Kondisi aktual merupakan kondisi yang sebenarnya terjadi di lokasi penelitian yaitu pada usaha ternak domba di Desa Petir, Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor tanpa adanya introduksi pakan silase daun singkong. Usaha ternak yang diterapkan di Desa Petir masih menggunakan pakan hijauan segar yang bersumber dari rumput-rumput sekitar yang tidak termanfaatkan. Masa penggemukan domba selama 6 bulan, sehingga dalam satu tahun mengalami 2 kali periode penggemukan. Nilai biaya dan manfaat yang diperhitungkan dalam analisis finansial berdasarkan harga pasar yang berlaku di sekitar lokasi penelitian. Kemudian komponen nilai biaya dan manfaat yang diperoleh responden pada skala yang sama dirata-ratakan. Biaya-biaya yang tidak dinilai oleh peternak dalam penelitian ini dinilai dan diperhitungkan. Nilai rata-rata komponen biaya dan manfaat dapat dilihat pada Lampiran 1.
37 Arus Kas Kondisi Aktual
Arus Penerimaan
Arus kas usaha ternak domba di Desa Petir dihitung selama 6 periode masa penggemukan. Arus penerimaan berasal dari penjualan domba hasil penggemukan, penjualan pupuk, dan pinjaman. Pada skala I, total penerimaan selama umur bisnis sebesar Rp 29 370 000.00, dengan rata-rata penerimaan setiap periode sebesar Rp 4 895 000.00. Pada skala usaha II, total penerimaan sebesar Rp 58 890 000.00, dengan rata-rata penerimaan setiap periode sebesar Rp 9 815 000.00. Sedangkan pada skala III, total penerimaan sebesar Rp 146 730 000.00, dengan rata-rata penerimaan setiap periode sebesar Rp 24 455 000.00. Total dan sumber penerimaan pada setiap skala dapat dilihat pada Tabel 11.
Tabel 11 Penerimaan usaha ternak domba pada berbagai skala usaha dalam satu periode (rupiah)
Skala Penjualan domba Penjualan Pupuk Pinjaman Total Penerimaan I 4 800 000.00 95 000.00 0.00 4 895 000.00 II 9 600 000.00 215 000.00 0.00 9 815 000.00 III 19 200 000.00 355 000.00 4 900 000.00 24 455 000.00
1) Penerimaan penjualan domba
Penerimaan penjualan domba berasal dari domba hasil penggemukan selama 6 bulan dengan harga Rp 1 200 000.00 per ekornya. Harga tersebut diasumsikan tidak berubah selama umur bisnis. Penerimaan penjualan pada setiap skala menunjukkan nilai yang berbeda, dikarenakan rata-rata jumlah ternak pada setiap skala berbeda. Rata-rata jumlah ternak domba pada skala I sebanyak 4 ekor, skala II sebanyak 8 ekor, dan pada skala III sebanyak 16 ekor.
2) Penerimaan penjualan pupuk
Penerimaan penjualan pupuk berasal dari kotoran yang ditampung lalu dijual sebagai pupuk untuk kegiatan bertani di lokasi penelitian. Harga jual pupuk per karungnya sebesar Rp 5 000.00. Penerimaan penjualan pupuk pada setiap skala menunjukkan nilai yang berbeda, dikarenakan jumlah pupuk yang dihasilkan dapat berbeda sesuai dengan jumlah ternak yang digemukkan. Rata-rata produksi pupuk pada skala I sebanyak 12 karung, skala II sebanyak 29 karung, dan skala III sebanyak 47 karung.
3) Penerimaan pinjaman
Penerimaan pinjaman bersumber dari kerabat peternak yang bersedia memberikan pinjaman uang dengan cara membelikan bakalan domba. Harga jual bakalan domba sebesar Rp 700 000.00 per ekornya. Harga tersebut diasumsikan tidak akan berubah selama umur bisnis berjalan, hal tersebut disebabkan penenutuan harga bakalan domba berdasarkan pada penerkaan bobot domba tanpa ditimbang dan panjang tanduk yang dimiliki bakalan domba. Umumnya peternak yang melakukan pinjaman
38
merupakan peternak pada skala III, yaitu dengan nilai rata-rata pinjaman sebesar Rp 4 900 000.00 atau setara dengan 7 ekor bakalan.
