• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perbandingan Karbon Tersimpan pada Beberapa Penutupan Lahan di Kabupaten Mamuju Utara, Sulawesi Barat Berdasarkan Karakteristik Fisik Lahannya

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Perbandingan Karbon Tersimpan pada Beberapa Penutupan Lahan di Kabupaten Mamuju Utara, Sulawesi Barat Berdasarkan Karakteristik Fisik Lahannya"

Copied!
120
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Permasalahan mengenai pemanasan global termasuk salah satu permasalahan yang hangat dibicarakan belakangan ini oleh hampir seluruh negara di dunia termasuk Indonesia. PBB semakin gencar berjuang untuk mengatasi pemasanasan global ini, berusaha untuk menanggulanginya serta berusaha untuk mencegah berkembangnya pemanasan global ini. Pemanasan global atau global warming yang terjadi saat ini pada dasarnya merupakan fenomena peningkatan suhu global karena terjadinya efek rumah kaca yang disebabkan oleh meningkatnya emisi gas seperti karbondioksida (CO2) sehingga energi matahari terperangkap dalam atmosfer bumi.

Pemanasan global adalah kejadian meningkatnya temperatur rata-rata atmosfer, laut dan daratan atau bumi. Temperatur rata-rata global pada permukaan bumi telah meningkat 0,74 ± 0,18°C selama seratus tahun terakhir. Intergovernmental Panel on Climate (IPCC) pada tahun 2007 menyimpulkan bahwa, sebagian besar peningkatan temperatur rata-rata global sejak pertengahan abad ke-20 kemungkinan besar disebabkan oleh meningkatnya konsentrasi gas-gas rumah kaca, akibat aktivitas manusia.

Pemanasan global terjadi ketika ada konsentrasi gas-gas tertentu yang dikenal dengan gas rumah kaca, yang terus bertambah di udara, hal tersebut disebabkan oleh tindakan manusia, kegiatan industri, khususnya CO2 dan chlorofluorocarbon, terutama adalah karbon dioksida, yang umumnya dihasilkan oleh penggunaan batubara, minyak bumi, gas dan penggundulan hutan serta pembakaran hutan.

(2)

di udara dan menyaring banyak panas dari matahari.Sementara lautan dan vegetasi menangkap banyak CO2, kemampuannya untuk menjadi “atap” sekarang berlebihan akibat emisi.Ini berarti bahwa setiap tahun, jumlah akumulatif dari gas rumah kaca yang berada di udara bertambah dan itu berarti mempercepat pemanasan global.

Sepanjang seratus tahun ini konsumsi energi dunia bertambah secara spektakuler. Sekitar 70% energi dipakai oleh negara-negara maju; dan 78% dari energi tersebut berasal dari bahan bakar fosil. Hal ini menyebabkan ketidakseimbangan yang mengakibatkan sejumlah wilayah terkuras habis dan yang lainnya mereguk keuntungan. Sementara itu, jumlah dana untuk pemanfaatan energi yang tak dapat habis (matahari, angin, biogas, air, khususnya hidro mini dan makro), yang dapat mengurangi penggunaan bahan bakar fosil, baik di negara maju maupun miskin tetaplah rendah, dalam perbandingan dengan bantuan keuangan dan investasi yang dialokasikan untuk bahan bakar fosil dan energi nuklir. Penggundulan hutan yang mengurangi penyerapan karbon oleh pohon, menyebabkan emisi karbon bertambah sebesar 20%, dan mengubah iklim mikro lokal dan siklus hidrologis, sehingga mempengaruhi kesuburan tanah.

Perubahan tata guna lahan dan perubahan penutupan lahan melalui konversi hutan dan semakin banyaknya industri-industri berat membuat lingkungan iklim global mengalami kerusakan dan pencemaran udara yang berdampak besar pada perubahan iklim global. Kerusakan lingkungan dan pencemaran udara oleh gas-gas emisi seperti CO2, NO2 dan CH4 di atmosfer yang merupakan gas buangan industri dan yang berasal dari deforestrasi merupakan faktor penyebab terjadinya pemanasan global (Murdiyarso 2003).

(3)

3

pada kayu sebagai produk utama melainkan juga produk-produk non kayu seperti potensi simpanan karbon.

Namun, jika dilihat keadaan dari bumi saat ini pemanasan global itu bukannya semakin menurun, tetapi semakin bertambah efek dan dampaknya.Banyak sekali dampak-dampak negatif yang terjadi akibat adanya pemanasan global, misalkan saja peningkatan suhu dunia yang semakin tidak bersahabat, kehidupan beruang kutub dan penguin semakin terancam akibat semakin mencairnya permukaan es di kutub, karena lubang ozon semakin membesar. Akibatnya permukaan air laut semakin meninggi dan mengakibatkan banjir di kota-kota pelabuhan contoh nyatanya adalah Jakarta.

Sumberdaya hutan Indonesia memiliki potensi tinggi dalam hal keanekaragaman hayati dan potensi dalam penyerapan karbon (Suhendang 2002). Suhendang (2002) memperkirakan bahwa dalam kurun waktu 1990–1994 hutan Indonesia yang luasnya sekitar 120,4 juta hektar mampu menyerap dan menyimpan karbon sekitar 15,05 milyar ton karbon. Data lain menunjukkan bahwa dalam kurun waktu 1990-1994 mampu menyerap emisi karbon 74% (Suryadi 2004). Besarnya potensi hutan sebagai penyerap dan penyimpan karbon tersebut, memberikan peluang besar kepada Indonesia untuk terlibat dalam mekanisme perdagangan karbon yang digagas dunia internasional sejak disetujui Kyoto Protocol pada tahun 1997.

(4)

1.2 Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan karbon tersimpan pada beberapa penutupan lahan di Kabupaten Mamuju Utara, Sulawesi Barat yang didasarkan pada

karakteristik fisik lahannya.

1.3 Manfaat Penelitian

(5)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Karbondioksida

Karbondioksida adalah zat asam arang CO2, gas tidak berwarna, tidak beracun dan berbau merangsang terdapat 0,03% di atmosfer, mineral dan sumber alam. Di udara terbuka, karbondioksida dalam bentuk cair akan segera mengembun menjadi salju asam karbon dan merupakan bahan pemadam api yang baik. Karbondioksida dapat digunakan sebagai bahan pendingin, bahan pemadam kebakaran dan penyegar minuman.

Karbon adalah bahan penyusun dasar semua senyawa organik. Pergerakannya dalam suatu ekosistem berbarengan dengan pergerakan energi melalui zat kimia lain, karbohidrat dihasilkan selama fotosintesis dan respirasi seluler menyediakan suatu hubungan antara lingkungan atmosfer dan lingkungan terestrial. Tumbuhan mendapatkan karbon, dalam bentuk CO2 dari atmosfer melalui stomata daunnya dan menggabungkannya ke dalam bahan organic biomassanya sendiri melalui proses fotosintesis. Sejumlah bahan organik tersebut kemudian menjadi sumber karbon bagi konsumen.

(6)

2.2 Biomassa

2.2.1 Pengertian Biomassa

Biomassa adalah bahan organik yang dihasilkan melalui proses fotosintesis, baik berupa produk maupun buangan, contoh biomassa antara lain tanaman, pepohonan, rumput, ubi, limbah pertanian dan limbah hutan. Biomassa selain digunakan untuk tujuan primer seperti serat, bahan pangan pakan ternak, minyak nabati, bahan bangunan juga dapat digunakan sebagai bahan energi (bahan bakar). Pada umumnya biomassa yang digunakan untuk bahan bakar adalah biomassa yang bernilai ekonomis rendah atau merupakan limbah dari produk primernya. Biomassa dalam bentuk kayu bakar dan limbah pertanian merupakan sumber energi tertua. Hingga sekarang biomassa sebagai sumber energi masih cukup berperan terutama untuk negara-negara berkembang.

Menurut Whitten et al. (1984) biomassa hutan adalah jumlah total bobot kering semua bagian tumbuhan hidup, baik untuk seluruh atau sebagian tubuh organism, produksi atau komunitas dan dinyatakan dalam berat kering per satuan luas (ton/ha). Sedangkan menurut Chapman (1976) biomassa adalah berat bahan organik suatu organisme per satuan unit area pada suatu saat, berat bahan organik umumnya dinyatakan dengan satuan berat kering (dry weight) atau kadang-kadang dalam berat kering bebas abu (ash free dry weight).

Biomassa hutan merupakan total materi yang ada di bawah dan atas permukaan tanah dari komponen-komponen hayati meliputi pohon serta semak dan non hayati yang ada dalam ekosistem hutan, seringkali biomassa didefinisikan sebagai “jumlah total dari komponen-komponen organik dalam pohon-pohonan di atas tanah, yang biasanya dinyatakan dalam berat kering atau ton per satuan luas” (Brown 1997).

(7)

7

Biomassa atas permukaan adalah semua material hidup di atas permukaan. Bagian yang termasuk dari biomassa atas permukaan ini adalah batang, tunggul, cabang, kulit kayu, biji dan daun vegetasi baik strata pohon maupun dari strata tumbuhan bawah di lantai hutan. Biomassa bawah permukaan adalah semua biomassa dari akar tumbuhan yang hidup. Pengertian akar ini berlaku hingga ukuran diameter tertentu yang ditetapkan. Hal ini dilakukan karena akar tumbuhna dengan diameter yang lebih kecil dari ketentuan cenderung sulit untuk dibedakan dengan bahan organik tanah dan serasah (Sutaryo 2009).

2.2.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Biomassa

Faktor iklim seperti suhu dan curah hujan merupakan faktor yang mempengaruhi laju peningkatan karbon biomassa pohon (Kusmana 1993). Selain curah hujan dan suhu yang mempengaruhi besarnya biomassa yang dihasilkan adalah umur dan kerapatan tegakan, komposisi dan struktur tegakan serta kualitas tempat tumbuh (Satoo dan Madgwick 1982). Biomassa tegakan hutan dipengaruhi oleh umur tegakan hutan, sejarah perkembangan vegetasi, komposisi dan struktur tegakan (Lugo dan Snedaker 1974).

