• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Minuman Yang Diperkaya Cinnulin Terhadap Parameter Diabetik Responden Diabetes Melitus Tipe-2.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh Minuman Yang Diperkaya Cinnulin Terhadap Parameter Diabetik Responden Diabetes Melitus Tipe-2."

Copied!
72
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH MINUMAN YANG DIPERKAYA

CINNULIN

TERHADAP PARAMETER DIABETIK RESPONDEN

DIABETES MELITUS TIPE-2

NAWASARI INDAH PUTRI SEJATI

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Pengaruh Minuman yang Diperkaya Cinnulin terhadap Parameter Diabetik Responden Diabetes Melitus Tipe-2 adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, September 2016

Nawasari Indah Putri Sejati

F251130471

_________________________

(4)

RINGKASAN

NAWASARI INDAH PUTRI SEJATI. Pengaruh Minuman yang Diperkaya

Cinnulin terhadap Parameter Diabetik Responden Diabetes Melitus Tipe-2. Dibimbing oleh ENDANG PRANGDIMURTI dan FRANSISKA RUNGKAT ZAKARIA,

Kayu manis merupakan salah satu pangan yang umum digunakan dalam pengobatan diabetes baik dalam bentuk bubuk maupun ekstrak. Penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa ekstrak larut air kayu manis (cinnulin) memiliki pengaruh yang positif bagi kesehatan penderita diabetes melitus tipe-2 (DMT2). Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh penambahan cinnulin dalam produk minuman teh Camelia sinensis instan terhadap kesehatan penderita DMT2 berupa profil glukosa darah postprandial (GDPP), kadar malondialdehida (MDA), SGOT SGPT, HbA1C, insulin, dan senyawa penanda inflamasi (IL-6 dan COX-2).

Penelitian dilakukan dengan metode single blind study pada 33 responden DMT2 di Kecamatan Dramaga, Bogor. Responden dibagi menjadi 3 grup yaitu grup yang diberi minuman cinnulin, grup yang diberi minuman teh, dan grup kontrol yang tidak diberi kedua produk minuman. Minuman cinnulin memiliki komposisi ekstrak kayu manis yang setara dengan 255 mg cinnulin, ekstrak teh hijau dan teh hitam, sorbitol, dan perisa alami kayu manis sedangkan minuman teh memiliki komposisi yang sama tetapi tidak mengandung cinnulin. Produk dikemas dalam alumunium foil dengan berat 2,5 g per bungkus. Responden diminta mengonsumsi 2 bungkus per hari pada pagi dan sore hari selama 5 minggu dengan compliance rate 80%.

Profil GDPP ketiga grup tidak mengalami perubahan yang signifikan tetapi grup kontrol mengalami penurunan pola yang selaras dengan perubahan kadar HbA1C. Kadar HbA1C grup kontrol mengalami penurunan sebesar -42,49% dan

berbeda nyata dengan kedua grup minuman (penurunan -1,81% untuk grup cinnulin

dan peningkatan sebesar 12,39% untuk grup teh). Analisis SGOT SGPT hanya dilakukan pada grup teh dan cinnulin dimana nilai SGOT SGPT sebagai marker

fungsi hati masih berada dalam kisaran normal dan umumnya tidak mengalami penurunan yang signifikan setelah intervensi.

Kadar MDA plasma setiap grup tidak mengalami perubahan yang signifikan setelah intervensi bahkan mengalami peningkatan yang diduga sebagai akibat dari konsumsi lemak harian responden yang melebihi 30% dan konsumsi sayur dan buah yang masih dibawah anjuran pedoman gizi seimbang. Hasil analisis senyawa penanda inflamasi (IL-6 dan COX-2) menunjukkan penurunan yang signifikan

setelah konsumsi minuman cinnulin selama 5 minggu masing-masing sebesar -23,39% dan -27,46%. IL-6 grup teh mengalami penurunan tetapi tidak signifikan, sedangkan grup kontrol justru mengalami peningkatan IL-6 secara signifikan. Enzim COX-2 tiap grup mengalami penurunan yang signifikan (di dalam dan antar grup, p<0,05). Kadar insulin grup cinnulin pun mengalami peningkatan sebesar 28,15% yang berbeda nyata dengan grup kontrol dan teh (p=0,000, Duncan). Minuman cinnulin sedikit menurunkan HbA1C, menekan keberadaan senyawa proinflamasi serta meningkatkan kadar insulin plasma tetapi tidak untuk parameter lainnya.

(5)

SUMMARY

NAWASARI INDAH PUTRI SEJATI. Effect of Cinnulin Enriched Drink on Type-2 Diabetes Mellitus Respondents. Supervised by ENDANG PRANGDIMURTI and FRANSISKA RUNGKAT ZAKARIA,

Cinnamon has been used as a traditional medicine in diabetes treatment. Previous research showed that aqueous cinnamon extract namely cinnulin had a good impact on Type-2 Diabetes Mellitus (T2DM) patients. Therefore, this study determines the effect of instant cinnulin enriched drink on T2DM patients include changes in postprandial blood glucose (GDPP), malondialdehyde (MDA), SGOT SGPT, HbA1C, insulin, and inflammation marker (IL-6 and COX-2). A single blind

study were performed on 33 respondents with T2DM in Dramaga District. Respondents were divided into three groups : cinnulin enriched drink assigned group, instant tea assigned group, and control without given both product. Cinnulin enriched drink composition were cinnamon etraxt equivalent with 255 mg of cinnulin, a mixture of green and black tea extracts, sorbitol, and cinnamon natural flavor. As for instant Camelia sinensis tea, the drink used similar composition without cinnulin. All product were 2,5 gram in alumunium foil. Respondents were assigned to drink two sachets a day in the morning and evening for five weeks with a 80% of compliance rate.

There’s no significantly changes in GDPP profile but control group had a slighthly decrease which coherent with HbA1C levels. HbA1C levels in control group

was decreased -42,49% and significantly different from other groups (-1.81% for cinnulin group and an increase of 12.39% for tea group). SGPT SGOT analysis were done only for cinnulin and tea groups. SGOT SGPT levels of each groups decrease insignificantly but remain in the normal range.

There’s also no significantly changes in plasma MDA levels after treatments which presumed because of highly fat diet consumption (more than 30%) and inadequate fruits and vegetables consumption. As for inflammation marker (IL-6 and COX-2), both decreased significantly after cinnulin consumption for 5 weeks respectively by -23.39% and -27.46%. IL-6 on tea group decreased insignificantly and increased significantly in control group. COX-2 enzyme in all groups were decreased significantly (within and between group, p <0.05). Insulin levels on cinnulin group also increased 28.15% which is significantly different from the other groups (p = 0.000, Duncan). Cinnulin enriched drink slightly improving HbA1C

levels, suppressing inflammation marker, and increasing plasma insulin levels, but not the other parameters.

(6)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

(7)

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada

Program Studi Ilmu Pangan

PENGARUH MINUMAN YANG DIPERKAYA

CINNULIN

TERHADAP PARAMETER DIABETIK RESPONDEN

DIABETES MELITUS TIPE-2

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2016

(8)
(9)
(10)

PRAKATA

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan November 2014 hingga Desember 2015 ini adalah Pengaruh Minuman yang Diperkaya Cinnulin terhadap Parameter Diabetik pada Responden Diabetes Melitus Tipe-2. Riset ini merupakan bagian dari kegiatan penelitian dari PT. Nutrifood Indonesia bekerja sama dengan Fakultas Teknologi Pertanian IPB dengan nomor kontrak SP/LG NFI-14/051 atas nama Prof Dr Ir Fransiska Rungkat Zakaria, MSc.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Dr Ir Endang Prangdimurti MSi dan Ibu Prof Dr Ir Fransiska Rungkat Zakaria MSc selaku tim komisi pembimbing yang telah memberikan arahan, bantuan, motivasi dan saran selama proses penyusunan tesis. Penulis mengucapkan terima kasih kepada Ibu Dr Didah Nur Faridah, STP MSi sebagai dosen penguji yang telah memberikan saran dan masukan untuk perbaikan tesis. Di samping itu, ucapan terima kasih juga disampaikan kepada keluarga besar penulis : ibunda tercinta (Hj Keminem), kakak dan kakak ipar penulis (Mbak Wit dan Mas Bambang, Mas Tejo dan Mbak Lia, Mbak Tuti dan Mas Rakidi, Mbak Utari dan Mas Silo, Mas Ok dan Mbak Rimbi, Mbak Ita dan Mas Herman, Mas Edi dan Mbah Rina, Mbak Ana dan Mas Deni), Keponakan tercinta Agus, Retno, Budi, Dwi, Diah, Nira, Chikita, Annisa, Aulia, Shabrina dan keluarga besar lainnya yang tidak dapat disebutkan satu persatu.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Dekan Pascasarjana IPB Dr Ir Dahrul Syah MSc dan Kepala Program Studi Ilmu Pangan Dr Ir Harsi Dewantari Kusumaningrum yang telah memberikan izin untuk penelitian dan penulisan tesis. Terima kasih kepada tim riset PT Nutrifood Indonesia : Ardy dan Astri atas bantuan biaya, produk dan program pengolah data, kepada tim Klinik dr. Katili Bogor : dr. Cholid, dr. Wira, dr. Amalia, dan tenaga analis yang membantu selama proses penelitian berlangsung, para teknisi dan staff Laboratorium Mbak Irin, Mbak Selyn, dan Pak Rojak yang telah banyak membantu, dan kepada rekan seperjuangan dalam tim penelitian Liana, Annisa, Alm. Rudi, Mbak Reno, Reno, Nova, Manaf, Desi, dan Delina yang selalu kompak dan saling mendukung, serta kepada para responden yang terlibat dalam program penelitian ini.

Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada keluarga besar Ilmu Pangan angkatan 2013, FORMASIP (Ata, Iroel, Bayu, Moji, Anto, Habib), dan staff Program Studi Ilmu Pangan yang telah banyak membantu (Mbak May, Mba Fatima, Mbak Dian), dan sahabat wisma Adz dzukhruf (Yunita, Ranti, Izza, Ulfa, Juli, Icha, Nurul, Hafii, Keke, Agits, DJ, Dini, Isti, Eisti, Laifa) yang selalu memberikan support demi terselesaikannya tesis. Terakhir ucapan terima kasih disampaikan kepada Kementerian Kesehatan yang telah memberikan kesempatan untuk melanjutkan studi program magister dengan beasiswa tugas belajar 2013.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, September 2016

(11)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL x

DAFTAR GAMBAR xi

DAFTAR LAMPIRAN xi

1 PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Rumusan Masalah 2

Hipotesis 3

Tujuan Penelitian 3

2 TNJAUAN PUSTAKA 3

Diabetes Melitus 3

Glukosa Darah 4

Kayu Manis 5

Teh 12

3 METODOLOGI 16

Waktu dan Tempat 16

Bahan 16

Prosedur 17

Persiapan Responden 17

Pelaksanaan Intervensi 17

Pengambilan Darah 17

Analisis Produk 18

Persiapan Sampel 18

Analisis Penghambatan Aktivitas Enzim Alfa Glukosidase 18

Analisis Penghambatan Radikal Bebas 18

Analisis Total Fenol 18

Analisis Profil Glukosa Post Prandial 19

Analisis Plasma Darah 19

Analisis SGOT SGPT 19

Analisis Kadar Malondialdehida 19

Analisis Protein Terglikasi/HbA1C 19

Analisis Insulin Plasma 20

Analisis Senyawa Penanda Inflamasi 20

Analisis Data 20

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 21

Karakteristik Responden 21

(12)

Penghambatan Radikal Bebas Produk 23

Total Fenol 23

Profil Glukosa Post Prandial 23

Kadar SGOT SGPT Plasma 26

Kadar Malondialdehida Plasma 28

HbA1C Plasma 29

Insulin Plasma 30

Interleukin-6 Plasma 32

Enzim Siklooksigenase-2 Plasma 33

5 SIMPULAN DAN SARAN 34

Simpulan 34

Saran 34

DAFTAR PUSTAKA 35

LAMPIRAN 42

RIWAYAT HIDUP 58

DAFTAR TABEL

1 Kriteria laboratorium untuk diagnosis diabetes melitus 4 2 Pengaruh kayu manis terhadap pola glukosa post prandial 6 3 Ringkasan penelitian pemberian kayu manis pada manusia 11 4 Pengaruh konsentrasi dan struktur senyawa katekin terkait fungsinya

di dalam tubuh

14

5 Ringkasan penelitian pemberian teh pada manusia 16

6 Karakteristik responden 21

7 Karakteristik produk minuman instan 22

8 Komposisi makanan tersandar yang diberikan ke responden 24

9 Nilai iAUC tiap perlakuan 25

(13)

DAFTAR GAMBAR

1 Kurva tes toleransi glukosa 5

2 Struktur polimer polifenol tipe A ekstrak larut air kayu manis 7 3 Dugaan peran kayu manis dalam meningkatkan sensitivitas insulin 7 4 Ligan menginisiasi proses dalam sel yang mengatur ekspresi gen 8 5 Mekanisme kayu manis sebagai nutraseutikal dalam penanganan

penyakit diabetes

9

6 Senyawa polifenol yang terdapat pada teh hijau 12 7 Mekanisme kerja EGCG teh hijau pada diabetes 14 8 Perubahan glukosa darah pada setiap waktu pengukuran. 26

9 Perubahan kadar SGOT dan SGPT responden 27

10 Kadar MDA plasma tiap grup perlakuan 28

11 Nilai OD HbA1C plasma tiap grup perlakuan 30

12 Nilai OD insulin plasma tiap grup perlakuan 31

13 Nilai OD IL-6 plasma tiap grup perlakuan 32

14 Nilai OD enzim COX-2 plasma tiap grup perlakuan 33

DAFTAR LAMPIRAN

1 Ethical Clearance Penelitian 43

2 Analisis Statistik Penghambatan Aktivitas Enzim Alfa Glukosidase 44

3 Kurva Standar Asam Askorbat 44

4 Kurva Standar Asam Tanat 45

5 Analisis Statistik Kapasitas Antioksidan (DPPH) dan Total Fenol 46 6 Uji Normalitas Glukosa Post Prandial Sebelum dan Sesudah Intervensi 47 7 Uji Data Berpasangan GDPP Sebelum dan Sesudah Intervensi 48

8 Uji Normalitas Perubahan GDPP 49

9 ANOVA Perubahan GDPP dengan Uji Lanjut Duncan 50

10 Analisis Statistik SGOT SGPT 51

11 Analisis Statistik Kadar MDA Plasma 52

12 Analisis Statistik Kadar HbA1C Plasma 53

13 Analisis Statistik Kadar Insulin Plasma 54

(14)
(15)

1 PENDAHULUAN

Latar Belakang

Diabetes melitus merupakan penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin, atau kedua-duanya dan terbagi menjadi diabetes tipe 1, tipe 2, maupun gestasional (Perkeni 2011). Penderita penyakit ini terus mengalami peningkatan setiap tahun. Menurut International Diabetes Federation (IDF) penderita diabetes melitus dunia usia 20 – 79 tahun mencapai 415 juta jiwa atau 8,8% dari total populasi dimana sebanyak 75% tinggal di negara berkembang. Dari banyaknya kasus diabetes melitus, 87 – 97% masuk ke dalam kategori diabetes melitus tipe-2 (DMT2). Indonesia sendiri menempati peringkat ketujuh negara penderita DM tertinggi di dunia dengan jumlah sekitar 10,0 juta jiwa pada tahun 2015. Selain itu, diabetes merupakan penyakit berbiaya tinggi dimana 12% dana kesehatan dunia digunakan untuk penanganan penyakit diabetes (IDF 2015).

Kondisi stres oksidatif dapat menyebabkan DMT2 karena dapat memicu resistensi insulin pada jaringan perifer dan merusak sekresi insulin dari sel beta pankreas. Stres oksidatif dapat menyebabkan autooksidasi glukosa, glikasi protein, aktivasi jalur metabolisme poliol, jalur heksosamin, pembentukan diasil gliserol dan aktivasi protein kinase C yang selanjutnya mempercepat pembentukan senyawa oksigen reaktif (Lazo-de-la-vega-Monroy dan Fernandez-Mejia 2013). Kondisi hiperglikemia yang berlanjut juga terlibat dalam proses pembentukan radikal bebas. Untuk meredam kerusakan oksidatif tersebut diperlukan antioksidan. Umumnya antioksidan diperoleh dari bahan pangan nabati. Prangdimurti et al. (2006) menyatakan bahwa konsumsi pangan kaya akan aktivitas antioksidan membantu menurunkan kadar MDA hati dan meningkatkan aktivitas katalase organ tikus percobaan. Peningkatan suplai antioksidan yang cukup, berpengaruh terhadap terbentuknya stres oksidatif pada penderita DMT2 walaupun aplikasi antioksidan terhadap pasien diabetes masih memberikan hasil yang berbeda-beda (Zatalia dan Sanusi 2013).

Diagnosis diabetes dilakukan berdasarkan beberapa pengujian diantaranya adalah glukosa puasa, glukosa post prandial, glukosa sewaktu dan protein terglikasi atau HbA1C (American Diabetes Association/ADA, 2014). Glukosa post prandial

orang normal cenderung mengalami peningkatan diawal konsumsi dan mengalami penurunan satu jam kemudian, tetapi pada penderita diabetes, glukosa post prandial tetap tinggi setelah 5 jam (Imanuel dan Alvina 2009). Gaya hidup tidak sehat, pola makan tidak seimbang, kegemukan dan aktivitas fisik kurang merupakan faktor risiko penyakit diabetes. Penderita diabetes memerlukan diet sehat yang memenuhi kebutuhan zat gizi serta komponen bioaktif yang dapat menurunkan glukosa puasa atau mencegah peningkatan glukosa puasa.

Najm dan Lie (2010) dan Mohamed (2014) melaporkan kayu manis dan teh hijau termasuk herba pengobatan diabetes. Kayu manis memiliki senyawa prosianidin yang dapat bertindak serupa insulin karena meningkatkan uptake

(16)

(Super Oksida Dismutase) dan GSH-Px (Glutation peroxidase) dan menurunkan malondialdehida (MDA) pada kelenjar pankreas tikus diabetes (Li et al. 2013). Senyawa larut air kayu manis yaitu cinnulin berhasil menurunkan kadar glukosa darah puasa sebesar 8,4% pada penderita pre diabetes dengan pemberian 500 mg yang setara dengan 10 g bubuk kayu manis selama 12 minggu. Selain itu juga menurunkan kadar SGOT dan SGPT serta memperbaiki profil lipid penderita DMT2 (Ziegenfuss et al. 2006). Cinnulin juga efektif menurunkan kadar gula darah puasa pada tikus yang mengalami obesitas akibat diet tinggi lemak (Cheng et al.

2012).

Teh dapat digunakan sebagai pangan antidiabetes karena mempunyai kandungan antioksidan (polifenol) yang tinggi. Kandungan polifenol teh mencapai 30 – 40% berat kering teh (Grant dan Dworakowska 2013). Senyawa katekin teh yaitu epigalokatekin galat (EGCG) dapat meningkatkan uptake insulin dan mempengaruhi proses glukoneogenesis (Park et al. 2014; Grant dan Dworakowska 2013). Hasil yang diperoleh kedua bahan pangan ini terhadap diabetes masih belum konsisten. Khan et al. (2003) dan Mang et al. (2006) melaporkan adanya penurunan glukosa darah penderita diabetes yang mengonsumsi kayu manis dan Gomes et al.

(1995), Broadhurst et al. (2000), Hosoda et al. (2003), Wu et al. (2004), dan Iso (2006) melaporkan hal yang sama untuk teh. Blevins et al. (2007); Baker et al.

