama Daerah.

d. Peraturan Pemerintah Nomor 1 tahun 2008 tentang Investasi Pemerintah. e. Peraturan Pemerintah Nomor 38 tahun 2007 tentang Pembagian Urusan

Pemerintahan.

1. Bentuk/Skema Kerjasama dalam KPS

Bentuk /Skema kerjasama dalam PPP dapat berupa :

1. BOT (Build, Operate, Transfer), Swasta membangun, mengoperasikan fasilitas dan mengembalikannya ke pemerintah setelah masa konsesi/kontrak berakhir. 2. BTO (Build, Transfer, Operate), Swasta membangun, menyerahkan asetnya ke

pemerintah dan mengoperasikan fasilitas sampai masa konsesi/kontrak berakhir.

3. ROT (Rehabilitate, Operate, Transfer), Swasta memperbaiki, mengoperasikan fasilitas dan mengembalikannya ke pemerintah setelah masa konsesi/kontrak berakhir.

4. BOO (Build, Own, Operate), Swasta membangun, swasta merupakan pemilik fasilitas dan mengoperasikannya.

5. O&M (Operation and Maintenance), Untuk kasus khusus, pemerintah

(44)

25

2. Struktur KPS pada Sektor Air Minum

Struktur KPS di sektor air minum mengacu kepada Undang-Undang No.7 tahun 2004 tentang Sumber Daya Air (UU 7/2004), Peraturan Pemerintah no.16 tahun 2005 (PP 16/2005), serta Regulasi KPS. Struktur KPS dapat melibatkan PDAM sebagai perusahaan utilitas pemerintah daerah, untuk menjadi PJPK (dengan persetujuan dari Badan Pengawas sebagaimana pasal 37 dari PP 16/2005). Jika proyek mencakup wilayah diluar wilayah pelayanan PDAM, maka akan

melibatkan Kepala Daerah untuk memasuki perjanjian KPS dengan BU (sesuai pasal 64 dari PP 16/2005). Sejalan dengan regulasi dan implementasi proyek saat ini, ada dua jenis struktur KPS yang merupakan turunan dari struktur KPS generik di atas, yaitu: struktur Konsesi Penuh (struktur berbasis penggunaan), dan struktur konsesi sebagian (BOT) (struktur berbasis ketersediaan).

a. Struktur Konsesi Penuh Air Minum

Struktur Konsesi Penuh untuk sektor air minum meliputi (hampir) seluruh lingkup yang mungkin untuk diserahkan ke pihak swasta, yaitu Transmisi, Produksi, Operasi dan Pemeliharaan, Distribusi dan Penagihan ke Pelanggan. Biasanya opsi ini digunakan untuk proyek baru yang membutuhkan investasi yang signifikan bagi PDAM (sebagai pengelola sektor air minum eksisting). Risiko pasar dan risiko kenaikan tarif merupakan jenis risiko yang paling sering dikuatirkan oleh pihak swasta dalam struktur ini.

b. Struktur BOT Air Minum

(45)

26

Pemeliharaan, Distribusi atau setiap kombinasi dari masing-masing, tetapi tidak menanggung tugas penagihan biaya ke pelanggan. Dalam konteks Perjanjian Jual Beli Air (Water Purchase Agreement/WPA), air hasil dari proses yang dilakukan oleh BU kemudian dijual ke PDAM sebagai PJPK (umumnya pembeli tunggal) yang nantinya akan didistribusikan dan dijual ke pelanggan retail/pengguna akhir oleh PDAM.

F. Kebijakan dan Formulasi Kebijakan Publik

Analisis kebijakan dalam William N. Dunn (2003) adalah suatu disiplin ilmu sosial terapan yang menggunakan berbagai macam metode penelitian dan argumen untuk menghasilkan dan memindahkan informasi yang relevan dengan kebijakan, sehingga dapat dimanfaatkan di tingkat politik dalam rangka

memecahkan masalah-masalah kebijakan. Tahapan-tahapan dalam kebijakan publik menurut William N. Dunn yaitu penyusunan agenda, formulasi kebijakan, legitimasi kebijakan dan evaluasi kebijakan.

Formulasi kebijakan sebagai bagian dalam proses kebijakan publik merupakan tahap yang paling krusial karena implementasi dan evaluasi kebijakan hanya dapat dilaksanakan apabila tahap formulasi kebijakan telah selesai, disamping itu

kegagalan suatu kebijakan atau program dalam mencapai tujuan-tujuannya sebagian besar bersumber pada ketidaksempurnaan pengolaan tahap formulasi (Wibawa; 1994, 2). Tjokroamidjojo (Islamy; 1991, 24) mengatakan bahwa policy formulation sama dengan pembentukan kebijakan merupakan serangkaian

(46)

27

Lebih jauh tentang proses pembuatan kebijakan negara (publik), Udoji (Wahab ; 2001, 17) merumuskan bahwa pembuatan kebijakan negara sebagai

The whole process of articulating and defining problems, formulating possible

solutions into political demands, channelling those demands into the political systems, seeking sanctions or legitimation of the preferred course of action, legitimation and implementation, monitoring and review (feedback)”.

