• Tidak ada hasil yang ditemukan

Karakteristik morfologis dan teknik pemeliharaan tokek dan cicak di penangkaran PT Mega Citrindo

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Karakteristik morfologis dan teknik pemeliharaan tokek dan cicak di penangkaran PT Mega Citrindo"

Copied!
77
0
0

Teks penuh

(1)

KARAKTERISTIK MORFOLOGIS DAN TEKNIK

PEMELIHARAAN TOKEK DAN CICAK DI PENANGKARAN

PT MEGA CITRINDO

ANDINA NUGRAHANI

DEPARTEMEN

KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA

FAKULTAS KEHUTANAN

(2)

ANDINA NUGRAHANI

E34062757

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN

KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA

FAKULTAS KEHUTANAN

(3)

RINGKASAN

ANDINA NUGRAHANI (E34062757) Karakteristik Morfologis dan Teknik Pemeliharaan Tokek dan Cicak di Penangkaran PT Mega Citrindo. Dibimbing LIN NURIAH GINOGA dan BUHANUDDIN MASYUD.

Keberadaan tokek dan cicak belum menjadi salah satu jenis yang banyak diincar orang untuk diperdagangkan sebelum tahun 2010. Salah satu perusahaan yang telah melakukan perdagangan tokek dan cicak adalah PT Mega Citrindo, yang telah bergerak di usaha perdagangan famili Gekkonidae sejak tahun 2000. Status perlindungan dari tokek dan cicak tersebut belum masuk dalam daftar satwa dilindungi dalam APPENDIX CITES, namun keadaan tersebut dikhawatirkan akan mengalami kepunahan di masa yang akan datang.

Hingga tahun 2010 kegiatan untuk budidaya terhadap tokek dan cicak masih belum banyak dilakukan. Faktor yang melatarbelakanginya adalah perilaku alaminya yang rentan stres terhadap sentuhan tangan manusia. Tujuan penelitian ini adalah (1) mengetahui karakteristik morfologis tokek biasa, tokek bergaris dan cicak terbang; (2) mengetahui teknik pemeliharaan tokek biasa, tokek bergaris dan cicak terbang di penangkaran di PT Mega Citrindo.

Secara umum seluruh data yang di ambil menggunakan beberapa metode yaitu pengukuran, pengamatan, dan studi literatur. Data yang dikumpulkan meliputi karakteristik morfologis dan teknik pemeliharaan. Hasil pengamatan terhadap karakteristik morfologi menunjukan bahwa dalam kriteria perdagangan hanya ukuran berat badan yang mempengaruhi penjualan kepada konsumen. Ukuran panjang total dan SVL digunakan untuk membedakan jantan dan betina dalam suatu penelitian ilmiah. Hasil analisis terhadap teknik pemeliharaan di PT Mega Citrindo menunjukan bahwa sistem kandang dilakukan secara berkelompok. Seluruh jenis tokek dan cicak yang menjadi objek penelitian berasal dari pengumpul besar yang berasal dari wilayah Jawa Tengah, Maluku, dan Papua. Jenis pakan yang disukai oleh tokek dan cicak adalah jangkrik hidup. Pakan tambahan hanya diberikan pada jenis tokek bergaris. Upaya pemeliharaan kesehatan dilakukan setiap hari dan tidak dilakukan pemberian obat terhadap penyakit yang menyerang tokek dan cicak. Pemanfaatan hasil terhadap tokek dan cicak yang diperdagangkan hanya digunakan sebagai satwa peliharaan. Terdapat beberapa perilaku khusus yang diamati yakni meliputi aktivitas meluncur pada cicak terbang, aktivitas penumpukan pada tokek dan cicak, aktivitas memakan kulit yang terlepas (Shed skin), dan musim kawin.

(4)

not much done. Factors that lie behind them is a natural behavior that stress susceptible to a touch of human hands. The purpose of this study were (1) know the morphological characteristics of the tokay gecko, striped gecko and kuhl’s flying gekko, (2) know the technical maintenance of tokay gecko, striped gecko and kuhl’s flying in PT Mega Citrindo.

In general, all data taken using several methods of measurement, observation, and literature studies. Data collected include morphological characteristics and maintenance techniques. The observation of morphological characteristics showed that the trade criteria measure only affects the weight that sales to consumers. Total length and SVL are used to distinguish male and female in a scientific study. Based on analysis of technical maintenance at PT Mega Citrindo show that the system is done in group cages. All types of gecko and lizard who becomes the object of research comes from the large gathering that came from Central Java, Maluku and Papua. Type of feed which is favored by the gecko and lizard is live crickets. Additional feed given only on the type of striped geckos. The efforts of health maintenance is done every day and not do the drugs against diseases that attack the gecko and lizard. Utilization of the results of the gecko and lizard are traded only be used as pets. There are some specific behaviors that include the activity observed in the lizard gliding flight, the accumulation of activity in the gecko and lizard, leather-consuming activity that escapes (Shed skin), and mating season.

(5)

LEMBAR PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul ”Karakteristik Morfologis dan Teknik Pemeliharaan Tokek dan Cicak di Penangkaran PT

Mega Citrindo” adalah benar-benar hasil karya saya sendiri dengan bimbingan dosen pembimbing dan belum pernah digunakan sebagai karya ilmiah pada perguruan tinggi atau lembaga manapun. Semua sumber data informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, Mei 2011

(6)

 

  Menyetujui :

Pembimbing I Pembimbing II

Ir. Lin Nuriah Ginoga, M.Si Dr. Ir. Burhanuddin Masyud, MS NIP. 19651116 199203 2 001 NIP. 19581121 198603 1 003

Mengetahui :

Ketua Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor

Prof. Dr. Ir. Sambas Basuni, M.S. NIP. 19580915 198403 1 003

(7)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Kabupaten Bogor, Jawa Barat pada tanggal 17 April

1988 sebagai anak pertama dari dua bersaudara. Penulis terlahir dari orang tua yang

bernama Bapak Haji Sujono Sastro Joyohardjo, S.H, M.M. dan Ibu Hajjah Dedeh

Rostina Choruddin, S.H. Penulis memulai pendidikan formal di TK Tunas Sejahtera

Bogor tahun 1992-1994. Penulis melanjutkan pendidikan formal di SD Negeri Polisi

1 Bogor tahun 1994−2000, dilanjutkan SLTP Negeri 6 Bogor tahun 2000−2003, dan SMU Negeri 2 Bogor tahun 2003−2006. Selanjutnya tahun 2006 penulis diterima sebagai mahasiswa Tingkat Persiapan Bersama (TPB) di Institut Pertanian Bogor

melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB). Pada tahun 2007 penulis

diterima di Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata, Fakultas

Kehutanan, Institiut Pertanian Bogor.

Selama perkuliahan penulis aktif dalam kegiatan Himpunan Mahasiswa

Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata (HIMAKOVA) sebagai anggota

Fotografi Konservasi (2007).

Selama perkuliahan di IPB, penulis telah mengikuti Praktek Pengenalan

Ekosistem Hutan (PPEH) di Cilacap-Baturraden, Jawa Tengah (2008); Praktek

Pengelolaan Hutan (PPH) di Hutan Pendidikan Gunung Walat Sukabumi, Jawa Barat

(2009); serta Praktek Kerja Lapang Profesi (PKLP) di Taman Nasional Baluran

Propinsi Jawa Timur (2010). Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Kehutanan di Institut Pertanian Bogor, penulis menyelesaikan skripsi

(8)

yang lebih baik, Allohummaghfirlii waliwaalidaiya warhamhuma kamaa robbayaanii sighoroo.

3. Aristyo Dwi Putro, adik yang selalu mendukung dan membantu dalam kegiatan penelitian.

4. Ketua Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor.

5. Ir. Lin Nuriah Ginoga, M.Si dan Dr. Ir. Burhanuddin Masyud, M.S. atas kasih sayang, pengertian dan kesabaranya selama membimbingku. Allohumma nawwir qolbii bi nuuri hidaayatika kamaa nawwartal ardho bi nuuri syamsyika wa qomarika abadan abadaa.

6. Prof. Dr. Ir. Hardjanto, M.S. selaku dosen penguji dan Prof. Dr. Endang Koestati Sri Harini, M.S. selaku ketua sidangku.

7. Pengelola Penangkaran PT Mega Citrindo beserta staff, khususnya kepada Mas Ali, Mas Yudi, Mas Komeng, Mas Tama, yang membantu kelancaran penelitian di PT Mega Citrindo.

8. Ibu Evan, Ibu Titin, Ibu Ratna, Bapak Hasan, Bapak Acu, Bapak Yatna, dan Bapak Sutoro yang selalu siap membantu pengurusan administrasi selama penelitian.

(9)

10.KSHE “Cendrawasih” 43 terimakasih telah menjadikanku seorang sekretaris umum. Kalian tidak akan tergantikan. Keluarga yang menemaniku selama kegiatan perkuliahan. Salam hangat dan sukses untuk kita semua.

11.Untuk kamu yang sudah membantu dalam penyelesaian skripsiku hingga tuntas dan terimakasih atas semangat yang kamu berikan. Terimkasih pula telah menemaniku.

(10)

Karakteristik Morfologis dan Teknik Pemeliharaan Tokek dan Cicak di Penangkaran PT Mega Citrindo”, disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan di Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor.

Karya ini tidak dapat terwujud tanpa adanya bantuan dan kerjasama dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada Ir. Lin Nuriah Ginoga, M.Si. dan Dr. Ir. Burhanuddin Masyud, M.S. selaku dosen pembimbing. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada Pengelola PT Mega Citrindo beserta seluruh staff. Tak lupa pula ucapan terima kasih penulis ucapkan kepada seluruh keluarga dan sahabat atas dukungan, do’a dan kasih sayangnya.

Penulis menyadari bahwa karya ilmiah ini masih banyak kekurangan karena keterbatasan yang dimiliki. Oleh karena itu saran dan kritik sangat diperlukan untuk perbaikan dan pengembangan karya ilmiah ini. Semoga karya ini dapat bermanfaat.