Arus Pengeluaran
Arus pengeluaran bersumber dari kegiatan investasi, kegiatan operasional, biaya pinjaman, dan pajak. Kegiatan investasi menghasilkan biaya investasi dan kegiatan operasional menghasilkan biaya operasional dalam bentuk biaya tetap dan biaya variabel. Sedangkan pinjaman modal menghasilkan biaya pinjaman dan pajak menghasilkan biaya pajak.
1)Biaya Investasi
Biaya investasi yang dikeluarkan pada setiap skala usaha cenderung berbeda. Hal tersebut dikarenakan umumnya pada skala yang semakin besar akan membutuhkan input yang lebih banyak. Biaya investasi bersumber dari biaya lahan, biaya pembuatan kandang, dan biaya pembelian peralatan. Biaya lahan diperoleh dari nilai rata-rata penggunaan lahan yang digunakan untuk kegiatan usaha ternak di Desa Petir dikalikan dengan rata-rata harga jual lahan di Desa Petir yaitu sebesar Rp 185 000.00 per m2. Nilai rata-rata luas lahan yang digunakan pada berbagai skala dapat dilihat pada Lampiran 1.
Tabel 12 Biaya investasi pada kondisi aktual berdasarkan skala usaha (rupiah)
No Komponen Biaya Investasi Skala I II III 1 Lahan 2 127 500.00 4 008 333.33 5 161 500.00 2 Kandang 1 000 000.00 1 000 000.00 2 000 000.00 3 Arit 50 000.00 50 000.00 50 000.00 4 Asahan 15 000.00 15 000.00 15 000.00 5 Sikat 5 000.00 0.00 5 000.00 Total 3 197 500.00 5 073 333.33 7 231 500.00
Pada skala I, total investasi pada periode pertama sebesar Rp 3 197 500.00,
kemudian pada setiap tahunnya dikeluarkan biaya investasi sebesar Rp 70 000.00. Pada skala II, total investasi yang dikeluarkan pada periode
pertama sebesar Rp 5 073 333.33 kemudian pada setiap tahunnya dikeluarkan biaya investasi sebesar Rp 65 000.00. Sedangkan, pada skala III,
total investasi yang dikeluarkan pada periode pertama sebesar Rp 7 231 500.00, kemudian pada setiap tahunnya dikeluarkan biaya
investasi sebesar Rp 70 000.00. Perbedaan biaya investasi yang dikeluarkan pada setiap tahunnya disebabkan adanya perbedaan penggunaan peralatan pada skala II, yaitu tidak adanya penggunaan sikat untuk memandikan domba. Uraian komponen biaya investasi dapat dilihat pada Tabel 12.
2)Biaya Operasional
Biaya operasional merupakan biaya yang dikeluarkan selama proses produksi selama satu periode. Secara umum, biaya operasional terbagi menjadi dua komponen, yaitu biaya tetap dan biaya variabel. Biaya tetap adalah biaya yang besarnya tidak akan berubah meskipun terjadi
39 perkembangan produksi, sedangkan biaya variabel adalah biaya yang dapat berubah sesuai dengan perkembangan produksi sebuah usaha.
