• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pemuliaan Jamur Tiram Putih Dan Peningkatan Produksi Dengan Memanfaatkan Substrat Sisa Budi Dayanya

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pemuliaan Jamur Tiram Putih Dan Peningkatan Produksi Dengan Memanfaatkan Substrat Sisa Budi Dayanya"

Copied!
77
0
0

Teks penuh

(1)

PEMULIAAN JAMUR TIRAM PUTIH DAN PENINGKATAN

PRODUKSI DENGAN MEMANFAATKAN SUBSTRAT SISA

BUDI DAYANYA

EKA WIJAYANTI

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Pemuliaan Jamur Tiram Putih dan Peningkatan Produksi dengan Memanfaatkan Substrat Sisa Budi Dayanya adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Oktober 2016

(4)

RINGKASAN

EKA WIJAYANTI. Pemuliaan Jamur Tiram Putih dan Peningkatan Produksi dengan Memanfaatkan Substrat Sisa Budi Dayanya. Dibimbing oleh LISDAR I SUDIRMAN dan DEDY DURYADI SOLIHIN.

Jamur tiram yang memiliki kisaran tubuh buah berwarna putih terdiri dari beberapa spesies diantaranya Pleurotus ostreatus, Pleurotus populinus dan Pleurotus pulmonarius. Jamur tiram putih paling populer di Indonesia dibandingkan jamur tiram spesies lain seperti tiram kuning (Pleurotus citrinipileatus), tiram merah muda (Pleurotus flabellatus), tiram abu-abu (Pleurotus sajor-caju) dan tiram cokelat (Pleurotus cystidiosus). Jamur tiram putih memiliki banyak manfaat diantaranya sebagai anti tumor, antioksidan, probiotik serta dapat menurunkan kolesterol. Kemampuan pertumbuhan jamur tiram putih sangat dipengaruhi oleh suhu, dan suhu optimum untuk pertumbuhan jamur tiram putih adalah 25-28 oC untuk fase vegetatif dan untuk fase generatif adalah untuk mendapatkan isolat hibrid yang tahan pada suhu tinggi

Di Indonesia, umumnya jamur tiram putih dibudidayakan menggunakan media serbuk gergajian kayu sengon (Paraserianthes falcataria) (SGKS). Pada akhir produksi jamur, media sisa pertumbuhan jamur atau spent mushroom substrates (SMS) biasanya hanya dimanfaatkan untuk media tumbuh cacing dan pakan ternak, padahal SMS masih mengandung bahan organik yang cukup tinggi. Oleh karena itu, tujuan kedua dari penelitian ini adalah pemanfaatan kembali SMS untuk meningkatkan produksi tubuh buah jamur.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari keempat isolat yang digunakan dalam penelitian ini (BNK, AMD, BBR dan CSR), produktivitas isolat BNK dan AMD lebih unggul dibandingkan isolat BBR dan CSR. Bentuk spora isolat BNK adalah elongate, sedangkan ketiga isolat yang lain adalah cylindrical. Dari hasil isolasi spora tunggal didapatkan 9 isolat monokarion dari BNK, 0 isolat monokarion dari AMD, 6 isolat monokarion dari BBR dan 7 isolat monokarion dari CSR. Sebanyak 22 isolat monokarion tersebut diseleksi pada suhu 35 oC sebagai penampisan apakah isolat tersebut tahan terhadap panas. Didapatkan hasil hanya ada 3 isolat monokarion dari BNK (BNK2, BNK7 dan BNK8), 5 isolat monokarion dari BBR (BBR4, BBR5, BBR7, BBR15 dan BBR16) dan 1 isolat monokarion dari CSR (CSR5) yang mampu tumbuh pada suhu tinggi (35 oC).

(5)

dibandingkan dengan isolat hibrid yang lain yaitu 0.22 cm/hari. Isolat hibrid BB48 dan kedua induk dari isolat tersebut (BNK dan BBR) kemudian dibudidayakan pada suhu tinggi dan produktivitas diantara ketiganya dibandingkan.

Berdasarkan data budi daya isolat hibrid BB48 dan kedua induk (BNK dan BBR) pada suhu tinggi (35 oC) diketahui bahwa produktivitas isolat hibrid BB48 lebih rendah dari produktivitas kedua induknya. Pada penelitian ini juga dilihat perbedaan produktivitas isolat BNK dan BBR pada suhu ruang (27.5-29 oC) dan suhu tinggi (35 oC). Produktivitas isolat BNK yang ditumbuhkan pada suhu ruang lebih baik dan berbeda nyata (p<0.05) terhadap produktivitas isolat BNK pada 35 o

C, sedangkan produktivitas isolat BBR yang ditumbuhkan pada suhu ruang dan suhu 35 oC tidak berbeda nyata (p>0.05). Hal ini dapat disimpulkan bahwa isolat BBR memiliki kisaran suhu pertumbuhan yang lebih luas dibandingkan isolat BNK.

Analisis molekular dilakukan pada isolat hibrid dengan kode BC165 yang merupakan persilangan dari monokarion induk BBR16 dengan CSR5. Hasil analisis molekular menunjukkan bahwa isolat hibrid BC165 memiliki hubungan kekerabatan lebih dekat dengan CSR dari pada BBR.

Media Spent Mushroom Substrate (SMS) masih mengandung cukup nutrisi untuk digunakan sebagai media budi daya jamur tiram, yaitu masih mengandung 10.98% lignin dan 42.20% selulosa. Oleh karena itu, SMS dari sisa media budi daya jamur tiram putih isolat BNK setelah 3 kali panen dapat digunakan kembali sebagai media budidaya jamur tiram putih isolat BNK. Penambahan SMS sebanyak 25-75% dari campuran SMS dan serbuk gergajian kayu sengon (SGKS) baru dapat meningkatkan produksi tubuh buah jamur.

(6)

SUMMARY

EKA WIJAYANTI. White Oyster Mushroom Breeding and Production Increase Using Spent Mushroom Substrate (SMS). Supervised by LISDAR I SUDIRMAN and DEDY DURYADI SOLIHIN.

Oyster mushroom species with white fruit body are among others Pleurotus ostreatus, Pleurotus populinus and Pleurotus pulmonarius which are the most popular ones in Indonesia compared to other species such as yellow oyster mushroom (Pleurotus citrinipileatus), pink oyster mushroom (Pleurotus flabellatus), gray oyster mushroom (Pleurotus sajor-caju) and brown oyster mushroom (Pleurotus cystidiosus). White oyster mushroom brings about numerous benefits, including as anti-tumor, anti-oxidant, and probiotic, in addition to its ability to decrease cholesterols. The growth of white oyster mushroom is highly influenced by temperature where the optimum temperature for which is 25-28 °C during vegetative phase and 21-28 °C during generative phase, depending on the species (P. ostreatus var. florida and other P. ostreatus strains, 14 to 18 oC; P. sajor-caju, 20 to 24 oC; and P. cystidiosus, 26 to 28 oC). Air temperature in eastern Indonesia is relatively higher than other regions. Therefore, to obtain white oyster mushroom resistant to high temperature is by screening white oyster mushroom resistant to temperature stress up to 35 °C or through fusion between two monokaryon myceliums which was resistent to high temperature stress. This study aimed to obtain hybrid isolate resistant to high temperature (35 oC).

In Indonesia, white oyster mushrooms are commonly cultivated in Paraserianthes falcataria sawdust (known as SGKS) and after harvesting the spent mushroom substrate (SMS) is only used for worm growth media and livestock feed. SMS, however, still contains high organic matters. Therefore, the second study aimed to re-use SMS to increase mushroom fruit body production.

Study result indicates that out of four isolates used (i.e. BNK, AMD, BBR, and CSR) isolate BNK and AMD showed higher productivity than that of BBR and CSR. The spore shape of BNK is elongate while the spore shape of the three others is cylindrical. Single spore isolation process resulted in 9 monokaryon isolates from BNK, 0 from AMD, 6 from BBR, and 7 from CSR; all of which were then screened at temperature 35 °C to determine whether the isolates are resistant to high temperature. The screening indicated that 3 monokaryon isolates from BNK (i.e. BNK2, BNK7, and BNK8), 5 from BBR (i.e. BBR4, BBR5, BBR7, BBR15, and BBR16), and 1 from CSR (i.e. CSR5) are capable of growing at high temperature (35 °C).

(7)

According to BB48, BNK, and BBR cultivation data, the productivity of

hybrid isolate BB48 at high temperature is not higher than its parents’. The present study also observed the difference between the productivity of both BNK and BBR at room temperature (27.5-29 °C) and at high temperature (35 °C). BNK productivity at room temperature was significantly higher (p<0.05) than that of at high temperature, while BBR productivity at room temperature and high temperature was not significantly different (p>0.05); meaning that isolate BBR has wider temperature range to grow than isolate BNK.

Hybrid isolate BC165, which was the result of breeding between monokaryon isolate BBR16 and CSR5, was molecularly analyzed. The result of which indicated that BC165 is genetically closer to CSR than BBR.

Spent Mushroom Substrate (SMS) still contains enough organic matters as medium for oyster muhsroom cultivation, which was contains 10.98% lignin and 42.20% celullose. Therefore, SMS of BNK white oyster mushroom cultivation after third harvest could be reused as a substrates for BNK oyster mushroom cultivation and the mixed substrates with 25-75% SMS (F2-F4) increasing the fruit body yield of BNK white oyster mushroom.

Key words: breeding, high temperature, productivity, spent mushroom substrate (SMS), white oyster mushroom

(8)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

(9)

PEMULIAAN JAMUR TIRAM PUTIH DAN PENINGKATAN

PRODUKSI DENGAN MEMANFAATKAN SUBSTRAT SISA

BUDI DAYANYA

EKA WIJAYANTI

Tesis

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister sains

Pada

Program Studi Mikrobiologi

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(10)
(11)
(12)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Penelitian yang dilaksanakan dari bulan September 2014 sampai dengan Juli 2016 ini berjudul Pemuliaan Jamur Tiram Putih dan Peningkatan Produksi dengan Memanfaatkan Substrat Sisa Budi Dayanya.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Prof Dr Ir Lisdar I Sudirman dan Bapak Dr Ir Dedy Duryadi Solihin, DEA selaku pembimbing yang telah banyak memberikan bimbingan dan arahan. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada penguji luar komisi Bapak Dr Ir Aris Tjahjoleksono, DEA dan Ketua Program Studi Mikrobiologi Ibu Prof Dr Anja Meryandini, MS atas saran dan nasehatnya. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Bapak Prof Dr Ir Suharsono, DEA sebagai Kepala PPSHB IPB yang telah memberikan fasilitas laboratorium.

Ungkapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada kedua orang tua (Bapak Soenarto dan Ibu Sri Utami) dan adek (Khoriq Agung Santoso) atas doa, pengorbanan, keikhlasan, nasehat dan kasih sayangnya. Selain itu juga, ucapan terima kasih disampaikan kepada Pak Iwa, Pak Engkus, Pak Kusnadi, Pak Pras yang telah membantu selama penelitian; teman-teman satu bimbingan (Mbk Heny, Pak Heri, Septi, Mbak Nita, Mbak Lilis, Mbak Gina, dan ibu Ani) sebagai tempat bertanya dan berdiskusi; teman-teman Mikrobiologi 2012 (Genap dan Ganjil) atas kebersamaannya; teman-teman kos WISMA SEROJA; teman-teman alumni UNY di IPB; teman-teman HIMAWIPA; dan buat semua pihak yang telah banyak memberikan bantuan.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Oktober 2016

(13)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL xi

DAFTAR GAMBAR xi

DAFTAR LAMPIRAN xii

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Tujuan Penelitian 2

Manfaat Penelitian 2

METODE PENELITIAN 2

Waktu dan Tempat Penelitian 2

Isolat 3

Seleksi Isolat Jamur Tiram Putih Tahan Suhu Tinggi 3

Analisis Molekular Isolat Monokarion, Dikarion dan Hasil Persilangan 5 Pemanfaatan Substrat Sisa atau Spent Mushroom Substrat (SMS) 6

Analisis Data 7

Alur Penelitian 8

HASIL DAN PEMBAHASAN 9

Produksi Tubuh Buah Jamur Tiram Putih Isolat BNK, AMD, BBR

dan CSR pada Suhu Ruang 9

Ukuran dan Bentuk Spora 14

Isolasi Spora Tunggal 15

Karakterisasi Pertumbuhan Miselium Isolat Dikarion dan Monokarion 16

Persilangan (Mating) 17

Produksi Tubuh Buah Jamur Tiram Putih Isolat Hibrid (BB48) dan

Isolat Induk (BNK dan BBR) pada Suhu Tinggi (35 oC) 20

Analisis Molekular 23

Produksi Tubuh Buah Jamur Tiram Putih Isolat BNK Menggunakan

Media Spent Mushroom Substrat pada Suhu Ruang 26

SIMPULAN DAN SARAN 30

Simpulan 30

Saran 31

DAFTAR PUSTAKA 31

LAMPIRAN 35

(14)

DAFTAR TABEL

1 Isolat jamur tiram putih yang digunakan dalam penelitian 3 2 Formula lima media yang digunakan dalam budi daya isolat BNK (%

berat kering) 7

3 Karakteristik pertumbuhan miselium jamur tiram putih isolat dikarion

dan monokarionnya pada media PSA 16

4 Persilangan antara isolat monokarion BNK dan BBR 17 5 Persilangan antara isolat monokarion BNK dan CSR 18 6 Persilangan antara isolat monokarion BBR dan CSR 18 7 Karakteristik pertumbuhan miselium jamur tiram putih isolat dikarion

hasil persilangan (hibrid) pada media PSA 19 8 Jarak genetik p-distance antara keenam isolat jamur tiram putih 25 9 Kandungan lignin dan selulosa pada SGKS dan SMS 27

DAFTAR GAMBAR

1 Alur penelitian 8

2 Bobot basah tubuh buah (BB) dan efisiensi biologi (EB) jamur tiram putih isolat induk (BNK, AMD, BBR dan CSR) pada suhu ruang 10 3 Fase pertumbuhan jamur tiram putih isolat induk (BNK, AMD, BBR

dan CSR) pada suhu ruang 11

4 Laju produktivitas (LP) jamur tiram putih isolat induk (BNK, AMD,

BBR dan CSR) pada suhu ruang 12

5 Jumlah tudung jamur (JT) dan diameter tudung jamur (DT) jamur tiram putih isolat induk (BNK, AMD, BBR dan CSR) pada suhu ruang 13 6 Panjang (P), lebar (L) dan rasio P/L spora jamur tiram putih isolat induk

(BNK, AMD, BBR dan CSR) 14

7 Spora jamur tiram putih (a) isolat BNK, (b) isolat AMD, (c) isolat BBR

dan (d) ioslat CSR 15

8 Morfologi koloni miselium jamur tiram putih 19 9 Bobot basah tubuh buah (BB) dan efisiensi biologi (EB) jamur tiram

putih isolat hibrid (BB48) dan isolat induk (BNK dan BBR) pada suhu

35 oC 20

10 Fase pertumbuhan jamur tiram isolat hibrid (BB48) dan isolat induk

(BNK dan BBR) pada suhu 35 oC 21

11 Laju produktivitas (LP) jamur tiram putih isolat hibrid (BB48) dan isolat induk (BNK dan BBR) pada suhu 35 oC 22 12 Jumlah tudung jamur (JT) dan diameter tudung jamur (DT) jamur tiram

putih isolat hibrid (BB48) dan isolat induk (BNK dan BBR) pada suhu

35 oC 23

13 Hasil elektroforesis ekstrak DNA jamur tiram putih isolat BBR, CSR,

(15)

14 Hasil amplifikasi DNA jamur tiram putih isolat BBR, CSR, BBR15, BBR16 dan CSR5 dengan metode PCR menggunakan primer LR12R

dan 5SRNA 24

15 Pohon kekerabatan jamur tiram putih isolat BBR, CSR, BBR15,

BBR16 dan CSR5 26

16 Bobot basah tubuh buah (BB) dan efisiensi biologi (EB) jamur tiram

putih isolat BNK pada 5 kombinasi media 27

17 Fase pertumbuhan jamur tiram putih isolat BNK pada 5 kombinasi

media 28

18 Laju produktivitas (LP) jamur tiram putih isolat BNK pada 5 kombinasi

media 29

19 Jumlah tudung (JT) dan diameter tudung (DT) jamur tiram putih isolat

BNK pada 5 kombinasi media 30

DAFTAR LAMPIRAN

1 Komposisi media pertumbuhan jamur 37

2 Hasil uji statistik parameter pengamatan pada produksi tubuh buah jamur tiram putih isolat BNK, AMD, BBR dan CSR pada suhu ruang 38 3 Terminologi kriteria bentuk spora berdasarkan ukuran rasio P/L spora 42 4 Hasil uji statistik panjang (P), lebar (L) dan rasio P/L spora jamur tiram

putih isolat BNK, AMD, BBR dan CSR pada suhu ruang 43

5 Karakteristik morfologi miselium 45

6 Hasil uji statistik parameter pengamatan pada produksi tubuh buah jamur tiram putih isolat hibrid BB48 dan isolat induk (BNK dan BBR)

pada suhu 35 oC 46

7 Data suhu fase reproduktif isolat hibrid (Perlakuan 35 oC) 50 8 Pengeditan sekuen nukleotida menggunakan software MEGA 4.00 52 9 Urutan sekuen nukleotida isolat jamur tiram putih hasil editing 55 10 Hasil uji statistik parameter pengamatan pada produksi tubuh buah

jamur tiram putih isolat BNK dengan menggunakan 5 formulasi media

pada suhu ruang 58

(16)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Jamur tiram putih adalah jamur pelapuk kayu yang merupakan jamur pangan dan telah umum dibudidayakan di banyak negara (Chang & Miles 2004). Beberapa tubuh buah jamur tiram memiliki warna putih diantaranya Pleurotus ostreatus dengan kisaran warna putih sampai abu-abu, Pleurotus populinus warna putih sampai kemerah-merahan dan Pleurotus pulmonarius memiliki warna putih pucat (MAMI 2016). Produksi jamur tiram putih menempati urutan ketiga setelah jamur kancing putih dan shiitake (Gyorfi & Hadju 2007). Selain sebagai jamur pangan, jamur tiram putih berkhasiat sebagai anti t umor, antioksidan, probiotik (Synytsya et al. 2009) dan dapat men,lurunkan kolesterol (Chang & Miles 2004). Jamur tiram putih juga mempunyai kemampuan adaptasi yang tinggi terhadap kondisi lingkungan, tidak mudah terserang penyakit serta biaya produksinya rendah (Bonatti 2004; Synytsya et al. 2009). Di Indonesia sendiri, jamur tiram putih merupakan jamur yang paling banyak dibudidayakan, sedangkan spesies lain seperti Pleurotus citrinipileatus (tiram kuning), Pleurotus flabellatus (tiram merah muda), Pleurotus sajor-caju (tiram abu-abu), dan Pleurotus cystidiosus (tiram cokelat) kurang populer.

Jamur tiram putih merupakan organisme yang kemampuan hidupnya bergantung pada faktor lingkungan. Salah satu faktor lingkungan yang sangat berpengaruh terhadap daya tumbuhnya adalah suhu. Umumnya jamur tiram putih tumbuh baik pada kisaran suhu 25-28 oC untuk fase vegetatif dan untuk fase generatif berkisar antara 10-28 oC, tergantung pada spesiesnya (P. ostreatus var. Florida dan strain P.ostreatus yang lain adalah 14-18 oC; P.sajor-caju adalah 20-24 oC sedangkan P.cystidiosus adalah 26-28 oC (Chang & Miles 2004). Akan tetapi suhu udara di Indonesia timur relatif lebih tinggi. Oleh karena itu, salah satu cara untuk mendapatkan jamur tiram putih yang mampu tumbuh optimal pada suhu tinggi adalah dengan cara persilangan.

