• Tidak ada hasil yang ditemukan

Optimasi Rendemen dan Mutu Agar-Agar dari Rumput Laut Gracilaria verrucosa dengan Metode Respon Permukaan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Optimasi Rendemen dan Mutu Agar-Agar dari Rumput Laut Gracilaria verrucosa dengan Metode Respon Permukaan"

Copied!
62
0
0

Teks penuh

(1)

OPTIMASI RENDEMEN DAN MUTU AGAR-AGAR DARI

RUMPUT LAUT Gracilaria verrucosa DENGAN METODE

RESPON PERMUKAAN

SKRIPSI

SHIELLA FANNY ERAWATI

F34080083

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

OPTIMIZATION OF THE YIELD AND QUALITY OF AGAR FROM

Gracilaria verrucosa

BY RESPONSE SURFACE METHODOLOGY

Shiella Fanny Erawati, Sapta Raharja

Department of Agroindustrial Technology, Faculty of Agricultural Engineering and Technology, Bogor Agricultural University,

IPB Darmaga Campus, PO Box 220, Bogor, West Java, Indonesia. e-mail: shiellafanny@yahoo.com

ABSTRACT

Usually, seaweed is widely used as agar. Problems that often arise in producing mainly of gelatinous seaweed Gracilaria is the difficulty of obtaining agar gel which has good characteristics such as strength, hardness and high gel cohesiveness. One reason is that there are sulfate esters in the agar. This study aims to capitalize on Gracilaria verrucosa obtained from the cultivation of the raw material for agar by analyzing the effect of adding acetic acid (CH3COOH) with a concentration of 0.5%, 1%, 1.5%, extraction temperature 85, 90, and 95 ° C and soaking time for treatment of the addition of acetic acid (CH3COOH) such as 0.5, 1, dan1.5 hours on the yield and quality of agar produced from seaweed Gracilaria verrucosa. The design of experiments using a central composite design (CCD) with the analysis carried out by analysis yield, gel strength, moisture and ash content and optimization by the response surface method.

Application response surface method in extraction of agar flour in order to demonstrate that the response of yield, gel strength, moisture content, and ash content obtained at the optimum concentration of acetic acid 0.50%, 0.64 hours of soaking time and extraction temperature 89.31 ° C with a value of desirability is 0.718 obtained yield amounts 18.28%, gel strength of 99.2 gf, 15.21% moisture content and ash content 4.58%.

(3)

Shiella Fanny Erawati. F34080083.

Optimasi Rendemen dan Mutu Agar-Agar dari

Rumput Laut

Gracilaria verrucosa

Dengan Metode Respon Permukaan. Di bawah

bimbingan Sapta Raharja.

RINGKASAN

Rumput laut merupakan salah satu komoditas hasil kekayaan laut Indonesia yang banyak dijumpai di seluruh perairan wilayah Nusantara. Rumput laut adalah komoditas unggulan perikanan budidaya yang produksinya terbesar diantara komoditas unggulan lainnya. Rumput laut yang saat ini berkembang dan dibudidayakan oleh para pembudidaya Indonesia ada dua jenis, yaitu Euchema contonii dan Gracilaria sp. Kedua jenis rumput laut ini dikembangkan pada media air yang berbeda dan kegunaan atau olahannya pun berbeda. Euchema cottonii dibudidayakan dengan media air laut

sementara Gracilaria sp dibudidayakan pada media air payau yang biasanya berupa tambak.

Dalam pemanfaatnnya, rumput laut banyak dijadikan agar-agar. Agar-agar mempunyai banyak kegunaan yaitu sebagai produk makanan, industri farmasi, kertas, tekstil, dan penggunaan di laboratorium. Biasanya agar-agar tersebut digunakan sebagai penstabil, pengemulsi, bahan pembentuk gel, bahan penjernih, media kultur mikroba, media kultur jaringan dan sebagainya. (Chapman dan Chapman, 1980).

Masalah yang sering timbul dalam memproduksi agar-agar terutama dari rumput laut jenis

Gracilaria adalah kesukaran memperoleh agar-agar yang mempunyai karakteristik gel yang baik, seperti kekuatan, kekerasan dan kohesivitas gel yang tinggi. Salah satu penyebabnya adalah ester sulfat yang terdapat dalam agar-agar. Ester sulfat dalam agar-agar terikat pada atom karbon keenam (C6) dari L-galaktosa. Adanya ester sulfat pada C6 akan menyebabkan rantai polimer membentuk suatu tekukan, sehingga akan menghambat pembentukan gel (Glicksman, 1983).

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk memanfaatkan Gracilaria verrucosa yang diperoleh dari hasil budidaya sebagai bahan baku pembuatan agar-agar dengan menganalisis pengaruh

penambahan asam asetat (CH3COOH), suhu ekstraksi, dan waktu perendaman terhadap rendemen dan

mutu agar-agar yang dihasilkan dari rumput laut jenis Gracilaria verrucosa. Selain itu, untuk mengetahui rendemen dan mutu agar-agar yang optimal dari rumput laut jenis Gracilaria verrucosa

dengan menggunakan Response Surface Method (RSM). Penelitian ini dibagi menjadi dua tahap yaitu

tahap penelitian pendahuluan dan penelitian utama. Penelitian pendahuluan terdiri analisa komposisi kimia rumput laut dan penentuan konsentrasi bahan pemucat. Selanjutnya adalah penelitian utama yang terdiri dari beberapa tahap diantaranya adalah penentuan rancangan kombinasi dari faktor-faktor terpilih, menentukan respon yang akan dianalisis, analisis kombinasi faktor, optimasi permukaan respon, dan validasi kondisi optimal. Pada penelitian utama semua tahapan rancangan menggunakan Design Expert 7

Rancangan percobaan yang digunakan adalah rancangan komposit terpusat (CCD) dengan menggunakan tiga faktor yaitu waktu perendaman dan tingkat konsentrasi asam asetat (CH3COOH) serta suhu ekstraksi, dengan respon rendemen (%), kekuatan gel (gf), kadar air (%), dan kadar abu (%). Nilai rendah dan tinggi untuk konsentrasi asam asetat adalah 0,5% dan 1,5 %, waktu perendaman adalah 0,5 jam dan 1,5 jam, suhu ekstraksi 85oC dan 95oC.

Berdasarkan hasil penelitian pendahuluan, analisis dari karakterisasi bahan baku rumput laut

(4)

bisulfit 0,02%. Hasil dari penelitian pendahuluan selanjutnya akan digunakan dalam metode pembuatan tepung agar. Rumput laut Gracilaria verrucosa tahap pertama yang dipakai sebagai trial error ini didatangkan dari Desa Langensari, Subang dengan salinitas air 6 ppm dan umur rumput laut 1,5 bulan.

Berdasarkan hasil dari penelitian didapatkan nilai respon dari rendemen terendah yaitu 12,98% - 18,40%, nilai respon kekuatan gel terendah yaitu 37,20 gf – 243,20 gf, nilai respon kadar air terendah yaitu 10,82% - 16.44%, dan untuk kadar abu nilai dari respon yang didapatkan berkisar dari 2,36% - 5,35%. Desain model yang terpilih yang direkomendasikan oleh program Design Expert DX 7.0.0 pada semua respon adalah model reduced quadratic.

Berdasarkan hasil analisis ragam (ANOVA) dari Design Expert 7 menunjukkan bahwa model yang dihasilkan dari respon rendemen, kekuatan gel, kadar air, dan kadar abu adalah signifikan, tetapi nilai lack of fit yang didapatkan pada respon rendemen, kekuatan gel, dan kadar abu menunjukkan hasil yang signifikan. Hal tersebut menunjukkan bahwa tidak adanya kesesuaian data respon rendemen, kekuatan gel, dan kadar abu dengan model. Dikarenakan nilai R2 pada masing respon masih diatas 0,8 maka model ini masih layak digunakan untuk analisa lebih lanjut dengan rekomendasi adanya reduksi manual pada model.

Solusi optimum yang terpilih melalui Design Expert 7 adalah tepung agar yang memiliki konsentrasi asam asetat (X1) 0,50%, waktu perendaman (X2) 38 menit/0,64 jam, dan suhu ekstraksi (X3) 89,31 oC dengan desirability sebesar 0,718. Rendemen dan kekuatan gel yang optimum didapat dari masing-masing perlakuan mengikuti model:

Rendemen (%) = -254,21971 + (10,84412) X1 + (5,81118) X2 + (5,71972) X3 – (5,32005) X12 – (2,94417) X2

2 – (0,030927) X 3

2

Kekuatan gel (gf) = - 9672,83341 – (1617,75267)X1 + (22,18875)X2 + (237,66372)X3 + (127,00000) X1X2 + (16,03000) X1X3 - (94,85219)X22 – (1,40956)X32

(5)

OPTIMASI RENDEMEN DAN MUTU AGAR-AGAR DARI

RUMPUT LAUT Gracilaria verrucosa DENGAN METODE

RESPON PERMUKAAN

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN

pada Departemen Teknologi Industri Pertanian

Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor

Oleh :

SHIELLA FANNY ERAWATI

F34080083

2013

DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

(6)

Judul Skripsi : Optimasi Rendemen dan Mutu Agar-Agar dari Rumput Laut Gracilaria verrucosa dengan Metode Respon Permukaan

Nama : Shiella Fanny Erawati

NIM : F34080083

Menyetujui,

Pembimbing,

(Dr. Ir. Sapta Raharja, DEA) NIP. 19631026 199002 1 001

Mengetahui:

Ketua Departemen,

(Prof. Dr. Ir. Nastiti Siswi Indrasti) NIP. 19621009 198903 2 001

(7)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI

Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa skripsi dengan judul: Optimasi Rendemen

dan Mutu Agar-Agar dari Rumput Laut Gracilaria verrucosa dengan Metode Respon Permukaan adalah hasil karya saya sendiri dibawah bimbingan Dr. Ir. Sapta Raharja, DEA. dan belum diajukan dalam bentuk apa pun pada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, Februari 2013 Yang membuat pernyataan,

(8)

© Hak cipta milik Shiella Fanny Erawati, tahun 2013 Hak cipta dilindungi

Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis dari

(9)

BIODATA PENULIS

Penulis merupakan putri ketiga dari tiga bersaudara, yang dilahirkan oleh pasangan Budiman dan Emy Nuryanti di Jakarta pada tanggal 5 Maret 1990. Penulis mulai mengenyam pendidikan di TK Bhakti PUSPIPTEK (1994-1996), dan melanjutkannya di SD Negeri PUSPIPTEK (1996-2002), SLTP Negeri 4 Serpong (2002-2005), kemudian menamatkan pendidikan SMA pada tahun 2008 di SMA Negeri 5 Bogor. Kemudian pada tahun yang sama diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI (Undangan Seleksi Masuk IPB) dengan program studi Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian.