Bogor, Mei 2011

(11)

DAFTAR ISI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2. 1 Bio-ekologi Tokek dan Cicak ... 4

2. 2 Habitat dan Distribusi ... 7

2. 3 Pakan ... 8

2. 4 Perilaku ... 9

2. 5 Penangkaran ... 10

BAB III METODE PENGAMBILAN DATA 3. 1 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 14

3. 2 Alat dan Objek Penelitian ... 14

3. 3 Metode Pengambilan Data ... 14

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4. 1 Lokasi Penelitian ... 19

4. 2 Sejarah Lokasi ... 19

4. 3 Jenis Satwa yang Dipelihara ... 19

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5. 1 Karakteristik Morfologis ... 21

5. 2 Asal Tokek dan Cicak ... 27

5. 3 Teknik Pemeliharaan ... 29

5. 4 Pemanfaatan Hasil ... 44

(12)
(13)

iii

DAFTAR TABEL

No. Halaman

1. Penentuan jenis kelamin pada tokek dan cicak ... 12

2. Jenis dan metode pengambilan data ... 14

3. Karakteristik morfologis kuantitatif tokek dan cicak di PT Mega Citrindo ... 21

4. Daerah asal dan jumlah tokek dan cicak yang dipelihara di PT Mega Citrindo periode Juli 2010 ... 27

5. Kelemahan dan kelebihan sistem perkandangan bersama ... 29

6. Perlengkapan di dalam kandang pemeliharaan tokek dan cicak ... 32

7. Aspek pakan tokek dan cicak di PT Mega Citrindo ... 37

8. Jenis penyakit dan tindakan kesehatan pada tokek dan cicak di PT Mega Citrindo ... 43

(14)

4. Tokek bergaris ambon ... 6

5. Cicak terbang ... 7

6. Metode pengukuran panjang total dan SVL ... 16

7. Abnormalitas fisik tokek ... 23

8. Abnormalitas jumlah ekor tokek ... 24

9. Determinasi jantan dan betina tokek dan cicak ... 25

10.Jenis tokek dan cicak ... 27

11.Kandang pemeliharaan tokek dan cicak di PT Mega Citrindo ... 30

12.Grafik suhu dalam kandang tokek dan cicak ... 34

13.Grafik kelembaban dalam kandang tokek dan cicak ... 35

14.Perbandingan tokek yang tidak ekonomis (kiri) dan ekonomis (kanan) ... 46

15.Persentase pengiriman ekspor tokek dan cicak ke negara tujuan ... 47

16.Urutan packing di PT Mega Citirindo ... 48

17.Jalur pemasaran tokek dan cicak ... 49

(15)

v

DAFTAR LAMPIRAN

No. Halaman

1. Tabel suhu kandang tokek dan cicak ... 58

2. Tally sheet pakan tokek dan cicak ... 59

3. Jadwal pembersihan kandang ... 60

(16)

Famili Gekkonidae terdiri dari 83 genus dan 670 spesies di seluruh dunia (Grizemk’s 1975). Di Indonesia terdapat 13 genus dan 50 spesies (Schmidt 1997), sedangkan dalam data statistik kehutanan terdapat 6 genus dan 13 spesies yang terdaftar sebagai reptil yang diperdagangkan ke luar negeri Departemen Kehutanan (2009). Di PT Mega Citrindo terdapat 4 genus dan 5 spesies yang diperdagangkan dan sebagai objek pengamatan digunakan 2 genus dan 3 spesies yang diamati.

Keberadaan tokek banyak dimanfaatkan sebagai obat tradisional. Dalam penelitian Arisnagara (2009) tokek digunakan sebagai penyembuh gatal-gatal pada tubuh, eksim, koreng, panu, kadas, dan kurap. Tokek juga dimanfaatkan sebagai sumber makanan baru yang disajikan dalam bentuk sate.

(17)

2

kembali setelah terlepas (autotomi), sehingga pangkal ekor tokek ini juga dipercaya dapat memperbaiki sel tubuh yang rusak dan menambah vitalitas pria (Susilo dan Rahmat 2010; Angga 2010).

Pemanfaatan tokek bergaris (Gekko vittatus Houttyun, 1782) dan cicak terbang (Ptychozoon kuhli Stejneger, 1902) hingga tahun 2010 hanya digunakan sebagai satwa peliharaan. Pemanfaatan tokek biasa (Gekko gecko Linnaeus, 1758) yang di ekspor oleh PT Mega Citrindo juga digunakan sebagai satwa peliharaan.

Tokek tidak termasuk satwa yang dilindungi dalam Appendix CITES (Soehartono dan Mardiastuti 2003 dan Dephut 2009). Berdasarkan Data Statistik Kehutanan 2008 hingga 2009 jumlah kuota tokek biasa mencapai 45 000 kepala, tokek bergaris mencapai 19 800 kepala, dan cicak terbang mencapai 15 300 kepala. Hasil penelitian Arisnagara (2009), sekitar 93% reptil yang dijual oleh pedagang reptil di Jakarta diperoleh dari alam. Kegiatan ini akan memberikan dampak negatif bagi kelestarian tokek di alam. Penangkapan langsung tokek di alam akan mengancam populasi tokek pada masa yang akan datang.

Kegiatan penangkaran merupakan salah satu jalan dan upaya dalam menjaga kelesarian populasi tokek di alam dan dapat memberikan keuntungan ekonomi serta menambah devisa bagi negara. Pengetahuan dan perhatian terhadap reptil di Indonesia masih sangat kurang, terlihat dari belum banyaknya informasi yang akurat dan penelitian ilmiah yang mengkaji reptil pada umumnya serta tokek pada khususnya (Yusuf2008).

Karakteristik morfologi famili Gekkonidae terutama dari motif dan warna merupakan salah satu aspek untuk mengidentifikasi dan membedakan suatu jenis dengan jenis yang lain. Kondisi fisik juga diduga dipengaruhi oleh kondisi habitat alam.

PT Mega Citrindo merupakan salah satu eksportir tokek dan cicak yang ada di Indonesia, namun hingga tahun 2011 belum menekankan pada upaya penangkaran tokek dan cicak. Kegiatan yang dilakukan adalah memelihara tokek dan cicak sebelum di ekspor keluar negeri.

(18)

2. Mengetahui teknik pemeliharaan tokek biasa (Gekko gecko Linnaeus, 1758), tokek bergaris (Gekko vitatus), dan cicak terbang (Ptychozoon kuhli) di PT Mega Citrindo.

1.3 Manfaat

1. Memberikan informasi tentang karakteristik morfologis tokek dan cicak bagi ilmu pengetahuan.  

(19)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Bio-ekologi Tokek dan Cicak

2.1.1 Klasifikasi tokek biasa, tokek bergaris dan cicak terbang

Jenis tokek dan cicak termasuk dalam filum Chordata, kelas Reptilia, ordo Squamata dan sub-ordo Sauria (Cogger & Zweifel 2003). Tokek biasa (Gekko gecko), tokek bergaris (Gekko vittatus), dan cicak terbang (Ptychozoon kuhli) termasuk dalam famili Gekkonidae. Departemen Kehutanan (2009) menyebutkan bahwa nama daerah untuk Gekko gecko adalah tokek biasa, tokek rumah (Bahasa Indonesia), tokek (Sunda), teko, tekek (Jawa), tokkek (Sulawesi). Dalam Bahasa Inggris disebut tokay gecko atau tucktoo, sedangkan dalam Bahasa Jerman disebut dengan tokeh (J. Craigh Venter Instistute 2009; Susilo & Rahmat 2010).

Departemen Kehutanan (2009) menyatakan bahwa nama daerah untuk Gekko vittatus adalah tokek bergaris, tokek striped atau tokek vitatus. Berdasarkan J. Craigh Venter Instistute (2009) Gekko vittatus dalam bahasa Inggris disebut white lined gekko. Cicak terbang dalam bahasa Inggris disebut Kuhl’s flying gekko, sedangkan dalam Bahasa Jerman disebut dengan Kuhls faltengecko.

2.1.2 Morfologi

Morfologi pertama kali digunakan oleh filosofi Jerman bernama Johann Wolfgang von Goette (1749–1832) pada awal abad ke 19. Kata morfologi kemudian digunakan dalam konteks keilmuan biologi yang memiliki arti ilmu yang mempelajari bentuk dan struktur makhluk hidup (Aronoff & Fudeman 2007).

(20)

Keterangan : 1. Kepala, 2. Perut, 3. Kaki, 4. Ekor.

Gambar 1 Morfologi tokek.

2.1.2.1 Tokek biasa(Gekko gecko Linnaeus, 1758)

Perbedaan motif warna dapat membedakan antara tokek satu dengan tokek yang lainnya. Tokek biasa (Gambar 2) memiliki ciri fisik berupa benjolan-benjolan kecil yang rendah dalam deret yang tidak beraturan di tubuhnya. Kepalanya yang besar menopang otot rahang yang kuat. Tubuhnya berwarna kebiruan atau kehijauan, dengan totol-totol putih dan merah. Terkadang warna totol merah bisa terlihat menjadi berawarna jingga yang menyatu menjadi deretan berwarna gelap dan terang pada ekor. Di siang hari warna biru dapat tersamarkan dan terlihat menjadi lebih tua. Hal ini terjadi karena warna biru menyatu dengan warna merah dan terlihat warna cokelat tua atau cokelat kemerahan. Bagian bawah tokek biasa berwarna putih. Spesies ini dapat memiliki panjang tubuh hingga 250 mm dengan panjang tubuh maksimal 350 mm (McKay 2006).

Sumber: Dokumentasi Pribadi (2010)

Gambar 2 Tokek biasa (Gekko gecko Linnaeus, 1758).

2.1.2.2 Tokek bergaris(Gekko vittatus Houttyun, 1782)

(21)

6

dengan dua garis putih memanjang di sisi mata kanan maupun kiri. Dua garis ini menyatu pada bagian kepala dan memanjang di bagian punggung dan berakhir di pangkal ekor. Pada bagian ekor terdapat garis terang yang berselang dengan warna gelap. Pada umumnya spesies ini memiliki kaki yang tidak berselaput seperti tokek biasa. PT Mega Citrindo (2010) mendapat pasokan tokek bergaris dari Sorong (Papua) dan Ambon (Maluku). Tokek bergaris dari Sorong memiliki warna lebih gelap serta motif yang tidak cerah (Gambar 3), sedangkan tokek bergaris dari ambon memiliki warna dan motif yang cerah (Gambar 4).

