PERENCANAAN PENGENDALIAN PERSEDIAAN BAHAN
BAKU DENGAN MENGGUNAKAN MODEL
ECONOMIC ORDER QUANTITY
(Studi Kasus: PT. Perkebunan III Kebun Sei Silau Kisaran)
SKRIPSI
HALASAN B SIRAIT
080803059
DEPARTEMEN MATEMATIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
PERENCANAAN PENGENDALIAN PERSEDIAAN BAHAN BAKU DENGAN MENGGUNAKAN MODEL
ECONOMIC ORDER QUANTITY
(Studi Kasus: PT. Perkebunan III Kebun Sei Silau Kisaran)
SKRIPSI
Diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat mencapai gelar Sarjana Sains
HALASAN B SIRAIT 080803059
DEPARTEMEN MATEMATIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
PERSETUJUAN
Judul : PERENCANAAN PENGENDALIAN
PERSEDIAAN BAHAN BAKU DENGAN
MENGGUNAKAN MODEL ECONOMIC ORDER QUANTITY (Studi Kasus: PT. Perkebunan Nusantara III Kebun Sei Silau Kisaran)
Kategori : SKRIPSI
Nama : HALASAN B SIRAIT
Nomor Induk Mahasiswa : 080803059
Program Studi : SARJANA (S1) MATEMATIKA
Departemen : MATEMATIKA
Fakultas : MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN
ALAM (FMIPA) UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Diluluskan di Medan, Juni 2013
Komisi Pembimbing :
Pembimbing 2 Pembimbing 1
Dr. Esther Sorta M. Nababan, M.Sc Dr. Parapat Gultom, MSIE NIP 19610318 1987112 2 001 NIP 196101301985031002
Diketahui/Disetujui oleh
Departemen Matematika FMIPA USU Ketua,
PERNYATAAN
PERENCANAAN PENGENDALIAN PERSEDIAAN BAHAN BAKU DENGAN MENGGUNAKAN MODEL
ECONOMIC ORDER QUANTITY
(Studi Kasus: PT. Perkebunan Nusantara III Kebun Sei Silau Kisaran)
SKRIPSI
Saya mengakui bahwa skripsi ini adalah hasil kerja saya sendiri, kecuali beberapa kutipan dan ringkasan yang masing- masing disebutkan sumbernya
Medan, Juni 2013
PENGHARGAAN
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Yesus Kristus yang memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
Penulisan skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains dari Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara Medan.
Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terimakasih banyak kepada semua pihak yang telah banyak membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini dan secara khusus saya ucapkan terima kasih kepada:
1. Dr. Parapat Gultom, MSIE. selaku pembimbing I dan Dr. Esther Sorta M. Nababan, M.Sc selaku pembimbing II yang telah memberikan bimbingan dan pengarahan kepada penulis sehingga skripsi ini dapat diselesaikan.
2. Drs. Liling Perangin-angin, M.Si dan Asima Manurung, S.Si, M.Si selaku dosen penguji atau pembanding.
3. Bapak Prof. Drs. Tulus, Vordipl. Math, M.Si, Ph.D. dan Ibu Dra.Mardiningsih, M.Si selaku Ketua dan Sekretaris Departemen Matematika.
4. Bapak Dr. Sutarman, M.Sc. selaku Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara.
5. Semua Dosen pada Departemen Matematika FMIPA USU, dan pegawai di FMIPA USU.
6. Pihak PT. Perkebunan Nusantara III Kebun Sei Silau terkhusus kepada Abangda Edy Putra Sinambela ST yang telah memberikan izin dan membantu melakukan pengambilan data yang berhubungan dengan skripsi ini.
7. Semua sahabat penulis: Anri Aruan S.Si, Charles H Simamora S.Si, Karyanus, Jhon Putra, Rohot P Tampubolon S.Si, Eduward Hutabarat S.Si Maradu Naipospos S.Si, Indra Juanda Sibuea S.Si dan terkuhusus untuk sahabat- sahabat penulis the big four 08 (Binsar Nababan S.Si, Christopel Simanjuntak S.Si, Lukas Hariman Panjaitan S.Si), Rifalin Delustia Purba S.Si, Sarah Marina Gultom S.Si, Rina Tinarty Sihombing S.Si dan untuk semua teman-teman seperjuangan seperjuangan stambuk 08 yang selama ini telah memberikan semangat dan motivasi dalam pengerjaan skripsi ini.
9. Semua teman-teman seperjuangan di Pembangunan 61 terkhusus kepada Andiko Situmorang, Roy Inaldo Situmorang, Junaidy Situmorang, Hengki Manalu, Bayu Damanik, yang telah banyak membantu penulis dalam penyelesaian skripsi ini.
10.Terakhir untuk Ayahanda tercinta T.Sirait dan Ibunda Tercinta E.Sihombing dan untuk abang tercinta Limmart Sirait, kakak- kakak tercinta Rista Sirait, Risnauli Sirait, Rosmeryati Sirait dan kepada adik tercinta Jubel Hamonangan Sirait yang selama ini telah memberikan bantuan moril dan materil serta dorongan dan semangat serta doa mulai dari awal kuliah sampai penyelesaian skripsi ini.
Semoga segala bentuk bantuan yang telah diberikan kepada penulis mendapatkan balasan yang lebih baik dari Tuhan Yang Maha Esa.
Medan, Juni 2013 Penulis,
PERENCANAAN PENGENDALIAN PERSEDIAAN BAHAN BAKU DENGAN MENGGUNAKAN MODEL
ECONOMIC ORDER QUANTITY
(Studi Kasus: PT. Perkebunan III Kebun Sei Silau Kisaran)
ABSTRAK
Model Economic Order Quantity adalah salah satu model pengendalaian persediaan yang digunakan untuk menentukan jumlah pemesanan ekonomis suatu barang atau bahan. Aplikasi model Economic Order Quantity dalam perencanaan pengendalian persediaan dapat meningkatkan efisiensi biaya persediaan sehingga perencanaan produksi berjalan lebih efektif.. Tulisan ini menunjukkan perencanaan pengendalian persediaan .bahan baku untuk mendapatkan jumlah pemesanan bahan baku yang optimal pada PT. Perkebunan Nusantara III Kebun Sei Silau untuk tahun 2013 dengan menggunakan model Economic Order Quantity (EOQ) dengan terlebih dahulu meramalkan jumlah permintaan produk pada tahun 2013. Terdapat perbedaan jumlah persediaan bahan baku antara hasil perhitungan sebelum menggunakan model EOQ dan dengan perhitungan setelah menggunakan model EOQ. Dimana selisih antara biaya total persediaan sebelum dan sesudah menggunakan model EOQ mencapai Rp 73.125.711,45.
THE PLANNING OF RAW MATERIAL INVENTORY CONTROL USING THE MODEL OF ECONOMIC ORDER QUANTITY (Case Study: PT. Perkebunan Nusantara III Kebun Sei Silau Kisaran)
ABSTRACT
Economic Order Quantity is one of inventory control models used to determine the amount of economic ordering of goods or materials. Economic Order Quantity model applications in the planning of inventory control can improve efficiency so that the cost of planning in inventory production run more effectively. This paper demonstrates the planning of material inventory control to get the number of raw materials optimal ordering in PT. Perkebunan Nusantara III Kebun Sei Silau for 2013 using the model of Economic Order Quantity (EOQ) by first predicting the amount of demand for the product in 2013. There are differences in the amount of inventory of raw materials between the results of calculations before the EOQ model and the calculations after the EOQ model. Where the difference between the total cost of inventory before and after using the EOQ model achieves Rp73.125.711,45.