Selama menjadi mahasiswi Institut Pertanian Bogor, penulis aktif dalam kegiatan kemahasiswaan. Diantaranya penulis menjadi pengurus di Himpunan Profesi Mahasiswa Teknologi Industri Pertanian (HIMALOGIN) sebagai anggota departemen kewirausahaan periode 2009-2010, Penulis juga bergabung dengan unit kegiatan mahasiswa Music Agricultural X-pression!! (MAX!!) dan menjadi pengurus di divisi Public Relation pada tahun 2009, kemudian diangkat menjadi manajer di divisi General Affair pada tahun 2010, dan ditahun 2011 menjadi Dewan Penasehat. Penulis

melaksanakan Praktik Lapang pada tahun 2011 dengan topik “Mempelajari Penerapan Good

Manufacturing Practice (GMP) dan 5S (Seiri, Seiton, Seiso, Seiketsu, Shitsuke) di PT Kraft Ultrajaya Indonesia” di Padalarang, Jawa Barat.

Sebagai syarat kelulusan mahasiswa Program Sarjana Departemen Teknologi Industri Pertanian, penulis telah menyelesaikan skripsi yang berjudul “Optimasi Rendemen dan Mutu

(10)

i

KATA PENGANTAR

Puji beserta syukur kepada Allah SWT yang senantiasa selalu memberikan rahmatNya,

sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul: “Optimasi Rendemen dan Mutu

Agar-Agar dari Rumput Laut Gracilaria verrucosa dengan Metode Respon Permukaan”. Dalam

penyusunan skripsi dan pelaksanaan penelitian ini tentu tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak yang dengan ikhlas dan senang hati membantu baik dalam bentuk dukungan moril maupun materiil. Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih kepada:

1. Dr. Ir. Sapta Raharja, DEA sebagai dosen pembimbing utama yang telah memberikan banyak bimbingan dan bantuan selama menjalani perkuliahan hingga penyusunan skripsi.

2. Prof. Dr. Ir. Ani Suryani, DEA dan Dr. Ir. Liesbetini Hartoto, MS selaku dosen penguji yang telah memberikan saran dan arahan kepada penulis dalam penyempurnaan skripsi.

3. Kedua orang tua penulis Ibu Emy Nuryanti dan Bapak Budiman beserta seluruh keluarga; Mas

Ian, Mba Nia, Mba Cici, Mas Ari dan Mba Shinta yang selalu memberikan doa, dukungan dan kasih sayangnya.

4. Staf dan laboran Departemen Teknologi Industri Pertanian: Ibu Egnawati, Ibu Sri, Ibu Rini, Bapak Dicky, Ibu Diah, dan Bapak Gunawan yang telah banyak membantu dan memberikan dukungan selama penelitian.

5. Seluruh keluarga besar TIN 45 atas canda tawa, kerjasama, keakraban, dukungan dan

kekerabatan selama menjalankan perkuliahan di Teknologi Industri Pertanian.

6. Luthfa Jamilah dan Bunga Cahyaputri yang selalu menemani penulis dari TPB hingga sekarang.

Terima kasih telah membuat kehidupan di TIN menjadi lebih menyenangkan. Terima kasih telah menjadi sahabat terbaik disaat suka maupun duka.

7. Teman-teman satu bimbingan; Ida Nur Rakhmi, Anastasia Christina, dan Fachrudin yang telah memberikan masukan dan bantuan selama penelitian dan penyusunan skripsi.

8. Dennisa, Amelia, Dina, Mafia, Gita, Mutia, Ayu, Ida dan Dewi yang telah memberikan hidup yang berwarna hingga sekarang. Terima kasih atas ketidaklelahannya menjadi tempat curahan hati dan pemberi motivasi penulis selama ini. Terima kasih telah menjadi sahabat terbaik disaat suka maupun duka.

9. Teman-teman PASMA 5 yang selalu memberikan kritik, dukungan, nasehat, dan rasa

kekeluargaanya dari SMA hingga sekarang.

10. Teman-teman dari Music Agricultural X-Pression!! (Syifa, Laras, Andra, Imo, Ubur, Fikri, Fatchur, dan Wawan) yang telah menjadi keluarga baru penulis sejak TPB hingga sekarang. 11. Seluruh pihak lainnya yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah senantiasa

memberikan kritik, saran, dan mendukung penulis hingga saat ini.

Akhir kata penulis berharap semoga tulisan ini bermanfaat dan memberikan kontribusi nyata terhadap perkembangan ilmu pengetahuan di bidang teknologi pertanian.

Bogor, Februari 2013

(11)

ii

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... ii

DAFTAR TABEL... iv

DAFTAR GAMBAR ... v

DAFTAR LAMPIRAN ... vi

I. PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Tujuan Penelitian ... 2

1.3. Ruang Lingkup Penelitian ... 2

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 3

2.1. Rumput Laut ... 3

2.1.1. Kandungan Kimia Gracilaria sp ... 4

2.2. Agar-Agar ... 4

2.2.1. Struktur Agar-agar ... 4

2.2.2. Pembentukan Gel Agar-agar ... 5

2.2.3. Standar Mutu Agar-agar ... 6

2.3. Proses Pembuatan Agar-Agar ... 8

2.3.1. Pembersihan dan Pencucian ... 8

2.3.2. Perendaman dan Pemucatan ... 8

2.3.3. Praperlakuan Ekstraksi ... 8

2.3.4. Ekstraksi ... 9

2.3.5. Pengeringan ... 9

2.4. Optimasi Response Surface Method (RSM) ... 10

2.4.1. Central Composite Design ... 11

III. METODOLOGI ... 13

3.1. Bahan dan Alat ... 13

3.2. Metode Penelitian ... 13

3.2.1. Penelitian Pendahuluan ... 14

3.2.2. Rancangan Kombinasi Faktor dan Respon... 14

3.2.3. Analisis Kombinasi Faktor dan Optimasi Respon Permukaan ... 15

3.2.4. Validasi Kondisi Optimum ... 16

3.3. Prosedur Penelitian ... 16

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 17

4.1. Penelitian Pendahuluan ... 17

4.1.1. Analisa Komposisi Kimia Rumput Laut Gracilaria verrucosa ... 17

4.1.2. Penentuan Konsentrasi Bahan Pemucat ... 17

4.2. Rancangan Kombinasi Faktor dan Respon ... 20

4.3. Analisis Kombinasi Faktor dan Optimasi Respon Permukaan ... 22

4.3.1. Analisis Kombinasi Faktor pada Respon Rendemen ... 22

4.3.2. Analisis Kombinasi Faktor pada Respon Kekuatan Gel ... 24

4.3.3. Analisis Kombinasi Faktor pada Respon Kadar Air ... 26

(12)

iii

4.3.5. Optimasi Respon Permukaan ... 31

4.4. Validasi Kondisi Optimum ... 32

V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 34

5.1. Kesimpulan ... 34

5.2. Saran ... 34

DAFTAR PUSTAKA ... 34

(13)

iv

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Komposisi kimia Gracilariasp ... 4

Tabel 2. Unit gula penyusun agar-agar ... 5

Tabel 3. Standar mutu agar-agar ... 7

Tabel 4. Standar mutu salah satu jenis agar-agar di Jepang ... 7

Tabel 5. Taraf dari beberapa faktor ... 15

Tabel 6. Rancangan percobaan pada optimasi rendemen dan mutu agar-agar ... 15

Tabel 7. Hasil analisa komposisi rumput laut Gracilaria verrucosa ... 17

Tabel 8. Hasil analisa pemilihan konsentrasi natrium bisulfit ... 18

Tabel 9. Uraian variabel dan respon yang akan dioptimasi ... 31

Tabel 10. Solusi optimasi hasil analisis Design Expert7 ... 32

(14)

v

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Struktur agar-agar ... 5

Gambar 2. Pembentukan gel dengan agregasi (penggabungan polisakarida)... 6

Gambar 3. Central composite design (CCD) ... 11

Gambar 4. Alat texture analyzer model TA-XT2i dan hydraulic press dan alat disk mill ... 13

Gambar 5. Diagram alir tahapan penelitian ... 14

Gambar 6. Pengaruh konsentrasi natrium bisulfit terhadap rendemen tepung agar ... 19

Gambar 7. Pengaruh konsentrasi natrium bisulfit terhadap kekuatan gel tepung agar ... 19

Gambar 8. Agar dengan kandungan natrium bisulfit 0.01%, 0.02%, 0.03%, 0.05% ... 19

Gambar 9. Pengaruh konsentrasi asam asetat 1% terhadap rendemen menghasilkan nilai rendemen tertinggi ... 20

Gambar 10. Pengaruh konsentrasi asam asetat 1% terhadap kekuatan gel menghasilkan nilai kekuatan gel tertinggi... 20

Gambar 11. Rendemen tertinggi pada waktu perendaman asam asetat 1 jam ... 21

Gambar 12. Kekuatan gel tertinggi pada suhu ekstraksi 90oC ... 21

Gambar 13 . Kontur Respon Permukaan hasil uji respon rendemen tepung agar ... 24

Gambar 14. Respon Permukaan rendemen tepung agar ... 24

Gambar 15. Kontur Respon Permukaan hasil uji respon kekuatan gel tepung agar ... 26

Gambar 16. Respon Permukaan kekuatan gel tepung agar ... 26

Gambar 17. Kontur Respon Permukaan hasil uji respon kadar air tepung agar ... 28

Gambar 18. Respon Permukaan kadar air tepung agar ... 28

Gambar 19. Kontur Respon Permukaan hasil uji respon kadar abu tepung agar ... 30

(15)

vi

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Prosedur analisa uji sifat fisiko kimia bahan baku dan tepung agar ... 39

Lampiran 2. Skema proses pengolahan agar-agar yang digunakan dalam penelitian ... 42

Lampiran 3. Data aktual dari seluruh kombinasi faktor ... 43

Lampiran 4. Analisis ragam dan persamaan polinomial respon rendemen ... 44

Lampiran 5. Analisis ragam dan persamaan polinomial respon kekuatan gel ... 45

Lampiran 6. Analisis ragam dan persamaan polinomial respon kadar air ... 46

(16)

1

I.

