TINGKAT KONSUMSI ENERGI DAN ZAT GIZI PASIEN PENERIMA
DIET RENDAH GARAM YANG DISAJIKAN DI RUMAH SAKIT ROYAL
TARUMA JAKARTA
YUNI HARIANTI SAGA
DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
Under direction of HADI RIYADI and VERA URIPI.
The purpose of this research was to identify energy and nutrition consumption levels on the patients of the low salt diet treatment in Royal Taruma hospital. Cross sectional study design was applied in this research and samples were drawn by purposive sampling. The total sample of 26 patients, consist of 15 man and 11 women. Primary data consisted of characteristic sample, history of disease, food availability in hospital and food consumption. Secondary data was the data from the Royal Taruma hospital. Data collected using a questionnaire and also with observasional. Energy availability levels was normally category. Protein avability levels was over the RDA. Energy and protein consumption level was defisit category. Energy sufficiency level was defisit and protein sufficiency level was over the RDA. Result showed that there was significantly correlation (p<0.05) between waste food and energy and nutrients consumption levels.
RINGKASAN
YUNI HARIANTI SAGA. Tingkat Konsumsi Energi Dan Zat Gizi Pasien Penerima Diet Rendah Garam Yang Disajikan Di Rumah Sakit Royal Taruma Jakarta. Dibimbing oleh HADI RIYADI dan VERA URIPI.
Tujuan umum penelitian ini untuk mengetahui tingkat konsumsi energi dan zat gizi pasien penerima diet rendah garam yang disajikan di Rumah Sakit Royal Taruma Jakarta. Tujuan khususnya adalah (1) mempelajari karakteristik contoh (jenis kelamin, usia, berat badan, tinggi badan, status gizi, pendidikan dan pekerjaan); (2) mempelajari riwayat penyakit contoh (jenis diit rendah garam yang diberikan, jenis penyakit penyerta, aktifitas fisik, lama perawatan di RS dan status pengalaman konsultasi); (3) mempelajari ketersediaan dan tingkat ketersediaan energi dan zat gizi terhadap kebutuhan; (4) mengamati konsumsi energi dan zat gizi contoh terhadap makanan yang disajikan RS dan tingkat konsumsi energi dan zat gizi contoh terhadap ketersediaan dan kebutuhan; (5) Menganalisis hubungan lama rawat dengan tingkat konsumsi terhadap ketersediaan energi dan zat gizi contoh; (6) Menganalisis hubungan sisa makanan dengan tingat konsumsi terhadap ketersediaan energi dan zat gizi contoh.
Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah cross sectional survey, dilakukan di Rumah Sakit Royal Taruma pada bulan Juni-Agustus 2010. Contoh dalam penelitian ini adalah pasien rawat inap (usia 20-80 tahun) yang telah dirawat minimal tiga hari, dirawat di kelas II dan kelas III, penderita hipertensi dengan atau tanpa komplikasi, mendapatkan diit rendah garam, kesadaran baik, bisa berkomunikasi dan bersedia menjadi responden. Jumlah contoh yang diperoleh sesuai dengan kriteria selama penelitian yaitu 26 pasien (15 contoh pria dan 11 contoh wanita).
menengah dan status gizi normal. Mayoritas contoh lulusan universitas/akademi (61,5%) dan seorang wiraswasta (46%). Persentase tertinggi aktifitas adalah ambulasi (57,7%), lama perawatan 10-20 (54%). Mayoritas contoh pernah melakukan konsultasi gizi (69%).
Rata-rata kebutuhan energi dan protein pasien pria hipertensi dengan penyakit penyerta Diabetes Mellitus masing-masing 1726 Kal dan 86 g, sedangkan rata-rata kebutuhan energi dan protein pasien wanita sebesar 1483 Kal dan 74 g. Rata-rata kebutuhan energi dan protein hipertensi pasien pria dengan penyakit penyerta gagal ginjal sebesar 1656 Kal dan 42 g, kebutuhan energi dan protein pasien wanita sebesar 1536 Kal dan 33.8 g. Rata-rata kebutuhan energi dan protein pasien hipertensi dengan penyakit penyerta penyakit jantung sebesar 1437 Kal dan 42.2 g. Rata-rata kebutuhan energi dan protein hipertensi pasien pria tanpa penyakit penyerta sebesar 1740 Kal dan 54.4 g dan pasien wanita sebesar 1518 Kal dan 47.2 g.
Angka rata-rata ketersediaan energi contoh gagal ginjal paling tinggi yaitu sebesar 2087 Kal. Berdasarkan konsistensi diet, ketersediaan energi dan zat gizi diet berkonsistensi biasa lebih besar daripada diet berkonsistensi lunak. Tingkat ketersediaan energi sebagian besar termasuk dalam kategori normal (90-119% angka kebutuhan) sebanyak 57.7%. Sebanyak 7.7% yang termasuk dalam kategori defisit (<90% angka kebutuhan) yaitu contoh hipertensi dengan penyakit penyerta Diabetes Mellitus. Tingkat ketersediaan protein, sebagian besar termasuk dalam kategori lebih (>120% angka kebutuhan) sebanyak 69.2%, untuk kategori defisit dan normal memiliki nilai yang sama yaitu 15.4%.
Konsumsi energi terendah adalah hipertensi dengan penyakit penyerta Diabetes Mellitus sebesar 963 Kal dan gagal ginjal sebesar 1006 Kal. Tingkat konsumsi energi berada dalam kategori defisit ringan dan defisit berat sebanyak 38.5%. Tingkat konsumsi protein berada dalam kategori defisit tingkat berat sebanyak 50%. Sebagian besar tingkat kecukupan energi contoh berada di kategori defisit tingkat berat (70-79% angka kebutuhan). Untuk tingkat kecukupan protein termasuk dalam kategori diatas angka kebutuhan (>120% angka kebutuhan).
Sisa makanan tertinggi pada waktu makan pagi adalah makanan pokok (59%) kemudian diikuti oleh hidangan sayur (36,2%). Pada waktu makan siang, sisa makanan tertinggi adalah makanan pokok (34,9%), hidangan sayuran (27,6%) dan lauk hewani (26,8%). Pada waktu malam, sisa makanan tertinggi adalah sayuran (27,7%), makanan pokok (27,2%) dan lauk nabati (23,7%).
TINGKAT KONSUMSI ENERGI DAN ZAT GIZI PASIEN PENERIMA
DIET RENDAH GARAM YANG DISAJIKAN DI RUMAH SAKIT ROYAL
TARUMA JAKARTA
YUNI HARIANTI SAGA
Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Gizi pada Departemen Gizi Masyarakat Fakultas Ekologi Manusia
Institut Pertanian Bogor
DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
Menyetujui,
Pembimbing 1 Pembimbing 2
Dr. Ir. Hadi Riyadi. MS dr. Vera Uripi. S. Ked NIP. 19610615 1986031004 NIP. 195112071988032001
Mengetahui,
Ketua Departemen Gizi Masyarakat
Dr. Ir. Budi Setiawan, MS NIP. 196212041989032002
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Tanjung Priuk Jakarta Utara, pada tanggal 3 Juni 1986. Penulis merupakan anak pertama dari tiga bersaudara dari pasangan Baharuddin Saga dan Munawati.
Pada tahun 1990 penulis memulai pendidikan di Taman Kanak-Kanak Fajar Jakarta Utara, lalu melanjutkan pendidikan di SDN Pondok Benda II Pamulang. Pada tahun 1997 pendidikan di SLPN I Pamulang, tahun 2003 menyelesaikan pendidikan di SMU Muhammadiyah 25 Pamulang.
Pada tahun 2004, penulis meneruskan di D III Fakultas Peternakan program studi Teknologi dan Industri Pakan Institut Pertanian Bogor. Kemudian penulis melanjutkan pendidikan di Institut Pertanian Bogor program Gizi Masyarakat, Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor.
telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, memberi kemudahan dan kesabaran sehingga penulis menyelesaikan penulisan skripsi ini sebagai syarat Sarjana Jurusan Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor. Dalam penyelesaian penulisan skripsi ini penulis tidak terlepas dari doa, bimbingan, bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Dr. Ir. Hadi Riyadi, MS sebagai dosen pembimbing yang telah mengarahkan penulis dan memberi saran-saran sejak penulisan proposal sampai penyempurnaan skripsi ini.
2. Dr. Ir. Budi Setiawan, MS sebagai dosen penguji yang telah memberikan koreksi serta saran-saran untuk penyempurnaan penulisan skripsi ini.
3. Prof. Dr. Ir. Siti Madanijah, MS sebagai dosen pembimbing akademik yang telah memberikan bimbingan selama penulis menempuh pendidikan di jurusan Gizi Masyarakat.
4. dr. Yekti Hartati Effendi sebagai dosen pembimbing Internship Dietetik yang telah memberikan bimbingan, saran, pustaka untuk penyempurnaan penulisan 5. Direktur Utama RS Royal Taruma, Kepala Instalasi Gizi RS Royal Taruma Ibu
Nurhatati SKm dan seluruh karyawan Instalasi Gizi.
6. Papa Baharuddin Saga, Mama Munawati terima kasih atas kasih sayang, perhatian dan doa tak henti-hentinya untuk keberhasilan penulis. Adik-adik tersayang Akbar Adi Saputra dan Azzahra Amalia.
7. Dosen-dosen di Jurusan Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia IPB. Terima kasih atas ilmu yang telah diberikan selama ini hingga penulis dapat meraih gelar sarjana.