Semakin tinggi suhu akan menyebabkan kelembaban udara relatif semakin berkurang. Kelembaban udara relatif bisa mempengaruhi laju fotosintesis. Hal ini disebabkan udara yang relatif tinggi akan memiliki tekanan udara uap air pasial CO2 sehingga memudahkan uap air berdifusi melalui stomata. Akibat selanjutnya laju fotosintesis akan menurun (Siringo & Ginting 1997 dalam Ojo 2003).

2.2.3 Pengukuran dan Pendugaan Biomassa

(8)

jenis parameter vegetasi yang diukur seperti yang tercantum pada Tabel 1 (Hairiah et al. 2001).

Tabel 1 Parameter-parameter biomassa diatas tanah dan metode pendugaan simpanan biomassa

Parameter Metode

Tumbuhan bawah Pemanenan/destruktif

Serasah : 1. Serasah kasar 2. Serasah halus

Pemanenan/destruktif

Pohon Hidup Non-destruktif, persamaan allometrik

Pohon mati berdiri (nekromassa) Non-destruktif, persamaan allometrik (yang bercabang) atau silinder (yang tidak bercabang)

Pohon mati roboh (nekromassa) Non-destruktif, persamaan silinder (atau allometrik untuk yang bercabang)

Tunggak pohon (nekromassa) Non-destruktif, persamaan silinder

Pendugaan biomassa hutan diperlukan untuk mengetahui perubahan cadangan karbon untuk tujuan lain. Pendugaan biomassa diatas permukaan tanah sangat penting untuk mengkaji cadangan karbon dan efek dan deforestasi dan penyimpanan karbon dalam keseimbangan karbon secara global (Ketterings et al. 2001).

Menurut Brown (1997) ada dua pendekatan untuk menduga biomassa dari pohon yaitu pendekatan yang pertama berdasarkan pendugaan volume kulit sampai batang bebas cabang yang kemudian dirubah menjadi jumlah biomassa (ton/ha) sedangkan pendekatan yang kedua secara langsung dengan menggunakan persamaan regresi biomassa.

Pendekatan pertama menurut Brown (1997) menggunakan persamaan dibawah ini :

Biomassa diatas tanah (ton/ha) : VOB x WD x BEF

Dimana, VOB : Volume batang bebas cabang dengan kulit (m3/ha) WB : Kerapatan kayu

(9)

9

Pendekatan yang kedua dengan menggunakan persamaan regresi biomassa yang didasarkan pada diametr batang pohon. Dasar dari persamaan regresi ini adalah hanya mendekati biomassa rata-rata per pohon menurut sebaran diameter, menggabungkan sejumlah pohon pada setiap kelas diameter dan menjumlahkan total seluruh pohon untuk seluruh kelas diameter.

Pengukuran biomassa vegetasi dapat memberikan informasi tentang nutrisi dan persediaan karbon dalam vegetasi secara keseluruhan atau jumlah bagian-bagian tertentu seperti kayu yang sudah ditebang.

Chapman (1976) mengelompokkan metode pendugaan biomassa diatas tanah ke dalam dua kelompok besar, yaitu :

1. Metode destruktif (permanenan)

a. Metode permanenan individu tanaman, metode ini digunakan pada tingkat kerapatan individu tumbuhan cukup rendah dan komunitas tumbuhan dengan jenis sedikit.

b. Metode permanenan kuadrat, metode ini mengharuskan memanen semua individu pohon dalam suatu unit cintoh dan menimbangnya.

c. Metode permanenan individu pohon yang mempunyai luas bidang dasar rata-rata, metode ini biasanya diterapkan pada tegakan yang memiliki ukuran seragam.

2. Metode non destruktif (tidak langsung)

a. Metode hubungan allometrik, persamaan allometrik dibuat dengan mencari korelasi yang paling baik antara dimensi pohon dengan biomassanya. Pembuatan persamaan tersebut dengan cara menebang pohon yang mewakili sebaran kelas diameter dan ditimbang.

b. Crop meter, penduga biomassa metode ini dengan cara menggunakan seperangkat peralatan elektronika listrik yang kedua kutubnya diletakkan diatas permukaan tanag pada jarak tertentu.

(10)

penyimpanan karbon dalam keseimbangan karbon secara global (Ketterings et al. 2001).

Menurut Rahayu et al. (2004) peningkatan penyerapan cadangan karbon dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut :

1. Meningkatkan pertumbuhan biomassa hutan secara alami.

2. Menambah cadangan kayu pada ahutan yang ada dengan penanaman pohon atau mengurangi pemanenan kayu.

3. Mengembangkan hutan dengan jenis pohon yang cepat tumbuh.

Karbon yang diserap oleh tanaman disimpan dalam bentuk biomassa kayu sehingga cara yang paling mudah untuk meningkatkan cadangan karbon adalah dengan menanam dan memelihara pohon.

2.3 Peranan Hutan sebagai Penyerap Karbon

Hutan sangat berperan penting dalam upaya peningkatan penyerapan CO2 dimana dengan bantuan cahaya matahari dan air dari tanah, vegetasi yang berklorofil mampu menyerap CO2 dari atmosfer melalui proses fotosintesis. Hasil fotosintesis ini antara lain disimpan dalam bentuk biomassa yang menjadikan vegetasi tumbuh menjadi makin besar atau makin tinggi. Pertumbuhan ini akan berlangsung terus sampai vegetasi tersebut secara fisiologis berhenti tumbuh atau dipanen.

(11)

11

Siklus karbon menggambarkan dinamika karbon di alam secara sederhana. Siklus ini merupakan siklus biogeokimia yang mencakup pertukaran atau perpindahan karbon diantara biosfer, pedosfer, geosfer, hidrosfer dan atmosfer bumi. Siklus karbon merupakan proses yang rumit dan setiap proses saling mempengaruhi proses lainnya (Sutaryo 2009).

Tumbuhan memerlukan sinar matahari dan gas karbondioksida yang diserap dari udara serta air serta hara yang diserap dari dalam tanah untuk kelangsungan hidupnya. Melalui proses fotosintesis, CO2 di udara diserap oleh tanaman dan diubah menjadi karbohidrat, kemudian disebarkan ke seluruh tubuh tanaman dan akhirnya ditimbun dalam tubuh tanaman berupa daun, batang, ranting, bunga dan buah. Proses penimbunan karbon dalam tubuh tanaman hidup dinamakan proses sekuestrasi. Pengukuran jumlah karbon yang disimpan dalam tubuh tanaman hidup (biomassa) pada suatu lahan dapat menggambarkan banyaknya CO2 di atmosfer yang diserap oleh tanaman (Hairiah dan Rahayu 2007).

Aliran karbon dari atmosfer ke vegetasi merupakan aliran yang bersifat dua arah yaitu pengikatan CO2 ke dalam biomassa melalui fotosintesis dan pelepasan CO2 ke atmosfer melalui proses dekomposisi dan pembakaran. Alih guna lahan dan konversi hutan merupakan sumber utama emisi CO2 dengan jumlah sebesar (1,7 ± 0,6) 109 Mg karbon pertahun. Karbon yang terikat oleh vegetasi hutan akan segera dilepaskan kembali ke atmosfer melalui pembakaran, dekomposisi sisa panen maupun pengangkutan hasil panen. Pelepasan karbon ke atmosfer akibat konversi hutan berjumlah sekitar 250 Mg karbon per hektar yang terjadi selama penebangan dan pembakaran sedangkan, penyerapan kembali karbon menjadi vegetasi pohon relatif lambat hanya sekitar 5 Mg karbon per hektar setiap tahun (Rahayu et al. 2004).

2.4 Penggunaan Lahan

(12)

semua aspek kehidupan dan pembangunan baik langsung maupun tidak langsung berkaitan dengan permasalahan lahan.

Penggunaan lahan (land use) diartikan sebagai setiap bentuk campur tangan manusia terhadap lahan dalam rangka memenuhi kebutuhan hidupnya baik material maupun spiritual (Arsyad 2006). Penggunaan lahan merupakan bentuk kegiatan manusia terhadap sumberdaya alam lahan baik yang bersifat permanen atau sementara yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan material maupun spiritual (Candra 2003). Penggunaan lahan diartikan sebagai setiap bentuk intervensi manusia terhadap lahan dalam rangka memenuhi kebutuhan hidupnya, termasuk keadaan alamiah yang belum terpengaruh oleh kegiatan manusia. Aktivitas tersebut menyebabkan terjadi penggunaan lahan yang sangat beraneka ragam sesuai dengan peruntukan (Suburi 2000). Saefulhakim dan Nasoetion (1994) menyatakan bahwa penggunaan lahan merupakan proses dinamis, sebagai hasil dari perubahan pola dan besarnya aktivitas manusia sepanjang waktu.

Menurut Chapman (1976), kebutuhan penggunaa lahan berkaitan erat dengan sistem aktivitas antara manusia dan kelembagaan (institusi) yaitu individu, rumah tangga, firma dan institusi. Barlowe (1987) menyebutkan ada tiga faktor penting yang dipertimbangkan dalam menggunakan lahan yaitu kesesuaian bio-fisik, kelayakan sosial ekonomi dan kelayakan kelembagaan. Faktor fisik dan biologis mencakup kesesuaian sifat fisik seperti keadaan geologi, tanah, air, iklim, tumbuh-tumbuhan, binatang dan kependudukan.

(13)

13

2.4.1 Pola Penggunaan Lahan

Pola penggunaan lahan adalah konfigurasi spasial atau tata ruang di suatu wilayah untuk waktu tertentu. Pola penggunaan lahan dapat menggambarkan keadaan sosial ekonomi dari masyarakatnya. Secara umum, pola tersebut merefleksikan aktivitas manusia yang membutuhkan lahan untuk memproduksi pangan, lokasi perumahan, bangunan serta fasilitas lainnya (Saefulhakim 1998).

