• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Flypaper Effect pada Dana Alokasi Umum (DAU) dan Pendapatan Asli Daerah (PAD) terhadap Belanja Modal pada Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara Tahun 2010-2013

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Analisis Flypaper Effect pada Dana Alokasi Umum (DAU) dan Pendapatan Asli Daerah (PAD) terhadap Belanja Modal pada Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara Tahun 2010-2013"

Copied!
77
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

ANALISIS FLYPAPER EFFECT PADA DANA ALOKASI

UMUM (DAU) DAN PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD)

TERHADAP BELANJA MODAL PADA KABUPATEN/KOTA

DI PROVINSI SUMATERA UTARA TAHUN 2010-2013

Oleh:

TIARMA SIALLAGAN

120501129

PROGRAM STUDI STRATA-I EKONOMI PEMBANGUNAN

DEPARTEMEN EKONOMI PEMBANGUNAN

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

ABSTRAK

ANALISIS FLYPAPER EFFECT PADA DANA ALOKASI UMUM (DAU) DAN PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD) TERHADAP BELANJA MODAL PADA KABUPATEN/KOTA DI PROVINSI SUMATERA UTARA

TAHUN 2010-2013

Penelitian ini bertujuan untuk memberikan bukti empiris mengenai pengaruh Dana Alokasi Umum (DAU) dan Pendapatan Asli Daerah (PAD) terhadap Belanja Modal pada Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara dan untuk memberikan bukti empiris mengenai kemungkinan terjadinya flypaper effect pada Belanja Modal pada Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara. Penelitian ini menggunakan data sekunder dengan jenis data panel dari tahun 2010-2013. Penelitian menggunakan uji Hausman dalam memilih model terbaik untuk metode General Least Square (GLS) dan hasil uji tersebut menunjukan bahwa Fixed Effects Models (FEM) yang digunakan dalam menganalisis fenomena flypaper effect pada Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara.

Berdasarkan hasil estimasi tersebut menunjukkan bahwa variabel Dana Alokasi Umum (DAU) dan variabel Pendapatan Asli Daerah (PAD) memiliki pengaruh yang positif dan signifikan terhadap Belanja Modal (BM) serta terjadi Flypaper Effect pada Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara Tahun 2010-2013.

(3)

ABSTRACT

ANALYSIS OF FLYPAPER EFFECT ON GENERAL ALLOCATION FUND (DAU) AND LOCAL REVENUE (PAD) OF THE CAPITAL EXPENDITURE IN

DISTRICT/CITY IN NORTH SUMATRA PROVINCE IN 2010-2013

This study aimed to provide empirical evidence about the influence of the General Allocation Fund and local revenue to Capital Expenditure in district/city in North Sumatra Province and to provide empirical evidence about the possibility of flypaper effect on capital expenditures in district/city in North Sumatra Province. This study using secondary data in the form of panel data from 2010-2013. This research is examined with Hausman test in order to select the best model for General Least Square (GLS) and the results of the test show Fixed Effects Models (FEM) test used to analyzing the phenomenon of flypaper on the district/city in North Sumatra Province.

Based on the results of these estimates indicate that the variable General Allocation Fund and variable revenue in the districts / city in North Sumatra province has a significant positive effect to the Capital Expenditure and occurs flypaper effect in district/city in North Sumatra Province in 2010-2013.

Keywords: Capital Expenditure, General Allocation Funds, flypaper effect, Local Revenue

(4)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas kasih dan karuniaNya yang senantiasa menyertai, membimbing, dan memberikan kemampuan serta kekuatan kepada penulis sehinnga mampu menyelesaikan skripsi ini. Tanpa campur tanganMu tak mungkin penulis dapat melalui segala rintangan dan hambatan dalam kehidupan ini.

Penulisan skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi dari Program Studi Ekonomi Pembangunan, Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Sumatera Utara. Adapun yang menjadi judul skripsi ini

adalah: ―Analisis Flypaper Effect pada Dana Alokasi Umum (DAU) dan Pendapatan Asli Daerah (PAD) terhadap Belanja Modal pada Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara Tahun 2010-2013‖.