(2008) tidak menemukan efek tersebut untuk kayu manis dan Ryu et al. (2005); MacKenzie et al. (2006) pada teh.

Penelitian ini berfokus pada pemberian pangan yang bersifat antihiperglikemik dalam bentuk pangan siap konsumsi. Pangan fungsional sendiri memiliki persyaratan dikonsumsi dalam bentuk pangan dengan jumlah yang wajar, dapat dikonsumsi sebagai bagian dari diet sehari-hari, dan menimbulkan efek kesehatan bagi orang yang mengonsumsinya. Pemberian ekstrak larut air kayu manis dalam bentuk minuman instan diharapkan dapat memperbaiki kondisi kesehatan penderita diabetes karena produk tersebut dapat dikonsumsi harian.

Rumusan Masalah

Penderita DMT2 terus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. IDF (2015) menyatakan bahwa perubahan pola hidup dapat memperlambat resiko DMT2 salah satu diantaranya adalah perubahan pola makan yang sehat. Pangan yang baik bagi penderita DMT2 adalah pangan dengan indeks glisemik yang rendah, mengandung zat gizi yang dibutuhkan, mengandung serat, dan memiliki komponen bioaktif. Teh dan kayu manis merupakan pangan yang kaya akan komponen bioaktif dan sering dimanfaatkan dalam penanganan penyakit DMT2. Kedua pangan ini diberikan dalam bentuk bubuk atau ekstrak yang dikapsulkan maupun dalam bentuk pangan olahan. Teh merupakan minuman konsumsi kedua terbanyak di dunia. Cinnulin merupakan ekstrak larut air kayu manis yang memberikan pengaruh positif bagi penderita DMT2. Oleh karena itu, ingin dilihat apakah penambahan cinnulin pada ekstrak Camellia sinensis dalam bentuk minuman instan dapat memperbaiki kondisi kesehatan penderita DMT2 di Kecamatan Dramaga melalui pengukuran beberapa parameter diabetik seperti glukosa post prandial, SGOT SGPT, MDA, HbA1C, insulin, dan senyawa penanda

(17)

Hipotesis

Hipotesis yang ingin dibuktikan pada penelitian ini adalah minuman instan teh yang diperkaya dengan cinnulin memberikan pengaruh yang positif bagi kesehatan penderita DMT2 di Kecamatan Dramaga.

Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari dampak pemberian minuman instan ekstrak Camelia sinensis yang diperkaya dengan cinnulin terhadap kesehatan penderita DMT2 yang meliputi profil glukosa post prandial, aktivitas serum glutamic-oxaloacetic transaminase (SGOT) dan serum glutamic-pyruvic transaminase (SGPT) untuk melihat kerusakan hati, kadar MDA plasma, nilai absorbansi HbA1C plasma, insulin plasma, dan senyawa penanda inflamasi

(interleukin-6 dan enzim COX-2 plasma).

2 TINJAUAN PUSTAKA

Diabetes Melitus

Diabetes melitus (DM) didefinisikan sebagai penyakit atau gangguan metabolisme kronis dengan multi etiologi yang ditandai dengan tingginya kadar gula darah disertai dengan gangguan metabolisme karbohidrat, lipid, protein akibat insufisiensi fungsi insulin. Insufisiensi insulin dapat disebabkan oleh gangguan atau defisiensi produksi insulin oleh sel-sel beta kelenjar pankreas atau disebabkan oleh kurang responsifnya sel-sel tubuh terhadap insulin (WHO 1999). DM diartikan juga sebagai suatu sindrom yang ditandai dengan keadaan hiperglikemik sebagai akibat dari defisiensi insulin ataupun resistensi insulin (Dasgupta dan Wahed 2014).

Menurut ADA (2014) penyakit diabetes ditandai dengan gejala-gejala seperti poliuria (sering buang air), polidipsia (sering haus), polifagia (sering lapar), mudah lelah, pandangan sering kabur/buram, proses penyembuhan luka lambat, berat badan turun (tipe 1), dan mudah sakit, kaku, dan kesemutan di bagian tangan atau kaki (tipe 2). ADA juga membagi diabetes menjadi 3 yaitu tipe 1, tipe 2, dan gestasional.

a. DMT1

(18)

b. DMT2

DMT2 disebut juga hiperglikemik karena terjadi sebagai akibat kadar glukosa darah yang melebihi normal dan mencakup 90% penderita diabetes dunia. DMT2 tidak dapat memanfaatkan insulin yang cukup secara efektif (disebut juga resistensi insulin) sehingga jika kondisi ini terus berlangsung produksi insulin juga akan mengalami penurunan (ADA 2014). Faktor genetik dan lingkungan dapat menjadi penyebab DMT2 seperti obesitas, diet tinggi lemak dan rendah serat, serta aktivitas yang kurang (Bilous & Donelly 2015). Penanganan DMT2 biasanya berupa perubahan gaya hidup dan obat-obatan. Selain itu, aktivitas fisik yang cukup juga menjadi sarana untuk menjaga kadar glukosa darah tetap baik (ADA 2014).

c. DM Gestasional

DM tipe ini terjadi pada minggu ke 24 wanita hamil. Wanita dapat mengalami kenaikan kadar glukosa darah pada trisemester kedua hingga ketiga kehamilan. Gula darah yang tinggi ini bisa kembali normal setelah proses melahirkan dan jika tidak dikontrol dapat menyebabkan penyakit DMT2. Risiko DM gestasional maupun DMT2 dapat dikurangi dengan penurunan berat badan hingga tercapai indeks massa tubuh yang normal.

Glukosa Darah

Penyakit diabetes melitus dicirikan dengan keberadaan glukosa darah yang cukup tinggi. Glukosa darah adalah glukosa yang terdapat dalam darah sebagai akibat proses pencernaan karbohidrat makanan dan disimpan sebagai glikogen di hati dan otot rangka (Kee 2007). Kriteria laboratorium dalam mendiagnosis penyakit diabetes melitus dapat dilihat pada Tabel 1. Keberadaan glukosa di dalam darah diatur oleh 2 hormon yaitu insulin dan glukagon (Dasgupta dan Wahed 2014). Penderita DMT2 umumnya tidak menyadari penyakitnya diawal sehingga terdiagnosis ketika sudah cukup parah dan butuh penanganan intensif, karena itu diagnosis awal bagi penderita diabetes merupakan hal yang baik. Tes toleran glukosa (TTG) merupakan salah satu langkah mendiagnosis diabetes lebih awal. Orang yang menderita diabetes umumnya memiliki kurva TTG yang diatas normal (King 2014). Kurva TTG penderita DMT2 dapat dilihat pada Gambar 1.

Tabel 1 Kriteria laboratorium untuk diagnosis diabetes melitus (ADA 2014)

Pengujian laboratorium Nilai (mg/dL) Keterangan Glukosa darah puasa 70 – 99 Glukosa darah sewaktu > 200 Diabetes Tes Toleran Glukosa (2 jam) <140

(19)

Gambar 1 Kurva tes toleransi glukosa (King 2016)

Penderita DMT2 dapat menjaga kadar glukosa darah agar berada pada kisaran yang tidak terlalu tinggi dengan memperhatikan konsumsi karbohidrat dari makanan. Kadar glukosa darah yang tinggi secara terus menerus dapat menyebabkan stress oksidatif yang berujung pada penyakit aterosklerosis. Makanan dengan indeks glisemik (IG) yang rendah relatif menjaga kadar glukosa darah. Selain IG hal lain yang juga harus diperhatikan pada makanan sumber karbohidrat adalah jumlah yang dikonsumsi (Glycemic Load/GL). IG rendah dengan GL yang tinggi juga dapat meningkatkan glukosa darah (Thondre 2013).

Glukosa darah juga dapat diatur dengan konsumsi serat. Serat dapat menurunkan glukosa darah karena memperlambat penyerapan glukosa post prandial dan waktu pengosongan lambung. Beberapa contoh produk pangan yang dapat menurunkan kadar glukosa darah adalah barley, oat, rye (serealia), grape wine, almond, berry, bilberries (buah-buahan), kayu manis, fenugreek, jinten (rempah-rempah), kacang polong, kacang pinto, kacang merah, kacang kedelai (kacang-kacangan) (Thondre 2013). Pengaturan glukosa darah yang ketat melalui pengukuran glukosa darah postprandial menjadi alat bantu untuk mengurangi risiko komplikasi penyakit kardiovaskuler (Davis 2008). Beberapa penelitian tentang pengaruh kayu manis terhadap glukosa post prandial dapat dilihat pada Tabel 2.

Kayu Manis (Cinnamomum burmanii Blume)

(20)

Tabel 2 Pengaruh kayu manis terhadap pola glukosa post prandial

Peneliti Dosis Responden Metode Hasil Hlebowicz manis dapat bertindak sebagai antioksidan, antiinflamasi, dan antibakteri. Penelitian tentang efek kayu manis terhadap kesehatan umumnya difokuskan pada potensinya sebagai pencegah resistensi insulin, sindrom metabolik, dan DMT2. Penggunaan kayu manis dalam penanganan penyakit diabetes melitus sudah banyak dilakukan baik secara in vitro maupun in vivo.

Penelitian awal secara in vitro pada sel lemak epididimis tikus menunjukkan bahwa komponen larut air kayu manis dapat meningkatkan aktivitas insulin. Akan tetapi, kayu manis dilaporkan banyak mengandung senyawa seperti sinamaldehid,

camphene, eugenol, -terpinen, dan polifenol lainnya; mengandung mineral seperti kalsium, kromium, tembaga, besi, yodium, mangan, fosfor, kalium, seng; dan vitamin sehingga belum diketahui secara jelas senyawa yang meningkatkan aktivitas insulin tersebut (Rafehi et al. 2012).

