• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Faktor-faktor yang Memengaruhi Substitusi Impor Jeruk Mandarin di Indonesia dalam Skema ASEAN China Free Trade Area (ACFTA)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Faktor-faktor yang Memengaruhi Substitusi Impor Jeruk Mandarin di Indonesia dalam Skema ASEAN China Free Trade Area (ACFTA)"

Copied!
118
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI SUBSTITUSI

IMPOR JERUK MANDARIN DI INDONESIA DALAM SKEMA ASEAN

CHINA FREE TRADE AREA (ACFTA)

RAISA

DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

(2)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi Analisis Faktor-faktor yang Memengaruhi Substitusi Impor Jeruk Mandarin di Indonesia dalam Skema

ASEAN China Free Trade Area (ACFTA) adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun pada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, Mei 2011

(3)

RINGKASAN

RAISA. Analisis Faktor-faktor yang Memengaruhi Substitusi Impor Jeruk Mandarin di Indonesia dalam Skema ASEAN China Free Trade Area (ACFTA). Dibimbing Oleh SUTARA HENDRAKUSUMAATMAJA.

Jeruk merupakan komoditas unggulan Indonesia berdasarkan skala usaha karena sudah dikenal luas dan sering dikonsumsi oleh masyarakat khususnya untuk jenis Jeruk Mandarin. Akan tetapi, akibat serangan penyakit CVPD yang disertai dengan gempuran Jeruk Mandarin asal Cina tanpa disertai penanggulangan yang baik terhadap kendala tersebut, maka produksi jeruk Indonesia terus menurun dan hanya mampu bertahan, sehingga kalah saing dengan jeruk asal Cina.

Tujuan dari penelitian ini adalah mengkaji faktor-faktor yang memengaruhi substitusi impor, membandingkan jumlah dan nilai impor Jeruk Mandarin saat sebelum dan sesudah diberlakukan ACFTA, dan mendeskripsikan upaya-upaya yang dapat dilakukan pemerintah dan pihak-pihak terkait dalam meningkatkan produksi jeruk. Faktor-faktor yang dianggap memengaruhi tingkat substitusi impor yaitu nilai tukar rupiah terhadap dollar, harga konsumen jeruk di pedesaan, PDB, produksi jeruk di Indonesia, harga Jeruk Mandarin impor, substitusi impor tahun sebelumnya, dan dummy ACFTA.

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang berasal dari BPS, Kementerian Pertanian, dan Kementerian Perdagangan dari bulan Januari 2000-Desember 2009. Tahun 2000 hingga 2004 adalah masa sebelum ACFTA atau Pra-EHP dan tahun 2005 sampai 2009 merupakan masa setelah ACFTA atau Pasca EHP. Analisis dilakukan dengan menggunakan model regresi double log, analisis laju pertumbuhan dan pangsa impor, Indeks Grubel-Llyod, dan analisis deskriptif dengan bantuan Microsoft Excel dan Eviews.

Hasil estimasi dengan model regresi double log untuk faktor-faktor yang memengaruhi menunjukkan bahwa substitusi impor dipengaruhi oleh PDB, harga konsumen jeruk di pedesaan, produksi jeruk nasional, dummy ACFTA, dan substitusi impor tahun sebelumnya. Nilai adjusted R2 dari model ini adalah 0,627400 yang artinya ragam dari substitusi impor dapat dijelaskan sebanyak 62,74 % oleh variabel di dalam model dan sisanya sebesar 37,26 % dijelaskan oleh variabel lain di luar model. Berdasarkan uji ekonometrika, model ini bebas dari pelanggaran asumsi baik itu multikolinearitas, autokorelasi, maupun normalitas.

(4)

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI SUBSTITUSI

IMPOR JERUK MANDARIN DI INDONESIA DALAM SKEMA ASEAN

CHINA FREE TRADE AREA (ACFTA)

RAISA H44070007

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan

DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

(5)

Judul Skripsi : Analisis Faktor-faktor yang Memengaruhi Substitusi Impor Jeruk Mandarin di Indonesia dalam Skema ASEAN China Free Trade Area (ACFTA)

Nama : Raisa NIM : H44070007

Disetujui Dosen Pembimbing,

Ir. Sutara Hendrakusumaatmaja, M.Sc NIP.19480601 197301 1 001

Diketahui Ketua Departemen,

Dr. Ir. Aceng Hidayat, MT NIP.19660717 199203 1 003

(6)

UCAPAN TERIMAKASIH

Alhamdulillahirobbila’lamin, segala puji bagi Allah SWT Tuhan semesta

alam yang telah memberikan rahmat dan nikmat-Nya yang tiada tara sehingga saya dapat menyelesaikan tugas akhir ini. Shalawat dan salam semoga selalu terlimpahkan bagi Nabi Muhammad SAW yang telah memberikan suri taulaudan yang sangat berarti bagi saya untuk tidak mudah menyerah dan selalu ingat bahwa Allah akan memberikan keberhasilan di setiap kerja keras yang didasari niat karena-Nya. Saya juga mengucapkan terima kasih bagi pihak-pihak yang telah banyak membantu dalam penulisan skripsi ini yaitu:

1. Kedua orangtua Papa Yaudin Arachman, B.E. dan Mama Teti Setiawati untuk segala dukungan dan harapan yang merupakan motivasi terbesar bagi saya, kedua adik saya Ryzmelinda dan M. Putra Yarman yang membuat saya sangat ingin cepat lulus, serta keluarga besar untuk doa dan kasih sayangnya.

2. Bapak Ir. Sutara Hendrakusumaatmaja, M. Sc sebagai pembimbing skripsi untuk kesabaran, kebaikan, bimbingan, dan nasehatnya yang sangat berarti bagi saya.

3. Bapak Novindra sebagai dosen penguji utama dan Bapak Adi Hadianto sebagai dosen wakil Komisi Pendidikan untuk pertanyaan, kritik, dan sarannya.

4. Mbak Hastuti selaku pembimbing akademik yang selalu memberi saran dan nasehat serta segala bantuannya.

(7)

6. Teman-teman Dina Ria Ningsih, Indri Puspitasari, Irna Erliana, Sugeng Utomo, Litha Methika Dhelinthea, Rikhi Ibrahim, Adhitya Wibawa Putra, dan Ahmad Sanusi untuk kesetiakawanan kita dari SMA.

7. Teman-teman ESL Ratih Trianita, Resti Ariesta Festiani, Nurul Fadilah, Fenny Kurniawati, Chichi Rizky, Fachrunnisa dan banyak lagi yang tidak bisa saya sebutkan satu persatu.

8. Teman-teman satu perjuangan, Norita Vibriyanto, Dinda Asyifa Devi, dan Rizki Amelia yang selalu bersemangat berjuang sampai akhir.

9. Teman-teman Kuliah Kerja Profesi (KKP) Indah Wulandari Nasution, Alfan Mubaroq Harahap, Trifty Qurrota Aini, Suci Nurul Hidayat, Devina Marcia Rumanthi, dan Ery Februriani.

10. Pihak-pihak yang telah banyak membantu dalam skripsi ini.

Semoga karya ini dapat bermanfaat bagi saya dan pihak-pihak lain yang membutuhkan.

Bogor, Mei 2011

(8)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan nikmat-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan skripsi ini. Tugas akhir ini berjudul “Analisis Faktor-faktor yang Memengaruhi Substitusi Impor Jeruk Mandarin di Indonesia dalam Skema ASEAN China Free Trade Area (ACFTA)”. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji faktor-faktor yang memengaruhi substitusi impor, pengaruh perdagangan bebas antara Cina dan ASEAN terutama Indonesia terhadap kondisi perdagangan buah jeruk, dan mendeskripsikan upaya-upaya yang dapat dilakukan guna mengurangi ketergantungan konsumen lokal terhadap jeruk impor serta memenuhi syarat tugas akhir.

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat khususnya bagi petani jeruk guna meningkatkan produksi dalam rangka menghadapi ACFTA, bagi pemerintah dalam menetapkan kebijakan yang memihak petani, serta bagi masyarakat agar lebih memilih produk jeruk dalam negeri, sehingga permintaan terhadap jeruk lokal semakin meningkat.

Bogor, Mei 2011

(9)

viii

DAFTAR ISI

Halaman

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI ... i

RINGKASAN ... ii

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR TABEL ...x

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ...1

1.2 Perumusan Masalah ...6

1.3 Tujuan ...10

1.4 Manfaat Penelitian ...11

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi Tanaman Jeruk (Citrus. sp) ...12

2.2 Deskripsi Kesepakatan ASEAN China Free Trade Area (ACFTA) ...15

2.3 Tarif dan Substitusi Impor Sebagai Salah Satu Kebijakan Perdagangan Internasional ...19

2.4 Definisi dan Batasan Operasional ...22

2.5 Penelitian Terdahulu ...24

III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Teoritis ...26

3.2 Kerangka Operasional ...31

3.3 Hipotesis Penelitian ...33

IV. METODOLOGI PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ...34

4.2 Jenis dan Sumber Data ...34

4.3 Metode Pengumpulan Data ...34

4.4 M tode Analisis Data 4.4.1 Analisis Deskriptif ...35

4.4.2 Analisis Faktor-faktor yang Memengaruhi Substitusi Impor dengan Model Regresi Berganda ...36

4.4.3 Metode Interpolasi Spline Kubik...42

(10)

ix 4.4.5 Perbandingan Substitusi Impor Sebelum dan Setelah ACFTA dengan

Analisis Tren Laju Pertumbuhan dan Pangsa Impor ...42

4.4.6 Perbandingan Kinerja Perdagangan Bilateral Indonesia-Cina dengan Indeks Grubel-Llyod ...43

V. GAMBARAN UMUM PENELITIAN 5.1 Kondisi Pertanian Jeruk di Indonesia ...44

5.2 Kondisi Harga Jeruk di Pasaran ...47

5.3 Perkembangan Nilai Jeruk Impor Mandarin Cina ...49

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1 Substitusi Impor Jeruk Mandarin ...52

