• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kelayakan Usaha Ternak Domba dengan Introduksi Pakan Silase Daun Singkong di Desa Petir, Kec. Dramaga, Kab. Bogor.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Kelayakan Usaha Ternak Domba dengan Introduksi Pakan Silase Daun Singkong di Desa Petir, Kec. Dramaga, Kab. Bogor."

Copied!
101
0
0

Teks penuh

(1)

KELAYAKAN USAHA TERNAK DOMBA DENGAN

INTRODUKSI PAKAN SILASE DAUN SINGKONG

DI DESA PETIR, KEC. DRAMAGA, KAB. BOGOR

SABILA MUMTAZ KHANDARI

DEPARTEMEN AGRIBISNIS

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Kelayakan Usaha Ternak Domba dengan Introduksi Pakan Silase Daun Singkong di Desa Petir, Kec. Dramaga, Kab. Bogor adalah benar karya saya dengan arahan dari pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Juni 2014

Sabila Mumtaz Khandari

(4)

ABSTRAK

SABILA MUMTAZ KHANDARI. Kelayakan Usaha Ternak Domba dengan Introduksi Pakan Silase Daun Singkong di Desa Petir, Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor. Dibimbing oleh SITI JAHROH.

Desa Petir berkontribusi dalam produksi domba di Jawa Barat. Mayoritas peternak domba di Desa Petir menggunakan rumput sebagai pakan, yang bergantung pada kondisi cuaca. Silase daun singkong dapat menjadi alternatif pakan dengan kualitas yang baik. Adanya introduksi pakan silase daun singkong dapat mempengaruhi kelayakan usaha ternak. Studi ini dilakukan untuk menganalisis kelayakan usaha ternak domba berdasarkan aspek finansial dan nonfinansial pada kondisi tanpa dan dengan adanya introduksi pakan silase daun singkong. Pada kondisi aktual hasil dari aspek pasar dan pemasaran, aspek teknik, aspek sosial, dan aspek dampak lingkungan menunjukkan bahwa usaha ternak domba di Desa Petir layak. Sedangkan, pada kondisi adanya introduksi pakan silase daun singkong aspek teknik menjadi tidak layak. Kemudian, hasil dari aspek finansial pada kondisi aktual menunjukkan dalam tiga skala (I: di bawah 5 ekor, II: 6 – 10 ekor, dan III: di atas 10 ekor), hanya skala III yang layak. Selain itu, hasil dari analisis nilai pengganti menunjukkan bahwa usaha ini lebih responsif terhadap penurunan harga jual domba dibandingkan peningkatan harga bakalan domba. Hasil analisis kelayakan finansial pada kondisi adanya introduksi pakan silase daun singkong menunjukkan bahwa usaha ternak domba tidak layak dijalankan pada setiap skala usaha.

Kata kunci: aspek finansial, aspek non finansial, nilai pengganti

ABSTRACT

SABILA MUMTAZ KHANDARI. Feasibility Study of Sheep Farming with Introduction of Cassava Leaves Silage Feed at Petir Village, Dramaga Subdistrict, Bogor District. Supervised by SITI JAHROH.

Petir village contributes to the production of sheep in West Java. The majority of sheep farmers in Petir village use grass as the feed which depends on weather condition. Cassava leaves silage can be an alternative feed with good quality. Introduction of cassava leaves silage can affect the feasibility of livestock business. This study aims to analyze the feasibility of sheep farming in terms of financial and nonfinancial aspects with and without introduction of cassava leaves silage. In actual condition the results of market and marketing aspects, technical aspect, social aspect, and environmental aspect showed that the business was feasible. Meanwhile, the technical aspect on the condition with introduction of cassava leaves silage feed was not feasible. Then, the results of financial aspect in actual condition showed that among three business scales (I: up to 5 sheep, II: 6 to 10 sheep, and III: larger than 10 sheep), Type III was the only feasible one. In addition, the result of switching value showed that the business was more responsive to the decrease of selling price than the increase in purchasing price of sheep. The result of financial analysis on the condition with introduction of cassava leaves silage feed was not feasible at every business scale.

(5)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi

pada

Departemen Agribisnis

KELAYAKAN USAHA TERNAK DOMBA DENGAN

INTRODUKSI PAKAN SILASE DAUN SINGKONG

DI DESA PETIR, KEC. DRAMAGA, KAB. BOGOR

SABILA MUMTAZ KHANDARI

DEPARTEMEN AGRIBISNIS

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(6)
(7)

Judul Skripsi : Kelayakan Usaha Ternak Domba dengan Introduksi Pakan Silase Daun Singkong di Desa Petir, Kec. Dramaga, Kab. Bogor.

Nama : Sabila Mumtaz Khandari NIM : H34100150

Disetujui oleh

Siti Jahroh, Ph.D Pembimbing

Diketahui oleh

Dr Ir Dwi Rachmina, MSi Ketua Departemen

(8)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Topik yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak Februari 2014 ini ialah kelayakan usaha ternak, dengan judul Kelayakan Usaha Ternak Domba dengan Introduksi Pakan Silase Daun Singkong di Desa Petir, Kec. Dramaga, Kab. Bogor. Penulis juga ingin menyampaikan terima kasih dan penghargaan kepada Siti Jahroh, Ph.D selaku pembimbing. Penghargaan juga penulis sampaikan kepada aparatur Desa Petir, aparatur Kecamatan Dramaga, peternak-peternak responden, yang telah membantu proses pengumpulan data. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah, ibu, saudara-saudari (Roiyan, Zahra, Hamra, dan Nadheefa), sahabat-sahabat (Novade, Ayumi, Sri, Puji, Gina, Melvi, Tristi, Claresta, dan Inchan), teman Pondok Purbaya (Okvi dan Fitri), serta teman-teman Agribisnis 47, atas do’a dan dukungan yang diberikan.

Bogor, Juni 2014

(9)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL x

DAFTAR GAMBAR xi

DAFTAR LAMPIRAN xi

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 6

Tujuan Penelitian 8

Manfaat Penelitian 8

Ruang Lingkup Penelitian 8

TINJAUAN PUSTAKA 9

Klasifikasi Domba 9

Peternakan Domba Rakyat 9

Silase Daun Singkong 10

Analisis Kelayakan Usaha 11

KERANGKA PEMIKIRAN 14

Kerangka Pemikiran Teoritis 14

Kerangka Operasional 19

METODOLOGI PENELITIAN 21

Lokasi dan Waktu Penelitian 21

Jenis dan Sumber Data 21

Metode Pengumpulan Data 21

Metode Pengolahan dan Analisis Data 21

Asumsi Dasar dalam Analisis 25

GAMBARAN UMUM 26

Gambaran Umum Wilayah Penelitian 26

Karakteristik Responden 28

ANALISIS ASPEK-ASPEK NON FINANSIAL KONDISI AKTUAL 29

Aspek Hukum 29

Aspek Pasar dan Pemasaran 29

Aspek Teknis 31

Aspek Manajemen 34

(10)

Aspek Dampak Lingkungan 35

Hasil Analisis Aspek Non Finansial 35

ANALISIS ASPEK-ASPEK FINANSIAL KONDISI AKTUAL 36

Arus Kas Kondisi Aktual 37

Analisis Laba Rugi Kondisi Aktual 41

Analisis Kriteria Kelayakan Finansial Aktual 42

Analisis Switching Value 43

ANALISIS ASPEK-ASPEK NON FINANSIAL KONDISI ADANYA

INTRODUKSI PAKAN SILASE DAUN SINGKONG 44

Aspek Hukum 44

Aspek Pasar dan Pemasaran 44

Aspek Teknis 46

Aspek Manajemen 48

Aspek Sosial 49

Aspek Dampak Lingkungan 49

Hasil Analisis Aspek-aspek Non Finansial Kondisi Adanya Introduksi Pakan

Silase Daun Singkong 50

ANALISIS ASPEK-ASPEK FINANSIAL KONDISI ADANYA INTRODUKSI

PAKAN SILASE DAUN SINGKONG 50

Arus Kas Kondisi Adanya introduksi pakan silase daun singkong 51 Analisis Laba Rugi Kondisi Adanya Introduksi Pakan Silase Daun Singkong 56 Analisis Kriteria Kelayakan Finansial Kondisi Adanya Introduksi Pakan Silase

Daun Singkong 56

Analisis Incremental Net Benefit 57

SIMPULAN DAN SARAN 58

Simpulan 58

Saran 59

DAFTAR PUSTAKA 60

LAMPIRAN 62

(11)