(21)

Gambar 2 Struktur polimer polifenol tipe A pada ekstrak larut air kayu manis

Umumnya kayu manis yang digunakan sebagai pangan antidiabetes berupa serbuk kayu manis maupun ekstrak larut air dari kayu manis. Namun pemanfaatan kayu manis sebagai antidiabetes tidak hanya dari kulit batangnya saja tetapi juga dari minyak atsiri yang dihasilkan. Ping et al. (2010) menyatakan bahwa glukosa puasa tikus yang diberi pakan minyak kayu manis pada konsentrasi 100 mg/kg selama 35 hari menurun secara nyata. Hasil lainnya adalah minyak kayu manis memperbaiki profil lipid dan fungsi sel –pankreas tikus percobaan.

Mekanisme Molekular Kayu Manis

Mekanisme utama kayu manis sebagai antidiabetes difokuskan pada kemampuan ekstrak larut air kayu manis yang membantu proses insulin signalling. Kayu manis meningkatkan autofosforilasi reseptor insulin dan menurunkan aktivitas tirosin fosfatase (enzim yang menginaktivasi reseptor insulin secara in vitro). Dampak dari kedua hasil diatas adalah meningkatnya sensitivitas insulin (Rafehi et al. 2012) seperti yang terlihat pada Gambar 3.

(22)

Penelitian lain menunjukkan bahwa kayu manis meningkatkan penyerapan glukosa pada tikus perlakuan (Qin et al. 2003). Ekstrak kayu manis juga mampu menstimulasi keberadaan insulin reseptor (IR)- dan meningkatkan fosforilasi tirosin IR substrate-1 (IRS1) dan IRS1/phosphoinositide 3-kinase (PI3K) pada otot rangka tikus; meningkatkan glucose utilization pada tikus jantan yang diberi pakan tinggi fruktosa; mencegah perkembangan lebih lanjut dari resistensi insulin melalui peningkatan sinyal insulin ataupun melalui penghambatan jalur nitric oxide (NO) di otot rangka. Ekstrak larut air kayu manis (Cinnulin) juga memperbaiki sensitivitas insulin pada manusia (Qin et al. 2010a).

Kayu manis meningkatkan uptake glukosa dan meningkatkan ekspresi glucose transporter 4 (GLUT4: komponen yang memfasilitasi penyerapan glukosa di dalam tubuh) pada sel adiposa 3T3-L1. Cinnulin PF menurunkan glukosa darah, insulin plasma dan cluster of differentiation (CD)36 (Handberg 2006); menghambat

retinol-binding protein 4 (RBP4: senyawa yang berkontribusi terhadap resistensi insulin) di plasma dan jaringan adiposa; mengatur ekspresi gen yang terkait glukosa seperti meningkatkan ekspresi GLUT1, GLUT4, mengaktivasi glycogen syntehsis

1, dan menghambat glycogen synthase kinase γ mRNA (Qin et al. 2010b), juga terjadi peningkatan biosintesis glikogen (Rafehi et al. 2012).

Gambar 4 Ligan menginisiasi proses dalam sel yang mengatur ekspresi gen. Reseptor X retinoid(RXR) berikatan dengan PPARα dan PPAR dan mempengaruhi ekspresi gen (Block 2009).

Mekanisme kayu manis lainnya adalah mengaktivasi faktor transkripsi yaitu

peroxisome proliferator-activated receptor (PPARs). PPARs merupakan senyawa yang terlibat dalam resistensi insulin dan adipogenesis dimana salah satu pengobatan dalam penanganan penyakit DMT2 adalah pemberian obat seperti thiazolinediones yang merupakan agonist PPARs. Ekstrak larut air kayu manis

dapat meningkatkan ekspresi PPAR dan PPARα baik secara in vitro maupun in vivo pada sel adiposa tikus. Pada sel 3T3-L1 menunjukan peningkatan ekspresi

(23)

Kayu manis berperan sebagai anti inflamasi yang terlihat dari meningkatnya ekspresi gen tristetraprolin mRNA pada sel adipose 3T3-L1. Tristetraprolin merupakan protein anti inflamasi dan umumnya akan mengalami penurunan ekspresi gen pada penderita sindrom metabolik yang mengalami obesitas (Cao et al. 2007). Kayu manis juga menghambat ekspresi interleukin-1 (IL-1 ), IL-6,

Tumor Necrosis Factor-α (TNF-α) dan siklooksigenase-2 (COX-2) yang merupakan agen proinflamasi dan proliferasi (Cao et al. 2008; Lv et al. 2012). Konsumsi Cinnulin PF secara oral pada tikus dan hamster membantu menghambat produksi berlebih dari lipoprotein apoB48 dan trigliserida serum. Selain itu, secara ex vivo ekstrak kayu manis menghambat sekresi berlebih dari apoB48 yang diberi sel enterosit dengan perlakuan TNF-α pada medium. Penghambatan lipoprotein apoB48 diharapkan dapat mencegah terjadinya penyakit aterogenik pada penderita DMT2 (Qin et al. 2010a).

Kayu manis memiliki komponen fenolik yang bertindak sebagai senyawa antioksidan tetapi juga membantu menghambat pembentukan produk akhir proses glikasi yang terkait dengan kemampuannya memerangkap senyawa reactive oxygen species (ROS) dan menangkap reactive carbonyl species (Peng et al. 2008). Polifenol kayu manis juga meningkatkan aktivitas SOD (Super Oxide Dismutase) dan GSH-Px (Glutation peroxidase) dan menurunkan MDA pankreas pada tikus diabetes (Li et al. 2013). Ekstrak kayu manis terutama senyawa prosianidin tipe A trimer maupun tetramer juga menghambat proliferasi sel yang diinduksi oleh

vascular endothelial growth factor (VEGF- faktor mitogenik dan angiogenik dalam perkembangan tumor) (Lu et al. 2010). Hasil penelitian lain menunjukkan bahwa ekstrak kayu manis juga dapat memiliki efek kesehatan yang baik terhadap penyakit Alzheimer (Qin et al. 2010a). Secara lengkap, mekanisme kayu manis terhadap penangan penyakit diabetes dapat dilihat pada Gambar 5.

(24)

Pengujian Klinis

Pada pengujian klinis, kayu manis memiliki kemampuan untuk menurunkan kadar glukosa dan lipid plasma. Selain itu kayu manis dinyatakan sebagai komponen GRAS (Generally Recognized As Safe) oleh Food Drug Admission

(FDA) Amerika. Penelitian awal kayu manis dalam penanganan penyakit diabetes dimulai oleh Khan dan kawan-kawan pada tahun 2003 dengan hasil glukosa darah puasa penderita DMT2 yang diberi ekstrak kayu manis selama 40 hari mengalami penurunan. Profil lipid yang diukur juga menjadi lebih baik dimana kolesterol, trigliserida (TG) dan low density lipoprotein (LDL) mengalami penurunan sedangkan high density lipoprotein (HDL) mengalami peningkatan. Tabel 3 memperlihatkan penggunaan berbagai macam dan bentuk kayu manis dalam penanganan penyakit sindrom metabolik terutama DMT2 pada manusia.

Kayu manis seperti yang terlihat pada Tabel 3 memiliki efek yang positif dalam penanganan penyakit diabetes melitus terutama DMT2. Kayu manis terbukti efektif dalam menurunkan glukosa darah puasa dan HbA1C, memperbaiki profil

lipid serta menurunkan tekanan darah penderita DMT2. Kayu manis juga meningkatkan sensitivitas insulin dan status antioksidan. Selain itu kayu manis juga merubah pola glukosa post prandial dimana umumnya responden yang diberi konsumsi makanan yang mengandung kayu manis akan mengalami penurunan kadar glukosa darah selama 2 jam setelah konsumsi dan memiliki rasa kenyang yang cukup lama karena kayu manis memperlambat waktu pengosongan lambung (Hlebowizc et al. 2007).

Kayu manis menurunkan risiko hiperglikemik dan inflamasi dengan cara memperlambat proses pengosongan lambung, menurunkan kelebihan glukosa post prandial dan trigliserida, menurunkan aktivitas glikosidase, menahan penyerapan glukosa dan meningkatkan sintesis glikogen (Kirkham et al. 2009). Senyawa larut air kayu manis yaitu cinnulin berhasil menurunkan kadar glukosa darah puasa sebesar 8,4% pada penderita pre diabetes dengan pemberian 500mg yang setara dengan 10g bubuk kayu manis selama 12 minggu (Ziegenfuss et al. 2006).

(25)

Tabel 3 Ringkasan penelitian pemberian kayu manis pada manusia

Menurunkan GDP dan dipengaruhi oleh glukosa darah awal

Suppapitiporn et al. 2006 60 DMT2 72 hari C. cassia 1,5g/hari Metformin atau sulfonilurea

Mengalami penurunan HbA1C tapi tidak berbeda nyata

Tidak diketahui Menurunkan GDP. SGOT SGPT menurun tetapi tidak signifikan

12 jam C cassia 5g dengan glukosa Tanpa obat Menurunkan glukosa darah, memperbaiki toleransi glukosa dan meningkatkan sensitivitas insulin

Wang et al. 2007 15 PCOS 48 hari EKM (Cinnulin PF) 1g/hari Tanpa obat Meningkatkan sensitivitas insulin Tang et al. 2008 11 Normal sehat 4

minggu

Kayu manis 3g Tidak diketahui Tidak ada perubahan nyata terhadap ekskresi oksalat

Crawford 2009 109 DMT2 90 hari Kayu manis 1g/hari Insulin/obat-obatan lain Menurunkan HbA1C Roussel et al. 2009 22 Prediabetes 12

minggu

EKM 500mg/ hr (Cinnulin

PF)

Tidak diketahui Memperbaiki GDP dan meningkatkan antioksidan level

Solomon an Blannin 2009 8 Normal Sehat, muda

14 hari C cassia 3g/hari Tanpa obat Memperbaiki toleransi glukosa dan sensitivitas insulin

Akilen et al. 2010 58 DMT2 12 minggu

Kayu manis 2g/hari Tidak diketahui Menurunkan HbA1C dan tekanan darah (sistol diastol)

Stoecker et al. 2010 137 DMT2 2 bulan EKM (CinSulin) 500mg/hari Insulin± obat-obatan lain Menurunkan GDP dan glukosa post prandial Lu et al. 2012 66 DMT2 3 bulan EKM 120 dan 360 mg/hari Gliclazide Menurunkan HbA1C, SGOT, SGPT, dan GDP Tangvarasittichai et

al.

