• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENYELESAIAN SENGKETA LAHAN HUTAN DI REGISTER 22 WAY WAYA KABUPATEN PRINGSEWU

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PENYELESAIAN SENGKETA LAHAN HUTAN DI REGISTER 22 WAY WAYA KABUPATEN PRINGSEWU"

Copied!
67
0
0

Teks penuh

(1)

ABSTRAK

PENYELESAIAN SENGKETA LAHAN HUTAN DI REGISTER 22 WAY WAYA KABUPATEN PRINGSEWU

Oleh Bayu manggala

Sengketa lahan hutan yang terjadi di Register 22 Way Waya Kabupaten Pringsewu adalah sengketa yang terjadi pada tahun 2009 akibat dari tukar guling kawasan hutan yang ditetapkan berdasarkan keputusan Mentri Kehutanan Nomor SK.742/MENHUT/-II/2009. Pada kenyataanya tukar guling tersebut didasari oleh pemaksaan oleh panitia kompensasi kepada masyarakat sehingga menimbulkan sengketa.

Permasalahan dalam penelitian ini adalah: 1). Bagaimanakah cara penyelesaian sengketa lahan hutan di Register 22 Way Waya Kabupaten Pringsewu? 2). Apakah faktor penghambat dalam penyelesaian sengketa lahan hutan di Register 22 Way Waya Kabupaten Pringsewu ?

Metode penelitian yang dipergunakan adalah dengan menggunakan pendekatan normatif dan empiris dengan data yang bersumber dari data primer dan data skunder.

Hasil penelitian menunjukan 1) Penyelesaian sengketa lahan hutan yang terjadi di Register 22 Way Waya diselesaikan melalui cara non litigasi yaitu dengan mediasi. Hal ini dilakukan dengan pembentukan tim terpadu dan panitia tapal batas hutan. 2) faktor penghambat dalam penyelesaian sengketa ini adalah Masyarakat tidak mengetahui proses dan cara untuk menyelesaikan sengketa lahan hutan hal ini. Masyarakat yang bersengketa yang tidak tahu harus kemana untuk menyelesaikan sengketa dan kurang tanggapnya pemerintah yang menyebabkan masalah sengketa ini berlarut-larut.

Saran dalam penelitian ini adalah; Pemerintah dalam hal ini Pemerintah Daerah Kabupaten Pringsewu dan Kementrian Kehutanan harus mengawasi dengan ketat segala permohonan atau izin tentang kehutanan dan menindak tegas segala bentuk pelanggaran yang terjadi di Kawasan Hutan Register22 Way Waya Kabupaten Pringsewu.

(2)
(3)
(4)
(5)

RIWAYAT HIDUP

(6)

MOTO

Bukanlah hidup kalau tidak ada masalah, bukanlah sukses kalau tidak melalui

rintangan, bukanlah menang kalau tidak dengan pertarungan, bukanlah lulus

kalau tidak ada ujian, dan bukanlah berhasil kalau tidak berusaha.

Keberhasilan adalah sebuah proses. Niatmu adalah awal keberhasilan. Peluh

keringatmu adalah penyedapnya. Tetesan air matamu adalah pewarnanya.

Doamu dan doa orang-orang isekitarmu adalah bara api yang mematangkannya.

Kegagalan di setiap langkahmu adalah pengawetnya. akan dari itu, bersabarlah!

Allah selalu menyertai orang-orang yang penuh kesabaran dalam proses menuju

keberhasilan. Sesungguhnya kesabaran akan membuatmu mengerti bagaimana

(7)

PERSEMBAHAN

Dengan segala kerendahan hati kupersembahkan karya kecilku ini kepada:

Kedua Orang Tuaku

Terimakasih Untuk Semua Kasih Sayang dan Pengorbanannya Sehingga Aku Bisa Menjadi Orang Yang Berhasil

Adik-Adikku

Tumbuh Bersama Dalam Suatu Ikatan Keluarga Membuatku Semakin Yakin Bahwa Merekalah Yang Akan Membantuku Di Saat Susah Maupun Senang

Seluruh Keluarga Besar

Selalu Memotivasi, Doa dan Perhatian Sehingga Aku Lebih Yakin Dalam Menjalani Hidup Ini

Almamater Universitas Lampung

(8)

SANWACANA

Alhamdulillahirabbil ’alamin, puji syukur kehadirat Allah SWT, atas rahmat dan

hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul : “Penyelesaian Sengketa Lahan Hutan di Register 22 Way Waya Kabupaten pringsewu” sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Lampung.

Segala kemampuan telah penulis curahkan guna menyelesaikan skripsi ini, namun penulis menyadari masih terdapat kekurangan baik dari segi substansi maupun penulisannya. Oleh karena itu, berbagai saran, koreksi, dan kritik yang membangun dari berbagai pihak sangat penulis harapkan demi perbaikan dan kesempurnaan skripsi ini.

Penulis menyadari ini bukanlah hasil jerih payah sendiri akan tetapi berkat bimbingan dan dukungan dari berbagai pihak baik moril maupun materiil sehingga penulisan skripsi ini dapat selesai. Oleh karena itu, di dalam kesempatan ini penulis menyampaikan rasa hormat dan ucapan rasa terima kasih yang tulus kepada :

1. Bapak Heryandi, S.H., M.S. selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Lampung;

(9)

untuk membantu, mengarahkan, dan memberi masukan agar terselesaikannya skripsi ini;

3. Bapak Satria Prayoga, S.H., M.H. selaku Sekretaris Bagian Hukum Admnistrasi Negara dan selaku Pembahas II (dua) atas kesediaannya dan kesabarannya untuk membantu, mengarahkan, dan memberi masukan agar terselesaikannya skripsi ini;

4. Bapak Sudirman Mechsan, S.H., M.H. selaku Pembimbing I (satu) yang telah meluangkan waktu di tengah kesibukannya untuk memberikan koreksi yang sangat membantu dalam perbaikan skripsi penulis;

5. Ibu Ati Yuniati, S.H., M.H. selaku Pembimbing II (dua) yang telah memberikan masukan dan kritik dalam penulisan skripsi ini;

6. Ibu Widya Krulinasari, S.H., M.H. selaku Pembimbing Akademik yang telah banyak mengarahkan penulis agar menjadi lebih baik. Terima kasih atas segala bimbingan, waktu yang diluangkan dan pelajaran hidupnya sehingga menjadi inspirasi dan pedoman bagi penulis;

7. Pak Marlan, Pak Misyo, dan Ibu Herawati yang telah menjadi teman ngobrol ketika menunggu dosen dan membantu penulis menyelesaikan urusan administrasi;

8. Seluruh Dosen Hukum Universitas Lampung yang telah memberikan ilmu dan pengetahuan kepada penulis, serta kepada seluruh staf administrasi Fakultas Hukum Universitas Lampung;

(10)

telah menjadi orangtua terhebat di dunia. Ajaran dan semangat yang kalian berikan telah mengantar aku hingga sejauh ini, hingga membuat tulisan ini, hingga mencapai gelar Sarjana Hukum lulusan FH Unila. Gelar ini untuk kalian. Semoga ayah dan ibu selalu sehat sehingga kebanggaan untuk menjadi alasan di balik senyuman kalian akan terus ada. Aamiin.

11. Serta semua pihak yang terlibat yang tidak dapat disebutkan satu persatu, penulis mengucapkan terima kasih atas doa dan dukungannya dalam menyelesaikan skripsi ini.Semoga Allah SWT mencatat dan mengganti semuanya sebagai amal sholeh.

Akhir kata, sangat penulis sadari bahwa berakhirnya masa studi ini adalah awal dari perjuangan panjang untuk menjalani kehidupan yang sesungguhnya. Sedikit harapan semoga karya kecil ini dapat berguna dan bermanfaat bagi kita semua. Amin.

Bandar Lampung, 14 Agustus 2014 Penulis,

(11)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

DAFTAR ISI ... ii

BAB I PENDAHULUAN 1.1Latar Belakang ... 1

1.2Permasalahan ... 7

1.3Ruang lingkup penelitian ... 7

1.4Tujuan penelitian ... 8

1.5Manfaat dan kegunaan penelitian ... 8

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1Pengertian Hutan ... 9

2.1.1Fungsi Hutan ... 10

2.1.2 Tukar Menukar Kawasan Hutan ... 11

2.2Dasar Hukum Yang Berkaitan Tentang Tukar Guling Kawasan Hutan ... 12

2.2.1 DasarDikeluarkanyaKeputusan Menteri Kehutanan Republik Indonesia Nomor SK.742/MENHUT-II/2009. ... 13

2.2.2 Isi Keputusan Menteri Kehutanan Republik Indonesia Nomor SK.742/MENHUT-II/2009 ... 14

2.3Pengertian Perambahan Hutan / Okupasi ... 16

2.3.1Kegiatan Perambahan Hutan / Okupasi ... 18

2.3.2 Pelaku Perambahan Hutan / Okupasi Di Indonesia ... 19

2.4Konflik Dan Sengketa ... 19

2.5Penyelesaian Sengketa Lahan Hutan ... 21

2.5.1Penyelesaian Sengketa Diluar Pengadilan ... 22

2.5.2 Model Penyelesaian Sengketa Diluar Pengadilan ... 23

2.5.3 Penyelesaian Sengketa melalui Pengadilan ... 26

BAB III METODE PENELITIAN 3.1PendekatanMasalah ... 28

3.2Sumber Data ... 29

3.3Pengumpulan Data Awal dan Persiapan Penelitian ... 31

3.3.1 TeknikPengumpulan Data ... 31

3.3.2 Pengolahan Data... 32

(12)

4.1.1 Perekonomian ... 35 4.1.2 Jenis Tanah Dan Penggunaan Lahan Di Kabupaten Pringsewu

... 36 4.1.3 Hutan di Kabupaten Pringsewu ... 37 4.2 Sengketa di Register 22 Way Waya Kabupaten Pringsewu ... 38

4.2.1Tahap – Tahap Penyelesaian Sengketa Lahan Hutan Di Register Kabupaten Pringsewu Melalui Mediasi ... 42 4.2.1.1 Tuntutan Masyarakat Terhadap Tanah Sengketa ... 42 4.2.1.2 Pembentukan Tim Terpadu dan Panitia Tapal Batas Hutan 45 4.2.1.3 Cara penyelesaian Sengketa di Register 22 Way Waya

Kabupaten Pringsewu ... 47 4.3Penyelesaian Sengketa Di Register 22 Way Waya Kabupaten

Pringsewu ... 50 4.4Faktor Penghambat Dalam Penyelesaian Sengketa Di Register 22

Way Waya ... 51

BAB V PENUTUP

5.1Kesimpulan ... 53 5.2Saran ... 54 DAFTAR PUSTAKA

(13)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Agraria sebagai sumberdaya alam yang dikaruniakan Tuhan Yang Maha Esa kepada bangsa Indonesia sebagai kekayaan nasional merupakan sarana dalam meyelenggaraakan seluruh aktivitas kehidupan rakyat dan mempunyai peranan yang penting bagi kelangsungan hidup manusia. Agraria merupakan sumber penghidupan umat manusia baik di gunakan untuk tempat tinggal maupun tempat bercocok tanam atau kegiatan lainya. Begitu pentingnya agraria bagi kehidupan manusia, maka setiap orang akan selalu berusaha memiliki dan menguasainya.

