• Tidak ada hasil yang ditemukan

Uji Variasi Suhu Terhadap Hasil Pengering Pada Alat Pengering Ikan (Tipe Kabinet)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Uji Variasi Suhu Terhadap Hasil Pengering Pada Alat Pengering Ikan (Tipe Kabinet)"

Copied!
76
0
0

Teks penuh

(1)

UJI VARIASI SUHU TERHADAP HASIL PENGERING PADA

ALAT PENGERING IKAN (TIPE KABINET)

DRAFT

OLEH :

ERDI K L TOBING

PROGRAM STUDI KETEKNIKAN PERTANIAN

FAKULTAS PERTANIAN

(2)

UJI VARIASI SUHU TERHADAP HASIL PENGERING PADA

ALAT PENGERING IKAN (TIPE KABINET)

DRAFT

OLEH :

ERDI K L TOBING

100308060/KETEKNIKAN PEERTANIAN

Draft sebagai salah satu syarat untuk dapat melakukan seminar hasilpenelitian di Program Studi Keteknikan Pertanian Fakultas Pertanian

Universitas Sumatera Utara

Disetujui Oleh :

Komisi Pembimbing

PROGRAM STUDI KETEKNIKAN PERTANIAN

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2015

(Ainun Rohanah, STP, M.Si) Ketua

(3)

ABSTRAK

ERDI KRISTIANTO LUMBAN TOBING: Uji variasi suhu terhadap hasil pengering pada alat pengering ikan (tipe kabinet) dibimbing oleh AINUN ROHANAH dan SAIPUL BAHRI DAULAY.

Pengeringan merupakan kegiatan yang penting dalam pengawetan bahan, maupun industri pengolahan hasil pertanian. Cara yang paling mudah dan murah untuk melakukan pengeringan adalah dengan menggunakan sinar matahari atau penjemuran. Untuk mengatasi keterbatasan pengeringan pada tenaga matahari, maka dibuatlah alat pengering ikan yang mampu digunakan setiap waktu dan menjamin higienitas ikan yang dikeringkan. Penelitian ini bertujuan untuk menguji kadar air hasil pengeringan ikan pora - pora pada alat pengering ikan (tipe kabinet) serta menghitung nilai organoleptik hasil pengeringan. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Keteknikan Pertanian Fakultas Pertanian USU pada Desember 2014 sampai Maret 2015 menggunakan komoditi ikan pora - pora. Parameter yang diamati adalah kadar air dan uji organoleptik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kadar air terbaik dengan komoditi ikan pora – pora sebesar 29,17%, organoleptik kenampakan terbaik sebesar 7,13, dan organoleptik aroma sebesar 7,0.

Kata kunci : Alat pengering ikan (tipe kabinet), ikan pora – pora.

ABSTRACT

ERDI KRISTIANTO LUMBAN TOBING : Temperature Variation Test to result dryer yield of fish dryer machine (cabinet type) , supervised by AINUN ROHANAH and SAIPUL BAHRI DAULAY.

(4)

RIWAYAT HIDUP

Erdi Kristianto Lumban Tobing, dilahirkan di Medan pada tanggal 23

Januari 1993 dari ayahanda Tombang Lumban Tobing dan Ibunda Fatimah

Naibaho. Anak pertama dari empat bersaudara.

Penulis menyelesaikan pendidikan di SMA Santo Thomas 3 Medan pada

tahun 2010 dan diterima di Program Studi Keteknikan Pertanian, Fakultas

Pertanian, Universitas Sumatera Utara melalui jalur Seleksi Nasional Masuk

Perguruan Tinggi Negri (SNMPTN).

Selama masa perkuliahan, penulis aktif sebagai anggota Ikatan Mahasiswa

Teknik Pertanian (IMATETA) Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara,

dan Paduan Suara Transeamus Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara.

Pada Tahun 2013, penulis melaksanakan Praktek Kerja Lapangan (PKL) di Pabrik

kelapa Sawit (PKS) PTPN II Sawit Sebrang, Langkat. Kemudian pada tahun

2015 mengadakan penelitian skripsi dengan judul “Uji Variasi Suhu Terhadap

(5)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas

berkat dan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

Draft ini berjudul “Uji Variasi Suhu terhadap Hasil Pengering pada Alat

Pengering Ikan (Tipe Kabinet)” yang merupakan salah satu syarat untuk dapat

menyelesaikan skripsi di Program Studi Keteknikan Pertanian Fakultas Pertanian

Universitas Sumatera Utara, Medan.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada

Ibu Ainun Rohanah,STP, M.Si selaku ketua komisi pembimbing dan

kepadaBapak Ir. Saipul Bahri Daulay, M.Siselaku anggota komisi pembimbing

yang telah banyak membimbing penulis sehingga dapat menyelesaikan draft ini.

Penulis menyadari bahwa draft ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena

itu penulis mengharapkan kritik dan saran dari para pembaca yang bersifat

membangun untuk kesempurnaan pada masa yang akan datang.

Akhir kata, penulis mengucapkan terima kasih, semoga draft ini

bermanfaat bagi pihak yang membutuhkan.

Medan, Februari 2015

(6)

DAFTAR ISI

Hal.

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR TABEL ... iii

DAFTAR GAMBAR ... iv

DAFTAR LAMPIRAN ... v

PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1

Tujuan Penelitian ... 2

Kegunaan Penelitian... 3

Pembatasan Masalah ... 3

TINJAUAN PUSTAKA Ikan ... 4

Deskripsi ikandan klasifikasiikan pora-pora ... 4

Nilai gizi dan manfaat ikan pora-pora... 5

Jenis-jenis Pengeringan ... 5

Proses pengeringan ikan ... 6

SNI (Standar Nasional Indonesia) ikan kering ... 8

Komponen Alat Pengering Ikan (Tipe Kabinet) ... 9

Ruang pemanas ... 10

Ruang pengeringan ... 11

Keluaran udara ... 11

Logam yang Digunakan ... 12

Baja tahan karat (stainless steel) ... 12

Besi ... 12

Aluminium ... 13

Prinsip Kerja Alat Pengering Ikan (Tipe Kabinet) ... 13

Kadar Air ... 13

Pindah Panas ... 14

Uji Organoleptik... 17

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian ... 19

Bahan dan Alat Penelitian ... 19

Metodologi Penelitian ... 19

Prosedur Penelitian ... 20

Parameter yang Diamati ... 21

Kadar Air ... 21

Organoleptik ... 21

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil ... 23

Kadar Air ... 23

Uji Organoleptik ... 26

Kenampakan ... 26

(7)

KESIMPULAN DAN SARAN

(8)

DAFTAR TABEL

No. Hal.

1. Komposisi Kimia Dan Nilai Gizi Ikan ... 4

2. Perbandingan Nilai Kandungan Gizi Ikan Pora-Pora Basa Dan Kering ... 5

3. Persyaratan Mutu dan Keamanan Pangan ... 9

4. Nilai Organoleptik untuk Kenampakan ... 21

5. Nilai Organoleptik untuk Aroma ... 22

6. PengaruhSuhu Pengeringan terhadap Parameter ... 23

7. Pengaruh Suhu Pengeringan terhadap Kadar Air ... 24

8. Pengaruh Suhu Perngeringan terhadap Kenampakan ... 28

(9)

DAFTAR GAMBAR

No. Hal.

1. Hubungan suhu pengeringan terhadap kadar air ... 25

2. Hubungan suhu pengeringan terhadap organoleptik kenampakan... 28

(10)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Hal.

1. Flow chart penelitian ... 36

2. Data pengamatan kadar air setelah pengeringan ... 37

3. Data pengamatan organoleptik kenampakan ... 38

4. Data pengamatan organoileptik aroma ... 39

5. Data perhitungan kadar air ... 40

6. Gambar alat pengering ... 57

7. Gambar komponen alat pengering kabinet ... 58

8. Gambar ikan pora-pora ... 60

9. Gambar tampak depan alat ... 61

10. Gambar tampak penampang pemanas... 62

11. Gambar penampang rak ... 63

12. Gambar screen radiator ... 64

13. Gambar tampak samping lubang pengeluaran ... 65

(11)

ABSTRAK

ERDI KRISTIANTO LUMBAN TOBING: Uji variasi suhu terhadap hasil pengering pada alat pengering ikan (tipe kabinet) dibimbing oleh AINUN ROHANAH dan SAIPUL BAHRI DAULAY.