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Rumput laut merupakan salah satu komoditas hasil kekayaan laut Indonesia yang banyak dijumpai di seluruh perairan di wilayah Nusantara. Rumput laut adalah komoditas unggulan perikanan budidaya yang produksinya terbesar diantara komoditas unggulan lainnya. Berdasarkan Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya (2011), perkembangan produksi rumput laut selama empat tahun ini mengalami kenaikan rata-rata sebesar 30,57% dan pada tahun 2010 lalu kenaikannya sebesar 32,11%. Bila dilihat secara tonase, kenaikan rumput laut sekitar 1 juta ton pada tahun 2010, dan pada tahun 2009 sebesar 800.000 ton dan sekitar 500.000 ton pada tahun 2008.

Rumput laut pada awal perkembangannya hanya terdapat di beberapa propinsi saja. Produksi terbesar berada di propinsi Sulawesi Selatan. Namun seiring dengan perkembangan budidaya rumput laut dan teknik budidaya yang mudah, membuat perkembangan rumput laut menjadi sangat pesat. Saat ini rumput laut sudah dapat dibudidayakan hampir diseluruh propinsi Indonesia. Rumput laut yang saat ini berkembang dan dibudidayakan oleh para pembudidaya Indonesia ada dua jenis, yaitu

Euchema contonii dan Gracilaria sp. Kedua jenis rumput laut ini dikembangkan pada media air yang berbeda dan kegunaan atau olahannya pun berbeda. Euchema cottonii dibudidayakan dengan media air laut sementara Gracilaria sp dibudidayakan pada media air payau yang biasanya berupa tambak. Dalam pemanfaatanya, rumput laut banyak dijadikan agar-agar. Agar-agar mempunyai banyak kegunaan yaitu sebagai produk makanan, industri farmasi, kertas, tekstil, dan penggunaan di laboratorium. Biasanya agar-agar tersebut digunakan sebagai penstabil, pengemulsi, bahan pembentuk gel, bahan penjernih, media kultur mikroba, media kultur jaringan dan sebagainya (Chapman dan Chapman, 1980).

Masalah yang sering timbul dalam memproduksi agar-agar terutama dari rumput laut jenis

Gracilaria adalah kesukaran memperoleh agar-agar yang mempunyai karakteristik gel yang baik, seperti kekuatan, kekerasan, kohesivitas gel, dan rendemen yang tinggi. Salah satu penyebabnya adalah ester sulfat yang terdapat dalam agar-agar. Ester sulfat dalam agar-agar terikat pada atom karbon keenam (C6) dari L-galaktosa. Adanya ester sulfat pada C6 dapat menyebabkan rantai polimer membentuk suatu tekukan, sehingga akan menghambat pembentukan gel (Glicksman, 1983). Ester sulfat pada C6 rantai galaktosa dapat dihilangkan dengan perlakuan asam. Bersamaan dengan hilangnya ester sulfat akan terbentuk cincin 3,6-anhidro-galaktosa yang mempunyai rantai lurus, sehingga pembentukan gel akan mudah terjadi (Guiseley et al., 1980).

Rumput laut Gracilaria verrucosa yang digunakan untuk penelitian diperoleh dari hasil budidaya sebagai bahan baku pembuatan agar-agar dengan menganalisis pengaruh penambahan asam dalam hal ini asam asetat (CH3COOH), suhu, dan waktu proses selama perlakuan asam terhadap rendemen dan mutu agar-agar yang dihasilkan dari rumput laut jenis Gracilaria verrucosa. Selain itu juga penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan rendemen dan kekuatan gel yang optimum dengan

menggunakan Metode Respon Permukaan (Response Surface Method). Untuk mencapai tujuan

(17)

2

1.2. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Mendapatkan pengaruh waktu perendaman dan tingkat konsentrasi asam asetat

(CH3COOH) serta suhu ekstraksi terhadap rendemen dan mutu agar-agar dari rumput laut Gracilaria verrucosa.

2. Mendapatkan rendemen dan mutu agar-agar yang optimum dari rumput laut jenis

Gracilaria verrucosa dengan menggunakan RSM (Response Surface Method).

1.3. Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup dalam penelitian ini adalah:

1. Perlakuan yang diberikan untuk mendapatkan kondisi optimum diantaranya adalah

konsentrasi dan waktu perendaman dengan asam asetat (CH3COOH) dan suhu pada saat

rumput laut diekstrak.

2. Penentuan kondisi optimum dilakukan dengan menggunakan metoda perancangan

eksperimen, yaitu RSM (Response Surface Method).

3. Hasil dari ekstraksi rumput laut akan diuji secara lanjut dengan menentukan rendemen,

(18)

3

II.

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Rumput Laut

Rumput laut (seaweed) adalah ganggang berukuran besar atau makro alga yang merupakan tanaman tingkat rendah dan termasuk ke dalam divisi Thallophyta. Morfologi tanaman ini hanya terdiri dari thallus, tidak mempunyai akar, batang, dan daun sejati. Fungsi ketiga bagian tersebut digantikan oleh thallus (Meiyana et al., 2001). Rumput laut atau ganggang laut adalah salah satu tanaman yang termasuk Divisi Thallophyta. Thallophyta diklasifikasikan menjadi empat kelas, yaitu : (1) Chlorophyceae (ganggang hijau), (2) Cyanophyceae (ganggang biru), (3) Rhodophyceae (ganggang merah) dan (4) Phaephyceae (ganggang cokelat) (Glicksman, 1982).

Ganggang hijau dan ganggang biru-hijau banyak hidup dan berkembang di air tawar, sedangkan ganggang cokelat dan merah hampir secara eksklusif merupakan habitat laut. Bila berbicara mengenai rumput laut, maka yang dimaksudkan adalah dari jenis ganggang cokelat dan merah. Ganggang cokelat hidup di perairan yang dingin, sedangkan ganggang merah di daerah tropis (Winarno, 1990). Ganggang merah dan ganggang cokelat adalah tanaman laut yang penting. Karena mengandung polisakarida yang tidak terdapat pada tanaman lain dan tersedia dalam jumlah yang besar sehingga mendukung untuk pengadaan bahan baku suatu industri. Polisakarida yang terdapat dalam ganggang merah dan ganggang cokelat diantaranya adalah algin, karagenan, funoran, laminarin, fucoidin dan agar-agar.

Salah satu jenis rumput laut yang sangat berpotensi sebagai penghasil agar-agar adalah

Gracilaria sp. Menurut Dawson (1966) klasifikasi Glacilaria sp. adalah sebagai berikut:

Divisi: Rhodophyta Kelas: Rhodophyceae Ordo: Gigartinales Famili: Gracilariaceae Genus: Gracilaria

Spesies: Gracilaria sp.

Di Indonesia jenis rumput laut penghasil agar-agar yang telah dimanfaatkan dan memiliki prospek cukup baik adalah Gracilaria sp, Gelidiella sp, dan Gelidium sp (Sedijoprapto, 1997)

Jenis Gracilaria paling banyak digunakan karena selain jenis ini murah harganya dan mudah

diperoleh. Keunggulan Gracilaria lainnya adalah warnanya yang putih sedangkan Gelidium berwarna

cokelat kusam. Menurut Ahda et al (2005), keistimewaan rumput laut Gracilaria sp. adalah dapat dibudidayakan ditambak. Pemanenan dilakukan jika rumput laut ini sudah cukup umur yaitu setelah 90 hari dan panen berikutnya setelah rumput laut berumur 60 hari.

Ciri-ciri umum rumput laut marga Gracilaria adalah bentuk thallus memipih atau silindris,

membentuk rumpun dengan tipe percabangan yang tidak teratur, dichotomous (dua-dua-terus

(19)

4 Goodwin (1974) mengungkapkan bahwa warna merah pada rumput laut kelas Rhodophyceae disebabkan oleh adanya senyawa biliprotein dalam bentuk fikosianin dan fikoeritrin. Selanjutnya Kadi

dan Atmadja (1988) mengemukakan bahwa Gracilaria verrucosa mempunyai warna hijau kemerahan.

Rumput laut Gracilaria verrucosa adalah rumput laut yang termasuk pada kelas alga merah

(Rhodophyta). Warna pada rumput laut ini disebabkan oleh klorofil, karoten, dan biliprotein. Menurut Meeks (1974), klorofil yang terdapat pada alga merah yaitu klorofil-a jumlahnya berkisar 0,3-2,0%.

2.1.1. Kandungan Kimia Gracilaria sp

Kandungan agar-agar pada Gracilaria berbeda-beda menurut jenis dan lokasi pertumbuhannya,

serta tergantung pada umur, bibit, lingkungan metode budidaya, panen, dan cara penanganan primer, sehingga mempunyai tingkat mutu dan harga yang berbeda-beda pula. Umumnya kandungan agar-agar Gracilaria berkisar antara 16-45% (Kadi dan Atmadja, 1988). Komposisi organik dan nilai nutrisi Gracilaria dapat dilihat pada Tabel 1. Gracilaria sebagai salah satu jenis dari kelas alga merah (Rhodophyceae) mengandung beberapa pigmen dalam dinding selnya, yaitu klorofil a, karoten B, phycoerythrin R dan phycocyanin R (Soegiarto et al., 1978).