Sumber: Dokumentasi Pribadi (2010)

Gambar 3 Tokek bergaris sorong (Gekko vittatus Houttyun, 1782).

Sumber: Dokumentasi Pribadi (2010)

Gambar 4 Tokek bergaris ambon (Gekko vittatus Houttyun, 1782).

2.1.2.3 Cicak terbang (Ptychozoon kuhli Stejneger, 1902)

(22)

Sumber: Dokumentasi Pribadi (2010)

Gambar 5 Cicak terbang (Ptychozoon kuhli Stejneger, 1902).

2.2 Habitat dan Distribusi

Alikodra (2002) menyatakan bahwa habitat adalah satu kesatuan kawasan yang dapat menjamin segala keperluan hidup satwaliar baik makanan, air, udara bersih, garam mineral, tempat berlindung, berkembangbiak, maupun tempat mengasuh anak-anaknya. Setiap jenis satwa memiliki karakteristik habitat tersendiri.

Habitat yang ideal untuk hidup tokek berada pada ketinggian 0-850 m dpl dengan suhu yang dibutuhkan sekitar 32°C dan kelembaban 25-35 % (Susilo & Rahmat 2010). Lebih lanjut dinyatakan bahwa tokek dan cicak lebih menyukai habitat yang kering, terutama dataran rendah.

2.2.1 Distribusi tokek biasa (Gekko gecko Linnaeus, 1758)

(23)

8

Kepulauan Karibia. Penyebaran spesies ini di negara Perancis juga merupakan hasil introduksi (Das 2007 dan J. Craigh Venter Instistute 2009).

2.2.2 Distribusi tokek bergaris (Gekko vittatus Houttyun, 1782)

Tokek bergaris (Gekko vittatus Houttyun, 1782) dapat ditemukan di wilayah Indonesia. PT Mega Citrindo memperoleh pasokan tokek bergaris dari Ambon, (Propinsi Maluku) dan Sorong (Propinsi Papua) sejak tahun 2000. Tokek bergaris juga dapat ditemukan di India, Guinea Baru, Pulau Admiralti, Kepulauan Bismarck, Kepulauan Solomon, Rennell, Bellona, dan Pulau Santa Cruz (J. Craigh Venter Instistute 2009).

2.2.3 Distribusi cicak terbang (Ptychozoon kuhli Stejneger, 1902)

Penyebaran cicak terbang (Ptychozoon kuhli Stejneger, 1902)di Indonesia dapat ditemukan di wilayah Kalimantan, Sumatera, Jawa dan Pulau Enggano. PT Mega Citrindo memperoleh pasokan cicak terbang dari Cilacap dan Purbalingga (Propinsi Jawa Tengah). Di luar wilayah Indonesia cicak terbang dapat ditemukan di Sarawak, Sabah, Brunei Darusalam, dan Malaysia Barat, serta Thailand, Myanmar, India, Pulau Nicobar, Singapura (Das 2007 dan J. Craigh Venter Instistute 2009).

2.3 Pakan

Tokek merupakan satwa karnivora (pemakan daging). Tokek menyukai pakan yang berasal dari berbagai jenis serangga seperti jangkrik, ulat hongkong, dan kroto sebagai pakan utama. Sebagai pakan tambahan tokek dapat diberi udang kering, telur rebus, anak katak, dan ulat sagu. Lemak babi juga dipercaya dapat menambah berat tubuh tokek, karena dapat meningkatkan daya tubuh tokek (Susilo & Rahmat 2010).

2.4 Perilaku

(24)

pengalaman lebih dahulu (Alikodra 2002).

2.4.1 Perilaku bergerak

Tokek merupakan satwa yang aktif di malam hari (nocturnal) (Cogger dan Zweifel 2003). Nama tokek diambil dari suara khas yang dikeluarkan oleh tokek itu sendiri yang berbunyi tokek…tokek…tokek (Susilo & Rahmat 2010).

Tokek memiliki kebiasaan menjilati mata bila kotoran menempel hingga bersih (Cogger & Zweifel 2003). Tokek akan melepaskan ekornya (autotomi) bila dalam keadaan terdesak, hal itu dilakukan untuk mengelabui musuhnya. Melepaskan ekornya juga merupakan salah satu cara tokek untuk berlari dengan cepat. Ekor akan tumbuh sekitar 3 minggu kemudian dan akan kembali seperti bentuk semula dalam waktu 4 bulan (Susilo & Rahmat 2010).

Tokek akan mengalami proses ganti kulit setiap satu bulan sekali. Proses ganti kulit memerlukan energi yang cukup besar sehingga pada saat proses ini tokek banyak berdiam diri dan tidak aktif. Proses pergantian kulit diawali dengan berubahnya warna tubuh menjadi lebih keputihan dan lama-lama menjadi memudar. Dalam proses ini terdapat 2 bagian yaitu proses penglupasan kulit dan pergantian kulit. Proses penglupasan kulit terjadi selama 7-9 hari. Interval ganti kulit terjadi selama 3-6 minggu sekali pada tokek usia 2 tahun (Susilo & Rahmat 2010).

2.4.2 Perilaku makan

(25)

10

2.4.3 Perilaku kawin

Perilaku kawin merupakan hubungan yang dilakukan oleh satwaliar jantan dan betina dewasa (Alikodra 2002). Tokek merupakan satwa yang memiliki jalinan hubungan erat dan permanen diantara jantan dan betinanya (J. Craigh Venter Instistute 2009). Proses kopulasi tokek ditandai dengan posisi betina berada di bawah dan jantan berada di atas. Sebelum terjadi kopulasi biasanya kedua tokek atau cicak saling mengibaskan ekornya dan jantan lebih aktif mengelilingi betina. Proses kopulasi sangatlah singkat. Bila proses tersebut sudah terjadi biasanya betina akan selalu menghindar dan menjauh dari pejantan (Susilo & Rahmat 2010).

2.5 Penangkaran

2.5.1 Pengertian penangkaran

Penangkaran merupakan suatu upaya yang bertujuan untuk memperbanyak populasi dengan tetap mempertahankan kemurnian genetiknya. Penangkaran digunakan sebagai dasar untuk mengembangkan jenis-jenis satwaliar atau tumbuhan alam yang meliputi kegiatan pendukung yaitu pengadaan bibit atau induk, pembiakan, perkawinan, penetasan, parental care, dan pemulihan populasi di alam bebas (Thohari 1987).

2.5.2 Aspek-aspek teknis penangkaran

(26)

2.5.2.2 Kandang

Kandang dimaksudkan untuk menempatkan satwa (Department of Conservation 1999). Kandang tokek dapat dibuat dari kayu, kaca, fiber atau besi. Ukuran kandang dapat disesuaikan dengan jumlah tokek yang akan ditangkarkan atau di rawat. Ukuran kandang ideal untuk seekor tokek adalah 30 x 25 x 40 cm. Ukuran ideal untuk kandang bersama yang dapat berisi 10 ekor tokek adalah 90 x 30 x 60 cm (Susilo & Rahmat 2010).

Syarat yang perlu diperhatikan dalam penempatan kandang tokek menurut Susilo dan Rahmat (2010) yaitu:

1. Terletak pada lokasi yang terlindung dari sinar matahari langsung, 2. Harus dalam keadaan bersih, kering, dan tidak lembab,

3. Memiliki sirkulasi udara yang bagus, yaitu bisa dilengkapi dengan kawat kasa berukuran 0,2 cm atau 0,5 cm pada sebagian dinding dan atap kandang. Kawat kasa juga berguna untuk menghindari masuknya tikus ke dalam kandang,

4. Harus jauh dari jangkauan binatang pengganggu seperti kucing dan tikus, 5. Terletak pada lokasi yang jauh dari sumber kebisingan,

6. Tidak langsung terkena air hujan ketika musim hujan tiba,

7. Terletak pada lokasi yang jauh dari sumber bau yang dapat mengganggu pernafasan tokek.

2.5.2.3 Reproduksi

(27)

12

Tokek dapat berkembangbiak sebelum mencapai usia setahun penuh, paling lambat hingga usia 2 tahun. Hal ini merupakan keistimewaan pada pertumbuhan tokek. Tokek muda (juvenil) dapat tumbuh dengan cepat kemudian terjadi kelambatan pertumbuhan (Cogger & Zweifel 2003). Ciri yang membedakan antara tokek jantan dan betina tersaji pada Tabel 1 (Susilo & Rahmat 2010):

Tabel 1 Penentuan jenis kelamin pada tokek dan cicak

No. Bagian tubuh Jantan Betina

1 Bentuk kepala Besar dan memanjang Lebih kecil dan membulat 2 Bentuk badan Kokoh dan lebih panjang Gemuk dan pendek 3 Ekor Panjang dan berduri tajam Pendek dan halus

4 Perilaku Agersif Jinak

5 Warna kulit Gelap Cerah

6 Sorot mata Tajam Redup

2.5.2.4 Manajemen kesehatan

Tokek memiliki beberapa jenis penyakit yang biasa menyerang. Penyakit ini harus dihindari terutama bila akan melakukan kegiatan penangkaran. Penyakit yang umum ditemukan menyerang tokek berdasarkan Geckocare 2007 antara lain:

1. Kehilangan nafsu makan (Appetite loss)

Penyebab utama adalah lingkungan yang bising. Tokek yang kehilangan nafsu makan harus ditangani secara intensif. Namun, bila tokek tetap bugar dan berat badan tetap meskipun dalam keadaan hilang nafsu makan, tidak perlu dikhawatirkan. Apabila tokek kehilangan berat badan yang cukup tajam dalam waktu singkat, perlu dikonsultasikan kepada dokter hewan.

2. Muntah (Regurgitation)

Muntah biasanya banyak terjadi pada tokek muda (juvenil). Hal ini terjadi karena tokek muda belum terbiasa untuk mengunyah makanannya dan biasanya akan berhenti setelah membiasakan diri untuk mengunyah makanan terus menerus.

