PENGARUH DOSIS BORON DAN PENENTUAN RUAS
TANAMAN YANG TEPAT UNTUK PRODUKSI BENIH
MELON HIBRIDA IPB
SARAH FADILA
DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pengaruh Dosis Boron dan Penentuan Ruas Tanaman yang Tepat untuk Produksi Benih Melon Hibrida IPB adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.
ABSTRAK
SARAH FADILA. Pengaruh Dosis Boron dan Penentuan Ruas Tanaman yang Tepat untuk Produksi Benih Melon Hibrida IPB. Dibimbing oleh ENDAH RETNO PALUPI.
Buah melon banyak diminati masyarakat di Indonesia dan memiliki nilai ekonomis tinggi.Namun produksi buah melon dalam negeri belum dapat memenuhi permintaan pasar karena ketersedian benih berkualitas yang masih terbatas. Selain itu, sebagian besar buah melon yang beredar di pasaran adalah jenis melon hibrida, sehingga sebagian besar benih yang digunakan adalah benih impor. Percobaan ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh boron dan posisi bunga hermaprodit pada ruas tanaman yang tepat untuk produksi benih. Rancangan percobaan yang digunakan adalah rancangan petak terbagi (split plot) berdasar rancangan kelompok lengkap teracak (RKLT) dengan 4 ulangan. Petak utama adalah aplikasi dosis boron terdiri atas 0, 1, 2, dan 3 kg ha-1. Anak petak
adalah posisi bunga hermaprodit pada ruas tanaman yang terdiri atas ruas tanaman ke-10-15 (bawah), 16-21 (tengah), dan 22-27 (atas). Hasil percobaan menunjukkan bahwa aplikasi boron tidak memberikan pengaruh terhadap fase pembungaan, mutu buah, dan produksi benih, namun memberikan pengaruh terhadap mutu benih. Posisi bunga hermaprodit pada ruas tanaman juga tidak memberikan pengaruh terhadap mutu buah, namun posisi bunga hermaprodit pada ruas tanaman ke-22-27 mampu meningkatkan produksi benih melalui peningkatan benih bernas. Posisi bunga hermaprodit pada ruas tanaman ke-22-27 menghasilkan daya berkecambah yang tinggi berapapun dosis boron yang diberikan.
Kata kunci: benih bernas, bobot kering kecambah normal, bunga hermaprodit, daya berkecambah benih, pembentukan biji
ABSTRACT
SARAH FADILA. The Effect of Boron Rates and Position of Hermaphroditic Flower in the Internodes on Hybrid Seed Production of IPB Melon. Supervised by ENDAH RETNO PALUPI.
Melon is a populer fruit in Indonesia and has high economic value. However, domestic melon production does not meet the market demand due to unavailable high quality seeds. Moreover most of available melon fruit in the market is of hybrid variety, so that the seeds are imported for fruit production. The research was aimed to study the effect of boron and position of hermaphroditic flower in the internodes on hybrid seed production and seed quality of hybrid melon. The research was arranged in split plot according to randomized complete block design with 4 replications. The main plot was dosages of boron, i.e. 0, 1, 2, and 3 kg ha-1 and the subplot was position of hermaphroditic flower in the
-27th internodes (upper). The result showed that boron at 2 kg ha-1 did not affect the
the flowering, fruit quality, and seed yield, but affected seed quality. Additionally, the position of hermaphroditic flower in the internodes did not affect fruit quality, but the upper internodes (22nd-27th) resulted in higher seed yield and seed quality.
Hermaphroditic flower in 22nd-27th internodes produced high seed germination
regardlessdosages of boron.
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian
pada
Departemen Agronomi dan Hortikultura
PENGARUH DOSIS BORON DAN PENENTUAN RUAS
TANAMAN YANG TEPAT UNTUK PRODUKSI BENIH
MELON HIBRIDA IPB
SARAH FADILA
DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Februari 2015 sampai bulan Juni 2015 ini adalah peningkatan mutu benih melon hibrida, dengan judul Pengaruh Dosis Boron dan Penentuan Ruas Tanaman yang Tepat untuk Produksi Benih Melon Hibrida IPB.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Dr Ir Endah Retno Palupi, MSc selaku pembimbing skripsi, Dr. Ir. Hajrial Aswidinnoor, MSc selaku pembimbing akademik, Dr Willy Bayuardi Suwarno, SP, MSi atas bantuan penyediaan benih tetua melon yang digunakan dalam penelitian, Pak Awang, Bu Yuyun, serta staf PKHT lainnya yang telah membantu selama pelaksanaan penelitian, Bu Jinab dan Pak Ji atas bantuan tenaga dan waktu untuk membantu kelancaran penelitian ini. Selain itu, terimakasih pula kepada Pak Sugiharto dari Badan Meteorologi, Geofisika, dan Klimatologi Sawahan, Nganjuk dan Pak Win selaku staf penyuluh pertanian Kabupaten Nganjuk atas saran-sarannya yang bermanfaat bagi kelancaran penelitian. Ungkapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada orang tua dan adik-adik atas segala doa dan dukungan yang tidak bersyarat, teman-teman terbaik, sahabat Kos Salsabila, dan teman-teman AGH 47 atas segala dukungan dan bantuannya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Agustus 2015
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL vi
DAFTAR GAMBAR vi
DAFTAR LAMPIRAN vi
PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Tujuan Penelitian 2
TINJAUAN PUSTAKA 2
Boron 2
Pembungaan Melon 3
Penetapan Ruas Tanaman untuk Pembesaran Buah 3
Produksi Benih Melon 4
METODE 4
Tempat dan Waktu 4
Bahan dan Alat 5
Rancangan Percobaan dan Analisis Data 5
Prosedur Percobaan 5
Pengamatan 6
HASIL DAN PEMBAHASAN 8
Kondisi Umum 8
Fase Vegetatif Tanaman 8
Pembungaan 9
Mutu Buah 10
Produksi Benih 12
Mutu Benih 15
KESIMPULAN DAN SARAN 18
Kesimpulan 18
Saran 19
DAFTAR PUSTAKA 19
LAMPIRAN 22
DAFTAR TABEL
1 Pengaruh perlakuan dosis boron terhadap umur tanaman berbunga jantan pertama, umur tanaman berbunga hermaprodit pertama, jumlah bunga hermaprodit pada ruas tanaman ke- 10-27 10 2 Pengaruh perlakuan dosis boron dan ruas tanaman terhadap bobot,
