• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Konversi Lahan Hutan Tehadap Sifat Fisika Tanah (Studi Kasus : Desa Tugu Utara, Kecamatan Cisarua, Bogor)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh Konversi Lahan Hutan Tehadap Sifat Fisika Tanah (Studi Kasus : Desa Tugu Utara, Kecamatan Cisarua, Bogor)"

Copied!
44
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH KONVERSI LAHAN HUTAN TERHADAP

SIFAT FISIKA TANAH (STUDI KASUS : DESA TUGU UTARA,

KECAMATAN CISARUA, BOGOR)

INDRAYU WULAN SARI RITONGA

DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pengaruh Konversi Lahan Hutan Terhadap Sifat Fisika Tanah (Studi Kasus : Desa Tugu Utara, Kecamatan Cisarua, Bogor) adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Februari 2015

(4)

ABSTRAK

INDRAYU WULAN SARI RITONGA. Pengaruh Konversi Lahan Hutan Terhadap Sifat Fisika Tanah (Studi Kasus : Desa Tugu Utara, Kecamatan Cisarua, Bogor). Dibimbing oleh KUKUH MURTILAKSONO dan ENNI DWI WAHJUNIE.

Perubahan penggunaan lahan hutan menjadi lahan pertanian maupun non pertanian semakin meningkat sehingga dapat mengakibatkan penurunan fungsi tanah. Hutan seharusnya dikelola secara bijaksana agar fungsinya sebagai perlindungan tata air dan penyangga kehidupan dapat dipertahankan secara lestari.

Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji pengaruh konversi lahan hutan ke penggunaan lahan lain terhadap sifat fisika tanah. Penggunaan lahan yang dikaji ialah lahan hutan, tegalan, kebun teh, dan pemukiman. Metode yang digunakan dalam analisis laboratorium meliputi metode pipet (tekstur), Walkley and Black (c-organik), gravimetri (bobot isi), piknometer (bobot jenis partikel), pressure plate aparatus, membran plate aparatus (kadar air kurva pF), pengayakan basah dan kering (kemantapan agregat), double ring infiltrometer (infiltrasi) dan shallow well pump-in (permeabilitas). Analisis statistik sidik ragam hubungan antara perubahan penggunaan lahan dan sifat fisika tanah menggunakan Analysis of Varian (SPSS 16).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa perubahan penggunaan lahan hutan berpengaruh nyata terhadap sifat fisika tanah di lahan tegalan, kebun teh, dan pemukiman. Sifat fisika tanah di lahan hutan lebih baik dibandingkan dengan di tegalan, kebun teh, dan pemukiman. Semua penggunaan lahan memiliki bobot isi < 0,90 g/cm3 dan indeks stabilitas agregat yang sangat stabil sekali. Tekstur tanah pada semua penggunaan lahan didominasi lom, kecuali pemukiman memiliki kadar klei tertinggi. Bahan organik tertinggi (8,44-9,01%) terdapat pada lahan hutan. Infiltrasi dan permeabilitas tanah di lahan hutan, tegalan dan kebun teh tergolong sangat cepat, namun di tanah pada lahan pemukiman tergolong lambat. Parameter yang paling nyata berpengaruh terhadap sifat fisika tanah ialah bahan organik tanah. Secara umum, sifat fisika tanah di lahan hutan berbeda nyata dengan di penggunaan lahan lainnya dan sifat fisik tanah di lahan kebun teh tidak berbeda nyata dengan di lahan pemukiman. Oleh karena itu, perubahan penggunaan lahan hutan ke penggunaan lain dapat menurunkan secara nyata sifat fisika tanah.

(5)

ABSTRACT

INDRAYU WULAN SARI RITONGA. Effect of Conversion of Forest on Soil Physical Properties (Case Study : Tugu Utara Village, Cisarua Municipality, Bogor). Supervised by KUKUH MURTILAKSONO and ENNI DWI WAHJUNIE

Forest land conversion to agricultural or non agricultural uses has increased. Forest should be managed wisely in order to run its sustainable function as water management protector and human activities supporter. The aim of this research was to study the effect of conversion of forest to other land uses on soil physical properties. The land uses that were analyzed are forest, dry land farm, tea plantation, and settlement. The methods that were applied are pippete (texture), Walkley and Black (c-organic matter), gravimetric (bulk density), pycnometer (particle density), pressure plate apparatus, membran plate apparatus (pF curve), wet and dry sieving (aggregate stability index), double ring infiltrometer (infiltration), and shallow well pump-in (permeability). Data were analyzed by using analysis of variance method.

The result indicated that the forest land uses change significantly influences to soil physical properties. Forest has better soil physical properties than tea plantation, dry land farm, and settlement. All the land uses had bulk density less than 0,9 g/cm3 and a very stable aggregate stability index. The loamy texture found on all the land uses, except clay texture for the settlement. The highest content of c-organic (8,44-9,01%) found on forest land. Forest, dry land farm, and tea plantation had a very fast soil infiltration and permeability, but settlement had a slow one. The significant parameter that most influences to soil physical properties is organic matter. Generally, soil physical properties of forest land are significantly different with other land uses. Therefore, forest land use change significantly decreased soil physical properties.

(6)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian

pada

Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan

PENGARUH KONVERSI LAHAN HUTAN TERHADAP

SIFAT FISIKA TANAH (STUDI KASUS : DESA TUGU UTARA,

KECAMATAN CISARUA, BOGOR)

DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

2015

(7)
(8)

Judul Skripsi : Pengaruh Konversi Lahan Hutan Tehadap Sifat Fisika Tanah (Studi Kasus : Desa Tugu Utara, Kecamatan Cisarua, Bogor)

Nama : Indrayu Wulan Sari Ritonga NIM : A14100065

Disetujui oleh

Prof Dr Ir Kukuh Murtilaksono, M.S Pembimbing I

Diketahui oleh

Dr Ir Enni Dwi Wahjunie, M.Si Pembimbing II

Dr Ir Baba Barus, MSc Ketua Departemen

(9)

PRAKATA

Alhamdulillah. Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, atas rahmat dan karunia-Nya sehingga penelitian dan penulisan skripsi ini dapat diselesaikan. Judul dalam penelitian ini adalah Pengaruh Konversi Lahan Hutan Terhadap Sifat Fisika Tanah (Studi Kasus : Desa Tugu Utara, Kecamatan Cisarua, Bogor). Penulis menyadari bahwa dalam menyelesaikan skripsi ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak. Pada kesempatan ini, penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada:

1. Bapak Prof Dr Ir Kukuh Murtilaksono, MSc selaku pembimbing pertama dan Dr Ir Enni Dwi Wahjunie, M.Si selaku dosen pembimbing kedua atas bimbingan, arahan, waktu dan kesabaran dalam membimbing penulis selama ini sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah ini.

2. Bapak Dr Ir Suria D. Tarigan, MSc selaku penguji yang telah memberikan saran dan masukan bagi penulis dalam penulisan skripsi ini.

3. Bapak Nata Rombun Ritonga dan Ibu Siti Intan serta Ritonga Junior (Malik dan Widi) yang telah menjadi semangat hidup penulis selama ini dan telah memberikan kasih sayang, doa, dukungan moral dan spiritual yang tiada hentinya kepada penulis.

4. Beasiswa BIDIKMISI yang telah membantu menyelesaikan penelitian dalam penulisan ini serta membantu penulis selama berada di Institut Pertanian Bogor.

5. Keluarga KK (Anju, Sony, Masyitah, Sugih, Nunik, Laela, Siti, Ayu, Fortun), Soildier dan Soilermoon 47, Soiler 48 (Ade, Royan, Aziz, Joshua), bang Dicky dan sahabat-sahabat ILMU TANAH IPB yang tidak bisa disebutkan namanya satu persatu, Pegawai Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya lahan serta semua pihak yang telah membantu penulis selama penelitian hingga menyelesaikan penulisan karya ilmiah ini.

Semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi pihak yang membaca dan membutuhkannya.

Bogor, Februari 2015

(10)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR GAMBAR vi

DAFTAR LAMPIRAN vi

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Tujuan Penelitian 2

TINJAUAN PUSTAKA 2

Kawasan Lindung dan Resapan air 2

Lahan dan Konversi Lahan 2

Tekstur Tanah 3

Kadar Air, Bobot Isi dan Kerapatan Jenis Partikel 3

Infiltrasi Tanah 5

Permeabilitas Tanah 6

METODE 6

Bahan dan Alat 8

Analisis Data 9

SIMPULAN DAN SARAN 21

Simpulan 21

Saran 21

DAFTAR PUSTAKA 22

LAMPIRAN 25

(11)

DAFTAR TABEL

1 Koordinat geografis lokasi penelitian di Desa Tugu Utara, Cisarua, Bogor

7 2 Parameter sifat fisika tanah dan metode analisis yang digunakan dalam

penelitian

9 3 Tekstur tanah dan kadar bahan organik tanah pada berbagai penggunaan

lahan di Desa Tugu Utara, Cisarua, Bogor, pada bulan Mei 2014

10 4 Nilai bobot isi, bobot jenis partikel, ruang pori total, dan stabilitas

agregat tanah di Desa Tugu Utara, Cisarua, Bogor, pada bulan Mei 2014

12

5 Pengaruh perubahan penggunaan lahan hutan menjadi penggunaan lahan tegalan, kebun teh, dan pemukiman terhadap sifat fisika tanah

14

6 Kadar air tanah Inceptisol pada pF 1, pF 2, pF 2,54 dan pF 4,2 di Desa Tugu Utara, Cisarua, Bogor, pada bulan Mei 2014

15

7 Nilai pori drainase sangat cepat, pori drainase cepat, pori drainase lambat dan pori air tersedia pada berbagai penggunaan lahan di Desa Tugu Utara, Cisarua, Bogor, pada bulan Mei 2014

17

8 Nilai permeabilitas dan laju infiltrasi tanah pada berbagai penggunaan lahan di Desa Tugu Utara, Cisarua, Bogor, pada bulan Mei 2014