Pengeringan merupakan kegiatan yang penting dalam pengawetan bahan, maupun industri pengolahan hasil pertanian. Cara yang paling mudah dan murah untuk melakukan pengeringan adalah dengan menggunakan sinar matahari atau penjemuran. Untuk mengatasi keterbatasan pengeringan pada tenaga matahari, maka dibuatlah alat pengering ikan yang mampu digunakan setiap waktu dan menjamin higienitas ikan yang dikeringkan. Penelitian ini bertujuan untuk menguji kadar air hasil pengeringan ikan pora - pora pada alat pengering ikan (tipe kabinet) serta menghitung nilai organoleptik hasil pengeringan. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Keteknikan Pertanian Fakultas Pertanian USU pada Desember 2014 sampai Maret 2015 menggunakan komoditi ikan pora - pora. Parameter yang diamati adalah kadar air dan uji organoleptik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kadar air terbaik dengan komoditi ikan pora – pora sebesar 29,17%, organoleptik kenampakan terbaik sebesar 7,13, dan organoleptik aroma sebesar 7,0.

Kata kunci : Alat pengering ikan (tipe kabinet), ikan pora – pora.

ABSTRACT

ERDI KRISTIANTO LUMBAN TOBING : Temperature Variation Test to result dryer yield of fish dryer machine (cabinet type) , supervised by AINUN ROHANAH and SAIPUL BAHRI DAULAY.

(12)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar di dunia memiliki laut yang

luasnya sekitar 3,5 juta km2 dan memiliki garis pantai sepanjang 104.000 km yang

didalamnya tekandung sumber daya perikanan dan kelautan yang memiliki

potensi besar untuk dijadikan tumpuan pembanguan ekonomi nasional. Pada saat

ini, Indonesia merupakan negara produsen perikanan dunia di samping China,

Peru, Amerika Serikat serta negara kelautan lainnya.Pada tahun 2011 total volume

produksi perikanan Indonesia adalah sekitar 12,3 juta ton. Angka ini disumbang

oleh produsi perikanan tangkap dan produksi perikanan budidaya (Pusat Data dan

Statistika Kementerian Kelautan dan Perikanan, 2011).

Ikan sebagai bahan makanan yang mengandung protein tinggi dan

mengandung asam amino esensial yang diperlukan oleh tubuh, di samping itu

nilai biologisnya mencapai 90% dengan jaringan pengikat sedikit sehingga mudah

dicerna. Hal paling penting adalah harganya jauh lebih murah dibandingkan

dengan sumber protein lain. Ikan juga dapat digunakan sebagai bahan

obat-obatan, pakan ternak dan lainnya. Kandungan kimia, ukuran dan nilai gizinya

tergantung pada jenis, umur kelamin, tingkat kematangan, dan kondisi tempat

hidupnya (Adawyah, 2006).

Selain potensi secara kuantitaf, Indonesia juga didukung oleh kualitas ikan

yang baik. Indonesia memiliki jumlah spesias ikan terbesar di dunia baik spesias ikan

air asin maupun tawar. Indonesia juga memiliki spesias ikan endemik di berbagai

(13)

banyak dihidup di danau Toba (Sumatera Utara) dan danau Singkarak

(Sumatera Barat). Pada tahun 2008 volume tangkap ikan pora-pora di danau

toba adalah 653,6 ton atau 14,6% dari volume tangkapan (Barus, 2011).

Seperti bahan pangan lainnya, ikan akan mengalami kerusakan sejak

ditangkap. Kerusakan pada ikan diakibatkan oleh aktivitas mikroba (bakteri,

kapang dan khamir) serta aktivitas enzim-enzim di dalam ikan. Untuk mencegah

kerusakan tersebut diperlukantindakan mengawetkan bahan pangan, satu tindakan

pengawetannya adalah pengeringan (Rohanah, 2006).

Pengeringan adalah pemindahan dengan sengaja dari bahan pangan

hingga mencapai kadar air tertentu. Bahan pangan kering dapat disimpan untuk

waktu yang lama, hal ini disebabkan karena mikroba yang dapat mengakibatkan

kebusukan tidak dapat tumbuh dan bertambah karena ketiadaan air, dan enzim

yang dapat menyebabkan perubahan yang tidak dikehendaki, tidak dapat

berfungsi tanpa adanya air (Earle,1969).

Untuk mengatasi keterbatasan ataupun kekurangan pada pengeringan

tenaga matahari maka dibuatlah alat pengering ikan yang mampu digunakan

setiap waktu dan menjamin higienitas ikan yang dikeringkan.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk menguji variasi suhu terhadap komoditi ikan

(14)

Kegunaan Penelitian

1. Bagi penulis yaitu sebagai bahan untuk menyusun skripsi yang

merupakansyarat untuk menyelesaikan pendidikan di Program Studi

Teknik PertanianFakultas Pertanian Universitas SumateraUtara.

2. Bagi mahasiswa, sebagai informasi pendukung untuk melakukanpenelitian

lebih lanjut mengenai hasil pengering pada alat pengering ikan (tipe

kabinet).

3. Bagi masyarakat, sebagai bahan informasi bagi pihak yang membutuhkan

terutama pada nelayan.

Pembatasan Masalah

Adapun penelitian ini membahas tentang variasi suhu dan hasil pengering

(15)

TINJAUAN PUSTAKA

Ikan

Deskripsidan Klasifikasi Ikan Pora-pora

Ikan merupakan bahan pangan yang mengandung protein tinggi yang

sangat dibutuhkan oleh manusia karena selain mudah dicerna, juga mengandung

asam amino dengan pola yang hampir sama dengan asam amino yang terdapat

dalam tubuh manusia.Berdasarkan hasil penelitian, daging ikan memiliki

komposisi kimia seperti terlihat pada tabel berikut.

Tabel 1. Komposisi Kimia dan Nilai Gizi Ikan

Komposisi Jumlah Kandungan (%)

Air (Suhartini dan Hidayat, 2005).

Ikan pora-pora adalah salah satu ikan air tawar yang hidup di perairan

danau Toba (Sumatera Utara) dan danau Singkarak (Sumatera barat). Adapun

klasifikasi ikan pora-pora (Mystacoleucus padangensis) adalah sebagai berikut :

Kingdom : Animalia

Kelas : Actinopterygii

Ordo : Cypriniformes

Famili : Cyprinidae

Sub Famili : Cyprininea

Genus : Mystacoleucus

Spesies : Mystacoleucus padangensis

(16)

Nilai Gizi dan Manfaat Ikan Pora-pora

Kandungan gizi ikan air tawar cukup tinggi, hampir sama dengan ikan air laut

sehingga dianjurkan untuk dikonsumsi dalam jumlah cukup. Mengkonsumsi ikan

tidak hanya memperkuat daya tahan otot jantung, tetapi juga meningkatkan

kecerdasan otak, menurunkan kadar trigliserida, dan mencegah penggumpalan darah.

Riset ilmiah terkini menunjukkan, ikan mengandung lemak tidak jenuh yang tinggi

berkhasiat melindungi jantung, otak dan sistem peredaran darah. Tingginya

kandungan protein dan vitamin membuat ikan yang mudah dibudidayakan ini sangat

membantu pertumbuhan anak-anak balita (Atkins, 2007).

