• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perencanaan Pengendalian Persediaan Bahan Baku Dengan Menggunakan Model Economic Order Quantity Studi Kasus: PT. Perkebunan Nusantara III Kebun Sei Silau Kisaran)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Perencanaan Pengendalian Persediaan Bahan Baku Dengan Menggunakan Model Economic Order Quantity Studi Kasus: PT. Perkebunan Nusantara III Kebun Sei Silau Kisaran)"

Copied!
80
0
0

Teks penuh

(1)

PERENCANAAN PENGENDALIAN PERSEDIAAN BAHAN

BAKU DENGAN MENGGUNAKAN MODEL

ECONOMIC ORDER QUANTITY

(Studi Kasus: PT. Perkebunan III Kebun Sei Silau Kisaran)

SKRIPSI

HALASAN B SIRAIT

080803059

DEPARTEMEN MATEMATIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

PERENCANAAN PENGENDALIAN PERSEDIAAN BAHAN BAKU DENGAN MENGGUNAKAN MODEL

ECONOMIC ORDER QUANTITY

(Studi Kasus: PT. Perkebunan III Kebun Sei Silau Kisaran)

SKRIPSI

Diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat mencapai gelar Sarjana Sains

HALASAN B SIRAIT 080803059

DEPARTEMEN MATEMATIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(3)

PERSETUJUAN

Judul : PERENCANAAN PENGENDALIAN

PERSEDIAAN BAHAN BAKU DENGAN

MENGGUNAKAN MODEL ECONOMIC ORDER QUANTITY (Studi Kasus: PT. Perkebunan Nusantara III Kebun Sei Silau Kisaran)

Kategori : SKRIPSI

Nama : HALASAN B SIRAIT

Nomor Induk Mahasiswa : 080803059

Program Studi : SARJANA (S1) MATEMATIKA

Departemen : MATEMATIKA

Fakultas : MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN

ALAM (FMIPA) UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Diluluskan di Medan, Juni 2013

Komisi Pembimbing :

Pembimbing 2 Pembimbing 1

Dr. Esther Sorta M. Nababan, M.Sc Dr. Parapat Gultom, MSIE NIP 19610318 1987112 2 001 NIP 196101301985031002

Diketahui/Disetujui oleh

Departemen Matematika FMIPA USU Ketua,

(4)

PERNYATAAN

PERENCANAAN PENGENDALIAN PERSEDIAAN BAHAN BAKU DENGAN MENGGUNAKAN MODEL

ECONOMIC ORDER QUANTITY

(Studi Kasus: PT. Perkebunan Nusantara III Kebun Sei Silau Kisaran)

SKRIPSI

Saya mengakui bahwa skripsi ini adalah hasil kerja saya sendiri, kecuali beberapa kutipan dan ringkasan yang masing- masing disebutkan sumbernya

Medan, Juni 2013

(5)

PENGHARGAAN

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Yesus Kristus yang memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

Penulisan skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains dari Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara Medan.

Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terimakasih banyak kepada semua pihak yang telah banyak membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini dan secara khusus saya ucapkan terima kasih kepada:

1. Dr. Parapat Gultom, MSIE. selaku pembimbing I dan Dr. Esther Sorta M. Nababan, M.Sc selaku pembimbing II yang telah memberikan bimbingan dan pengarahan kepada penulis sehingga skripsi ini dapat diselesaikan.

2. Drs. Liling Perangin-angin, M.Si dan Asima Manurung, S.Si, M.Si selaku dosen penguji atau pembanding.

3. Bapak Prof. Drs. Tulus, Vordipl. Math, M.Si, Ph.D. dan Ibu Dra.Mardiningsih, M.Si selaku Ketua dan Sekretaris Departemen Matematika.

4. Bapak Dr. Sutarman, M.Sc. selaku Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara.

5. Semua Dosen pada Departemen Matematika FMIPA USU, dan pegawai di FMIPA USU.

6. Pihak PT. Perkebunan Nusantara III Kebun Sei Silau terkhusus kepada Abangda Edy Putra Sinambela ST yang telah memberikan izin dan membantu melakukan pengambilan data yang berhubungan dengan skripsi ini.

7. Semua sahabat penulis: Anri Aruan S.Si, Charles H Simamora S.Si, Karyanus, Jhon Putra, Rohot P Tampubolon S.Si, Eduward Hutabarat S.Si Maradu Naipospos S.Si, Indra Juanda Sibuea S.Si dan terkuhusus untuk sahabat- sahabat penulis the big four 08 (Binsar Nababan S.Si, Christopel Simanjuntak S.Si, Lukas Hariman Panjaitan S.Si), Rifalin Delustia Purba S.Si, Sarah Marina Gultom S.Si, Rina Tinarty Sihombing S.Si dan untuk semua teman-teman seperjuangan seperjuangan stambuk 08 yang selama ini telah memberikan semangat dan motivasi dalam pengerjaan skripsi ini.

(6)

9. Semua teman-teman seperjuangan di Pembangunan 61 terkhusus kepada Andiko Situmorang, Roy Inaldo Situmorang, Junaidy Situmorang, Hengki Manalu, Bayu Damanik, yang telah banyak membantu penulis dalam penyelesaian skripsi ini.

10.Terakhir untuk Ayahanda tercinta T.Sirait dan Ibunda Tercinta E.Sihombing dan untuk abang tercinta Limmart Sirait, kakak- kakak tercinta Rista Sirait, Risnauli Sirait, Rosmeryati Sirait dan kepada adik tercinta Jubel Hamonangan Sirait yang selama ini telah memberikan bantuan moril dan materil serta dorongan dan semangat serta doa mulai dari awal kuliah sampai penyelesaian skripsi ini.

Semoga segala bentuk bantuan yang telah diberikan kepada penulis mendapatkan balasan yang lebih baik dari Tuhan Yang Maha Esa.

Medan, Juni 2013 Penulis,

(7)

PERENCANAAN PENGENDALIAN PERSEDIAAN BAHAN BAKU DENGAN MENGGUNAKAN MODEL

ECONOMIC ORDER QUANTITY

(Studi Kasus: PT. Perkebunan III Kebun Sei Silau Kisaran)

ABSTRAK

Model Economic Order Quantity adalah salah satu model pengendalaian persediaan yang digunakan untuk menentukan jumlah pemesanan ekonomis suatu barang atau bahan. Aplikasi model Economic Order Quantity dalam perencanaan pengendalian persediaan dapat meningkatkan efisiensi biaya persediaan sehingga perencanaan produksi berjalan lebih efektif.. Tulisan ini menunjukkan perencanaan pengendalian persediaan .bahan baku untuk mendapatkan jumlah pemesanan bahan baku yang optimal pada PT. Perkebunan Nusantara III Kebun Sei Silau untuk tahun 2013 dengan menggunakan model Economic Order Quantity (EOQ) dengan terlebih dahulu meramalkan jumlah permintaan produk pada tahun 2013. Terdapat perbedaan jumlah persediaan bahan baku antara hasil perhitungan sebelum menggunakan model EOQ dan dengan perhitungan setelah menggunakan model EOQ. Dimana selisih antara biaya total persediaan sebelum dan sesudah menggunakan model EOQ mencapai Rp 73.125.711,45.

(8)

THE PLANNING OF RAW MATERIAL INVENTORY CONTROL USING THE MODEL OF ECONOMIC ORDER QUANTITY (Case Study: PT. Perkebunan Nusantara III Kebun Sei Silau Kisaran)

ABSTRACT

Economic Order Quantity is one of inventory control models used to determine the amount of economic ordering of goods or materials. Economic Order Quantity model applications in the planning of inventory control can improve efficiency so that the cost of planning in inventory production run more effectively. This paper demonstrates the planning of material inventory control to get the number of raw materials optimal ordering in PT. Perkebunan Nusantara III Kebun Sei Silau for 2013 using the model of Economic Order Quantity (EOQ) by first predicting the amount of demand for the product in 2013. There are differences in the amount of inventory of raw materials between the results of calculations before the EOQ model and the calculations after the EOQ model. Where the difference between the total cost of inventory before and after using the EOQ model achieves Rp73.125.711,45.