8. Annisa Rizkiriani, SGz yang telah memberikan saran-saran dalam penulisan skripsi ini.
vi
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ... ix
DAFTAR GAMBAR ... xi
DAFTAR LAMPIRAN ... xii
PENDAHULUAN ... 1
Latar Belakang ... 1
Tujuan ... 3
Kegunaan Penelitian ... 3
TINJAUAN PUSTAKA Diet Rendah Garam ... 4
Penyakit Penerima Diet Rendah Garam ... 5
Hipertensi ... 5
Gagal Ginjal ... 7
Diabetes Mellitus ... 7
Penyakit Jantung ... 9
Pelayanan Gizi Rumah Sakit ...10
Penyelenggaraan Makanan ...11
Perencanaan Menu ...12
Status Gizi ...13
Faktor Lingkungan ...13
Kelas Perawatan ...13
Waktu Makan ...13
Konsistensi Diet ...14
Pengalaman Konsultasi Gizi ...14
Kebutuhan Energi dan Zat Gizi ...14
Kebutuhan Energi ...15
Konsumsi Pangan ...16
Jenis Kelamin ...17
Pendidikan ...17
Lemak ...17
Serat ...18
Natrium ...19
Angka Kebutuhan Gizi ...20
Sisa Makanan ...21
KERANGKA PEMIKIRAN ...22
METODE PENELITIAN Desain, Tempat dan Waktu...24
Jumlah dan Cara Pengambilan Contoh ...24
Jenis dan Cara Pengumpulan Data ...24
Pengolahan dan Analisis Data ...26
Analisis Data ...29
Definisi Operasional ...30
HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum RS Royal Taruma ...33
Gambaran Umum Instalasi Gizi ...33
Komponen Ketenagaan ...33
Struktur Organisasi Instalasi Gizi RS Royal Taruma ...33
Kegiatan Penyelenggaraan Makanan Rumah Sakit ...34
Karakteristik Pasien ...36
Jenis Kelamin dan Usia...36
Status Gizi Berdasarkan Indeks Massa Tubuh ...36
Tingkat Pendidikan dan Jenis Pekerjaan ...37
viii
Data Riwayat Hipertensi Pasien ...38
Lama Perawatan dan Jenis Penyakit Penyerta Hipertensi ...38
Jenis Penyakit Penyerta dan Usia ...39
Status Melakukan Konsultasi ...39
Kebutuhan Total Energi dan Protein,Sehari ...40
Ketersediaan Energi dan Gizi Makanan RS ...41
Tingkat Ketersediaan Energi dan Zat Gizi ...46
Konsumsi Energi dan Zat Gizi ...48
Tingkat Konsumsi dan Tingkat Kecukupan Energi dan Zat Gizi ...50
Sisa Makanan ...52
KESIMPULAN DAN SARAN ...53
Kesimpulan ...53
Saran ...54
DAFTARA PUSTAKA ... 55
DAFTAR TABEL
Nomor Halaman 1 Klasifikasi Hipertensi Menurut WHO... 6 2 Dietary References Intake (DRI) natrium (IOM 2004) ... 19 3 Data, Jenis Data, Cara Pengumpulan Data dan Alat Yang
Digunakan ... 25
4 Faktor Penyakit (injury factor) ... 27 5 Peubah dan Kategori Peubah Karakteristik, Lingkungan dan
Konsumsi Contoh ... 28
6 Peubah dan Kategori Tingkat Ketersediaan, Tingkat Konsumsi dan Tingkat Kecukupan Menurut Direktorat Bina Gizi Masyarakat (1996) ...
28
7 Sebaran Pasien Berdasarkan Kelompok Usia dan Jenis Kelamin.... 37 8 Sebaran Pasien Berdasarkan Status Gizi ... 38 9 Sebaran Pasien Berdasarkan Jenis Pekerjaan dan Tingkat
Pendidikan ... 38
10 Sebaran Pasien Berdasarkan Aktifitas Fisik dan Jenis Penyakit Penyerta dengan Hipertensi ...
39
11 Sebaran Pasien Berdasarkan Jenis Penyakit Penyerta dengan Hipertensi dan Lama Rawat ...
39
12 Sebaran Pasien Berdasarkan Jenis Penyakit Penyerta dan
Kelompok Usia ... 40
13 Sebaran Pasien Berdasarkan Jenis Penyakit Penyerta &
Pengalaman Konsultasi ... 41
14 Kebutuhan Energi dan Zat Gizi menurut Jenis Penyakit Penyerta Hipertensi dengan Jenis Kelamin ...
42
15 Ketersediaan Sarapan Makanan RS Berdasarkan Paket Yang Disediakan ...
43
16 Ketersediaan Energi, Protein dan Lemak berdasarkan Menu dan Konsistensi Diet
44
17 Ketersediaan Serat dan Natrium berdasarkan Menu dan
Konsistensi Diet ... 44
18 Ketersediaan Snack RS Berdasarkan Diet Yang Diberikan ... 45 19 Rata-rata Ketersediaan Serat dan Natrium Buah berdasarkan Jenis
Diet ... 45
20 Rata-rata Ketersediaan Energi dan Zat Gizi Contoh Berdasarkan Jenis Penyakit Penyerta dengan Hipertensi ...
46
21 Rata-rata Ketersediaan Energi dan Zat Gizi Berdasarkan Jenis Penyakit Penyerta dengan Hipertensi dan Konsistensi Lunak
(bubur) ...
x
22 Rata-rata Ketersediaan Energi dan Zat Gizi Berdasarkan Jenis Komplikasi dengan Hipertensi dan Konsistensi Biasa (nasi tim) ...
46
23 Rata-rata Ketersediaan Energi dan Zat Gizi Berdasarkan Jenis Komplikasi dengan Hipertensi dan Konsistensi Biasa (nasi) ...
46
24 Tingkat Ketersediaan Energi Berdasarkan Jenis Penyakit Penyerta. 47 25 Tingkat Ketersediaan Protein Berdasarkan Jenis Penyakit Penyerta 47 26 Perbandingan Rata-rata Ketersediaan dan Rata-rata Konsumsi
Berdasarkan Jenis Komplikasi dengan Hipertensi dengan
Konsistensi Diet (bubur, nasi tim dan nasi biasa) ... 48
27 Konsumsi Energi dan Zat Gizi Berdasarkan Jenis Penyakit
Penyerta ... 49
28 Tingkat Konsumsi Energi Berdasarkan Jenis Penyakit Penyerta…... 50 29 Tingkat Konsumsi Protein Berdasarkan Jenis Penyakit Penyerta .... 50 30 Tingkat Konsumsi Lemak, Natrium dan Serat ... 51 31 Tingkat Kecukupan Energi Berdasarkan Jenis Penyakit Penyerta.... 51 32 Tingkat Kecukupan Protein Berdasarkan Jenis Penyakit Penyerta .. 52 33 Persentase Sisa Makanan Berdasarkan Waktu Makan dan Jenis
DAFTAR GAMBAR
Nomor Halaman 1 Kerangka Pemikiran Tingkat Konsumsi Energi dan Zat Gizi
Pasien Penerima Diet Rendah Garam Yang di Sajikan di RS Royal Taruma Jakarta ...
23
xii
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Halaman
1 Gambar dan Peta Lokasi Rumah Sakit Royal Taruma Jakarta ... 61
2 Struktur Organisasi Rumah Sakit Royal Taruma Jakarta ... 62
3 Jumlah Kamar dan Tempat Tidur RS Royal Taruma Jakarta ... 63
4 Struktur Organisasi Instalasi Gizi RS Royal Taruma Jakarta ... 64
5 Standar Makanan Pasien Kelas II ... 65
6 Standar Makanan Pasien Kelas III ... 66
7 Menu Sarapan Pasien RS Royal Taruma Jakarta ... 67
8 Menu Makan Siang dan Malam Kelas II dan Kelas III RS Royal Taruma Jakarta ... 70 9 Menu Snack Menurut Jenis Diet di RS Royal Taruma Jakarta ………… 71
Menurut UU Kesehatan No 23 tahun 2002. Tujuan Pembangunan Kesehatan adalah terciptanya harapan untuk hidup sehat bagi setiap penduduk untuk mewujudkan derajat kesehatan masyarakat yang optimal sebagai salah satu kesejahteraan penduduk. Perwujudan derajat kesehatan yang optimal, diharapkan dapat mencapai kehidupan penduduk yang produktif baik aspek sosial maupun aspek ekonomi. Tahun 2010 merupakan tahun yang ditetapkan pemerintah sebagai tahun menuju Indonesia Sehat 2010. Adanya peningkatan derajat kesehatan diharapkan dapat meningkatan kesejahteraan masyarakat Indonesia sehingga dapat bersaing dengan individu lain.
Menurut Keputusan Menteri Kesehatan RI No 1204/Menkes/SK/X/2004 rumah sakit merupakan sarana pelayanan kesehatan, tempat berkumpulnya orang sakit maupun orang sehat atau dapat menjadi tempat penularan penyakit serta memungkinkan terjadinya pencemaran lingkungan dan gangguan kesehatan. Kegiatan perencanaan pelayanan gizi di rumah sakit meliputi penyelenggaraan makanan bagi pasien rawat inap. Tujuan dilaksanakannya penyelenggaraan makanan di rumah sakit untuk menyediakan makanan yang kualitasnya baik dan jumlah yang sesuai dengan kebutuhan serta pelayanan yang layak dan memadai bagi konsumen yang membutuhkan. Komponen penyelenggaraan makanan yang kurang terkoordinasi akan mempengaruhi mutu produk makanan dan selanjutnya akan mempengaruhi persepsi konsumen atas makanan yang disajikan (Almatsier 2001).
2
pasien; c) makanan harus mudah dicerna dan tidak merangsang; d) bebas bahan pengawet dan pewarna; e)mempunyai penampilan dan cita rasa menarik sehingga menggugah selera pasien.
Penyakit kardiovaskuler merupakan penyakit kronik atau menahun. Dari hasil penelitian WHO (World Health Organization) menyatakan bahwa 25% angka kematian berkaitan dengan penyaki kardiovaskuler, sedangkan di Indonesia, penyakit kardiovaskuler merupakan penyebab kematian utama dengan angka sekitar 15%. Dari kasus tersebut 30%-60% adalah kasus gangguan jantung iskemik dan hipertensi. Hasil Survey Kesehatan (SKRT) tahun 2002 menunjukkan bahwa prevalensi di Indonesia cukup tinggi, 83 per 1000 anggota rumah tangga. Hipertensi adalah tekanan darah yang melebihi dari batasan normal (Junaidi 2010). Tekanan dihasilkan oleh kekuatan jantung ketika memompakan darah, yang berkaitan dengan kenaikan tekanan darah sistolik, tekanan darah diastolik atau keduanya secara terus menerus dan WHO mendefinisikan tekanan darah sistolik dan tekanan darah diastolik adalah lebih dari 160/95 mmHg.