6.2 Analisis Faktor-Faktor yang Memengaruhi Substitusi Impor Jeruk Mandarin 6.2.1 Hasil Pengujian Ekonometrika ...55

6.2.2 Analisis Statistik dan Ekonomi 6.2.2.1 Nilai Tukar Rupiah Terhadap Dollar ...59

6.2.2.2 Harga Konsumen Jeruk di Pedesaan ...60

6.2.2.3 Produk Domestik Bruto (PDB) ...62

6.2.2.4 Produksi Jeruk Nasional ...63

6.2.2.5 Harga Jeruk Mandarin Impor ...64

6.2.2.6 Substitusi Impor Jeruk Tahun Sebelumnya ...67

6.2.2.7 Dummy ACFTA ...68

6.3 Perbandingan Jumlah Impor Jeruk Sebelum dan Sesudah ACFTA ...69

6.4 Implementasi Kebijakan Guna Meningkatkan Substitusi Impor Jeruk Mandarin ...75

VII. KESIMPULAN DAN SARAN 7.1 Kesimpulan ...81

7.2 Saran ...81

DAFTAR PUSTAKA ...83

LAMPIRAN ...86

(11)

x

DAFTAR TABEL

Halaman

1. Perkembangan Impor Non Migas Indonesia Menurut Negara Asal Tahun 2005-

2010 (Juta US$) ...2

2. Neraca Perdagangan Indonesia dengan Cina Tahun 2006-2010 (US$) ...3

3. Jadwal Penurunan Tarif Program EHP Bilateral Indonesia-Cina ...17

4. Metode Pengumpulan Data dan Analisis ...35

5. Hasil Uji Multikolinearitas dengan VIF ...56

6. Hasil Analisis Regresi Faktor-faktor yang Memengaruhi Substitusi Impor ...57

7. PDB dan Pengeluaran Rata-rata di Indonesia Tahun 2000-2009 ...63

8. Tabel Total Impor dan Jumlah Impor Jeruk Mandarin Cina di Indonesia saat Pra dan Pasca EHP Selama Tahun 2000-2009. ...70

9. Perkembangan Indeks Grubel-Llyod Komoditas Jeruk Mandarin di Indonesia Tahun 2000-2009 ...75

(12)

xi

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1. Pangsa Impor Berdasarkan Jenis Jeruk Asal Cina ke Indonesia Tahun

2000-2009 ...4

2. Jumlah Impor Apel, Pir, dan Jeruk Mandarin di Indonesia Tahun 2009 ...7

3. Efek dari Tarif Impor ...27

4. Alur Kerangka Operasional Penelitian ...32

5. Jumlah Produksi Jeruk di Indonesia Tahun 2000-2009 ...45

6. Perbandingan Harga Jeruk Impor dan Jeruk Lokal di Indonesia Tahun 2008 ...48

7. Nilai Jeruk Mandarin Impor di Indonesia Tahun 2000-2009 ...50

8. Konsumsi Rumah Tangga Jeruk di IndonesiaTahun 2002-2009 ...53

9. Permintaan Jeruk Nasional di Indonesia Tahun 2000-2009 ...60

10. Grafik Hubungan Antara Total Impor dan Harga Impor Jeruk Mandarin di Indonesia Tahun 2000-2009 ...66

11. Persentase Impor Jeruk 5 Negara Pengimpor Terbesar di Indonesia Pra-EHP Tahun 2000-2004 ...72

12. Persentase Impor Jeruk 5 Negara Pengimpor Terbesar di Indonesia Pasca– EHP Tahun 2005-2009 ...72

(13)

xii

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1. Uraian Kelompok Produk Kode HS 4 Digit yang Mendominasi Ekspor dan Impor Indonesia dan Cina (1996-2003) ...87 2. Gambar Tampilan Kulit Buah Jeruk Lokal dan Mandarin di Indonesia ...89 3. Sentra Produksi Jeruk Berdasarkan Angka Kabupaten Tanaman Buah-buahan

2008 ...90 4. Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Tentang Tarif Bea Masuk

(14)

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Jeruk Mandarin adalah salah satu jenis jeruk yang sempat menjadi unggulan perdagangan hortikultura di Indonesia. Buah ini memiliki keunggulan berdasarkan skala usaha karena sudah dikenal dan dikonsumsi dalam jumlah besar oleh masyarakat Indonesia (Agromedia 2009). Sentra penanaman Jeruk tersebar di berbagai pelosok dengan jenis jeruk yang paling terkenal adalah Jeruk Pontianak, Jeruk Medan, dan Jeruk Garut. Jeruk lokal sangat diminati oleh masyarakat pada saat itu karena rasa yang manis, walaupun kulit buah tipis dan rata-rata berwarna hijau. Akan tetapi, keadaan ini tidak berlangsung lama akibat serangan penyakit CVPD (Citrus Vein Phloen Degeneration) dan kurangnya perhatian pihak-pihak terkait terutama pemerintah terhadap kesejahteraan petani jeruk. Akibatnya, Jeruk Mandarin asal Cina pun menjadi primadona baru yang merajai perdagangan jeruk baik di dalam negeri maupun internasional karena berhasil menggeser preferensi konsumen, sehingga lebih menyukai buah jeruk mereka.

(15)

2 ASEAN China Free Trade Area (ACFTA) merupakan kesepakatan perdagangan bebas antara Cina dan ASEAN yang telah resmi diberlakukan sejak tahun 2004. Penerapan Kesepakatan ini menandai awal liberalisasi perdagangan yang harus dijalankan oleh negara-negara peserta (Contracting parties). Hambatan tarif direduksi dan dinolkan, sehingga komoditas-komoditas dari berbagai sektor dapat masuk tanpa terkena bea masuk. Keadaan ini mengakibatkan pasar Indonesia semakin dibanjiri oleh produk Cina, seperti: komoditas pertanian, produk industri, dan lain sebagainya.

Akibat dari hal ini terlihat pada impor Cina ke Indonesia melonjak naik terutama pada tahun 2009 sebesar US$ 13.491,4 juta melebihi negara-negara lainnya seperti Jepang dan Singapura yang justru mengalami penurunan pada tahun tersebut. Selama kurun waktu 2010 pun Cina tetap menempati urutan pertama dengan jumlah US$ 19.688 juta. Data mengenai hal tersebut dijelaskan dalam Tabel sebagai berikut.

Tabel 1. Perkembangan Impor Non Migas Indonesia Menurut Negara Asal Tahun 2005- 2010 (Juta US$)

No. Negara 2005 2006 2007 2008 2009 2010 1 Cina 4.551,3 5.502,0 7.957,3 14.947,9 13.491,4 19.688,0 2 Jepang 6.892,4 5.488,0 6.472,7 14.864,7 9.810,5 16.910,7 3 Singapura 2.936,9 3.733,4 3.908,3 11.095,6 9.236,6 10.053,3 4 USA 3.810,6 3.968,2 4.711,8 7.731,5 7.037,6 9.299,4 5 Thailand 3.082,0 2.962,3 4.194,8 6.269,9 4.570,8 7.420,6 6 Korea Selatan 1.685,0 1.699,8 1.994,5 4.792,4 3.807,8 5.593,0 7 Australia 2.246,4 2.680,3 2.817,1 3.980,5 3.374,1 4.092,9 8 Malaysia 1.385,1 1.604,7 2.149,9 3.931,2 3.184,2 4.521,8 Sumber: BPS 2010, dikelola oleh Departemen Perdagangan

(16)

3

Jumlah peningkatan ekspor tidak sebesar peningkatan impor produk Cina yang membanjiri berbagai sektor.

Hal ini terlihat dari jumlah impor Cina ke Indonesia yang semakin meningkat dan hanya sedikit menurun pada tahun 2009 yaitu sebesar US $ 14.002.170,5. Neraca perdagangan Indonesia pun terus mengalami defisit selama 3 tahun berturut-turut dari tahun 2008 hingga 2010 akibat meningkatnya impor non-migas. Adapun data yang menunjukkan neraca perdagangan antara Indonesia dan Cina yang semakin meningkat dalam kegiatan impor dijelaskan dalam Tabel berikut.

Tabel 2. Neraca Perdagangan Indonesia dengan Cina Tahun 2006-2010 (US$)

Uraian 2006 2007 2008 2009 2010

Total Perdagangan

14.980.466,4 18.233.389,8 26.883.672,6 25.501.497,8 36.116.829,3

Migas 4.011.873,8 3.612.035,6 4.148.600,9 3.090.052,2 2.347.861,2 Non Migas 10.968.592,6 14.621.354,3 22.735.071,7 22.411.445,5 33.768.968,1 Ekspor 8.343.571,3 9.675.512,7 11.636.503,7 11.499.327,3 15.692.611,1 Migas 2.876.961,3 3.011.412,8 3.849.335,3 2.579.242,8 1.611.661,3 Non Migas 5.466.610,0 6.664.099,9 7.787.168,4 8.920.084,4 14.080.949,9 Impor 6.636.895,1 8.557.877,1 15.247.168,9 14.002.170,5 20.424.218,2 Migas 1.134.912,5 5.600.622,7 7 299.265,6 510.809,4 736.200,0 Non Migas 35.501.982,6 7.957.254,4 14.947.903,3 13.491.361,1 19.688.018,3 Neraca

Perdagangan

1.706.676,2 1.117.635,6 -3.610.665,2 -2.502.843,2 -4.731.607,1

Migas 91.742.048,8 2.410.790,1 13.550.069,7 2.068.433,4 875.461,3 Non Migas -35.372,5 -1.293.154,5 -7.160.734,9 -4.571.276,6 -5.607.068,4 Sumber: BPS 2010, dikelola oleh Departemen Perdagangan

(17)

4 90.75%

9.25%

Jeruk Mandarin Jenis Lainnya

selama tahun 2000 hingga 2009, sehingga jenis jeruk inilah yang harus mendapat fokus untuk disubstitusi oleh jeruk lokal karena menjadi pilihan banyak konsumen jeruk saat ini. Selain itu, jeruk jenis Mandarin dapat berkembang dengan baik di Indonesia karena dapat ditanam di daerah dengan iklim tropis dan subtropis serta sempat menjadi komoditas unggulan. Berbeda dengan orange fresh atau Jeruk Manis yang lebih cocok ditanam di daerah Eropa atau Amerika. Berikut adalah Diagram dari pangsa impor jeruk Cina dari tahun 2000 hingga 2009.