Tabel 1. Komposisi kimia Gracilariasp

Parameter Jumlah (%)

Gracilaria spa Gracilaria spb

Kadar air 19,01 14,55-24,09

Protein 4,17c 3,05-4,05

Karbohidrat 42,49 -

Lemak 9,54 0,11-0,37

Serat kasar 10,51 -

Abu 14,18 7,64-13,75

Agar-agar - 74,36-97,55

Sumber : aSoegiarto, et al. (1978), bSusanto, et al. (1978), c6,25 x total N

2.2. Agar-Agar

2.2.1. Struktur Agar-agar

Agar-agar merupakan salah satu dari gum polisakarida yang telah lama dikenal dan merupakan koloid hidrofilik yang diekstrak dari alga laut kelas Rhodophyceae (Peterson dan Johnson, 1978). Agar-agar merupakan satu senyawa ester sulfat dari suatu galaktan yang tidak larut dalam air dingin (Putro, 1991). Secara kimia agar-agar tersusun dari 3,6-anhydro-L-galaktosa dan residu D-galaktopiranosa dalam berbagai perbandingan (Furia, 1975).

Struktur agar-agar terdiri atas dua komponen utama, yaitu agarosa dan agaropektin dalam jumlah yang bervariasi (Glicksman, 1983). Unit gula dasar penyusun agar-agar dapat dilihat pada Tabel 2. Agarosa merupakan komponen pembentuk gel yang netral dan tidak mengandung sulfat (Furia, 1975). Agarosa terdiri dari pengulangan unit-unit agarobiosa yang tersusun dari ikatan β 1,4-3,6-anhydro-L-galaktosa dan ikatan α 1,3-D-galaktosa. Agarosa juga mengandung metil-D-galaktosa dalam bentuk 6-O-metil-D-galaktosa dengan jumlah 1-20% atau 4-O-metil-galaktosa, tergantung pada jenis ganggang merah (Peterson dan Johnson, 1978).

(20)

5 persamaan dengan agarosa, tetapi beberapa 3,6-anhidro-L-galaktosa digantikan dengan L-galaktosa-6-sulfat dan beberapa D-galaktosa digantikan oleh asam piruvat asetal sebagai 4,6-O-(L-karboksietilidina)-D-galaktosa. Gambar 1 merupakan gambar dari struktur agar-agar.

Gambar 1. Struktur agar-agar: (a) agarosa, (1-3) d-galaktosa dan (1-4) anhidro-l-galaktosa; (b) “metil agarosa”, (1-3) 6-0-metil-d-galaktosa dan (1-4) anhidro-l-galaktosa; (c) “pyruvated agarose”, (1-3) 4,6-O-(1-karboksietilidina)-d-galaktosa dan (1-4) anhidro-l-galaktosa; (d) galaktan sulfat, (1-3) d-galaktosa dan (1-4) l-galaktosa-6-sulfat (Chapman dan Chapman, 1980)

Agaropektin merupakan suatu polisakarida sulfat yang tersusun dari agarosa dengan variasi ester asam sulfat; asam D-glukoronat dan sejumlah kecil asam piruvat. Kandungan sulfat bervariasi pada setiap jenis rumput laut dan biasanya sekitar 5-10% (Peterson dan Johnson, 1978).

Tabel 2. Unit gula penyusun agar-agar

Agar Unit Gula Penyusun

Agarosa D-galaktosa

L-galaktosa

3,6-anhidrogalaktosa D-xilosa

Agaropektin D-galaktosa

L-galaktosa

3,6-anhidrogalaktosa D-xilosa

Galaktosa sulfat Asam piruvat Sumber : Glicksman (1983)

2.2.2. Pembentukan Gel Agar-agar

(21)

6 gel menjadi bertautan lebih erat pada saat ini menjadi lebih kaku akibat bertambahnya struktur helix

untuk membentuk gabungan yang bertindak sebagai super junction; (C dan D) gel akan membentuk

gabungan yang kontinyu apabila dibiarkan dalam waktu yang agak lama, dan jaringan gel sering mengkerut dengan membebaskan sejumlah air.

Menurut Glicksman (1983), peningkatan kekuatan gel dapat dihubungkan dengan peningkatan kadar agarosa atau penurunan kadar sulfat serta peningkatan kadar 3,6-anhydro-L-galaktosa. Karakteristik pembentukan gel agar-agar disebabkan oleh tiga buah atom H pada residu 3,6-anhidro-L-galaktosa yang memaksa molekul-molekul untuk membentuk struktur ”heliks”. Interaksi antar struktur heliks menyebabkan terbentuknya gel. Penggantian senyawa 3,6-anhydro-galaktosa oleh L-galaktosa sulfat menyebabkan kekacauan dalam struktur heliks dan dalam keadaan seperti ini terbentuk kekuatan gel yang terendah. Kekuatan gel yang lebih tinggi akan diperoleh bila grup sulfat dikonversi menjadi senyawa 3,6-anhidro-L-galaktosa. Perlakuan asam dapat mempercepat konversi senyawa tersebut diatas.

Gambar 2. Pembentukan gel dengan agregasi (penggabungan polisakarida) (Medin, A. S. 1995)

Sifat gel agar-agar dipengaruhi oleh suhu, konsentrasi, pH, kandungan gula, dan ester sulfat (Selby dan Wynne, 1973). Penurunan pH akan menyebabkan kekuatan gel semakin berkurang (Glicksman, 1983). Semakin tinggi kandungan gula akan menyebabkan gel menjadi keras dengan kohesifitas tekstur yang yang lebih rendah (Glicksman, 1983). Peningkatan kandungan sulfat dalam agar-agar akan mengurangi kekuatan gelnya (Chapman dan Chapman, 1980). Gel agar-agar bersifat reversibel terhadap suhu, dimana pada suhu di atas titik leleh fase gel akan berubah menjadi fasa sol dan sebaliknya. Fasa transisi dari gel ke sol atau dari sol ke gel tidak berada pada suhu yang sama. Suhu pembentukan gel (gelling point) berada jauh di bawah suhu saat gel meleleh (melting point). Perbedaan yang jauh anatara suhu leleh dan suhu pembentukan gel disebut dengan gejala histeresis (Rees, 1969; Glicksman, 1983).

Daya gelasi agar-agar juga tergantung pada cara produksi, jenis algae, kandungan sulfat dan perbandingan agarosa terhadap agaropektin. Agar-agar yang berasal dari rumput laut Gracilaria

mempunyai kekuatan gel yang lebih rendah dari Gelidium (Chapman, 1970). Karakteristik gel agar-agar bersifat rigid, rapuh, mudah dibentuk dan memiliki titik leleh tertentu. Kekuatan gel agar-agar-agar-agar sangat tergantung pada perbandingan kandungan agarosa terhadap agaropektin, gel yang terbentuk akan semakin kuat (Winarno, 1990).

2.2.3. Standar Mutu Agar-agar

(22)

7

dideskripsikan dalam ”Food Chemical Codex” (1981) yang meliputi kandungan arsen, kadar abu tidak

larut asam, kadar abu total, gelatin, logam berat, bahan asing tidak larut, timah, susut pengeringan, pati dan penyerapan air. Persyaratan mutu agar di Jepang tersebut dapat dilihat pada Tabel 4.

Agar-agar yang diekspor dari Jepang juga memasukkan parameter lain selain yang dideskripsikan oleh SII dan FCC sebagai penentu mutunya. Parameter tersebut adalah warna, keseragaman, dan kekuatan gel. Standar mutu salah satu tingkat mutu agar-agar ekspor Jepang disajikan pada Tabel 4.

Tabel 3. Standar mutu agar-agar

Spesifikasi Persyaratan

SII(a) FCC(b) SNI(c)

Kadar air maks. (%) 15 – 21 - 17

Kadar abu maks. (%) 4 6,5 -

Abu tak larut asam maks. (%) - 0,3 0,5

Gelatin - Negatif -

Pati - Negatif -

Karbohidrat (galaktosa) (%) 30 - -

Logam berat maks. (ppm) Negatif 10 -

Arsen maks. (ppm) Negatif 3 -

Bahan asing tidak larut maks. (%) - 1 -

Timah maks. (ppm) - 10 -

Cemaran logam Cu maks. (mg/kg) - - 30

Cemaran logam Zn maks. (mg/kg) 40

Cemaran logam Sn maks. (mg/kg) 40

Susut pengeringan maks. (%) - 20 -

Penyerapan air - Negatif Min. 5 kali

berat agar

Zat warna tambahan Yang diizinkan untuk

makanan dan minuman - -

Sumber : (a) Departemen Perindustrian (1978) (b) Food Chemical Codex III (1981)

(c) Standar Nasional Indonesia No. 01-2802-1995 untuk tepung agar

Tabel 4. Standar mutu salah satu jenis agar-agar di Jepang

Spesifikasi Tingkat mutu

Superior No.1 No.2 No.3

Warna Putih Putih kekuningan Putih kekuningan Kuning cokelat

Keseragaman Seragam mutu

dan ukuran

Seragam mutu

dan ukuran Kurang seragam Tidak seragam

Kekuatan gel

(g/cm2) >600 >350 >250 >150

Kadar air (%) < 22 < 22 < 22 < 22

Protein (%) < 0.5 < 1.5 < 2.0 < 3.0

Abu (%) < 4.0 < 4.0 < 4.0 < 4.0

Bahan tidak meleleh

pada air mendidih < 0.5 < 2.0 < 3.0 < 4.0

(23)

8

2.3. Proses Pembuatan Agar

-

Agar

Pengolahan rumput laut menjadi agar-agar umumnya melalui beberapa tahapan yaitu pembersihan dan pencucian, perendaman dan pemucatan, pra-perlakuan asam, perebusan atau ekstraksi, penyaringan, penjedalan, dan pendinginan (Indriany, 2000).

2.3.1. Pembersihan dan Pencucian

Rumput laut dibersihkan dan dicuci untuk menghilangkan batu-batuan, kerikil, lumpur, kerang dan benda-benda asing lainnya. Setelah dicuci, rumput laut harus segera dikeringkan, sehingga kandungan airnya mencapai 20%. Hal ini penting untuk mencegah terjadinya proses fermentasi yang dapat menurunkan mutu dan kandungan koloidnya. Pengeringan dapat dilakukan dengan sinar matahari. Penjemuran ini juga dimaksudkan untuk menghilangkan warna dari rumput laut (Putro, 1991).