Hipertensi menjadi masalah kesehatan masyarakat yang serius, karena jika tidak terkendalikan akan berkembang dan menimbulkan komplikasi yang berbahaya. Akibatnya bisa fatal karena sering timbul komplikasi, misalnya diabetes mellitus, gagal ginjal dan penyakit jantung koroner.
Diet rendah garam adalah pembatasan pemberian garam yang natrium seperti yang terdapat didalam garam dapur (NaCl), soda kue (NaHCO), baking powder, natrium benzoat dan vetsin. Hipertensi dapat dikurangi dengan penatalaksanaan diet yang baik. Penatalaksanaan diet yang baik dengan memberikan diet rendah garam. Diet rendah garam mempengaruhi selera makan pasien karena pemberian garam yang dibatasi mempengaruhi rasa makanan. Penurunan selera makanan karena rasa makanan menyebabkan pasien tidak menghabiskan porsi makanan yang disajikan yang berakibat kebutuhan gizinya tidak terpenuhi.
Tujuan
Tujuan Umum
Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengetahui tingkat konsumsi energi dan zat gizi pasien penerima diet rendah garam yang disajikan di Rumah Sakit Royal Taruma Jakarta.
Tujuan Khusus
Tujuan khusus penelitian ini adalah :
1. Mempelajari karakteristik contoh meliputi jenis kelamin, usia, berat badan, tinggi badan, status gizi, pendidikan dan pekerjaan.
2. Mempelajari riwayat penyakit contoh meliputi jenis diit rendah garam yang diberikan, jenis penyakit penyerta, aktifitas fisik, lama perawatan di RS dan status pengalaman konsultasi.
3. Mempelajari ketersediaan dan tingkat ketersediaan energi dan zat gizi terhadap kebutuhan.
4. Mengamati konsumsi energi dan zat gizi contoh terhadap makanan yang disajikan RS dan tingkat konsumsi energi dan zat gizi contoh terhadap ketersediaan dan kebutuhan.
5. Menganalisis hubungan lama rawat dengan tingkat konsumsi terhadap ketersediaan energi dan zat gizi contoh.
6. Menganalisis hubungan sisa makanan dengan tingat konsumsi terhadap ketersediaan energi dan zat gizi contoh.
Kegunaan Penelitian
TINJAUAN PUSTAKA
Diet Rendah Garam
Diet rendah garam pada dasarnya adalah diet biasa yang dimasak tanpa
garam serta mengurangi penggunaan bahan makanan yang kandungan
natriumnya tinggi (Moehyi, 1999). Diet rendah garam dalam arti sebenarnya
adalah rendah sodium atau natrium (Purwati, Salimar & Rahayu 2001).
Bahan makanan yang dapat dimakan pada diet rendah garam
diantaranya adalah : sumber karbohidrat berupa beras, kentang, singkong,
terigu, tapioka, hunkwe, gula, makanan yang diolah dari bahan makanan tanpa
garam dapur dan soda seperti: makaroni, mi, bihun, roti, biskuit roti kering;
sumber protein hewani berupa daging dan ikan maksimal 100 gram sehari; telur
maksimal 1 butir sehari; sumber protein nabati berupa semua kacang-kacangan
dan hasilnya diolah dan dimasak tanpa garam dapur; sayuran berupa semua
sayuran segar, sayuran yang diawet tanpa garam dapur dan natrium benzoate;
semua buah-buahan segar, buah yang diawet tanpa garam dapur dan natrium
benzoat; lemak berupa minyak goreng, margarin dan mentega tanpa garam;
minuman berupa teh, kopi dan semua bumbu-bumbu kering yang tidak
mengandung garam dan lain ikatan natrium. Garam dapur sesuai ketentuan
untuk Diet Rendah Garam II dan III) (Almatsier 2006).
Bahan makanan yang tidak dianjurkan untuk diberikan atau dimakan
pada diet rendah garam diantaranya adalah: roti, biskuit dan kue-kue yang
dimasak dengan garam dapur atau baking powder dan soda; otak, ginjal, lidah,
sardine; daging, ikan, susu dan telur yang diawet dengan garam dapur seperti
daging asap, ham, bacon, dendeng, abon, keju, ikan asin, ikan kaleng, kornet, ebi, udang kering, telur asin dan telur pindang; keju kacang tanah dan semua
kacang-kacangan dan hasilnya yang dimasak dengan garam dapur dan lain
ikatan natrium; sayuran yang dimasak dan diawet dengan garam dapur dan lain
ikatan natrium, seperti sayuran dalam kaleng, sawi asin, asinan dan acar;
buah-buahan yang diawet dengan garam dapur dan lain ikatan natrium, seperti buah
dalam kaleng; margarin dan mentega biasa; minuman ringan; garam dapur untuk
Diet Rendah Garam I, baking powder, soda kue, vetsin dan bumbu-bumbu yang mengandung garam dapur seperti kecap, magi, tomato ketchup, petis dan tauco (Almatsier 2006).
Diet rendah garam bertujuan untuk membantu menghilangkan retensi
garam atau air dalam jaringan tubuh dan menurunkan tekanan darah pada
hipertensi. Syarat-syarat diet yaitu cukup kalori, protein, mineral dan vitamin;
bentuk makanan disesuaikan dengan keadaan penyakit; jumlah natrium yang
diperbolehkan disesuaikan dengan keadaan penyakit; jumlah natrium yang
diperbolehkan disesuaikan dengan berat tidaknya retensi garam/air dan atau
hipertensi (Bagian Gizi RS. Dr. Cipto Mangunkusumo dan Persatuan Ahli Gizi
Indonesia 2006).
Sesuai dengan keadaan penyakit, ada berbagai tingkat diet rendah
garam, yaitu Diet Rendah Garam I, II dan III. Diet Rendah Garam I mengandung
200-400 mg natrium, dalam pemanasan tidak ditambahkan garam dapur, bahan
makanan mengandung natrium tinggi dihindarkan, makanan diberikan kepada
penderita dengan oedema, asites dan atau hipertensi berat. Diet Rendah Garam
II mengandung 600-800 mg natrium, dalam pemasakan boleh menggunakan
seperempat sendok teh garam dapur (1g), bahan tinggi natrium dihindarkan,
makanan diberikan kepada penderita dengan oedema, asites dan hipertensi
tidak terlalu berat. Diet Rendah Garam III mengandung 1000-1200 mg natrium,
dalam pemasakan diperbolehkan menggunakan setengah sendok teh (2g)
garam dapur. Makanan ini diberikan kepada penderita dengan oedema dan atau
hipertensi ringan (Bagian Gizi RS. Dr. Cipto Mangunkusumo dan Persatuan Ahli
Gizi Indonesia 2006).
Penyakit Penerima Diet Rendah Garam
Berbagai jenis penyakit yang menerima Diet Rendah Garam. Penyakit
yang menerima Diet Rendah Garam diantaranya adalah penyakit-penyakit yang
disertai dengan hipertensi dan oedem .
Hipertensi
Hipertensi atau tekanan darah tinggi adalah tekanan darah yang melebihi
dari batas normal (Junaidi 2010). Nilai normal yang biasanya digunakan adalah
berkisar antara (sistolik/diastolik) 120/80 mmHg sampai dengan 140/90 mmhg
yang juga dipengaruhi oleh bertambahnya usia. Diatas nilai normal, dikatakan
tekanan darah tinggi yang salah satu klasifikasinya berdasarkan berat ringannya
hipertensi yaitu dari kategori hipertensi ringan sampai dengan berat (>180 mmHg
6
Patofisiologi hipertensi masih belum jelas, namun pada sejumlah kecil
pasien, penyakit ginjal atau korteks adrenal (2% dan 5%) merupakan penyebab
utama peningkatan tekanan darah (Adib 2009).
WHO dan International Society of Hypertension Working Goup (ISHWG) telah mengelompokkan hipertensi seperti pada Tabel 1 dibawah ini :
Tabel 1. Klasifikasi hipertensi menurut WHO
Kategori Sistol (mmHg) Diastol (mmHg) Optimal Tingkat 1 (hipertensi ringan) 140-159 90-99 Tingkat 2 (hipertensi sedang) 160-179 100-109 Tingkat 3 (hipertensi berat) ≥180 ≥110 Hipertensi sistol terisolasi (isolated systolic
hypertension)
≥140 <90
Sumber: Aulia 2008
Para ahli berpendapat bahwa hipertensi bisa diturunkan secara herediter.
Itu artinya, bila salah satu dari orang tua kita menderita hipertensi maka
kemungkinan besar anak anaknya juga akan menderita penyakit yang sama.
Penyakit ini sering dialami oleh orang dewasa dan mereka yang sudah berusia
lanjut. Hipertensi lebih sering diderita oleh kaum laki laki daripada kaum
perempuan. Walaupun demikian, perempuan yang mengkonsumsi pil
kontrasepsi juga mudah terkena hipertensi. Orang yang sering mengalami stress
juga rawan terkena hipertensi begitu juga dengan mereka yang perokok berat
(Adib 2009).