Pola penggunaan lahan merupakan gabungan dari beberapa jenis penggunaan lahan yang ada dalam suatu wilayah. Oleh karena itu, potensi suatu daerah dapat dilihat dari pola penggunaan lahan yang ada di daerah yang bersangkutan.

2.4.2 Klasifikasi Penggunaan Lahan

Arsyad (2010) mengelompokkan penggunaan lahan ke dalam dua golongan besar yaitu penggunaan lahan pertanian dan penggunaan lahan bukan pertanian. Penggunaan lahan pertanian yaitu penggunaan lahan tegalan, sawah, kebun, padang rumput, hutan, padang alang-alang dan sebagainya. Sedangkan penggunaan lahan bukan pertanian yaitu penggunaan lahan kota atau desa (pemukiman), industri, rekreasi, pertambangan dan sebagainya.

Menurut Barlowe (1987), penggunaan lahan dibagi menjadi sepuluh kelas yaitu lahan pemukiman, lahan industri dan perdagangan, lahan bercocok tanam, lahan peternakan dan penggembalaan, lahan rekreasi, lahan pelayanan jasa, lahan transportasi dan lahan tempat pembuangan. Kelas penggunaan lahan tersebut dapat dikelompokkan ke dalam beberapa jenis penggunaan, yaitu :

1. Pemukiman dan industri, meliputi sebagian besar penggunaan lahan di perkotaan, tetapi hanya sebagian kecil dari penggunaan lahan seluruhnya.

2. Pertanian, meliputi areal tanaman pertanian yaitu pangan dan perkebunan yang merupakan porsi terbesar dari penggunaan lahan seluruhnya.

3. Padang rumput dan penggembalaan, meliputi penggunaan lahan untuk peternakan termasuk komplek pertanian.

(14)

5. Lain-lain, meliputi penggunaan lahan untuk tempat rekreasi, jalan raya, pertambangan, pembuangan sampah dan lainnya.

2.5 Sifat Fisik Tanah 2.5.1 Tekstur Tanah

Tekstur tanah merupakan komposisi butiran penyusun tanah yang pada umumnya terdiri dari pasir, debu dan liat yang mempunyai ukuran kurang dari 2 mm. Pasir biasanya didominasi oleh mineral kuarsa (SiO2) yang sangat tahan terhadap pelapukan sedangkan debu biasanya berasal dari mineral Feldspar dan mika yang dengan mudah melapuk dan pada saat pelapukannya mengeluarkan sejumlah hara sehingga tanah bertekstur debu pada umumnya lebih subur daripada tanah bertekstur pasir. Liat merupakan koloid yang bermuatan listrik yang aktif sebagai pertukaran anion dan kation maka, liat lebih berperan secara kimiawi (Hanafiah 2005).

Kelas tekstur tanah ditentukan berdasarkan proporsi dari pasir, debu dan liat yang terkandung dalam tanah. Menurut Hardjowigeno (2003) tanah dikelompokkan ke dalam beberapa macam kelas tekstur, yaitu :

1. Tanah bertekstur kasar meliputi pasir dan pasir berlempung.

2. Tanah bertekstur agak kasar meliputi lempung berpasir dan lempung berpasir halus.

3. Tanah bertekstur sedang meliputi lempung berpasir sangat halus, lempung, lempung berdebu dan debu.

4. Tanah bertekstur agak halus meliputi lempung liat, lempung liat berpasir dan lempung liat berdebu.

5. Tanah bertekstur halus meliputi liat berpasir, liat berdebu dan liat.

2.6 Sifat Kimia Tanah

2.6.1 Reaksi Tanah (pH Tanah)

(15)

15

banyaknya konsentrasi ion hydrogen (H+) di dalam tanah (Hardjowigeno 2003). Tanah asam memiliki nilai pH yang rendah atau kadar ion H+ yang tinggi, sebaliknya tanah basa memiliki nilai pH yang tinggi atau kadar ion H+ yang rendah. Dalam tanah, selain ion H+ dan ion–ion lain ditemukan pula ion OH- yang jumlahnya berbanding terbalik dengan ion H+. Bila kandungan H+ dan OH- adalah sama, maka tanah bereaksi netral.

Reaksi tanah yang asam hampir selalu ditemukan di daerah beriklim basah, pada tanah ini kandungan ion H+ melebihi OH-. Sebaliknya, tanah basa hampir selalu pula ditemukan di daerah kering, kandungan ion OH- lebih tinggi dari ion H+ (Dikti 1991a). Nilai pH berkisar antara 0–14 dengan pH 7 disebut netral, pH kurang dari 7 disebut masam dan pH lebih dari 7 disebut basa. Namun, pada umumnya pH tanah berkisar antara 3,0 – 9,0 (Hardjowigeno 2003).

Tingkat kemasaman atau pH yang digunakan untuk menentukan mudah tidaknya unsur-unsur hara diserap tanaman. Pada umumnya unsur hara mudah diserap akar tanaman pada pH tanah sekitar netral, karena pada pH tersebut kebanyakan unsur hara mudah larut dalam air. Pada umumnya pula tanaman menunjukkan penurunan pertumbuhan pada tanah asam. Hal ini disebabkan karena kandungan A1 serta unsur-unsur mikro yang berlebih sehingga bersifat racun terhadap tanaman. Menurut Dikti (1991a) masalah yang paling menonjol pada tanah asam adalah keracunan A1 dan Mn serta kekurangan hara P. Selain itu, tanah yang terlalu basa juga sering mengandung garam yang terlalu tinggi yang juga dapat menjadi racun bagi tanaman.

2.6.2 C-Organik

(16)

Tabel 2 Kriteria penilaian sifat-sifat kimia tanah

No Sifat Tanah Satuan Sangat

Rendah Rendah Sedang Tinggi

Sangat

Sumber : Staff Pusat Penelitian tanah (1983)

2.6.3 N-Total

Nitrogen (N) merupakan salah satu unsur hara makro esensial yang dibutuhkan oleh tanaman dalam jumlah yang besar. Menurut Hanafiah (2005) unsur N berfungsi sebagai penyusun semua protein, klorofil dan asam-asam nukleat serta berperan dalam pembentukkan koenzim. Nitrogen dalam tanah berasal dari bahan organik tanah, pengikatan oleh mikroorganisme dari N udara, pupuk dan air hujan. Nitrogen di dalam tanah terdapat dalam berbagai bentuk yaitu protein, senyawa-senyawa amino, amonium (NH4+), serta nitrat (NO3-).Nitrogen yang diserap oleh tanaman adalah nitrogen dalam bentuk ammonium dan nitrat (Hardjowigeno 2003).

2.6.4 P2O5

Unsur Fosfor (P) di dalam tanah berasal dari bahan organik, pupuk buatan, dan mineral-mineral di dalam tanah. P-organik dan P-anorganik merupakan jenis unsur P yang terdapat di dalam tanah (Hardjowigeno 2003).

(17)

17

kation tanah serta terfiksasi pada permukaan positif koloidal tanah.Ketersediaan unsur P optimum terdapat pada kisaran pH 6,0–7,0.

2.6.5 Kalium (K2O)

Unsur K dalam tanah berasal dari mineral-mineral primer tanah (feldspar, mika dan lain-lain) serta berasal dari pupuk buatan. Unsur K ditemukan dalam jumlah yang besar pada tanah, tetapi hanya sebagian kecil yang digunakan oleh tanaman yaitu yang larut dalam air atau yang dapat dipertukarkan (Hardjowigeno 2003). Kalium berfungsi dalam proses pembentukkan pati, mengaktifkan enzim, pembukaan stomata, proses fisiologis dalam tanaman, proses metabolik dalam sel, mempengaruhi penyerapan unsur-unsur lain, mempertinggi daya tahan terhadap kekeringan dan penyakit serta perkembangan akar.

2.6.6 Kalsium (Ca)

Unsur Ca dalam tanah berasal dari mineral-mineral primer, karbobat (kalsit, dolomit) dan garam-garam sederhana (gipsum dan Ca fosfat) (Hardjowigeno 2003). Unsur kalsium tersedia dalam bentuk kation bervalensi 2, dan diambil oleh tanaman dalam bentuk ion Ca2+. Kalsium berperan sebagai komponen penyusun dinding sel tanaman, pembentukkan struktur dan permeabilitas membran sel (Hanafiah 2005).

Defisiensi Ca biasanya dijumpai pada kondisi masam dengan kejenuhan Ca rendah. Ca tersedia pada pH 7,0–8,5. Kekurangan Ca dapat menyebabkan terhentinya pertumbuhan tanaman akibat terganggunya pembentukkan pucuk tanaman dan ujung-ujung akar serta jaringan penyimpan yang disebabkan terhambatnya pembelahan sel.

2.6.7 Magnesium (Mg)

(18)

diambil tanaman dalam bentuk Mg2+ (Hanafiah 2005). Magnesium berperan sebagai satu-satunya mineral penyusun klorofil, berperan dalam aktivasi enzim, serta dalam pembentukkan minyak.

Tabel 3 Kriteria penilaian Ca dan Mg

No Sifat Tanah Satuan

Sangat Renda h

Rendah Sedang Tinggi

Sangat Tinggi 1 Kalsium (Ca) mg/100 g < 2,00 2,00−5,00 6,00−10,00 11,00−20,00 >20,00 2 Magnesium (Mg) mg/100 g < 0,40 0,40−1,00 1,10−2,00 2,10−8,00 > 8,00 Sumber: Pustlitanak (1994)

2.7 Topografi

Topografi merupakan gambaran variabilitas permukaaan bumi, yang biasanya berasosiasi dengan ciri-ciri bentuk permukaan seperti variasi relief suatu daerah. Untuk menggambarkan secara lebih sederhana dapat digunakan pengertian-pengertian bentang lahan, seperti perbukitan, lembah dan dataran. Topografi suatu wilayah dapat digambarkan dalam SIG dengan data elevasi digital. Data ini terdiri dari sejumlah besar titik elevasi yang menyebar di seluruh daerah yang digambarkan. Titik-titik ini umumnya diorganisasikan sebagai grid titik sebagai bentuk raster dari organisasi tersebut.