2.3.2. Perendaman dan Pemucatan

Perendaman dimaksudkan untuk melanjutkan pembersihan rumput laut dari kotoran-kotoran yang mungkin masih melekat. Perlakuan ini juga bertujuan untuk melunakkan jaringan rumput laut agar memudahkan ekstraksinya. Pada perendaman ini dapat dilakukan sekaligus dengan proses pemucatan (Indriany, 2000).

Pada proses pemucatan, rumput laut direndam dalam larutan pemucat selama beberapa waktu disertai proses pengadukan (Indriany, 2000). Larutan pemucat yang umum digunakan adalah larutan kalsium hipoklorit (CaOCl3) 1% dengan lama perendaman 30 menit (Amnidar, 1989), larutan kapur tohor (CaO) 0,5% selama 5-10 menit (Nasran, 1993), dan NaOCl 1% selama 30 menit ( Kosasih dan Suprijatna, 1967). Larutan pemucat yang digunakan pada penelitian ini adalah larutan kapur tohor (CaO) 0,5% selama 5-10 menit. Berdasarkan percobaan yang dilakukan oleh Nasran et al., (1991), Asmarita (2000), dan Indriany (2000), larutan tersebut memberikan hasil pemucatan yang baik terhadap bahan baku. Untuk menghilangkan bau bahan pemucat yang digunakan, rumput laut dicuci sambil diremas-remas dan dibilas dengan air bersih.

2.3.3. Praperlakuan Ekstraksi

Praperlakuan sebelum ekstraksi yaitu proses perendaman rumput laut yang dilakukan sebelum ekstraksi untuk mempermudah proses ekstraksi, serta untuk meningkatkan mutu rendemen produk agar-agar yang dihasilkan. Praperlakuan dapat dilakukan dengan menggunakan larutan alkali atau asam (Irawati, 1994).

Proses perendaman dengan asam ini bertujuan untuk memecah dinding sel, sehingga agar-agar mudah diekstrak. Selain itu larutan asam tersebut diharapkan dapat menghancurkan dan melarutkan kotoran sehingga rumput laut lebih bersih. Larutan asam yang dapat digunakan pada perlakuan asam selain asam sulfat dapat juga digunakan asam asetat, asam sitrat, buah asam, dan daun asam (Winarno, 1990). Pada penelitian yang telah dilakukan Armeidy (1992) dengan menggunakan CH3COOH 1% pada ekstraksi agar-agar rumput laut jenis Gracilaria verrucosa sebagai perlakuan asam telah terbukti dapat meningkatkan rendemen dan kekuatan gel agar-agar yang dihasilkan. Demikian pula percobaan yang dilakukan Priatama (1989), mendapatkan nilai kekuatan gel yang tertinggi pada Gracilaria sp dengan menggunakan CH3COOH 3% pada praperlakuan asam. Secara umum praperlakuan asam dapat memperpendek waktu ekstraksi serta meningkatkan rendemen dan kekuatan gel agar-agar yang dihasilkan (Priatama, 1989).

(24)

9 menjadi 110 g/cm2 (Whyte dan Englar, 1980 dalam Amnidar, 1989) sedangkan menurut Cho et al

(1975), praperlakuan dengan asam terhadap Gracilaria sp ternyata dapat menurunkan kandungan abu,

total sulfur dan nitrogen serta dapat meningkatkan kekuatan gel agar-agar.

2.3.4. Ekstraksi

Ekstraksi agar-agar dari rumput laut dilakukan dengan air panas pada suhu didih, hal ini didasarkan pada sifat kelarutan agar-agar, yaitu larut hanya dalam air panas dan tidak larut dalam air dingin (Furia, 1980). Semua proses ekstraksi agar-agar dalam dunia perdagangan (secara komersial) umumnya menggunakan air panas dengan suhu (90-150) oC, yang kemudian diikuti dengan proses filtrasi dan pembekuan. (Wheaton dan Lawson, 1985).

Dalam proses ekstraksi diperlukan suasana sedikit asam, yang bertujuan untuk mengontrol pH karena pH dapat mempengaruhi kualitas agar-agar yang dihasilkan. Keasaman (pH) larutan ekstraksi harus diatur kurang lebih 6.5 dengan penambahan sedikit asam (Chapman, 1970).

Proses ekstraksi dapat pula dilakukan pada pH netral atau tanpa penambahan asam, karena diduga pada pH netral ini proses ekstraksi akan lebih mudah dan dapat dilakukan pada pH kurang lebih 7, suhu 100oC, selama 1-4 jam. Ekstraksi pada pH netral ini dilakukan hanya untuk rumput laut yang telah mengalami proses praperlakuan asam (Matsuhashi, 1977).

Produksi agar-agar dari rumput laut selain dipengaruhi oleh musim, juga dipengaruhi oleh lama waktu perebusan (waktu ekstraksi) (Chapman, 1970). Waktu pendidihan yang terlalu lama dapat mengakibatkan degradasi hidrolitik yang berlebihan, meskipun pada proses normal degradasi hidrolitik tidak dapat dihindari seluruhnya (Matsuhashi, 1977 dalam Priatama, 1989).

Pemasakan rumput laut dilakukan dalam suatu bejana dengan meggunakan air bersih (Winarno, 1990). Banyaknya air yang digunakan sebagai pengekstrak dalam proses pemasakan agar-agar bervariasi menurut beberapa versi, tergantung jumlah dan jenis bahan baku rumput laut yang digunakan. Rumput laut jenis keras, seperi Gelidium sp membutuhkan air pengekstraksi yang relatif banyak dibandingkan rumput laut lunak seperti Gracilaria sp, sebab untuk memecah dinding sel rumput laut yang keras dibutuhkan luas permukaaan kontak antara dinding sel dengan air pengekstrak yang besar (Sukamulyo, 1989). Kisaran jumlah air untuk ekstraksi dapat bervariasi antara tujuh kali berat rumput laut sampai dengan 15 atau 20 kali berat rumput laut kering (Matsuhashi, 1977 dalam Priatama, 1989). Sedangkan menurut Winarno (1990), pemasakan rumput laut menggunakan air sebanyak 40 kali berat rumput laut kering. Lama ekstraksi umumnya berlangsung selama 45 menit (Winarno, 1990), kadang-kadang sampai 2-4 jam tergantung teknik pengadukannya. Nasran (1993) melakukan ekstraksi terhadap rumput laut Gracilaria sp selama 1,5-2 jam, sedang Mokolensang et al., (1997) melakukan ekstraksi rumput laut jenis Gracilaria sp selama satu jam.

Setelah proses ekstraksi selesai, larutan agar-agar langsung disaring (filtrasi) dalam keadaan panas. Untuk memperoleh hasil ekstraksi yang tinggi maka pada waktu penyaringan dapat dilakukan pemerasan atau pengepresan (Chapman, 1970). Filtrat agar hasil penyaringan kemudian ditampung di tempat penampungan, sedangkan ampasnya masih dapat diekstraksi kembali satu atau dua kali. Gel

yang terbentuk kemudian dibekukan, dan dicairkan (thawing). Air yang mencair akan membawa serta

kotoran yang menyebabkan kekeruhan (Kosasih dan Suprijatna, 1967).

2.3.5. Pengeringan

(25)

10 Matsuhashi, 1977). Pengeringan lebih baik dilakukan dengan menggunakan oven sehingga mempercepat proses pengeringan dan menurunkan kadar air yang terkandung didalamnya (Kosasih dna Suprijatna, 1967).

2.4. Optimasi

Response Surface Method

(RSM)

Optimasi adalah bagian dan kegiatan penelitian dan pengembangan proses maupun produk, baik yang telah ada maupun penemuan baru dengan memanfaatkan fasilitas yang ada untuk menghasilkan produk maupun proses dengan biaya minimal. Dalam penerapan teknik optimasi banyak hal yang perlu diperhatikan seperti ukuran masalah, tujuan, biaya, waktu, kriteria (maksimum atau minimum), dan penetapan peubah (bebas atau tidak bebas). Dalam penelitian yang menggunakan teknik optimasi, peubah tidak bebas (respon) dan peubah bebas (faktor) keduanya merupakan hal-hal yang mempengaruhi proses.

Tujuan dan pengembangan produk adalah optimasi seluruh aspek dari produk. Salah satu cara untuk menentukan apakah suatu produk optimum atau belum, yaitu dengan menggunakan evaluasi sensori, diantaranya dengan menggunakan teknik optimasi response surface methodology (RSM). RSM merupakan salah satu metode perancangan yang digunakan untuk mengetahui kondisi optimal. Metode ini menggabungkan teknik matematika dengan teknik statistika yang digunakan untuk membuat serta menganalisa suatu respon Y yang dipengaruhi oleh beberapa variabel bebas atau faktor X guna mengoptimumkan respon tersebut (Rahardjo dan Iman, 2002).

Persamaan-persamaan dapat ditampilkan secara grafis sebagai respon permukaan yang dapat digunakan dalam tiga cara, yaitu: 1) untuk menggambarkan bagaimana faktor dapat mempengaruhi respon; 2) untuk menentukan hubungan interrelasi antar faktor; dan 3) untuk menggambarkan efek gabungan dan respon seluruh faktor (Giovanni, 1983). RSM juga merupakan metode yang mengeksplorasi hubungan dan masing-masing unsur dalam penelitian misalnya hubungan suatu hasil penelitian dengan sejumlah peubah yang diduga dapat mempengaruhi hasil tersebut. Teknik optimasi RSM bekerja didasarkan pada proses atau siklus: pengetahuan-gagasan-analisis desain dan percobaan secara berulang. Jadi RSM merupakan teknik optimasi yang sangat berguna untuk investigasi proses yang kompleks (Giovanni, 1983).

Adapun kegunaan dari teknik optimasi RSM ini adalah:

1. Dapat menentukan kombinasi optimum dan faktor (peubah bebas) yang akan menghasilkan respon (peubah tidak bebas) yang diinginkan dan dapat menggambarkan bahwa respon mendekati optimum.

2. Dapat menentukan bagaimana suatu pengukuran respon tertentu dipengaruhi oleh perubahan faktor-faktor pada taraf tertentu.

3. Dapat menentukan taraf faktor yang akan menghasilkan sekumpulan spesifikasi yang diinginkan secara simultan.

Dari beberapa kegunaan RSM diatas, terlihat bahwa tujuan dan teknik optimasi RSM adalah untuk mendapatkan pemahaman yang terbaik dan sistem secara keseluruhan diluar tersedianya sumberdaya percobaan.