18

DAFTAR GAMBAR

DAFTAR LAMPIRAN

1 Laju infiltrasi pada berbagai penggunaan lahan di Desa Tugu Utara, Cisarua, Bogor, pada bulan Mei 2014

25 2 Permeabilitas tanah pada berbagai penggunaan lahan di Desa Tugu

Utara, Cisarua, Bogor, pada bulan Mei 2014

26 3 Hasil analisis ragam penggunaan lahan terhadap sifat fisik tanah

Inceptisol Cisarua, Bogor

27 4 Hasil analisis uji Duncan penggunaan lahan terhadap sifat fisika tanah

pada kedalaman 0-20 cm

27 5 Hasil analisis uji Duncan penggunaan lahan terhadap sifat fisika tanah

pada kedalaman 20-40 cm

28 6 Metode Analisis penetapan bobot isi, kadar air kurva pF, kemantapan

agregat, bobot jenis partikel, bahan organik dan tekstur tanah

29 1 Peta tutupan lahan lokasi penelitian hasil interpretasi citra Quickbird

2010

6 2 Kondisi lokasi penelitian di lahan hutan, kebun teh, tegalan dan

pemukiman di Desa Tugu Utara, Cisarua, Bogor

7 3 Kurva pF (%v/v) pada kedalaman 0-20 cm dan 20-40 cm di berbagai

penggunaan lahan di Desa Tugu Utara, Cisarua, Bogor, pada bulan Mei 2014

16

4 Laju infiltrasi minimum menggunakan metode Horton pada

penggunaan lahan hutan, tegalan, kebun teh dan pemukiman di Desa Tugu Utara, Cisarua, Bogor, pada bulan Mei 2014

(12)
(13)

1 PENDAHULUAN

Latar Belakang

Kawasan Puncak merupakan salah satu kawasan resapan air di wilayah Bogor. Berdasarkan Peraturan Presiden No. 54 tahun 2008, kawasan Puncak diarahkan sebagai kawasan resapan air dan pengendali banjir. Kawasan resapan air adalah wilayah yang mempunyai kemampuan tinggi untuk meresapkan air hujan sehingga merupakan tempat pengisian air bumi yang berguna sebagai sumber air. Hutan ialah salah satu sumberdaya alam yang dapat memberikan manfaat cukup besar bagi kemakmuran rakyat. Hutan seharusnya dikelola secara bijaksana agar fungsinya sebagai pelindung tata air dan penyangga kehidupan dapat dipertahankan secara lestari. Namun, perubahan penggunaan lahan dari kawasan lindung seperti hutan menjadi lahan pertanian maupun non pertanian banyak terjadi. Salah satu jenis perubahan penggunaan lahan adalah deforestasi. Deforestasi yang terjadi diakibatkan oleh aktivitas penebangan pohon, pengembangan areal pertanian, dan pemukiman (Kitamura dan Rustiadi 1990), yang pada gilirannya dapat mengakibatkan penurunan kualitas tanah.

Berdasarkan penelitian Marisan (2006) disebutkan bahwa terjadi inkonsistensi pemanfaatan ruang terhadap RTRW kabupaten Bogor. Area yang telah ditetapkan sebagai kawasan lindung sebesar 14,75% ternyata terdapat tanaman pertanian lahan kering (TPLK) sekitar 26,10%, tanaman pertanian lahan basah (TPLB) sekitar 1,30%, dan ruang terbangun sekitar 0,57%. Selain itu area yang telah ditetapkan sebagai kawasan hutan produksi sebesar 20,56% ternyata terdapat TPLK sekitar 70,15%, TPLB sekitar 5,54% dan ruang terbangun sekitar 2,90% serta area yang ditetapkan sebagai kawasan pertanian sebesar 37,23% ternyata terdapat ruang terbangun sekitar 4,74%. Hal ini menunjukkan telah terjadi ketidaksesuaian peruntukan lahan dalam RTRW kabupaten Bogor.

(14)

2

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji pengaruh konversi lahan hutan ke penggunaan lahan lain terhadap sifat fisika tanah.

TINJAUAN PUSTAKA

Kawasan Lindung dan Resapan air

Definisi Kawasan Lindung berdasarkan Keputusan Presiden No. 32 tahun 1990, kawasan yang ditetapkan dengan fungsi utama melindungi kelestarian lingkungan hidup. Hal ini mencakup sumber alam, sumber daya buatan, serta nilai sejarah dan budaya bangsa guna kepentingan pembangunan berkelanjutan. Kawasan resapan air adalah daerah yang mempunyai kemampuan tinggi untuk meresapkan air hujan. Kawasan ini merupakan tempat pengisian air bumi yang berguna sebagai sumber air. Kriteria kawasan resapan air, yaitu curah hujan yang tinggi, struktur tanah yang mudah meresapkan air, dan bentuk geomorfologi yang mampu meresapkan air hujan secara besar-besaran.

Forest Watch Indonesia (2012) menyatakan bahwa kawasan Puncak Bogor telah kehilangan fungsinya sebagai hutan lindung dan kawasan resapan air. Hal ini diakibatkan banyaknya pengurangan penutupan hutan (deforestasi) yang menjadi lahan pertanian maupun non pertanian.

Lahan dan Konversi Lahan

Lahan adalah suatu wilayah dipermukaan bumi yang mempunyai sifat-sifat agak tetap. Lahan merupakan pengulangan sifat-sifat-sifat-sifat dari wilayah biosfer secara vertikal. Wilayah tersebut mencakup atmosfer, tanah geologi, geomorfologi, hidrologi, vegetasi, dan binatang. Lahan merupakan hasil aktivitas manusia dimasa lampau maupun masa sekarang (Yunianto 1991).

Menurut Manuwoto (1991), faktor yang memengaruhi penggunaan lahan serta perubahannya adalah iklim, morfologi tanah dan lingkungan sosial. Hal ini mengakibatkan terjadinya konversi lahan untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia. Konversi lahan adalah peralihan penggunaaan lahan menjadi suatu penggunaan lahan lainnya. Konversi lahan dapat menyebabkan dampak bagi lingkungan, sosial, dan sifat fisika tanah.

(15)

3 Inceptisol

Incepisol merupakan tanah yang belum matang (immature) dengan perkembangan profil yang lebih lemah dibandingkan dengan tanah yang matang dan masih banyak menyerupai sifat bahan induknya (Hardjowigeno 1995). Proses pedogenesis yang mempercepat proses pembentukan tanah Inceptisol adalah pemindahan, penghilangan karbonat, hidrolisis mineral primer menjadi formasi lempung, pelepasan sesquioksida, akumulasi bahan organik dan yang paling utama ialah proses pelapukan, sedangkan proses pedogenesis yang menghambat pembentukan tanah inceptisol adalah pelapukan batuan dasar menjadi bahan induk (Resman et al. 2006).

Pada umumnya Inceptisol memiliki bobot isi tanah sebesar 1,0 g/cm3, pH mendekati netral atau lebih, nilai porositas 68% sampai 85%. Warna tanah Inceptisol beranekaragam tergantung dari jenis bahan induknya. Warna kelabu bahan induknya dari endapan sungai, warna coklat kemerahan karena mengalami proses reduksi dan warna hitam mengandung bahan organik yang tinggi (Resman et al. 2006).

Tekstur Tanah

Tekstur tanah adalah ukuran relatif dari partikel –partikel tanah. Partikel-partikel tanah menggambarkan kehalusan dan kekasaran dari tanah. Menurut Haridjadja (1980), tekstur tanah adalah distribusi besar butir-butir tanah atau perbandingan secara relatif dari besar butir-butir tanah. Butir-butir tersebut membentuk fraksi berupa pasir, debu dan klei. Gabungan dari ketiga fraksi dinyatakan dalam persen. Gabungan ini disebut sebagai kelas tekstur. Tekstur tanah menunjukkan kasar halusnya tanah. Kelas tekstur tanah dikelompokkan berdasarkan perbandingan banyaknya butir-butir pasir, debu dan klei. Tanah yang bertekstur pasir mempunyai luas permukaan spesifik yang kecil sehingga sulit untuk menyerap (menahan) air dan unsur hara. Tanah-tanah bertekstur klei mempunyai luas permukaan spesifik yang besar sehingga kemampuan menahan air dan menyediakan unsur hara tinggi (Hardjowigeno 1995).

Terdapat hubungan yang erat antara tekstur tanah dengan sifat-sifat tanah yang lain. Sifat-sifat tanah seperti kapasitas tukar kation (KTK), ruang pori total, kecepatan infiltrasi dan permeabilitas. Sifat fisika dan kesuburan tanah sangat dipengaruhi oleh tekstur tanah. Berdasarkan segi fisika tanah, tekstur berperan pada struktur, air dan udara serta suhu tanah. Sementara itu, dari segi kesuburan tanah, tekstur memegang peranan penting dalam pertukaran ion, sifat penyangga, kejenuhan basa dan sebagainya. Fraksi klei merupakan fraksi yang paling aktif sedangkan kedua fraksi yang lain kurang aktif (Haridjadja 1980).

Kadar Air, Bobot Isi dan Kerapatan Jenis Partikel

(16)

4

adhesi, kohesi, dan gravitasi memengaruhi ditahan atau diresapkannya air dalam tanah (Hardjowigeno 1995). Kadar air tanah merupakan nisbah antara berat air dengan berat tanah kering. Definisi lain kadar air ialah nisbah antara volume air dengan volume tanah utuh. Dengan demikian kadar air tanah dinyatakan dalam persen berat atau persen volume (sapei et al. 1990). Haridjadja (1980) memaparkan bahwa penetapan kadar air tanah dapat dilakukan di lapangan dan laboratorium. Metode penentuan kadar air tanah dapat diklasifikasikan menjadi gravimetrik, tensiometri, tahanan listrik, dan pembauran neutron.

Bobot isi (Bulk Density) tanah adalah bobot kering suatu unit volume tanah dalam keadaan utuh. Bobot isi dinyatakan dalam gram tiap centimeter kubik. Unit volume bobot isi terdiri dari volume yang berisi bahan padat dan volume ruangan diantaranya. Bobot isi menunjukkan perbandingan antara berat tanah kering dengan volume tanah termasuk pori-pori tanah. Bobot isi merupakan petunjuk kepadatan tanah. Semakin padat suatu tanah maka semakin tinggi bobot isinya. Hal ini berarti semakin sulit tanah meneruskan air dan ditembus oleh akar tanaman. Pada umumnya bobot isi tanah berkisar antara 1.1 – 1.6 g/cm3. Namun, ada juga beberapa jenis tanah yang mempunyai bobot isi kurang dari 0.85 g/cm3 (Hardjowigeno 1995).

Bobot jenis partikel atau kerapatan jenis zarah (KJZ) tanah adalah nisbah antara bobot kering partikel padat tanah terhadap volumenya. Volume ini tidak termasuk ruang pori yang terdapat diantara partikelnya. Bobot jenis partikel dinyatakan dalam gram tiap sentimeter kubik. Bobot jenis partikel merupakan fungsi dari perbandingan antara komponen bahan mineral dan bahan organik. Bobot jenis partikel tanah mineral umumnya berkisar antara 2.60 sampai 2.70g/cm3, sedangkan bobot jenis partikel bahan organik umumnya berkisar antara 1.30 - 1.50g/cm3 (Puja 2008).