DAFTAR ISI
2.1.1 Model Deret Berkala 7 2.1.1.1 Pola Data Model Deret Berkala 7 2.1.1.2 Teknik Peramalan Deret Berkala 7 2.1.1.3 Kriteria Pemilihan Trend 10 2.2 Persediaan (Iventory) 11 2.1.1 Jenis-Jenis Persediaan 12 2.1.2 Biaya-Biaya Persediaan 14 2.3 Perencanaan Pengendalian Persediaan 18 2.4 Model Pengendalian Persediaan 19 2.5 Economic Order Quantity (EOQ) 20 2.6 Safety Stock (Persediaan Pengaman) 24 2.7 Reorder Point (ROP) 26 2.8 Persediaan Maksimal (Maximum Inventory) 27 2.8 Total Cost (Biaya Total) Persediaan 28 Bab 3 Pembahasan 1.6 Metode Penelitian
3.1 Gambaran Umum Perusahaan 29
3.2 Pengumpulan Data 29
3.3 Pengolahan Data 35
3.3.1 Peramalan Permintaan Tahun 2013 35 3.3.2 Peramalan Kebutuhan Bahan Baku Tahun 2013 36 3.3.3 Penentuan Total Harga Settiap Bahan Baku PTPN III Kebun
Sei Silau
38
3.3.4 Penentuan Jumlah Pemesanan Ekonomis Menggunakan Model EOQ
38
3.3.5 Penentuan Safety Stock (Persediaan Pengaman) 42 3.3.6 Penentuan Reoeder Point (ROP) Bahan Baku 44 3.3.7 Persediaan Maksimal (Maximum Inventory) Obat Generik 47 3.3.8 Biaya Total(Total Cost) Persediaan Obat Generik 48
Bab 4 Kesimpulan dan Saran
4.1 Kesimpulan 52
4.2 Saran 53
Daftar Pustaka 54
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1 Data Jenis dan Jumlah Kebutuhan Bahan Baku 30
Tabel 3.2 Data Permintaan Lateks 31
Tabel 3.3 Biaya Pemesanan Fomid Acid dan Terpentine 32
Tabel 3.4 Biaya Pemesanan ��3 33
Tabel 3.5 Biaya Pemesanan Talk Powder 33
Tabel 3.6 Biaya Angkut Talk Powder 33
Tabel 3.7 Biaya Penyimpanan Bahan Baku 34
Tabel 3.8 Waktu Tunggu (Lead Time ) Bahan Baku 34 Tabel 3.9 Perbandingan Mean Squared Deviation Metode Peramalan 36
Tabel 3.10 Ramalan Permintaan Tahun 2013 36
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Grafik Total Biaya Persediaan 17
Gambar 2.2 Grafik Model Persediaan EOQ 22
Gambar 2.3 Distribusi Normal 25
PERENCANAAN PENGENDALIAN PERSEDIAAN BAHAN BAKU DENGAN MENGGUNAKAN MODEL
ECONOMIC ORDER QUANTITY
(Studi Kasus: PT. Perkebunan III Kebun Sei Silau Kisaran)
ABSTRAK
Model Economic Order Quantity adalah salah satu model pengendalaian persediaan yang digunakan untuk menentukan jumlah pemesanan ekonomis suatu barang atau bahan. Aplikasi model Economic Order Quantity dalam perencanaan pengendalian persediaan dapat meningkatkan efisiensi biaya persediaan sehingga perencanaan produksi berjalan lebih efektif.. Tulisan ini menunjukkan perencanaan pengendalian persediaan .bahan baku untuk mendapatkan jumlah pemesanan bahan baku yang optimal pada PT. Perkebunan Nusantara III Kebun Sei Silau untuk tahun 2013 dengan menggunakan model Economic Order Quantity (EOQ) dengan terlebih dahulu meramalkan jumlah permintaan produk pada tahun 2013. Terdapat perbedaan jumlah persediaan bahan baku antara hasil perhitungan sebelum menggunakan model EOQ dan dengan perhitungan setelah menggunakan model EOQ. Dimana selisih antara biaya total persediaan sebelum dan sesudah menggunakan model EOQ mencapai Rp 73.125.711,45.
THE PLANNING OF RAW MATERIAL INVENTORY CONTROL USING THE MODEL OF ECONOMIC ORDER QUANTITY (Case Study: PT. Perkebunan Nusantara III Kebun Sei Silau Kisaran)
ABSTRACT
Economic Order Quantity is one of inventory control models used to determine the amount of economic ordering of goods or materials. Economic Order Quantity model applications in the planning of inventory control can improve efficiency so that the cost of planning in inventory production run more effectively. This paper demonstrates the planning of material inventory control to get the number of raw materials optimal ordering in PT. Perkebunan Nusantara III Kebun Sei Silau for 2013 using the model of Economic Order Quantity (EOQ) by first predicting the amount of demand for the product in 2013. There are differences in the amount of inventory of raw materials between the results of calculations before the EOQ model and the calculations after the EOQ model. Where the difference between the total cost of inventory before and after using the EOQ model achieves Rp73.125.711,45.
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pengendalaian persediaan merupakan salah satu aspek penting dari beberapa aspek
yang diuraikan diatas. Kebutuhan akan sistem pengendalian persediaan, pada dasarnya
muncul karena adanya masalah yang dihadapi perusahaan berupa kelebihan atau kekurangan
persediaan perusahaan. Jika perusahaan kelebihan persediaan maka akan menyebabkan
perusahaan mengalami kerugian, karena mengakibatkan terhentinya perputaran uang atau
modal dan munculnya biaya-biaya tambahan yang tidak perlu. Demikian juga jika perusahaan
kekurangan persediaan akan menyebabkan perusahaan tidak dapat memenuhi permintaan
yang besar dari konsumen, yang mengakibatkan perusahaan akan melakukan pemesana
dengan intensitas yang lebih sering, ini akan menimbulkan biaya pemesanan semakin besar.
Dari uraian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa tujuan utama pengendalian persediaan
adalah menjamin kelancaran mekanisme pemenuhan permintaan barang sesuai dengan
kebutuhan konsumen sehingga sistem yang dikelola dapat mencapai kinerja yang optimal.
Dalam sistem manufaktur dilihat dari jenisnya ada tiga macam persediaan yaitu:
1. Persediaan bahan baku (raw materials) adalah barang-barang yang dibeli dari
pemasok (supplier) dan akan gunakan atau diolah menjadi produk jadi oleh
perusahaan.
2. Persediaan barang setengah jadi (work in proses) adalah bahan baku yang sudah
diolah atau dirakit menjadi komponen namun masih membutuhkan langkah-langkah
lanjutan agar menjadi produk jadi.
3. Persediaan barang jadi (finished goods) adalah barang jadi yang telah selesai
diproses,siap untuk disimpan digudang,dijual atau didistribusikan ke lokasi-lokasi
pemasaran.
Sistem pengendalian persediaan juga dipengaruhi oleh karakteristik dari suatu
jumlah produk atau barang yang di hasilkan , jenis-jenis produk yang dihasilkan dan lain-lain.
Mengacu pada karekteristik barang yang diproduksi maka, model atau sistem pengendalaian
perusahaan yang digunakan setiap perusahaan akan berbeda. Selain itu kapasitas gudang yang
digunakan untuk penyimpana juga sangat mempengaruhi sistem persediaan yang digunakan
perusahaan. Selain itu sifat dari parameter-parameter pengendalian persediaan tersebut juga
sangat berpengaruh, apakah parameter tersebut bersifat deterministik atau probabilistik.Yang
menjadi masalah adalah apabila terdapat kedua sifat tersebut (deterministik dan probabilistik)
dalam parameter-parameter dari model pengendalian persediaan di suatu perusahaan.
Model Economic Order Quantity merupakan salah satu model pengendalian
persediaan yang bertujuan untuk menentukan jumlah pemesanan barang atau bahan yang
paling ekonomis sesuai dengan kebutuhan perusahaan. Model ini dapat meningkatkan
efisiensi biaya persediaan. Sehingga perusahaan dapat meminimumkan biaya perencanaan
produksi tanpa mengurangi target atau keuntungan yang ingin dicapai.
Berdasarkan uraian yang dikemukakan di atas maka penulis tertarik untuk membahas
masalah persediaan dengan judul “Pengendalian Persedian Multi Item Dengan
Menggunakan Metode EOQ (studi kasus di PTPN III Kebun Sei Silau)
1.2 Perumusan Masalah
Permasalahan yang akan dibahas adalah menentukan pemesanan bahan baku optimal pada
PT Perkebunan Nusantara III Kebun Sei Silau dengan menggunakan model economic
order quantity (EOQ) dan menentukan titik pemesanan ulang (reorder point) bahan baku
untuk tahun 2013.
1.3 Batasan Masalah
Adapun batasan masalah dalam penulisan ini adalah sebagai berikut :
a) Data atau informasi yang diperoleh adalah dari PT Perkebunan Nusantara III
kebun Sei Silau.
1. Data produksi lateks
3. Biaya pemesanan bahan baku lateks
4. Data lead time (waktu tunggu) pemesanan bahan baku
b) Hal – hal yang berhubungan dengan masalah pengadaan bahan baku dianggap
selalu tersedia dan pembelian dilakukan oleh bagian departemen pengadaan
bahan baku
c) Biaya persediaan yaitu biaya pemesanan, biaya pembelian bahan baku
dianggap tidak berubah (tetap) selama periode perencanaan dan tidak
dipengaruhi kebijakan kenaikan (inflasi) dan penurunan (deflasi) harga.
d) Tidak dipertimbangkan adanya faktor acak seperti bencana alam, perang dan
lain sebagainya.
1.4 Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
a. Menerapkan penggunaan model Economic Order Quantity (EOQ) untuk
menganalisis pengendalian persediaan, dalam efisiensi kuantitas pemesanan
bahan baku PT. Perkebunan Nusantara III.
b. Menunjukkan efisiensi dari model Economic Order Quantity (EOQ) dalam
sistem biaya persediaan bahan baku pada PT. Perkebunan Nusantara III untuk
tahun 2013
1.5 Kontribusi Penelitian
Manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
a. Mengetahui bagaimana metode Economic Order Quantity (EOQ) bermanfaat
dalam menentukan kuantitas pemesanan bahan baku.
b. Mengetahui efisiensi penggunaan Economic Order Quantity (EOQ) dalam
c. Menjadi bahan masukan dan informasi untuk perusahan dalam upaya
mengendalikan persediaan dalam proses pendistribusian obat ke seluruh
instansi.