Banyak cara mengontrol tekanan darah. Salah satunya dengan menjaga
pola makan. Menghindari konsumsi garam yang berlebihan bisa menjauhkan dari
hipertensi. Peningkatan volume darah dan penyempitan pembuluh darah yang
memaksa kerja jantung untuk memompa darah. Garam menyebabkan tubuh
menahan air dengan tingkat melebihi ambang batas normal tubuh sehingga
dapat meningkatkan volume darah dan tekanan darah tinggi. Apabila asupan
garam bisa dikurangi hingga setengahnya, maka 2,5 juta jiwa di seluruh dunia
akan terselamatkan dari serangan jantung dan stroke. Meskipun sodium
terkandung dalam garam, sebesar 80 persen kandungan sodium terdapat pada
makanan yang diproses atau makanan kemasan. Santoso menyarankan untuk
mewaspadai asupan garam yang berlebih.Hal itu disebabkan garam merupakan
sumber sodium yang utama dan faktor utama penyebab meningkatnya tekanan
darah atau hipertensi yang dapat berkembang menjadi penyakit-penyakit
Gagal Ginjal
Gagal ginjal adalah sebuah penyakit dimana fungsi organ ginjal
mengalami penurunan sehingga tidak lagi mampu bekerja sama seKali dalam
penyaringan pembuangan elektrolit tubuh, menjaga keseimbangan cairan dan
zat kimia tubuh seperti sodium dan Kalium didalam darah atau produksi urin
(Colvy 2010).
Penyakit gagal ginjal itu sendiri dapat dikategorikan menjadi 2 golongan
besar diantaranya adalah; a) Gagal Ginjal Akut adalah kemunduran yang cepat
dari kemampuan ginjal dalam membersihkan darah dari bahan-bahan racun,
yang menyebabkan penimbunan limbah metabolik di dalam darah. Gagal ginjal
akut merupakan akibat dari berbagai keadaan seperti berkurangnyaaliran darah
ke ginjal, penyumbatan aliran kemih setelah meninggalkan ginjal atau trauma
pada ginja; b) Gagal Ginjal Kronik adalah penurunan fungsi ginjal dalam sKala
kecil. Itu merupakan proses normal bagi setiap manusia seiring bertambahnya
usia. Namun, hal ini tidak menyebabkan kelainan atau menimbulkan gejala
karena masih dalam batas wajar yang dapat ditolerir ginjal dan tubuh (Colvy
2010). Tetapi karena berbagai sebab, dapat terjadi kelainan dimana penurunan
fungsi ginjal terjadi secara progesif sehingga menimbulkan berbagai keluhan dari
ringan sampai bert. Kondisi ini disebut gagal ginjal kronik (GGK) atau Chronic Renal Failure (CRF).
Penderita gagal ginjal perlu memperhatikan menu makanan yang
dikonsumsi. Selain mendapatkan diet ginjal, diet yang diberikan adalah diet
rendah garam. Penderita gagal ginjal perlu membatasi konsumsi garam. Garam
mengandung unsur natrium yang bersifat menahan air. Konsumsi garam
menyebabkan tumpukan cairan dalam tubuh. Tumpukan cairan ini menyebabkan
jantung dan paru-paru bekerja dengan lebih keras. Pengurangan asupan garam
akan mengurangi penumpukkan cairan dalam tubuh dan akan mengurangi rasa
haus (Colvy 2010).
Diabetes Mellitus
Arateus, pada tahun 200 sebelum Masehi merupakan orang yang
pertama Kali memberi nama Diabetes. Diabetes berarti “mengalir terus” dan
Mellitus berarti “manis”. Disebut Diabetes karena selalu minum dalam jumlah
banyak (polidipsia) yang kemudian mengalir terus berupa urine yang banyak
(poliuria). Disebut mellitus karena urine penderita ini mengandung glukosa
8
Pada dasarnya, Diabetes Mellitus disebabkan oleh hormon insulin
penderita yang tidak mencukupi atau tidak efektif sehingga tidak dapat bekerja
secara normal. Padahal, insulin mempunyai peran utama mengatur kadar
glukosa didalam darah, yaitu (pada orang normal) sekitar 60-120 mg/dl waktu
puasa dan dibawah 140 mg/dl pada dua jam sesudah makan. Komplikasi yang
sering terjadi pada Diabetes Mellitus diantaranya adalah: a) Retinopati Diabetik adalah penyempitan pembuluh darah di mata; b) Penyakit Jantung Koroner
adalah penyakit jantung yang disebabkan oleh penyempitan pembuluh darah
koroner. Pembuluh darah koronen adalah pembuluh darah yang memberi makan
jantung. Jika pembuluh darah koroner menyempit, otot jantung akan kekurangan
oksigen dari makanan. Otot jantung menjadi lemah atau sebagian otot jantung
mati, keadaan inilah yang disebut infark jantung atau infark miokard akut; c) Neuropati Diabetik adalah kelainan urat syaraf akibat penyakit Diabetes Mellitus; d) Angiopati Diabetik adalah penyempitan pembuluh darah pada Diabetes Mellitus. Angiopati diabetik pada pembuluh darah besar atau sedang disebut
makroangiopati diabetiki, sedangkan angiopati diabetik pada pembuluh darah kapiler disebut mikroangiopati diabetik; e) Gangren Diabetik adalah luka pada kaki yang merah kehitam-hitaman dan berbau busuk yang terjadi karena ada
sumbatan di pembuluh darah sedang atau besar di tungkai (makroangiopati
diabetik). Bila sumbatan terjadi pada pembuluh darah yang lebih besar, penderita
Diabetes Mellitus akan merasa tungkai sakit sesudah berjalan pada jarak
tertentu, karena aliran darah ke tungkai berkurang disebut claudicatio intermitten; f) Kulit penderita Diabetes Mellitus umumnya menjadi kurang sehat atau kuat
dalam pertahanannya sehingga mudah terkena infeksi dan penyakit jamur.
Penderita lebih mudah mengalami bisul (furunkel) bahkan bisul bisa sangat besar (karbunkel) (Tjokroprawiro 2006).
Buah-buahan yang dianjurkan adalah buah yang kurang manis atau
disebut buah golongan B seperti pepaya, kedondong, pisang, apel, tomat dan
semangka yang kurang manis. Buah-buahan yang manis (buah golongan A)
harus dilarang diberikan kepada Diabetisi, cukup seKali seperti sawo, mangga,
jeruk, rambutan, durian, anggur.
Sayur golongan A mengandung 6% karbohidrat dan penggunaanya harus
diperhitungkan Kalorinya. Sayuran golongan B hanya mengandung 3%
karbohidrat, sehingga dapat digunakan dengan agak bebas (Tjokroprawiro
Bawang merah bersifat hipoglikemik yaitu menurunkan kadar glukosa
darah. Buncis bersifat hipoglikemik, hiperkolesterolemik yaitu menurunkan kadar
kolesterol darah dan hipotrigliseridemik yaitu menurunkan kadar trigliserida
darah. Wortel dan sayuran hijau mengandung betakaroten yang penting sebagai
antiradiKal bebas. Bawang putih mempunyai efek 10x lebih kuat daripada
bawang merah. Oleh karena itu, bawang merah dan bawang putih dianjurkan
untuk dipakai sebagai makanan tambahan bagi penderita diabetes demikian pula
buncis (Tjokroprawiro 2006).
Pada umumnya pada Diabetes Mellitus menderita juga hipertensi.
Hipertensi yang tidak dikelola dengan baik akan mempercepat kerusakan pada
ginjal dan kelainan kardiovaskuler. Sebaliknya apabila tekanan darah dapat
dikontrol makan akan memproteksi terhadap kompilkasi mikro dan
makrovaskuler yang disertai pengelolaan hiperglikemia yang terkontrol.
Penyakit Jantung
Jantung adalah organ berupa otot, berbentuk kerucut, berongga dan
dengan basisnya diatas dan puncaknya dibawah. Ukuran jantung kira-kira
sebesar kepalan tangan. Jantung dewasa beratnya antara 220-260 g. Jantung
terbagi oleh sebuah septum (sekat) menjadi dua belah, yaitu kiri dan kanan.
Jantung merupakan organ pemompa yang besar yang memelihara peredaran
melalui seluruh tubuh. Arteri membawa darah dari jantung dan vena membawa
darah ke jantung (Pearce, 2002).
Penyakit jantung adalah suatu kondisi ketika kerusakan dialami oleh
bagian otot jantung (myocardium) akibat sangat berkurangnya pasokan darah dan itu terjadi mendadak (Adib 2010). Berkurangnya pasokan darah ke jantung
secara tiba-tiba dapat terjadi ketika salah satu nadi koroner ter-blokade selama
beberapa saat, entah akibat spasme-mengencangnya nadi koroner atau akibat penggumpalan darah (thrombus). Bagian otot jantung yang biasanya dipasok oleh nadi yang terblokade akan berhenti berfungsi dengan baik segera setelah
splasme reda dengan sendirinya, sehingga gejala-gejalanya pun hilang secara menyeluruh dan otot jantung benar-benar berfungsi secara normal. Keadaan ini
sering disebut crescendo angimna atau insufficiency (Eric dkk 2008).
Sebaliknya apabila pasokan darah ke jantung berhenti sama seKali,
sel-sel yang bersangkutan mengalami perubahan yang permanen hanya dalam
10
mutu atau rusak secara permanen. Otot yang mati ini disebut infark. Pada saat inilah serangan jantung akan terjadi.
Sistem vaskuler membawa darah yang kaya oksigen menjauhi jantung
menuju pembuluh darah, arteri dan kapiler untuk masuk ke jaringan, setelah
jaringan mendapatkan oksigen, darah masuk ke vena dan dibawa kembali ke
jantung dan paru-paru. Hubungan penyakit jantung dengan tekanan darah tinggi
adalah tekanan darah tinggi disebabkan karena menimbunnya lemak dalam
pembuluh darah sehingga menghambat saluran darah, akibatnya jantung akan
memompa darah lebih kuat. Tekanan darah adalah cara sederhana untuk
mengukur seberapa keras jantung bekerja untuk mengedarkan darah ke seluruh
tubuh. Tekanan darah tinggi yang kronis sangat mempengaruhi jantung dan
arteri. Tekanan darah yang tinggi dapat diatasi dengan pemberian diet rendah
garam untuk membatasi kandungan natrium dalam tubuh yang dapat
meningkatkan tekanan darah (Adib 2009).
