• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Willingness to Pay Masyarakat terhadap Air Bersih di Perumahan XYZ Kotamadya Bogor

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Willingness to Pay Masyarakat terhadap Air Bersih di Perumahan XYZ Kotamadya Bogor"

Copied!
94
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS

WILLINGNESS TO PAY

MASYARAKAT

TERHADAP AIR BERSIH DI KAWASAN PERUMAHAN XYZ

KOTAMADYA BOGOR

SITI ANNISA PUTRI

DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Willingness to Pay Masyarakat terhadap Air Bersih di Perumahan XYZ Kotamadya Bogor adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Desember 2013

Siti Annisa Putri

(4)

ABSTRAK

SITI ANNISA PUTRI. Analisis Willingness to Pay Masyarakat terhadap Air Bersih di Perumahan XYZ Kotamadya Bogor. Dibimbing oleh AKHMAD FAUZI dan BENNY OSTA NABABAN.

Perumahan XYZ merupakan perumahan yang masih mengandalkan air tanah sebagai sumber kebutuhan air sehari-harinya. Permasalahan sumberdaya air yang terjadi adalah kekeringan akibat debit air yang menurun dan resiko air tanah tercemar. Tujuan utama dari penelitian adalah mengestimasi besarnya nilai

Willingness to Pay (WTP) masyarakat terhadap air bersih dan mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhinya. Penelitian ini menggunakan analisis deskriptif, analisis Willingness to Pay dengan menggunakan dichotomous choice CVM, dan analisis regresi logistik. Hasil WTP diperoleh sebesar Rp 5.400.84 dan Rp 5 167.81 dengan menggunakan perhitungan metode logit dan Rp 6 000 dengan metode Turnbull. Faktor-faktor yang berpengaruh signifikan terhadap keputusan untuk membayar adalah nilai bid/lelang dan pendapatan. Nilai WTP yang didapatkan menggambarkan WTP masyarakat untuk menerima perubahan sumber air dari non PDAM ke PDAM. Mekanisme pembayaran WTP merupakan tarif air per meter kubik. Nilai air ini adalah untuk kebutuhan air rumah tangga, tidak hanya use value seperti untuk konsumsi dan pemakaian kebutuhan rumah tangga lainnya, tetapi juga merupakan non use value dari air dimana terdapat nilai

kenyamanan, nilai kesehatan, nilai keberadaan, dan nilai konservasi. Kata kunci: Dichotomous Choice CVM, Sumberdaya Air, Willingness to Pay.

ABSTRACT

SITI ANNISA PUTRI. Willingness to Pay Analysis towards Clean Water at XYZ Residential, Bogor City. Supervised by AKHMAD FAUZI and BENNY OSTA NABABAN.

XYZ is a residential that still rely on ground water as a source of its daily water needs. Water resource problems that occured was drought because water debit decreased and the risk of contaminated groundwater. The primary objective of this research were to estimate the value of Willingness to Pay (WTP) towards clean water and to identify the factors that influence it. This research used descriptive analysis, analysis of Willingness to Pay used dichotomous choice CVM, and logistic regression analysis. WTP results obtained by Rp 5.400.84 and Rp 5 167.81 by using the calculation method of logit and Rp 6 000 with Turnbull method. The factors that significantly influence the decision to pay was the value of the bid and revenue. WTP values obtained illustrate WTP society to accept the changes in water resources from non PDAM into PDAM. WTP payment mechanisms is a water tariff per cubic meter. This is the value of water for domestic water needs, not only use value as for the consumption and use of other household needs, but also the non-use value of water such as amenity, value of health, existence value, and conservation value.

(5)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi

pada

Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan

ANALISIS

WILLINGNESS TO PAY

MASYARAKAT

TERHADAP AIR BERSIH DI KAWASAN PERUMAHAN XYZ

KOTAMADYA BOGOR

SITI ANNISA PUTRI

DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(6)
(7)

Judul Skripsi : Analisis Willingness to Pay Masyarakat terhadap Air Bersih di Perumahan XYZ Kotamadya Bogor

Nama : Siti Annisa Putri NIM : H44090074

Disetujui oleh,

Prof. Dr. Ir. Akhmad Fauzi, M.Sc Pembimbing I

Benny Osta Nababan, S.Pi, M.Si Pembimbing II

Diketahui oleh,

Dr. Ir. Aceng Hidayat, M.T Ketua Departemen

(8)
(9)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga penyusunan skripsi ini berhasil diselesaikan. Skripsi ini disusun sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Judul skripsi ini adalah ”Analisis

Willingness to Pay Masyarakat terhadap Air Bersih di Perumahan XYZ Kotamadya Bogor”.

Penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih dan penghargaan kepada kedua orang tua tercinta yaitu Ibu Ani Iryani dan Bapak Nasser Isa, beserta kakak dan adik penulis tersayang, M. Nassa dan Siti Nabila atas dukungan, doa, kasih sayang, dan perhatiannya. Teima kasih kepada Bapak Prof. Dr. Ir. Akhmad Fauzi, M.Sc dan Bapak Benny Osta Nababan S.Pi, M.Si selaku dosen pembimbing yang telah meluangkan waktunya untuk memberikan bimbingan serta pengarahan, saran, dan motivasi hingga skripsi ini selesai. Terima kasih kepada Bapak Rizal Bahtiar S.Pi, M.Si dan Ibu Nuva, SP, MSi selaku dosen penguji yang telah memberikan saran dan masukan dalam penulisan skripsi ini. Terima kasih kepada kantor BPLH Kota Bogor, PDAM Tirta Pakuan Kota Bogor, Kelurahan Katulampa, Kepala RT/RW dan masyarakat perumahan XYZ yang telah membantu selama pengumpulan data.

Terima kasih kepada keluarga besar Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan FEM IPB khususnya dosen-dosen ESL dan rekan-rekan ESL 46 atas semua arahan, masukan, dan bantuannya. Terima kasih juga kepada Andrian Irwansyah yang senantiasa memberikan semangat, doa, dan nasehatnya selama proses pengerjaan skripsi. Terima kasih kepada sahabat tercinta, Yulis, Verry, Alia Lolita, Fato, Hilman, Irfan, Astri, Ines, Rizha, Pritha, Isna serta teman-teman satu bimbingan yang selalu memberikan bantuan dan semangatnya.

Penulis menyadari masih terdapat banyak kekurangan dalam penyusunan skripsi ini, sehingga segala saran dan kritik penulis terima. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi seluruh pihak yang terkait dan para pembaca.

Bogor, Desember 2013

Siti Annisa Putri

(10)

DAFTAR ISI

2.3. Pengembangan Sumberdaya Air... 10

2.4. Pengelolaan Sumberdaya Air ... 11

2.5. Nilai Ekonomi Sumberdaya Air ... 14

2.6. Konsep Contingent Valuation Method (CVM) ... 16

2.7. Konsep Kesediaan untuk Membayar (Willingness to Pay) .... 16

2.8. Model Regresi Logistik ... 20

4.4.1. Analisis Deskriptif mengenai Karakterstik Masyarakat Perumahan XYZ terhadap Air Bersih ... 29

4.4.2. Analisis Willingness to Pay (WTP) Masyarakat terhadap Air Bersih di Perumahan XYZ ... 30

4.4.3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Besaran WTP Masyarakat untuk Mendapatkan Air Bersih ... 33

V. GAMBARAN UMUM ... 36

5.1. Kondisi Umum Lokasi Penelitian ... 36

5.2. Kondisi Hidrologi ... 37

(11)

VII. WILLINGNESS TO PAY (WTP) MASYARAKAT TERHADAP

AIR BERSIH ... 48

7.1. Perhitungan Nilai WTP dengan Metode Logit ... 49

7.2. Perhitungan Nilai WTP dengan Metode Turnbull ... 51

7.3. Perbandingan Hasil WTP dengan Tarif PDAM ... 52

VIII. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI WILLINGNESS TO PAY MASYARAKAT TERHADAP AIR BERSIH ... 55

IX. SIMPULAN DAN SARAN ... 59

9.1. Simpulan... 59

9.2. Saran… ... 60

DAFTAR PUSTAKA ... 61

LAMPIRAN ... 63

(12)

DAFTAR TABEL

No Halaman

1 Unsur-unsur fungsional dari Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) 9

2 Kriteria dan tujuan pengelolaan sumberdaya air ... 12

3 Matriks metode analisis data ... 29

4 Zona konservasi air tanah Kecamatan Bogor Timur ... 38

5 Potensi air dan sumberdaya air Kelurahan Katulampa ... 39

6 Sumber air bersih Kelurahan Katulampa ... 39

7 Tarif pemakaian air PDAM TPKB berdasarkan golongan pelanggan rumah tangga ... 40

8 Kedalaman sumur responden... 45

9 Jumlah pemakaian air per bulan ... 46

10 Pemakaian air tanah untuk konsumsi ... 46

11 Kesediaan membayar masyarakat untuk mendapatkan air bersih dari PDAM dengan metode Turnbull ... 51

12 Hasil kesediaan untuk membayar masyarakat dari tiap metode ... 53

(13)

DAFTAR GAMBAR

No Halaman

1 Peta konservasi air tanah Kota Bogor tahun 2011 ... 4

2 Gambar transformasi logit ... 20

3 Diagram alur berpikir ... 27

4 Peta konservasi air tanah Kecamatan Bogor Timur ... 38

5 Persentase responden berdasarkan tingkat pendidikan ... 42

6 Persentase responden berdasarkan pekerjaan... 43

7 Persentase responden berdasarkan tingkat pendapatan ... 44

8 Persentase responden berdasarkan jumlah anggota keluarga ... 44

DAFTAR LAMPIRAN

No Halaman 1 Kuesioner penelitian... 64

2 Data responden perumahan XYZ ... 69

3 Hasil olahan Minitab ... 71

4 Perhitungan WTP metode logistik ... 73

5 Perhitungan WTP metode Turnbull ... 75

(14)
(15)
(16)
(17)

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Air merupakan sumber kehidupan bagi makhluk hidup. Jika tidak ada air maka tidak ada kehidupan. Air menjadi sumberdaya vital bagi manusia karena setiap aktivitas yang dilakukan tidak dapat terlepas dari air, seperti untuk konsumsi sehari-hari, kebutuhan rumah tangga, kebutuhan industri, pertanian, rekreasi dan lain sebagainya.