Sumber: Statistik Perdagangan Luar Negeri, BPS 2000-2009.

Gambar 1. Pangsa Impor Berdasarkan Jenis Jeruk Asal Cina ke Indonesia Tahun 2000-2009

(18)

5

waktu 1996-2003 hanya pada tahun 1999 serta 2001 saja Indonesia mempunyai andil dalam perdagangan tersebut. Nilai impor jeruk menunujukkan kecenderungan naik, sementara untuk pir nilai impor cenderung menurun.

Saat ini Indonesia menjadi negara pengimpor jeruk terbesar di ASEAN, kedua setelah Malaysia (Sinar Tani 2008). Kondisi nilai impor jeruk mandarin Cina yang terus meningkat terus terjadi hingga Kuartal I 2009, impor jeruk mandarin Cina tercatat US$ 107,3 juta. Jumlah ini jauh meningkat dibandingkan periode sama tahun lalu, sebesar US$ 56,3 juta. Peningkatan ini merupakan lanjutan naiknya impor jeruk mandarin Cina yang terjadi sejak beberapa tahun terakhir. Jika pada 2006 nilai impor jeruk mandarin US$ 36 juta, maka tahun 2007 sudah naik menjadi US$ 62,9 juta, dan di tahun 2008 nilainya naik lagi menjadi US$ 84,7 juta1.

Sejak penandatanganan ACFTA, penurunan tarif telah dilakukan mulai tahun 2004. Berawal dari 5 %, kini tarif bea masuk jeruk mandarin Cina sudah turun menjadi 0 %. Penerapan bea masuk 0 % pada awal tahun 2005 semakin menambah tingkat ekspansi buah jeruk Cina ke Indonesia dan berdampak serius bagi pasar domestik. Kecenderungan peningkatan impor ini menandakan adanya segmen pasar tertentu yang menghendaki jenis dan mutu buah jeruk prima yang tidak bisa dipenuhi oleh produsen dalam negeri. Keadaan tersebut semakin diperparah dengan rendahnya substitusi impor jeruk Indonesia dibanding Cina, sehingga daya saing lokal dalam mengimbangi impor Cina semakin rendah.

Kesepakatan ACFTA justru lebih banyak menaikkan volume impor, terutama terlihat dalam membanjirnya buah jeruk Cina dari mulai pedagang kaki

1 Asnil Bambani Amri “Impor Jeruk Mandarin Terus Meningkat”

(19)

6

lima hingga supermarket besar. Peningkatan ini sebenarnya dapat menjadi peluang pasar sekaligus pengembangan jeruk keprok nasional seiring dengan peningkatan preferensi konsumen terhadap buah jeruk bermutu. Akan tetapi, karena minimnya dukungan pemerintah serta kurangnya inovasi teknologi mengakibatkan konsumen justru lebih memilihi jeruk impor.

Keadaan ini harus segera diperbaiki dengan mempersiapkan inovasi teknologi agribisnis jeruk yang lebih baik dengan kriteria spesifik lokasi, efektif, mudah diaplikasikan, murah, dan sarana pendukung mudah diperoleh (Supriyanto, 2010) yang lebih baik dalam menghadapi ACFTA. Salah satu caranya adalah dengan meningkatkan substitusi impor agar dapat menghasilkan produk buah jeruk terutama Jeruk Keprok karena bentuknya relatif mirip dengan jeruk mandarin dalam jumlah besar, berharga murah, dengan kualitas yang tetap terjamin melalui penggunaan bibit yang baik serta tahan terhadap CVPD (Citrus Vein Phloen Degeneration), sehingga jeruk impor yang mendominasi pasar dapat tersubstitusi dengan berimbang pula oleh jeruk lokal. Jika setiap usaha tani jeruk menerapkan persipan yang matang dan berdaya saing tinggi, maka produsen lokal dapat merebut kembali pasar jeruk Indonesia, sehingga kesepakatan ini juga akan menguntungkan bagi kedua negara.

1.2 Perumusan Masalah

(20)

7 0

10000000 20000000 30000000 40000000 50000000 60000000 70000000

Apel Pir Jeruk Mandarin

merupakan tanaman asli Cina. Jeruk mandarin diproduksi dalam partai sangat besar dan diekspor ke negara-negara yang merupakan mitra dagang Cina dengan harga murah, jenis menarik, walaupun rasa tidak begitu manis. Akibatnya, penetapan jeruk sebagai komoditas EHP merupakan hal yang menguntungkan bagi Cina karena bea masuk produk unggulan mereka telah diturunkan sejak awal kesepakatan.

Produk hortikultura terutama buah-buahan merupakan produk ekspor unggulan Cina. Buah-buahan yang menjadi komoditas utama Cina yaitu apel, pir, dan Jeruk Mandarin. Indonesia termasuk negara yang paling banyak mengimpor komoditas tersebut, terutama untuk buah Jeruk Mandarin dibanding apel dan pir. Hal ini sangat ironis mengingat Jeruk Mandarin adalah jenis jeruk yang juga dapat diproduksi di Indonesia yang memiliki iklim tropis, berbeda dengan apel dan pir yang hanya cocok ditanam di wilayah beriklim sedang dan subtropis. Berikut adalah impor 3 jenis buah-buahan yang paling banyak diimpor Indonesia yang umumnya berasal dari Cina pada tahun 2009.

Sumber: Statistik Perdagangan Luar Negeri, BPS 2009

(21)

8

guna menjaga kinerja produksi mereka. Masuknya produk Cina menuntut pertanian domestik agar melakukan usaha ekstra agar produk mereka tetap menguasai pangsa pasar di dalam negeri. Melindungi kestabilan modal dan meningkatkan daya saing diperlukan dalam menjaga tingkat produktivitas agar tetap bertahan. Hal ini penting karena persaingan akan menambah biaya dan munculnya opportunity cost.

Rendahnya dukungan pemerintah kepada petani lokal juga telah menimbulkan kesulitan bagi mereka untuk melakukan minimisasi biaya sebagai salah satu upaya guna meningkatkan daya saing. Lain halnya dengan pemerintah Cina yang memberikan dukungan serta subsidi yang sangat besar bagi petani, sehingga mereka dapat menigkatkan produktivitas dengan harga buah yang sangat murah. Pemerintah cenderung berat sebelah dalam menyepakati ACFTA karena hanya memikirkan kepentingan pihak-pihak tertentu yang dinilai dapat memberikan penerimaan yang lebih besar bagi negara, sehingga petani kecil kurang diperhatikan. Kurangnya dana berupa biaya riset dari pemerintah kepada peneliti bibit unggul terutama dengan kriteria rasa dan bentuk yang tidak kalah menarik, namun bebas CVPD juga menghambat upaya peningkatan produksi dalam negeri karena tanaman jeruk banyak yang rusak akibat penyakit ini.

(22)

9

mengimpor dan menyalurkan jeruk tersebut dari Tanjung Priok lebih murah dibandingkan menyalurkan jeruk dari Medan misalnya.

Kurangnya sosialisasi informasi mengenai ACFTA dan minimnya bantuan pemerintah dengan memberikan subsidi pupuk, menjamin ketersediaan jeruk berkualitas, dan lain sebagainya menyebabkan ketidaksiapan petani, sehingga tidak bisa berbuat terlalu banyak dalam melawan gempuran jeruk asal Cina. Akibatnya, pendapatan mereka semakin menurun karena pangsa pasar yang semakin terbatas serta penurunan permintaan konsumen yang saat ini cenderung memilih buah jeruk impor.

Kurangnya inovasi teknologi juga mengakibatkan tingkat produksi usahatani jeruk di Indonesia sulit untuk mengimbangi produksi jeruk impor Cina, sehingga kebutuhan jeruk lokal sangat tergantung pada pasokan buah jeruk impor. Selain itu, teknologi yang masih minim menyebabkan pula para petani tidak dapat memenuhi selera konsumen yang lebih menyukai buah jeruk yang berwarna oranye walaupun rasa sedikit asam namun tetap berharga murah. Akibatnya, jeruk lokal yang biasanya berwarna hijau menjadi kurang dilirik konsumen karena harganya mahal dan dinilai kurang berkelas oleh masyarakat dibanding jeruk impor.

(23)

10

kesejahteraan petani jeruk serta semakin mengurangi devisa negara dan merosotnya tingkat pertumbuhan ekonomi Indonesia. Secara jangka panjang, Cina akan memperoleh pendapatan yang lebih tinggi, sedangkan petani jeruk Indonesia akan semakin terpuruk dengan peningkatan ekspor yang tidak signifikan dibanding impor Cina sehingga substitusi impor pun sulit dilakukan.

Masyarakat yang umumnya berada pada golongan ekonomi menengah ke bawah akan cenderung memilih produk yang lebih murah guna menyesuaikan dengan pendapatan mereka. Keadaan ini akan merugikan produsen lokal yang tidak bisa memproduksi jeruk dengan harga yang lebih murah namun tampilan buah tetap menarik. Pemberlakuan ACFTA lebih banyak akan merugikan sebagian besar petani jeruk, meskipun tetap ada konsumen yang memilih produk lokal.

Dampak dari kesepakatan ACFTA sangat berpengaruh bagi substitusi impor dan keberlangsungan usahatani jeruk Indonesia serta kontribusinya dalam pertumbuhan ekonomi negara menjadikan masalah ini penting untuk diteliti. Adapun perumusan masalah adalah sebagai berikut:

1. Faktor-faktor apa yang memengaruhi substitusi impor jeruk di Indonesia? 2. Bagaimana pengaruh kesepakatan ACFTA terhadap jumlah dan nilai

impor Jeruk Mandarin?

3. Bagaimana cara meningkatkan produksi jeruk lokal?

1.3 Tujuan

(24)

11

1. Mengkaji faktor-faktor yang memengaruhi substitusi impor jeruk di Indonesia.

2. Membandingkan jumlah dan nilai impor Jeruk Mandarin saat sebelum dan sesudah diberlakukan ACFTA.

3. Mendeskripsikan upaya-upaya yang dapat dilakukan pemerintah dan pihak-pihak terkait dalam meningkatkan produksi jeruk.

