FLUKS CO
2DARI ANDOSOL PADA PENGGUNAAN LAHAN
KEBUN TEH DAN TANAH BERA DI DESA TUGU UTARA
KECAMATAN CISARUA KABUPATEN BOGOR
RETNO KARTIKAWATI
DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Fluks CO2 dari
Andosol pada Penggunaan Lahan Kebun Teh dan Tanah Bera di Desa Tugu Utara Kecamatan Cisarua Kabupaten Bogor adalah benar karya saya yang merupakan penelitian kerjasama dengan Jon Hendri, SP. (mahasiswa Pascasarjana IPB PS Agroteknologi Tanah, angkatan 2011, NIM A152110021) dimana saya ikut terlibat membantu dalam sebagian tahap penelitian tersebut dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.
Bogor, Februari 2014
Retno Kartikawati
ABSTRAK
RETNO KARTIKAWATI. Fluks CO2 dari Andosol pada Penggunaan Lahan
Kebun Teh dan Tanah Bera di Desa Tugu Utara Kecamatan Cisarua Kabupaten Bogor. Dibimbing oleh SUWARDI dan BASUKI SUMAWINATA.
Pemanasan global menjadi isu permasalahan lingkungan yang penting pada beberapa tahun terakhir. Pemanasan global diduga disebabkan oleh meningkatnya konsentrasi Gas Rumah Kaca (GRK) di atmosfer. Gas CO2 merupakan salah satu
GRK penting yang dihasilkan oleh aktivitas manusia seperti penggunaan bahan bakar fosil untuk kegiatan perindustrian, transportasi, dan rumah tangga. Seiring dengan perkembangan isu tersebut, pertanian dianggap sebagai salah satu sumber emisi GRK. Oleh karena itu, banyak dilakukan penelitian dan publikasi tentang emisi GRK khususnya CO2 dari lahan pertanian. Informasi mengenai fluks CO2
yang dihasilkan dari tanah gambut cukup banyak tetapi fluks CO2 dari tanah
mineral sangat terbatas sehingga, perlu dilakukan penelitian untuk mengukur fluks CO2 dari tanah mineral khususnya yang berbahan organik tinggi seperti pada
Andosol. Tujuan penelitian ini yaitu untuk mengukur dan membandingkan fluks CO2 dari Andosol pada penggunaan lahan kebun teh dan tanah bera, serta
membandingkan fluks CO2 yang dihasilkan tanah mineral dengan tanah gambut.
Metode yang digunakan untuk pengambilan contoh gas yaitu closed chamber method dan pengukuran konsentrasi CO2 menggunakan Infra Red Gas Analyzer
(IRGA). Hasil penelitian menunjukkan bahwa fluks CO2 pada kedua penggunaan
lahan tanah Andosol berada pada kisaran 1.00-8.00 g C-CO2 m-2 hari-1. Rataan
harian fluks CO2 yang diperoleh selama 25 minggu dari tanah bera, dan kebun teh
ialah sebesar 2.01 g C-CO2 m-2 hari-1serta 2.81 g C-CO2 m-2 hari-1. Rataan harian
fluks CO2 dari tanah kebun teh mempunyai nilai lebih tinggi dibandingkan fluks
CO2 dari tanah bera. Hasil analisis respirasi tanah menunjukkan hal yang sama
yaitu CO2 yang dihasilkan dari tanah kebun teh lebih tinggi dibandingkan tanah
bera. Hasil tersebut diikuti dengan hasil analisis total mikrob pada tanah kebun teh lebih tinggi dibandingkan tanah bera. Hal tersebut menggambarkan bahwa jumlah fluks CO2 yang dihasilkan tanah dipengaruhi oleh aktivitas respirasi tanaman dan
aktivitas mikrob. Fluks CO2 yang dihasilkan dari Andosol, Latosol maupun tanah
Gambut pada kondisi bera memiliki nilai yang hampir sama. Hal tersebut menunjukkan bahwa fluks CO2 yang dihasilkan dari tanah tidak berbanding lurus
dengan kadar bahan organik tanah.
ABSTRACT
RETNO KARTIKAWATI. CO2 Flux of Andosol on Landuses Tea Plantation and
Bare Land in Tugu Utara Village, Cisarua District, Bogor Regency. Supervised by SUWARDI and BASUKI SUMAWINATA.