a. Biaya Tetap
Biaya tetap yang dikeluarkan pada usaha ternak domba di Desa Petir terdiri atas biaya listrik, biaya PBB, biaya bakalan domba, dan biaya transport. Total biaya tetap pada skala I sebesar Rp 2 814 273.34 per periode, total pada skala II sebesar Rp 5 613 718.51 per periode, dan pada skala III total biaya tetap per periodenya sebesar Rp 11 224 425.59. Tabel 13 menunjukkan adanya perbedaan nilai biaya pada berbagai skala usaha. Tabel 13 Biaya tetap berdasarkan skala usaha dalam satu periode (rupiah)
Skala Biaya Listrik Biaya PBB Biaya Bakalan Domba Biaya transportasi Total I 2 673.00 350.34 2 800 000.00 11 250.00 2 814 273.34 II 1 782.00 1 103.18 5 600 000.00 10 833.33 5 613 718.51 III 8 553.60 5 371.99 11 200 000.00 11 000.00 11 224 925.59
Perbedaan biaya listrik pada setiap skala dikarenakan penggunaan listrik tidak dilakukan setiap peternak di Desa Petir. Seperti pada skala II yang biaya listriknya justru lebih kecil daripada skala I. Hal tersebut dikarenakan pada masing-masing skala hanya ada satu responden yang menggunakan listrik. Nilai biaya penggunaan listrik didasarkan pada rata- rata lama penggunaan selama 6 bulan dikalikan dengan jumlah lampu yang digunakan dan daya lampu yang digunakan yaitu 5 watt, dibagi kwh 1000, lalu dikalikan dengan tarif dasar listrik (TDL) yang digunakan. Rata-rata lama penggunaan lampu selama 6 bulan dapat dilihat pada Lampiran 1.
Pada biaya PBB pun muncul perbedaan nilai, hal tersebut dikarenakan luasan lahan yang digunakan untuk usaha ternak tergantung pada kemampuan masing-masing peternak, selain itu pembayaran PBB pun didasarkan pada kelas lahan bumi dan bangunan. Sehingga, biaya PBB diperoleh dari perhitungan luas lahan yang dimiliki dibagi dengan luas lahan yang digunakan untuk kegiatan usaha ternak, dikalikan dengan biaya PBB per tahun, lalu dibagi 2 periode penggemukan. Kemudian, biaya bakalan domba didasarkan pada jumlah domba yang digemukkan. Sedangkan, biaya transport yang dikeluarkan adalah untuk membeli peralatan investasi di awal tahun. Beberapa peternak mengeluarkan biaya transport Rp 20 000.00 atau Rp 25 000.00 untuk membayar upah antar ke kerabat yang mengantar peternak untuk membeli peralatan investasi. Sehingga, diasumsikan biaya transportasi dalam satu periode adalah biaya tranportasi di awal tahun dibagi 2 periode dalam satu tahun.
b. Biaya Variabel
Biaya variabel yang dikeluarkan bersumber dari biaya pakan rumput, biaya tenaga kerja, pembelian obat-obatan, pembelian karung, pembelian sabun colek, dan pembelian lampu. Tabel 14 menunjukkan kebutuhan input pakan rumput, tenaga kerja, obat-obatan, dan sabun colek per ekornya.
40
Umumnya peternak domba di Desa Petir menyabit rumput sendiri selama 30 menit setiap karungnya. Namun, peternak juga dapat memanfaatkan tenaga kerja sekitar untuk mencarikan rumput dengan bayaran sebesar Rp 15 000.00 per karung. Hasil wawancara dan observasi menunjukkan bahwa biaya tenaga kerja luar adalah sebesar Rp 9 000.00 per jamnya, sehingga apabila peternak menyabit rumput per karungnya membutuhkan waktu 30 menit maka biaya tenaga kerja per karungnya adalah sebesar Rp 4 500.00 rupiah. Berdasarkan perhitungan tersebut maka diperoleh biaya pakan rumput per karung sebesar Rp 15 000.00 dikurangi Rp 4 500.00, sehingga harga rumput per karung sebesar Rp 10 500.00. Asumsikan kapasitas karung yang digunakan peternak adalah sama dengan kapasitas 20 kg, maka harga rumput per kg adalah Rp 525.00.