diameter polar, diameter equatorial, dan ketebalan daging buah 11 3 Pengaruh perlakuan dosis boron dan ruas tanaman terhadap total benih,
benih bernas, dan benih hampa per buah 12
4 Pengaruh interaksi perlakuan dosis boron dan ruas tanaman terhadap daya berkecambah benih dan bobot kering kecambah normal 16 5 Pengaruh perlakuan dosis boron dan ruas tanaman terhadap indeks
vigor, potensi tumbuh maksimum, dan kecepatan tumbuh 16
DAFTAR GAMBAR
6 Bunga hermaprodit yang ditengarai akan mekar pada keesokan hari dan siap diserbuki (a); pembuangan makhota bunga dan antera (b) 6
7 Kecambah normal (a); kecambah abnormal (b) 7
8 Tinggi tanaman pada 7, 14, dan 21(HST) 8
9 Jumlah daun pada 7, 14, dan 21(HST) 9
10 Kurva regresi antara jumlah benih bernas dan bobot buah 13 11 Kurva regresi antara jumlah benih bernas dan diamater polar buah 13 12 Perbandingan berbagai ukuran buah: buah ukuran besar (a); buah
ukuran sedang (b) 14
13 Benih bernas (a); benih hampa (b) 14
14 Letak benih hampa umumnya pada buah melon: di bagian proksimal
buah (a); di bagian distal buah (b) 15
15 Kurva regresi antara bobot 1000 butir dan daya berkecambah benih 17 16 Kurva regresi antara jumlah benih bernas dan daya berkecambah benih 18
DAFTAR LAMPIRAN
17 Suhu, kelembaban, dan curah hujan rata-rata di Kabupaten Nganjuk, Jawa Timur pada bulan Februari sampai Mei 2015 22 18 Hasil analisis tanah pada lahan pertanian Desa Sumberkepuh,
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Buah melon banyak diminati masyarakat di Indonesia dan memiliki nilai ekonomis tinggi. Produksi buah melon di Indonesia dari tahun 2010-2013 masing-masing sebesar 85 161, 103 840, 125 447, dan 112 439 ton (BPS 2014). Produksi melon tersebut belum dapat mencukupi permintaan melon dalam negeri. Selain itu, sebagian besar buah melon diproduksi dari benih impor (Sobir et al. 2009). Volume impor benih melon pada tahun 2009-2012 berturut-turut sebesar 3.5, 0.13, 1.7, dan 0.5 ton tahun-1 (Direktorat Perbenihan Horikultura 2013) yang semuanya
merupakan benih hibrida.
Salah satu alternatif untuk mengurangi ketergantungan terhadap benih melon hibrida impor adalah dengan perakitan varietas hibrida lokal. Pusat Kajian Hortikultura Tropika (PKHT) telah melepas melon hibrida yaitu Sunrise Meta (persilangan M23 x M13) dan Orange Meta (persilangan M23 x M21) pada tahun 2009 (Sobir et al. 2009), namun ketersediaan benih melon hibrida tersebut di pasaran masih sangat terbatas.
Peningkatan produksi melon dapat diupayakan salah satunya dengan penyediaan benih unggul bermutu dalam jumlah yang mencukupi, bersifat kontinu, dan harga terjangkau. Penggunaan benih bermutu merupakan salah satu syarat pencapaian produksi yang maksimum. Oleh karena itu, penelitian terkait produksi benih melon hibrida IPB perlu dilakukan.
Buah dan benih melon hibrida pada umumnya diproduksi dari ruas tanaman tertentu. Satu tanaman diupayakan hanya menghasilkan satu buah saja baik untuk konsumsi buah segar maupun untuk produksi benih. Produksi buah melon umumnya diperoleh dari buah pada ruas tanaman ke-9-12 (Sobir dan Siregar 2011). Pemilihan ruas tersebut dianggap sebagai ruas yang optimal untuk mendapatkan kualitas buah yang maksimal baik dari segi rasa maupun ukuran. Sampai saat ini informasi terkait dengan penetapan ruas tanaman optimal untuk pembesaran buah dalam rangkaproduksi benih belum banyak tersedia.
Boron merupakan salah satu unsur mikro yang diperlukan tanaman pada fase vegetatif dan generatif untuk perkembangan reproduktif tanaman. Boron diperlukan tanaman untuk penguatan dinding sel, pembelahan sel, pembentukan buah dan biji, serta perkembangan hormonal (Tahir 2013). Boron berperan dalam keberhasilan penyerbukan dan fertilisasi. Dell dan Huang (1997) mengatakan bahwa kekurangan boron pada fase fertilisasi dapat menyebabkan gangguan saat embriogenesis, dan kegagalan pembentukan buah. Agustin et al. (2014) melaporkan pemberian boron sebanyak 10 kg ha-1 pada tanaman melon tetua
2
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh dosis boron dan posisi bunga hermaprodit pada ruas tanaman yang tepat untuk meningkatkan produksi benih melon hibrida.
TINJAUAN PUSTAKA
Boron
Boron merupakan hara mikro yang diperlukan oleh tanaman baik pada fase vegetatif maupun generatif. Boron berperan penting dalam pertumbuhan dan perkembangan tanaman seperti penguatan dinding sel, pembelahan sel, pembentukan buah dan biji, serta perkembangan hormonal (Tahir 2013). Ketersedian boron yang optimal dapat merangsang penyerapan fosfor oleh akar tanaman yang dapat meningkatkan jumlah bunga (Day 2000).
Pertumbuhan tanaman pada perkembangan reproduktif akan lebih peka terhadap boron dibandingkan pertumbuhan vegetatif (Lordkaew et al. 2011) sehingga kebutuhan boron pada beberapa tanaman selama fase generatif lebih tinggi daripada fase vegetatif (Oyinlola 2007). Selain itu, beberapa jenis tanaman membutuhkan unsur boron lebih tinggi selama proses pembungaan dan pengisian biji walaupun kandungan boron yang terkandung dalam daun telah berada pada batas yang mencukupi (Dordas 2006).
Kekurangan boron dapat menghambat bahkan menghentikan perkembangan reproduktif tanaman (Ahmad et al. 2009). Boron menentukan keberhasilan penyerbukan dan fertilisasi (Nyomora et al. 1997). Kekurangan boron pada saat fase pembungaan dapat mempengaruhi viabilitas serbuk sari, menggugurkan stamen dan pistil yang berakibat pada rendahnya pembentukan biji (Al-Amery et al. 2011), serta mengakibatkan organ reproduksi tanaman menjadi steril, terutama pada organ reproduksi jantan atau serbuk sari (Krudnak et al. 2013). Kekurangan boron pada saat fase generatif dapat berakibat buruk pada perkembangan bunga dan buah. Kekurangan boron pada fase fertilisasi dapat menyebabkan gangguan saat embriogenesis serta kegagalan pembentukan buah (Dell dan Huang 1997).
