• Tidak ada hasil yang ditemukan

Nisbah Kelamin Ikan Pelangi Iriatherina Werneri Pada Perbedaan Suhu Pemeliharaan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Nisbah Kelamin Ikan Pelangi Iriatherina Werneri Pada Perbedaan Suhu Pemeliharaan"

Copied!
27
0
0

Teks penuh

(1)

NISBAH KELAMIN IKAN PELANGI Iriatherina werneri PADA PERBEDAAN SUHU PEMELIHARAAN

WULAN NURINDAH RAKHMAWATI

DEPARTEMEN BUDIDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul “Nisbah Kelamin Ikan Pelangi Iriatherina werneri pada Perbedaan Suhu Pemeliharaan” adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

(4)

ABSTRAK

WULAN NURINDAH RAKHMAWATI. Nisbah Kelamin Ikan Pelangi Iriatherina werneri pada Perbedaan Suhu Pemeliharaan. Dibimbing oleh DINAR TRI SOELISTYOWATI dan MUHAMMAD ZAIRIN JUNIOR.

Ikan pelangi Iriatherina werneri merupakan ikan hias air tawar dari famili Melanotaenidae (Rainbowfishes) yang ditemukan di Papua. Ikan pelangi (Iriatherina werneri) jantan memiliki warna dan bentuk sirip yang indah, serta bernilai ekonomi lebih tinggi dibandingkan ikan betina. Penelitian ini dilakukan untuk mengevaluasi pengaruh perbedaan suhu pemeliharaan terhadap nisbah kelamin ikan pelangi Iriatherina werneri dalam wadah budidaya, kelangsungan hidup, derajat penetasan dan pertumbuhannya. Penelitian menggunakan Rancangan Acak Lengkap dengan perlakuan suhu (28-30 ºC, 30-32 ºC, dan suhu ruang) masing-masing dengan 5 ulangan. Perlakuan suhu diberikan mulai dari fase telur sampai 60 hari pemeliharaan. Hasil penelitian menunjukkan suhu mempengaruhi nisbah kelamin pada ikan pelangi (P<0,05). Persentase jantan pada perlakuan suhu 30-32 ºC lebih tinggi, yaitu 73,3% dibandingkan dengan perlakuan suhu 28-30 ºC sebesar 56,7%, sedangkan pada perlakuan suhu ruang menghasilkan 30% ikan jantan. Pada perlakuan suhu 28-30 ºC dan 30-32 ºC menghasilkan persentase ikan jantan dua kali lipat lebih tinggi yaitu sebesar 56,7% dan 73,3% dibandingkan dengan pemeliharaan pada suhu ruang sebesar 30%. Kelangsungan hidup pada penelitian ini berkisar antara 23,9% sampai 40,3%, derajat penetasan berkisar antara 43,4% sampai 47,2% dan pertumbuhan ikan pelangi pada perlakuan pemeliharaan dengan suhu 28-30 ºC menunjukkan kecenderungan pertumbuhan yang lebih tinggi dibanding perlakuan suhu 30-32 ºC dan suhu ruang, yaitu mencapai 23,4 mm.

Kata kunci : Iriatherina werneri, jantan, suhu, nisbah kelamin

ABSTRACT

WULAN NURINDAH RAKHMAWATI. Sex Ratio of Rainbowfish Iriatherina werneri at Temperature Difference in Maintenance. Supervised by DINAR TRI SOELISTYOWATI dan MUHAMMAD ZAIRIN JUNIOR.

(5)

males in the 30-32 ºC temperature treatment was higher than, at 73,3% compared to the treatment at temperature of 28-30 ºC (56,7%), whereas at room temperature treatment produces 30% of male fish. The survival rate of I. werneri in this reseach ranged from 23,9% to 40,3%, hatching rate were from 43,3% to 47,2% and the growth rate at temperature of 28-30 ºC showed a higher than temperature of 30-32 ºC and room temperature, which reached 23,4 mm.

(6)
(7)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan

pada

Departemen Budidaya Perairan

NISBAH KELAMIN IKAN PELANGI Iriatherina werneri PADA PERBEDAAN SUHU PEMELIHARAAN

WULAN NURINDAH RAKHMAWATI

BUDIDAYA PERAIRAN

FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(8)
(9)
(10)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Nisbah Kelamin Ikan Pelangi Iriatherina werneri pada Perbedaan Suhu Pemeliharaan”. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei hingga Juli 2015 di Laboratorium Kolam Percobaan Babakan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.

Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Ibu Dr Ir Dinar Tri Soelistyowati DEA dan Bapak Prof Dr Ir Muhammad Zairin Junior MSc selaku dosen pembimbing yang telah memberikan arahan, bimbingan dan motivasi.

2. Bapak Prof Dr Ir Daniel Djokosetiyanto DEA selaku Dosen Tamu Penguji penulis sewaktu ujian skripsi dan Bapak Dr Ir Eddy Supriyono MSc selaku Komisi Program Studi atas kehadiran dan sarannya kepada penulis.

3. Bapak Dr Ir Muhammad Agus Suprayudi MSi selaku Dosen Pembimbing Akademik penulis.

4. Bapak Sumaryono dan Ibu Sri Dwi Astuti, Ibu Titi Wiyati, Bapak Musis Sastroprawiro, Sumardiyono, Ngatini, Gilang Bayu Aji, Ayu Grahaning Sofyanti, Yudistira Nurhayati Dewi, Bimo Aditya Aryono, Nanda Pramudia Wibowo dan Bella Novalia Astuti atas segala doa, dukungan, dan kasih sayangnya kepada penulis.

5. Teman-teman BDP Angkatan 48, Rahmani Abda, Teman-teman Babakan (Hamzah Muhamad Ihsan, Anna Nurkhasanah, Winy Yusrina, Rahmadani, Ari Ngastoni, Prasetyo D. Dhani Wijaya, Uswatun Khasanah) atas doa dan dukungannya.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Januari 2016

(11)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL viii

DAFTAR GAMBAR viii

DAFTAR LAMPIRAN viii

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Tujuan Penelitian 2

METODE 2

Pemijahan Induk 2

Perlakuan Suhu Pemeliharaan 2

Kualitas Air 3

Parameter Uji 3

Analisis Data 4

HASIL DAN PEMBAHASAN 4

Hasil 5

Pembahasan 7

KESIMPULAN DAN SARAN 9

Kesimpulan 9

Saran 9

DAFTAR PUSTAKA 9

LAMPIRAN 12

(12)

DAFTAR TABEL

1 Rancangan perlakuan suhu pada pemeliharaan ikan I. werneri 2

2 Jenis pakan alami yang diberikan pada pemeliharaan ikan I. werneri 3

3 Parameter kualitas air pada pemeliharaan ikan I. Werneri 3

DAFTAR GAMBAR

1 Persentase kelamin jantan ikan Iriatherina werneri yang dipelihara pada suhu berbeda 5

2 Tingkat kelangsungan hidup ikan Iriatherinawerneri yang dipelihara pada suhu berbeda 6

3 Derajat penetasan telur ikan Iriatherina werneri yang dipelihara pada suhu berbeda 6

4 Pertambahan panjang ikan Iriatherina werneriyang dipeliharapada suhu berbeda 7

DAFTAR LAMPIRAN

1 Akuarium pemijahan (60×40×50 cm), Substrat pemijahan 12

2 Tata letak akuarium perlakuan 12

3 Ciri kelamin sekunder ikan I. Werneri 13

4 Tabel Uji Khi-Kuadrat 13

5 Pengukuran Pertambahan Panjang (mm) 13

(13)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Ikan pelangi (Iriatherina werneri) merupakan kelompok ikan hias yang banyak diminati oleh masyarakat penggemar akuaskap karena keunikan warna dan bentuk, serta gerakannya yang menarik. Sebanyak 65 spesies ditemukan di kawasan daratan besar New Guinea dan Australia serta 37 spesies diantaranya terdapat di daratan Papua Indonesia. Ikan pelangi atau disebut Threadfin Rainbowfish yang ditemukan di Indonesia, memiliki harga jual yang lebih tinggi dibanding ikan pelangi jenis lain, yaitu 9$ di pasar Internasional. Ikan pelangi jantan lebih diminati dan harga jualnya pun lebih tinggi dibandingkan ikan pelangi betina.