1.6 Metode Penelitian
Penelitian ini merupakan studi kasus pada perusahaan yang bergerak di bidang
distribusi obat-obatan dan alat kesehatan. Langkah yang ditempuh dalam
menyelesaikan penelitian adalah sebagai berikut:
1. Pengumpulan Data
. Metode yang dilakukan dalam penelitian ini adalah metode dokumentasi yaitu
metode pengumpulan data yang dilakukan dengan cara mempelajari
dan mengutip arsip-arsip dan catatan yang ada di dalam laporan persediaan
dalam perusahaan tersebut.
Data yang dibutuhkan adalah data persediaan tahun Januari 2010- Desember
2012 yaitu:
a. Jumlah dan Jenis Bahan baku yang dibutuhkan.
b. Ongkos pemesanan bahan baku
c. Ongkos penyimpanan bahan baku
d. Harga bahan baku per unit
e. Banyaknya permintaan produk
2. Pengolahan data
Tahapan yang dilakukan pada pengolahan data adalah sebagai berikut:
a. Meramalkan benyaknya permintaan produk tahun 2013
b. Meramalkan jumlah kebutuhan bahan baku tahun 2013
c. Menentukan total harga setiap bahan baku lateks
d. Menentukan jumlah pemesanan ekonomis menurut model economic order
quantity (EOQ)
e. Menentukan persediaan pengaman (safety stock) bahan baku
g. Menentukan persediaan maksimal (maximum inventory) bahan baku
h. Menentukan total biaya persediaan (total cost) dengan menggunakan model
EOQ dan membandingkan dengan biaya total persediaan menurut
perusahaan.
BAB 2
LANDASAN TEORI
2.1 Peramalan
Peramalan adalah bagian yang penting dan bersatu dengan kegiatan pengambilan
keputusan didalam suatu perusahaan, terutama untuk melakukan perencanaan ke masa
depan. Semakin meningkatnya kebutuhan akan peramalan dapat terlihat pada keadaan
masa kini yang sangat ingin menghindari keadaan yang tidak pastioleh sebab itu telah
tersedia berbagai metode peramalan untuk mendukung kebutuhan tersebut.
Masalahnya adalah bagaimana memakai berbagai jenis karakteristik peramalan
tersebut agar sesuai dengan yang dibutuhkan. Pemilihan metode peramalan tersebut
harus mempertimbangkan situasi pada saat peramalan tersebut dilakukan. Situasi
peramalan tersebut sangat beragam, tergantung pada horizon waktu peramalan, pola
data, tingkat ketelitian, persediaan data dan biaya yang dibutuhkan.
Pada dasarnya peramalan itu dikelompokkan dalam dua kategori utama yaitu
metode kuantitatif dan metode kualitatif. Metode kuantitatif meliputi deret berkala
(time series) dan metode kausal (sebab-akibat), sedangkan metode kualitatif meliputi
eksploratories dan metode normatif. Peramalan dengan kuantitatif dapat diterapkan
bila terdapat kondisi sebagai berikut:
1. Tersedianya informasi tentang masa lalu
2. Informasi tersebut dapat dikuantifikasikan dalam numerik
3. Dapat diasumsikan bahwa beberapa aspek pola masa lalu akan berlanjut di
masa mendatang
Metode kualitatif dibagi dua, yaitu metode eksploratoris dan metode normatif.
metode eksploratoris (seperti metode Delphi, kurva S, analog) dimulai dengan masa
lalu dan masa kini sebagai titik awalnya dan bergerak kearah masa depan dengan
melihat semua kemungkinan yang ada. Metode normatif (seperti metode matriks
tujuan yang kan datang. Kemudian bekerja mundur untuk melihat apakah hal ini dapat
dicapai berdasarkan kendala sumber daya dan teknologi yang tersedia.
2.1.1 Model Deret Berkala (Time Series)
2.1.1.1 Pola Data Model Deret Berkala
Ada empat jenis pola data untuk deret berkala, yaitu:
1. Pola Horizon (H)
Pola horizon ini terjadi jika nilai data berfluktuasi disekitar harga rata-rata
yang konstan. Penjualan produk tidak bertambah atau tidak berkurang
disepanjang waktu. Pola horizon dapat digambarkan pada gambar 2.1 berikut.
2. Pola Musiman (S)
Pola ini terjadi bila deret berkala dipengaruhi oleh faktor-faktor musiman
misalnya tahunan, kwartal, bulanan, mingguan atau harian. Model ini dapat
3. Pola Siklis (C)
Pola ini terjadi bila data dipengaruhi oleh fluktuasi ekonomi yang waktunya
relatif panjang dan gerakanya tidak beraturan.pola siklis ini dapat dilihat pada
gambar 2.3 berikut.
4. Pola Trend (T)
Pola ini dapat terjadi bila secara umum terjadi penambahan atau penurunan
pada data yang ada. Pola ini dapat digambarka seperti terlihat pada gambar 2.4
berikut.
2.1.1.2 Teknik peramalan Deret Berkala
Metode dan teknik peramalan deret berkala adalah metode peramalan berdasarkan
periode waktu. Metode yang termasuk dalam deret berkala adalah :
1. Metode Rata-rata Bergerak (Moving Average):Single Moving Average
(SMA) dan Linier Moving Average (LMA).
2. Metode Exponential Smoothing: Single Exponential Smoothing,
Double Exponential Smoothing, Triple Exponential Smoothing,
Adaptive Response Rate ES (ARRES), Holt 2-Parameters Linier ES,
dan Witer 3-Parameters Linier ES.
b. Metode Regresi : Konstan, Regresi Linier (Trend), kuadratis , Eksponensial
dan Siklis.
c. Metode Dekomposisi
Metode yang akan digunakan pada peramalan dalam analisis masalah dan
pemecahan masalah adalah:
a. Metode Single Exponential Smooting
Pengertian dasar dari metode ini adalah nilai ramalan pada t+1 merupakan
nilai actual pada periode t ditambah dengan penyesuaian yang berasal dari
kesalahan nilai peramalan yang terjadi pada periode t tersebut.
Nilai peramalan dapat dicari dengan persamaan berikut:
��+1= ∝ ��+ (1−∝)��
Dimana: �� = data permintaan pada periode –t α = Faktor/konstanta pemulusan
��+1 = peramalan untuk period ke – t+1
b. Metode Regresi Linier
Metode kecenderungan dengan regresi merupakan dasar garis kecenderungan
untuk satu persamaan, sehingga dengan persamaan tersebut, dapat
diproyeksikan hal-hal yang akan diteliti pada masa yang akan datang. Untuk
peramalan jangka pendek dan jangka panjang, ketepatan peramalan metode ini
sangat baik. Data yang dibutuhkan untuk metode ini adalah tahunan, semakin
banyak data yang dimiliki semakain baik hasil yang diperoleh. fungsi
peramalan untuk regresi adalah:
Dimana:
c. Metode Dekomposisi
Metode dekomposisi merupakan pendekatan peramalan yang tertua. Terdapat
beberapa pendekatan alternatif untuk mendekomposisikan suatu deret berkala
yang semuanya bertujuan memisahkan setiap komponen deret data seteliti
mungkin. Konsep dasar pemisahan bersifat empiris dan tetap, yang mula-mula
memisahkan unsur musiman, kemudaian trend dan akhirnya unsur siklis.
Langkah peramalan secara umum adalah sebagai berikut:
1. Ramalkan fungsi regresi linier biasa
2. Hitung nilai indeks untuk unsur musiman yang ada
3. Gabungkan nilai perolehan indeks, lalu ramalakan nilai baru dengan
mengalikan nilai indeks dengan nilai peramalan memakai fungsi regresi
linier tersebut.
d. Metode Pemulusan Eksponensial Musiman
Winter’s Three Parameter Trend and Seasonality Method
Salah satu metode peramalan yang daigunakan khusus untuk data musiman
adalah metode pemulusan eksponensial musiman. Metode ini didasarkan pada
tiga persamaan, yaitu unsure stasioner,trend dan musiman, yang dirumuskan
Dimana:
L = jumlah periode dalam satu siklus
I = faktor penyesuaian musiman (indeks musiman)
Sebagaimana dengan perhitungan eksponensial tunggal, nilai inisial �� dapat disamakan dengan nilai aktualnya atau berupa rata-rata dari beberapa nilai pada
musim yang sama. Sedangkan nilai inisial T dapat dicari dengan menggunakan
rumus sebagai berikut:
2.1.1.3 Kriteria Pemilihan Trend
Untuk menentukan teknik atau metode peramlan yang paling mendekati
digunakan harga Standard Error Estimate (SEE) rumusa yang digunakan adalah
sebagi berikut:
SEE = Standard Error Estimate �� = Relasi kebutuhan masa lalu
��� = Nilai trend atau ramalan kebutuhan
n = Jumlah pengamatan
f = Derajat kebebasan
f = 1, untuk data konstan
f = 2, untuk data linier
f = 3, untuk data eksponensial
2.2 Persediaan ( Inventory)
Persedian (Iventory) merupakan salah satu unsur yang paling sangat aktif dalam
operasional perusahaan, tanpa adanya persediaan yang baik perusahaan akan
dihadapkan pada kesulitan dalam mememnuhi permintaan konsumen. Hal ini
mengakibatkan kontinuitas perusahaan yang sangat besar kemungkinannya akan
terganggu. Bila hal ini terjadi maka akan merugikan perusahaan karena laba
perusahaan akan menurun.