Tabel 14 Kebutuhan beberapa input per ekor pada berbagai skala kondisi aktual
No Komponen Biaya Harga/satuan Skala I Skala II Skala III 1 Pakan Rumputa Rp 525.00 6.67 4.35 3.51 2 Tenaga Kerja - Pencari Rumputb Rp 150.00 10.00 6.53 5.26 - Pemberi Pakanc Rp 150.00 3.00 1.03 1.20 - Memandikan Dombac Rp 150.00 12.00 23.67 15.39 3 Obat-obatand 4.50 3.50 5.90 4 Sabun Coleke Rp 1 000.00 0.50 0.50 0.50
Keterangan: akilogram per hari; bmenit per hari; cmenit per 1kali kegiatan; dribu rupiah per 6 bulan; fbungkus per 1 kali memandikan.
Dilihat dari sumber biaya variabel, pemberian input pakan dan obat- obatan tidak menggunakan standar yang sama pada setiap skala. Sama halnya dengan standar lama waktu mencari rumput, memberi pakan, dan memandikan domba yang dibutuhkan untuk satu ekor tidak sama pada setiap skala. Sesuai dengan aspek manajemen pada aspek non finansial, tidak adanya pembagian kerja dan standar kualitas yang jelas dapat mengakibatkan inefisiensi.
Biaya pembelian karung dan lampu diperoleh dari jumlah yang dibutuhkan dikalikan dengan harga beli. Umumnya, peternak domba di Desa Petir mengganti karung satu kali dengan harga Rp 2 500.00 per karung. Sedangkan biaya pembelian lampu diperoleh dari jumlah lampu yang dibutuhkan dikalikan dengan harga beli lampu sebesar Rp 2 500.00 per lampunya, umumnya peternak menggunakan 1 buah lampu di sekitar kandang dengan ketahanan lampu selama 3 bulan sehingga dalam 1 periode dibutuhkan 2 buah lampu.
Dari perhitungan Tabel 14 dan nilai rata-rata pada Lampiran 2 dapat diperoleh total biaya variabel pada masing-masing skala. Total biaya variabel yang dikeluarkan pada skala I sebesar Rp 4 494 000.00, pada
skala II sebesar Rp 5 336 000.33, dan pada skala III sebesar Rp 9 025 400.00. Rincian biaya variabel dapat dilihat pada Tabel 15.
41 Tabel 15 Biaya variabel berdasarkan skala usaha dalam satu periode
(rupiah)
No Komponen Biaya Skala I Skala II Skala III 1 Pakan Rumput 2 520 000.00 3 150 000.00 5 166 000.00 2 Upah Tenaga Kerja
- Pencari Rumput 1 080 000.00 1 350 000.00 2 214 000.00 - Pemberi Pakan 810 000.00 675 000.00 1 350 000.00 - Memandikan Domba 18 000.00 66 000.00 93 600.00 3 Obat-obatan 18 000.00 31 000.00 79 800.00 4 Karung 40 000.00 50 000.00 82 000.00 5 Sabun Colek 3 000.00 9 000.00 20 000.00 6 Lampu 5 000.00 5 000.00 10 000.00 Total 4 494 000.00 5 336 000.33 9 015 400.00
c. Biaya Pinjaman dan Pajak
Besar biaya pinjaman dan pajak pada setiap skala usaha dapat dilihat pada Tabel 16. Biaya pinjaman bersumber dari bunga pinjaman yang disepakati peternak dengan pemberi pinjaman. Bunga pinjaman yang disepakati sebesar 50 persen dari keuntungan, yaitu selisih harga jual domba penggemukan dengan harga bakalan domba. Sedangkan biaya pajak bersumber dari laba bersih dikalikan tarif pajak pendapatan sebesar 25%. Tarif tersebut diterapkan apabila kegiatan usaha memperoleh keuntungan, kegiatan usaha yang mengalami rugi tidak dikenakan pajak. Umumnya peternak yang melakukan pinjaman merupakan peternak pada skala III. Kemudian, dilihat dari keuntungan yang diperoleh maka peternak yang dikenakan pajak hanya usaha ternak pada skala III, dikarenakan skala lainnya mengalami rugi.