Ikan pelangi memiliki warna yang cerah serta sirip yang indah, terutama pada ikan jantan dewasa. Ikan pelangi jantan dewasa memiliki dua sirip dorsal, salah satu diantaranya berbentuk kipas serta sirip anal memanjang. Sirip dorsal yang berbentuk kipas berwarna kemerahan dan sirip dorsal serta sirip anal yang memanjang berwarna kehitaman. Ikan pelangi memiliki panjang kurang lebih 5 cm, namun pada umumnya berukuran 3-4 cm. Ikan pelangi biasa ditemukan pada lahan terbuka dengan aliran air yang lambat, di rawa dan danau yang memiliki vegetasi melimpah pada kisaran suhu 22-30 ºC dan pH 5,2-7,5 (Tappin 2011).

Ikan pelangi jantan jumlahnya sangat sedikit di alam. Produksi populasi ikan monoseks jantan dapat menjadi peluang pengembangan budidaya untuk memenuhi permintaan pasar dan meningkatkan keuntungan. Ikan pelangi jantan dapat diproduksi secara massal dengan teknik sex reversal yaitu pengarahan kelamin pada masa diferensiasi dengan induksi hormon steroid. Proses diferensiasi kelamin ikan dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal. Faktor internal meliputi sistem hormonal dan aksi gen pada kromosom maupun autosom. Sedangkan pengaruh lingkungan antara lain penambahan hormon serta kondisi fisika kimia media pemeliharaan yaitu suhu dan pH (Devlin dan Nagahama 2002).Pada dasarnya terdapat tiga model yang dapat menentukan kelamin, yaitu kromosom, poligenik dan interaksi genotip lingkungan. Nisbah kelamin ikan berada dibawah pengaruh suhu lingkungan saat ikan berkembang pada awal kehidupannya, sehingga memungkinkan pengendalian kelamin yang efektif melalui manipulasi lingkungan (Zairin 2002). Ikan gapi yang dipelihara pada suhu 27°C menghasilkan ikan jantan sebanyak 53,4% dan pada suhu 30°C menghasilkan jumlah ikan jantan yang lebih banyak yaitu 59,03% (Mariam 2000). Suhu air juga mempengaruhi selang waktu penetasan, derajat penetasan dan pertumbuhan awal larva selama menghabiskan kuning telurnya. Kisaran suhu yang baik untuk menunjang pertumbuhan yang optimal adalah 28-32 °C (Tatangindatu et al. 2013). Pada suhu 32-34 °C ikan bada tidak mampu bertahan hidup (Triyanto dan Djamhuriyah 2013).

(14)

2

perbedaan suhu lingkungan media pemeliharaan terhadap nisbah kelamin ikan pelangi.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi pengaruh perbedaan suhu pemeliharaan terhadap nisbah kelamin ikan pelangi Iriatherina werneri dalam wadah budidaya, derajat penetasan, kelangsungan hidup dan pertumbuhannya.

METODE

Pemijahan Induk

Pada penelitian ini digunakan induk jantan dan betina ikan I. werneri yang berukuran panjang rata-rata 26,65±5,72 mm dengan kisaran panjang 21,07-33,72 mm dan bobot rata-rata sebesar 0,15±0,08 gram dengan kisaran bobot 0,09-0,27 gram untuk dilakukan pemijahan. Induk dipijahkan dalam wadah akuarium berukuran 60×40×50 cm dengan perbandingan jantan:betina masing-masing akuarium adalah 1:2 dan didalam akuarium disediakan substrat pemijahan berupa tali plastik untuk tempat menempel telur-telur hasil pemijahan (Lampiran 1). Tali plastik diletakkan dalam akuarium pada pagi hari dan pengangkatan substrat yang sudah terdapat telur-telur dilakukan pada malam hari (±12 jam). Kemudian telur dihitung dan dimasukkan kedalam wadah perlakuan masing-masing 100 butir per ulangan perlakuan dan diinkubasi hingga menetas menjadi larva. Wadah perlakuan berupa toples plastik bervolume 10 liter yang sudah bersih dan diisi air sebanyak ±2 liter serta diberi aerasi lalu diletakkan dalam wadah yang lebih besar berukuran 150×80 cm berisi air sebanyak 180 liter dengan pengaturan suhu perlakuan menggunakan heater sebanyak 2 buah pada masing-masing wadah besar (Lampiran 2).