Topografi dapat dipergunakan untuk mempelajari data selain elevasi. Berbagai ciri-ciri yang mempunyai perubahan nilai kontinyu pada suatu daerah dapat ditampilkan sebagai suatu permukaan sehingga dinamika proses di permukaan tersebut dapat dipahami. Data geologi, aerogmatik, dan geokimia sering ditampilkan sebagai suatu bidang permukaan. Contoh lain adalah tingkat kebisingan di sekitar bandar udara, atau tingkat polusi dalam suatu danau juga dapat digambarkan sebagai permukaan topografi. Aplikasi fungsi topografi sangat banyak dipakai saat ini untuk keperluan pemetaan polusi di daerah industri atau daerah pertanian intensif.

(19)

19

aspek, yang dihitung dengan menggunakan elevasi data dari berbagai titik berdekatan.

Topografi (relief) juga dapat diartikan sebagai perbedaan tinggi atau bentuk wilayah suatu daerah, termasuk perbedaan kecuraman dan bentuk lereng. Peran topografi dalam proses genesis dan perkembangan profil tanah adalah melalui empat cara, yaitu lewat pengaruhnya dalam menentukan jumlah air hujan yang dapat meresap atau disimpan oleh massa tanah, kedalaman air tanah, besarnya erosi yang dapat terjadi, dan arah pergerakan air yang membawa bahan-bahan terlarut dari tempat yang tinggi ke tempat yang rendah.

Melalui empat perannya ini, maka Hardjowigeno (2003) menyimpulkan bahwa sifat-sifat tanah yang terpengaruh meliputi, ketebalan solum dan bahan organik pada horizon O, kadar bahan organik pada horizon O dan air tanah, warna, temperatur dan taraf perkembangan horizon, reaksi tanah dan kadar garam mudah larut, jenis dan taraf perkembangan lapisan padas, sifat bahan induk tanah.

Lereng didefinisikan sebagai besarnya perubahan elevasi dibandingkan ke panjang bidang datar. Aspek adalah arah lereng menghadap yang biasanya dinyatakan dalam derajat sudut antara 0 sampai 360. Konsepnya, perhitungan lereng dan aspek pada suatu titik dapat dibayangkan sebagai ketepatan suatu bidang kenilai elevasi dari lingkungannya. Kemiringan dan arah bidang adalah lereng dan aspek dari titik tersebut. Arah maksimum lereng disebut juga gradient.

Lereng biasanya diukur dalam derajat atau persentase perubahan elevasi dibagi jarak horizontal bersangkutan, sedangkan aspek didefinisikan dari sudut horizontal, yang biasanya diukur dalam derajat azimuth yang merupakan sudut yang dibentuk dari pergerakan jarum jam dari utara. Sudut vertikal atau sudut elevasi adalah sudut positif yang diukur dari horizontal ke suatu garis yang digambar tegak lurus ke permukaan. Sudut ini adalah 900 dikurangi dengan besarnya gradient.

(20)
(21)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari 2011 di Laboratorium Pengaruh Hutan, Departemen Silvikultur, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor. Lokasi pengambilan data penelitian ini di Mamuju Utara dan Analisis tanah yang dilakukan di Laboratorium Tanah Departemen Pertanian Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Balai Besar Sumberdaya Lahan Peranian Balai Penelitian Tanah Bogor.

3.2 Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut, seperangkat komputer dengan beberapa software yaitu Arc View 3.3, Citra Landsat Mamuju Utara tahun 2010 yang terdapat pada lampiran 4 , Microsoft Word 2010, Microsoft Excel 2010, Microsoft Powerpoint 2010, alat tulis, alat hitung, peta kerja, tally sheet, global Positioning System (GPS), Tali tambang warna cerah ukuran minimal 20 meter, tali plastik (tali rafia) warna cerah, Kompas, pita meter ukuran minimal 30 meter, pita meter jahit untuk mengukur keliling pohon, kamera digital untuk dokumentasi, label, plastik bening ukuran 5 kg, plastik hitam besar ukuran 1 kg, golok/pisau/cutter, patok, timbangan, bor tanah.

3.3 Metode Pengambilan Data

Jenis-jenis data yang digunakan untuk kegiatan penelitian ini dibagi 2, yaitu 1. Data Primer

(22)

2. Data sekunder

Data sekunder merupakan data penunjang penelitian berupa kondisi umum lokasi penelitian salah satu data sekunder yang digunakan yaitu berupa citra landsat. Citra landsat yang digunakan berupa citra tahun 2010. Citra tahun 2010 dipilih karena lebih jelas karena sedikit tertutup awan.

3.4 Metode Penelitian

Data-data yang digunakan adalah metode non destruktif, yaitu metode tanpa penebangan pohon. Hal ini dilakukan karena biaya yang lebih murah dan mudah dilakukan, yaitu dengan mengukur semua pohon dengan diameter 1,3 m dari atas tanah yang kemudian digunakan pendekatan volumetrik untuk menduga potensi biomassa dan simpanan karbon, sedangkan untuk estimasi biomassa serta simpanan karbon pada tumbuhan bawah dan serasah dilakukan dengan mengambil mengambil seluruh bagian tumbuhan bawah dan serasah (Hairiah dan Rahayu 2007). Untuk penentuan biofisik tanah digunakan dengan beberapa metode. Langkah-langkah yang akan dilakukan dalam penelitian ini :

1. Penentuan dan Pembuatan Petak Penelitian

Petak yang digunakan dalam penelitian ini ada 3 jenis sesuai dengan jenis tegakan. Untuk tutupan lahan berupa pohon dengan petak berukuran 20 m × 100 m dengan rincian 5 petak 20 m × 20 m. Didalam masing-masing petak terbagi lagi menjadi petak kecil berukuran 1 × 1 m sebanyak 2 buah yang letaknya bisa di lihat dalam Gambar 1, petak ini digunakan untuk pengukuran analisis vegetasi tumbuhan bawah dan serasah.

(23)

23

Untuk tutupan lahan mangrove menggunakan ukuran plot 10 m × 50 m yang terbagi atas 5 petak dengan ukuran 10 m × 10 m. Di dalam petak ini juga terdapat 2 buah petak dengan ukuran 1 m × 1 m untuk mengukur biomassa tumbuhan bawah seperti pada gambar 1.

Untuk jenis tutupan lahan berupa Semak Belukar, Tegalan, Sawah, dan Rawa digunakan petak 1 m × 1 m dengan jarak antar petak 10 m sebanyak 5 petak seperti pada Gambar 2.

Gambar 2 Plot pengukuran biomassa di semak belukar, tegalan, sawah, dan rawa

2. Pendugaan Biomassa Tegakan

Pendugaan biomassa tumbuhan dilakukan dengan menggunakan metode pendekatan volume seperti yang diusulkan Brown (1997).

3. Pengambilan Contoh Tumbuhan Bawah

Pada setiap petak penelitian berukuran 1 m × 1 m dilakukan pengambilan contok tumbuhan bawan berkayu atau non kayu yang berdiameter batang kurang dari 5 cm, tumbuhan menjalar, rumput-rumputan atau gulma. Estimasi biomassa tumbuhan bawah dilakukan dengan mengambil bagian tanaman (Hairiah dan Rahayu 2007). Selain pengambilan tumbuhan bawah, dilakukan juga pengambilan serasah pada petak 1 m × 1 m tersebut.

4. Pengovenan

(24)

3.5 Analisis Data

1. Pengukuran biomassa tumbuhan bawah dan serasah

Data primer tumbuhan bawah yang diperoleh dihitung berat basahnya dan contoh yang diambil dikeringtanurkan untuk mengetahui berat keringnya. Menurut Haygreen dan Bowyer (1982), kadar air dihitung menggunakan rumus :

- Perhitungan kadar air: = − ×100% BK

BK BB KA

(Haygreen & Bowyer 1982) Keterangan: KA = kadar air (%)

BB = berat basah contoh (gram) BK = berat kering contoh (gram)

- Perhitungan berat kering biomassa:

)

Penentuan tipe struktur tanah dilakukan melalui langkah-langkah berikut: 1. Contoh tanah terusik diambil sebanyak ± 20 cm3 (massa tanah dapat ditampung

dua telapak tangan yang didampingkan)

2. Bongkahan tanah tersebut dihancurkan dengan cara dilemparkan setinggi 25 – 50 cm

3. Setelah bongkahan tanah tersebut hancur, ditentukan bentuk agregat tanah terkecil (struktur tanah) yang terdapat pada bongkah tanah tersebut

(25)

25

Gambar 3 Bentuk-bentuk agregat tanah

3. Alometrik

Untuk menduga kandungan biomassa dari tutupan lahan yang ada digunakan metode pendekatan melalu rumus atau biasa yang disebut alometrik. Adapun beberapa Alometrik yang digunakan dalam penelitian ini terdapat pada Lampiran 3.

4. Potensi Karbon

Karbon diduga melalui biomassa yaitu mengkonversi setengah dari jumlah biomassa, karena hampir 50% dari biomassa vegetasi hutan tersusun atas unsur karbon (Brown 1997) yaitu dengan menggunakan rumus :

C = Yn × 0,5 Dimana : C = Karbon (ton/ha)

Yn = Biomassa tegakan (ton/ha)

(26)

3.5.1 Analisis Tanah

Analisis tanah dilakukan oleh Balai Penelitian Tanah Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian , Cimanggu Bogor.