DAFTAR TABEL

1 Rata-rata konsumsi protein (gram per kapita) menurut kelompok

makanan 1

2 PDRB peternakan tahun 2007-2011 atas dasar harga berlaku menurut

provinsi (milyar rupiah) 2

3 Selisih realisasi dan target sasaran produksi daging domba 2010-2013

untuk beberapa provinsi di Pulau Jawa (ton) 3

4 Produksi ternak dan kontribusi berbagai jenis ternak di Kabupaten

Bogor 4

5 Retensi nitrogen dan performa domba yang diberi silase daun

singkong 5

6 Jumlah penduduk Desa Petir berdasarkan usia angkatan kerja 27 7 Jumlah penduduk Desa Petir berdasarkan mata pencaharian 27 8 Karakteristik usia dan tingkat pendidikan formal responden 28 9 Rata-rata kebutuhan dan produksi domba di Desa Petir setiap tahun

berdasarkan penampung (ekor) 30

10 Rangkuman analisis kelayakan non finansial kondisi aktual 36 11 Penerimaan usaha ternak domba pada berbagai skala usaha dalam

satu periode (rupiah) 37

12 Biaya investasi pada kondisi aktual berdasarkan skala usaha (rupiah) 38 13 Biaya tetap berdasarkan skala usaha dalam satu periode (rupiah) 39 14 Kebutuhan beberapa input per ekor pada berbagai skala kondisi

aktual 40

15 Biaya variabel berdasarkan skala usaha dalam satu periode (rupiah) 41 16 Biaya pinjaman dan pajak berdasarkan skala usaha dalam satu

periode (rupiah) 41

17 Hasil kelayakan finansial pada setiap skala usaha ternak pada kondisi

aktual 43

18 Rata-rata kebutuhan dan produksi diperkirakan dengan masa

penggemukan 4 bulan (ekor) 45

19 Rangkuman analisis kelayakan non finansial kondisi adanya

introduksi pakan silase daun singkong 50

20 Penerimaan usaha ternak pada kondisi adanya introduksi pakan silase daun singkong berdasarkan skala usaha dalam satu periode (rupiah) 51 21 Biaya investasi pada kondisi adanya introduksi pakan silase daun

singkong berdasarkan skala usaha (rupiah) 52

22 Biaya tetap pada kondisi adanya introduksi pakan silase daun singkong berdasarkan skala usaha dalam satu periode (rupiah) 52 23 Kebutuhan beberapa input per ekor pada kondisi adanya introduksi

pakan silase daun singkong 53

24 Biaya variabel pada kondisi adanya introduksi pakan silase daun singkong berdasarkan skala usaha dalam satu periode (rupiah) 55 25 Hasil analisis kelayakan finansial adanya introduksi pakan silase

(12)

DAFTAR GAMBAR

1 Kerangka pemikiran operasional usaha ternak domba di Desa Petir,

Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor 20

2 Tata letak kandang dengan rumah tinggal (atas); Layout kandang

(bawah) 34

3 Proses pembuatan pakan silase daun singkong 47 4 Grafik Net Benefit kondisi aktual dan kondisi adanya introduksi

pakan silase daun singkong 58

DAFTAR LAMPIRAN

1 Nilai rata-rata pada kondisi aktual 62

2 Penyusutan investasi skala I pada kondisi aktual 63 3 Penyusutan investasi skala II pada kondisi aktual 63 4 Penyusutan investasi skala III pada kondisi aktual 63 5 Proyeksi laba rugi skala I pada kondisi aktual 64

6 Proyeksi laba rugi skala II kondisi aktual 65

7 Proyeksi laba rugi skala III kondisi aktual 66 8 Proyeksi laba rugi skala I kondisi aktual (tunai) 67 9 Proyeksi laba rugi skala II pada kondisi aktual (tunai) 68 10 Proyeksi laba rugi skala III kondisi aktual (tunai) 69

11 Proyeksi arus kas skala I kondisi aktual 70

12 Proyeksi arus kas skala II kondisi aktual 71

13 Proyeksi arus kas skala III kondisi aktual 72

14 Analisis switching value penurunan harga jual 2.42% domba hasil

penggemukan skala III kondisi aktual 73

15 Analisis switching value peningkatan harga beli bakalan domba

4.15% pada skala III kondisi aktual 74

16 Perbedaan waktu proses produksi 75

17 Data responden 76

18 Nilai rata-rata setelah adanya introduksi pakan silase daun singkong 77 19 Penyusutan investasi skala I pada kondisi adanya introduksi pakan

silase daun singkong 78

20 Penyusutan investasi skala II pada kondisi adanya introduksi pakan

silase daun singkong 78

21 Penyusutan investasi skala III pada kondisi adanya introduksi pakan

silase daun singkong 78

22 Proyeksi laba rugi skala I kondisi adanya introduksi pakan silase daun

singkong 79

23 Proyeksi laba rugi skala II kondisi adanya introduksi pakan silase

daun singkong 80

24 Proyeksi laba rugi skala III kondisi adanya introduksi pakan silase

(13)

25 Proyeksi arus kas skala I kondisi adanya introduksi pakan silase daun

singkong 82

26 Proyeksi arus kas skala II kondisi adanya introduksi pakan silase daun

singkong 83

27 Proyeksi arus kas skala III kondisi adanya introduksi pakan silase

daun singkong 84

28 Perhitungan incremental net benefit 85

(14)
(15)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Protein merupakan salah satu nutrisi penting bagi tubuh manusia. Negara Indonesia dengan tingkat populasi penduduk yang diperkirakan mencapai 250 juta jiwa1 memiliki rata-rata konsumsi protein sekitar 53.75 gram per kapita per harinya pada tahun 2011 hingga 2013 (BPS 2013). Angka tersebut telah memenuhi angka kecukupan protein yang dianjurkan dalam Widyakarya Pangan dan Gizi tahun 2004 yaitu 52 gram per kapita per harinya (Suryana 2008). Data rata-rata konsumsi protein pada tahun 2011-2013 dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1 Rata-rata konsumsi protein (gram per kapita) menurut kelompok makanan

pada tahun 2011-2013

No Komoditi 2011 2012 2013

Maret September Maret September Maret 1 Padi-padian 21.57 20.96 21.00 20.80 20.57 2 Umbi-umbian 0.36 0.30 0.27 0.28 0.27 3 Ikan 8.02 7.66 7.49 7.85 7.34 4 Daging 2.75 2.76 2.92 3.41 2.47 5 Telur dan Susu 3.25 3.06 2.94 3.01 3.08 6 Sayur-sayuran 2.43 2.34 2.40 2.36 2.27 7 Kacang-kacangan 5.17 4.85 5.00 5.28 4.93 8 Buah-buahan 0.42 0.37 0.44 0.39 0.40 9 Minyak dan lemak 0.31 0.28 0.27 0.27 0.25 10 Bahan minuman 1.07 1.04 0.86 0.85 1.04 11 Bumbu-bumbuan 0.69 0.69 0.58 0.60 0.62 12 Konsumsi lainnya 1.21 1.11 1.04 1.05 1.09 13 Makanan jadia 9.01 7.71 7.93 7.99 8.75

Jumlah 56.25 53.12 53.14 53.14 53.08

Sumber: Badan Pusat Statistik Indonesia 2013 (diolah)

Keterangan: atermasuk minuman beralkohol

Nilai rata-rata konsumsi protein di Indonesia menunjukkan bahwa pemenuhan nutrisi protein masih didominasi oleh protein nabati, yaitu oleh padi-padian. Angka konsumsi tersebut sangat tinggi bila dibandingkan dengan konsumsi protein yang dipenuhi oleh protein hewani. Rendahnya konsumsi protein hewani mengakibatkan pembangunan sumberdaya manusia (SDM) Indonesia yang tertinggal dibandingkan dengan negara Asia lainnya2. Hal tersebut dikarenakan pangan hewani merupakan sumber protein untuk kecerdasan, memelihara stamina tubuh, mempercepat regenerasi sel, dan menjaga sel darah

1

Republika, 2013. 2013 Penduduk Indonesia diperkirakan 250 Juta Jiwa.

http://www.republika.co.id [Diakses pada tanggal 14 Desember 2013] 2

(16)

2

merah (eritrosit) agar tidak mudah pecah3. Selain itu, sumber protein hewani mengandung profil asam amino yang lebih lengkap dibandingkan dengan protein nabati (Setiawan 2006). Oleh karena itu, untuk meningkatkan kualitas sumberdaya manusia (SDM) di Indonesia perlu dilakukan penganekaragamaan konsumsi pangan, salah satunya dengan meningkatkan konsumsi protein hewani.

Subsektor peternakan memiliki peran strategis dalam upaya peningkatan ketahanan pangan hewani dan pemberdayaan ekonomi masyarakat di pedesaan yang dapat memacu pengembangan wilayah. Peran subsektor peternakan dalam memacu pengembangan wilayah ditunjukkan oleh nilai Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) di Indonesia. Data statistik peternakan dan kesehatan hewan di Indonesia menunjukkan bahwa dari tahun 2007 hingga tahun 2011 provinsi Jawa Barat memberikan sumbangan PDRB yang terus meningkat setiap tahunnya dan menempati posisi ketiga terbesar kontribusinya setelah Jawa Timur

Upaya peningkatan ketahanan pangan hewani khususnya protein dapat dipenuhi salah satunya dengan mengonsumsi daging domba. Masyarakat Indonesia sering mengonsumsi daging sapi, namun pemenuhannya masih didominasi oleh impor. Hal tersebut memberikan potensi yang cukup baik bagi berkembangnya ternak domba sebagai pendukung dalam memenuhi pangan protein. Kandungan protein dalam 100 gram daging domba adalah 20.8 gram, tidak berbeda jauh dengan kandungan protein dalam 100 gram daging sapi yaitu 22.7 gram4. Nilai tersebut menunjukkan bahwa daging domba sesuai untuk dijadikan alternatif pangan protein hewani.

Ternak domba sangat potensial untuk dikembangkan. Mayoritas penduduk Indonesia yang beragama muslim melakukan ibadah qurban pada Hari Raya Idul Adha. Ibadah qurban dilakukan dengan menyembelih hewan qurban, termasuk salah satunya domba. Selain itu, masyarakat yang beragama islam juga melakukan ibadah aqiqah untuk menunjukkan rasa syukur atas kelahiran anak.

3

Universitas Bung Hatta. [Tidak diketahui]. Urgensi Protein Hewani untuk Kecerdasan SDM. http://www.bunghatta.ac.id. [Diakses pada 29 Januari 2014] .