Tahap-tahap tersebut mencerminkan aktivitas yang terus berlangsung yang terjadi sepanjang waktu. Setiap tahap berhubungan dengan tahap berikutnya, dan tahap terakhir (penilaian kebijakan) dikaitkan dengan tahap pertama (penyusunan agenda) atau tahap ditengah dalam aktivitas yang tidak linear.

Formulasi kebijakan sebagai suatu proses menurut Winarno (1989, 53), dapat dipandang dalam 2 (dua) macam kegiatan. Kegiatan pertama adalah memutuskan secara umum apa yang apa yang harus dilakukan atau dengan kata lain perumusan diarahkan untuk memperoleh kesepakatan tentang suatu alternatif kebijakan yang dipilih, suatu keputusan yang menyetujui adalah hasil dari proses seluruhnya. Sedangkan kegiatan selanjutnya diarahkan pada bagaimana keputusan-keputusan kebijakan dibuat, dalam hal ini suatu keputusan kebijakan mencakup tindakan oleh seseorang pejabat atau lembaga resmi untuk menyetujui, mengubah atau menolak suatu alternatif kebijakan yang dipilih. Sejalan dengan pendapat

(47)

28

usulan kebijakan, pengesahan kebijakan, pelaksanaan kebijakan dan penilaian kebijakan.

a. Perumusan masalah kebijakan.

Pada prinsipnya, walaupun suatu peristiwa, keadaan dan situasi tertentu dapat menimbulkan satu atau beberapa problem, tetapi agar hal itu menjadi masalah publik tidak hanya tergantung dari dimensi obyektifnya saja, tetapi juga secara subyektif, baik oleh masyarakat maupun para pembuat keputusan, dipandang sebagai suatu masalah yang patut dipecahkan atau dicarikan jalan keluarnya. Oleh karena itu, suatu problem, untuk bisa berubah menjadi

problem umum tidak hanya cukup dihayati oleh banyak orang sebagai sesuatu masalah yang perlu segera diatasi, tetapi masyarakat perlu memiliki political will untuk memperjuangkannya dan yang lebih penting lagi, problem tersebut ditanggapi positif oleh pembuat kebijakan dan mereka bersedia

memperjuangkan problem umum itu menjadi problem kebijakan,

memasukannya kedalam agenda pemerintah dan mengusahakannya menjadi kebijakan publik, maka langkah pertama yang harus dilakukan oleh setiap pembuat kebijakan adalah mengidentifikasikan problem yang akan

(48)

29

b. Penyusunan agenda pemerintah.

Oleh karena masalah publik yang telah diidentifikasi begitu banyak jumlahnya, maka para pembuat keputusan akan memilih dan menentukan problem mana yang seharusnya memperoleh prioritas utama untuk

diperhatikan secara serius dan aktif, sehingga biasanya agenda pemerintah ini mempunyai sifat yang khas, lebih kongkrit dan terbatas jumlahnya.

Anderson (1966, 57-59) menyebutkan beberapa faktor yang dapat menyebabkan problem-problem umum dapat masuk ke dalam agenda pemerintah, yakni :

· Apabila terdapat ancaman terhadap keseimbangan antar kelompok (group equlibirium), dimana kelompok-kelompok tersebut mengadakan reaksi dan menuntut tindakan pemerintah untuk mengambil prakarsa guna mengatasi ketidakseimbangan tersebut.

· Kepemimpinan politik dapat pula menjadi suatu faktor yang penting dalam penyusunan agenda pemerintah, manakala para pemimpin politik didorong atas pertimbangan keuntungan politik atau keterlibatannya untuk

memperhatikan kepentingan umum, sehingga mereka selalu memperhatikan problem publik, menyebarluaskan dan mengusulkan usaha pemecahannya. · Timbulnya krisis atau peristiwa yang luar biasa dan mendapatkan perhatian

(49)

30

· Adanya gerakan-gerakan protes termasuk tindakan kekerasan, sehingga menarik perhatian para pembuat keputusan untuk memasukkannya ke dalam agenda pemerintah.

· Masalah-masalah khusus atau isu-isu politis yang timbul dalam masyarakat, sehingga menarik perhatian media massa dan menjadikannya sebagai sorotan. Hal ini dapat menyebabkan masalah atau isyu tersebut semakin menonjol sehingga lebih banyak lagi perhatian masyarakat dan para pembuat kebijakan tertuju pada masalah atau isu tersebut.

Sedangkan Jones (1977, 32) mengajukan suatu pedoman untuk meneliti atau mempelajari tentang syarat-syarat suatu problem publik dapat masuk ke dalam agenda pemerintah, yakni :

· Dilihat dari peristiwanya, yang meliputi ruang lingkup, persepsi masyarakat, definisi dan intensitas orang-orang yang dipengaruhi oleh peristiwa tersebut. · Organisasi kelompok, yang meliputi luasnya anggota kelompok, struktur

kelompok dan mekanisme kepemimpinan.