Secara umum persediaan meliputi barang atau bahan yang diperlukan
perusahaan dalam proses produksi dan proses distribusi barang. Produksi tidak akan
berjalan lancar bila persediaan bahan baku kurang, demikian juga dengan penjualan
tidak akan berhasil jika persediaan kurang. Mengingat hal itu ada kecenderungan
bahwa perusahaan akan lebih suka untuk mempunyai persediaan yang besar karena
perusahaan akan mempunyai fleksibilitas dalam melakukan produksi dan penjualan.
Namun hal itu juga mempunyai dampak pada biaya penyimpanan, biaya keamanan,
dan biaya pemeliharaan. Oleh karena itu manager perusahaan harus menentukan
jumlah yang seimbang antara perolehan laba dan resiko.
Untuk memahami arti persediaan, maka akan dijelaskan beberapa definisi
persediaan sebagai berikut:
1. Menurut Eddy Herjanto (1999;219): mengatakan bahwa persediaan adalah “bahan
atau barang yang disimpan untuk tujuan tertentu, misalnya untuk proses produksi
atau perakitan untuk dijual kembali”.
2. Sofjan Assauri (1993), menjelaskan bahwa persediaan adalah “Suatu aktiva yang
meliputi barang-barang milik perusahaan dengan maksud untuk dijual dalam
suatu periode usaha yang normal”.
3. James L. Riggs (1993) mengatakan bahwa “inventory in a production contex is
an idle resource. The resource can be animate or inanimate”. Most commonly it is
production material: tolls, purchased part, raw material, office supplies, product
4. Sri Mulyono (2002), menjelaskan bahwa persediaan adalah “Sumber daya yang
disimpan untuk memenuhi permintaan saat ini dan mendatang”
Dari pernyataan diatas dapat disimpulkan bahwa persediaan adalah material yang
berupa bahan baku, barang setengah jadi atau barang jadi yang disimpan dalam suatu
tempat atau gudang dimana barang barang tersebut menunggu untuk diproses atau
diproduksi lebih lanjut.
2.1.1 Jenis – Jenis Persediaan
Persediaan dapat dibedakan atau dikelompokkan menurut jenis dan posisi
barang tersebut di dalam urutan pengerjaan produk, yaitu:
1. Persediaan Bahan Baku (Raw Materials Stock)
Persediaan dari barang-barang berwujud yang digunakan dalam proses
produksi, yang mana barang dapat diperoleh dari sumber-sumber alam ataupun
dibeli dari supplier atau perusahaan yang menghasilkan bahan baku bagi
perusahaan pabrik yang menggunakannya.
2. Persediaan bagian produk atau parts yang dibeli (purchased parts)
Persediaan barang-barang yang terdiri dari parts yang diterima dari perusahaan
lain, yang dapat secara langsung diassembling dengan parts lain, tanpa melalui
proses produksi sebelumnya.
3. Persediaan barang-barang perlengkapan (supplies stock)
Persediaan barang-barang atau bahan-bahan yang diperlukan dalam proses
produksi atau yang digunakan dalam proses produksi untuk membantu
berhasilnya produksi atau yang dipergunakan dalam bekerjanya suatu
perusahaan, tetapi tidak merupakan bagian atau komponen dari barang jadi.
Persediaan barang-barang yang keluar dari tiap-tiap bagian dalam satu pabrik
atau bahan-bahan yang telah diolah menjadi suatu bentuk tetapi lebih perlu
diproses kembali untuk kemudian menjadi barang jadi.
5. Persediaan barang jadi (finished goods stock)
Persediaan barang-barang yang telah selesai diproses dalam pabrik dan siap
untuk dijual kepada pelanggan atau perusahaan lain. Jadi barang jadi ini
merupakan produk selesai dan telah siap untuk dijual.
Disamping itu persediaan dapat dikelompokkan berdasarkan fungsinya, yaitu:
1. Batch Stock atau Lot Size Inventory
Dalam Batch Stock atau Lot Size Inventory, pembelian atau pembuatan yang
dilakukan untuk jumlah besar, sedangkan penggunaan atau pengeluaran dalam
jumlah kecil. Terjadinya persediaan karena pengadaan bahan/barang yang
dilakukan lebih banyak dari pada yang dibutuhkan.
2. Fluctuation Stock
Dalam hal ini perusahaan mengadakan persediaan untuk dapat memenuhi
permintaan konsumen, apabila tingkat permintaan menunjukkan keadaan yang
tidak beraturan atau tidak tetap dan fluktuasi permintaan tidak dapat
diramalkan lebih dahulu. Jadi apabila terdapat fluktuasi permintaan yang
sangat besar, maka persediaan ini (fluctuation stock) dibutuhkan sangat besar
pula untuk menjaga kemungkinan naik turunnya permintaan tersebut.
3. Anticipation Stock
Anticipation Stock adalah persediaan yang diadakan untuk menghadapi
fluktuasi permintaan yang dapat diramalkan, berdasarkan pola musiman yang
terdapat dalam satu tahun dan untuk menghadapi penggunaan atau penjualan
2.1.2 Biaya-Biaya dalam Persediaan
Tujuan yang ingin dicapai dalam penyelesaian masalah persediaan adalah
meminimumkan biaya total persediaan. Biaya persediaan adalah semua pengeluaran
atau kerugian yang timbul akibat persediaan. Berikut akan diuraikan komponen biaya
dalam persediaan:
a. Biaya Pembelian (Purchasing Cost)
Biaya pembelian adalah harga pembelian setiap unit item jika item tersebut berasal
dari sumber-sumber eksternal, atau biaya produksi per unit bila item tersebut
berasal dari internal perusahaan.
Biaya pembelian item-item selama satu periode pengendalian persediaan dapat
dirumuskan sebagai berikut:
�� = � .� . . . (1)
Di mana:
�� = Biaya pembelian selama satu periode
� = Biaya pembelian per unit
� = Jumlah pemesanan
b. Biaya Pengadaan (Procurement Cost)
Ginting, Rosnani (2007) dalam bukunya mengelompokkan biaya pengadaan
menjadi 2 jenis biaya berdasarkan asal-usul barang, yaitu:
1. Biaya Pemesanan (Order Cost)
Biaya pemesanan adalah semua pengeluaran yang timbul untuk
mendatangkan barang dari pihak lain (supplier). Biaya ini pada umumnya
meliputi:
b. Biaya ekspedisi
c. Biaya telepon dan keperluan komunikasi lainnya
d. Pengeluaran surat-menyurat dan perlengkapan administrasi lainnya.
e. Biaya pengepakan dan penimbangan
f. Biaya pemeriksaan penerimaan
g. Biaya pengiriman ke gudang
Biaya pemesanan tidak tergantung pada jumlah per item barangyang
dipesan tiap kali pemesanan. Biaya pemesanan dipengaruhi frekuensi
pemesanan per-periode kegiatan. Semakin sering dilakukan pemesanan,
maka semakin besar pula total biaya pemesanannya.
Total biaya pemesanan selama satu periode dirumuskan sebagai berikut:
���= � .∑��=1���� . . . (2)
Di mana :
��� = Total biaya pemesanan selama satu periode � = Biaya setiap kali pesan
�� = Jumlah unit item i setiap kali pesan (optimal) Di = Permintaan barang ke-i
2. Biaya Pembuatan (Setup Cost)
Biaya pembuatan adalah semua pengeluaran yang ditimbulkan untuk
persiapan memproduksi barang. Ongkos ini biasanya timbul di dalam
pabrik, yang meliputi ongkos menyetel mesin, ongkos mempersiapkan
c. Biaya Penyimpanan (Holding Cost or Carring Cost)
Biaya penyimpanan adalah semua pengeluaran yang ditimbulkan oleh
penyimpanan persediaan dalam gudang pada periode waktu tertentu.
Jika barang yang disimpan merupakan barang jadi yang diterima dari pihak lain,
maka biaya penyimpanannya meliputi:
1. Biaya Sumber Daya Manusia (SDM)
2. Biaya fasilitas-fasilitas penyimpanan
3. Biaya modal
4. Biaya resiko kerusakan, kecurian
5. Biaya keusangan
6. Biaya asuransi persediaan
7. Biaya pajak persediaan
8. Biaya pengelolaan/administrasi penyimpanan
Biaya penyimpanan dapat dinyatakan dalam dua bentuk, yaitu sebagai persentase
dari nilai rata-rata persediaan per-periode dan dalam bentuk rupiah per periode
per unit barang. Pada perusahaan yang memiliki produk yang lebih dari satu
(multi item), terdapat biaya penyimpanan untuk setiap item selain dari biaya
penyimpanan untuk gudang.