4

(17)

3 Ibadah aqiqah mewajibkan menyembelih hewan domba atau kambing. Kedua ibadah tersebut sangat potensial bagi terbentuknya pasar domba dan kambing yang sangat besar. Adanya potensi terbentuknya daging domba yang besar mendorong Direktorat Jenderal Peternakan menetapkan target produksi domba per provinsi di Indonesia selama periode 2010-2014. Selisih antara besar realisasi dengan sasaran produksi daging domba yang ditargetkan menunjukkan bahwa tingkat permintaan daging domba belum bisa terpenuhi. Data selisih antara realisasi dengan sasaran produksi daging domba untuk beberapa provinsi di Pulau Jawa dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3 Selisih realisasi dan target sasaran produksi daging domba 2010-2013 untuk beberapa provinsi di Pulau Jawa (ton)

Tahun Jabar Jatim Jateng Banten DI Yogya

2010

Target 26 523 12 960 6 497 3 463 1 663

Realisasi 27 258 4 640 5 412 3 463 1 476

Selisih 735 (8 320) (1 085) (768) (187)

2011

Target 27 053 13 418 6 538 3 614 1 682

Realisasi 26 459 5 045 6 927 2 957 2 196

Selisih (594) (8 373) 389 (657) 514

2012

Target 27 887 13 896 6 569 3 736 1 701

Realisasi 26 340 5 239 5 338 3 540 700

Selisih ( 1547) (8 657) (1 231) (196) (1 001)

2013a

Target 28 525 14 285 6 701 3 848 1 720

Realisasi 26 959 5 440 5 418 3 715 704

Selisih (1 566) (8 845) (1 283) (133) (1 016)

Sumber: Ditjennak 2011 (diolah)

Keterangan: aAngka sementara

Sasaran produksi daging domba yang ditargetkan Direktorat Jenderal Peternakan masih belum bisa dicapai hingga tahun 2013. Dilihat dari target yang ditetapkan pada Tabel 3, dapat dikatakan Provinsi Jawa Barat merupakan wilayah dengan produksi domba tertinggi di Indonesia. Data produksi daging domba untuk beberapa provinsi di Pulau Jawa menunjukkan bahwa produksi daging domba masih di bawah bobot yang ditargetkan. Provinsi Jawa Barat dengan produksi tertinggi salah satunya, terdapat selisih sebesar 1 566 ton daging domba pada 2013 yang masih belum bisa dicapai. Untuk itu, perlu dilakukan pengembangan pada usaha ternak domba di Indonesia guna memenuhi permintaan yang masih belum bisa dipenuhi.

(18)

4

peningkatan sebesar 57.01%. Kontribusi produksi ternak domba yang mengalami peningkatan menandakan adanya potensi domba untuk dikembangkan dikarenakan permintaan pasar yang masih belum terpenuhi. Data produksi ternak

Kontribusi ternak domba di wilayah Kabupaten Bogor tidak terlepas dari kontribusi ternak domba di Desa Petir Kecamatan Dramaga sebagai wilayah lingkar kampus. Telah diketahui bahwa peternakan domba di Indonesia masih didominasi peternakan domba rakyat, demikian pula yang diterapkan di Desa Petir. Wilayah Desa Petir ini seringkali dijadikan penelitian staf pengajar dan mahasiswa Institut Pertanian Bogor dalam mengembangkan potensi wilayah. Umumnya peternak domba di wilayah Desa Petir melakukan usaha ternak dengan skala yang relatif kecil sambil bertani, yang mana rumput-rumput sekitar yang tidak termanfaatkan digunakan sebagai pakan domba.

Skala usaha ternak domba yang dilakukan masyarakat Desa Petir cukup beragam. Hasil observasi menunjukkan bahwa jumlah ternak yang diusahakan berkisar antara 5−20 ekor dalam satu periode. Umumnya peternak dengan jumlah ternak domba kurang dari 5 ekor memiliki tujuan beternak untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga, peternak dengan jumlah ternak 6 hingga 10 ekor memiliki tujuan beternak untuk memenuhi kekurangan atau kerugian dari bertani, dan peternak dengan jumlah ternak domba di atas 10 ekor memang bertujuan menjadikan ternak sebagai sumber penghasilan. Tujuan dilakukannya usaha ternak cenderung belum ke arah bisnis sehingga para peternak kurang memperhatikan kelayakan usaha ternak yang dijalani. Beberapa pemilik usaha ternak di lokasi menganggap bahwa dengan terpenuhinya kebutuhan rumah tangga maka usaha tersebut layak untuk dijalankan. Pola ternak yang diterapkan pun cenderung tradisional dan menggunakan input-input yang sederhana.

(19)

5 ketersediaan pakan hijauan segar relatif tinggi namun lebih mudah membusuk, sedangkan pada musim kemarau ketersediaan pakan hijauan segar relatif rendah. Untuk itu dibutuhkan inovasi pakan yang lebih awet sehingga menjaga kestabilan tersedianya pakan hijauan bagi pakan ternak domba.

Pakan silase daun singkong merupakan salah satu alternatif pakan awetan yang dikembangkan oleh staf pengajar IPB yang kemudian akan diterapkan pada usaha ternak domba. Sebelum diintroduksikan di Desa Petir, pakan silase daun singkong yang dikembangkan staf pengajar IPB diuji terlebih dahulu di laboratorium. Pengujian pakan dilakukan dengan menggunakan 4 perlakuan, yang dapat dilihat pada Tabel 5 yaitu T0 (100% rumput gajah), T1 (60% rumput gajah dan 40% konsentrat), T2 (60% rumput gajah, 20 konsentrat, dan 20% silase daun singkong), dan T3 (60% rumput gajah dan 40% silase daun singkong). Kualitas pakan dari empat perlakuan tersebut dapat dilihat dari beberapa indikator. Akbar (2007) menyatakan bahwa Nilai Biologi Protein (NBP) menggambarkan pemanfaatan protein dalam tubuh ternak setelah terserap dalam saluran pencernaan. Nilai ini akan menentukan berapa banyak protein yang dapat diserap dan digunakan oleh ternak. Retensi nitrogen merupakan gambaran banyaknya nitrogen yang disimpan dalam tubuh ternak untuk fungsi produksi, yang diperoleh dari nilai konsumsi N dikurangi N feses dan N urin. Sedangkan Efisiensi Penggunaan Protein (EPN) merupakan presentase antara nitrogen yang teretensi dalam tubuh per nitrogen yang dikonsumsi oleh ternak.

Tabel 5 Retensi nitrogen dan performa domba yang diberi silase daun singkong

Parameter Perlakuan

T0 T1 T2 T3

Konsumsi N (g/kg BB0.75) 1.1±0.05 1.57±0.10 1.74±0.05 1.86±0.05 N feses (g/kg BB0.75) 0.22±0.03 0.24±0.02 0.42±0.03 0.52±0.04 N urin (g/kg BB0.75) 0.57±0.02 0.54±0.04 0.71±0.15 1.01±0.16 Retensi N (g/kg BB 0.75) 0.32±0.02 0.79±0.13 0.61±0.09 0.34±0.19 EPN (%) 28.84±1.00 50.05±5.30 35.09±6.28 17.89±9.39 NBP (%) 36.10±1.50 59.11±5.35 46.42±8.94 24.88±13.25 BB awal (kg) 11.46±1.79 11.53±1.85 11.41±0.98 11.50±1.04 BB akhir (kg) 12.06±2.55 17.02±3.68 16.71±1.70 15.45±1.95 PBBH (g/ekor) 14.40±6.70 60.03±16.93 59.90±11.93 48.57±13.01

Sumber: Noveanto 2013 (diolah)

Keterangan: T0= 100% rumput gajah; T1= 60% rumput gajah+40% konsentrat; T2= 60% rumput gajah+20% konsentrat+20% silase daun singkong; T3= 60% rumput gajah+40% silase daun singkong; EPN= efisiensi penggunaan protein; NBP= nilai biologi protein; BB= bobot badan; PBBH= pertambahan bobot badan harian; pemberian pakan selama 100 hari.

(20)

6

menghasilkan PBBH tertinggi yaitu 60.03 gram/ekor. Tetapi, penerapan perlakuan T1 dan T2 membutuhkan konsentrat untuk penggunaannya dan konsentrat di Indonesia harganya semakin tinggi serta masih banyak yang diimpor. Oleh karena itu, T1 dianggap tidak sesuai untuk diterapkan di peternakan domba rakyat. Dari alternatif yang ada, perlakuan T3 adalah yang paling sesuai karena bahan baku dapat diperoleh dalam negeri dan mudah diterapkan. Tabel 5 menunjukkan bahwa perlakuan T1, T2, dan T3 memiliki pengaruh yang positif pada PBBH domba dan lebih tinggi daripada T0. Hal tersebut menunjukkan bahwa dengan perlakuan T3 pun sudah memiliki PBBH yang jauh lebih tinggi, yaitu 48.57 gram dibandingkan hanya dengan menggunakan T0 sebesar 14.40. Penggunaan pakan silase 40% dan 60% rumput gajah sebagai alternatif pakan untuk ternak domba mampu meningkatkan kualitas dan bobot ternak domba sehingga masa penggemukan domba dapat dipersingkat, sehingga penerimaan dalam satu tahun dapat meningkat.

Introduksi pakan silase daun singkong dilakukan untuk mengenalkan inovasi pakan silase daun singkong yang dapat dibuat secara mandiri oleh peternak. Dalam pembuatan pakan silase daun singkong pada setiap usaha ternak dibutuhkan investasi peralatan-peralatan yang biasanya tidak digunakan dalam kegiatan usaha ternak domba di Desa Petir. Karena itu, dibutuhkan analisis kelayakan usaha untuk melihat pengaruh munculnya investasi peralatan-peralatan baru dalam pembuatan pakan silase daun singkong pada usaha ternak domba di Desa Petir. Analisis kelayakan usaha dilakukan pada usaha ternak domba dalam kondisi aktual, yaitu kondisi usaha ternak tanpa adanya introduksi pakan silase daun singkong dan dalam kondisi adanya introduksi pakan silase daun singkong.