Agraria mempunyai peranan yang besar dalam dinamika pembangunan, maka didalam Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 33 ayat (3) disebutkan bahwa “Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat”. Ketentuan mengenai agraria juga dapat kita lihat dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria.

(14)

“Seluruh bumi, air dan ruang angkasa, termasuk kekayaan alam yang terkandung didalamnya dalam wilayah republik Indonesia, sebagai karunia Tuhan Yang Maha Esa adalah bumi, air dan ruang angkasa bangsa Indonesia dan merupakan kekayaan nasional”. Bumi mencakup permukaan bumi ,tubuh bumi dan bumi yang berada di bawah air seperti yang tertuang dalam Pasal 1 ayat (4) UU No 5 Tahun 1960 tentang Pokok Agraria menyebutkan;”Dalam pengertian bumi, selain permukaan bumi, termasuk pula tubuh bumi dibawahnya serta yang berada dibawah air”.

Hutan merupakan bagian dari bagian dari permukaan bumi, hutan adalah sebuah kawasan yang ditumbuhi dengan lebat oleh pepohonan dan tumbuhan lainya.1 Hutan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungannya, yang satu dengan lainnya tidak dapat dipisahkan.2

Berdasarkan pengertian yang tertuang dalam Undang-Undang No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, hutan memiliki berbagai macam fungsi pokok salah satunya adalah hutan lindung dijelaskan sebagai kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok sebagai perlindungan sistem penyangga kehidupan untuk mengatur tata air, mencegah banjir, mengendalikan erosi, mencegah intrusi air laut, dan memelihara kesuburan tanah.3

Hutan berfungsi sebagai penampung karbon dioksida, habitat hewan, modulator arus hridologika serta pelestari tanah dan merupakan salahsatu aspek biosfer bumi

1

www.wikipedia.co.id dikutip pada 5 Desember 2013 2

Pasal 1 ayat 2 UU No 21 Tahun 1999 tentang Kehutanan

(15)

3

yang paling penting.4 Karena pentingannya untuk kelangsungan hidup kita bersama, maka kawasan hutan dan hasil hutannya harus dilindungi terus-menerus. Wajarlah bila kita semua penuh perhatian terhadap keberadaan hutan, karena hutan memiliki sarat manfaat bagi kehidupan kita semua. Saat ini luas total hutan di Provinsi Lampung mencapai 1.004.735 Ha, luas lahan kritis mencapai 1.271.584,94 Ha, sedangkan kerusakan kawasan hutan mencapai 555.348,10 Ha. Luas hutan dan lahan yang direhabilitasi 54.959,68 Ha Yang terdiri dari 11.852,78 Ha di dalam kawasan hutan dan 43.106,9 di luar kawasan hutan.5

Dari berbagai literatur mengenai masalah-masalah agraria di Indonesia, akan dengan mudah ditemukan banyak sengketa agraria yang terjadi di Indonesia, hal ini terjadi karena adanya distribusi penguasaan sumber-sumber agraria yang tidak adil. Situasi ini yang disebut dengan ketimpangan agraria. Masalah ini hendaknya tidak disimak semata-mata urusan tanah atau (lebih sempit lagi) masalah kepemilikan atas tanah. Masalah ketimpangan agraria adalah masalah tentang bagaimana distribusi manfaat sosial ekonomi atas sumber daya agraria secara adil.

Masalah pertanahan perlu mendapat perhatian yang serius dari semua pihak sebab masalah ini mempunyai kerawanan sosial akibat tindak kekerasan yang sering ditimbulkan oleh pihak-pihak yang terlibat. Hal ini dapat dimaklumi mengingat tanah sebagai sumber daya langka yang tidak dapat diperbaharui bukan saja merupakan faktor produksi utama, melainkan juga simbol status atau bahkan

4 Ibid 5

(16)

simbol harga diri.6 Tipe sengketa tanahnya cukup bervariasi, dari perampasan tanah dengan penggusuran, perampasan tanah tanpa ganti rugi yang layak sampai perampasan tanah dengan pembakaran bangunan diatasnya.7

Salah satu sengketa pertanahan yang terjadi adalah sengketa lahan hutan yang terjadi di register 22 Way Waya. Sengketa yang terjadi di Register 22 Way Waya Kabupaten Pringsewu itu bermula dari dikeluarkanya Keputusan Menteri Kehutanan Republik Indonesia Nomor SK.742/MENHUT-II/2009 tentang penetapan sebagian Kawasan Hutan Hutan Lindung Kelompok Hutan Way Waya Register 22, seluas 175 (seratus tujuh puluh lima) hektar, yang terletak diwilayah Kecamatan Pagelaran Utara, Kabupaten Pringsewu Provinsi Lampung sebagai Kawasan Hutan Tetap.

Keputusan tersebut merupakan keputusan yang dikeluarkan akibat dari proses kompensasi (tukar guling) lahan register dengan tanah marga pada tahun 1999 yang diketuai oleh orang bernama Makmun warga Desa Sumber Bandung bahwa lahan selus kurang lebih 175 (seratus tujuh puluh lima ) hektar merupakan lahan tukar guling dan keluarlah Keputusan Menteri Kehutanan Republik Indonesia Nomor SK.742/MENHUT-II/2009 tentang penetapan sebagian Kawasan Hutan Hutan Lindung Kelompok Hutan Way Waya Register 22, seluas 175 (seratus tujuh puluh lima) hektar, yang terletak diwilayah Kecamatan Pagelaran, Kabupaten Tanggamus Provinsi Lampung sebagai Kawasan Hutan Tetap.

6

Fauzi, Nur. 2002. Tanah Lampung. PUUSSbik. Bandar Lampung. hal 2

7

(17)

5

Pada mulanya di Pekon Sumber Bandung ada program kompensasi / tukar guling lahan seluas 175 Ha, yaitu lahan marga akan di ganti dengan lahan register. Lahan tukar guling yang diperjanjikan okeh ketua panitia kompensasi Makmun adalah seluas 175 hektar yang terletak di Sumber bandung.

Pada kenyataanya di lapangan Panitia Kompensasi tidak bisa memenuhi lahan kompensasi seluas 175 Ha, dan hanya bisa menyiapkan sekitar 100 ha, sedangkan yang 75 Ha mengambil lahan dari Pekon Giri Tunggal dan Margosari. Lahan seluas 75 Ha itulah yang dipaksakan untuk dimasukan dalam lahan kompensasi padahal warga tidak menyetujui kalau lahanya dimasukan dalan lahan kompensasi dan warga yang tanahnya termasuk dalam objek tukar guling ini merasa tanah mereka tidak termasuk dalam lahan kompensasi.

Masyarakat yang tidak setuju tanah mereka ditukar guling dengan lahan hutan terkejut dengan keluarnya persetujuan dari masyarakat dan rekomendasi oleh Bupati Tanggamus yang menyetujui dan telah membuat pernyataan pelepasan dan penyerahan hak atas tanah karena masyarakat tidak pernah mennyetujui pelepasan dan penyerahan hak atas tanah masyarakat untuk ditukar guling dengan lahan hutan.

(18)

kaum tani dan sebagai bukti nyata adanya pelanggaran hak-hak ekonomi, sosial dan budaya terhadap warga negara Indonesia.

Penyelesaian sengketa tanah (atau sengketa perdata pada umumnya) dimungkinkan untuk menggunakan dua macam cara penyelesaian yaitu melalui litigasi maupun non litigasi. Badan Pertanahan Nasional menetapkan langkah dan arah dalam menangani dan menyelesaikan sengketa, konflik dan perkara Pertanahan secara efektif yang ditetapkan dengan Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional RI No. 3 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Pengkajian dan Penanganan Kasus Pertanahan dimana sistem penanganan masalah Pertanahan dengan berpedoman kepada Keputusan Kepala Badan Pertanahan Nasional No.34 Tahun 2007 Tentang Petunjuk Teknis Penanganan dan Penyelesaian Masalah Pertanahan.

Salah satu metode penyelesaian kasus pertanahan ditetapkan melalui Mediasi dimana mekanisme Pelaksanaan Mediasi diatur di dalam Petunjuk Teknis Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor : 05/JUKNIS/D.V/2007 (Keputusan Kepala BPN RI No.34 Tahun 2007) tentang Mekanisme Pelaksanaan Mediasi yang dikeluarkan di Jakarta pada tanggal 31 Mei 2007. Putusan mediasi juga bisa bersifat mengikat dan dapat langsung dilaksanakan (landasan hukumnya Pasal 1338 dan Pasal 1320 KUH Perdata).