3.5.2 Analisis Statistik

(27)

BAB IV

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

1.1 Letak Geofrafis dan Batas Wilayah

Berdasarkan data statistik (Mamuju Utara dalam Angka 2007), Kabupaten Mamuju Utara, yang terdiri atas 12 kecamatan dan 63 desa/kelurahan, meliputi wilayah seluas 304.375 ha. Secara geografis Kabupaten Mamuju Utara terletak antara 119°25’ 26”−119° 50’ 20” BT dan 0° 40’ 10”−1° 50’ 12” LS. Secara fisik, batas-batas Kabupaten Mamuju Utara adalah sebagai berikut:

a. Sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Donggala Provinsi Sulawesi Tengah b. Sebelah Timur berbatasan dengan Provinsi Sulawesi Tengah

c. Sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Mamuju d. Sebelah Barat berbatasan dengan Selat Makassar

Kecamatan Baras memiliki wilayah yang paling luas berdasarkan data statistik (sekitar 14,24 % dari total luas wilayah kabupaten) sebelum dimekarkan menjadi dua kecamatan sedangkan Kecamatan yang terluas berdasarkan analisis peta adalah Kecamatan Dapurang (sekitar 30,71% dari total luas wilayah kabupaten). Posisi kedua, ketiga dan keempat berdasarkan data statistik secara berturut-turut ditempati oleh Kecamatan Sarudu, Bulutaba dan Kecamatan Lariang, sedangkan Posisi kedua, ketiga dan keempat

Berdasarkan analisis peta masing-masing ditempati oleh Kecamatan Baras, Bulutaba dan Pasangkayu. Kecamatan yang memiliki luas wilayah yang paling kecil adalah Kecamatan Bambaira (hanya sekitar 1,21% dari total luas wilayah kabupaten).

4.2 Keadaan Iklim

(28)

dipengaruhi oleh musim barat karena adanya angin barat laut yang membawa hujan dengan puncak curah hujan pada bulan Desember dan Januari. Sedangkan pada bulan Maret sampai September bertiup angin tenggara yang merupakan angin timur yang kering sehingga terjadi musim kemarau.

Curah hujan bulanan yang tercatat pada stasiun Karossa juga menunjukkan terjadinya puncak musim pada bulan April disamping yang terjadi pada bulan-bulan Desember dan bulan Januari. Pola seperti ini juga terjadi di bagian tengah wilayah kabupaten. Hal ini kemungkinan disebabkan karena adanya pola bimodial atau dua puncak musim hujan dimana puncak musim hujan yang kedua terjadi karena adanya uap air dari tenggara yang terbawa oleh angin timur. Dikaitkan dengan data curah hujan yang tersedia tersebut maka berdasarkan pembagian wilayah iklim dari Oldeman, wilayah bagian selatan lebih basah dibandingkan dengan bagian utara. Iklim di bagian selatan diklasifikasikan sebagai wilayah iklim B1, dimana bulan basah (curah hujan bulanan rata-rata di atas 200 mm) mencapai tujuh sampai sembilan bulan dan bulan kering (curah hujan bulanan rata-rata kurang dari 100 mm) kurang dari dua bulan. Total curah hujan tahunan lebih besar dibagian selatan dibandingkan dengan di bagian utara yang wilayahnya berbatasan dengan Kabupaten Donggala, Provinsi Sulawesi Tengah. Bulan kering dengan curah hujan kurang dari 100 mm terjadi pada bulan Agustus di bagian utara. Sedangkan pada bulan yang sama di bagian selatan curah hujan masih di atas 100 mm. Distribusi curah hujan bulanan yang demikian ini memungkinkan terbentuknya vegetasi berupa formasi hutan hujan dataran rendah yang selalu hijau sepanjang tahun. Tanaman komoditas seperti kelapa sawit dan kakao pertumbuhannya sesuai dengan kondisi iklim seperti ini.

4.3 Geologi dan Tanah 4.3.1 Aspek Geologi

(29)

29

mendatar oleh Palu-Koro, Walanae Fault, pergerakan menghunjam oleh subduksi Laut Sulawesi dan beberapa patahan lainnya (Bergman 1996) (Gambar 4).

Gambar 4 Kerangka struktur geologi Pulau Sulawesi (Bergman et al. 1996)

4.3.2 Aspek Tanah

(30)

4.4 Sosial Ekonomi

(31)

BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Analisis Tutupan Lahan dan Vegetasi

Terdapat 6 jenis tutupan lahan yang digunakan dalam penelitian ini seperti yang ada dalam Tabel 4. Arsyad (2010) mengelompokkan penggunaan lahan pertanian yaitu penggunaan lahan tegalan, sawah, kebun,

Tabel 4 Jenis tutupan lahan dan vegetasi dan luas petak penelitian

(32)

padang rumput, hutan, padang alang–alang dan sebagainya. Sedangkan penggunaan lahan bukan pertanian yaitu penggunaan lahan kota atau desa (pemukiman), industri, rekreasi, pertambangan dan sebagainya.

Tabel 5 Luas tutupan lahan di wilayah mamuju utara No Jenis Tutupan Lahan Luas (Ha)

1 Hutan campuran 149.229,10

2 Mangrove 289,49

3 Tegalan/Ladang 27.678,40

4 Rawa 1.208,31

5 Kebun Campuran (Agroforestry) 60.315,66

6 Perkebunan sawit 56.997,79

Jumlah 295.718,79

5.2 Kandungan Karbon Pada Penggunaan Lahan

Setiap penggunaan lahan memiliki kandungan karbon yang berbeda-beda. Adapun kandungan karbon yang didapatkan pada beberapa jenis tutupan lahan pada penelitian ini yaitu pada Tabel 5.

Tabel 5 Jumlah karbon pada tiap tutupan lahan No Jenis

(33)

33

terbalik. Kandungan C dan N pada kebun sawit 2 ini termasuk kategori rendah. Untuk unsur-unsur tanah yang lain akan dijelaskan pada bagian selanjutnya.

5.3 Kondisi Tapak

Kondisi tapak yang di teliti dalam penelitian ini meliputi kondisi tanah yaitu beberapa sifat fisik dan kimia tanah, dan kondisi topografi yang meliputi kemiringan dan ketinggian lokasi penelitian.

5.3.1 Sifat-sifat Tanah

Sifat-sifat tanah terbagi atas 2 bagian yaitu sifat fisik tanah dan sifat kimia tanah.

5.3.1.1 Sifat Fisik Tanah

Sifat fisik tanah yang dianalisis adalah tekstur tanah.

5.3.1.1.1 Tekstur Tanah

Tekstur tanah merupakan perbandingan kandungan partikel tanah yang terdiri dari pasir, debu, dan liat. Setiap lokasi memiliki jenis tekstur tanah yang berbeda tergantung dari persentase kandungan partikel tanah. Persentase kandungan partikel tanah lokasi penelitian dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6 Tekstur tanah

Jenis tutupan lahan Tekstur tanah (%)

Pasir Debu Liat

Tanah sawit 1 10 64 26

Tanah sawit 2 15 33 52

Tanah Mangrove 1 30 49 21

Tanah mangrove 2 21 46 33

Tanah Kebun campuran 1 28 45 27

Tanah Kebun campuran 2 12 40 48

Tanah Hutan campuran 1 27 38 35

Tanah Hutan campuran 2 37 37 34

Tanah Tegalan 39 25 18

(34)

Berdasarkan persentase kandungan pasir, debu, dan liat tekstur tanah perkebunan sawit 1, hutan alam 1, hutan mangrove 2 dan hutan alam 2 bertekstur sedang tapi agak halus yaitu lempung berliat. Perkebunan sawit 2 termasuk bertekstur halus yaitu liat. Hutan mangrove 1 bertekstur sedang yaitu lempung berpasir.Kebun campuran 1 memiliki tekstur sedang berupa lempung. Kebun campuran 2 memiliki tekstur halus berupa liat berdebu. Pada tegalan memiliki tekstur sedang tetapi agak kasar berupa lempung berpasir dan pada rawa memiliki tanah bertekstur sedang tetapi agak halus berupa lempung liat berpasir. Penentuan tekstur didasarkan pada segitiga teksur yang berisi proporsi persentase partikel tanah (Darusman 1989). Tekstur tanah sangat berpengaruh terhadap kemampuan tanah dalam penyerapan air dan unsur hara.

Tanah yang baik adalah tanah yang memiliki tekstur sedang. Tekstur tanah yang kasar atau agak kasar mempunyai pori makro yang lebih banyak sehingga sulit untuk menahan air, sedangkan tekstur tanah halus mempunyai pori mikro yang lebih banyak serta mempunyai luas permukaan yang besar sehingga dapat menyulitkan penyerapan air.

Pada kebun sawit 2 yang memiliki tekstur tanah halus dimana tekstur ini kurang baik bagi tanaman namun memiliki diameter pohon yang besar dibandingkan dengan tutupan lahan yang lain. Hal ini dapat disebabkan oleh umur tanaman dan jenis vegetasinya.

5.3.1.2 Sifat Kimia Tanah

Sifat kimia tanah yang dianalisis adalah pH, C-organik, N, C/N,P2O5, K2O, Ca, dan Mg. Untuk lebih jelas dapat dilihat pada Lampiran 2.

5.3.1.2.1 Reaksi Tanah (pH Tanah)

(35)

35

dengan hutan mangrove 1, karena pada umumnya kandungan OHˉ lebih tinggi dari ion H+. Kandungan pH tahan keseluruhan tutupan lahan yang diteliti dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7 Kandungan pH tanah

Menurut Hardjowigeno (2003), pada umumnya pH tanah berkisar antara 3,0 – 9,0. Unsur hara lebih mudah diserap akar tanaman pada pH netral, selain itu pada pH netral kandungan unsur hara makro yang dibutuhkan tanaman juga tersedia dalam jumlah yang banyak.

Pada kebun sawit 2 yang memiliki jumlah karbon total terbesar memiliki nilai pH yang sangat asam. Namun pada kenyataanya tanaman sawit dapat hidup pada tanah yang sangat asam.

5.3.1.2.2 C-Organik

(36)

manusia seperti eksploitasi oleh manusia terhadap lahan tersebut. Kandungan C-organik pada kesepuluh lahan yang diteliti dapat dilihat pada Tabel 8.