Perumusan Masalah

Sasaran produksi domba yang ditargetkan Direktorat Jenderal Peternakan ditujukan untuk memenuhi permintaan domba yang semakin meningkat. Sekitar 1 566 ton sasaran produksi daging domba di Provinsi Jawa Barat masih belum bisa dipenuhi pada tahun 2013. Hal tersebut menjadi peluang bisnis yang sangat potensial untuk dikembangkan para peternak domba. Desa Petir sebagai salah satu wilayah yang berlokasi di Provinsi Jawa Barat ikut berperan dalam pemenuhan produksi daging domba yang ada di Jawa Barat. Usaha ternak domba yang berlangsung di Desa Petir berbentuk peternakan domba rakyat. Untuk menghadapi peluang bisnis yang ada, maka peternakan domba di Desa Petir perlu melakukan pola ternak yang lebih baik.

(21)

7 Pakan sebagai input utama dalam kegiatan usaha ternak domba di Desa Petir merupakan hijauan segar yang bersumber dari rumput sekitar yang tidak termanfaatkan. Keberadaan hijauan segar sangat tergantung dengan kondisi cuaca, selain itu kualitas pakannya tidak diketahui secara pasti. Untuk itu, pakan silase daun singkong dapat menjadi alternatif pakan yang mampu memberikan bobot dan kualitas domba yang lebih baik. Dikarenakan skala usaha ternak domba yang relatif kecil, maka penerapan pakan silase daun singkong yang membutuhkan investasi peralatan-peralatan baru perlu ditinjau dari segi kelayakan usaha.

Keberadaan usaha memerlukan izin usaha, terlebih pada usaha yang menimbulkan gangguan. Berdirinya usaha ternak domba di Desa Petir dapat mempengaruhi lingkungan sekitar, baik lingkungan sosial maupun lingkungan hidup. Untuk itu perlu dilakukan analisis kelayakan aspek hukum, aspek sosial, dan aspek dampak lingkungan pada usaha ternak domba yang dijalankan di Desa Petir. Analisis tersebut melihat besar pengaruh usaha ternak domba terhadap lingkungan sekitar, dapat berupa pengaruh positif ataupun pengaruh negatif. Selain itu, adanya introduksi pakan silase daun singkong juga perlu dilihat pengaruhnya pada aspek-aspek di atas.

Usaha ternak domba di Desa Petir masih menerapkan sistem manajemen yang tradisional dan sederhana. Seperti tenaga kerja, umumnya usaha ternak domba di Desa Petir menggunakan tenaga kerja dalam keluarga dan sangat jarang menggunakan tenaga kerja luar keluarga. Selain itu, tidak ada standar kerja yang ditetapkan oleh pengelola dalam kegiatan usaha ternak yang dijalankan. Oleh sebab itu, introduksi pakan silase daun singkong yang cukup baru di mata peternak perlu ditinjau dari aspek manajemen.

Setiap usaha memiliki ketidakpastian berupa perubahan-perubahan yang dapat mempengaruhi kelayakan usaha. Usaha ternak domba di Desa Petir dengan skala usaha yang relatif kecil mengahadapi ketidakpastian tersebut. Perubahan-perubahan yang mungkin terjadi misalnya kenaikan harga bakalan domba dan penurunan harga jual domba. Harga input dan output yang berfluktuasi dapat mempengaruhi kelayakan usaha yang dijalankan, maka peternak domba di Desa Petir perlu mengetahui nilai kepekaan pada usahanya yang dapat dianalisis menggunakan analisis switching value.

Kelayakan usaha ternak dilakukan dengan meninjau berbagai aspek-aspek penilaian usaha pada skala usaha yang berbeda dengan kondisi yang berbeda pula, yaitu kondisi aktual tanpa adanya introduksi pakan silase daun singkong dan dengan adanya introduksi pakan silase daun singkong. Sehingga, permasalahan yang dapat diteliti dari usaha ternak domba di Desa Petir Kecamatan Dramaga Petir, Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor layak untuk dijalankan, dilihat dari aspek finansial (NPV, IRR, Net B/C, Gross B/C, dan PP)?

(22)

8

4) Apakah introduksi pakan silase daun singkong pada usaha ternak domba di Desa Petir, Kecamatan Dramaga Kabupaten Bogor layak untuk dijalankan dilihat dari aspek hukum, aspek pasar dan pemasaran, aspek manajemen, aspek teknis, aspek sosial, dan aspek dampak lingkungan?

5) Apakah introduksi pakan silase daun singkong pada usaha ternak domba dengan skala I, skala II, dan skala III di Desa Petir, Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor layak untuk dijalankan dilihat dari aspek finansial (NPV, IRR, Net B/C, Gross B/C, PP, dan incremental net benefit)?

Tujuan Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah yang diuraikan, maka tujuan penelitian ini adalah:

1) Menganalisis kelayakan usaha ternak domba di Desa Petir dilihat dari aspek non finansial.

2) Menganalisis kelayakan usaha ternak domba di Desa Petir dilihat dari aspek finansial.

3) Menganalisis besar perubahan yang diakibatkan oleh penurunan produksi dan peningkatan biaya variabel dengan mengukur nilai kepekaan (switching value).

4) Menganalisis kelayakan usaha ternak domba di Desa Petir dengan introduksi pakan silase daun singkong dilihat dari aspek non finansial.

5) Menganalisis kelayakan usaha ternak domba di Desa Petir dengan introduksi pakan silase daun singkong dilihat dari aspek finansial.

Manfaat Penelitian

Dengan dilakukannya penelitian ini, diharapkan dapat memberi manfaat bagi:

1) Pembaca, menjadi bahan referensi dan rujukan yang dapat memberikan manfaat ilmu.

2) Pemilik usaha ternak domba, menjadi bahan masukan untuk melakukan pengembangan usaha sehingga usaha ternak dapat berkembang.

Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup penelitian ini adalah mencakup usaha ternak domba yang dilakukan oleh peternak-peternak domba di Desa Petir, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Penelitian ini dilakukan untuk melihat pengaruh introduksi pakan silase daun singkong pada usaha ternak domba di Desa Petir dengan penekanan pada aspek non finansial yang terdiri atas aspek hukum, aspek pasar dan pemasaran, aspek manajemen, aspek teknik, aspek sosial, dan dampak lingkungan, serta aspek finansial meliputi Net Present Value (NPV), Internal Rate of Return (IRR), Net

Benefit and Cost Ratio (Net B/C), Gross Benefit and Cost Ratio (Gross B/C),

(23)

9

TINJAUAN PUSTAKA

Klasifikasi Domba

Domba termasuk sub famili Caprinae, dan semua domba domestic tergolong

dalam genus Ovis aries. Terdapat 4 spesies utama dari domba liar, yaitu

O. orientalis yang tersebar di wilayah Afganistan hingga Asia Barat, O. musimon

yang tersebar di wilayah Eropa dan Asia Barat, O. ammon yang tersebar di Asia Tengah, dan O. canadensis yang tersebar di wilayah Asia Utara dan Amerika Utara (Williamson et al. 1978). Sedangkan menurut Sutama dan Budiarsana (2009) ternak domba yang ada sekarang merupakan hasil domestikasi domba liar yang dilakukan dalam kurun waktu yang sangat lama. Jenis domba yang ada sekarang merupakan hasil intervensi manusia dalam menerapkan berbagai teknologi pemuliabiakan. Beberapa domba ternakan yang umum di Indonesia adalah sebagai berikut

1) Domba ekor tipis (DET) sering disebut dengan domba lokal dan sering dijumpai di wilayah Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Sumatera Utara. Ukuran DET relatif kecil dengan warna bulu bermacam-macam, terkadang terdapat lebih dari satu warna bulu pada seekor domba. DET jantan memiliki tanduk, sedangkan DET betina tidak bertanduk. Pertumbuhan DET agak lambat, sehingga bobot badan dewasa pejantan umumnya hanya 30-50 kg dan bobot badan betina hanya 15-35 kg pada umur yang relatif tua (1−2 tahun). Ukuran tubuhnya yang kecil menolong ternak ini beradaptasi dengan kondisi lingkungan yang kurang baik.

2) Domba ekor gemuk (DEG) banyak tersebar di Provinsi Jawa Timur, terutama di Pulau Madura dan sekitarnya. Domba ini memiliki ekor yang tebal dan lebar dengan warna bulu yang putih tulus. Ekornya yang tebal menyebabkan domba ini tahan terhadap lingkungan yang panas dan kering. Pada DEB, baik domba jantan maupun betina tidak memiliki tanduk. Bobot badan DEG jantan dewasa berkisar antara 50−70 kg, sedangkan DEG betina dewasa berkisar antara 30−40 kg.

3) Domba garut atau domba priangan tersebar luas di wilayah Jawa Barat, khususnya Kabupaten Garut. Domba ini merupakan keturunan DET lokal, domba kaapstad dari Afrika Barat daya, dan domba merino dari Australia. Domba ini lebih dimanfaatkan sebagai domba aduan yang mendorong petani untuk menyeleksi dan memeliharanya dengan baik. Bobot domba jantan berkisar antara 45−80 kg, sedangkan bobot betina berkisar antara 25−40 kg.

Peternakan Domba Rakyat

(24)

10

Ternak domba yang ada saat ini merupakan hasil domestikasi domba liar yang dilakukan dalam kurun waktu sangat lama. Pusat asal domestikasi domba liar terjadi di padang rumput Arlo-Caspian, termasuk di daerah negara Iran dan Irak, kemudian dari daerah tersebut domba menyebar ke arah timur menuju daerah subkontinen India, Asia Tenggara, dan Oceania (Sutama dan Budiarsana 2009).