Hubungan antara respon Y dan variabel bebas dapat dirumuskan sebagai berikut:

Y = f ( X1,X2,X3,...,Xk ) + ε

dimana:

Y = variabel respon

(26)

11 Hubungan antara Y dan Xi dapat dicari menggunakan first order models dan second order models, dimana first order models digunakan untuk mencari daerah optimum dan second order models digunakan untuk mencari titik optimum. Hubungan antara Y dan Xi untuk model orde pertama ditunjukkan dalam persamaan

Y = β0 + β1 x1 + β2 x2 +...+ βk xk + ε

Sementara, untuk model orde kedua dapat ditulis sebagai berikut:



        j i j i ij k i ii k i i

iX X X X

Y    i  

1 2 1

0

Bentuk hubungan antara respon dengan perlakuan pada model orde kedua adalah kuadrat , setelah bentuk hubungan yang paling fit diperoleh, langkah selanjutnya adalah mengoptimasi hubungan tersebut. Secara garis besar langkah-langkah dalam menganalisa reponse surface yaitu: merancang percobaan, membuat model dan melakukan optimasi.

Untuk response surface yang berorde dua, rancangan percobaanya menggunakan central

composite design (CCD) atau box-behnken design yang memerlukan jumlah unit percobaan lebih banyak.

2.4.1. Central Composite Design

Central Composite Design (CCD) adalah sebuah rancangan percobaan yang terdiri dari rancangan 2k faktorial dengan ditambahkan beberapa center runs dan axial run (star runs) (Vardeman,

1998). CDC untuk k=2 dan k=3 secara visual ditunjukkan oleh Gambar 3.

Gambar 3. Central composite design (CCD)

Elemen dari CCD adalah:

1. Rancangan 2k faktorial (Runs/Cube point) = nf , dimana k adalah banyaknya faktor, yaitu percobaan pada titik (±1, ±1...., ±1)

2. Center Runs (nc), yaitu percobaan pada titik pusat (0,0,...,0)

3. Star runs/Axial runs, yaitu percobaan pada titik-titik (α,0...,0), (-α,0...,0), (0,α,...,0),

(27)

12 Titik-titik pada rancangan 2k faktorial digunakan untuk membentuk model orde satu. Sedang penambahan center runs dan axial runs digunakan untuk membentuk orde dua.

Pada central composite design (CCD), agar kualitas dari prediksi menjadi lebih baik, maka rancangannya selain memiliki sifat ortogonal juga harus rotatable. Suatu rancangan dikatakan

(28)

13

III. METODOLOGI

3.1. Bahan dan Alat

Bahan baku yang digunakan pada penelitian ini adalah rumput laut jenis Gracilaria verrucosa

hasil budidaya di Desa Langensari, Subang. Bahan kimia yang digunakan berupa asam asetat teknis (CH3COOH) dengan konsentrasi 0,5%, 1%, dan 1,5%, CaO 0,5%, natrium bisulfit, dan aquades. Peralatan yang digunakan dalam penelitian antara lain baskom, pengaduk, gelas piala 2L, panci

stainless steel, termometer, pipet volumetrik, kompor, hydraulic press, kain penyaring, disk mill, dan

freezer. Peralatan lainnya yang digunakan untuk analisa kandungan kimia bahan baku adalah cawan porselin, oven, tanur serta alat-alat gelas seperti erlenmeyer, gelas piala, labu takar, gelas ukur, pipet, dan buret. Dan alat-alat yang digunakan untuk analisa tepung agar diantaranya adalah pH meter, timbangan, termometer, texture analyzer model TA-XT2i, dan penangas air. Beberapa alat dapat dilihat pada Gambar 4

Gambar 4. Alat texture analyzer model TA-XT2i dan hydraulic press (atas) dan alat disk mill (bawah)

3.2. Metode Penelitian

(29)

14 dan mutu tepung agar, dan (4) Validasi kondisi optimum. Diagram alir tahapan penelitian dapat dilihat pada Gambar 5.

Gambar 5. Diagram alir tahapan penelitian

3.2.1. Penelitian Pendahuluan

Penelitian pendahuluan bertujuan untuk menganalisis komposisi kimia bahan baku, serta mencari konsentrasi natrium bisulfit yang tepat untuk digunakan dalam penelitian utama. Analisis proksimat dari bahan baku meliputi analisa kadar air, kadar abu, kadar protein, kadar lemak, kadar karbohidrat by differences, dan kadar serat kasar. Prosedur analisis proksimat ini disajikan pada Lampiran 1.

Bahan pemucat yang digunakan adalah natrium bisulfit (NaHSO3) dengan tingkat konsentrasi

0,01 %; 0,02 %; 0,03 %; 0,04 %; 0,05 % dan tanpa penambahan natrium bisulfit (kontrol). Pemucatan dilakukan setelah ekstraksi rumput laut dan pengamatan dilakukan secara visual terhadap warna agar setelah dilakukan pengeringan. Selain itu diukur pula kadar air, kadar abu, pH, dan kekuatan gel dari agar untuk membandingkan dengan mutu dari standar yang sudah ditetapkan untuk agar-agar. Bobot tiap sampel sebesar 100 gram rumput laut kering dengan konsentrasi CH3COOH 1% dan lama

perendaman satu jam. Suhu dan waktu yang digunakan saat ekstraksi rumput laut adalah 90oC dan 30

menit. Pemilihan suhu dan waktu ekstraksi pada penelitian pendahuluan berdasarkan titik pusat untuk penelitian utama.

3.2.2. Rancangan Kombinasi Faktor dan Respon

Tahapan berikutnya yang dilakukan adalah penentuan rancangan kombinasi dari faktor-faktor terpilih dan menentukan respon yang akan dianalisis. Penentuan dari nilai variabel-variabel yang diteliti adalah faktor yang diduga berpengaruh terhadap rendemen dan kekuatan gel dari agar-agar.

Faktor-faktor tersebut diantaranya yaitu pengaruh penambahan konsentrasi CH3COOH, suhu

ekstraksi, dan waktu perendaman asam asetat, sedangkan untuk variabel respon yang akan dianalisis adalah rendemen, kekuatan gel, kadar air dan kadar abu.

Hubungan antara kode taraf dan nilai taraf dari faktor dapat dilihat pada Tabel 5. Sedangkan untuk rancangan kombinasi dari faktor-faktor disajikan pada Tabel 6. Rancangan pada percobaan orde kedua ini terdiri dari faktorial 23 ditambah dengan 6 center point dan 6 axial point, sehingga total pengamatan yang dilakukan berjumlah 20 pengamatan, dengan nilai α = 1,682.

Mulai

Penelitian Pendahuluan

Rancangan Kombinasi dan Respon

Analisis Kombinasi Faktor dan Optimasi Respon Permukaan

Validasi Kondisi Optimum

(30)

15 Pada penerapannya proses ekstraksi rumput laut dilakukan mengikuti rancangan dari kombinasi variabel yang didapatkan dari rancangan faktorial. Program yang digunakan untuk mendapatkan kombinasi dari hubungan variabel dengan taraf adalah program Design Expert 7.0.0 (DX 7.0.0). Tahapan proses ekstraksi rumput laut disajikan pada skema proses pengolahan agar-agar yang disajikan pada Lampiran 2. Metode ekstraksi yang digunakan pada penelitian merupakan modifikasi dari metode Armeidy (1992) dan Istini et al. (1986).

Tabel 5. Taraf dari beberapa faktor

Faktor Kode Taraf

-1,682 -1 0 1 1,682

Konsentrasi asam asetat (%) X1 0,16 0,5 1 1,5 1,84

Waktu perendaman (jam) X2 0,16 0,5 1 1,5 1,84

[image:30.595.130.474.300.610.2]

Suhu ekstraksi (oC) X3 81,59 85 90 95 98,41

Tabel 6. Rancangan percobaan pada optimasi rendemen dan mutu agar-agar Run X1 (%) X2 (jam) X3 (oC) Y

1 -1 -1 -1 Y1

2 1 -1 -1 Y2

3 -1 1 -1 Y3

4 1 1 -1 Y4

5 -1 -1 1 Y5

6 1 -1 1 Y6

7 -1 1 1 Y7

8 1 1 1 Y8

9 -1,682 0 0 Y9

10 1,682 0 0 Y10

11 0 -1,682 0 Y11

12 0 1,682 0 Y12

13 0 0 -1,682 Y13

14 0 0 1,682 Y14

15 0 0 0 Y15

16 0 0 0 Y16

17 0 0 0 Y17

18 0 0 0 Y18

19 0 0 0 Y19

20 0 0 0 Y20

3.2.3. Analisis Kombinasi Faktor dan Optimasi Respon Permukaan

Pengolahan data dilakukan dengan Design-Expert DX 7 prosedurnya adalah sebagai berikut:

1. Data yang dimasukkan pada rancangan komposit terpusat (CCD) yaitu 3 faktor diantaranya adalah faktor konsentrasi asam asetat (X1), faktor waktu perendaman (X2), dan suhu ekstraksi (X3) pengulangan pada data adalah 6 pengulangan pada titik tengah, respon pada rancangan komposit terpusat terdiri dari 4 respon, yaitu adalah respon rendemen, kekuatan gel, kadar air dan kadar abu.

(31)

16

3. Selanjutnya dilakukan analisis sidik ragam (ANOVA) dengan model yang sudah terpilih. Model

berpengaruh nyata jika nilai p-value kurang dari 0,05 (peluang kesalahan kurang dari 5%), sedangkan model bersifat tidak berpengaruh nyata jika nilainya lebih dari 0,1 (peluang kesalahan lebih dari 10%). Selain model, dianalisis juga nilai p-value“Prob > F” pada lack of fit

4. Kemudian dilakukan analisis pada R2 untuk mengetahui kuadrat korelasi antara variabel yang digunakan sebagai predictor (X) dan variabel yang memberikan response (Y), R2 > 0,8 menunjukan varian model bagus.