Beberapa pengaruh boron terhadap tanaman telah banyak diteliti. Naz et al. (2012) melaporkan pemberian boron 2 kg ha-1 pada tanaman tomat diketahui
dapat meningkatkan jumlah bunga per ruas tanaman, persentase pembentukan buah, dan produktivitas total tanaman. Penelitian Krudnak et al. (2013) menunjukkan pemberian boron yang cukup dalam pertumbuhan dan perkembangan tanaman mampu meningkatkan pembentukan biji, pemberian boron 9.38 kg ha-1 pada tanaman bunga matahari (Hellianthus annus L) dapat
meningkatkan persentase viabilitas serbuk saridan pembentukan biji bunga matahari.
3 boron secara berlebih justru akan merugikan pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Krudnak et al. (2013) menjelaskan kelebihan boron dapat mengakibatkan penurunan penyerapan tanaman terhadap boron, viabilitas serbuk sari, dan pembentukan biji pada tanaman bunga matahari.
Pembungaan Melon
Melon merupakan salah satu anggota jenis tanaman dari famili Cucurbitaceae yang memiliki keunikan dari struktur bunganya. Melon merupakan jenis tanaman andromonoecious yaitu tanaman yang menghasilkan bunga jantan dan sempurna (hermaphrodite) yang terdiri dari organ jantan dan biseksual sempurna dalam satu tanaman (Boualem et al. 2008).
Bunga jantan merupakan bunga yang pertama kali muncul pada tanaman melon (Lerner dan Dana 2001). Bunga jantan terletak pada pangkal tangkai ketiak daun dan berumur relatif singkat. Bunga jantan terbentuk berkelompok 3-5 buah (Johnson 1964).
Bunga hermaprodit terbentuk secara tunggal atau hanya tumbuh satu di setiap ruas tanaman. Ciri khas bunga hermaprodit pada tanaman melon adalah adanya bakal buah di dasar bunga (Johnson 1964) yang akan tumbuh membesar menjadi buah bila terjadi penyerbukan oleh bunga jantan (Lerner dan Dana 2001). Lerner dan Dana (2001) menambahkan bahwa bunga hermaprodit yang telah mekar akan layu dan rontok dalam beberapa hari bila tidak segera dibuahi.
Keberhasilan penyerbukan sendiri tanaman melon tergolong rendah. Serbuk sariyang dihasilkan bersifat lengket, sehingga kecil kemungkinan terjadinya penyerbukan oleh angin (Johnson 1964). Periode mekarnya bunga juga relatif singkat. Oleh sebab itu, penyerbukan buatan dapat mengatasi masalah tersebut. Penyerbukan buatan yang dibantu manusia merupakan langkah efektif bila jumlah tanaman yang tumbuh menghasilkan bunga terbatas (George 2009).
Penetapan Ruas Tanaman untuk Pembesaran Buah
4
Produksi Benih Melon
Kontribusi benih melon pada budidaya melon sekitar 32-47 % (Hendri et al. 2011), artinya diperlukan teknik produksi benih melon yang menghasilkan benih bermutu tinggi. Teknik produksi benih harus memperhatikan seluruh aspek dari kegiatan budidaya tanaman, pemanenan benih, hingga proses pengolahan benih agar diperoleh jumlah benih per buah, presentase benih bernas, dan daya berkecambah yang tinggi serta presentase benih hampa yang rendah.
Beberapa teknik budidaya dalam produksi benih melon berbeda dengan teknik budidaya melon untuk konsumsi buah segar, terutama pada teknik pengairan. Dalam teknik budidaya melon untuk konsumsi buah segar, pengairan perlu dikurangi pada fase pembesaran buah untuk meningkatkan rasa manis buah. Namun dalam teknik budidaya melon untuk produksi benih, tanaman perlu diberi pengairan yang cukup hingga panen (Nerson 2007). Pemanenan buah famili Cucurbitaceae umumnya dihitung setelah masa penyerbukan (Nerson 2007). Pemanenan buah melon dapat dilakukan pada 30-40 hari setelah penyerbukan (HSP). Selain itu, Nerson (2007) menambahkan perlu dilakukannya perendaman benih melon yang telah diekstrasi ke dalam air selama kurang dari empat hari. Perendaman tersebut selain untuk memisahkan benih dari daging buah yang masih menempel juga untuk meningkatkan daya berkecambah benih.
Proses penyerbukan juga merupakan faktor penting dalam produksi benih. Keberhasilan penyerbukan diperlukan untuk mendapatkan benih dengan produksi dan mutu yang tinggi. Harliani et al. (2014) menyatakan keberhasilan penyerbukan dipengaruhi oleh kualitas serbuk sari dan pistil. Selain diperlukannya viabilitas serbuk sari yang tinggi untuk keberhasilan penyerbukan dan pembentukan biji, diperlukan pula jumlah serbuk sari yang yang memadai. Harliani et al.(2014) melaporkan penyerbukan pada tanaman mentimun menggunakan serbuk sari segar menghasilkan jumlah benih per buah yang lebih tinggi dibandingkan dengan serbuk sari yang telah disimpan. Selain itu, Gonzalez (2006) melaporkan pada tanaman Annona cherimola Mill. semakin banyak jumlah serbuk sari yang diserbukkan pada stigma maka semakin banyak jumlah benih per buah yang dihasilkan.
METODE
Tempat dan Waktu
5 Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan selama percobaan ini adalah benih tetua melon hibrida varietas Sunrise Meta yaitu M23 sebagai tetua betina dan M13 sebagai tetua jantan, boron, kapur pertanian, pupuk dasar berupa pupuk kandang, ZA, SP-36, serta KCl, NPK 16:16:16, dan fungisida. Alat yang digunakan selama percobaan ini adalah alat pertanian secara umum, mulsa, ajir, media pengecambahan benih berupa kertas stensil dan plastik, perlengkapan untuk pengecambahan benih, seperti alat pengecambah benih IPB 72-1, alat pengepres kertas merang IPB 75-1, dan lain-lain.
Rancangan Percobaan dan Analisis Data
Percobaan ini menggunakan rancangan petak terbagi (split plot) berdasar rancangan kelompok lengkap teracak (RKLT). Sebagai petak utama adalah dosis boron, sedangkan anak petak adalah nomor ruas tanaman yang ditetapkan untuk pembesaran buah. Dosis boron yang digunakan terdiri atas 4 taraf yaitu 0, 1, 2, 3 kg ha-1 dan anak petak adalah posisi bunga hermaprodit pada ruas tanaman yang
terdiri atas ruas tanaman ke- 10-15, 16-21, dan 22-27. Masing-masing percobaan akan diulang sebanyak 4 kali dan masing-masing satuan percobaan terdiri atas 4 tanaman, sehingga diperlukan 192 tanaman.