3. Diare (Diarrhea)

(28)

5. Infeksi kulit (Skin Infection)

Tokek dapat terserang infeksi kulit. Penyebab infeksi kulit adalah apabila tokek melewati substrat tanah yang lembab dan menempel pada kulit. Indikator bila terjadi infeksi pada tokek terlihat dari adanya bercak hitam atau cokelat pada kulit. Infeksi kulit dapat terjadi di seluruh bagian tubuh. Untuk menghindari infeksi menjalar keseluruh tubuh dapat dilakukan dengan pemberian kertas atau tissue dalam kandang dan pembersihan areal kandang dengan desinfektan.

6. Infeksi pernafasan (Respiratory problem)

Gangguan pernafasan biasanya terjadi akibat suhu yang dingin. Bila terserang gangguan pernafasan biasanya tokek akan menujukan perilaku sulit bernafas dan selalu membuka mulutnya (Geckocare 2007). Penyakit ini ditandai dengan adanya gelembung lendir disekitar lubang hidung. Penyebabnya adalah virus herpes dan virus calici (Susilo & Rahmat 2010).

7. Infeksi mulut

  Infeksi pada mulut dicirikan dengan adanya pembengkakan pada mulut. Biasanya terjadi akibat perkelahian antar tokek. Pengobatan dapat dilakukan dengan memberikan Teramycin cair 150 mg 1-2 kali sehari yang dicampur dengan pakan tokek (Susilo & Rahmat 2010).

8. Saling memakan (Kanibalism)

(29)

14

BAB III

METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di Penangkaran PT Mega Citrindo terletak di Jalan Mutiara 7 no 33 Desa Curug, Kecamatan Gunung Sindur, Parung, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat. Pengambilan data dilakukan selama 2 bulan dimulai dari tanggal 11 Juli 2010 sampai dengan 11 September 2010.

3.2 Alat dan Objek penelitian

Alat-alat yang digunakan meliputi termometer dry-wet, meteran jahit (150 cm), timbangan digital (1 kg), kamera digital, kalkulator, tally sheet, panduan wawancara, alat tulis, serta sarana dan prasarana di PT Mega Citrindo. Objek penelitian adalah tokek biasa (Gekko gecko Linnaeus, 1758), tokek bergaris (Gekko vittatus Houttyun, 1782), dan cicak terbang (Ptychozoon kuhli Stejneger, 1902) dengan jumlah 5 ekor per jenis.

3.3 Metode Pengambilan Data

Jenis data dan metode pengambilan data terangkum dalam Tabel 2 berikut: Tabel 2 Jenis dan metode pengambilan data

No. Jenis data

Metode pengambilan data Jenis data

Pengamatan Pengukuran Studi Pustaka

Primer Sekunder

I. Karakteristik

(30)

• Suhu dan

4. Pemanfaatan hasil

(31)

16

Tabel 2 Lanjutan

No. Jenis data

Metode pengambilan data Jenis data

Pengamatan Pengukuran Studi Pustaka

Primer Sekunder

5. Perilaku khusus tokek dan cicak

3.3.1 Pengukuran karakteristik morfologi tokek dan cicak 3.3.1.1 Karakteristik morfologi kuantitatif

Pengukuran karakteristik kuantitatif tokek dan cicak dilakukan dengan mengukur panjang total (mulut hingga ekor) dan panjang SVL (Snout Vent Length) (mulut hingga pangkal ekor) serta pengukuran berat badan seperti yang tersaji dalam Gambar 6. Pengukuran dilakukan pada setiap jenis dengan menggunakan meteran jahit. Mengukur berat badan dilakukan dengan menggunakan timbangan digital 1 kg.

Pengukuran panjang dan berat badan selama 5 minggu dengan 5 kali pengulangan. Pengukuran dilakukan untuk mengetahui pertambahan panjang tubuh dan berat badan. Disediakan sebanyak 4 unit kandang intensif dengan

ukuran kandang ,5 5,5 . Setiap unit kandang intensif

dipelihara 5 ekor tokek dan cicak.

(32)

3.3.2.1 Kondisi kandang

Penjelasan mengenai kondisi kandang diantaranya bentuk, jumlah, ukuran, konstruksi, fasilitas, daya tampung dan suhu di kandang dilakukan secara deskriptif dengan metode berupa pengamatan langsung dan pengukuran.

3.3.2.2 Suhu dan kelembaban kandang

Pengukuran suhu dan kelembaban kandang digunakan alat yaitu termometer dry wet. Termometer diletakan di dalam kandang. Pengamatan langsung terhadap suhu dilakukan selama dua minggu dengan pengulangan setiap 3 jam, dimulai dari jam 06.00 WIB.

3.3.2.3 Pakan

Aspek pakan yang diamati dan diukur meliputi jenis pakan, waktu pemberian pakan, pengukuran jumlah pakan, dan cara pemberian pakan pada tokek dan cicak.

3.3.2.4 Pemeliharaan kesehatan

Pengamatan pemeliharaan satwa dalam kandang dilakukan dengan, studi pustaka, pengamatan langsung dan wawancara terhadap animal keeper, meliputi jenis penyakit, upaya pencegahan dan penanggulangan, jenis obat atau desifektan, dan waktu pemberian obat atau desinfektan.

3.3.2.5 Pemanfataan hasil

(33)

18

3.3.3 Analisis dan penyajian data 3.3.3.1 Analisis deskriptif

Data yang telah diperoleh selama pengamatan dan wawancara di penangkaran dianalisis secara deskriptif.

3.3.3.2 Analisis kuantitatif

Perhitungan nilai tengah dari parameter yang meliputi berat badan dan panjang badan dengan menggunakan persamaan statistik sebagai berikut (Walpole 1988):

n x= ∑χ

Keterangan :

x = Nilai tengah setiap parameter

χ

∑ = Jumlah data setiap parameter n = Jumlah spesies

Rumus yang digunakan dalam perhitungan nilai standar deviasi, karena data yang dianalisis merupakan data sample serta dikelompokkan, sehingga persamaan yang digunakan adalah sebagai berikut.

Keterangan :

S = Standar deviasi = Nilai ke

(34)

permukaan laut).

4.2 Sejarah Lokasi

PT Mega Citrindo hanya bertindak sebagai pengumpul dan menampung satwa sitaan, yaitu reptil. Satwa yang dikumpulkan kemudian diekspor keluar negeri. Sehingga dapat dikatakan bahwa lokasi ini hanya sebagai transit. Pemenuhan permintaan pasar konsumen, reptil diambil langsung dari daerah-daerah atau ditempat-tempat penampungan lainnya. Penghindaran kematian satwa pada penampungan biasanya ditanggung oleh pihak pengelola, pihak pengelola menerapkan aturan bahwa satwa yang akan dikirim selalu disesuaikan dengan order permintaan.

PT. Mega Citrindo bergerak dalam bidang perdagangan reptil yang dilindungi undang-undang ataupun yang tidak dilindungi undang-undang. Orientasi kegiatan eksport reptil ini berdasarkan peraturan pemerintah, yaitu Direktur Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam No 100/KPTS/DJ-IV/2001 tentang penangkaran reptil dan keputusan Bupati Bogor No 522. 51 /52.KPTS/HUK/2003 tentang izin usaha eksport untuk satwaliar yang tidak dilindungi dan NON APPENDIX CITES.

4.3 Jenis Satwa yang Dipelihara

(35)

20

dengan inisiatif untuk mengelola usaha perdagangan satwa dengan komoditi reptil dan amfibi. Reptil dan amfibi dari negara Indonesia yang terletak di kawasan tropis, memberikan nilai tersendiri di mata konsumen luar negeri.

Jenis reptil dan amfibi yang dipelihara antara lain :

1. Kura-kura ambon (Cuora amboinensis) 2. Kura-kura macan (Leopard tortoise) 3. Kura-kura kaki gajah (Manouria emys) 4. Kura-kura mocong babi (Amyda cartilaginea) 5. Kura-kura long neck (Chelodina maccrodi) 6. Biawak bunga tanjung (Varanus salvadorii) 7. Biawak ekor biru (Varanus doreanus) 8. Biawak dumeril (Varanus melinus) 9. Kadal lidah biru (Tiliqua gigas)

10.Kadal kebun (Eutrophis multifasciata) 11.Soa layar (Hydrosaurus sp.) 12.Soa payung (Draco sp.)

13.Bunglon (Bronchela cristatella)

14.Tokek biasa (Gekko gekko) 15.Tokek bergaris (Gekko vittatus) 16.Cicak terbang (Pthychozoon kuhli)

17.Tokek belang (Cyrtodactilus lousiadensis) 18.Tokek ganas (Gekko vorax)

(36)

Rahmat (2010) varibel peubah di dalam kriteria penjualan tokek dan cicak adalah berat badan. Hasil pengukuran karakteristik morfologis kuantitatif tersaji dalam Tabel 3.

Tabel 3 Karakteristik morfologis kuantitatif tokek dan cicak di PT Mega Citrindo

Variabel peubah

Spesies (n = 5)

Tokek biasa Tokek bergaris sorong

Tokek bergaris

ambon Cicak terbang

Sd Sd Sd Sd

Hasil pengukuran menunjukan bahwa tokek dan cicak memiliki berat badan dibawah rata-rata berat badan minimal yaitu sebesar 350 gram yang menjadi batas minimal berat badan sebagai satwa berkhasiat obat. Selama kegiatan penelitian tidak ditemukan tokek dan cicak dengan berat badan mencapai 350 gram. Ditinjau dari tujuan pemeliharaannya tokek dan cicak yang dijual hanya dimanfaatkan sebagai satwa peliharaan (pets), berat badan tidak menjadi patokan karena tidak digunakan sebagai penghasil obat.

(37)

22

manusia, perilaku stres yang ditunjukan adalah mengecilnya bagian perut karena hanya berisi angin. Perlakuan khusus terhadap tokek untuk mendapatkan berat badan minimal dengan tujuan komersial perlu dilakukan, dengan menciptakan kondisi kandang yang gelap, sunyi dan penempatan seekor tokek dalam kandang tunggal (Susilo & Rahmat 2010). Penempatan tokek di PT Mega Citrindo menerapkan sistem kandang masal dan dalam kondisi langsung terkena sinar matahari ataupun hujan, sehingga dalam pengamatan belum ditemukan tokek yang memiliki berat badan minimum 350 gram.