5. Setelah didapatkan model yang dianggap paling sesuai akan ditampilkan di dalam sebuah contour plot (grafik dua dimensi) atau grafik tiga dimensi.

6. Langkah berikutnya pengoptimalan ditentukan kriteria yang meliputi variabel dan setiap respon

yang mempengaruhi. Pada tahap ini ditentukan goal yang ingin dicapai, batasan dari goal, dan bobot kepentingan.

7. Langkah terakhir adalah program Design-Expert 7 akan menampilkan beberapa solusi optimal dengan nilai desirability yang berbeda. Solusi optimal yang memiliki nilai desirability mendekati 1 cenderung dipilih sebagai solusi terbaik.

3.2.4. Validasi Kondisi Optimum

Tahap terakhir adalah validasi kondisi optimal pada respon rendemen, kekuatan gel, kadar air dan kadar abu yang telah diprediksi oleh program Design Expert 7.0.0. Tahap validasi bertujuan untuk membuktikan nilai respon dari solusi kombinasi faktor yang direkomendasikan. Setelah dilakukannya tahap pengujian (validasi), hasil nilai respon aktual yang didapatkan pada tahap tersebut kemudian dibandingkan dengan nilai respon prediksi yang dihasilkan oleh program Design Expert 7.0.0.

3.3. Prosedur Penelitian

Bahan baku rumput laut dikarakterisasi komposisi kimianya seperti kadar air, kadar abu, kadar protein, kadar lemak, kadar serat kasar dan kadar karbohidrat by difference. Tahapan penelitian selanjutnya adalah ekstraksi rumput laut hingga diperoleh filtrat agar-agar. Rumput laut Gracilaria verrucosa terlebih dahulu disortasi, setelah itu rumput laut terpilih ditimbang sebanyak 100 gram. Selanjutnya dilakukan proses pencucian dengan air mengalir sampai rumput laut bebas dari kotoran dan kerang-kerang. Kemudian rumput laut direndam dengan larutan CaO 0,5% selama lima menit, setelah itu kembali dicuci dengan air mengalir, dan dilanjutkan dengan proses perendaman dengan

larutan asam asetat (CH3COOH) dengan tiga perlakuan konsentrasi, sedangkan untuk waktu

perendaman disesuaikan dengan tiga perlakuan waktu. Setelah proses perendaman dengan larutan asam, selanjutnya dilakukan proses pencucian dengan air mengalir hingga pH netral. Rumput laut yang sudah netral selanjutnya diekstrak dengan menggunakan air destilata. Perbandingan rumput laut dengan air destilata adalah 1:20. Ekstraksi dilakukan pada suhu 85-95oC selama 45 menit. Proses

penyaringan dilakukan dengan menggunakan alat pompa hidrolik (hydraulic press) tanpa

menggunakan panas. Filtrat yang diperoleh selanjutnya dipucatkan dengan menggunakan natrium bisulfit yang berkisar antara 0,1- 0,5 % dan kemudian dilakukan gelifikasi sampai menjadi agar-agar. Setelah itu dilakukan pembekuan pada suhu -20 oC selama 24 jam. Setelah 24 jam, agar-agar yang sudah menjadi es didiamkan pada suhu ruang sampai semua es mencair. Agar beku yang telah

mencair kemudian dikeringkan dalam oven bersuhu 50 oC selama kurang lebih 24 jam. Lembaran agar

(32)

17

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Penelitian Pendahuluan

4.1.1. Analisa Komposisi Kimia Rumput Laut Gracilaria verrucosa

Analisa komposisi kimia rumput laut bertujuan untuk mengetahui kondisi awal dari rumput

laut jenis Gracilaria verrucosa yang dibudidayakan di Desa Langensari, Subang, Jawa Barat dengan

salinitas air 6 ppm dan umur rumput laut 1,5 bulan. Analisa komposisi kimia yang dilakukan terhadap bahan baku meliputi analisa kadar air, kadar abu, kadar protein, kadar lemak, kadar serat kasar dan kadar karbohidrat by difference. Hasil analisa komposisi kimia dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7.Hasil analisa komposisi rumput laut Gracilaria verrucosa

Komponen Jumlah

Kadar Air (% bb) 10,75

Kadar Protein (% bb) 9,63

Kadar Karbohidrat by difference (% bb) 58,46

Kadar Lemak (% bb) 0,40

Kadar Serat Kasar (% bb) 8,28

Kadar Abu (% bb) 12,48

Terdapat perbedaan antara hasil analisa komposisi kimia yang dilakukan dengan hasil analisa komposisi kimia pada rumput laut Gracilaria sp yang dilakukan oleh Soegiarto (1978) yang disajikan pada Tabel 1. Kadar air rumput laut Gracilaria verrucosa hasil budidaya Subang ini memiliki tingkat kekeringan yang cukup tinggi dibandingkan dengan literatur. Tingginya kadar air juga dapat menentukan mutu dari agar-agar yang nantinya dihasilkan, karena dengan kandungan air yang tinggi kapang dapat tumbuh apabila rumput laut tersebut disimpan dalam jangka waktu tertentu.

Kadar abu berasal dari garam-garam air laut yang berdifusi ke dalam jaringan rumput laut. Kadar abu yang tinggi pada hasil analisa dapat disebabkan oleh faktor lingkungan, salah satunya adalah musim dan kadar garam. Tingginya kadar abu hasil analisis sebesar 12,48%, disebabkan oleh besarnya penguapan, pergerakan air laut dan sirkulasi air tawar di perairan tersebut. Rumput laut yang dianalisis saat itu diambil pada musim kemarau dimana penguapan air laut sangat tinggi menyebabkan kadar garam juga meningkat.

Menurut Kadi dan Atmadja (1988) kualitas rumput laut dipengaruhi cahaya, suhu, pH, dan unsur hara. Cahaya, suhu, pH, dan unsur hara akan berpengaruh terhadap fotosintesa. Fotosintesa merupakan proses perubahan zat anorganik menjadi zat organik, sehingga secara tidak langsung akan menentukan kandungan protein, lemak, serat kasar, dan karbohidrat rumput laut. Komponen dari karbohidrat pada rumput laut juga memiliki kadar yang cukup tinggi, karena karbohidrat sebagian besar terdiri dari agar-agar dan serat kasar yang merupakan selulosa. Rumput laut merupakan tanaman primitif yang mengandung selulosa sebagai jaringan pendukung. Karbohidrat yang terkandung pada bahan baku salah satu unit polisakarida penyusun agar-agar sebagai senyawa utama yang dimanfaatkan pada penelitian ini.

4.1.2. Penentuan Konsentrasi Bahan Pemucat

(33)

18 produk agar-agar yang dihasilkan berwarna putih kekuningan sesuai dengan standar mutu No.1 untuk agar-agar ekspor. Proses pemucatan secara kimia pada prinsipnya adalah oksidasi atau reduksi ikatan rangkap pada senyawa pembentuk warna sehingga dihasilkan produk yang berwarna lebih cerah atau tidak berwarna.

Pemilihan natrium bisulfit didasarkan pada hasil pengamatan produk agar-agar yang sudah ditambahkan natrium bisulfit dengan konsentrasi yang berbeda-beda yaitu 0,01%; 0,02%; 0,03%, dan 0,05%. Menurut Djufri et al., (1976) beberapa bahan pemucat yang bersifat oksidator adalah kaporit, natrium hipoklorit dan hidrogen peroksida. Bahan pemucat yang bersifat reduktor adalah sulfur dioksida dan natrium bisulfit. Proses pemucatan secara kimia pada prinsipnya adalah oksidasi atau reduksi ikatan rangkap pada senyawa pembentuk warna sehingga dihasilkan produk yang berwarna lebih cerah atau tidak berwarna. Oksigen akan mengoksidasi klorofil-a menjadi substansi yang tidak berwarna sehingga terjadi pelepasan ion magnesium klorofil dan menghasilkan feofitin yang mempunyai warna kecoklatan. Selanjutnya gas oksigen akan mengoksidasi feofitin menjadi klorin dan purpurin. Pemotongan dapat berlangsung secara cepat yang menghasilkan sejumlah besar kehilangan warna dan senyawa yang mempunyai berat molekul rendah. Sejalan dengan penurunan jumlah klorofil, kandungan karotenpun akan menurun. Goodwin (1974) mengungkapkan bahwa pada rumput laut kelas Rhodophyceae memiliki pigmen merah disebabkan oleh adanya senyawa biliprotein dalam bentuk fikosianin dan fikoeritrin. Selanjutnya Kadi dan Atmadja (1988) mengemukakan bahwa warna pada rumput laut ini disebabkan oleh klorofil, karoten, dan biliprotein. Menurut Meeks (1974), klorofil yang terdapat pada alga merah yaitu klorofil-a jumlahnya berkisar 0,3-2,0%. Dari hasil

penelitian Brown dan McLachlan (1982) diketahui bahwa jenis karoten yang terdapat pada Gracilaria

sp. Adalah β-karoten, anterasantin, violasantin, kryptosantin dan zeasantin dengan total 0,021 - 0,030% berat kering.

Menurut Suryowidodo (1990) larutan pemucat yang biasa digunakan adalah natrium bisulfit, dengan konsentrasi 0,04 – 0,06 % dari jumlah air pengekstrak. Pada penelitian pendahuluan digunakan natrium bisulfit sebesar 0,01%; 0,02%; 0,03%; dan 0,05%. Hal tersebut dikarenakan untuk menghindari semakin tingginya mineral yang terkandung pada tepung agar, sehingga tingkat kemurnian produk tersebut tetap sesuai dengan standar. Tingkat kemurnian dipengaruhi oleh komposisi dan kandungan mineral. Hasil dari analisa pemilihan konsentrasi natrium bisulfit dapat dilihat pada Tabel 8.

Tabel 8. Hasil analisa pemilihan konsentrasi natrium bisulfit

Konsentrasi pH agar pH

t.agar Kadar Air Kadar Abu

Kekuatan

Gel Rendemen

Na-bisulfit 0,01% 4,72 4,27 14,60 4,80 51,50 13,66

Na-bisulfit 0,02% 4,57 4,16 12,06 5,10 170,60 14,96

Na-bisulfit 0,03% 4,34 4,00 11,33 6,50 54,40 14,54

Na-bisulfit 0,05% 4,27 3,91 10,54 7,85 17,10 13,68

(34)
[image:34.595.164.478.123.284.2]

19 tersebut dapat mempengaruhi tingkat kekuatan gel dari agar. Menurut Glicksman (1983), penurunan pH akan menyebabkan kekuatan gel semakin berkurang.