(9)

DAFTAR ISI

2.1.1 Model Deret Berkala 7 2.1.1.1 Pola Data Model Deret Berkala 7 2.1.1.2 Teknik Peramalan Deret Berkala 7 2.1.1.3 Kriteria Pemilihan Trend 10 2.2 Persediaan (Iventory) 11 2.1.1 Jenis-Jenis Persediaan 12 2.1.2 Biaya-Biaya Persediaan 14 2.3 Perencanaan Pengendalian Persediaan 18 2.4 Model Pengendalian Persediaan 19 2.5 Economic Order Quantity (EOQ) 20 2.6 Safety Stock (Persediaan Pengaman) 24 2.7 Reorder Point (ROP) 26 2.8 Persediaan Maksimal (Maximum Inventory) 27 2.8 Total Cost (Biaya Total) Persediaan 28 Bab 3 Pembahasan 1.6 Metode Penelitian

(10)

3.1 Gambaran Umum Perusahaan 29

3.2 Pengumpulan Data 29

3.3 Pengolahan Data 35

3.3.1 Peramalan Permintaan Tahun 2013 35 3.3.2 Peramalan Kebutuhan Bahan Baku Tahun 2013 36 3.3.3 Penentuan Total Harga Settiap Bahan Baku PTPN III Kebun

Sei Silau

38

3.3.4 Penentuan Jumlah Pemesanan Ekonomis Menggunakan Model EOQ

38

3.3.5 Penentuan Safety Stock (Persediaan Pengaman) 42 3.3.6 Penentuan Reoeder Point (ROP) Bahan Baku 44 3.3.7 Persediaan Maksimal (Maximum Inventory) Obat Generik 47 3.3.8 Biaya Total(Total Cost) Persediaan Obat Generik 48

Bab 4 Kesimpulan dan Saran

4.1 Kesimpulan 52

4.2 Saran 53

Daftar Pustaka 54

(11)

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Data Jenis dan Jumlah Kebutuhan Bahan Baku 30

Tabel 3.2 Data Permintaan Lateks 31

Tabel 3.3 Biaya Pemesanan Fomid Acid dan Terpentine 32

Tabel 3.4 Biaya Pemesanan ��3 33

Tabel 3.5 Biaya Pemesanan Talk Powder 33

Tabel 3.6 Biaya Angkut Talk Powder 33

Tabel 3.7 Biaya Penyimpanan Bahan Baku 34

Tabel 3.8 Waktu Tunggu (Lead Time ) Bahan Baku 34 Tabel 3.9 Perbandingan Mean Squared Deviation Metode Peramalan 36

Tabel 3.10 Ramalan Permintaan Tahun 2013 36

(12)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Grafik Total Biaya Persediaan 17

Gambar 2.2 Grafik Model Persediaan EOQ 22

Gambar 2.3 Distribusi Normal 25

(13)

PERENCANAAN PENGENDALIAN PERSEDIAAN BAHAN BAKU DENGAN MENGGUNAKAN MODEL

ECONOMIC ORDER QUANTITY

(Studi Kasus: PT. Perkebunan III Kebun Sei Silau Kisaran)

ABSTRAK

Model Economic Order Quantity adalah salah satu model pengendalaian persediaan yang digunakan untuk menentukan jumlah pemesanan ekonomis suatu barang atau bahan. Aplikasi model Economic Order Quantity dalam perencanaan pengendalian persediaan dapat meningkatkan efisiensi biaya persediaan sehingga perencanaan produksi berjalan lebih efektif.. Tulisan ini menunjukkan perencanaan pengendalian persediaan .bahan baku untuk mendapatkan jumlah pemesanan bahan baku yang optimal pada PT. Perkebunan Nusantara III Kebun Sei Silau untuk tahun 2013 dengan menggunakan model Economic Order Quantity (EOQ) dengan terlebih dahulu meramalkan jumlah permintaan produk pada tahun 2013. Terdapat perbedaan jumlah persediaan bahan baku antara hasil perhitungan sebelum menggunakan model EOQ dan dengan perhitungan setelah menggunakan model EOQ. Dimana selisih antara biaya total persediaan sebelum dan sesudah menggunakan model EOQ mencapai Rp 73.125.711,45.

(14)

THE PLANNING OF RAW MATERIAL INVENTORY CONTROL USING THE MODEL OF ECONOMIC ORDER QUANTITY (Case Study: PT. Perkebunan Nusantara III Kebun Sei Silau Kisaran)

ABSTRACT

Economic Order Quantity is one of inventory control models used to determine the amount of economic ordering of goods or materials. Economic Order Quantity model applications in the planning of inventory control can improve efficiency so that the cost of planning in inventory production run more effectively. This paper demonstrates the planning of material inventory control to get the number of raw materials optimal ordering in PT. Perkebunan Nusantara III Kebun Sei Silau for 2013 using the model of Economic Order Quantity (EOQ) by first predicting the amount of demand for the product in 2013. There are differences in the amount of inventory of raw materials between the results of calculations before the EOQ model and the calculations after the EOQ model. Where the difference between the total cost of inventory before and after using the EOQ model achieves Rp73.125.711,45.

(15)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pengendalaian persediaan merupakan salah satu aspek penting dari beberapa aspek

yang diuraikan diatas. Kebutuhan akan sistem pengendalian persediaan, pada dasarnya

muncul karena adanya masalah yang dihadapi perusahaan berupa kelebihan atau kekurangan

persediaan perusahaan. Jika perusahaan kelebihan persediaan maka akan menyebabkan

perusahaan mengalami kerugian, karena mengakibatkan terhentinya perputaran uang atau

modal dan munculnya biaya-biaya tambahan yang tidak perlu. Demikian juga jika perusahaan

kekurangan persediaan akan menyebabkan perusahaan tidak dapat memenuhi permintaan

yang besar dari konsumen, yang mengakibatkan perusahaan akan melakukan pemesana

dengan intensitas yang lebih sering, ini akan menimbulkan biaya pemesanan semakin besar.

Dari uraian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa tujuan utama pengendalian persediaan

adalah menjamin kelancaran mekanisme pemenuhan permintaan barang sesuai dengan

kebutuhan konsumen sehingga sistem yang dikelola dapat mencapai kinerja yang optimal.

Dalam sistem manufaktur dilihat dari jenisnya ada tiga macam persediaan yaitu:

1. Persediaan bahan baku (raw materials) adalah barang-barang yang dibeli dari

pemasok (supplier) dan akan gunakan atau diolah menjadi produk jadi oleh

perusahaan.

2. Persediaan barang setengah jadi (work in proses) adalah bahan baku yang sudah

diolah atau dirakit menjadi komponen namun masih membutuhkan langkah-langkah

lanjutan agar menjadi produk jadi.

3. Persediaan barang jadi (finished goods) adalah barang jadi yang telah selesai

diproses,siap untuk disimpan digudang,dijual atau didistribusikan ke lokasi-lokasi

pemasaran.

Sistem pengendalian persediaan juga dipengaruhi oleh karakteristik dari suatu

(16)

jumlah produk atau barang yang di hasilkan , jenis-jenis produk yang dihasilkan dan lain-lain.

Mengacu pada karekteristik barang yang diproduksi maka, model atau sistem pengendalaian

perusahaan yang digunakan setiap perusahaan akan berbeda. Selain itu kapasitas gudang yang

digunakan untuk penyimpana juga sangat mempengaruhi sistem persediaan yang digunakan

perusahaan. Selain itu sifat dari parameter-parameter pengendalian persediaan tersebut juga

sangat berpengaruh, apakah parameter tersebut bersifat deterministik atau probabilistik.Yang

menjadi masalah adalah apabila terdapat kedua sifat tersebut (deterministik dan probabilistik)

dalam parameter-parameter dari model pengendalian persediaan di suatu perusahaan.

Model Economic Order Quantity merupakan salah satu model pengendalian

persediaan yang bertujuan untuk menentukan jumlah pemesanan barang atau bahan yang

paling ekonomis sesuai dengan kebutuhan perusahaan. Model ini dapat meningkatkan

efisiensi biaya persediaan. Sehingga perusahaan dapat meminimumkan biaya perencanaan

produksi tanpa mengurangi target atau keuntungan yang ingin dicapai.

Berdasarkan uraian yang dikemukakan di atas maka penulis tertarik untuk membahas

masalah persediaan dengan judul “Pengendalian Persedian Multi Item Dengan

Menggunakan Metode EOQ (studi kasus di PTPN III Kebun Sei Silau)

1.2 Perumusan Masalah

Permasalahan yang akan dibahas adalah menentukan pemesanan bahan baku optimal pada

PT Perkebunan Nusantara III Kebun Sei Silau dengan menggunakan model economic

order quantity (EOQ) dan menentukan titik pemesanan ulang (reorder point) bahan baku

untuk tahun 2013.

1.3 Batasan Masalah

Adapun batasan masalah dalam penulisan ini adalah sebagai berikut :

a) Data atau informasi yang diperoleh adalah dari PT Perkebunan Nusantara III

kebun Sei Silau.

1. Data produksi lateks

(17)

3. Biaya pemesanan bahan baku lateks

4. Data lead time (waktu tunggu) pemesanan bahan baku

b) Hal – hal yang berhubungan dengan masalah pengadaan bahan baku dianggap

selalu tersedia dan pembelian dilakukan oleh bagian departemen pengadaan

bahan baku

c) Biaya persediaan yaitu biaya pemesanan, biaya pembelian bahan baku

dianggap tidak berubah (tetap) selama periode perencanaan dan tidak

dipengaruhi kebijakan kenaikan (inflasi) dan penurunan (deflasi) harga.

d) Tidak dipertimbangkan adanya faktor acak seperti bencana alam, perang dan

lain sebagainya.

1.4 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. Menerapkan penggunaan model Economic Order Quantity (EOQ) untuk

menganalisis pengendalian persediaan, dalam efisiensi kuantitas pemesanan

bahan baku PT. Perkebunan Nusantara III.

b. Menunjukkan efisiensi dari model Economic Order Quantity (EOQ) dalam

sistem biaya persediaan bahan baku pada PT. Perkebunan Nusantara III untuk

tahun 2013

1.5 Kontribusi Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. Mengetahui bagaimana metode Economic Order Quantity (EOQ) bermanfaat

dalam menentukan kuantitas pemesanan bahan baku.

b. Mengetahui efisiensi penggunaan Economic Order Quantity (EOQ) dalam

(18)

c. Menjadi bahan masukan dan informasi untuk perusahan dalam upaya

mengendalikan persediaan dalam proses pendistribusian obat ke seluruh

instansi.