Undang-Undang RI Nomor 18 Tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan mendefinisikan peternakan adalah segala urusan yang berkaitan dengan sumber daya fisik, benih, bibit dan/atau bakalan, pakan, alat dan mesin peternakan, budi daya ternak, panen, pascapanen, pengolahan, pemasaran, dan pengusahaannya. Berdasarkan definisi tersebut maka dapat diartikan bahwa peternakan domba adalah segala urusan yang berkaitan dengan domba, khususnya seperti bibit dan atau bakalan, pakan, alat dan mesin peternakan, budi daya ternak, panen, pascapanen, pengolahan, pemasaran, dan pengusahaannya.

Peternakan domba dapat dikelola manusia dengan berbagai skala usaha. Secara ekonomis, ukuran badan yang kecil berarti memerlukan investasi awal yang lebih kecil, dengan demikian kematian atau kehilangan ternak risikonya lebih kecil (Sutana dan Budiarsana 2009). Masyarakat di perdesaan umumnya mengelola ternak domba dalam skala usaha yang kecil. Di perdesaan di Jawa Barat banyak dijumpai keluarga yang memiliki ternak domba dengan jumlah sedikit bahkan tidak lebih dari 10 ekor. Dari pola ternak domba yang dilakukan masyarakat perdesaan muncullah istilah peternakan domba rakyat.

Silase Daun Singkong

Dunia peternakan tidak terlepas dari pakan hijauan yang merupakan aspek penting bagi ternak. Pakan hijauan dapat berupa pakan hijauan segar maupun pakan hijauan awetan. Pakan hijauan segar berasal dari hijauan yang langsung diberikan pada ternak, sedangkan pakan hijauan awetan berasal dari hijauan yang diawetkan. Keduanya dapat digunakan sebagai pakan bagi ternak, namun ketersediaan kedua jenis pakan ini dapat mempengaruhi ketersediaan pakan bagi ternak.

Ketersediaan hijauan di Indonesia sangat bergantung pada musim. Ketika musim hujan ketersediaan hijauan sangat tinggi sehingga terjadi kelebihan pasokan pakan hijauan namun apabila tidak segera dimanfaatkan pakan hijauan akan membusuk, sedangkan ketika musim kemarau ketersediaan hijauan sangat sedikit sehingga pakan hijauan tidak mencukupi. Ketersediaan hijauan yang tidak stabil mendorong peneliti untuk melakukan teknik pengawetan pakan.

Teknik pengawetan pakan hijauan dapat dilakukan dengan dua teknik, yaitu dengan teknik pengeringan dan teknik fermentasi an aerob. Pengawetan dengan teknik pengeringan memiliki beberapa kekurangan, yaitu bergantung dengan cuaca dan kurang tahan simpan. Sebaliknya pengawetan hijauan dengan fermentasi an aerob lebih tahan simpan dan pembuatannya dapat dilakukan setiap saat tanpa dipengaruhi musim ataupun cuaca (Rijali 2010).

(25)

11 pernafasan yang dimiliki tumbuhan. Ketika oksigen mengalami kontak dengan hijauan dalam beberapa waktu, aktivitas mikroba akan merusak produk-produk yang tidak berguna dan beracun (McDonald et al. 1991). Bahan yang baik dijadikan silase harus mempunyai substrat mudah terfermentasi dalam bentuk

Water Soluble Carbohydrate (WSC) yang cukup, mampu untuk mempertahankan

perubahan pH yang rendah dan kandungan bahan kering di atas 200 g dalam setiap kg bahan segar (Sandi 2010).

Salah satu tanaman yang dapat digunakan untuk dijadikan pakan silase adalah daun singkong. Hay daun singkong berfungsi sebagai sumber protein, juga berperan sebagai anti cacing (anthelmintic) dan kandungan taninnya berpotensi meningkatkan daya tahan saluran pencernaan ternak terhadap mikroorganisme parasit (Rijali 2010). Namun, kendala dalam penggunaan daun singkong sebagai menjadi silase. Loc et al. (2000) menyatakan bahwa pembuatan silase merupakan cara efektif menurunkan kadar HCN yang terkandung dalam daun singkong hingga lebih dari 70 persen. Selain itu, keunggulan lain dari silase yaitu mengandung asam organic yang berperan sebagai promoter pertumbuhan dan penghambat penyakit (Sapienza dan Bolsen 1993) Penggunaan pakan silase berbahan dasar daun singkong mampu memberikan perubahan nyata pada bobot ternak domba ekor tipis.

Hasil penelitian Noveanto (2013) pada Tabel 5 menunjukkan bahwa hasil terbaik diperoleh dari penggunaan 60% rumput gajah dan 40% konsentrat. Penggunaan daun singkong sebanyak 40% pada 60% pakan ternak rumput gajah dapat meningkatkan bobot harian domba sekitar 48.57 gram per ekor lebih tinggi dibandingkan penggunaan pakan rumput gajah 100%, namun masih lebih rendah bila dibandingkan dengan penggunaan konsentrat. Tingginya konsumsi kadar protein dari daun singkong tidak diikuti dengan tingkat EPN yang tinggi, sehingga penambahan bobot domba dengan menggunakan silase daun singkong masih lebih rendah bila dibandingkan dengan menggunakan konsentrat.

Analisis Kelayakan Usaha

(26)

12

Analisis Non Finansial

Penelitian kelayakan usaha dengan meninjau aspek non finansial dapat dilihat dari berbagai aspek. Menurut Jakfar dan Kamsir (2003), aspek yang ditinjau pada aspek non finansial adalah aspek hukum, aspek pasar dan pemasaran, aspek teknis dan operasi, aspek manajemen dan organisasi, aspek sosial dan ekonomi, dan aspek dampak lingkungan. Aspek non finansial yang digunakan pada sebuah penelitian tidak harus sama, aspek-aspek non finansial yang digunakan didasarkan pada kondisi usaha yang dijalankan.

Beberapa penelitian kelayakan usaha ternak domba umumnya menggunakan aspek non finansial yang sama. Penelitian yang dilakukan oleh Siregar (2012) Bahmat (2012), Hermawan (2013) menganalisis kelayakan non finansial usaha ternak yang dilakukan dengan meninjau aspek pasar, aspek teknis, aspek hukum, aspek manajemen, aspek sosial dan ekonomi, dan aspek lingkungan. Keenam aspek non finansial tersebut ditinjau sebab ketiga penelitian ini berupa kelayakan usaha pengembangan peternakan, yang mana sebelumnya belum pernah dilakukaan analisis kelayakan usaha pada peternakan yang sedang berjalan. Pengembangan suatu usaha dapat mempengaruhi seluruh atau beberapa aspek.

Terdapat perbedaan pada aspek pasar yang ditinjau oleh ketiga peneliti. Aspek pasar yang diteliti pada penelitian yang dilakukan Hermawan (2013), Bahmat (2012), dan Siregar (2012) meninjau kondisi permintaan dan penawaran domba yang dihadapi kedua peternakan, namun Bahmat (2012) dan Hermawan (2013) meninjau juga bagaimana bauran pemasaran yang dilakukan usaha ternak yang diteliti secara mendetail pada setiap komponen bauran pemasaran (produk, harga, tempat, dan promosi). Siregar (2012) meninjau beberapa komponen dalam bauran pemasaran yang dilakukan Peternakan Domba Tawakkal, yaitu harga dan produk. Harga dan produk lebih disorot karena peternakan tersebut melakukan pengembangan yang menekankan pada kedua komponen tersebut.

Berdasarkan uraian di atas, aspek-aspek yang digunakan dalam analisis kelayakan usaha ternak domba di Desa Petir sama dengan penelitian-penelitian sebelumnya. Aspek-aspek tersebut adalah aspek hukum, aspek pasar dan pemasaran, aspek manajemen, aspek teknis, aspek sosial, dan aspek dampak lingkungan. Pemilihan seluruh aspek non finansial didasarkan pada usaha ternak domba di Desa Petir yang belum pernah meninjau kelayakan usaha, serta adanya investasi pembuatan pakan silase daun singkong yang dapat mempengaruhi kelayakan usaha ternak domba yang dijalankan di Desa Petir. Dengan menganalisis aspek non finansial pada peternakan domba rakyat di Desa Petir dapat menunjukkan perbedaan kondisi antara peternakan domba rakyat dengan usaha ternak swasta.

Analisis Finansial

(27)

13 proyek yang dijalankan. Hasil analisis kelayakan aspek finansial mampu menentukan rencana investasi.

Penelitian kelayakan aspek finansial pada sebuah usaha dapat dilakukan dengan berbagai macam alat analisis. Beberapa penelitian kelayakan usaha ternak domba yang dilakukan oleh Siregar (2012), Hermawan (2013), dan Bahmat (2012) menggunakan perhitungan NPV, Net B/C, IRR, dan paybackperiod dalam memperhitungkan kelayakan aspek finansial. Penggunaan alat analisis perhitungan kelayakan finansial berdasarkan kondisi usaha ternak yang diteliti. Melihat ketiga usaha ternak yang diteliti sebelumnya, skala usaha ternak domba yang diteliti sudah cukup besar dan telah memiliki badan usaha yang jelas. Berbeda dengan kondisi usaha ternak yang dijalani masyarakat di Desa Petir, umumnya usaha ternak domba yang dijalankan masih relatif kecil sehingga penggunaan alat analisis dalam perhitungan kelayakan finansial sedikit berbeda.

