PEMANFAATAN LIMBAH NITROGEN UDANG VANAME
(
Litopenaeus
vannamei
) OLEH RUMPUT LAUT (
Gracilaria
verrucosa
) PADA SISTEM BUDIDAYA POLIKULTUR
MUSLIMATUS SAKDIAH
SEKOLAH PASCA SARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Pemanfaatan Limbah Nitrogen Udang Vaname (Litopenaeus vannamei) oleh Rumput Laut (Gracilaria verrucosa) pada Sistem Budidaya Polikultur adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Bogor, Februari 2009
©Hak Cipta milik IPB, tahun 2009
Hak Cipta dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebahagian atau seluruh karya tulis ini tanpa
mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk
kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan
laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan
tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB
ABSTRACT
MUSLIMATUS SAKDIAH. The Use of Nitrogen Shrimp Waste Litopenaeus vannamei by Gracilaria verrucosa in Shrimp Polyculture System. Under direction of ENANG HARRIS S and CHAIRUL MULUK
This study is aimed to know the quantity of seaweeds (Gracilaria verrucosa) needed to absorb dissolved N from the waste of white shrimp (Litopenaeus vannamei) metabolites in polyculture system, to maintain good quality of water as well as to create an optimal environment condition for growth of vannamei. This study was conducted in six aquaria with the size of 60 x 40 x 50 cm and four cement tanks with the size of 1 x 3 x 1 m. Each cement tank was divided into three compartments by wooden boards and laminated by plastic sheet to avoid mixing between compartments. This study was conducted in two stages. For the first stage, vannamei was cultivated with the density of 5, 10 and 15 shrimps/100 l; where in the second stage, vannamei with the density of five shrimps/100 l was polycultured with 3.125; 6.250 and 9.375 g of seaweed/l. During the experiment, shrimp were fed with commercial feed with contain 40% protein. The result of this study showed that, the differences in density of seaweed was significantly different (P<0.05) toward N retention, weight and survival rates of vannamei as well as to the N retention and weight of seaweed. The density of seaweed (Gracilaria verrucosa) 3.125 g/l has produced survival rate of vannamei up to 82.67% and average weight around 16.99 g. The seaweed has an ability to absorb 95.18% of N from around 15.36 g metabolic waste of vannamei, therefore, it is able to enhance repair the quality of the vannamei cultivation system.
Key word : Litopenaeus vannamei, Gracilaria verrucosa, nitrogen waste, feeding
RINGKASAN
MUSLIMATUS SAKDIAH.
Pemanfaatan Limbah Nitrogen Udang Vaname (Litopenaeus vannamei) oleh Rumput Laut (Gracilaria verrucusa) pada Sistem Budidaya Polikultur. Dibimbing oleh ENANG HARRIS S dan CHAIRUL MULUK.Dalam suatu budidaya udang, semakin tinggi kepadatan udang yang ditebar, akan semakin banyak jumlah pakan yang harus diberikan. Pakan yang dikonsumsi tidak semua dapat dicerna dan diserap oleh tubuh udang, bagian makanan yang tidak dapat dicerna akan terbuang sebagai feses, sedangkan yang tercerna, diretensi dan ada yang diekskresikan dalam bentuk amoniak melalui insang dan sebahagiannya lagi dibuang dalam bentuk urin. Pemberian pakan yang baik dapat meningkatkan produksi tetapi bersamaan dengan itu, sisa metabolisme udang khususnya N akan semakin meningkat dalam perairan. Keadaan ini akan menyebabkan menurunnya kualitas air. Kandungan N yang tinggi melebihi daya toleransi udang, dapat mengakibatkan kematian. Bertolak dari hal tersebut maka penelitian ini dilakukan dengan menggunakan rumput laut untuk memanfaatkan N terlarut. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan biomassa rumput laut Gracilaria verrucosa yang perlu ditebar untuk menyerap N terlarut di perairan dari sisa metabolisme udang vaname (Litopenaeus vannamei) pada sistem budidaya intensif, agar kualitas air dapat terjaga, serta menghasilkan lingkungan yang optimal untuk hidup dan tumbuhnya udang vaname.
Penelitian ini merupakan model eksperimental laboratorium, dengan menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) yang dilakukan dalam 2 tahap. Bahan yang digunakan adalah udang vaname (Litopenaeus vannamei) hasil budidaya di Lampung dengan bobot 6-7 gram. Rumput laut Gracilaria verrucosa berasal dari Karawang. Pakan yang diberikan berupa pakan komersial dengan kandungan protein 40%. Wadah yang digunakan untuk penelitian adalah 6 buah akuarium berukuran 60 x 40 x 50 cm dan 4 buah bak beton berukuran 1 x 3 x 1 m. Lingkungan wadah pemeliharaan dibuat homogen dengan suhu air dipertahankan pada kisaran 27-30 oC dan salinitas 25-28 ppt.
Tahap 1 menentukan padat tebar dan mengamati hasil ekskresi udang. Penelitian ini dilakukan dengan 3 perlakuan dan 2 ulangan yaitu 5, 10 dan 15 ekor udang/100 liter air. Kemudian dilanjutkan dengan pengamatan ekskresi. Tahap 2 mengamati pemanfaatan nitrogen oleh rumput laut yang dilakukan dengan 4 perlakuan dan 3 ulangan. Penelitian ini dilaksanakan di luar laboratorium. Pemeliharaan udang 5 ekor/100 l dan rumput laut dilakukan selama empat minggu dengan perlakuan padat tebar rumput laut 3,125; 6,250; 9,375 g/l dan tanpa rumput laut.
pada jam ke-4 dengan nilai rata-rata ekskresi amoniak per jam sebesar 0,004 mg/g tubuh/jam.
Nilai kelangsungan hidup udang vaname penelitian tahap II, pada minggu pertama sampai akhir penelitian tiap minggunya menunjukkan adanya perbedaan nyata (P<0,05) antar perlakuan dengan rumput laut dan tanpa rumput laut. Nilai kelangsungan hidup menunjukkan trend yang sama, yaitu perlakuan tanpa rumput laut selalu berada di bawah perlakuan dengan rumput laut. Nilai kelangsungan hidup lebih tinggi pada padat tebar rumput laut 3,125 g/l yaitu 82,67%. Bobot rata-rata udang vaname meningkat seiring dengan meningkatnya waktu pengamatan untuk semua perlakuan. Bobot rata-rata udang vaname yang dipelihara bersama dengan rumput laut selalu lebih besar (P<0,05) dari pada udang vaname yang dipelihara tanpa rumput laut Gracilaria verrucosa. Hasil penelitian menunjukkan bahwa bobot rata-rata individu udang pada padat tebar rumput laut 3,125 g/l lebih tinggi dari pada perlakuan lainnya yaitu 16,99 g. Laju pertumbuhan harian udang pada setiap perlakuan terus menurun sampai akhir penelitian. Nilai laju pertumbuhan harian terkecil pada perlakuan tanpa rumput laut yaitu 1,350%. Hal ini menunjukkan bahwa rumput laut mampu memberikan lingkungan yang baik untuk udang. Kualitas air yang baik mampu mendukung kehidupan udang sehingga mampu meningkatkan pertumbuhan dan kelangsungan hidup udang.
Pertumbuhan tanaman dari setiap periode pengamatan menunjukkan adanya peningkatan pada tahap awal masa pemeliharaan dan mengalami penurunan setelah minggu ketiga. Pemeliharaan dengan padat tebar yang tinggi mengakibatkan ketidakseimbangan nutrien yang tersedia di dalam air dengan kebutuhan untuk pertumbuhan rumput laut yang ada di dalam wadah sehingga nilai laju pertumbuhan hariannya lebih rendah. Rumput laut yang diikat dengan padat tebar tinggi bila rumpunnya sudah makin besar mengurangi ruang gerak dari rumput laut itu sendiri. Selain itu pertumbuhan maksimal rumput laut telah dicapai pada minggu ketiga. Bila pertumbuhan maksimal sudah tercapai, kemampuan menyerap N akan menurun oleh sebab itu rumput laut lebih baik di panen pada minggu ketiga. Pada penelitian ini nilai laju pertumbuhan harian rata-rata rumput laut tertinggi pada padat tebar rumput laut 3,125 g/l yaitu 2,62%.
Nilai FCR terkecil perlakuan padat tebar rumput laut 3,125 g/l (1,99) dan terbesar pada perlakuan tanpa rumput laut dengan nilai 2,69. Nilai retensi nitrogen udang tertinggi pada padat tebar rumput laut 3,125 g/l yaitu 2,73 g. Kemampuan penyerapan N dari limbah budidaya udang tiap perlakuan perbedaan padat tebar rumput laut tertinggi pada perlakuan B (3,125 g/l) yaitu 14,62 g. Rumput laut mampu menyerap N terlarut sebesar 0,013 gN/kg tubuh/jam sehingga mampu memanfaatkan N terlarut dari hasil ekskresi udang.
Kata kunci: Udang vaname, Gracilaria verrucosa, limbah nitrogen, pakan
PEMANFAATAN LIMBAH NITROGEN UDANG VANAME
(
Litopenaeus
vannamei
) OLEH RUMPUT LAUT (
Gracilaria
verrucosa
) PADA SISTEM BUDIDAYA POLIKULTUR
MUSLIMATUS SAKDIAH
Tesis
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains pada
Program Studi Ilmu Perairan
SEKOLAH PASCA SARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Judul : PEMANFAATAN LIMBAH NITROGEN UDANG
VANAME (Litopenaeus vannamei) OLEH RUMPUT
LAUT (Gracilaria verrucosa) PADA SISTEM
BUDIDAYA POLIKULTUR
Nama : Muslimatus Sakdiah
NRP : C151030201
Disetujui,
Komisi Pembimbing
Prof. Dr. Enang Harris S. Dr. Chairul Muluk
Ketua Anggota
Diketahui,
Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pasca Sarjana Ilmu Perairan
Prof. Dr. Enang Harris S. Prof. Dr. Ir. Khairil Anwar Notodiputro, M.S
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala
karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam
penelitian yang dilaksanakan sejak bulan September 2007 sampai bulan Februari
2008 ini ialah Pemanfaatan Limbah Nitrogen Udang Vaname (Litopenaeus
vannamei) oleh Rumput Laut (Gracilaria verrucosa) pada Sistem Budidaya
Polikultur.