Tabel 8 Kandungan C-organik tanah

No Jenis tutupan Lahan C-Organik(%)

1 Kebun Sawit 1 3,12

Kebun sawit 2 sebagai tutupan lahan yang memiliki karbon total terbesar memiliki kandungan C-Organik dalam kategori rendah. Hal ini dapat disebabkan kondisi tanah pada kebun sawit 2 yang memiliki tekstur halus sehingga sulit untuk menyimpan air.

5.3.1.2.3 N-Total

Jumlah N-Total terbesar adalah pada rawa dengan persentase sebesar 0,60 persen. Sedangkan nilai N-Total terkecil terdapat pada hutan alam 2 dengan persentase sebesar 0,05% . Hal ini disebabkan karena kandungan bahan organik yang dimiliki oleh rawa lebih tinggi dibanding tutupan lahan yang lain.

Tabel 9 Kandungan N-Total tanah

No Jenis tutupan Lahan N-Total(%)

(37)

37

Pada kebun sawit 2 yang memiliki karbon total tebesar, kandungan N-total yang dimiliki hanya sebesar 0,12% dimana nilai tersebut termasuk dalam kategori rendah. Menurut Mengel dan Kirkby (1978), unsur N berkolerasi sangat erat dengan perkembangan jaringan meristem, sehingga sangat menentukan pertumbuhan tanaman. Namun pada kebun sawit 2 ini tanaman sawit memiliki diameter yang cukup besar, ini dapat dikarenakan pada saat penanaman lahan ini diberikan pupuk yang cukup namun ketika contoh tanah ini diambil lahan kebun sawit ini tidak lagi diberikan pupuk sehingga menyebabkan berkurangnya unsur N yang dimiliki. Kandungan N-Total kesepuluh tutupan lahan dapat dilihat pada Tabel 9.

5.3.1.2.4 P (P2O5)

Pada penelitian diperoleh nilai P2O5 terbesar pada jenis tutupan lahan mangrove 1 sebesar 140 mg/100g yang termasuk dalam kategori sangat tinggi, sebab P tersedia dalam jumlah yang optimal pada pH diatas 6,0 (Foth 1988). sedangkan tutupan lahan berupa rawa memiliki nilai P2O5 sebesar 26 mg/100g yang termasuk dalam kategori sedang. Sedikitnya unsur P2O5 pada tanah rawa ini dapat diakibatkan terjadinya fiksasi oleh Al yang banyak terkandung dalam tanah masam rawa.

(38)

kategori sedang. Dengan nilai P2O5 ini sudah cukup oleh tanaman sawit di lokasi ini karena tidak dapat ditemukan gejala-gejala kekurangan unusr P pada tanaman. Kandungan P2O5 pada kesepuluh tutupan lahan yang diteliti dapat dilihat pada Tabel 10.

5.3.1.2.5 K (K2O)

Kalium merupakan salah satu unsur yang cukup tinggi dibutuhkan oleh tanaman. Salah satu hal yang dapat mempengaruhi ketersediaan kalium pada tanah adalah pH tanah. Berdasarkan Foth (1988) kalium tersedia dalam jumlah yang cukup pada pH diatas 6,0. Dari kesepuluh tutupan lahan kedua lokasi hutan mangrove memiliki kadar K yang sangat tinggi. Hal ini disebabkan kedua tutupan lahan tersebut memiliki pH 6,0 dan 6,1 yang sangat cocok dengan unsur kalium ini.

Pada kebun sawit 2 yang memiliki jumlah karbon total terbesar memiliki nilai unsur kalium yang kecil hal ini disebabkan pH pada tutupan lahan ini masam. Kandungan K pada kesepuluh tutupan lahan yang diteliti dapat dilihat pada Tabel 11.

5.3.1.2.6 Kalsium (Ca)

(39)

39

rendah (Foth 1988). Kandungan kalsium yang cukup tersedia pada kisaran pH 7,0–8,5 dan kandungan kalsium menurun pada pH kurang dari 7,0 serta lebih tinggi dari 8,5 , jika dibandingkan dengan lokasi tutupan lahan lainya lokasi kebun sawit 1 memiliki kandungan kalsium yang lebih tinggi sebab pada tanah sawit 1 masih terdapat mineral-mineral primer yang dapat menghasilkan kalsium dalam bentuk Ca2+. Kandungan kalsium pada kebun sawit 1 termasuk kriteria rendah (2–5 m%), sedangkan pada jenis tutupan lahan yang lain termasuk pada kategori rendah yaitu kurang dari 2 Ca(%). Kandungan Kalsium pada kesepuluh tutupan lahan yang diteliti dapat dilihat pada Tabel 12.

Tabel 12 Kandungan Kalsium (Ca) tanah No Jenis tutupan Lahan Ca(%)

(40)

Tabel 13 Kandungan Magnesium (Mg) tanah

Pada tutupan lahan kebun sawit 2 yang memiliki jumlah karbon total terbesar, kandungan magnesium yang dimiliki hanya sebesar 0,10 Mg(%) termasuk dalam kategori sangat rendah. Kandungan Mg pada kesepuluh tutupan lahan yang diteliti dapat dilihat pada Tabel 13.

5.3.2 Topografi

Topografi yang di teliti dalam penelitian ini mencakupi kemiringan lahan dan ketinggian tempat penelitian pada kesepuluh tutupan lahan tersebut. Dari kesepuluh tutupan lahan, tutupan lahan berupa hutan campuran 2 memiliki nilai lereng terbesar yaitu 35%. Berdasarkan klasifikasi Arsyad (2010) nilai tersebut termasuk dalam kategori yang agak curam. Semakin besar kemiringan lereng semakin menunjukan daerah tersebut mudah mengalami erosi.

Pada kebun sawit 2 yang memiliki karbon total terbesar, memiliki kemiringan lereng sebesar 9% yang termasuk kategori landau dan berombak. Dengan kondisi kemiringan seperti ini dalam kesesuaian lahan untuk tanaman sawit termasuk dalam kelas lahan S3.

(41)

41

5.4 Metode statistik

Dalam penelitian ini metode analisis data yang digunakan berupa analisis peubah ganda atau yang biasa disebut dengan metode Biplot. Hasil analisis biplot dapat dilihat dari gambar di bawah. Jika kita perhatikan ada 4 kelompok tekstur tanah yang terbentuk : lempung berliat dan lempung berpasir di kelompok pertama; liat berdebu dan lempung di kelompok kedua; liat di kelompok ketiga; dan lempung liat berpasir di kelompok ke empat.

Kedekatan antar objek yang terlihat pada gambar 5, informasi ini dapat dijadikan panduan objek mana yang memiliki kemiripan karakteristik dengan objek tertentu. Dalam kasus ini, ketika ingin melihat faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi jumlah total karbon, maka bisa dilihat dari faktor-faktor yang memiliki kedekatan dengan total karbon (Y). Dari gambar di bawah dapat dilihat bahwa hanya nitrogen (N) dan karbon (C) yang memiliki kedekatan dengan total karbon (Y), hal ini dilihat dari kemiringan sudut N dan C terhadap Y. Dari sini dapat disimpulkan bahwa yang mempengaruhi jumlah total karbon (Y) adalah nitrogen (N) dan karbon (C).

(42)
(43)

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

Kesimpulan yang dapat diambil dalam penelitian ini bahwa tiap tutupan lahan memiliki potensi simpanan karbon yang berbeda. Tutupan lahan berupa perkebunan sawit memiliki potensi karbon terbesar. Dari beberapa kondisi lingkungan yang diamati serta berdasarkan analisis statistik dengan menggunakan metode biplot ditemukan hanya sifat kimia tanah berupa C-Organik dan N tanah yang memberikan pengaruh jumlah karbon total. Sedangkan pada faktor sifat fisik tanah tekstur lempungliat berpasir memberikan pengaruh terhadap jumlah karbon total.

6.2 Saran

(44)

DI KABUPATEN MAMUJU UTARA, SULAWESI

BARAT BERDASARKAN KARAKTERISTIK FISIK

LAHANNYA

ROMMY KASHENGKY

DEPARTEMEN SILVIKULTUR

FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(45)

DAFTAR PUSTAKA

[FWI] Forest Watch Indonesia. 2001. Potret Keadaan Hutan Indonesia. Bogor: Global Forest Watch

Arsyad S. 2010. Konservasi Tanah dan Air. Bogor: IPB press.

Barlowe R. 1987. Land Resources Economics. New Jersey: Prentice Hall Inc.

Bemmelen RW. 1949. The Geology of Indonesia. Volume ke-1A, General Geology of Indonesia and Adjacent Archipelagos. The Hague Netherlands: Martinus Nijhoff.

Brown S. 1997. Estimating Biomass and Biomass Change of Tropical Forest. USA: FAO. Hlm. 10-13.

Candra A. 2003. Identifikasi dan Pemetaan Lahan Krisis di DAS Ciliwung Hulu Menggunakan Penginderaan Jauh dan Sistem Informasi Geografis [skripsi]. Bogor: Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor.

Chapman VJ. 1976. Mangrove Vegetation. Germany: Vaduz.

Foth HD. 1998. Dasar-dasarIlmu Tanah. Purbayanti ED, Lukiwati DR, Trimulatsih R, penerjemah; Hudoyo SAB, editor. Yogyakarta: Gajah Mada University Press. Terjemahan dari: Fundamentals of Soil Science.

Hairiah K, Rahayu S. 2007. Pengukuran ‘KarbonTersimpan’ di Berbagai Macam Penggunaan Lahan. Bogor: World Agroforestry Centre, ICRAF Southeast Asia.

Hanafiah KA. 2005. Dasar - dasar Ilmu Tanah. Jakarta: PT Rajagrafindo Persada.

Hakim S. 1994. A land Availability Mapping Model for Sustainable Land Use Management [disertasi]. Japan: Kyoto University.

