• Tidak ada hasil yang ditemukan

Uji Orientasi Arah Penempatan Sensor Tube Solarimeter terhadap Pengukuran Koefisien Transmisi pada Pertanaman Jagung Manis

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Uji Orientasi Arah Penempatan Sensor Tube Solarimeter terhadap Pengukuran Koefisien Transmisi pada Pertanaman Jagung Manis"

Copied!
48
0
0

Teks penuh

(1)

UJI ORIENTASI ARAH PENEMPATAN SENSOR TUBE

SOLARIMETER TERHADAP PENGUKURAN KOEFISIEN

TRANSMISI PADA PERTANAMAN JAGUNG MANIS

IKA PURNAMASARI

DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Uji Orientasi Arah Penempatan Sensor Tube Solarimeter terhadap Pengukuran Koefisien Transmisi pada Pertanaman Jagung Manis adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

(4)

ABSTRAK

IKA PURNAMASARI. Uji Orientasi Arah Penempatan Sensor Tube Solarimeter terhadap Pengukuran Koefisien Transmisi pada Pertanaman Jagung Manis. Dibimbing oleh IMPRON dan BREGAS BUDIANTO.

Radiasi yang terbaca di bawah tajuk merupakan fungsi sudut datang matahari dan karakter tajuk tanaman. Arah penempatan alat ukur yang tidak tepat berpotensi membiaskan hasil pengukuran. Orientasi alat ukur radiasi transmisi yang berbeda di bawah tajuk tanaman jagung manis (Zea mays saccharata Sturt.) perlu diuji coba. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi penempatan solarimeter yang tepat, menerangkan karakter transmisi radiasi di bawah tajuk dan koefisien pemadaman tajuk tanaman jagung manis dalam berbagai perlakuan arah baris dan jarak tanam. Penelitian dilakukan pada bulan Maret hingga Juni 2013 berlokasi di Dramaga, Bogor, Jawa Barat pada ketinggian 240 meter diatas permukaan laut. Hasil penelitian menunjukkan bahwa respon sensor semakin seragam dengan bertambahnya indeks luas daun. Sensor yang ditempatan dengan posisi diagonal mampu menghasilkan nilai transmitansi yang konsisten terhadap arah sudut datang matahari berbeda pada semua perlakuan. Radiasi yang ditransmisikan tanaman jagung manis menurun dengan peningkatan indeks luas daun dan konstan pada nilai 0.6 setelah indeks luas daun (ILD) melebihi 1. Nilai koefisien pemadaman tajuk (k) berbanding terbalik dengan nilai indeks luas daun dan konstan pada rataan nilai 0.3 setelah ILD mencapai 1. Nilai k perlakuan Utara Selatan rapat 13% lebih besar dari perlakuan lainnya yang mengindikasikan intersepsi radiasi lebih optimal.

(5)

ABSTRACT

IKA PURNAMASARI. Examination of tube solarimeter Orientation on Radiation Transmisivity of Sweet Corn canopy. Supervised by IMPRON and BREGAS BUDIANTO.

Radiation under canopy is a function of solar angel and characteristic of canopy structure. The placement of improper sensor could potentially make measurement error. This study aimed to evaluate the proper placement of tube solarimeter, to describe radiation transmission characteristics under the canopy and canopy extinction coefficient of sweet corn plants in a variety treatments of planting direction and spacing. The study was conducted from March to June 2013 in Dramaga, Bogor, West Java at an altitude of 240 meters above sea level. The sensor have more uniform responses with increasing leaf area index. Sensors placed in a diagonal position can show consistent transmittance values on the different sun angle in all treatments. Transmisivity of sweet corn decreased with increasing leaf area index and reached a constant value at 0.6 after the leaf area index ( LAI ) exceeds 1. Canopy extinction coefficient ( k ) was constant at 0.3 after leaf area index reaching 1. Extinction coefficient of South North treatment 13 % greater than other treatments indicating more optimal radiation interception.

(6)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains

pada

Departemen Geofisika dan Meteorologi

UJI ORIENTASI ARAH PENEMPATAN SENSOR TUBE

SOLARIMETER TERHADAP PENGUKURAN KOEFISIEN

TRANSMISI PADA PERTANAMAN JAGUNG MANIS

IKA PURNAMASARI

DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(7)
(8)
(9)

Judul Skripsi : Uji Orientasi Arah Penempatan Sensor Tube Solarimeter terhadap Pengukuran Koefisien Transmisi pada Pertanaman Jagung Manis Nama : Ika Purnamasari

NIM : G24090038

Disetujui oleh

Dr Ir Impron, MScAgr Pembimbing I

Ir Bregas Budianto, AssDpl Pembimbing II

Diketahui oleh

Dr Ir Tania June, MSc Ketua Departemen

(10)

PRAKATA

Syukur alhamdulillah penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga karya ilmiah dengan judul Uji Orientasi Arah Penempatan Sensor Tube Solarimeter terhadap Pengukuran Koefisien Transmisi pada Pertanaman Jagung Manis, dapat diselesaikan.

Karya tulis ini dalam penyelesainnya tidak lepas dari bantuan berbagai pihak. Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah mendukung dan membantu penyelesaian tugas ini, yaitu:

1. Mamah, papah, dede, pak kolot, imih, ema dan bibi yang telah memberikan dukungan berupa doa dan pengertian kepada penulis. 2. Bapak Dr Ir Impron, MScAgr dan Bapak Ir Bregas Budianto, AssDpl

selaku dosen pembimbing dan juga Bapak Drs Bambang Dwi Dasanto, MS selaku dosen akademik atas ilmu, waktu, kesabaran, saran, dan bimbingan selama menyelesaikan karya tulis ini.

3. Ibu Dr Ir Tania June, MSc selaku ketua Departmen Geofisika dan Meteorologi.

4. Staf pengajar dan pegawai Departemen Geofisika dan Meteorologi atas ilmu dan pelayanan yang diberikan.

5. Keluarga satu bimbingan ( Ijal, Nowa, Ian, Enda) dan keluarga bengkel (Dunka, Dodik, Ervan, Umar) yang memberi bantuan, dukungan dan saran.

6. Sahabat-sahabat terbaik (Hifdy, Ami, Hanifah, Alin, Silvi, Meilita, Sitti Khadijah, Zulmi, Desi, Tommy, Tsabat Arsy, Tim satu lingkaran) yang selalu memberikan dukungan dan semangat.