Ikan pora-pora biasanya didistribusikan dalam keadaan basah dan kering,

adapun perbandingan nilai kandungan gizi ikan pora-pora basa dan kering adalah :

Tabel 2. Perbandingan Nilai Kandungan Gizi Ikan Pora-Pora Basa dan Kering Jenis Ikan Pora-pora Protein (%) Lemak (%) Kalsium (%)

Pada dasarnya, persiapan pengeringan sama dengan penggaraman pada

proses pengolahan ikan asin. Secara umum, cara pengeringan bertujuan untuk

mengurangi kadar airnya, hal itu dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut :

1. Pengering dengan sinar matahari

Cara tersebut sangat sederhana sehingga setiap orang dapat

melaksanakannya bahkan tanpa alat sekalipun, dikenal dengan

penjemuran. Keuntunggan pengeringan dengan sinar matahari tidak

diperlukan penanganan khusus dan mahal serta dapat dikerjakan oleh

(17)

2. Pengering tipe rak

Alat pengering tipe rak (tray dryer) mempunyai bentuk persegi dan di

dalamnya berisi rak-rak yang digunakan sebagai tempat bahan yang akan

dikeringkan. Pada umumnya rak tidak dapat dikeluarkan. Beberapa alat

pengering jenis itu, rak-raknya mempunyai roda sehingga dapat

dikeluarkan dari alat pengering. Ikan-ikan diletakkan di atas rak yang

terbuat dari logam dengan alas yang berlubang-lubang. Kegunaan dari

lubang tersebut untuk mengalirkan udara panas dari uap air

3. pengering rumah kaca

pengering rumah kaca pada prinsipnya merupakan ruang yang tertup oleh

dinding atau atap transparan (bening) sehingga sinar matahari dapat masuk

kedalamnya. Udara panas dari dalam ruang ditangkap sehingga suhunya

makin tinggi, lebih tinggi dari suhu udara diluar ruang. Suhu yang tinggi

itulah jyang dimanfaatkan untuk mempercepat proses penguapan air dari

ikan.

4. Pengering mekanis

Cara pengeringannya, udara dipanaskan kemudian dialirkan ke dalam

ruang yang berisi ikan dalam rak - rak pengering melalui pertolongan

kipas angin. Keuntungannya, pengeringan dapat dilakukan secara terus

menerus, bebas sama sekali dari lalat, waktu pengeringan relatif pendek,

kapasitas alat pengering besar, mutu ikan dihasilkan lebih baik

(18)

Proses Pengeringan Ikan

Pengeringan adalah suatu proses penguapan air dari bahan basah dengan

media pengering (bisa udara atau gas) melalui induksi panas. Karena kontak udara

yang panas/ hangat maka air dalam bahan akan menjadi lebih kering tergantung

dari kecepatan udara (dalam hal ini angin), tingkat kelembapan relatif dan suhu

udara setempat (Kudra, 2002).

Proses pengeringan diperoleh dengan cara penguapan air ikan. Cara tersebut

dilakukan dengan menurunkan kelembabapan nisbi udara dengan mengalirkan udara

panas disekeliling bahan, sehingga tekanan uap air bahan lebih besar dari tekanan uap

air di udara. Perbedaan tekanan itu akan menyebabkan terjadinya aliran uap air dari

bahan ke udara. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi penguapan, yaitu :

- Laju pemanasan waktu energi panas dipindahkan pada bahan

- Jumlah panas yang dibutuhkan untuk menguapkan air

- Suhu maksimum pada bahan

- Tekanan pada saat terjadi penguapan

(Adawyah, 2007).

Makin tinggi suhu dan kecepatan aliran udara pengering makin cepat pula

proses pengeringan berlangsung. Makin tinggi suhu udara pengering makin besar

energi panas yang dibawa udara sehingga makin banyak jumlah massa cairan

yang diuapkan dari permukaan bahan yang dikeringkan (Adnan, 1982).

Pengering adiabatis adalah pengering dimana panas dibawa ke dalam

pengering oleh suatu gas yang panas. Gas memberikan panas kepada air di dalam

bahan pangan dan membawa keluar uap air yang dihasilkan. Gas panas dapat

(19)

berlangsung melalui suatu permukaan yang padat, dimana panas dipindahkan

kepada produk melalui suatu plat logam yang juga membawa produk

tersebut(Desroisier, 1988).

Pengeringan merupakan kegiatan yang penting artinya dalam pengawetan

bahan, maupun industri pengolahan hasil pertanian. Tujuan pengeringan hasil

pertanian adalah (1) agar produk dapat disimpan lebih lama, (2) mempertahankan

daya fisiologik biji-bijian/benih, (3) pemanenan dapat dilakukan lebih awal, (4)

mendapatkan kualitas yang lebih baik, (5) menghemat biaya pengangkutan.

Dalam melakukan pengeringan, faktor udara dan iklim tempat pengolahan akan

mempengaruhi waktu pengeringan, cara pengeringan serta hasil pengeringan yang

akan didapat. Cara yang paling mudah dan murah untuk melakukan pengeringan

adalah dengan menggunakan sinar matahari atau penjemuran (Taib,dkk, 1988).

SNI (Strandar Nasional Indonesia) Ikan Kering

Pengeringan merupakan kegiatan yang penting artinya dalam pengawetan

bahan, maupun industri pengolahan hasil pertanian. Tujuan pengeringan hasil

pertanian adalah (1) agar produk dapat disimpan lebih lama, (2) mempertahankan

daya fisiologik biji-bijian/benih, (3) pemanenan dapat dilakukan lebih awal, (4)

mendapatkan kualitas yang lebih baik, (5) menghemat biaya pengangkutan.

Dalam melakukan pengeringan, faktor udara dan iklim tempat pengolahan akan

mempengaruhi waktu pengeringan, cara pengeringan serta hasil pengeringan yang

akan didapat. Cara yang paling mudah dan murah untuk melakukan pengeringan

adalah dengan menggunakan sinar matahari atau penjemuran (Taib,dkk, 1988).

Ikan kering adalah hasil olahan ikan yang dikeringkan, yang bertujuan

(20)

pada ikan mengakibatkan mikroba tidak dapat berkembang dan enzim tidak dapat

bereaksi, sehingga daya simpan lebih lama. Syarat mutu ikan kering tertera pada

tabel berikut (SNI 01-2708-1992).

Tabel 3.Persyaratan Mutu dan Keamanan Pangan

No. Jenis Uji Satuan Persyaratan

1 Organoleptik

Nilai minimal Angka (1-9) Minimal 7 2 Cemaran mikroba

ALT

Escherichia coli Salmonella* Vibrio cholerae * Staphylococcus aureus*

Koloni/gram

Abu tak larut dalam asam

% fraksi massa (Badan Standarisasi Nasional, 1992).

Komponen Alat Pengering Ikan (Tipe Kabinet)

Ruang Pemanas

Ruang pemanas terdiri dari beberapa komponen yaitu,

Kompor Gas LPG

Berfungsi sebagai sumber panas. Panas berasal dari pembakaran LPG

(Liquefied Proteleum Gas). Merupakan gas hidrokarbon produksi dari kilang

minyak dan kilang gas dengan komponen utama gas propane (C3H8) dan butane

C4H10. Pada tekanan atmosfer, LPG berbentuk gas, tetapi untuk kemudahan

distribusinya, LPG diubah menjadi fase cair dengan memberi tekanan. Dalam

bentuk cair, LPG mudah didistribusikan dalam tabung maupun tangki

Plat Rata

Terbuat dari plat besi berukuran 35 cm x 60 cm dengan ketebalan 2 inchi.

Berfungsi sebagai media penghantar panas dari api yang dihasilkan oleh kompor

(21)

Suatu plat rata bila dipanaskan akan membentuk suatu lapisan batas

konveksi bebas. Daerah aliran yang terbentuk dari tepi plat itu, dimana terlihat

pengaruh viskositas disebut lapisan batas. Untuk menandai posisi ydimana lapisan

batas itu berakhir, dipilih suatu titik sembarang. Titik sembarang ini dipilih

sedemikian rupa pada koordinat ydimana kecepatan menjadi 99 persen dari nilai

arus bebas u, jadi u=0,99u∞(Koestoer, 2002).

Pada permulaan, pembentukan lapisan batas itu laminar, tetapi pada suatu

jarak kritis sifat-sifat fluida, gangguan-gangguan kecil pada aliran itu membesar

dan mulailah terjadi proses transisi hingga akhirnya aliran menjadi turbulen.

Karakteristik aliran ini ditentukan oleh suatu besaran yang disebut bilangan

Reynolds. Untuk aliran melintas plat rata, bilangan Reynolds didefenisikan

sebagai :

�� = �∞�

� ……… ... (1)

Dimana : �∞ = kecepatan aliran bebas (m/s)

X = jarak dari tepi dengan plat (m)

v = viskositas kinematik fluida (m2/s)

(Koestoer, 2002).