Perlakuan Suhu Pemeliharaan

Skema penelitian digunakan rancangan acak lengkap (RAL) dengan perlakuan perbedaan suhu pemeliharaan, masing-masing perlakuan terdiri dari lima ulangan(Tabel 1).Setiap ulangan perlakuan digunakan telur ikan pelangi fase bitnik mata ±63 jam setelah pembuahan sebanyak 100 butir. Perlakuan suhu diberikan mulai dari inkubasi telur hingga menetas menjadi larva dan paska larva selama 60 hari masa pemeliharaan.

Tabel 1. Rancangan perlakuan suhu pada pemeliharaan ikan I. werneri

Perlakuan Keterangan

A Pemeliharaan larva dengan kisaran suhu 28-30 ºC B Pemeliharaan larva dengan kisaran suhu 30-32 ºC K Pemeliharaan larva dengan suhu ruang

(15)

3 Tabel 2. Jenis pakan alami yang diberikan pada pemeliharaan ikan I. werneri

Hari ke- Jenis Pakan Alami 1-14 Rotifera (Brachionus rubens) 15-25 Rotifera dan Artemia

26-60 Artemia

Selama pemeliharaan dilakukan pengamatan derajat penetasan pada hari ke-8 karena telur ikan menetas setelah 5-8 hari dan sampling panjang ikan pada hari ke-14, hari ke-21, hari ke-42, hari ke-49 dan hari ke-56 menggunakan jangka sorong. Hari ke-28 dan hari ke-35 tidak diukur panjangnya karena ikan masih rentan mati.Tingkat kelangsungan hidup dihitung pada akhir pemeliharaan hari ke-60 serta dilakukan identifikasi kelamin dengan melihat ciri kelamin sekunder secara visual.Ikan jantan terlihat memiliki sirip dorsal dan sirip anal yang memanjang, sedangkan ikan betina tidak memiliki sirip yang memanjang (Lampiran 3).

Kualitas Air

Penyifonan dilakukan setiap dua hari sekali dan pergantian air setiap seminggu sekali sebanyak 70%. Parameter kualitas air yang diukur adalah DO, pH, amonia dan suhu (Tabel 3). Pengukuran DO, pH dan amoniak dilakukan 2 kali, yaitu pada hari ke-7dan akhir pemeliharaan (hari ke-52), sedangkan pengukuran suhu pemeliharaan dilakukan setiap hari pada pagi, siang, dan sore hari.

Tabel 3. Parameter kualitas air pada pemeliharaan I. werneri

Parameter Satuan KisaranSuhu Perlakuan Toleransi Nilai

(16)

4

keterangan:

oij: frekuensi ikan jantan atau ikan betina ke-i yang diamati

eij: Jumlah frekuensi harapan dari ikan jantan dan ikan betina yang frekuensi ikan jantan ditambah frekuensi ikan betina dibagi dua

Proporsi jantan dan betina yang dihasilkan pada pemeliharaan ikan pelangi dengan perlakuan suhu berbeda dihitung berdasarkan jumlah ikan jantan atau betina yang teridentifikasi terhadap total ikan yang hidup pada akhir pemeliharaan dalam setiap ulangan perlakuan.

Persentase Jantan = Tingkat Kelangsungan Hidup (TKH)

Tingkat kelangsungan hidup ikan setelah pemeliharaan selama 60 hari dihitung dengan menggunakan rumus :

TKH (%) = × 100

Derajat Penetasan Telur

Derajat penetasan telur adalah persentase telur yang menetas menjadi larva yang dihitung dengan membandingkan jumlah larva yang menetas dengan jumlah telur yang diinkubasi. Derajat penetasan telur dapat dihitung dengan rumus:

Derajat Penetasan Telur (%) =

Pertambahan Panjang Ikan Uji

Pertumbuhan panjang ikan uji dilakukan dengan mengukur panjang ikan pada hari ke-14, hari ke-21, hari ke-42, hari ke-49 dan hari ke-56 dengan menggunakan jangka sorong digital.

Analisis Data

(17)

5

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

Nisbah Kelamin

Nisbah kelamin pada ikan pelangi dipengaruhi oleh suhu perlakuan media pemeliharaan (P<0,05). Persentase kelamin jantan terbanyak dihasilkan pada perlakuan suhu 30-32 ºC (B) yaitu sebesar 73,3±0,05% lebih tinggi dibanding perlakuan A (kisaran suhu 28-30 ºC) yaitu 56,7±1,14% dan terendah persentase kelamin jantan pada perlakuan K (suhu ruang) sebesar 30±1,10%. (Gambar 1).