Porositas atau ruang pori tanah didefinisikan sebagai persentase volume tanah yang ditempati oleh air dan udara. Menurut ukurannya, ruang pori total tanah dikelompokkan ke dalam ruang pori kapiler dan ruang pori non kapiler. Ruang pori kapiler dapat menghambat pergerakan air menjadi pergerakan kapiler. Ruang pori non kapiler dapat memberi kesempatan pergerakan udara dan perkolasi secara cepat sehingga sering disebut pori drainase. Nilai bobot isi dan ruang pori total tanah beragam. Hal ini tergantung pada keadaan struktur tanah, khususnya dalam hal pemadatan tanah. Perubahan penggunaan lahan dapat menyebabkan pemadatan tanah yang mempengaruhi bobot isi dan ruang pori total (Puja 2008).

Agregat dan Bahan Organik Tanah

(17)

5 Gumpalan-gumpalan kecil ini mempunyai bentuk, ukuran, dan kemantapan (ketahanan) yang berbeda-beda. Struktur tanah meliputi bentuk dan susunan agregat, ukuran agregat, dan kemantapan agregat (Haridjadja 1980).

Struktur tanah, selain dipengaruhi oleh agregat tanah juga dipengaruhi oleh bahan organik. Menurut Ruijter dan Agus (2004), ada dua macam bahan organik tanah, yaitu bahan organik yang sudah melapuk dan bersatu dengan tanah, dan bahan organik yang masih kelihatan wujud aslinya. Bahan organik ini disebut sebagai seresah atau sisa tanaman. Tinggi rendahnya bahan organik tanah dapat ditandai dari warna tanah. Tanah yang tinggi kandungan bahan organiknya biasanya berwarna hitam. Tanah ini relatif lebih subur dibandingkan tanah yang berwarna pucat. Bahan organik sisa tanaman yang mudah dilihat adalah sisa daun, ranting, akar, kayu, buah, dan biji. Semakin banyak sisa tanaman di atas permukaan tanah maka tanah semakin terlindung dari terpaan air hujan dan semakin kecil erosinya. Bahan organik sisa tanaman juga merangsang pertumbuhan hewan dan tumbuhan kecil di dalam tanah sehingga dapat meningkatkan aktivitas proses penguraian zat hara tanah.

Infiltrasi Tanah

Infiltrasi (Rukka 2011) adalah peristiwa masuknya air ke dalam tanah melalui permukaan tanah secara vertikal. Laju infiltrasi adalah banyaknya air per satuan waktu yang masuk melalui permukaan tanah. Laju infiltrasi berkurang dengan lamanya waktu hujan berlangsung. Infiltrasi menyediakan air untuk perkolasi. Infiltrasi merupakan salah satu proses yang berkaitan dengan distribusi air hujan yang jatuh ke permukaan bumi. Air hujan yang meresap ke dalam tanah mengakibatkan kadar air tanah meningkat hingga mencapai kapasitas lapang. Pada kondisi kapasitas lapang, air yang masuk menjadi perkolasi. Air ini mengisi daerah yang lebih rendah energi potensialnya. Hal ini mendorong terjadinya aliran antara (interflow) dan aliran bawah permukaan lainnya (base flow). Air yang berada pada lapisan tanah jenuh dapat pula bergerak ke segala arah. Air bergerak dengan dengan gaya kapiler atau dengan bantuan penyerapan oleh tanaman melalui tudung akar.

(18)

6

Permeabilitas Tanah

Permeabilitas (Wiriawan et al. 2006) didefinisikan sebagai sifat bahan berpori yang memungkinkan aliran rembesan dari cairan. Cairan ini berupa air atau minyak yang mengalir lewat rongga pori. Permeabilitas tanah digambarkan sebagai sifat tanah yang mengalirkan air melalui rongga pori tanah. Penetapan permeabilitas tanah dilakukan untuk mengukur/menentukan kemampuan tanah dilewati air melalui pori-porinya.

Hillel (1980) mengatakan bahwa permeabilitas dipengaruhi oleh tekstur, struktur, porositas total, dan distribusi ukuran pori. Pori-pori agregat yang cukup besar akan meningkatkan hantaran hidrolik. Hantaran Hidrolik meningkat bila agregasi butir tanah menjadi remah, adanya saluran bekas lubang akar yang terdekomposisi, adanya bahan organik, dan porositas tanah yang tinggi.

METODE

Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di areal perkebunan teh PT Sumber Sari Bumi Pakuan (SSBP), Desa Tugu Utara, Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bogor dan Laboratorium Konservasi Tanah dan Air, Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Penelitian dilaksanakan mulai bulan Maret 2014 hingga Agustus 2014. Lokasi penelitian berdasarkan interpretasi citra Quickbird tahun 2010 dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Peta tutupan lahan lokasi penelitian hasil interpretasi citra Quickbird 2010

(19)

7 ±5-10%, dan solum tanah yang relatif sama yaitu ±50 cm. Secara geografis, koordinat lokasi penelitian disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1. Koordinat geografis lokasi penelitian di Desa Tugu Utara, Cisarua, Bogor Lokasi Titik Koordinat Ketinggian Keterangan Horison

Hutan 06°41’22,49” LS

106°59’53,39” BT 1471 mdpl

Hutan primer, hutan lindung Telaga Warna

O,A,B,BC

Tegalan 06°41’20,89” LS

106°59’35,69” BT 1458 mdpl

Kacang tanah, kubis dan singkong

A,AB,B,BC

Kebun Teh 06°41’23,53” LS

106°59’51,28” BT 1467 mdpl

Perkebunan Teh

PT. SSBP A,B,BC

Pemukiman 06°41’21,45” LS

106°59’34,48” BT 1450 mdpl Desa Tugu Utara A,AB,B,BC Menurut Yuwana (1986), tanah yang terbentuk dari bahan induk yang sama dan berkembang pada kondisi yang sama akan mempunyai sifat-sifat yang berbeda, jika memiliki vegetasi penutup atau penggunaan lahan yang berbeda. Penggunaan lahan hutan terdapat vegetasi seperti semak belukar, pohon pisang, beringin dan pohon berkayu hutan alami. Tanaman yang terdapat pada lahan tegalan ialah kacang tanah, kubis dan singkong. Kebun teh dan pemukiman berada di kawasan PT. SSBP di Desa Tugu Utara, Cisarua, Bogor. Kondisi lingkungan secara visual lokasi penelitian disajikan pada Gambar 2.

(20)

8

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah contoh tanah utuh dan tanah terganggu, aquades, air AC, HCl, Ferroin 0.025 M, Natrium Pirophosphat, H2O2, FeSO4, K2Cr2O7 1 N, H2SO4 dan citra quickbird 2010

Alat–alat yang digunakan ialah double ring infiltrometer, permeameter, piknometer, GPS, ring sampler, Pressure Plate Apparatus, Pressure Membrane Apparatus, satu set ayakan agregat kering, satu set ayakan agregat basah, stopwatch, penggaris, alat-alat pengambilan sampel, oven 105°C, gelas ukur, gelas piala, kompor, pengaduk, kalkulator, Arc view GIS 3.2 dan seperangkat komputer.

Metode Penelitian

Pemilihan Lokasi dan Pengukuran Lapang

Pemilihan lokasi penelitian dimulai dengan interpretasi citra Quickbird tahun 2010 menggunakan Arcview GIS 3.2. Citra didigitasi menggunakan metode interpretasi manual berdasarkan penggunaan lahan yang berbeda. Hasil digitasi berbentuk polygon, line maupun point diberi keterangan sesuai nama penggunaan lahan yang didigitasi. Penentuan lokasi pengambilan sampel didasarkan pada tanah, lereng dan solum yang sama pada penggunaan lahan yang berbeda di daerah tersebut.

Penelitian lapang dilakukan di empat lokasi yang memiliki jenis penggunaan lahan yang berbeda, yaitu pemukiman, tegalan, kebun teh, dan hutan. Parameter yang diamati langsung di lapang ialah infiltrasi dan permeabilitas tanah. Pada setiap penggunaan lahan ditetapkan dua petak pengamatan sebagai ulangan dengan luas masing-masing sekitar 25 m2 yang dipilih secara acak dengan jarak sekitar 5-7 m.

Pengukuran laju infiltrasi dan permeabilitas tanah dilakukan pada setiap petak sehingga setiap penggunaan lahan dilakukan pengukuran sebanyak 2 kali. Jumlah pengukuran infiltrasi dan permeabilitas sebanyak 8 kali. Alat yang digunakan untuk mengukur laju infiltrasi ialah double ring infiltrometer. Pengukuran permeabilitas tanah dilakukan pada kedalaman 20-40 cm dengan membuat lubang hingga kedalaman ±40 cm, kemudian dilakukan pengamatan penurunan muka air dalam tabung permeameter yang dimasukkan ke dalam lubang tersebut. Penurunan diamati hingga laju penurunan relatif konstan. Alat yang digunakan untuk mengukur permeabilitas tanah ialah permeameter.

Pengambilan Contoh Tanah dan Analisis Tanah di Laboratorium

(21)

9 Pengambilan contoh tanah terganggu dilakukan secara komposit pada satu petak disetiap penggunaan lahan dengan kedalaman 0-20 cm dan 20-40 cm. Contoh tanah terganggu dan agregat utuh selanjutnya dianalisis di laboratorium untuk menentukan kemantapan agregat, bobot jenis partikel (BJP), kadar bahan organik (BO) dan tekstur. Tabel 2 menunjukkan parameter dan metode analisis yang digunakan pada penelitian ini.