5.1.1.2 Panjang badan

Hasil pengukuran menunjukan panjang badan tokek dan cicak berkisar antara 17 cm hingga 23 cm. Hasil pengamatan menunjukan pertumbuhan panjang tokek dan cicak bersifat relatif karena tokek bergaris ambon ditinjau dari kondisi daerah asal dengan intensitas sinar matahari tinggi, memiliki panjang total yang lebih unggul. Panjang SVL tokek dan cicak bukan merupakan suatu ukuran dalam penjualan, dalam studi literatur menunjukan bahwa hanya ukuran berat badan yang mempengaruhi penjualan dan ketertarikan dari konsumen. Dalam kegiatan penelitian ilmiah ukuran panjang SVL digunakan untuk membedakan jenis kelamin tokek jantan dan betina, dalam kegiatan perdagangan ukuran SVL bukan menjadi standar (Xu dan Ji 2006).

Tokek madagaskar (Phelsuma madagascariensis) yang merupakan satwa diurnal (aktif di siang hari) memiliki panjang badan 20 cm (Taniguchi et al 1998). Pada jenis leaf-toed gecko (Hemidactylus bowringii) yang hidup di selatan negara Cina memiliki panjang SVL 57–60 mm (Xu dan Ji 2006). Setengah atau lebih dari total panjang badan tokek merupakan ekor (Van Hoeve 2003).

a. Jari kaki

(38)

Sumber: Dokumetasi Pribadi (2010)

Gambar 7 Abnormalitas fisik tokek.

Keunikan fisik sering terjadi pada tokek bergaris. Gambar 14 merupakan cotoh bentuk fisik yang tidak sempurna. Biasanya tokek yang memiliki keunikan fisik dipelihara oleh pengelola sebagai koleksi pribadi. Bila dalam suatu kesempatan digelar acara pameran reptil, tokek tersebut dijadikan objek pameran dalam terrarium. Kebanyakan pengunjung tertarik untuk melihat satwa unik, sehingga mejadi daya tarik tersendiri.

d. Ekor

(39)

24

melayang diudara ekor berperan untuk mengarahkan gerakan. Ekor jika dikibaskan ke kiri, maka badanya akan berbelok ke kiri, saat dikibaskan ke kanan, maka badanya akan mengarah ke kanan.

Jumlah ekor normal tokek adalah satu, tokek dengan ekor bercabang jarang ditemukan termasuk di PT Mega Citrindo. Dari hasil pengukuran dan pengamatan dijumpai seekor tokek dengan ekor bercabang seperti yang tersaji dalam Gambar 8.

Sumber: Dokumetasi Pribadi (2010)

Gambar 8 Abnormalitas jumlah ekor tokek.

Berbagai mitos berkembang dalam masyarakat tentang tokek yang memiliki ekor bercabang. Memelihara tokek dan cicak ekor bercabang di dalam rumah dipercaya dapat membawa keberuntungan bagi pemiliknya, terutama masyarakat Tionghoa (Cina). Selain itu tokek dan cicak ekor bercabang sangat sulit ditemukan sehingga harga jualnya pun tinggi (Angga 2010). Umumnya, tokek dan cicak bercabang memiliki bentuk yang beragam. Berikut beberapa spesies tokek bercabang yang berada di alam (Susilo & Rahmat 2010).

a. Tokek yang cabang ekornya sama besar dengan ekor aslinya. b. Tokek yang cabang ekornya lebih kecil daripada ekor aslinya. c. Tokek dengan cabang ekornya hanya satu buah.

d. Tokek dengan cabang ekornya lebih dari satu.

(40)

Hasil pengamatan menunjukan warna mata tokek dan cicak berwarna kuning terang dengan iris mata vertikal. Van Hoeve (1992) menyebutkan bahwa mata tokek biasanya berukuran besar dan memiliki warna yang indah. Schmidt (1997) menyatakan bahwa terdapat dua bentuk iris mata pada Gekkonidae, yaitu vertikal dan horisontal.

Fotoreseptor sel pada mata hewan bertulang belakang memiliki bentuk kerucut atau batang. Secara umum bentuk batang beradaptasi di malam hari, sedangkan bentuk kerucut beradaptasi dengan di siang hari. Tokek dan cicak yang menjadi objek penelitian, seluruhnya merupakan satwa nocturnal (aktif di malam hari) memiliki bentuk fotoreseptor batang. Pigmen mata yang terdapat dalam fotoreseptornya terdiri dari hijau, biru dan ultraviolet (Taniguchi et al 1998).

5.1.2.3 Determinasi Jenis Kelamin Tokek dan Cicak

Berdasarkan hasil pengamatan PT Mega Citrindo tidak mempermasalahkan jenis kelamin tokek dan cicak, karena tidak digunakan sebagai indukan. Cara yang paling tepat membedakan jantan dan betina adalah dengan melihat bentuk pada pangkal ekor tokek dan cicak seperti yang tersaji dalam Gambar 9.

(41)

26

(a) (b)

Sumber: Dokumetasi Pribadi (2010)

(a) (b)

Keterangan: (a) jantan; (b) betina

Gambar 9 Determinasi jantan dan betina pada tokek dan cicak.

(42)

latin asal (ekor)

(43)

28

Wilayah Jawa Tengah, Maluku, dan Papua merupakan pengumpul besar tokek dan cicak. Berdasarkan hasil pengamatan dan wawancara PT Mega Citrindo memperoleh tokek dan cicak dari pengumpul besar sejak tahun 2000 sampai 2010. Tokek dan cicak yang diperoleh pengumpul besar merupakan hasil tangkapan langsung dari alam.

Berdasarkan hasil pengamatan yang tersaji dalam Tabel 3 menunujukan jumlah pengiriman tokek dan cicak bersifat relatif karena jumlah tokek biasa menempati jumlah tertinggi dalam pengiriman, namun jumlah tersebut dapat berubah sewaktu-waktu. Faktor yang mempengaruhi jumlah pengiriman bergantung dari jumlah penangkapan dari alam, jumlah permintaan pengelola dan konsumen di luar negeri. Terkait jumlah penangkapan bergantung pada kondisi populasi tokek dan cicak di alam.

Prosedur kegiatan yang dilakukan oleh animal keeper pada saat menerima pengiriman tokek dan cicak dari daerah asal adalah sebagai berikut:

1. Pencatatan jenis dan penghitungan jumlah tokek dan cicak yang hidup dilakukan di dalam kandang masal yang disediakan dalam keadaan bersih. Penempatan tokek dan cicak tanpa membedakan jantan dan betina.

2. Memisahkan tokek dan cicak yang mati. Individu mati dibuang dalam tungku pembakaran sampah.

3. Memberi pakan dan air pada tokek dan cicak. 4. Melaporkan pencatatan kepada pengelola.

(44)

kandang sex ratio ideal bagi seekor tokek jantan adalah berbanding dengan dua ekor tokek betina pada seluruh jenis, namun dalam penerapan tokek dan cicak di PT Mega Citrindo bukan bertujuan untuk reproduksi.

Penempatan yang diterapkan pihak pengelola tersebut dapat mengakibatkan kanibalisme (perilaku saling memakan antar tokek dan cicak). Luasan kandang yang terlalu sempit dan kondisi kandang yang penuh sesak dengan individu lain juga mempengaruhi perilaku jantan giant gekko (Hoplodactylus duvaucelii) yang memakan individu lain (Department of Conservation 1999).

Sistem kandang pemeliharaan yang diterapkan di PT Mega Citrindo memberikan beberapa kelemahan dan kelebihan menurut Susilo & Rahmat (2010) diantaranya tersaji pada Tabel 5 berikut.

Tabel 5 Kelemahan dan kelebihan sistem perkandangan bersama

No. Kelemahan Kelebihan

1 Persaingan makanan antar individu besar Material bangunan lebih sedikit 2 Pertumbuhan badan dan berat badan relatif

lebih lama

Modal pembuatan kandang lebih murah

3 Mudah stres Tidak membutuhkan tempat yang luas

4 Tingginya perilaku kanibal Waktu pemberian pakan menjadi lebih efisien

5 Penularan penyakit antar individu cepat Perawatan tokek dan kandang menjadi lebih singkat

6 Kondisi dalam kandang cepat kotor Lebih efektif, efisien, dan ekonomis dalam segala hal

7 Ruang gerak menjadi lebih sempit Bisa berkembangbiak karena melakukan

proses kopulasi

(45)

30

ambon, tokek bergaris sorong dan cicak terbang, berbentuk bujur sangkar dengan ukuran 200 × 312 × 228 cm. Kandang masal merupakan kandang luar ruangan yang mendapatkan sinar matahari langsung.

(a) (b)

(c) (d)

Gambar 11 Kandang pemeliharaan tokek dan cicak di PT Mega Citrindo (a) foto tampak depan (b) foto tampak samping (c) sketsa tampak depan (d) sketsa tampak samping.

Berdasarkan hasil penelusuran dalam studi pustaka sistem pemeliharaan yang diterapkan oleh PT Mega Citrindo belum diterapkan pada penangkaran lain, baik di dalam maupun di luar negeri. Kebanyakan sebuah penangkaran hanya menempatkan seekor tokek dalam sebuah kandang pemeliharaan, dengan ukuran minimal

(46)

5.3.2 Konstruksi kandang

Kandang masal merupakan kandang permanen yang terbuat dari beton dengan kombinasi kawat ram, seng, dan besi. Seluruh atap kandang masal dilapis oleh kawat ram dan sebagian tertutup seng. Kandang yang terbuat dari kayu merupakan kandang ideal untuk tokek dan cicak, karena habitat asli tokek dan cicak yang biasa tinggal di daerah yang banyak terdapat kayu. Lebih baik lagi apabila seluruh bagian kandang baik lantai, atap, dan dinding menggunakan material kayu agar membuat tokek merasa nyaman. Bentuk kandang kayu umumnya dapat dibentuk menyerupai akuarium (Susilo & Rahmat 2010; Angga 2010).