Pada tahun 2002 oleh UNESCO telah ditetapkan Hak Dasar Manusia atas air sebesar 50 liter/orang/hari. Rinciannya adalah 5 L untuk minum, 20 L untuk kebersihan lingkungan, 15 L untuk mandi, dan 10 L untuk memasak. Angka ini memang tidak besar namun saat ini separuh penduduk dunia belum menikmati kebutuhan dasar air ini (Hehanussa, 2004).

Dahulu air dianggap sumberdaya yang melimpah, tetapi seiring berjalannya waktu persediaan air kadang tidak sejalan dengan permintaannya. Ancaman krisis air bersih semakin jelas terlihat. Hal ini disebabkan oleh populasi manusia yang berkembang pesat, teknologi yang semakin maju sehingga muncul industri-industri yang banyak menggunakan air, eksploitasi berlebih terhadap sumber mata air untuk kepentingan komersil, serta pencemaran air yang disebabkan oleh limbah industri maupun rumah tangga yang menurunkan kualitas dan kuantitas ketersediaan air bersih.

(18)

Menurut Sanim (2011) masalah ketidakmerataan ketersediaan dan kebutuhan air ini disebabkan karena jumlah penduduk yang terus meningkat dan adanya ketidakmerataan penyebaran penduduk, dimana Pulau Jawa dengan tingkat kepadatan penduduk tinggi dan dengan jumlah penduduk sebesar 125 juta jiwa membutuhkan ketersediaan air yang lebih besar dari tahun ke tahun dibandingkan dengan Pulau Kalimantan atau Papua, sementara ketersediaan air di Pulau Jawa sangatlah terbatas. Berdasarkan perhitungan, tahun 2000 ketersediaan air permukaan hanya mencukupi 23 persen dari kebutuhan penduduk di Indonesia. Kondisi ini menunjukkan bahwa kesulitan air merupakan masalah yang penting di Indonesia.

Jawa Barat merupakan wilayah padat penduduk dimana pertumbuhan penduduk semakin meningkat. Perkembangan industri di berbagai sektor juga semakin berkembang pesat. Hal ini diikuti dengan kerusakan lingkungan yang terjadi di berbagai daerah. Sumberdaya air di Jawa Barat semakin menurun hal ini dapat dilihat dari kondisi air tanah di Jawa Barat semakin lama semakin memprihatinkan, yang mengakibatkan turunnya muka air tanah secara drastis, menurunnya kualitas air tanah dan amblesan tanah (land subsidence). Jika dilakukan eksploitasi berlebih dapat menyababkan kekeringan sehingga air bersih sulit didapat.

Terlepas dari keadaan sumberdaya air yang semakin menurun kualitas maupun kuantitasnya, kebutuhan air bersih untuk masyarakat harus terus terpenuhi. Sesuai dengan penjaminan konstitusi yaitu pada Pasal 5 UU No. 7 Tahun 2004 tentang Sumberdaya Air, yang menyatakan “Negara menjamin hak setiap orang untuk mendapatkan air bagi kebutuhan pokok minimal sehari-hari

guna memenuhi kehidupannya yang sehat, bersih, dan produktif”. Secara eksplisit

ayat tersebut menunjukkan bahwa untuk dapat memperoleh air bersih adalah hak setiap orang, warganegara dari suatu negara, tak terkecuali warga negara Indonesia. Jaminan tersebut menjadi tanggung jawab bersama antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, termasuk di dalamnya menjamin akses setiap orang ke sumber air untuk mendapatkan air (Sanim, 2011).

(19)

Pertumbuhan penduduk di kawasan ini sangat pesat dengan laju bervariasi 4.1 – 6.4% yang secara otomatis diikuti oleh kebutuhan lahan untuk permukiman beserta sarana dan prasarana pendukungnya. Kondisi tersebut menyebabkan kebutuhan air bersih yang juga terus meningkat, sehingga memerlukan perencanaan dalam penyediaan air bakunya. UU No. 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air Pasal 26 menyebutkan bahwa pendayagunaan sumber daya air didasarkan pada keterkaitan antara air hujan, air permukaan, dan air tanah dengan mengutamakan pendayagunaan air permukaan. Pasal tersebut mengamanahkan pemerintah untuk menyediakan air bersih bagi rakyat. Pelayanan air bersih oleh pemerintah dilakukan melalui PDAM, dengan air baku yang diutamakan bersumber dari air permukaan (Wibowo et al, 2010).

Wilayah Kota Bogor dialiri 2 (dua) sungai besar, yaitu Sungai Ciliwung dan Sungai Cisadane. Pada umumnya aliran sungai tersebut dimanfaatkan oleh sebagian masyarakat Kota Bogor serta sumber air baku bagi Perusahaan Daerah Air Minum. Air untuk konsumsi rumah tangga di Kota Bogor umumnya menggunakan air PDAM yaitu dari PDAM Tirta Pakuan. Sesuai dengan salah satu agenda KTT Bumi tahun 2002 di Johannesburg, dalam menyongsong Millenium Development Goals (MDGs), untuk Indonesia diharapkan pada tahun 2015 cakupan pelayanan air minum dapat ditingkatkan menjadi 80% perkotaan dan 40% di pedesaan. Seiring dengan berjalannya waktu target MDGs ini dipandang sulit untuk dicapai pada tahun 2010, sehingga pada tahun 2015 target cakupan MDGs PDAM Tirta Pakuan Kota Bogor adalah 71.85 %1.

Sampai akhir tahun 2010, jumlah pelanggan aktif PDAM Kota Bogor adalah sebanyak 94 995 sambungan (sudah termasuk 1 378 pelanggan di Kabupaten Bogor yang dilayani PDAM Kota Bogor), sedangkan jumlah pelanggan PDAM Kabupaten Bogor yang tercatat sebagai penduduk Kota Bogor adalah sebanyak 14 009 sambungan. Dengan memperhitungkan jumlah rata-rata per jiwa per rumah tangga di Kota Bogor sebesar 5.5 orang, maka cakupan pelayanan air bersih untuk seluruh penduduk kota adalah sebagai berikut:

1. Cakupan pelayanan masyarakat Kota Bogor yang dilayani PDAM Tirta Pakuan Kota Bogor adalah sebesar 50.65 %.

1

(20)

2. Cakupan pelayanan masyarakat Kota Bogor yang dilayani PDAM Tirta Pakuan Kota Bogor dan PDAM Kabupaten Bogor adalah sebesar 58.47 %.

Informasi terbaru yang didapatkan, pada saat ini cakupan pelayanan PDAM Tirta Pakuan sebesar 67.29 %2. Sehingga dapat disimpulkan masyarakat Kota Bogor yang mendapatkan pelayanan air bersih dari PDAM baru 67.29 %. Sisanya menggunakan sumber air besih selain dari PDAM seperti dengan menggunakan air tanah (sumur/pompa).

Sumber : BPLH (2013)

Gambar 1 Peta Konservasi Air Tanah Kota Bogor Tahun 2011

Dengan pengambilan air tanah sebesar 1 176 828 m3/tahun (2011), secara umum Kota Bogor yaitu sebesar 80.4 % berada pada zona konservasi air tanah aman dengan luas 95.8 km2. Adapun zona rawan air tanah telah terjadi seluas 13.3 km2 (11.2 %) terletak pada sebagian Kecamatan Bogor Tengah, Kecamatan Bogor Timur dan Kecamatan Bogor Selatan. Penyebaran zona kritis air tanah seluas 6.2 km2 (5.2 %) dan zona rusak air tanah seluas 3.2 km2 (3.2 %) terletak pada sebagian Kecamatan Bogor Timur dan Kecamatan Bogor Selatan (BPLH, 2013).

Jika dilihat dari Gambar 1, daerah Kecamatan Bogor Timur berada dalam zona rawan air tanah dan zona kritis di sebagian Kecamatan Bogor Timur. Perumahan XYZ yang terletak di Kelurahan Katulampa Kecamatan Bogor Timur

2

(21)

merupakan salah satu perumahan yang belum mendapatkan jaringan pipa distribusi PDAM. Sumber air bersih untuk kebutuhan sehari-hari warga adalah dengan mengandalkan air tanah.