(19)

7

Masyarakat yang menjadi korban menuntut kepada pemerintah daerah untuk mengeluarkan daerah meraka dari register dan mencabut Keputusan Menteri Kehutanan Republik Indonesia Nomor SK.742/MENHUT-II/2009 namun dalam hal ini pemerintah daerah dan kementrian kahutanan tidak cepat tanggap dalam menyelesaikan masalah ini dan belum ada penyelesaianya. Kurangnya pengetahuan masyarakat dalam penyelesaian sengketa ini juga menyebabkan lambatnya penyelesaian sengketa ini.

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas maka peneliti tertarik untuk menelitiproses penyelesaian sengketa yang terjadi di Register 22 Way Waya dengan judul penelitian skipsi mengenai “ Penyelesaian Sengketa Lahan Hutan di Register 22 Way Waya Kabupaten pringsewu”.

1.2 Permasalahan

1. Bagaimanakah cara dan proses peyelesaikan sengketa lahan hutan di Register 22 Way Waya Kabupaten Pringsewu?

2. Apa faktor penghambat dalam penyelesaian sengketa lahan hutan di Register 22 Way Waya Kabupaten Pringsewu?

1.3 Ruang Lingkup Penelitian

(20)

1.4 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui proses peyelesaikan sengketa lahan hutan di register 22 Way Waya Kabupaten Pringsewu.

2. Untuk mengetahui faktor penghambat dalam menyelesaikan sengketa lahan hutan di Register 22 Way Waya Kabupaten Pringsewu.

1.5 Manfaat dan Kegunaan Penelitian

Manfaat dan kegunaan dari penelitian skripsi ini adalah: untuk memenuhi syarat kelulusan sebagai sarjana hukum.

Kegunaan teoritis

1. Secara Teoritis, hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan bagi pengembangan ilmu pengetahuan khususnya ilmu hukum dalam mengkaji tentang sengketa tanah hutan Register 22 di Kabupaten Pringsewu.

2. Guna menambah wawasan dan pengetahuan bagi para mahasiswa mengenai cara menangani suatu sengketa atas tanah terutama tanah kehutanan.

Kegunaan praktis

1. Dapat dijadikan sebagai bahan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat, khususnya dalam memberikan informasi tentang penyelesaian sengketa kehutanan.

(21)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Hutan

Hutan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungannya, yang satu dengan lainnya tidak dapat dipisahkan.8 Hutan, sebagai karunia dan amanah Tuhan Yang Maha Esa yang dianugerahkan kepada bangsa Indonesia, merupakan kekayaan yang dikuasai oleh negara, memberikan manfaat serbaguna bagi umat manusia, karenanya wajib disyukuri, diurus, dan dimanfaatkan secara optimal, serta dijaga kelestariannya untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat, bagi generasi sekarang maupun generasi mendatang. Semua kawasan hutan di wilayah indonesia merupakan hutan yang dikuasai oleh negara. Penguasaan hutan tersebut memberikan wewenang kepada pemerintah untuk ;

1. Mengatur dan mengurus segala sesuatu yang berkaitan dengan hutan, kawasan hutan, dan hasil hutan;

2. Menetapkan status wilayah tertentu sebagai kawasan hutan atau kawasan hutan sebagai bukan kawasan hutan; dan

8

(22)

3. Mengatur dan menetapkan hubungan-hubungan hukum antara orang dengan hutan, serta mengatur perbuatan-perbuatan hukum mengenai kehutanan.9

Hutan dibagi lagi berdasarkan statusnya yang terdiri dari hutan negara dan hutan hak. Hutan negara adalah hutan yang berada pada tanah yang tidak dibebani hak atas tanah.10Sedangkan Hutan hak adalah hutan yang berada pada tanah yang dibebani hak atas tanah.11

2.1.1 Fungsi Hutan

Dari segi fungsinya hutan memiliki berbagai macam fungsi diantaranya adalah

1. Hutan produksi adalah kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok memproduksi hasil hutan.

2. Hutan lindung adalah kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok sebagai perlindungan sistem penyangga kehidupan untuk mengatur tata air, mencegah banjir, mengendalikan erosi, mencegah intrusi air laut, dan memelihara kesuburan tanah.

3. Hutan konservasi adalah kawasan hutan dengan ciri khas tertentu, yang mempunyai fungsi pokok pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa serta ekosistemnya.

4. Kawasan hutan suaka alam adalah hutan dengan ciri khas tertentu, yang mempunyai fungsi pokok sebagai kawasan pengawetan keanekaragaman

9

Pasal 4 ayat 2 UU No 41 Tahun 1999 Tentang Kehutanan 10 Pasal 1 ayat 4 UU No 41 Tahun 1999 Tentang Kehutanan 11

(23)

11

tumbuhan dan satwa serta ekosistemnya, yang juga berfungsi sebagai wilayah sistem penyangga kehidupan.

5. Kawasan hutan pelestarian alam adalah hutan dengan ciri khas tertentu, yang mempunyai fungsi pokok perlindungan sistem penyangga kehidupan, pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa, serta pemanfaatan secara lestari sumber daya alam hayati dan ekosistemnya. 2.1.2 Tukar Menukar / Tukar Guling Kawasan Hutan

Tukar menukar kawasan hutan adalah: perubahan kawasan HP ( Hutan Produksi ) dan/atau HPT ( Hutan Produksi Terbatas ) menjadi bukan kawasan hutan yang diimbangi dengan memasukkan lahan pengganti dari bukan kawasan hutan menjadi kawasan hutan.Tukar menukar kawasan hutan tidak boleh mengurangi luas kawasan hutan tetap. Secara teoritis sesuai dengan peraturan Peraturan Menteri Kehutanan Republik Indonesia Nomor : P. 32/Menhut -II/2010 Tentang Tukar Menukar Kawasan Hutan. Kawasan yang boleh ditukar guling adalah HP ( hutan produksi ) dan/atau HPT ( hutan produksi terbatas ) dan hutan lindung tidak bisa dijadikan lahan tukar menukar kawasan hutan.

Lahan pengganti sebagaimana dimaksud dalam tukar menukar kawasan hutan harus memenuhi persyaratan:

a. Letak, luas dan batas lahan penggantinya jelas;

b. Letaknya berbatasan langsung dengan kawasan hutan;

c. Terletak dalam daerah aliran sungai, pulau, dan/atau provinsi yang sama; d. Dapat dihutankan kembali dengan cara konvensional;

(24)

f. Mendapat rekomendasi dari gubernur dan bupati/walikota.12

2.2 Dasar Hukum Yang Berkaitan Tentang Tukar Guling Kawasan Hutan

1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok Agraria

2. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya.

3. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 Jo Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2004 tentang Kehutanan.

4. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang.

5. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup.

6. Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 2004 tentang Perencanaan Kehutaan.

7. Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2007 Jo Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 2008 tentang Tata Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan Serta Pemanfaatan Hutan.

8. Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 339/Kpts-II/1990 tentang Pengukuhan Kawasan Hutan sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 634/Kpts-II/1999.

9. Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 292/Kpts-II/1995 tentang Tukar Menukar Kawasan Hutan Sebagaimana telah dirubah beberapa kali

(25)

13

terakhir dengan Peraturan Menteri Kehutanan Republik Indonesia Nomor : P. 32/Menhut -II/2010.

10.Keputusan Menteri Kehutanan dan Perkebunan Nomor 256/Kpts-II/2000 Tanggal 23 Agustus 2000 tentang Penunjukan Kawasan Hutan dan Perairan di Wilayah Provinsi Lampung seluas ± 1.004.735 ( satu juta empat ribu tujuh ratus tiga puluh lima ) hektar.

11.Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 70/Kpts-II/2001tentang Kriteria Pengukuhan Kawasan Hutan.

12.Keputusan Menteri Kehutanan Nomor SK.48/Menhut-II/2004tentang Penetapan Kawasan Hutan, Perubahan Status dan Fungsi Kawasan Hutan. 2.2.1 Dasar Dikeluarkanya Keputusan Menteri Kehutanan Republik Indonesia

Nomor SK.742/MENHUT-II/2009

1. Pada mulanya ada program kompensasi / tukar guling lahan seluas 175 Ha, yaitu lahan marga akan di ganti dengan lahan register. Lahan bersumber dari masyarakat yang ditukar guling dengan rasio 1:1 yang terletak di Pekon Sumber Bandung, Kecamatan Pagelaran Utara Kabupaten Pringsewu.

2. Tukar guling kawasan hutan ini berdasarkan surat nomor 624/Menhutbun-VIII/1999 tanggal 15 juni 1999 bahwa Menteri Kehutanan telah memberikan persetujuan penggunaan Kawasan Hutan Lindung Register 22 Way Waya.

(26)

pernyataan pelepasan dan penyerahan hak atas tanah seluas kurang lebih 175 (seratus tujuh puluh lima) hektar yang besasal dari warga yang diketuai saudara bernama Mak’mun warga Pekon Sumber Bandung Pagelaran Utara Kabupaten Pringsewu. Lahan tukar guling tersebut sudah dilakukan dan penataan batas dilapangan serta ditanda tangani berita acara tata batas oleh Panitia Tapal Batas Hutan, Kabupatan Tanggamus yang telah diangkat oleh Gubernur Lampung dengan keputusan nomor G/381/B.IV/HK/1997 tanggal 15 september 1997.

4. Dengan adanya transaksi tukar guling kawasan hutan di atas maka untuk menjamin kepastian hukum tentang kawasan hutan maka dikeluarkanlah Keputusan Menteri Kehutanan Republik Indonesia Nomor SK.742/MENHUT-II/2009 tentang penetapan sebagian Kawasan Hutan Hutan Lindung Kelompok Hutan Way Waya Register 22, seluas 175 (seratus tujuh puluh lima) hektar, yang terletak diwilayah Kecamatan Pagelaran, Kabupaten Pringsewu Provinsi Lampung sebagai Kawasan Hutan Tetap Dengan Fungsi Hutan Lindung sesuai dengan Undang Undang Nomor 41 Tahun 1999 Kehutanan dan Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 2004 Tantang Perencanaan Kehutanan.