Alat analisis perhitungan kelayakan finansial usaha ternak domba di Desa Petir akan menggunakan Net Present Value (NPV), Net B/C, Gross B/C, Internal

Rate of Return (IRR), Payback Period), dan Incremental Net Benefit. Perhitungan

nilai Gross B/C dilakukan untuk melihat perbandingan besar manfaat dan besar biaya yang dikeluarkan, sedangkan Incremental Net Benefit untuk melihat perbandingan manfaat bersih yang diterima peternak tanpa introduksi pakan silase daun singkong dan dengan adanya introduksi pembuatan pakan silase singkong. Analisis finansial pada usaha ternak domba baik dalam kondisi tanpa adanya introduksi pakan silase daun singkong maupun dengan adanya intrduksi pakan silase daun singkong dapat memberikan gambaran seberapa efektif pengaruh positif dari introduksi pakan silase daun singkong pada usaha ternak domba di Desa Petir akan berjalan.

Analisis Switching Value

Perhitungan switching value dilakukan untuk mengetahui batas maksimal perubahan apabila terjadi peningkatan harga input dan penurunan harga jual domba pada usaha ternak yang dilakukan. Hasil perhitungan analisis switching

value dapat melihat nilai presentase peningkatan harga input dan penurunan harga

output maksimal. Dengan hasil penelitian tersebut, pengelola usaha ternak domba

mampu mencegah kerugian apabila terjadi perubahan harga input dan output. Berikut ini beberapa hasil penelitian menganai switching value pada usaha ternak domba

1) Hasil penelitian mengenai switching value yang dilakukan Siregar (2012) menunjukkan bahwa penurunan harga jual domba lebih berpengaruh terhadap proses usaha ternak bila dibandingkan dengan harga pakan hijauan, yaitu penurunan harga jual domba paling maksimum adalah 20.92 persen dan peningkatan harga pakan hijauan paling maksimum adalah 134.36 persen.

2) Penelitian yang dilakukan Hermawan (2013) mengenai switching value

(28)

14

pada usaha ternak yang dijalankan sendiri dan 2.67 persen pada penggemukan domba bermitra. Hal tersebut menunjukkan bahwa usaha dengan bermitra lebih dipengaruhi perubahan harga input dan output. 3) Analisis switching value dilakukan juga oleh Bahmat (2012)

menggunakan harga bakalan sebagai faktor input yang mempengaruhi proses produksi dengan batas maksimum 0.29 persen dan penurunan harga sebagai faktor output yang mempengaruhi proses produksi dengan batas maksimum penurunan sebesar 0.14 persen. Hal tersebut menunjukkan bahwa perubahan harga input dan output sangat mempengaruhi kegiatan usaha ini.

Penelitian-penelitian terdahulu menunjukkan bahwa dalam menganalisis nilai switching value dibutuhkan faktor input dan output yang cenderung mengalami perubahan harga. Perubahan tersebut terutama berpengaruh pada kelayakan usaha yang sedang dijalankan. Hasil observasi menunjukkan bahwa faktor yang cenderung akan mempengaruhi kelayakan usaha adalah penurunan harga output dan peningkatan harga bakalan domba. Dengan menganalisis

switching value pada usaha ternak domba yang dijalankan di Desa Petir dapat

menunjukkan perbedaan tingkat perubahan maksimum yang dihadapi usaha ternak swasta dengan peternakan domba rakyat.

KERANGKA PEMIKIRAN

Kerangka Pemikiran Teoritis

Studi kelayakan proyek adalah penelitian tentang dapat tidaknya suatu proyek dilaksanakan dengan berhasil. Proyek yang diteliti bisa berupa proyek raksasa ataupun usaha yang sederhana. Semakin besar proyek maka semakin besar dampaknya (Husnan dan Suwarsono 1994). Hasil studi kelayakan proyek menunjukkan kelayakan proyek tersebut, yaitu akan membantu dalam pengambilan keputusan apakah suatu proyek dapat diterima (layak) atau ditolak (tidak layak).

Penentuan layak atau tidak suatu usaha perlu ditinjau dari berbagai aspek, dikarenakan ukuran kelayakan pada masing-masing jenis usaha sangat berbeda. Setiap aspek untuk dapat dikatakan layak harus memiliki standar tertentu sehingga keputusan penilaian didasarkan pada keseluruhan aspek yang akan dinilai nantinya. Hasil penelitian pada berbagai aspek belum tentu menunjukkan kesamarataan pada setiap aspek, yaitu semua aspek yang ditinjau dikatakan layak ataupun tidak layak. Penelitian bisa saja menghasilkan informasi dimana terdapat satu atau lebih aspek yang tidak layak di antara semua aspek yang ditinjau, maka aspek yang kurang layak akan diberikan beberapa saran perbaikan sehingga dapat memenuhi kriteria kelayakan. Apabila kriteria tersebut tidak dapat dipenuhi sebaiknya jangan dijalankan.

(29)

15 karakteristik usaha yang dianalisis. Dilihat dari karakteristik usaha ternak domba di Desa Petir, maka aspek yang perlu dianalisis adalah aspek hukum, aspek pasar dan pemasaran, aspek manajemen, aspek teknis, aspek sosial, aspek dampak lingkungan, dan aspek keuangan.

Aspek-aspek Studi Kelayakan Bisnis

Aspek Hukum

Penelitian pada aspek hukum sangat penting karena segala bentuk perizinan atau persyaratan berdirinya sebuah usaha harus dilakukan sebelum sebuah usaha tersebut didirikan. Penelitian ini perlu meneliti dokumen-dokumen meliputi badan hukum, izin-izin yang dimiliki, sertifikat tanah atau dokumen lainnya yang mendukung kegiatan usaha tersebut (Jakfar dan Kasmir 2003).

Banyaknya dokumen yang perlu diteliti sangat bergantung pada jenis usahanya. Suatu bisnis dapat dikatakan layak apabila bisnis tersebut telah memenuhi persyaratan perizinan yang sesuai dengan wilayah bisnis itu berada. Manurut Jakfar dan Kasmir (2003), secara umum dokumen-dokumen yang akan diteliti berkaitan dengan aspek hukum adalah sebagai berikut:

1. Bentuk badan usaha

2. Bukti diri, yaitu kartu identitas pemilik usaha (KTP) 3. Tanda Daftar Perusahaan (TDP)

4. Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) 5. Izin-izin Perusahaan

6. Keabsahan dokumen lainnya Aspek Pasar dan Pemasaran

Tujuan perusahaan memproduksi atau memasarkan suatu produk adalah untuk meningkatkan penjualan dan laba, menguasai pasar, mengurangi saingan, menaikkan prestise produk tertentu di pasaran, serta untuk memenuhi pihak-pihak tertentu (Jakfar dan Kasmir 2003). Berdasarkan tujuan perusahaan dalam memproduksi atau memasarkan suatu produk maka aspek pasar sangat penting untuk ditinjau dalam manganalisis kelayakan sebuah usaha.

Hal yang mendasar harus diketahui dari aspek pasar adalah seberapa besar potensi (market potensial) yang tersedia dan berapa bagian (market share) yang dapat diraih oleh proyek yang diusulkan. Untuk menjawab market potensial

diperlukan data permintaan, baik secara total maupun terperinci menurut daerah. Sedangkan market share dapat diperoleh dengan mengetahui jumlah penjualan perusahaan tersebut (Nurmalina et al. 2009). Selain itu, menurut Gittinger (1986) analisis komersial dapat dilakukan dengan meramalkan permintaan dan penawaran perusahaan.

(30)

16

Aspek Teknis

Menurut Jakfar dan Kasmir (2003), hal-hal yang perlu diperhatikan dalam aspek teknis adalah masalah penentuan lokasi, luas produksi, tata letak, penyusunan peralatan pabrik dan proses produksinya termasuk pemilihan teknologi. Kelengkapan kajian aspek teknis sangat tergantung dari jenis bisnis yang akan dijalankan, karena setiap jenis usaha memiliki prioritas tersendiri.

1) Penentuan Lokasi Bisnis

Faktor penentuan lokasi bisnis perlu memperhatikan ketersediaan bahan baku yang akan digunakan, letak pasar yang akan dituju, ketersediaan tenaga kerja, dan iklim serta keadaan tanah dari lokasi bisnis. Suatu bisnis dapat dikatakan layak apabila dalam penentuan lokasi bisnisnya telah memperhatikan salah satu faktor tersebut.

2) Luas Produksi

Penentuan luas produksi berkaitan dengan berapa jumlah produksi yang dihasilkan dalam waktu tertentu dengan mempertimbangkan kapasitas teknis dan peralatan yang dimiliki (Jakfar dan Kasmir 2003). Beberapa faktor yang perlu diperhatikan dalam penentuan luas produksi yaitu batasan permintaan, kapasitas input yang digunakan, jumlah dan kemampuan tenaga kerja pengelola produksi, kemampuan finansial dan manajemen, serta adanya perubahan teknologi produksi di masa datang yang akan dijalankan (Husnan dan Suwarsono 1994)

3) Tata Letak (Layout)

Tata letak atau layout merupakan suatu proses dalam penentuan bentuk dan penempatan fasilitas yang dapat menentukan efisiensi produksi atau operasi. Layout dirancang berkenaan dengan produk, proses, sumberdaya manusia, dan lokasi sehingga dapat tercapai efisiensi operasi. Kriteria yang dapat digunakan diantaranya konsistensi dngan teknologi produksi, arus produk dalam proses satu ke proses yang lain, penggunaan ruangan yang optimal, kemudahan melakukan penyesusaian maupun ekspansi, serta meminimisasi biaya produksi dan memberikan jaminan yang cukup untuk keselamatan kerja.