Model rancangan yang digunakan adalah :
Yijk = μ + αi + β + δ + τk+ + εijk ;
Keterangan
Yijk : nilai pengamatan dari dosis boron ke-i, posisi bunga hermaprodit
pada ruas tanaman ke-j dan ulangan ke-k Μ : nilai rataan umum
αi : pengaruh dosis boron ke-i
β : pengaruh posisi bunga hermaprodit pada ruas tanaman ke-j
: interaksi perlakuan dosis boron ke-i dan posisi bunga hermaprodit pada ruas tanaman ke-j
τk : pengaruh pengelompokan ke-k
δ : galat komponen acak pada petak utama (dosis boron)
εijk : galat komponen acak pada anak petak (posisi bunga hermaprodit
pada ruas tanaman).
Data akan dianalisis dengan uji F, jika perlakuan menunjukkan pengaruh yang nyata, maka dilakukan uji lanjut menggunakan Duncan’s Multiple Range
Test (DMRT) pada taraf nyata 5% (Gomez dan Gomez 2007).
Prosedur Percobaan
Lahan yang akan digunakan diolah, diberi kapur pertanian 1 ton ha-1 serta
pupuk dasar berupa pupuk kandang 10 ton ha-1, ZA 375 kg ha-1, SP-36 250 kg ha-1,
dan KCl 375 kg ha-1, selanjutnya dibuat bedengan dengan ukuran 25x1 m dan
6
di bawah naungan plastik sehingga terhindar dari sinar matahari langsung dan air hujan. Bibit dipindahkan setelah berumur 10-14 hari atau memiliki 2-3 daun sejati. Bibit ditanam di lahan dengan jarak tanam 60 cm x 60 cm. Tetua betina dan tetua jantan ditanam dengan perbandingan 4:1. Melon merupakan tanaman merambat yang memiliki sulur, sehingga perlu dipasang ajir untuk media perambatan sulur. Pemasangan ajir dilakukan pada 5 HST pada setiap lubang tanaman.
Aplikasi boron dilakukan sebanyak 2 kali masing-masing setengah dosis yang diberikan pada umur 14 dan 28 HST dan diaplikasikan sebanyak 100 ml larutan per tanaman. Pemupukan susulan berupa NPK 16: 16: 16 diberikan sebanyak 4 kali dengan dosis masing-masing 5, 10, 20, 20 gliter-1 diaplikasikan
sebanyak 200 ml larutan pupuk per tanaman pada umur 7, 14, 21, dan 28 HST (Sobir et al. 2009, Sobir dan Siregar 2011). Pemeliharaan tanaman meliputi penyulaman, pengendalian gulma, pengendalian hama dan penyakit, pengikatan batang utama dan buah, pemangkasan daun dan cabang lateral, serta pengairan.
Penyerbukan pada bunga hermaprodit tetua betina M23 di ruas sesuai perlakuan dilakukan sebelum pukul 10.00 saat bunga hermaprodit sedang antesis menggunakan serbuk sari segar dari tetua jantan M13. Bunga yang telah ditengarai akan mekar pada keesokan hari dan siap untuk diserbuki (Gambar 1a), dikastrasi dan diemaskulasi (pembuangan mahkota bunga dan antera) pada sore hari sebelum penyerbukan (Gambar 1b). Seleksi buah dilakukan setelah buah
Gambar 1 Bunga hermaprodit yang ditengarai akan mekar pada keesokan hari dan siap diserbuki (a); pembuangan makhota bunga dan antera (b) sebesar bola pingpong didasarkan pada ukuran dan bentuk buah (Sobir dan Siregar 2011). Buah melon dipanen pada saat masak fisiologis atau sekitar 30-40 hari setelah penyerbukan. Pengolahan benih melon meliputi ekstrasi, pengeringan, dan pemilahan benih melon.
Pengamatan
Pengamatan dilakukan pada tanaman tetua betina saat fase vegetatif, generatif, dan pasca panen yang meliputi kualitas buah, produksi benih, dan mutu benih hibrida yang dihasilkan. Peubah yang diamati pada fase vegetatif adalah tinggi tanaman (cm) yang diukur dari atas permukaan tanah sampai titik tumbuh
7 tertinggi tanaman dan jumlah daun sempurna dan pada umur 7, 14, dan 21 HST. Peubah yang diamati pada fase pembungaan adalah umur 50 % dari tanaman berbunga (baik bunga jantan maupun hermaprodit pertama) (HST), serta jumlah bunga hermaprodit pada ruas ke- 10-27. Pengamatan yang dilakukan pada peubah komponen fase vegetatif tanaman dan pembungaan hanya pengaruh dosis boron terhadap peubah komponen tersebut dikarenakan perlakuan posisi bunga hermaprodit pada ruas tanaman belum dapat diterapkan sehingga tidak memberikan pengaruh terhadap peubah yang diamati. Peubah mutu buah yang diamati adalah bobot buah (g), diameter polar buah (cm), diameter equatorial buah (cm), ketebalan daging buah (cm). Peubah produksi benih yang diamati adalah total benih, jumlah benih bernas, dan jumlah benih hampa per buah. Sementara peubah mutu benih yang diamati adalah daya berkecambah benihyang merupakan hasil perbandingan dari jumlah kecambah normal pada hitungan pertama (4 HST) (Gambar 2a) dan hitungan kedua (8 HST) dengan jumlah benih yang ditanam (%) (ISTA 2014), bobot kering kecambah normal (g), bobot 1000 butir (g), indeks vigor benih yaitu proporsi dari jumlah kecambah normal pada hitungan pertama (4 HST) dengan jumlah benih yang ditanam (%), potensi tumbuh maksimum yang dihitung dari perbandingan jumlah kecambah yang tumbuh (normal (Gambar 2a) dan abnormal (Gambar 2b)) dengan jumlah benih yang ditanam (%), dan kecepatan tumbuh yaitu penjumlahan persentase kecambah normal setiap hari selama periode perkecambahan (8 HST) (%/etmal).
Gambar 2 Kecambah normal (a); kecambah abnormal (b)
8
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi Umum
Budidaya melon di lahan pertanian dilakukan pada awal bulan Februari sampai dengan Mei 2015 dengan curah hujan rata-rata sebesar 481.3 mm bulan-1,
suhu harian rata-rata sebesar 23.2 0C, dan kelembapan rata-rata sebesar 88.6 %
(Lampiran 1). Analisis tanah yang dilakukan pada lahan yang digunakan dalam penelitian di Laboratorium Pengujian Balai Penelitian Tanah Bogor menunjukkan kandungan boron total dan boron tersedia (Morgan Wolf) dalam tanah masing-masing sebesar 103.12 dan 0.60 ppm serta pH tanah adalah sebesar 5.5-6.5 (Lampiran 2). Tanaman terserang hama kutu kebul (Bemisia tabaci) pada awal fase pertumbuhan vegetatif tanaman, sehingga dilakukan pengendalian dengan pemberian berbagai insektisida berbahan aktif abemektin, sipermetrin, dan dimetoate secara berkala. Selain itu, terdapat pula serangan penyakit busuk pangkal batang yang disebabkan oleh Mycosphaerella melonisdan dikendalikan dengan insektisida berbahan aktif mancozeb (Sobir dan Siregar 2011).