2015 106 DMT2 60 hari EKM 500 mg Sulfoniylurea ± metformin Menurunkan MDA dan resistensi insulin, meningkatkan antioksidan tubuh dan sensitivitas insulin

GDP = glukosa darah puasa; HbA1C = hemoglobin A1C; GLP 1 = glucagon like peptide; IMT = indeks massa tubuh; PCOS = Polycystic ovary syndrome; EKM = ekstrak kayu manis

(26)

Teh (Camelia sinensis L.)

Teh merupakan minuman kedua terbanyak dikonsumsi di dunia dan dipercaya memiliki efek kesehatan yang baik. Klasifikasi teh berdasarkan pengolahannya terbagi menjadi teh hijau yang tidak mengalami proses fermentasi, teh hitam yang mengalami proses fermentasi total dan teh oolong yang mengalami proses fermentasi sebagian. Teh hijau kaya akan polifenol yang disebut dengan katekin dan bobotnya mencapai 30 – 40% berat kering teh. Katekin merupakan antioksidan yang kuat dan dapat mencegah kerusakan jaringan dari radikal bebas. Ada 4 senyawa katekin yang terdapat pada teh hijau yaitu epikatekin (EC), epikatekin galat (ECG), epigalokatekin (EGC) dan epigalokatekin galat (EGCG). Senyawa polifenol yang banyak terdapat pada teh hitam adalah teaflavin dan tearubigin (Grant dan Dworakowska 2013). Keempat struktur polifenol teh hijau dapat dilihat pada Gambar 6.

Gambar 6 Senyawa polifenol yang terdapat pada teh hijau (Park et al. 2014)

Potensi Kesehatan Teh

(27)

Penelitian lain menggunakan sel HepG2 manusia yang diberi perlakuan glukosa tinggi menunjukkan hasil bahwa EGCG membantu menurunkan sinyal yang distimulasi oleh insulin melalui penurunan fosforilasi IRS1. Kondisi glukosa yang tinggi akan meningkatkan fosforilasi IRS1 yang menyebabkan penurunan fosforilasi insulin-stimulated akt. Akt/PKB merupakan protein kinase serin/treonin yang memegang peranan penting dalam proses seluler seperti metabolism glukosa, proliferasi sel, apoptosis, transkripsi, dan migrasi sel. Oleh karena itu kondisi glukosa tinggi akan menghambat sintesis glikogen dan uptake glukosa (Lin dan Lin 2008). Hal ini diperkuat oleh Murase et al. (2009) yang menyatakan bahwa katekin menginduksi peningkatan aktivitas AMPK-α dan meningkatkan fosforilasi LKB1 yang merupakan tumor suppressor protein dan AMPK-kinase utama. Katekin juga menurunkan kadar 8-OH dG yang merupakan marker stres oksidatif pada DNA dan faktor risiko terjadinya aterosklerosis, kanker, dan diabetes (Wu 2004).

EGCG menunda waktu terjadinya diabetes melitus tipe 1 pada tikus non diabetes (Fu dan Zhen 2010). Teh juga membantu menunda terjadinya resistensi insulin pada tikus yang mengalami DMT2. Stres oksidatif juga menurun yang ditandai dengan adanya penurunan peroksidasi lipid plasma, oksidasi grup sulfurhidril, dan kerusakan DNA (Hininger-Favier et al. 2009). Selain itu konsumsi teh juga meningkatkan sensitivitas insulin dan menurunkan kadar glukosa darah tikus percobaan (Grant dan Dwaroska 2013).

Mekanisme Molekular Teh

Kemampuan teh sebagai agen antihiperglikemik terjadi melalui beberapa proses. Pertama, menurunkan kadar glukosa darah. Kedua, menurunkan

penyerapan karbohidrat dari usus dengan cara menghambat aktivitas α-amilase, sukrase, atau α-glukosidase usus. Ketiga, teh hijau mencegah penurunan berat pankreas yang diinduksi oleh bebagai dosis rendah streptozotoxin (STZ) pada tikus. Keempat, polifenol teh menurunkan stres oksidatif pada tikus melalui penurunan nilai alkaline phosphatase (ALP), glutamic piruvic transaminase (GPT), dan lipid peroxidase (LPO) hati dan menurunkan blood urea nitrogen (BUN) dan kreatinin ginjal. Kelima, adanya perubahan sistem imun dimana ada peningkatan produksi

immunoglobulin (Ig) pada tikus jantan. Keenam, teh meningkatkan sensitivitas insulin dengan cara meningkatkan uptake glukosa oleh sel otot, peningakatan pengikatan insulin ke sel adiposa, dan peningkatan ekspresi GLUT4. Dan yang terakhir, adalah katekin teh mengatur level mRNA untuk enzim glukoneogenesis seperti phosphoenolpyruvate carboxykinase (PEPCK) dan glucose-6-phosphatase

(G6Pase) dalam hati tikus (Kao et al. 2006).

Mekanisme kerja dari EGCG teh hijau dalam penanganan diabetes seperti yang terlihat pada Gambar 7 dapat melalui beberapa jalur yaitu: (1) menurunkan aktivitas enzim pencernaan, (2) menurunkan aktivitas GLUT usus terutama sodium-dependent glucose transporter1 (SGLT1), (3) menurunkan ekspresi gen enzim glukoneogenesis, (4) meningkatkan sensitivitas insulin, (5) meningkatkan aktivitas

(28)

Gambar 7 Mekanisme kerja EGCG teh hijau pada diabetes (Kao et al. 2006)

Park et al. (2014) menyatakan bahwa mekanisme molekuler senyawa katekin dalam penanganan DMT2 tergantung dari konsentrasi, jenis, dan struktur katekin seperti yang terlihat pada Tabel 4. Konsentrasi katekin yang diperlukan untuk menghambat kerja GLUT relatif rendah yaitu kurang dari 1 µM, dan jenis katekin yang paling banyak berperan adalah katekin yang memiliki struktur cincin galat seperti pada EGCG dan ECG.

Tabel 4 Pengaruh konsentrasi dan struktur senyawa katekin terkait fungsinya di dalam tubuh

(29)

Pengujian Klinis

Penggunaan teh sebagai minuman fungsional dalam penanganan penyakit DMT2 selama beberapa bulan dinilai masih belum efektif. Katekin teh terutama EGCG mempunyai banyak mekanisme dalam menangani DMT2 tetapi konsentrasi yang dibutuhkan untuk melakukan aksi tersebut menyebabkan pasien harus mengonsumsi teh dalam jumlah besar sehingga dikhawatirkan menimbulkan efek samping. Hasil pengujian pada tikus STZ, EGCG memperlihatkan aktivitas sebagai prooksidan dan membahayakan keberadaan sel -pankreas (Park et al. 2014).

Konsentrasi maksimum EGCG dalam darah diperoleh pada menit ke-90 setelah mengonsumsi teh dan diperkirakan EGCG berada dalam sirkulasi darah selama 3-4 jam. Sehingga bisa dikatakan bahwa pengaruh EGCG dalam sistem pencernaan berlangsung selama 1 jam sedangkan pengaruhnya dalam sirkulasi darah berlangsung selama beberapa jam. Mekanisme utama EGCG dalam penanganan DMT2 adalah menurunkan aktivitas GLUT usus, maka jika EGCG lebih lama berada dalam sirkulasi darah maka dapat membatasi kerja GLUT sel. Dalam 1 cangkir teh hijau terdapat 100 mg EGCG dari 1 g ekstrak teh, maka konsentrasi EGCG di dalam darah diperkirakan mencapai 100 nM. Jumlah ini dapat menghambat kerja berbagai GLUT sel sehingga uptake glukosa selular justru dapat terblokir (Park et al. 2014).

Fukino et al. (2008) menyatakan bahwa pemberian suplemen ektrak teh hijau yang mengandung 544 mg polifenol setiap hari selama 2 bulan pada responden dengan kadar glukosa darah puasa diatas rata-rata (≥ 6,1 mmol/L) tidak berpengaruh terhadap kadar glukosa darah puasa, tekanan darah sistolik, berat, indeks massa tubuh, dan profil lipid responden tetapi menurunkan secara nyata kadar HbA1C. Sedangkan MacKenzie et al. (2007) menyatakan tidak ada perubahan

kadar HbA1C pada penderita DMT2 yang diberi suplemen teh selama 3 bulan.

Suplemen teh tersebut mengandung 150mg katekin teh hijau yang setara dengan 7 cangkir teh hijau dan 75mg teaflavin dari teh hitam yang setara dengan 35 cangkir teh hitam serta 150mg polifenol lainnya. Penelitian serupa tentang uji klinis minuman teh pada manusia dapat dilihat pada Tabel 5.

Hasil meta analisis terhadap studi kohort menyatakan bahwa teh dapat menurunkan risiko DMT2 sebesar 20% jika dikonsumsi 4 cangkir atau lebih dalam sehari (Jing et al. 2009). Studi kohort lainnya menyatakan bahwa konsumsi 3 cangkir teh atau kopi sehari dapat menurunkan risiko DMT2 sebesar 42% (Dieren

et al. 2009). Sedangkan Oba et al. (2009) melakukan studi kohort pada penduduk Jepang baik laki-laki maupun perempuan dengan hasil bahwa konsumsi teh hijau tidak berkaitan dengan penurunan risiko diabetes melitus. Bahkan pada wanita, konsumsi teh oolong justru meningkatkan risiko terjadinya DMT2. Hasil lainnya menyatakan bahwa konsumsi teh 3 cangkir sehari menurunkan risiko terjadinya DMT2 namun secara statistik penurunan tersebut tidak berbeda nyata (Yang et al.