1.4 Manfaat Penelitian

Manfaat dari dilakukannya penelitian ini dapat dirasakan oleh berbagai pihak yaitu:

1. Bagi pemerintah dapat dijadikan sebagai pertimbangan dalam pengambilan keputusan yang terkait dengan upaya-upaya yang harus dilakukan guna melakukan substitusi impor Jeruk Mandarin dalam menghadapi dampak ACFTA.

2. Bagi petani jeruk dapat menjadi acuan dalam memilih upaya apa saja yang seharusnya dilakukan dalam menghadapi ACFTA.

(25)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Deskripsi Tanaman Jeruk (Citrus. sp)

Tanaman jeruk adalah tanaman buah yang berasal dari Asia dengan Cina sebagai tempat yang dipercaya merupakan tempat dimana jeruk pertama kali tumbuh. Jeruk telah sejak lama dibudidayakan atau tumbuh secara alami di Indonesia. Tanaman jeruk yang berada di Indonesia adalah peninggalan orang Belanda yang mendatangkan jeruk manis (Citrus sinensis) dan jeruk keprok (Citrus nobilis) dari Amerika dan Itali. Klasifikasi botani tanaman jeruk adalah sebagai berikut:

Divisi: Spermatophyta Sub divisi: Angiospermae Kelas: Dicotyledonae Ordo: Rutales

Keluarga: Rutaceae Genus: Citrus Spesies: Citrus sp.

(26)

13

yang lebih jelas. Ukurannya cukup ideal, tidak terlalu besar dan tidak terlalu kecil.2

Jeruk lokal lain yang dibudidayakan adalah jeruk manis. Jeruk ini disebut juga sebagai jeruk peras dengan nama ilmiah Citrus sinensis (L.). Pada mulanya, jeruk manis dimakan sebagai buah segar atau sebagai pencuci mulut setelah makan. Akan tetapi, karena kulitnya tebal dan sulit dikupas, seringkali orang memerasnya untuk diambil airnya. Air buah jeruk ini dapat dikonsumsi dalam bentuk air buah segar, didinginkan lebih dahulu, atau dipasteurisasi supaya lebih tahan lama. Ada pula yang dipekatkan menjadi tepung.3 Spesies jeruk yang terdapat di Indonesia dikelompokkan menjadi beberapa jenis, yaitu:

a. Kelompok Mandarin (Tangerine, Satsuma, dan Clementine) adalah jeruk keprok dan jeruk siam. Jeruk keprok biasanya dikembangkan di dataran tinggi dan memiliki kandungan gula yang besar. Warna kulit buah biasanya kekuningan, berbeda dengan jeruk siam yang berwarna hijau, kulitnya tipis, agak lengket, dan kandungan gulanya relatif rendah.

b. Kelompok Lime dan Lemon adalah jeruk nipis. Kandungan asamnya tinggi, biasanya digunakan untuk menambah rasa asam pada masakan dan membuat minuman segar. Selain jeruk nipis, juga tengah dikembangkan jeruk lemon yang memiliki ukuran lebih besar.

c. Kelompok Pummelo dan Grapefruit adalah jeruk besar (C. grandis). Terdapat delapan varietas yang dikembangkan di Indonesia, antara lain: Jeruk Bali, Jeruk Cikoneng, Jeruk Pandan Wangi, Jeruk Pandan, Jeruk Delima, Jeruk Adas, Jeruk Gulung, dan Jeruk Nambangan. Saat ini, hanya Jeruk Nambangan

(27)

14

yang berkembang pesat serta menguasai pasar jeruk besar di Jakarta dan sekitarnya. Grapefruit pernah ditanam dalam skala kecil, namun karena kurangnya permintaan pasar dan lokasi penanaman, jenis ini menjadi kurang berkembang.

d. Kelompok Orange atau jeruk manis merupakan jeruk yang paling banyak diproduksi di dunia, namun kurang cocok ditanam di Indonesia karena merupakan tanaman sedang dan subtropis. Komoditas ini dikembangkan di daeran Pacitan dengan nama Jeruk Baby. Jeruk ini dibawa oleh Belanda guna ditanam di dataran tinggi. Kulit jeruk yang telah matang berwarna hijau serta memiliki kandungan gula tinggi dan kandungan asam yang rendah.

e. Kelompok Citroen adalah jeruk sukade. Jeruk ini disebut jeruk papaya karena memiliki bentuk seperti buah papaya. Kulit buah yang tebal digunakan untuk membuat manisan. Jenis ini pun kurang berkembang di Indonesia.

Akibat serangan penyakit CVPD (Citrus Vein Phloen Degeneration), beberapa sentra penanaman mengalami penurunan produksi yang diperparah oleh sistem monopoli tata niaga jeruk yang sudah tidak berlaku. Penyebab lainnya adalah tingginya biaya distribusi jeruk yang mengakibatkan harga jeruk lokal semakin mahal. Belum lagi jeruk impor yang terus membanjir dan berakibat pada semakin berkurangnya sentra produksi jeruk di Indonesia.

(28)

15

siam yang harus ditanam di dataran rendah. Penanaman pada ketinggian lebih dari 900 m dpl menyebabkan rasa jeruk siam menjadi sedikit asam (Tim Penulis PS 2003).

Buah jeruk dapat dipanen pada saat masa masak optimal, biasanya berumur antara 28-36 minggu tergantung jenis atau varietasnya. Rata-rata setiap pohon dapat menghasilkan 300-400 buah per tahun, kadang-kadang dapat menghasilkan hingga 500 buah per tahun. Produksi jeruk di Indonesia sekitar 5,1 ton /ha masih di bawah produksi negara subtropis yang bisa mencapai hingga 40 ton/ha.

Penyakit yang paling sering melanda perkebunan jeruk di Indonesia adalah CVPD yang disebabkan oleh Bacterium like organism dengan vektor kutu loncat (Diaphorina citri) dengan bagian yang diserang adalah silender pusat (phloem) batang. Gejala yang timbul adalah daun sempit, kecil, lancip, buah kecil, asam. Biji rusak, dan pangkal buah oranye. Penyakit ini telah mengakibatkan banyak petani jeruk merugi karna menimbulkan gagal panen untuk berbagai jenis varietas jeruk.

2.2 Deskripsi Kesepakatan ASEAN China Free Trade Area (ACFTA)

ACFTA merupakan sebuah kesepakatan untuk memberlakukan sistem perdagangan bebas antara Cina dan ASEAN dengan reduksi serta pembebasan tarif impor hingga 0 % yang diterapkan sejak Januari 2010. Tarif impor adalah jumlah tetap per unit (tarif spesifik) atau persentase tetap dari harga barang impor (tarif pajak berdasarkan nilai barang) (Anindita dan Reed 2008).

Pemerintah Republik Indonesia bersama negara ASEAN menandatangani

(29)

16

Association of South East Asian Nations and the People’s Republic of China pada

4 November 2002. Melalui perjanjian ASEAN-China Free Trade Area (ACFTA) ini, maka ASEAN mulai melakukan pasar bebas di kawasan Cina-ASEAN. Dan khusus negara ASEAN-6 (Indonesia, Singapura, Thailand, Malaysia, Filipina dan Brunai) telah mulai menerapkan bea masuk 0 % per Januari 2004 untuk beberapa produk4.

Kemudian di tahun 2004, perjanjian tersebut dilanjutkan dengan persetujuan mengenai tahapan penurunan tarif komoditas yang hendak diperdagangkan. Tahapan penurunan dan eliminasi tarif antara Indonesia dan Cina itu terbagi tiga, yaitu Early Harvest Package (EHP), Normal Track (untuk produk-produk non sensitif), diikuti Sensitive Track (contoh: sepatu, besi dan baja, mainan, barang-barang dari kulit, dll. yang mencakup 304 komoditas).

Normal track terbagi menjadi dua model yaitu Normal Track I dan Normal Track II, sedangkan Sensitive Track terbagi menjadi Sensitive List dan Highly Sensitive Track (contoh: tekstil, produk tekstil, beras, gula, jagung, kedelai, dll. yang mencakup 47 komoditas). Penurunan tarif bea masuk terjadi dalam 3 tahapan, yaitu:

1. Tahap I: Early Harvest Package (EHP) yang dimulai pada 1 Januari 2004. Selama tiga tahun tarif-tarif ini diturunkan secara bertahap, sehingga pada tahun 2006 menjadi 0 % dan diberlakukan untuk kawasan perdagangan bebas Indonesia dengan Cina (Hutabarat et al., 2006). Produk EHP terdiri dari Produk-produk dalam Chapter 01 sampai dengan Chapter 08 yaitu: hewan hidup, daging dan produk daging dikonsumsi, ikan, susu dan

4Echwan “Indonesia vs Cina : Studi Komparatif Bisnis Ekonomi dalam ACFTA 2010”

(30)

17

[image:30.595.120.511.194.364.2]

produk susu (dairy products), tumbuhan, sayuran, buah-buahan dan kacang-kacangan. Jumlah Kelompok EHP ini 530 pos tarif (HS 10 digit). Jumlah Kelompok EHP ini 46 pos tarif (HS 4 digit).

Tabel 3. Jadwal Penurunan Tarif Program EHP Bilateral Indonesia-Cina Kategori

Produk

Deskripsi Tidak Lebih dari 1/1/2004 Tidak Lebih dari 1/1/2005 Tidak Lebih dari 1/1/2006 1 Produk dengan tingkat tarif

umum lebih tinggi dari 15 % untuk Cina dan Indonesia

10 % 5 % 0 %

2 Produk dengan tingkat tarif umum antara 5 % - 15 % untuk Cina dan Indonesia

5 % 0 % 0 %

3 Produk dengan tingkat tarif umum lebih rendah dari 5 % untuk Cina dan Indonesia

0 % 0 % 0 %

Sumber: beacukai.go.id dalam Hutabarat et al. 2006

2. Tahap II: Normal Track yang diterapkan pada 1 Januari 2010. Bea masuk ditetapkan 0 % sejak 1 Januari 2010. Diantaranya produk coal (HS 2701),

polycarboxylic acids (HS 2917), wood (HS 4409), kawat tembaga (copper wire‐HS 7408) dan sebagian bahan yang terbuat dari kulit binatang. Sebagian Tekstil dan Produk Tekstil juga masuk dalam skema Normal Track ini, terutama pakaian yang terbuat dari serat sintetis dan pakaian dalam. Sedangkan produk tekstil yang terbuat dari kapas masih dikenai bea masuk antara 5‐15 %.