Pada idealnya untuk ukuran perumahan, kebutuhan air masyarakatnya didistribusikan oleh PDAM daripada menggunakan air tanah. Hal ini dikarenakan mengingat perumahan yang padat penduduk dimana nantinya air tanah akan banyak tereksploitasi, sehingga pemakaian air dari PDAM dapat menghindari terjadinya deplesi pada air bawah tanah. Penurunan muka air tanah merupakan salah satu masalah yang ditimbulkan akibat pengeksploitasian air tanah. Hal inilah yang terjadi di perumahan XYZ, permasalahan air yang dialami masyarakat adalah kekeringan pada saat musim kemarau karena menurunnya muka air tanah.

1.2 Perumusan Masalah

Perumahan XYZ merupakan perumahan yang masih mengandalkan air tanah sebagai sumber pemenuhan akan air sehari-hari. Keterbatasan layanan air bersih PDAM menyebabkan masyarakat masih menggunakan air tanah. Informasi yang didapatkan dari pihak PDAM Tirta Pakuan Kota Bogor terdapat beberapa kendala untuk pemasangan pipa distribusi PDAM yaitu menyangkut masalah investasi dan teknis. Permasalahan investasi adalah pada awal pemasangan dimana untuk adanya jaringan PDAM di perumahan XYZ dibutuhkan pembangunan reservoir untuk menampung air yang nantinya akan didistribusikan ke tiap rumah. Investasi yang cukup besar tidak bisa ditanggung sepenuhnya oleh pihak PDAM sehingga diajukan sharing dengan pihak developer dimana diminta menyediakan lahan untuk dibangunnya reservoir, tetapi hal itu tidak berjalan sehingga pemasangan jaringan PDAM tertunda. Kendala teknis yang ditemukan adalah letak perumahan XYZ yang lebih tinggi menyebabkan untuk disalurkan air, membutuhkan teknologi pemompaan dari daerah yang sudah terdapat jaringan PDAM.

(22)

PDAM dengan memasang terminal hidran air. Penggunaan air bersih dari hidran air tersebut minggu pertama digratiskan, tetapi setelah itu air dihargai Rp 900 per galon sebagai biaya operasional terminal3. Pada tahun berikutnya juga terjadi hal yang sama, masyarakat dibantu dengan disalurkan air dari PDAM berupa tanki air yang ditempatkan di tiap RW.

Masyarakat tidak hanya mengandalkan air bantuan dari PDAM pada saat kekeringan, ada pula masyarakat khususnya di RW 17 yang mengambil air dari mata air yang terdapat di dekat perumahan XYZ, sumber air tersebut dikelola dengan penyambungan pipa dan ditampung sehingga dapat digunakan oleh warga sekitar. Usaha yang paling banyak dilakukan masyarakat adalah dengan memperdalam sumur-sumur di tiap rumah untuk mendapatkan air tanah kembali.

Permasalahan yang terjadi menyebabkan masyarakat menginginkan adanya perbaikan kondisi lingkungan dalam hal ini kondisi sumberdaya air di perumahan XYZ yaitu dengan adanya jaringan distribusi air dari PDAM. Hal ini diinginkan masyarakat agar kualitas, kuantitas, dan kontinuitas air dapat terjaga.

Berdasarkan permasalahan yang diuraikan di atas maka perumusan masalah penelitian yang menarik untuk dikaji, yaitu:

1. Bagaimana karakteristik masyarakat perumahan XYZ terhadap air bersih? 2. Berapa estimasi besarnya nilai Willingness to Pay (WTP) masyarakat

terhadap air bersih di perumahan XYZ?

3. Apakah faktor-faktor yang mempengaruhi besaran WTP masyarakat untuk memperoleh air bersih di perumahan XYZ?

1.3 Tujuan Penelitian

Secara umum penelitian ini bertujuan untuk menganalisis nilai air yang dapat diestimasi melalui WTP masyarakat untuk mendapatkan air dan faktor-faktor yang mempengaruhi kesediaan masyarakat dalam membayar air bersih di perumahan XYZ. Secara khusus tujuan penelitian ini, yaitu:

1. Mengkaji karakteristik masyarakat perumahan XYZ terhadap air bersih. 2. Mengestimasi besarnya nilai Willingness to Pay (WTP) masyarakat

terhadap air bersih di perumahan XYZ.

3 Artikel “Terminal Hidran Air Terkendala Lokasi” 16 Maret 2011.

(23)

3. Mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi besaran WTP masyarakat untuk memperoleh air bersih di perumahan XYZ.

1.4 Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut: 1. Bagi pengambil keputusan baik Pemerintah Daerah maupun pihak

pengembang dalam memperhatikan kesejahteraan masyarakat dalam mengakses air bersih.

2. Bagi PDAM Tirta Pakuan sebagai rekomendasi kajian kesanggupan masyarakat untuk membayar air bersih dalam rencana pemasangan jaringan pipa distribusi PDAM di daerah penelitian.

3. Bagi peneliti diharapkan penelitian ini berguna dalam pengaplikasian ilmu pengetahuan yang telah didapatkan pada saat perkuliahan dan diterapkan untuk pemecahan permasalahan di daerah penelitian.

4. Bagi akademisi sebagai bahan referensi dalam penelitian sejenis atau penelitian selanjutnya yang berkaitan dengan sumberdaya air.

1.5 Ruang Lingkup dan Batasan Penelitian

(24)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Ketersediaan dan Kebutuhan Air

Air merupakan elemen yang paling melimpah di atas bumi, yang meliputi 70 persen permukaannya dan berjumlah kira-kira 1.4 ribu juta kilometer kubik. Apabila dituang merata ke seluruh permukaan bumi akan terbentuk lapisan dengan kedalaman rata-rata tiga kilometer. Namun hanya sebagian kecil saja dari jumlah ini yang benar-benar dimanfaatkan, yaitu kira-kira hanya 0.003 persen. Sebagian besar air, kira-kira 97 persen, ada dalam samudera atau laut, dan kadar garamnya terlalu tinggi. Sedangkan dari tiga persen sisanya yang ada, hampir semuanya, kira-kira 87 persennya tersimpan dalam lapisan kutub atau sangat dalam di bawah tanah (Middleton dalam Sanim, 2011). Dalam satu tahun, rata-rata jumlah tersebut tersisa lebih dari 40 000 kilometer kubik air segar yang dapat diperoleh dari sungai-sungai di dunia. Bandingkan dengan jumlah penyedotan yang kini hanya ada sedikit diatas 3 000 kilometer kubik tiap tahun. Ketersediaan ini (sepadan dengan lebih dari 7 000 meter kubik untuk setiap orang) sepintas kelihatannya cukup untuk menjamin persediaan yang cukup bagi setiap penduduk, tetapi kenyataannya air tersebut seringkali tersedia di tempat-tempat yang tidak tepat (Sanim, 2011).

(25)

2.2 Sistem Penyedia Air

Penyediaan sumberdaya air ditujukan untuk memenuhi kebutuhan air dan daya air serta memenuhi berbagai keperluan sesuai dengan kualitas dan kuantitas (Kodoatie dan Sjarief, 2005). Menurut Linsley dan Franzini (1995) suatu sistem

5. Sarana-sarana penyaluran (dari pengolahan) tampungan sementara 6. Sarana-sarana distribusi

Tabel 1 Unsur-unsur fungsional dari Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM)

Unsur fungsional Masalah utama dalam

perencanaan sarana

Uraian

Sumber penyediaan

Jumlah/mutu Sumber-sumber air permukaan bagi

penyediaan, misalnya sungai, danau, dan waduk atau sumber air tanah.

Penampungan Jumlah/mutu Sarana-sarana yang dipergunakan

untuk menampung air permukaan biasanya terletak pada atau dekat sumber penyediaannya.

Penyaluran Jumlah/mutu Sarana-sarana untuk menyalurkan air

dari tampungan ke sarana-sarana pengolah.

Pengolahan Jumlah/mutu Sarana-sarana yang dipergunakan

untuk memperbaiki atau merubah mutu air.

Penyaluran dan penampungan

Jumlah/mutu Sarana-sarana untuk menyalurkan air

yang sudah diolah ke sarana-sarana penampungan sementara ke satu atau beberapa titik distribusi.

Distribusi Jumlah/mutu Sarana-sarana yang dipergunakan

untuk membagi air ke masing-masing pemakai yang terkait di dalam sistem.

Sumber : Linsley dan Franzini (1995)

Secara umum pengelolaan dan proses infrastruktur untuk water supply system dapat dijelaskan sebagai berikut (Kodoatie dan Sjarief, 2005):

(26)

b. Pengolahan (Water Treatment Plant)

c. Penampungan: penampungan air baku (waduk, kolam, sungai/long storage, dll) dan penampungan air bersih sesudah treatment (tangki tertutup, kolam terbuka, dll).

d. Transmisi: truk tangki/kapal tanker, jaringan pipa transmisi dari primer ke sekunder, bak pelepas tekan untuk daerah dengan perbedaan topografi yang besar dari hulu ke hilir, pompa untuk meneikkan tekanan dari wilayah rendah ke tinggi, dan pipa.

e. Jaringan distribusi ke pelanggan: sistem jaringan pipa, sistem tampungan,

fittings, kontrol, valve, dan pompa.