(50)

31

memecahkan masalah ; (3) bargaining agenda, yaitu usulan-usulan kebijakan tadi ditawarkan untuk memperoleh dukungan secara aktif dan serius ; dan (4) continuing agenda, yaitu hal-hal (problem) yang didiskusikan dan dinilia secara terus menerus.

c. Perumusan usulan kebijakan

Tahap ini merupakan kegiatan menyusun dan mengembangkan serangkaian tindakan yang perlu untuk memecahkan masalah, meliputi :

· Identifikasi alternatif dilakukan untuk kepentingan pemecahan masalah. Terhadap problem yang hampir sama atau mirip, dapat saja dipakai alternatif kebijakan yang telah pernah dipilih, akan tetapi terhadap problem yang sifatnya baru maka para pembuat kebijakan dituntut untuk secara kreatif menemukan dan mengidentifikasi alternatif kebijakan baru sehingga masing-masing alternatif jelas karakteristiknya, sebab pemberian identifikasi yang benar dan jelas pada setiap alternatif kebijakan akan mempermudah proses perumusan alternatif.

· Mendefinisikan dan merumuskan alternatif, bertujuan agar masing-masing alternatif yang telah dikumpulkan oleh pembuat kebijakan itu jelas

pengertiannya, sebab semakin jelas alternatif itu diberi pengertian, maka akan semakin mudah pembuat kebijakan menilai dan mempertimbangkan aspek positif dan negatif dari masing-masing alternatif tersebut.

(51)

32

memutuskan alternatif mana yang lebih memungkinkan untuk

dilaksanakan/dipakai. Untuk dapat melakukan penilaian terhadap berbagai alternatif dengan baik, maka dibutuhkan kriteria tertentu serta informasi yang relevan.

· Memilih alternatif yang memuaskan. Proses pemilihan alternatif yang memuaskan atau yang paling memungkinkan untuk dilaksanakan barulah dapat dilakukan setelah pembuat kebijakan berhasil dalam melakukan penilaian terhadap alternatif kebijakan. Suatu alternatif yang telah dipilih secara memuaskan akan menjadi suatu usulan kebijakan yang telah

diantisipasi untuk dapat dilaksanakan dan memberikan dampak positif. Tahap pemilihan alternatif yang memuaskan selalu bersifat obyektif dan subyektif, dalam artian bahwa pembuat kebijakan akan menilai alternatif kebijakan sesuai dengan kemampuan rasio yang dimilikinya, dengan didasarkan pada pertimbangan terhadap kepentingan pihak-pihak yang akan memperoleh pengaruh sebagai konsekwensi dari pilihannya.

d. Pengesahan kebijakan

Sebagai suatu proses kolektif, pengesahan kebijakan merupakan proses penyesuaian dan penerimaan secara bersama terhadap prinsip-prinsip yang diakui dan diterima (comforming to recognized principles or accepted standards). Landasan utama untuk melakukan pengesahan adalah variabel-variabel sosial seperti sistem nilai masyarakat, ideologi negara, sistem politik dan sebagainya.

(52)

33

sebagai “Usaha-usaha untuk meyakinkan orang lain tentang sesuatu kebenaran atau nilai kedudukan seseorang, sehingga mereka mau

menerimanya sebagai milik sendiri”. Sedangkan Bergaining diterjemahkan sebagai “Suatu proses dimana dua orang atau lebih yang mempunyai

kekuasaan atau otoritas mengatur/menyesuaikan setidak-tidaknya sebagian tujuan-tujuan yang tidak mereka sepakati agar dapat merumuskan

serangkaian tindakan yang dapat diterima bersama meskipun itu tidak terlalu ideal bagi mereka”. Yang termasuk ke dalam kategori bargaining adalah

perjanjian (negotiation), saling memberi dan menerima (take and give) dan kompromi (compromise). Baik persuasion maupun bargaining, kedua-duanya saling melengkapi sehingga penerapan kedua kegiatan atau proses tersebut akan dapat memperlancar proses pengesahan kebijakan.

G. Tinjauan Empiris

Penelitian tentang KPS air minum sudah banyak dilakukan sebelumnya. Penelitian tersebut antara lain :

Triastuti (2006) melakukan penelitian dengan judul “Analisis Ekonomi Pengelolaan Sumberdaya Air PDAM DKI Jakarta Setelah Adanya Konsesi”.