Tabel 2. Parameter sifat fisika tanah dan metode analisis yang digunakan dalam penelitian

No Parameter Metode Analisis

1 Infiltrasi tanah Double ring infiltrometer

2 Permeabilitas tanah Shallow well pump-in

3 Bobot isi Gravimetri

4 Bahan organik Walkley and black

5 Tekstur tanah Metode Pipet

6 Bobot jenis partikel Piknometer

7 Kemampuan memegang air pada

tegangan/tekanan 10 cm, 100 cm, 1/3 atm dan 15 atm

Pressure Plate Aparatus, Membran Plate Aparatus

8 Kemantapan agregat tanah Pengayakan Basah dan

Kering Analisis Data

Data hasil pengamatan lapang dan laboratorium diolah dengan menggunakan Microsoft Ofice Excel 2007 dan selanjutnya hasil data tersebut dianalisis sidik ragam {Analysis of Varian (Anova)} serta uji lanjut menggunakan uji Duncan. Analisis of Varian digunakan untuk melihat pengaruh konversi lahan hutan terhadap sifat fisika tanah, sehingga dapat diketahui penggunaan lahan yang paling nyata merubah sifat-sifat fisika tanahnya. Hubungan antara penggunaan lahan dan sifat fisika tanah dievaluasi menggunakan tingkat keragaman (sangat nyata, nyata dan tidak nyata). Uji Duncan digunakan untuk melihat nilai respon sifat fisika tanah yang memiliki perbedaan nyata pada taraf 5% (α = 0,05). Software yang digunakan dalam analisis ini adalah SPSS16.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Tekstur dan Bahan Organik Tanah

(22)

10

16-25%. Tanah di lahan tegalan dan kebun teh pada kedalaman 0-20 cm memiliki kelas tekstur yang sama, yakni lom berklei. Tanah di lahan tegalan pada kedalaman 20-40 cm memiliki tekstur lom klei berdebu dengan kandungan debu 54% dan tanah di lahan kebun teh memiliki tekstur lom berdebu dengan kandungan debu 56%. Kandungan klei tertinggi terdapat pada tanah di penggunaan lahan pemukiman. Tanah di lahan pemukiman pada kedalaman 0-20 cm memiliki tekstur klei dan pada kedalaman 20-40 cm memiliki tekstur lom berklei.

Tabel 3. Tekstur tanah dan kadar bahan organik tanah pada berbagai penggunaan lahan di Desa Tugu Utara, Cisarua, Bogor, pada bulan Mei 2014

Penggunaan Lahan

Kedalaman (cm)

Pasir Debu Klei BO

(%) Tekstur

...(%)...

Hutan 0-20 37,98 45,75 16,27 9,01d Lom

20-40 13,51 60,74 25,74 8,44c Lom berdebu Tegalan 0-20 36,71 31,08 32,22 6,45b Lom berklei

20-40 17,32 54,91 27,77 7,63c Lom klei berdebu Kebun Teh 0-20 20,99 44,87 34,14 7,96c Lom berklei

20-40 17,54 56,49 25,97 4,49b Lom berdebu Pemukiman 0-20 26,89 23,52 49,60 4,73a Klei

20-40 24,43 41,50 34,08 1,72a Lom berklei

Keterangan : BO (Bahan Organik), Nilai dengan huruf yang berbeda ke arah kolom menunjukkan berbeda nyata, sebaliknya huruf yang sama ke arah kolom menunjukkan tidak berbeda nyata menurut uji duncan pada taraf 5%.

(23)

11 Kandungan bahan organik tanah di lahan hutan lebih tinggi dibandingkan tanah di penggunaan lahan lainnya, yaitu 9% pada kedalaman 0-20 cm dan 8% pada kedalaman 20-40 cm. Kandungan bahan organik tanah di lahan hutan dan kebun teh pada lapisan atas lebih tinggi daripada lapisan bawahnya. Hal ini disebabkan oleh adanya penambahan bahan organik seperti serasah hutan dan pemangkasan tanaman teh di bagian permukaan tanah. Penambahan sisa tanaman menyebabkan kadar bahan organik lebih tinggi pada lapisan tanah atas. Menurut Arsyad (2010), serasah dari bagian batang, ranting, dan daun tanaman yang jatuh berperan dalam meningkatkan kandungan bahan organik tanah. Bahan organik tanah di tegalan lebih tinggi pada kedalaman 20-40 cm dibandingkan bagian atasnya. Hal ini diduga akibat adanya tindakan pengolahan tanah sehingga topsoil di lahan tegalan sudah tercampur dengan bagian bawahnya (Tabel 3). Tanah di lahan pemukiman memiliki kandungan bahan organik yang rendah, yaitu 1-4%. Hal ini diakibatkan oleh kurangnya tanaman penutup tanah di lahan pemukiman. Selain itu, tidak adanya penambahan bahan organik secara intensif pada tanah di lahan pemukiman. Bahan organik pada lahan pemukiman hanya berasal dari kotoran hewan peliharaan.

Berdasarkan hasil uji lanjut menunjukkan bahwa bahan organik tanah di lahan hutan pada kedalaman 0-20 cm berbeda nyata dengan penggunaan lahan lainnya. Pada kedalaman 20-40 cm, bahan organik tanah di lahan hutan dan tegalan tidak berbeda nyata, namun kedua penggunaan lahan tersebut berbeda nyata dengan bahan organik tanah di lahan kebun teh dan pemukiman.

Bobot isi, Bobot Jenis Partikel, Ruang Pori Total, dan Indeks Stabilitas Agregat

Hasil analisis laboratorium terhadap bobot isi dan ruang pori total tanah disajikan pada Tabel 4. Tanah pada semua penggunaan lahan memiliki nilai bobot isi yang bernilai <0,9 g/cm3. Bobot isi tanah di lahan hutan lebih rendah dibandingkan dengan tanah di lahan tegalan, kebun teh, dan pemukiman. Rendahnya bobot isi tanah di lahan hutan dipengaruhi oleh bahan organik dan agregat tanah. Menurut Baskoro dan Tarigan (2007), tanah yang berbahan organik tinggi cenderung mempunyai agregat yang baik dan stabil. Tanah yang memiliki agregat yang baik dan berbahan organik tinggi akan memiliki bobot isi yang rendah karena tanah lebih sarang (porous).

Tanah di lahan tegalan mengalami kerusakan agregat. Bobot isi tanah di lahan tegalan lebih rendah dibandingkan di lahan kebun teh dan pemukiman, karena tanah di lahan kebun teh dan pemukiman sering diinjak-injak akibat aktivitas manusia. Rendahnya bobot isi tanah juga diakibatkan oleh adanya penambahan bahan organik dan akar serabut tanaman pada tegalan. Berdasarkan hasil analisis, tanah di lahan tegalan memiliki bahan organik sebesar 6-7%. Menurut Parapasan et al. (1995), pada lahan yang diolah berlebihan menyebabkan pelapukan bahan organik berjalan cepat sehingga menurunkan kandungan bahan organik tanah. Oleh karena itu bobot isi tanah lebih tinggi jika dibandingkan dengan bobot isi tanah di lahan hutan.

(24)

12

dalam pemeliharaan dan pemanenan tanaman teh yang intensif menyebabkan pemadatan tanah (soil compaction). Tanah pada lapisan atas lahan kebun teh memiliki bahan organik yang tinggi dibandingkan dengan lapisan bawahnya. Hal ini merupakan dampak dari adanya sisa tanaman teh, sehingga bobot isi tanah di lahan kebun teh lebih rendah dibandingkan dengan tanah di lahan pemukiman, walaupun masih lebih tinggi daripada tanah di lahan hutan dan tegalan. Tanah di lahan pemukiman memiliki kadar bahan organik yang rendah. Selain itu, kerusakan agregat tanah akibat intensitas aktivitas manusia menyebabkan pemadatan tanah yang menyebabkan bobot isi menjadi lebih tinggi dibandingkan dengan penggunaan lahan lainnya. Bobot isi tanah dipengaruhi oleh bahan organik, agregat tanah, bobot jenis partikel, tekstur tanah, struktur tanah dan pori-pori tanah.

Hasil uji lanjut menunjukkan bahwa bobot isi tanah di lahan hutan tidak berbeda nyata dengan bobot isi di lahan tegalan. Namun, berbeda nyata dengan tanah di lahan kebun teh dan pemukiman, baik pada kedalaman 0-20 cm maupun pada kedalaman 20-40 cm. Bobot isi tanah pada kedalaman 0-20 cm di lahan kebun teh berbeda nyata dengan tanah di lahan pemukiman, akan tetapi tidak berbeda nyata pada kedalaman 20-40 cm.

Tabel 4. Nilai bobot isi, bobot jenis partikel, ruang pori total, dan stabilitas agregat tanah di Desa Tugu Utara, Cisarua, Bogor, pada bulan Mei 2014. Stabilitas Agregat), Nilai dengan huruf yang berbeda ke arah kolom menunjukkan berbeda nyata, sebaliknya huruf yang sama ke arah kolom menunjukkan tidak berbeda nyata menurut uji duncan pada taraf 5%.

(25)

13 partikel tanah mineral umumnya berkisar antara 2,60-2,70 g/cm3. Bobot jenis partikel tanah disemua penggunaan lahan lebih rendah pada lapisan atas dibandingkan lapisan bawahnya. Hal ini diakibatkan karena bahan organik yang lebih tinggi di bagian permukaan tanah.

Hasil uji lanjut menunjukkan bahwa bobot jenis partikel tanah di lahan hutan pada kedalaman 0-20 cm tidak berbeda nyata dengan tanah di lahan kebun teh, tetapi berbeda nyata dengan tanah di lahan tegalan dan pemukiman. Disamping itu bobot jenis partikel tanah di lahan tegalan berbeda nyata dengan tanah di lahan pemukiman. Pada kedalaman 20-40 cm, bobot jenis partikel tanah di lahan hutan berbeda nyata dengan penggunaan lahan lainnya. Bobot jenis partikel tanah di lahan tegalan dan kebun teh tidak berbeda nyata, namun bobot jenis partikel kedua penggunaan lahan tersebut berbeda nyata dengan tanah di lahan pemukiman.

Kemantapan agregat merupakan sifat fisik tanah yang memanifestasikan ketahanan agregat tanah terhadap pengaruh disintegrasi oleh air dan manipulasi mekanik (Baver et al. 1972). Semakin besar agregat tanah maka semakin lemah agregat tanah tersebut (Soepardi 1983). Kemantapan agregat biasanya diukur dengan besarnya indeks stabilitas agregat. Indeks stabilitas agregat (ISA) diperoleh dengan mengukur selisih bobot diameter rataan antara pengayakan kering dan pengayakan basah (Baskoro dan Manurung 2005). Tanah pada semua penggunaan lahan memiliki stabilitas agregat sangat stabil. Nilai ISA tertinggi pada tanah di lahan hutan, yaitu sebesar 2996. Nilai ISA terendah pada tanah di lahan tegalan, yaitu 749. Secara umum, nilai ISA tanah pada semua penggunaan lahan berada pada kelas sangat stabil sekali. Berdasarkan hasil penelitian Baskoro dan Manurung (2005), berapapun nilai indeks stabilitas yang diperoleh, untuk tanah yang sama, kelas stabilitas agregat yang diperoleh seharusnya sama. Pada dasarnya, tanah pada semua penggunaan lahan adalah sama, yaitu Inceptisol, sehingga kelas stabilitas agregat yang diperoleh pun sama. Nilai indeks stabilitas agregat tanah pada kedalaman 0-20 cm di lahan hutan tidak berbeda nyata dengan penggunaan lahan lainnya. Namun, pada kedalaman 20-40 cm di tanah hutan dan pemukiman berbeda nyata dengan tanah di lahan tegalan dan kebun teh.