7. Ka Adi Mulyana, Taufik Yulianto, dan Iput Pradiko atas bantuan dan bimbingan dalam pengolahan data.

8. Teman-teman GFM 46, Asrama Putri Darmaga dan semua pihak yang telah membantu proses penelitian dan penyusunan karya ilmiah ini. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat dan memberi nilai tambah bagi perkembangan ilmu pengetahuan.

(11)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR GAMBAR vi

DAFTAR LAMPIRAN vi

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Tujuan Penelitian 1

METODE 2

Waktu dan Tempat Penelitian 2

Bahan dan Alat 2

Prosedur Penelitian 2

HASIL DAN PEMBAHASAN 6

Kurva Kalibrasi Tube Solarimeter 6

Evaluasi Orientasi Penempatan Sensor 7

Evaluasi Sensor Berdasarkan Nilai Radiasi yang Masuk 8 Evaluasi Sensor Berdasarkan Sudut Datang Radiasi 11

Perubahan Transmisi Radiasi 18

Koefisien Transmisi Radiasi 19

Koefisien Pemadaman Tajuk 19

SIMPULAN DAN SARAN 21

Simpulan 21

Saran 21

DAFTAR PUSTAKA 21

LAMPIRAN 24

(12)

DAFTAR GAMBAR

1 Lokasi percobaan lapang 2

2 Ilustrasi arah baris dan jarak tanam 3

3 Ilustrasi posisi solarimeter di bawah tajuk P (sejajar arah baris), L (tegak lurus arah baris) dan D (diagonal dalam baris) 4 4 Kalibrasi alat tube solarimeter dengan panjang berbeda 80 cm (a) 73

cm (b) dan 70 cm (c) 6

5 Sebaran data Io (radiasi di atas tajuk) dan transmitansi (T) semua perlakuan. Sensor P (sejajar arah baris), L (tegak lurus arah baris) dan

D (diagonal dalam baris) 7

6 Sebaran data koefisien transmisi (T) terkoreksi ( ) dan tidak

terkoreksi ( ) seluruh pengukuran 8

7 Respon koefisien transmitansi (T) sensor sejajar arah baris P (...), tegak lurus arah baris L (˗ - -) dan diagonal D ( ) terhadap radiasi di atas tajuk (Io) pada perlakuan Barat Timur Rapat (a) dan Barat

Timur Renggang (b) 9

8 Respon koefisien transmitansi (T) sensor sejajar arah baris P (...), tegak lurus arah baris L (˗ - -) dan diagonal D ( ) terhadap radiasi di atas tajuk (Io) pada perlakuan Utara Selatan Rapat (a) dan Utara

Selatan Renggang (b) 10

9 Rataan koefisien transmisi (T) sensor sejajar arah baris P (...), tegak lurus arah baris L( ) dan diagonal D( ) terhadap radiasi di atas tajuk (Io). Perlakuan Barat Timur rapat Sudut datang radiasi tinggi ILD rendah (a1), ILD sedang (a2), ILD maksimum (a3) dan Sudut datang radiasi rendah ILD rendah (b1), ILD sedang (b2) serta ILD

maksimum (b3) 12

10 Rataan koefisien transmisi (T) sensor sejajar arah baris P (...), tegak lurus arah baris L( ) dan diagonal D( ) terhadap radiasi di atas tajuk (Io). Perlakuan Barat Timur renggang Sudut datang radiasi tinggi ILD rendah (a1), ILD sedang (a2), ILD maksimum (a3) dan Sudut datang radiasi rendah ILD rendah (b1), ILD sedang (b2)

serta ILD maksimum (b3) 13

11 Rataan koefisien transmisi (T) sensor sejajar arah baris P (...), tegak lurus arah baris L( ) dan diagonal D( ) terhadap radiasi di atas tajuk (Io). Perlakuan Utara Selatan rapat Sudut datang radiasi tinggi ILD rendah (a1), ILD sedang (a2), ILD maksimum (a3) dan radiasi tinggi ILD rendah (a1), ILD sedang (a2), ILD maksimum (a3) dan Sudut datang radiasi rendah ILD rendah (b1), ILD sedang (b2) dan

ILD maksimum (b3) 16

13 Hubungan radiasi di atas tajuk (Io) dengan radiasi transmisi di bawah tajuk (I) saat ILD 0.1 ( ), ILD 0.2 (- - - -), ILD 1.3 (), ILD 1.4

(13)

14 Hubungan Koefisien transmisi (T) terhadap indeks luas daun (ILD) perlakuan Barat Timur rapat ( ), Barat Timur renggang ( ) , Utara Selatan rapat (  ) dan Utara Selatan renggang ( - - - ) 19 15 Hubungan Koefisien pemadaman tajuk (k) terhadap indeks luas daun

(LAI) tanaman jagung perlakuan Barat Timur rapat ( ), Barat Timur renggang ( ) , Utara Selatan rapat (  ) dan Utara Selatan

renggang ( - - - - ) 20

DAFTAR LAMPIRAN

1 Koefisien transmisi perlakuan Barat Timur rapat 24

2 Koefisien transmisi perlakuan Barat Timur renggang 26 3 Koefisien transmisi perlakuan Utara Selatan rapat 28 4 Koefisien transmisi perlakuan Utara Selatan renggang 30 5 Koefisien pemadaman tajuk (k) dan indeks luas daun 32 6 Kalibrasi tube solarimeter di luar ruangan (a) dan di dalam ruangan

(b) 33

7 Penempatan sensor tube solarimeter di atas tajuk (a) di bawah tajuk (b) serta pengukuran transmisis radiasi saat tanaman berusia 4 minggu

(14)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Pengukuran radiasi pada tajuk tanaman menjadi hal yang penting dalam menduga intersepsi dan penggunaan radiasi matahari oleh tanaman. Penempatan alat ukur yang tidak tepat berpotensi membiaskan hasil pengukuran. Alat ukur pada tajuk membaca radiasi yang merupakan fungsi sudut datang matahari (Wenge et al. 1997) dan karakter tajuk tanaman (Hardy et al. 2004). Penempatan alat ukur solarimeter pada tajuk tanaman jagung manis (Zea mays saccharata Sturt.) dengan posisi berbeda perlu diuji coba.