2.3 Pengembangan Sumberdaya Air

Pengembangan sumberdaya air memainkan peranan yang kompleks dalam proses pengambilan keputusan. Tidak saja efisiensi ekonomi yang harus diperhatikan, tetapi juga pembangunan regional, kualitas lingkungan, distribusi manfaat dan biaya, serta lain-lain dimensi kesejahteraan manusia dijadikan tujuan yang eksplisit, yang harus dicapai oleh pengambil keputusan. Oleh karena itu, informasi yang lengkap dengan analisis yang tajam dan terpadu perlu disampaikan kepada para pengambil keputusan (Sanim, 2011).

Pengembangan sumberdaya air (water resources development) dapat didefinisikan sebagai aktivitas fisik untuk meningkatkan pemanfaatan air untuk air bersih, irigasi, penanggulangan banjir, listrik tenaga air, perhubungan, pariwisata, perikanan, dan lain sebagainya (Wiyono, 2000).

Visi dan misi nasional pengembangan sumberdaya air dalam Kodoatie dan Sjarief (2005) adalah sebagai berikut:

1. Visi nasional pengelolaan sumberdaya air: pengembangan dan pengelolaan air, tanah, dan sumberdaya terkait yang berkelanjutan dan berwawasan lingkungan untuk kesejahteraan rakyat.

2. Misi nasional pengelolaan sumberdaya air adalah:

(27)

c. Jaminan ketersediaan air untuk kebutuhan pokok sehari-hari dan pertanian rakyat.

d. Pengelolaan bencana terpadu terkait dengan air (banjir, longsor, kekeringan, dll).

Dalam RUU tentang Sumberdaya Air, telah disebutkan bahwa pengembangan air bersih yang dilakukan melalui pengusahaan sumber air permukaan dapat dilakukan dengan Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) di bidang pengelolaan sumberdaya air atau kerjasama antara BUMN dengan BUMD (Pasal 46 ayat 2). Selanjutnya ditambahkan pula dalam Pasal 46 ayat 3 bahwa pengusahaan sumberdaya air selama yang dimaksud dalam Pasal 46 ayat 2 di atas, juga dapat dilaksanakan oleh Badan Usaha, perorangan atau kerjasama antara Badan Usaha dengan ijin pengusahaan oleh Pemerintah, Pemerintah Provinsi atau Pemerintah Kabupaten/Kota sesuai dengan rencana alokasi air menurut sumber air (Sanim, 2003).

2.4 Pengelolaan Sumberdaya Air

Sumber air didapatkan dari air permukaan dan air tanah. Sumber air permukaan yaitu dari sungai, danau, rawa, situ, embung, ranu, dan telaga. Sedangkan sumber air tanah antara lain dari cekungan air tanah yang bisa terdiri atas confined aquifer dan unconfined aquifer, sertamata air (spring). Ketersediaan air permukaan perhitungannya berdasarkan pada curah hujan, luas DAS, dan karakteristik lahan. Berbeda dengan air permukaan, pengembangan dan pengelolaan air tanah lebih sulit karena lokasinya yang berada di bawah tanah.

Pengelolaan air bawah tanah atau groundwater merupakan contoh untuk memahami kasus sumberdaya yang bersifat common property dalam bentuknya paling asli atau The purest common pool problem. Hal ini disebabkan karena pada saat sumberdaya tersebut tidak dimiliki secara jelas, ia akan menjadi common pool

(28)

Undang-undang nomor 7 tahun 2004 tentang sumberdaya air mengamanatkan setidaknya 3 (tiga) kegiatan utama dalam pengelolaan sumberdaya air, yaitu:

1. Konservasi sumberdaya air, yang ditujukan untuk menjaga kelangsungan keberadaan daya dukung, daya tampung, dan fungsi sumberdaya air.

2. Pendayagunaan sumberdaya air, ditujukan untuk memanfaatkan sumberdaya air secara berkelanjutan dengan mengutamakan pemenuhan kebutuhan pokok masyarakat secara adil.

3. Pengendalian daya rusak air, dilakukan secara terpadu, menyeluruh, dan terkoordinasi serta mencakup upaya pencegahan, penanggulangan, pemulihan, dan perbaikan akibat bencana dengan mengutamakan upaya pencegahan. Tabel 2 Kriteria dan tujuan pengelolaan sumberdaya air

Kriteria Tujuan

Efisiensi 1. Biaya penyediaan air yang murah

2. Penerimaan per unit sumberdaya yang tinggi

3. Mendukung pertumbuhan ekonomi yang

berkelanjutan

Equity 4. Akses air bersih untuk semua masyarakat

Sustainability 5. Menghindari terjadinya deplesi pada air bawah

tanah

6. Menyediakan cadangan air yang cukup untuk

memelihara ekosistem

7. Meminimalkan pencemaran air

Sumber : Fauzi (2006)

Pengelolaan air bersih harus terpadu dan menyeluruh dan merupakan bagian dari pengelolaan sumberdaya air. Hal-hal yang menyebabkan air perlu dikelola meliputi (GWP, 2001 dalam Kodoatie dan Sjarief, 2005):

1. Kondisi kebutuhan pangan dan air (sumberdaya alam). 2. Kondisi kebutuhan air dan tanah (sumberdaya alam).

3. Batas administrasi wilayah berbeda dengan batas teknis (DAS).

4. Perubahan tata guna lahan akan berpengaruh besar terhadap sumberdaya air baik secara kuantitas maupun kualitas.

(29)

6. Recovery kerusakan tata guna lahan dan tata air yang terjadi umumnya akan sulit mengembalikan sampai sama seperti semula.

Beberapa masalah yang berkaitan dengan rendahnya pengelolaan sumberdaya air di Indonesia dalam Sanim (2011), antara lain:

1. Adanya fragmentasi pengelolaan antar instansi Pemerintah Republik Indonesia dan sulitnya koordinasi antar berbagai instansi dalam mengelola sumberdaya air.

2. Pengelolaan sumberdaya air yang masih terbatas dan berorientasi hanya pada sisi penyediaan semata bukan pada sisi kebutuhan.

3. Borosnya pemakaian air untuk pertanian karena rendahnya efisiensi pemakaian air untuk sektor pertanian. Sebagai pengguna 80-90 persen dari seluruh pemanfaat air, sektor pertanian diperkirakan memakai air efektif untuk pertumbuhan tanaman hanya 50-60 persen, selebihnya hilang saat pengaliran di saluran atau menggenang tidak optimal di area persawahan. Apabila saat ini air yang dialokasikan untuk irigasi sekitar 4 000 meter kubik per detik, maka peningkatan efisiensi sekitar 10 persen saja akan menghemat air 400 meter kubik per detik.

4. Organisasi pengelolan sumberdaya air masih tersentralisasi di pusat belum terdesedentralisasi walaupun otonomi daerah telah dicanangkan sejak tahun 2000.

5. Rendahnya partisipasi masyarakat dalam mengelola sumberdaya air disatu sisi dan disisi lain masih belum banyak melibatkan partisipasi masyarakat lokal dalam organisasi pengelolaan sumberdaya air.

6. Distribusi pelayanan air tidak merata. Distribusi lebih banyak difokuskan untuk melayani kegiatan komersial yang mendukung pembangunan ekonomi. Hanya konsumen yang mampu membayar yang dapat memiliki akses terhadap air bersih.

7. Polusi air yang menyebabkan air di Jakarta dan kota besar lainnya tidak layak dijadikan sebagai air minum karena sumberdaya air yang telah tercemar, seperti adanya kandungan bakteri coli dalam air tanah.

(30)

9. Berkurangnya sediaan (supply) air, baik bagi air bersih maupun air minum yang disebabkan berkurangnya daerah tangkapan air akibat alih fungsi lahan.

2.5 Nilai Ekonomi Sumberdaya Air

Sumberdaya air merupakan sumberdaya penting yang dibutuhkan bagi kehidupan manusia. Air selain merupakan kebutuhan dasar manusia, tapi juga sebagai barang publik yang tidak dimiliki oleh siapapun, melainkan dalam bentuk kepemilikan bersama (global commons atau sebagai common resources), sumberdaya alam yang dikelola secara kolektif, bukan untuk dijual atau diperdagangkan guna memperoleh keuntungan. Dengan adanya UU No.7 Tahun 2004 tentang Sumberdaya Air dan Konvenan Internasional 4 , pandangan tradisional tersebut sudah berubah dan ditinggalkan, karena air tidak sekedar hanya barang publik tetapi sudah menjadi komoditas ekonomi. Paradigma tradisional ini bertentangan dengan paradigma pengelolaan air modern yang berdasarkan pada nilai ekonomi intrinsik (intrinsic value) dari air, yang didasarkan pada asumsi adanya keterbatasan dan kelangkaan air (limited and scarcity water) serta dibutuhkannya investasi atau penyediaan air bersih, sebagai pemenuhan hak atas setiap warga negara (Sanim, 2011).

Air sebagai komoditas ekonomi diperlukan untuk berbagai kebutuhan seperti untuk kebutuhan air domestik (rumah tangga), industri, pertanian, dan pembangkit listrik. Seperti yang dinyatakan dalam Prinsip Dublin pada KTT Bumi di Rio de Janeiro pada tahun 1992 yaitu:

1. Air tawar adalah sumberdaya terbatas dan rentan, penting untuk mempertahankan kehidupan, pembangunan, dan lingkungan hidup.

2. Pengembangan dan manajemen air harus didasarkan pada pendekatan partisipatif melibatkan pengguna, perencana, dan pembuat kebijakan pada semua tingkatan.