Penggunaan material kandang yang terbuat dari plastik dan kaca harus dihindari dalam upaya penangkaran tokek. Hal terpenting dalam menciptakan kondisi kandang yang ideal bagi kelangsungan hidup tokek adalah suhu dan kelembaban. Material plastik dan kaca tidak mendukung terciptanya kondisi suhu dan kelembaban optimal bagi hidup tokek di luar habitat alaminya. Kayu lapis, bambu, dan fiberglass merupakan material yang tepat untuk digunakan sebagai bahan pembuatan kandang pemeliharaan tokek (Departmen of Conservation 1999).

(47)

32

5.3.3 Lokasi kandang

Hasil pengamatan menunjukan lokasi kandang pemeliharaan tokek di penangkaran PT Mega Citrindo terletak jauh dari jalan raya sehingga tercipta kondisi sunyi. Kondisi lingkungan yang sunyi baik untuk kelangsungan hidup tokek dan cicak, menurut Susilo dan Rahmat (2010); Angga (2010) tokek biasanya rentan stres. Umumnya penyebab stres adalah kondisi lingkungan yang terlalu berisik, kondisi yang terlalu terang, dan tokek sering di pegang untuk ditimbang.

5.3.4 Perlengkapan di dalam kandang

Kandang tokek dan cicak dilengkapi dengan fasilitas untuk menunjang keberlangsungan hidup satwa. Perlengkapan kandang tokek dan cicak yang terdapat di PT Mega Citindo tersaji dalam Tabel 6.

Tabel 6 Perlengkapan di dalam kandang pemeliharaan tokek dan cicak

No. Perlengkapan Ukuran Fungsi Tersedia dalam kandang

1 Tempat makan 28 x 36 x 5 cm berat 100 gram

Wadah bubur nasi dan buah

Perlengkapan yang digunakan antara lain adalah tempat makan, tempat minum, kran air, daun palem, batang bambu, dan kayu. Tempat makan digunakan untuk meletakan bubur nasi dan buah-buahan karena jika ditebarkan dilantai kandang, dapat mengundang kehadiran semut dan kondisi kandang menjadi cepat kotor (Susilo & Rahmat 2010).

(48)

daun dilakukan dalam waktu yang tidak menentu, tergantung pada kondisi daun. Daun akan diganti apabila sudah banyak helaian daun yang gugur dan membusuk.

Pengkayaan kandang untuk kandang tokek biasa tidak disediakan daun palem, karena tokek biasa kurang menyukai daun palem sebagai tempat bersembunyi. Tokek biasa lebih menyukai berdiam diri di pinggiran dinding yang berbatasan dengan atap, terutama yang tertutup oleh seng. Biasanya di siang hari tokek biasa tampak berjajar dan berhimpit satu sama lain memenuhi pinggiran tersebut.

Upaya menciptakan kondisi kandang agar sama dengan kondisi habitat alaminya, maka di dalam kandang tokek dan cicak juga berisi batang bambu dan kayu karena menurut Susilo dan Rahmat (2010); Angga (2010) tokek adalah jenis satwa yang senang bersembunyi di balik atau di sela-sela kayu, batu, dan tempat yang gelap. Penggunaan bambu sendiri ternyata memberikan beberapa keuntungan bagi tokek dan cicak sebagai tempat bersembunyi. Selain itu, ternyata tokek dan cicak juga diduga menyukai aroma bambu, ditandai oleh seringnya tokek terdengar bernyanyi atau bersuara. Keberadaan batang kayu dan bambu harus dipertahankan di dalam kandang, agar tokek dan cicak merasa nyaman.

(49)

34

5.3.5 Suhu dan kelembaban kandang

Hasil pengukuran diketahui bahwa suhu dalam kandang berkisar antara 26ºC-29ºC seperti yang tersaji dalam Gambar 11. Susilo dan Rahmat (2010) berpendapat bahwa suhu ideal untuk hidup tokek berada pada kisaran suhu 32ºC. Frye (1991) menyatakan bahwa kondisi suhu optimal untuk reptil di daerah tropis berkisar 29,5ºC-37,5 ºC. Dengan demikian sebaran suhu di dalam kandang tokek dan cicak tersebut masih dalam batas normal.

Suhu berpengaruh terhadap pembentukan jenis kelamin di masa pertumbuhan embrio pada jenis kadal, kura-kura dan alligator. Selain itu suhu juga mempengaruhi pada karakteristik pada jenis kelamin. Beberapa jenis kura-kura dan alligator amerika, suhu pada masa embrio memberikan pengaruh pada jumlah telur perkelahiran dan ukuran individu muda (juvenil), cadangan energi, metabolisme dan pertubuhan, pigmentasi, fisiologi kelamin, pertumbuhan kelamin sekunder, dan perilaku harian satwa ektotermal (membutuhkan panas dari luar tubuh) (Rhen et al 2000).

Gambar 12 Grafik suhu dalam kandang tokek dan cicak.

Hasil pengukuran kelembaban dalam kandang tokek dan cicak berkisar antara 74% hingga 89% seperti yang tersaji dalam Gambar 13. Menurut Susilo dan Rahmat (2010) kelembaban ideal untuk hidup tokek dan cicak berada pada kisaran 25% hingga 35%. Kelembaban kandang reptil di daerah tropis sekurang-kurangnya berkisar antara 80% hingga 90% (Frye 1991).

(50)

Gambar 13 Grafik kelembaban dalam kandang tokek dan cicak.

Gambar 12 menunjukan suhu berfluktuasi karena hujan turun setiap hari. Fenomena La Nina yang mulai terjadi pada bulan Juli (BMKG 2010) menyebabkan hujan terjadi sepanjang hari. Suhu ekstrim akan menimbulkan gangguan pada fungsi biologis tokek dan cicak. Warwick (1990) menyatakan bahwa suhu lingkungan merupakan faktor utama keberlangsungan kehidupan ular begitu pula dengan tokek dan cicak yang mempengaruhi perilaku dan fungsi biologi tubuh. Penelitian terhadap leopard gecko (Eublepharis macularius) dalam perlakuan suhu memberikan pengaruh terhadap jenis kelamin pada telur yang akan menetas (Crews et al 1998). Pada suhu 26ºC dan 29ºC seluruh telur yang menetas berjenis kelamin betina, sedangkan pada suhu 32 ºC telur yang menetas akan berjenis kelamin jantan (Viets et al 1993)

Suhu dan kelembaban di dalam kandang tidak berpengaruh terhadap perilaku harian tokek dan cicak, namun berpengaruh terhadap tingkat kematian terutama pada spesies tokek bergaris. Dengan kisaran tingkat kematian sebesar 4-5 ekor per hari. Kematian tokek bergaris terjadi setiap hari, sedangkan tokek biasa dan cicak terbang memiliki tingkat kematian yang kecil yaitu 0-1 ekor per bulan.

Faktor nyata yang diduga sebagai penyebab tingginya kematian tokek bergaris adalah tingkat curah hujan yang tinggi terutama di wilayah Bogor. Ambon dan Sorong memiliki intensitas curah hujan relatif rendah lebih dari wilayah Bogor. Untuk mengatasi banyaknya jumlah tokek bergaris yang mati pengelola memberikan pakan tambahan berupa bubur nasi. Sementara itu, tingginya curah hujan tidak

(51)

36

berpengaruh terhadap kelangsungan hidup tokek biasa dan cicak terbang. Diduga karena kondisi habitat alami dari keduanya, khususnya suhu dan kelembaban wilayah Jawa Tengah relatif sama dengan kondisi lingkungan pengelola yang berada di wilayah Bogor.

5.3.6 Perawatan kandang

Berdasarkan hasil pengamatan dan wawancara dengan animal keeper paling tidak terdapat dua kegiatan perawatan kandang yang dilakukan secara rutin yaitu penyemprotan dan penyikatan. Penyemprotan dilakukan ke seluruh bagian dalam kandang dengan media air dengan tujuan kotoran kandang yang menempel akan lebih mudah terangkat dan terbawa ke saluran pembuangan. Penyikatan merupakan kegiatan menyikat kotoran kandang dengan tujuan agar kandang menjadi bersih, dan selanjutnya adalah diikuti dengan penyemprotan.

Kegiatan pembersihan kandang dilakukan setiap hari karena tokek sering membuang kotorannya di sembarang tempat dalam kandang. Kegiatan pembersihan juga dilakukan terhadap sisa pakan tokek karena selalu berceceran di lantai kandang. Pembersihan kandang dilakukan dalam kondisi tokek dan cicak masih berada di dalam kandang. Tempat minum dan makan juga dicuci setiap hari, sedangkan air minum diganti setiap 2 hari. Dharmojono (1998) dalam Sentanu (1999) menyatakan bahwa kandang dan peralatannya sebaiknya dicucihamakan setiap 2-4 minggu sekali.

5.3.7 Pakan dan Air 5.3.7.1 Pakan

(52)

Bubur nasi ± 900 gram - Setiap hari Cicak terbang Jangkrik 17 - Ditebarkan dalam

kandang

Rabu dan sabtu Keterangan *: Susilo dan Rahmat (2010); Angga (2010)

Hasil pengamatan menunjukan bahwa pakan tambahan diberikan pada tokek bergaris. Pakan utama yakni berupa jangkrik diberikan pada seluruh tokek dalam kandang pemeliharaan.

5.3.7.2 Jenis pakan

Jangkrik sebagai pakan utama diberikan kepada seluruh tokek dan cicak, karena jangkrik merupakan makanan kegemaran tokek (Redaksi Agromedia 2010a; Redaksi Agromedia 2010b; Angga 2010; Supriyadi 2010; Susilo & Rahmat 2010). Dalam kegiatan pemeliharaan tokek tidak dibenarkan memberikan serangga penyengat untuk pakan utama seperti lebah, semut, ngengat, lalat sampah, lalat buah dan ulat bulu (Department of Conservation 1999).