Fase Vegetatif Tanaman
Pemberian boron berpengaruh terhadap tinggi tanaman dan jumlah daun pada 21 HST. Namun, tinggi tanaman dan jumlah daun dalam penelitian ini telah bervariasi sebelum diberi perlakuan boron. Aplikasi boron sebanyak 2 kg ha-1
mampu meningkatkan tinggi tanaman hingga 21.78 cm, tertinggi dari perlakuan dosis boron lainnya (Gambar3). Boron memiliki peranan penting dalam
Gambar 3 Tinggi tanaman pada 7, 14, dan 21* (HST)
*pengamatan yang sudah dipengaruhi oleh pemberian boron
0
Boron 0 kg/ha Boron 1 kg/ha Boron 2 kg/ha Boron 3 kg/ha
9
Gambar 4 Jumlah daun pada 7, 14, dan 21*(HST)
*pengamatan yang sudah dipengaruhi oleh pemberian boron
pemanjangan sel, pembelahan sel, dan transpirasi (Azza et al. 2006). Sementara pertambahan tinggi tanaman yang diberi aplikasi boron 3 kg ha-1 cenderung
menurun yaitu sekitar 13.43 cm. Kondisi serupa terjadi pada pertambahan tinggi tanaman bunga matahari yang mengalami peningkatan dengan pemberian dosis boron 8 kg ha-1, namun pertambahan tinggi menurun dengan penambahan dosis
boron 12 kg ha-1 karena diduga dosis boron yang terlalu tinggi mengakibatkan
keracunan dan menghambat aktifitas metabolisme pada tanaman (Oyinlola 2007). Sama seperti halnya tinggi tanaman, aplikasi boron 2 kg ha-1 meningkatkan
jumlah daun tanaman melon sebanyak 11.7 helai dari sebelum perlakuan boron. Sementara itu, aplikasi boron dosis 3 kg ha-1 hanya meningkatkan jumlah daun
sebesar 8.1 helai (Gambar 4), kondisi ini diduga dosis boron terlalu tinggi untuk pertumbuhan vegetatif tanaman karena boron yang tersedia di dalam tanah cukup memadai. Tinggi tanaman dan jumlah daun yang optimum diperlukan untuk menunjang fase generatif tanaman yang berpengaruh terhadap pembungaan, pembentukan serta pengisian buah dan biji.
Pembungaan
Aplikasi boron tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap umur tanaman berbunga baik jantan maupun hermaprodit pertama (Tabel 1). Umur tanaman berbunga jantan dan hermaprodit pertama dalam penelitian ini secara berturut-turut sekitar 20 HST dan 28-29 HST. Umur tanaman berbunga baik jantan maupun hermaprodit pada tanaman tetua betina melon hibrida dalam penelitian ini cukup serempak. Sementara penelitian Agustin (2013) pada tetua jantan melon hibrida menunjukkan bunga jantan pertama muncul pada 19-22 HST, sementara bunga hermaprodit pertama muncul pada 28-33 HST.
0
Boron 0 kg/ha Boron 1 kg/ha Boron 2 kg/ha Boron 3 kg/ha
a b bc
10
Aplikasi boron tidak memberikan pengaruh terhadap jumlah bunga hermaprodit yang muncul pada ruas tanaman ke-10-27 (Tabel 1). Rata-rata jumlah bunga hermaprodit daari ruas ke-10-27 yang dihasilkan adalah sebesar 21.6 buah. Kondisi ini diduga pembungaan pada tetua betina melon tidak dipengaruhi oleh aplikasi boron, karena boron yang tersedia di dalam tanah telah memadai untuk tanaman. Hasil pengujian kandungan boron menunjukkan lahan yang digunakan dalam penelitian ini mengandung boron sebesar 0.60 ppm dengan pH tanah sebesar 5.5-6.5. Kline dan Goerge (1991) menggolongkan ketersediaan boron sebesar 0.41-0.80 ppm di dalam tanah merupakan kategori ketersedian boron sedang. Decoteau (2005) menjelaskan pH tanah sebesar 6-8 merupakan rentang pH yang sesuai untuk sebagian besar jenis tanaman karena pada rentang pH tersebut ketersediaan sebagian besar unsur hara mineral esensial untuk tanaman dapat dimanfaatkan secara maksimum. Selain itu menurut Steiner dan do Carmo Lana (2013) tanah dengan pH 6.0 dapat meningkatkan adsorbsi boron di dalam tanah.
Aplikasi boron kedua dilakukan pada 28 HST atauvsaat tanaman memasuki fase generatif yaitu saat bunga hermaprodit pertama kali muncul. Pemberian boron kedua pada fase ini diharapkan dapat meningkatkan fertilitas organ reproduksi tanaman, memenuhi kebutuhan boron pada organ bunga, dan memaksimalkan proses pembentukan buah serta biji. Al-Amery et al. (2011) menyatakan aplikasi boron pada akhir fase vegetatif dan awal fase reproduksi tanaman memberikan pengaruh signifikan terhadap pembentukan biji dan produksi benih bunga matahari.
Mutu Buah
Perlakuan boron tidak menunjukkan pengaruh terhadap mutu buah (Tabel 2). Rata-rata bobot buah, diameter polar, diameter equatorial, dan
Tabel 1 Pengaruh perlakuan dosis boron terhadap umur tanaman berbunga jantan pertama, umur tanaman berbunga hermaprodit pertama, jumlah bunga hermaprodit pada ruas tanaman ke- 10-27
Perlakuan Umur tanaman
11
ketebalan daging buah secara berturut-turut adalah 710.61 g, 13.70 cm, 10.57 cm, dan 2.41 cm. Demikian pula dengan penelitian Agustin (2013) menunjukkan pemberian boron 10 kg ha-1 pada tanaman tetua jantan melon yang diserbuk
sendiri tidak meningkatkan bobot buah, diameter polar, diameter equatorial, dan ketebalan daging buah. Perica et al. (2001) juga melaporkan pemberian boron pada buah zaitun dapat meningkatkan hasil tetapi tidak memengaruhi ukuran buah, diduga ukuran buah lebih berhubungan dengan meningkatnya kapasitas fotosintesis atau kekuatan sink mengambil asimilat.