Pelaksanaan penelitian dan penulisan tesis ini tidak terlepas dari bantuan
dan bimbingan berbagai pihak. Pada kesempatan ini, penulis menyampaikan
terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Bapak Prof. Dr. Enang Harris S. dan
Bapak Dr. Chairul Muluk selaku pembimbing, serta Bapak Dr. Ir. Tatag Budiardi,
M.Si yang telah banyak memberi saran. Disamping itu, penghargaan penulis
sampaikan kepada Bapak Dr. Ir. Sukenda, M.Sc beserta staf Laboratorium Nutrisi,
Laboratorium Lingkungan dan Pusat Studi Ilmu Kelautan, Institut Pertanian
Bogor (PSIK-IPB), Ancol, Jakarta Utara, serta Mbak Ade, Icul dan Tatte, yang
telah membantu selama penelitian. Ungkapan terima kasih juga disampaikan
kepada Ayahanda M. Hasan dan Ibunda Nuraini, Mertua Bapak A.Saman Hasan
dan Ibu Sumiati dan seluruh keluarga, atas segala doa dan kasih sayangnya serta
suami Agus Putra AS. dan anakku M. Irsyad Nadi tercinta yang selama ini telah
banyak berkorban dan bersabar, hingga penulis mampu menyelesaikan studi ini
dengan baik.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat bagi semua. Amin.
Bogor, Februari 2009
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Banda Aceh pada tanggal 19 April 1979 dari
pasangan bapak Muhammad Hasan dan ibu Nur’aini. Penulis merupakan anak
kedua dari empat bersaudara. Sejak tahun 2007 penulis menikah dengan Agus
Putra AS. dan telah dikarunia seorang putra bernama M. Irsyad Nadi.
Tahun 1997 penulis lulus dari SMU Negeri 1 Langsa dan pada tahun yang
sama lulus seleksi masuk IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB
(USMI). Pendidikan sarjana ditempuh di Jurusan Budidaya Perairan, Fakultas
Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor dan menyelesaikan studi
pada tahun 2002. Tahun 2003 penulis mendapat kesempatan untuk mengikuti
pendidikan program Pascasarjana di Institut Pertanian Bogor.
Pada tahun 2005, penulis diangkat menjadi Pegawai Negeri Sipil di daerah
Kota Langsa-NAD yang dipekerjakan pada Kantor Kelautan Perikanan dan
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ... xii
DAFTAR GAMBAR ... xiii
DAFTAR LAMPIRAN ... xiv
1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Perumusan Masalah ... 2
1.3 Tujuan dan Manfaat ... 2
1.4 Hipotesa ... 3
2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pertumbuhan Rumput Laut ... 4
2.2 Faktor Pembatas Pertumbuhan Rumput Laut ... 4
2.2.1 Intensitas Cahaya ... 4
2.2.2 Ketersediaan Unsur Hara ... 5
2.3 Sistem Polikultur ... 5
2.4 Manajemen Kualitas Air ... 7
2.5 Ekskresi Amoniak ... 8
3 BAHAN DAN METODA PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat ... 9
3.2 Rancangan Penelitian dan Analisa Data ... 9
3.2.1 Rancangan Penelitian ... 9
3.2.2 Percobaan Tahap I ... 9
3.2.2.1 Alat dan Bahan ... 9
3.2.2.2 Pelaksanaan Percobaan ... 10
3.2.3 Percobaan Tahap II ... 11
3.2.3.1 Alat dan Bahan ... 11
3.2.3.2 Pelaksanaan Percobaan ... 12
3.3 Analisis Data ... 13
3.4 Parameter yang Diukur dan Pengumpulan Data ... 13
3.4.1 Parameter yang Diukur ... 13
3.4.1.1 Kelangsungan Hidup (SR) Udang Vaname ... 13
3.4.1.2 Laju Pertumbuhan ... 13
3.4.1.3 Retensi Nitrogen ... 13
3.4.1.4 Rasio Konversi Pakan (FCR) ... 14
3.4.1.5 Ekskresi Amoniak ... 14
3.4.2 Pengumpulan Data ... 14
3.4.2.1 Data Bobot udang dan Rumput Laut ... 14
3.4.2.2 Data Kelangsungan Hidup (SR) Udang ... 14
3.4.2.3 Data Kualitas Air ... 15
4 HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1Hasil ... 16
4.1.1 Penelitian Tahap I ... 16
4.1.2 Penelitian Tahap II ... 17
4.1.2.1 Pertumbuhan Udang Vaname ... 17
4.1.2.2 Kelangsungan Hidup ... 18
4.1.2.3 Pertumbuhan Rumput Laut ... 19
4.1.2.4 Rasio Konversi Pakan (FCR) dan Retensi Nitrogen .... 20
4.1.2.5 Kualitas Air ... 21
4.2 Pembahasan ... 23
5 KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ... 30
5.2 Saran ... 30
DAFTAR PUSTAKA ... 31
DAFTAR TABEL
Halaman
1 Pertumbuhan udang vaname (Litopenaeus vannamei) selama
penelitian tahap I ... 16
2 Konsentrasi amoniak (mg/l) dalam air selama 5 jam dan ekskresi
amoniak rata- rata per jam (mg/g tubuh/jam) ... 17
3 Bobot (kg) rumput laut Gracilaria verrucosa yang dipelihara bersama udang vaname dengan perlakuan perbedaan padat tebar rumput laut B
(3,125 g/l), C (6,250 g/l) dan D (9,375 g/l) ... 19
4 Nilai konversi pakan (FCR), retensi nitrogen udang dan rumput laut pada perlakuan perbedaan padat tebar rumput laut B (3,125 g/l), C
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1 Laju pertumbuhan harian udang dengan perlakuan perbedaan padat tebar rumput laut A (tanpa rumput laut), B (3,125 g/l), C (6,250 g/l) dan D (9,375 g/l) pada media pemeliharaan udang vaname
(Litopenaeus vannamei) dan rumput laut (Gracilaria verrucosa) ... 17
2 Nilai kelangsungan hidup dengan perlakuan perbedaan padat tebar rumput laut A (tanpa rumput laut), B (3,125 g/l), C (6,250 g/l) dan D (9,375 g/l) pada media pemeliharaan udang vaname (Litopenaeus
vannamei) dan rumput laut (Gracilaria verrucosa) ... 18
3 Laju pertumbuhan harian rumput laut dengan perlakuan perbedaan padat tebar rumput laut B (3,125 g/l), C (6,250 g/l) dan D (9,375 g/l) pada media pemeliharaan udang vaname (Litopenaeus vannamei) dan rumput laut (Gracilaria verrucosa) ... 20
4 Perubahan konsentrasi total amoniak nitrogen (TAN) dengan perlakuan perbedaan padat tebar rumput laut A (tanpa rumput laut), B (3,125 g/l), C (6,250 g/l) dan D (9,375 g/l) pada media pemeliharaan udang vaname (Litopenaeus vannamei) dan rumput laut (Gracilaria verrucosa) ... 21
5 Perubahan konsentrasi nitrit dengan perlakuan perbedaan padat tebar rumput laut A (tanpa rumput laut), B (3,125 g/l), C (6,250 g/l) dan D (9,375 g/l) pada media pemeliharaan udang vaname (Litopenaeus
vannamei) dan rumput laut (Gracilaria verrucosa) ... 22
6 Perubahan konsentrasi nitrat dengan perlakuan perbedaan padat tebar rumput laut A (tanpa rumput laut), B (3,125 g/l), C (6,250 g/l) dan D (9,375 g/l) pada media pemeliharaan udang vaname (Litopenaeus
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1 Prosedur analisis kadar protein ... 36
2 Prosedur analisis amoniak ... 37
3 Skema penelitian tahap I ... 38
4 Skema penelitian tahap II ... 40
5 Persiapan penelitian tahap II ... 41
6 Udang vaname (Litopenaeus vannamei) hasil panen, pakan dan air sampel pada perlakuan A, B, C dan D ... 42
7 Bobot (g) dan nilai laju pertumbuhan harian (%) udang vaname (Litopenaeus vannamei) pada minggu ke-1, 2, 3, 4 dan total ... 43
8 Nilai kelangsungan hidup dengan perlakuan perbedaan padat tebar rumput laut A (tanpa rumput lautl), B (3,125 g/l), C (6,250 g/l) dan D (9,375 g/l) pada media pemeliharaan udang vaname (Litopenaeus vannamei) dan rumput laut (Gracilaria verrucosa) ... 44
9 Nilai bobot, retensi, produksi N udang dan bobot, retensi rumput laut ... 45
10 Kualitas air (salinitas, suhu, pH dan DO) pada media pemeliharan udang vaname dan rumput laut Gracilaria verrucosa ... 46
11 Analisis ragam bobot total udang vaname (Litopenaeus vannamei) pada minggu ke-1, 2, 3 dan 4 ... 47
12 Analisis ragam laju pertumbuhan harian udang vaname (Litopenaeus vannamei) pada minggu ke-1, 2, 3, 4 dan total ... 48
13 Analisis ragam kelangsungan hidup udang vaname (Litopenaeus vannamei) tahap II minggu ke-1, 2, 3 dan 4 ... 49
14 Analisis ragam bobot rumput laut (Gracilaria verrucosa) pada minggu ke-1, 2, 3 dan 4 ... 51
15 Analisis ragam laju pertumbuhan rumput laut (Gracilaria verrucosa) pada minggu ke-1, 2, 3, 4 dan total ... 53
16 Analisis ragam rasio konversi pakan (FCR) udang vaname (Litopenaeus vannamei) ... 55
17 Analisis ragam retensi udang vaname (Litopenaeus vannamei) ... 55
18 Analisis ragam retensi rumput laut (Gracilaria verrucosa) ... 55
19 Analisis ragam kandungan total amoniak nitrogen (TAN) media pemeliharaan udang vaname (Litopenaeus vannamei) tahap II minggu ke-1, 2, 3 dan 4 ... 56
20 Analisis ragam kandungan nitrit (TAN) media pemeliharaan udang vaname (Litopenaeus vannamei) tahap II minggu ke-1, 2, 3 dan 4 ... 57
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Udang vaname (Litopenaeus vannamei) dewasa ini merupakan salah satu
komoditas andalan dalam sektor perikanan. Udang vaname mulai dibudidayakan
di Indonesia sejak tahun 2001, dan perkembangannya dalam beberapa dekade
terakhir cukup pesat. Sifat udang vaname, selain pertumbuhannya lebih cepat juga
lebih tahan terhadap penyakit.