1.6 Metode Penelitian

Penelitian ini merupakan studi kasus pada perusahaan yang bergerak di bidang

distribusi obat-obatan dan alat kesehatan. Langkah yang ditempuh dalam

menyelesaikan penelitian adalah sebagai berikut:

1. Pengumpulan Data

. Metode yang dilakukan dalam penelitian ini adalah metode dokumentasi yaitu

metode pengumpulan data yang dilakukan dengan cara mempelajari

dan mengutip arsip-arsip dan catatan yang ada di dalam laporan persediaan

dalam perusahaan tersebut.

Data yang dibutuhkan adalah data persediaan tahun Januari 2010- Desember

2012 yaitu:

a. Jumlah dan Jenis Bahan baku yang dibutuhkan.

b. Ongkos pemesanan bahan baku

c. Ongkos penyimpanan bahan baku

d. Harga bahan baku per unit

e. Banyaknya permintaan produk

2. Pengolahan data

Tahapan yang dilakukan pada pengolahan data adalah sebagai berikut:

a. Meramalkan benyaknya permintaan produk tahun 2013

b. Meramalkan jumlah kebutuhan bahan baku tahun 2013

c. Menentukan total harga setiap bahan baku lateks

d. Menentukan jumlah pemesanan ekonomis menurut model economic order

quantity (EOQ)

e. Menentukan persediaan pengaman (safety stock) bahan baku

(19)

g. Menentukan persediaan maksimal (maximum inventory) bahan baku

h. Menentukan total biaya persediaan (total cost) dengan menggunakan model

EOQ dan membandingkan dengan biaya total persediaan menurut

perusahaan.

(20)

BAB 2

LANDASAN TEORI

2.1 Peramalan

Peramalan adalah bagian yang penting dan bersatu dengan kegiatan pengambilan

keputusan didalam suatu perusahaan, terutama untuk melakukan perencanaan ke masa

depan. Semakin meningkatnya kebutuhan akan peramalan dapat terlihat pada keadaan

masa kini yang sangat ingin menghindari keadaan yang tidak pastioleh sebab itu telah

tersedia berbagai metode peramalan untuk mendukung kebutuhan tersebut.

Masalahnya adalah bagaimana memakai berbagai jenis karakteristik peramalan

tersebut agar sesuai dengan yang dibutuhkan. Pemilihan metode peramalan tersebut

harus mempertimbangkan situasi pada saat peramalan tersebut dilakukan. Situasi

peramalan tersebut sangat beragam, tergantung pada horizon waktu peramalan, pola

data, tingkat ketelitian, persediaan data dan biaya yang dibutuhkan.

Pada dasarnya peramalan itu dikelompokkan dalam dua kategori utama yaitu

metode kuantitatif dan metode kualitatif. Metode kuantitatif meliputi deret berkala

(time series) dan metode kausal (sebab-akibat), sedangkan metode kualitatif meliputi

eksploratories dan metode normatif. Peramalan dengan kuantitatif dapat diterapkan

bila terdapat kondisi sebagai berikut:

1. Tersedianya informasi tentang masa lalu

2. Informasi tersebut dapat dikuantifikasikan dalam numerik

3. Dapat diasumsikan bahwa beberapa aspek pola masa lalu akan berlanjut di

masa mendatang

Metode kualitatif dibagi dua, yaitu metode eksploratoris dan metode normatif.

metode eksploratoris (seperti metode Delphi, kurva S, analog) dimulai dengan masa

lalu dan masa kini sebagai titik awalnya dan bergerak kearah masa depan dengan

melihat semua kemungkinan yang ada. Metode normatif (seperti metode matriks

(21)

tujuan yang kan datang. Kemudian bekerja mundur untuk melihat apakah hal ini dapat

dicapai berdasarkan kendala sumber daya dan teknologi yang tersedia.

2.1.1 Model Deret Berkala (Time Series)

2.1.1.1 Pola Data Model Deret Berkala

Ada empat jenis pola data untuk deret berkala, yaitu:

1. Pola Horizon (H)

Pola horizon ini terjadi jika nilai data berfluktuasi disekitar harga rata-rata

yang konstan. Penjualan produk tidak bertambah atau tidak berkurang

disepanjang waktu. Pola horizon dapat digambarkan pada gambar 2.1 berikut.

2. Pola Musiman (S)

Pola ini terjadi bila deret berkala dipengaruhi oleh faktor-faktor musiman

misalnya tahunan, kwartal, bulanan, mingguan atau harian. Model ini dapat

(22)

3. Pola Siklis (C)

Pola ini terjadi bila data dipengaruhi oleh fluktuasi ekonomi yang waktunya

relatif panjang dan gerakanya tidak beraturan.pola siklis ini dapat dilihat pada

gambar 2.3 berikut.

4. Pola Trend (T)

Pola ini dapat terjadi bila secara umum terjadi penambahan atau penurunan

pada data yang ada. Pola ini dapat digambarka seperti terlihat pada gambar 2.4

berikut.

2.1.1.2 Teknik peramalan Deret Berkala

Metode dan teknik peramalan deret berkala adalah metode peramalan berdasarkan

periode waktu. Metode yang termasuk dalam deret berkala adalah :

(23)

1. Metode Rata-rata Bergerak (Moving Average):Single Moving Average

(SMA) dan Linier Moving Average (LMA).

2. Metode Exponential Smoothing: Single Exponential Smoothing,

Double Exponential Smoothing, Triple Exponential Smoothing,

Adaptive Response Rate ES (ARRES), Holt 2-Parameters Linier ES,

dan Witer 3-Parameters Linier ES.

b. Metode Regresi : Konstan, Regresi Linier (Trend), kuadratis , Eksponensial

dan Siklis.

c. Metode Dekomposisi

Metode yang akan digunakan pada peramalan dalam analisis masalah dan

pemecahan masalah adalah:

a. Metode Single Exponential Smooting

Pengertian dasar dari metode ini adalah nilai ramalan pada t+1 merupakan

nilai actual pada periode t ditambah dengan penyesuaian yang berasal dari

kesalahan nilai peramalan yang terjadi pada periode t tersebut.

Nilai peramalan dapat dicari dengan persamaan berikut:

��+1= ∝ ��+ (1−∝)��

Dimana: � = data permintaan pada periode –t α = Faktor/konstanta pemulusan

��+1 = peramalan untuk period ke – t+1

b. Metode Regresi Linier

Metode kecenderungan dengan regresi merupakan dasar garis kecenderungan

untuk satu persamaan, sehingga dengan persamaan tersebut, dapat

diproyeksikan hal-hal yang akan diteliti pada masa yang akan datang. Untuk

peramalan jangka pendek dan jangka panjang, ketepatan peramalan metode ini

sangat baik. Data yang dibutuhkan untuk metode ini adalah tahunan, semakin

banyak data yang dimiliki semakain baik hasil yang diperoleh. fungsi

peramalan untuk regresi adalah:

(24)

Dimana:

c. Metode Dekomposisi

Metode dekomposisi merupakan pendekatan peramalan yang tertua. Terdapat

beberapa pendekatan alternatif untuk mendekomposisikan suatu deret berkala

yang semuanya bertujuan memisahkan setiap komponen deret data seteliti

mungkin. Konsep dasar pemisahan bersifat empiris dan tetap, yang mula-mula

memisahkan unsur musiman, kemudaian trend dan akhirnya unsur siklis.

Langkah peramalan secara umum adalah sebagai berikut:

1. Ramalkan fungsi regresi linier biasa

2. Hitung nilai indeks untuk unsur musiman yang ada

3. Gabungkan nilai perolehan indeks, lalu ramalakan nilai baru dengan

mengalikan nilai indeks dengan nilai peramalan memakai fungsi regresi

linier tersebut.

d. Metode Pemulusan Eksponensial Musiman

Winter’s Three Parameter Trend and Seasonality Method

Salah satu metode peramalan yang daigunakan khusus untuk data musiman

adalah metode pemulusan eksponensial musiman. Metode ini didasarkan pada

tiga persamaan, yaitu unsure stasioner,trend dan musiman, yang dirumuskan

(25)

Dimana:

L = jumlah periode dalam satu siklus

I = faktor penyesuaian musiman (indeks musiman)

Sebagaimana dengan perhitungan eksponensial tunggal, nilai inisial � dapat disamakan dengan nilai aktualnya atau berupa rata-rata dari beberapa nilai pada

musim yang sama. Sedangkan nilai inisial T dapat dicari dengan menggunakan

rumus sebagai berikut:

2.1.1.3 Kriteria Pemilihan Trend

Untuk menentukan teknik atau metode peramlan yang paling mendekati

digunakan harga Standard Error Estimate (SEE) rumusa yang digunakan adalah

sebagi berikut:

SEE = Standard Error Estimate �� = Relasi kebutuhan masa lalu

��� = Nilai trend atau ramalan kebutuhan

n = Jumlah pengamatan

f = Derajat kebebasan

f = 1, untuk data konstan

f = 2, untuk data linier

f = 3, untuk data eksponensial

(26)

2.2 Persediaan ( Inventory)

Persedian (Iventory) merupakan salah satu unsur yang paling sangat aktif dalam

operasional perusahaan, tanpa adanya persediaan yang baik perusahaan akan

dihadapkan pada kesulitan dalam mememnuhi permintaan konsumen. Hal ini

mengakibatkan kontinuitas perusahaan yang sangat besar kemungkinannya akan

terganggu. Bila hal ini terjadi maka akan merugikan perusahaan karena laba

perusahaan akan menurun.