Global warming has became a critical environmental issue in the last years. This phenomenon is thought due to the increasing of greenhouse gases (GHG) concentration in the atmosphere. Carbon dioxide (CO2)is the major greenhouse
gases generated by human activity that comes from the use fossil fuels for industrial activities, transportation, and household. Along with the increasing strength of is issue, agriculture is considered to be one of the sources of GHG emissions. There are already a lot of researches and publications regarding GHG emissions, particularly CO2 flux from agricultural land. There are a lot of
informations on CO2 fluxes from peat land, but those from soil mineral is very
limited. Therefore, a research needs to be done to measure flux of CO2 from
mineral soil, especially that has high organic matter as in Andosol. The purposes of this study are to measure and compare CO2 flux of Andosol used for tea
plantation and bare land, and to compare CO2 flux from mineral soils and peat
soils. The method used for gas sampling is the closed chamber method and Infra-Red Gas Analyzer (IRGA) was used to measured CO2 concentration. The results
showed that CO2 flux in the land used two lands on Andosol is about of 1.00 to
8.00 g C-CO2 m-2 day-1. Daily mean of CO2 fluxes were obtained from 25 weeks
are 2.01 g C-CO2 m-2 day-1 (bare land) and 2.81 g C-CO2 m-2 day-1 (tea plantation).
Mean daily CO2 flux of tea plantation was a higher than that of CO2 flux from
bare land. These results are resembled by the data of microbial populations in the soil of tea plantation that was higher than that of the bare land. That facts indicate that the amount of CO2 flux are more originated from respiration activity that
depend on the plant condition and the microbe activity. Andosol’s, Latosol’s and Peat soil’s CO2 fluxes in bare condition are almost the same. It shows that the CO2
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian
pada
Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan
FLUKS CO
2DARI ANDOSOL PADA PENGGUNAAN LAHAN
KEBUN TEH DAN TANAH BERA DI DESA TUGU UTARA
KECAMATAN CISARUA KABUPATEN BOGOR
RETNO KARTIKAWATI
DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
Judul Skripsi : Fluks CO2 dari Andosol pada Penggunaan Lahan Kebun Teh dan
Tanah Bera di Desa Tugu Utara Kecamatan Cisarua Kabupaten Bogor
Nama : Retno Kartikawati
NIM : A14080069
Disetujui oleh
Dr Ir Suwardi, MAgr. Pembimbing I
Dr Ir Basuki Sumawinata, MAgr. Pembimbing II
Diketahui oleh
Dr Ir Baba Barus, MSc.
Ketua Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan
PRAKATA
Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah yang telah melimpahkan karunia-Nya sehingga penelitian dan penulisan skripsi ini dapat diselesaikan. Tema penelitian yang dilaksanakan sejak bulan September 2012 ini ialah fluks CO2, dengan judul Fluks CO2 dari Andosol pada Penggunaan Lahan
Kebun Teh dan Tanah Bera di Desa Tugu Utara Kecamatan Cisarua Kabupaten Bogor.
Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan penghargaan dan ucapan terima kasih kepada:
1. Dr Ir Suwardi, MAgr. selaku dosen pembimbing akademik dan pembimbing skripsi I yang telah memberikan arahan dan bimbingan, kepada penulis selama menempuh pendidikan dan penyelesaian skripsi; 2. Dr Ir Basuki Sumawinata, MAgr. selaku dosen pembimbing skripsi II
yang telah memberikan arahan dan bimbingan kepada penulis selama menempuh pendidikan dan penyelesaian skripsi;
3. Dr Ir Darmawan, MSc. selaku dosen penguji dalam sidang skripsi yang telah memberikan saran dan masukan;
4. Anita Widyarini, SP. sebagai Operasional Umum dan Euis Marlina, SP. sebagai Marketing yang telah memberikan izin, fasilitas, dan informasi sehingga penulis dapat melakukan penelitian di PT Sumber Sari Bumi Pakuan Desa Tugu Utara Kecamatan Cisarua Kabupaten Bogor;
5. Bapak Sukmaja, Bapak Lalan, Ibu Uyum dan warga di lingkungan kebun teh PT Sumber Sari Bumi Pakuan yang telah membantu selama penelitian;
6. Bapak Pambuko Harnowo serta Ibu Utami Ningsih yang selalu memberikan semangat dan do’a kepada penulis dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini;
7. Sahabat MSL 45 dan para sahabat yang telah membantu penelitian dan penyelesaian skripsi ini.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Namun, penulis berharap semoga tulisan ini menjadi informasi yang bermanfaat bagi pembaca.