4) Pemilihan Jenis Teknologi dan Equipment

Kriteria pemilihan teknologi yang tepat adalah seberapa jauh derajat mekanisasi yang diinginkan dan manfaat ekonomi yang diharapkan. Berdasarkan kriteria tersebut, hal yang perlu diperhatikan dalam pemilihan teknologi adalah

(31)

17 Menurut Nurmalina et al. (2009) aspek manajemen mempelajari tentang manajemen dalam masa pembangunan bisnis dan manajemen dalam masa operasi. Pada masa pembangunan, aspek manajemen mempelajari siapa yang akan menjadi pelaksana bisnis, jadwal penyelesaian bisnis, dan siapa yang akan melakukan studi kelayakan bisnis untuk masing-masing aspek. Manajemen dalam operasi mempelajari bentuk organisasi yang dipilih, bagaimana struktur organisasi perusahaan, deskripsi dari setiap jabatan kerja, jumlah tenaga kerja yang akan digunakan, dan menentukan anggota direksi serta tenaga ahli.

Aspek Sosial

Keberlangsungan sebuah usaha dapat memberikan dampak secara luas, baik internal perusahaan maupun eksternal perusahaan. Dampak tersebut bisa berupa dampak positif ataupun dampak negatif (Jakfar dan Kasmir 2003). Untuk itu perlu dilakukan analisis pada aspek sosial untuk mempertimbangkan pola dan kebiasaan sosial dari pihak yang akan dilayani oleh proyek. Menurut Nurmalina et al. (2009), pada aspek sosial yang perlu dipelajari adalah penambahan kesempatan kerja atau pengangguran, pemerataan kesempatan kerja, dan bagaimana bisnis tersebut berpengaruh terhadap lingkungan bisnis.

Aspek Dampak Lingkungan

Aspek lingkungan berkaitan dengan pengolahan limbah perusahaan dikarenakan lingkungan hidup menjadi suatu aspek yang sangat penting dalam pendirian sebuah usaha. Pendirian sebuah usaha akan memberikan dampak pada lingkungan hidup usaha tersebut berdiri. Dampak lingkungan hidup yang terjadi dapat timbul secara langsung mempengaruhi kegiatan usaha atau baru terlihat di masa yang akan datang. Bentuk dampak lingkungan yang terjadi adalah berubahnya suatu lingkungan dari bentuk aslinya seperti perubahan fisik, kimia, biologi, atau sosial. Perubahan lingkungan apabila tidak diantisipasi atau ditangani dengan baik dapat merusak tatanan yang sudah ada sebelum usaha tersebut berdiri (Jakfar dan Kasmir 2003).

Aspek Finansial

Analisis finansial adalah suatu analisis yang membandingkan antara biaya dan manfaat untuk menentukan apakah suatu proyek akan menguntungkan selama umur proyek (Husnan dan Suwarsono 1994). Kegiatan analisis finansial kelayakan usaha perlu memperhatikan kriteria-kriteria kelayakan usaha. Alat ukur untuk menentukan kelayak usaha secara finansial berdasarkan kriteria investasi dapat dilakukan dengan menggunakanalat-alat berikut

1) Net Present Value (NPV)

Net Present Value merupakan selisih antara total present value manfaat

dengan present value biaya atau jumlah present value dari manfaat bersih tambahan selama umur bisnis (Nurmalina et al. 2009). Menurut Jakfar dan Kasmir (2003) NPV adalah perbandingan antara PV kas bersih dengan PV investasi selama umur investasi. Kedua pengertian tersebut memiliki makna yang sama. Bisnis dinyatakan layak jika NPV lebih besar dari nol (Nurmalina

(32)

18

2) Internal Rate of Return (IRR)

Internal Rate of Return (IRR) merupakan alat untuk mengukur tingkat

pengembalian hasil intern. IRR menunjukkan tingkat pengembalian internal dari investasi selama umur proyek yang bertujuan untuk mengetahui presentase keuntungan dari suatu proyek tiap tahun dan menunjukkan kemampuan proyek dalam mengembalikan bunga pinjaman (Gittinger 1986). IRR adalah tingkat suku bunga yang membuat nilai NPV proyek sama dengan nol (Nurmalina et al. 2009).

3) Net Benefit Cost Ratio (Net B/C Ratio)

Net B/C atau Net Benefit-Cost Ratio merupakan rasio antara present value

manfaat bersih yang bernilai positif dengan present value yang bernilai negatif (Nurmalina et al. 2009). Bisnis dikatakan layak bila Net B/C Ratio lebih besar dari satu. Nilai Net B/C yang lebih besar dari satu menunjukkan suatu bisnis dapat menghasilkan manfaat bersih yang nilainya lebih besar dibandingkan dengan biaya yang dikeluarkan. Apabila Net B/C lebih kecil dari satu berarti nilai manfaat bersih lebih kecil bila dibandingkan dengan biaya yang dikeluarkan sehingga bisnis tersebut tidak layak untuk dijalankan. Kemudian, apabila nilai Net B/C sama dengan nol maka nilai manfaat bersih dan biaya yang dikeluarkan sama sehingga bisnis ini dapat dilaksanakan ataupun tidak.

4) Gross Benefit Cost Ratio (Gross B/C Ratio)

Gross B/C ratio merupakan gambaran pengaruh dari adanya tambahan biaya

terhadap tambahan manfaat yang diterima. Sebuah usaha dikatakan layak berdasarkan nilai Gross B/C yang lebih besar daripada 1. Sedangkan apabila nilainya di bawah 1 maka usaha tersebut tidak layak untuk dijalankan (Nurmalina et al 2009)

5) Payback Period

Payback Period merupakan jangka waktu yang diperoleh untuk membayar

kembali seluruh investasi yang dikeluarkan melalui keuntungan yang diperoleh dari suatu proyek. Semakin cepat waktu pengembalian investasi, maka semakin baik untuk diusahakan (Gittinger 1986). Payback Period

digunakan pedoman untuk menentukan suatu proyek yang akan dipilih adalah proyek yang investasi dapat cepat dikembalikan.

6) Incremental Net Benefit

(33)

19

Analisis Switching Value

Analisis switching value dilakukan untuk melihat pengaruh perubahan beberapa faktor dalam pengembangan usaha, yaitu penurunan inflow dan kenaikan

outflow. Penurunan inflow disebabkan oleh perubahan kapasitas produksi dan

penurunan harga, sedangkan kenaikan nilai outflow disebabkan kenaikan biaya variabel. Menurut Nurmalina et al. (2009) besarnya perubahan pada switching

value dapat dilakukan dengan menghitung secara coba-coba perubahan

maksimum yang boleh terjadi akibat komponen inflow atau outflow agar bisnis masih tetap layak.

Kerangka Operasional

Domba merupakan salah satu alternatif sumber protein hewani. Selain itu, domba memiliki permintaan yang tinggi, namun masih belum bisa dipenuhi. Kabupaten Bogor sebagai salah satu wilayah di Provinsi Jawa Barat memiliki sumbangan produksi daging domba yang meningkat sebesar 57.01% dari tahun 2011 hingga tahun 2012. Kontribusi ternak domba di Kabupaten Bogor sendiri tidak terlepas dari peranan produksi ternak di Desa Petir, Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor, Jawa Barat.

Di Desa Petir skala usaha ternak domba yang diusahakan cukup beragam namun relatif kecil, berkisar antara 5−20 ekor. Umumnya peternak dengan jumlah ternak domba kurang dari 5 ekor memiliki tujuan beternak untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga, peternak dengan jumlah ternak 6 hingga 10 ekor memiliki tujuan beternak untuk memenuhi kekurangan atau kerugian dari bertani, dan peternak dengan jumlah ternak domba di atas 10 ekor memang bertujuan menjadikan ternak sebagai sumber penghasilan.

Penggunaan input masih sederhana dan keberadaan usaha ternak domba merupakan kegiatan usaha sampingan. Input yang digunakan peternak masih tradisional dan seadanya. Seperti pada pakan, peternak menggunakan rumput sekitar sebagai pakan ternak domba. Ketersediaan pakan hijauan segar sangat dipengaruhi kondisi cuaca. Hal tersebut menunjukkan bahwa diperlukan inovasi pakan yang dapat menjaga kestabilan tersedianya pakan ternak dengan kualitas yang baik.

Pakan silase daun singkong sebagai alternatif pakan untuk ternak domba di Desa Petir mampu meningkatkan kualitas ternak domba sehingga diharapkan mampu memberikan keuntungan yang lebih bagi peternak domba di Desa Petir. Adanya introduksi pakan silase daun singkong ini bertujuan untuk mengenalkan inovasi pakan berkualitas baik yang mampu dibuat peternak secara mandiri. Dalam pembuatan pakan silase daun singkong pada setiap usaha ternak dibutuhkan investasi peralatan-peralatan yang biasanya tidak digunakan dalam kegiatan usaha ternak domba di Desa Petir. Oleh karena itu, dibutuhkan analisis kelayakan usaha untuk melihat pengaruh munculnya investasi peralatan-peralatan baru dalam pembuatan pakan silase daun singkong pada usaha ternak domba di Desa Petir.

(34)

20

dengan adanya introduksi pakan silase daun singkong. Analisis kelayakan usaha ternak ini meninjau aspek non finansial dan aspek finansial. Hasil dari analisis kelayakan usaha dapat menjadi pedoman bagi peternak domba di Desa Petir untuk melakukan usaha pengembangan selanjutnya. Hasil analisis kelayakan usaha yang menunjukkan layak dilakukan maka akan dilanjutkan, apabila hasil analisis menunjukkan tidak layak dilakukan maka akan menjadi bahan evaluasi.