Permintaan akan udang yang semakin meningkat mengakibatkan sistem
budidaya udang vaname semakin intensif. Sistem budidaya ini dicirikan antara
lain dengan padat penebaran yang tinggi dan diikuti dengan pemberian pakan
buatan yang tinggi. Namun, tidak semua pakan yang diberikan dapat
dimanfaatkan untuk pertumbuhan udang, yaitu sekitar 17% digunakan untuk
pertumbuhan, sekitar 20% lagi dikeluarkan sebagai feses dan urin, 48%
diekskresikan, molting dan pemeliharaan serta 15% tidak terkonsumsi (Harowitz
A & Harowitz S 2000). Pemberian pakan walaupun sesuai dengan kebutuhan
tetapi limbahnya akan lebih banyak daripada yang digunakan untuk pertumbuhan.
FCR merupakan nilai perbandingan bobot pakan yang diberikan guna
mencapai satu satuan bobot udang pada saat panen. Bila kisaran nilai FCR antara
1,2-1,5 dengan protein pakan 40%, maka potensi limbah budidaya udang akan
mencapai sekitar 48-70 kgN per ton produksi udang. Nitrogen sebanyak itu dapat
dimanfaatkan untuk menghasilkan produk sampingan seperti rumput laut sehingga
kualitas media budidaya akan tetap baik.
Rumput laut Gracilaria verrucosa dapat memanfaatkan amoniak di perairan
untuk pertumbuhannya. Gracilaria verrucosa memiliki tolerasi terhadap
lingkungan hidupnya seperti salinitas dan kekeruhan namun tidak tahan terhadap
ombak yang kuat. Dengan sifat hidup seperti itu, Gracilaria verrucosa dapat
dibudidayakan di tambak secara monokultur maupun polikultur bersama udang.
Rumput laut ini memiliki nilai ekonomis sehingga dapat berperan sebagai sumber
pendapatan tambahan bagi petambak udang.
Penelitian tentang rumput laut yang dapat memanfaatkan N di perairan
rumput laut belum banyak dilakukan. Oleh sebab itu, penelitian polikultur udang
vaname dengan perbedaan padat penebaran rumput laut Gracilaria verrucosa di
tambak diharapkan dapat menganalisis jumlah kandungan N dari sisa metabolisme
udang di perairan yang dapat dimanfaatkan oleh rumput laut agar kualitas air
media dapat optimal untuk hidup dan tumbuh sehingga diperoleh produksi udang
vaname yang tinggi.
1.2 Perumusan Masalah
Pada suatu budidaya udang, semakin tinggi kepadatan udang yang ditebar,
maka semakin banyak jumlah pakan yang harus diberikan. Pakan tersebut
dikonsumsi oleh udang dan akan mengalami proses pencernaan. Makanan yang
dikonsumsi tidak semua dapat dicerna dan diserap oleh tubuh udang. Bagian
makanan yang tidak dapat dicerna akan dibuang sebagai feses, sedangkan yang
tercerna, diretensi dan ada yang diekskresikan dalam bentuk amoniak melalui
insang dan sebahagiannya lagi dibuang dalam bentuk urin. Pemberian pakan yang
baik dapat meningkatkan produksi tetapi bersamaan dengan itu sisa metabolisme
udang khususnya N akan semakin meningkat pula baik dalam bentuk NH3, NH4,
NO2 dan NO3 dalam perairan. Keadaan ini akan menyebabkan menurunnya
kualitas air. Kandungan N yang tinggi melebihi daya toleransi udang, dapat
mengakibatkan kematian.
Rumput laut Gracilaria verrucosa dikenal sebagai salah satu jenis rumput
laut yang dapat dibudidayakan secara polikultur bersama udang dan mempunyai
kemampuan menyerap N terlarut di perairan. Jumlah N yang dihasilkan dari sisa
metabolisme udang vaname yang dapat diserap oleh sejumlah tertentu rumput laut
Gracilaria verrucosa untuk pertumbuhannya adalah suatu permasalahan yang
harus dipecahkan agar kualitas air dapat terjaga sehingga produktivitas bisa tinggi
dan lingkungan tetap baik.
1.3 Tujuan dan Manfaat
Penelitian ini bertujuan untuk menentukan jumlah/biomassa rumput laut
Gracilaria verrucosa yang perlu ditebar untuk memanfaatkan/menyerap N terlarut
di perairan dari sisa metabolisme udang vaname (Litopenaeus vannamei) pada
lingkungan yang optimal untuk hidup dan tumbuhnya udang vaname. Manfaat
dari penelitian ini adalah sebagai acuan pengembangan sistem budidaya polikultur
udang vaname (Litopenaeus vannamei) dan rumput laut Gracilaria verrucosa.
1.4 Hipotesa
Apabila rumput laut Gracilaria verrucosa dapat memanfaatkan N-NH3
dalam wadah budidaya maka kualitas air akan baik dan dapat menunjang
pertumbuhan udang vaname dan rumput laut sehingga menghasilkan produksi
udang vaname dan rumput laut yang memadai, bila keduanya dibudidayakan
II
.
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pertumbuhan Rumput Laut
Pertumbuhan rumput laut merupakan perubahan bobot basah (biomassa)
selama selang waktu tertentu, yang memerlukan cahaya matahari untuk
membentuk sel dari substansi abiotik melalui proses fotosintesis. Rumput laut
sebagai tanaman berklorofil memerlukan unsur hara sebagai bahan baku untuk
proses fotosintesis. Untuk menunjang pertumbuhan Gracilaria sp. diperlukan
ketersediaan unsur hara seperti nitrogen dan fosfat dalam perairan tersebut.
Masuknya unsur hara ke dalam jaringan tubuh rumput laut adalah dengan jalan
proses difusi yang terjadi pada seluruh bagian permukaan tubuh rumput laut. Bila
proses difusi semakin sering terjadi, maka akan mempercepat proses metabolisme
sehingga akan meningkatkan laju pertumbuhan. Proses difusi dipengaruhi oleh
faktor lingkungan terutama oleh adanya gerakan air (Doty 1971).
2.2 Faktor Pembatas Pertumbuhan Rumput Laut 2.2.1 Intensitas Cahaya
Kemampuan adaptasi rumput laut terhadap cahaya sangat baik. Gracilaria
sp. mempunyai toleransi yang tinggi terhadap cahaya berlebih, mampu tumbuh
pesat pada kedalaman 5 cm di bawah permukaan air, serta dapat tumbuh di
perairan keruh yang mempunyai intensitas cahaya yang relatif kecil. Pengambilan
nitrat dan nitrit oleh alga sangat bergantung pada cahaya dibandingkan dengan
amonium. Alga pada daerah kurang cahaya pemanfaatan amoniumnya lebih
efektif dari pada nitrat dan nitrit. Pengambilan amonium oleh Gracilaria tikvahiae
pada cahaya terang sama dengan cahaya gelap (Ryther et al. 1981 dalam Jones
1993).
Rumput laut membutuhkan cahaya untuk pertumbuhan oleh karena itu
kedalaman juga berpengaruh terhadap pertumbuhan. Haglund & Petersen (1988)
menyatakan bahwa pada budidaya rumput laut dalam bak terkontrol hendaknya
rumput laut ditempatkan pada posisi antara 30-40 cm di bawah permukaan air
lichenoides yang dibudidayakan pada pantai Geger Bali menghasilkan laju
pertumbuhan rumput laut yang ditanam pada kedalaman 30 cm sebesar 2,78% dan
pada kedalaman 60 cm sebesar 2,39% per hari.
2.2.2 Ketersediaan Unsur Hara
Unsur-unsur utama nutrien yang diperlukan bagi pertumbuhan rumput laut
adalah nitrogen dan fosfor. Bentuk nitrogen yang diserap secara bertahap dari
yang paling banyak sampai terkecil yaitu amonium, urea, nitrat dan nitrit (Patadjai
1993). Rumput laut membutuhkan nitrogen guna menunjang pertumbuhan dan
reproduksinya. Keberadaan nutrien pada makro alga ditentukan oleh hubungan N
makroalga, seperti pengambilan oleh alga, asimilasi, penyimpanan dan pelepasan.