Bogor, Februari 2014
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI... v
DAFTAR TABEL... vi
DAFTAR GAMBAR... vi
DAFTAR LAMPIRAN... vi
PENDAHULUAN... 1
Latar Belakang... 1
Tujuan Penelitian... 1
METODE PENELITIAN... 2
Waktu dan Tempat Penelitian... 2
Bahan dan Alat... 2
Metode... 3
Pengambilan Contoh Gas... 3
Pengukuran Contoh Gas dan Perhitungan Fluks CO2...4
Analisis Tanah... 5
HASIL DAN PEMBAHASAN... 5
Fluks CO2 dari Kebun Teh dan Tanah Bera... 5
Respirasi Tanah dan Populasi Mikrob... 9
Fluks CO2 Andosol, Latosol, dan Tanah Gambut... 10
KESIMPULAN... 11
DAFTAR PUSTAKA... 11
DAFTAR TABEL
1. Titik koordinat lokasi penelitian... 2
2. Metode analisis tanah... 5
3. Respirasi tanah, jumlah fungi, total mikrob, % C-organik, pH, dan BI... 9
4. Fluks CO2 dari Andosol, Latosol, dan tanah Gambut... 10
DAFTAR GAMBAR
1. Lokasi penelitian di Desa Tugu Utara Kecamatan Cisarua Kabupaten Bogor... 22. Chamber base dan chamber yang digunakan pada closed chamber method (Toma dan Hatano 2007)... 3
3. Titik pemasangan chamberbase di lokasi tanah bera... 4
4. Titik pemasangan chamber di lokasi kebun teh... 4
5. Model regresi linear penambahan konsentrasi CO2... 5
6. Fluks CO2 dari Andosol pada penggunaan lahan kebun teh dan tanah bera... 6
7. Fluks CO2 pagi dan siang hari dari tanah bera dan kebun teh... 7
8. Sebaran fluks CO2 dan suhu tanah dari Andosol pada penggunaan lahan kebun teh dan tanah bera... 7
9. Hubungan fluks CO2 dengan kelembapan udara pada tanah bera... 8
10. Hubungan fluks CO2 dengan kelembapan udara pada kebun teh... 8
DAFTAR LAMPIRAN
1. Fluks CO2, suhu udara, suhu tanah, dan kelembaban udara di lokasi kebun teh... 122. Fluks CO2, suhu udara, suhu tanah, dan kelembaban udara di lokasi tanah bera... 13
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pemanasan global telah menjadi isu lingkungan yang sangat penting pada beberapa tahun terakhir. Berbagai publikasi mengungkapkan bahwa saat ini telah dan sedang terjadi pemanasan global yang diduga disebabkan oleh meningkatnya konsentrasi emisi Gas Rumah Kaca (GRK) di atmosfer. Salah satu GRK yang dianggap sebagai penyebab utama pemanasan global ialah CO2, yaitu diperkirakan
menyumbangkan lebih dari 50% pemanasan global. Gas CO2 yang dilepaskan ke
atmosfer sebagian besar dihasilkan oleh aktivitas manusia seperti penggunaan bahan bakar fosil untuk kegiatan perindustrian, transportasi, dan rumah tangga. Elbehri et al. (2011) menyebutkan bahwa pertanian berkontribusi sebanyak 14% terhadap emisi GRK (termasuk kehutanan). Namun, akhir-akhir ini berkembang pendapat bahwa pertanian juga menjadi sumber utama emisi GRK. Seiring dengan menguatnya pendapat tersebut maka banyak dilakukan penelitian tentang emisi CO2 pada lahan pertanian.