Pakan tambahan yang diberikan berupa buah dan bubur. Buah yang diberikan antara lain nanas dan pepaya afkir (reject), sedangkan bubur yang diberikan berupa bubur nasi dengan campuran gula merah. Menurut Angga (2010) selain buah tokek juga dapat diberikan pakan tambahan berupa aprikot, brocoli (daun dan kuntumnya), collard greens, dandelion greens, kol, sawi, ubi jalar, peterseli (sejenis seledri), lobak dan labu kuning.

(53)

38

yang aktif pada siang hari seperti tokek madagaskar (Phelsuma madagascariensis) mendapatkan asupan gizi dari tanaman dan buah. Sama seperti tokek jepang (Gekko japonicus) dalam terrarium bisa memakan buah bahkan permen. Cicak rumah (Gehyra mutilata) memiliki kecenderungan memakan yang manis dan hasil fermentasi, sehingga disebut kadal gula (Grzimek’s 1975). Menurut Bartlett (1995) sebagian besar tokek adalah omnivora (pemakan segala).

Wortel (Daucus carota) merupakan pakan tambahan yang paling tepat untuk diberikan pada tokek, Redaksi Agromedia (2010a); Angga (2010) menerangkan bahwa buah wortel (Daucus carota) dapat mencerahkan warna tokek. Praktek pemberian bubur nasi mulai dilakukan pada tokek bergaris bulan Agustus di tahun 2010 dan berlanjut hingga saat ini. Pemberian bubur dilakukan untuk menekan tingkat kematian tokek bergaris.

Pakan tambahan tidak diberikan pada tokek biasa dan cicak terbang. Faktor yang melatar-belakanginya adalah tingkat kesukaan (palatabilitas) terhadap buah dan bubur yang rendah. Pemberian bubur sebagai pakan tambahan biasa dilakukan berselang 3 jam setelah pemberian jangkrik, sedangkan waktu pemberian buah sebagai pakan tambahan tidak ditentukan secara khusus.

Hasil pengamatan menunjukan bahwa tokek dan cicak tidak memakan jangkrik yang telah mati karena tokek memerlukan pakan pokok berupa serangga hidup memangsa satwa yang lebih kecil dari ukuran tubuhnya (Department of Conservation 1999). Jangkrik mati meupakan salah satu penyebab keberadaan semut, keberadaan semut ini dapat mengganggu keberlangsungan hidup tokek dan cicak. Menurut Susilo dan Rahmat (2010) semut diketahui dapat merajahi tokek dan cicak yang mati di dalam kandang dan biasanya semut datang dalam jumlah berkelompok.

(54)

kali sehari, yaitu pada sore hari menjelang malam dan menjelang tengah malam hal ini didasarkan pada pertimbangan waktu pemberian pakan harus disesuaikan dengan kebiasaan tokek yang mulai aktif berburu mangsa pada malam hari hingga menjelang pagi.

Waktu pemberian pakan pada tokek perlu diperhatikan secara intensif terutama dalam pemeliharaan di penangkaran, hal ini dilakukan untuk menjaga jumlah pakan yang dikonsumsi tetap stabil. Kondisi suhu dan iklim di penangkaran berbeda dengan di habitat alaminya, sebab kondisi suhu dan iklim berpengaruh terhadap jumlah konsumsi pakan (Department of Conservation 1999).

5.3.7.4 Jumlah pakan

Jumlah jangkrik yang diberikan pada tokek dan cicak dalam 1 kali pemberian adalah ± 48-50 ekor. Susilo dan Rahmat (2010); Angga (2010) berpendapat jumlah jangkrik yang diberikan untuk seekor tokek adalah 5-7 ekor dalam 1 kali pemberian.

Hasil rata-rata pengukuran jangkrik adalah 0,0346 gram/ekor dan jumlah jangkrik yang diberikan di PT Mega Citrindo rata-rata 49 ekor per kandang per 1 kali pemberian, maka total rata-rata berat jangkrik yang diberikan berat setara dengan berat 16,954 gram. Pemberian biasa dilakukan 2 kali per minggu atau setara 33,908 gram. Berdasarkan hasil pengukuran terdapat ± 200 ekor tokek dalam kandang, maka seekor tokek mendapat jangkrik sebanyak ± 17 ekor per minggu.

(55)

40

gram, sehingga berat jangkrik yang harus diberikan dalam 1 hari adalah 4,152 gram. Dalam hitungan minggu berat jangkrik yang diberikan pada seekor tokek adalah sebesar 29,064 gram atau ± 84 ekor jangkrik per ekor.

Perbandingan berat jangkrik yang diberikan oleh pengelola dan pustaka menunjukan perbedaan. Pengelola memberikan ± 16,831% porsi pakan seekor tokek dan cicak, sedangkan dalam pustaka mencapai ± 83,168%. Jumlah ini membuktikan tokek dan cicak di PT Mega Citrindo mengalami kelaparan, meskipun tahan lapar dan tahan serta bisa tidak makan selama 1-2 minggu (Angga 2010), keadaan tokek di alam dan di penangkaran berbeda. Di alam tokek dan cicak dapat mencari mangsa sendiri untuk memenuhi kebutuhan pakan, sedangkan di penangkaran masalah pakan diatur oleh manusia. Persaingan memperebutkan makan juga terjadi dalam kandang masal karena harus bersaing dengan ratusan ekor tokek dan cicak lain, ditambah lagi jantan dan betina ditempatkan dalam 1 kandang.

Dalam penangkaran biaya untuk pakan hampir mencapai 75% dari total biaya produksi (Thohari 1987). Pengelola juga berpendapat demikian, tingginya biaya untuk memenuhi kebutuhan pakan mengharuskan pengelola untuk mencari solusi agar biaya pakan dapat ditekan. Salah satu cara yaitu dengan mengurangi jumlah porsi pakan. Bila keadaan finansial pengelola tidak memenuhi untuk pengadaan pakan, tokek dan cicak hanya diberikan air.

5.3.7.5 Cara pemberian pakan

Hasil pengamatan menunjukan bahwa pemberian jangkrik dilakukan dengan ditebarkan secara perlahan di lantai kandang agar tokek dan cicak dapat menikmati pakan dengan tenang serta mencegah saling berebut pakan antar sesama individu. Susilo dan Rahmat (2010); Angga (2010) berpendapat pemberian pakan bagi tokek yang ideal adalah dilakukan dengan ditebarkan di lantai kandang dan tidak memasukan pakan (jangkrik) secara tiba-tiba serta bersamaan ke dalam kandang, karena getaran dan bunyi tumpahan makanan yang tiba-tiba bisa membuat tokek berhamburan di dalam kandang sehingga saling bertabrakan dan rentan terluka.

(56)

air sumur, namun tidak jarang air hujan yang masuk dalam kandang dikonsumsi oleh tokek dan cicak. Hasil pengamatan menunjukan tokek dan cicak juga mengkonsumsi genangan air yang tertinggal di lantai kandang karena air hujan langsung masuk ke dalam kandang.

Sumber air ideal untuk tokek menurut Susilo dan Rahmat (2010) berasal dari air hujan yang langsung ditampung dengan wadah plastik atau tanah liat. Hindari menampung air hujan menggunakan logam berat karena dikhwatirkan akan bereaksi kimia, sehingga mengganggu pertumbuhan tokek. Air hujan yang akan disediakan pada tokek sebaiknya diendapkan sebelumnya selama 1 hingga 2 hari. Selain air hujan, air sumur juga baik untuk diberikan pada tokek karena banyak mengandung mineral seperti mangan, yodium, kalium, fosfor, natrium, zat besi, kalsium, kromium, zink, selenium, dan tembaga yang sangat dibutuhkan tokek untuk menjaga stamina dan mempercepat pertumbuhan.

5.3.8.2 Jumlah dan waktu pemberian air

Air diberikan pada seluruh jenis tokek dan cicak diganti setiap 2 hari sekali. Jumlah air yang diberikan adalah satu liter per kandang. Jumlah dan waktu pemberian air yang diberikan dalam kandang mempengaruhi perilaku makan. Tokek dan cicak tidak lahap untuk mengkonsumsi jangkrik yang dibuktikan dengan banyaknya jangkrik yang tersisa di kandang. Diduga karena tindakan pemberian air minum dilakukan terlebih dahulu dibandingkan dengan pakan utamanya yaitu jangkrik, menunjukan bahwa tokek sudah lebih dahulu meminum air sebelum makan.

(57)

42

minum yang berlebihan bisa menyebabkan pertumbuhan tokek menjadi lambat, karena konsumsi air minum yang berlebihan dapat mempengaruhi terhadap nafsu makan. Fakta di lapangan menunjukan bahwa banyak tokek dan cicak mengalami pertumbuhan yang lambat, karena konsumsi air minum yang berlebihan (Susilo dan Rahmat 2010). Meskipun demikian belum ada keterangan yang pasti tentang pengaruh jumlah konsumsi air terhadap pertumbuhan tokek dan cicak.

5.3.8.3 Cara pemberian air

Hasil pengamatan menunjukan tempat air diletakkan di lantai kandang. Penempatan ini tidak efisien dilihat dari perilaku tokek dan cicak yang aktif. Air menjadi cepat kotor karena tokek sering jatuh masuk ke dalam tempat air, tokek juga terkadang menjatuhkan kotoran (feses) ke dalam tempat air, bahkan individu yang mati pun sering masuk ke dalam tempat air, meskipun terkesan kotor, kondisi air tersebut belum diketahui secara tepat dampaknya terhadap tokek dan cicak.

Pemberian air minum dengan cara menyemprotkan air ke dinding kandang dipandang lebih efektif dibandingkan dengan memberikan minum di dalam wadah yang biasanya cepat kotor karena aktifitas tokek (Susilo & Rahmat 2010). Menurut Department of Conservation (1999) pemberian minum untuk tokek ditempatkan dalam wadah yang lebar, datar, dan dangkal, yang dimaksudkan agar mempermudah tokek dalam memperoleh air.

5.3.9 Pemeliharaan Kesehatan

5.3.9.1 Waktu pemeliharaan dan pemberian obat dan vitamin

Upaya pemeliharaaan kesehatan terhadap tokek dan cicak dilakukan setiap hari di mulai sejak pukul 08.00 WIB hingga pukul 12.00 WIB. Kegiatan pemeliharaan kesehatan biasanya dilakukan bersamaan dengan kegiatan perawatan kandang.