Pelayanan Gizi di Rumah Sakit
Rumah sakit merupakan instansi penting dalam menyelenggarakan
makanan kelompok. Rumah sakit sebagai salah satu komponen kegiatan dalam
upaya penyembuhan penyakit, makanan yang disajikan di rumah sakit tidak
jarang disajikan sebagai acuan masyarakat dalam kehidupan sehari-hari.
Pelayanan Gizi Rumah Sakit (PGS) adalah bagian integral dari pelayanan
kesehatan paripurna rumah sakit dengan beberapa kegiatan antara lain
pelayanan gizi rawat inap dan rawat jalan. Pelayanan gizi rawat inap dan rawat
jalan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk memenuhi kebutuhan
gizi pasien melalui makanan sesuai penyakit yang diderita (Almasier 2004).
Proses pelayanan gizi rawat inap dan rawat jalan terdiri atas empat yaitu
asesmen atau pengkajian gizi, perencanaan pelayanan gizi dengan menetapkan
tujuan dan strategi, implementasi pelayanan gizi sesuai rencana, monitoring dan
evaluasi pelayanan gizi (Almatsier 2004).
Pelayanan gizi di rumah sakit adalah pelayanan yang diberikan di rumah
sakit bagi pasien rawat inap dan rawat jalan untuk memperoleh makanan yang
sesuai guna mencapai syarat gizi yang optimal (Subandriyo 1993). Tujuan
pelayanan gizi rumah sakit adalah untuk mencapai pelayanan gizi pasien yang
optimal dalam memenuhi kebutuhan gizi orang sakit, baik untuk keperluan
kelainan metabolisme dalam upaya penyembuhan pasien yang dirawat dan
berobat jalan (Zulfah 2002).
Untuk mencapai kondisi kesehatan pasien yang optimal, maka rumah
sakit umumnya akan menyediakan makanan dengan kandungan nutrien yang
baik dan seimbang menurut keadaan penyakit dan status gizi pasien, makanan
dengan teksur dan konsistensi yang sesuai menurut kondisi gastrointestinal dan
penyakit pasien, makanan yang mudah dicerna dan tidak merangsang; makanan
yang bebas unsur aditif yang berbahaya, makanan dengan penampilan dan
citarasa yang menarik untuk menggugah selera makan pasien yang terganggu
oleh penyakit dan kondisi indera pengecap atau pembaunya (Hartono 2000).
Penyelenggaraan Makanan
Secara umum, penyelenggaraan makanan adalah pengelolaan makanan
untuk perorangan, keluarga atau sekelompok orang. Menurut Mukrie (1983),
penyelenggaraan makanan dianggap sebagai suatu rangkaian proses kegiatan
yang saling berkaitan dimulai dari penyusunan anggaran belanja makanan,
perencanaan menu, penyusunan kebutuhan bahan makanan, pembelian bahan
makanan, pendistribusian dan pelayanan makanan, pengawasan dan
pencatatatan serta evaluasi penyelenggaraan makanan. Penyelenggaraan
makanan institusi adalah penyediaan makanan bagi konsumen dalam jumlah
banyak yang berada dalam kelompok masyarakat yang terorganisir disuatu
instansi tertentu (Direktorat Bina Gizi Masyarakat, 1996).
Pada umumnya praktek penyelenggaraan makanan di lembaga sosial
atau non profit memiliki karakteristik diantaranya: pengelolaan menu dibatasi
keuangan, pelaksanaannya dipengaruhi oleh kebijakan pemerintah, standar gizi
makanan dianggap sebagai hal penting, memperhatikan secara ketat waktu
makan, penyiapan makanan bukan oleh mereka yang terbiasa menjadi staf
katering.
Makanan yang diberikan untuk pasien harus disesuaikan dengan
keadaan penyakit dan keadaan fisik pasien. Berdasarkan konsistensinya,
makanan yang biasa diberikan untuk pasien antara lain: a) makanan biasa
adalah makanan yang susunan maupun bahan makanan yang dipilih tidak beda
dengan makanan orang sehat. Hanya dilakukan modifikasi dalam penggunaan
bumbu, karena dalam keadaan sakit pasien dibatasi makanan yang banyak
12
merangsang saluran pencernaan (Moehyi 1999); b) makanan lunak diberikan
kepada pasien yang penyakitnya idak terlalu berat, tapi belum dapat menerima
makanan biasa. Menurut Moehyi (1999), makanan lunak syaratnya harus mudah
dicerna, rendah serat, tidak terbuat dari bahan yang menimbulkan gas, tidak
mengandung bumbu yang merangsang dan tidak mengandung lemak; c)
makanan saring diberikan kepada pasien sesuadah operasi, infeksi akut.
Makanan saring diberikan dalam jangka waktu pendek karena gizinya tidak
memenuhi kebutuhan sehari, terutama Kalori dan thianin (Bagian Gizi Rumah
Sakit dr. Cipto Mangkusumo dan Persatuan Ahli Gizi Indonesia 2001)
Perencanaan Menu
Menu adalah susunan makanan atau hidangan yang dimakan oleh
seseorang untuk seKali makan atau untuk sehari menurut waktu makan
(Persatuan Ahli Gizi Indonesia 2009). Perencanaan menu adalah serangkaian
kegiatan menyusun hidangan dalam variasi yang serasi untuk manajemen
penyelenggaraan makanan di institusi. Perencanaan menu dipertimbangkan
aspek kebutuhan gizi, kesukaan (persepsi), kebiasaan makan, biaya,
karakteristik makanan, kondisi pasar, tipe pelayanan dan sistem pelayanan juga
fasilitas yang tersedia.
Menurut Moehyi (1992), dalam perencanaan menu ada beberapa faktor
yang diperhatikan antara lain : kebutuhan gizi penerima makan, kebiasaan
makan penerima, masakan harus bervariasi, biaya yang tersedia, iklim dan
musim, peralatan untuk mengolah makanan dan ketentuan-ketentuan lain yang
berlaku pada institusi. Selain itu juga harus diperhatikan keadaan pasar, tenaga,
teknik dan cara pemasakan juga modifikasi menu (Subandriyo 1993).
Menurut Mukrie (1983), langkah-langkah perencanaan menu adalah: (1).
Menentukan jenis menu yang diinginkan, baik menu standar ataupun menu
pilihan. Menu standar adalah menu baku yang disusun sesuai dengan dana
dalam beberapa hari. Menu pilihan memuat beberapa jenis atau macam
hidangan yang dapat dipilih; (2) Menetapkan siklus menu atau putaran menu
yang akan direncanakan; (3) Menetapkan waktu penggunaan siklus menu; (4)
Menetapkan jenis bahan makanan yang akan digunakan dalam suatu siklus dan
menentukan frekuensi pemakaian tiap jenis bahan makanan; (5) Prosedur
menyusun menu: a) membuat format menu. Format ini disusun sesuai dengan
pada format menu, pertama cantumkan lauk hewani, karena lauk hewani adalah
makanan yang paling mahal harganya yang dapat menghabiskan setengah atau
dua pertiga dari dana yang telah ditentukan. Lalu diikuti bahan makanan sumber
potein nabati, sayuran dan buah-buahan; c) periksa kembali menu yang telah
disusun, apakah sudah sesuai dengan kecukupan gizi, biaya dan dana yang
tersedia.
.Status Gizi
Status gizi adalah keadaan tubuh sebagai akibat konsumsi makanan dan
penggunaan zat-zat gizi dibedakan antara status gizi buruk, kurang, baik dan
lebih. Status gizi kurang terjadi bila tubuh mengalami kekurangan satu atau lebih
zat-zat gizi essensial. Status gizi lebih terjadi bila tubuh memperoleh zat-zat gizi
dalam jumlah berlebihan, sehingga menimbulkan efek toksik atau
membahayakan. Gangguan gizi disebabkan oleh faktor primer atau sekunder.
Faktor primer adalah bila susunan makanan seseorang salah dalam kualitas atau
kuantitas yang disebabkan oleh kurangnya penyediaan pangan, kurang baiknya
distribusi pangan, kemiskinan, ketidaktahuan, kebiasaan makan yang salah, dsb.
Faktor sekunder meliputi semua faktor yang menyebabkan zat-zat gizi tidak
sampai di sel-sel tubuh setelah makanan dikonsumsi (Almatsier 2004).
Faktor Lingkungan
Faktor lingkungan pasien meliputi kelas perawatan, waktu makan,
konsistensi diet dan pengalaman melakukan konsultasi.
Kelas Perawatan
Kelas perawatan adalah ruang rawat inap yang digunakan penderita
selama dirawat di rumah sakit. Klasifikasi ini dibuat berdasarkan tingkat fasilitas
pelayanan yang tersedia di rumah sakit dengan tarif yang berbeda sesuai
dengan masing-masing kelas (Soeprapto 1985).
Waktu Makan
Waktu pembagian makan yang tepat dan jam makan pasien serta jarak
waktu makan yang sesuai antara makan pagi, makan siang dan makan malam
dapat mempengaruhi habis tidaknya makanan yang disajikan. Bila jadwal
pemberian makan tidak sesuai maka makanan yang disajikan tidak bisa
14
makanan telah mengalami perubahan penampilan bentuk serta suhunya telah
dingin (Muchatob 1991).
Kondisi fisik orang sakit yang paling baik pada waktu bangun pagi,
setelah istrirahat penuh dan dapat tidur nyenyak malam harinya. Oleh karena itu,
makanan yang tu baik, diberikan waktu pagi perlu diperhatikan agar orang sakit
dapat makan dalam jumlah yang cukup, sehingga juga waktu makan siang nafsu
makan tidak begitu baik, ia tidak akan menjadi terlalu lemah. Hal ini beda dengan
pendapat yang lazim di lingkungan keluarga, bahwa makan pagi cukup seadanya
saja (Moehyi 1999).
Konsistensi Diet
Penggolongan makanan di rumah sakit berdasarkan aspek kepadatannya
sangat diperlukan dalam rangka menentukan standar makanan. Menurut
kepadatannya makanan rumah sakit dapat digolongkan menjadi makanan biasa,
makanan lunak, makanan saring dan makanan cair (Moehyi 1999).