Secara umum persediaan meliputi barang atau bahan yang diperlukan

perusahaan dalam proses produksi dan proses distribusi barang. Produksi tidak akan

berjalan lancar bila persediaan bahan baku kurang, demikian juga dengan penjualan

tidak akan berhasil jika persediaan kurang. Mengingat hal itu ada kecenderungan

bahwa perusahaan akan lebih suka untuk mempunyai persediaan yang besar karena

perusahaan akan mempunyai fleksibilitas dalam melakukan produksi dan penjualan.

Namun hal itu juga mempunyai dampak pada biaya penyimpanan, biaya keamanan,

dan biaya pemeliharaan. Oleh karena itu manager perusahaan harus menentukan

jumlah yang seimbang antara perolehan laba dan resiko.

Untuk memahami arti persediaan, maka akan dijelaskan beberapa definisi

persediaan sebagai berikut:

1. Menurut Eddy Herjanto (1999;219): mengatakan bahwa persediaan adalah “bahan

atau barang yang disimpan untuk tujuan tertentu, misalnya untuk proses produksi

atau perakitan untuk dijual kembali”.

2. Sofjan Assauri (1993), menjelaskan bahwa persediaan adalah “Suatu aktiva yang

meliputi barang-barang milik perusahaan dengan maksud untuk dijual dalam

suatu periode usaha yang normal”.

3. James L. Riggs (1993) mengatakan bahwa “inventory in a production contex is

an idle resource. The resource can be animate or inanimate”. Most commonly it is

production material: tolls, purchased part, raw material, office supplies, product

(27)

4. Sri Mulyono (2002), menjelaskan bahwa persediaan adalah “Sumber daya yang

disimpan untuk memenuhi permintaan saat ini dan mendatang”

Dari pernyataan diatas dapat disimpulkan bahwa persediaan adalah material yang

berupa bahan baku, barang setengah jadi atau barang jadi yang disimpan dalam suatu

tempat atau gudang dimana barang barang tersebut menunggu untuk diproses atau

diproduksi lebih lanjut.

2.1.1 Jenis – Jenis Persediaan

Persediaan dapat dibedakan atau dikelompokkan menurut jenis dan posisi

barang tersebut di dalam urutan pengerjaan produk, yaitu:

1. Persediaan Bahan Baku (Raw Materials Stock)

Persediaan dari barang-barang berwujud yang digunakan dalam proses

produksi, yang mana barang dapat diperoleh dari sumber-sumber alam ataupun

dibeli dari supplier atau perusahaan yang menghasilkan bahan baku bagi

perusahaan pabrik yang menggunakannya.

2. Persediaan bagian produk atau parts yang dibeli (purchased parts)

Persediaan barang-barang yang terdiri dari parts yang diterima dari perusahaan

lain, yang dapat secara langsung diassembling dengan parts lain, tanpa melalui

proses produksi sebelumnya.

3. Persediaan barang-barang perlengkapan (supplies stock)

Persediaan barang-barang atau bahan-bahan yang diperlukan dalam proses

produksi atau yang digunakan dalam proses produksi untuk membantu

berhasilnya produksi atau yang dipergunakan dalam bekerjanya suatu

perusahaan, tetapi tidak merupakan bagian atau komponen dari barang jadi.

(28)

Persediaan barang-barang yang keluar dari tiap-tiap bagian dalam satu pabrik

atau bahan-bahan yang telah diolah menjadi suatu bentuk tetapi lebih perlu

diproses kembali untuk kemudian menjadi barang jadi.

5. Persediaan barang jadi (finished goods stock)

Persediaan barang-barang yang telah selesai diproses dalam pabrik dan siap

untuk dijual kepada pelanggan atau perusahaan lain. Jadi barang jadi ini

merupakan produk selesai dan telah siap untuk dijual.

Disamping itu persediaan dapat dikelompokkan berdasarkan fungsinya, yaitu:

1. Batch Stock atau Lot Size Inventory

Dalam Batch Stock atau Lot Size Inventory, pembelian atau pembuatan yang

dilakukan untuk jumlah besar, sedangkan penggunaan atau pengeluaran dalam

jumlah kecil. Terjadinya persediaan karena pengadaan bahan/barang yang

dilakukan lebih banyak dari pada yang dibutuhkan.

2. Fluctuation Stock

Dalam hal ini perusahaan mengadakan persediaan untuk dapat memenuhi

permintaan konsumen, apabila tingkat permintaan menunjukkan keadaan yang

tidak beraturan atau tidak tetap dan fluktuasi permintaan tidak dapat

diramalkan lebih dahulu. Jadi apabila terdapat fluktuasi permintaan yang

sangat besar, maka persediaan ini (fluctuation stock) dibutuhkan sangat besar

pula untuk menjaga kemungkinan naik turunnya permintaan tersebut.

3. Anticipation Stock

Anticipation Stock adalah persediaan yang diadakan untuk menghadapi

fluktuasi permintaan yang dapat diramalkan, berdasarkan pola musiman yang

terdapat dalam satu tahun dan untuk menghadapi penggunaan atau penjualan

(29)

2.1.2 Biaya-Biaya dalam Persediaan

Tujuan yang ingin dicapai dalam penyelesaian masalah persediaan adalah

meminimumkan biaya total persediaan. Biaya persediaan adalah semua pengeluaran

atau kerugian yang timbul akibat persediaan. Berikut akan diuraikan komponen biaya

dalam persediaan:

a. Biaya Pembelian (Purchasing Cost)

Biaya pembelian adalah harga pembelian setiap unit item jika item tersebut berasal

dari sumber-sumber eksternal, atau biaya produksi per unit bila item tersebut

berasal dari internal perusahaan.

Biaya pembelian item-item selama satu periode pengendalian persediaan dapat

dirumuskan sebagai berikut:

�� = � .� . . . (1)

Di mana:

�� = Biaya pembelian selama satu periode

� = Biaya pembelian per unit

� = Jumlah pemesanan

b. Biaya Pengadaan (Procurement Cost)

Ginting, Rosnani (2007) dalam bukunya mengelompokkan biaya pengadaan

menjadi 2 jenis biaya berdasarkan asal-usul barang, yaitu:

1. Biaya Pemesanan (Order Cost)

Biaya pemesanan adalah semua pengeluaran yang timbul untuk

mendatangkan barang dari pihak lain (supplier). Biaya ini pada umumnya

meliputi:

(30)

b. Biaya ekspedisi

c. Biaya telepon dan keperluan komunikasi lainnya

d. Pengeluaran surat-menyurat dan perlengkapan administrasi lainnya.

e. Biaya pengepakan dan penimbangan

f. Biaya pemeriksaan penerimaan

g. Biaya pengiriman ke gudang

Biaya pemesanan tidak tergantung pada jumlah per item barangyang

dipesan tiap kali pemesanan. Biaya pemesanan dipengaruhi frekuensi

pemesanan per-periode kegiatan. Semakin sering dilakukan pemesanan,

maka semakin besar pula total biaya pemesanannya.

Total biaya pemesanan selama satu periode dirumuskan sebagai berikut:

���= � .∑��=1� . . . (2)

Di mana :

��� = Total biaya pemesanan selama satu periode � = Biaya setiap kali pesan

�� = Jumlah unit item i setiap kali pesan (optimal) Di = Permintaan barang ke-i

2. Biaya Pembuatan (Setup Cost)

Biaya pembuatan adalah semua pengeluaran yang ditimbulkan untuk

persiapan memproduksi barang. Ongkos ini biasanya timbul di dalam

pabrik, yang meliputi ongkos menyetel mesin, ongkos mempersiapkan

(31)

c. Biaya Penyimpanan (Holding Cost or Carring Cost)

Biaya penyimpanan adalah semua pengeluaran yang ditimbulkan oleh

penyimpanan persediaan dalam gudang pada periode waktu tertentu.

Jika barang yang disimpan merupakan barang jadi yang diterima dari pihak lain,

maka biaya penyimpanannya meliputi:

1. Biaya Sumber Daya Manusia (SDM)

2. Biaya fasilitas-fasilitas penyimpanan

3. Biaya modal

4. Biaya resiko kerusakan, kecurian

5. Biaya keusangan

6. Biaya asuransi persediaan

7. Biaya pajak persediaan

8. Biaya pengelolaan/administrasi penyimpanan

Biaya penyimpanan dapat dinyatakan dalam dua bentuk, yaitu sebagai persentase

dari nilai rata-rata persediaan per-periode dan dalam bentuk rupiah per periode

per unit barang. Pada perusahaan yang memiliki produk yang lebih dari satu

(multi item), terdapat biaya penyimpanan untuk setiap item selain dari biaya

penyimpanan untuk gudang.

Biaya penyimpanan persediaan selama satu periode dirumuskan sebagai berikut:

��� =� .∑��=1��2.�� . . . (3)

Di mana:

��� = Total biaya penyimpanan selama satu periode

� = Biaya penyimpanan dalam % dari nilai rata-rata persediaan

�� = Jumlah unit item i setiap kali pesan (optimal)

(32)

d. Biaya Kekurangan Persediaan (Shortage Cost)

Biaya kekurangan persediaan adalah biaya yang timbul sebagai akibat tidak

tersedianya barang pada waktu yang diperlukan. Biaya kekurangan persediaan

pada dasarnya bukan biaya nyata, melainkan berupa biaya kehilangan kesempatan.