Penelitian tentang emisi CO2 di daerah tropis pada lahan pertanian banyak
dilakukan pada lahan gambut, sedangkan di Indonesia didominasi oleh tanah mineral. Gambut mempunyai bahan organik dan cadangan karbon yang lebih tinggi daripada tanah mineral, sehingga muncul anggapan bahwa emisi CO2 yang
dihasilkan dari lahan gambut lebih besar daripada tanah mineral. Hasil penelitian Sumawinata et al. (2012) dari lahan gambut pada kondisi tanpa vegetasi hampir sama dengan hasil penelitian Hazama (2012) dari Latosol dengan kondisi bera. Penelitian fluks CO2 yang dilakukan oleh Sumawinata et al. (2012) dari lahan
gambut selama satu tahun menunjukkan nilai fluks CO2 sebesar 11.06 ton C-CO2
ha-1 tahun-1 dari lahan gambut pada area terbuka (tanpa vegetasi). Sementara itu, penelitian Hazama (2012) pada tanah mineral yang menunjukkan fluks CO2 dari
lahan bera sebesar 12.6 ton C-CO2 ha-1 tahun-1. Hal ini menunjukkan bahwa tanah
yang berkadar bahan organik lebih tinggi tidak mesti menghasilkan fluks CO2
yang lebih tinggi. Penelitian Hazama (2012) dilakukan pada tanah mineral dengan kadar bahan organik yang rendah. Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui fluks CO2 dari tanah mineral khususnya tanah yang memiliki
kadar bahan organik yang tinggi seperti pada Andosol.
Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang yang diuraikan di atas, tujuan penelitian ini ialah:
1. Mengukur dan membandingkan fluks CO2 tanah Andosol dari perkebunan teh
dan tanah bera.
2. Membandingkan fluks CO2 yang dihasilkan dari tanah mineral dengan tanah
2
Gambar 1 Lokasi penelitian di Desa Tugu Utara Kecamatan Cisarua Kabupaten Bogor
METODE PENELITIAN
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian dilaksanakan dari bulan September 2012 hingga Mei 2013. Lokasi penelitian terletak pada areal perkebunan teh PT Sumber Sari Bumi Pakuan, Desa Tugu Utara, Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bogor. Lokasi tersebut terletak pada ketinggian 1450 mdpl. Contoh gas dan tanah diambil dari kebun teh dan tanah bera. Pengukuran konsentrasi CO2 dan beberapa analisis sifat tanah
dilakukan di Laboratorium Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Titik koordinat dan gambar lokasi penelitian ditunjukkan pada Tabel 1 dan Gambar 1.
Bahan dan Alat
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini ialah contoh gas dan tanah yang diambil secara berkala pada setiap penggunaan lahan. Alat-alat yang digunakan terdiri dari alat pengambilan contoh gas, yaitu chamberbase, chamber,
Tabel 1 Titik koordinat lokasi penelitian
Lokasi Titik Koordinat Keterangan
Kebun teh 06o41’22.3” S 106o59’37.5” E
Kebun Teh terletak pada blok C4 PT SSBP
Tanah bera 06o41’20.6” S 106o59’36.1” E
3
syringe, tedlar bag, pressure bag, stopcock; alat pengambil contoh tanah; alat pengukur variabel lingkungan kondisi iklim mikro dan karakteristik tanah di lapang; alat-alat analisis contoh tanah di laboratorium. Pengukuran konsentrasi CO2 di laboratorium menggunakan Infra Red Gas Analyzer (IRGA) dengan tipe
ZEP9 dari Fuji Electric Systems.
Metode
Tahapan penelitian terdiri dari beberapa tahap, yaitu survei, pemilihan lokasi penelitian lapang, persiapan peralatan pengukuran, pelaksanaan penelitian lapang dan analisis laboratorium. Pengukuran fluks CO2 dilakukan selama 6 bulan,
pada lahan kebun teh dan tanah bera.
Pengambilan Contoh Gas
Pengambilan contoh gas dari tanah dilakukan dengan metode ruang tertutup (closed chamber method). Pengambilan contoh gas dilakukan pada pukul 06.00-10.00 WIB dan pukul 12.00-15.00 WIB setiap minggunya selama 25 minggu. Alat pengambil gas terdiri dari chamber dan chamberbase (Gambar 2). Chamber
(diameter 20 cm dan tinggi 25 cm) mempunyai tutup akrilik dengan 3 lubang yang terdiri dari lubang pertama untuk kantong kedap udara (tedlar bag) yang digunakan untuk mengambil contoh gas menit ke-3, lubang kedua untuk tedlar bag yang digunakan untuk mengambil contoh gas menit ke-6, dan lubang ketiga untuk meletakkan pressure bag yang berfungsi menyeimbangkan tekanan udara di dalam dan luar chamber. Chamberbase terlebih dahulu dipasang pada lokasi penelitian dengan kedalaman 3 cm dan diisi dengan air untuk mencegah kebocoran gas. Chamberbase dipasang pada tiga titik pengambilan contoh gas yang digunakan sebagai ulangan. Permukaan tanah dibagian dalam chamberbase
dibersihkan dari tanaman dan serasah. Pemasangan chamberbase pada tiga titik yang berbeda untuk mewakili kondisi lapang. Titik pemasangan chamberbase di lokasi kebun teh dan tanah bera dapat dilihat pada Gambar 3 dan Gambar 4.