Pengalaman Konsultasi Gizi
Pengetahuan tentang gizi diperlukan untuk kehidupan manusia sampai
kapanpun. Konsultasi gizi adalah kombinasi antara pengetahuan gizi dan
kemampuan psikologi yang dilakukan oleh konselor gizi yang menggunakan
makanan dan kandungan gizi yang terdapat di dalamnya sebagai upaya
perubahan kebiasaan makan menuju fungsi fisiologis, emosi, kondisi klien yang
lebih baik (Hardinsyah 2005).
Kebutuhan Energi dan Zat Gizi
Makanan yang dikonsumsi setiap hari tersusun dari unsur-unsur gizi atau
nutrien yang diklasifikasikan sebagai makronutrien dan mikronutrien.
Makronutrien terdiri atas karbohidrat, lemak serta protein dan dinamakan
demikian karena dibutuhkan dalam jumlah yang besar (jumlah makro) mengingat
ketiga nutrien ini umumnya terpakai habis dan tidak didaur ulang. Sebaliknya
mikronutrien yang terdiri atas vitamin dan mineral diperlukan tubuh dalam jumlah
sedikit (jumlah mikro) karena didaur ulang. Disamping nutrien yang disebutkan
diatas tubuh juga membutuhkan air, oksigen dan serat makanan (Hartono 2000).
Hardinsyah dan Martianto (1992) membedakan pengertian istilah
kebutuhan gizi dan kecukupan gizi. Kebutuhan zat gizi adalah sejumlah zat gizi
minimal yang harus dipenuhi dari konsumsi makanan. Kekurangan atau
dalam jangka waktu yang berkisanambungan dapat membahayakan kesehatan,
bahkan pada tahap selanjutnya dapat menimbulkan kematian (Hardinsyah &
Martianto 1989). Kebutuhan zat gizi adalah (recommended dietary allowancess) adalah jumlah masing-masing zat gizi yang sebaiknya dipenuhi seseorang atau
rata-rata kelompok orang yang hampir semua orang (sekitar 97,5% populasi)
hidup sehat.
Kebutuhan Energi
Kebutuhan energi seseorang menurut FAO/WHO (1985) dalam Almatsier
(2001) adalah konsumsi energi dari makanan yang diperlukan untuk menutupi
pengeluran energi seseorang dan untuk aktivitas fisik. Pada anak-anak, ibu hamil
dan ibu menyusui kebutuhan energi termasuk kebutuhan untuk pembentukan
jaringan-jaringan baru atau untuk sekresi ASI.
Komponen yang mempengaruhi kebutuhan energi; (1) metabolisme
keadaan istirahat (resting metabolic rate = RMR); (2) aktivitas; (3) tambahan energi selama pencernaan makanan (thermic effect of food = TEF, dulu disebut specific dynamic action = SDA); (4) fakultatif termogenesis (perubahan kebutuhan energi karena perubahan suhu, konsumsi makanan, stress) (Muhilal,
Jalal & Hardinsyah, 1998). Kebutuhan energi terbesar pada umumnya diperlukan
untuk metabolisme basal (Almatsier 2001).
Kebutuhan Protein
Fungsi protein antara lain untuk (1) pertumbuhan, pemeliharaan dan
perbaikan jaringan tubuh yang rusak; (2) pembentukan ikatan-ikatan essensial
tubuh; (3) mengatur keseimbangan; (4) memelihara netralitas tubuh; (5)
pembentukan antibodi; (6) mengangkut zat-zat gizi dan (7) sumber energi
(Almatsier 2001).
Kebutuhan protein menurut FAO/WHO dalam Almatsier (2001) adalah
konsumsi yang diperlukan untuk mencegah kehilangan protein tubuh dan
memungkinkan produksi protein yang diperlukan dalam masa pertumbuhan,
kehamilan atau menyusui.
Kebutuhan protein dapat diestimasi dengan menggunakan metode
keseimbangan nitrogen. Keseimbangan nitrogen dapat dilihat dari perbandingan
antara nitrogen yang dikonsumsi dan nitrogen yang dikeluarkan melalui feses,
urin, keringat dan metabolisme lainnya (Muchtadi 2010). Jika nitrogen yang
dikonsumsi lebih besar yang dikonsumsi lebih besar dari nitrogen yang
16
banyak dengan nitrogen yang diekskresi, keseimbangan nitrogen seimbang. Jika
nitrogen yang dikonsumsi lebih kecil dari nitrogen yang diekskresi, keseimbangan
nitrogen negatif (Muchtadi 2010).
Konsumsi Pangan
Konsumsi pangan merupakan informasi tentang jenis dan jumlah pangan
yang dikonsumsi atau dimakan seseorang atau kelompok orang pada waktu
tertentu. Berdasarkan definisi ini hal yang harus diperhatikan dalam perhitungan
konsumsi adalah jenis dan jumlah pangan yang dikonsumsi (Hardinsyah &
Briawan 1994).
Ada beberapa cara untuk mengumpulkan data konsumsi pangan. Secara
umum ada dua cara pengumpulan data konsumsi pangan yaitu : metode
penimbangan langsung (weighing method dan food inventory method) dan metode penimbangan tidak langsung, seperti metode mengingat (food recall), metode pengeluaran pangan (food expenditure method), metode pendaftaran pangan (food list method), metode frekuensi pangan atau cara lainnya (Hardinsyah & Briawan 1994).
Secara umum konsumsi pangan sehari merupakan penjumlahan dari
makan pagi, siang, malam dan makanan selingan dalam kurun waktu 24 jam.
Jika pengumpulan data konsumsi pangan lebih dari satu hari maka konsumsi
pangan perhari merupakan jumlah konsumsi pangan menurut jenisnya
masing-masing dibagi dengan jumlah hari survei atau jumlah hari pengumpulan data
tersebut.
Penilaian terhadap kandungan zat gizi dari beragam pangan merupakan
penjumlahan dari masing-masing zat gizi pangan komponennya. Untuk
mengetahui tingkat konsumsi gizi, penilaian konsumsi pangan dilakukan
terhadap makanan yang dikonsumsi dengan satuan per orang per hari atau unit
konsumen (adult equivalent unit).
Pada dasarnya pengolahan data konsumsi pangan adalah proses
menghitung jumlah pangan yang dikonsumsi menurut jenis-jenis pangan dalam
satuan berat dan waktu yang sama. Satuan akhir pengolahan data konsumsi
pangan harus sama untuk tiap jenis pangan yaitu kalori untuk energi dan gram
untuk zat gizi. Selanjutnya untuk penilaian konsumsi pangan, data dikonversikan
menjadi satu atau lebih zat gizi, sesuai dengan tujuan penilaian. Dengan
yang dinilai adalah energi, protein, lemak, vitamin A, natrium, serat dan mineral
Fe (Hardinsyah & Briawan 1994).
Menurut Sanjur (1982) dalam Suhardjo (1989) ada tiga faktor utama yang
mempengaruhi konsumsi pangan yaitu : 1) karakteristik individu (umur, jenis
kelamin, pendidikan, pendapatan, pengetahuan gizi, keterampilan memasak dan
kesehatan); 2) karakteristik makanan (rasa, rupa, tekstur, harga, bentuk, bumbu
dan kombinasi makanan); 3) karakteristik lingkungan (musim, pekerjaan, jumlah
keluarga dan tingkat sosial masyarakat).
Jenis Kelamin
Tubuh yang besar memerlukan energi lebih banyak dibandingkan tubuh
yang kecil untuk melakukan kegiatan fisik yang sama. Dapat dikatakan wanita
dengan ukuran tubuh yang lebih kecil umumnya memerlukan energi yang lebih
sedikit dibandingkan dengan laki-laki pada tingkat kegiatan fisik yang sama
(Suhardjo 1989).
Pendidikan
Tingkat pendidikan yang lebih tinggi berkaitan dengan pengetahuan gizi
yang lebih tinggi pula sehingga memungkinkan seseorang untuk memiliki
informasi tentang gizi dan kesehatan yang lebih baik yang dapat mendorong
terbentuknya perilaku makan yang baik (Tupito 2006). Pendidikan tertinggi
pasien menunjang tingkat pengetahuan tentang kesehatan, penerimaan
informasi formal lebih mudah diterima (Tupito 2006).
Lemak
Lemak merupakan zat makanan yang penting untuk menjaga kesehatan
tubuh manusia. Lemak juga merupakan sumber energi yang lebih efektif
dibanding karbohidrat dan protein (Winarno 2008). Lemak terdapat pada hampir
semua bahan pangan dengan kandungan yang berbeda-beda. Pengolahan
bahan pangan, lemak berfungsi sebagai media penghantar panas, seperti
minyak goreng, mentega dan margarin. Selain itu juga penambahan lemak
dimaksudkan untuk menambah Kalori serta memperbaiki tekstur dan cita rasa
bahan pangan (Winarno 2008).
Kebutuhan lemak tidak dinyatakan secara mutlak WHO (1990)
menganjurkan konsumsi lemak sebayak 15%-30% kebutuhan energi total
dianggap baik untuk kesehatan. Jumlah ini memenuhi kebutuhan akan asam
18
lemak yang dikonsumsi sehari dianjurkan paling banyak 10% dari kebutuhan
energi total berasal dari lemak jenuh dan 3%-7% dari lemak tidak jenuh ganda.
Konsumsi kolesterol yang dianjurkan adalah ≤ 300 mg sehari. Kolesterol didalam
tubuh terutama diperoleh dari hasil sintesis di dalam hati. Berasal dari
karbohidrat, protein, lemak jumlah yang disintesis bergantung pada kebutuhan
tubuh dan jumlah yang diperoleh dari makanan (Almatsier 2002).
Serat
Serat makanan adalah polisakarida yang terdapat dalam semua makanan
nabati. Serat tidak dapat dicernakan oleh enzim cerna api berpengaruh baik
untuk kesehatan. Serat tergolong zat non gizi dan kini konsumsinya makin
dianjurkan agar bisa dilakukan secara teratur dan seimbang setiap hari, serat
adalah zat non gizi yang berguna untuk diet (dietary fiber). Serat makanan sebagai salah satu jenis polisakarida yang lebih lazim disebut karbohidrat
kompleks.