(31)

18

digit), yang terdiri atas barang jadi kulit, kacamata, alat musik, mainan, alat olahraga, alat tulis, besi dan baja, spare parts, dll.

Highly Sensitive List dimulai pada 2015, dengan penjadwalan bahwa pada 2015 tarif bea masuk maksimum 50 %. Produk‐produk dalam Highly Sensitive List adalah sebesar 47 pos tarif (HS 6 digit), yang antara lain terdiri atas produk pertanian, seperti beras, gula, jagung, dan kedelai, produk industri tekstil dan produk tekstil, produk otomotif, dan produk

ceramic tableware.

Kesepakatan dalam CEC merupakan gabungan dari 3 elemen, yaitu: liberalisasi, fasilitasi, dan kerjasama ekonomi. Sebagai program awal, bea masuk 0 % mulai diterapkan pada Januari 2004 untuk komoditas yang termasuk Early Harvest Package (EHP) yaitu daging, ikan, sayuran, buah, kacang, dan produk-produk yang mengalami proses pemanenan lainnya.

Pemberlakuan tarif impor 0 % dengan Cina untuk semua produk tidak sama bagi seluruh negara anggota ASEAN. ASEAN-6 yang terdiri dari Brunei Darussalam, Indonesia, Malaysia, Philippines, Singapore dan Thailand memulai sejak tahun 2010, sedangkan untuk Negara yang terhitung baru bergabung dengan ASEAN yaitu Kamboja, Laos, Myanmar dan Vietnam akan memulai pada tahun 2015.

(32)

19

ACFTA tahap II, sebanyak 2.528 pos tarif dari 17 sektor industri akan dihapuskan bea masuknya pada 1 Januari 2010. Kelompok produk dengan mayoritas satu arah aliran produk dari Cina (100 atau hampir 100 % Indonesia tergantung pasokan dari Cina) antara lain adalah HS 0502, 0703, 0805, 0808, 1001, 1005, 1006, 1101, 1201, 1202, 1702, 2401, 4011, 4012, dan 4104 (Lampiran Tabel 1). Diantara kelompok produk dalam satu arah aliran dari Cina ke Indonesia yaitu chapter 1-8, telah termasuk di dalam daftar produk EHP Indonesia-Cina. Oleh karena itu, intensitasnya masih dapat dibatasi dengan menerapkan tarif bea masuk di Indonesia sebagai langkah antisipatif terhadap banjir impor. Sementara kelompok kedua, dengan mayoritas aliran barang dari Indonesia ke Cina antara lain produk kode HS 0803, 1507, 1513, 1801, 4001, 4002, dan 4106 (Lampiran Tabel 1).5

2.3 Tarif dan Substitusi Impor Sebagai Salah Satu Kebijakan Perdagangan Internasional

Kebijakan perdagangan internasional di bidang impor merupakan berbagai tindakan dan peraturan yang dikeluarkan oleh pemerintah, baik langsung maupun tidak langsung yang akan memengaruhi struktur, komposisi, dan kelancaran usaha untuk melindungi atau mendorong pertumbuhan industri dalam negeri dan penghematan devisa. Perdagangan internasional sendiri menurut Adam Smith akan menghasilkan manfaat dan meningkatkan kemakmuran apabila terdapat free trade (perdagangan bebas) dan melakukan spesialisasi berdasarkan keunggulan absolute (absolute advantage) yang dimiliki.

Kebijakan Tarif Barrier atau TB merupakan salah satu bentuk tarif impor berupa bea masuk dengan ketentuan sebagai berikut:

(33)

20

1. Pembebasan bea masuk atau tarif rendah adalah 0 % sampai dengan 5 % yang dikenakan untuk bahan kebutuhan pokok dan vital, seperti: beras, mesin-mesin vital, alat-alat militer atau pertahanan atau keamanan, dan lain-lain.

2. Tarif sedang antara lebih dari 5 % sampai dengan 20 % yang dikenakan untuk barang setengah jadi dan barang-barang lain yang belum cukup diproduksi di dalam negeri.

3. Tarif tinggi di atas 20 % yang dikenakan untuk barang-barang mewah dan barang-barang lain yang sudah cukup diproduksi di dalam negeri dan bukan barang kebutuhan pokok.

Tarif adalah pungutan bea masuk yang dikenakan atas barang impor yang masuk untuk dipakai atau dikonsumsi habis di dalam negeri. Dalam pelaksanaannya, sistem atau cara pemungutan tarif bea masuk ini dapat dibedakan sebagai berikut:

a. Bea harga (Ad Valorem Tarif) dengan menentukan besarnya pungutan bea masuk atas barang impor ditentukan oleh tingkat presentase tarif dikalikan harga CIF yaitu harga barang tersebut ditambah biaya pelabuhan.

b. Bea spesifik (Spesific Tarif) berupa pungutan yang didasarkan pada ukuran atau satuan tertentu dari barang impor. Jeruk merupakan salah satu komoditas yang dikenakan tarif jenis ini dengan bea sebesar Rp. 500/kg pada tahun 1991.

c. Bea campuran (Compound Tarif) merupakan kombinasi antara bea harga dan bea spesifik.6

Penentuan tarif impor dibuat berdasarkan pos-pos tarif yang tercantum dalam Buku Tarif Bea Masuk Indonesia (BTBMI) melalui kode HS. Semakin

(34)

21

besar kode HS suatu komoditas maka semakin spesifik pula jenis produk. Komoditas jeruk yang banyak diimpor dari Cina adalah Kelompok Mandarin dengan kode HS 10 digit 0805200000 yang berada di Bab 8 yaitu komoditas buah dan buah bertempurung yang dapat dimakan.

Selain kebijakan tarif, terdapat pula upaya substitusi impor dengan mengurangi kebutuhan domestik yang berasal dari luar negeri melalui peningkatan sumberdaya yang digunakan dalam memproduksi komoditas tersebut. Pelaksanaan substitusi ini membutuhkan banyak devisa untuk mengimpor dan memicu dinaikkannya pendapatan sektor ekspor. Apabila negara tidak berhasil menaikkan pendapatan ekspor, maka pinjaman luar negeri terpaksa harus dilakukan.

Pertanian di negara berkembang pada awalnya didasarkan atas pasar dalam negeri dalam bentuk usaha mencapai swasembada (self sufficiency) pangan bidang pertanian. Adanya pasar tersebut seharusnya mendorong substitusi impor berkembang lebih pesat saat terjadi dominasi produk impor dari luar negeri apabila disertai suatu proteksi sehingga akan menghemat penggunaan devisa. Subsitusi impor adalah jumlah barang yang diimpor yang harus digantikan dan dipenuhi oleh produksi barang domestik. Devisa yang dihemat dapat digunakan untuk mengimpor barang kapital dan barang lainnya yang belum dapat diproduksi sendiri.

Usaha substitusi impor dapat dilakukan dengan didasari motif-motif sebagai berikut:

(35)

22

2. Substitusi impor timbul bila pemerintah suatu negara berusaha memperbaiki neraca pembayarannya, baik melalui kuota maupun tarif.

3. Beberapa negara mengadakan industrialisasi dengan tujuan memenuhi kebutuhan dalam negeri dan adanya semangat kemerdekaan cinta produk dalam negeri.

4. Anggapan bahwa industri subtitusi impor bukan untuk mengurangi atau mengganti barang impor, namun karena pemerintah bertujuan untuk mengembangkan perekonomian dalam negeri.

2.4 Definisi dan Batasan Operasional

Variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian memiliki definisi tertentu sesuai dengan teori yang ada. Selain itu, terdapat pula beberapa batasan dari definisi tersebut yang akan terkait dengan pembahasan. Berikut definisi dan batasan operasional di dalam penelitian ini.

1. Jeruk yang dimaksudkan dalam penelitian adalah jenis Jeruk Mandarin atau di Indonesia lebih dikenal dengan Jeruk Keprok. Sebagai komoditas perdagangan, komoditas ini memiliki kode HS 0805200000 yang terdiri dari Mandarins Fresh (080520110), Mandarins Dried (080520120),

Mandarins Fresh (080520910), dan Clementines, wilkings dried

(080520920).

2. Substitusi impor (Kg) adalah sejumlah komoditas impor yang harus digantikan oleh komoditas lokal guna memenuhi kebutuhan domestik dengan jumlah yang sama.

(36)

23

Nilai tukar atau kurs yang digunakan adalah kurs nominal berupa harga relatif dari mata uang kedua negara.

4. Produk Domestik Bruto (PDB) adalah nilai keseluruhan seluruh barang dan jasa yang diproduksi di dalam wilayah tersebut dalam jangka waktu tertentu (Wikipedia, 2011). PDB yang digunakan adalah PDB riil atau PDB berdasarkan harga konstan melalui koreksi harga PDB nominal dengan memasukkan pengaruh harga. PDB merupakan salah satu metode untuk menghitung pendapatan nasional. Data PDB asli merupakan data triwulan, sehingga menggunakan metode interpolasi guna mengisi data-data yang kosong akibat mengubah data-data menjadi bulanan.

5. Produksi jeruk nasional (Ton) adalah jumlah produksi Jeruk Siam dan Jeruk Keprok selama periode tertentu secara nasional. Data produksi jeruk asli merupakan data triwulan, sehingga menggunakan metode interpolasi guna mengisi data-data yang kosong akibat mengubah data menjadi bulanan.