(58)

kesehatan pada tokek dan cicak. Beberapa tindakan perawatan kesehatan yang dilakukan di PT Mega Citrindo disajikan pada Tabel 8.

Tabel 8 Jenis penyakit dan tindakan kesehatan pada tokek dan cicak di PT Mega Citrindo

Spesies tokek Jenis penyakit Upaya pencegahan dan penanggulangan

Tokek bergaris Infeksi mata Mata bengkak

- - Setiap hari

Cicak terbang - - - Setiap hari

Sumber: PT Mega Citrindo (2010). 5.3.9.3 Jenis penyakit

Berdasarkan Tabel 7 dapat dinyatakan bahwa secara umum terdapat 2 jenis penyakit yang biasa ditemukan menyerang tokek dan cicak di PT Mega Citrindo. Dari 2 jenis penyakit yang diamati, seluruhnya menyerang tokek bergaris. Berikut diuraikan secara singkat jenis penyakit yang ditemukan pada tokek dan cicak di kandang PT Mega Citrindo.

(1) Infeksi mata

Gejala yang ditimbulkan oleh infeksi mata adalah terjadi perubahan warna pada mata tokek dan cicak. Dalam pengamatan selama penelitian umunya ditemukan tokek bergaris yang mengalami infeksi mata. Faktor terjadinya infeksi mata pada tokek ini belum atau tidak diketahui dengan tepat.

(2) Mata bengkak

(59)

44

5.3.9.4 Jenis obat dan desinfektan yang diberikan

Manajemen pemeliharaan kesehatan tokek dan cicak di PT Mega Citrindo belum dilakukan dengan baik karena terbatas pada perlengkapan perawatan kesehatan dan informasi yang tersedia di Indonesia.

Di Indonesia belum banyak upaya pemeliharaan yang bergerak untuk penangkaran tokek sebab diyakini jumlah yang di alam dapat memenuhi kuota permintaan konsumen dan belum masuk dalam satwa dilindungi dalam APPENDIX CITES menurut Susilo dan Rahmat (2010), sehingga masih belum banyak data pendukung mengenai obat dan desinfekatan yang cocok untuk tokek dan cicak. Meskipun demikian untuk keperluan perawatan kesehatan dan penanggulangan penyakit pada tokek dan cicak dapat menggunakan beberapa jenis obat-obatan seperti betadine cair dan bubuk PK yang dirrekomendasikan oleh Angga (2010).

5.4 Pemanfaatan Hasil

5.4.1 Bentuk pemanfaatan hasil

Berdasarkan hasil wawancara menunjukan tokek yang dijual keluar negeri hanya digunakan sebagai satwa peliharaan (pets). Pihak pengelola penangkaran belum yakin akan manfaat tokek dapat digunakan sebagai obat yang dapat menyembuhkan suatu penyakit karena lebih percaya pada kedokteran modern.

Pemanfaatan tokek sebagai obat ditemukan di wilayah Jakarta berdasarkan penelitian Arisnagara (2008) tokek digunakan untuk menyembuhkan gatal-gatal pada tubuh, eksim, koreng, panu, kadas yang disajikan dalam bentuk kapsul. Pembuatan kapsul dilakukan dengan memanfaatkan daging dan tulang reptil. Bahan-bahan tersebut dikeringkan dalam oven, apabila bahan sudah kering lalu ditumbuk sampai halus dan dimasukkan ke dalam kapsul.

5.4.2 Harga beli dan harga jual

(60)

data

Keterangan APBJK: Amerika Serikat, Perancis, Belanda, Jerman, dan Kanada. Keterangan*: berubah sewaktu-waktu.

Pada umumnya tokek yang dijual memiliki kisaran harga yang berbeda-beda. Tokek dengan berat 3,5 ons akan dihitung per ekor, sedangkan tokek dengan berat 4-5 ons akan di hitung per ons. Misalnya, seekor tokek seberat 3,4-5 ons akan dibeli oleh buyer (pembeli) dengan harga Rp 100 000 000. Sementara untuk tokek dengan berat di atas 4 ons, akan dibeli dengan kesepakatan antara owner (pemilik) tokek dan buyer per ons tokek dihargai Rp 50 000 000. Jika berat tokek adalah 4 ons, harga jual tokek tersebut adalah Rp 200 000 000. Jika berat tokek tersebut lebih besar, tentu nilai jual yang disepakati per onsnya lebih besar (Susilo & Rahmat 2010).

5.4.3 Kriteria Penentuan Nilai Ekonomi Tokek dan Cicak

Pengelola memiliki cara tersendiri untuk menentukan kriteria tokek dan cicak yang di jual, yaitu dengan memilih tokek dan cicak sebelum dikirim. Pengelola tidak mengukur panjang total dan berat badan tokek atau cicak sebagai kriteria, namun dari tampilan fisik yang sempurna tanpa cacat tubuh yang dinilai secara visual. Gambar 14 menunjukan perbandingan antara tokek yang tidak ekonomis (kiri) dan tokek yang ekonomis (kanan).

(61)

46

Sumber: Dokumetasi Pribadi (2010)

Gambar 14 Perbandingan tokek yang tidak ekonomis (kiri) dan ekonomis (kanan).

Berdasarkan ukuran kepala, ekor, dan warna, tokek sebelah kanan (Gambar 14) lebih berisi serta lebih menarik perhatian konsumen untuk di beli dibandingkan tokek sebelah kiri. Dalam proses packing biasanya tokek sebelah kiri akan dilepas dari kandang karena tidak lama lagi akan mati.

5.4.4 Jumlah panen

Setiap kegiatan panen tidak dapat ditentukan jumlah pasti untuk setiap pengiriman. Menurut pengelola jumlah tersebut memang tidak dapat dipastikan, karena tokek dan cicak yang dikirim berdasarkan jumlah yang diminta konsumen sendiri.

Tabel 8 menunjukan jumlah tokek dan cicak dalam sekali packing. Jumlah tokek biasa yang dikirim sebanyak 195 ekor lebih banyak dari tokek bergaris sebanyak 150 ekor dan cicak terbang sebanyak 50 ekor. Jumlah bisa berubah sewaktu-waktu, terkadang jumlah tokek bergaris dan cicak terbang lebih banyak diminta dari tokek biasa. Susilo dan Rahmat (2010) berpendapat berapapun jumlah tokek dan cicak yang dikirim akan diterima tidak ada batasannya.

5.4.5 Negara tujuan ekspor

(62)

Gambar 15 Persentase pengiriman ekspor tokek dan cicak ke negara tujuan. Perhitungan 60% diperoleh dari rataan selama 6 minggu. Pengiriman tokek dan cicak dilakukan ke negara Amerika Serikat sebanyak ± 6 kali, sedangkan pengiriman untuk negara Perancis, Kanada, Jerman, dan Belanda terjadi ± 1 kali. Amerika Serikat mejadi konsumen tetap PT Mega Citrindo sejak tahun 2000 hingga tahun 2010. Tidak ada faktor khusus yang melatarbelakangi seringnya permintaan konsumen dari negara tersebut. Dalam Susilo dan Rahmat (2010) menyatakan bahwa pesanan tokek berdatangan dari berbagi negara, seperti Jepang, Korea, Kanada, dan Belanda yang digunakan untuk berbagai objek penelitian.

Pada bulan September hingga November dan Januari hingga Februari merupakan bulan dengan permintaan tertinggi terhadap tokek dan cicak. Pengelola juga menambahkan bahwa pada bulan November hingga Januari jumlah tokek biasa dari pengumpul besar lebih sedikit dari bulan yang lain, hal ini disebabkan tokek biasa mengalami hibernasi (tidur panjang). Pada November hingga Januari tokek biasa akan menghilang, untuk menghindar dari musim hujan. Tokek biasa akan muncul kembali pada pertengahan atau di akhir bulan Februari (Grzimek’z 1975). 5.4.6 Teknik packing dan pengiriman

Kegiatan pemanfaatan hasil di PT Mega Citrindo disebut packing. Packing dilakukan dalam waktu yang tidak menentu. Selama kegiatan penelitian diketahui jumlah pengiriman rata-rata terjadi 4 kali pengiriman per bulan. Urut-urutan packing

10%

Gambar

Gambar 1  Morfologi tokek.
Gambar 3  Tokek bergaris sorong (Gekko vittatus Houttyun, 1782).
Gambar 5  Cicak terbang (Sumber: Dokumentasi Pribadi (2010) Ptychozoon kuhli Stejneger, 1902)
Tabel 1  Penentuan jenis kelamin pada tokek dan cicak
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Keanekaragaman Jenis dan Karakteristik Habitat Kelelawar di Kawasan Hutan Batang Toru Bagian Barat (HBTBB), Sumatera Utara adalah

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul Teknik Penangkaran dan Kualitas Suara Cucak Rawa ( Pycnonotus zeylanicus Gmelin, 1789) di Mega Bird and

yang tertangkap dengan metode bare leg collection , resting kandang dan dari habitat perkembangbiakan larva di Desa Tunggulo Kecamatan Limboto Barat Kabupaten Gorontalo

Kelompok 52581, yaitu Perdagangan Eceran Kaki Lima Barang Kerajinan yang mencakup usaha perdagangan eceran kaki lima barang kerajinan dari kayu, bambu, rotan, pandan, rumput

Bagaimanakah interaksi perilaku sosial rusa sambar (Cervus unicolor) dan rusa totol (Axis axis) yang terdapat di Kandang Penangkaran PT Gunung Madu Plantations Lampung

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Keanekaragaman Jenis dan Karakteristik Habitat Kelelawar di Kawasan Hutan Batang Toru Bagian Barat (HBTBB), Sumatera Utara adalah

- Menentukan jumlah sampel yang akan diteliti, yaitu 25 batang jenis Meranti merah. - Pengukuran panjang dan diameter kayu bulat. Menghitung volume batang dengan cara

Pemeliharaan ternak babi di Desa Mopolo masih tradisional dan semi intensif, dimana sebagian besar peternak memiliki kandang untuk ternak mereka namun banyak kandang yang masih terbuat