4
Pengambilan contoh gas dilakukan dengan interval waktu 3 menit, yaitu pada menit ke 0, 3, dan 6. Pengambilan contoh gas menit ke-0 dilakukan sebelum
chamber diletakkan di atas chamberbase. Selanjutnya chamber ditempatkan langsung di atas chamberbase untuk pengambilan contoh gas menit ke 3 dan 6. Jumlah contoh gas yang dimasukkan ke dalam tedlar bag sebanyak 250 mL dengan syringe 25 mL. Selanjutnya contoh gas diukur di laboratorium dengan menggunakan IRGA.
Pengukuran Contoh Gas dan Perhitungan Fluks CO2
Pengukuran contoh gas menggunakan IRGA yang dikalibrasi terlebih dahulu dengan sodalime dan gas standar CO2. IRGA digunakan untuk mengukur
konsentrasi CO2 dalam satuan mV. Setelah angka konsentrasi gas CO2 (mV) dari
pengukuran pada menit ke-0, menit ke-3, dan menit ke-6 diketahui, maka konsentrasi CO2 (ppm v) diperoleh dari mV x 20. Konsentrasi CO2 (ppm v)
digunakan untuk memperoleh nilai ∆
∆ yang didapatkan dengan analisis regresi
linear. Model regresi linear untuk memperoleh nilai ∆
∆ diperlihatkan pada Gambar
5.
Setelah diperoleh nilai ∆
∆ , maka fluks CO2 dihitung dengan rumus sebagai
berikut:
F =
.
∆
∆ T
F = Fluks (mg C-CO2m-2jam-1) T = Rata-rata suhu udara (K)
= Tinggi chamber dari permukaan ∆ = Variasi konsentrasi CO2 (m3 m-3)
tanah (m) ∆ = Variasi waktu (jam) Gambar 3 Titik pemasangan chamberbase di lokasi tanah bera
5
Analisis Tanah
Analisis tanah dilakukan untuk mengetahui pengaruh beberapa sifat tanah terhadap fluks CO2. Sifat tanah yang dianalisis yaitu C-organik, pH, respirasi
tanah, dan total mikrob tanah. Contoh tanah yang dianalisis, yaitu tanah yang diambil secara komposit pada kedalaman 0-5 cm, 5-10 cm, 10-20 cm, serta 20-30 cm. Metode analisis tanah disajikan pada Tabel 2.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Fluks CO2 dari Kebun Teh dan Tanah Bera
Fluks CO2 dari kebun teh dan tanah bera selama 25 minggu pengamatan
ditunjukkan oleh Gambar 6. Fluks CO2 yang dihasilkan dari tanah bera lebih kecil
dibandingkan dengan fluks CO2 dari tanah kebun teh. Rataan harian fluks CO2
yang diperoleh selama 25 minggu dari tanah bera ialah sebesar 2.01 g C-CO2 m-2
hari-1 dengan fluks tertinggi ialah sebesar 3.68 g C-CO2 m-2 hari-1 dan terendah
sebesar 0.60 g C-CO2 m-2 hari-1. Sementara itu, rataan harian fluks CO2 dari kebun
teh ialah sebesar 2.81 g C-CO2 m-2 hari-1 dengan fluks tertinggi ialah sebesar 4.03
g C-CO2 m-2 hari-1 dan terendah sebesar 1.75 g C-CO2 m-2 hari-1. Total fluks CO2
yang diperoleh selama satu tahun dari tanah bera dan kebun teh, yaitu masing masing 7.32 ton C-CO2 ha-1 tahun-1 dan 10.25 ton C-CO2 ha-1 tahun-1. Tanah bera
merupakan tanah tanpa tanaman sedangkan pada tanah kebun merupakan lahan Gambar 5 Model regresi linear penambahan konsentrasi CO2
y = 14 x
Tabel 2 Metode analisis tanah
Analisis Metode
C-Organik Walkey dan Black
pH pH meter
Respirasi Tanah Inkubasi dan Titrasi
6
budidaya teh. Berdasarkan hal ini diduga fluks CO2 dipengaruhi oleh respirasi
akar tanaman. Sumawinata et al. (2012) menyatakan bahwa sebagian besar gas CO2 yang dilepaskan berasal dari respirasi akar serta dari eksudat akar. Fluks CO2
dari kedua lahan tersebut sebagian besar berada pada range 1-8 g C-CO2 m-2 hari-1.