Produksi fotosistesis bahan organik oleh alga tergantung pada asimilasi nutrien
anorganik (Jones 1993). Sebagian besar penyerapan nitrogen oleh rumput laut
dilakukan dengan cara asimilasi N dalam bentuk amonium.
Beban limbah budidaya udang yang berupa sisa pakan, ekskresi dan feses
yang berada dalam air dapat mencapai 61,77-72,25 kgN per ton produksi udang
pada tingkat FCR 1,69-2,14 dan akan meningkat seiring dengan meningkatnya
produktivitas udang (Syah et al. 2006). Semakin meningkat kepadatan udang dan
tingkat pemberian pakan, total amoniak nitrogen (TAN) juga makin meningkat
(Velasco et al. 1998). Nitrogen dalam bentuk terlarut ini dapat digunakan sebagai
nutrien untuk rumput laut.
2.3 Sistem Polikultur
Polikultur adalah suatu cara memelihara dua jenis atau lebih organisme pada
wadah yang sama dengan tujuan efisiensi pengunaan lahan. Sistem budidaya
secara polikultur dapat meningkatkan efisiensi penggunaan lahan dan pendapatan
petani budidaya. Perkembangan teknologi budidaya menunjukkan bahwa rumput
laut dapat dibudidayakan bersama udang dan bandeng di tambak. Pengembangan
budidaya rumput laut secara polikultur dengan bandeng maupun udang
dimaksudkan untuk meningkatkan produksi udang dan rumput laut serta
mengefektifkan penggunaan tambak dengan harapan dapat memperbaiki kualitas
Dalam hal ini rumput laut Gracilaria sp. dipelihara bersama udang.
Polikultur ikan, kerang, krustase dan rumput laut spesies Gracilaria di tambak
dapat meningkatkan pendapatan petani di Maros, Luwu Sulawesi Selatan,
Thailand dan Taiwan (Tjaronge 2005; Mustafa dan Ratnawati 2005; Guanzon. Jr.
et al. 2004). Perbandingan penebaran benih rumput laut, bandeng dan udang pada
penanaman secara polikultur dengan luas tambak 1 ha adalah 1-1,5 ton rumput
laut : 1.500-2.000 ikan bandeng : 5.000-10.000 ekor udang. Benih udang yang
digunakan tokolan PL-20 dan bandeng berukuran gelondongan. Penebaran benih
dilakukan pagi dan sore hari, karena pada waktu itu kondisi air relatif stabil.
Rumput laut ditanam terlebih dahulu, setelah 7-10 hari ditebar bibit bandeng, Satu
minggu kemudian ditebar bibit udang. Hal ini dilakukan agar pakan alami dapat
tumbuh terlebih dahulu baru ikan bandeng dan udang ditebar.
Rumput laut yang pada usia panennya memiliki kandungan agar yang cukup
tinggi dan kekuatan gel cukup tinggi dipilih untuk bibit. Bagian yang dijadikan
sebagai bibit adalah talus (thallus) yang relatif masih muda, tidak rusak dan tidak
berpenyakit. Bibit dipetik dari rumpun tanaman yang sehat dengan panjang sekitar
5-10 cm. Metode penanaman rumput laut Gracilaria sp. di tambak lebih disenangi
mengunakan metode on bottom (tebar dasar), yaitu petani melakukan tebar bibit di
awal saja karena lebih mudah dan murah. Penanaman rumput laut budidaya
menggunakan metode tebar dasar dengan perbedaan bobot bibit awal yang dipakai
akan memberikan perbedaan pertumbuhan. Pemakaian bobot bibit awal 30
g/rumpun pertumbuhan cendrung lebih baik dibandingkan dengan bobot bibit 20
dan 75 g/rumpun (Damar 1992).
Dari hasil penelitian Guanzon Jr. et al. (2004) menunjukkan hasil bahwa
ikan bandeng dapat dipolikultur dengan rumput laut Gracilariopsis bailinae dalam
tambak, dengan kepadatan 30 ekor/100 m2 dan rumput laut Gracilariopsis bailinae 1 kg/4 m2 dalam jaring. Budidaya udang Penaeus monodon dengan padat tebar 50 ekor/m3 dan Gracilaria verrucosa 2 kg/m3 mampu memperbaiki kondisi tambak dan dapat meningkatkan produksi udang hingga 1,6 ton dari semula 1,1
ton per hektar, serta meningkatkan derajat kelangsungan hidup udang hingga
80,66% dan dapat menghasilkan 64 ton Gracilaria verrucosa dalam waktu 2
Panen dapat dilakukan setelah tanaman mencapai ukuran yang sesuai untuk
dipanen atau dengan memilih tanaman yang sudah cukup matang untuk
dikeringkan. Rumput laut yang dibudidayakan di tambak dapat dipanen secara
parsial dengan cara rumpun tanaman diangkat dan disisakan sedikit untuk
dikembangbiakkan lebih lanjut. Menurut Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya
(2003), panen pertama rumput laut Gracilaria sebaiknya dilakukan setelah
berumur 4 bulan. Jika dapat dilakukan panen rumput laut dan udang pada waktu
bersamaan, dilakukan panen udang terlebih dahulu, baru kemudian pemanenan
rumput laut dilakukan dengan mengurangi ketinggian air hingga 30 cm, untuk
mempermudah. Panen dilakukan ketika udang size 35-40. Dari padat penebaran
awal yang dilakukan maka dapat dihasilkan produksi rumput laut per ha dalam
satu musim tanam adalah 100-1.500 kg kering, bandeng 300 kg dan udang 75 kg.
Pemanenan rumput laut dilakukan dengan meninggalkan sebahagian rumput laut
agar tumbuh kembali. Panen kedua dilakukan 1,5-2 bulan.
2.4 Manajemen Kualitas Air
Udang vaname mempunyai sifat eurihalin yaitu mempunyai kemampuan
menyesuaikan diri terhadap perubahan salinitas dalam rentang cukup tinggi 3-45
ppt. Udang akan tumbuh dengan baik pada salinitas 15-30 ppt (Chien 1992).
Gracilaria dapat dibudidayakan dalam kisaransalinitas antara 12-32 ppt dan yang
idealnya adalah 15 ppt-25 ppt. Gracilaria dapat tumbuh subur dengan kandungan
garam sekitar 12 ppt sampai 30 ppt (Angkasa et al. 2000). Sistem budidaya
polikultur ikan bandeng dengan rumput laut Gracilariopsis bailinae dapat
dilakukan dengan salinitas tinggi (20-40 ppt) (Guanzon et al. 2004).
Martinez et al. (2003) menyatakan bahwa udang vaname dapat hidup pada
suhu 22-30 oC dengan suhu optimum antara 25-28 oC. Suhu air untuk hidup rumput laut Gracilaria verrucosa berkisar antara 18-30 oC dan yang paling ideal sekitar 20-28 oC (Kadi & Atmadja 1988). Menurut Jones (1959) dalam Kim (1970), temperatur air merupakan faktor yang mempengaruhi laju pertumbuhan
Menurut Fatimah (2004) nilai pH yang ideal untuk udang vaname yaitu 7,5-
8,5. Kisaran pH air yang baik untuk budidaya rumput laut Gracilaria di tambak
antara 6-9, sedangkan yang ideal untuk pertumbuhan sekitar 6,8-8,2. Air tambak
yang baik digunakan untuk budidaya Gracilaria tidak mengandung lumpur
sehingga kekeruhan (turbidity) air masih cukup bagi tanaman untuk menerima
sinar matahari. Untuk itu diperlukan adanya sedikit arus dan gelombang untuk
menghilangkan debu atau lumpur di tanaman Gracilaria. Air tidak keruh dan
dengan kejernihan yang baik sehingga memungkinkan menerima sinar matahari
ke kolom perairan.
2.5 Ekskresi Amoniak
Ekskresi amoniak menunjukkan jumlah relatif protein pakan yang dicerna
untuk sintesis protein atau sumber energi (Ming 1985). Krustase merupakan
organisme amonotelik, dimana amoniak mencapai 60-100% dari total ekskresi
nitrogen, dan biasanya ekskresi amoniak terjadi melalui epitel insang (Regnault
1987; Crear & Forteath 2002). Hanya sebahagian kecil yang dikeluarkan melalui
ginjal (Wood 1958 dalam Dosdat et al. 1996). Amoniak akan menjadi racun bagi
udang dan dalam konsentrasi rendah dapat menjadi faktor penghambat
pertumbuhan.
Crear & Forteath (2002) menyatakan bahwa nilai ekskresi amoniak pada
krustase dipengaruhi oleh banyak faktor antara lain: suhu, bobot, kadar nutrisi,
salinitas, pergantian kulit dan kadar amoniak yang terdapat di lingkungan tersebut.
Pada ekskresi nitrogen J. edwardsii kadar amoniak meningkat hingga 72%. Laju
ekskresi amoniak meningkat dengan cepat sebagai respon terhadap penambahan
protein pakan. Dosdat et al. (1996) dalam penelitiannya membuktikan bahwa
ekskresi amoniak tertinggi pada ikan berukuran 10 gram, terlihat pada 3-5 jam
setelah mengkonsumsi pakan dan pada ikan berukuran 100 gram terlihat pada 5-8
III. BAHAN DAN METODA PENELITIAN
3.1 Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilaksanakan dari bulan September 2007 sampai Februari
2008 di Pusat Studi Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor (PSIK-IPB), Ancol,
Jakarta Utara serta di Laboratorium Nutrisi dan Laboratorium Lingkungan
Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut
Pertanian Bogor di Bogor.