2.2.2 Isi Keputusan Menteri Kehutanan Republik Indonesia Nomor SK.742/MENHUT-II/2009

(27)

15

Pringsewu Provinsi Lampung sebagai Kawasan Hutan Tetap dengan fungsi hutan lindung memutuskan sebagai berikut;

1. Menetapkan sebagian Kawasan Hutan Lindung Kelompok Hutan Lindung Way Waya Register 22 seluas 175 ( serastus tujuh puluh lima) hektar yang terletak di Wilayah Pagelaran Kabupaten Tanggamus , Provinsi Lampung sebagai hutan dengan fungsi hutan lindung sebagai mana peta lampiran yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari keputusan ini;

2. Batas tetap di lapangan atas kawasan hutan sebagai mana dimaksud amar kesatu di atas adalah sebagaimana tertera dalam Berita Acara Tata Batas Kawasan Hutan Way Waya Resiter 22 (areal pengganti) Kecamatan Pagelaran Kabupaten Tanggamus Provinsi Lampung tanggal 14 juni 2001 dan atau peta lampian keputusan ini;

3. Dengan ditetapkanya Kawasan Hutan Lindung Kelompok Hutan Way Waya Register 22 seluas 175 ( serstus tujuh puluh lima) hektar sebagai mana tergambaar dengan warna hijau pada peta lampiran keputusan ini, sekaligus menjadi bagian kawasan hutan pada Kelompok Hutan Way Waya Register 22;

(28)

2.3 Pengertian Perambahan Hutan / Okupasi

Dikeluarkanya Keputusan Menteri Kehutanan Republik Indonesia Nomor SK.742/MENHUT-II/2009 tentang penetapan sebagian Kawasan Hutan Hutan Lindung Kelompok Hutan Way Waya Register 22, seluas 175 (seratus tujuh puluh lima ) hektar, yang terletak diwilayah Kecamatan Pagelaran, Kabupaten Pringsewu Provinsi Lampung sebagai Kawasan Hutan Tetap Dengan Fungsi Hutan Lindung menjadikan status masyarakat yang wilayahnya dimasukan dalam Register 22 Way Waya dikategorikan sebagai perambah hutan yang menduduki kawasan hutan Register 22 Way Waya.

Perambahan hutan adalah merupakan suatu kegiatan pembukaan hutan dengan tujuan untuk memiliki, menguasai dan memanfaatkan hasil hutan tanpa melihat dan memperhatikan fungsi pokok yang diemban oleh suatu kawasan hutan.13 Perambah dapat diartikan Perorangan atau individu maupun kelompok dalam jumlah yang kecil maupun kelompok yang besar, menduduki suatu kawasan hutan untuk dijadikan sebagai areal pekebunan maupun pertanian baik yang bersifat sementara ataupun dalam waktu yang cukup lama pada kawasan hutan negara. Aktifitas perambah tidak terbatas pada usaha perkebunan atau pertanian saja tetapi dapat juga dalam bentuk penjarahan hutan untuk mengambil kayu-kayunya ataupun bentuk usaha lain yang menjadikan kawasan sebagai tempat berusaha secara illegal.14

13

Zain, Alam setia. 1996. Hukum Lingkungan Konservasi Hutan dan Segi-Segi Pidana. Jakarta. Penerbit ; Rineka Ciptahal 41.

(29)

17

Undang-undang Nomor 41 Tahun 1999 Tentang Kehutanan pasal 50 ayat 3 huruf a dan b " menyatakan; Setiap orang dilarang:

a. Mengerjakan dan atau menggunakan dan atau menduduki kawasan hutan secara tidak sah; dan

b. Merambah kawasan hutan.

Berdasarkan Penjelasan UU 41/1999 tentang Kehutanan pasal 50 ayat 3 huruf a dan b adalah;

1. Yang dimaksud dengan mengerjakan kawasan hutan adalah mengolah tanah dalam kawasan hutan tanpa mendapat izin dari pejabat yang berwenang, antara lain untuk perladangan, untuk pertanian, atau untukusaha lainnya. "Yang dimaksud dengan menggunakan kawasan hutan adalah memanfaatkankawasan hutan tanpa mendapat izin dari pejabat yang berwenang, antara lain untuk wisata, penggembalaan, perkemahan, atau penggunaan kawasan hutan yang tidak sesuai dengan izin yang diberikan.

2. Yang dimaksud dengan menduduki kawasan hutan adalah menguasai kawasan hutan tanpa mendapat izin dari pejabat yang berwenang, antara lain untuk membangun tempat pemukiman, gedung, dan bangunan lainnya.

3. Yang dimaksud dengan merambah adalah melakukan pembukaan kawasan hutan tanpa mendapat izin dari pejabat yang berwenang.

(30)

sesuatu hak dengan melawan hak orang lain. Tindakan menguasai atau menduduki kawasan hutan secara tidak sah dan melawan hukum merupakan perbuatan yang dilarang.15

2.3.1 Kegiatan Perambahan Hutan / Okupasi

Kegiatan perambahan kawasan hutan / okupasi secara illegal (tanpa izin dari pejabat yang berwenang) dapat berupa:

1. Pembukaan kawasan hutan dengan cara menduduki kawasan hutan dengan tujuan untuk perladangan, pertanian, atau perladangan berpindah-pindah yang dilakukan secara tradisional,

2. Pembukaan hutan dengan tujuan mengambil hasil kayu maupun hasil hutan lainnya secara melawan hukum,

3. Pembukaan kawasan hutan untuk kawasan wisata, pengembalaan, perkemahan, atau pembukaan kawasan hutan yang tidak sesuai dengan izin yang diberikan,

4. Pembukaan kawasan hutan untuk tempat pemukiman atau bangunan lainnya.16

Alam Setia Zain menjelaskan tindakan perambahan hutan atau penyerobotan kawasan hutan dapat digolongkan sebagai kesatuan tindakan yang bertentangan dengan aturan hukum dengan memenuhi unsur-unsur sebagai berikut:

1. Memasuki kawasan hutan dan merambah kawasan hutan tampa izin dari pejabat yang berwenang,

2. Menguasai kawasan hutan dan atau hasil hutan untuk suatu tujuan tertentu,

15 ibid 16

(31)

19

3. Memperoleh suatu manfaat dari tanah hutan atau manfaat dari hasil hutan.17

2.3.2 Pelaku Perambahan Hutan / Okupasi di Indonesia

1. Masyarakat biasa, masyarakat biasa kerap menjadi pelaku perambahan hutan / okupasi masyarakat biasa yang dimaksud di sini ialah masyarakat yang tinggal di sekitar hutan. Biasanya mereka membuka lahan sebagai tempat tinggal dan memanfaatkan hutan untuk memenuhi kebutuhan sehari-harinya, terutama kayu dan hasil hutan yang lain.

2. Industri / perusahaan, Mereka biasanya bergerak dalam bidang manufaktur. Pada umumnya, alasan para industri / perusahaan melakukanperambahan hutan / okupasi ialah untuk memenuhi kebutuhan bahan baku industri / perusahaannya.

2.4 Konflik Dan Sengketa

Kata konflik, berasal dari bahasa Latin confligere, yang berarti saling memukul. Konflik adalah timbulnya suatu pemahaman yang tidak sejalan antara beberapa pihak. Selain itu dapat juga timbul sebagai pertentangan kepentingan dan tujuan antara individu atau kelompok. Kepentingan dan keinginan-keinginan yang tidak lagi harmonis akan membawa masalah dalam hubungan antara individu atau kelompok yang satu dengan yang lainnya. Seperti hanya yang terjadi dalam hubungan kelompok etnis suku.18 Konflik dapat difahami sebagai suatu “proses sosial” di mana dua orang atau dua kelompok orang berusaha menyingkirkan

17 ibid

18

(32)

pihak lain dengan cara menghancurkan atau membuatnya tidak berdaya.19 Wujud konflik yang paling jelas adalah perang bersenjata, dimana dua atau lebih bangsa atau suku bangsa saling tempur dengan maksud menghancurkan atau membuat pihak lawan tidak berdaya.20

Menurut kamus besar bahasa indonesia sengketa adalah sesuatu yg menyebabkan perbedaan pendapat; pertengkaran; perbantahan: perkara yang kecil dapat juga menimbulkan besar;daerah, daerah yang menjadi rebutan (pokok pertengkaran).21 Sedangkan menurut Ali Achmad : Sengketa adalah pertentangan antara dua pihak atau lebih yang berawal dari persepsi yang berbeda tentang suatu kepentingan atau hak milik yang dapat menimbulkan akibat hukum bagi keduanya.22

Dapat dikatakan bahwa sengketa adalah masalah antara dua orang atau lebih dimana keduanya saling mempermasalahkan suatu objek tertentu, hal ini terjadi dikarenakan kesalahpahaman atau perbedaan pendapat atau persepsi antara keduanya yang kemudian menimbulkan akibat hukum bagi keduanya.

Konflik seringkali disamakan dengan sengketa, tetapi menurut Nader dan Todd inembedakan pengertian conflict (perselisihan) dan dispute (sengketa). Menurut Nader dan Todd, konflik adalah perselisihan yang hanya melibatkan dua pihak (diadik), sedangkan sengketa merupakan perselisihan antar dua pihak atau lebih yang bersifat terbuka dan penyelesaiannya melibatkan tiga pihak.23Konflik dan sengketa memang berbeda, jika dalam konflik para pihaknya masih belum jelas

19 Ibid 20

Ibid 21

http://www.artikata.com/arti-350210-sengketa.html dikutip pada 20 november 2013. 22

http://gemaisgery.blogspot.com/2010/06/penyelesaian-sengketa-ekonomi.html dikutip pada 20 november 2013.