Biaya penyimpanan persediaan selama satu periode dirumuskan sebagai berikut:
��� =� .∑��=1��2.�� . . . (3)
Di mana:
��� = Total biaya penyimpanan selama satu periode
� = Biaya penyimpanan dalam % dari nilai rata-rata persediaan
�� = Jumlah unit item i setiap kali pesan (optimal)
d. Biaya Kekurangan Persediaan (Shortage Cost)
Biaya kekurangan persediaan adalah biaya yang timbul sebagai akibat tidak
tersedianya barang pada waktu yang diperlukan. Biaya kekurangan persediaan
pada dasarnya bukan biaya nyata, melainkan berupa biaya kehilangan kesempatan.
Termasuk dalam biaya ini, antara lain:
1. Biaya administrasi tambahan
2. Biaya tertundanya penerimaan keuntungan
3. Biaya kehilangan pelanggan.
4. Terganggunya proses produksi atau distribusi.
5. Tambahan pengeluaran dan sebagainya.
Dari komponen biaya di atas, terdapat hubungan antara biaya pemesanan dan biaya
penyimpanan (total biaya persediaan) dapat dilihat pada Gambar 2.1 berikut:
Gambar 2.1 Grafik Total Biaya Persediaan (Siswanto. 2007)
Dari gambar di atas, dapat diketahui bahwa semakin besar jumlah barang yang
dipesan (order quantity), maka biaya penyimpanan semakin bertambah tinggi
sedangkan biaya pemesanan semakin kecil. Sebaliknya semakin kecil jumlah barang
Rp
�′ �
Biaya Simpan Biaya Pesan Biaya Total Persediaan
yang dipesan, maka biaya pemesanan semakin besar sehingga biaya penyimpanan
semakin kecil. Dengan demikian untuk memperoleh jumlah pemesanan optimum dan
kapan dilakukan pemesanan haruslah dicari keseimbangan antara biaya penyimpanan
dan biaya pemesanan.
2.3 Perencanaan Pengendalian Persediaan
Perencanaan dan pengendalian produksi dan persediaan (PPIC) merupakan bagian
yang berpartisipasi dalam peramalan permintaan, perencanaan kapasitas keseluruhan
organisasi, penentuan berapa banyak persediaan bahan dan komponen-komponen
yang harus ada dan kapan mendapatkannya, dan bila komponen tersebut diproduksi
sendiri, bertanggung jawab atas kapan dibuat dan pada mesin-mesin mana sehingga
master production schedules atau jadwal perakitan akhir dipenuhi untuk memuaskan
permintaan organisasi (Handoko, 1993).
PPIC pada industri apa pun pada dasarnya memiliki fungsi yang sama. Fungsi
atau aktivitas-aktivitas yang ditangani oleh Departemen PPIC secara umum adalah
sebagai berikut:
1. Mengelola pesanan dari pelanggan.
2. Meramalkan permintaan masa depan agar skenario pruduksi dapat
mengantisipasi fluktuasi permintaan.
3. Mengelola persediaan berupa tindakan transaksi persediaan, kebijakan
persediaan pengaman, kebijakan kuantitas pesanan, kebijakan frekuensi
dan periode pemesanan, dan mengoptimalkan biaya yang terkait
didalamnya.
4. Menyusun rencana agregat, penyesuaian permintaan dengan kapasitas.
5. Membuat Jadwal Induk Produksi (JIP) mengenai apa dan berapa unit
yang harus diproduksi pada suatu periode tertentu.
6. Merencanakan kebutuhan seperti komponen, sub assembly, dan bahan
penunjang untuk penyelesaian produk.
7. Melakukan penjadwalan pada mesin atau fasilitas produksi.
8. Monitoring dan pelaporan pembebanan kerja dibanding kapasitas
produksi.
Perencanaan dan pengendalian persediaan yang merupakan sub dari Departemen
PPIC, terlihat jelas pada poin ke tiga dari fungsi – fungsi di atas bahwa perencanaan
dan pengendalian persediaan memiliki aktivitas – aktivitas utama untuk mengelola
persediaan, baik berupa tindakan transaksi yang berkenaan langsung dengan
persediaan, kebijakan tentang tingkat persediaan pengaman, kebijakan kuantitas
pesanan, kebijakan frekuensi dan periode pemesanan serta kebijakan pengelolaan
persediaan untuk mengoptimalkan biaya yang terkait didalamnya.
Fungsi - fungsi tersebut berlaku secara umum, namun terkadang suatu
perusahaan hanya memiliki beberapa fungsi saja, tergantung sistem perencanaan dan
pengendalian produksi dan persediaan yang digunakan perusahaan.
2.4 Model Pengendalian Persediaan
Menurut Pontas M Pardede (2005), di dalam pengendalian persediaan terdapat
berbagai jenis model yang dapat digunakan untuk perencanaan dan pengawasan.
Untuk membangun atau membentuk model persediaan yang sesuai bagi suatu
perusahaan, sebaiknya manajer persediaan mengikuti langkah-langkah berikut:
a. Mempelajari keadaan yang berlaku yang berkaitan dengan persediaan dan
kemudian merumuskan sifat-sifat atau ciri-ciri keadaan tersebut.
b. Merumuskan asumsi-asumsi yang dibutuhkan.
c. Membuat rumus atau persamaan biaya persediaan
d. Menggunakan rumus atau persamaan tersebut untuk menentukan titik atau
waktu pemesanan serta jumlah pesanan.
Melalui model persediaan, penyederhanaan masalah persediaan akan menjawab dua
hal penting, yaitu berapa banyak harus dipesan dan kapan (berapa kali) memesan
sehingga persediaan dapat diminimumkan.
a. Model Deterministik
Model deterministik ditandai oleh karakteristik permintaan dan periode
kedatangan yang dapat diketahui secara pasti sebelumnya.
b. Model Probabilistik
Model probabilistik ditandai oleh karakteristik permintaan dan periode
kedatangan pesanan yang tidak dapat diketahui secara pasti sebelumnya,
sehingga perlu didekati dengan distribusi probabilitas.
Pada dasarnya, model persediaan probabilistik dan model deterministik
memiliki tujuan yang sama, yaitu untuk mengendalikan persediaan dengan car
menentukan jumlah optimum pemesanan dan titik pemesanan kembali. Selain itu,
kedua model ini juga sama dalam hal fungsi persediaan dan komponen biaya
persediaan.
2.5 Economic Order Quantity (EOQ)
Dalam meminimumkan biaya, diperlukan pengetahuan tentang jumlah pemesanan
yang paling ekonomis. Dalam usaha menentukan jumlah pemesanan yang paling
ekonomis tersebut, terdapat dua biaya utama yaitu biaya pemesanan (ordering cost)
dan biaya penyimpanan (carrying cost) yang memiliki sifat berbanding terbalik.
Apabila barang yang dipesan dalam jumlah yang banyak, biaya pemesanan sedikit
namun akan terkendala pada biaya penyimpanan yang cenderung besar. Namun
apabila frekuensi pemesanan sering dilakukan, maka biaya pemesanan akan tinggi
walaupun bisa meminumkan biaya penyimpanan. Untuk itu diperlukan keseimbangan
antara kedua biaya. Dengan kata lain, jumlah pemesanan yang paling ekonomis
merupakan jumlah atau besarnya pesanan yang memiliki biaya pemesanan dan biaya
penyimpanan yang minimum. Metode yang dapat digunakan untuk menentukan
jumlah pemesanan yang paling ekonomis adalah dengan menggunakan model
Economic Order Quantity (EOQ).
Metode EOQ dapat digunakan apabila kebutuhan-kebutuhan permintaan pada
perubahan yang sangat kecil. Apabila jumlah permintaan dan masa tenggang
diketahui, maka dapat diasumsikan bahwa jumlah permintaan dan masa tenggang
merupakan bilangan yang konstan dan diketahui. EOQ dihitung dengan menganalisis
total biaya (TC). Total Biaya pada satu periode merupakan jumlah dari biaya
pemesanan ditambah biaya penyimpanan selama periode tertentu.
Sukanto (2003) menyatakan bahwa kebijakan persediaan dapat menentukan
jumlah pesanan ekonomis yang bertalian dengan penentuan berapa banyak
dipesan dan titik pemesanan kembali yang bertalian dengan kapan mengadakan
pesanan.
Model persediaan EOQ memakai asumsi-asumsi sebagai berikut:
a. Hanya satu barang yang diperhitungkan
b. Kebutuhan (permintaan) setiap periode diketahui, relatif tetap dan terus
menerus
c. Barang yang dipesan diasumsikan langsung dapat tersedia atau berlimpah
d. Waktu tenggang (lead time) bersifat konstan
e. Setiap pesanan diterima dalam sekali pengiriman dan langsung dapat
digunakan
f. Tidak ada pesanan ulang (back order) karena kehabisan persediaan
g. Tidak ada quantity discount.