Gambar 1 Persentase kelamin jantan ikan Iriatherina werneri yang dipelihara pada suhu berbeda. A (28-30 ºC), B (30-32 ºC), K (suhu ruang). Huruf yang berbeda pada grafik menunjukkan hasil yang berbeda nyata (P<0,05)

Tingkat Kelangsungan Hidup

(18)

6

Gambar 2 Tingkat kelangsungan hidup ikan Iriatherina werneri yang dipelihara pada suhu berbeda. A (28-30 ºC), B (30-32 ºC), K (suhu ruang).

Derajat Penetasan Telur

Derajat penetasan telur ikan pelangi yang dipelihara dengan suhu berbeda tidak berbeda nyata (P>0,05). Derajat penetasan telur berkisar 43,4±10,99% sampai 47,2±21,56 % (Gambar 3).

Gambar 3 Derajat penetasan telur ikan Iriatherina werneri yang dipelihara pada suhu berbeda. A (28-30 ºC), B (30-32 ºC), K (suhu ruang).

Pertumbuhan Panjang Ikan

(19)

7

Gambar 4 Pertambahan panjang ikan Iriatherina werneri yang dipelihara pada suhu berbeda. A (28-30 ºC), B (30-32 ºC), K (suhu ruang).

Pembahasan

Hasil penelitan menunjukkan bahwa jumlah ikan pelangi yang berkelamin jantan dua kali lipat lebih banyak pada suhu pemeliharaan 30-32 ºC (B) sebanyak 73,3% kemudian diikuti dengan perlakuan pemeliharaan larva dengan kisaran suhu 29-30 ºC (A) yaitu sebesar 56,7%. Pengalihan jenis kelamin yang dipengaruhi oleh suhu dapat ditunjukkan pada beberapa spesies ikan, contohnya ikan gapi. Pada suhu 27 ºC, jumlah ikan gapi yang berkelamin jantan sebanyak 53% dan pada suhu 30 ºC, jumlah ikan gapi jantan sebanyak 59% (Mariam 2000). Menurut Arfah et al. (2005), peningkatan jumlah jantan diduga karena adanya peningkatan hormon jantan testosteron dan 11-ketotestosteron sejalan dengan meningkatnya suhu pemeliharaan. Pada ikan southern flounder yang dilaporkan Luckenbach et al. (2003), persentase ikan berjenis kelamin jantan pada perlakuan suhu 28 ºC sebesar 96%. Hasil penelitian lain yang menunjukkan bahwa nisbah kelamin dan penentuan kelamin tergantung pada suhu diantaranya pada ikan Bluegill sunfish pada suhu 29 dan 34 ºC, menghasilkan ikan jantan sebanyak 66,7–70,6% (Wang et al. 2014). Álvarez dan Francesc (2008) menyatakan bahwa ikan yang penentuan jenis kelaminnya dipengaruhi oleh suhu dapat dengan mudah dikelompokkan menurut tiga pola dari pengaruh suhu lingkungan terhadap nisbah kelamin, yaitu pola satu adalah banyak jantan pada suhu tinggi, pola kedua adalah banyak jantan pada suhu rendah dan pola ketiga adalah banyak jantan pada suhu ekstrim (suhu rendah dan suhu tinggi).

(20)

8

berjalan lebih cepat dibandingkan dengan ikan yang dipelihara pada suhu 27 ºC (Yuniarti 2003).