23Nader, L & Todd, H.F. (1978) The Disputing Process Law in Ten Societies Colombia University

(33)

21

sedangkan sengketa para pihaknya sudah jelas. Istilah konflik biasa digunakan oleh orang sosial sedangkan istilah sengketa biasa digunakan oleh orang hukum.

2.5 Penyelesaian Sengketa Lahan Hutan

Secara umum, penyelesaian sengketa pertanahan dapat diselesaikan melalui jalur non-litigasi dan litigasi. Melalui jalur litigasi dilakukan melalui lembaga peradilan, sedangkan melalui jalur non-litigasi dapat ditempuh dengan negosiasi, konsiliasi, mediasi dan arbitrase.24

Penyelesaian sengeta lahan hutan yang terjadi di register 22 Way Waya dapat diselesaikan dengan cara litigasi maupun non litigasi tergantung dari kesepakatan antara para pihak yang bersengketa. Sebaiknya para pihak melakukan upaya penyelelesaian sengketa diluar pengadilan terlebih dahulu, apabila tidak tercapai kesepakatan antara para pihak maka gugatan dapan diajukan ke pengadilan. Badan Pertanahan Nasional telah menetapkan langkah dan arah dalam menangani dan menyelesaikan sengketa, konflik dan perkara Pertanahan secara efektif yang ditetapkan dengan Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional RI No. 3 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Pengkajian dan Penanganan Kasus Pertanahan dimana sistem penanganan masalah Pertanahan dengan berpedoman kepada Keputusan Kepala Badan Pertanahan Nasional No.34 Tahun 2007 Tentang Petunjuk Teknis Penanganan dan Penyelesaian Masalah Pertanahan.

24

(34)

2.5.1 Penyelesaian Sengketa Diluar Pengadilan

Dalam penyelesaian sengketa kehutanan diluar pengadilan mempunyai arti untuk mencapai suatu kesepakatan dalam pengembalian suatu hak , besarnya ganti rugi atau tindakan lain yan telah disepakati olek kedua belah pihak.

Penyelesaian kasus pertanahan di luar pengadilan dapat berupa perbuatan hukum administrasi pertanahan meliputi:

a. pembatalan hak atas tanah karena cacat hukum administrasi;

b. pencatatan dalam Sertipikat dan/atau Buku Tanah serta Daftar Umum lainnya; dan

c. penerbitan surat atau keputusan administrasi pertanahan lainnya karena terdapat cacat hukum administrasi dalam penerbitannya.25

Sertipikat hak atas tanah yang mengandung cacat hukum administrasi dilakukan pembatalan atau perintah pencatatan perubahan pemeliharaan data pendaftaran tanah menurut peraturan perundang-undangan.

Cacat hukum administrasi sebagaimana dimaksud antara lain:

a. kesalahan prosedur dalam proses penetapan dan/atau pendaftaran hak tanah; b. kesalahan prosedur dalam proses pendaftaran peralihan hak dan/atau sertipikat pengganti;

c. kesalahan prosedur dalam proses pendaftaran penegasan dan/atau pengakuan hak atas tanah bekas milik adat;

(35)

23

d. kesalahan prosedur dalam proses pengukuran, pemetaan dan/atau perhitungan luas;

e. tumpang tindih hak atau sertipikat hak atas tanah; f. kesalahan subyek dan/atau obyek hak; dan

g. kesalahan lain dalam penerapan peraturan perundang-undangan.26

2.5.2 Model Penyelesaian Sengketa Diluar Pengadilan

Secara umum penyelesian sengketa secara non litigasi dapat digolongkan ke dalam27:

1. Konsultasi 2. Negosiasi 3. Mediasi 4. Konsiliasi 5. Penilaian ahli 6. Arbitrase

Adapun yang lazim dipakai dalam penyelesaian non litigasi , yakni konsultasi, negosiasi, mediasi, konsiliasi, penilaian ahli dan arbitrasi, . Urutan ini berdasarkan kebiasaan orang mencari penyelesaian suatu masalah, yakni cara yang tidak formal lebih dahulu, kemudian cara yang formal, jika cara pertama tidak

26

Pasal 62 peraturan kepala Badan Pertanahan Nasional no 3 tahun 2011 tentang penglolaan dan pengkajian kasus pertanahan.

27

(36)

membawa hasil yang maksimal.28 Pengertian berbagai model penyelesaian diatas adalah sebagai berikut;

A.Konsultasi

Menurut kamus besar bahasa indonesia konsultasi diartikan sebagai pertukaran pemikiran untuk mendapatkan kesimpulan (nasihat, saran) yang sebaik baiknya memberikan suatu petunjuk, pertimbangan, pendapat atau nasihat dalam penerapan, pemilihan, penggunaan suatu teknologi atau metodologi yang didapatkan melalui pertukaran pemikiran untuk mendapatkan kesimpulan yang sebaik baiknya.29 Pengertian konsultasi adalah suatu bentuk hubungan tolong menolong yang dilakukan oleh seorang proferional (konsultan) kepada kelompok atau individu (konsultee).30

B.Nogosiasi

Menurut kamus besar bahasa indonesia konsultasi diartikan sebagai proses tawar menawar dan jalan berunding untuk memberi atau menerima guna mencapai kesepakatan bersama antara satu pihak dengan pihak lainnya.31 Negosiasi adalah proses perundingan dua pihak atau lebih yang masing-masing memiliki sesuatau yang dibutuhkan oleh pikah lainya untuk mencapai kesepakatan yang saling menguntungkan.32

C.Mediasi

Mediasi berasal dari kata Latin mediatio, yaitu suatu cara menyelesaikan pertikaian dengan menggunakan seorang pengantara (mediator). Dalam hal ini

28

Judistira K. Garna, 1992, Teori-Teori Perubahan Sosial , Program Pascasarjana UNPAD, Bandung, hal 123

29

Kamus besar bahasa indonesia 30

www.yuliasapuspita.blogspot.com dikutp pada 14 desember 2013 31 Kamus besar bahasa indonesia

32

(37)

25

fungsi seorang mediator hampir sama dengan seorang konsiliator. Seorang mediator juga tidak mempunyai wewenang untuk memberikan keputusan yang mengikat; keputusannya hanya bersifat konsultatif. Pihak-pihak yang bersengketa sendirilah yang harus mengambil keputusan untuk menghentikan perselisihan.33 D.Konsiliasi

Konsiliasi berasal dari kata Latin conciliatio atau perdamaian yaitu suatu cara untuk mempertemukan pihak-pihak yang berselisih guna mencapai persetujuan bersama untuk berdamai. Dalam proses pihak-pihak yang berkepentingan dapat meminta bantuan pihak ke tiga. Namun dalam hal ini pihak ketiga tidak bertugas secara menyeluruh dan tuntas. Ia hanya memberikan pertimbangan-pertimbangan yang dianggapnya baik kepada kedua pihak yang berselisih untuk menghentikan sengketanya. Langkah-langkah untuk berdamai diberikan oleh pihak ketiga, tetapi yang harus mengambil keputusan untuk berdamai adalah pihak serikat buruh dan pihak majikan sendiri.34

E. Penilaian ahli

Dalam hal ini penyelesaian sengketa dilakukan dengan menunjuk para ahli untuk menjadi tim pencari fakta yang disepakati oleh para pihak yang bersengketa untuk melakukan penilaian dalam penyelesaian sengketa untuk mengambil keputusan terhadap sesuatu dengan ukuran baik atau buruk.

F. Arbitrasi

Arbitrasi berasal dari kata Latin arbitrium, artinya melalui pengadilan, dengan seorang hakim (arbiter) sebagai pengambil keputusan. Arbitrasi berbeda dengan konsiliasi dan mediasi. Seorang arbiter memberi keputusan yang mengikat kedua

33 ibid 34

(38)

pihak yang bersengketa, artinya keputusan seorang hakim harus ditaati. Apabila salah satu pihak tidak menerima keputusan itu, ia dapat naik banding kepada pengadilan yang lebih tinggi sampai instansi pengadilan nasional yang tertinggi. Orang-orang yang bersengketa tidak selalu perlu mencari keputusan secara formal melalui pengadilan. Dalam masalah biasa dan pada lingkup yang sempit pihak-pihak yang bersengketa mencari seseorang atau suatu instansi swasta sebagai arbiter. Cara yang tidak formal itu sering diambil dalam perlombaan dan pertandingan. Dalam hal ini yang bertindak sebagai arbiter adalah wasit.35

2.5.3 Penyelesaian Sengketa Melalui Pengadilan

Penyelesaian sengketa melalui pengadilan dapat ditempuh oleh para pihak dalam menyelesaiakan sengketa kehutanan. Pengadilan menjadi media bagi para pihak untuk mendapatkan putusan dalam menyelesaiakan sengketa kehutanan. Undang-Undang yang mengatur mengenai Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) yakni UU Nomor 5 Tahun 1986 yang telah diamandemen dengan UU Nomor 9 Tahun 2004 tentang Peradilan Tata Usaha Negara. Pengadilan ini berwenang menyelesaikan sengketa antar warga Negara dan Pejabat Tata Usaha Negara. Objek yang disengketakan dalam Peradilan Tata Usaha Negara yaitu keputusan tata usaha Negara yang dikeluarkan oleh pejabat tata usaha Negara. Dan dalam Peradilan Tata Usaha Negara ini terdapat 2 (dua) macam upaya hukum, antara lain yakni Upaya Administrasi, yang terdiri dari banding administrasi dan keberatan, serta Gugatan. Lembaga pengadilan ini menjadi alat terakhir dalam menyelesaiakan sengketa pertanahan.

(39)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Pendekatan Masalah

Jenis penelitian yang digunakan dalan penelitian ini menggunakan dua macan pendekatan , yaitu pendekatan yuridis normatif dan pendekatan yurudis empiris:36

1. Pendekatan yuridis normatif

Yaitu penelitian yang dilakukan dengan cara mempelajari bahan – bahan pustaka yang berupa literatur dan perundang undangan yang berkaitan dengan permasalahan yang akan dibahas, dalam hal ini adalah yang berkaitan dengan penyelesaian sengketa lahan hutan yang terjadi di Register 22 Way Waya Kabupaten Pringsewu.