Tingkat Persediaan
Rata-rataPersediaan Titik di saat pesanan
diterima (reorder point)
Q
Q - D t
Gambar 2.2 Grafik Model Persediaan EOQ (Ristono, Agus. 2009)
Dalam metode EOQ digunakan beberapa notasi sebagai berikut:
�� = Jumlah kebutuhan barang ke-i (unit/tahun) S = Biaya pemesanan (rupiah/pesan)
ℎ = Biaya penyimpanan (% terhadap nilai barang)
�� = Harga barang ke-i (rupiah/unit)
�� = h x C = Biaya penyimpanan (rupiah/unit/periode) �� = Jumlah pemesanan barang ke-i (unit/pesanan) T = Jarak waktu antar pesan (tahun,hari,bulan)
�� = Frekuensi pemesanan barang ke-i TC = Biaya total persediaan (rupiah/tahun)
Merujuk pada Herjanto, Eddy (1999), cara untuk memperoleh EOQ adalah sebagai
berikut:
Biaya pemesanan per-tahun = Frekuensi pesanan x Biaya pesan
= ∑ ��
�� × � �
�=1
Biaya Penyimpanan = Persediaan rata-rata x Biaya penyimpanan
= ∑ ��
2 × �� �
Biaya Total per Tahun = Biaya pemesanan + Biaya penyimpanan
Biaya total persediaan akan naik jika semakin banyak unit (Q) yang dipesan maupun
unit (Q) yang disimpan. Kondisi minimum pada biaya total persediaan akan tercapai
apabila biaya pesan sama dengan biaya simpan,
Konsep dasar EOQ Multi Item berasal dari konsep EOQ dasar, begitu pula dengan
analisis biaya terhadap jumlah pemesanan ekonomis.
�(��)
Dari uraian secara matematik di atas, jelas bahwa kondisi minimum Biaya total
persediaan dapat tercapai dengan memesan unit dengan metode EOQ.
2.6 Safety Stock (Persediaan Pengaman)
Masalah kekurangan persediaan obat generik, misalnya karena permintaan obat
generik yang lebih besar dari perkiraan semula atau keterlambatan dalam penerimaan
obat yang dipesan pasti dialami oleh setiap perusahaan. Untuk mengatasi hal ini maka
dibutuhkan Safety Stock. Dengan adanya persediaan pengaman, perusahaan dapat
mengatasi ketidakpastian permintaan dengan segera. Untuk mengetahui berapa
banyak safety stock (SS) harus disediakan berdasarkan data
penyimpangan-penyimpangan masa lalu, dapat digunakan alat bantu yaitu Kurva Normal. Di dalam
statistika, dikenal berbagai distribusi data. Salah satunya yang terkenal dan luas
penggunaannya adalah Distribusi Normal. Karakteristik Distribusi Normal dapat
Gambar 2.3 Distribusi Normal
Gambar 2.4 menjelaskan cakupan luas area pada Kurva Normal di mana
penyimpangan atau deviasi x terhadap rata-rata �̅ adalah (� − �̅ ) dan dinyatakan dalam standar deviasi �. Pada dasarnya, � menandai cakupan suatu luas area tertentu pada Kurva Normal. Pada kasus persediaan pengaman ini,
penyimpangan-penyimpangan �� terhadap �̅ dinyatakan dalam:
�= �∑(��−�̅)2
� . . . (7)
Selanjutnya, � dari (7) digunakan untuk menemukan luas area dalam Kurva Normal melalui :
�= �−�̅
� . . . (8)
Nilai z pada (8) berkaitan dengan 4 digit bilangan di belakang koma yang menjelaskan
berapa bagian atau persen luas area yang dicakup pada � di (7). Karena luas seluruh area dalam Kurva Normal itu terdiri atas dua bagian yang simetrik sempurna, yaitu di
sebelah kiri �̅ dan di sebelah kanan �̅ dan tabel itu hanya mewakili salah satu sisi saja, maka setiap bagian atau area 50% atau 0,5.
Dalam hal ini, PT Indofarma Global Medika Medan menggunakan batas toleransi (α) = 5% di atas perkiraan dan 5% bawah perkiraan. Dengan batas toleransi tersebut pada Tabel Standar Deviasi Normal, maka nilai Standar Normal Deviasi (Z)
yang digunakan adalah 1,65. Rumus menghitung nilai Safety Stock (SS):
�� =� × � . . . (9)
Z = Standar normal deviasi
� = Standar deviasi
n = Banyak data
2.7 Reorder Point (ROP)
Reorder Point ROP atau biasa disebut dengan batas/titik jumlah pemesanan kembali
termasuk permintaan yang diinginkan atau dibutuhkan selama masa tenggang,
misalnya suatu tambahan/ekstra stok.
Menurut Fredi Rangkuti (2004), reorder point terjadi apabila jumlah
persediaan yang terdapat di dalam stok berkurang terus. Dengan demikian kita harus
menentukan berapa banyak batas minimal tingkat persediaan yang harus
dipertimbangkan sehingga tidak terjadi kekurangan persediaan. Jumlah yang
diharapkan tersebut dihitung selama masa tenggang. Selain itu dapat pula
ditambahkan dengan safety stock yang biasanya mengacu kepada probabilitas atau
kemungkinan terjadinya kekurangan stok selama masa tenggang.
Faktor yang mempengaruhi pemesanan ulang (reorder point):
a. Waktu yang diperlukan dari saat pemesanan sampai dengan barang datang
di perusahaan (Lead Time)
b. Tingkat pemakaian barang rata-rata / hari atau satuan waktu lainnya
c. Persediaan besi/safety stock (jumlah persediaan barang yang minimum
harus ada untuk menjaga kemungkinan keterlambatan datangnya barang
yang dibeli agar perushaaan tidak mengalami “stock out”/gangguan
kelancaran kegiatan produksi karena kehabisan barang.
Rumus:
��� =�̅ × �� +�� . . . (10)
�̅ = Rata-rata jumlah kebutuhan (unit/bulan)
LT = Lead time / waktu tunggu (bulan)
SS = Safety Stock (persediaan pengaman)
Secara grafik, hubungan EOQ, safety stock dan ROP dapat dilihat pada
gambar berikut:
Gambar 2.4 Grafik Hubungan EOQ, Safety Stock dan ROP (Zamit, Yulian. 2003) 2.8 Persediaan Maksimal (Maximum Inventory)
Maximum Inventory (MI) diperlukan untuk menghindari jumlah persediaan yang
berlebihan di gudang, sehingga tidak menimbulkan biaya yang lebih besar untuk
penyimpanan persediaan tersebut. Besarnya persediaan maksimal yang ada di gudang
dapat dihitung dengan menjumlahkan kuantitas persediaan menurut EOQ dengan
jumlah persediaan pengaman (safety stock).
Rumus menghitung persediaan maksimal (maximum inventory):
��= ��+��� . . . (11)
Di mana: MI = Maximum Inventory
SS = Safetry stock / persediaan pengaman
2.9 Total Cost (Biaya Total) Persediaan
Total cost adalah total biaya pemesanan dan biaya penyimpanan. Biaya penyimpanan
dapat menjadi lebih efisien jika perusahaan dapat mengetahui berapa jumlah barang
yang tepat untuk dipesan kepada supplier, sehingga persediaan yang dipesan tidak
kurang dan tidak melebihi yang dibutuhkan untuk proses produksi atau distribusi. Jika
perusahaan dapat mengetahui berapa jumlah barang yang tepat untuk dipesan, hal ini
juga dapat mengefisiensikan biaya pemesanan. Biaya yang tadinya dikeluarkan akibat
pemesanan barang yang berlebih dapat diefisiensikan dengan memesan barang yang
sesuai dengan kebutuhan. Jumlah barang yang harus dipesan dapat diketahui dengan
menggunakan rumus perhitungan EOQ.
Biaya total persediaan dapat dicari dengan rumus:
Total Cost (TC) = Biaya pemesanan + Biaya penyimpanan
�� = ∑ �� ��
���� × ��+� ����
2 × ���� �
BAB 3
PEMBAHASAN
3.1 Gambaran Umum Perusahaan
PT. Perkebunan Nusantara III yang disebut juga dengan PTPN III merupakan suatu
perusahan yang bergerak dalam produksi tanaman perkebunan. PTPN III berpusat di
Medan dan terletak di Jl. Sei Batang Ari no 2 Medan. PTPN III memiliki beberapa
lahan perkebunan di berbagai daerah terkhusus di daerah Sumatera Utara. Salah
satunya adalah Kebun Sei Silau yang memiliki tanaman kelapa sawit dan Karet.
Dalam penulisan ini penulis khusus membahas produksi tanaman karet kebun Sei
Silau. Kebun Sei Silau memiliki suatu perusahaan yang memproduksi bahan setengah
jadi yaitu lateks. Dimana lateks hasil produksi tersebut dieksport ke luar negeri. Untuk
itu perusahaan membutuhkan suatu sistem menegemen persediaan bahan baku agar
produksi bias berjalan dengan baik sehingga permintaan konsumen dapat terpenuhi.
Adapun lateks yang diproduksi terdiri dari tiga jenis yaitu RSS 1, RSS 2 dan
Cutting. Pada dasaranya proses pembuatan ketiga jenis lateks ini adalah bersamaan
yang membedakannya adalah kuaalitas lateks yang dihasilkan. Penentuan kualitas
lateks tersebut ditentukan pada saat dilakukan sortasi manual dengan tenaga manusia
dangan memperhatikan bentuk fisik lateks tersebut.