(53)

34

biaya produksi (meliputi biaya ekspansi dan biaya variabel), jumlah air bersih yang diproduksi, tingkat kebocoran dan juga dimasukkan variabel dummy untuk membedakan laju peningkatan biaya antara sebelum dan sesudah adanya konsesi sehingga akan diketahui tingkat efisiensi dari adanya konsesi.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa kegiatan produksi yang dilakukan oleh PDAM DKI Jakarta lebih baik sebelum adanya konsesi dibandingkan setelah adanya konsesi. Hasil analisis model biaya produksi PDAM DKI Jakarta dari 1992 hingga 2004 menunjukkan bahwa variabel yang nyata mempengaruhi biaya total pengelolaan adalah peubah biaya variabel dan dummy konsesi. Analisis manfaat dan biaya PDAM DKI Jakarta setelah adanya konsesi memberikan hasil yang negatif. Dapat disimpulkan bahwa konsesi yang dilakukan tidak memberi peningkatan efisiensi terhadap pengelolaan PDAM DKI Jakarta. Peran serta mitra swasta asing dalam pengelolaan air bersih untuk wilayah DKI Jakata belum memberikan dampak yang signifikan terhadap peningkatan efisiensi pengelolaan air bersih PDAM DKI Jakarta dan belum dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Tobing (2006) melakukan penelitian dengan judul “Penetapan Tarif Sebagai

Jaminan Investasi Pada Kerjasama Pemerintah-Swasta Dalam Pembangunan Infrastuktur Studi Kasus PT Thames PAM Jaya”. Permasalahan yang diteliti

adalah bagaimana proses penetapan tarif air minum pada umumnya, keterlibatan swasta dalam perjanjian konsesi kerjasama pada penetapan tarif, apakah

(54)

35

dalam penelitian ini adalah metode penelitian kepustakaan yang bersifat yuridis-normatif atau penelitian yuridis-normatif. Hasil penelitian menyebutkan bahwa ketika penetapan tarif tidak sesuai dengan investasi yang dilakukan TPJ, maka akan timbul shortfall yang merupakan hutang PAM Jaya kepada TPJ. Perjanjian Konsesi memberikan hak kepada TPJ untuk memutuskan Perjanjian Kerjasama dengan tingkat pengembalian yang tinggi, apabila Gubernur tidak dapat

melaksanakan jaminannya terhadap hutang PAM Jaya.

Ariestis (2004) melakukan penelitian dengan judul “Analisis Ekonomi

Pengelolaan dalam Kerangka Kebijakan Pra dan Pasca Privatisasi”, studi kasus

PAM DKI Jakarta. Tujuan penelitian ini adalah mengidentifikasi struktur produksi dan biaya pengelolaan sebelum dan sesudah privatisasi, mengestimasi fungsi biaya untuk melihat variabel-variabel yang mempengaruhinya, dan mengetahui penetapan harga air yang tidak memberatkan masyarakat dan tidak merugikan PDAM. Hasil penelitian ini didapatkan dari analisis regresi linear untuk

mengetahui fungsi biaya, marginal cost pricing untuk penetapan harga air, dan evaluasi finansial melalui perhitungan tarif air PDAM. Hasil pendugaan fungsi biaya menunjukkan biaya ekspansi, biaya variabel, dan jumlah air yang

(55)

36

terhadap susunan tarif air PDAM Jakarta menunjukkan susunan tarif yang jauh lebih rendah daripada perhitungan tarif berdasarkan Instruksi Menteri Dalam Negeri No. 8 Tahun 1998 pada beberapa kelompok pelanggan PDAM. Hasil akhir penelitian ini adalah penetapan harga air baik secara ekonomi dan finansial belum memberikan susunan tarif yang sesuai dengan kondisi masyarakat DKI Jakarta dan belum menutupi seluruh biaya pengelolaan air (full cost recovery) tersebut.

Kusuma (2006) melakukan penelitian terhadap PDAM Kota Madiun dalam hal kebijakan peningkatan tarif. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa kebijakan kenaikan tarif dipengaruhi oleh kenaikan tarif dasar listrik, harga bahan bakar minyak, dan tingkat inflasi. Komponen biaya pengelolaan, produksi air maupun jumlah pelanggan mengalami pertumbuhan positif yang menunjukkan kondisi pengelolaan yang semakin membaik. Biaya variabel, biaya investasi, maupun jumlah produksi air berpengaruh nyata dengan arah yang positif terhadap total biaya. Untuk penetapan tarif air baik secara ekonomi maupun finansial telah dapat memberikan susunan tarif yang sesuai bahkan mampu mencapai full cost

recovery. Kebijakan kenaikan tarif PDAM Kota Madiun mampu memberikan dampak positif berupa peningkatan penerimaan dan keuntungan.