Termasuk dalam biaya ini, antara lain:

1. Biaya administrasi tambahan

2. Biaya tertundanya penerimaan keuntungan

3. Biaya kehilangan pelanggan.

4. Terganggunya proses produksi atau distribusi.

5. Tambahan pengeluaran dan sebagainya.

Dari komponen biaya di atas, terdapat hubungan antara biaya pemesanan dan biaya

penyimpanan (total biaya persediaan) dapat dilihat pada Gambar 2.1 berikut:

Gambar 2.1 Grafik Total Biaya Persediaan (Siswanto. 2007)

Dari gambar di atas, dapat diketahui bahwa semakin besar jumlah barang yang

dipesan (order quantity), maka biaya penyimpanan semakin bertambah tinggi

sedangkan biaya pemesanan semakin kecil. Sebaliknya semakin kecil jumlah barang

Rp

�′

Biaya Simpan Biaya Pesan Biaya Total Persediaan

(33)

yang dipesan, maka biaya pemesanan semakin besar sehingga biaya penyimpanan

semakin kecil. Dengan demikian untuk memperoleh jumlah pemesanan optimum dan

kapan dilakukan pemesanan haruslah dicari keseimbangan antara biaya penyimpanan

dan biaya pemesanan.

2.3 Perencanaan Pengendalian Persediaan

Perencanaan dan pengendalian produksi dan persediaan (PPIC) merupakan bagian

yang berpartisipasi dalam peramalan permintaan, perencanaan kapasitas keseluruhan

organisasi, penentuan berapa banyak persediaan bahan dan komponen-komponen

yang harus ada dan kapan mendapatkannya, dan bila komponen tersebut diproduksi

sendiri, bertanggung jawab atas kapan dibuat dan pada mesin-mesin mana sehingga

master production schedules atau jadwal perakitan akhir dipenuhi untuk memuaskan

permintaan organisasi (Handoko, 1993).

PPIC pada industri apa pun pada dasarnya memiliki fungsi yang sama. Fungsi

atau aktivitas-aktivitas yang ditangani oleh Departemen PPIC secara umum adalah

sebagai berikut:

1. Mengelola pesanan dari pelanggan.

2. Meramalkan permintaan masa depan agar skenario pruduksi dapat

mengantisipasi fluktuasi permintaan.

3. Mengelola persediaan berupa tindakan transaksi persediaan, kebijakan

persediaan pengaman, kebijakan kuantitas pesanan, kebijakan frekuensi

dan periode pemesanan, dan mengoptimalkan biaya yang terkait

didalamnya.

4. Menyusun rencana agregat, penyesuaian permintaan dengan kapasitas.

5. Membuat Jadwal Induk Produksi (JIP) mengenai apa dan berapa unit

yang harus diproduksi pada suatu periode tertentu.

6. Merencanakan kebutuhan seperti komponen, sub assembly, dan bahan

penunjang untuk penyelesaian produk.

7. Melakukan penjadwalan pada mesin atau fasilitas produksi.

8. Monitoring dan pelaporan pembebanan kerja dibanding kapasitas

produksi.

(34)

Perencanaan dan pengendalian persediaan yang merupakan sub dari Departemen

PPIC, terlihat jelas pada poin ke tiga dari fungsi – fungsi di atas bahwa perencanaan

dan pengendalian persediaan memiliki aktivitas – aktivitas utama untuk mengelola

persediaan, baik berupa tindakan transaksi yang berkenaan langsung dengan

persediaan, kebijakan tentang tingkat persediaan pengaman, kebijakan kuantitas

pesanan, kebijakan frekuensi dan periode pemesanan serta kebijakan pengelolaan

persediaan untuk mengoptimalkan biaya yang terkait didalamnya.

Fungsi - fungsi tersebut berlaku secara umum, namun terkadang suatu

perusahaan hanya memiliki beberapa fungsi saja, tergantung sistem perencanaan dan

pengendalian produksi dan persediaan yang digunakan perusahaan.

2.4 Model Pengendalian Persediaan

Menurut Pontas M Pardede (2005), di dalam pengendalian persediaan terdapat

berbagai jenis model yang dapat digunakan untuk perencanaan dan pengawasan.

Untuk membangun atau membentuk model persediaan yang sesuai bagi suatu

perusahaan, sebaiknya manajer persediaan mengikuti langkah-langkah berikut:

a. Mempelajari keadaan yang berlaku yang berkaitan dengan persediaan dan

kemudian merumuskan sifat-sifat atau ciri-ciri keadaan tersebut.

b. Merumuskan asumsi-asumsi yang dibutuhkan.

c. Membuat rumus atau persamaan biaya persediaan

d. Menggunakan rumus atau persamaan tersebut untuk menentukan titik atau

waktu pemesanan serta jumlah pesanan.

Melalui model persediaan, penyederhanaan masalah persediaan akan menjawab dua

hal penting, yaitu berapa banyak harus dipesan dan kapan (berapa kali) memesan

sehingga persediaan dapat diminimumkan.

(35)

a. Model Deterministik

Model deterministik ditandai oleh karakteristik permintaan dan periode

kedatangan yang dapat diketahui secara pasti sebelumnya.

b. Model Probabilistik

Model probabilistik ditandai oleh karakteristik permintaan dan periode

kedatangan pesanan yang tidak dapat diketahui secara pasti sebelumnya,

sehingga perlu didekati dengan distribusi probabilitas.

Pada dasarnya, model persediaan probabilistik dan model deterministik

memiliki tujuan yang sama, yaitu untuk mengendalikan persediaan dengan car

menentukan jumlah optimum pemesanan dan titik pemesanan kembali. Selain itu,

kedua model ini juga sama dalam hal fungsi persediaan dan komponen biaya

persediaan.

2.5 Economic Order Quantity (EOQ)

Dalam meminimumkan biaya, diperlukan pengetahuan tentang jumlah pemesanan

yang paling ekonomis. Dalam usaha menentukan jumlah pemesanan yang paling

ekonomis tersebut, terdapat dua biaya utama yaitu biaya pemesanan (ordering cost)

dan biaya penyimpanan (carrying cost) yang memiliki sifat berbanding terbalik.

Apabila barang yang dipesan dalam jumlah yang banyak, biaya pemesanan sedikit

namun akan terkendala pada biaya penyimpanan yang cenderung besar. Namun

apabila frekuensi pemesanan sering dilakukan, maka biaya pemesanan akan tinggi

walaupun bisa meminumkan biaya penyimpanan. Untuk itu diperlukan keseimbangan

antara kedua biaya. Dengan kata lain, jumlah pemesanan yang paling ekonomis

merupakan jumlah atau besarnya pesanan yang memiliki biaya pemesanan dan biaya

penyimpanan yang minimum. Metode yang dapat digunakan untuk menentukan

jumlah pemesanan yang paling ekonomis adalah dengan menggunakan model

Economic Order Quantity (EOQ).

Metode EOQ dapat digunakan apabila kebutuhan-kebutuhan permintaan pada

(36)

perubahan yang sangat kecil. Apabila jumlah permintaan dan masa tenggang

diketahui, maka dapat diasumsikan bahwa jumlah permintaan dan masa tenggang

merupakan bilangan yang konstan dan diketahui. EOQ dihitung dengan menganalisis

total biaya (TC). Total Biaya pada satu periode merupakan jumlah dari biaya

pemesanan ditambah biaya penyimpanan selama periode tertentu.

Sukanto (2003) menyatakan bahwa kebijakan persediaan dapat menentukan

jumlah pesanan ekonomis yang bertalian dengan penentuan berapa banyak

dipesan dan titik pemesanan kembali yang bertalian dengan kapan mengadakan

pesanan.

Model persediaan EOQ memakai asumsi-asumsi sebagai berikut:

a. Hanya satu barang yang diperhitungkan

b. Kebutuhan (permintaan) setiap periode diketahui, relatif tetap dan terus

menerus

c. Barang yang dipesan diasumsikan langsung dapat tersedia atau berlimpah

d. Waktu tenggang (lead time) bersifat konstan

e. Setiap pesanan diterima dalam sekali pengiriman dan langsung dapat

digunakan

f. Tidak ada pesanan ulang (back order) karena kehabisan persediaan

g. Tidak ada quantity discount.

(37)

Tingkat Persediaan

Rata-rataPersediaan Titik di saat pesanan

diterima (reorder point)

Q

Q - D t

Gambar 2.2 Grafik Model Persediaan EOQ (Ristono, Agus. 2009)

Dalam metode EOQ digunakan beberapa notasi sebagai berikut:

�� = Jumlah kebutuhan barang ke-i (unit/tahun) S = Biaya pemesanan (rupiah/pesan)

ℎ = Biaya penyimpanan (% terhadap nilai barang)

�� = Harga barang ke-i (rupiah/unit)

�� = h x C = Biaya penyimpanan (rupiah/unit/periode) �� = Jumlah pemesanan barang ke-i (unit/pesanan) T = Jarak waktu antar pesan (tahun,hari,bulan)

�� = Frekuensi pemesanan barang ke-i TC = Biaya total persediaan (rupiah/tahun)

Merujuk pada Herjanto, Eddy (1999), cara untuk memperoleh EOQ adalah sebagai

berikut:

Biaya pemesanan per-tahun = Frekuensi pesanan x Biaya pesan

= ∑ ��

�� × � �

�=1

Biaya Penyimpanan = Persediaan rata-rata x Biaya penyimpanan

= ∑ ��

2 × �� �

(38)

Biaya Total per Tahun = Biaya pemesanan + Biaya penyimpanan

Biaya total persediaan akan naik jika semakin banyak unit (Q) yang dipesan maupun

unit (Q) yang disimpan. Kondisi minimum pada biaya total persediaan akan tercapai

apabila biaya pesan sama dengan biaya simpan,

Konsep dasar EOQ Multi Item berasal dari konsep EOQ dasar, begitu pula dengan

analisis biaya terhadap jumlah pemesanan ekonomis.