3.2 Pengumpulan Data
Data diperoleh dengan cara pengamatan langsung dari perusahaan, diskusi maupun
wawancara dengan pihak perusahaan serta mengutip informasi dan arsip yang sesuai
dengan data yang berhubungan dengan pemecahan masalah. Data-data yang diperoleh
dari arsip PT. Perkebunan Nusantara III Kebun Sei Silau.
Juni 2012 1995 850 220 400 130,256
Sumber : Daftar Jenis bahan baku dan jumlah kebutuhan bahan baku PTPN III
Kebun Sei Silau
2. Data permintaan lateks
Tabel 3.2 Data Permintaan Lateks Bulan Permintaan (kg)
Januari 2010 97,002
Januari 2011 119,782
Februari 2011 77,875
Maret 2011 120,154
Aprill 2011 100,570
Mei 2011 45,200
Data Permintaan Lateks (lanjutan)
Juli 2011 106,785
Agustus 2011 109,497
September 2011 113,113
Oktober 2011 115,268
Novemberr 2011 113,650
Desember 2011 122,040
Januari 2012 86,069
Februari 2012 137,295
Maret 2012 61,251
Aprill 2012 41,245
Mei 2012 118,614
Juni 2012 110,845
Juli 2012 109,723
Agustus 2012 76,275
Septemberr 2012 198,315
Oktober 2012 142,493
Novemberr 2012 124,752
Desember 2012 92,023
Jumlah 4,018,216
3. Data Biaya Pemesanan Persediaan Bahan Baku Tahun 2011
Besarnya biaya pemesanan diketahui dari rincian biaya yang dikeluarkan untuk
melakukan pemesanan dalam satu kali pesan. Pemesanan bahan baku formid acid, dan
terpentin, dilakukan secara bersamaan sedangkan bahan baku lainnya dilakukan secara
sendiri-sendiri. Adapun biaya pemesanan bahan baku pada PTPN III Kebun Sei Silau
adalah sebagai berikut:
Tabel 3.3 Biaya Pemesanan Formid Acid, Terpentin
No Komponen Biaya Pemesanan Biaya Pemesanan (Rp)
1 Biaya administrasi 10.000
2 Biaya telekomunikasi 10.000
3 Biaya angkut 850.000
Total Biaya Satu Kali Pemesanan 870.000
Dari tabel diatas biaya pemesanan masing-masing bahan baku tersebut adalah
Tabel 3.4 Biaya Pemesanan ���
No Komponen Biaya Pemesanan Biaya Pemesanan (Rp)
1 Biaya telekomunikasi 10.000
2 Biaya Administrasi 10.000
3 Biaya angkut 300.000
Total Biaya Satu Kali Pemesanan 320.000
Tabel 3.5 Biaya Pemesanan Talk Powder
No Komponen Biaya Pemesanan Biaya Pemesanan (Rp)
1 Biaya telekomunikasi 10.000
2 Biaya Administrasi 10.000
3 Biaya angkut 300.000
Total Biaya Satu Kali Pemesanan 320.000
Khusus untuk bahan baku karet mentah PTPN III tidak perlu melakukan
pemesanan karena lateks tersebut berasal dari kebun seni silau sendiri.
Tabel 3.6 Biaya Angkut Lateks
No Komponen Biaya Angkut Biaya Angkut (Rp)
1 Biaya bahan bakar 500.000
4. Data Biaya Penyimpanan Bahan Baku
Biaya penyimpanan (holding cost atau carring cost) adalah semua pengeluaran atau
biaya yang timbul akibat menyimpan barang maupun bahan. Besarnya biaya
penyimpanan tergantung pada jumlah barang yang disimpan di gudang. Jika bahan
baku yang disimpan semakin lama maka biaya penyimpanan semakin besar,tetapi
biaya pemesanan semakin kecil. Besarnya biaya penyimpanan bias disesuaikan
dengan suku bunga di Bank yaitu 6,5% per tahun dari harga bahan baku per unit.
Untuk biaya penyusutan atau kerusakan material selama penyimpanan diasumsikan
Jadi persentase biaya penyimpanan bahan baku (h) adalah 7%. Dengan asumsi
1 tahun ada 12 bulan maka perhitungan biaya penyimpanan dapat dihitung dengan
menggunakan rumus :
� = � 12 �ℎ
Di mana: H = Biaya penyimpanan
S = Harga bahan baku per unit
h = Persentase biaya penyimpanan
Tabel 3.7 Biaya Penyimpanan Bahan baku
NO Bahan Baku Harga satuan (Rp)
Biaya simpan per unit (Rp)
1 Formid Acid 16.000 933,33
2 Terpentine 15.000 875
3 NH3 9.000 525
4 Talk powder 3000 175
5 Karet mentah 11.400 665
5. Data Lead Time (Waktu Tunggu) Penerimaan Bahan Baku
Waktu menunggu pesanan adalah waktu antara atau tenggang waktu sejak pesanan
dilakukan sampai dengan saat pesanan tersebut masuk gudang. Lead time untuk setiap
bahan baku adalah sebagai berikut:
Tabel 3.8 Waktu Tunggu ( Lead Time) Bahan baku
NO Bahan Baku Waktu tunggu
1 Formid Acid 2 minggu
2 Terpentine 2 minggu
3 NH3 2 minggu
4 Talk powder 1 minggu
3.3 Pengolahan Data
Pengolahan data pada untuk pemecahan masalah pada penulisan ini dilakukan melalui
beberapa tahap. Setelah data-data diperoleh maka pengolahan data dilakukan
berdasarkan metodologi yang telah dikemukan pada bab sebelumnya.
3.3.1 Peramalan Permintaan Tahun 2013 a. Penentuan Pola Data
Adapun banyak permintaan lateks selama tiga tahun dapat dilihat pada gafik
berikut ini.
Time Series Plot of C2
Gambar 3.1 Grafik permintaan Lateks periode Januari 2010 – Desember 2012
b. Pemilihan Metode Peramalan
Sesuai dengan model peramalan yang digunakan dan pola data yang terbentuk. Maka
metode yang dipilih adalah Dekomposisi. Metode ini mempunyai Mean Squared
Deviation (MSD) yang terkecil bila dibandingkan dengan metode-metode lainnya.
Perbandingan error setiap metode peramalan dan hasil peramalannya diproses dengan
menggunakan software Minitab. (Lihat Lampiran 1). Dan tabel perbandingan Mean
Squared Deviation (MSD) adlah sebagai berikut:
No Metode MSD
1 Time Series Decomposition 1087799760
2 Moving Average 1164350828
3 Single Exponential Smoothing 1535808646
4 Double Exponential Smoothing 1661475403
5 Winters’ Method 1428701139
c. Hasil Peramalan Permintaan
Berdasarkan perhitungan dengan metode yang terpilih yaitu metode pemulusan
eksponensial musiman diperoleh hasil ramalan total permintaan lateks untuk tahun
2013 adalah sebagai berikut:
Tabel 3.10 Ramalan Permintaan Tahun 2013
No Bulan Permintaan
1 Januari 132958
2 Februari 116613
3 Maret 133851
4 April 74378
5 Mei 84543
6 Juni 157659
7 Juli 121281
8 Agustus 109044
9 September 108412
10 Oktober 138270
11 November 147461
12 Desember 127813
3.3.2 Peramalan Kebutuhan Persedian Bahan Baku Untuk Tahun 2013
Perhitungan kebutuhan persediaan bahan baku untuk tahun 2013 sebagai peramalan
kebutuhan produksi dapat dihitung dengan mengalikan jumlah produksi dengan
persentase bahan baku yang digunakan. Informasi dari pihak perusahaan mengatakan
Tabel 3.11 Persentase Penggunaan Bahan Baku Dalam Produk Jadi
Bahan Baku Persentase
Formid Acid 1.5 %
Terpentine 1 %
��3 0,15 %
Talk Powder 0,35 %
Karet Mentah 97 %
Dengan diperolehnya persentase bahan baku tersebut, maka dapat ditentukan jumlah
bahan baku
kebutuhan produksi dari peramlan permintan yang telah ditentukan di tabel 3.10
sebelumnya. jumlah kebutuhan bahan baku tersebut dapat dilihat pada tabel 3.11
Berikut.