Berbeda dengan logam cair; fluida yang umum seperti udara (Pr≅ 0.7)

atau air memiliki angka Pr> 1. Oleh karena itu lapisan batas kecepatannya lebih

tebal dari pada lapisan batas kalor. Untuk mendapatkan kalor total yang

dilepaskan plat untuk mencapai suhu fluida yang mengalir diatasnya diperlukan

bilangan Nusselt, yaitu fungsi dari bilangan Reynold dan Prandtl, dapat dituliskan

sebagai berikut:

(22)

Dimana : Re = Bilangan Reynolds

Pr = Bilangan Prandtl

(Koestoer, 2002).

Perpindahan kalor total dapat dirumuskan menjadi ;

� =ℎ . A (Tω−T)………... (3)

Dimana : h= koefisien perpindahan kalor rata-rata

A= luas penampang

Tω= suhu plat rata

T= suhu aliran fluida

(Koestoer, 2002).

Blower

Blower pada dasarnya sama dengan fan, dalam bangun yang lebih besar,

blower sering digunakan karena tekanan antaraannya yang tinggi yang diperlukan

untuk mengatasi turun tekan dalam sistem ventilasi. Sebagian besar blower

berbentuk sentrifugal. Blower juga dapat digunakan untuk memasok udara draft

ke boiler dan tungku (Harahap, 1993).

Fanbiasanya digunakan untuk tekanan rendah. Tekanan yang dihasilkan

biasanya kurang dari 0.5 lb/in2 (3.45 kPa). Sebaliknya, Blower digunakan pada

tekanan yang relatif lebih tinggi, namun biasanya lebih rendah dari 1.5

lb/in2(10.32 kPa), secara umum fandan blower dapat dikategorikan menjadi dua

(23)

Ruang Pengeringan

Nampan/ Tray

Nampan pada alat pengering tipe kabinet, terbuat dari alumunium

berbentuk persegi. Nampan dibuat berongga supaya udara panas dapat melalui

bahan yang akan dikeringkan. Pemilihan alumunim sebagai bahan nampan karena

berat jenis alumunium relatifrendah (Sumanto, 1994) sehingga mempermudah

dalam memuat bahan ke ruang pengeringan.

Pintu

Pemasangan pintu bertujuan untuk mempermudah memasukkan dan

mengeluarkan bahan bari ruang pengeringan serta untuk memerangkap

panas.Pada pintu juga dipasang kaca, agar pemakai dapat menmeriksa bahan

selama pengeringan tanpa membuka pintu, sehingga efisiensi lebih tinggi.

Keluaran Udara

Berupa lubang keluaran udara yang dapat dibuka dan ditutup dengan kisi

yang telah dirancang sedemikian rupa, sehingga udara panas dapat keluar dari

ruang pengeringan sesuai dengan besaran yang diinginkan.

Logam yang Digunakan

Baja Tahan Karat (Stainless Steel)

Logam yang digunakan merupakan logam baja tahan karat (stainless

steel). Baja tahan karat yang mempunyai seratus lebih jenis yang

berbeda-beda.Akan tetapi, seluruh baja itu mempunyai satu sifat karena kandungan

kromium yang membuatnya tahan terhadap karat.Baja tahan karat dapat dibagi ke

(24)

1. Baja Tahan Karat Ferit

Baja ini mengandung unsur karbon yang rendah (sekitar 0,04 % C) dan

sebagian besar dilarutkan dalam besi.Sementara itu, unsur lainnya yaitu

kromium sekitar 13 % - 20 % dan tambahan kromium tergantung pada

tingkat ketahanan karat yang diperlukan.

2. Baja Tahan Karat Austenit

Baja tahan karat austenit mengandung nikel dan kromium yang amat

tinggi, nikel akan membuat temperatur transformasinya rendah, sedangkan

kromium akan membuat kecepatan pendinginan kritisnya rendah.

3. Baja Tahan Karat Martensit

Baja tahan karat martensit mengandung sejumlah besar unsur karbon. Baja

yang mengandung 0,1 % C, 13 % Cr, dan 0,5 % Mn ini dapat didinginkan

untuk memperbaiki kekuatannya, tetapi tidak menambah kekerasan.

(Amanto dan Haryanto, 1999).

Besi

Besi adalah logam putih seperti perak, dapat di poles, keras, dapat

ditempa, dapat dilengkungkan, dan bersifat magnetik.Besi adalah unsur yang

sangat stabil dan merupakan unsur terbanyak kedelapan di bumi ini setelah

Silikon, juga merupakan unsur logam terbanyak ketiga pada lapisan kulit bumi

setelah Aluminium dan Silikon.Bijih besi yang banyak dikenal diantaranya

Magnetite (Fe3O4), Hermanite (Fe2O3), Siderite (FeCO3), Pirite (FeS2)

(25)

Aluminium

Aluminium adalah logam yang sangat ringan (berat jenis aluminium 0,65

atau 1/3 berat jenis tembaga).Tahanan jenis 2,8 x 10-8 atau 1,25 x tahanan jenis

tembaga.Sifat tahan tarik maksimum dalam keadaan dingin 17-20 kg/mm2.Oleh

sebab itu aluminium hanya dapat dipakai untuk lebar tegangan yang

pendek.Untuk tegangan yang panjang dipakai kabel aluminium (beberapa kawat

yang dipilin) dengan kawat baja sebagai intinya (Sumanto, 1994).

Prinsip Kerja Alat Pengering Ikan (Tipe Kabinet)

Alat Pengering Ikan (Tipe Kabinet) ini bekerja berdasarkan prinsip

perpindahan panas konveksi.Energi panas yang berasal dari pembakaran oleh

kompor menyebabkan naiknya temperatur ruang pembakar. Udara panas tersebut

akan dikonveksikan secara paksa, dengan hembusan udara pada dari blower

menuju ruang pengering. Udara panas akan mengalir keseluruh bagian ruang

pengering, dan menaikkan suhu ruang pengering. Aliran udara panas di sekeliling

bahan akan mengakibatkan tekanan uap bahan akan lebih besar dari tekanan uap

di udara, sehingga terjadi aliran uap air dari bahan ke udara.

Kadar Air

Kadar air bahan menunjukkan banyaknya kandungan air yang terdapat per

satuan bobot bahan. Adapun prosedur penghitungan kadar air adalah sebagai

berikut: bahan ditimbang sebanyak 5 gram di dalam aluminium foil yang telah

diketahui berat kosongnya. Dikeringkan dalam oven dengan suhu 105ºC selama 4

jam.Kemudian dinginkan dalam desikator selama 15 menit, lalu ditimbang,

(26)

ke dalam desikator selama 15 menit lalu ditimbang. Perlakuan ini diulang sampai

diperoleh berat konstan (AOAC, 1984).

Kadar air kemudian dihitung menggunakan rumus berikut:

)

Teknologi pengawetan bahan pangan pada dasarnya adalah berada dalam

dua alternatif yaitu yang pertama menghambat enzim-enzim dan

aktivitas/pertumbuhan mikroba dengan menurunkan suhunya hingga dibawah 0oC

dan yang kedua adalah menurunkan kandungan air bahan pangan sehingga

kurang/tidak memberi kesempatan untuk tumbuh/hidupnya mikroba dengan

pengeringan/penguapan kandungan air yang ada di dalam maupun di permukaan

bahan pangan, hingga mencapai kondisi tertentu(Suharto, 1991).

Pindah Panas

Perpindahan panas koveksi tergantung pada viskositas fluida, di samping

ketergantungannya terhadap sifat-sifat fluida, seperti konduktivitas termal, kalor

spesifik, dan densitas. Hal ini disebabkan karena viskositas mempengaruhilaju

perpindahan energi di daerah dinding.

Ada dua sistem konveksi, yaitu :

1. Perpindahan panas konveksi alami (natural convection)

Perpindahan ini terjadi karena fluida yang terjadi karena pemanasan, berubah

densitasnya sehingga fluida bergerak.

2. Perpindahan panas konveksi paksa (forced convection)

Fenomena ini terjadi apabila sistem dimana fluida didorong oleh permukaan

(27)

Pada proses pengeringan, akan berlangsung beberapa proses, yaitu : proses

perpindahan masa, proses perpindahan masa uap air atau pengalihan kelembaban

dari permukaan bahan ke sekeliling udara, proses pemindahan panas akibat

penambahan (perpindahan) energi panas terjadinya proses penguapan air dari

dalam bahan ke permukaan bahan atau proses perubahan fasa cair menjadi fasa

uap.