(39)

�(��)

Dari uraian secara matematik di atas, jelas bahwa kondisi minimum Biaya total

persediaan dapat tercapai dengan memesan unit dengan metode EOQ.

2.6 Safety Stock (Persediaan Pengaman)

Masalah kekurangan persediaan obat generik, misalnya karena permintaan obat

generik yang lebih besar dari perkiraan semula atau keterlambatan dalam penerimaan

obat yang dipesan pasti dialami oleh setiap perusahaan. Untuk mengatasi hal ini maka

dibutuhkan Safety Stock. Dengan adanya persediaan pengaman, perusahaan dapat

mengatasi ketidakpastian permintaan dengan segera. Untuk mengetahui berapa

banyak safety stock (SS) harus disediakan berdasarkan data

penyimpangan-penyimpangan masa lalu, dapat digunakan alat bantu yaitu Kurva Normal. Di dalam

statistika, dikenal berbagai distribusi data. Salah satunya yang terkenal dan luas

penggunaannya adalah Distribusi Normal. Karakteristik Distribusi Normal dapat

(40)

Gambar 2.3 Distribusi Normal

Gambar 2.4 menjelaskan cakupan luas area pada Kurva Normal di mana

penyimpangan atau deviasi x terhadap rata-rata �̅ adalah (� − �̅ ) dan dinyatakan dalam standar deviasi �. Pada dasarnya, � menandai cakupan suatu luas area tertentu pada Kurva Normal. Pada kasus persediaan pengaman ini,

penyimpangan-penyimpangan � terhadap �̅ dinyatakan dalam:

�= �∑(��−�̅)2

� . . . (7)

Selanjutnya, � dari (7) digunakan untuk menemukan luas area dalam Kurva Normal melalui :

�= �−�̅

� . . . (8)

Nilai z pada (8) berkaitan dengan 4 digit bilangan di belakang koma yang menjelaskan

berapa bagian atau persen luas area yang dicakup pada � di (7). Karena luas seluruh area dalam Kurva Normal itu terdiri atas dua bagian yang simetrik sempurna, yaitu di

sebelah kiri �̅ dan di sebelah kanan �̅ dan tabel itu hanya mewakili salah satu sisi saja, maka setiap bagian atau area 50% atau 0,5.

Dalam hal ini, PT Indofarma Global Medika Medan menggunakan batas toleransi (α) = 5% di atas perkiraan dan 5% bawah perkiraan. Dengan batas toleransi tersebut pada Tabel Standar Deviasi Normal, maka nilai Standar Normal Deviasi (Z)

yang digunakan adalah 1,65. Rumus menghitung nilai Safety Stock (SS):

�� =� × � . . . (9)

(41)

Z = Standar normal deviasi

� = Standar deviasi

n = Banyak data

2.7 Reorder Point (ROP)

Reorder Point ROP atau biasa disebut dengan batas/titik jumlah pemesanan kembali

termasuk permintaan yang diinginkan atau dibutuhkan selama masa tenggang,

misalnya suatu tambahan/ekstra stok.

Menurut Fredi Rangkuti (2004), reorder point terjadi apabila jumlah

persediaan yang terdapat di dalam stok berkurang terus. Dengan demikian kita harus

menentukan berapa banyak batas minimal tingkat persediaan yang harus

dipertimbangkan sehingga tidak terjadi kekurangan persediaan. Jumlah yang

diharapkan tersebut dihitung selama masa tenggang. Selain itu dapat pula

ditambahkan dengan safety stock yang biasanya mengacu kepada probabilitas atau

kemungkinan terjadinya kekurangan stok selama masa tenggang.

Faktor yang mempengaruhi pemesanan ulang (reorder point):

a. Waktu yang diperlukan dari saat pemesanan sampai dengan barang datang

di perusahaan (Lead Time)

b. Tingkat pemakaian barang rata-rata / hari atau satuan waktu lainnya

c. Persediaan besi/safety stock (jumlah persediaan barang yang minimum

harus ada untuk menjaga kemungkinan keterlambatan datangnya barang

yang dibeli agar perushaaan tidak mengalami “stock out”/gangguan

kelancaran kegiatan produksi karena kehabisan barang.

Rumus:

��� =�̅ × �� +�� . . . (10)

(42)

�̅ = Rata-rata jumlah kebutuhan (unit/bulan)

LT = Lead time / waktu tunggu (bulan)

SS = Safety Stock (persediaan pengaman)

Secara grafik, hubungan EOQ, safety stock dan ROP dapat dilihat pada

gambar berikut:

Gambar 2.4 Grafik Hubungan EOQ, Safety Stock dan ROP (Zamit, Yulian. 2003) 2.8 Persediaan Maksimal (Maximum Inventory)

Maximum Inventory (MI) diperlukan untuk menghindari jumlah persediaan yang

berlebihan di gudang, sehingga tidak menimbulkan biaya yang lebih besar untuk

penyimpanan persediaan tersebut. Besarnya persediaan maksimal yang ada di gudang

dapat dihitung dengan menjumlahkan kuantitas persediaan menurut EOQ dengan

jumlah persediaan pengaman (safety stock).

Rumus menghitung persediaan maksimal (maximum inventory):

��= ��+��� . . . (11)

Di mana: MI = Maximum Inventory

SS = Safetry stock / persediaan pengaman

(43)

2.9 Total Cost (Biaya Total) Persediaan

Total cost adalah total biaya pemesanan dan biaya penyimpanan. Biaya penyimpanan

dapat menjadi lebih efisien jika perusahaan dapat mengetahui berapa jumlah barang

yang tepat untuk dipesan kepada supplier, sehingga persediaan yang dipesan tidak

kurang dan tidak melebihi yang dibutuhkan untuk proses produksi atau distribusi. Jika

perusahaan dapat mengetahui berapa jumlah barang yang tepat untuk dipesan, hal ini

juga dapat mengefisiensikan biaya pemesanan. Biaya yang tadinya dikeluarkan akibat

pemesanan barang yang berlebih dapat diefisiensikan dengan memesan barang yang

sesuai dengan kebutuhan. Jumlah barang yang harus dipesan dapat diketahui dengan

menggunakan rumus perhitungan EOQ.

Biaya total persediaan dapat dicari dengan rumus:

Total Cost (TC) = Biaya pemesanan + Biaya penyimpanan

�� = ∑ �� ��

���� × ��+� ����

2 × ���� �

(44)

BAB 3

PEMBAHASAN

3.1 Gambaran Umum Perusahaan

PT. Perkebunan Nusantara III yang disebut juga dengan PTPN III merupakan suatu

perusahan yang bergerak dalam produksi tanaman perkebunan. PTPN III berpusat di

Medan dan terletak di Jl. Sei Batang Ari no 2 Medan. PTPN III memiliki beberapa

lahan perkebunan di berbagai daerah terkhusus di daerah Sumatera Utara. Salah

satunya adalah Kebun Sei Silau yang memiliki tanaman kelapa sawit dan Karet.

Dalam penulisan ini penulis khusus membahas produksi tanaman karet kebun Sei

Silau. Kebun Sei Silau memiliki suatu perusahaan yang memproduksi bahan setengah

jadi yaitu lateks. Dimana lateks hasil produksi tersebut dieksport ke luar negeri. Untuk

itu perusahaan membutuhkan suatu sistem menegemen persediaan bahan baku agar

produksi bias berjalan dengan baik sehingga permintaan konsumen dapat terpenuhi.

Adapun lateks yang diproduksi terdiri dari tiga jenis yaitu RSS 1, RSS 2 dan

Cutting. Pada dasaranya proses pembuatan ketiga jenis lateks ini adalah bersamaan

yang membedakannya adalah kuaalitas lateks yang dihasilkan. Penentuan kualitas

lateks tersebut ditentukan pada saat dilakukan sortasi manual dengan tenaga manusia

dangan memperhatikan bentuk fisik lateks tersebut.

3.2 Pengumpulan Data

Data diperoleh dengan cara pengamatan langsung dari perusahaan, diskusi maupun

wawancara dengan pihak perusahaan serta mengutip informasi dan arsip yang sesuai

dengan data yang berhubungan dengan pemecahan masalah. Data-data yang diperoleh

dari arsip PT. Perkebunan Nusantara III Kebun Sei Silau.