(30)

Tabel 5 Ringkasan penelitian pemberian teh pada manusia

Menurunkan glukosa darah dan frutosamine

Ryu et al. 2005 55 DMT2 4

minggu

Teh hijau 9g dalam 900ml air

Tidak ada pengaruh terhadap GDP dan insulin puasa. 120 sedangkan insulin plasma meningkat pada menit ke 90. MacKenzie

et al.

2007 49 DMT2 3 bulan Ekstrak teh, 375mg dan 750mg

Tidak berpengaruh terhadap kadar HbA1C

Berpengaruh terhadap HbA1C

tetapi tidak pada glukosa darah

Meningkatkan rasa kenyang tetapi tidak berpengaruh terhadap glukosa dan insulin

Spadiene 2014 TS DMT2 18 bulan Ektrak teh hijau 200mg

Penurunan senyawa marker peroksidasi lipid

TS = tidak disebutkan

3 METODOLOGI

Waktu dan Tempat

Penelitian ini telah dilaksanakan pada Bulan November 2014 sampai dengan Desember 2015 bertempat di Laboratorium ITP, Laboratorium Terpadu FKH IPB, dan Klinik dr. Katili. Penelitian mendapatkan Persetujuan Etik dari Komisi Etika Penelitian UNIKA Atma Jaya No: 615/III/LPPM-PM.10.05/07/2014 (Lampiran 1) dan mengikutsertakan responden yang berlokasi di Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat.

Bahan

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah minuman instan Camelia sinensis yang terdiri dari ekstrak teh hijau, ekstrak teh hitam, pemanis alami sorbitol, dan perisa identik kayu manis selanjutnya disebut minuman teh dan minuman instan Camelia sinensis yang diperkaya cinnulin dengan komposisi ekstrak kayu manis yang setara dengan 255 mg cinnulin, ekstrak teh hijau dan teh hitam, sorbitol, dan perisa kayu manis selanjutnya disebut dengan minuman

(31)

Prosedur Penelitian Persiapan Responden

Responden dipilih berdasarkan kriteria inklusi yang sudah ditetapkan yaitu penderita DMT2 berusia 20 – 75 tahun, memiliki kadar glukosa darah sewaktu >200 mg/dL, secara klinis dinyatakan dapat berpartisipasi, tidak dalam kondisi hamil, tidak mengalami gangren, bersedia mengonsumsi produk minuman selama masa intervensi, dan bersedia mengikuti program dengan menandatangani informed consent. Pemilihan responden bekerja sama dengan Klinik dr. Katili. Jumlah responden penelitian ini dihitung berdasarkan rumus uji beda (Lemeshow et al.

1997) sebagai berikut :

� = s (�μ − μ− + � − )

dengan n= besar sampel; Z1-α= 1,64 (α=0,05); Z1- = 1,28 (1- =0,90); Roussel et al.

(2009) s=0,42; perubahan MDA (µ mol/L) kontrol meningkat (µ2)=0,10 dan perlakuan kayu manis menurun (µ1)=–0,50. Berdasarkan perhitungan menggunakan rumus diatas, diperoleh n sampel sebanyak 9 orang. Antisipasi

dropout 10% maka jumlah responden yang diperlukan yaitu 10 orang. Terdapat tiga grup perlakuan, maka jumlah total responden minimal adalah 10x3 = 30 orang.

Pelaksanaan Intervensi

Kegiatan intervensi dilakukan dengan metode single blind study. Responden dibagi menjadi tiga grup perlakuan yaitu grup yang diberikan minuman cinnulin, grup yang diberikan minuman teh, dan grup kontrol tanpa pemberian kedua produk minuman. Grup cinnulin dan teh diberikan produk minuman sebanyak 2 bungkus sehari dan diminum di pagi dan sore hari selama 5 minggu. Setiap bungkus produk diseduh dengan air panas suhu 70 – 100oC sebanyak 200–300 mL. Minuman disarankan dikonsumsi sebelum sarapan di pagi hari dan sebelum makan malam.

Compliance rate adalah responden yang mengonsumsi lebih dari 80% produk minuman selama proses intervensi berlangsung. Sebelum intervensi berlangsung, responden mendapatkan edukasi mengenai diabetes dan pola hidup sehat, namun responden diharapkan tidak mengubah pola makan hariannya selama masa intervensi. Kebiasaan, jenis dan jumlah makanan dan minuman responden terus dipantau melalui pengisian kuisioner setiap minggu selama masa intervensi berlangsung.

Pengambilan Darah

Pengambilan darah dilakukan dua kali yaitu sebelum dan sesudah intervensi oleh tenaga analis dari Klinik dr. Katili Bogor. Darah responden diambil menggunakan tabung venoject yang dilapisi K3EDTA. Darah tersebut kemudian

disentrifus dengan kecepatan 3000 rpm pada suhu 25oC selama 15 menit. Hasil

sentrifus membentuk tiga lapisan yaitu plasma di lapisan atas, buffy coat di lapisan tengah dan sel darah merah di lapisan bawah. Plasma kemudian dipindahkan ke

(32)

Analisis Produk Persiapan Sampel

Sampel minuman dipersiapkan dengan cara melarutkan produk minuman menggunakan air panas dengan 2 suhu dan 2 volume yang berbeda. Setelah dilarutkan produk langsung dianalisis untuk setiap parameter yang dikerjakan. Produk minuman dilarutkan menggunakan air bersuhu 70 atau 100oC dengan volume 200 atau 300 mL.

Analisis Penghambatan Aktivitas Enzim α-Glukosidase Produk

Uji ini mengacu pada Sancheti et al. (2007). Sebanyak 50 µL larutan buffer fosfat 0,1 M pH 6,9; 25 µL larutan p-nitrofenill-α-D-glukopiranosida (dilarutkan dalam larutan buffer fosfat 0,1 M pH 6,9); sampel minuman sebanyak 10 µL dan akarbosa (Glucobay®, PT. Bayer Indonesia) sebagai kontrol positif dilarutkan dalam akuabides; β5 µL α-glukosidase 0,04 U/mL (Sigma Aldrich G3651) dalam larutan buffer fosfat 0,1 M pH 6,9 dicampurkan. Volume campuran kemudian disetarakan menggunakan larutan buffer fosfat 0,1 M pH 6,9. Reaksi ini diinkubasi pada suhu 37°C selama 30 menit. Reaksi dihentikan dengan menambahkan 100 µ L larutan natrium karbonat 0,2 M (Sigma Aldrich 223530). Reaksi hidrolisis enzimatis diukur pada panjang gelombang 410 nm menggunakan microplate reader

(Epoch Microplate Spectrophotometer, BioTek® Instruments Inc., USA). Pengujian dilakukan sebanyak 4 kali. Aktivitas inhibisi α-glukosidase dinyatakan sebagai % inhibisi dan dihitung sebagai berikut:

% inhibisi = [ AB − AKB − AS − AKS]AB − AKB x %

Diketahui, AB = absorbansi blanko, AKB = absorbansi kontrol blanko, AS = absorbansi sampel, AKS = absorbansi kontrol sampel.

Analisis Penghambatan Radikal Bebas (Xu dan Chang 2007)

Sebanyak 0,2 mL sampel dimasukkan ke dalam tabung reaksi lalu ditambahkan 3,8 mL reagen DPPH dalam methanol 0,1 mM. Larutan kemudian divorteks dan didiamkan selama 30 menit dalam ruang gelap, selanjutnya diukur absorbansinya pada panjang gelombang 517 nm. Aktivitas penghambatan radikal bebas sampel dihitung menggunakan kurva standar asam askorbat (AEAC)

Analisis Total Fenol

Pengujian berdasarkan Metode Strycharz dan Shetty 2002 dengan modifikasi dalam Angraeni (2011). Larutan standar asam tanat dibuat dengan konsentrasi 0,162 mg/mL, kemudian dipipet ke tabung reaksi sebanyak 0,05, 0,1; 0,2; 0,3, dan 0,4 mL. Pengujian ini menggunakan reagen folin ciocalteau 50% dan pereaksi Na2CO3 5%. Pertama-tama, larutan standar atau sampel sebanyak 0.5 ml

dilarutkan dalam 0.5 ml etanol 95%, 2.5 ml akuades dan 2.5 ml larutan reagen folin ciocalteau. Setelah itu larutan didiamkan selama 5 menit dalam ruang gelap dan kemudian ditambahkan 0.5 ml larutan Na2CO3 dan diinkubasi kembali dalam ruang

(33)

Analisis Profil Glukosa Post Prandial

Analisis profil glukosa post prandial dilakukan dua kali yaitu sebelum dan sesudah intervensi berdasarkan modifikasi metode Hlebowicz et al. (2009). Kadar glukosa darah ditentukan menggunakan metode glucose oxidase sensor

menggunakan alat Accucheck Performa. Darah diambil dari jari dengan cara dibersihkan dengan alkohol, lalu dipijat atau diurut perlahan kemudian bagian ujung ditusuk dengan jarum. Tetesan darah ditempelkan pada strip glukometer. Kadar glukosa darah akan terukur pada alat setelah 5 detik, dinyatakan dalam mg/dL. Setiap pengukuran glukosa post prandial responden diminta untuk puasa selama kurang lebih 8 jam dan setelah pengukuran menit ke-0 responden diberi makanan terstandar berupa ubi kuning kukus, kacang tanah kulit rebus, pisang tanduk rebus, dan sari kedelai hitam yang setara dengan 50 g karbohidrat dengan nilai energi sebesar 371,5 Kal. Setelah itu, glukosa darah responden diukur pada menit ke 30, 60, 90, 120, dan 150. Data kemudian diolah menggunakan nilai

incremental area under curve (iAUC)

Analisis Plasma Darah Analisis Aktivitas SGOT SGPT

Analisis SGOT dan SGPT dilakukan melalui kerjasama dengan Klinik dr. Katili Bogor. Analisis keduanya menggunakan metode kinetik berdasarkan prosedur standar dari International Federation of Clinical Chemistry and Laboratorium Medicine (IFCC). Reagen AST/GOT dan ALT/GPT dtambahkan pada plasma darah lalu diinjeksikan pada alat RD-60 Semi Auto Biochemistry Analyzer dan dibaca pada panjang gelombang 340 nm. Penentuan hasil analisis dilakukan otomatis oleh alat. Hasil pembacaan absorbansi dilakukan setelah 90 detik (initial absorbance) dan dibaca lagi setelah 30, 60, dan 90 detik setelah initial absorbance. Hasil akhir analisis adalah rata-rata perubahan absorbansi tersebut permenit yang dihitung dengan rumus sebagai berikut: SGOT (U/L) = 1746 x delta

A340nm/menit.