6. Harga jeruk lokal (Rp) adalah harga jeruk berdasarkan harga konsumen pedesaan yang dianggap mewakili harga jeruk lokal yaitu Jeruk Siam dan Jeruk Keprok karena dekat dengan sentra produksi dibanding perkotaan sebelum ditambah biaya distribusi.

(37)

24

8. Dummy ACFTA adalah pengaruh ACFTA terhadap substitusi impor yang dinilai dengan angka 1 pada masa pasca EHP dan angka 0 pada masa sebelum EHP.

2.5 Penelitian Terdahulu

Penelitian mengenai ACFTA dan industri TPT terutama terkait dengan kondisi setelah diterapkannya perdagangan bebas telah banyak dilakukan sebelumnya. Dewitari, et al. (2009) mengkaji kesepakatan ASEAN China Free Trade Area (ACFTA) dan dampaknya terhadap ekonomi ASEAN. ACFTA menyepakati mengenai skema penurunan dan penghapusan tarif yaitu Normal Track yang terdiri dari Normal Track I dan Normal Track II serta Sensitive Track

yang terbagi atas Sensitive List dan High Sensitive List. Dampak dari kesepakatan ini lebih banyak merugikan bagi ASEAN karena kekuatan ekonomi Cina yang sangat besar sehingga lonjakan impor Cina jauh lebih besar dibanding peningkatan ekspor ASEAN.

Analisis ACFTA dan dampaknya bagi perekonomian Indonesia dilakukan oleh Mukhlishina, et al. (2010). ACFTA memberikan dampak positif dan negatif bagi Indonesia. Dampak positif berupa peningkatan ekspor produk-produk pertanian dan memotivasi masyarakat agar lebih mandiri secara ekonomi. Selain itu, dampak negatif dari kesepakatan ini adalah meningkatkan pengangguran, mematikan industri dan Usaha Kecil Menengah (UKM), ketergantungan terhadap Cina meningkat, volume impor naik, serta melemahnya indusri manufaktur.

(38)

25 Asean China Free Trade Area (ACFTA). Industri besi dan baja Indonesia menunjukkan perkembangan yang relatif kurang baik walaupun jumlah produksi dan utilitas kapasitas produksi menunjukkan trend meningkat, karena neraca perdagangan produk besi dan baja menunjukkan nilai defisit setiap tahunnya. Berdasarkan hasil analisis keunggulan komparatif, industri ini pun masih berdaya saing lemah dalam perdagangan internasional.

Analisis impor untuk buah jeruk sendiri telah dilakukan oleh Permadi (2007) dengan judul Analisis Peramalan dan Faktor-faktor yang Memengaruhi Impor Jeruk di Indonesia. Penelitian tersebut menduga faktor-faktor yang memengaruhi impor jeruk Indonesia untuk periode Januari tahun 2000 sampai dengan November 2006 yang berpengaruh nyata adalah harga impor, pendapatan nasional, nilai tukar lag impor, dan dummy triwulan. Impor jeruk juga memiliki pola berfluktuasi dan acak dari bulan ke bulan akibat faktor yang memengaruhi impor juga berfluktuasi.

(39)

III. KERANGKA PEMIKIRAN

3.1 Kerangka Teoritis

Usahatani jeruk di Indonesia merupakan usahatani yang masih tertinggal dalam segi inovasi bibit dan teknologi dibanding usahatani dengan komoditas lain seperti padi. Hal ini menyebabkan produksi menjadi tidak optimal dan penggunaan tenaga kerja pun kurang efisien. Iklim persaingan komoditas pertanian yang semakin ketat di tengah era perdagangan bebas seperti ACFTA mengharuskan peningkatan produktivitas melalui kenaikan output dengan memberdayakan seluruh jenis input bukan hanya tenaga kerja.

Kesepakatan ACFTA mengharuskan pengaturan tarif impor baru bagi negara peserta. Tarif impor adalah jumlah tetap per unit (tarif spesifik) atau persentase tetap dari harga barang impor (tarif pajak berdasarkan nilai barang). (Anindita dan Reed 2008). Penurunan tarif bahkan sampai 0 % bagi komoditas tertentu diterapkan guna mendukung perdagangan bebas diantara ASEAN dan Cina. Dampak yang hilang dari penghapusan tarif bagi negara pengimpor dan negara pengekspor adalah proteksi bagi petani domestik.

(40)

27

adalah Pw’ + tax dan Pw’ untuk harga negara pengekspor. Perubahan

kesejahteraan yang terjadi di negara pengimpor berdasarkan surplus konsumen adalah terjadi kehilangan seluas a b c d, terjadi pertambahan surplus produsen sebesar a, dan surplus government seluas c e. Jadi, perubahan welfare adalah sebesar e-b-d dan b-d adalah nilai deadweight loss. Harga dunia adalah Pw’ dan

perubahan welfare menunjukkan penurunan kesejahteraan akibat tarif khusus untuk barang yang tidak sensitif.

Perubahan kesejahteraan di negara pengekspor berdasarkan surplus konsumen adalah terjadi peningkatan seluas 1 dan penurunan surplus produsen sebesar 1 2 3 4. Tidak terjadi surplus government dan perubahan kesejahteraan adalah penurunan seluas 2-3-4 dengan dwl sebesar 2-4, sehingga perubahan

welfare dunia bersih adalah sebesar –b-d-2-4. Berikut adalah Gambar efek dari penerapan tarif impor.

[image:40.595.153.471.443.617.2]

Sumber: Tweeten, 1992 dalam Hartman et al., 1999

Gambar 3. Efek dari Tarif Impor

(41)

28

kuantitas jeruk yang diimpor dengan ditunjang oleh faktor-faktor pendukung. Faktor-faktor yang memengaruhi substitusi impor diantaranya adalah produk domestik bruto, tarif impor, harga konsumen jeruk di pedesaan, harga impor, produksi jeruk domestik, konsumsi jeruk, dan nilai tukar rupiah terhadap dollar.

Produk domestik bruto (PDB) berpengaruh positif bagi substitusi impor. Peningkatan pendapatan akibat kenaikan PDB ditandai dengan bertambahnya daya beli masyarakat. Keadaan ini berakibat pada kenaikan permintaan masyarakat terhadap produk-produk pangan yang bersifat pendamping seperti buah-buahan terutama jeruk. Permintaan terhadap jeruk yang semakin besar sulit untuk dipenuhi oleh produsen lokal. Jadi, pemerintah pun akan melakukan impor yang lebih banyak, sehingga substitusi impor yang harus dipenuhi oleh produsen jeruk lokal semakin meningkat.

Kenaikan harga konsumen jeruk di pedesaan berkorelasi positif terhadap substitusi impor. Kenaikan ini akan mengakibatkan konsumen mencari jeruk lain dengan harga yang lebih murah. Jeruk impor pun menjadi pilihan karena harga tetap murah, namun cocok dengan selera konsumen. Dampaknya, volume jeruk impor pun akan ditambah guna memenuhi permintaan konsumen, sehingga substitusi jeruk lokal dengan harga bersaing dengan jeruk impor semakin meningkat.

(42)

29

dikurangi. Volume impor yang terus menurun menyebabkan substitusi impor jeruk pun berkurang.

Produksi jeruk domestik yang semakin meningkat berkorelasi negatif dengan substitusi impor. Kenaikan produksi menunjukkan peningkatan kemampuan produsen lokal dalam mengimbangi kebutuhan jeruk masyarakat yang selama ini dipenuhi oleh jeruk impor. Jumlah jeruk yang diimpor pun dapat dikurangi, sehingga substitusi pun semakin menurun.

Faktor lainnya yaitu nilai tukar rupiah terhadap dolar yang apabila terjadi peningkatan maka akan berkorelasi negatif bagi substitusi impor. Kenaikan nilai tukar rupiah mengakibatkan harga jual barang luar negeri menjadi lebih mahal. Oleh karena itu, pemerintah pun akan mengurangi impor barang-barang yang tidak terlalu sensitif seperti jeruk. Jumlah jeruk impor pun berkurang, sehingga substitusi impor juga mengalami penurunan.

Faktor selanjutnya adalah substitusi impor tahun sebelumnya. Jumlah substitusi impor yang sama dengan jumlah impor sangat tergantung dengan jumlah impor tahun sebelumnya. Apabila jumlah impor sebelumnya lebih besar dan permintaan tinggi, maka jumlah impor tahun ini akan semakin ditambah yang berdampak pada kenaikan substitusi impor jeruk lokal oleh produsen domestik. Jadi, kenaikan jumlah substitusi impor tahun sebelumnya akan berpengaruh positif pada nilai substitusi impor di tahun berikutnya.

Dampak ACFTA terhadap substitusi impor jeruk dapat dilihat melalui faktor-faktor tersebut dengan membandingkan antara sebelum dan sesudah berlakunya ACFTA yang diwakili dengan variabel dummy ACFTA. Apabila

(43)

30

pengaruh positif bagi substitusi impor karena penetapan tarif nol % akan membuat harga jeruk impor semakin murah dan meningkatkan jumlah permintaan, sehingga Jeruk Mandarin Cina yang masuk akan semakin berlimpah dan tidak terkontrol. Faktor yang diperlukan pada proses produksi jeruk sendiri adalah kapital, tenaga kerja, bahan baku, dan energi. Berdasarkan pengaruh faktor-faktor tersebut, juga dapat diketahui bagaimana cara yang tepat dalam meningkatkan substitusi impor, sehingga petani jeruk lokal walaupun minoritas dapat siap dan bertahan dalam melawan gempuran buah jeruk Cina.

Perbandingan jumlah impor saat masa sebelum dan setelah ACFTA yang berbanding lurus dengan substitusi impor Jeruk Mandarin dilihat berdasarkan laju pertumbuhan dan pangsa impor. Laju pertumbuhan setelah ACFTA memiliki tren positif karena jumlah impor tidak bisa dikendalikan. Pangsa impor Jeruk Mandarin asal Cina juga akan lebih mendominasi, baik dari segi komoditas maupun negara pengimpor lain karena dihapuskannya tarif impor sehingga harga ke negara tujuan impor menjadi lebih murah.