(45)
(46)

Juni 2012 1995 850 220 400 130,256

Sumber : Daftar Jenis bahan baku dan jumlah kebutuhan bahan baku PTPN III

Kebun Sei Silau

2. Data permintaan lateks

Tabel 3.2 Data Permintaan Lateks Bulan Permintaan (kg)

Januari 2010 97,002

Januari 2011 119,782

Februari 2011 77,875

Maret 2011 120,154

Aprill 2011 100,570

Mei 2011 45,200

(47)

Data Permintaan Lateks (lanjutan)

Juli 2011 106,785

Agustus 2011 109,497

September 2011 113,113

Oktober 2011 115,268

Novemberr 2011 113,650

Desember 2011 122,040

Januari 2012 86,069

Februari 2012 137,295

Maret 2012 61,251

Aprill 2012 41,245

Mei 2012 118,614

Juni 2012 110,845

Juli 2012 109,723

Agustus 2012 76,275

Septemberr 2012 198,315

Oktober 2012 142,493

Novemberr 2012 124,752

Desember 2012 92,023

Jumlah 4,018,216

3. Data Biaya Pemesanan Persediaan Bahan Baku Tahun 2011

Besarnya biaya pemesanan diketahui dari rincian biaya yang dikeluarkan untuk

melakukan pemesanan dalam satu kali pesan. Pemesanan bahan baku formid acid, dan

terpentin, dilakukan secara bersamaan sedangkan bahan baku lainnya dilakukan secara

sendiri-sendiri. Adapun biaya pemesanan bahan baku pada PTPN III Kebun Sei Silau

adalah sebagai berikut:

Tabel 3.3 Biaya Pemesanan Formid Acid, Terpentin

No Komponen Biaya Pemesanan Biaya Pemesanan (Rp)

1 Biaya administrasi 10.000

2 Biaya telekomunikasi 10.000

3 Biaya angkut 850.000

Total Biaya Satu Kali Pemesanan 870.000

Dari tabel diatas biaya pemesanan masing-masing bahan baku tersebut adalah

(48)

Tabel 3.4 Biaya Pemesanan ��

No Komponen Biaya Pemesanan Biaya Pemesanan (Rp)

1 Biaya telekomunikasi 10.000

2 Biaya Administrasi 10.000

3 Biaya angkut 300.000

Total Biaya Satu Kali Pemesanan 320.000

Tabel 3.5 Biaya Pemesanan Talk Powder

No Komponen Biaya Pemesanan Biaya Pemesanan (Rp)

1 Biaya telekomunikasi 10.000

2 Biaya Administrasi 10.000

3 Biaya angkut 300.000

Total Biaya Satu Kali Pemesanan 320.000

Khusus untuk bahan baku karet mentah PTPN III tidak perlu melakukan

pemesanan karena lateks tersebut berasal dari kebun seni silau sendiri.

Tabel 3.6 Biaya Angkut Lateks

No Komponen Biaya Angkut Biaya Angkut (Rp)

1 Biaya bahan bakar 500.000

4. Data Biaya Penyimpanan Bahan Baku

Biaya penyimpanan (holding cost atau carring cost) adalah semua pengeluaran atau

biaya yang timbul akibat menyimpan barang maupun bahan. Besarnya biaya

penyimpanan tergantung pada jumlah barang yang disimpan di gudang. Jika bahan

baku yang disimpan semakin lama maka biaya penyimpanan semakin besar,tetapi

biaya pemesanan semakin kecil. Besarnya biaya penyimpanan bias disesuaikan

dengan suku bunga di Bank yaitu 6,5% per tahun dari harga bahan baku per unit.

Untuk biaya penyusutan atau kerusakan material selama penyimpanan diasumsikan

(49)

Jadi persentase biaya penyimpanan bahan baku (h) adalah 7%. Dengan asumsi

1 tahun ada 12 bulan maka perhitungan biaya penyimpanan dapat dihitung dengan

menggunakan rumus :

� = � 12 �ℎ

Di mana: H = Biaya penyimpanan

S = Harga bahan baku per unit

h = Persentase biaya penyimpanan

Tabel 3.7 Biaya Penyimpanan Bahan baku

NO Bahan Baku Harga satuan (Rp)

Biaya simpan per unit (Rp)

1 Formid Acid 16.000 933,33

2 Terpentine 15.000 875

3 NH3 9.000 525

4 Talk powder 3000 175

5 Karet mentah 11.400 665

5. Data Lead Time (Waktu Tunggu) Penerimaan Bahan Baku

Waktu menunggu pesanan adalah waktu antara atau tenggang waktu sejak pesanan

dilakukan sampai dengan saat pesanan tersebut masuk gudang. Lead time untuk setiap

bahan baku adalah sebagai berikut:

Tabel 3.8 Waktu Tunggu ( Lead Time) Bahan baku

NO Bahan Baku Waktu tunggu

1 Formid Acid 2 minggu

2 Terpentine 2 minggu

3 NH3 2 minggu

4 Talk powder 1 minggu

(50)

3.3 Pengolahan Data

Pengolahan data pada untuk pemecahan masalah pada penulisan ini dilakukan melalui

beberapa tahap. Setelah data-data diperoleh maka pengolahan data dilakukan

berdasarkan metodologi yang telah dikemukan pada bab sebelumnya.

3.3.1 Peramalan Permintaan Tahun 2013 a. Penentuan Pola Data

Adapun banyak permintaan lateks selama tiga tahun dapat dilihat pada gafik

berikut ini.

Time Series Plot of C2

Gambar 3.1 Grafik permintaan Lateks periode Januari 2010 – Desember 2012

b. Pemilihan Metode Peramalan

Sesuai dengan model peramalan yang digunakan dan pola data yang terbentuk. Maka

metode yang dipilih adalah Dekomposisi. Metode ini mempunyai Mean Squared

Deviation (MSD) yang terkecil bila dibandingkan dengan metode-metode lainnya.

Perbandingan error setiap metode peramalan dan hasil peramalannya diproses dengan

menggunakan software Minitab. (Lihat Lampiran 1). Dan tabel perbandingan Mean

Squared Deviation (MSD) adlah sebagai berikut:

(51)

No Metode MSD

1 Time Series Decomposition 1087799760

2 Moving Average 1164350828

3 Single Exponential Smoothing 1535808646

4 Double Exponential Smoothing 1661475403

5 Winters’ Method 1428701139

c. Hasil Peramalan Permintaan

Berdasarkan perhitungan dengan metode yang terpilih yaitu metode pemulusan

eksponensial musiman diperoleh hasil ramalan total permintaan lateks untuk tahun

2013 adalah sebagai berikut:

Tabel 3.10 Ramalan Permintaan Tahun 2013

No Bulan Permintaan

1 Januari 132958

2 Februari 116613

3 Maret 133851

4 April 74378

5 Mei 84543

6 Juni 157659

7 Juli 121281

8 Agustus 109044

9 September 108412

10 Oktober 138270

11 November 147461

12 Desember 127813

3.3.2 Peramalan Kebutuhan Persedian Bahan Baku Untuk Tahun 2013

Perhitungan kebutuhan persediaan bahan baku untuk tahun 2013 sebagai peramalan

kebutuhan produksi dapat dihitung dengan mengalikan jumlah produksi dengan

persentase bahan baku yang digunakan. Informasi dari pihak perusahaan mengatakan

(52)

Tabel 3.11 Persentase Penggunaan Bahan Baku Dalam Produk Jadi

Bahan Baku Persentase

Formid Acid 1.5 %

Terpentine 1 %

��3 0,15 %

Talk Powder 0,35 %

Karet Mentah 97 %

Dengan diperolehnya persentase bahan baku tersebut, maka dapat ditentukan jumlah

bahan baku

kebutuhan produksi dari peramlan permintan yang telah ditentukan di tabel 3.10

sebelumnya. jumlah kebutuhan bahan baku tersebut dapat dilihat pada tabel 3.11

Berikut.

Tabel 3.12 Peramalan Kebutuhan Bahan Baku Tahun 2013

Bulan Peramalan Formid Acid

1994.37 1329.58 199.437 465.353

12896 9.26

Feb 116613

1749.195 1166.13 174.9195 408.1455

11311 4.61

Mar 133851

2007.765 1338.51 200.7765 468.4785

12983

1268.145 845.43 126.8145 295.9005

82006 .71

Jun 157659

2364.885 1576.59 236.4885 551.8065

15292 9.23

Jul 121281

1819.215 1212.81 181.9215 424.4835

11764 2.57

Aug 109044

1635.66 1090.44 163.566 381.654

10577 2.68

Sep 108412

1626.18 1084.12 162.618 379.442

10515

2211.915 1474.61 221.1915 516.1135

(53)

Des 127813

1917.195 1278.13 191.7195 447.3455

12397 8.61

Jumlah

1452283 21,784.25 14522.83 2178.42 5082.99

14087 14.51

Pada tabel diatas ramalan untuk bahan baku Formid Acid dan Terpentin diramalkan

dalam satuan Kg. Untuk itu satuan tersebut harus di ubah ke liter dimana massa jenis

dari formid acid =1.02 kg/liter dan massa jenis terpentin = 0,85 kg/liter . sehinggga

didapat banyak formid acid dan terpentin yang dibutuhkan adalah sebagai berikut:

• Formid Acid

21.784,25 kg x 1.02 = 22.219,93 Liter

• Terpentin

14.522,83 kg x 0,85 = 12.344,41 Liter.

Dengan menggunakan hasil peramalan diatas maka dapat ditentukan berapa jumlah

persediaan optimum yang harus disiapkan perusahaan.

3.3.3 Penentuan Total Harga Setiap Bahan Baku PTPN III Kebun Sei Silau

Data bahan baku yang akan dicari terdiri dari 6 jenis bahan baku. Total harga

masing-masing bahan baku dapat dilihat pada Tabel 3.8.