Pengeringan buatan adalah pengeringan dengan menggunakan alat

pengering, dimana suhu, kelembaban udara, kecepatan pengaliran udara dan

waktu pengeringan dapat diatur dan diawasi. Pengeringan buatan dapat dibagi

menjadi dua kelompok yaitu pengeringan adiabatik dan pengeringan isothermik.

Pengeringan adiabatik adalah pengeringan dimana panas dibawa ke alat

pengering oleh udara panas. Udara panas ini akan memberikan panas pada bahan

yang akan dikeringkan dan mengangkut uap air yang dikeluarkan oleh bahan.

Pengeringan isothermik adalah pengeringan dimana bahan yang akan dikeringkan

berhubungan langsung dengan lembaran logam yang panas (Winarno,dkk,

Kedua proses tersebut di atas dilakukan dengan cara menurunkan

kelembaban relatif udara dengan mengalirkan udara panas di sekeliling bahan

sehingga tekanan uap air bahan lebih besar daripada tekanan uap air di udara

sekeliling bahan yang dikeringkan. Perbedaan tekanan ini menyebabkan

terjadinya aliran uap air dari bahan ke udara luar. Untuk meningkatkan perbedaan

tekanan udara antara permukaan bahan dengan udara sekelilingnya dapat

dilakukan dengan memanaskan udara yang dihembuskan ke bahan. Makin panas

udara yang dihembuskan mengelilingi bahan, maka banyak pula uap air yang

dapat ditarik oleh udara panas pengering (Juhan, 2009).

(28)

Uji Organoleptik

Uji organoleptik merupakan cara pengujian dengan menggunakan indera

manusia sebagai alat utama untuk pengukuran daya penerimaan terhadap produk.

Pengujian organoleptik mempunyai penerapan penting dalam penerapan mutu.

Pengujian organoleptik dapat memberikan indikasi kebusukan, kemunduran mutu

dan kerusakan lainnya dari produk.

Syarat agar dapat disebut uji organoleptik adalah ada contoh yang diuji

yaitu benda perangsang, ada panelis sebagai pemroses respon, ada pernyataan

respon yang jujur yaitu respon yang spontan, tanpa penularan, imaginasi, asosiasi,

ilusi atau meniru orang lain (Soekarto, 1982).

Dalam uji organoleptik indera yang berperan dalam pengujian adalah

indera penglihatan, penciuman, dan pencicip, peraba dan indera pendengaran,

untuk produk pangan yang paling jarang digunakan adalah indera pendengaran,

dalam melakukan penilaian, panelis harus dilatih menggunakan indera untuk

menilai sehingga didapat suatu kesan terhadap mutu ransangan .

Uji organoleptik bertujuan untuk mengetahui mutu ikan asin kering dari

segi kenampakan, bau/aroma, rasa, tekstur/konsistensi. Yang merupakan

penerimaan umum panelis. Uji ini dilakukan dengan menggunakan 10 panelis

terlatih dari Balai Pengawasan dan Penguji Mutu Hasil Perikanan (BPPMHP).

Semarang dengan menggunakan metode hedonik (memakai lembar penilaian)

(29)

BAHAN DAN METODE

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada bulan November sampai Desember 2014 di

Laboratorium Keteknikan Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Sumatera

Utara.

Bahan dan Alat Penelitian

Adapun bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalahIkan

Pora-pora, Baja siku, Plat besi rata, Plat besi Stainless, Kaca, Engsel, Plat

Aluminium, Kondensor, Blower, Tungku kompor gas, Selang gas, Regulator gas,

Tabung gas, Termostat.

Sedangkan alat-alat yang digunakan pada penelitian ini adalah alat

tulis,Mesin Las, Mesin Bor, Mesin gerinda, Gergaji Besi, Water pass, Palu, Tang,

Kunci pas dan ring.

Metodologi Penelitian

Penelitian ini menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) non-faktorial

dengan 3 kali ulangan di setiap perlakuan.

Perlakuan suhu (T) terdiri dari 5 taraf yaitu :

T1 = 45℃

T2 = 55℃

T3 = 60℃

T4 = 65℃

(30)

Model rancangan yang digunakan adalah rancangan acak lengkap (RAL)

non-faktorial dengan perlakuan suhu (T) dengan kode rancangan :

Yij = �+ ��+ ��� ……… .. (5)

Dimana :

Yij = hasil pengamatan dari faktor T pada taraf ke-i pada ulangan ke-j

� = nilai tengah sebenarnya

�� = efek faktor T pada taraf ke-i

��� = pengaruh galat (pengacakan).

Prosedur Penelitian

1. Disusun ikan pada nampan.

2. Dimasukkan nampan pada ruang pengering, diletakkan pada rak yang

tersedia.

3. Dihidupkan alat pengering ikan hingga mencapai suhu 500C, 550C,600C,

650C, 700C.

4. Dihitung hingga jangka waktu tertentu sehingga menghasilkan ikan yang

kering.

5. Dimatikan alat pengering.

6. Dikeluarkan bahan dari alat pengering.

7. Ditimbang hasil pengeringan.

8. Dihitung lama pembuangan air.

(31)

Parameter Penelitian

Kadar air

Kadar air bahan menunjukkan banyaknya kandungan air per satuan bobot

bahan. Kadar air dihitung dengan cara mengambil sampel 10 sampel ikan yang

sudah dikeringkan. Kemudian dikeringkan di dalam oven dengan suhu 105oC

selama 5 jam atau sampai tidak mengandung air. Kadar air kemudian dihitung

menggunakan rumus:

Kadar air = Berat awal (kg) – Berat akhir (kg)

Berat akhir (kg) x 100%

Uji Organoleptik

Uji organoleptik ini dilakukan terhadap ikan pora – pora kering yang

meliputi kenampakan dan aroma. Uji ini dilakukan dengan menggunakan panelis

sebanyak 10 orang. Satu orang panelis melakukan uji organoleptik untuk semua

sampel. Kemudian dilanjutkan dengan panelis berikutnya. Pengujian dilakukan

dengan indra organoleptik yang ditentukan berdasarkan skala numerik.

Tabel 4. Nilai organoleptik untuk kenampakan

Skala Hedonik Skala Numerik (skor)

Utuh, bersih, rapi, bercahaya menurut jenis

9

Utuh, bersih, kurang rapi, bercahaya menurut jenis

8

Utuh, bersih agak kusam 7

Utuh, kurang bersih, agak kusam 6

Sedikit rusak fifik, kurang bersih, bbrp.bag.berkarat

5

Sedikit rusak fisik, warna sudah berubah

4

Sebagian hancur, kotor 3

Hancur, kotor sekali, warna berubah dari spesifik jenis

(32)

Tabel 5. Nilai organoleptik untuk aroma

Skala Hedonik Skala Numerik (skor)

Harum, spesifik jenis, tanpa bau tambahan

9

Kurang harum, tanpa bau tambahan 8

Hampir netral, sedikit bau tambahan 7

Netral, sedikit bau tambahan 6

Bau tambahan mengganggu, tdk busuk, agak tengik

5

Tengik, agak apek, bau amoniak 4

Tidak enak, agak busuk, amonia keras 3

(33)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Dari penelitian yang dilakukan, diperoleh hasil bahwa suhu pengeringan

berpengaruh terhadap jumlah kadar air, dan uji organoleptik. Hal ini dapat dilihat

pada tabel berikut ini:

Tabel 6. Pengaruh suhu pengeringan terhadap parameter

Perlakuan Kadar Air (%)

Dari Tabel 6 dapat dilihat bahwa kadar air tertinggi diperoleh pada

perlakuan T1 yaitu sebesar 64,62 % dan terendah pada T5 yaitu sebesar 29,14 %.

Nilai uji organoleptik kenampakan secara keseluruhan tertinggi diperoleh pada

perlakuan T4 yaitu sebesar 7,13 (utuh, bersih, agak kusam) dan terendah pada T1

yaitu sebesar 2,63 (sebagian hancur, kotor). Nilai uji organoleptik aroma secara

keseluruhan tertinggi diperoleh pada perlakuan T5 yaitu sebesar 7,0 (hampir

netral, sedikit bau tambahan) dan terendah pada T1 yatu sebesar 3,26 (tidak

enak, agak busuk, apek).