(26)

14

namun berbeda nyata dengan tanah di lahan kebun teh. Hal ini dikarenakan nilai RPT yang lebih rendah pada tanah tersebut.

Tanah di lahan hutan memiliki ruang pori sebesar 66-67%. Ruang pori tanah di lahan hutan lebih tinggi dibandingkan dengan tanah di lahan pemukiman dan kebun teh. Hal ini disebabkan oleh bobot isi yang rendah di lahan hutan sehingga memiliki ruang pori total yang tinggi. Selain itu, hutan memiliki vegetasi yang rapat sehingga akan menghasilkan bahan organik tanah yang banyak. Bahan organik yang tinggi pada tanah hutan dapat memicu peningkatan populasi dan aktivitas organisme. Peningkatan aktivitas organisme tersebut akan menyebabkan terjadinya proses agregasi tanah sehingga keadaan tanah menjadi lebih remah dan sarang. Pada tanah di lahan tegalan, kebun teh dan pemukiman terjadi aktivitas manusia, yaitu pengolahan tanah dan pemadatan tanah. Pengolahan tanah yang terjadi pada tegalan mengakibatkan ruang pori total lebih tinggi dibandingkan dengan tanah di penggunaan lahan lainnya, yaitu sebesar 70-72%. Tanah di lahan pemukiman dan kebun teh memiliki ruang pori total yang sama pada kedalaman 0-20 cm, yaitu 66%. Tingginya bobot isi tanah mempengaruhi ruang pori total pada kedua lahan tersebut. Aktivitas manusia yang sangat intensif menyebabkan ruang pori tanah di lahan pemukiman, yaitu 66% lebih tinggi dibandingkan di lahan kebun teh 20-40 cm, yaitu 59%.

Analisis statistik pengaruh perubahan penggunaan lahan hutan menjadi penggunaan lahan tegalan, kebun teh dan pemukiman terhadap sifat fisika tanah disajikan pada Tabel 5. Perubahan jenis penggunaan lahan sangat berpengaruh terhadap bobot isi, ruang pori total, bobot jenis partikel dan bahan organik tanah, akan tetapi tidak berpengaruh terhadap indeks stabilitas agregat tanah. Hal ini dikarenakan pada semua penggunaan lahan memiliki kelas ISA yang sama yaitu, sangat stabil sekali.

Tabel 5. Pengaruh perubahan penggunaan lahan hutan menjadi penggunaan lahan tegalan, kebun teh, dan pemukiman terhadap sifat fisika tanah

Sifat Fisika Pvalue Hubungan

Kemantapan agregat 0,089 Tidak nyata

Bobot isi 0,000 Sangat nyata

Ruang pori total 0,005 Sangat nyata

Bobot jenis partikel 0,000 Sangat nyata

Bahan organik 0,002 Sangat nyata

Keterangan: α< 0.01 = sangat nyata, α < 0.05 = nyata, α > 0.05 = tidak nyata, Hubungan = hubungan penggunaan lahan terhadap sifat fisika tanah

Kurva pF dan Distribusi Ukuran Pori

(27)

15 (1991), tanah dengan tekstur klei memiliki permukaan spesifik yang luas dan juga bermuatan listrik. Muatan listrik memberikan sifat dapat mengikat air pada klei pada permukaannya. Hal ini yang menyebabkan kadar air pada lahan pemukiman lebih tinggi dibandingkan dengan lahan hutan.

Kadar air tanah di lahan tegalan pada kedalaman 0-20 cm sangat rendah, yaitu sebesar 50,72% (pF 1); 39,13% (pF 2); 34,18% (pF 2,54); 27,60% (pF 4,2). Tanah di lahan tegalan pada kedalaman 0-20 cm memiliki kadar pasir yang tinggi, yaitu 36,71% menyebabkan air tidak dapat tertahan. Tanah di lahan tegalan pada kedalaman 20-40 cm memiliki kadar debu yang tinggi, yaitu 54,91%. Hal ini terlihat pada kadar air pF 2; 2,54; dan 4,2 di lahan tegalan lebih tinggi pada kedalaman 20-40 cm daripada kedalaman 0-20 cm. Kadar air tanah di lahan kebun teh pada kedalaman 0-20 cm, yaitu 59,30% (pF 1); 55,67% (pF 2); 42,95% (pF 2,54); dan 32,31 (pF 4,2). Tanah di lahan kebun teh memiliki kadar klei yang cukup tinggi sehingga nilai kadar air pada tanah ini tidak terlalu rendah.

Kadar air kapasitas lapang (KAKL) merupakan persentase air yang dapat ditahan oleh tanah setelah air bebas atau air gravitasi habis mengalir kebawah. KAKL dapat disebut juga kemampuan air untuk tetap tinggal didalam tanah selama 2-3 hari setelah dijenuhkan. Secara umum, KAKL tanah pada semua penggunaan lahan cenderung sama, yaitu berkisar antara 40-42%. Namun, KAKL tanah di lahan tegalan pada kedalaman 0-20 cm dan di lahan pemukiman pada kedalaman 0-20 cm bernilai lebih rendah dibandingkan dengan tanah di penggunaan lahan lainnya. Hal ini terjadi karena kadar bahan organik yang rendah pada tanah pemukiman. Pada tanah di lahan tegalan mengalami pengolahan tanah yang dapat menyebabkan pelapukan bahan organik berjalan cepat dan menurunkan kadarnya pada tanah. Menurut Rachman et al. (2013), kemampuan memegang air dalam keadaan kapasitas lapang sangat dikendalikan oleh kandungan bahan organik. Kadar air tanah Inceptisol pada pF 1, pF 2, pF 2,54, dan pF 4,2 disajikan dalam Tabel 6

Tabel 6. Kadar air tanah Inceptisol pada pF 1, pF 2, pF 2,54 dan pF 4,2 di Desa Tugu Utara, Cisarua, Bogor, pada bulan Mei 2014

Pengunaan lahan Kedalaman (cm)

Kadar Air Tanah (%v/v)

pF 1 pF 2 pF 2,54 pF 4,2

Hutan 0-20 50,60 42,11 41,62 32,36

20-40 56,13 47,35 44,26 32,05

Tegalan 0-20 50,72 39,13 34,18 27,60

20-40 50,02 47,05 42,50 30,94

Kebun Teh 0-20 59,30 55,67 42,95 31,68

20-40 54,51 47,83 40,50 32,31

Pemukiman 0-20 62,66 62,19 42,89 33,39

20-40 62,31 57,24 38,51 28,33

(28)

16

kandungan klei yang lebih tinggi serta pori-pori berukuran kecil (mikro) yang memiliki peranan lebih penting dibandingkan pengaruh agregasi tanah. Grafik kurva pF disajikan pada Gambar 3.

Gambar 3. Kurva pF (%v/v) pada kedalaman (a) 0-20 cm dan (b) 20-40 cm di berbagai penggunaan lahan di Desa Tugu Utara, Cisarua, Bogor, pada bulan Mei 2014

Pori drainase sangat cepat lebih banyak terdapat pada tanah di lahan tegalan daripada di lahan hutan. Adanya akar tanaman pada tanah di lahan tegalan membentuk pori-pori makro, selain itu pada kedalaman 20-40 cm di lahan tegalan memiliki bahan organik yang tinggi sehingga tanah bisa beragregasi lebih baik. Menurut Rachman et al. (2013), agregasi yang lebih baik akan menghasilkan pori-pori antar agregat yang sebagian merupakan pori-pori makro. Oleh karena itu tanah di lahan hutan memiliki pori drainase sangat cepat (PDSC) dan pori drainase cepat (PDC) yang tinggi. Hal ini dikarenakan tanah di lahan hutan masih memiliki agregasi yang baik dan juga banyaknya akar vegetasi yang membentuk pori-pori makro. Namun, PDSC dan PDC tanah hutan lebih rendah jika dibandingkan dengan tanah dilahan tegalan. Hal ini dikarenakan tanah di lahan tegalan mengalami pengolahan tanah berupa penggemburan dan pembalikan tanah.

Tanah di lahan pemukiman dan kebun teh mengalami pemadatan tanah (soil compaction) karena aktivitas manusia. Pemadatan tanah menyebabkan pori makro berkurang dan pori mikro bertambah sehingga pada lahan ini memiliki PDSC dan PDC yang rendah namun memiliki pori drainase lambat (PDL) yang tinggi.

Menurut Murtilaksono dan Wahjunie (2004), air tersedia adalah sejumlah air yang berada di pori tanah karena potensial matrik tanah setelah potensial gravitasi tidak bekerja lagi pada air dalam pori tanah. Air tanah tersedia masih dapat diserap oleh akar tanaman sehingga ruang pori tersebut biasa disebut sebagai ruang pori air tersedia (RPAT). Menurut Nurmilah (2014), pori air tersedia (antara pF 2,54 – pF 4,2) nyata berkorelasi positif dengan bahan organik dan ruang pori total. Tanah di lahan hutan memiliki pori air tersedia paling tinggi, yaitu 9,26-12,22%, dibandingkan dengan tanah di penggunaan lahan lainnya. Hal ini dikarenakan tanah di lahan hutan memiliki bahan organik yang lebih tinggi daripada tanah di penggunaan lahan lainnya. Selain bahan organik, struktur dan tekstur tanah di lahan hutan juga mempengaruhi pori air tersedia. Nilai pori drainase dan pori air tersedia disajikan pada Tabel 7.

(29)

17

Tabel 7. Nilai pori drainase sangat cepat, pori drainase cepat, pori drainase lambat dan pori air tersedia pada berbagai penggunaan lahan di Desa Tugu Utara, Cisarua, Bogor, pada bulan Mei 2014

Penggunaan Lahan

Kedalaman

(cm) PDSC PDC PDL PAT

Hutan 0-20 16,06 8,49 0,50 9,26

20-40 11,39 8,78 3,09 12,22

Tegalan 0-20 21,85 11,59 4,95 6,58

20-40 20,97 2,97 4,55 11,56 Kebun Teh 0-20 6,58 3,63 12,72 9,65

20-40 4,97 6,67 7,33 8,19

Pemukiman 0-20 4,24 2,09 19,30 9,50 20-40 3,95 5,07 18,72 10,19

Keterangan : PDSC (Pori drainase sangat cepat), PDC (Pori drainase cepat), PDL (Pori drainase lambat), PAT (Pori air tersedia).