Tabel 3.13 Total harga bahan baku PTPN III Kebun Sei Silau Tahun 2011

(54)

6 Karet Mentah 1.408.714,51

(Kg)

11.400 16.059.345.414

Total 16.630.528.354

Dari tabel diatas dapat diketahui total harga bahan baku yang terbesar ada pada

bahan baku karet mentah yaitu sebesar Rp 16.059.345.414. Selanjutnya formid acid

sebesar Rp 355.518.880, terpentin Rp 185.166.150, NH3 sebesar Rp 15.248.940, talk

powder sebesar Rp 15.248.970. Secara keseluruhan total harga bahan baku adalah

sebesar Rp 16.630.528.345.

3.3.4 Penentuan Jumlah Pemesanan Ekonomis Menggunakan Model EOQ

Pemecahan masalah dalam penulisan ini adalah dengan menggunakan model

Economic Order Quantity (EOQ). Berikut perhitungan biaya persediaan bahan baku

PTPN III Kebun Sei Silau:

a. Formid Acid

Data yang dibutuhkan adalah:

1. Jumlah kebutuhan formid acid dalam satu tahun ( D = 22.219,93 liter)

2. Biaya pemesanan bahan baku formid acid ( S = Rp 870.000)

3. Biaya penyimpanan bahan baku (H = Rp 933,33)

4. Harga fomid acid per liter (C = Rp 16.000)

Jumlah pemesanan ekonomis (EOQ) bahan baku formid acid untuk setiap kali

pesan diperoleh dengan menggunakan rumus:

���= �2�� �

���= �(2)(22.219,93 )(870.000) 933,33

���= �38.662.660.800 933,33

(55)

���= 6.436,18 �����= 6.437 liter/pesan

Sehingga siklus pemesanan ulang bahan baku formid acid dengan

menggunakan model EOQ dalam 1 tahun adalah:

� = � ���=

22.219,93

6.137 = 3,45 = 4 ����/��ℎ��

b. Terpentine

Data yang dibutuhkan adalah:

1. Jumlah kebutuhan tepentine dalam satu tahun ( D = 12.344,41 liter)

2. Biaya pemesanan bahan baku terpentine ( S = Rp 870.000)

3. Biaya penyimpanan bahan baku terpentine (H = Rp 875)

4. Harga terpentine per liter (C = Rp 15.000)

Jumlah pemesan ekonomis bahan baku terpentine untuk setiap kali pesan dapat

diselesaikan daengan:

���= �2�� �

���= �(2)(12.344,41 )(870.000) 875

���= �21.479.273.400 875

���= �24.547.741,03

���= 4954,57 �����= 4.955 liter/pesan

Sehingga siklus pemesanan ulang bahan baku terpentine dengan menggunakan

model EOQ dalam 1 tahun adalah:

� = � ���=

15.248,98

(56)

c. NH3

Data yang dibutuhkan adalah:

1. Jumlah kebutuhan NH3 dalam satu tahun ( D = 2178,42kg)

2. Biaya pemesanan bahan baku NH3 ( S = Rp 320.000)

3. Biaya penyimpanan bahan baku NH3 (H = Rp 525)

4. Harga NH3 per kilogram (C = Rp 9.000)

Jumlah pemesan ekonomis bahan baku NH3 untuk setiap kali pesan dapat

diselesaikan daengan:

���= �2�� �

���= �(2)(2.178,42)(320.000) 525

���= �1.394.195.200 525

���= �2.655.609,9

���= 1.629,6 �����= 1.630 kg/pesan

Sehingga siklus pemesanan ulang bahan baku NH3 dengan menggunakan

model EOQ dalam 1 tahun adalah:

� = � ���=

2.178,42

1.630 = 1,33 = 2 ����/��ℎ��

d. Talk Powder

Data yang dibutuhkan adalah:

1. Jumlah kebutuhan talk powder dalam satu tahun ( D = 5082.99)

2. Biaya pemesanan bahan talk powder ( S = Rp 320.000)

3. Biaya penyimpanan bahan baku talk powder (H = Rp 175)

(57)

Jumlah pemesan ekonomis bahan baku talk powder untuk setiap kali pesan dapat diselesaikan daengan:

���= �2�� �

���= �(2)(5082,99)(320.000) 175

���= �3.253.113.600 175

���= �18.589.220,57

���= 4.311,52 = 4.312 kg/pesan

Sehingga siklus pemesanan ulang bahan baku talk powder dengan

menggunakan model EOQ dalam 1 tahun adalah:

�= � ���=

5082,99

4.312 = 1,17 = 2 ����/��ℎ��

e. Karet Mentah

Data yang dibutuhkan adalah:

1. Jumlah kebutuhan karet mentah dalam satu tahun ( D = 1.408.714,51)

2. Biaya pemesanan bahan karet mentah asap ( S = Rp 500.000)

3. Biaya penyimpanan bahan karet mentah (H = Rp 665)

4. Harga karet mentah per kilogram (C = Rp 11.400)

Jumlah pemesan ekonomis bahan baku karet mentah untuk setiap kali pesan dapat diselesaikan daengan:

���= �2�� �

(58)

���= �1.408.714.510.000 665

���= √2.118.367.684

���= 46.025,73 = 46.026 kg/pesan

Sehingga siklus pemesanan ulang bahan baku karet mentah dengan

menggunakan model EOQ dalam 1 tahun adalah:

� = � ���=

1.408.714,51

46.026 = 30,6 = 31 ����/��ℎ��

3.3.5 Penentuan Safety Stock (Persediaan Pengaman)

Perhitungan persediaan pengaman dilakukan untuk menjaga terjadinya masalah

kekurangan persediaan sekaligus untuk mengatasi masalah kekurangan persediaan

bahan. Misalnya masalah yang diakibatkan oleh penggunaan bahan baku yang lebih

besar dari perkiraan semula atau keterlambatan barang yang dipesan.

Dalam hal ini, PTPN III Kebun Sei Silau menggunakan batas toleransi (α) = 5% di bawah perkiraan. Dengan batas toleransi tersebut pada Tabel Standar Deviasi

Normal, maka nilai Standar Normal Deviasi (Z) yang digunakan adalah 1,65. Dengan

menenentukan Standard Normal Deviasi setiap bahan baku, maka dapat di cari Safety

Stock dengan rumus:

�� = ��

Di mana:

�� = Jumlah Safety Stock (Persediaan Pengaman) per bahan baku

� = Standar Normal Deviasi keseluruhan

� = Standar Normal Deviasi per-bahan baku

a. Safety Stock bahan baku fomid acid tahun 2013

Berdasarkan tabel deviasi bahan baku formid acid (lampiran hal: ) diperoleh

(59)

Maka besar safety stock formid acid adalah:

�� = ��

�� = 1,65 × 364,180 �� = 600,89 = 601 �����

b. Safety Stock bahan baku terpentine tahun 2013

Berdasarkan tabel deviasi bahan baku terpentine (lampiran 1) diperoleh

standar deviasi normal untuk bahan baku terpentine, yaitu � = 233,1 Maka besar safety stock bahan baku terpentine adalah:

�� = ��

�� = 1,65 × 233,1

�� = 384,616 = 385 �����

c. Safety Stock bahan baku ��3 tahun 2013

Berdasarkan tabel deviasi bahan baku ��3 (lampiran 1 ) diperoleh standar deviasi normal untuk bahan baku ��3, yaitu � = 34,965

Maka besar safety stock bahan baku ��3 adalah:

�� = ��

�� = 1,65 × 34.965 �� = 57,692 = 58 ��

d. Safety Stock bahan baku talk powder tahun 2013

Berdasarkan tabel deviasi bahan baku talk powder (lampiran 1 ) diperoleh

standar deviasi normal untuk bahan baku talk powder, yaitu � = 81,585 Maka besar safety stock bahan baku talk powder adalah:

�� = ��

�� = 1,65 × 81,585

Referensi

Dokumen terkait

Berikut adalah model perancangan basis data yang digunakan pada Aplikasi Perhitungan Persediaan Bahan Baku Dengan Metode Economic Order Quantity Berdasarkan Varian

Salah satu metode yang digunakan untuk pengendalian persediaan adalah metode Economic Order Quantity (EOQ) yang memberikan jumlah pemesanan ekonomis.. Perusahaan

Coto Boke Ungke Polo mengatur persediaan bahan baku dengan menggunakan metode Economic Order Quantity (EOQ) jumlah kuantitas pemesanan bahan baku daging babi yang

ANALISIS PENGENDALIAN PERSEDIAAN BAHAN BAKU BUNGA KRANS PADA USAHA BUNGA PLASTIK DENGAN MENGGUNAKAN METODE ECONOMIC ORDER QUANTITY DAN METODE ECONOMIC

Metode Economic Order Quantity (EOQ) merupakan metode yang digunakan untuk menentukan jumlah pesanan yang paling ekonomis, yaitu seperti jumlah pesanan yang memenuhi

Dari perhitungan persediaan dengan menggunakan metode Economic Order Quantity EOQ, maka dapat diperoleh jumlah pemesanan optimum, jumlah persediaan pengaman safety stock, titik

Penggunaan metode Economic Order Quantity dalam menentukan persediaan bahan baku, REDBONE clothing mendapatkan hasil yang lebih efisien yaitu sebanyak 32 kali pemesanan sebesar

Foker Cake Cimahi sebaiknya menggunakan metode Economic Order Quantity EOQ dalam melakukan pengendalian persediaan bahan baku karena metode Economic Order Quantity EOQ dapat