3.2 Rancangan Penelitian dan Analisis Data 3.2.1 Rancangan Penelitian
Desain penelitian ini merupakan model eksperimental laboratoris, dengan
kondisi lingkungan homogen. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan
rancangan acak lengkap (RAL) yang dilakukan dalam dua tahap, yaitu tahap I dan
tahap II.
3.2.2 Percobaan Tahap I
Percobaan tahap satu dimaksud untuk menentukan padat tebar dan berapa
banyak amoniak hasil ekskresi yang dikeluarkan oleh udang vaname setelah
mengkonsumsi pakan.
3.2.2.1 Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam percobaan tahap satu yaitu enam buah akuarium
berukuran 60 x 40 x 50 cm. Empat buah toples berukuran 2,5 liter sebagai wadah
tempat perlakuan ekskresi amoniak. Botol sampel bervolume 100 ml sebanyak 24
buah.
Untuk mengukur bobot digunakan timbangan digital. Untuk mengukur
kandungan total amoniak nitrogen (TAN) dari ekskresi digunakan alat
spektrofotometer. Adapun bahan yang digunakan adalah 60 ekor udang vaname
berukuran 6-7 gram yang berasal dari Lampung. Untuk pakan udang digunakan
3.2.2.2 Pelaksanaan Percobaan
Untuk mengetahui kepadatan udang yang paling baik yang akan digunakan
pada pemeliharaan udang dan rumput laut di tahap 2 dilakukan pemeliharaan
dalam enam buah akuarium dengan kepadatan 5, 10 dan 15 ekor udang/100 liter
air dengan dua ulangan selama satu minggu. Akuarium diisi air laut sebanyak 100
liter dan diberi aerasi. Suhu dipertahankan 27-30 oC dan salinitas 25-28 ppt. Pada malam hari wadah ditutup dengan plastik hitam untuk membuat kondisi media 12
jam terang dan 12 jam gelap. Pakan diberikan empat kali sehari yaitu pukul 07.00,
12.00, 17.00 dan 21.00 WIB. Pakan diberikan 3-4% dari biomassa udang per hari.
Pakan buatan yang diberikan berupa pelet komersil dengan kandungan protein
40%. Selama masa pemeliharaan tidak dilakukan penyiponan dan pergantian air.
Dilakukan pengukuran bobot udang diawal sebelum ditebar dan di akhir masa
pemeliharaan. Skema penelitian tahap I dapat dilihat pada Lampiran 3.
Setelah penelitian diatas dilanjutkan dengan pengamatan ekskresi.
Pengamatan ekskresi amoniak dilakukan untuk menganalisis berapa banyak
amoniak yang dikeluarkan oleh udang uji setelah mengkonsumsi pakan yang
diberikan. Oleh sebab itu, sebelum dilakukan pengamatan ini udang dipuasakan
terlebih dahulu selama 1 (satu) hari, kemudian ditimbang bobotnya. Setelah itu,
udang diberi pakan sampai kenyang dan dibiarkan selama 1 jam agar udang
beradaptasi. Udang yang telah diberi pakan ditimbang kembali dan selanjutnya
siap dimasukkan ke dalam wadah.
Sementara itu, empat buah wadah berupa toples bervolume 2,5 liter diisi air
sebanyak 1 liter, diberi aerasi kuat, ditutup plastik dan disinari cahaya ultraviolet
(UV) selama 8 jam bertujuan untuk meminimalisasi kontaminasi bakteri yang
memproduksi amoniak di wadah. Dua wadah tersebut diisi 2 ekor udang setiap
toples, sedangkan dua wadah lainnya tidak dimasukkan udang yang digunakan
sebagai kontrol (K1 dan K2) .
Sebanyak 24 buah botol sampel bervolume 100 ml disiapkan untuk
pengambilan air sampel (75 ml/botol sampel). Pengambilan air sampel dilakukan
sebanyak 6 kali di setiap wadah, yaitu pada jam ke- 0, 1, 2, 3, 4 dan 5.
Pengambilan sampel pada jam ke 0 dilakukan sebelum udang uji dimasukkan ke
(TAN) digunakan metode APHA. Pengukuran total amoniak nitrogen (TAN)
dilakukan di Laboratorium Lingkungan Departemen Budidaya Perairan, Fakultas
Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.
3.2.3 Percobaan Tahap II
Percobaan tahap II dimaksud untuk menganalisis kemampuan rumput laut
Gracilaria verrucosa dalam memanfaatkan nitrogen dari limbah budidaya udang
vaname yang dipelihara secara polikultur. Pada percobaan tahap II ini, padat tebar
udang digunakan dari hasil terbaik pada percobaan tahap satu. Sedangkan
penetapan kepadatan rumput laut berdasarkan hasil penelitian terbaik dari
Sukmarumaeti (2002). Percobaan tahap dua terdiri dari empat perlakuan dengan
tiga ulangan sebagai berikut :
Perlakuan A : padat tebar 0 gram rumput laut/liter air
Perlakuan B : padat tebar 3,125 gram rumput laut/liter air
Perlakuan C : padat tebar 6,250 gram rumput laut/liter air
Perlakuan D : padat tebar 9,375 gram rumput laut/liter air
Pada setiap perlakuan tersebut ditambahkan udang vaname dengan kepadatan 5
ekor per 100 liter air.
3.2.3.1 Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam percobaan tahap kedua yaitu empat buah bak
beton berukuran 1 x 3 x 1 m. Tiap bak dibagi tiga, disekat dengan papan dan
dilapisi plastik agar air tidak saling mempengaruhi. Botol sampel bervolume 100
ml. Untuk menimbang udang vaname dan rumput laut Gracilaria verrucosa
digunakan timbangan digital.
Pengamatan kualitas air meliputi suhu, salinitas, pH, oksigen terlarut,
amoniak, nitrat dan nitrit. Suhu diukur dengan termometer batang dan salinitas
diukur dengan hand refraktometer, yang masing-masing diamati setiap hari.
Oksigen terlarut, pH, amoniak, nitrat dan nitrit diukur seminggu sekali dengan
menggunakan DO-meter dan pH-meter sedangkan untuk mengukur kandungan
Bahan yang digunakan adalah udang vaname (Litopenaeus vannamei)
dengan bobot 10-11 gram yang berasal dari Lampung. Rumput laut Gracilaria
verrucosa yang berasal dari Balai Pengembangan Budidaya Perikanan Laut,
Payau dan Udang (BPBPLAPU) Kabupaten Karawang, Jawa Barat. Sebelum
diberi perlakuan, udang dan rumput laut diadaptasikan terlebih dahulu terhadap
kondisi laboratorium selama sebulan. Selama proses adaptasi, lingkungan wadah
pemeliharaan dibuat optimal dengan suhu air dipertahankan pada kisaran 27-30 oC dan salinitas 25-28 ppt. Untuk pakan udang digunakan pakan komersial dengan
kandungan protein 40%.
3.2.3.2 Pelaksanaan Percobaan
Penelitian ini dilaksanakan di luar ruangan (out door). Wadah pemeliharaan
diberi naungan atap fiber (fiberglass) agar air hujan tidak mempengaruhi
percobaan. Bak diisi air setinggi 50 cm dan diberi aerasi. Air media sebelum
ditanami rumput laut di ukur kualitas air dan di analisis kandungan amoniak, nitrat
dan nitrit. Penebaran atau penanaman bibit rumput laut ke dalam setiap petak bak
dengan cara mengikat bibit pada tali ris (ropeline) berjarak 20 cm dengan
ketinggian 30 cm dari dasar. Penanaman bibit dilakukan pada saat keadaan cuaca
teduh yaitu pagi hari sebelum matahari meninggi. Setelah rumput laut ditebar baru
dimasukkan udang.
Pemberian pakan dilakukan dengan frekuensi empat kali sehari, yaitu pukul
07.00, 12.00, 17.00 dan 21.00 WIB. Pakan yang diberikan sebanyak 3-4% dari
biomassa udang per hari. Pakan buatan yang diberikan berupa pelet komersil
dengan kandungan protein 40%. Pada penelitian ini tidak dilakukan penyiponan
dan pergantian air agar sisa metabolisme udang tetap didalam wadah budidaya.
Penelitian ini dilaksanakan selama 4 minggu dan dilakukan pengamatan
terhadap kelangsungan hidup udang, pertumbuhan udang, pertumbuhan rumput
laut dan pengamatan kualitas air, yaitu: pH, salinitas, suhu, oksigen terlarut, nitrat,
nitrit dan amoniak. Untuk mengetahui kandungan nitrogen didalam pakan, tubuh
udang vaname dan rumput laut Gracilaria verrucosa, maka dilakukan analisis
proksimat pakan sebelum penelitian, serta analisis proksimat pada udang dan
rumput laut di awal dan akhir penelitian. Skema penelitian tahap II dapat dilihat
3.3 Analisis Data
Parameter yang diuji secara statistik adalah bobot udang vaname dan rumput
laut, laju pertumbuhan harian udang vaname dan rumput laut, kelangsungan hidup
(SR) udang, retensi nitrogen udang dan rumput laut serta kandungan total
amoniak nitrogen (TAN), nitrat dan nitrit di media budidaya. Data yang diperoleh
dianalisis dengan menggunakan analisis ragam dengan tingkat kepercayaan 95%.
Untuk melihat perbedaan antar perlakuan maka dilakukan uji lanjut dengan uji
wilayah berganda Tukey (Steel & Torrie 1993) menggunakan perangkat komputer
dengan piranti lunak SPSS versi 11,5. Data kualitas air dianalisis deskriptif sesuai
dengan acuan.