Variasi fluks CO2 yang cukup besar terjadi pada setiap pengambilan contoh gas
karena sulit memperoleh homogenitas gas. Oleh karena itu, perlu dilakukan banyak ulangan saat pengambilan contoh gas. Pada penelitian ini, pengambilan contoh gas dilakukan selama 25 minggu (6 bulan). Data tersebut digunakan untuk mengestimasikan fluks CO2 selama satu tahun.
Grafik sebaran serta rataan fluks CO2 dari tanah bera dan kebun teh yang
diukur pada pagi dan siang hari selama 25 minggu ditunjukkan Gambar 7. Fluks CO2 dari kedua lahan tersebut berada pada sebaran 1-8 g C-CO2 m-2 hari-1. Rataan
fluks CO2 dari tanah bera pada pagi dan siang hari masing-masing sebesar 1.89 g
C-CO2 m-2 hari-1 dan 2.13 g C-CO2 m-2 hari-1 (Gambar 7a). Sementara itu, rataan
fluks CO2 dari kebun teh pada pagi dan siang hari masing-masing sebesar 2.33 g
C-CO2 m-2 hari-1 dan 3.27 g C-CO2 m-2 hari-1 (Gambar 7b). Rataan fluks CO2 pada
tanah bera maupun kebun teh, di siang hari lebih besar dibandingkan pagi hari. Gambar 6 Fluks CO2 dari Andosol pada penggunaan lahan kebun teh dan tanah
7
CO2 siang hari lebih besar daripada pagi hari karena adanya perbedaan suhu
tanah seperti yang ditunjukkan pada Gambar 8. Gambar 8 menunjukkan rataan suhu tanah pada pagi hari sebesar 18.25 oC dan siang hari sebesar 20.40 oC. Sebaran fluks CO2 yang berada disekitar suhu 18.25 oC di pagi hari, mempunyai
nilai yang lebih rendah dibandingkan pada suhu 20.40 oC. Pada umumnya sebaran fluks CO2 meningkat seiring dengan peningkatan suhu. Tang et al. (2006)
menjelaskan bahwa respirasi tanah berkorelasi kuat dengan suhu tanah. Hal itu berkaitan dengan respon aktivitas mikrob terhadap kondisi tanah dan lingkungannya sehingga menyebabkan fluks CO2 yang dihasilkanpun bervariasi.
Mikrob mempunyai kepekaan terhadap suhu sehingga aktivitas mikrob akan meningkat sampai pada suhu maksimum dan menurun pada batas suhu tertentu. Selain itu, Tate (2000) menyebutkan bahwa pada suhu yang sama dengan tingkat kelembapan yang berbeda menyebabkan laju respirasi berbeda. Dengan demikian fluks CO2 dipengaruhi oleh suhu tanah melalui respirasi mikrob tanah.
Gambar 7 Fluks CO2 pagi dan siang hari dari tanah bera dan kebun teh
0
Gambar 8 Sebaran fluks CO2 dan suhu tanah dari Andosol pada penggunaan
8
Secara umum kelembapan udara yang kurang dari 80% memiliki fluks CO2
yang berada di atas nilai rata-rata (Gambar 10). Hal ini terjadi karena penurunan kelembapan udara memberikan peluang untuk meningkatnya penguapan. Peningkatan penguapan ini menyebabkan fluks CO2 naik. Pada kelembapan lebih
dari 80% memiliki fluks CO2 berada di bawah nilai rata-rata. Hal ini terjadi karena
peningkatan kelembapan udara memberikan peluang untuk menurunnya penguapan. Penurunan penguapan ini menyebabkan fluks CO2 turun. Gambar 11
pada lokasi kebun teh memperlihatkan kelembapan rata-rata sebesar 80%. Pada lokasi ini menghasilkan fluks CO2 lebih besar daripada tanah bera. Fluks CO2 dari
tanah kebun teh sebesar 2.81 g C-CO2 m-2 hari-1, sedangkan fluks CO2 dari tanah
bera sebesar 2.01 g C-CO2 m-2 hari-1. Pada Gambar 11 terlihat bahwa peningkatan
kelembapan udara tidak selalu menurunkan fluks CO2 dan penurunan kelembapan
udara tidak selalu meningkatkan fluks CO2. Hal tersebut terjadi karena pada kebun
teh fluks CO2 yang dihasilkan lebih dipengaruhi oleh respirasi akar. Sementara itu
respirasi akar tidak dipengaruhi kelembapan udara.