Tabel 3.12 Peramalan Kebutuhan Bahan Baku Tahun 2013
Bulan Peramalan Formid Acid
1994.37 1329.58 199.437 465.353
12896 9.26
Feb 116613
1749.195 1166.13 174.9195 408.1455
11311 4.61
Mar 133851
2007.765 1338.51 200.7765 468.4785
12983
1268.145 845.43 126.8145 295.9005
82006 .71
Jun 157659
2364.885 1576.59 236.4885 551.8065
15292 9.23
Jul 121281
1819.215 1212.81 181.9215 424.4835
11764 2.57
Aug 109044
1635.66 1090.44 163.566 381.654
10577 2.68
Sep 108412
1626.18 1084.12 162.618 379.442
10515
2211.915 1474.61 221.1915 516.1135
Des 127813
1917.195 1278.13 191.7195 447.3455
12397 8.61
Jumlah
1452283 21,784.25 14522.83 2178.42 5082.99
14087 14.51
Pada tabel diatas ramalan untuk bahan baku Formid Acid dan Terpentin diramalkan
dalam satuan Kg. Untuk itu satuan tersebut harus di ubah ke liter dimana massa jenis
dari formid acid =1.02 kg/liter dan massa jenis terpentin = 0,85 kg/liter . sehinggga
didapat banyak formid acid dan terpentin yang dibutuhkan adalah sebagai berikut:
• Formid Acid
21.784,25 kg x 1.02 = 22.219,93 Liter
• Terpentin
14.522,83 kg x 0,85 = 12.344,41 Liter.
Dengan menggunakan hasil peramalan diatas maka dapat ditentukan berapa jumlah
persediaan optimum yang harus disiapkan perusahaan.
3.3.3 Penentuan Total Harga Setiap Bahan Baku PTPN III Kebun Sei Silau
Data bahan baku yang akan dicari terdiri dari 6 jenis bahan baku. Total harga
masing-masing bahan baku dapat dilihat pada Tabel 3.8.
Tabel 3.13 Total harga bahan baku PTPN III Kebun Sei Silau Tahun 2011
6 Karet Mentah 1.408.714,51
(Kg)
11.400 16.059.345.414
Total 16.630.528.354
Dari tabel diatas dapat diketahui total harga bahan baku yang terbesar ada pada
bahan baku karet mentah yaitu sebesar Rp 16.059.345.414. Selanjutnya formid acid
sebesar Rp 355.518.880, terpentin Rp 185.166.150, NH3 sebesar Rp 15.248.940, talk
powder sebesar Rp 15.248.970. Secara keseluruhan total harga bahan baku adalah
sebesar Rp 16.630.528.345.
3.3.4 Penentuan Jumlah Pemesanan Ekonomis Menggunakan Model EOQ
Pemecahan masalah dalam penulisan ini adalah dengan menggunakan model
Economic Order Quantity (EOQ). Berikut perhitungan biaya persediaan bahan baku
PTPN III Kebun Sei Silau:
a. Formid Acid
Data yang dibutuhkan adalah:
1. Jumlah kebutuhan formid acid dalam satu tahun ( D = 22.219,93 liter)
2. Biaya pemesanan bahan baku formid acid ( S = Rp 870.000)
3. Biaya penyimpanan bahan baku (H = Rp 933,33)
4. Harga fomid acid per liter (C = Rp 16.000)
Jumlah pemesanan ekonomis (EOQ) bahan baku formid acid untuk setiap kali
pesan diperoleh dengan menggunakan rumus:
���= �2�� �
���= �(2)(22.219,93 )(870.000) 933,33
���= �38.662.660.800 933,33
���= 6.436,18 �����= 6.437 liter/pesan
Sehingga siklus pemesanan ulang bahan baku formid acid dengan
menggunakan model EOQ dalam 1 tahun adalah:
� = � ���=
22.219,93
6.137 = 3,45 = 4 ����/��ℎ��
b. Terpentine
Data yang dibutuhkan adalah:
1. Jumlah kebutuhan tepentine dalam satu tahun ( D = 12.344,41 liter)
2. Biaya pemesanan bahan baku terpentine ( S = Rp 870.000)
3. Biaya penyimpanan bahan baku terpentine (H = Rp 875)
4. Harga terpentine per liter (C = Rp 15.000)
Jumlah pemesan ekonomis bahan baku terpentine untuk setiap kali pesan dapat
diselesaikan daengan:
���= �2�� �
���= �(2)(12.344,41 )(870.000) 875
���= �21.479.273.400 875
���= �24.547.741,03
���= 4954,57 �����= 4.955 liter/pesan
Sehingga siklus pemesanan ulang bahan baku terpentine dengan menggunakan
model EOQ dalam 1 tahun adalah:
� = � ���=
15.248,98
c. NH3
Data yang dibutuhkan adalah:
1. Jumlah kebutuhan NH3 dalam satu tahun ( D = 2178,42kg)
2. Biaya pemesanan bahan baku NH3 ( S = Rp 320.000)
3. Biaya penyimpanan bahan baku NH3 (H = Rp 525)
4. Harga NH3 per kilogram (C = Rp 9.000)
Jumlah pemesan ekonomis bahan baku NH3 untuk setiap kali pesan dapat
diselesaikan daengan:
���= �2�� �
���= �(2)(2.178,42)(320.000) 525
���= �1.394.195.200 525
���= �2.655.609,9
���= 1.629,6 �����= 1.630 kg/pesan
Sehingga siklus pemesanan ulang bahan baku NH3 dengan menggunakan
model EOQ dalam 1 tahun adalah:
� = � ���=
2.178,42
1.630 = 1,33 = 2 ����/��ℎ��
d. Talk Powder
Data yang dibutuhkan adalah:
1. Jumlah kebutuhan talk powder dalam satu tahun ( D = 5082.99)
2. Biaya pemesanan bahan talk powder ( S = Rp 320.000)
3. Biaya penyimpanan bahan baku talk powder (H = Rp 175)
Jumlah pemesan ekonomis bahan baku talk powder untuk setiap kali pesan dapat diselesaikan daengan:
���= �2�� �
���= �(2)(5082,99)(320.000) 175
���= �3.253.113.600 175
���= �18.589.220,57
���= 4.311,52 = 4.312 kg/pesan
Sehingga siklus pemesanan ulang bahan baku talk powder dengan
menggunakan model EOQ dalam 1 tahun adalah:
�= � ���=
5082,99
4.312 = 1,17 = 2 ����/��ℎ��
e. Karet Mentah
Data yang dibutuhkan adalah:
1. Jumlah kebutuhan karet mentah dalam satu tahun ( D = 1.408.714,51)
2. Biaya pemesanan bahan karet mentah asap ( S = Rp 500.000)
3. Biaya penyimpanan bahan karet mentah (H = Rp 665)
4. Harga karet mentah per kilogram (C = Rp 11.400)
Jumlah pemesan ekonomis bahan baku karet mentah untuk setiap kali pesan dapat diselesaikan daengan:
���= �2�� �
���= �1.408.714.510.000 665
���= √2.118.367.684
���= 46.025,73 = 46.026 kg/pesan
Sehingga siklus pemesanan ulang bahan baku karet mentah dengan
menggunakan model EOQ dalam 1 tahun adalah:
� = � ���=
1.408.714,51
46.026 = 30,6 = 31 ����/��ℎ��
3.3.5 Penentuan Safety Stock (Persediaan Pengaman)
Perhitungan persediaan pengaman dilakukan untuk menjaga terjadinya masalah
kekurangan persediaan sekaligus untuk mengatasi masalah kekurangan persediaan
bahan. Misalnya masalah yang diakibatkan oleh penggunaan bahan baku yang lebih
besar dari perkiraan semula atau keterlambatan barang yang dipesan.
Dalam hal ini, PTPN III Kebun Sei Silau menggunakan batas toleransi (α) = 5% di bawah perkiraan. Dengan batas toleransi tersebut pada Tabel Standar Deviasi
Normal, maka nilai Standar Normal Deviasi (Z) yang digunakan adalah 1,65. Dengan
menenentukan Standard Normal Deviasi setiap bahan baku, maka dapat di cari Safety
Stock dengan rumus:
�� = ��
Di mana:
�� = Jumlah Safety Stock (Persediaan Pengaman) per bahan baku
� = Standar Normal Deviasi keseluruhan
� = Standar Normal Deviasi per-bahan baku
a. Safety Stock bahan baku fomid acid tahun 2013
Berdasarkan tabel deviasi bahan baku formid acid (lampiran hal: ) diperoleh
Maka besar safety stock formid acid adalah:
�� = ��
�� = 1,65 × 364,180 �� = 600,89 = 601 �����
b. Safety Stock bahan baku terpentine tahun 2013
Berdasarkan tabel deviasi bahan baku terpentine (lampiran 1) diperoleh
standar deviasi normal untuk bahan baku terpentine, yaitu � = 233,1 Maka besar safety stock bahan baku terpentine adalah:
�� = ��
�� = 1,65 × 233,1
�� = 384,616 = 385 �����
c. Safety Stock bahan baku ��3 tahun 2013
Berdasarkan tabel deviasi bahan baku ��3 (lampiran 1 ) diperoleh standar deviasi normal untuk bahan baku ��3, yaitu � = 34,965
Maka besar safety stock bahan baku ��3 adalah:
�� = ��
�� = 1,65 × 34.965 �� = 57,692 = 58 ��
d. Safety Stock bahan baku talk powder tahun 2013
Berdasarkan tabel deviasi bahan baku talk powder (lampiran 1 ) diperoleh
standar deviasi normal untuk bahan baku talk powder, yaitu � = 81,585 Maka besar safety stock bahan baku talk powder adalah:
�� = ��
�� = 1,65 × 81,585