3.4 Parameteryang Diukur dan Pengumpulan Data 3.4.1 Parameter yang Diukur
3.4.1.1 Kelangsungan Hidup (SR) Udang Vaname
Tingkat kelangsungan hidup udang vaname selama pemeliharaan dihitung
dengan persamaan (Effendie 1997):
SR = Nt/No x 100%
keterangan: SR = kelangsungan hidup udang (%)
Nt = jumlah udang pada hari ke-t (ekor)
No = jumlah udang tebar awal (ekor)
3.4.1.2 Laju Pertumbuhan
Laju pertumbuhan udang vaname dan rumput laut Gracilaria verrucosa
ditentukan dengan menggunakan rumus (Huisman 1976) :
G = {(ln Wt – ln Wo)/t} x 100%
keterangan: G = pertumbuhan harian udang/rumput laut (% per hari)
Wt = bobot rata-rata udang atau rumput laut pada hari ke-t (g)
Wo = bobot rata-rata udang atau rumput laut awal (g)
t = selang sampling (hari)
3.4.1.3 Retensi Nitrogen
Nilai retensi nitrogen pada udang dan rumput laut dihitung berdasarkan
persamaan sebagai berikut :
3.4.14 Rasio Konversi Pakan
Rasio konversi pakan merupakan perbandingan antara jumlah pakan yang
diberikan terhadap pertambahan biomassa udang pada waktu tertentu dihitung
dengan menggunakan rumus sebagai berikut:
FCR = jumlah pakan yang diberikan (kg)/pertambahan biomassa udang (kg)
3.4.1.5 Ekskresi Amoniak
Nilai ekskresi amoniak dihitung dengan menggunakan rumus (Yigid 2005):
Eksresi amoniak/NH3-N (mg N/g tubuh/jam) = {(N2 – N1)/(W x t2–1)}
keterangan : N2 = konsentrasi amoniak pada akhir pengamatan (mg/l)
N1 = konsentrasi amoniak pada awal pengamatan (mg/l)
V = volume air di dalam wadah
T2-1 = jarak waktu pengambilan sampling
W = bobot udang (g)
3.4.2 Pengumpulan Data
3.4.2.1 Data Bobot Udang dan Rumput Laut
Penentuan bobot udang uji dilakukan dengan cara mengambil 10 ekor udang
secara acak dalam setiap wadah percobaan, kemudian ditimbang. Penimbangan ini
dilakukan di awal dan setiap seminggu sekali selama masa pemeliharaan.
Pengukuran bobot rumput laut dilakukan dengan menimbang (bobot basah)
rumput laut pada masing-masing perlakuan. Rumput laut diambil secara acak
sebanyak 10 rumpun dari setiap ulangan perlakuan. Cara penimbangan, yaitu
rumput laut diangkat dan ditiriskan sampai air berhenti menetes, kemudian
ditimbang. Penimbangan dilakukan di tempat terlindung dari sinar matahari
langsung, yang dimaksudkan untuk menjaga agar tallus tidak mengalami
kekeringan dan mengalami kerusakan. Data bobot rumput laut diamatin diawal
dan setiap seminggu sekali selama masa pemeliharaan.
3.4.2.2 Data Kelangsungan Hidup (SR) Udang
Pengukuran kelangsungan hidup udang dapat dilakukan dengan menghitung
jumlah udang di awal dan akhir serta mengamati jumlah udang yang mati setiap
3.4.2.3 Data Kualitas Air
Kualitas air meliputi suhu, salinitas dan pH dilakukan penggukuran setiap
hari. Pengukuran DO, total amoniak nitrogen (TAN), nitrat dan nitrit dilakukan
seminggu sekali.
3.4.2.4 Data Proksimat
Analisis proksimat pakan dilakukan pada awal sebelum pemeliharaan,
sedangkan untuk sampel udang dan rumput laut dilakukan uji proksimat pada
awal dan akhir penelitian. Analisis yang dilakukan hanya kadar protein saja, ini
dilakukan untuk mengetahui jumlah amoniak yang terdapat di tubuh udang
vaname dan rumput laut. Analisis proksimat untuk nitrogen dilakukan dengan
metode Kjeldahl dijelaskan pada Lampiran 1. Analisis proksimat dilakukan di
Laboratorium Nutrisi, Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Hasil
4.1.1 Penelitian Tahap I
Penelitian tahap satu ini dilaksanakan dengan tiga perlakuan dan dua
ulangan yaitu kepadatan udang vaname sebanyak 5, 10, dan 15 ekor/100 liter air
tiap akuarium. Pada penelitian ini dilakukan pengamatan kelangsungan hidup
(SR), bobot dan average daily gain (ADG) udang agar diketahui jumlah padat
tebar yang baik untuk penelitian tahap kedua sehingga pada penelitian tahap
kedua udang yang mati bukan karena terlalu padat tetapi memang dipengaruhi
oleh perlakuan. Nilai pertumbuhan dan kelangsungan hidup udang selama masa
penelitian ditunjukkan pada Tabel 1.
Tabel 1 Pertumbuhan udang vaname (Litopenaeus vannamei) selama penelitian tahap I
Perlakuan (ekor udang/ 100 liter)
Bobot Awal (g) Bobot Akhir (g) Average Daily Gain
(ADG) (g/hari)
Kelangsungan Hidup (%) Total
Rata-rata Total
Rata-rata
5 34,074 6,815 41,111 8,222 0,201 100,0
10 75,177 7,518 68,639 8,580 0,152 80,0
15 107,066 7,138 103,021 7,899 0,109 86,7
Dari Tabel 1 terlihat bahwa nilai kelangsungan hidup dan pertambahan berat
harian dalam satu periode pemeliharaan udang vaname pada tahap I diperoleh
hasil yang paling tinggi pada perlakuan padat tebar 5 ekor/100 liter. Nilai
kelangsungan hidup dan ADG udang vaname yang dipelihara secara sederhana
dengan padat tebar 7 ekor/m2 di tambakBBPBAP Jepara sebesar 93% dan 2,24 gram per hari pada masa pemeliharaan 60 hari dengan berat rata-rata udang
sebesar 8,97 gram (Arifin et al. 2005). Dari data penelitian Budiardi (2008)
diperoleh nilai kelangsungan hidup dan ADG udang vaname dengan padat tebar
[image:32.612.129.509.376.491.2]0.0 0.5 1.0 1.5 2.0 2.5
1 2 3 4
Minggu ke-P e rt u m b u h a n H a ri a n ( % )
A B C D
8,3 gram. Apabila dibandingkan nilai kelangsungan hidup dan ADG udang
vaname pada penelitian tahap satu ini dengan hasil penelitian secara sederhana
dan intensif diatas maka dapat disimpulkan perlakuan padat tebar 5 ekor per 100
liter yang paling baik karena berada pada kisaran yang normal. Dari hasil tersebut
dipilih perlakuan 5 ekor/100 liter untuk digunakan pada penelitian tahap kedua.
Pengamatan selama 5 jam menunjukkan bahwa konsentrasi amoniak dalam
air sampai jam ke-4 terus meningkat dan mulai menurun pada jam ke-5. Nilai
ekskresi amoniak tertinggi pada jam ke-4. Nilai rata-rata ekskresi amoniak per
jam sebesar 0,004 mg/g tubuh/jam. Konsentrasi amoniak di dalam air dan nilai
ekskresi amoniak dapat dilihat pada Table 2.
Tabel 2 Konsentrasi amoniak (mg/l) dalam air selama 5 jam dan ekskresi amoniak rata-rata per jam (mg/g tubuh/jam)
Perlakuan
Waktu Pengamatan (jam ke- ) Bobot
Rata-rata
Ekskresi Amoniak
0 1 2 3 4 5 Udang
(g)
(mg/g tubuh/jam)
U1 0,356 0,438 0,535 0,603 0,671 0,620 7,890 0,005
U2 0,544 0,586 0,540 0,580 0,660 0,643 8,214 0,003
Rata-rata 0,450 0,512 0,537 0,591 0,665 0,631 8,052 0,004
4.1.2 Penelitian Tahap II
4.1.2.1 Pertumbuhan Udang Vaname
[image:33.612.127.510.316.412.2] [image:33.612.161.487.487.634.2]0 20 40 60 80 100 120
0 1 2 3 4
Minggu ke-K e la n g su n g a n H id u p ( % )
A B C D
Bobot udang vaname pada minggu ke-2, 3 dan 4 berbeda nyata antar
perlakuan (P<0,05) (Lampiran 11).Bobot udang paling rendah pada perlakuan A
(tanpa rumput laut) daripada perlakuan dengan rumput laut (Lampiran 7 dan 11).
Laju pertumbuhan harian udang setiap perlakuan terus menurun sampai akhir
penelitian. Laju pertumbuhan harian udang tidak berbeda nyata (P>0,05) antar
perlakuan tanpa rumput laut (A) dan perlakuan padat tebar rumput laut 3,123;
6,250 dan 9,375 g/l di setiap minggu hingga akhir penelitian.
4.1.2.2 Kelangsungan Hidup
Nilai kelangsungan hidup udang vaname (SR) pada penelitian tahap II, pada
minggu pertama sampai akhir penelitian tiap minggunya menunjukkan adanya
perbedaan (P<0,05) antar perlakuan dengan rumput laut dan tanpa rumput laut
(Lampiran 13). SR udang pada perlakuan dengan rumput laut (B, C dan D) lebih
tinggi daripada perlakuan tanpa rumput laut (A). Pada Gambar 2 terlihat bahwa
nilai kelangsungan hidup menunjukkan trend yang sama yaitu SR perlakuan A
(tanpa rumput laut) selalu berada dibawah perlakuan dengan rumput laut. Nilai
kelangsungan hidup tertinggi pada perlakuan padat tebar rumput laut 3,125 g/l (B)
yaitu 82,67%. Nilai kelangsungan hidup udang vaname dari awal sampai akhir
penelitian dapat dilihat pada Lampiran 8.