Hardjowigeno S. 2003. Ilmu Tanah. Jakarta: CV Akademika Pressindo.

(46)

Management 146: 199-209.

Kusmana C. 1993. A Study of mangrove forest management base and ecological data in East Sumatera, Indonesia [Disertasi]. Japan: Kyoto University. Faculty of Agricultural.

Kusmana et al. 2003. Tekhnik Rehabilitasi Mangrove. Fakultas Kehutanan IPB. Bogor.

Kyrklund B. 1990. The Potential of Forest and Forest Industry in Reducing Excess Atmospheric Carbon Dioxide volume 41. Italy: Unasylva. Hlm. 12-14.

Lugo AE, Snedaker SC. 1974. The Ecology Mangrove [editorial]. Annual Review of Ecology an Systematic 5:39-64.

Murdiyarso D. 2003. Sepuluh Tahun Perjalanan Negosiasi Konvensi Perubahan Iklim.Kerjasama Institut Pertanian Bogor dengan Wetlands International. Jakarta: PT. Kompas Media Nusantara.

Saefulhakim, HR. 1998. An Evaluation of Earlier Programmes to Strengthen Rural Urban Linkages. Bogor: PARUL Project.

Sato T, Madgwick HA. 1982. Forest Biomass. Netherlands: Martinus Publisher.

Seyhan E. 1990. Dasar-dasar Hidrologi. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Siringoringo HH, Ginting N. 1997. Peran hutan Jati dalam Menyerap Karbondioksida. Bogor: Departemen Kehutanan.

Soepardi G. 1983. Sifat dan Ciri Tanah. Bogor: Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor.

Suhendang E. 2002. Pengantar Ilmu Kehutanan. Bogor: Yayasan Penerbit Fakultas Kehutanan.

Sutaryo D. 2009. Perhitungan Biomassa Sebuah Pengantar untuk Sudi Karbon dan Biomassa. Bogor: Wetlands International Indonesian Programme.

Tiryana, T. 2005. Assessment of Sustainable Forest Management Using Fuzzy Rule-Based Model.International Institute for Geo Information Science and Earth Observation. Enschede

(47)

Widiatmaka SH. 2007. Evaluasi Kesesuaian Lahan dan Perencanaan Tata Guna Lahan. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

(48)

DI KABUPATEN MAMUJU UTARA, SULAWESI

BARAT BERDASARKAN KARAKTERISTIK FISIK

LAHANNYA

ROMMY KASHENGKY

DEPARTEMEN SILVIKULTUR

FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(49)

PERBANDINGAN KARBON TERSIMPAN

PADA BEBERAPA PENUTUPAN LAHAN

DI KABUPATEN MAMUJU UTARA, SULAWESI

BARAT BERDASARKAN KARAKTERISTIK FISIK

LAHANNYA

ROMMY KASHENGKY

Skripsi

Sebagai salah satu syarat

untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Fakultas Kehutanan

Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN SILVIKULTUR

FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(50)

Penutupan Lahan di Kabupaten Mamuju Utara, Sulawesi Barat Berdasarkan Sifat Fisik dan Sifat Kimia Tanahnya. Di bawah bimbingan OMO RUSDIANA.

Permasalahan mengenai pemanasan global termasuk salah satu permasalahan yang hangat dibicarakan belakangan ini oleh hampir seluruh negara di dunia termasuk Indonesia. Seluruh negara di dunia semakin gencar berjuang untuk mengatasi pemasanasan global ini, berusaha untuk menanggulanginya serta berusaha untuk mencegah berkembangnya pemanasan global ini. Salah satu cara Mengurangi pemanasan global ini adalah dengan menjaga kelestarian hutan.

Hutan memiliki banyak manfaat bagi kehidupan, baik secara langsung maupun tidak langsung. Manfaat secara langsung dari hutan dapat berupa kayu, hasil hutan non kayu seperti bambu dan rotan, dan satwa. Sedangkan manfaat hutan secara tidak langsung berupa jasa lingkungan sebagai pengatur tata air, fungsi estetika, penyedia oksigen, dan sebagai penyerap karbon. Hutan merupakan penyerap karbon (sink) terbesar dan berperan penting dalam siklus karbon global, akan tetapi hutan juga dapat menghasilkan emisi karbon (source). Hutan dapat menyimpan karbon lebih besar dibandingkan dengan tipe vegetasi lain seperti padang rumput, tanaman semusim, dan tundra. Kemampuan hutan dalam menyerap karbon berbeda-beda berdasarkan tipe hutanya. Perbedaan ini dipengaruhi oleh jumlah dan kerapatan pohon, jenis pohon, faktor lingkungan yang meliputi penyinaran matahari, kadar air, suhu, dan kesuburan tanah yang mempengaruhi laju fotosintesis.

Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari hingga Agustus 2011 di beberapa penutupan lahan di Kabupaten Mamuju Utara, Sulawesi barat; Laboratorium Pengaruh Hutan, Departemen Silvikultur, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor; dan Laboratotium Tanah, Balai Penelitian Tanah Bogor. Pengukuran biomassa dan simpanan karbon dilakukan dengan menggunakan data diameter dan tinggi tegakan pada masing-masing penutupan lahan. Analisis sifat fisik tanah berupa tekstur tanah dan kimia tanah (pH, Nisbah C/N, dan kandungan P, K, Ca, dan Mg) dilakukan pada sampel tanah terusik dan tanah tidak terusik.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa tutupan lahan berupa perkebunan kelapa sawit memilki simpanan karbon terbesar, yaitu sebesar 997,81 ton/ha. Sedangkan simpanan karbon terendah terdapat pada tutupan lahan berupa kebun campuran 43,89 ton/ha. Hasil uji korelasi menunjukkan bahwa sifat fisik dan kimia tanah mempengaruhi nilai simpanan karbon pada suatu penutupan lahan.

(51)

SUMMARY

ROMMY KASHENGKY. Comparison of Carbon stocks on some land cover in North Mamuju, West Sulawesi Based on the Nature of Physical and Chemical properties of soil. Under the guidance of OMO RUSDIANA.

Issues regarding global warming is lately one problem that is common considered by almost all countries in the world, including Indonesia. We are struggling to overcome with intensified that global warming, to try as well as prevent the development of global warming. One of the ways reducing global warming is to preserve the forest. Because forest has multiple benefits for life, either directly or indirectly. Benefit directly from a timber, non-timber forest products such as bamboo and rattan, and wildlife. Even the indirect benefits of forests for environmental services as watersheds, aesthetic function, a provider of oxygen, and carbon sequestration.

Forest, one of the carbon sinks in the world, the largest and plays an important role in the global carbon cycle, but also can generate forest carbon emissions (source). Forests can store more carbon than other vegetation types such as grasslands, crops, and tundra. Be able to absorb carbon vary by type, it is influenced by the number and density of trees, tree species, environmental factors are sun exposure, moisture content, temperature, and soil fertility that affect the rate of photosynthesis.

The research was holded on February to August 2012, the data was researched in some land cover in North Mamuju, West. Sulawesi; data analysis by Influence of Forest Laboratories, Department of Silviculture, Faculty of Forestry, Bogor Agricultural University; and Laboratotium Soil, Soil Research Bogor. Measurement of biomass and carbon storage was calculated by using the data stands to diameter and height of each land cover. Analysis of soil physical properties by soil textures and soil chemistry (pH, the ratio C/N, and the content of P, K, Ca, and Mg) was indicated on samples of soil disturbed and undisturbed soil.

Based on researched data results that showed in land cover, the greatest carbon savings are oil palm plantations by amounting reach to 997.81 tons/ha. The lowest carbon deposits were found in land cover in the form of mixed farms to 43.89 tons/ha. The conclusion correlation test indicated that the physical and chemical properties of soil have affected the value of carbon storage in a land cover.

(52)

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul “Perbandingan Karbon Tersimpan pada Beberapa Penutupan Lahan di Kabupaten Mamuju Utara, Sulawesi Barat Berdasarkan Karakteristik Fisik Lahannya” adalah benar-benar hasil karya saya sendiri dengan bimbingan dosen pembimbing dan belum pernah digunakan sebagai karya ilmiah pada perguruan tinggi atau lembaga manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, Januari 2012

(53)

Judul Skripsi : Perbandingan Karbon Tersimpan pada Beberapa Penutupan Lahan di Kabupaten Mamuju Utara, Sulawesi Barat

Berdasarkan Karakteristik Fisik Lahannya Nama Mahasiswa : Rommy Kashengky

NIM : E44051350

Menyetujui: Dosen Pembimbing

,

Dr. Ir. Omo Rusdiana, M.Sc NIP. 19630119 198903 1 003

Mengetahui:

Ketua Departemen Silvikultur

Prof. Dr. Ir. Nurheni Wijayanto, MS NIP. 19601024 198403 1 009

(54)

Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat serta hidayah-Nya sehingga penyusunan skripsi ini dapat diselesaikan. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor dengan judul ”Perbandingan karbon tersimpan pada beberapa penutupan lahan di kabupaten Mamuju Utara, Sulawesi Barat berdasarkan karakteristik fisik lahannya” yang dilaksanakan pada daerah Mamuju Utara, Sulawesi Barat.

Di dalam skripsi ini dijelaskan beberapa faktor tanah dan geografis yang dapat mempengaruhi jumlah karbon beberapa tutupan lahan di Mamuju Utara. Beberapa tutupan lahan yang diteliti meliputi perkebunan sawit, hutan primer, kebun campuran, rawa dan tegalan.

Penulis berharap semoga hasil dan rekomendasi yang dituangkan dalam karya ilmiah ini dapat bermanfaat dan menambah wawasan pengetahuan, khususnya di bidang kehutanan.