Persilangan jamur pangan dapat dilakukan dengan beberapa cara, termasuk fusi antara miselium monokarion, fusi protoplasma dan transformasi rekayasa genetika. Persilangan dengan cara fusi antara dua miselium monokarion merupakan cara yang tepat dalam pemuliaan jamur pangan secara komersial karena praktis dan terjangkau dari segi ekonomi. Kim et al. (2011) menyatakan bahwa persilangan jamur pangan untuk mendapatkan kultivar baru dalam skala besar dilakukan dengan cara fusi antara miselium monokarion. Hasil penelitian Gaitan-Hernandez & Salmones (2008) juga telah didapatkan varietas Pleurotus ostreatus yang dapat dibudidayakan pada suhu hangat (27 oC) dengan cara fusi antara miselium monokarion.

(17)

merupakan produk sampingan dari budi daya jamur yang masih mengandung bahan material organik yang tinggi meliputi C organik total, N total, NH4+, NO3-, P, K, Ca, Mg, Na, Fe, Cu, Mn dan Zn. Selain bahan organik, SMS juga mengandung selulosa, hemiselulosa dan lignin (Fujihira et al. 1995; Cheung 1997).

Budi daya jamur tiram merupakan salah satu cara untuk mengolah limbah lignoselulosa yang ada dilingkungan (Sanchez 2010). Akhir-akhir ini sudah banyak penelitian mengenai pemanfaatan SMS untuk budi daya jamur, diantaranya: limbah sisa budi daya Agaricus dimanfaatkan untuk budi daya Lentinula sp (Kilpatrick et al. 2000) dan Volvariella sp. (Poppe 2000); limbah sisa budi daya Hypsizigus marmoreus dimanfaatkan untuk budi daya Pleurotus ostreatus (Wang et al. 2015) serta limbah sisa budi daya Lentinus edodes dimanfaatkan untuk budi daya Pleurotus sp. (Rinker 2002).

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan isolat hibrid yang tahan pada suhu tinggi (35 oC) dan pemanfaatan kembali substrat sisa jamur atau spent mushroom substrates (SMS) untuk meningkatkan produksi tubuh buah jamur.

Manfaat Penelitian

Pada penelitian ini diharapkan menghasilkan isolat jamur tiram putih yang dapat tumbuh optimal pada suhu tinggi (35 oC) sehingga dapat dibudidayakan secara luas di daerah-daerah lain di Indonesia. Selain itu juga, meningkatkan produksi tubuh buah jamur dengan memanfaatkan substrat sisa jamur atau spent mushroom substrates (SMS).

METODE PENELITIAN

Waktu dan Tempat Penelitian

(18)

Isolat

Isolat jamur yang digunakan dalam penelitian ini adalah jamur tiram putih isolat BNK, AMD, BBR dan CSR yang merupakan koleksi Laboratorium Genetika Jamur dan Bioprospek, Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati dan Bioteknologi (PPSHB) IPB (Tabel 1). Masing-masing isolat merupakan hasil kultur jaringan dari tubuh buah jamur.

Tabel 1 Isolat jamur tiram putih yang digunakan dalam penelitian

Kode Nama Sumber

BNK Supermarket, Bangkok, Thailand AMD Petani, Bagian Mikologi Biologi IPB BBR Petani Bibrik, Madiun

CSR Petani, Cisarua, Sukabumi

Seleksi Isolat Jamur Tiram Putih Tahan Suhu Tinggi

Peremajaan Isolat Jamur

Bibit jamur masing-masing isolat dibuat dengan menggunakan biji jagung. Sebanyak 1 kg biji jagung direbus dengan 450 mL akuades hingga setengah keras, selanjutnya 185 g biji jagung setengah keras dimasukan dalam botol kaca dan disterilisasi menggunakan autoklaf (suhu 121 oC, tekanan 1.5 bar) selama 20 menit. Biji jagung yang telah steril diinokulasi dengan isolat setiap jamur hasil peremajaan, selanjutnya diinkubasi pada suhu ruang ( 27.5-29 oC) hingga seluruh media jagung dipenuhi miselium jamur.

Budi Daya Jamur Tiram Putih Isolat BNK, AMD, BBR dan CSR

Empat isolat jamur tiram putih dibudidayakan pada media serbuk gergajian kayu sengon (SGKS) yang ditambah dengan 15% dedak padi, 1.5% gipsum dan 1.5% kapur (CaCO3), kemudian dicampur dengan air sumur hingga kadar airnya mencapai sekitar 70-75% (Sudirman et al. 2011). Sebanyak 500 g media dimasukkan ke dalam plastik polietilena (30 x 20 cm), kemudian disterilisasi menggunakan autoklaf (suhu 121 oC, tekanan 1.5 bar) selama 30 menit. Setiap isolat masing-masing dibuat 10 ulangan. Media yang telah steril diinokulasi dengan bibit jamur setiap isolat sebanyak 2 sendok teh per kantong secara aseptik. Kantong plastik berisi bibit jamur diinkubasi pada suhu ruang (27.5-29 oC) dalam kondisi gelap.

(19)

diameter tudung jamur (DT). FV dihitung sejak awal inokulasi bibit jamur sampai miselium memenuhi seluruh permukaan media sampai kantung dibuka, sedangkan FG dihitung pada saat kantong plastik dibuka (akhir FV) sampai akhir panen yang ditandai dengan tidak munculnya kembali tubuh buah jamur dan susutnya kantong media. MPP adalah total dari FV dan FG. LP dihitung berdasarkan rataan total BB dibagi MPP (Sudirman LI 2014, komunikasi pribadi). EB = (bobot basah tubuh buah/bobot basah media x 100%) x 4 (Stamets 1993).

Isolasi Spora Tunggal

Spora diperoleh dengan cara membuat jejak spora yang berasal dari bagian tudung jamur (pileus) dari masing-masing keempat isolat jamur tiram putih yang digunakan. Tudung jamur dipotong dari tangkainya, kemudian diletakkan dengan posisi telungkup di atas kertas karton warna hitam dan dibiarkan selama semalam hingga terbentuk jejak spora. Jejak spora yang terbentuk selanjutnya diambil sebanyak 1 ose dan diencerkan menggunakan akuades steril hingga pengenceran 10-6.Masing-masing sebanyak 1 mL suspensi spora dari pengenceran 10-5 dan 10-6 dituang ke dalam cawan petri steril (diameter 9 cm), kemudian ditambah 20 mL media potato sucrose agar (PSA) dan diputar hingga suspensi menyebar rata. Masing-masing pengenceran dari masing-masing isolat dibuat 3 kali ulangan. Campuran suspensi dan media diinkubasi pada suhu ruang (27.5 oC–29 oC) hingga tumbuh koloni miselium. Koloni miselium yang tumbuh terpisah dari setiap cawan petri dipindahkan ke dalam media PSA steril. Tiap koloni yang tumbuh terpisah diindikasikan berasal dari satu spora. Untuk memastikan koloni yang tumbuh adalah monokarion dilakukan pengamatan secara mikroskopis. Miselium monokarion ditandai dengan tidak adanya sambungan apit (clamp connections) (Choi et al. 1999).

Pada tahap ini juga dilakukan pengukuran spora (panjang dan lebar) pada masing-masing isolat. Setiap isolat masing-masing diamati sebanyak 30 spora sebagai ulangan. Sebanyak 1 tetes akuades steril diteteskan di atas gelas objek, kemudian ditambah dengan 1 ose spora yang berasal dari jejek spora dan dicampur. Selanjutnya diamati di bawah mikroskop cahaya dengan perbesaran 400x.

Karakterisasi Pertumbuhan Miselium Isolat Dikarion dan Monokarionnya

(20)

Persilangan (Mating)

Persilangan menggunakan isolat monokarion hasil isolasi dari spora tunggal yang mampu tumbuh pada suhu 35 oC. Persilangan dilakukan dengan cara meletakan dua potongan isolat monokarion berbeda masing-masing berdiemeter 10 mm dan dipasangkan dengan jarak 1 cm pada media potato sucrose agar (PSA) di dalam cawan petri. Selanjutnya diinkubasi pada suhu ruang (27.5 oC–29 o

C) hingga terbentuk zona pertemuan. Pada bagian zona pertemuan selanjutnya dipotong dan dipindahkan ke dalam media PSA steril dan diinkubasi pada suhu ruang. Isolat hibrid hasil persilangan ditandai dengan adanya stuktur sambungan apit (clamp connections). Sambungan apit dilihat di bawah mikroskop cahaya dengan perbesaran 400x. Isolat hibridhasil persilangan selanjutnya dikarakterisasi pada suhu ruang (27.5 oC–29 oC) dan suhu 35 oC. Dipilih satu isolat hibrid dengan laju pertumbuhan miselium (LPM) terbaik pada suhu 35 oC. Selanjutnya isolat hibrid tersebut dan isolat induk dari isolat hibrid tersebut dibudidayakan pada suhu 35 oC dan dianalisis secara molekuler.

Analisis Molekular Isolat Monokarion, Dikarion dan Hasil Persilangan

Perbanyakan Koloni

Kultur yang sudah berumur 7 hari pada media potato sucrose agar (PSA) dipotong dengan menggunakan cored borer steril diameter 10 mm. Sebanyak 1 potong inokulum isolat sampel diameter 10 mm diinokulasikan pada permukaan 100 mL media potato sucrose broth (PSB) (Lampiran 1) di dalam botol selai 500 mL dan diinkubasi pada suhu ruang selama 9 hari. Bila miselium sudah memenuhi permukaan medium maka miselium siap dipanen dan dipisahkan dari medium cair.

Ekstraksi DNA

(21)

ditambahkan 50 µL larutan AE kemudian didiamkan selama 10-15 menit, disentrifugasi 8000 rpm selama 1 menit. Tabung diganti dengan yang baru untuk elusi kedua, selanjutnya disentrifugasi 13000 rpm selama 1 menit. Sampel ekstrak DNA kemudian disimpan di dalam freezer.