[image:34.612.151.485.464.645.2]4.1.2.3 Pertumbuhan Rumput Laut
Pada Tabel 3 ditunjukkan kondisi biomassa rumput laut selama empat
minggu pemeliharaan. Pertumbuhan tanaman berbeda antar padat tebar 3,125 g/l
dengan 6,250 g/l dan 9,375 g/l (P<0,05). Hal ini dapat dilihat dengan adanya
pertambahan bobot basah tanaman dari waktu ke waktu yang diamati setiap
minggu. Pertumbuhan tanaman dari setiap periode pengamatan menunjukkan
adanya peningkatan pada tahap awal masa pemeliharaan dan mengalami
penurunan setelah minggu ketiga.
Tabel 3 Bobot (kg) rumput laut Gracilaria verrucosa yang dipelihara bersama udang vaname dengan perlakuan perbedaan padat tebar rumput laut B (3,125 g/l), C (6,250 g/l) dan D (9,375 g/l)
Perlakuan
Minggu ke-
0 1 2 3 4
B 1,562a
1,888a 2,284a 2,786a 3,255a
C 3,125b 3,777b 4,564b 5,307b 5,963b
D 4,688c
5,396c 5,927c 6,283c 6,563c
Angka yang diikuti oleh huruf yang tidak sama berbeda nyata antar perlakuan pada tiap tahap waktu pada taraf uji 5%
Pada Lampiran 15 dijelaskan, bahwa peningkatan laju pertumbuhan harian
rumput laut di minggu ke-1 dan ke-2 berbeda nyata antar perlakuan padat tebar
9,375 g/l dengan padat tebar 3,125 g/l dan 6,250 g/l. Sedangkan pada minggu ke-3
dan 4 peningkatan laju pertumbuhan harian rumput laut berbeda antar petak
(P<0,05). Peningkatan laju pertumbuhan harian rumput laut terdiri dari tiga
kelompok, padat tebar 3,125 g/l paling tinggi yaitu 2,62%, sedang pada padat
tebar 6,250 g/l yaitu 2,31% serta kelompok dengan laju pertumbuhan harian
paling rendah yaitu padat tebar 9,375 g/l (1,20%). Berdasarkan dari data laju
pertumbuhan harian yang disajikan pada Gambar 3, bahwa dari pengamatan
minggu ketiga pada perlakuan 3,125 g/l mencapai maksimum dan menurut pada
minggu ke-4. Nilai laju pertumbuhan yang berbeda pada perlakuan C dan D
dibandingkan perlakuan B disebabkan adanya perbedaan padat tebar.
[image:35.612.131.508.311.412.2]nutrien yang tersedia di dalam air dengan kebutuhan untuk pertumbuhan rumput
laut yang ada di dalam wadah sehingga nilai laju pertumbuhan hariannya lebih
rendah.
Gambar 3 Laju pertumbuhan harian rumput laut dengan perlakuan perbedaan padat tebar rumput laut B (3,125 g/l), C (6,250 g/l) dan D (9,375 g/l) pada media pemeliharaan udang vaname (Litopenaeus vannamei) dan rumput laut (Gracilaria verrucosa)
4.1.2.4 Rasio Konversi Pakan (FCR) dan Retensi Nitrogen
Pada Tabel 4 diperlihatkan bahwa FCR pakan pada penelitian ini tidak
berbeda nyata (P>0,05). Nilai FCR terkecil pada perlakuan padat tebar rumput
laut 3,125 g/l (1,99) dan terbesar pada perlakuan tanpa rumput laut dengan nilai
[image:36.612.147.495.145.320.2]2,69.
Tabel 4 Nilai konversi pakan (FCR), retensi nitrogen udang dan rumput laut pada perlakuan perbedaan padat tebar rumput laut B (3,125 g/l), C (6,250 g/l) dan D (9,375 g/l) dan tanpa rumput laut (A)
Perlakuan FCR Retensi N (gr)
Udang Rumput Laut
A 2,69a 0,59b -
B 1,99a 2,73a 14,62a
C 2,02a 1,60ab 8,54c
D 2,24a 1,78ab 12,46b
Angka yang diikuti oleh huruf yang tidak sama berbeda nyata antar perlakuan pada tiap tahap waktu pada taraf uji 5%
0.0 0.5 1.0 1.5 2.0 2.5 3.0
1 2 3 4
M inggu
ke-L aj u P er tu m b u h an H ar ia n ( % )
[image:36.612.134.505.567.657.2]0 .0 0 .2 0 .4 0 .6 0 .8 1.0 1.2 1.4 1.6
0 1 2 3 4
M ing g u
ke-A B C D
Nilai retensi nitrogen udang berbeda nyata pada setiap perlakuan (P<0,05)
sehingga terjadi pengelompokan, yaitu perlakuan dengan retensi nitrogen udang
tinggi pada perlakuan padat tebar rumput laut 3,125 g/l, sedang (6,250 g/l dan
9,375 g/l) serta rendah pada perlakuan A tanpa rumput laut. Dari Tabel 4
ditunjukkan bahwa nilai retensi nitrogen rumput laut (Gracilaria verrucosa)
berbeda nyata antar perlakuan (P<0,05) dengan retensi pada perlakuan 3,125 g/l
lebih tinggi daripada padat tebar rumput laut 6,250 g/l dan 9,375 g/l.
4.1.2.5 Kualitas Air
Hasil penelitian menunjukkan bahwa konsentrasi total amoniak (TAN) pada
semua perlakuan pada minggu pertama meningkat terutama pada perlakuan
kontrol (A). Puncak konsentrasi TAN pada perlakuan tanpa rumput laut (A) dan B
(3,125 g/l rumput laut) terjadi pada minggu ini (Gambar 4). Pada minggu ke- 2
konsentrasi TAN menurun pada setiap perlakuan, sedangkan pada minggu ke- 3
konsentrasi TAN pada perlakuan B (3,125 g/l rumput laut) masih terus menurun
sebaliknya pada perlakuan tanpa rumput laut, C (6,250 g/l) dan D (9,375 g/l)
mulai naik kembali sampai akhir penelitian. Peningkatan tertinggi terjadi pada
perlakuan D (padat tebar rumput laut tertinggi yaitu 9,375 g/l), yang berbeda
[image:37.612.178.468.453.635.2]nyata nyata dengan perlakuan lainnya (Lampiran 19).
0 .0 0 .5 1.0 1.5 2 .0 2 .5 3 .0
0 1 2 3 4
M ing g u
ke-A B C D
0 .0 0 .2 0 .4 0 .6 0 .8 1.0 1.2 1.4
0 1 2 3 4
M ing g u
ke-A B C D
Gambar 5 Perubahan konsentrasi nitrit dengan perlakuan perbedaan padat tebar rumput laut A (tanpa rumput laut), B (3,125 g/l), C (6,250 g/l) dan D (9,375 g/l) pada media pemeliharaan udang vaname (Litopenaeus vannamei) dan rumput laut (Gracilaria verrucosa)
[image:38.612.181.466.82.296.2]
Gambar 6 Perubahan konsentrasi nitrat dengan perlakuan perbedaan padat tebar rumput laut A (tanpa rumput laut), B (3,125 g/l), C (6,250 g/l) dan D (9,375 g/l) pada media pemeliharaan udang vaname (Litopenaeus vannamei) dan rumput laut (Gracilaria verrucosa)
Konsentrasi nitrit pada minggu pertama dari semua perlakuan meningkat
[image:38.612.181.467.380.587.2]minggu ke-3 hingga akhir penelitian, sedangkan pada perlakuan B dan D pada
minggu ke-2 konsentrasi nitrit mulai turun dan terus menurun hingga akhir
penelitian (Gambar 5). Dari hasil analisis statistik, pada minggu ke empat nilai
kandungan nitrit berbeda nyata (P<0,05) dengan perlakuan yang lainnya yaitu
perlakuan tanpa rumput laut (A) lebih tinggi daripada padat tebar rumput laut
3,125 g/l; 6,250 g/l dan 9,375 g/l.
Konsentrasi nitrat meningkat di minggu ke-1, dan terjadi penurunan di
minggu ke-3 sampai akhir penelitian (Gambar 6). Kandungan nitrat pada minggu
ke-1 berbeda antar perlakuan. Kandungan nitrat tertinggi pada perlakuan padat
tebar tanpa rumput laut 9,375 g/l yaitu 0,945 mg/l. Hasil analisis statistik pada
minggu ke-2, 3 dan 4 tidak berbeda (P>0,05) antar perlakuan.
Pengamatan kualitas air pemeliharaan meliputi oksigen terlarut (DO), suhu,
salinitas dan pH. Salinitas dan oksigen terlarut pada media dengan rumput laut
fluktuasinya lebih kecil dari pada media tanpa rumput laut. Sedangkan untuk suhu
dan pH pada setiap perlakuan tidak ada perbedaan, suhu dan pH pada perlakuan
dengan rumput laut dan tanpa rumput laut hampir sama sampai akhir penelitian
(Lampiran 10). Nilai dari keempat parameter kualitas air media pemeliharaan
masih di dalam kisaran normal untuk hidup udang dan rumput laut (Gracilaria
verrucosa).