Kadar Air

Dari analisis sidik ragam (Lampiran 2) dapat dilihat bahwa suhu

pengeringan memberikan pengaruh sangat nyata terhadap kadar air. Hasil

(34)

menunjukkan pengaruh suhu pengeringan terhadap kadar air untuk tiap perlakuan

dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 7. Uji LSR efek utama pengaruh suhu pengeringan terhadap kadar air

Jarak LSR Perlakuan Rataan Notasi

0,05 0,01 0,05 0,01

- T1 64,62 a A

2 5,6651 8,0581 T2 49,58 b B

3 5,9204 8,3979 T3 40,96 c BC

4 6,0697 8,6101 T4 34,59 cd CD

5 6,1667 8,7575 T5 29,17 d D

Keterangan : notasi yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perlakuan memberikan pengaruh yang berbeda nyata pada taraf 5% dan sangat nyata pada taraf 1%

Tabel 7 menunjukkan bahwa perlakuan T1 berbeda sangat nyata terhadap

semua perlakuan, perlakuan T2 berbeda tidak nyata terhadap perlakuan T3,

namun perlakuan T2 berbeda sangat nyataterhadap perlakuan T1, T4 dan T5,

perlakuan T3 berbeda tidak nyata terhadap perlakuan T4, namun perlakuan T3

berbeda sangat nyata terhadap perlakuan T1, T2 dan T5, perlakuan T4 berbeda

tidak nyata terhadap perlakuan T5, namun perlakuan T4 berbeda sangat nyata

terhadap perlakuan T1, T2, dan T3, perlakuan T5 berbeda tidak nyata terhadap

perlakuan T4 tetapi perlakuan T5 berbeda sangat nyata terhadap perlakuan T1, T2,

(35)

Hubungan antara perlakuan suhu pengeringan dan kadar air dapat dilihat

pada gambar berikut.

Gambar 1. Hubungan suhu pengeringan terhadap kadar air

Gambar 1 diatas menunjukkan hubungan suhu pengeringan terhadap kadar

air ikan pora - pora terus mengalami penurunan seiring meningkatnya suhu

pengeringan. Kadar air menurun dengan semakin tingginya suhu, hal ini sesuai

menurut Juhan (2009) bahwa semakin panas udara yang dihembuskan

mengelilingi bahan, maka banyak pula uap air yang dapat ditarik oleh udara panas

pengering tinggi.

Kadar air terendah diperoleh pada suhu pengeringan 70oC. Hal ini

disebabkan panas udara pengeringan yang lebih tinggi. Hal ini sesuai dengan

pernyataan Taib dkk (1988) yang mengatakan kemampuan bahan untuk

melepaskan air dari permukaannya akan semakin besar dengan meningkatnya

panas udara pengeringan yang digunakan.

(36)

Kadar air terbaik tertinggi diperoleh pada suhu pengeringan 70 o

C yaitu

dengan kadar air sebesar 29, 17 %, hal ini disebabkan tingginya suhu udara. Hal

ini sesuai dengan literatur Adnan (1982) yang menyatakan bahwa semakin tinggi

suhu dan kecepatan aliran udara pengering semakin cepat pula proses pengeringan

berlangsung. Makin tinggi suhu udara pengering makin besar energi panas yang

dibawa udara sehingga makin banyak jumlah massa cairan yang diuapkan dari

permukaan bahan yang dikeringkan, sehingga perlakuan pada suhu 70 oC

sesuaimenurut Badan Standarisasi Nasional (1992) menyatakan bahwa kadar air

yang terbaik untuk ikan kering adalah maksimal 40%. ketika kadar air ikan

mencapai lebih dari 40% kondisi ikan kering sudah tidak baik lagi.

Uji Organoleptik

Uji organoleptik merupakan uji yang digunakan untuk mengetahui tingkat

kesukaan panelis terhadap suatu produk. Uji organoleptik yang digunakan dalam

penelitian ini adalah uji hedonik (kesukaan) terhadap ikan pora-pora kering

dengan 5 taraf suhu, yaitu suhu 50oC, 55oC, 60oC, 65oC dan 70oC dimana untuk

setiap taraf suhu dilakukan tiga kali ulangan. Uji organoleptik dilakukan terhadap

10 orang panelis dengan parameter yang digunakan yaitu warna, aroma dan

penerimaan keseluruhan.

Kenampakan

Pada analisis sidik ragam (Lampiran3) dapat dilihat bahwa perlakuan

berbagai jenis suhu memberikan pengaruh sangat nyata terhadap kenampakan.

Hasil pengujian dengan menggunakan analisa DMRT (Duncan Multiple Range

Test) menunjukkan pengaruh perbedaan suhu terhadap kenampakan untuk tiap

(37)

Tabel 8. Uji LSR efek utama perngaruh suhu pengeringan terhadap kenampakan

Jarak LSR Perlakuan Rataan Notasi

0,05 0,01 0,05 0,01

- - - T1 2,53 a A

2 5,6651 8,0581 T2 3,73 b B

3 5,9204 8,3979 T3 7,06 d C

4 6,0697 8,6101 T4 7,13 d C

5 6,1667 8,7575 T5 6,30 c C

Keterangan : notasi yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perlakuan memberikan pengaruh yang berbeda nyata pada taraf 5% dan sangat nyata pada taraf 1%

Tabel 8 menunjukkan bahwa perlakuan T1 berbeda sangat nyata terhadap

semua perlakuan, perlakuan T2 berbeda sangat nyata terhadap semua perlakuan,

perlakuan T3 berbeda sangat nyata terhadap perlakuan T1 dan T2, namun

perlakuan T3 tidak berbeda nyata terhadap perlakuan T4 dan T5, perlakuan T4

berbeda sangat nyata terhadap perlakuan T1 dan T2, namun perlakuan T4 tidak

berbeda nyata terhadap perlakuan T3 dan T5, perlakuan T5 berbeda sangat nyata

terhadap perlakuan T1 dan T2, namun perlakuan T5 tidak berbeda nyata terhadap

(38)

Hubungan antara perlakuan (taraf suhu pengeringan) dan penerimaan

kenampakan dapat dilihat pada Gambar 2 berikut.

Gambar 2. Hubungan suhu pengeringan terhadap kenampakan

Gambar 2 diatas menunjukkan hubungan suhu pengeringan terhadap

penerimaan kenampakan ikan pora - pora terus mengalami kenaikan seiring

meningkatnya suhu pengeringan. Berdasarkan kategori nilai korelasi menurut

Young dan Trihendradi (2004), hal ini menunjukkan derajat hubungan yang

sangat kuat antara suhu pengeringan dengan kenampakan.

Pada hasil pengujian organoleptik kenampakan, nilai tertinggi didapat

pada perlakuan suhu T4 yaitu sebesar 7,13 (utuh, bersih dan agak kusam) dan

nilai terendah didapat pada perlakuan suhu T1 yaitu sebesar 2,53 (sebagian hancur

dan kotor). Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa suhu T4 (65oC) memiliki

kenampakan yang paling disukai (utuh, bersih, agak kusam). Hal ini sesuai

dengan literatur Adnan (1982) yang menyatakan makin tinggi suhu dan kecepatan

ŷ = 0,453x - 20,47

(39)

aliran udara pengering makin cepat pula proses pengeringan berlangsung. Makin

tinggi suhu udara pengering makin besar energi panas yang dibawa udara

sehingga makin banyak jumlah massa cairan yang diuapkan dari permukaan

bahan yang dikeringkan. Hal ini dipengaruhi oleh suhu, jika suhu yang digunakan

tinggi, maka kenampakan ikan pora – pora kering akan menjadi coklat, tetapi jika

suhu terlalu tinggi dapat mengakibatkan kerusakan tekstur bahan pangan itu

sendiri.

Pengaruh panas selama pengeringan dapat menyebabkan terjadinya reaksi

pencoklatan (Maillard) antara senyawa amino dengan gula pereduksi. Gula

pereduksi pada ikan merupakan hasil pemecahan glikogen sesaat setelah ikan

mati. Reaksi antara asam amino dan gula pereduksi akan membentuk melanoidin,

suatu polimer berwarna coklat yang dapat menurunkan nilai kenampakan produk.