Ekstrak DNA yang dihasilkan diuji kemurnian dan kualitasnya dengan menggunakan 1.2% gel agarose elektroforesis (Sambrook et al. 1989). Sebanyak 1.2 gram gel agarose dimasukkan ke dalam larutan penyangga 1x TBE (Tris Boric EDTA) dan didihkan. Tambahkan 2.5 μl EtBr kemudian diaduk dengan menggunakan magnet (spin) dan dipanaskan. Gel dituang ke dalam cetakan, biarkan hingga memadat. Sebanyak 1 tetes loading dye diteteskan di atas kertas parafilm, kemudian ditambah dengan 2 μl sampel DNA dan dicampur. Campuran larutan loading dye dan DNA kemudian dimasukkan ke dalam sumur. Elektroforesis dilakukan selama 30 menit dengan tegangan 80 Volt. Hasil elektroforesis selanjutnya diamati dan difoto di bawah sinar UV GelDoc dengan program Quantity One (Biorad).

Amplifikasi PCR dan Sekuensing

Reaksi amplifikasi DNA dilakukan dengan menggunakan konsentrasi DNA 100 ng/µL. Amplifikasi di daerah Intergenic Spacer (IGS) dilakukan dengan membuat campuran PCR sebanyak 50 µ L menggunakan bahan BioRapid MixPCR dari Bio SM yang terdiri atas: 2 µL ekstrak DNA, 19 µ L ddH2O, 25 µ L Rapid Mix, 2 µ L 10 pmol primer LR12R (forward) (5’ -CTGAACGCCTCTAAGTCAGAA-3’) dan 2 µL 10 pmol primer 5SRNA (reverse) (5’-ATCAGACGGGATGCGGT-3’).

Amplifikasi DNA genom menggunakan mesin sistem BIOMETRA PCR dengan tahapan sebagai berikut: tahap pertama pre-denaturasi pada temperatur 94 o

C selama 5 menit; tahap kedua pemisahan utas DNA genom (denaturasi) pada temperatur 94 oC selama 45 detik, penempelan primer (anneling) pada temperatur 52 oC selama 45 detik dan elongasi pada temperatur 72 oC selama 45 detik, tahap ini berlangsung selama 35 kali siklus; selanjutnya tahap ketiga ekstensi pada temperatur 72 oC selama 5 menit; dan tahap terakhir cooling pada temperatur 4 oC selama 7 menit. Produk PCR dideteksi dengan cara dimigrasikan pada gel agarose 1.2% (Sambrook et al. 1989) dengan voltase 100 Volt selama 60 menit di dalam larutan penyangga 1x TBE (Tris Boric EDTA). Hasil elektroforesis selanjutnya diamati dan difoto di bawah sinar UV GelDoc dengan program Quantity One (Biorad).

Produk hasil PCR selanjutnya disekuensing pada alat penentuan runutan DNA otomatis ABI Prism versi 3.4.1 (USA) di perusahaan jasa sekuensing 1stBASE Singapura melalui jasa sekuensing PT.Genetika Science, Jakarta.

Pemanfaatan Substrat Sisa Jamur atau Spent Mushroom Substrat (SMS)

Persiapan dan Karakterisasi SMS

(22)

(CaCO3) yang telah menghasilkan panen 3 kali dengan panen akhir sekitar 3% (Sudirman et al. 2011). Kandungan lignin dan selulosa dari SMS dianalisis menggunakan metode yang didiskripsikan oleh Van-Soest et al. (1991).

Budi Daya Menggunakan SMS

Jamur tiram putih isolat BNK dibudidayakan pada media tunggal dan campuran antara spent mushroom substrates (SMS) dengan serbuk gergajian kayu sengon (Paraserianthes falcataria) (SGKS) dengan 5 formula yang berbeda. Pembuatan media budi daya dilakukan berdasarkan Sudirman et al. (2011). Setiap formula ditambah dengan 15% dedak, 1.5% gipsum dan 1.5% kapur (CaCO3) buah (BB), efisiensi biologi (EB), fase vegetatif (FV), fase generatif (FG), masa pertumbuhan dan perkembangan (MPP), laju produktivitas (LP), jumlah tudung jamur (JT) dan diameter tudung jamur (DT).

Tabel 2 Formula lima media yang digunakan dalam budi daya isolat BNK (%

SMS: spent mushroom substrates dari sisa budi daya jamur tiram putih isolat BNK setelah 3 kali panen, SGKS: serbuk gergajian kayu sengon (Paraserianthes falcataria), F1-F5: Formula 1-5.

Analisis Data

Budi Daya dan Laju Pertumbuhan Miselium

Data parameter budi daya ditampilkan sebagai rataan ± standard error mean (SEM). Data dianalisis menggunakan analyses of variance (ANOVA). Beda nyata antar perlakuan diuji lanjut dengan Duncan’s Multiple Range Test (DMRT) pada taraf nyata 5%. Alat analisis menggunakan program Microsoft Excel 2007 dan SPSS Statistics 20.

Molekuler

(23)

Analysis versi 4) (Tamura et al. 2011). Konstruksi pohon filogenetik dilakukan berdasarkan metode Neighbor joining. Konsistensi pohon filogenetik diuji dengan melakukan uji Bootstrap dengan 1000 ulangan.

Alur Penelitian

Prosedur penelitian diringkas dalam sebuah bagan penelitian yang dapat dilihat pada Gambar 1 sebagai berikut:

Gambar 1 Alur Penelitian. (a) Mendapatkan isolat hibrid tahan suhu tinggi (35 o

C), (b) Pemanfaatan Spent Mushroom Substrates (SMS) untuk meningkatkan produksi tubuh buah jamur.

KARAKTERISASI ISOLAT INDUK: (BNK, AMD, BBR & CSR)

 Kultur induk

 Laju pertumbuhan miselium (suhu ruang & suhu 35 oC)

 Morfologi miselium (suhu ruang)  Produktivitas (Budi daya suhu ruang)  Ukuran & bentuk spora

ISOLAT HIBRID

 Morfologi koloni (suhu ruang)

 Laju pertumbuhan miselium (suhu ruang & suhu 35 oC)

(Monokarion tahan suhu 35oC)

(24)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pada penelitian ini digunakan empat isolat jamur tiram putih sebagai indukan yaitu isolat BNK, AMD, BBR dan CSR. Pemilihan keempat isolat tersebut berdasarkan penelitian Ulfa (2010) yang menyatakan bahwa isolat BNK memiliki jumlah tubuh buah jamur banyak, AMD memiliki masa pertumbuhan dan perkembangan pendek, BBR memiliki bobot basah tubuh buah jamur besar dan CSR memiliki diameter tudung lebar. Selain itu juga didasarkan pada penelitian Jusuf (2010) yang menyatakan bahwa isolat BNK dan AMD dapat digunakan sebagai sumber genetik untuk meningkatkan keragaman jamur tiram putih.

Budi daya jamur (produksi tubuh buah) selain bertujuan untuk mendapatkan isolat monokarion yang nantinya akan digunakan untuk pemuliaan, juga untuk mengetahui karakter fisiologi masing-masing isolat yang akan digunakan untuk pemuliaan (Sulistiany 2015). Produksi tubuh buah jamur dikatakan baik jika nilai bobot basah (BB), efisiensi biologi (EB), laju produktivitas (LP) tinggi sedangkan fase vegetatif (FV), fase generatif (FG) serta masa pertumbuhan dan perkembangan (MPP) singkat.

Keberhasilan dalam budi daya jamur sangat ditentukan oleh keragaman genetik isolat yang digunakan, kualitas biakan murni, kualitas bibit yang digunakan, proses sterilisasi, prinsip aseptik dalam proses budi daya serta faktor lingkungan (Chang & Miles 1982; Sulistiany 2015). Selain itu juga jenis dan kualitas bahan baku yang digunakan sangat mempengaruhi produksi tubuh buah jamur tiram. Bahan baku yang umum digunakan untuk budi daya jamur tiram adalah serbuk gergajian kayu (Melo 2010), sedangkan di Indonesia serbuk gergajian kayu yang umum digunakan adalah serbuk gergajian kayu sengon segar (Paraserianthes falcataria) (SGKS) (Gunawan 2000).

Produksi Tubuh Buah Jamur Tiram Putih Isolat BNK, AMD, BBR dan CSR pada Suhu Ruang (27.5-29 oC)

Data parameter budi daya didapatkan berdasarkan data rataan dari 10 ulangan (baglog). Bobot basah (BB) keempat isolat tersebut berkisar antara 87.31-125.71 g per kantong dengan efisiensi biologi (EB) berkisar antara 69.85%-100.56% (Gambar 2).

(25)

Gambar 2 Bobot basah tubuh buah (BB) dan efisiensi biologi (EB) empat isolat jamur tiram putih (BNK, AMD, BBR dan CSR) yang ditumbuhkan pada suhu ruang (27.5-29 oC) dengan menggunakan 500 g media serbuk gergajian kayu sengon (SGKS). Huruf yang berbeda pada gambar yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata (p<0.05).

Berdasarkan data budi daya menunjukkan bahwa keempat isolat jamur tiram putih yang digunakan dalam penelitian ini mampu tumbuh baik pada media SGKS. Menurut Nurhayati (1988), kayu sengon memiliki kadar selulosa 48.33%, lignin 27.28%, pentosan 16.34%, dengan nisbah C/N 53.17/0.25. Media SGKS ditambah dengan nutrisi diantaranya dedak, kapur (CaCO3) serta gipsum (CaSO4). Komposisi kimia dedak padi terdiri dari 9.7% kadar air, 13.3% kadar protein, 15.9% kadar lemak, 10.4% kadar abu, 39% karbohidrat dan 11.8% serat kasar (Houston & Kohler 1970). Kapur dan gipsum yang berupa mineral kalsium berfungsi untuk memperbaiki pH, struktur atau permeabilitas media produksi (Herliyana 2007).

(26)

perbedaan pertumbuhan dan produksi dari Pleurotus eryngii mungkin disebabkan genotip dari strain tersebut.