Serat makanan tidak dapat diserap oleh dinding halus dan tidak dapat
masuk ke dalam sirkulasi darah. Namun akan dilewatkan menuju ke usus besar
(kolon) dengan gerakan perisaltik usus. Serat makanan yang tersisa didalam
kolon tidak membahayakan organ usus, justru kehadirannya berpengaruh posiif
terhadap proses-proses didalam saluran pencernaan dan metabolisme zat-zat
gizi, asalkan jumlahnya tidak berlebihan (Sulisijani 2002). Serat makanan
berdasarkan jenis kelarutannya dapat digolongkan menjadi dua yaitu serat tidak
larut dalam air dan serat yang larut dalam air.
Asupan serat yang dianjurkan untuk pria dewasa sebesar 27-35 g/hari
dengan rata-rata konsumsi energi 2700 Kal/hari dan untuk wanita dewasa
sebanyak 21-27 g/hari dengan rata-rata konsumsi energi 2100 Kal/hr (Sulisijani
2002).
Kebiasaan pola makan dengan makanan mengandung tinggi serat
sebaiknya diperkenalkan sejak dini, karena pada masa inilah seorang belajar
akan pola makan yang sehat. Pola makan dengan kandungan gizi lengkap
seimbang pada masa ini menjadi sangat penting karena merupakan langkah
pencegahan akan beragam penyakit degeneratif dimasa dewasa dan tua.
Mengkonsumsi jumlah serat yang terlalu tinggi (>40g/hr) sangat tidak
disarankan karena akan menurunkan penurunan penyerapan mineral-mineral
mengikat mineral-mineral ini dan akan dikeluarkan bersama didalam feses.
Peningkatan jumlah konsumsi serat yang terlalu cepat dapat menyebabkan
gangguan kesehatan seperti perut kembung, kram usus dan dapat meningkatkan
gas usus. Peningkatan konsumsi serat secara perlahan-lahan sangat disarankan
agar saluran pencernaan mampu untuk beradaptasi.
Beberapa sumber makanan berserat yang dapat dikonsumsi sebagai
berikut golongan biji-bijian yang masih diselimuti kulit ari, misal beras tumbuk,
beras merah, havermout dan jagung.
Natrium
Natrium adalah kation utama dalam cairan ekstraseluler. Natrium
menjaga keseimbangan cairan dalam kompartemen ersebut. Natriumlah yang
sebagian besar mengatur tekanan osmosis yang menjaga cairan tidak keluar dari
darah dan masuk ke dalam sel-sel (Almatsier 2004).
Konsep DRI IOM (2002) menetapkan kebutuhan Na dengan angka AI dan
UL (upper level). Penetapan AI untuk Na antara lain didasarkan pada kebutuhan Na yang keluar melalui keringat pada orang dengan aktivitas fisik rata-rata. Tabel
2 memperlihatkan Dietary Reference Intake (DRI) natrium (IOM 2004). Tabel 2. Dietary Reference Intake (DRI) Na
Kelompok Umur Adequate Intake (AI)
(g/hari)
Tolerable Upper Intake Level (UL)
(g/hari) Laki-laki
19-30 tahun 1.5 2.3
31-50 tahun 1.5 2.3
51-70 tahun 1.3 2.3
>70 tahun 1.2 2.3
Perempuan
19-30 tahun 1.5 2.3
31-50 tahun 1.5 2.3
51-70 tahun 1.3 2.3
>70 tahun 1.2 2.3
Sumber: WNPG VIIII, 2004
Kelebihan natrium dapat menyebabkan kadar natrium dalam darah
meningkat. Akibatnya volume darah juga meningkat karena kelebihan air
disebabkan osmosis. Peningkatan volume darah menyebabkan tekanan darah
naik sehingga terjadi hipertensi. Kekurangan (defisiensi) natrium dapat
menyebabkan kelesuan, mual, muntah, lekas marah, pusing dan lemah. Apabila
berkepanjangan defisiensi bisa menyebabkan koma dan kematian (Devi 2010).
Natrium berhubungan erat baik sebagai bahan makanan maupun
20
NaCl. Sebanyak 95%natrium yang akan dicerna akan diserap oleh tubuh.
Sebagian besar pengeluaran natrium terjadi melalui ginjal. Natrium yang terlalu
banyak ditandai dengan pengembangan volume cairan ekstraseluler yang
menyebabkan oedem.
Kadar natrium dalam darah tidak dapat digunakan sebagai indikator
status natrium dalam tubuh. Indikator yang baik bagi keseimbangan natrium ialah
keadaan kardiovaskuler. Sumber utama natrium adalah garam dapur, ikan asin,
kecap dan sebagainya. Kebutuhan badan akan natrium didasarkan pada
konsumsi air. Disarankan 1 gram natrium klorida untuk setiap liter air yang
diminum. Seorang dewasa diperkirakan memerlukan 1ml air/Kal perhari. Orang
yang mengkonsumsi kalori lebih sedikit memerlukan garam lebih sedikit pula.
Dalam kenyataannya konsumsi garam masyrakat Indonesia jauh lebih tinggi dari
angka tersebut. Kandungan natrium dalam air minum biasanya sangat sedikit
yaitu sekitar 20 mg perliter. Kandungan natrium dalam garam secara teoritis
adalah 39,34 g/100 g atau kira-kira 2,8 g/sendok teh (Winarno 2008).
Angka Kebutuhan Gizi
Angka kebutuhan gizi adalah banyaknya zat-zat gizi yang dibutuhkan
seseorang atau individu untuk mencapai dan mempertahankan status gizi
adekuat. Selain kebutuhan gizi menurut umur, gender, aktivitas fisik dan kondisi
khusus dalam keadaan sakit, penetapan kebutuhan gizi karena infeksi,
gangguan metabolik, penyakit kronik dan kondisi abnormal lainnya. Terutama
bila penderita mengalami penyakit infeksi yang menyebabkan terjadi banyak
kehilangan nitrogen tubuh, sehingga memerlukan konsumsi protein sebagai
pengganti. Dalam hal ini perlu diet khusus.
Angka Kebutuhan Gizi (Dietary Requirement)) berbeda dengan Angka Kecukupan Gizi (AKG). Angka Kecukupan Gizi adalah tingkat konsumsi zat-zat
gizi essensial yang dinilai cukup untuk memenuhi kebutuhan gizi hampir semua
orang sehat di suatu negara. AKG digunakan sebagai standar untuk mencapai
status gizi optimal bagi penduduk dalam hal penyediaan pangan secara nasional
dan regional serta penilaian kecukupan gizi penduduk golongan masyarakat
tertentu yang diperoleh dari konsumsi makanannya. Sehingga, secara umum
digunakan untuk menghitung kecukupan zat gizi untuk rata-rata penduduk
Sisa Makanan
Sisa makanan adalah bahan makanan atau makanan yang tidak habis
dimakan. Menurut JADA (1979) secara khusus sisa makanan dapat dibagi dalam
dua kategori:1) Waste yaitu bahan makanan yang rusak karena tidak diolah atau bahan makanan yang hilang karena tercecer; 2) Plate waste yaitu makanan yang terbuang karena setelah disajikan tidak habis dikonsumsi.
Menurut Moehyi (1992) habis tidaknya suatu makanan yang disajikan
banyak dipengaruhi oleh cita rasa, selera makan dan cara penyajian (kerapihan
dan kebersihan peralatan). Faktor utama yang mempengaruhi terjadinya sisa
makanan adalah selera makan. Menurut Moehyi (1992) citarasa makanan terdiri
dari rasa dan penampilan makanan yang sangat berpengaruh terhadap selera
makan seseorang dan akan berpengaruh terhadap terjadinya sisa makanan.
Beberapa faktor yang mempengaruhi rasa makanan yakni aroma, bumbu, bahan
penyedap, keempukan, kerenyahan, tingkat kematangan, serta temperatur
makanan sedangkan penampilan makanan mengenai warna, konsistensi atau
KERANGKA PEMIKIRAN
Salah satu upaya mempercepat penyembuhan penyakit dan mempersingkat perawatan adalah dengan melalui penyelenggaraan makanan yang memenuhi standar kecukupan yang dianjurkan.
Perencanaan menu bagi penderita hipertensi sangat penting diperhatikan. Oleh karena itu instalasi gizi di rumah sakit harus memperhatikan faktor-faktor yang mempengaruhi perencanaan menu. Dalam setiap penyelenggaraan makan di rumah sakit meliputi beberapa kegiatan yaitu perencanaan menu, pengadaan dan penyimpanan bahan makanan dan distribusi makanan. Pada setiap kegiatan tersebut harus memperhatikan kaidah-kaidah sanitasi dan higienitasi.
Kebutuhan gizi pasien, syarat diet dan kelas perawatan adalah faktor-faktor yang diperkirakan dapat memberikan pengaruh pada perencanaan menu diit di rumah sakit. Dalam perencanaan menu harus memperhatikan ketersediaan zat gizi dari menu yang disajikan. Ketersediaan dan konsumsi zat gizi berbeda antara pasien laki-laki dan perempuan. Karena itu perencanaan menu dapat disesuaikan dengan jenis kelamin agar status gizi tetap baik.
Keterangan :
= Variabel diteliti
= Hubungan yang dianalisis
Gambar 1. Kerangka Pemikiran Tingkat Konsumsi Energi dan Zat Gizi Pasien Penerima Diet Rendah Garam Yang Disajikan di RS Royal Taruma, Jakarta
Faktor internal (pengetauan, pernah konsultasi, Lama Rawat) Karakteristik
contoh (Usia, berat badan, tinggi badan,pendidikan, pekerjaan, aktifitas fisik, jenis penyakit penyerta
hipertensi: DM, gagal ginjal, penyakit jantung) Kebutuhan Energi &
Zat Gizi Contoh
Konsumsi Energi & zat gizi Contoh Menu Diet
Rendah Garam (DRG)
Ketersediaan Energi & zat Gizi
makanan RS
METODE PENELITIAN Desain, Tempat dan Waktu
Penelitian ini merupakan cross sectional survey karena pengambilan data dilakukan pada satu waktu dan tidak berkelanjutan (Hidayat 2007). Penelitian
dilakukan di Rumah Sakit Royal Taruma, Jakarta khususnya di sub unit instalasi
gizi dan dilaksanakan pada bulan Juni-Agustus 2010.