3. Perempuan memainkan peran sentral dalam penyediaan, manajemen, dan pengamanan air.

4

(31)

4. Air memiliki nilai ekonomi dalam seluruh penggunaan bersaing dan harus diakui sebagai barang ekonomi.

Prinsip keempat Dublin menyatakan bahwa air sebagai komoditas ekonomi, sehingga sangat penting untuk mengenali hak dasar manusia untuk memiliki akses ke air bersih dan sanitasi dengan harga yang terjangkau. Mengelola air sebagai barang ekonomi merupakan cara penting untuk mencapai efisiensi penggunaan yang adil dan merata, serta mendorong pelestarian dan perlindungan sumberdaya air. Menyadari air sebagai barang ekonomi merupakan alat untuk pengambilan keputusan dalam mendistribusikan air antar sektor ekonomi yang berbeda dan pengguna yang berbeda dalam sektor. Hal ini sangat penting ketika pasokan air tidak dapat ditingkatkan (GWP, 2010).

Mangkoesoebroto (1987), mengatakan bahwa air harus digunakan sebagai barang ekonomis dan penggunaannya harus diatur agar tercapai kesejahteraan masyarakat yang optimal. Apalagi dengan perkembangan jumlah penduduk dan kemajuan teknologi, akan menyebabkan permintaan air menjadi semakin besar sedangkan penawarannya semakin sedikit. Oleh karena itu perlu ditentukan suatu kebijaksanaan agar air yang tersedia dapat digunakan secara efisien dengan menetapkan suatu harga, tidak hanya pada air bersih yang dihasilkan oleh perusahaan air minum, tetapi juga seluruh air yang tersedia.

Nilai ekonomi secara umum didefinisikan sebagai pengukuran jumlah maksimum seseorang ingin mengorbankan barang dan jasa untuk memperoleh barang dan jasa lainnya. Secara formal, konsep ini disebut keinginan membayar (willingness to pay) seseorang terhadap barang dan jasa yang dihasilkan oleh sumberdaya alam dan lingkungan (Fauzi, 2006). Nilai air bagi penggunanya adalah jumlah maksimum konsumen mau membayar (willingness to pay) penggunaan air.

2.6 Konsep Contingent Valuation Method (CVM)

Metode Valuasi Kontingensi (Contingent Valuation Method)

(32)

pay) kepada masyarakat dengan titik berat preferensi individu menilai benda publik yang penekanannya pada standar nilai uang/moneter (Hanley dan Spash, 1993).

Pendekatan yang tepat untuk memperkirakan kebersediaan membayar adalah dengan Contingent Valuation Method. Ide yang mendasari metode ini adalah bahwa sesungguhnya orang-orang memiliki preferensi yang tersembunyi untuk semua komoditas lingkungan. Diasumsikan bahwa orang-orang memiliki kemampuan untuk mentransformasikan preferensi-preferensi ini ke dalam satuan

moneter (d’Arge, 1985 dalam Tresnadi, 2000). Berdasarkan asumsi ini, CVM menilai barang lingkungan dengan menanyakan pada responden salah satu dari pertanyaan berikut:

a. Berapa jumlah maksimum uang yang akan dibelanjakan oleh anda atau rumah tangga anda (Willingness to Pay) setiap bulan atau tahun untuk memperoleh perbaikan kualitas lingkungan (environment improvement)

b. Berapa jumlah uang minimum yang anda atau rumah tangga anda dapat terima (Willingness to Accept) setiap bulan atau tahun untuk menerima kerusakan atau penurunan kualitas lingkungan (environment deterioration)

Kedua pertanyaan diatas penting dalam membentuk pasar hipotesis perubahan lingkungan, yaitu pasar yang terbentuk dimana responden mau membeli (WTP) dan menerima (WTA) barang-barang lingkungan pada kondisi kualitas yang lebih baik atau lebih buruk. Penelitian ini akan meneliti nilai kesediaan membayar masyarakat (WTP) untuk perbaikan kualitas lingkungan yaitu perbaikan sumberdaya air.

2.7 Kesediaan untuk Membayar (Willingness to Pay)

(33)

memperbaiki kondisi lingkungan agar sesuai dengan kondisi yang diinginkan. WTP merupakan nilai kegunaan potensial dari sumberdaya alam dan jasa lingkungan. Willingness to Pay atau kesediaan untuk membayar merupakan salah satu bagian dari metode CVM (Contingent Valuation Method) yang akan digunakan dalam penelitian ini.

CVM merupakan metode langsung penilaian ekonomi melalui pertanyaan kemauan membayar seseorang (Willingness to Pay). Menurut Pearce et al (2006) dalam Fauzi (2013), secara umum analisis CVM melibatkan tiga tahapan utama yakni:

1. Identifikasi barang dan jasa yang akan divaluasi

Peneliti harus terlebih dahulu memiliki konsep yang jelas tentang apa yang akan di valuasi, perubahan kualitas dan kuantitas apa yang menjadi konsern kebijakan serta jenis barang dan jasa non-pasar apa yang akan divaluasi. 2. Konstruksi skenario hipotetik

Jenis pertanyaan dan skenario yang diajukan akan sangat berpengaruh terhadap outcome yang akan dihasilkan pada analisis CVM. Ada tiga elemen esensial dalam tahap ini yakni, 1) deskripsi perubahan kebijakan yang akan dievaluasi, 2) deskripsi pasar yang akan dikembangkan, dan 3) deskripsi metode pembayaran.

3. Elisitasi nilai moneter

Metode elisitasi adalah teknik mengekstrak informasi kesanggupan membayar dari responden dengan menanyakan besaran pembayaran melalui format tertentu. Format elisitasi dalam CVM umumnya terdiri dari lima jenis yaitu, 1) Open ended, 2) Bidding game, 3) Kartu pembayaran, 4) Single bounded dichotomous, dan 5) Double bounded dichotomous.

Metode elisitasi nilai moneter yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah dengan format elisitasi single bounded dichotomous yang selanjutnya akan disebutkan dengan metode dichotomous choice CVM.

2.7.1 Dichotomous Choice CVM

(34)

menyatakan bahwa pendekatan ini merupakan alternatif terbaik untuk menjawab defisiensi pendekatan Contingent Valuation yang didasarkan pada pertanyaan terbuka maupun bidding games. Pendekatan ini dianggap lebih mendekati teori dibandingkan model-model lainnya, seperti open ended CVM atau bidding game CVM. Pada tahun 1980-an mulai disadari adanya kelemahan pada model open ended CVM dan bidding game CVM ini dalam hal memperkirakan nilai WTP yang tepat karena metode tersebut mengharuskan responden untuk mengkonstruksi nilai maksimum WTP mereka yang sering pada akhirnya menimbulkan bias (Fauzi, 2006).

Fauzi (2013) menyatakan bahwa dalam dichotomous choice CVM, nilai ekosistem atau nilai sumberdaya alam yang tidak dipasarkan dihitung berdasarkan nilai Willingness to Pay (WTP) dari pertanyaan yang bersifat diskrit. Responden diajukan pertanyaan untuk membayar Rp X baik untuk perbaikan ekosistem maupun penilaian suatu jasa lingkungan yang masih utuh. Oleh karena hanya dua

kemungkinan jawaban yakni “ya” atau “tidak” atau “setuju” atau "tidak setuju”,

maka metode ini disebut dichotomous choice. Nilai rupiah yang ditawarkan ini

disebut “nilai tawaran” atau “bid value”.

Menurut Alberni, et al (2005) dalam Fauzi (2013), salah satu keunggulan penggunaan dichotomous choice CVM adalah karena metode ini lebih mendekati perilaku pasar dimana konsumen biasanya mengambil keputusan membeli atau tidak terhadap harga yang ditawarkan. Selain itu dichotomous choice CVM juga dianggap sesuai dengan mekanisme insentif yang ditawarkan kepada masyarakat jika masyarakat memperoleh informasi serta mengurangi beban kognitif yang dihadapi masyarakat jika harus memilih secara terbuka (open bid) maupun pilihan jamak (Fauzi, 2013).