Selain faktor-faktor di atas, suhu dan kelembaban juga sangat berpengaruh terhadap pembentukan tubuh buah jamur. Suhu optimal untuk pembentukan tubuh buah jamur tiram berkisar antara 10-28 oC tergantung pada jenis spesiesnya, suhu optimal untuk pembentukan tubuh buah P. ostreatus var. Florida dan strain P.ostreatus yang lain adalah 14-18 oC; P.sajor-caju adalah 20-24 oC sedangkan P.cystidiosus adalah 26-28 oC. Kelembaban optimal untuk pembentukan tubuh buah jamur adalah 90-100% (Chang & Miles 2004). Suhu dan kelembaban dapat diatur dengan cara penyemprotan air pada media tanam.

Fase vegetatif (FV) atau masa pertumbuhan, fase generatif (FG) atau masa perkembangan, serta masa pertumbuhan dan perkembangan (MPP) pada keempat isolat jamur tiram putih (BNK, AMD, BBR dan CSR) masing-masing berkisar antara 14.8-16.7 hari. 45.5-62.7 hari dan 60.3-79.4 hari (Gambar 3).

Gambar 3 Fase pertumbuhan empat isolat jamur tiram putih (BNK, AMD, BBR dan CSR) yang ditumbuhkan pada suhu ruang (27.5-29 oC) dengan menggunakan 500 g media serbuk gergajian kayu sengon (SGKS). FV: fase vegetatif (masa pertumbuhan), FG: fase generatif (masa perkembangan), MPP: masa pertumbuhan dan perkembangan. Huruf yang berbeda pada gambar yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata (p<0.05).

(27)

isolat BNK, BBR dan CSR secara berturut-turut adalah 74.2 hari, 79.4 hari dan 73.7 hari.

Fase vegetatif (FV) dihitung dari awal inokulasi bibit hingga seluruh permukaan media terpenuhi oleh miselium jamur yang berwarna putih. Dari hasil penelitian terlihat bahwa faktor isolat tidak berpengaruh nyata terhadap lama FV jamur. Perbedaan lama FV dipengaruhi oleh jenis sumber karbon dan nitrogen yang dimiliki oleh substrat (Herliyana 2007). Hasil ini juga didukung oleh pendapat Higley & Dashek (1998) yang menyatakan bahwa sebagian besar jamur pelapuk putih menggunakan selulosa dan hemiselulosa dalam media pertumbuhannya mendekati kecepatan yang relatif sama.

Fase generatif (FG) dihitung dari mulai berakhirnya FV dengan dibukanya kantong plastik (baglog) hingga tidak terbentuk tubuh buah lagi dan susutnya baglog. Dari hasil penelitian terlihat bahwa faktor isolat berpengaruh nyata terhadap lama FG dan MPP jamur. Lama FG dan MPP jamur selain dipengaruhi oleh sumber karbon dan nitrogen dalam media pertumbuhannya juga dipengaruhi oleh kemampuan genetik masing-masing isolat jamur dalam hal menghasilkan enzim untuk memecah struktur senyawa karbon dan nitrogen (Herliyana 2007).

Laju produktivitas (LP) keempat isolat jamur tiram putih (BNK, AMD, BBR dan CSR) berkisar antara 1.18-1.99 g/hari. LP isolat AMD (1.99 g/hari) lebih besar produktivitasnya dan berbeda nyata (P<0.05) terhadap LP isolat BBR (1.21 g/hari) dan CSR (1.18 g/hari), akan tetapi tidak berbeda nyata (P>0.05) LP isolat BNK (1.69 g/hari) (Gambar 4).

Gambar 4 Laju produktivitas (LP) empat isolat jamur tiram putih (BNK, AMD, BBR dan CSR) yang ditumbuhkan pada suhu ruang (27.5-29 oC) dengan menggunakan 500 g media serbuk gergajian kayu sengon (SGKS). Huruf yang berbeda pada gambar yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata (p<0.05).

(28)

terlihat bahwa LP keempat isolat pada media yang sama berbeda, sehingga dapat dikatakan bahwa faktor isolat berpengaruh terhadap LP jamur.

Jumlah tudung jamur (JT) dan diameter tudung jamur (DT) keempat isolat jamur tiram putih (BNK, AMD, BBR dan CSR) masing-masing berkisar antara 12.8-26 buah dan 4.67-6.48 cm (Gambar 5).

Gambar 5 Jumlah tudung jamur (JT) dan diameter tudung jamur (DT) empat isolat jamur tiram putih (BNK, AMD, BBR dan CSR) yang ditumbuhkan pada suhu ruang (27.5-29 oC) dengan menggunakan 500 g media serbuk gergajian kayu sengon (SGKS). Huruf yang berbeda pada gambar yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata (p<0.05).

Jumlah tudung terbanyak ditunjukkan oleh isolat AMD (26 buah) dan berbeda nyata (p<0.05) terhadap JT isolat CSR (12.8 buah) akan tetapi tidak berbeda nyata terhadap JT isolat BNK (19.5 buah) dan BBR (25.8 buah). DT terlebar ditunjukkan oleh isolat CSR (6.48 cm) dan berbeda nyata (p<0.05) terhadap DT isolat AMD (5.27 cm) dan BBR (4.67 cm) akan tetapi tidak berbeda nyata terhadap DT isolat BNK (5.61 cm).

Isolat CSR memiliki ciri yang berbeda dengan ketiga isolat yang lain yaitu DTnya lebar sedangkan JTnya sedikit. Sudirman et al. (2011) melaporkan bahwa teknik pembukaan kantong plastik (baglog) pada saat akhir masa FV berpengaruh terhadap JT dan DT yang dihasilkan. Hal ini berkaitan dengan kandungan O2 dan CO2 yang dimanfaatkan oleh jamur untuk pertumbuhannya. Adanya O2 akan menginisiasi pembentukan tubuh buah jamur, sedangkan kandungan CO2 tinggi akan menghambat pembentukan tubuh buah jamur. Pada penelitian ini bagian permukaan atas kantong plastik (baglog) dibuka secara keseluruhan, maka JT dan DT yang dihasilkan akan berbeda jika kantong plastik (baglog) hanya dibuka seluas cincin baglog saja (diameter 4 cm) dengan membuka kapas penutupnya. Semakin luas permukaan baglog yang dibuka maka semakin banyak JT yang dihasilkan, namun DT kecil. Selain dipengaruhi oleh teknik pembukaan baglog, DT juga dipengaruhi oleh kondisi cahaya, kurangnya pencahayaan selama

(29)

pembentukan tubuh buah jamur akan menghasilkan DT kecil, sedangkan tangkai jamur panjang sehingga hasil panen cenderung rendah (Yildiz et al. 2002).

Ukuran dan Bentuk Spora

Keempat isolat jamur tiram putih memiliki ukuran spora yang berbeda-beda. Panjang (P) dan lebar (L) spora keempat isolat jamur tiram putih masing-masing berkisar antara 6.79-8.32 µm dan 3.34-3.74 µm, sedangkan rasio P/L berkisar antara 1.88-2.43 µm (Gambar 6).

Isolat BBR memiliki ukuran spora (panjang dan lebar) lebih besar dibanding dengan ketiga isolat yang lain. Panjang spora isolat BBR (8.33 µm) lebih panjang dan berbeda nyata (p<0.05) terhadap panjang spora isolat BNK (6.79 µm), akan tetapi tidak berbeda nyata (p>005) terhadap panjang spora isolat AMD (8.16 µ m) dan CSR (8.11 µ m). Lebar spora isolat BBR (3.74 µ m) merupakan yang paling lebar dan berbeda nyata (p<0.05) terhadap lebar spora isolat AMD (3.47 µm) dan CSR (3.34 µm), akan tetapi tidak berbeda nyata (p>0.05) terhadap lebar spora isolat BNK (3.64 µm). Rasio P/L isolat BNK berbeda nyata (P<0.05) dengan rasio P/L ketiga isolat yang lain. Rasio P/L terkecil ditunjukkan oleh isolat BNK, sedangkan rasio P/L terbesar ditunjukkan oleh isolat CSR, tetapi tidak berbeda nyata (p>0.05) dengan isolat AMD.

Gambar 6 Panjang (P), lebar (L) dan rasio P/L spora empat isolat jamur tiram putih (BNK, AMD, BBR dan CSR) yang diamati menggunakan media air. Huruf yang berbeda pada gambar yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata (p<0.05).

Kriteria bentuk spora didapatkan berdasarkan variasi ukuran rasio P/L (Bas 1969) (Lampiran 4). Berdasarkan ukuran rasio P/L, bentuk spora keempat isolat jamur tiram putih berkisar antara elongate dan cylindrical (Gambar 7). Bentuk spora jamur tiram putih isolat BNK adalah elongate dengan rasio P/L 1.88 µm, sedangkan ketiga isolat yang lain (AMD, BBR dan CSR) adalah cylindrical dengan rasio P/L secara berturut-turut adalah 2.36 µ m, 2.23 µm dan 2.43 µm.

(30)

(a) (b)

(c) (d)

Gambar 7 Spora jamur tiram putih. (a) isolat BNK, (b) isolat AMD, (c) isolat dan (d) ioslat CSR.

Karakter spora dari masing-masing isolat jamur berperan penting dalam taksonomi jamur. Ukuran spora berperan dalam membedakan setiap spesies jamur (Bas 1969). Isolat BNK yang merupakan isolat yang berasal dari Thailand memiliki ukuran dan bentuk spora yang berbeda dengan ukuran dan bentuk spora ketiga isolat (AMD, BBR dan CSR) yang berasal dari Indonesia. Oleh karena itu, dapat ditarik kesimpulan bahwa isolat BNK mungkin berbeda strain dengan ketiga isolat yang lain (AMD, BBR dan CSR).

Isolasi Spora Tunggal

Berdasarkan hasil isolasi spora tungggal dari keempat isolat jamur tiram putih (BNK, AMD, BBR dan CSR) dengan menggunakan media potato sucrose agar (PSA) didapatkan 11 isolat monokarion dari BNK, 0 isolat monokarion dari AMD, 16 isolat monokarion dari BBR dan 7 isolat monokarion dari CSR. Setelah diremajakan pada media PSA baru ada 10 isolat monokarion dari BBR dan 2 isolat dari BNK yang tidak dapat tumbuh kembali, sehingga hanya tersisa 6 isolat monokarion dari BBR dan 9 isolat dari BNK.