Jumlah dan Cara Pengambilan Contoh
Contoh dalam penelitian ini adalah pasien rawat inap di Royal Taruma
Hospital dan mendapatkan pelayanan makanan dari instalasi gizi rumah sakit.
Pemilihan contoh ditentukan dengan cara Purposive Sampling (Singarimbun dan Effendi 1999) dengan kriteria sebagai berikut : (1) Laki-laki atau perempuan yang
berumur 20-80 tahun; (2) Pasien hipertensi dengan penyakit penyerta Diabetes
Mellitus, gagal ginjal, penyakit jantung dan hipertensi tanpa penyakit penyerta;
(3) Dirawat di kelas II dan kelas III; (4) Mendapatkan diet rendah garam; (5)
Telah dirawat minimal tiga hari; (6) Kesadaran baik dan dapat berkomunikasi
dengan baik; (7) Bersedia menjadi responden. Jumlah contoh yang diambil
sesuai dengan kriteria diatas diperoleh 26 pasien yang terdiri 15 pasien pria dan
11 pasien wanita.
Jenis dan Cara Pengumpulan Data
Data yang dikumpulkan pada penelitian ini adalah terdiri atas data primer
dan data sekunder. Data primer terdiri dari : (1) Karakteristik contoh (jenis
kelamin, usia, berat badan, tinggi badan dan aktivitas fisik); (2) Kebutuhan
energi, protein dan lemak sehari contoh; (3) Ketersediaan energi dan zat gizi
makanan yang disajikan di rumah sakit; (4) Konsumsi makanan contoh yang
berasal dari rumah sakit
Data karakteristik contoh dan data kebutuhan energi dan protein contoh
dikumpulkan dengan wawancara menggunakan kuesioner, pengukuran berat
badan dilakukan dengan timbangan injak dan pengukuran tinggi badan dengan
meteran kain. Data ketersediaan energi dan zat gizi yang disajikan diperoleh
dengan melihat standar porsi di instalasi gizi. Data konsumsi energi dan zat gizi
diperoleh dengan mengamati sisa makan berdasarkan porsi.
Data sekunder meliputi: (1) Gambaran umum rumah sakit meliputi
kapasitas tempat tidur; (2) Gambaran umum instalasi gizi rumah sakit meliputi
struktur organisasi, tenaga kerja, perencanaan menu, penyelenggaan makanan;
(3) Data jenis komplikasi, lama perawatan contoh diperoleh dari dokumen rekam
medis pasien. Secara singkat data, jenis data, cara pengumpulan data dan alat
yang digunakan, disajikan dalam Tabel 3
Tabel 3. Data, jenis data, cara pengumpulan data dan alat yang digunakan
No Data Jenis Data Cara Pengambilan data
Alat
1 Karakteristik contoh (identitas contoh)
Primer Wawancara Kuesioner 2 Tinggi Badan dan Berat
Badan
Primer Pengukuran berat badan dan tinggi 3 Kebutuhan Energi dan
Protein
Primer Menghitung AMB dengan rumus Harris Benedict, kebutuhan energi total sehari dengan rumus Total Daily Energy (TDE) 4 Ketersediaan energi dan
zat gizi 5 Konsumsi Energi dan zat
gizi
Primer Ketersediaan dikurang makanan sisa meliputi
6 Gambaran umum Royal Taruma Hospital
Sekunder Dokumen & wawancara
Kuesioner
7 Gambaran umum instalasi gizi
sekunder Dokumen dan pengamatan
26
Pengolahan dan Analisis Data Pengolahan Data
Salah satu data karakteristik contoh adalah berat badan dan tinggi badan.
Data ini digunakan untuk menentukan status gizi contoh yang ditentukan
menggunakan Indeks Massa Tubuh (IMT), yaitu:
BB
IMT = ——
TB2
Keterangan :
BB = Berat badan (kg)
TB = Tinggi badan (m)
Data karakteristik contoh meliputi umur, berat badan, tinggi badan, jenis
kelamin, pendidikan, jenis komplikasi dengan hipertensi dan pekerjaan.
Pengkategorian data karakteristik contoh dapat dilihat pada Tabel 5.
Data lingkungan contoh meliputi lama perawatan, konsistensi diet, dan
pengalaman melakukan konsultasi. Pengkategorian data lingkungan contoh
dapat dilihat pada Tabel 5.
Data ketersediaan yang disajikan dan data konsumsi (pagi, selingan I,
siang, selingan II dan malam) dikonversikan ke dalam energi, protein, lemak,
natrium dan serat lalu hitung kandungan bahan makanan dengan menggunakan
DKBM (Daftar Komposisi Bahan Makanan) tahun 2008.
Menurut School dalam Almatsier (2006) kebutuhan energi untuk pasien di
rumah sakit dihitung dengan menggunakan rumus Kebutuhan Kalori Total (Total Calorie Requirements) , yaitu
Keterangan:
BEE : Basal Energy Expenditure FA : Faktor Aktivitas(Factor Activity)
FI : Faktor Injury (Faktor Penyakit)
BEE (Basal Energy Expenditure) dihitung dengan menggunakan persamaan harris-Bennedict (Hartono 2000), yaitu :
Laki-laki = 66 + 13,7 BB + 5 TB – 6,8 U
Keterangan :
BB = Berat badan (kg)
TB = Tinggi badan (cm)
U = umur (tahun)
Faktor Aktivitas (activity factor) :
Ambulasi = 1,3
Tirah Baring = 1,2
Tabel 4. Faktor penyakit (injury factor) :
No Jenis Injuri Faktor
1 Infeksi Sedang 1.2-1.3
2 Infeksi berat 1.4-1.5
3 Gagal hati 1.5
4 Stroke 1.1
5 Hipoglikemik, hiperglikemik 1.0 6 Gagal ginjal kronis 1
7 Hemodialisis 1-1.05
Sumber : Asuhan Nutrisi Rumah Sakit (Hartono 2000)
Kebutuhan protein kurang lebih 1,5-2,0 g/kg berat badan menurut jenis
penyakit. Kebutuhan protein contoh dihitung berdasarkan rasio Kalori:nitrogen
yaitu 150 : 1, untuk luka bakar digunakan rasio 100 : 1. Jadi kebutuhan
protein/hari (g/hari) = [(Kebutuhan Kalori Total : 150) x 6,25 gram protein ]
(Hartono 2000). Konsumsi natrium yang dianjurkan adalah kategori diet rendah
garam I (200-400mg.hari) (bagian Gizi RS dr. Cipto Mangunkusumo & Persatuan
Ahli Gizi Indonesia 2001). Menurut Hartono (2000) konsumsi maksimum
kolesterol yang dianjurkan adalah <300 mg/hari.
Tingkat ketersediaan energi dan protein dihitung dengan membandingkan
jumlah energi dan protein dari makanan yang disajikan rumah sakit dengan
kebutuhan energi total sehari dan protein yang sesuai dengan syarat diet dari
masing-masing jenis penyakit penyerta dengan hipertensi. Tingkat ketersediaan
energi dan protein dikategorikan menjadi tiga dapat dilihat pada Tabel 6.
Tingkat konsumsi energi dan zat gizi terhadap ketersediaan energi dan
zat gizi dihitung dengan membandingkan jumlah energi dan zat gizi yang
dikonsumsi dengan jumlah energi dan zat gizi makanan yang disediakan di
rumah sakit. Tingkat konsumsi energi dan zat gizi dikategorikan menjadi empat
28
Tabel 5. Peubah dan Kategori Peubah Karakteristik, Lingkungan dan Konsumsi Contoh.
Peubah Kategori Peubah
Usia Contoh a. Dewasa awal (20-40 th) b. Dewasa menengah (40-64 th) c. Dewasa akhir (>65 tahun) Jenis Kelamin a. Laki-laki
b. Perempuan Jenis Penyakit Penyerta dengan
hipertensi
a. Diabetes Mellitus b. Gagal Gnjal c. Penyakit Jantung d. Tanpa Penyakit Penyerta Lama Perawatan a. <10 hari
b. 10-20 hari Konsistensi Diet a. Bubur
b. Nasi Tim c. Nasi biasa Pengalaman Konsultasi a. Pernah
b. Tidak pernah Aktifitas Fisik a. Tirah baring (1,2)
b. ambulasi (1,3)
Tabel 6 merupakan tabel peubah dan kategori tingkat ketersediaan,
tingkat konsumsi dan tingkat kecukupan menurut Direktorat Bina Gizi Masyarakat
(1996).
Tabel 6. Peubah dan Kategori Tingkat Ketersediaan, Tingkat Konsumsi dan Tingkat Kecukupan.
Peubah Kategori Peubah
Tingkat Ketersediaan Energi dan Protein
a. Defisit (<90% angka kebutuhan) b. Normal (90-119% angka kebutuhan) c. Lebih (>120% angka kebutuhan) Tingkat Kecukupan Energi dan
Protein
a. Defisit Tingkat Berat (<70% angka kebutuhan) b. Defisit Tingkat Sedang (70-79% angka
kebutuhan)
c. Defisit Tingkat Ringan (80-89% angka kebutuhan)
d. Normal (90-119% angka kebutuhan) e. Diatas Angka kebutuhan (≥120% angka
kebutuhan) Tingkat Konsumsi Energi dan Zat
Gizi
a. Defisit Tingkat Berat (<70% angka ketersediaan
b. Desifit Tingkat Sedang (70-79% angka ketersediaan)
c. Defisit Tingkat Ringan (80-89% angka ketersediaan)