Asri Fitriani (2009) melakukan penelitian terhadap kinerja PAM Jaya DKI

Jakarta. Tujuan utama dari penelitian ini adalah mengetahui kinerja PD PAM Jaya dengan membandingkan kondisi sebelum dan sesudah privatiasi. Penelitian ini memiliki empat tujuan yaitu : (1) Mengevaluasi kinerja PD PAM Jaya sebelum dan sesudah privatisasi, (2) Mengevaluasi pelaksanaan kerjasama dengan swasta di PD PAM Jaya, (3) Mengevaluasi kinerja PD PAM Jaya dari perspektif

(56)

37

persepektif ekonomi. Penelitian ini dilakukan di PD PAM Jaya, Jakarta Selatan, DKI Jakarta. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan sekunder. Data primer diperoleh dari hasil wawancara dengan pihak terkait dan kuisioner. Data sekunder dalam penelitian ini diperoleh dari PD PAM Jaya, UPP Palyja Jakarta Selatan, dan studi literatur atau referensi lainnya yang berupa jurnal, artikel, serta penyusuran data melalui internet. Analisis menggunakan Analisis Statistik Deskripstif untuk melihat perkembangan data timeseries perusahaan, Customer Satisfaction Index, dan Importance Performance Analysis untuk mengetahui kepuasan pelanggan diolah dengan SPSS 15 for Windows dan Microsoft Excell 2003.

Kinerja teknis PAM Jaya sebelum privatisasi lebih baik daripada setelah

privatisasi. Hal ini ditunjukkan dengan hasil laju pertumbuhan produksi air PAM, volume air yang terjual, UFW, dan cakupan pelayanan yang lebih kecil daripada setelah privatisasi. Besarnya investasi yang diberikan Palyja dan TPJ/Aetra belum memberikan pengaruh yang besar baik bagi proses produksi, distribusi, ataupun pelayanan. Proporsi pembayaran biaya imbalan untuk mitra swasta dibandingkan dengan pendapatan usaha yang diterima PAM Jaya tidak sebanding sehingga PAM Jaya hampir selalu mengalami defisit pada penerimaan laba/ruginya. Penilaian kinerja PAM Jaya dengan analisis keuangan ROA, ROE, dan CR menunjukkan bahwa secara keuangan, kinerja PAM Jaya belum dapat dikatakan baik. CSI sebelum dan sesudah privatisasi masing-masing sebesar 65,62% dan 59,48%, artinya pelanggan jauh lebih puas dengan pelayanan PAM Jaya sebelum kondisi privatisasi. Hasil IPA menunjukkan bahwa pelanggan berharap

(57)

38

prioritas utama dari PAM Jaya. Proses privatisasi dan akuntabilitas yang tidak transparan, serta pelayanan yang belum baik menunjukkan apakah privatisasi ini perlu dilanjutkan atau tidak.

Suaibatul Aslamiyah, Bambang Santoso Haryono, Mochammad Rozikin (2013) dalam penelitiannya yang berjudul MODEL PARTNERSHIP SEBAGAI UPAYA STRATEGIS PENINGKATAN PELAYANAN AIR BERSIH (Studi terhadap Public Private Partnership di Perusahaan Daerah Air Minum Kabupaten Gresik). Air adalah kebutuhan pokok manusia. Berkaitan dengan itu, Millenium

Development Goals mentargetkan bahwa pada tahun 2015 akses terhadap sanitasi dasar air bersih yang harus dipenuhi sebesar 68,87%. Namun di Indonesia hanya terpenuhi 47,56% (BPS, 2011). Adapun rumusan masalah pada penelitian ini adalah: 1) bagaimana model partnership di PDAM Kabupaten Gresik, 2)

(58)

III. METODE PENELITIAN

A.Jenis dan Sumber Data 1. Jenis Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data gabungan dari data primer dan data sekunder. Adapun penjelasan mengenai data tersebut yaitu :

a. Data Primer

Data primer adalah data yang dikumpulkan sendiri oleh perorangan/suatu organisasi secara langsung dari objek yang diteliti dan untuk kepentingan studi yang bersangkutan yang dapat berupa interview, observasi.Data primer dalam penelitian ini adalah data yang didapatkan dari lapangan melalui wawancara dengan pihak-pihak yang berkaitan langsung dengan kerjasama tersebut.

b. Data Sekunder

Data sekunder adalah data yang diperoleh/ dikumpulkan dan disatukan oleh studi-studi sebelumnya atau yang diterbitkan oleh berbagai instansi lain. Data sekunder dalam penelitian ini adalah data-data tertulis yang digunakan sebagai informasi pendukung. Data-data tersebut berupa data sejarah perusahaan, cakupan

(59)

40

2. Sumber Data

Sumber data utama dicatat melalui catatan tertulis atau perekaman audio atau video tapes, atau pengambilan foto. Adapun dalam penelitian ini sumber datanya yaitu :

1. Informan

Informan dalam penelitian ini yaitu pihak-pihak yang terlibat langsung dengan kebijakan KPS air minum di PDAM Way Rilau ini. Adapun informan yang dimaksud yaitu:

Tabel 2. Daftar Informan Wawancara

No. Unsur/Jabatan

1. Direktur Umum PDAM Way Rilau 2. Tim Kerja KPS PDAM Way Rilau

3. Kepala Bagian Distribusi PDAM Way Rilau 4. Kepala Bagian Produksi PDAM Way Rilau Sumber : Dikelola oleh penulis, 2014

Dalam upaya mendapatkan data dan informasi yang valid, maka dalam menentukan informan peneliti menggunakan teknik “purposive sampling”.