(31)

tidak viabel. Menurut Pisabarro et al. (2000), kombinasi antara nilai crossover yang rendah per kromosom dan polimorfisme panjang kromosom pada P.ostreatus berpengaruh terhadap penyortiran kromosom selama meosis sehingga mengurangi tingkat perkecambahan basidiospora berupa produk meotik yang aneh atau pun dihasilkannya delesi kromosom yang akan membuat basidiospora menjadi non viabel.

Karakterisasi Pertumbuhan Miselium Isolat Dikarion dan Monokarionnya

Karakterisasi pertumbuhan miselium isolat dikarion dan monokarion hasil isolasi dari spora tunggal dengan menggunakan media potato sucrose agar (PSA) ditentukan berdasarkan morfologi koloni miselium (Lee et al. 2009) pada suhu ruang (27.5-29 oC) dan laju pertumbuan miselium (LPM) pada suhu ruang (27.5-29 oC) dan suhu 35 oC (Tabel 3).

Tabel 3 Karakteristik pertumbuhan miselium jamur tiram putih isolat dikarion dan monokarionnya pada media PSA

(32)

Morfologi koloni miselium isolat dikarion dan monokarion dari keempat isolat (BNK, AMD, BBR dan CSR) memiliki bentuk morfologi yang berbeda-beda. Hasil ini didukung oleh penelitian Lee et al. (2009) yang melaporkan bahwa morfologi koloni isolat induk dikarion Pleurotus ostreastus strain “Miso” adalah fluffy, akan tetapi morfologi koloni dari monokarionnya bermacam-macam meliputi fluffy, concentric, puffy, feathery, streak sampai comulous. Berdasarkan LPM diketahui bahwa miselium isolat dikarion tumbuh lebih cepat dibandingkan

miselium isolat monokarion. Hal yang sama juga dilaporkan oleh Gharehaghaji et al. (2007) bahwa terdapat perbedaan yang signifikan (p<0.01) antara

pertumbuhan koloni miselium monokarion dan dikarion Pleurotus ostreatus, isolat dikarion tumbuh lebih cepat dibandingkan isolat monokarion. Lee et al. (2009) juga menyatakan bahwa pertumbuhan dan kepadatan miselium monokarion pada Pleurotus ostreatus strain “Miso” lebih lambat dan lebih renggang dibandingkan dengan miselium dikarionnya. Hal tersebut dikarenakan dikarion yang memiliki kedua nukleus berbeda secara genetik (heterokarion) akan saling berkomplementasi dalam mengekspresikan gen-gennya, sehingga pertumbuhannya menjadi lebih cepat (Landecker 1996).

Pada Tabel 3 dapat dilihat bahwa keempat isolat dikarion dan monokarionnya dapat tumbuh dengan baik pada suhu ruang (27.5-29 oC), akan tetapi pada suhu 35 oC hanya beberapa isolat monokarion yang dapat tumbuh dan pertumbuhannya sangat lambat. Faktor suhu berpengaruh terhadap LPM koloni isolat jamur. Menurut Griffin (1994), pada isolat jamur suhu berpengaruh dalam hal mempengaruhi aktivitas enzim, organisasi dan komposisi organel-organel sel jamur, komposisi plasmalema dan jumlah lipid. Suhu yang terlalu rendah atau terlalu tinggi dapat menghambat pertumbuhan jamur, hal ini diduga karena kerja enzim terhambat. Menurut Chang & Miles (2004) suhu optimal untuk pertumbuhan miselium jamur adalah 25-28 oC.

Persilangan (Mating)

Persilangan hanya dilakukan antara isolat monokarion hasil isolasi dari spora tunggal yang mampu tumbuh pada suhu 35 oC (Tabel 4, Tabel 5 dan Tabel 6). Secara makroskopis persilangan dikatakan berhasil ditandai dengan adanya zona kontak diantara pertumbuhan miselium kedua isolat monokarion yang dipasangkan, sedangkan secara mikroskopis ditandai dengan terbentuknya sambungan apit (clamp connection) sebagai penanda bahwa miselium tersebut adalah miselium dikarion hasil persilangan (Chang & Miles 2004).

Tabel 4 Persilangan antara isolat monokarion BNK dan BBR Isolat

(33)

Tabel 5 Persilangan antara isolat monokarion BNK dan CSR

Tabel 6 Persilangan antara isolat monokarion BBR dan CSR

Isolat BBR4

Secara makroskopis, pada pasangan monokarion yang tidak serasi akan terbentuk zona kosong pada pertemuan keduanya. Ketidak serasian tersebut dikarenakan ketidak serasian tipe kawin diantara kedua monokarion yang dipasangkan. Jamur tiram putih termasuk kelompok basidiomisetes heterotalik bifaktor. Heterotalik artinya monokarion hanya dapat kawin dengan monokarion lain yang berasal dari basidiospora yang berbeda mating type, sedangkan bifaktor artinya keserasian antara dua monokarion berbeda dikendalikan secara genetik oleh dua faktor yaitu lokus A dan lokus B. Setiap lokus memiliki banyak alel (multialel) dan biasanya disimbolkan dengan angka yang ditempatkan setelah huruf lokus. Seperti contoh A1B1 dan A2B2, yang berarti lokus A dan B yang masing-masing diikuti oleh alelnya, alel inilah yang disebut dengan tipe kawin. Keserasian dalam perkawinan hanya terjadi jika monokarion yang dipasangkan memiliki tipe kawin yang berbeda, yang artinya alel-alel pada kedua lokus diantara dua monokarion yang dipasangkan harus berbeda (Pissabarro et al. 2000).

Isolat hibrid hasil persilangan selanjutnya dikarakterisasi pertumbuhan miseliumnya berdasarkan morfologi koloni miselium (Lee et al. 2009) pada suhu ruang (27.5–29 oC) dan LPM pada suhu ruang (27.5–29 oC) dan suhu 35 oC dengan menggunakan media potato sucrose agar (PSA) (Tabel 7). Ada dua isolat hibrid yang tidak dapat tumbuh pada suhu 35 oC, yaitu isolat dengan kode BB77 dan BC75. Isolat dengan LPM terbaik pada suhu 35 oC ditunjukkan oleh isolat BB48 (0.22 cm/hari) yang merupakan hasil persilangan antara isolat monokarion BBR4 dengan isolat monokarion BNK8.

(34)

Gambar 8 Morfologi koloni miselium jamur tiram putih yang diinkubasi pada suhu 35 oC dengan menggunakan media Potato sucrosa agar (PSA). A: Isolat induk BNK, B. Isolat induk BBR, C. Isolat induk CSR, D. Hibrid BB48 (BBR4 X BNK8), E. Hibrid BB47 (BBR4 X BNK7).

Tabel 7 Karakteristik pertumbuhan miselium jamur tiram putih isolat dikarion hasil persilangan (hibrid) pada media PSA

Persilangan Kode isolat

dikarion

Laju pertumbuhan miselium (cm/ hari)

Morfologi koloni miseliuma

Ruang 35 oC Ruang 35 oC

BBR4 X BNK7 BB47 0.57 0.18 Concentric Streak

BBR5 X BNK7 BB57 0.32 0.08 Streak

BBR7 X BNK7 BB77 0.28 - Concentric

BBR15 X BNK7 BB157 0.44 0.1 Streak

BBR16 X BNK7 BB167 0.41 0.13 Concentric

BBR4 X BNK8 BB48 0.61 0.22 Streak Cumulous

BBR5 X BNK8 BB58 0.31 0.11 Streak

BBR15 X BNK8 BB158 0.32 0.1 Puffy

BBR5 X CSR5 BC55 0.61 0.11 Feathery

BBR7 X CSR5 BC75 0.38 - Cumulous

BBR15 X CSR5 BC155 0.35 0.13 Cumulous

BBR16 X CSR5 BC165 0.32 0.07 Cumulous

(-): tidak ada pertumbuhan miselium.

Hasil penelitian Kitamoto et al. (1993) menyebutkan bahwa persilangan diantara dua monokarion kompatibel yang keduanya memiliki sifat tumbuh optimum pada suhu tinggi akan menghasilkan dikarion hibrid yang 100% dapat tumbuh optimum pada suhu tinggi. Akan tetapi, persilangan antara dua monokarion kompatibel yang satu tumbuh optimum pada suhu tinggi dan yang satu tumbuh optimum pada suhu rendah atau kebalikannya maupun persilangan

A B C

(35)

antara monokarion kompatibel yang keduanya memiliki sifat tumbuh optimum pada suhu rendah akan menghasilkan dikarion hibrid yang tumbuh optimum pada suhu tinggi berkisar antara 57-75%. Pada penelitian ini persilangan menggunakan monokarion yang telah diseleksi pada suhu 35 oC bukan berdasarkan suhu optimum. Persilangan dilakukan pada monokarion yang keduanya memiliki sifat tumbuh optimum pada suhu rendah, dan dihasilkan isolat hibrid yang memiliki LPM pada suhu 35 oC yang lebih besar dari induk monokarionnya. Oleh karena itu, penerapan pre-screening berdasarkan sifat genetik dari monokarion yang akan digunakan dalam persilangan akan meningkatkan efisiensi persilangan. Pre-screening berdasarkan sifat genetik dapat dilakukan dengan cara mengkarakterisasi gen ketahanan terhadap suhu tinggi HSP 70 pada setiap monokarion yang akan digunakan dalam persilangan untuk mendapatkan isolat hibrid yang tahan terhadap suhu tinggi.

Produksi Tubuh Buah Jamur Tiram Putih Isolat Hibrid(BB48) dan Isolat Induk (BNK dan BBR) pada Suhu Tinggi (35 oC)

Data parameter budi daya didapatkan berdasarkan data rataan dari 7 ulangan (baglog). Jumlah ulangan pada budi daya isolat hibrid awalnya dari 10 ulangan, akan tetapi pada saat budi daya ada 3 ulangan (baglog) yang terkontaminasi. Suhu optimal untuk pertumbuhan isolat hibrid BB48 dan kedua isolat induk (BNK dan BBR) adalah 35 oC dengan kisaran 29.1-35.1 oC (Lampiran 7).