Pemilihan tanaman dalam menguji transmisi radiasi pada berbagai posisi sensor dipertimbangkan berdasarkan perlunya pengembangan dalam teknik budidaya jagung manis. Hal ini berkaitan dengan kebutuhan masyarakat serta nilai ekonominya. Menurut ketua kelompok tani jagung manis Bogor, Ibrahim Ronny Kusnadi permintaan jagung manis di Bogor tidak kurang dari 20 ton/hari (Surabayapost 2013).

Penempatan solarimeter dilakukan dengan posisi sejajar dalam baris, tegak lurus arah baris, dan diagonal. Pengukuran dengan posisi diagonal pada ruang baris merupakan metode yang sering dilakukan di Indonesia dengan asumsi bahwa sensor dapat mewakili transmisi radiasi pada semua area tajuk. Sauer et al. (2007) menggunakan metode diagonal untuk mengukur transmisi radiasi di bawah tajuk tanaman kedelai. Pengukuran transmisi radiasi di bawah tajuk jagung dengan posisi tegak lurus terhadap arah baris dilakukan dalam penelitian Tsubo et al. ( 2001).

Penelitian ini bertujuan untuk menguji respon alat terhadap kerapatan tanaman dan arah sudut datang matahari. Sehingga diharapkan penelitian ini dapat menghasilkan metode penempatan solarimeter yang tepat dalam mengukur transmisi radiasi di bawah tajuk tanaman jagung dan dapat menerangkan karakter transmisi radiasi tajuk serta koefisien pemadaman tajuk untuk mengembangkan teknik budidaya jagung manis terbaik kedepan.

Tujuan Penelitian

(15)

2

METODE

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai Juni 2013. Persiapan alat dilakukan di Laboratorium Instrumentasi Meteorologi Departemen Geofisika dan Meteorologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam IPB pada bulan Maret 2013. Pecobaan lapangan dimulai tanggal 28 Maret 2013 di Lahan Percobaan Cikabayan, Darmaga, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat pada koordinat lintang 6o33’10.8” LS dan 106o42’57.6” BT dengan elevasi 240 meter dari permukaan laut. Waktu pengamatan dan pengambilan data pada tanggal 25 April hingga 16 Juni 2013.

Gambar 1 Lokasi percobaan lapang

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah benih jagung manis varietas SD3 IPB, pupuk kandang 3.75 ton/ha, pupuk urea 350 kg/ha, pupuk SP-36 150 kg/ha, KCL 100 kg/ha, furadan, pestisida, dan kapur pertanian. Alat yang digunakan adalah tube solarimeter, solarimeter standar, digital voltmeter DT 830 B, kamera digital, alat pengolah tanah, timbangan digital, PVC penyangga alat, penggaris, alat tulis, seperangkat komputer dengan perangkat lunak MS. Excel, Photoshop CS4, dan GetPixel.

Prosedur Penelitian

(16)

3 Rangkaian Alat Tube Solarimeter

Alat dirangkai dari 18 komponen dioda silikon yang disusun paralel pada lempeng tembaga tipis plat circuit board (PCB). Penggunaan PCB sebagai sensor pertama kali dikembangkan oleh Green dan Deuchar (1984). Sensor berjumlah 13 buah diantaranya 7 sensor berukuran panjang 80 cm, 4 sensor 70 cm, dan dua buah sensor berukuran 73 cm. Lebar sensor seragam yaitu 2.5 cm. Kalibrasi Tube Solarimeter

Kalibrasi alat dilakukan pada tanggal 22 April 2013 pukul 16.20-18.00 WIB di ruangan Laboratorium Instrumentasi dan pada Tanggal 23 April 2013 pukul 08.00-11.30 WIB di atas Gedung FMIPA IPB lantai 4. Data kalibrasi digunakan untuk membandingkan setiap alat dengan input radiasi yang sama. Pengolahan Lahan

Pengolahan media tanam terdiri dari pembersihan lahan dari gulma, pengolahan, pembuatan bedengan 5m x 4m, pemberian pupuk kandang 7.5 kg/petak dan pemberian kapur pertanian 1 kg/petak untuk menetralkan pH tanah. Penanaman

(17)

4

Jarak tanam antar tanaman dalam baris adalah 20 cm dan 40 cm. Sedangkan jarak antar baris adalah 70 cm. Benih ditanam sebanyak satu benih per lubang tanam pada jarak tanam rapat dan dua benih perlubang pada jarak renggang. Metode ini digunakan berdasarkan teknik budidaya yang disarankan Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian (2008). Penanaman dilakukan dengan ditugal sedalam kurang lebih 3 cm.

Pemasangan Alat

Tube solarimeter ditempatkan pada dua ketinggian berbeda di atas tajuk dan di bawah tajuk. Satu solarimeter dipasang di atas tajuk pada ketinggian 2 meter dengan arah Utara-Selatan.

Gambar 3 Ilustrasi posisi solarimeter di bawah tajuk P (sejajar arah baris), L (tegak lurus arah baris) dan D (diagonal dalam baris)

Pemasangan solarimeter di bawah tajuk dipasang dengan tiga posisi berbeda yaitu sejajar arah baris (P), tegak lurus arah baris (L), dan diagonal (D). Solarimeter ditempatkan pada ketinggian 10 cm di atas permuakaan tanah sesuai yang dilakukan oleh Jagtap et al. (1998).

Pemeliharaan

Pemeliharaan terdiri dari penyiangan pada 5, 14, dan 30 hari setelah tanam (HST), pemupukan (8, 30, dan 54 HST), penyiraman (dua hari sekali), penyulaman, pembumbunan (30 HST), dan pengendalian hama penyakit pada 6 minggu setelah tanam (MST).

Pengamatan dan Pengambilan Data

(18)

5

Nilai ILD dihitung dengan perangkat lunak GetPixel yang dikembangkan oleh Adi Mulyana (2013). Daun diperoleh dari sampel destruktif dua tanaman contoh per minggu. Metode sampel digunakan untuk menghasilkan gambar daun dalam file *.jpg yang selanjutnya diolah dengan Photoshop CS4 untuk memperkecil ukuran dan mengkontraskan gambar. Data hasil olahan GetPixel dikoreksi dengan metode gravimetri. 2. Evaluasi posisi sensor

Posisis sensor terbaik dianalisis berdasarkan nilai transmitansi (τ) yang dihasilkan oleh sensor. Evalusi sensor dilakukan berdasarkan kesalahan data hasil pengukuran dan kekonsistenan data pada berbagai sudut datang radiasi.