Perlakuan posisi bunga hermaprodit pada ruas tanaman juga tidak memengaruhi komponen mutu buah (Tabel 2). Menurut panduan teknis budidaya melon untuk konsumsi, buah dengan kualitas yang baik adalah buah yang dihasilkan dari penyerbukan bunga hermaprodit pada nomor ruas tanaman ke-9-12. Sobir dan Siregar (2011) menjelaskan pembesaran buah dapat dilakukan di ruas mana pun, termasuk ruas bawah hingga atas. Pembesaran buah pada ruas bawah menghasilkan ukuran buah yang kecil namun rasa yang manis, sedangkan pembesaran buah pada ruas atas atau ruas di atas ke-13 menghasilkan buah dengan ukuran yang lebih besar dari ruas bawah karena memungkinkan pembentukan sel yang maksimal namun memiliki rasa yang kurang manis. Selain itu, pembesaran calon buah pada ruas atas dikhawatirkan akan mengalami gangguan pada proses pembesaran buah karena umur tanaman melon yang relatif singkat. Oleh sebab itu, dipilih ruas ke- 9-12 yang diharapkan dapat menghasilkan buah dengan ukuran yang relatif besar dan rasa yang manis.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kualitas buah dari segi ukuran tidak dipengaruhi oleh posisi bunga hermaprodit pada ruas tanaman. Pembesaran buah pada ruas ke-16-21 dan 22-27 menghasilkan buah yang memiliki waktu panen lebih lama dibandingkan dengan ruas ke-10-15. Penelitian ini tidak memilih Tabel 2 Pengaruh perlakuan dosis boron dan ruas tanaman terhadap bobot,
diameter polar, diameter equatorial, dan ketebalan daging buah
Perlakuan Bobot
12
ruas tanaman ke- 9-12 karena ruas bawah tanaman (terutama ruas di bawah ruas ke-10) lebih sering terkena busuk pangkal batang, walaupun ruas bawah memiliki waktu panen yang lebih singkat.
Produksi Benih
Aplikasi boron tidak memengaruhi total benih per buah, persentase benih bernas, dan persentase benih hampa (Tabel 3). Rata-rata total benih, benih bernas, dan hampa per buah yang dihasilkan sebesar 381.5, 253.3, dan 127.2 butir per diduga karena ketersediaan boron pada tanah dalam penelitian ini cukup memadai. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa bobot buah berkolerasi nyata dengan rata-rata jumlah benih bernas yang dihasilkan (Gambar 5; P<0.01). Demikian pula dengan ukuran buah (diamater polar buah) juga menunjukkan korelasi yang nyata dengan jumlah benih bernas (Gambar 6; P<0.01). Data ini memberikan indikasi bahwa semakin banyak benih bernas yang terbentuk maka bobot dan ukuran (diamater polar) buah semakin besar. Gonzalez et al. (2006) melaporkan bahwa bobot buah Annona cherimola Mill. yang besar mengandung jumlah benih bernas yang lebih banyak daripada bobot buah yang lebih kecil.
Tabel 3 Pengaruh perlakuan dosis boron dan ruas tanaman terhadap total benih, benih bernas, dan benih hampa per buah
Perlakuan Total benih
13
Gambar 5 Kurva regresi antara jumlah benih bernas dan bobot buah
Gambar 6 Kurva regresi antara jumlah benih bernas dan diamater polar buah Bobot buah yang besar mengandung paling sedikit 40 butir benih bernas dan jumlah benih bernas >40 butir tidak meningkatkan bobot buah secara nyata. Sementara dalam penelitian ini jumlah benih bernas per buah paling sedikit sebanyak 63.8 butir diduga sebagai jumlah minimum benih bernas yang terbentuk agar buah dapat bertahan sampai masak. Penambahan jumlah benih bernas dapat meningkatkan bobot buah. Dua buah melon terbesar yang dipanen seberat 1670 g (Gambar 7a) dan 1800 g masing-masing mengandung 630 dan 514 butir benih
0.0 100.0 200.0 300.0 400.0 500.0 600.0 700.0
14
Posisi bunga hermaprodit pada ruas tanaman ke-16-21 dan 22-27 menghasilkan jumlah benih bernas (Gambar 8a) yang tinggi masing-masing sebesar 268.1 dan 308.8 dan jumlah benih hampa (Gambar 8b) yang rendah masing-masing sebesar 114.2 dan 91.3 (Tabel 3). Pembesaran buah pada ruas ke- 10-15 menghasilkan jumlah benih bernas terendah dan jumlah benih hampa tertinggi. Benih hampa pada buah melon umumnya terletak di bagian proksimal dan distal buah (Gambar 9).
Kondisi di atas diduga karena pertumbuhan vegetatif tanaman (daun dan batang utama) pada ruas atas lebih baik dibandingkan pertumbuhan vegetatif tanaman pada ruas bawah akibat penerimaan cahaya matahari yang lebih tinggi
Gambar 8 Benih bernas (a); benih hampa (b)
Gambar 7 Perbandingan berbagai ukuran buah: buah ukuran besar (a); buah ukuran sedang (b)
a b
15
Gambar 9 Letak benih hampa umumnya pada buah melon: di bagian proksimal buah (a); di bagian distal buah (b)
pada ruas atas. Selain itu, ruas atas memiliki daun yang berfungsi sebagai penyedia asimilat yang lebih banyak dibandingkan ruas bawah dan daun di ruas bawah umumnya sudah tidak aktif secara fotosintesis. Fageria et al. (2006) menjelaskan bahwa selama fase reproduktif ruas serta daun muda pada ruas atas adalah sink utama sementara buah dan biji merupakan salah satu sink utama pada saat proses pemasakan buah. Fageria et al. (2006) menambahkan terjadi persaingan antar sink baik daun muda maupun buah serta biji selama masa perkembangan tanaman. Buah dan biji pada ruas ke- 16-17 dan 22-27 diduga lebih dekat dengan sumber asimilat (daun yang berfungsi sebagai source) sehingga proses pengambilan asimilat pada ruas tersebut kemungkinan lebih kuat dibandingkan dengan buah dan biji pada ruas ke- 10-15.
Mutu Benih
Daya berkecambah benih dan bobot kering kecambah normal pada penelitian ini dipengaruhi oleh interaksi dosis boron dan posisi bunga hermaprodit pada ruas tanaman (Tabel 4). Kombinasi perlakuan boron berbagai dosis bunga dan posisi bunga hermaprodit pada ruas tanaman ke-22-27 cenderung menghasilkan daya berkecambah benih yang tinggi di atas 80 %. Posisi bunga hermaprodit pada ruas ke-16-21 dan dosis boron sebesar 2 kg ha-1 mampu
meningkatkan daya berkecambah benih sebesar 22.34-32.48% dari dosis lainnya dan menghasilkan bobot kering kecambah normal tertinggi. Pemberian boron berbagai dosis dan posisi bunga hermaprodit pada ruas tanaman ke-10-15 menghasilkan daya berkecambah dan bobot kering kecambah normal yang cenderung rendah (Tabel 4).
a
16
Pemberian boron dapat meningkatkan daya berkecambah benih menunjukkan bahwa tanaman yang mendapatkan nutrisi memadai akan menghasilkan benih dengan daya berkecambah yang tinggi (Welch 1999). Boron memberikan pengaruh terhadap daya berkecambah benih karena boron dapat mengurangi kerusakan embrio (Dordas 2006) serta berperan dalam perkembangan biji dan sistem metabolisme yang berhubungan dengan perkecambahan benih (Dordas et al. 2007).