(35)

2.7.2 Perhitungan nilai WTP dengan menggunakan metode logit

Secara prinsip perbedaan dengan model probit adalah pada asumsi fungsi densitas kumulatif (CDF atau cumulative density function). Pada model logit, peluang untuk menjawab ya ditentukan oleh fungsi berikut (Fauzi, 2013):

...(1) Fauzi (2013) menyatakan nilai WTP yang menggambarkan nilai ekonomi SDAL dapat diduga dengan menggunakan koefisien yang diperoleh dari logit yakni α = β / σ (vektor koefisien yang berhubungan dengan variabel bebas) dan δ

= -1 / σ (vektor koefisien yang berhubungan dengan “bid”). Nilai harapan rataan WTP dapat diduga dari kedua koefisien tersebut yakni:

...(2) Sementara nilai harapan WTP yang terkait dengan salah satu variabel bebas dapat diperoleh melalui persamaan berikut:

...(3)

2.7.3 Perhitungan nilai WTP dengan menggunakan metode turnbull

Metode turnbull adalah pendekatan non parametrik untuk perhitungan

nilai kerugian dan nilai ekonomi. Pendekatan ini mengandalkan distribusi “ya” dan “tidak” dari responden terhadap respon pertanyaan lelang (Fauzi, 2013). Jika responden menjawab “tidak” terhadap nilai lelang yang ditawarkan, maka nilai maksimum WTP akan lebih rendah dari nilai lelang. Sebaliknya jika responden

menjawab “ya” maka WTP nya akan lebih besar atau paling tidak sama dengan

nilai lelang yang ditawarkan. Dengan mengetahui distribusi responden menjawab

“tidak” (Fj) maka kita dapat menentukan batas bawah dari WTP (lower bound

WTP) dan nilai rataan WTP (Fauzi, 2013). Nilai lower bound dari WTP dapat dihitung dengan formula sebagai berikut:

∑ ( )

(36)

2.8 Model Regresi Logistik

Regresi logistik merupakan salah satu model statistika yang dapat digunakan untuk menganalisis pola hubungan antara sekumpulan variabel independen dengan suatu variabel dependen bertipe kategoris atau kualitatif. Kategori dari variabel dependen dapat terdiri atas dua kemungkinan nilai (dichotomous), seperti ya/tidak, sukses/gagal, dan lain-lain, atau lebih dari dua nilai (polychotomous), seperti sangat tidak setuju, tidak setuju, setuju, dan sangat setuju (Rosadi, 2011). Dalam analisis regresi logistik, pemodelan peluang kejadian tertentu dari kategori peubah respon dilakukan melalui transformasi dari regresi linear ke logit (Firdaus dan Afendi, 2008). Formulasi transformasi logit tersebut adalah:

Pi Logit (Pi)

Logit Transform

Predictor Predictor Gambar 2 Gambar transformasi logit

Dimana Pi merupakan peluang munculnya kejadian kategori sukses dari peubah respon untuk orang ke-i dan loge adalah logaritma dengan basis bilangan e. Kategori sukses secara umum merupakan kategori yang menjadi perhatian dalam penelitian. Gambar 2 mengilustrasikan proses transformasi logit tersebut (Firdaus dan Afendi, 2008).

Interpretasi model logistik sama seperti model OLS yaitu dengan slope

(37)

peluang untuk Yi=0 (tidak setuju) adalah (1-Pi). Fungsi logit harus ditransformasikan sedemikian rupa agar menjadi bentuk linier, salah satu bentuk transformasinya dikenal dengan transformasi logit.

Li = Ln

= ...(5) Odds ratio dituliskan sebagai berikut:

...(6)

Li dikenal dengan logit, yang merupakan logaritma dari rasio sebelumnya dan linier dalam variabel independen dan parameter. Estimasi parameter dari metode regresi logistik dapat dilakukan dengan metode maximum likelihood estimator (mle), dimana parameter optimal dapat diperoleh dengan metode numeric (Rosadi, 2011).

Pengujian terhadap parameter model dilakukan untuk memeriksa kebaikan model. Uji statistik yang dilakukan adalah dengan menggunakan statistik uji G dan statistik uji Wald.

2.8.1 Uji G

Hasil pengujian signifikansi regresi secara simultan didasarkan pada statistik uji G. Statistik uji G adalah uji rasio kemungkinan maksimum (likelihood ratio test) yang digunakan untuk menguji peranan variabel bebas secara bersamaan (Hosmer dan Lemeshow, 1989). Rumus umum untuk uji G adalah:

...(7) Dimana:

Lo = Likelihood tanpa variabel bebas

L1 = Likelihood dengan variabel bebas

Dengan hipotesis:

Ho : β1 = β2 = ... = βp = 0

H1 : minimal ada satu nilai βi≠ 0

(38)

Statistik uji G mengikuti sebaran chi-square (χ2) dengan derajat bebas p. Kaidah keputusan yang diambil yaitu menolak H0 jika G > (Hosmer dan

Lemeshow, 1989).

2.8.2 Uji Wald

Menurut Rosadi (2011), untuk menguji kecocokan koefisien, kita bisa menggunakan uji Wald. Uji Wald merupakan uji univariat terhadap masing-masing koefisien regresi logistik (sering disebut partially test).

1. H0: prediktor secara univariat tidak berpengaruh signifikan terhadap respons ( βi = 0; = 0,1,2,...,p).

H1: prediktor secara univariat berpengaruh signifikan terhadap respons ( βi≠ 0; = 0,1,2,...,p).

2. Tingkat signifikansi: α 3. Statistik uji:

...(8) Dimana: bi = penduga bi

SE (bi) = penduga galat baku dari bi

4. Daerah kritik: H0 ditolak apabila |Wi| > |Zα/2|

2.9 Hasil Penelitian Terdahulu

(39)

pengelolaan air di Desa Situdaun. Data kuantitatif digunakan untuk mengetahui model WTP masyarakat pengguna air. Dari hasil analisis, faktor-faktor yang secara nyata mempengaruhi WTP masyarakat dalam membayar iuran air adalah tingkat pendapatan dan kelompok responden. Nilai WTP yang diperoleh dari tiap kelompok pengguna air adalah Rp 1 000,00 untuk masyarakat pengguna air kelompok pertama, Rp 703,0303 untuk masyarakat pengguna air kelompok kedua, dan Rp 498,7273 untuk masyarakat pengguna air kelompok ketiga.

Penelitian lainnya dilakukan oleh Arianti (1999) dengan melakukan analisis pilihan sumber air bersih dan kesediaan membayar bagi perbaikan kualitas dan kuantitas air PDAM di Kodya Bengkulu. Tujuan penelitian yang terkait adalah faktor-faktor yang mempengaruhi penawaran dan permintaan air PDAM, WTP pelanggan rumah tangga untuk perbaikan kualitas dan kuantitas air PDAM, dan faktor-faktor yang mempengaruhi WTP pelanggan. WTP pelanggan diperoleh berdasarkan teknik survei menggunakan Contingent Valuation Method

(CVM) dan untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi WTP pelanggan dilakukan analisis regresi atas variabel bebas penentu WTP pelanggan.

Hasil WTP pelanggan kelompok rumah tangga secara individual adalah sebesar Rp 50.65/m3 di atas harga air PDAM yang berlaku atas pelanggan yang bersangkutan. WTP agregat atau WTP populasi pelanggan rumah tangga (89 % dari populasi pelanggan PDAM) adalah sebesar Rp 160 988 467.50/tahun di atas pengeluaran yang biasa untuk penggunaan air PDAM atau sebesar 26.79 % dari nilai investasi untuk perbaikan kualitas dan kuantitas air PDAM. Sedangkan dari hasil analisis regresi atas variabel bebas penentu WTP pelanggan yaitu WTP pelanggan dipengaruhi positif oleh sikap keberatan pelanggan atas rendahnya kualitas air PDAM.

Penelitian yang dilakukan oleh Oktavianus (2003) dengan judul “Analisis

(40)

Tirtamusi akan melakukan penyesuaian tarif air bersih terhadap rumah tangga sangat sederhana. Metode yang digunakan adalah dengan metode harga hedonik dengan pendekatan regresi linear berganda. Hasil analisis menunjukkan bahwa besarnya keinginan membayar penduduk perkotaan terhadap pelayanan air bersih adalah Rp 38 239.73 per bulan atau lebih besar Rp 6 157.51 dari nilai rata-rata yang sebenarnya dibayarkan setiap bulan sebesar Rp 32 082.22. faktor-faktor yang mempengaruhi besarnya keinginan membayar penduduk perkotaan terhadap pelayanan air bersih dari PDAM Tirtamusi adalah jumlah anggota keluarga, pendapatan keluarga, pengeluaran keluarga, kelancaran aliran air bersih, dan keluhan atas aliran air bersih dari PDAM Tirtamusi.

(41)

III. KERANGKA PEMIKIRAN

Kebutuhan air bersih rumah tangga dapat dipenuhi dengan menggunakan air dari PDAM, air tanah, maupun air dalam kemasan untuk kebutuhan konsumsi air minum langsung. Masyarakat Kota Bogor mengandalkan air PDAM dan air tanah sebagai pemenuhan akan airnya. Pada saat ini cakupan pelayanan PDAM Tirta Pakuan Kota Bogor sebesar 67.29% dan sisanya masyarakat menggunkan air tanah maupun sumber lainnya untuk kebutuhan air rumah tangga. Salah satu daerah yang belum terjangkau oleh PDAM Tirta Pakuan yaitu Perumahan XYZ Kelurahan Katulampa Bogor Timur yaitu RW 15, RW 16, dan RW 17.

Permasalahan yang muncul dalam penggunaan air tanah yaitu debit air yang berkurang pada saat musim kemarau. Hal ini menyebabkan kurangnya pasokan air untuk kebutuhan sehari-hari sehingga masyarakat melakukan usaha lebih untuk mendapatkan air seperti dengan membeli air dan melakukan penggalian sumur lebih dalam agar mendapatkan air kembali. Selain itu masalah kualitas air yang dapat menurun mengingat daerah perumahan ini padat penduduk dan jarak rumah berdekatan begitu pula jarak tempat pembuangan (septic tank) dengan sumur warga juga berdekatan sehingga resiko air tanah tercemar dapat terjadi.

(42)

mempengaruhi besaran WTP masyarakat untuk memperoleh air bersih di perumahan XYZ dengan menggunakan metode analisis regresi logistik.

Sebelumnya penulis ingin mengkaji karakteristik masyarakat perumahan XYZ terhadap air bersih dengan menggunakan metode analisis deskriptif untuk menjabarkan karakteristik masyarakat secara umum, pola penggunaan air, dan sumber air pada saat musim hujan dan musim kemarau.