Menurut Tappin (2011), kelangsungan hidup ikan pelangi saat larva sangat rendah, bahkan kematian dapat mencapai 99,99%. Tingkat kelangsungan hidup ikan I. werneri pada perlakuan kontrol sebesar 40,3% dan pada perlakuan suhu30-32 ºC sebesar 35,8%, sedangkan pada perlakuan 28-30 ºC kelangsungan hidup hanya 23,9%. Namun demikian, kelangsungan hidup antar perlakuan tidak berbeda nyata. Pada penelitian terhadap ikan bujuk (Channa Lucius Cuvier), kelangsungan hidup menurun pada suhu 33 ºC yang disebabkan karena terlalu tingginya suhu sehingga ikan tidak dapat bertahan hidup. Selain suhu, kelangsungan hidup juga dipengaruhi oleh kandungan oksigen dan pH lingkungan (Waruwu et. al. 2014). Pada penelitian lain, kelangsungan hidup larva ikan mas yang dipelihara pada suhu 28 ºC yaitu sebesar 65,33% dan pada perlakuan suhu 32 ºC yaitu 50% (Kelabora 2010). Pada penelitian ini kelangsungan hidup terendah terdapat pada perlakuan suhu 28-30 ºC. Kematian terbanyak terjadi pada fase larva setelah penetasan sebanyak 64%. Di alam, ikan pelangi hidup pada kisaran suhu 22-30 °C. Apabila suhu tinggi, maka metabolisme juga akan meningkat sehingga kebutuhan oksigen meningkat sedangkan oksigen terlarut didalam air terbatas maka akan terjadi kekurangan oksigen yang dapat menyebabkan kematian ikan. Nilai DO pada perlakuan B (30-32 ºC) berkisar antara 5,2-6,6 dan nilai DO yang dapat ditoleransi ikan sebesar 5-8 (Tappin 2011). Selain itu metabolisme yang tinggi juga dapat mempengaruhi kualitas air seperti pH dan amoniak serta mengganggu osmoregulasi yang mengakibatkan ikan tidak tumbuh dengan baik bahkan mati.

Derajat penetasan telur ikan I. werneri yang diberi perlakuan suhu 30-32 ºC, 28-30 ºC dan perlakuan suhu ruang tidak berbeda nyata. Derajat penetasan pada perlakuan 28-30 ºC, yaitu sebesar 47,2% dan derajat penetasan pada perlakuan kontrol sebesar 43,4%. Pada penelitian tentang persentase penetasan telur ikan betok, derajat penetasan yang didapat juga tidak berbeda nyata pada perlakuan suhu 31-34 ºC (Fitrani et al. 2013). Menurut Fitrani et al.(2013), suhu tidak berpengaruh terhadap derajat penetasan, namun suhu berpengaruh terhadap waktu penetasan. Suhu berbanding lurus dengan laju penyerapan kuning telur. Suhu yang tinggi akan mempercepat laju metabolisme. Apabila aktivitas metabolisme tinggi, maka diperlukan energi yang besar sehingga penyerapan kuning telur akan menjadi cepat (Budiardi et al. 2005). Suhu yang rendah dapat menghalangi perkembangan dan produksi enzim sehingga dapat menyebabkan gagalnya penetasan. Penetasan akan terjadi apabila panjang embrio melebihi kapasitas pembungkusnya. Dalam penelitian inkubasi telur ikan patin, disebutkan bahwa semakin tinggi suhu maka telur akan cepat menetas. Hal tersebut terjadi karena semakin tinggi suhu penetasan maka kerja enzim yang melunakkan kulit telur akan cepat, selain itu tingginya suhu akan membuat embrio bergerak aktif (Masrizal et al. 2001).

(21)

9 pada perlakuan 32 ºC (Kelabora 2010). Suhu dapat mempengaruhi pertumbuhan dan nafsu makan ikan. Suhu yang tidak stabil dapat mengakibatkan pertumbuhan larva lambat karena suhu sangat berpengaruh terhadap proses metabolisme dan suhu yang tinggi dapat mengurangi oksigen terlarut dan selera makan ikan sehingga mengganggu osmoregulasi dan juga dapat mengganggu pertumbuhan ikan karena sistem pencernaan yang yang terganggu (Kelabora, 2010). Hasil pengukuran pertumbuhan pada penelitian lain pada ikan bada menunjukkan bahwa pertumbuhan tertinggi terdapat pada perlakuan suhu 28-30 ºC kemudian diikuti oleh perlakuan suhu 26-28 ºC dan terendah pada kisaran suhu 30-32 ºC. Hal tersebut diduga bahwa kepadatan tebar ikan yang tinggi akan menyebabkan persaingan dalam mendapatkan makanan dan ruang gerak yang terbatas (Triyanto dan Djamhuriyah 2013). Pertumbuhan dipengaruhi oleh padat tebar. Kepadatan ikan yang tinggi juga dapat menurunkan kecukupan pakan dan oksigen untuk setiap individu dan untuk proses degradasi buangan metabolik sehingga kompetisi oksigen, ruang, dan makanan berakibat pada pertumbuhan yang melambat dan kelangsungan hidup yang rendah (Dewi 2008).