Tanah di lahan pemukiman dan kebun teh mengalami pemadatan tanah, sehingga agregat tanah menjadi padat yang pada akhirnya PDSC dan PDC menurun sedangkan PDL meningkat.

Permeabilitas dan Infiltrasi

Permeabilitas diartikan sebagai kecepatan bergeraknya air pada profil tanah dalam keadaan jenuh air. Penetapan permeabilitas dilakukan untuk mengukur kemampuan tanah dalam meresapkan air melalui pori-porinya. Pengukuran permeabilitas dilakukan pada kedalaman 20-40 cm. Hasil pengukuran permeabilitas tanah pada kedalaman 20-40 cm diberbagai penggunaan lahan tertera pada Tabel 8.

Nilai permeabilitas tanah pada Tabel 8 menunjukkan bahwa penggunaan lahan hutan mempunyai nilai permeabilitas tertinggi, yakni 36,00 cm/jamdengan kategori sangat cepat. Tingginya nilai permeabilitas tanah hutan disebabkan oleh banyaknya kandungan bahan organik tanah pada kedalaman 20-40 cm (Tabel 3). Bahan organik tanah dapat meningkatkan aktivitas organisme tanah yang mampu meningkatkan pori-pori makro. Banyaknya pori makro pada tanah dapat menyebabkan tingginya permeabilitas tanah.

(30)

18

Tabel 8. Nilai permeabilitas dan laju infiltrasi tanah pada berbagai penggunaan lahan di desa Tugu Utara, Cisarua, Bogor, pada bulan Mei 2014

Penggunaan Tegalan 26,40 Sangat Cepat 32,40 Sangat Cepat

Kebun Teh 12,00 Cepat 26,40 Sangat Cepat

Pemukiman 3,60 Sedang 1,20 Sedang-lambat

*Uhland dan O'Neal (1951) dalam Sitorus et al. (1980); ** Kohnke (1968)

Tanah di lahan pemukiman memiliki nilai permeabilitas terendah, yaitu sebesar 3,60 cm/jam dengan kategori sedang. Permeabilitas tanah yang rendah pada kedalaman 20-40 cm di lahan pemukiman dipengaruhi oleh kadar bahan organik yang rendah (1,72%) (Tabel 3). Selain itu, PDSC dan PDC pada tanah di lahan pemukiman lebih rendah dibandingkan dengan tanah di penggunaan lahan hutan, tegalan, dan kebun teh. Sebaliknya, pada tanah di lahan pemukiman memiliki PDL yang lebih tinggi dibandingkan penggunaan lahan lainnya sehingga permeabilitas pada pemukiman menjadi lebih rendah. Rendahnya nilai permeabilitas tanah di lahan pemukiman dapat mengakibatkan tingginya aliran permukaan tanah. Oleh sebab itu perlu adanya pembuatan lubang resapan air di lahan pemukiman untuk mengurangi aliran permukaan dan erosi tanah. Permeabilitas tanah mempengaruhi infiltrasi tanah, semakin tinggi permeabilitas tanah maka infiltrasi akan semakin cepat.

Menurut Arsyad (2010) laju infiltrasi merupakan kemampuan tanah dalam meresapkan air melalui permukaan tanah per satuan waktu. Laju infiltrasi minimum biasanya dinyatakan dalam satuan cm/jam. Nilai laju infiltrasi minimum tanah di penggunaan lahan hutan, tegalan, kebun teh, dan pemukiman berturut-turut sebesar 48,00; 32,40; 26,40; dan 1,20 cm/jam (Tabel 8). Kelas laju infiltrasi yaitu sangat cepat untuk lahan hutan, tegalan, dan kebun teh sedangkan pemukiman termasuk kelas infiltrasi sedang-lambat.

(31)

19 infiltrasi termasuk kelas sangat cepat karena adanya bahan organik dari sisa pemangkasan teh yang dapat memperbaiki agregat tanah. Disamping itu, aktivitas manusia di lahan kebun teh tidak terlalu intensif seperti yang terjadi pada tanah di lahan pemukiman.

Menurut Putra et al. (2013), laju infiltrasi minimum pada suatu lokasi bergantung pada faktor tekstur, bahan organik, bobot isi, bobot jenis partikel, ruang pori, dan permeabilitas tanah. Faktor-faktor tersebut menyebabkan laju infiltrasi minimum pada suatu lokasi berbeda dengan lokasi yang lain. Berdasarkan pori drainase tanah (PDSC dan PDC) pada kedalaman 0-20 cm di lahan hutan dan tegalan lebih tinggi dibandingkan dengan kebun teh dan pemukiman (Tabel 7). Tanah di lahan pemukiman memiliki laju infiltrasi minimum paling rendah. Hal ini dikarenakan tanah pada lahan ini memiliki PDSC dan PDC yang rendah. Laju infiltrasi tanah pada berbagai penggunaan lahan yang menggunakan metode Horton disajikan pada Gambar 4.

Gambar 4. Laju infiltrasi minimum menggunakan metode Horton pada penggunaan lahan (a) hutan, (b) tegalan, (c) kebun teh dan (d)

pemukiman di Desa Tugu Utara, Cisarua, Bogor, pada Bulan Mei 2014 Gambar 4 menjelaskan bahwa waktu untuk mencapai laju infiltrasi minimum pada tanah hutan lebih lama dibandingkan tanah di lahan tegalan, kebun teh, dan pemukiman. Pada tanah di lahan hutan memiliki porositas yang tinggi yaitu, 67-68% dengan PDSC dan PDC yang tinggi pula sehingga menyebabkan waktu pencapaian laju infiltrasi minimum menjadi lebih lama. Berbeda halnya dengan hutan, tegalan memiliki PDSC dan PDC yang lebih tinggi daripada tanah hutan. Namun, tanah di lahan tegalan memiliki waktu pencapaian laju infiltrasi minimum yang lebih cepat dibandingkan tanah hutan. Hal ini disebabkan lahan tegalan mengalami pengolahan tanah yang intensif sehingga menyebabkan tanah cepat jenuh dan memadat yang dapat menghambat pergerakan air. Pengolahan

(32)

20

tanah dapat menyebabkan agregat tanah hancur. Partikel tanah yang hancur tersebut dapat menyumbat pori tanah sehingga waktu pencapaian laju infiltrasi minimum pada tanah tegalan akan lebih cepat. Menurut Wibowo (2014), pada awal waktu pengukuran laju infiltrasi lebih ditentukan oleh pori drainase, sedangkan ketika mendekati konstan, laju infiltrasi lebih dipengaruhi oleh pori yang berukuran lebih kecil. Waktu pencapaian laju infiltrasi minimum pada tanah di lahan kebun teh dan pemukiman lebih cepat dibandingkan dengan tanah di lahan hutan dan tegalan. Pada tanah di lahan kebun teh dan pemukiman memiliki PDL yang tinggi. Selain itu pada tanah di kedua lahan tersebut memiliki jumlah pori makro dan kontinuitas pori lebih rendah sehingga waktu untuk mencapai laju infiltrasi minimum lebih cepat.

Menurut Kusumawardani (2011), faktor utama yang menyebabkan rendahnya laju infiltrasi tanah di lahan pemukiman adalah adanya pemadatan tanah. Aktivitas lalu lalang manusia menyebabkan tanah pemukiman menjadi padat. Pemadatan tanah menyebabkan bobot isi menjadi tinggi dan pori makro pada tanah menjadi rendah. Tanah pada kedalaman 0-20 cm di lahan kebun teh bertekstur lom berklei dengan kadar klei sebesar 34,14% dan pada kedalaman 20-40 cm bertekstur lom berdebu dengan kadar klei 25,97%. Tanah pada kedalaman 0-20 cm di lahan pemukiman bertekstur klei dengan kadar klei yang cukup tinggi yaitu 49,60% dan pada kedalaman 20-40 cm bertekstur lom berklei dengan kadar klei 34,08%. Tanah bertekstur halus memiliki luas permukaan yang lebih besar dibandingkan dengan tanah bertekstur kasar. Tanah yang memiliki luas permukaan yang besar memiliki pori mikro tinggi dan mengakibatkan infiltrasi menjadi rendah.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan Lazuardi et al. (2014), tanah dengan tekstur lom memiliki laju infiltrasi yang lebih besar daripada infiltrasi pada jenis tanah lom klei berdebu dan lom berklei, karena tekstur tanah jenis lom lebih kasar dibanding dengan jenis tanah lom berklei dan lom klei berdebu, sehingga kemampuannya dalam meloloskan air semakin besar dan menyebabkan infiltrasi pada jenis tanah ini lebih besar. Kemampuan tanah dalam meresapkan air juga digambarkan oleh jenis vegetasi yang berada dipermukaan tanah. Fungsi vegetasi secara efektif dapat mempertahankan atau meningkatkan laju infiltrasi. Selain itu, vegetasi juga menunjukkan kemampuan dalam menahan air atau kapasitas retensi air (KRA) (Schwab et al. 1997).

(33)

21 Heterogenitas tanah adalah ketidakseragaman sifat tanah di suatu tempat baik pada luasan lahan yang kecil maupun besar. Perbedaan-perbedaan sifat fisik dan kimia tanah yang menyebabkan keragaman tanah misalnya tekstur, drainase, kelembaban, kepadatan tanah dan kadar unsur hara. Hal ini mengakibatkan nilai laju infiltrasi minimum dan permeabilitas setiap ulangan pengukuran di setiap penggunaan lahan memiliki perbedaan yang signifikan sehingga untuk mencapai hasil yang teliti diperlukan jumlah ulangan yang lebih banyak. Semakin banyak ulangan hasil percobaan akan semakin teliti. Usaha-usaha untuk mengatasi atau memperkecil heterogenitas tanah dapat dilakukan dengan cara menentukan lokasi percobaan yang tepat berdasarkan posisi letak lahan dari jalan dan saluran, mempertimbangkan riwayat penggunaan tanah, kemiringan tanah, pengacakan, menyesuaikan bentuk dan ukuran petak, dan memperbanyak jumlah ulangan (Suryono dan Suwandi 2003).

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

1. Perubahan penggunaan lahan hutan ke penggunaan lahan tegalan, kebun teh dan pemukiman berpengaruh nyata terhadap sifat fisika tanah.

2. Secara umum, sifat fisika tanah di lahan hutan berbeda nyata dengan di penggunaan lahan lainnya dan sifat fisik tanah di lahan kebun teh tidak berbeda nyata dengan di lahan pemukiman.