Dari hasil penelitian dirumuskan rekomendasi kebijakan bagi para

(43)
(44)

IV. METODE PENELITIAN

4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini berlokasi di perumahan XYZ, Kota Bogor. Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja (purposive) dengan alasan daerah tersebut merupakan salah satu perumahan yang masih menggunakan air tanah (sumur/pompa) dalam pemenuhan kebutuhan airnya, dimana masalah krisis air terjadi pada saat kemarau tiba sehingga warga mengajukan pemasangan pipa distribusi PDAM agar masalah mengenai air ini dapat terpecahkan. Pengambilan data primer dilaksanakan selama bulan Juni-September 2013.

4.2. Jenis dan Sumber Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari hasil wawancara dengan pihak-pihak terkait yang mengetahui informasi mengenai penyediaan air di perumahan XYZ, serta wawancara dengan responden melalui kuesioner dimana responden merupakan masyarakat yang tinggal di perumahan tersebut. Data sekunder meliputi data-data yang terkait dengan daerah penelitian dan data lainnya yang dibutuhkan di dalam penelitian ini. Data ini diperoleh dari PDAM Tirta Pakuan Kota Bogor, Badan Pengelolaan Lingkungan Hidup (BPLH) Kota Bogor, berbagai pustaka seperti buku, jurnal, tesis, dan internet.

4.3. Metode Pengambilan Sampel

(45)

dalam kelas-kelas yang tidak overlapping dan kemudian memilih sampel secara acak dari setiap kelas.

4.4 Metode dan Prosedur Analisis

Data yang diperoleh dalam penelitian dianalisis secara kualitatif dan kuantitatif. Pengolahan dan analisis data dilakukan secara manual dan menggunakan komputer dengan program Microsoft Office Excel dan program

Minitab 15. Tabel 3 menyajikan keterkaitan antara tujuan penelitian, sumber data dan metode analisis data.

Tabel 3 Matriks metode analisis data

No Tujuan Penelitian Sumber Data Metode Analisis

1 Mengkaji karakteristik masyarakat

4.4.1 Analisis deskriptif mengenai karakteristik masyarakat Perumahan XYZ terhadap air bersih

(46)

Analisis deskriptif digunakan agar penelitian tidak hanya terbatas pada data statistik yang bersifat kaku, selain itu agar penelitian dapat menghasilkan kesimpulan yang lebih menarik. Pada penelitian ini, analisis deskriptif digunakan untuk membuat gambaran secara sistematis mengenai karakteristik masyarakat, pola pemanfaatan air dan sumber air bersih di perumahan XYZ.

4.4.2 Analisis Willingness To Pay (WTP) masyarakat terhadap air bersih di Perumahan XYZ

Analisis kesediaan membayar (WTP) masyarakat digunakan untuk mengetahui tingkat kemampuan membayar masyarakat untuk mendapatkan air bersih dimana tingkatan harga yang ditawarkan merupakan harga air yang ingin dibayar oleh masyarakat per meter kubiknya. Sehingga dapat dilihat sejauh mana masyarakat merasakan manfaat air dan menginginkan perbaikan kualitas, kuantitas, dan kontinuitas dari sumber air yang ingin mereka terima. Skenario hipotetik sangat berpengaruh terhadap outcome yang dihasilkan pada analisis CVM. Skenario hipotetik dibentuk berdasarkan permasalahan sumberdaya air di perumahan XYZ dimana terjadi penurunan kondisi sumberdaya air yang masyarakat dapatkan. Oleh karena itu diperlukan suatu pendekatan untuk mengukur kesediaan membayar masyarakat untuk mendapatkan air bersih. Skenario hipotetik dalam penelitian ini ialah sebagai berikut:

(47)

Setelah responden mengetahui gambaran mengenai kondisi sumberdaya air secara terperinci dan masalah sumberdaya air yang terjadi di lingkungan perumahannya, maka penting untuk memperbaikan kuantitas, kualitas, dan kontinuitas sumber air bersih yang diterima masyarakat. Teknik atau metode yang dilakukan adalah dengan metode dichotomous choice CVM dan untuk memperoleh nilai WTP menggunakan metode logit dan metode turnbull

(Fauzi,2013). Metode digunakan dengan menanyakan kepada responden mengenai sejumlah nilai penawaran (bid) tertentu yang diajukan sebagai nilai kesediaan membayar air bersih. Sehingga didapatkan jawaban setuju atau tidak setuju responden akan nilai bid yang ditawarkan. Terdapat empat kategori bid

yang ditanyakan kepada masing-masing 20 responden. 1. Kategori kelas WTP Rp 2 500

2. Kategori kelas WTP Rp 5 000 3. Kategori kelas WTP Rp 7 500 4. Kategori kelas WTP Rp 10 000

Berikut merupakan struktur elisitasi untuk single bounded dichotomous choice CVM dalam penelitian ini.

Apakah saudara sanggup untuk membayar?

N1 N2 N3 N4

Rp 2 500 Rp 5 000 Rp 7 500 Rp 10 000

Setuju Tidak Setuju Tidak Setuju Tidak Setuju Tidak

Nilai bid dapat ditentukan dari informasi yang didapatkan mengenai sumberdaya yang akan divaluasi. Pada penelitian ini, dalam menentukan nilai bid

(48)

inilah yang menjadi dasar ditentukan nilai bid terendah yang akan ditawarkan kepada masyarakat. Nilai bid yang paling besar ditentukan dari tarif termahal yang dapat ditetapkan oleh PDAM untuk penggunaan air per meter kubiknya.

Untuk mendapatkan nilai WTP dilakukan perhitungan dengan menggunakan metode logit dan turnbull. Metode logit dalam penelitian ini diolah menggunakan software Minitab, setelah dilakukan pengolahan regresi logistik

dimana variabel respon merupakan keputusan responden “setuju” atau “tidak setuju” pada nilai tawaran (bid) yang ditanyakan, didapatkan model persamaan

logit. Nilai WTP yang menggambarkan nilai ekonomi SDAL dapat diduga dengan menggunakan koefisien yang diperoleh dari logit yakni α = β / σ (vektor koefisien yang berhubungan dengan variabel bebas) dan δ = -1 / σ (vektor koefisien yang berhubungan dengan bid). Nilai harapan rataan WTP dapat diduga dari kedua koefisien tersebut yakni:

...(9) Sedangkan untuk menggunakan metode Turnbull, WTP dapat dihitung menggunakan formula,

∑ ( )

...(10)

Haab dan McConnel (2002) dalam Fauzi (2013) menyatakan beberapa langkah berikut:

1. Hitung distribusi Fj dengan menggunakan formula dimana jumlah

Nj adalah respon “tidak” untuk nilai lelang j dan Yj adalah respon “ya” untuk

lelang j. Total respon adalah Tj = Nj + Yj

2. Dimulai dengan lelang terendah, bandingkan Fj dan Fj+1

3. Jika Fj+1 > Fj perhitungan mean WTP dapat dilanjutkan dengan menggunakan

formula E(WTP) diatas.

4. Jika Fj+1 < Fj , gabungkan (pooled) nilai lelang ke j dan j+1 menjadi satu nilai

(49)

hitung nilai

, dengan kata lain menghilangkan nilai lelang Bj+1 dan menggabungkannya dengan nilai lelang Bj.

5. Lanjutkan dengan menghitung WTP dengan formula E(WTP), jika distribusi sudah terlihat meningkat secara monotonik (monotonically increasing) 6. Tentukan nilai maksimum distribusi yang menunjukkan tidak ada

responden yang ingin membayar lebih dari nilai lelang maksimum.

Salah satu kelebihan menggunakan pendugaan melalui lower bound

adalah terkait dengan distribusi Turnbull dimana terdistribusi normal dan nilai Bj tetap sehingga juga normal. Haab dan McConnel (2002) dalam Fauzi (2013) merumuskan formula untuk menghitung keragaman yang dapat digunakan untuk menghitung seberapa besar tingkat kepercayaan kita terhadap pendugaan nilai rataan WTP. Keragaman (variance) dari WTP adalah:

( ) ∑ ( ) ∑ ∑

( ) ∑

∑ ( ) ...(11)

Sehingga,

( ∑ ( ) ∑ )...(12)

4.4.3 Faktor-faktor yang mempengaruhi besaran WTP masyarakat untuk mendapatkan air bersih

(50)

1) Bid

Variabel bid berpengaruh penting karena nilai bid menentukan apakah masyarakat bersedia atau tidak membayar nilai bid yang ditawarkan. Asumsi yang berlaku adalah semakin tinggi nilai bid maka peluang menjawab tidak setuju semakin tinggi.

2) Tingkat Pendidikan

Variabel tingkat pendidikan dinilai berpengaruh penting kerena masyarakat dengan tingkat pendidikan lebih tinggi dapat lebih memahami mengenai permasalahan sumberdaya air yang terjadi, kelangkaan akan sumberdaya air, kualitas dan kuantitas air tanah yang menurun akibat pengambilan terus-menerus secara massal, sehingga lebih mengerti akan nilai ekonomi sumberdaya air. Asumsi yang berlaku adalah semakin tinggi tingkat pendidikan responden maka akan semakin besar peluang masyarakat menjawab setuju untuk membayar.