2. Peristiwa dan Kejadian

Peristiwa dan kejadian yaitu peristiwa-peristiwa dan kejadian yang terjadi selama proses implementasi kebijakan KPS tersebut dilaksanakan.

3. Dokumen-dokumen

(60)

41

B.Fokus Penelitian

Fokus dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Model partnership yang dilaksanakan di PDAM Way Rilau Kota Bandarlampung;

2. Proses formulasi kebijakan KPS di PDAM Way Rilau Kota Bandarlampung; 3. Perkiraan dampak kebijakan KPS terhadap beberapa aspek, yaitu :

a) Produksi air minum; b) Distribusi air minum; dan c) Tarif air minum.

C.Teknik Pengumpulan Data 1. Studi Kepustakaan

Data sekunder diperoleh dengan cara mempelajari literatur, buku-buku, jurnal, artikel, tulisan ilmiah lainnya serta dokumentasi hukum dan laporan instansi yang relevan dengan materi penelitian.

2. Wawancara

Data primer diperoleh dari wawancara mendalam dengan informan. Dalam penelitian ini menggunakan wawancara mendalam (in depth interview) yaitu proses memperoleh keterangan untuk tujuan penelitian.

3. Observasi

(61)

42

D.Teknik Analisis Data

Teknik analisis data dalam penelitian ini adalah menggunakan model interaktif dengan teknik analisis dekriptif kualitatif dengan mengolah data yang terkumpul dengan menganalisis data, mendeskripsikan data, serta mengambil kesimpulan. Menganalisis data ini menggunakan teknik analisis data deskriptif dengan pendekatan kualitatif, karena data yang diperoleh merupakan keterangan-keterangan. Proses analisis data dimulai dengan menelaah seluruh data yang tersedia dari berbagai sumber, yaitu dari wawancara, pengamatan yang telah dituliskan dalam catatan lapangan, dokumen resmi, gambar, foto, dan sebagainya. Proses analisis data kualitatif dengan model interaktif yaitu meliputi :

1) Reduksi Data (Reduction Data)

Dalam reduksi data ini peneliti melakukan proses pemilihan, pemusatan perhatian pada penyederhanaan, pengabstrakan, dan transformasi data kasar yang muncul dari catatan-catatan tertulis dilapangan. Reduksi data bersifat terus menerus sebelum data benar-benar terkumpul.

2) Penyajian Data (Data Display)

(62)

43

3) Penarikan Kesimpulan (Concluting Drawing)

Peneliti menganalisis dan mencari pola, tema, hubungan persamaan, hal-hal yang sering timbul, yang dituangkan dalam kesimpulan. Penarikan kesimpulan dilakukan dengan pengambilan intisari dari rangkaian kategori hasil penelitian berdasarkan observasi, wawancara, serta dokumentasi hasil penelitian.

E. Gambaran Umum PDAM Way Rilau Kota Bandarlampung 1. PDAM WAY RILAU KOTA BANDARLAMPUNG

a. Sejarah Singkat Pembentukan PDAM WAY RILAU

Sistem penyediaan sarana dan prasarana air bersih di Bandarlampung dikelola sejak zaman Pemerintahan Kolonial Belanda yaitu sejak tahun 1917 dengan mengusahakan/memanfaatkan Sumber Mata Air “WAY RILAU” yang

berkapasitas produksi 18 liter/detik, yang bertujuan untuk melayani kebutuhan air bersih bagi masyarakat Tanjung Karang dan sekitarnya. Kemudian pada tahun 1920, sistem tersebut ditingkatkan yaitu dengan

(63)

44

dengan nama PDAM “WAY RILAU” Kotamadya Daerah Tingkat II Tanjung Karang-Teluk Betung. Dengan adanya perubahan nama Kotamadya Daerah Tingkat II Tanjung Karang-Teluk Betung menjadi Kotamadya Daerah Tingkat II Bandar Lampung, sesuai dengan Peraturan Daerah Nomor : 24 Tahun 1983, maka nama Perusahaan Daerah Air Minum “WAY RILAU” Kota Bandar Lampung.

b. Cakupan pelayanan 1) Daerah Pelayanan

Dalam melayani kebutuhan air bersih pelanggan daerah pelayanan PDAM WAY RILAU Kota Bandarlampung saat ini dibagi dalam 7 zona pelayanan dan 2 zona khusus air minum (ZAM) yang didasarkan pada elevasi reservoir distribusi yang tercakup pada wilayah pelayanan.

2) Jumlah Sambungan

Berikut data sambungan rumah tiap daerah pelayanan. Tabel 3. Data Sambungan Tiap Rumah Pelayanan No. Zone Daerah Pelayanan Jumlah

Pelanggan 4. 145 Teluk Betung Utara, Tanjung

Karang Pusat, Kedaton,

Barat, Teluk Betung Selatan

7.910 Res. Sumur Putri

Jumlah 35.071

(64)

45

3) Tarif

Pada Februari 2012 tarif air minum telah mengalami perubahan dengan dikeluarkannya Peraturan Walikota Nomor : 130 Tahun 2011 Tanggal 26 Desember 2011 yang mulai berlaku Tahap I : mulai tanggal 1 Februari 2011 sampai dengan 31 Januari 2012 dan Tahap II : mulai tanggal 1 Februari 2012 sampai sekarang. Tentang penetapan tarif air minum.