Gambar 9 Bobot basah tubuh buah (BB) dan efisiensi biologi (EB) isolat hibrid (BB48) dan isolat induk (BNK dan BBR) yang ditumbuhkan pada suhu 35 oC serta isolat induk (BNK dan BBR) yang ditumbuhkan pada suhu ruang (27.5-29 oC) dengan menggunakan 500 g media serbuk gergajian kayu sengon (SGKS). Huruf yang berbeda pada gambar yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata (p<0.05).

Berdasarkan data budi daya isolat hibrid (BB48) dan isolat induk (BNK dan BBR) pada suhu 35 oC dengan menggunakan media serbuk gergajian kayu sengon

(36)

(SGKS) diketahui bahwa bobot basah (BB) isolat hibrid BB48 (78.98 g per kantong) lebih rendah dan berbeda nyata (p<0.05) terhadap nilai BB dari kedua isolat induk BBR 35 oC (101.26 g per kantong) dan BNK 35 oC (95.29 g per kantong). Hasil yang sama diperlihatkan oleh efisiensi biologi (EB). EB terendah ditunjukkan oleh isolat hibrid BB48 (63.18%) dan berbeda nyata (p<0.05) (P>0.05) terhadap nilai BB dan EB pada SR (101.26 g per kantong dan 81.01%). Hal ini membuktikan bahwa suhu berpengaruh terhadap pertumbuhan jamur, suhu tinggi akan mengganggu kerja enzim ektraseluler yang dihasilkan oleh jamur untuk pertumbuhannya (Purnomo 2010).

Fase vegetatif (FV) isolat hibrid BB48 (23 hari) pada suhu 35 oC lebih lama dan berbeda nyata (p<0.05) terhadap kedua isolat induk BBR 35 oC (16.29 hari) BNK 35 oC (16.43 hari). Fase generatif (FG) isolat hibrid BB48 (68.43 hari) pada suhu 35 oC lebih cepat dan berbeda nyata (p<0.05) terhadap isolat induk BNK 35 o

C (78.57 hari), akan tetapi tidak berbeda nyata (p>0.05) terhadap isolat induk BBR 35 oC (72.43 hari). MPP kedua isolat induk (BNK dan BBR) serta isolat hibrid pada suhu 35 oC tidak menunjukkan perbedaan yang nyata, dengan MPP tercepat ditunjukkan oleh isolat induk BBR 35 oC (88.71 hari), sedangkan MPP terlama ditunjukkan oleh isolat induk BNK 35 oC (95 hari) (Gambar 10).

(37)

Fase vegetatif (FV), fase generatif (FG) serta masa pertumbuhan dan perkembangan (MPP) isolat induk BNK 35 oC (16.43 hari, 78.57 hari dan 95 hari) lebih lama dan berbeda nyata (P<0.05) terhadap FV, FG dan MPP pada SR (27.5-29 oC) (14.43 hari, 57.43 hari dan 71.86 hari). Berbeda dengan isolat BNK, FV isolat induk BBR 35 oC (16.29 hari) tidak berbeda nyata (P>0.05) terhadap FV pada SR (16.14 hari), akan tetapi FG dan MPP isolat BBR 35 oC (72.43 hari dan 88.71 hari) lebih lama dan berbeda nyata (P<0.05) terhadap FG dan MPP pada SR (42.43 hari dan 76.57 hari).

Laju produktivitas (LP) isolat hibrid BB48 yang ditumbuhkan pada suhu 35 o

C (0.88 g/hari) lebih rendah produktivitasnya dan berbeda nyata (p<0.05) terhadap isolat induk BBR 35 oC (1.15 g/hari), akan tetapi tidak berbeda nyata (p>0.05) terhadap isolat induk BNK 35 oC (1.01 g/hari) (Gambar 11).

Laju produktivitas (LP) isolat induk BNK 35 oC (1.01 g/hari) lebih rendah produktivitasnya dan berbeda nyata (P<0.05) terhadap LP pada SR (1.73 g/hari), sedangkan LP isolat induk BBR 35 oC (1.15 g/hari) tidak berbeda nyata (P>0.05) terhadap LP pada SR (1.27 g/hari).

Gambar 11 Laju produktivitas (LP) isolat hibrid (BB48) dan isolat induk (BNK dan BBR) yang ditumbuhkan pada suhu 35 oC serta isolat induk (BNK dan BBR) yang ditumbuhkan pada suhu ruang (27.5-29 oC) dengan menggunakan 500 g media serbuk gergajian kayu sengon (SGKS). Huruf yang berbeda pada gambar yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata (p<0.05).

(38)

Jumlah tudung (JT) isolat induk BNK 35 oC dan BBR 35 oC (27.29 buah dan 26.14 buah) lebih banyak, akan tetapi tidak berbeda nyata (P>0.05) terhadap JT isolat BNK dan BBR pada SR (19.71 buah dan 23.14 buah). DT isolat BNK 35 o

C (3.65 cm) lebih kecil dan berbeda nyata (P<0.05) terhadap DT pada SR (5.52 cm), sedangkan DT isolat BBR 35 oC (4.20 cm) tidak berbeda nyata (P>0.05) terhadap DT pada SR (4.82 cm).

Gambar 12 Jumlah tudung jamur (JT) dan diameter tudung jamur (DT) isolat hibrid (BB48) dan isolat induk (BNK dan BBR) yang ditumbuhkan pada suhu 35 oC serta isolat induk (BNK dan BBR) yang ditumbuhkan pada suhu ruang (27.5-29 oC) dengan menggunakan 500 g media serbuk gergajian kayu sengon (SGKS). Huruf yang berbeda pada gambar yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata (p<0.05).

Berdasarkan parameter bobot basah (BB), efisiensi biologi (EB), fase fegetatif (FV), laju produktivitas (LP), jumlah tudung (JT) dan diameter tudung (DT) antara isolat BBR SR dengan BBR 35 oC tidak berbeda nyata (p>0.05), dapat diambil kesimpulan bahwa isolat BBR memiliki kisaran suhu pertumbuhan lebih lebar dibandingkan dengan isolat BNK.

Hasil tersebut menunjukkan bahwa faktor isolat, faktor suhu maupun interaksi antara faktor isolat dengan faktor suhu berpengaruh nyata terhadap produksi jamur. Hal tersebut menunjukkan bahwa isolat yang berbeda membutuhkan kondisi yang berbeda untuk pertumbuhannya termasuk kondisi ingkungan, salah satunya suhu.

Analisis Molekular

Kultur isolat yang dianalisis secara molekuler adalah isolat dikarion induk BBR dan CSR, isolat monokarion BBR16 dan CSR5 serta isolat hibrid BC165 yang merupakan hasil persilangan dari BBR16 dengan CSR5. Isolat hibrid yang dianalisis secara molekuler bukan isolat hibrid dengan kode BB48 yang

(39)

merupakan isolat dengan laju pertumbuhan miselium (LPM) terbaik pada suhu 35 o

C dan telah dibudidayakan pada suhu 35 oC, hal ini dikarenakan monokarion dari isolat BB48 yang digunakan dalam persilangan untuk mendapatkan isolat tersebut tidak dapat diremajakan kembali (mati).

Berdasarkan hasil foto gel elektroforesis pada ekstraksi DNA menunjukkan hasil pita yang terang dan tidak terdapat pengotor (semir) (Gambar 13). Dari hasil amplifikasi DNA dengan mengunakan primer LR12R (forward) dan 5sRNA (reverse) diketahui bahwa panjang basa dari sampel adalah 945 bp. Dari ukuran amplikon nampak kedekatan antara isolat hibridBC165 dengan isolat monokarion CSR5 (Gambar 14).

Gambar 13 Hasil elektroforesis ekstrak DNA isolat induk dikarion (BBR dan CSR), isolat induk monokarion (BBR16 dan CSR5) dengan hibridnya BC165 dan isolat monokarion BBR15 sebagai pembanding dengan menggunakan 1.2% gel agarose.

Gambar 14 Hasil amplifikasi DNA isolat induk dikarion (BBR dan CSR), isolat induk monokarion (BBR16 dan CSR5) dengan hibridnyaBC165 dan isolat monokarion BBR15 sebagai pembanding dengan metode PCR menggunakan primer LR12R dan 5SRNA.

~ 750 bp BBR16

BBR15 CSR5 BC165 BBR

CSR

~ 945 bp BBR16

BBR15 CSR5 BC165 BBR

(40)

Jarak genetik (p-distance) antar isolat berkisar antara 0.002-0.008 (Tabel 8). Jarak genetik antara isolat jamur tiram putih dibaca secara diagonal dari atas ke bawah. Semakin kecil angka dalam tabel jarak genetik maka semakin dekat hubungan kekerabatan antar isolat tersebut.

Tabel 8 Matrik jarak genetik (p-distance) berdasarkan perbedaan sekuen nukleotida antara keenam isolat jamur tiram putih

Isolat 1 2 3 4 5 6

1 Dikarion BBR

2 Dikarion CSR 0.003

3 Monokarion BBR15 0.003 0.004

4 Monokarion BBR16 0.007 0.004 0.007

5 Monokarion CSR5 0.005 0.002 0.004 0.006

6 Dikarion BC165 (hibrid) 0.008 0.005 0.007 0.008 0.003

Dari data matrik jarak genetik (p-distance) pada Tabel 8 yang kemudian direkontruksi menjadi pohon kekerabatan dengan metode Neighbor joining didapatkan hasil bahwa keenam isolat tersebut terbagi menjadi tiga kelompok (A, B dan C) (Gambar 15) dengan jumlah basa yang sama (conserved) adalah 933 basa dari 945 basa, sedangkan jumlah basa yang berbeda adalah 12 basa dari 945 basa. Kelompok pertama (A) yaitu dikarion hibrid BC165 dan monokarion CSR5 terpisah jauh dengan kelompok lainnya (B dan C) dengan jarak kekerabatan sekitar 0.3% dan kedua isolat dalam kelompok tersebut memiliki nilai p-distance 0.003 dan nilai bootstrap 84%, sehingga dapat dikatakan bahwa kedua isolat dalam kelompok tersebut memiliki hubungan kekerabatan yang kuat. Dari hasil tersebut disimpulkan bahwa isolat hibrid BC165 memiliki hubungan kekerabatan yang lebih dekat dengan parental CSR5 dibandingkan dengan BBR16.