3. Koefisien transmisi

Koefisien transmisi radiasi diukur menggunakan tube solarimeter di bawah tajuk yang dihubungkan dengan digital voltmeter. Koefisien transmisis dirumuskan dengan persamaan:

I : radiasi ditransmisikan tanaman di bawah tajuk (Wm-2) 4. Koefisien pemadaman tajuk

Koefisien pemadaman tajuk (k) diturunkan dari Hukum Beer mengikuti persamaan berikut (Monsi dan Saeki 1953; Hirose 2005):

I= Io e –k ILD k = {ln(Io/I)}/ILD Keterangan :

K : koefisien pemadaman tajuk

Io : radias yang diukur di atas tajuk (Wm-2)

(19)

6

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kurva Kalibrasi Tube Solarimeter

Kalibrasi tube solarimeter dilakukan dengan membandingkan hasil pengukuran sensor solarimeter dengan dome solarimeter (solarimeter standar).

(a) (b)

(c)

Gambar 4 Kalibrasi alat tube solarimeter dengan panjang berbeda 80 cm (a) 73 cm (b) dan 70 cm (c)

(20)

7 diperbandingkan. Tingkat kepercayaan sensor meningkat dengan bertambahan luas bidang sensor.

Evaluasi Orientasi Penempatan Sensor

Evaluasi sensor secara umum berdasarkan nilai koefisien transmisi (transmisivitas) yang dibaca oleh sensor. Koefisien transmisi merupakan rasio radiasi surya yang ditransmisikan tanaman dengan radiasi yang datang di atas tajuk (Rao 2008). Sensor di bawah tajuk membaca radiasi yang merupakan fungsi dari tajuk tanaman dan radiasi yang masuk pada permukaan tajuk. Kondisi tajuk dinyatakan dengan indeks luas daun. Sensor ditempatkan pada tiga posisi yaitu sejajar arah baris (P), tegak lurus arah baris (L) dan diagonal (D).

Data transmisi radiasi memiliki tingkat keprcayaan yang tinggi saat radiasi di atas tajuk tinggi. Saat radiasi rendah, radiasi yang bekerja adalah radiasi baur sehingga pengukuran menjadi tidak tepat. Sebaran data transmisi radiasi sensor sejajar arah baris (P), tegak lurus arah baris (L) dan diagonal (D) pada semua pengukuran disajikan pada Gambar 4.

Gambar 5 Sebaran data Io (radiasi di atas tajuk) dan transmitansi (T) semua perlakuan. Sensor P (sejajar arah baris), L (tegak lurus arah baris) dan D (diagonal dalam baris)

(21)

8

Gambar 6 Sebaran data koefisien transmisi (T) terkoreksi ( ) dan tidak terkoreksi ( ) seluruh pengukuran

Gambar 6 menyajikan Sebaran data hasil pengukuran koefisien transmisi selama pengukuran yang diurutkan dari transmisi terbesar untuk mengeliminasi hasil pengukuran yang salah. Batas maksimum transmisi adalah 1 saat transmisi sama dengan radiasi yang masuk sedangkan batas bawah adalah 0.3 saat kurva mulai membelok.

Hasil pengukuran dengan sensor tube solarimeter memiliki error 15% . Hal ini karena pada saat tanaman berusia 4-5 MST waktu pengukuran radiasi atas dan bawah tajuk tidak tepat sama. Rataan tingkat kepercayaan sensor sejajar arah baris (P) adalah 88 %, tegak lurus arah baris (L) sebesar 86% dan diagonal arah baris (D) sebesar 81%. Performa rataan seluruh sensor sebesar 85% yang menunjukkan bahwa sensor berfungsi dengan baik.

Evaluasi Sensor Berdasarkan Nilai Radiasi yang Masuk

(22)

9

(a)

(b) (b)

Gambar 7 Respon koefisien transmitansi (T) sensor sejajar arah baris P (...), tegak lurus arah baris L(˗ - -) dan diagonal D ( ) terhadap radiasi di atas tajuk (Io) pada perlakuan Barat Timur Rapat (a) dan Barat Timur Renggang (b)

(23)

10

(a)

(b)

Gambar 8 Respon koefisien transmitansi (T) sensor sejajar arah baris P (...), tegak lurus arah baris L(˗ - -) dan diagonal D ( ) terhadap radiasi di atas tajuk (Io) pada perlakuan Utara Selatan Rapat (a) dan Utara Selatan Renggang (b)

(24)

11 Evaluasi Sensor Berdasarkan Sudut Datang Radiasi

Ketepatan hasil ukur dan kekonsistenan data merupakan kriteria penting dalam pengukuran. Pengujian kekonsistenan data menjadi indikator dalam menentukan orientasi yang tepat dalam mengukur. Prinsip pengujian sensor dilakukan dengan memisahkan nilai koefisien transmisi berdasarkan sudut datang matahari pada kisaran indeks luas daun yang sama. Sudut datang matahari rendah pukul 9.00-10.00 dan 14.00-15.00 WIB (a) serta sudut datang tinggi pukul 11.00-13.00 WIB (b). Sedangkan Indeks luas daun dibedakan menjadi rendah 0.1-0.4 (1), indeks luas daun (ILD) sedang 1.0 -1.4 (2) dan ILD maksimum 1.4-1.8 (3). Respon sensor diuji pada semua perlakuan baik Barat Timur rapat, Barat Timur renggang maupun Utara Selatan rapat dan renggang.

Perlakuan Barat Timur Rapat

Respon penempatan sensor pada perlakuan Barat Timur rapat ditunjukkan oleh Gambar 9. Pada perlakuan ini, secara umum menunjukkan bahwa sensor diagonal lebih konsisten dengan kisaran nilai koefisien transmisi yang tetap sepanjang pengukuran baik pada saat sudut datang matahari rendah maupun tinggi. Ditinjau dari kekonsistenan hasil pengukuran, setiap sensor memiliki karakter tertentu pada setiap perkembangan indeks luas daun. Koefisien transmisi yang terbaca sensor diagonal (D) tetap pada kisaran 0.8 saat ILD rendah dan 0.6 saat ILD maksimum. Saat ILD rendah sensor sejajar arah baris (P) menghasilkan koefisien transmisi yang menurun 22% dengan penurunan sudut datang matahari. Sedangkan nilai τ sensor tegak lurus arah baris (L) mengalami peningkatan 4% terhadap penurunan sudut datang matahari.