Analisis Kadar MDA Metode TBARS (Modifikasi Singh et al. 2002)

Larutan induk tetra etoksi propane (TEP) konsentrasi 50 nmol/mL dibuat menjadi larutan standar dengan konsentrasi 0,0; 2,0; 4,0; 6,0; 8,0; 10,0; 12,0; 14,0; 16,0; 18,0; 20,0 nmol/mL. Sebanyak 375 µL larutan standar atau plasma darah pada setiap microtube ditambahkan 1,5 mL larutan HCl 0,25 N yang mengandung 15% TCA, 0,38% TBA, dan 0,5% BHT. Campuran dipanaskan dalam waterbath suhu 80oC selama 1 jam. Setelah dingin, campuran disentrifuse 3500 rpm selama 10

menit pada suhu 4oC. Supernatan jernih diambil dan diukur absorbansinya menggunakan microplate reader pada panjang gelombang 540 nm. Hasil absorbansi diplotkan ke kurva standar TEP untuk menghitung kadar MDA plasma.

Analisis Protein Terglikasi/HbA1C Metode ELISA (Zakaria et al. 2014)

Sebanyak 100 µL plasma yang telah diencerkan dengan

(34)

Cairan dalam microplate kemudian dibuang dan dicuci dengan larutan PBST pH 7,4 [larutan PBS dengan 0,05% Tween 20] sebanyak 250 µL/well. Cairan pencuci dibiarkan selama semenit kemudian dibuang. Pencucian dilakukan sebanyak 3 kali.

Skim milk 5% sebagai blocking agent ditambahkan 100 µL di setiap well dan diinkubasi pada suhu 37oC selama 1 jam. Cairan dalam microplate kemudian

dibuang dan dicuci dengan PBST sebanyak 3 kali. Antibodi primer ditambahkan ke dalam setiap well yaitu antibodi monoklonal anti HbA1C manusia yang diproduksi

pada tikus dengan perbandingan 1: 10.000 (v/v) sebanyak 100 µL lalu diinkubasi pada suhu 37oC selama 1 jam. Cairan dalam microplate kemudian dibuang dan dicuci dengan PBST sebanyak 3 kali. Antibodi poliklonal IgG anti-mouse berlabel HRP perbandingan 1 :10.000 (v/v) kemudian ditambahkan sebanyak 100 µL dan diinkubasi pada suhu 37oC selama 1 jam. Cairan dalam microplate kemudian

dibuang dan dicuci dengan PBST sebanyak 3 kali. 50 µ L substrat TMB ditambahkan di ruang gelap dan diinkubasi pada suhu 37oC selama 15 menit. Sebanyak 50 µ L H2SO4 1N dtambahakan sebagai stop solution. Waktu inkubasi

dimulai setelah penambahan setiap larutan pada well terakhir. Intensitas warna yang terbentuk dibaca dengan microplate reader pada panjang gelombang 450 nm.

Analisis Insulin Plasma Metode ELISA (Zakaria et al. 2014)

Analisis insulin plasma dilakukan sama dengan prosedur analisis HbA1C

namun pengenceran plasma dilakukan dengan perbandingan 1 : 1.000 (v/v). Antibodi primer yang digunakan adalah antibodi monoklonal anti insulin manusia yang diproduksi pada tikus dengan perbandingan 1: 12.000 (v/v).

Analisis Senyawa Penanda Inflamasi Metode ELISA (Zakaria et al. 2014) Analisis senyawa penanda inflamasi (IL-6 dan enzim COX-2) dilakukan mengikuti prosedur analisis HbA1C. Untuk analisis IL-6, plasma diencerkan dengan

perbandingan 1 : 500 (v/v) dengan antibodi primer yaitu antibodi monoklonal anti IL-6 manusia yang diproduksi pada tikus [1: 10.000 (v/v)]. Plasma untuk analisis enzim COX-2 diencerkan dengan perbandingan 1 : 700. Antibodi primer yang digunakan adalah antibodi monoklonal anti COX-2 manusia yang diprodukasi pada tikus dengan perbandingan 1 : 500.000 (v/v) dan antibodi poliklonal IgG anti-mouse berlabel HRP dengan perbandingan 1 : 6.000 (v/v).

Analisis Data

(35)

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

Karakteristik Responden

Responden yang terlibat dalam penelitian berada di dua lokasi yaitu Desa Carang Pulang dan Desa Ciherang, Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor. Responden yang tertarik dengan penelitian berjumlah 54 orang tetapi yang menandatangani informed consent berjumlah 40 orang. Responden terbagi menjadi tiga grup yaitu 15 orang untuk grup cinnulin, 14 orang untuk grup teh, dan 11 orang untuk grup kontrol. Hasil cleaning data, diperoleh 33 orang responden yang memiliki data lengkap untuk dianalisis karena dari grup cinnulin dan grup teh masing-masing tiga orang dan empat orang memiliki compliance rate kurang dari 80%. Berdasarkan jenis kelamin, responden terdiri dari 23 wanita dan 10 laki-laki. Responden terbagi menjadi dua kategori usia yaitu dewasa dan lansia menurut WHO. Hasil perhitungan indeks massa tubuh (IMT), responden dikategorikan menjadi kurang, normal dan lebih (Perkeni 2011). Karakteristik responden dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6 Karakteristik responden yang terlibat dalam penelitian

Karakteristik Cinnulin (n=12) Data disajikan dalam bentuk nilai rata-rata ± SD

(36)

diastol. Hipertensi memang umum terjadi pada penderita DMT2. Hasil studi kohort di Amerika menyatakan bahwa penderita hipertensi memiliki risiko penyakit DMT2 2,5 kali lebih tinggi daripada orang dengan tekanan darah normal, dan 50 – 80% penderita DMT2 umumnya juga mengalami hipertensi (Cheung dan Li 2012). Glukosa darah puasa baseline tiap grup diatas nilai batas normal untuk identifikasi

penyakit DMTβ yaitu ≥1β6 mg/dL.

Penghambatan Aktivitas Enzim α-Glukosidase Produk

Enzim α-glukosidase merupakan salah satu enzim yang bekerja dalam metabolism karbohidrat. Enzim ini mengkatalisis pemecahan ikatan 1,4 α-glikosida pada ujung non pereduksi dari maltooligosakarida dengan melepas -D-glukosa. Enzim ini juga melanjutkan kerja enzim α-amilase karena mampu menghidrolisis secara lambat ikatan 1,6-α-D-glukosidik menjadi glukosa (Berdanier et al. 2006). Kedua produk minuman seperti yang terlihat pada Tabel 7, memiliki kemampuan menghambat aktivitas enzim α-glukosidase yang cukup tinggi yaitu sebesar 93,35% sampai 98,69%.

Senyawa yang dapat menghambat aktivitas enzim α-glukosidase diantaranya adalah naringenin, kaemferol, luteolin, apigenin, katekin, epikatekin, diadzein, dan epigalokatekin galat (Tadera et al. 2006). Katekin, epikatekin, dan epigalogkatekin galat merupakan senyawa polifenol yang terdapat di dalam teh yang menyebabkan teh memiliki kemampuan menghambat aktivitas enzim alfa glukosidase yang cukup tinggi. Kwon et al. (2006) melaporkan bahwa teh hitam dapat menghambat aktivitas enzim α-glukosidase sebesar 90%. Penambahan

cinnulin pada minuman instan menunjukkan kemampuan penghambatan yang lebih besar. Shihabudeen et al. (2011) melaporkan bahwa ekstrak metanol kayu manis memiliki kemampuan penghambatan aktivitas enzim α-glukosidase dengan nilai IC50 sebesar 5,8γ μg/ml. Senyawa yang terlibat dalam penghambatan tersebut

adalah tanin, flavonoid, glikosida, terpenoid, koumarin, dan antrakuinon. Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa perbedaan suhu dan volume air dalam proses penyeduhan minuman memberikan persen penghambatan yang berbeda nyata yang dapat dilihat pada Lampiran 2.

Tabel 7 Karakteristik produk minuman instan

(37)

Penghambatan Radikal Bebas Produk

Kemampuan suatu bahan dalam menghambat radikal bebas menunjukkan kapasitas antioksidan yang terkandung di dalam bahan tersebut. Hasil penghambatan radikal bebas produk dengan metode DPPH dapat dilihat pada Tabel 7. Minuman cinnulin memiliki kapasitas antioksidan yang jauh lebih besar daripada minuman teh, yaitu setara dengan 2000 ppm asam askorbat. Su et al. (2007) melaporkan bahwa kayu manis memiliki kemampuan mengikat radikal bebas paling baik dibandingkan beberapa rempah lainnya seperti lada hitam, pala, dan oregano. Konsentrasi ekstrak kayu manis sebesar 10 μg/mL mampu mengikat 50% senyawa radikal DPPH. Senyawa polifenol yang banyak terdapat di teh maupun kayu manis merupakan senyawa antioksidan. Keberadaan senyawa polifenol inilah yang menyebabkan produk minuman memiliki kapasitas antioksidan yang cukup tinggi. Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa perbedaan suhu dan volume air seduhan mempengaruhi kapasitas antioksidan produk minuman seperti yang terlihat pada Lampiran 5.