1. Domba merupakan salah satu alternatif sumber protein hewani 2. Permintaan domba masih belum bisa dipenuhi

1. Pola ternak domba di Desa Petir masih sederhana 2. Skala usaha relatif kecil

Analisis Non Finansial: Aspek Finansial:

Aspek Hukum NPV

Aspek Pasar dan Pemasaran IRR

Aspek Manajemen Net B/C

Aspek Teknis Gross B/C

Aspek Sosial Payback Period

Aspek Dampak Lingkungan Incremental Net Benefit

Switching Value

Layak Tidak Layak

Implementasi Reevaluasi

Analisis Kelayakan Usaha Ternak Domba di Desa Petir

3. Kontribusi produksi ternak kecil di Kabupaten Bogor paling tinggi diduduki oleh domba

Peternakan domba sangat potensial untuk dikembangkan

3. Usaha dijalankan sebagai sampingan bertani

Usaha Ternak Domba di Desa Petir

4. Introduksi pakan silase daun singkong

(35)

21

METODOLOGI PENELITIAN

Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Desa Petir, Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor, dengan fokus lokasi penelitian pada wilayah RW 04 dan RW 05. Pemilihan lokasi penelitian ini dilakukan dengan pertimbangan kedua RW tersebut dinyatakan sebagai wilayah fokus ternak domba dibandingkan wilayah lainnya, serta adanya introduksi pakan silase daun singkong pada usaha ternak domba di Desa Petir sehingga hal ini perlu dilakukan penelitian mengenai kelayakan usaha. Pengambilan data dilaksanakan pada bulan Februari 2014.

Jenis dan Sumber Data

Dalam penelitian ini jenis data yang digunakan berasal dari data primer dan data sekunder. Jenis data primer berasal dari informasi yang diperoleh secara langsung dari pemilik usaha ternak domba di Desa Petir pada berbagai skala usaha, serta pihak-pihak terkait. Data sekunder berasal dari sumber-sumber yang telah ada baik melalui media elektronik, maupun media cetak, dan dokumen-dokumen dari beberapa instansi terkait.

Metode Pengumpulan Data

Pengumpulan data primer dilakukan dengan observasi dan wawancara secara langsung kepada beberapa peternak domba di Desa Petir dalam berbagai skala usaha yang ditentukan secara purposive yaitu responden pada skala I adalah peternak dengan jumlah ternak domba sebesar 3 dan 5 ekor, responden pada skala II adalah peternak dengan jumlah ternak 6, 8, dan 10 ekor, sedangkan responden pada skala III adalah peternak dengan jumlah ternak 11, 13, 15, 17, dan 25 ekor. Penentuan jumlah ternak dilakukan untuk mendapatkan sebaran biaya di setiap skala. Selain itu, dilakukan juga wawancara dengan pihak-pihak terkait, seperti penampung domba hasil penggemukan (tengkulak), warga sekitar, dan aparatur desa. Kemudian data sekunder diperoleh dengan melakukan penelusuran pustaka-pustaka terkait baik melalui internet maupun melalui media cetak, selain itu data sekunder diperoleh juga dengan mendatangi instansi terkait data yang dibutuhkan.

Metode Pengolahan dan Analisis Data

Analisis data diolah secara kualitatif dan kuantitatif. Data kualitatif dianalisis untuk mengkaji aspek hukum, aspek pasar dan pemasaran, aspek manajemen, aspek teknis, dan aspek dampak lingkungan. Sedangkan analisis kuantitatif dilakukan dengan menganalisis kelayakan aspek finansial usaha ternak domba di Desa Petir, Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor melalui kriteria kelayakan Net Present Value (NPV), Internal Rate of Return (IRR), Net

(36)

22

Benefit, dan Payback Period yang diolah dengan Microsoft Office Excel 2007. Perhitungan biaya dan manfaat disusun dalam bentuk cashflow.

Aspek Non Finansial

Aspek Hukum

Aspek hukum dianalisis dengan meninjau segala bentuk perizinan yang dilakukan peternak di Desa Petir. Beberapa dokumen bentuk perizinan yang penting untuk ditinjau diantaranya KTP pemilik usaha ternak, sertifikat lahan yang diusahakan, izin pada pemerintah setempat, izin gangguan, dan lain-lain. Peternak yang telah melakukan perizinan sebelum melakukan usaha maka berdasarkan aspek hukum usaha ternaknya dinyatakan layak, sedangkan peternak yang tidak melakukan perizinan dinilai tidak layak berdasarkan aspek hukum. Aspe Pasar dan Pemasaran

Aspek pasar ditinjau berdasarkan permintaan domba dan penawaran di tingkat Desa Petir. Permintaan diproyeksikan dari jumlah populasi domba yang dihadapi penampung (tengkulak) hasil ternak domba di Desa Petir. Penawaran pasar dianalisis dengan cara menghitung realisasi penjualan peternak domba di Desa Petir. Aspek pasar dinyatakan layak jika terdapat potensi pasar domba yang tercermin dari jumlah permintaan yang lebih tingggi daripada jumlah produksi yang dihasilkan. Pada aspek pasar juga dalam memenuhi kebutuhan pasar yang ada maka perlu dianalisis bauran pemasaran yang diterapkan para peternak domba di Desa Petir. Aspek pemasaran dinyatakan layak jika usaha ternak memiliki strategi pemasaran yang jelas dan efektif untuk mencapai penjualan yang lebih tinggi.

Aspek Teknis

Aspek teknis dianalisis secara deskriptif dengan melihat kebutuhan bahan baku, peralatan pada peternak domba, dan apa yang diperlukan dan bagaimana secara teknis proses penggemukan domba yang dapat dilakukan, terkait lokasi usaha, luas produksi, layout produksi, dan pemilihan jenis teknologi yang digunakan. Subagyo (2007) menyatakan bahwa indikator kelayakan sebuah usaha untuk dijalankan dari aspek teknis adalah jika secara teknis usaha tersebut dapat dilakukan dan suistainable (berkelanjutan). Hal ini berarti sebuah usaha harus memiliki lokasi usaha, luas produksi, layout produksi, dan pemilihan jenis teknologi yang mampu menunjang pelaksanaan usaha.

Aspek Manajemen

(37)

23 sistem manajemen yang sesuai dengan kebutuhan dan memiliki pembagian serta deskripsi tugas yang jelas, sehingga mendukung pencapaian tujuan perusahaan. Aspek Sosial

Analisis pada aspek sosial dilihat berdasarkan perkiraan dampak yang akan timbul atas berdirinya usaha ternak domba di Desa Petir pada kondisi sosial masyarakat, lingkungan maupun terhadap manfaat-manfaat dari adanya suatu kegiatan usaha yang sudah berjalan. Selain itu, dilihat pula bagaimana usaha ternak berpengaruh pada penambahan kesempatan kerja atau pengangguran, pemerataan kesempatan kerja. Umar (2005) menyatakan bahwa hendaknya bisnis memiliki manfaat-manfaat sosial yang dapat diterima masyarakat, seperti membuka lapangan kerja baru, melaksanakan alih teknologi, meningkatkan mutu hidup, dan pengaruh positif.

Aspek Dampak Lingkungan

Aspek dampak lingkungan dianalisis dengan melihat dampak lingkungan yang akan muncul karena berdirinya usaha ternak domba di Desa Petir, selain itu melihat bagaimana pengolahan limbah dilakukan. Dampak lingkungan yang dilihat bisa berdasarkan pengaruh usaha pada tanah, air, udara, dan kesehatan manusia yang bekerja di dalam perusahaan ataupun di lingkungan sekitar. Sebuah usaha dikatakan layak dari aspek dampak lingkungan jika kondisi lingkungan sesuai dengan kebutuhan ide bisnis dan mampu memberikan manfaat yang lebih besar dibandingkandampak negatifnya di wilayah tersebut.

Aspek Finansial

Studi kelayakan finansial yang dilakukan adalah untuk menganalisis usaha ternak yang dilakukan beberapa peternak di Desa Petir dengan skala usaha yang berbeda. Kriteria-kriteria yang digunakan dalam melakukan suatu evaluasi terhadap investasi proyek adalah Net Present Value (NPV), Internal Rate of

Return (IRR), Net Benefit Cost Ratio (Net B/C), Gross Benefit Cost Ratio (Gross

B/C), Payback Period, dan Incremental Net Benefit.

1) Net Present Value (NPV)

Net Present Value menunjukkan nilai manfaat bersih pada tingkat diskonto

tertentu. Suatu bisnis dinyatakan layak jika NPV lebih besar dari nol (Nurmalina et al. 2009). Jika NPV sama dengan nol maka bisnis tetap dapat dilaksanakan, namun dapat mengurangi efisiensi dan efektifitas perusahaan karena tidak ada keuntungan yang didapat perusahaan. Apabila NPV lebih kecil dari nol maka bisnis sebaiknya tidak dijalankan karena akan menimbulkan kerugian pada perusahaan. Persamaan yang digunakan untuk menentukan nilai NPV adalah sebagai berikut

NPV = t- t 1 i t n

t 1

Keterangan :

NPV = nilai bersih sekarang (Rupiah) Ct= biaya pada tahun ke-t (Rupiah)

Bt = manfaat pada tahun ke-t (Rupiah) i = tingkat diskonto (%)

Gambar

Tabel 1 Rata-rata konsumsi protein (gram per kapita) menurut kelompok makanan  pada tahun 2011-2013
Tabel 2 PDRB peternakan tahun 2007-2011 atas dasar harga berlaku menurut
Tabel 3 Selisih realisasi dan target sasaran produksi daging domba 2010-2013 untuk beberapa provinsi di Pulau Jawa (ton)
Tabel 4 Produksi ternak dan kontribusi berbagai jenis ternak di Kabupaten Bogor
+7

Referensi

Dokumen terkait