Nilai koefisien transmisi pada saat ILD sedang baik sensor diagonal maupun tegak lurus arah baris mengalami penurunan sebesar 11% dan 15 % terhadap penurunan sudut datang. Pada kondisi ILD tanaman sedang sensor sejajar arah baris konsisten pada rataan nilai 0.5 selama pengukuran. Namun nilai ini dianggap tidak representatif karena menurut Handoko et al. (2010) nilai transmisi radiasi berbanding terbalik dengan indeks luas daun. Pada perlakuan ini, nilai koefisien transmisi sensor sejajar arah baris pada ILD sedang 10% lebih rendah dibandingkan dengan saat ILD maksimum.

(25)

12

(a1) (b1)

(a2) (b2)

(a3) (b3)

(26)

13 Perlakuan Barat Timur Renggang

Hasil respon sensor sejajar arah baris (P) tegak lurus dalam baris (L) dan diagonal (D) pada pertanaman jagung manis perlakuan Barat Timur renggang disajikan pada Gambar 10.

(a1) (b1)

(a2) (b2)

(a3) (a3)

(27)

14

Berdasarkan Gambar 10, dapat dinyatakan bahwa respon sensor pada perlakuan Barat Timur renggang semakin seragam dengan bertambahnya nilai indeks luas daun. Terlihat dari garis kurva semakin berimpit. Kondisi ini terjadi karena saat indeks luas daun tinggi, alat lebih tertutupi tajuk sehingga pengaruh posisi sensor terhadap nilai koefisien transmisi yang terbaca alat semakin berkurang.

Jika dibandingkan dengan jarak tanam rapat, keseragaman nilai τ antar sensor pada jarak tanam renggang lebih tinggi. Hal ini berkaitan dengan distribusi ruang kosong antar tanaman yang mempengaruhi perkembangan ILD. Pada jarak tanam renggang, daun lebih berkembang sehingga radiasi yang ditransmisikan berkurang. Hasil ini sejalan dengan pernyataan Harjadi (1984) dan Li et al. (2007) yang menyatakan bahwa jarak tanam mempengaruhi intersepsi radiasi surya oleh tanaman. Perbedaan indeks luas daun dalam hal ini mungkin disebabkan oleh perbedaan jarak tanam, namun jarak tanam tidak mempengaruhi pola hubungan ILD dengan radiasi yang diintersepsi tanaman (Handoko et al. 2010).

Hasil pengukuran pada kondisi ILD rendah menunjukkan bahwa sensor diagonal dan tegak lurus dalam baris konsisten terhadap perubahan sudut jatuh radiasi pada rataan 0.8. Sedangkan nilai τ sensor sejajar arah baris menurun 17% dengan penurunan sudut jatuh matahari. Saat ILD sedang, sensor sejajar arah baris dan tegak lurus menghasilkan pengukuran yang seragam dan konsisten pada rataan nilai 0.6 dan 0.7. Namun pengukuran yang dihasilkan sensor diagonl berubah 11% terhadap penurunan sudut datang matahari. Selanjutnya setelah ILD mencapai maksimum hasil pengukuran semua sensor konstan dan konsisten pada nilai 0.6.

Perlakuan Utara Selatan Rapat

Pengaruh orientasi penempatan tube solarimeter pada perlakuan Utara Selatan rapat terdapat pada Gambar 11. Kecenderungan sensor pada perlakuan ini adalah pada ILD rendah, setiap sensor konsisten dengan pengukurannya masing-masing. Sensor diagonal menghasilkan nilai rataan τ 0.8, sensor tegak lurus 0.7 dan sejajar arah baris 0.6. Sensor diagonal memiliki nilai τ terbesar karena permukaan tube solarimeter yang terpapar radiasi langsung lebih luas. Koefisien transmisi terkecil terukur oleh sensor P yang berada persis di bawah tajuk. Namun demikian hasil pengukuran sensor diagonal lebih terpercaya karena kondisi tajuk yang masih kecil.

Ketika ILD sedang dan maksimum koefisien transmisi berada pada kisaran 0.5. Saat ILD sedang pengukuran semua sensor konsisten kecuali sensor sejajar arah baris yang meningkat 13% ketika sudut datang matahari kurang dari 60o. Sedangkan saat ILD maksimum, hasil pengukuran sensor tegak lurus menurun 20% dengan penurunan sudut datang radiasi.

(28)

15 berkaitan dengan penetrasi dan distribusi cahaya yang lebih merata pada kanopi tanaman (Santhersigaram dan Black 1968).

(a1) (b1)

(a2) (b2)

(a3) (b3)

(29)

16

Perlakuan Utara Selatan Renggang

Respon orientasi sensor pada perlakuan Barat Timur renggang memiliki karakter yang hampir sama dengan perlakuan rapat. Pada perkembangan ILD awal, pengukuran masing-masing sensor berbeda 10% dan konsiten dengan perubahan sudut datang matahari.

(a1) (b1)

(a2) (b2)

(a3) (b3)

(30)

17 Sensor diagonal mengukur τ dengan rataan 0.8 seragam dengan pengukuran pada perlakuan rapat. Begitu pula dengan hasil sensor tegak lurus dan sejajar arah baris dengan rataan nilai 0.7 dan 0.6.

Pengukuran masing-masing sensor pada ILD sedang lebih seragam saat sudut datang matahari tinggi. Nilai rataan τ sama yaitu 0.6. Sedangkan saat pagi dan sore hari ketika sudut datang radiasi rendah, pengukuran sensor diagonal bertambah 8% dan sensor tegak lurus berkurang 8%. Pada kondisi ILD maksimum, pola yang konsisten ditunjukkan oleh sensor sejajar arah baris. Sensor diagonal menghasilkan pengukuran 13% lebih tinggi saat sudut datang matahari tinggi. Hal ini berkaitan dengan kondisi tutupan tajuk yang tidak merata akibat serangan hama rayap sehingga proporsi radiasi yang diteruskan lebih banyak. Kondisi ini juga menjadikan rataan nilai τ yang terukur pada ILD maksimum 10% lebih tinggi dari kondisi ILD sedang.