Tabel 4. Besarnya Tarif Air Bersih Setiap Kelompok Pelanggan (Dalam satuan rupiah)

KELOMPOK PELANGGAN KODE TARIF DASAR AIR

BERSIH

0-10 m3 >10 m3 a. KELOMPOK I

- Sosial Umum (SU) S1 1.210 3.080

- Sosial khusus (SKh) S2 1.300 3.080

- Rumah Sangat Sederhana (RSS)

R0 2.800 3.080

b. KELOMPOK II

- Rumah Sederhana (RS) R1 3.380 4.710

- Rumah Tangga Menengah (RTM)

R2 3.380 4.840

- Kantor Instansi Pemerintah dan TNI/POLRI ditingkat

- Industri Rumah Tangga (IRT)

(65)

46

4) Kapasitas Produksi Terpasang

Kapasitas terpasang untuk melayani Kota Bandarlampung sampai tahun 2011 dapat dilihat pada tabel di bawah.

Tabel 5. Kapasitas Terpasang

No Sumber Air Kapasitas Terpasang

(Liter/Detik)

Sumber : PDAM Way Rilau, 2011

5) Organisasi dan Sumber Daya Manusia a. Struktur Organisasi

Struktur organisasi PDAM WAY RILAU ditetapkan dengan Peraturan

(66)

47

b. Sumber Daya Manusia

Jumlah seluruh tenaga kerja tahun 2010 berjumlah 316 orang. Di bawah ini diuraikan kelompok tenaga kerja berdasarkan beberapa kategori.

Tabel 6. Profil Tenaga Kerja berdasarkan Status Tahun 2010

No. Pendidikan Jumlah (Orang)

1. Direksi 3

2. Karyawan 304

3. Dewan Pengawas 6

4. Sekertariat Dewan Pengawas 3

Jumlah 316

(67)

V.

SIMPULAN DAN SARAN

A.SIMPULAN

Kesimpulan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Konsep kerjasama (partnership) secara bertahap telah dilaksanakan oleh PDAM Way Rilau dengan Pemerintah Kota Bandar Lampung adalah kerjasama konsesi berbentuk BOT (Built, Operate, Transfer) selama 25 tahun. Pelaksanaan proyek kerjasama tersebut akan berlangsung mulai tahun 2014 dimana swasta akan membangun dan mengoperasikan infrastruktrur produksi air bersih. Sedangkan, Pemerintah Kota Bandar Lampung dan PDAM Way Rilau Kota Bandar Lampung memberikan kerangka kebijakan dan peraturan sebagai pedoman pelaksanaan KPS/PPP, sedangkan peran swasta menaati hasil kesepakatan untuk menghasilkan air curah dengan kapasitas 41 mega-liter per hari melalui dua tahap yang akan dilaksanakan. 2. Proses formulasi kebijakan Kerjasama Pemerintah Swasta (KPS), hal-hal

yang berkaitan dengan tahapan menuju kebijakan kerjasama tersebut telah dilakukan berupa proses identifikasi masalah, suvei lapangan, koordinasi dengan Pemerintah Kota Bandar Lampung dan Pemerintah Provinsi

(68)

87

kebijakan yang dibutuhkan oleh PDAM Way Rilau, sehingga didapatkanlah kebijakan Kerjasama Pemerintah Swasta (KPS) sebagai jalan keluar

permasalahan yang dialami oleh PDAM Way Rilau Kota Bandar Lampung selama ini.

3. Perkiraan dampak setelah KPS yang dilakukan PDAM Way Rilau, KPS dapat meningkatkan produksi air bersih dan suplai air baku. Dari aspek distribusi, KPS menurunkan tingkat kehilangan air, meningkatkan jumlah pelanggan dan memperluas cakupan layanan. Selain itu, KPS juga

menyebakan tarif air bersih menjadi naik. Melalui simulasi penerimaan air bersih dapat diketahui bahwa dengan skema KPS loss akibat kebocoran air bersih saat distribusi dapat ditekan. Peningkatan dari aspek produksi dan distribusi diharapkan dapat meningkatkan pendapatan PDAM sehingga meningkatkan sumbangan pada penerimaan kas daerah.

B.SARAN

1. Diperlukan pengawasan dan kontrol dari Pemerintah Kota Bandar Lampung bersama dengan PDAM Way Rilau sebagai pihak yang bertanggungjawab atas kebijakan Kerjasama Pemerintah Swasta (KPS) saat kebijakan ini diimplementasikan, terutama pada penentuan tarif air bersih dikarenakan sifat air bersih dalam ekonomi merupakan barang publik.