3. Parameter yang paling nyata berpengaruh terhadap sifat fisika tanah ialah bahan organik tanah.

4. Sifat fisika tanah di lahan hutan lebih baik dibandingkan dengan di tegalan, kebun teh, dan pemukiman. Bobot isi pada semua penggunaan lahan bernilai < 0,90 g/cm3. Bahan organik tertinggi (8,44-9,01%) terdapat pada lahan hutan. Tekstur pada semua penggunaan lahan didominasi lom, kecuali pemukiman memiliki kadar klei tertinggi. Nilai Indeks stabilitas agregat pada semua penggunaan lahan sangat stabil sekali.

5. Infiltrasi dan permeabilitas tanah di lahan hutan, tegalan dan kebun teh tergolong sangat cepat, namun di tanah pada lahan pemukiman tergolong lambat.

Saran

1. Pengukuran laju infiltrasi minimum di lapangan sebaiknya dilakukan selama 6 jam untuk memperoleh nilai laju infiltrasi yang benar-benar konstan.

2. Sampel ulangan pada pengukuran lapang sebaiknya lebih banyak untuk mendapatkan hasil yang lebih teliti.

3. Melakukan pembuatan lubang resapan biopori untuk mengurangi aliran permukaan pada penggunaan lahan pemukiman..

(34)

22

DAFTAR PUSTAKA

Abidin L. 2012. Permeabilitas Tanah Lahan Pertanian, Semak, dan Hutan Sekunder pada Tanah Latosol Dramaga [skripsi]. Bogor (ID). IPB.

Ardiyanto A. 2004. Analisis Kapasitas Infiltrasi dan Hantaran Hidrolik Berbagai Jenis Tanah dengan Vegetasi Penutup Teh dan Karet pada PTPN VIII Perkebunan Panglejar, Kabupaten Bandung [skripsi]. Bogor (ID). IPB. Arsyad S. 2010. Konservasi Tanah dan Air. Bogor (ID): IPB Pr.

Baskoro DPT, Tarigan SD. 2007. Soil moisture characteristics on several soil types. Jurnal Tanah dan Lingkungan. 9(2): 77-81.

Baskoro DPT, Manurung HD. 2005. Effect of measurement method and wet sieving time on index of soil aggregate stability. Jurnal Tanah dan Lingkungan 7(2): 54-57.

Baver LD, Walter HG, Wilfort RG. 1972. Soil Physics. Ed. ke-4. New York (USA): Wiley and Sons, Inc.

Dixon JB. 1991. Roles of Clays in Soils. Applied Clay Science (5): 489-503. Forest Watch Indonesia. 2012. Hilangnya Fungsi Kawasan Lindung di Puncak

Bogor. Bogor (ID) : Forest Watch Indonesia.

Hairiah K, Suprayogo D, Widianto, Berlian, Suhara E, Mardiastuning A, Prayogo C, Widodo RH, S Rahayu. 2004. Alih guna lahan hutan menjadi lahan agroforestri berbasis kopi: Ketebalan seresah, populasi cacing tanah dan makroporositas tanah. Agrivita 26 (1): 75-88.

Hardjowigeno S. 1995. Ilmu Tanah. Jakarta (ID). Akademika Pressindo.

Haridjaja O. 1980. Pengantar Fisika Tanah. Institut Pendidikan Latihan dan Penyuluhan Pertanian. Bogor (ID). IPB.

Hillel D. 1980. Soil and Water Physical Prinsiples and Process. London. Academic Pr New York.

[Jabarprov] Provinsi Jawa Barat. 2014. Hutan Jenis Hutan dan Manfaatnya. [Internet]. [diunduh 2014 Okt 22 ]. Bogor (ID). Tersedia pada : Kitamura T, Rustiadi E. 1990. Basic Trends in Land Use/Cover Changes in

Indonesia. Fakultas Pangan dan Pertanian Internasional. Tokyo (JPG). Universitas Tokyo.

Kohnke H. 1986. Soil Conservation. McGraw-Hill Book Company. Inc. New York.

Kusumawardani M. 2011. Karakteristik Infiltrasi Tanah pada Penggunaan Lahan Pertanian dan Pemukiman di Desa Sukaresmi, Kecamatan Megamendung, Kabupaten Bogor. [skripsi]. Bogor (ID). IPB.

Kwanchai A Q, Gomes A A. 1976. Statististical Prosedure for Agricultural Research With Emphasisonrice. The International Rice Research Institute. Los Banos. Laguna, Philippines.

Lazuardi W, Wicaksono AW, Utama FN. 2014. Penentuan Infiltrasi Tanah Menggunakan Model Green dan ampt dengan Bahasa Pemrograman Visual Basic. Bogor (ID). IPB.

(35)

23 Manuwoto. 1991. Dampak Perubahan Penggunaan Lahan. Lampung (ID). Surya

Pr.

Murtilaksono K, Wahyuni ED. 2004. Hubungan ketersediaan air tanah dan sifat-sifat dasar fisika tanah. Jurnal Tanah dan Lingkungan. 6(2): 46-50.

Nurmilah A. 2014. Analisis Kemampuan Tanah dalam Memegang Air pada Berbagai Penggunaan Lahan (Studi Kasus: Das Ciujung). [skripsi]. Bogor (ID). IPB.

Parapasan Y, Subiantoro, Utomo M. 1995. Pengaruh Sistem Olah Tanah terhadap Kekerasan dan Kerapatan Lindak Tanah pada Musim Tanam XVI. Lampung (ID).

Puja I. 2008. Penuntun Praktikum Fisika Tanah. Bali (ID). Universitas Udayana. Putra AE, Sumono, Ichwan N, Susanto E. 2013. Kajian Laju Infiltrasi Tanah pada

Berbagai Penggunaan Lahan di Desa Tongkoh Kecamatan Dolat Rayat Kabupaten Karo (Study Of Infiltration Soil Rate In Some Lands Using At Desa Tongkoh Kecamatan Dolat RayatKabupaten Karo). Medan (ID). Universitas Sumatera Utara.

Rachman LM, Wahjunie ED, Brata KR, Purwakusuma W, Murtilaksono K. 2013. Fisika Tanah Dasar. Bogor (ID): IPB Pr.

Resman SA, Syradz, Sunarminto BH. 2006. Kajian beberapa sifat kimia dan fisika Inceptisol pada toposekuen lereng selatan gunung merapi kabupaten Sleman. Jurnal Ilmu Tanah dan Lingkungan. 6 (2). 101-108.

Ruijter J, Agus F. 2004. Pengenalan Tanah. [Internet]. [diunduh 2014 Okt 07]. Tersediapada:http://www.worldagroforestry.org/sea/Publications/files/leafl et/LE0019-04.pdf.

Rukka RM. 2011. Buku Ajar Kewirausahaan. Lembaga Kajian dan Pengembangan Pendidikan. Makassar (ID). Universitas Hasanuddin.

Sapei A, Dhalhar MA, Nakamura T, Erizal. 1990. Study on Soil Strength of Several Wet Paddy and Upland Soils and Their Relation To the Agricultural Machinery Operation, Makalah pada The Third Joint Seminar JICA-IPB on Agricultural Engineering and Technology, 8-9 Oktober 1990. Bogor (ID). IPB.

Schwab GO, Fangmeir DD, Elliot WJ, Frevert RK. 1992. Soil ang Water Conservation Engineering. Four Edition, John Wiley & Sons. Inc, New York. Susanto RH dan Purnomo RH (penterjemah). 1997. Teknik Konservasi Tanah dan Air. Palembang (ID). Sriwijaya University.

Setyowati DL. 2007. Sifat Fisik Tanah dan Kemampuan Tanah dalam Meresapkan Air. Semarang (ID). UNNES.

Sitorus S, Brata KR, Haridjadja O. 1980. Penuntun Praktikum Fisika Tanah. Bogor (ID). IPB.

Soepardi G. 1983. Sifat dan Ciri Tanah. Bogor (ID): IPB Pr. Tim Penyusun Kamus PS. 2003. Kamus Pertanian. Jakarta (ID): Penebar Swadaya.

Sofyan M. 2011. Pengaruh Pengolahan Tanah Konservasi Terhadap Sifat Fisik dan Hidrologi Tanah (Studi Kasus di Desa Babakan, Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor, Jawa Barat) [skripsi]. Bogor (ID). IPB.

(36)

24

Susswein PM, Noordwijk VM, Verbist B. 2001. Forest Watershed Functions and Tropical Land Use Change Towards Integrated Natural Resource Management in Forest Margins of The Humid Tropics : Local Action and Global Concerns. International Centre for Research in Agroforestry. Bogor. 28 pp.

Utaya, S. 2008. Pengaruh Perubahan Penggunaan Lahan terhadap Sifat Biofisik Tanah dan Kapasitas Infiltrasi di Kota Malang. Jurusan geografi FMIPA. Malang (ID). Universitas Negeri Malang.

Wibowo, CA. 2014. Pengaruh Kelembaban Tanah terhadap Waktu Pencapaian Kapasitas Infiltrasi diBerbagai Penggunaan Lahan. [skripsi]. Bogor (ID). IPB

Widianto, Noveras H, Suprayogo D, Widodo RH, Purnomosidhi P, Van Noordwijk M. 2004. Konversi Hutan Menjadi Lahan Pertanian : Apakah fungsi hidrologis hutan dapat digantikan sistem kopi monokultur?. Agrivita. 26 (1): 47-52.

Wiriawan D, Setiawan, Sigit. 2006. Analisa Stabilitas Lereng Dan Penanganan Longsoran Studi Kasus Ruas Jalan Ketep Pass Km 26 + 900 ( Analysis Of Slope Stability And Landslide Handling Ketep Pass Road Case Study On The Km 26 + 900 ). [tesis]. Semarang (ID). UNDIP.

Yunianto J. 1991. Tanah dan Survey Tanah. Diktat Kursus Evaluasi Sumberdaya Lahan. Yogyakarta (ID). Universitas Gadjah Mada.