Gambar 6. Pengaruh konsentrasi natrium bisulfit terhadap rendemen tepung agar

Gambar 7. Pengaruh konsentrasi natrium bisulfit terhadap kekuatan gel tepung agar

Selanjutnya yang dilihat adalah pengamatan terhadap warna secara visual dari agar-agar dapat dilihat pada Gambar 8 terlihat tidak berbeda antar keempatnya, walaupun agar yang memiliki konsentrasi natrium bisulfit 0,03% terlihat lebih jernih dibandingkan dengan yang lain. Karena agar yang mengandung konsentrasi natrium bisulfit 0,03% memiliki kekuatan gel yang rendah, maka konsentrasi terpilih tetap 0,02%.

Gambar 8. Agar dengan kandungan natrium bisulfit 0.01%, 0.02%, 0.03%, 0.05% (dari kiri ke kanan) Na-bisulfit 0.01%; 13,66 Na-bisulfit 0.02%; 14,96 Na-bisulfit 0.03%; 14,54 Na-bisulfit 0.05%; 13,68 13,4 13,6 13,8 14 14,2 14,4 14,6 14,8 15 15,2

0 1 2 3 4 5

Rendem

en

(%)

Konsentrasi Natrium Bisulfit (%)

Rendemen Na-bisulfit 0.01%; 51,5 Na-bisulfit 0.02%; 170,6 Na-bisulfit 0.03%; 54,4 Na-bisulfit 0.05%; 17,1 0 20 40 60 80 100 120 140 160 180

0 1 2 3 4 5

K ek ua ta n G el (g f)

Konsentrasi Natrium Bisulfit (%)

[image:34.595.166.471.331.495.2]
(35)

20

4.2. Rancangan Kombinasi Faktor dan Respon

Sebelum merancang kombinasi dari variabel, titik pusat ditentukan dari penelitian sebelumnya yang dilakukan Armeidy tahun 1992. Pada penelitian tersebut, rendemen dan kekuatan gel tertinggi terdapat pada penggunaan asam asetat dengan konsentrasi 1%. Hasil penelitian inilah yang menjadi dasar untuk menentukan titik pusat pada penelitian kali ini. Grafik rendemen dan kekuatan gel dari hasil penelitian Armeidy (1992) pada penggunaan asam asetat dengan konsentrasi 1% disajikan pada Gambar 9 dan 10. Penentuan titik pusat pada waktu perendaman juga sama didapatkan dari penelitian Armeidy (1992), sehingga titik pusat untuk waktu perendaman yang dipakai adalah 1 jam. Grafik dari penggunaan waktu perendaman 1 jam yang menghasilkan rendemen tertinggi dapat dilihat pada Gambar 11.

[image:35.595.112.502.41.745.2]

Gambar 9. Pengaruh konsentrasi asam asetat 1% terhadap rendemen menghasilkan nilai rendemen tertinggi (Armeidy, 1992)

Gambar 10. Pengaruh konsentrasi asam asetat 1% terhadap kekuatan gel menghasilkan nilai kekuatan gel tertinggi (Armeidy, 1992)

0.5; 27,22 1; 34,84 1.5; 30,42 0 5 10 15 20 25 30 35 40

0 1 2 3 4

Rendem

en

(%)

Konsentrasi as.asetat (%)

Rendemen 0.5; 361,64 1; 454,64 1.5; 309,57 0 50 100 150 200 250 300 350 400 450 500

0 1 2 3 4

K ek ua ta n G el (g f)

Konsentrasi as.asetat (%)

(36)
[image:36.595.168.463.88.255.2]

21 Gambar 11. Rendemen tertinggi pada waktu perendaman asam asetat 1 jam

Begitu juga dengan pemilihan titik pusat pada suhu ekstraksi yang digunakan, titik pusat ditentukan dari penelitian-penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Pelegrin (1997). Pada penelitian Pelegrin menghasilkan kekuatan gel yang cukup tinggi pada suhu ekstraksi 90oC, grafik disajikan pada Gambar 12. Menurut Pelegrin (1997), perbedaan konsentrasi dan suhu sangat kuat pengaruhnya

pada karakteristik agar dari Gracilaria. Berdasarkan Armisen (1987), untuk menghasilkan agar yang

memadai untuk keperluan industri, indutri agar di Jepang menggunakan suhu 90 oC untuk ekstraksi

Gracilaria.

Gambar 12. Kekuatan gel tertinggi pada suhu ekstraksi 90oC

Setelah menentukan titik pusat, langkah berikutnya adalah menetukan taraf rendah (-1) dan

taraf tinggi (1). Pengkodean variabel dihitung dengan menggunakan persamaan–persamaan:

1 jam; 33,34

2 jam; 29,97

3 jam; 29,18 28,5 29 29,5 30 30,5 31 31,5 32 32,5 33 33,5 34

0 1 2 3 4

Rendem

en

(%)

Waktu Perendaman (jam)

Rendemen 0 100 200 300 400 500 600 700 800

75 80 85 90 95

K ek ua ta n G el (g f)

Suhu Ekstraksi (oC)

(37)

22

Rancangan RSM yang digunakan pada program Design Expert V.7 (dx7) adalah Central Composite

Design (CCD). CCD pertama kali dideskripsikan oleh Box dan Wilson pada 1951, dan rancangan ini merupakan rancangan kuadratik yang paling populer (Dean dan Voss, 1999). Dalam statistik, suatu CCD adalah rancangan percobaan yang sangat berguna dalam Metode Respon Permukaan, setiap rancangan terdiri dari rancangan linier biasa dengan titik-titik faktorial ortogonal nf dan titik pusat no,

ditambah dengan na"titik aksial”, sehingga menurut John (1997) rancangan terdiri dari tiga himpunan

titik percobaan yang berbeda.

Pada rancangan percobaan penelitian ini terdiri dari rancangan 2k faktorial dimana k adalah banyaknya variabel yang berjumlah tiga dengan ditambahkan enam pengulangan pengamatan pada titik pusat dengan kode 0 dan axial run (star runs) sehingga didapatkan 20 rancangan percobaan. Pada tahap ini, hal yang harus diperhatikan adalah menentukan variabel (komponen), nilai titik pusat, dan respon yang diinginkan. Variabel yang digunakan pada optimalisasi rendemen dan kekuatan gel dari agar-agar adalah penambahan konsentrasi CH3COOH, suhu ekstraksi, dan waktu perendaman asam asetat. Nilai titik pusat yang digunakan berdasarkan penelitian pendahuluan. Batas maksimum dan minimum yang diperoleh dikonversi secara otomatis oleh program dx7 seperti dapat dilihat pada Tabel 5 variabel respon yang akan dianalisis adalah rendemen (%), kekuatan gel (gf), kadar air (%) dan kadar abu (%). Hasil dari rancangan kombinasi faktor dan respon disajikan pada Tabel 6.

4.3. Analisis Kombinasi Faktor dan Optimasi Respon Permukaan

Data masing-masing respon dari hasil penelitian dianalisis untuk mendapatkan model polinomial yang sesuai dengan hasil pengukuran respon. Terdapat empat macam model polinomial yaitu mean, linear, kuadratik, dan kubik, dari empat macam model akan terpilih satu model yang paling sesuai dengan hasil pengukuran respon. Model kemudian dianalisis untuk mendapatkan analisis keragaman, model yang baik memiliki nilai yang signifikan terhadap respon, dan nilai yang tidak signifikan terhadap lack of fit, nilai R2 dan R2 prediksi yang mendukung, dan nilai adequate precision

rlebih besar dari empat. Grafik dari model digambarkan dalam bentuk dua dimensi (2-D) atau tiga dimensi (3-D). Pada tahap analisis respon juga dapat terlihat penyebaran data melalui plot kenormalan residual (normal plot residual). Plot tersebut menunjukkan penyebaran titik-titik data terhadap garis kenormalan.

4.3.1. Analisis Kombinasi

Gambar

Tabel 1. Komposisi kimia Gracilaria sp ...............................................................................................
Tabel 1. Komposisi kimia Gracilaria sp
Gambar 1.   Struktur agar-agar: (a) agarosa, (1-3) d-galaktosa dan (1-4) anhidro-l-galaktosa; (b) “metil
Tabel 3. Standar mutu agar-agar
+7

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini bertujuan untuk menentukan biomassa rumput laut Gracilaria verrucosa yang perlu ditebar untuk menyerap N terlarut di perairan dari sisa metabolisme

Penelitian ini bertujuan untuk menentukan biomassa rumput laut Gracilaria verrucosa yang perlu ditebar untuk menyerap N terlarut di perairan dari sisa metabolisme

Semakin besar perbandingan tepung rumput laut Gracilaria verrucosa dengan tanah pasir, maka semakin banyak pula iar yang dapat diikat oleh tanah pasir..

Tujuan dari penelitian dengan penambahan NaOH sebelum diekstraksi ini untuk mengetahui pengaruh penggunaan konsentrasi NaOH yang berbeda terhadap mutu agar dari rumput

Dimana muatan negatif pada larutan yang bersifat asam ataupun basa akan mengikat komposisi air dalam jaringan rumput laut Gracilaria verrucosa, sehingga semakin besar

Tujuan dari penelitian dengan penambahan NaOH sebelum diekstraksi ini untuk mengetahui pengaruh penggunaan konsentrasi NaOH yang berbeda terhadap mutu agar dari rumput

ANALISIS LOGAM TIMBAL (Pb) PADA Gracilaria verrucosa YANG BERASAL DARI AREAL BUDIDAYA RUMPUT LAUT DI PERAIRAN DUSUN PUNTONDO, KABUPATEN TAKALAR DAN PANTAI KURI.. CA’DI,

Standar Nasional Indonesia (SNI) Produksi bibit rumput laut grasilaria (Gracilaria verrucosa) dengan metode sebar di tambak untuk dapat di per gunakan oleh pembudidaya, pelaku