(44)

31

sesuai selera konsumen serta memperlancar pemasaran hasil, dan subsistem jasa penunjang yang secara aktif maupun pasif berfungsi untuk menyediakan layanan bagi kebutuhan pelaku agribisnis untuk memperlancar aktivitas perusahaan yang biasanya merupakan tanggung jawab pemerintah.

3.2 Kerangka Operasional

Analisis dampak ACFTA terhadap substitusi impor jeruk lokal dapat dikaji dengan mengidentifikasi faktor-faktor yang memengaruhi substitusi impor jeruk itu sendiri, perbandingan jumlah impor setelah dan sebelum ACFTA, serta upaya yang harus dilakukan guna meningkatkan substitusi impor. Faktor yang dinilai berpengaruh signifikan akan meningkatkan atau menurunkan substitusi apabila mengalami perubahan yang dalam hal ini diakibatkan oleh adanya perubahan aktivitas perdagangan akibat ACFTA. Perubahan jumlah jeruk impor juga akan memengaruhi jumlah produksi jeruk guna memenuhi substitusi impor, sehingga upaya peningkatan produksi jeruk yang melibatkan pihak-pihak yang terkait sangat perlu untuk dilakukan.

(45)

32

[image:45.595.119.511.83.552.2]

Gambar 4. Alur Kerangka Operasional Penelitian

Kenaikan Tingkat Substitusi Impor Jeruk

Indonesia

Peningkatan Teknologi, Kualitas SDM, dan Daya Saing

Mengkaji Faktor-faktor yang Memengaruhi Substitusi Impor

Mendeskripsikan Upaya untuk Meningkatkan Produksi

Jeruk Lokal

Mencanangkan Kebijakan yang Memihak Petani

Jeruk

Merancang Teknologi Baru yang Lebih Baik

dan Efisien

Minimisasi Biaya Produksi dan Biaya Distribusi Membandingkan

Substitusi Impor antara Sebelum dan Sesudah

ACFTA Penghapusan Tarif

(46)

33 3.3 Hipotesis Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah, tujuan penelitian, dan kerangka pemikiran yang telah dijelaskan sebelumnya, maka dapat disimpulkan suatu hipotesis. Hipotesis didasarkan pada fungsi substitusi impor jeruk di Indonesia. Fungsi ini memiliki dugaan bahwa terdapat beberapa peubah yang saling berpengaruh baik secara positif maupun negatif. Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Substitusi impor dipengaruhi oleh berbagai faktor, yaitu Produk Domestik Bruto (PDB), harga konsumen jeruk di pedesaan, substitusi impor tahun sebelumnya, dummy ACFTA, harga jeruk impor, produksi jeruk domestik, dan nilai tukar rupiah terhadap dolar. Faktor yang berpengaruh secara positif adalah Produk Domestik Bruto (PDB), harga konsumen jeruk di pedesaan, substitusi impor tahun sebelumnya, dan dummy ACFTA. Faktor lain yang berpengaruh negatif yaitu harga jeruk impor, produksi jeruk domestik, dan nilai tukar rupiah terhadap dolar.

(47)

IV. METODOLOGI PENELITIAN

4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

Lokasi penelitian dilakukan di berbagai badan pemerintahan dan kementerian yang memiliki data-data yang diperlukan guna mengkaji dampak ACFTA terhadapa substitusi impor jeruk di Indonesia. Penentuan lokasi ini ditentukan secara purposive dengan alasan bahwa ACFTA merupakan kesepakatan yang memiliki pengaruh secara luas sehingga diperlukan data keseluruhan yang merupakan gabungan dari beberapa sentra penanaman jeruk di Indonesia agar lebih representatif. Pemilihan ini juga didasari oleh semakin meningkatnya produk impor jeruk hingga menguasai hampir seluruh pasar domestik mulai dari pasar tradisional hingga supermarket. Waktu pengambilan data ini dilakukan dari Maret-Mei 2011.

4.2 Jenis dan Sumber Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder. Data sekunder diperoleh dari kumpulan data yang dimiliki lembaga pengolah data dan disusun secara time series. Data tersebut menunjukkan perkembangan usahatani jeruk di Indonesia dalam angka dan sesuai dengan keadaan sebenarnya. Selain data tersebut, digunakan pula data PDB dan nilai tukar rupiah dari Kementerian Perdagangan serta data produksi jeruk nasional, jumlah dan nilai impor, juga harga konsumen jeruk yang berasal dari BPS.

4.3 Metode Pengumpulan Data

(48)

35

dalam penelitian. Observasi data yang digunakan berjumlah 120 dengan range

[image:48.595.118.512.242.497.2]

data dari bulan Januari 2000 hingga Desember 2009. Penggunaan data dibagi menjadi dua bagian yaitu pra-EHP dan pasca-EHP. Pra-EHP dimulai dari tahun 2000 sampai 2004, dan pasca-EHP diberlakukan dengan tarif 0 % untuk Jeruk Mandarin dari tahun 2005 hingga 2009.

Tabel 4. Metode Pengumpulan Data dan Analisis

No. Tujuan Penelitian Data yang Diperlukan Sumber Data Metode Analisis

1. Mengidentifikasi faktor-faktor yang memengaruhi substitusi impor

Produk domestik bruto, harga domestik, produksi jeruk, harga impor, nilai tukar rupiah terhadap dollar, dan jumlah impor Jeruk Mandarin BPS, Kementerian Pertanian, Kementerian Perdagangan Analisis deskriptif dan regresi berganda double log

2. Membandingkan substitusi impor setelah dan sebelum diberlakukannya ACFTA

Jumlah dan Nilai impor Jeruk Mandarin Cina

BPS Indeks Grubel-Llyod, Analisis Trend, dan pangsa impor

3. Mendeskripsikan upaya peningkatan produksi jeruk lokal agar dapat melakukan substitusi

Kebijakan pemerintah dan kondisi pertanian jeruk secara umum

BPS, Kementerian Pertanian

Analisis deskriptif

4.4 Metode Analisis Data

Analisis data diperoleh secara kualitatif dan kuantitatif dengan mengolah data. Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan program Eviews dan

Microsoft Excel.

4.4.1 Analisis Deskriptif

(49)

36

apakah layak secara ekonomi maupun statistik serta menjelaskan mengenai kondisi substitusi impor jeruk pada saat sebelum dan setelah kesepakatan ACFTA diterapkan

Analisis ini juga digunakan dalam menjelaskan upaya-upaya apa saja yang secara nyata dapat diterapkan guna meningkatkan produksi jeruk, sehingga dapat melakukan substitusi impor dengan mengurangi dominasi jeruk impor dan menggantinya dengan jeruk lokal. Hasil yang diperoleh harus berdasarkan kondisi sebenarnya dan didukung oleh data-data yang valid.

4.4.2 Analisis Faktor-faktor yang Memengaruhi Substitusi Impor dengan Model Regresi Berganda

Model regresi berganda yang digunakan adalah model double-log. Variasi ini dipilih karena mengubah variabel ke fungsi logaritma dengan Ln. Ln membuat jarak antar data menjadi tidak terlalu lebar, sehingga dapat terhindar dari heterokedastisitas dan ketidakstasioneran. Hasil regresi pun berupa presentase yang telah mencerminkan elastisitas variabel X terhadap variabel Y.

1. Spesifikasi model ditetapkan sesuai persamaan yang apabila merupakan model double-log menjadi:

Ln Y1 = β0 + β1 LnX1i + β2 LnX2i + β3 LnX3i + … + βk LnXki

2. Peubah Xk merupakan peubah non-stokastik (fixed), artinya sudah ditentukan, bukan peubah acak. Selain itu, tidak ada hubungan linear sempurna antar peubah bebas Xk.

3. a) Komponen sisaan εi mempunyai nilai harapan sama dengan nol, dan ragam konstan untuk semua pengamatan i. E(εi)=0 dan Var(εi)=σ2

.

(50)

37

c) Komponen sisaan menyebar normal.

Menurut dalil Gauss-Markov, jika asumsi 1, 2, 3a, dan 3b dipenuhi maka pendugaan parameter koefisien regresi menggunakan metode OLS akan menghasilkan penduga tak bias linier terbaik (BLUE = Best Linier Unbiased Estimator) (Juanda 2009).

Persamaaan faktor-faktor dibuat dengan memasukkan variabel-variabel tertentu ke dalam model. Model regresi berganda adalah persamaan regresi dengan satu peubah tak bebas atau dependent variable (P) dengan lebih dari satu peubah bebas atau independent variable (X1, X2,…, Xn). Fungsi persamaan adalah sebagai berikut:

[P = f (PDB, TI, HKJD, HJI, PJD, KJ, NT)]

Model untuk pendugaan faktor-faktor yang memengaruhi substitusi impor dengan dibuat berdasarkan metode regresi double-log adalah sebagai berikut:

Ln SIJt = β0 - β1 LnNTR + β2 LnHKJ + β3 LnPDB - β4 LnPJL - β5 LnHJI + β6 LnSIJt-1 + β7 DC + εi

Atau dalam bentuk eksponensial menjadi:

SIJ = β0 NTRβ1 HKJβ2 PDBβ3 PJLβ4 HJIβ5 SIJt-1β6 DCβ7 eu dimana:

β0 : Intersep

β1, β2,...β5 : Koefisien regresi

LnSIJ : Substitusi Impor periode ke-t (kg)

LnNTR : Nilai tukar rupiah terhadap dolar (Rp/US $)

(51)

38

LnPJL : Produksi jeruk Indonesia pada periode ke-t (ton/bulan) LnHJI : Harga jeruk impor periode ke-t (Rp/kg)

LnSIJt-1 : Substitusi impor tahun periode t-1 (kg)

DC : Dummy pengaruh ACFTA terhadap impor jeruk

εi : Error term periode ke-t

Tanda parameter dugaan yang diharapkan adalah: β2,β5,β6,β7>0 dan β1,β3,β4, <0. Variabel substitusi impor merupakan variabel dependen yang memiliki jumlah yang sama dengan impor jeruk lokal terutama yang berasal dari Cina. Metode statistik yang digunakan untuk menjelaskan hubungan sebab akibat antara substitusi impor dan faktor-faktor yang dianggap dapat memengaruhi adalah regresi linier dengan metode kuadrat terkecil atau Ordinary Least Square (OLS). Model double-log yang memiliki kelebihan yaitu sebuah koefisien regresi individual dapat diinterpretasikan sebagai elastisitas.