Gambar 9 Hubungan fluks CO2 dengan kelembapan udara pada tanah bera
9
Respirasi Tanah dan Populasi Mikrob
Hasil pengukuran respirasi tanah, jumlah fungi, total mikrob, % C-organik, bobot isi serta pH tanah bera dan kebun teh disajikan pada Tabel 3. Hasil pengukuran respirasi tanah di laboratorium menunjukkan bahwa pada tiap lapisan tanah, respirasi tanah bera lebih rendah dibandingkan dengan kebun teh. Respirasi tanah bera yang lebih rendah diikuti pula oleh hasil analisis jumlah fungi dan total mikrob yang rendah dibandingkan kebun teh. Hal tersebut menggambarkan bahwa jumlah CO2 yang dihasilkan oleh tanah dipengaruhi oleh jumlah mikrob pada
tanah tersebut. Peningkatan jumlah populasi mikrob akan menyebabkan respirasi mikrob meningkat sehingga produksi CO2 juga meningkat. CO2 yang dilepaskan
dari tanah merupakan hasil respirasi tanah yang salah satunya diproduksi oleh mikrob tanah (Luo et al. 2006).
Secara umum kadar % C-organik tanah bera lebih rendah dibandingkan dengan kebun teh. Kadar % C-organik yang rendah pada tanah bera menyebabkan rendahnya populasi mikrob pada tanah tersebut. Hal ini terjadi karena bahan organik merupakan sumber makanan bagi mikrob. Pada tanah bera maupun kebun teh kadar % C-organik lapisan atas (0-10cm) lebih tinggi dibandingkan dengan lapisan bawah (10-20cm). Kadar % C-organik yang lebih tinggi pada lapisan atas menyebabkan jumlah mikrob pada lapisan atas lebih banyak. Andosol mempunyai kadar % C-organik yang tinggi karena humus yang terkandung di dalamnya tahan terhadap serangan mikrob pengurai dan akan tetap terakumulasi dalam tanah. Hal ini semakin memperkuat anggapan bahwa pelepasan karbon dalam bentuk CO2
tidak hanya dihasilkan oleh dekomposisi bahan organik tanah, namun juga berasal dari respirasi mikrob.
Bobot isi tanah bera yaitu sebesar 0.7 g/cm3 lebih tinggi dibandingkan dengan kebun teh yaitu sebesar 0.5 g/cm3. Bobot isi tanah bera yang lebih tinggi dipengaruhi oleh rendahnya bahan organik yang terkandung di dalamnya. Pada kebun teh bobot isi lebih rendah karena bahan organiknya lebih banyak. Bahan organik dari kebun teh berasal dari serasah-serasah tanaman teh. pH kedua lahan tersebut berada pada kisaran 4-5 yaitu pada kondisi asam. Kondisi tersebut mendukung mikrob untuk tumbuh dan berkembang secara optimal.
10
Fluks CO2 Andosol, Latosol, dan Tanah Gambut
Pada Tabel 4 menunjukkan fluks CO2 dari Andosol selama satu tahun pada
penggunaan lahan bera ialah sebesar 7.32±1.93 ton C-CO2 ha-1 tahun-1. Fluks CO2
dari tanah Gambut kondisi lahan terbuka hasil penelitian Sumawinata et al. (2012) ialah sebesar 11.06±3.50 ton C-CO2 ha-1 tahun-1. Sedangkan hasil penelitian
Hazama (2012) fluks CO2 dari tanah Latosol kondisi bera ialah sebesar 12.6±2.51
ton C-CO2 ha-1 tahun-1. Fluks CO2 yang dihasilkan dari Andosol, Latosol maupun
tanah Gambut memiliki nilai yang hampir sama. Hal ini menunjukkan fakta yang menarik bahwa fluks CO2 dari tanah mineral yang berbahan organik tinggi tidak
berbeda jauh dengan fluks CO2 dari tanah organik dan tanah mineral berbahan
organik rendah.