Aplikasi boron tidak memengaruhi bobot 1000 butir dan potensi tumbuh maksimum benih. Sementara, pemberian boron memberikan pengaruh terhadap Tabel 5 Pengaruh perlakuan dosis boron dan ruas tanaman terhadap indeks
vigor, potensi tumbuh maksimum, dan kecepatan tumbuh
Perlakuan Bobot
Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata menurut uji DMRT pada taraf 5%; tn = tidak nyata
Tabel 4 Pengaruh interaksi perlakuan dosis boron dan ruas tanaman terhadap daya berkecambah benih dan bobot kering kecambah normal
Dosis boron (kg ha-1) Ruas tanaman
17 indeks vigor dan kecepatan tumbuh maksimum benih. Aplikasi boron 2 kg ha-1
mampu meningkatkan indeks vigor dan potensi tumbuh maksimum masing-masing sekitar 23.90 % dan 28.80% dari kontrol (Tabel 5).
Posisi bunga hermaprodit pada ruas tanaman memberikan pengaruh terhadap bobot 1000 butir, indeks vigor, potensi tumbuh maksimum, dan kecepatan tumbuh benih. Benih yang dihasilkan dari ruas tanaman ke-16-21 dan 22-27 memiliki bobot 1000 butir dan kecepatan tumbuh benih yang tinggi dibandingkan dengan benih yang dihasilkan dari ruas tanaman ke-10-15 (Tabel 5). Selain itu, benih yang dihasilkan dari ruas ke-22-27 dapat meningkatkan nilai indeks vigor kecepatan tumbuh benih masing-masing sebesar 16.91-79.64 % dan 19.30-49.87 % dari benih yang dihasilkan pada ruas lainnya. Hasil penelitian ini serupa dengan penelitian Illipronti et al. (2000) yang menunjukkan bobot benih kedelai yang dihasilkan dari polong pada batang utama ruas atas meningkat sebesar 26,91 % dibandingkan dengan bobot benih kedelai dari ruas bawah dan Nerson (2005) yang menjelaskan bahwa kecapatan tumbuh benih dari buah melon yang dihasilkan pada ruas bawah lebih lambat dibandingkan dengan kecepatan tumbuh benih pada ruas berikutnya. Illipronti et al. (2000) menambahkan bobot benih pada ruas atas yang cenderung lebih besar daripada ruas di bawahnya disebabkan oleh penerimaan cahaya yang ditangkap oleh daun dan buah di bagian ruas atas lebih tinggi dibandingkan buah pada ruas bawah.
Bobot 1000 butir berkorelasi nyata dengan daya berkecambah benih (P<0.01) dan peningkatan bobot 1000 butir tidak meningkatkan daya berkecambah benih (Gambar10). Bobot 1000 butir sebesar 26.99 g menghasilkan daya berkecambah benih sebesar 76.56 %.
Jumlah benih bernas berkorelasi nyata dengan daya berkecambah benih (P<0.01) dan peningkatan jumlah benih bernas juga tidak meningkatkan daya berkecambah benih (Gambar 11). Jumlah benih bernas sebanyak 427 butir menghasilkan daya berkecambah benih sebesar 87.82 %. Peningkatan jumlah
Gambar 10 Kurva regresi antara bobot 1000 butir dan daya berkecambah benih
18
Gambar 11 Kurva regresi antara jumlah benih bernas dan daya berkecambah benih
benih bernas yang menurunkan daya berkecambah benih diduga karena semakin banyak jumlah benih bernas yang terkandung di dalam buah akan menurunkan cadangan makanan yang terkandung di dalam benih akibat meningkatnya persaingan terhadap penyerapan nutrisi antar benih. Cadangan makanan yang optimal diharapkan mampu menyediakan energi yang cukup untuk perkecambahan benih (Ghassemi-Golezani 1992). Jumlah benih bernas yang banyak diduga dihasilkan oleh banyaknya serbuk sari viabel yang menempel pada permukaan stigma pada saat penyerbukan. Semakin banyak serbuk sari viabel pada stigma semakin tinggi kompetisi untuk membuahi ovul. Serbuk sari yang berhasil membuahi ovul adalah serbuk sari yang memiliki vigor tinggi dan menghasilkan benih dengan vigor yang tinggi pula.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Aplikasi boron tidak memberikan pengaruh terhadap fase pembungaan, mutu buah, dan produksi benih, namun memberikan pengaruh terhadap mutu benih. Posisi bunga hermaprodit pada ruas tanaman ke-22-27 cenderung meningkatkan produksi benih melalui peningkatan benih bernas. Posisi bunga hermaprodit pada ruas tanaman ke-22-27 mampu meningkatkan daya berkecambah benih lebih dari 80% pada semua dosis boron. Dosis boron 2 kg ha-1
19 Saran
Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai pengaruh aplikasi boron terhadap perkembangan organ jantan dan betina masing-masing pada tanaman tetua jantan dan betina dalam rangka produksi benih melon hibrida.
DAFTAR PUSTAKA
Agustin H. 2013. Pengelolaan polen untuk produksi benih melon hibrida Sunrise Meta dan Orange Meta [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Agustin H, Palupi ER, Suhartanto MR. 2014. Pengelolaan Pengelolaan polen untuk produksi benih melon hibrida Sunrise Meta dan Orange Meta. J. Hort. 24(1): 32-41.
Ahmad W, Niaz A, Kanwal S, Rahmatullah, Rasheed MK. 2009. Role of boron in plant growth [review]. J. Agric. Res. 47(3): 329-338
Al-Amery MM, Hamza JH, Fuller MP. 2011. Effect of boron foliar application on reproductive growth of sunflower (Helianthus annuus L.). International Journal of Agronomy. 2011: 1-5.
Azza AMM, Zanghloul SM, Yaseen AA. 2006. Impact of boron fertilizer on growth and chemical constituents of Taxodium distichum grown underwater regime. World J. Agric. Sci. 2: 412-420.