(37)

25 Lampiran 1. Laju infiltrasi pada berbagai penggunaan lahan di Desa Tugu Utara,

Cisarua, Bogor pada bulan Mei 2014

Penggunaan lahan Waktu (menit) Laju infiltrasi (cm jam

-1

(38)

26

Lampiran 2. Permeabilitas tanah pada berbagai penggunaan lahan di Desa Tugu Utara, Cisarua, Bogor pada bulan Mei 2014

Penggunaan lahan Waktu (menit) Permeabilitas (cm jam

-1

(39)

27 Lampiran 3. Hasil analisis ragam penggunaan lahan terhadap sifat fisika tanah

Inceptisol Cisarua, Bogor

Sidik Ragam

Jumlah

Kuadrat db

Kuadrat

tengah F Nilai P

BJP Antara Grup 1.210 3 .403 21.472 .000

Dalam Grup .225 12 .019

Total 1.436 15

BO Antara Grup 55.692 3 18.564 9.372 .002

Dalam Grup 23.770 12 1.981

Total 79.462 15

ISA Antara Grup 1144362.886 3 381454.295 2.753 .089

Dalam Grup 1662726.368 12 138560.531

Total 2807089.254 15

BI Antara Grup .090 3 .030 14.935 .000

Dalam Grup .024 12 .002

Total .115 15

RUANG PORI TOTAL

Antara Grup 137.154 3 45.718 7.429 .005

Dalam Grup 73.843 12 6.154

Total 210.997 15

Lampiran 4. Hasil analisis uji Duncan penggunaan lahan terhadap sifat fisika tanah pada kedalaman 0-20 cm

Bobot Jenis Partikel

PL N Subset for alpha = 0.05

1 2 3

1 2 2.0700

3 2 2.2050

2 2 2.5100

4 2 2.6800

Sig. .065 1.000 1.000

Bobot Isi

PL N

Subset for alpha = 0.05

1 2 3

1 2 .7050

2 2 .7300

3 2 .8300

4 2 .9000

(40)

28

Bahan Organik

PL N

Subset for alpha = 0.05

1 2 3 4

4 2 5.0300

2 2 6.2250

3 2 7.8000

1 2 9.2500

Sig. 1.000 1.000 1.000 1.000

Lampiran 5. Hasil analisis uji Duncan penggunaan lahan terhadap sifat fisika tanah pada kedalaman 20-40 cm

Indeks Stabilitas Agregat

PL N

Subset for alpha = 0.05

1

2 2 749.1900

4 2 1159.4300

3 2 1950.6200

1 2 2191.8350

Sig. .068

Ruang Pori Total

PL N Subset for alpha = 0.05

1 2

3 2 65.8750

4 2 66.0700

1 2 66.6650

2 2 72.5750

Sig. .723 1.000

Bobot Jenis Partikel

PL N

Subset for alpha =

0.05

1 2

1 2 2.1600

2 2 2.4650 2.4650

3 2 2.4950 2.4950

4 2 2.7800

Sig. .072 .084

Bobot isi

PL N

Subset for alpha = 0.05

1 2

1 2 .7000

2 2 .7100

3 2 .8950

4 2 .9050

(41)

29

Lampiran 6. Metode Analisis penetapan bobot isi, kadar air kurva pF, kemantapan agregat, bobot jenis partikel, bahan organik dan tekstur tanah

a. Penetapan bobot isi tanah

• Ambil contoh tanah utuh dilapang dengan ring sample.

• Hitung volume tabung

• Timbang contoh tanah dengan ring sample • Timbang ring sample kosong

• Tetapkan Kadar air tanah ( KA = BKU���−BKM x100 )

• Hitung bobot isi tanah ( BI = 100(BKU )/(100+KA )

������ ���� ℎ x100 ) b. Penetapan kadar air kurva pF

• Contoh tanah utuh untuk pF (1,2, dan 2,54) dan contoh tanah terganggu untuk pF 4,2

• Contoh tanah utuh di potong dengan hati-hati sehingga menunjukkan bidang belahan alami (pF 1, 2, 2,54) dan contoh tanah agregat diayak 2 mm (pF 4,2)

• Timbang tanah yang telah dipotong dan atur contoh tersebut pada plate berpori

Ruang Pori Total

PL N Subset for alpha = 0.05

1 2

3 2 59.4750

4 2 65.6700

1 2 67.5250

2 2 70.9850

Sig. 1.000 .077

Indeks Stabilitas Agregat

PL N Subset for alpha = 0.05

1 2

3 2 846.2700

2 2 899.9000

4 2 1.8006E3

1 2 1.8006E3

Sig. .822 1.000

Bahan Organik

PL N Subset for alpha = 0.05

1 2 3

4 2 2.3100

3 2 4.6500

2 2 8.0750

1 2 8.3550

(42)

30

• Jenuhi contoh tanah dengan air sampai berlebihan, biarkan selama 48 jam

• Contoh tanah yang telah jenuh dimasukkan ke dalam pressure plate apparatus dan diatur pada tekanan pF 1, 2, 2,54 dan 4,2. Tunggu hingga tetesan air dari mangkuk apparatus berhenti

• Timbang secara hati-hati contoh tanah yang terdapat pada plate, selanjutnya masukkan ke dalam oven 105oC

• Tetapkan kadar air tanah c. Penetapan indeks stabilitas agregat

 Pengayakan kering

• Contoh tanah agregat utuh dikering udarakan, taruh kira-kira 150 g tanah kering udara diatas ayakan 2,83 mm, 2 mm, 1 mm, dan 0,5 mm.

• Tumbuk tanah sampai semua tanah turun melalui ayakan 2,83

• Gerakan ayakan dengan tangan sebanyak 5 kali

• Timbang masing-masing fraksi agregat dan nyatakan dalam %

 Pengayakan basah

• Agregat tanah yang diperoleh dari pengayakan kering, ditimbang dan dimasukkan kedalam cawan nikel

• Teteskan air pada tanah dalam cawan nikel, tinggi ujung penetes bret 30 cm dari cawan

• Simpan dalam inkubator selama 1 malam

• Pindahkan tiap agregat tanah ke ayakan 2,83 mm, 2 mm, 1 mm, dan 0,5 mm

• Pasang susunan ayakan pada alat pengayakan basah, pengayakan dilakukan 5menit.

• Setelah selesai pengayakan, timbang tanah yang tersaring dan dikeringkan ke dalam oven 105oC

• Timbang dan hitung Indeks Stabilitas Agregat (Indeks Stabilitas = 1

Indeks Instabilitas x100). d. Penetapan bobot jenis partikel

• Tentukan kadar air tanah kering udara

• Timbang piknometer kosong

• Isikan 10 g tanah kering uadara, kemudian ditutup dan ditimbang

(43)

31

• Untuk mengusir udara yang terjerat didalam tanah, piknometer dididihkan perlahan-lahan beberapa menit, sesekali piknometer digoyang untuk menghilangkan buih

• Dinginkan labu dan timbang

• Keluarkan tanah dalam piknometer, lalu isi air aquadest yang telah didinginkan dan timbang

• Hitung bobot jenis partikelnya

• BJP = BKM

���−((��� �������+���� ℎ+���)(����� �����+���)x100 e. Penetapan bahan organik

• Timbang 0,5 g tanah kedalam tabung erlenmeyer

• Tambahkan 10 ml 10 ml K2Cr2O7 1 N, 20 ml H2SO4 dan

aquades

• Titrasi tanah dengan menggunakan FeSO4. Indikator yang

digunakan untuk analisis bahan organik ialah Feroin sebanyak 4-5 tetes

• Titrasi hingga contoh tanah berwarna merah anggur

• Perubahan warna mengindikasikan kadar bahan organik di dalam tanah

• Hitung kadar C-organik dan bahan Organik

• BO = ( c-org x 1,724) f. Penetapan tekstur tanah

• Timbang 10 g tanah, masukkan kedalam gelas piala

• Tambahkan 25 ml H2O2,HCL, dan natrium phirophospat

lalu kocok dengan hati-hati dan panaskan

• Panaskan mula-mula dengan api kecil, ditambahkan H2O2

sedikit demi sedikit sambil diaduk-aduk sampai semua bahan organiknya habis, yang ditandai dengan tidak terlihat adanya buih. Lakukan pemanasan hingga dispersi. Dinginkan selama satu malam

• Dinginkan dan saring melalui ayakan 50 µ untuk memisahkan fraksi pasir

• Aduk 13 kali tanah lalu pipet sebanyak 50 ml kedalam separuh tabung (merupakan fraksi debu dan liat), tuangkan ke cawan lalu oven

• Setelah 4 jam 10 menit (sesuai suhu air dan ruangan) pemipetan kedua sebanyak 20 ml pada kedalaman 6,25 cm dari permukaan tabung. Tuangkan ke cawan lalu oven (fraksi liat)

(44)

32

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di P.Berandan pada tanggal 07 Oktober 1992, anak kedua dari tiga bersaudara, dari keluarga Bapak Nata Rombun Ritonga dan Ibu Siti Intan. Penulis menjalani pendidikan dasar pada tahun 1998-2004 di SD Dharma Patra P.Berandan. Kemudian melanjutkan pendidikan menengah pertama pada tahun 2004-2007 di SMP Dharma Patra P.Berandan, dan pendidikan menengah atas pada tahun 2007-2010 di SMA Dharma Patra P.Berandan.

Gambar

Gambar 1. Peta tutupan lahan lokasi penelitian hasil interpretasi citra Quickbird
Tabel 1. Koordinat geografis lokasi penelitian di Desa Tugu Utara, Cisarua, Bogor
Tabel 2. Parameter sifat fisika tanah dan metode analisis yang digunakan dalam penelitian
Gambar 3. Kurva pF (%v/v) pada kedalaman (a) 0-20 cm dan (b) 20-40 cm di
+3

Referensi

Dokumen terkait

b. Apabila unit sosial dan wilayah masyarakat adatnya lintas unit pemerintahan kabupaten/kota, maka kebijakan daerah untuk penetapannya bisa melalui Surat Keputusan bersama

Pada sub iterasi kedua piksel bernilai 1 akan diperiksa dan jika memenuhi syarat penghapusan maka piksel diberi nilai 0 dan nilai UBAH ditambah satu kemudian setelah keluar dari

DONOPRASAJA 2769 - Dagang Pakaian

Hasil analisa nilai OR 24.571 dapat disimpulkan bahwa remaja yang pengetahuannya baik mempunyai peluang 24,571 kali berisiko dibandingkan dengan remaja yang pengetahuan

Penelitian ini bertujuan untuk mengkarakterisasi gejala penyakit daun, mengukur tingkat intensitas serangan, luas serangan, serta reaksi tanaman (resistensi) terhadap

Analisis menunjukkan beberapa strategi-strategi pemahaman telah digunakan dalam penyelesaian masalah matematik berperkataan iaitu strategi pemahaman dari segi umum

Penelitian ini hampir sama dengan penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Salmi pada tahun 2006 tentang pemeriksaan teh telur menghasilkan bahwa semua sampel

Dari penelusuran pustaka dan observasi lapangan, ternyata lampion telah menjadi produk industri yang cukup menjanjikan.Bentuk dan fungsi lampion sudah tidak terpaku pada