(69)

DAFTAR PUSTAKA

Aid For Development Effectiveness Secretariat. Maret 2012. Kerjasama

Pemerintah Swasta (KPS) Pembiayaan KPS Infrastruktur dan Kesesuaiannya pada KPS Sosial. Jakarta

Air. http://id.wikipedia.org/wiki/Air Diakses pada 24-01-2014 Pukul 21.45 WIB Apriadi. 2008. Pelayanan PDAM Way Rilau Berdasarkan Pendapat Pelanggan di

Kota Bandarlampung. Tesis.Magister Teknik Pembangunan Wilayah dan Kota. Universitas Diponegoro. Semarang

Bappenas.2011. Majalah Sustaining Partnership (Media Informasi Kerjasama Pemerintah dan Swasta). IRSDP BAPPENAS. Jakarta

Bungin, Burhan. 2012. Analisis data Penelitian Kualitatif (Pemahaman Filosofis dan Metodologis Ke Arah Penguasaan Model Aplikasi). PT. RajaGrafindo. Jakarta

Chandra, Eni dkk. Juli 2012. Makalah Ekonomi Publik (Barang Publik).

http://dn3111.blogspot.com/2012/07/v-behaviorurldefaultvmlo.html. Diakses pada tanggal 02-03-2014 Pukul 20.34 WIB

Dumairy. 2000. Metematika Untuk Terapan Bisnis dan Ekonomi. BPFE. Yogyakarta

(70)

89

Himawan Cahyo Kusumo. 2007. Usaha Peningkatan Jasa Air Minum ( Studi Tentang Optimalisasi Pelayanan Terhadap Konsumen di Perusahaan Daerah Air Minum Kab. Sidoarjo). Semarang

Hukum Sumber Daya Alam. Januari 2012.

http://azaleeya.blogspot.com/2012/01/materi-kuliah-pengantar-hukum-sumber.html Diakses pada 08-02-2014 Pukul 9.30 WIB

Husein, Umar. 2005. Metode Penelitian Untuk Skripsi dan Tesis Bisnis. PT. RajaGrafindo Persada. Jakarta

Janis, Novijan. 2013. Proyek KPS di Provinsi Lampung (Instrumen Pengelolaan Risiko Fiskal). BKF Kemenkeu RI. Lampung

K. Yin, Robert. 2002. Studi Kasus (Desain dan Metode). PT. RajaGrafindo Persada. Jakarta

Kemenkeu RI. Media Keuangan. Kemitraan Pemerintah Swasta di Sektor Infrastruktur. Kemenkeu Volume VI Nomor 45/Mei 2011

Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian. April 2010. Kerjasama Pemerintah Swasta (KPS): Panduan Bagi Investasi di Bidang Infrastruktur. Jakarta

Kementerian Pekerjaan Umum Badan Pendukung Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum. 2010. Indonesia Water Supply Infrastructure PPP Investment Opportunities..Kementerian PU. Jakarta

Kota Bandarlampung. 2013. http://id.wikipedia.org/wiki/Kota_Bandar_Lampung. Diakses pada 24-01-2014 Pukul 21.20 WIB

Mangkoesoebroto, Guritno. 1993. Ekonomi Publik. Yogyakarta : BPFE FE UGM. Martono, Nanang. 2012. Metode Penelitian Kuantitatif (Analisis Isi dan Analisis

Data Sekunder. PT. Raja Grafindo Persada. Jakarta

Mengenal Kerjasama Pemerintah dan Swasta. April 2012.

Gambar

Gambar 1. Fungsi Instansi Terkait dalam KPS
Tabel 1. Daftar Proyek Greenfield Kegiatan PPP
Gambar 2. Kerangka Pikir
Tabel 2. Daftar Informan Wawancara
+4

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka penelitian ini memiliki tujuan untuk mengetahui hubungan antara latihan berwudhu dengan kemampuan berwudhu siswa di Pondok

Alasan yang mendukung penulis dalam penulisan ini adalah perlunya metode yang tepat dan efisien dalam perencanaan jalan agar di peroleh hasil yang terbaik dan

Bila dibandingkan dengan kondisi saat puncak krisis ekonomi tahun 1999 yang prevalensinya adalah 18.9% (sekitar 38.6 juta jiwa), maka baik prevalensi maupun jumlah

Penyakit akibat kerja adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh hubungan pengaruh dari pekerjaan atau kondisi pekerjaannya dan lingkungan kerja dalam suatu kurun waktu

memerlukan persetujuan Dewan, oleh karena itu dengan rumusan tersebut diatas (Pasal 15) Fraksi POI dapat menerima. Mengenai perlunya persetujuan Dewan dalam pengangkatan dan

Hasil uji antioksidan (Gambar 5A) memperlihatkan kecenderungan yang sama dengan hasil analisis kandungan fukosantin dan fenolik total yaitu aktivitas antioksidannya semakin

[r]

fisure sealant yang cocok untuk gigi karies adalah... Kontraindikasi fissure