Tabel 16 Biaya pinjaman dan pajak berdasarkan skala usaha dalam satu periode (rupiah)
Skala Biaya Pinjaman Biaya Pajak
I 0.00 0.00
II 0.00 0.00
III 1 750 000.00 524 085.26
Analisis Laba Rugi Kondisi Aktual
Analisis laba rugi memperlihatkan kinerja usaha ternak dalam periode tertentu. Komponen dalam analisis laba rugi adalah penerimaan penjualan dan biaya-biaya yang dikeluarkan dalam keberlangsungan usaha. Penerimaan penjualan diperoleh dari penjualan domba penggemukan dan pupuk. Biaya-biaya yang dikeluarkan terbagi atas biaya operasional tetap yang di dalamnya terdapat biaya penyusutan investasi, biaya operasional variabel, biaya pinjaman, dan biaya
42
pajak. Nilai biaya-biaya tersebut telah disebutkan dalam subsubbab arus kas kondisi aktual, kecuali pada komponen biaya tetap ditambahkan biaya penyusutan per periodenya. Besar penyusutan pada skala I adalah Rp 201 666.67, pada skala II sebesar Rp 199 166.67, dan pada skala III sebesar Rp 368 333.00. Nilai penyusutan pada skala II lebih kecil daripada nilai penyusutan pada skala I disebabkan oleh tidak adanya penggunaan sikat mandi pada skala II, penggunaan sikat digantikan dengan penggunaan daun jambe yang diperoleh di wilayah sekitar. Perhitungan penyusutan pada skala I, skala II, dan skala III dapat dilihat secara berurutan pada Lampiran 2, Lampiran 3, dan Lampiran 4.
Pada analisis laba rugi, nilai laba atau rugi diperoleh dengan mengurangi penerimaan penjualan dengan biaya yang dikeluarkan dalam kegiatan usaha. Hasil analisis menunjukkan bahwa usaha di bawah ≤ 10 ekor menunjukkan kerugian
usaha, yaitu dengan besar kerugian pada skala I per periodenya adalah Rp (2 614 940.01) dan pada skala II sebesar (Rp 1 333 855.18). Sedangkan pada
skala III diperoleh untung per periodenya sebesar Rp 1 572 255.81. Kerugian tersebut disebabkan adanya pengeluaran biaya investasi di luar lahan yang tidak berbeda jauh pada setiap skala, namun output yang dihasilkan jumlahnya berbeda. Di samping itu, kebutuhan input per ekor pada setiap skala berbeda-beda, terutama pada kebutuhan tenaga kerja. Jumlah ternak yang lebih sedikit tidak berbanding lurus dengan kinerja tenaga kerja (lama pencarian rumput, pemberian pakan, dan memandikan domba). Skala III menunjukkan bahwa dengan melakukan pinjaman dapat menjadi solusi yang cepat dalam menanggulangi inefisiensi tersebut. Perhitungan analisis laba rugi kondisi aktual pada skala I, skala II, dan skala III dapat dilihat secara berurutan pada Lampiran 5, Lampiran 6, dan Lampiran 7.
Pada kenyataannya peternak tidak memperhitungkan tenaga kerja dalam keluarga, biaya pakan yang mereka peroleh dari rumput sekitar, dan penyusutan setiap peridenya. Secara tunai, ketiga skala mengalami untung, sehingga peternak masih bertahan melakukan kegiatan usaha ternak. Pada skala I diperoleh untung
sebesar Rp 2 014 726.66 per periode, pada skala II diperoleh untung Rp 4 106 281.49 per periode, dan pada skala III diperoleh untung sebesar Rp 11 288 274.41 per periode. Perhitungan analisis laba rugi kondisi aktual secara tunai pada skala I, skala II, dan skala III dapat dilihat secara berurutan pada Lampiran 8, Lampiran 9, dan Lampiran 10.