2. Pendekatan yuridis empiris

Yaitu penelitian yang dilakukan dengan cara mempelajari bahan – bahan pustaka yang berupa literatur dan perundang undangan yang berkaitan dengan permasalahan yang akan dibahas dan menggali informasi dengan melakukan wawancara di lokasi penelitian di lapangan guna mengetahui secara lebih jauh mengenai permasalahan yang dibahas , dalam hal ini adalah yang berkaitan denganpenyelesaian sengketa lahan hutan yang terjadi di Register 22 Way Waya Kabupaten Pringsewu.

36

(40)

3.2 Sumber Data

Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini berupa ; 1. Data primer

Data primer merupakan sumber data yang diperoleh langsung dari sumber asli (tidak melalui media perantara). Dalam penelitian ini data primer diperoleh melalui wawancara terhadap warga masyarakat yang menjadi korban sengketa di Register 22 Way Waya dan Pemerintah Daerah Kabupaten Pringsewu. Hal ini dilakukan untuk mengetahui perkembangan lebih lanjut tantang proses penyelesaian sengketa lahan hutan yang terjadi di Register 22 Way Waya Kabupaten Pringsewu.

2. Data sekunder

Data sekunder merupakan sumber data penelitian yang diperoleh peneliti secara tidak langsung melalui media perantara. Data sekunder dapat berupa bukti, catatan atau laporan historis yang telah tersusun dalam arsip yang dalam hal ini berupa peraturan perundang-undangan, buku-buku hukum, dan dokumen yang berhubungan dengan permasalahan yang dibahas. Kegiatan pengumpulan data sekunder dilakukan melalui tahapan-tahapan berikut:

(41)

30

b. Menginvertarisasi data yang relevan dengan rumusan masalah dengan cara membaca, mempelajari, mengutip/mencatat, dan memahami maknanya;

c. Pengkajian data yang sudah terkumpul dengan cara menelaah literatur-literatur dan bahan kepustakaan lainnya agar mempermudah pembahasan penelitian ini serta untuk menentukan relevansinyadengan kebutuhan dan rumusan masalah.37

Data sekunder yang digunakan dalam penelitian ini antara lain;

a) Bahan hukum primer

Bahan-bahan hukum yang mempunyai kekuatan hukum mengikat seperti peraturan perundang-undangan dan peraturan lainya.

b) Bahan hukum sekunder

Bahan bahan yang berhubungsn dengan bahan hukum primer, yang dapat memberikan penjelasan terhadap bahan-bahan hukum primer. Berupa peraturan pelaksanaan dan perturan pelaksana teknis yang berkaitan dengan permasalahan dalam penelitian ini.

c) Bahan hukum tersier

Bahan bahan penunjang lain yang ada hubungannya dengan pokok permasalahan, memberikan informasi, petunjuk dan penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder, seperti hasil penelitian, artikel dan bahan lainya yang sifatnya seperti karya ilmiah berkaitan dengan masalah.

37

(42)

3.3 Pengumpulan Data Awal Dan Persiapan Penelitian

Pengolahan data awal dan identifikasi permasalahan lebih mengarah pada proses dan cara penyelesaian sengketa lahan hutan yang terjadi di Register 22 Way Waya Kabupaten Pringsewu. Berangkat dari pemahaman tersebut dilakuan kajian secara keilmuan terhadap pendekatan masalah dari Aspek legal tentang pada proses dan cara penyelesaian sengketa lahan hutan yang terjadi di Register 22 Way Waya Kabupaten Pringsewu dilihat dari analisis dan pemahaman aspek hukum.

3.3.1 Teknik Pengumpulan Data

Untuk memperoleh data yang benar dan akurat dalam penelitian ini dilakukan dengan prosedur sebagai beikut;

1. Studi lapangan

Yaitu mengumpulkan data dengan cara wawancara langsung kepada masyarakat Register 22 Way Waya dan Pemerintah Daerah Kabupaten Pringsewu

2. Studi kepustakaan

(43)

32

3.3.2 Pengolahan Data

Data yang terkumpul, diolah melalui pengolahan data dengan tahap-tahap sebagai

berikut; 1. Identifikasi

Identifikasi yaitu mencari dan menetapkan data yang berhubungan denganpenyelesaian sengketa lahan hutan yang terjadi di Register 22 Way Waya Kabupaten Pringsewu.

2. Editing

Editing yaitu meneliti kembali data yang diperoleh dari keterangan masyarakat maupun dari kepustakaan, Semua data yang diperoleh kemudian disesuaikan dengan permasalahan yang ada dalam penelitian ini.

3. Klasifikasi data

Klasifikasi data yaitu menyusun data yang diperoleh merutut kelompok yang telah ditentukan secara sistemetis sehingga data tersebut siap dianalisis.

4. Penyusunan data

Penyusunan data secara teratur sehingga dalam data tersebut dapat dianalisa menurut susunan yang benar dan tepat.

(44)

Penarikan kesimpulan yaitu langkah selanjutnya setelah data tersusun secara sistematis, kemudian dilanjut dengan penarikan suatu kesimpulan dari yang bersifat umum dalan kedalam kesimpulan yang bersifat khusus.38

3.4 Analisis Data

Data hasil pengolahan tersebut dianalisis secara deskriptif kualitatif yaitu menguraikan data secara bermutu dalam bentuk kalimatyang teratur, logis dan efektif sehingga memudahkan interprestasi data dan pemahaman hasil analisis guna menjawab permasalahan yang ada.39

38

Budiarto Agus ,Pengawasan Pendistribusian Bahan Bakar Minyak Bersubsidi Di Provinsi Lampung 2013 hal 31

(45)

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Gambaran Umum Kabupaten Pringsewu

Kabupaten Pringsewu adalah salah satu kabupaten di Provinsi Lampung yang merupakan hasil pemekaran dari Kabupaten Tanggamus, dan dibentuk berdasarkan Undang-undang Nomor 48 tahun 2008 tanggal 26 November 2008 dan diresmikan pada tanggal 3 April 2009 oleh Menteri Dalam Negeri.

Secara geografis Kabupaten Pringsewu terletak diantara 104045’25‖ - 10508’42‖

Bujur Timur (BT) dan 508’10‖- 5034’27‖ Lintang Selatan (LS), dengan luas

wilayah dimiliki sekitar 625 Km2 atau 62.500 Ha. Kabupaten Pringsewu mempunyai luas wilayah 625 Km2. Kabupaten Pringsewu terdiri dari 113 pekon (desa) dan 5 kelurahan, yang tersebar di 9 kecamatan, yaitu Kecamatan Pringsewu, Pagelaran, Pardasuka, Gadingrejo, Sukoharjo, Ambarawa, Adiluwih, Kecamatan Banyumas dan Kecamatan Pagelaran Utara.40

Secara administratif Kabupaten Pringsewu berbatasan dengan 3 (tiga) wilayah kabupaten sebagai berikut :

40

(46)

1. Sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Sendang Agung dan Kecamatan Kalirejo, Kabupaten Lampung Tengah.

2. Sebelah Timur berbatasan Kecamatan Negeri Katon, Kecamatan Gedongtataan, Kecamatan Waylima dan Kecamatan Kedondong, Kabupaten Pesawaran.

3. Sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Bulok dan Kecamatan Cukuh Balak, Kabupaten Tanggamus.

4. Sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Pugung dan Kecamatan Air Naningan, Kabupaten Tanggamus.

4.1.1 Perekonomian

(47)

36

industri pengolahan seluruhnya di topang oleh sub sektor industri non migas.41 Pertumbuhan ekonomi Kabupaten Pringsewu dari tahun ketahun terus mengalami perkembangan yang cukup baik. Tahun 2009 Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) atas harga konstan adalah sebesar 5,80%. Kemudian pada tahun 2010 meningkat menjadi 6,95%, serta pada tahun 2011 kembali mengalami peningkatan menjadi 7,10%.42

4.1.2 Jenis Tanah dan Penggunaan Lahan di Kabupaten Pringsewu

Keseluruhan luas Kabupaten Pringsewu adalah 625, 10 Ha, yang mencangkup 8 kecamatan dengan 113 pekon dan 5 kelurahan. Secara umum tutupan lahan di Kabupaten Pringsewu yang terbesar adalah lahah kering/tegalan (27,56%). Lahan kering seringkali disebutkan sebagai tegalan yang ditanami dengan tanaman musiman atau tahunan, seperti padi ladang, palawija dan hortikultura. Pada pelaksanaannya pengelolaan lahan kering banyak mengalami kendala diakibatkan musim yang tidak menentu. Setelah itu tutupan lahan terbesar lainnya adalah lahan sawah (19,51%) dan kebun (19,18%). Sementara tutupan lahan terkecil adalah lainnya (1,47%). Dengan melihat kondisi tutupan lahan tersebut, dapat dikatakan bahwa saat ini wilayah Kabupaten Pringsewu secara umum masih merupakan kawasan pertanian, lahan kering dan perkebunan, yaitu sekitar 66,25%, dimana luasan lahan sawah terbesar berada di Kecamatan Gadingrejo, luasan lahan kebun terbesar berada di Kecamatan Pagelaran dan luasan lahan

41http://www.pringsewukab.go.id/ dikutip pada 10 Maret 2014 42

(48)

kering terbesar berada di Kecamatan Adiluwih. Lebih jelasnya mengenai luas wilayah menurut penggunaan lahan utama dapat dilihat di lampiran 43