Model regresi dalam analisis data diuji kebenaran tanda dan besarannya pada setiap koefisien dugaan berdasarkan teori ekonomi yang digunakan. Apabila tanda pada model sesuai dengan teori ekonomi maka model tersebut dinyatakan layak dan dapat diterima secara ekonomi. Pengujian terhadap model adalah sebagai berikut:

1. Pengujian terhadap model

(52)

39

H0: β1 = β2 = … = βt = 0 t = 1,2,..,n H1: Minimal ada satu βt yang tidak sama dengan 0 Perhitungan nilai Fhitung menggunakan rumus:

Keterangan:

Dbr = Derajat bebas regresi Dbe = Derajat bebas error KTR = Kuadrat Tengah Regresi KTS = Kuadrat Tengah Sisaan

Kriteria keputusan jika menggunakan taraf nyata α misalnya 5 %. Apabila Fhitung lebih dari Ftabel maka terima H1 atau probability F statistic kurang dari taraf nyata, artinya variabel bebas dalam model berpengaruh nyata terhadap variabel tidak bebas, begitu pula sebaliknya.

2. Pengujian untuk tiap-tiap parameter

Uji t merupakan uji variabel secara parsial untuk menguji kesignifikanan setiap faktor terhadap produktivitas (Juanda 2009). Uji t yang dilakukan merupakan uji satu sampel dengan uji dua arah yang menggunakan hipotesis sebagai berikut:

H0: βt = 0 t = 1,2,…,n H1: βt ≠ 0

Perhitungan nilai Thitung menggunakan rumus: Keterangan:

Bl = parameter dugaan

(53)

40

Kriteria keputusan jika menggunakan taraf nyata α misalnya 5 %. Apabila Thitung lebih dari Ttabel maka terima H1 artinya variabel bebas dalam model berpengaruh nyata terhadap variabel tidak bebas pada taraf nyata 5 %, begitu pula sebaliknya. Selain menggunakan t hitung, nilai p value juga telah menunjukkan kemampuan variabel independen (Xi) dalam menjelaskan variabel dependen (Y). Apabila p value kurang dari taraf nyata, maka tolak H0 yang berarti variabel Xi berpengaruh nyata terhadap variabel Y.

3. Pengujian tingkat keragaman model

Koefisien determinasi (R2) sering diinterpretasikan sebagai proporsi total keragaman Y yang dapat dijelaskan oleh model regresi X terhadap Y (Juanda, 2009). Uji ini bertujuan utnuk mengetahui seberapa besar keragaman variabel tak bebas yaitu substitusi impor jeruk yang dapat diterangkan oleh variabel bebas. Koefisien determinasi dirumuskan sebagai berikut:

Keterangan:

JKR = Jumlah Kuadrat Regresi JKT = Jumlah Kuadrat Total

Apabila R2 semakin mendekati 1, maka semakin besar pula keragaman substitusi impor jeruk yang dapat diterangkan oleh variabel dalam model.

4. Pengujian terhadap Multikolinearitas

(54)

41 Factor) yang menggambarkan kenaikan var (bj) karena korelasi antarpeubah penjelas. Jika nilai VIF lebih dari 10 maka artinya ada multikolinearitas.

5. Pengujian terhadap heterokedastisitas

Pendeteksian terhadap heterokedastisitas dilakukan untuk menghindari ragam sisaan (εt) yang tidak sama.. Pengujian dilakukan dengan menggunakan uji

white dengan hipotesis:

H0: Var(εi)=E(εi2)=σ2 H1: Var(εi)=E(εi2)=σ2

i

Berdasarkan uji white, akan diperoleh nilai probabilitas Chi-Square yang apabila nilainya lebih dari alpha maka artinya terima H0 dan asumsi homokedastisitas terpenuhi. Pelanggaran ini bukan hanya dapat terjadi dalam data cross section, tapi juga untuk data time series (Juanda 2009).

6. Pengujian terhadap normalitas

Uji dilakukan untuk mengetahui apakah residual dalam model menyebar normal atau tidak. Pendeteksian dilakukan dengan menggunakan uji Jarque-Bera dan grafiknya. Apabila nilai probabiliti lebih besar dari taraf nyata yang ditetapkan maka disimpulkan bahwa residual dalam model menyebar normal. 7. Pengujian Terhadap Autokorelasi

Salah satu asumsi dalam model regresi linier adalah bahwa tidak ada autokorelasi atau korelasi antar sisaan (εt) atau dalam pengertian lain adalah

(55)

42

Pengujian dengan Breusch-Godfrey Serial LM Test dilihat dari nilai probabilitas

Obs*R Squared. Apabila nilai lebih dari taraf nyata, maka tidak ada autokorelasi, begitu pula sebaliknya.

4.4.3 Metode Interpolasi Spline Kubik

Interpolasi kubik spline adalah S(x) adalah sebuah fungsi polinomial (p(x)) kecil-kecil berderajat tiga (cubic) yang menghubungkan dua titik data bersebelahan (Supriyanto, 2006). Semakin tinggi orde yang digunakan untuk interpolasi, maka hasilnya akan semakin baik (teliti). Interpolasi berfungsi untuk menghaluskan data secara kubik yang dalam penelitian ini digunakan untuk mengubah range data triwulan ke data bulanan.

4.4.4 Perhitungan Harga Riil dan PDB Per Kapita

Harga riil merupakan harga yang telah memperhitungkan infllasi. Harga ini diperoleh dengan mengkonversikan upah nominal dengan Indeks Harga Konsumen (IHK) jika merupakan komoditas domestik, sedangkan jika merupakan komoditas ekspor impor menggunakan Indeks Harga Perdagangan Besar (IHPB) pada tahun yang bersangkutan. Lain halnya dengan Produk Domestik Bruto (PDB) perkapita, yang diperoleh dengan membagi PDB total dengan jumlah penduduk pada periode ke-t.

4.4.5 Perbandingan Substitusi Impor Sebelum dan Setelah ACFTA dengan Analisis Tren Laju Pertumbuhan dan Pangsa Impor

(56)

43

Keterangan:

r = Laju pertumbuhan Pt = Jumlah pada tahun ke-t P0 = Jumlah pada tahun dasar t = Selisih tahun Pt dengan P0

Analisis pangsa impor menunjukkan persentase jumlah impor dari total impor secara keseluruhan, baik berdasarkan selama tahun tertentu maupun negara asal impor. Pangsa impor menunjukkan dominasi komoditas yang diimpor atau negara pengimpor berdasarkan data keseluruhan. Berikut adalah rumusan pangsa impor.

x 100 % Keterangan:

PIX = Pangsa impor komoditas tertentu Xi = Komoditas impor tertentu

Total = Jumlah total impor

4.4.6 Perbandingan Kinerja Perdagangan Bilateral Indonesia-Cina dengan Indeks Grubel-Llyod

Kinerja perdagangan bilateral dalam Hutabarat et al. (2006) dapat dilihat melalui nilai derajat intensitas perdagangan intra industri dengan indeks Grubel-Llyod yang secara matematis dirumuskan dengan:

Keterangan:

Xijk = Nilai atau volume ekspor produk ke-i dari negara ke-j, ke negara ke-k Xijk = Nilai atau volume ekspor produk ke-i dari negara ke-k, ke negara ke-j

(57)

V. GAMBARAN UMUM PENELITIAN

5.1 Kondisi Pertanian Jeruk di Indonesia

Jeruk merupakan salah satu jenis buah yang banyak dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia. Rasanya yang asam manis, namun segar dengan harga yang relatif murah membuat buah ini menjadi pilihan sebagian besar masyarakat guna memenuhi kebutuhan mereka akan buah-buahan terutama yang kaya akan vitamin C. Indonesia sebagai salah satu negara yang beriklim tropis, sangat berpotensi untuk memenuhi kebutuhan ini sehingga jeruk berpeluang menjadi salah satu komoditas buah-buahan yang memiliki nilai ekonomis tinggi.

Seb

Gambar

Tabel 1. Perkembangan Impor Non Migas Indonesia Menurut Negara Asal  Tahun  2005- 2010 (Juta US$)
Tabel 2. Neraca Perdagangan Indonesia dengan Cina Tahun 2006-2010 (US$)
Gambar 1. Pangsa Impor Berdasarkan Jenis Jeruk Asal Cina ke Indonesia Tahun 2000-2009
Gambar 2. Jumlah Impor Apel, Pir, dan Jeruk Mandarin di Indonesia Tahun 2009
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dengan semakin banyaknya kegiatan yang dilakukan oleh dosen pada bidang studi tertentu dan mengajar kelas yang lebih dari satu maka akan menyulitkan jika setiap

Berdasarkan hasil pembahasan dapat ditarik simpulan pada siklus I diketahui bahwa keberhasilan dalam kegiatan membilang anak kelas B TK Pertiwi 1 Sadang terdapat 8 anak

menganalisis LOI calon guru SD tinggi pada kategori awal yaitu discovery learning, interactive demonstration, dan inquiry lesson (gambar 1) hal ini dikarenakan

Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2014 tentang Pedoman Pelaksanaan Jaminan Kesehatan Nasional, Jakarta.. , Nomor 58 Tahun 2012 tentang

o Tidak terdapat prosedur, tetapi hanya kumpulan data-data objek (fakta) yang akan diolah, dan relasi antar objek tersebut membentuk aturan yang diperlukan untuk

dan strategi pembelajaran menggunakan metode ceramah dan latihan soal, serta diperoleh data sebanyak 66,67% siswa menginginkan pengajaran yang bersifat aktif melibatkan siswa

Bila pasien datang dengan keluhannya, kira-kira apa yang Bapak/Ibu sampaikan kepada pasien dan tindakan apa yang ibu lakukan untuk menangani keluhan pasien

merupakan sistem yang membantu pengambil keputusan dengan melengkapi mereka dengan informasi dari data yang telah diolah dengan relevan dan diperlukan untuk membuat..