Bogor, Januari 2012

(55)

UCAPAN TERIMA KASIH

Alhamdulillahirobbil’alamin, puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga karya ilmiah ini dapat diselesaikan.Terselesaikannya karya ilmiah ini tidak terlepas dari berbagai pihak yang telah ikut mendukung dan member bantuan. Untuk itu pada kesempatan ini penulis menyampaikan terimakasih yang tak terhingga kepada :

1. Dr. Ir. Omo Rusdiana, M.Sc selaku dosen pembimbing yang telah bersedia meluangkan waktu, tenaga dan pemikiran untuk memberikan bimbingan serta arahan dengan penuh kesabaran kepada penulis.

2. Kedua orang tua tercinta (Kashardi Absa dan Rosane Medriati) dan adik tersayang Pretty Megiesty Rosantika yang telah memberikan dukungan secara moril dan materil, memberikan segala perhatian, kasih sayang, doa serta semangat kepada penulis hingga terselesaikannya karya ilmiah ini.

3. Kepada Putti rindang yang selalu memberikan semangat tanpa mengenal kata bosan dan mengingatkan saya di waktu saya malas.

4. Teman, sahabat atas waktu yang telah diluangkan untuk berbagi ilmu dan memberikan masukan serta pendapat dalam menyusun karya ilmiah.

5. Keluarga besar Laboratorium pengaruh hutan (Ibu Atikah dan Ghina Ghufrona) yang senantiasa membantu penulis.

6. Rekan satu bimbingan (Rinal dan Lilik) atas masukan serta diskusi dengan penulis.

7. Semua rekan-rekan SVK ’42 khususnya bagi yang masih berada di sekitar kampus Dramaga yang namanya tidak dapat disebutkan satu persatu terima kasih atas kebersamaan selama ini.

8. Keluarga besar Departemen Silvikultur atas bantuannya dalam pengurusan administrasi seminar, ujian skripsi dan sebagainya.

(56)

Bogor, Januari 2012

(57)

RIWAYAT HIDUP

Penulis adalah anak pertama dari dua bersaudara pasangan Kashardi dengan Rosane, yang dilahirkan di Bengkulu pada Selasa, 22 September 1986. Penulis lulus dari SMAN 2 Bengkulu pada tahun 2005 dan pada tahun yang sama penulis masuk Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Beasiswa Utusan Daerah (BUD). Pada tahun 2006 penulis memilih Departemen Silvikultur Fakultas Kehutanan sebagai Mayor dan mengambil supporting course. Pada tahun 2008 penulis mengambil minat di Laboratorium Pengaruh Hutan Bagian Ekologi Hutan Departemen Silvikultur.

Selama menuntut ilmu di IPB penulis aktif pada beberapa organisasi kemahasiswaan antara lain sebagai anggota Music Angriculture Xpression (MAX) , Tree

Grower Community (TGC) tahun 2007–2008, panitia Masa Perkenalan Himpunan

Profesi Belantara (Bersama Dalam Orientasi Anak Rimba) Departemen Silvikultur tahun 2007 serta sebagai asisten mata kuliah Pengaruh Hutan tahun ajaran 2009/2010.

Selain itu penulis melakukan Praktek Pengenalan Ekosistem Hutan (P2EH) jalur Indramau - Linggarjati tahun 2007. Pada tahun 2008 praktek Pembinaan Hutan (P2H) di Hutan Pendidikan Gunung Walat dan Praktek Kerja Profesi (PKP) di KPH Bogor pada tahun 2009.

Selanjutnya penulis menyelesaikan skripsi dengan judul ”Perbandingan karbon tersimpan pada beberapa penutupan lahan di kabupaten Mamuju Utara, Sulawesi Barat

(58)

Halaman

DAFTAR TABEL……….. xii

DAFTAR GAMBAR………. xiii

DAFTAR LAMPIRAN………. xiv

BAB I PENDAHULUAN……….. 1

1.1 Latar Belakang………... ... 1

1.2 Tujuan Penelitian ... 3

1.3 Manfaat Penelitian ... 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA……….. 5

2.1 Karbon dioksida ... 5

2.2Biomassa ... 6

2.3Peranan Hutan Sebagai Penyerap Karbon... 10

2.4Penggunaan Lahan ... 11

2.5Sifat Fisik Tanah ... 14

2.6Sifat Kimia Tanah……… . 14

2.7Topografi……… 18

BAB III METODE PENELITIAN... 21

3.1Waktu dan Lokasi Penelitian ... 21

3.2Alat dan Bahan ... 21

3.3Metode Pengambilan Data ... 21

3.4Metode Penelitian... 22

3.5Analisis Data ... 24

3.5.1Analisis Tanah……… .. 26

3.5.2Analisis Statistik………... 26

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN ... 27

4.1Letak Geografis dan Batas Wilayah ... 27

4.2Keadaan Iklim ... 28

4.3Geologidan Tanah ... 29

A. AspekGeologi ... 29

(59)

4.4SosialEkonomi ... 30

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN ... 31

5.1Analisis Tutupan Lahan danVegetasi ... 31

5.2Kandungan Karbon Pada Penggunaan Lahan ... 32

5.3KondisiTapak... 33

5.3.1Sifat-sifat Tanah ... 33

5.3.1.1Sifat Fisik Tanah ... 33

5.3.1.1.1 Tekstur Tanah……… . 33

5.3.1.2Sifat Kimia Tanah………. . 33

5.3.1.3 Reaksi Tanah……….. ... …… 34

5.3.1.4 C-Organik……….… 35

5.3.1.5 N-Total ... 36

5.3.1.6 P2O5……… . 37

5.3.1.7 K2O……… .. 38

5.3.1.8 Kalsium……… 38

5.3.1.9 Magnesium……… ... 39

5.3.1.10Topografi ... 40

5.4 Metode Statistik…….…………...………..………... 41

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN……… ... 42

6.1 Kesimpulan ... 42

6.2 Saran ... 42

DAFTAR PUSTAKA ... 43

(60)

Halaman

1 Parameter-parameter biomassa di atas tanah dan metode pendugaan

(61)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

(62)

Halaman

1 Data kondisi tanah dan topografi ... 46 2 Principal Component Analysis (PCA) Lereng, Ketinggian, PH, C, N, C/N,

(63)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Permasalahan mengenai pemanasan global termasuk salah satu permasalahan yang hangat dibicarakan belakangan ini oleh hampir seluruh negara di dunia termasuk Indonesia. PBB semakin gencar berjuang untuk mengatasi pemasanasan global ini, berusaha untuk menanggulanginya serta berusaha untuk mencegah berkembangnya pemanasan global ini. Pemanasan global atau global warming yang terjadi saat ini pada dasarnya merupakan fenomena peningkatan suhu global karena terjadinya efek rumah kaca yang disebabkan oleh meningkatnya emisi gas seperti karbondioksida (CO2) sehingga energi matahari terperangkap dalam atmosfer bumi.

Pemanasan global adalah kejadian meningkatnya temperatur rata-rata atmosfer, laut dan daratan atau bumi. Temperatur rata-rata global pada permukaan bumi telah meningkat 0,74 ± 0,18°C selama seratus tahun terakhir. Intergovernmental Panel on Climate (IPCC) pada tahun 2007 menyimpulkan bahwa, sebagian besar peningkatan temperatur rata-rata global sejak pertengahan abad ke-20 kemungkinan besar disebabkan oleh meningkatnya konsentrasi gas-gas rumah kaca, akibat aktivitas manusia.

Pemanasan global terjadi ketika ada konsentrasi gas-gas tertentu yang dikenal dengan gas rumah kaca, yang terus bertambah di udara, hal tersebut disebabkan oleh tindakan manusia, kegiatan industri, khususnya CO2 dan chlorofluorocarbon, terutama adalah karbon dioksida, yang umumnya dihasilkan oleh penggunaan batubara, minyak bumi, gas dan penggundulan hutan serta pembakaran hutan.

(64)

di udara dan menyaring banyak panas dari matahari.Sementara lautan dan vegetasi menangkap banyak CO2, kemampuannya untuk menjadi “atap” sekarang berlebihan akibat emisi.Ini berarti bahwa setiap tahun, jumlah akumulatif dari gas rumah kaca yang berada di udara bertambah dan itu berarti mempercepat pemanasan global.

Sepanjang seratus tahun ini konsumsi energi dunia bertambah secara spektakuler. Sekitar 70% energi dipakai oleh negara-negara maju; dan 78% dari energi tersebut berasal dari bahan bakar fosil. Hal ini menyebabkan ketidakseimbangan yang mengakibatkan sejumlah wilayah terkuras habis dan yang lainnya mereguk keuntungan. Sementara itu, jumlah dana untuk pemanfaatan energi yang tak dapat habis (matahari, angin, biogas, air, khususnya hidro mini dan makro), yang dapat mengurangi penggunaan bahan bakar fosil, baik di negara maju maupun miskin tetaplah rendah, dalam perbandingan dengan bantuan keuangan dan investasi yang dialokasikan untuk bahan bakar fosil dan energi nuklir. Penggundulan hutan yang mengurangi penyerapan karbon oleh pohon, menyebabkan emisi karbon bertambah sebesar 20%, dan mengubah iklim mikro lokal dan siklus hidrologis, sehingga mempengaruhi kesuburan tanah.

Perubahan tata guna lahan dan perubahan penutupan lahan melalui konversi hutan dan semakin banyaknya industri-industri berat membuat lingkungan iklim global mengalami kerusakan dan pencemaran udara yang berdampak besar pada perubahan iklim global. Kerusakan lingkungan dan pencemaran udara oleh gas-gas emisi seperti CO2, NO2 dan CH4 di atmosfer yang merupakan gas buangan industri dan yang berasal dari deforestrasi merupakan faktor penyebab terjadinya pemanasan global (Murdiyarso 2003).

Gambar

Tabel 2   Kriteria penilaian sifat-sifat kimia tanah
Gambar 3  Bentuk-bentuk agregat tanah
Gambar 4  Kerangka struktur geologi Pulau Sulawesi (Bergman et al. 1996)
Tabel 4  Jenis tutupan lahan dan vegetasi dan luas petak penelitian
+7

Referensi

Dokumen terkait