4.2. Pembahasan
Pemanfaatan nitrogen terlarut oleh rumput laut di perairan bertujuan untuk
mengurangi beban dalam media budidaya. Pada minggu awal penelitian terlihat
jelas (Gambar 4) kandungan total amoniak nitrogen (TAN) pada perlakuan tanpa
rumput laut (A) meningkat tiga kali lebih tinggi dari perlakuan dengan rumput
laut (B, C dan D). Kandungan TAN pada perlakuan dengan rumput laut
bertambah tetapi tidak terlalu tinggi, dikarenakan rumput laut dapat
memanfaatkan senyawa nitrogen (Lampiran 9). Rumput laut dapat memanfaatkan
N terlarut dalam perairan melalui proses difusi dengan seluruh bagian tubuhnya.
Semakin tinggi kemampuan rumput laut mampu menyerap N terlarut di media
budidaya, maka semakin besar nilai pertumbuhannya dalam artian akan semakin
kandungan N rumput laut yang meningkat. Kandungan N dalam berat kering
tertinggi pada perlakuan padat tebar rumput laut B (3,125 g/l) yaitu 3,93%
kemudian perlakuan C (9,375 g/l) sebesar 2,92% dan terendah pada perlakuan C
(6,250 g/l) yaitu 2,33%. Bukti penyerapan total amoniak nitrogen (TAN) dapat
dilihat secara statistik (Lampiran 15) adanya perbedaan antar perlakuan laju
pertumbuhan harian rumput laut pada padat tebar 9,375 g/l lebih rendah daripada
perlakuan lainnya.
Nitrogen sangat penting bagi rumput laut dalam pengaturan metabolisme
dan reproduksi. Pertumbuhan dan biomas dapat tercapai dengan baik bila tanaman
laut ini tercukupi nitrogen. Pengambilan nitrogen oleh tanaman laut bukan hanya
fungsi dari konsentrasi N eksternal tetapi juga konsentrasi N internal di dalam
jaringan tanaman. Pengambilan dan penyimpanan N oleh rumput laut dapat
dipengaruhi oleh konsentrasi N anorganik terlarut di dalam air dan juga
dipengaruhi oleh fluktuasi ekologis N dalam jaringan tumbuhan dan kecepatan
pertumbuhan. Konsentrasi N yang rendah di lingkungan tidak dapat mencukupi
kebutuhan tanaman akan N untuk penggunaan selanjutnya. Tetapi rumput laut
mempunyai kemampuan untuk mengasimilasi dan menyimpan nutrien dari
lingkungannya khususnya pada saat konsentrasi rendah. Kandungan N dalam
berat kering pada perlakuan C dan D lebih kecil dari B diduga walaupun jumlah N
di air tinggi tetapi dalam bentuk nitrat dan nitrit, Gracilaria kurang mampu
memanfaatkannya. Hal ini sesuai yang dikemukan oleh Patadjai (1993) dan
Sukmarumaeti (2002), bahwa nitrogen dalam bentuk amoniak yang paling utama
diserap oleh rumput laut. Oleh karena itu, untuk mencukupi kebutuhannya, N
cadangan yang tersimpan di dalam jaringan dipergunakan terlebih dahulu untuk
pertumbuhan (Risjani 1999).
Kemampuan penyerapan N dari limbah budidaya udang tiap perlakuan
perbedaan padat tebar rumput laut tertinggi pada perlakuan B (3,125 g/l) yaitu
14,62 g kemudian (9,375 g/l) sebesar 12,46 g dan terkecil pada perlakuan C
(6,250 g/l) sebesar 8,54 g (Lampiran 9). Pada perlakuan B selama empat minggu
pemeliharaan, rumput laut mampu memanfaatkan 14,62 g N terlarut dari limbah
budidaya udang sehingga bobot rumput laut bertambah menjadi dua kalinya. Jika
N/kg tubuh/jam. Walaupun pemanfaatan N oleh rumput laut pada penelitian ini
lebih kecil dari hasil pengukuran Harris et al. (2008) yaitu rumput laut Gracilaria
sp. mampu memanfaatkan N di media budidaya multi-tropik dari 0,6 ppm pada
pengukuran jam 06.00 menjadi 0-0,125 ppm pada jam 16.45, tetapi kemampuan
penyerapan ini sudah 3 kali lebih besar dari nilai produksi N eksresi udang per
kilogram tubuh per jam pada penelitian tahap satu. Artinya N terlarut dari hasil
ekskresi udang mampu dimanfaatkan secara maksimal oleh rumput laut.
Pemanfaatan amoniak perlakuan perbedaan padat tebar rumput laut C
(6,250 g/l) dan D (9,375 g/l) lebih besar dari pada pelakuan B (3,125 g/l) hanya di
awal penelitian saja. Keadaan tersebut tidak bertahan lama karena jumlah
amonium sudah berkurang. Untuk memenuhi kebutuhan nutriennya rumput laut
memanfaatkan nitrat dan nitrit. Ini dapat dilihat dari semakin menurunnya
kandungan nitrat dan nitrit di media budidaya (Gambar 5 dan 6). Alga umumnya
menyerap nitrogen secara bertahap, yaitu: Amonium > nitrat > nitrit. Pemanfaatan
nitrat dan nitrit oleh rumput laut kurang efisien karena nitrat dan nitrit harus
terlebih dahulu direduksi sebelum digunakan oleh sel-sel rumput laut. Nitrat
dimanfaatkan oleh rumput laut untuk metabolisme dengan bantuan enzim nitrat
reduktase yang dihasilkannya (Patadjai 1993). Penyerapan nitrat dan nitrit oleh
rumput laut dipengaruhi oleh konsentarsi amonium dalam media. Karena yang
dimanfaatkan rumput laut pada perlakuan C dan D nitrat dan nitrit,
pertumbuhannya tidak secepat pada awal penelitian yang lebih banyak
memanfaatkan amonium. Pertumbuhan rumput laut di dua minggu pertama cepat
kemudian menurun hingga akhir penelitian. Hal yang sama dengan penelitian
Soriano (2002), pemeliharaan rumput laut Gracilaria sp. di saluran pembuangan
tambak udang vaname 15 hari pertama mencapai 8,8% kemudian trus menurun.
Hal ini juga dipengaruhi keadaan cuaca yang tidak mendukung, pada
minggu ketiga hingga akhir penelitian terjadi hujan dan banjir. Rumput laut
memerlukan proses fotosintesi untuk pertumbuhannya. Proses fotosintensi dapat
berjalan lancar bukan karena adanya nutrien saja tetapi membutuhkan sinar
matahari. Rendahnya pertumbuhan juga dikarenakan kepadatan rumput laut dalam
satu rumpun yang terlalu tinggi. Rumput laut yang diikat dan padat tebarnya
laut itu sendiri, hal ini merupakan gejala yang normal. Padat tebar yang tinggi,
ruang gerak menjadi sempit sehingga susah untuk berkembang dan kebutuhan
akan nutrien terus meningkat (Sidik et al. 2002).
Pada perlakuan B dengan padat tebar rumput laut paling rendah (3,125 g/l)
pertumbuhan maksimal dicapai pada minggu ketiga. Dari minggu ke minggu
pengurangan TAN pada perlakuan B terus meningkat hingga mencapai minimum.
Penyerapan amoniak yang bertahap dapat meningkatkan pertumbuhan yang baik
sehingga diperoleh nilai laju pertumbuhan harian terbesar. Perlakuan B (3,125 g/l
rumput laut) karena dapat memanfaatkan amoniak dalam waktu yang lama
sehingga pertumbuhannya bisa lebih baik dan cepat dari pada perlakuan C dan D
yang harus memproses nitrat dan nitrit untuk memenuhi kekurangan kebutuhan
akan nutrien. Hal ini dapat dilihat dari jumlah N di rumput laut akhir penelitian
yang meningkat dari 3,04% menjadi 3,93%. Budidaya rumput laut Gracilaria
parvispora dengan mengunakan air buangan dari tambak udang dapat
meningkatkan kandungan nitrogen di tallus dari 1% menjadi 3,5% dengan laju
pertumbuhan 8-9% per hari lebih tinggi dari pada laju pertumbuhan rumput laut
yang diberi pupuk kimia hanya 4-5% per hari (Glenn et al. 2002).
Pada penelitian ini nilai laju pertumbuhan harian rata-rata rumput laut
tertinggi pada perlakuan B yaitu 2,62%, kemudian C (2,31%) dan terendah pada
perlakuan D (1,20%). Walaupun nilai laju pertumbuhan ini lebih kecil dari
penelitian (Sukmarumaeti 2002; Soriano 2002) tetapi masih dalam kisaran normal
yang lebih besar dari hasil penelitian yang dilakukan Hendrajat dan Mangampa
(2007) dengan laju pertumbuhan 1,08-2,09%. Perbedaan produksi biomassa yang
diperoleh terutama dikarenakan sistem budidaya dan spesies rumput laut yang
digunakan.
Pada minggu kedua perlakuan tanpa rumput laut (A) kandungan total
amoniak nitrogen (TAN) turun drastis. Hal ini dikarena adanya oksidasi amoniak
menjadi nitrit dan oksidasi nitrit menjadi nitrat. Terlihat pada Gambar 5 dan 6
nilai kandungan nitrat dan nitrit terus meningkat hingga mencapai puncak. Ini
sangat mungkin terjadi dikarenakan pada media budidaya diberi aerasi sehingga
kebutuhan oksigen untuk proses oksidasi terpenuhi. Bukti yang mendukung
perlakuan A dari minggu ke minggu hingga akhir penelitian terus berkurang.
Boyd (1981) menyatakan bahwa untuk proses oksidasi amoniak sebagai sumber
energi, CO2 sebagai sumber karbon dan O2 untuk proses oksidasinya. Pada
perlakuan dengan rumput laut oksidasi terjadi juga tetapi karena amoniak banyak
yang dimanfaatkan oleh rumput laut maka yang dioksidasi menjadi nitrit lebih
sedikit ini d