Pencoklatan juga terjadi karena reaksi antara protein, peptida dan asam amino

dengan hasil dekomposisi lemak (Lee, 1983).

Aroma

Pada analisis sidik ragam (Lampiran 4) dapat dilihat bahwa perlakuan

berbagai jenis suhu memberikan pengaruh sangat nyata terhadap kenampakan.

Hasil pengujian dengan menggunakan analisa DMRT (Duncan Multiple Range

Test) menunjukkan pengaruh perbedaan suhu terhadap kenampakan untuk tiap

(40)

Tabel 9. Uji LSR efek utama perngaruh suhu pengeringan terhadap aroma

Jarak LSR Perlakuan Rataan Notasi

0,05 0,01 0,05 0,01

- - - T1 3,26 a A

2 5,6651 8,0581 T2 5,36 b B

3 5,9204 8,3979 T3 6,23 c C

4 6,0697 8,6101 T4 6,33 c CD

5 6,1667 8,7575 T5 7 d D

Keterangan : notasi yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perlakuan memberikan pengaruh yang berbeda nyata pada taraf 5% dan sangat nyata pada taraf 1%

Tabel 9 6menunjukkan bahwa perlakuan T1 berbeda sangat nyata terhadap

semua perlakuan, pada perlakuan T2 berbeda sangat nyata terhadap semua

perlakuan, pada perlakuan T3 berbeda tidak nyata terhadap perlakuan T4, namun

perlakuan T3 berbeda sangat nyata terhadap perlakuan T1, T2 dan T5, pada

perlakuan T4 berbeda tidak nyata terhadap perlakuan T3 dan T5 namun perlakuan

T4 berbeda sangat nyata terhadap perlakuan T1 dan T2, perlakuan T5 berbeda

tidak nyata terhadap perlakuan T4, namun perlakuan T5 berbeda sangat nyata

(41)

Hubungan antara perlakuan (taraf suhu pengeringan) dan penerimaan

aroma dapat dilihat pada gambar berikut.

Gambar 3. Hubungan suhu pengeringan terhadap aroma

Gambar 3 diatas menunjukkan hubungan suhu pengeringan terhadap penerimaan

aroma ikan pora - pora terus mengalami kenaikan seiring meningkatnya suhu

pengeringan. Menurut Bligh et al.,(1988), pengeringan dapat mendorong

terjadinya oksidasi dan ketengikan pada lemak sehingga dapat menurunkan nilai

organoleptik bau. Nilai tertinggi didapat pada perlakuan suhu T5 yaitu sebesar

7,00 (hampir netral dan sedikit bau tambahan) dan nilai terendah didapat pada

perlakuan suhu T1 yaitu sebesar 3,26 (tengik dan agak apek). Dengan demikian,

dapat disimpulkan bahwa suhu T5 (70oC) memiliki aroma yang paling disukai..

Jika dibandingkan dengan standar nilai organoleptik yang ditetapkan dalam SNI

01-2708-1992, produk yang dihasilkan oleh penelitian ini masih bisa memenuhi

kriteria tersebut. Hal ini diperkuat oleh literatur Desrosier (1988) yang

menyatakan bahwa ketengikan merupakan masalah yang penting dalam bahan

ŷ= 0,169x - 4,504

(42)

pangan kering. Pada suhu pengeringan yang tinggi, oksidasi lemak dalam bahan

pangan lebih besar daripada suhu yang rendah, sehingga oksidasai lemak pada

suhu tinggi lebih efektif daripada suhu yang rendah sehingga menyebabkanaroma

ikan pora – pora kering dengan penggunaan suhu tinggi akan semakin tidak

(43)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

1. Perbedaan suhu pengeringan memberikan pengaruh sangat nyata terhadap

kadar air, dan uji organoleptik kenampakan serta uji organoleptik aroma.

2. Persentase kadar air terbaik pada suhu 70oC (T5) yaitu sebesar 29,14% karena

berada di bawah 40% yang berarti masih sesuai standar SNI.

3. Nilai uji organoleptik kenampakan tertinggi pada suhu 65oC (T4) yaitu

sebesar sebesar 7,13 (utuh, bersih dan agak kusam) dan terendah pada suhu

50oC (T1) yaitu sebesar 2,53 (sebagian hancur dan kotor).

4. Nilai uji organoleptik aroma tertinggi pada suhu 70oC (T5) yaitu sebesar 7,00

(hampir netral dan sedikit bau tambahan) dan terendah pada suhu 50oC (T1)

yaitu sebesar 3,26 (tengik agak apek).

Saran

1. Perlu dilakukan pengujian mengenai lama pengeringan terhadap berbagai

jenis komoditi pangan dengan menggunakan alat pengering ikan (tipe

kabinet).

(44)

DAFTAR PUSTAKA

Adnan, M., 1982. Aktivitas Air dan Kerusakan Bahan Makanan. Penerbit Agritech, Yogyakarta.

Adawyah, R., 2007. Pengolahan dan Pengawetan Ikan. Bumi Aksara, Jakarta.

Amanto, H dan Haryanto., 1999. Ilmu Bahan. Bumi Aksara, Jakarta.

AOAC, 1984. Official Methods of Analysis of The Association of Official Analytical Chemist. Washington, DC

Atkins, C.R., 2007. Diet Atkins. PT. Alex Media Komputindo. Gramedia. Jakarta.

Badan Standararisasi Nasional, 1992. SNI 01-2708-1992. Badan Stadarisasi Indonesia. Jakarta

Barus, S.R.D., 2011. Aspek Bioekologi Ikan Bilih (Mystacoleucus padangensis Bleeker) di Perairan Danau Toba, Sumatera Utara. Tesis. Program Magister Biologi. Universitas Sumatera Utara.

Bligh, E.G., S.J. Shaw, and A.D. Woyewoda. 1988. Effects of Drying and Smoking on Lipids of Fish in J.R. Burt (Ed.) Fish Smoking and Drying : The Effect ofSmoking and Drying on The Nutritional Properties of Fish. Elsevier Applied Science, London.

Darun, 2002. Ekonomi Teknik. Jurusan Teknologi Pertanian Fakultas PertanianUSU, Medan

Daywin, F. J., dkk., 2008. Mesin-mesin Budidaya Pertanian di Lahan Kering.Graha Ilmu, Jakarta.

Desroier, N. M., 1988. Teknologi Pengawetan Makanan. Terjemahan M Muljohardjo. Penerbit Universitas Indonesia. Jakarta.

Earle, R.R., 1969. Satuan Operasi Dalam Pengolahan Pangan. P.T. Sastra Hudaya, Bogor

Estiasih, T dan Ahmadi, K., 2009. Teknologi Pengolahan Pangan. Bumi Aksara, Jakarta

Giatman, M., 2006. Ekonomi Teknik. PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta.

Halim, A., 2009. Analisis Kelayakan Investasi Bisnis : Kajian Dari Aspek Keuangan. Graha Ilmu, Yogyakarta.

(45)

Hardjosentono, dkk., 1996. Mesin-Mesin Pertanian. Bumi Aksara, Jakarta.

Kastaman, R., 2006. Analisis Kelayakan Ekonomi Suatu Investasi. Tasikmalaya.

Koestoer, R.A., 2002. Perpindahan Kalor. Salemba Teknika, Jakarta.

Kudra, T., 2002.Advanced Drying Technology. Marcel Deker Inc, New York.

Mangunwidjaja, D. dan Sailah, I., 2005. Pengantar Teknologi Pertanian. PenebarSwadaya, Jakarta.

Manurung. B., 2011. Fermentasi Ikan Pora-pora (Mystacoleuseus padangensis) Menggunakan Bakteri Asam Laktat Pada Pembuatan Nugget Dari Tepung Tempe. Tesis. Program Pasca Sarjana. Universitas Sumatera Utara.

Pusat Data dan Statistika Kementerian perikanan dan Kelautan. 2011. Kelautan dan Perikanan dalam Angka. Kementerian dan Kelautan. Jakarta.

Rizaldi, T., 2006. Mesin Peralatan. Departemen Teknologi Pertanian FP-USU,Medan.