(31)

18

Perubahan Transmisi Radiasi

Transmisi radiasi tanaman jagung manis yang diterima setiap posisi sensor pada perlakuan arah baris tanam dan jarak tanam menggambarkan karakter yang berbeda. Menurut Hardy et al. (2004), transmisi radiasi bervariasi menurut ruang dan waktu, yang besarnya dipengaruhi oleh jenis tanaman, ukuran dan lokasi celah tajuk, dan sudut datang radiasi matahari. Wenge et al. (1997) menyatakan bahwa transmisi radiasi pada kanopi tanaman dipengaruhi oleh banyak faktor, meliputi sumber distribusi radiasi (radiasi langsung dan radiasi baur serta sifat spektral), struktur kanopi dan jenis tanaman, ukuran luas daun dan sudut datang matahari. Struktur kanopi dibedakan berdasarkan posisi, arah, ukuran, dan bentuk dari elemen-elemen vegetatif tanaman (Ross 1981). Distribusi dari radiasi secara optikal dipengaruhi pula oleh sruktur tajuk. Struktur tajuk ini berubah menurut skala waktu baik perdetik (karena angin, srtess air, dll) musiman (berupa perubahan fenologi, kondisi lingkungan) dan tahuanan berupa perubahan ekosistem (Weiss et al. 2004). Montheit (1972) menyatakan bahwa dalam komunitas tumbuhan akan terjadi transmisi dan refleksi yang besarnya tergantung pada sudut datang radiasi surya.

Gambar 13 Hubungan radiasi di atas tajuk (Io) dengan radiasi transmisi di bawah tajuk (I) saat ILD 0.1 ( ), ILD 0.2 (- - - -), ILD 1.3 (), ILD 1.4 (  ) dan ILD 1.6 ( )

(32)

19 Koefisien Transmisi Radiasi

Monteith (1976) menyatakan bahwa cahaya yang menimpa daun dapat dipantulkan dan ditransmisikan. Nilai transmisi dan refleksi tergantung pada sifat

daun yang dinyatakan dengan koefisien transmisi τ. Rosenberg (1997)

menyatakan bahwa transmisi dipengaruhi oleh karakter kanopi yaitu luas daun, sudut daun, fitotaksis daun, jumlah daun, dan ukuran daun.

Gambar 14 Hubungan Koefisien transmisi (T) terhadap indeks luas daun (ILD) perlakuan Barat Timur rapat ( ), Barat Timur renggang ( ), Utara Selatan rapat (  ) dan Utara Selatan renggang ( - - - )

Gambar 14 menyajikan hubungan koefisien transmisi radiasi terhadap indeks luas daun. Koefisien transmisi (τ) berbanding terbalik dengan indeks luas daun. Hal ini dikarenakan semakin tinggi ILD menunjukkan permukaan daun yang semakin luas sehingga kemampuan tajuk dalam meneruskan radiasi semakin berkurang. Nilai τ konstan setelah ILD melebihi 1. Koefisien transmisi rataan pertanaman jagung perlakuan Barat Timur rapat, Barat Timur renggang, Utara Selatan rapat dan Utara Selatan renggang berturut-turut adalah 0.6, 0.5, 0.5, dan 0.6.

Koefisien Pemadaman Tajuk

Koefisien pemadaman tajuk dipengaruhi oleh sudut datang radiasi matahari dan sudut daun, sedangkan menurut Saeki (1960) nilai koefisien pemadaman tajuk (k) dipengaruhi oleh sifat optik daun, sudut daun, dan transmibilitas daun. Koefisien pemadaman tajuk berdasarkan hukum Beer berasumsi bahwa nilai k merupakan fungsi daun dengan distribusi sudut daun yang tersebar acak. Hasil pengukuran (Gambar 15) menunjukkan bahwa nilai k tanaman jagung manis berubah dengan berubahnya indeks luas daun. Nilai k menurun dengan peningkatan ILD sampai ILD 1.3 dan kemudian relatif konstan pada kisaran

0.3-0.0

0.00 0.20 0.40 0.60 0.80 1.00 1.20 1.40 1.60 1.80 2.00

T

(33)

20

0.5. Hasil sejalan dengan penelitian sebelumnya. Pada tanaman kedelai, nilai k konstan dengan kisaran nilai rataan 0.5 setelah ILD= 1.7 (Boer dan Las 1994).

Nilai k berbeda pada setiap perlakuan arah baris dan jarak tanam. Koefisien pemadaman tajuk pada perlakuan Barat Timur renggang menurun tajam hingga ILD mencapai 1.1. Saat LAI 0.2, koefisien transmitansi (k) tanaman jagung adalah 2.1 dan saat ILD lebih dari 1.1 nilai k rataan turun menjadi 0.4. Penurunan nilai k juga terjadi pada perlakauan Barat-Timur rapat dengan besar penurunan k sebanyak 1.7.

Gambar 15 Hubungan Koefisien pemadaman tajuk (k) terhadap indeks luas daun (LAI) tanaman jagung perlakuan Barat Timur rapat ( ), Barat Timur renggang ( ), Utara Selatan rapat (  ) dan Utara Selatan renggang ( - - - - )

Penurunan nilai k tidak begitu besar pada perlakuan Utara Selatan baik pada kondisi tanaman rapat maupun renggang. Pada Perlakuan Utara Selatan rapat, perubahan k rataan dari 0.9 (ILD 0.2) hingga 0.5 (ILD> 1.3) adalah 0.4. Begitu pula pada pertanaman renggang, penurunan k dari ILD 0.3 hingga ILD lebih dari 1.4 hanya 0.4.