(41)

Monokarion BBR15 dan dikarion induk BBR berada dalam satu kelompok yang sama (C) dan keduanya memiliki hubungan kekerabatan dengan nilai boostrap 71%. Dari nilai bootstrap dapat dikatakan bahwa antara isolat monokarion BBR15 dan dikarion induk BBR memiliki hubungan yang kuat dalam satu kelompok. Hal ini terbukti bahwa isolat monokarion BBR15 merupakan spora tunggal dari dikarion induk BBR.

Berdasarkan pohon filogenetik, monokarion induk CSR5 dan monokarion induk BBR16 tidak berada dalam satu kelompok dengan induk dikarionnya CSR dan BBR. Hal ini dikarenakan setiap spora yang diisolasi dari basidioakarp yang sama memiliki genetik yang berbeda-beda. Hasil ini sama dengan hasil penelitian Zaelani (2010) mengenai isolasi dan identifikasi genetik monokarion jamur tiram, diketahui bahwa berdasarkan analisis AFLP dengan menggunakan kombinasi primer p11-700-M51, P11-700-M53 dan P11-700-M55 isolat monokarion yang berasal dari tubuh buah yang sama terbagi menjadi dua kelompok berbeda.

Gambar 15 Pohon kekerabatan isolat induk dikarion (BBR dan CSR), isolat induk monokarion (BBR16 dan CSR5) dengan hibridnya BC165 dan isolat monokarion BBR15 sebagai pembanding. Angka pada setiap kelompok merupakan nilai bootstrap (%) dengan 1000 ulangan melalui metode Neighbor joining.

Isolat monokarion BBR16 dan CSR5 yang merupakan monokarion induk dari hibrid BC165 tidak berada dalam satu kelompok, selain itu juga nilai p-distance diantara keduanya cukup tinggi (0.006) yang artinya kedua isolat monokarion induk tersebut memilki variasi genetik yang jauh berbeda. Menurut Zaelani (2010) persilangan dengan menggunakan dua induk monokarion yang jauh berbeda secara genetik akan menghasilkan basidiospora hasil meiosis dengan variasi genetik yang tinggi sehingga berpeluang didapatkan galur unggul.

Produksi Tubuh Buah Jamur Tiram Putih Isolat BNK Menggunakan Media

Spent Mushroom Substrates (SMS) pada Suhu Ruang (27.5-29 oC)

Berdasarkan data budi daya, bobot basah tubuh buah (BB) jamur tiram putih isolat BNK pada semua perlakuan media (F1-F5) secara berturut-turut berkisar antara 65.51-95.16 g per kantong dengan efisiensi biologi (EB) berkisar 52.41-76.13% (Gambar 16).

C

B

(42)

Nilai BB dan EB jamur tiram putih isolat BNK yang ditumbuhkan pada media campuran dengan 25-75% SMS (F2-F4) lebih tinggi dari nilai BB dan EB yang ditumbuhkan pada media tunggal dari 0% SMS dan 100% SMS (F1 dan F5). Media yang dicampur dengan 25-75% SMS (F2-F4) dapat meningkatkan BB dan EB, akan tetapi nilai BB dan EB tertinggi (95.16 g dan 76.13%) diperoleh pada media yang dicampur dengan 25% SMS (F2). Nilai BB dan EB pada media yang dicampur dengan 25% SMS (F2) menunjukkan perbedaan yang nyata (p<0.05) terhadap nilai BB dan EB pada media yang lain, akan tetapi tidak berbeda nyata (P>0.05) terhadap media yang dicampur dengan 50% SMS (F3). Peningkatan nilai BB dan EB pada media yang dicampur dengan 25-75% SMS dikarenakan pada media tersebut mengandung selulosa tinggi dan rendah lignin (Tabel 9). Pada Tabel 9 terlihat bahwa pada media SMS mengandung lignin sebesar 39.50% dibandingkan dengan media SGKS baru, sedangkan kandungan selulosa pada media SMS masih sangat tinggi yaitu 87.37% dibandingkan dengan media SGKS baru.

Gambar 16 Bobot basah tubuh buah (BB) dan efisiensi biologi (EB) jamur tiram putih isolat BNK yang ditumbuhkan pada suhu ruang (27.5-29 oC) dengan menggunakan 5 kombinasi 500 g media yang berbeda antara SMS dan SGKS (F1-F5). F1: 0% SMS, F2: 25% SMS, F3: 50% SMS, F4: 75% SMS, F5: 100% SMS. SMS: spent mushroom substrates, SGKS: serbuk gergajian kayu sengon. Huruf yang berbeda pada gambar yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata (p<0.05).

Tabel 9 Kandungan lignin dan selulosa pada SGKS dan SMS

Bahan Lignin (%) Selulosa (%)

SGKSa 27.80 48.30

SMS 10.98 42.20

SGKS: serbuk gergajian kayu sengon (Paraserianthes falcataria), SMS: spent mushroom substrates yang berasal dari sisa budi daya jamur tiram putih isolat BNK setelah 3 kali panen. a

Sumber: Sudirman et al. (2011).

Hasil ini didukung oleh penelitian Sudirman et al. (2011) dan Rizki dan Tamai (2011) yang mengatakan bahwa selulosa berperan dalam pertumbuhan

(43)

tubuh buah jamur sedangkan kandungan lignin yang tinggi pada media dapat menghambat pembentukan primordia jamur.

Wang et al. (2015) melaporkan bahwa Pleurotus ostreatus dapat dibudidayakan dengan menggunakan media yang berasal dari sisa budi daya Hypsizigus marmoreus dengan nilai EB tertinggi dicapai pada media yang menggunakan campuran 12% SMS. Nilai EB pada penelitian Wang et al. masih lebih rendah dibandingkan dengan nilai EB pada penelitian kami, sehingga ada kemungkinan dengan menggunakan campuran 12% SMS akan menghasilkan nilai EB lebih tinggi dibandingkan 25% SMS. Nilai EB menurun dengan adanya penambahan jumlah SMS diatas 25% dalam campuran media. Pola dari hasil penelitian kami sama dengan hasil penelitian Wang et al. (2015), dengan nilai EB menurun dengan adanya penambahan SMS di atas 12%.

Siddant et al. (2009) melaporkan bahwa Pleurotus sajor-caju strain-Malaysia dapat dibudidayakan menggunakan media yang berasal dari sisa budi daya Pleurotus eous dengan nilai EB tertinggi dicapai pada media yang menggunakan campuran 25% SMS. Nilai EB pada penelitian Siddant et al. masih lebih rendah dibandingkan dengan nilai EB pada penelitian kami. Pada penelitian kami, nilai BB dan EB pada media campuran lebih tinggi dari pada media tunggal. Pola dari penelitian kami sama dengan hasil penelitian Siddant et al. (2009), bahwa susbtrat campuran memberikan hasil panen yang lebih tinggi dibandingkan media tunggal.

Fase vegetatif (FV) atau masa pertumbuhan, fase generatif (FG) atau masa perkembangan, serta masa pertumbuhan dan perkembangan (MPP) jamur tiram putih isolat BNK pada semua perlakuan media (F1-F5) masing-masing berkisar antara 16.56-19.67 hari, 55-80.67 hari dan 73.44-97.44 hari (Gambar 17).

Gambar

Gambar 1 Alur Penelitian. (a) Mendapatkan isolat hibrid tahan suhu tinggi (35
Gambar 2 Bobot basah tubuh buah (BB) dan efisiensi biologi (EB) empat isolat
Gambar 3 Fase pertumbuhan empat isolat jamur tiram putih (BNK, AMD, BBR dan CSR) yang ditumbuhkan pada suhu ruang (27.5-29 oC) dengan menggunakan 500 g media serbuk gergajian kayu sengon (SGKS)
Gambar 4 Laju produktivitas (LP) empat isolat jamur tiram putih (BNK, AMD,
+7

Referensi

Dokumen terkait

Ada dua kemungkinan yang ditempuh oleh remaja ketika berhadapan dengan nilai-nilai sosial tertentu, yaitu menyesuaikan diri dengan nilai-nilai tersebut atau

Karena memiliki nilai konduktivitas yang besar dengan jumlah kation yang banyak maka zeolit rasio 10:15 yang dihasilkan dalam penelitian merupakan zeolit yang

Tidak hanya prinsip dan jenis masalah yang perlu diperhatikan, tetapi dalam kegiatan pembelajaran, guru juga dapat menerapkan suatu pendekatan yang lebih menekankan pada

Dialek adalah variasi bahasa dari sekelompok penutur yang jumlahnya relatif, yang berbeda dari satu tempat wilayah atau area tertentu (menurut Abdul Chaer, 1995). Pengucapan

Digunakan untuk menilai hasil belajar secara individu tentang Dinamika Pengelolaan kekuasaan Negara di pusat dan daerah berdasarkan UUD NRI tahun 1945 dalam mewujudkan

Atas dasar inilah maka agama yang dibawa oleh Nabi Muhammad Saw disebut agama Islam karena ia secara sadar mengajarkan sikap pasrah pada Tuhan, sehingga agama Nabi Muhammad

Tegangan setiap bus dari hasil eksekusi dari program perhitungan analisis aliran daya pada penyulang Durian 3 ditampilkan ke dalam gambar dibawah ini :.

Nilai posisi (variabel kontrol) dari setiap search agent pada setiap iterasi dievaluasi untuk memperoleh nilai fungsi objektif ( fitness ), yakni rugi-rugi daya aktif dan