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Suhu pemeliharaan mempengaruhi nisbah kelamin ikan pelangi namun tidak menunjukkan perbedaan yang nyata terhadap derajat penetasan, kelangsungan hidup dan pertumbuhannya. Pada perlakuan suhu 28-30 ºC dan 30-32 ºC menghasilkan persentase ikan jantan dua kali lipat lebih tinggi yaitu sebesar 56,7% dan 73,3% dibandingkan dengan pemeliharaan pada suhu ruang sebesar 30%.

Saran

Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut terkait pengaruh suhu yang ekstrim (>32 ºC dan <28 ºC) terhadap nisbah kelamin ikan pelangi serta suhu optimal untuk memaksimalkan produksi jantan, derajat penetasan, pertumbuhan dan kelangsungan hidup ikan.

DAFTAR PUSTAKA

Álvarez NO, Francesc P. 2008. Temperature-Dependent Sex Determination in Fish Revisited: Prevalence, a Single Sex Ratio Response Pattern, and Possible Effects of Climate Change. PLoS ONE 3:2837.

(22)

10

Budiardi T, Cahyaningrum W, Effendi I. 2005. Efisiensi Pemanfaatan Kuning Telur Embrio dan Larva Ikan Mannvis (Pterophyluum scalare) pada Suhu Inkubasi Berbeda. Jurusan Budidaya Perairan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB.Bogor. Jurnal Akuakultur Indonesia. 4:57-61

Devlin RH, Nagahama Y.2002. Sex Determination and Sex Differentiation in Fish: An Overview of Genetic, Physiological, and Environmental Influences. Aquaculture. 208: 191-364.

Dewi AP. 2008. Pengaruh Padat Tebar Terhadap Pertumbuhan dan Kelangsungan Hidup Ikan Corydoras (Corydoras aeneus). [Skripsi]. Teknologi dan Manajemen Akuakultur, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.

Fitrani M, Dwi AP, Muslim. 2013. Persentase Penetasan Telur Ikan Betok (Anabas testudineus)dengan Suhu Inkubasi yang Berbeda. Jurnal Akuakultur Rawa Indonesia. 1:184-191.

Kelabora DM. 2010.Pengaruh Suhu Terhadap Kelangsungan Hidup dan Pertumbuhan Larva Ikan Mas (Cyprinus carpio).Berkala Perikanan Terubuk. 38:71-81.

Luckenbach JA, John G, Harry VD, Russel JB. 2003. Gonadal Differentiation and Effect of Temperature on Sex Determination in Southern Flounder (Paralichthys lethostigma). Aquaculture. 216:315-327.

Mariam S. 2000. Pengaruh Suhu Terhadap Reproduksi dan Nisbah Kelamin Ikan Gapi (Poecilia reticulata Peters). [Skripsi].Program Studi Budidaya Perairan, Fakutas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Masrizal, Wahizi A,Azhar. 2001. Pengaruh Suhu Yang Berbeda Terhadap Hasil

Penetasan Ikan Patin (Pangasius sutchi). Jurnal Produksi Ternak. Jurusan Produksi Ternak. Unversitas Andalas.

Tappin AR. 2011. Rainbowfishes, their care and keeping in captivity. Book. Art Publications. 489 p.

Tatangindatu F, Ockstan K, Robert R. 2013. Studi Parameter Fisika Kimia Air pada Areal Budidaya Ikan di Danau Tondano, Desa Paleloan, Kabupaten Minahasa. Jurnal Akuakultur.1:8-19

Triyanto, Djamhuriyah SS.2013. Ketahanan Hidup dan Kemampuan Tumbuh Ikan Bada (Rasbora argyrotaenia) pada Suhu Pemeliharaan Bervariasi. LOMNOTEK. 20:191-199.

(23)

420-11 421.

Waruwu Dedi K, Hafrijal S, Azrita.2014. Pengaruh Perbedaan Suhu Terhadap Kelangsungan Hidup dan Pertumbuhan Ikan Bujuk (Channa lucius Cuvier). Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Bung Hatta.