Pengaruh arah baris dan jarak tanam terhadap nilai k terlihat nyata saat ILD kurang dari 1.3. Gambar 15 juga menunjukkan bahwa saat ILD kurang dari 1, nilai k arah Barat Timur lebih besar dari Utara Selatan. Setelah ILD melebihi 1 nilai k hampir seragam dengan rataan 0.3 pada Barat Timur rapat, 0.4 pada Barat Timur renggang, 0.5 pada perlakuan Utara Selatan rapat dan 0.4 pada Utara Selatan renggang. Tanaman Utara Selatan rapat lebih efektif dalam menyerap radiasi yang masuk. Nilai k tanaman jagung manis rataan dari semua perlakuan saat kondisi konstan (ILD > 1.3) yaitu 0.4. Menurut Boer dan Las (1994), penurunan nilai k dengan peningkatan ILD disebabkan belum sempurnanya penutupan tajuk tanaman sehingga sebagian dari tube solarimeter terbuka terhadap radiasi langsung. Semakin besar ILD semakin kecil nilai k dan nilai k konstan saat tajuk menutupi tube solarimeter dengan sempurna (ILD > 1.3).

(34)

21

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Orientasi penempatan solarimeter mempengaruhi nilai transmisi yang terukur. Respon sensor semakin seragam dengan bertambahnya indeks luas daun. Sensor yang ditempatan dengan posisi diagonal mampu menghasilkan nilai transmitansi yang konsisten terhadap perbedaan arah sudut datang matahari pada semua perlakuan.

Selama musim tanam, radiasi yang ditransmisikan tajuk tanaman jagung menurun dengan peningkatan nilai indeks luas daun (ILD) dan konstan setelah indeks luas daun mencapai 1. Koefisien transmisi (τ) perlakuan arah baris Barat Timur dan Utara Selatan pada kondisi konstan adalah 0.6. Nilai koefisien pemadaman tajuk (k) berbanding terbalik dengan indeks luas daun dan mendekati konstan dengan rataan 0.3 saat indeks luas daun lebih dari satu. Nilai k tanaman Utara Selatan rapat 13% lebih besar dari rataan semua perlakuan yang mengindikasikan penyerapan radiasi yang lebih efektif.

Saran

Penempatan alat secara diagonal menghasilkan pengukuran yang baik pada berbagai kondisi jarak tanam dan arah baris ditunjukkan oleh kekonsistenan data selama pengukuran. Pengukuran transmisi radiasi dengan orientasi arah diagonal diperlukan sehingga hasil pengukuran lebih akurat dengan keterbatasan jumlah alat yang ada.

Penelitian serupa untuk komoditas lain perlu dilakukan untuk menguji kekonsistenan transmisi radiasi sensor dan pembuktian bahwa arah Utara Selatan lebih efektif dalam menyerap radiasi surya.

DAFTAR PUSTAKA

Akbar, Mohammad and Mohammad Iqbal Khan. 2002. Effect of row orientation on yield and yield components of maize. Pakistan Journal Agricultural Research. 17(2): 186-189.

DN Mungai,CJ Stigter, CL Coulson, WK Ng’etich, MM Muniafu, RMR

Kainkwa. 1997. Measuring solar radiation transmission in tropical agriculture using tube solarimeters; a wearing. Agricultural and Forest Meteorologi 86: 235-243.

Green CF dan CN Deuchar. 1984. On Improved Tube Solarimeter. Journal of Experimental Botany. Volume 36 690-693. Diunduh pada

http://jxb.oxfordjournals.org/content/36/4.toc

(35)

22

Agromet 24(2) :27-32. [internet].[diunduh tanggal 12 September 2013]. Tersedia pada : http://journal.ipb.ac.id/index.php/agromet.

Hardy JP, R Melloh, G Koenig, D Marks, A Winstral, JW Pomeroy, T Link. 2004. Solar radiation transmission through conifer canopies. Journal of Agricultural and Forest Meteorology 126 : 257-270.[internet].[diunduh

tanggal 25 Agustus 2013].Tersedia pada :

http://research.eeescience.utoledo.edu/lees/papers_PDF/Hardy_2004_AFM. pdf

Hirose, Takadi. 2005. Development of the Monsi–Saeki Theory on Canopy Structure and Function. Annals of Botany 95: 483–494, 2005 doi:10.1093/aob/mci047, available online at www.aob.oupjournals.org. http://aob.oxfordjournals.org/content/95/3/483.full.pdf

Jatgap, ss, R.T. Alabi, O. Adeleye.1998. The Influence of maize density on resource use and productivity: An experimental and simulation study. African Crop Science Journal 6:259-273[internet].[diunduh 23 Agustus 2013]Tersedia pada: www.bioline.org.br/abstract?cs98028

Li Q., Chen Y., Liu M., Zhou X., Yu S., dan Dong B. 2007. Effect of Irrigation and Planting Pattern on Radiation Use Efficiency and Yield of Winter Wheat in North China. Agricultural Water Management, 95:469-476. Mulyadi Adi. 2013. Aplikasi Spreadsheet sebagai pengolah data

spasial.[skripsi].Bogor (ID) : Institut Pertanian Bogor.

Mutsaers HJW. 1980. The Effect of row orientation, date and latitude on light absorption by row crop. Journal of Agricultural Science. 95:381-386

Rao GSLHV Prasada. 2008. Agricultural Meteorology. New Delhi : Raj Press.[internet].[diunduh pada 17 Oktober 2013]. Tersedia pada :

http://books.google.co.id/books?hl=id&id=Kd-3lt-yAtAC&q=transmission#v=snippet&q=transmission&f=false

Ross, J., 1981. The radiation regime and architecture of plant stands, The Hague, 391 pp.

Rosenberg, N. J. 1974. Microclimate: The Biological Environment. John Wiley dan Sons, New York. 315p.

Saeki T. 1960. Interrelationships between leaf amount, light distribution and total photosynthesis in a plant community. Botanical Magazine, Tokyo 73: 55– 63.

Santhirasegaram K dan JN Black. 1968. The distribution of leaf area and light intensity within wheat crops differing in row direction, row spacing and rate of sowing; a contribution to the study of undersowing pasture with cereals. Journal British Grassland society . 23(1):1-12.