4.1.3 Hutan di Kabupaten Pringsewu

Hutan merupakan suatu kumpulan tumbuhan dan juga tanaman, terutama pepohonan atau tumbuhan berkayu lain, yang menempati daerah yang cukup luas. Kabupaten Pringsewu terdapat dua jenis hutan menurut fungsi/statusnya yaitu hutan lindung dan hutan produksi konservasi. Hutan lindung seluas 2,669 Ha yang berada di kecamatan Pagelaran utara, sedangkan hutan produksi konservasi seluas 7,965 Ha berada di 4 (empat) kecamatan yaitu Kecamatan Pardasuka, Pagelaran, Pringsewu dan Banyumas. Hutan sebagai suatu ekosistem tidak hanya menyimpan sumberdaya alam berupa kayu, tetapi masih banyak potensi non kayu yang dapat diambil manfaatnya oleh masyarakat melalui budidaya tanaman pertanian pada lahan hutan, yang berfungsi sebagai hutan produksi konservasi. Sebagai fungsi ekosistem hutan sangat berperan dalam berbagai hal seperti penyedia sumber air, penghasil oksigen, tempat hidup berjuta flora dan fauna, dan peran penyeimbang lingkungan, serta mencegah timbulnya pemanasan global yang merupakan fungsi dari hutan lindung.44

43

Laporan status pengelolaan lingkunan hidup kabupaten pringsewu , BPLH kabupaten pringsewu

(49)

38

4.2 Sengketa di Register 22 Way Waya Kabupaten Pringsewu

Pada mulanya di Pekon Sumber Bandung ada program kompensasi / tukar guling lahan seluas 175 Ha, yaitu lahan marga akan di ganti dengan lahan register. Lahan tukar guling yang diperjanjikan oleh ketua panitia kompensasi Makmun adalah seluas 175 Ha yang terletak di Pekon Sumber Bandung. Lahan itu merupakan lahan tukar guling kawasan hutan Register 22 seluas 175 hektar yang bersumber dari masyarakat yang ditukar guling dengan rasio 1:1 yang terletak di Pekon Sumber Bandung, Kecamatan Pagelaran Utara Kabupaten Pringsewu.

Tukar guling kawasan hutan ini berdasarkan surat nomor 624/Menhutbun-VIII/1999 tanggal 15 juni 1999 bahwa Menteri Kehutanan telah memberikan persetujuan penggunaan Kawasan Hutan Lindung Register 22 Way Waya. Lahan tukar guling tersebut sudah dilakukan dan penataan batas dilapangan serta ditanda tangani berita acara tata batas oleh Panitia Tapal Batas Hutan, Kabupatan Tanggamus yang telah diangkat oleh Gubernur Lampung dengan keputusan nomor G/381/B.IV/HK/1997 tanggal 15 september 1997 dan diketahui bahwa areal lahan tukar guling tersebut luasnya adalah 175 ( seratus tujuh puluh lima) hektar.

(50)

Pekon Margosari turut pula dimasukan dalam lahan Register 22 Way Waya.45 Padahal warga tidak menyetujui lahanya dijadikan sebagai lahan kompensasi.

Menurut salah seorang korban kompensasi Dayat, menyebutkan program kompensasi lahan seluas 175 Ha awalnya adalah untuk Pekon Sumber Bandung, tetapi pada kenyataanya melebar ke Pekon Giri Tunggal. Pada pekon Giri Tunggal tidak punya program konpensasi, tetapi karena ketua konpensasi lahan Makmun memaksakan kehendak sehingga sebagian lahan sekitar 75 Ha milik warga Giri Tunggal dipaksakan untuk dijadikan bagian dari lahan konpensasi. Warga Pekon Giri Tunggal sudah mengolah dan menggarap lahan persawahan sejak tahun 1959 dan setiap tahun membayar PBB, itu artinya pemerintah mengakui adanya hak warga dan bukan tanah register.46

Menurut keterangan Firman Blentung, perwakilan warga pemilik lahan di Pekon Giri tunggal yang dimasukan sebagai lahan kompensasi itu menegaskan bahwa lahan seluas 75 Ha di wilayah itu adalah lahan warga. Buktinya, adalah kepemilikan setifikat tanah dan pembayaran PBB.

Untuk melancarkan proses kompensasi / tukar guling lahan register 22 sebelumnya dihuni oleh masyarakat tersebut panitia kompensasi Makmun melakukan transmigrasi lokal kepada masyarakat yang berada di lahan kompensasi / tukar guling ke wilayah kabupaten mesuji pada tahun 1997.47 Akan tetapi menurut salah satu perwakilan masyarakat Firman Blentung, perwakilan

45

http://www.lampungonline.com/2013/02/komnas-ham-kunjungi-register-22.html dikutip pada 11 Maret 2014

46

http://www.lampungonline.com/2013/02/komnas-ham-kunjungi-register-22.htmldikutip pada 11 Maret 2014

(51)

40

warga pemilik lahan di Pekon Giri tunggal; ―masyarakat Giri tunggal tidak pernah melakukan transmigrasi, jadi lahan tersebut bukan ditinggal, melainkan kami diusir,". Ironisnya, sebagian lahan itu dijual ke orang lain yang kemudian menjadi sengketa dengan warga yang masih merasa sebagai pemilik lahan.

Berdasarkan surat surat nomor 624/Menhutbun-VIII/1999 tanggal 15 juni 1999 tersebut keluar persetujuan palsu yang mengatas namakan dari masyarakat yang menyetujui dan telah membuat pernyataan pelepasan dan penyerahan hak atas tanah seluas kurang lebih 175 (seratus tujuh puluh lima ) hektar yang berasal dari warga yang diketuai oleh orang bernama Makmun warga Desa Sumber Bandung Pagelaran Utara Kabupaten Pringsewu bahwa lahan seluas kurang lebih 175 (seratus tujuh puluh lima ) hektar merupakan lahan tukar guling dan ditetapkan sebagai areal pengganti hutan lindug kepada Departemen Kehutanan yang saat itu diwakili oleh kepala Dinas Provinsi Lampung sesuai akata notaris di Pringsewu nomor 42 tanggal 14 juni 2001.

Berdasarkan transaksi tukar guling kawasan hutan diatas maka dikeluarkanlah Keputusan Menteri Kehutanan Republik Indonesia Nomor SK.742/MENHUT-II/2009 tentang penetapan sebagian Kawasan Hutan Hutan Lindung Kelompok Hutan Way Waya Register 22, seluas 175 (seratus tujuh puluh lima hektar) hektar, yang terletak diwilayah Kecamatan Pagelaran Utara , Kabupaten Pringsewu Provinsi Lampung sebagai Kawasan Hutan Tetap Dengan Fungsi Hutan Lindung .

(52)

lima ) hektar, yang terletak diwilayah Kecamatan Pagelaran Utara, Kabupaten Pringsewu Provinsi Lampung sebagai Kawasan Hutan Tetap Dengan Fungsi Hutan Lindung. Maka lahan tukar guling tersebut telah mendapat kekuatan hukum tetap sebagai Kawasan Hutan Tetap Dengan Fungsi Hutan Lindung dan membuat masyarakat yang lahanya diserobot dan dimasukan kedalam register 22 dikategorikan sebagai perambah hutan. Terbitnya SK tersebut sudah menimbulkan kerugian-kerugian material serta kecemasan spiritual di kalangan kaum tani dan sebagai bukti nyata adanya pelanggaran hak-hak ekonomi, sosial dan budaya terhadap warga negara Indonesia.48

Masyarakat menilai telah terjadi jual beli aset milik warga oleh panitia kompensasi yaitu Makmun kepada masyarakat dan oknum pejabat: kepolisian, PNS, pegawai kehutanan.49Sebagaimana kepemilikan lahan seorang perwira kepolisian, AKBP Dharsono yang menyatakan, awalnya membeli lahan yang disebut-sebut sebagai hasil kompensasi itu dari Ketua Tim Kompensasi Makmun. Pada tahun 2010 Makmun pernah dinyatakan DPO oleh Polsek Sukoharjo bernomor: DPO/01/II/2010/Reskrim tanggal 16 Februari 2010 karena telah memalsukan akta jual beli yang dijadikan dasar kompensasi hutan register 22 Way Waya seluas 175 hektar .50

48

http://www.antaralampung.com/print/261350/register-22-di-pringsewu-berpotensi-konflik-agraria dikutip pada 8 Maret 2014

49

http://www.lampungonline.com/2013/02/komnas-ham-kunjungi-register-22.htmldikutip pada 11 Maret 2014

(53)

42

4.2.1 Tahap–Tahap Penyelesaian Sengketa Lahan Hutan di Register 22 Kabupaten Pringsewu Melalui Mediasi

Penyelesaian Sengketa Di Register 22 Way Waya Kabupaten Pringsewu dapat ditempuh melalui dua pilihan yaitu diselesaikan secara litigasi maupun non litigasi. Masyarakat yang menjadi korban bisa menggunakan jalur litigasi dalam menyelesaikan sengketa ini yaitu dengan membuat gugatan kelompok dan menggugat keputusan tata usaha yang dikeluarkan oleh Menteri Kehutanan Republik Indonesia Nomor SK.742/MENHUT-II/2009 tentang penetapan sebagian Kawasan Hutan Hutan Lindung Kelompok Hutan Way Waya Register 22 dan diajukan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN). Tetapi masyarakat lebih memilih untuk menggunakan jalur non litigasi yaitu dengan jalur mediasi yang dilakukan pemerintah daerah kabupaten pringsewu dengan membentuk tim terpadu dan tim tapal batas hutan untuk menelesaikan sengketa di Register 22 Way Waya. Hal ini dimulai dengan tuntutan masyarakat terhadap tahah yang disengketakan kepada unsur pemerintah daerah kabupaten pringsewu dan direspon dengan pembentukan tim terpadu dan panitia tapal batas hutan untuk menyelesaikan masalah sengketa hutan hutan di Register 22 Way Waya.