Analisis Kriteria Kelayakan Finansial Aktual
Hasil perhitungan analisis kelayakan finansial aktual pada skala I yang terlampir pada Lampiran 11 menunjukkan nilai NPV sebesar Rp (12 774 830.12)
≤ 0; IRR tidak teridentifikasi karena perolehan sepanjang umur bisnis mengalami kerugian; Net B/C sebesar 0 yang diakibatkan tidak adanya nilai PV positif; Gross B/C sebesar 0.61 < 1; dan PP yang tidak dapat dihasilkan dikarenakan rata-rata manfaat bersih bernilai negative. Kemudian, hasil perhitungan pada skala II yang terlampir pada Lampiran 12 menunjukkan nilai NPV sebesar Rp (9 164 238.27) ≤ 0; IRR tidak teridentifikasi karena perolehan sepanjang umur bisnis mengalami kerugian; Net B/C sebesar 0 yang diakibatkan tidak adanya nilai PV positif; Gross B/C sebesar 0.81 < 1; dan PP yang tidak dapat dihasilkan dikarenakan rata-rata
43 manfaat bersih bernilai negative. Terakhir, hasil perhitungan pada skala III yang terlampir pada Lampiran 13 menunjukkan nilai NPV sebesar Rp 1 432 311.47 > 0; IRR sebesar 0.24 > 0.12; Net B/C sebesar 1.30 > 0; Gross B/C sebesar 1.01 > 1; dan PP yang bernilai 2.91 atau sekitar 2 periode 5 bulan biaya investasi dapat dikembalikan atau tercover. Hasil analisis kelayakan finansial pada kondisi aktual dapat dilihat pada Tabel 17.
Tabel 17 Hasil kelayakan finansial pada setiap skala usaha ternak pada kondisi aktual
Skala Kriteria Nilai Indikator
kelayakan Hasil kelayakan I NPVa (12 774 830.12) > 0 Tidak Layak
IRRb - < 0.12 Tidak Layak Net B/C 0.00 > 1 Tidak Layak Gross B/C 0.61 > 1 Tidak Layak PPc - < 6 Tidak Layak II NPVa (9 164 238.27) > 0 Tidak Layak IRRb - < 0.12 Tidak Layak Net B/C 0.00 > 1 Tidak Layak Gross B/C 0.81 > 1 Tidak Layak PPc - < 6 Tidak Layak III NPVa 1 432 311.47 > 0 Layak IRRb 0.24 < 0.12 Layak Net B/C 1.01 > 1 Layak Gross B/C 1.01 > 1 Layak PPc 2.91 < 6 Layak
Keterangan: a Dalam rupiah; bDalam persen (%); cDalam periode
Analisis Switching Value
Harga jual domba dapat mempengaruhi kelayakan usaha. Untuk itu dilakukan analisis nilai pengganti untuk melihat nilai perubahan maksimum dari penurunan harga jual domba dan peningkatan harga beli bakalan domba. Hasil dari analisis nilai pengganti merupakan nilai maksimum yang mengakibatkan usaha ini tidak memberikan keuntungan selama periode bisnis, yaitu nilai maksimum yang membuat bisnis ini tetap layak.
Hasil perhitungan pada laporan laba rugi dan kelayakan finansial menunjukkan bahwa usaha ternak yang layak adalah usaha ternak pada skala III. Oleh sebab itu, perhitungan analisis nilai pengganti hanya dilakukan pada skala III. Hasil perhitungan nilai pengganti terhadap penurunan harga jual domba hasil penggemukan adalah sebesar 2.42%. Sedangkan nilai maksimal peningkatan harga beli bakalan domba adalah sebesar 4.15%. Hasil tersebut menunjukkan bahwa usaha ternak domba pada skala III di Desa Petir lebih responsif terhadap penurunan harga jual domba. Lampiran 14 dan Lampiran 15 menunjukkan hasil perhitungan nilai pengganti pada masing-masing komponen mengakibatkan kriteria kelayakan bernilai impas.
44