[BPS] Badan Pusat Statistik. 2014. Produksi Tanaman Buah di Indonesia Periode 2009-2013. [Internet]. [diunduh 2015 Agustus 13]. Tersedia pada: horti.pertanian.go.id
Boualem A, Fergany M, Fernandez R, Troadec C, Martin A, Morin H, Sari MA, Collin F, Flowers JM, Pitrat M et al. 2008. A conserved mutation in an ethylene biosynthesis enzyme leads to andromonoecy in melons. Sciencemag. 321: 836-838.
Day SC. 2000. Tomato Crop in Vegetable Growing. New Delhi (IN): Agrobios. Decoteau DR. 2005. Principles of Plant Science. New Jersey (US): Pearson
Education.
Dell B, Huang L. 1997. Physiological response of plants to low boron. Plant and Soil. 193(1-2): 103-120.
Direktorat Perbenihan Hortikultura. 2012. Nilai Impor Ekspor Benih Buah Tahun 2009-2012. [Internet]. [diunduh 2013 November 3]. Tersedia pada: hortikultura.deptan.go.id
Dordas C. 2006. Foliar boron application improves seed set, seed yield, and seed quality of alfalfa. Agronomy Journal. 98(4): 907-913.
Dordas C, Apostolides GE, Goundra O. 2007. Boron application affects seed yield and seed qualityof sugar beets. Journal of Agricultural Science. 145: 377-384.
20
Ghassemi-Golezani K, Lotfi R, Norouzi M. 2012. Seed quality of soybean cultivars affected by pod position and water stress at reproductive stages. International Journal of Plant, Animal, and Environmental Sciences. 2(2): 119-125.
Goerge RAT. 2009. Vegetable Seed Production. 2nd Edition. Cambridge (UK): University Press.
Gomez KA, Gomez AA. 2007. Prosedur Statistik untuk Penelitian Pertanian. Edisi II. Sjamsuddin E, Baharsjah JS, penerjemah. Jakarta (ID): UI Pr. Terjemahan dari: Statistical Procedures for Agricultural Research.
Gonzalez M, Baeza E, Lao JL, Cuevas J. 2006. Pollen load affects fruit set, size, and shape in cherimoya. Scientia Horticulturae. 110(2006): 51-56.
Harliani EN, Palupi ER, Wahyudin DS. 2014. Potensi penyimpanan serbuk sari dalam produksi benih hibrida mentimun (Cucumis sativus L.) varietas KE014. J. Hort Indonesia. 5(2): 104-117.
Hendri, Sahlan, Makful. 2011. Uji multi lokasi dua calon unggul melon dengan warna daging duah putih kehijauan dan orange, harum, renyah, warna kulit buah kuning/hijau rasa manis. Di dalam: Balitbu Tropika, editor. Seminar Nasional Program dan Strategi Pengembangan Buah Nusantara; 10 November 2010; Solok, Indonesia. Solok (ID): Balitbu Tropika.
Illipronti RA Jr., Lommen WJM, Langerak CJ, Struik PC. 2000. Time of pod set and seed position on plant contribute to variation in quality of seeds within soybean seed lots. Netherlands Journal of Agricultural Science. 48: 165-180. [ISTA] International Rules for Seed Testing. 2014. The germination test.
Switzerland: ISTA
Johnson H. 1964. Fruit Set Problems in Squash, Melons, and Cucumbers In Home Garden. California(US): Vegetable and Research and Information Center University of California.
Kline R, Goerge P. 1991. Boron for Field Crops. Abbotsford (CA): Ministry of Agriculture and Food.
Krudnak A, Wonprasaid S, Michikowa T. 2013. Boron affect pollen viability and seed set in sunflowers. African Journal of Agricultural Research. 8(2): 162-166.doi:10.5897/AJAR12.1471.
Lerner BR, Dana MN. 2001. Growing Cucumber, Melons, Squash, Pumpkins, and Gourds. West Lafayette (US): Department of Horticulture Purdue University Cooperative Extebsion Service.
Lordkaew S, Dell B, Jamjod S, Rerkasem B. 2011. Boron deficiency in maize. Plant Soil. 342: 207-220.
Naz RMM, Muhammad S, Hamid A, Bibi F. 2012. Effect of boron on the flowering and fruiting of tomato. Sarhad J. Agric. 28(1): 37-40.
Nerson, H. 2007. Seed production and germinability of cucurbits crops. Seed Science and Biotechnology. 1(1): 1-10.
Nyomora AMS, Brown PH, Freeman M. 1997. Fall foliar applied boron increases tissue boron concentration and nut set of almond. J. Amer. Soc. Hort. 122(3): 405-410.
21 Perica S, Brown PH, Connell JH, Nyomora AMS, Dordas C, Hu H, Stangoulis J. 2001. Foliar boron application improves flower fertility and fruit set of olive. Hort Science. 36(4): 714-716.
Sobir, Siregar FD. 2011. Budidaya Melon Unggul. Jakarta (ID): Penebar Swadaya. Sobir, Suwarno WB, Gunawan E. 2009. Uji Multilokasi Melon Hibrida Potensial
dan Perakitan Varietas Melon Hibrida Unggul. Prosiding Seminar Hasil-Hasil Penelitian IPB. Bogor (ID).
Steiner F, do Carmo Lana M. 2013. Effect od pH on boron adsorption in some soils of Parana, Brazil. Chilean Journal of Agricultural Research. 73(2): 181-186.
Tahir M, Ashraf S, Ibrahim M. 2013. Effect of foliar application of boron on yield and quality of sunflower (Helianthus annuus L.). Crop Environ. 4(1): 23-27. Welch RM. 1999. Mineral Nutrition of Crops Fundamental Mechanisms and
22
LAMPIRAN
Lampiran 1 Suhu, kelembaban, dan curah hujan rata-rata di Kabupaten Nganjuk, Jawa Timur pada bulan Februari sampai Mei 2015
Pengamatan Februari Maret April Mei
Suhu rata-rata (oC) 22.4 23.4 23.8 23.3
Kelembaban rata-rata (%) 90.3 90.4 88.0 85.7
Curah hujan rata-rata (mm bulan-1) 492.0 800.0 491.0 142.0
Sumber: BMKG, Stasiun Klimatologi Sawahan Kabupaten Nganjuk, Jawa Timur
Lampiran 2 Hasil analisis tanah pada lahan pertanian Desa Sumberkepuh, Kecamatan Tanjunganom, Kabupaten Nganjuk, Jawa Timur
pH Boron
H2O KCl Total (HNO3)
(ppm) Morgan Wolf (ppm)
6.5 5.5 103.12 0.60
23
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Jayapura pada tanggal 21 Maret 1992. Penulis merupakan putri pertama dari pasangan Toto Hariwiyono dan Sri Astuti. Penulis lulus dari SMA Negeri 1 Kediri Jawa Timur pada tahun 2010 dan menjadi mahasiswa Institut Pertanian Bogor (IPB) pada program studi Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian pada tahun yang sama.