4.2.1.1 Tuntutan Masyarakat Terhadap Tanah Sengketa Yang Ditunjukan Kepada Pemerintah Daerah Kabupaten Pringsewu

(54)

utara tentang rencana warga masyarakat korban akan mengambil hak kepemilikan tanah diwilayah Pekon Giritunggal yang dilaksanakan pada 20 november 2013 di Pekon Giritunggal. Masyaraka melakukan tuntutan dengan dasar :

1. Surat undangan kepala Dinas Kehutanan Provinsi Lampung Nomor.005/979/III.16/2013, tanggal 5 juni 2013 yang ditunjukan kepada masyarakat Pekon Banyuwangi, Giritunggal dan Sumber Bandung, yang dilaksanakan pada tanggal 18 juli 2013 tentang sosialisasi batas hutan yang bertempat di balai Pekon Sumber Bandung.

2. Rekrontruksi batas Kawasan Hutan Lindung Register 22 Way Waya yang dilaksanakan mulai tanggal 18 agustus 2013 oleh dinas BPKH ( Balai Pemantapan Kawasan Hutan ) palembang dan Dinas Kehutan Provinsi Lampung dalam kegiatan penanaman patok Batas Kawasan Hutan Lindung Register 22 Way Waya khususnya yang berbatasan dengan tanah Pekon Giritunggal yang dimulai dari patok 1629 sampai dengan patok 1648 yang telah sesesai dilaksanakan.

3. Bukti peta nagara Kawasan Hutan Lindung Register 22 Way Waya terkini.

Dengan dasar tuntutan tersebut khususnya point 2 dan 3 yang menjadi dasar tuntutan bahwa sebenarnya tanah sengketa wilayah Pekon Giri tunggal letak keberadaanya benar benar di luar kawasan hutan lindung regidter 22 way waya.

Alat bukti yang menjadi kekuatan untuk persoalan ini yang dimiliki oleh warga masyarakat antara lain ;

(55)

44

Makmun memohon kepada Kementrian Kehutanan untuk melakukan tukar guling lahan hutan perihal permohonan areal Kawasan hutan lindung Way Waya Register 22 seluas kurang lebih 175 hektar dengan kompensasi kurang lebih 250 hektar yang berada di Pekon Sumber Bandung. Dalam surat permohnan tersebut sama sekali tidak ada kata Pekon Giritunggal di dalamnya. Hal ini membuktikan bahwa permohonan kompensasi tersebut tak ada kaitannya dengan Pekon Giri Tunggal.

2. Dengan mencermati dan meneliti Keputusan Menteri Kehutanan Republik Indonesia Nomor SK.742/MENHUT-II/2009 tentang penetapan sebagian Kawasan Hutan Hutan Lindung Kelompok Hutan Way Waya Register 22, seluas 175 (seratus tujuh puluh lima ) hektar, yang terletak diwilayah Kecamatan Pagelaran, Kabupaten Pringsewu Provinsi Lampung sebagai Kawasan Hutan Tetap Dengan Fungsi Hutan Lindung. Dalam surat keputusan tersebut sama sekali tak ada kata Pekon Gititunggal di dalamnya hal ini membuktikan bahwa keputusan tersebut tak ada kaitanya sengan Pekon Giritunggal.

(56)

Masyarakat warga korban yang tanahnya direnggut menuntut kepada USPIDA ( Unsur Pemerintah Daerah ) Kabupaten pringsewu dan USPIKA Kecamatan pagelaran utara untuk segeranya memberikan keputusan dalam tempo sesingat- singkatnya untuk menyelesaikan sengketa tanah khususnya di Pekon Giritunggal dan tanah tersebut dikembalikanan kepada pemiliknya dengan bebas tanpa syarat dan menyeret mafia perampasan tanah rakyat kepengadilan dan diadilai dengan hukum yang berlaku.

4.2.1.2 PembentukanTim Terpadu dan Panitia Tapal Batas Hutan

Dalam sengketa lahan hutan yang terjadi di Register 22 Way Waya dibentuklah Tim Terpadu yang dibentuk secara khusus yang bersifat ad hoc (sementara) oleh Pemerintah Kabupaten Pringsewu dalam upaya penyelesaian sengketa di tanah Register 22 Way Waya. Sesuai dengan Keputusan Bupati Pringsewu No. B/126/1.01/2012 tentang Pembentukan Tim Terpadu Penyelesaian Masalah Tanah Eks Register 22 Way Waya Kabupaten Pringsewu, Tim ini diketuai oleh Firman Muntako selaku Asisten 1 Bidang Pemerintahan Kabupaten Pringsewu. Tim Terpadu ini beranggotakan:

1. Asisten Bidang Pemerintahan (Wakil Ketua);

2. Kepala Bagian Tata Pemerintahan Sekretariat Daerah Kabupaten Pringsewu (Sekretaris);

3. Ketua Komisi A Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Pringsewu; 4. Ketua Komisi B Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Pringsewu; 5. Inspektur Kabupaten Pringsewu;

(57)

46

7. Kepala Bidang Kehutanan Dinas Perkebunan dan Kehutanan Kabupaten Pringsewu;

8. Kepala Bagian Hukum dan Organisasi Sekretariat Daerah Kabupaten Pringsewu;

9. Kepala Kantor Kesatuan Bangsa dan Politik Daerah Kabupaten Pringsewu;

10.Kepala Kantor Pertahanan Nasional Kabupaten Tanggamus; 11.Camat Pagelaran;

12.Kepala Unit Pelaksana Teknis Daerah Kesatuan Pemangku Hutan Lindung Batu Tegi;

13.Kepala Bagian INTAG Dinas Kehutanan Provinsi Lampung; 14.Kepala Sub Bagian Pertanahan Kabupaten Pringsewu; 15.Kepala Pekon Giri Tunggal;

16.Kepala Pekon Sumber Bandung;

17.Staf Sub Bagian Pertanahan Kabupaten Pringsewu;

18. Ma’mun; ( Ketua Tim Kompensasi )

19.Tasirul Himam; ( Tokoh Masyarakat ) 20.Firman ( Perwakilan Warga Masyarakat )

Tugas Tim Khusus yang juga dijelaskan dalam Keputusan Bupati Pringsewu No. B /126 /1. 01/2012 yaitu :

1. Menginventarisasi, mengidentifikasi masalah-masalah Tanah sengketa Register 22 Way Waya di Kabupaten Pringsewu;

(58)

3. Menetapkan hasil panen lahan garapan bagi penggarap lahan sengketa Register 22 Way Waya

4.2.1.3 Cara penyelesaian sengketa di Register 22 Way Waya Kabupaten Pringsewu

Sejauh ini Tim Terpadu sendiri telah melakukan beberapa upaya untuk menyelesaikan sengketa tanah Register 22 Way Waya, sesuai dengan Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional RI No. 3 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Pengkajian dan Penanganan Kasus Pertanahan dimana sistem penanganan masalah Pertanahan dengan berpedoman kepada Keputusan Kepala Badan Pertanahan Nasional No.34 Tahun 2007 tentang Petunjuk Teknis Penanganan dan Penyelesaian Masalah Pertanahan yang mengatur penyelesaian sengketa pertanahan baik yang menggunakn jalur litigasi maupun jalur non litigasi. Penyelesaian sengketa yang terjadi di register 22 Way Waya menggunakan jalur non litigasi yaitu dengan mediasi yang dilakukan dengan tahap-tahap sebagai berikut:

(59)

48

2. Tim Terpadu mulai melakukan identifikasi kepemilikan lahan, masyarakat yang merasa memiliki lahan dipersilahkan untuk menunjukkan bukti-bukti kepemilikan atas lahan. Tim Terpadu melakukan pendataan ulang guna menyelesaikan sengketa lahan hutan di kawasan Register 22 Way Waya secara konprehensif.

3. Peranan lainnya yang dilakukan Tim Terpadu adalah melakukan sosialisasi mengenai tapal batas di Register 22 Way Waya, sosialisasi ini selain dihadiri oleh masyarakat juga dihadiri oleh LSM SERTANI, kelompok dari Ma’mun (Ketua Kompensasi).

4. Tim Terpadu bersama Dinas Kehutanan dan Badan Pertanahan Nasional (BPN) melakukan penelusuran dengan turun lapangan untuk memastikan batas wilayah tanah kawasan dan memastikan patok yang hilang maupun yang telah berpindah di wilayah register guna mendapat data berupa perbatasan tanah kawasan dan tanah marga yang sebenarnya. Penelusuran ini dilakukan sesuai dengan dokumen serta bantuan alat khusus dari Dinas Kehutanan.

5. Tim terpadu mendatangkan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) untuk membantu menyelesaiakan perbedaan pemahaman mengenai status lahan yang beredar di masyarakat, bahwa lahan yang menjadi sengketa itu sebelumnya adalah lahan register, dan sebagian masyarakat menyebutkan bahwa sebagai tanah marga.

(60)

Kehutanan oleh panitia kompensasi, dan menjanjikan untuk menyelesaikan sengketa yang ada. Proses penukaran lahan sendiri akan terjadi apabila tersedianya lahan peng

Referensi

Dokumen terkait

Two photogrammetric techniques for road surface analysis are proposed: for pavement deformation under test load monitoring and for road surface 3D reconstruction and

[r]

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis perkembangan Nilai Ekspor ke China ,Pendapatan perkapita dan Penyerapan tenaga kerja di indonesia, selama periode tahun 1993

Pada Tabel 9., dapat dilihat hasil analisa kadar gluten yang dilakukan pada keempat jenis tepung terigu, yaitu Cakra Kembar Emas, Cakra Kembar, Segitiga Biru, dan Kunci

Pendekatan non parametric atau umumnya dikenal sebagai metode Historical Simulation , mempergunakan distribusi historis return dari suatu aset dalam suatu portofolio

Dividend Payout Ratio , Debt to Equity Ratio berpengaruh negatif signifikan terhadap Dividend Payout Ratio, dan Current Ratio berpengaruh negatif tidak signifikan

Sebagai hasil yang dapat disimpulkan penulis dalam tesis ini adalah kepercayaan terhadap wujud-wujud supranatural di Desa Bontobuddung merupakan kepercayaan lokal