Total Fenol

Fenol merupakan senyawa yang mengandung gugus hidroksil pada cincin fenil, sedangkan polifenol mengandung arti senyawa kimia yang memiliki banyak gugus fenol. Pengukuran total fenol diharapkan dapat memberikan gambaran kasar senyawa polifenol di dalam produk. Tabel 7 menunjukkan bahwa minuman

cinnulin memiliki kadar total fenol yang lebih tinggi dibandingkan minuman teh. Volume air seduhan berpengaruh terhadap kadar total fenol minuman dimana semakin banyak volume air seduhan yang digunakan maka kadar total fenol produk minuman akan semakin kecil. Hasil analisis ragam total fenol produk minuman instan dapat dilihat pada Lampiran 5. Su et al. (2011) melaporkan bahwa kayu manis mengandung kadar total fenol sebesar 186 mg GE/g. Sedangkan teh hitam mengandung senyawa fenolik sebesar 35 – 40 mg/g (Moraes de Souza et al. 2008). Oleh karena itu, minuman yang diperkaya cinnulin memiliki senyawa fenolik yang lebih tinggi daripada minuman teh. Produk minuman teh mengandung 28,75–41,86 mg senyawa fenolik dalam setiap kemasan, sedangkan minuman kayu manis mengandung 95,72 – 110,06 mg senyawa fenolik dalam setiap kemasan.

Profil Glukosa Post Prandial

(38)

minuman cinnulin maupun teh belum dapat memperbaiki profil glukosa pp responden. Hal ini terlihat dari meningkatnya nilai iAUC setelah intervensi oleh produk. Penurunan nilai iAUC hanya terjadi pada perlakuan minuman cinnulin

pada menit ke 0 – 30 walaupun penurunan tersebut tidak berbeda nyata. Hal ini menandakan minuman cinnulin memperlambat pencernaan karbohidrat menjadi glukosa selama 30 menit, tetapi setelah itu perubahan karbohidrat menjadi glukosa terjadi lebih cepat. Grup kontrol sebaliknya, selalu mengalami penurunan kadar glukosa pp di setiap menit pengukuran sehingga nilai iAUC juga mengalami penurunan namun penurunan tersebut tidak berbesa secara nyata.

Tabel 8 Komposisi makanan tersandar yang diberikan ke responden (TKPI 2009)

Jenis makanan Porsi diperoleh Hlebowizc et al. (2007 dan 2009) dan Bernardo et al. (2015) tetapi pada penelitian ini, minuman cinnulin tidak mengubah pola glukosa pp bahkan pola mengalami sedikit peningkatan. Grup minuman cinnulin mengalami peningkatan nilai iAUC yang signifikan pada menit ke 60 – 90 dan menit ke 90 – 120. Magistrelli dan Chezem (2012) menyatakan bahwa responden yang diberi sereal dengan tambahan 6 gram kayu manis cenderung memiliki kadar glukosa darah yang lebih tinggi pada menit ke 90 dan 120 dengan peningkatan yang signifikan pada menit ke 120 dan diduga disebabkan oleh variasi dan metode pengolahan makanan yang diberikan. Hal lain yang diduga sebagai penyebab perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah metode dalam menentukan waktu pengukuran. Umumnya analisis glukosa pp dilakukan sesaat setelah responden diberi produk uji (minuman cinnulin dan teh) sedangkan pada penelitian ini pengukuran glukosa pp dilakukan sebelum dan sesudah intervensi dilakukan tanpa pemberian produk minuman saat pengukuran dilakukan.

(39)

Tabel 9 Nilai incremental area under curve (iAUC) tiap perlakuan Waktu

(menit) Fase Cinnulin (n=12) Teh (n=10) Kontrol (n=6) p-value

0 – 30

Sebelum 2348,5±3624,5 706,5±823,3 2197,5±1314,5 0,027

Sesudah 1748,8±1896,0 2650,5±2524,6 842,5±395,1 0,255

Perubahan -599,7 1944,0 -1355,0 0,080

p-value 0,505 0,074 0,085

30 – 60

Sebelum 2376,3±1351,7 1707,0±1031,9 3040,0±867,5 0,097 Sesudah 2691,3±1815,2 4150,5±2660,2 2130,0±822,1 0,125 Perubahan 315,0 2443,5 -910,0 0,044*

p-value 0,630 0,131 0,211

60 – 90

Sebelum 2325,0±1045,8 2316,0±900,5 3472,5±957,2 0,055 Sesudah 3332,5±1571,3 4354,5±2729,0 2430,0±968,4 0,167

Perubahan 1007,5 2038,5 -1042,5 0,060

p-value 0,010* 0,074 0,177

90 – 120

Sebelum 1648,8±1212,4 1797,0±844,8 3182,5±836,5 0,016* Sesudah 3156,3±1721,5 3726,0±2954,4 2027,5±1251,0 0,311

Perubahan 1507,5 1929,0 -1155,0 0,042*

p-value 0,036* 0,059 0,118

120 – 150

Sebelum 1520,0±1556,4 1468,5±761,4 2472,5±1038,9 0,240 Sesudah 2361,3±1699,3 3012,0±2924,5 1392,5±1214,6 0,388

Perubahan 841,3 1543,5 -1080,0 0,127

p-value 0,296 0,241 0,130

Total

Sebelum 10218,5±8015,3 7995,0±3753,3 14365,0±3736,2 0,023*

Sesudah 13290,1±7871,6 17893,5±16600,3 8822,5±4305,7 0,177

Perubahan 3071,5 9898,5 -4882,5 0,065

p-value 0,480 0,059 0,120

Data disajikan dalam bentuk nilai rata-rata ± SD

Nilai p-value yang dicetak tebal dianalisis menggunakan uji non parametrik Wilcoxon untuk pengaruh perlakuan dalam grup (sebelum dan sesudah) dan uji Kruskal Wallis untuk antar grup perlakuan.

Hasil analisis sidik ragam terhadap ketiga perlakuan di setiap menit pengukuran menunjukkan bahwa perubahan pola glukosa pp berbeda secara nyata pada menit ke 30 – 60 dan menit ke 90 – 120 dimana perubahan kadar glukosa darah grup kontrol berbeda dengan grup minuman teh tetapi tidak berbeda dengan grup minuman cinnulin pada menit ke 30 – 60. Pada menit ke 90 – 120, grup

(40)

Gambar 8 Perubahan glukosa darah pada setiap waktu pengukuran. Warna biru: cinnulin, merah: teh, hijau: kontrol.

Kadar SGOT SGPT Plasma

SGOT (serum glutamic-oxaloacetic transaminase) dan SGPT (serumglutamic-pyruvic transaminase) merupakan parameter yang umum digunakan untuk melihat tingkat kerusakan hati dimana semakin tinggi nilai keduanya menunjukkan semakin banyak sel hati yang mengalami kerusakan. Hati merupakan organ tubuh yang penting dan memiliki fungsi yang kompleks yaitu berperan dalam metabolisme karbohidrat, lemak, protein, dan sebagai tempat penyimpanan vitamin dan besi. Beberapa faktor yang dapat menyebabkan kerusakan hati adalah kekurangan zat gizi (sistein, tokoferol, dan vitamin B kompleks), kekurangan oksigen, konsumsi alkohol berlebih, virus, obat-obatan, senyawa radikal, dan aflatoksin (Guyton & Hall 2008). Sebanyak 20% penderita DMT2 dilaporkan mengalami disfungsi hati akibat terjadi perlemakan hati yang dipicu dari tingginya kadar glukosa darah. Kategori penentuan nilai SGOT dan SGPT adalah sebagai berikut : SGOT dikatakan normal jika memiliki rentang nilai 0 – 37 U/L untuk laki-laki dan 0 – 32 U/L untuk perempuan. Sedangkan untuk nilai normal SGPT berada pada kisaran 0 – 42 U/L untuk laki-laki dan 0 – 32 U/L untuk perempuan.

Tabel 8 Hasil analisis nilai SGOT dan SGPT tiap grup perlakuan

Parameter Fase Kayu Manis (n=12)

Teh

(n=10) p-value SGOT

(U/L)

Sebelum 16,33±7,84 21,60±11,82 0,228 Sesudah 14,25±6,48 22,80±13,59 0,043*

p-value 0,048* 0,575

SGPT (U/L)

Sebelum 23,92±17,02 36,90±24,10 0,036* Sesudah 20,58±07,98 32,60±22,29 0,314

p-value 0,624 0,185

Gambar

Tabel 1 Kriteria laboratorium untuk diagnosis diabetes melitus (ADA 2014)
Gambar 1 Kurva tes toleransi glukosa (King 2016)
Tabel 2 Pengaruh kayu manis terhadap pola glukosa post prandial
Gambar 2 Struktur polimer polifenol tipe A pada ekstrak larut air kayu manis
+7

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan teori Christaller yang dimaksud tempat yang sentral dapat berupa : kota-kota besar, pasar (pusat perbelanjaan), rumah sakit, dan sebagainya

These codes were: Leadership in Energy and Environmental Design (LEED) – US Green Building Council USA; Green Mark – Singapore; Green Neighbourhoods Planning and

Saya mampu menyelesaikan tugas sesuai dengan jumlah yang ditetapkan.. Hasil pekerjaan yang telah saya kerjakan sesuai dengan standar yang ditentukan

berikut : (1) Manfaat bagi kalangan akademisi sebagai berikut : (a) memberi masukan bagi riset-riset/penelitian di bidang Manajemen Pemasaran terkait dengan kualitas

Pengertian respirasi secara umum merupakan salah satu gejala fisiologis makhluk hidup untuk memperoleh energi dengan cara pembongkaran sari makanan

Komp. Multatuli Indah Blok FF No. PANCAKE.. Sun Plaza

Dapat disimpulkan bahwa bisnis fashion muslimah “Butik Amalia” adalah bisnis yang menarik untuk dijalankan (Tabel 4. 3 Five. Forces Model). Dari tiga lingkungan yang

Dari hasil pengamatan dan penelitian awal yang telah dilakukan, permasalahan utama yang terdapat di Perusahaan Mie Sumber Rasa adalah adanya gagal produksi atau cacat (mie yang