3) Pendapatan Keluarga

Pendapatan keluarga atau total pendapatan dalam satu rumah tangga sangat berpengaruh pada jumlah WTP yang ingin dikeluarkan untuk air bersih per meter kubik. Hal ini berkaitan dengan kemampuan ekonomi masyarakat dalam membayar biaya untuk air bersih tersebut. Asumsi yang digunakan adalah semakin tinggi pendapatan maka semakin besar peluang masyarakat menjawab setuju untuk membayar.

4) Kualitas Air Tanah

Variabel kualitas air tanah yaitu penilaian responden akan air yang diterimanya yaitu air tanah. Penilaian kualitas air tanah dapat dinilai responden dengan kualitas air tanah baik atau kurang baik. Responden yang menjawab kualitas air tanah yang kurang baik adalah responden yang mengeluhkan air yang keruh, kuning, berbau, dan kurang layak konsumsi. Asumsi yang digunakan yaitu jika kualitas air tanah baik maka akan semakin besar peluang masyarakat menjawab tidak setuju untuk membayar.

(51)

faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi WTP masyarakat terhadap air bersih. Variabel respon bersifat dikotomi (Dichotomous Choice Model) atau memiliki dua peluang kejadian. Dalam penelitian ini peluang kejadian adalah memilih bersedia atau tidak bersedia untuk membayar air bersih. Persamaan regresi logit untuk melihat besarnya kesediaan responden untuk membayar dan faktor-faktor yang mempengaruhinya adalah sebagai berikut:

Li = Ln

= β0+ β1BID + β2PDDKN + β3PDPTN + β4KAT...(13)

Dimana:

Li : Peluang masyarakat bersedia atau tidak bersedia membayar

β0 : Intersep

β1-4 : Koefisien regresi BID : Bid (rupiah/m3)

PDDKN : Tingkat pendidikan (tahun) PDPTN : Pendapatan keluarga (Rp) KAT : Kualitas air tanah

1 = Dummy kualitas air tanah baik

0 = Dummy kualitas air tanah kurang baik

(52)

V. GAMBARAN UMUM

5.1 Kondisi Umum Lokasi Penelitian

Perumahan XYZ yang telah dibangun sejak tahun 2005 terletak di Kelurahan Katulampa, Kota Bogor, Provinsi Jawa Barat. Kelurahan Katulampa termasuk dalam Kecamatan Bogor Timur yang secara geografis terletak pada 106046’11” Bujur Timur - 106050’25” Bujur Timur dan 6035’10” Lintang Selatan - 6038’5” Lintang Selatan. Ketinggiannya berada pada 300 – 370 m dpl, curah hujan per tahunnya adalah 3000 mm, dan suhu rata-rata harian berkisar 25 0C. Batas administrasi Kelurahan katulampa adalah di sebelah utara berbatasan dengan Kelurahan Cimahpar dan Kelurahan Tanah Baru, sebelah timur berbatasan dengan Kelurahan Cibanon dan Kelurahan Sukaraja, sebelah selatan berbatasan dengan Kelurahan Tajur dan Kelurahan Sindangsari, dan di sebelah barat berbatasan dengan Kelurahan Baranang Siang dan Kelurahan Sukasari. Orbitasi jarak dari Kelurahan Katulampa ke ibukota Kecamatan adalah 3 km dengan waktu tempuh menggunakan kendaraan bermotor sekitar 15 menit. Jarak ke ibukota kabupaten/kota adalah 7 km dengan waktu tempuh sekitar 30 menit. Jarak ke ibukota provinsi (Bandung) sekitar 120 km dengan waktu tempuh 4 jam, sedangkan jarak ke ibukota negara (DKI Jakarta) sekitar 60 km dengan waktu tempuh 150 menit (Kelurahan Katulampa, 2013).

(53)

5.2 Kondisi Hidrologi

Sumber air bagi Kota Bogor menurut asalnya terdiri dari sungai, air tanah, dan mata air. Sungai utama yang mengalir di Kota Bogor terdiri dari Sungai Ciliwung dan Sungai Cisadane, serta beberapa anak sungai. Pada umumnya aliran sungai tersebut dimanfaatkan oleh sebagian masyarakat Kota Bogor sebagai sarana MCK dan usaha perikanan keramba serta air baku bagi PDAM. Keberadaan air tanah di Kota Bogor kualitasnya terbilang cukup baik. Namun demikian tingkat pelapukan batuan yang cukup tinggi selain tingginya laju perubahan penutupan lahan oleh bangunan menyebabkan kapasitas infiltrasi air hujan menjadi sangat rendah yang pada akhirnya mempertinggi run off, hal ini merupakan salah satu penyebab menurunnya muka air tanah di musim kemarau. Secara umum aliran air tanah di Kota Bogor mengalir dari selatan ke utara sejumlah 3 344 394 m3/tahun. Aliran air tanah lokal mengalir dari tinggian ke rendahan (BPLH, 2013).

Perumahan XYZ yang terletak di Kecamatan Bogor Timur Kota Bogor menggunakan air tanah sebagai sumber airnya. Masyarakat menggunakan sumur gali dan sumur pantek untuk mendapatkan air tanah. Hal ini karena belum tersedianya jaringan PDAM di kawasan perumahan. Sumur warga rata-rata memiliki kedalaman 13 meter. Kedalaman sumur terendah adalah 6 meter, hal ini dipengaruhi dari lama tinggal karena warga yang lebih lama tinggal cenderung akan memiliki sumur yang lebih dalam. Hal ini dikarenakan setiap tahunnya terdapat musim kering yang menyebabkan sumur-sumur warga kering sehingga usaha yang dilakukan adalah memperdalam sumur.

(54)

Sumber : BPLH Kota Bogor (2013)

Gambar 4 Peta konservasi air tanah Kecamatan Bogor Timur

Zona konservasi air tanah untuk lebih jelas lagi dapat dilihat pada Tabel 4 dimana terdapat 4 zona konservasi air tanah yaitu zona aman, rawan, kritis, dan rusak. Kelurahan Katulampa memiliki zona aman sebesar 10.3%, zona rawan sebesar 37.4%, zona kritis sebesar 39.7%, dan zona air tanah yang rusak sebesar 12.6%.

Tabel 4 Zona konservasi air tanah Kecamatan Bogor Timur

No. Kelurahan Luas

(km2)

Konservasi Air Tanah (%)

Aman Rawan Kritis Rusak

1 Sindangsari 0,9 100% - - -

2 Sindangrasa 1,06 38,2% 31,2% 30,2% 0,4%

3 Tajur 0,45 - - - 100%

4 Katulampa 4,91 10,3% 37,4% 39,7% 12,6%

5 Baranangsiang 2,35 - 48,4% 14,3% 37,3%

6 Sukasari 0,48 - 13,7% 20,7% 65,6%

Sumber : BPLH Kota Bogor (2013)

(55)

Tabel 5 Potensi air dan sumberdaya air Kelurahan Katulampa

Sumber : Kelurahan Katulampa (2013)

Sedangkan untuk sumber air bersih kelurahan Katulampa dapat dilihat pada Tabel 6. Sebanyak 4 760 KK menggunakan air PAM sebagai sumber air bersihnya. Sumber air bersih dengan menggunakan sumur pompa sebanyak 1 600 KK sedangkan pompa gali sebanyak 310 KK. Sumber air lainnya yaitu mata air sebanyak 160 KK dan dari depot isi ulang sebanyak 1 316 KK.

Tabel 6 Sumber air bersih Kelurahan Katulampa

Jenis Jumlah (Unit) Pemanfaat (KK) Kondisi

Baik/Rusak

Gambar

GAMBARAN UMUM ....................................................................
Gambar 1  Peta Konservasi Air Tanah Kota Bogor Tahun 2011
Tabel 1  Unsur-unsur fungsional dari Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM)
Gambar 2  Gambar transformasi logit
+7

Referensi

Dokumen terkait

Sementara untuk penduduk menengah bawah, besarnya keinginan masyarakat untuk membayar air bersih (willingness to pay) di pengaruhi oleh 2 variabel, yaitu jumlah

Faktor-faktor tersebut digunakan karena menurut Dainur (1995) khusus untuk sampah rumah tangga, pengelolaannya berkaitan juga dengan pekerjaan, tingkat pendapatan,

Tujuan penelitian ini adalah untuk mendapatkan paket data dan informasi pola konsumsi air dalam rumah tangga masyarakat perumahan perkotaan kelas menengah ke bawah yang

ASWIN PRATAMA : Analisis Pendugaan Konsumsi Air dan Nilai Ekonomi Air Sungai Parsariran untuk Kebutuhan Sektor Rumah Tangga Kecamatan Batang Toru.. Dibimbing oleh SITI

Berdasarkan analisa kemampuan dan kemauan pelanggan terhadap tarif resmi air bersih yang berlaku, kemampuan masyarakat dalam membayar tarif dengan pendekatan pendapatan rumah

Kemudian dari variabel- variabel diatas dapat didefiniskan bagaimana karakteristik pola konsumsi rumah tangga tersebut dalam memenuhi kebutuhan air bersih dengan

Berdasarkan informasi yang diberikan, pelayanan IPA Paal 2 B untuk perumahan Griya Pemula hanya sekitar 23 SR yang terlayani dari 548 unit rumah dengan total pemakaian

Berdasarkan analisa kemampuan dan kemauan pelanggan terhadap tarif resmi air bersih yang berlaku, kemampuan masyarakat dalam membayar tarif dengan pendekatan pendapatan rumah