Rohanah, A., 2006. Teknik Pengeringan. Depertemen Teknologi Pertanian FP-USU, Medan.

Suhartini, S. dan Hidayat, N., 2005. Olahan Ikan Segar. Trubus Agrisarana. Surabaya.

Soekarto, S. T., 1982. Penilaian Organoleptik untuk Industri Pangan dan Hasil Pertanian. PUSBANG-TEPA, IPB, Bogor

Suharto, 1991. Teknologi Pengawetan Pangan. PT. Rineka Cipta,Jakarta.

Soeharno, 2007. Teori Mikroekonomi. Andi Offset, Yogyakarta.

Sumanto, M. A., 1994. Pengetahuan Bahan untuk Mesin dan Listrik. Penerbit AndiOffset, Yogyakarta.

Ulva, B. N., 2009. Analisa Protein, Kalsium dan Lemak pada Ikan Pora-pora. Skripsi. Fakultas Kesehatan Masyarakat. Universitas Sumatera Utara.

Waldiyono., 2008. Ekonomi Teknik (Konsep, Teori dan Aplikasi). Pustaka Pelajar,Yogyakarta.

(46)

Lampiran 1.Flow Chart Pelaksanaan Penelitian

Mulai

Disusun ikan pada nampan

Dimasukkan nampan pada alat pengering ikan

Dihidupkan alat pengering ikan

Ditunggu hingga waktu tertentu

Diangkat nampan berisi ikan dari alat pengering

ikan

Dilakukan pengamatan parameter

Dilakukan pengolahan data

Selesai

Dengan Suhu :

50℃ , 55℃ , 60℃ , 65℃ ,70℃

Parameter : 1. Organoleptik 2. Kadar Air

(47)

Lampiran 2. Data Pengamatan kadar air awal setelah pengeringan

Perlakuan Ulangan Total Rataan

I II III

T1 61,38 65,64 66,84 193,86 64,62

T2 49,38 51,06 48,31 148,76 49,58

T3 38,39 41,02 43,47 122,88 40,96

T4 33,73 37,38 32,66 103,77 34,59

T5 27,17 22,76 37,60 87,53 29,17

Total 210,05 217,86 228,88 656,8

Rataan 42,01 43,572 45,776 72,44

Analisis sidik ragam kadar air

SK DB JK KT F Hitung F0,05 F0,01

Perlakuan 4 2320,950 580,237 32,901 ** 3,478 5,994 Galat 10 161,620 16,162

TOTAL 14 2482,570

Ket : tn = tidak nyata * = nyata

(48)

Lampiran 3. Data pengamatan organoleptik kenampakan

Perlakuan Ulangan Total Rataan

I II III

T1 2,7 2,4 2,5 7,6 2,53

T2 3,7 3,5 4,0 11,2 3,73

T3 6,7 7,1 7,4 20,8 7,06

T4 7,1 7,0 7,3 21,4 7,13

T5 6,8 5,7 6,6 19,1 6,36

Total 27 25,7 27,8 80,5

Rataan 5,4 5,14 5,56 5,37

Analisis sidik ragam organoleptik kenampakan

SK DB JK KT F Hitung F0,05 F0,01

Perlakuan 4 53,120 13,280 115,145 ** 3,478 5,994

Galat 10 1,153 0,115

TOTAL 14 66,276

Ket : tn = tidak nyata * = nyata

(49)

Lampiran 4. Data pengamatan organoleptik aroma

Perlakuan Ulangan Total Rataan

I II III

T1 3,3 3,5 3,0 9,8 3,26

T2 5,1 5,6 5,4 16,1 5,36

T3 6,0 6,4 6,3 18,7 6,23

T4 6,4 6,2 6,4 19 6,33

T5 7,2 6,5 7,3 21 7,0

Total 28,2 28,2 28,4 84,6

Rataan 5,64 5,64 5,68 5,65

Analisis sidik ragam organoleptik aroma

SK DB JK KT F Hitung F0,05 F0,01

Perlakuan 4 25,169 6,292 84,272 ** 3,478 5,994

Galat 10 0,747 0,075

TOTAL 14 25,916

Ket : tn = tidak nyata * = nyata

(50)

Lampiran 5. Perhitungan kadar air

Perlakuan T1 = 50oC

Kadar Air =Berat Ikan Awal – Berat Ikan Kering Oven

(51)
(52)

Sampel 8 =13,23 ��– 7,65 ��

Rata-rata ulangan II = 65,64%

(53)

Sampel 7 =12,98 ��– 8,85 ��

Rata-rata ulangan III = 66,83%

(54)
(55)

Sampel 5 =11,52 ��– 8,00 ��

Rata-rata ulangan II = 51,06%

(56)
(57)
(58)

Sampel 2 =9,11 ��– 6,57 ��

(59)
(60)
(61)
(62)
(63)
(64)
(65)
(66)

Sampel 4 =8,50 ��– 6,47 ��

6,47 �� × 100 %

= 31,38 %

Sampel 5 =9,05 ��– 7,27 ��

7,27 �� × 100 %

= 24,48 %

Sampel 6 =11,04 ��– 7,94 ��

7,94 �� × 100 %

= 39,04 %

Sampel 7 =12,59 ��– 8,00 ��

8,00 �� × 100 %

= 57,38 %

Sampel 8 =12.02 ��– 8,00 ��

8,00 �� × 100 %

= 50,25 %

Sampel 9 =10,22 ��– 7,14 ��

7,14 �� × 100 %

= 43,14 %

Sampel 10 =7,96 ��– 6,15 ��

6,15 �� × 100 %

= 29,43 %

(67)

Lampiran 6. Gambar alat pengering

Alat pengering kabinet

Alat pengering ikan sedang memuat ikan

(68)

Lampiran 7. Komponen alat pengering kabinet

Blower

Rak

(69)

Regulator gas bertekanan tinggi

Screen radiator

(70)

Lampiran 8. Gambar ikan pora-pora

Ikan pora-pora sebelum dikeringkan

(71)

Lampiran 10. Gambar tampak depan alat

(72)

Lampiran 11. Gambar tampak penampang pemanas

(73)

Lampiran 12. Gambar tampak penampang rak

(74)

Lampiran 13. Gambar screen radiator

(75)

Lampiran 14. Gambar tampak samping lubang pengeluaran udara

(76)

Lampiran 15. Gambar teknik nampan

Gambar

Tabel 1. Komposisi Kimia dan Nilai Gizi Ikan
Tabel 2. Perbandingan Nilai Kandungan Gizi Ikan Pora-Pora Basa dan Kering
Tabel 3.Persyaratan Mutu dan Keamanan Pangan
Tabel 4. Nilai organoleptik untuk kenampakan
+7

Referensi

Dokumen terkait

c. Penjualan dibawah tangan yang dilakukan berdasarkan kesepakatan pemberi dan penerima fidusia jika dengan cara demikian dapat diperoleh harga tertinggi yang

Dalam perjanjian kredit yang dijamin dengan jaminan fidusia, penerima fidusia apabila terjadi debitor wanprestasi, maka ada beberapa hal yang diatur dalam UUF untuk

Sebagai penutup, melihat kasus diskriminasi etnis sebagai pelanggaran HAM terhadap etnis Rohingya ini, tentu Negara Myanmar untuk segera meratifikasi

Menyusun budget tanpa mem pergunakan angka-angka biaya standar tidak akan mem peroleh suatu sistem pengendalian yang sesungguhnya- w Budget produksi dibuat berdasarkan biaya

Hasil uji ANOV A dengan nilai signifikansi 0,006 (debit rendah) dan 0,027 (debit sedang) yang berarti persamaan regresi dapat digunakan ootuk memprediksi konsentrasi merkuri di

Kesenjangan menggambarkan telah adanya ketidakseimbangan yang mencolok didalam kehidupan masyarakat. Biasanya pemicunya adalah perbedaan tingkat kekayaan atau jabatan yang

Untuk itu maka penulis telah menemukan jawaban dari pertanyaan tersebut, yakni bahwa penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kompetensi kepribadian guru dalam

Hasil dari penelitian ini dalam melaksanakan perubahan penggunaan tanah pertanian ke non pertanian Kantor Pertanahan Kota Pangkalpinang kurang efektif, karena