Surabayapost.2010 November 11. Ayo kawan menanam jagung manis.Surabayapost.[internet].[diunduh 24 Agustus 2013]. Tersedia pada :

http://www.surabayapost.co.id/?mnu=berita&act=view&id=38a8bcb88fa2e bd7dc6eb2527de427f2&jenis=e4da3b7fbbce2345d7772b0674a318d5

Sauer Thomas J, Jeremy W Singer, Jhon H Proger, Thomas M DeSutter, Jerry L Hatfield. 2007. Radiation balance and evaporation partitioning in a narrow-row soybean canopy. Journal of Agricultural and Forest Meteorology. 145: 206-214. doi: 10.1016/j.agrformet.2007.04.015[internet].[diunduh pada 30

(36)

23

ftp://dynamax.com/References/124%20Radiation%20balance%20and%20e vaporation.pdf

Tsubo M, S Walker, E Mukhala. 2001. Comparison of radiation use efficiency of mono-/inter-cropping system with different row orientations. Field Crops Research 71 : 17-29.[internet]. [diunduh pada tanggal 25 Agustus 2013].

Tersedia pada:

http://data2.xjlas.ac.cn:81/UploadFiles/sdz/cnki/%E5%A4%96%E6%96%8 7/ELSEVIER/intercropping/113.pdf

Weiss M, F Baret, G J Smith, I Jonckheere, P Coppin. 2004. Review of methods for insitu leaf area index (LAI) determination part II. Estimation LAI, errors and sampling. Journal of Agricultural and forrest meteorology 121: 37-53. doi:10.1016/j.agrformet.2003.08.001[internet].[diakses pada 15 Februari

2013]. Tersedia pada:

http://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S0168192303001631

Wenge Ni, Xiaowen Li, Curtis E.Wooencock, Jean-Louis Roujean, Robert E Davis. 1997. Transmission of solar radiation in boreal forest : easurement and models. Journal of Geophysical Research. 102:29,555-29,566.

(37)

24

LAMPIRAN

Lampiran 1 Koefisien transmisi perlakuan Barat Timur rapat

Umur

(38)
(39)

26

Lampiran 2 Koefisien transmisi perlakuan Barat Timur renggang

(40)
(41)

28

Lampiran 3 Koefisien transmisi perlakuan Utara Selatan rapat

Umur

(42)

29

(43)

30

Lampiran 4 Koefisien transmisi perlakuan Utara Selatan renggang

(44)
(45)

32

Lampiran 5 Koefisien pemadaman tajuk (k) dan indeks luas daun

USIA (MST)

BT rapat BT renggang US rapat US renggang

LAI k LAI k LAI k LAI k

4 0.1 0.7 0.1 1.8 0.2 0.9 0.3 0.8

5 0.2 1.6 0.2 2.1 0.4 0.4 0.4 0.8

6 1.3 0.2 1.1 0.4 1.1 0.6 1.4 0.3

7 1.3 0.3 1.1 0.6 1.4 0.5 1.4 0.6

8 1.3 0.4 1.3 0.4 1.3 0.6 1.4 0.3

9 1.7 0.3 1.6 0.3 1.4 0.6 1.5 0.3

10 1.6 0.1 1.7 0.3 1.8 0.3 1.7 0.3

11 1.4 0.5 1.4 0.4 1.7 0.4 1.5 0.3

(46)

33 Lampiran 6 Kalibrasi tube solarimeter di luar ruangan (a) dan di dalam ruangan

(b)

(a)

(47)

34

Lampiran 7 Penempatan sensor tube solarimeter di atas tajuk (a), di bawah tajuk (b), serta pengukuran transmisis radiasi saat tanaman berusia 4 minggu (c)

(a) (b)

(c)

Diagonal (D)

Sejajar arah baris (P) Tegak lurus

(48)

35

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Paniai Papua pada tanggal 3 Agustus 1991 sebagai anak pertama dari dua bersaudara, dari pasangan Ahmadi dan Jarsih. Penulis menyelesaikan pendidikan menengah pertama di SMP N 1 Dayeuhluhur 2006. Pada tahun 2009 penulis lulus dari SMA N 1 Dayeuhluhur dan pada tahun yang sama lulus seleksi masuk IPB melalui jalur USMI (Undangan Seleksi Masuk IPB) di program studi Meteorologi Terapan, Departemen Geofisika dan Meteorologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam.

Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif di lembaga kemahasiswaan. Penulis merupakan anggota Bagian Program Islamic Student Center IPB tahun 2009-2012, Ketua Asrama bidang Masa Perkenalan Asrama Tahun 2012. Pada tahun 2013, penulis menjadi Bendahara SDM AL Hurriyyah IPB. Beberapa kepanitiaan yang pernah diikuti penulis diantaranya Salam Islamic Student Center 2011, Meteorologi Interaktif Tahun 2011, Sekretaris Masa Perkenala

Departemen GFM “Sunspot” 2011, dan Penanggung Jawab Laskar MPKMB

Gambar

Gambar 1 Lokasi percobaan lapang
Gambar 2  Ilustrasi arah baris dan jarak tanam
Gambar 4  Kalibrasi alat tube solarimeter dengan panjang berbeda 80 cm (a) 73
Gambar 5  Sebaran data Io (radiasi di atas tajuk) dan transmitansi (T) semua
+7

Referensi

Dokumen terkait

Strategi promosi dapat dilakukan melalui berbagai cara diantaranya seperti merek dan kemasan ( brand), melalui media sosial, menggunakan leaflet, Penjualan tatap

9 Mengacu pada dua penelitian sebelumnya, maka dapat disimpulkan bahwa prioritas utama militer AS dikarenakan hegemoni Cina, dimana strategi pertahanan AS saat ini bukan

Membaca berasal dari kata dasar baca yang artinya memahami arti tulisan. Membaca adalah salah satu proses yang sangat penting untuk mendapatkan ilmu dan pengetahuan. Tanpa

Gubernur selaku Ketua Satuan Koordinasi Penanggulangan Bencana dan Penanganan Pengungsi (Satkorlak PBP) bertanggungjawab mengkoordinasikan kegiatan organisasi struktural dan

Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan September 2013 ini ialah kebakaran hutan, dengan judul Sistem Informasi Geografis Berbasis Web untuk

Di samping itu penulis ingin mengetahui secara jelas dari dua kitab tafsir tersebut tentang penafsiran surah Al-kafirun, sehingga dapat di harapkan dari pemahaman ini nanti

Perbedaan dengan penelitian yang akan peneliti lakukan adalah pada sisi variabelnya dimana penelitian tersebut hanya 1 variabel bebas yang dianalisis pengaruhnya

Pemerintah telah merancang Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (SAKIP) yang merupakan penerapan manajemen kinerja pada sektor publik yang sejalan dan