Total C-organik pada tanah tidak dapat menentukan jumlah fluks CO2 yang
dilepaskan dari tanah. Karbon yang terkandung di dalam tanah tidak semuanya bisa berubah menjadi CO2 melalui proses dekomposisi oleh mikroba. Kadar %
C-organik pada Andosol tetap tinggi karena humus yang terkandung di dalamnya tahan terhadap serangan mikroba pengurai dan tetap terakumulasi dalam tanah. Fakta di atas menunjukkan bahwa fluks CO2 tidak berbanding lurus dengan
kandungan bahan organik tanah. Perbedaan kondisi lingkungan seperti suhu yang lebih rendah pada Andosol diduga mempengaruhi jumlah fluks CO2 yang
dihasilkan dari Andosol menjadi lebih rendah. Tabel 4 menunjukkan bahwa pada kondisi bera dari ketiga lahan di atas tetap menghasilkan fluks CO2 dan
mempunyai nilai yang lebih rendah daripada fluks CO2 yang dihasilkan dari lahan
yang bervegetasi. Pada tanah bera tetap menghasilkan fluks CO2 yang
dimungkinkan dihasilkan oleh respirasi mikrob. Sedangkan fluks CO2 pada tanah
yang bervegetasi dimungkinkan selain dari hasil respirasi akar tanaman dan eksudat akar, juga dari respirasi mikrob yang ada di dalam tanah. Hal tersebut menunjukkan bahwa CO2 yang dilepaskan dari tanah sebagian besar dihasilkan
oleh eksudat akar, respirasi akar, dan aktivitas mikrob. Tabel 4 Fluks CO2 dari Andosol, Latosol, dan tanah Gambut
Jenis Tanah Penggunaan Lahan Fluks CO2
ton C-CO2 ha-1tahun-1
Tanah bera (tanpa serasah dan tanaman)
12.60±02.51 26.8
Jagung 16.15±05.09 Singkong 12.77±03.74
Kacang tanah 10.84±03.77
Tanah Gambut b Lahan terbuka (tanpa vegetasi) 11.06±03.50 26.9
A. crassicarpa 1 tahun 35.77±16.71
A. crassicarpa 3 tahun 52.43±12.98
A. crassicarpa 3 tahun (tanpa akar dan serasah)
26.04±06.03
a
11
KESIMPULAN
1. Total fluks CO2 yang dihasilkan dari tanah Andosol pada kondisi bera yaitu
7.32 ton C-CO2 ha-1 tahun-1 lebih kecil dibandingkan dengan fluks CO2 yang
dihasilkan dari penggunaan kebun teh 10.25 ton C-CO2 ha-1 tahun-1 .
2. Fluks CO2 yang dihasilkan dari tanah mineral hampir sama dengan fluks CO2
yang dihasilkan dari tanah gambut. Hal ini menunjukkan bahwa fluks CO2 tidak berbanding lurus dengan bahan organik tanah. Kondisi
lingkungan seperti kelembapan udara dan suhu tanah berpengaruh terhadap jumlah fluks CO2 yang dihasilkan oleh tanah.
DAFTAR PUSTAKA
Elbehri A, Genest A, Burfisher M. 2011. Global action on climate change in
agriculture:linkages to food security, markets and tradepolicies in developing countries. Rome. Trade and Markets Division FAO.
Hazama F. 2012. Comparison of greenhause gases emissions from agricultural land in tropical and cool temperate area[tesis]. Hokkaido (JP): Hokkaido University.
Luo Y, Zhou X. 2006. Soil Respiration and the Environment. California (US): Elsevier.
Sumawinata B et al. 2012. Neraca Karbon Hutan Tanaman Industri pada Rawa Gambut Tropika (Carbon Budget in Forest Plantation on Tropical Peat Swamp). Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Tang XL, Zhou GY, Liu SG, Zhang DQ, Liu SZ, Li J, Zhou CY.2006. Dependence of soil respiration on soil temperature and soil moisture in successional forests in Southern China. J. Integrat Plant Biol. 48 (6): 654-663.
Tate RL. 2000. Soil Microbiology.Canada(US):J Wiley.
12
LAMPIRAN
Lampiran 1 Fluks CO2, suhu udara, suhu tanah, kelembapan udara dan kadar air di lokasi kebun teh
13
Lampiran 2 Fluks CO2, suhu udara, suhu tanah, kelembaban udara dan kadar air di lokasi
14
Lampiran 3 Kurva pF dari Andosol pada kebun teh
0 0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5 4 4.5
0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100
pF
Kadar air %v/v
15