Yuniarti T. 2003. Pengaruh Suhu Terhadap Diferensiasi Kelamin pada Ikan Cupang (Betta splendens Regan).[Tesis].Institut Pertanian Bogor.

(24)

12

LAMPIRAN

Lampiran 1. Akuarium pemijahan(60×40×50 cm) (a), substrat pemijahan (b)

Lampiran 2. Tata letak akuarium perlakuan

Keterangan gambar:

a. Tata letak wadah perlakuan, terdiri dari: 1. Toples perlakuan bervolume 10 liter 2. Wadah kayu berukuran 150×80 cm 3. Heater 100 watt

4. Blower

1

2

3

1

4

(a) (b)

(b) (a)

(25)

13

b. Wadah plastik perlakuan

c. Toples perlakuan bervolume 10 liter d. Skema perlakuan

e. Blower

f. Heater 100 watt

Lampiran 3. Ciri kelamin sekunder ikan I. Werneri

Keterangan:

a. Induk jantan : 1. Sirip dorsal b. Induk betina : 1. Sirip dorsal 2. Sirip anal 2. Sirip anal

Lampiran 5. Pengukuran Pertumbuhan Panjang (mm)

(26)

14

(27)

15 RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bekasi pada tanggal 9 Mei 1993 dari ayah Sumaryono dan ibu Sri Dwi Astuti. Penulis adalah putri keempat dari tujuh bersaudara. Tahun 2011 penulis lulus dari SMA Negeri 1 Tambun Utara, Kabupaten Bekasi dan pada tahun yang sama penulis lulus seleksi masuk Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Undangan Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) dan diterima di Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.

Selama masa studi berlangsung, penulis aktif sebagai pengurus dan anggota Himpunan Mahasiswa Akuakultur (HIMAKUA) tahun 2013/2014. Penulis pernah menjadi asisten praktikum mata kuliah Fisiologi Reproduksi Organisme Akuatik di tahun 2014. Bulan Juni – Agustus 2014 penulis melaksanakan praktik lapangan akuakultur di Balai Besar Perikanan Budidaya Laut (BBPBL) Lampung dengan judul Pembenihan Ikan Blue devil (Chrysiptera cyanea) di BBPBL Lampung. Penulis pernah melakukan magang pembesaran kerapu di Balai Perikanan Budidaya Air Payau Situbondo, Jawa Timur pada bulan Juni sampai bulan Juli 2013.

Gambar

Gambar 1 Persentase kelamin jantan ikan  Iriatherina werneri yang dipelihara
Gambar 2 Tingkat kelangsungan hidup ikan  Iriatherina werneri yang dipelihara
Gambar 4 Pertambahan panjang ikan  Iriatherina werneri yang dipelihara pada

Referensi

Dokumen terkait

Lembar observasi merupakan instrumen penelitian yang melibatkan peneliti, observer dan subjek penerima tindakan (siswa kelas VIII SMPN 2 Sumbergempol Tulungagung)

Oleh sebab itu, perlu pengaturan mengenai Kelautan yang bertujuan menegaskan Indonesia sebagai negara kepulauan berciri nusantara dan maritim; mendayagunakan Sumber

Meskipun ruas jalan tersebut tergolong sempurna secara kondisi, akan tetapi masih terdapat kerusakan yang terjadi pada ruas tersebut, untuk itu perlu dilakukan pemeliharaan jalan

Kesempatan Investasi, Kinerja Keuangan, dan Kebijakan Utang terhadap Nilai Perusahaan (Studi Empiris pada Perusahaan Properti dan Real Estate yang Terdaftar di Bursa

Most Windows PowerShell commands that target FS4SP execute in the Microsoft FAST Search Server 2010 for SharePoint shell (FS4SP shell), but a few commands must be run from

Dua program itu adalah Program Keluarga Harapan (PKH) dan pemberian dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS).) Meskipun dengan adanya bantuan dana tersebut

Surat Ketetapan Pajak Daerah Lebih Bayar, yang selanjutnya disingkat SKPDLB, adalah surat keputusan yang menentukan jumlah kelebihan pembayaran pajak karena jumlah

Kebijakan tersebut menjadi upaya AS untuk membuat kebijakan kontrol tembakau guna memenuhi tekanan agar AS meratifikasi WHO FCTC namun di sisi lain tetap