Skripsi ini saya persembahkan untuk orang tua tercinta Ayah M.Siallagan dan terkhusus untuk Ibu S.Manik yang selama pengerjaan penelitian ini selalu memberikan doa, materi, nasihat serta bimbingannya. Terima kasih atas doa dan dukungan yang selama ini menyertai saya.

Penulis menyadari terdapat keterbatasan pengetahuan dalam menyelesaikan skripsi ini, sehingga tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak, maka dalam kesempatan ini dengan segala kerendahan hati penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Bapak Prof. Dr. Azhar Maksum, M.Ec., Ac., Ak., CA. selaku Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Wahyu Ario Pratomo, SE, M.Ec dan Bapak Drs. Syahrir Hakim Nasution, M.Si selaku Ketua dan Sekretaris Departemen Ekonomi Pembangunan, Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara. 3. Bapak Irsyad Lubis, S.E, M.Soc.Sc, Ph.D selaku Ketua Program Studi

(5)

yang telah meluangkan waktu dalam memberikan masukan dan saran yang baik mulai dari awal penulisan hingga selesainya skripsi ini.

4. Ibu Dra. Raina Linda Sari, M.Si selaku Dosen Pembanding I yang telah memberikan petunjuk, saran dan kritik dalam penyempurnaan skripsi ini. 5. Bapak Kasyful Mahalli, SE, M.Si selaku Dosen Pembanding II yang telah

memberikan petunjuk, saran dan kritik dalam penyempurnaan skripsi ini. 6. Seluruh Dosen Pengajar dan Staff Fakultas Ekonomi dan Bisnis

Universitas Sumatera Utara, khususnya Departemen Ekonomi Pembangunan untuk segala jasa-jasanya selama perkuliahan.

7. Untuk kak Nur, kak Risma, kak Loly, bang Ganda, terima kasih buat dukungan, doa, materi, serta semangat yang sudah diberikan.

8. Terima kasih penulis ucapkan kepada seluruh teman-teman Program Studi S1 Ekonomi Pembangunan angkatan 2012 Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara yang namanya tidak bisa saya sebutkan satu persatu yang telah mendukung dan memberikan kritik dan sarannya selama pengerjaan skripsi ini.

9. Beserta seluruh pihak yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu, terima kasih atas segala bentuk bantuan yang diberikan kepada saya.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, karena itu penulis mengharapkan saran dan kritikan dari semua pihak yang dapat membangun untuk menjadikan skripsi ini lebih baik lagi. Dengan segala kerendahan hati, penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca, khususnya rekan-rekan mahasiswa/i Ekonomi Pembangunan.

Medan, Januari 2016 Penulis,

Tiarma Siallagan

(6)

DAFTAR ISI

2.4 Identifikasi Flypaper Effect ... 11

2.5 Dana Alokasi Umum... ... 11

4.1 Perkembangan Dana Alokasi Umum (DAU) pada Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara ... 35

(7)

4.2.1 Rasio PAD (Share) Terhadap APBD ... 38

4.3 Perkembangan Belanja Modal (BM) pada Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara ... 40

4.3.1 Rasio Belanja Modal (Share) Terhadap APBD ... 42

4.4 Estimasi dengan Generalized least square (GLS) ... 45

4.4.1 Uji Hausman Test ... 46

4.4.1.1 Fixed Effect Model (FEM) ... 47

4.5 Identifikasi Flypaper Effect ... 49

4.5.1 Implikasi Flypaper Effect ... 50

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 53

5.1 Kesimpulan ... 53

5.2 Saran ... 53

DAFTAR PUSTAKA ... 55

(8)

DAFTAR TABEL

No. Tabel Judul Halaman

2.1 Komponen Biaya yang dimungkinkan didalam

Belanja Modal ... 5 4.1 Perkembangan Dana Alokasi Umum (DAU) pada

Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara

Tahun 2010-2013 ... 35 4.2 Perkembangan Pendapatan Asli Daerah (PAD) pada

Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara

Tahun 2010-2013... ... 36 4.3 Rasio PAD Terhadap APBD Kabupaten/Kota di Pro-

vinsi Sumatera Utara Tahun 2010-2013 ... 39 4.4 Perkembangan Belanja Modal (BM) pada

Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara

Tahun 2010-2013 ... .. 41 4.5 Rasio Belanja Modal Terhadap APBD Kabupaten/Kota

di Provinsi Sumatera Utara ... 44 4.6 Hasil Estimasi Metode GLS (FEM dan REM) ... 45 4.7 Hasil Uji Hausman untuk Fixed Effect dan Random

(9)

DAFTAR GAMBAR

No. Gambar Judul Halaman

(10)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Tabel Judul Halaman

1 Hasil Regression Model GLS fixed effect model

(FEM) ... 57 2 Hasil Regression Model GLS random effect model

(REM) ... 58 3 Uji Hausman Test ... 59 4 Data Realisasi Dana Alokasi Umum (DAU)

Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara Tahun

2010-2013 ... 60 5 Data Realisasi Pendapatan Asli Daerah (PAD)

Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara Tahun

2010-2013 ... 61 6 Data Realisasi Belanja Modal (BM) Kabupaten/Kota

di Provinsi Sumatera Utara Tahun 2010-2013 ... 62 7 Data Rasio Pendapatan Asli Daerah (PAD) terhadap

APBD Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara

Tahun 2010-2013 ... 63 8 Data Rasio Belanja Modal (BM) terhadap APBD

Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara Tahun

(11)

ABSTRAK

ANALISIS FLYPAPER EFFECT PADA DANA ALOKASI UMUM (DAU) DAN PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD) TERHADAP BELANJA MODAL PADA KABUPATEN/KOTA DI PROVINSI SUMATERA UTARA

TAHUN 2010-2013

Penelitian ini bertujuan untuk memberikan bukti empiris mengenai pengaruh Dana Alokasi Umum (DAU) dan Pendapatan Asli Daerah (PAD) terhadap Belanja Modal pada Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara dan untuk memberikan bukti empiris mengenai kemungkinan terjadinya flypaper effect pada Belanja Modal pada Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara. Penelitian ini menggunakan data sekunder dengan jenis data panel dari tahun 2010-2013. Penelitian menggunakan uji Hausman dalam memilih model terbaik untuk metode General Least Square (GLS) dan hasil uji tersebut menunjukan bahwa Fixed Effects Models (FEM) yang digunakan dalam menganalisis fenomena flypaper effect pada Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara.

Berdasarkan hasil estimasi tersebut menunjukkan bahwa variabel Dana Alokasi Umum (DAU) dan variabel Pendapatan Asli Daerah (PAD) memiliki pengaruh yang positif dan signifikan terhadap Belanja Modal (BM) serta terjadi Flypaper Effect pada Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara Tahun 2010-2013.

(12)

ABSTRACT

ANALYSIS OF FLYPAPER EFFECT ON GENERAL ALLOCATION FUND (DAU) AND LOCAL REVENUE (PAD) OF THE CAPITAL EXPENDITURE IN

DISTRICT/CITY IN NORTH SUMATRA PROVINCE IN 2010-2013

This study aimed to provide empirical evidence about the influence of the General Allocation Fund and local revenue to Capital Expenditure in district/city in North Sumatra Province and to provide empirical evidence about the possibility of flypaper effect on capital expenditures in district/city in North Sumatra Province. This study using secondary data in the form of panel data from 2010-2013. This research is examined with Hausman test in order to select the best model for General Least Square (GLS) and the results of the test show Fixed Effects Models (FEM) test used to analyzing the phenomenon of flypaper on the district/city in North Sumatra Province.

Based on the results of these estimates indicate that the variable General Allocation Fund and variable revenue in the districts / city in North Sumatra province has a significant positive effect to the Capital Expenditure and occurs flypaper effect in district/city in North Sumatra Province in 2010-2013.

Keywords: Capital Expenditure, General Allocation Funds, flypaper effect, Local Revenue

(13)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pelaksanaan kebijakan pemerintah Indonesia tentang Otonomi Daerah,

dimulai secara efektif pada tanggal 1 Januari 2001. Otonomi daerah merupakan

hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus

sendiri urusan pemerintah dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan

peraturan perundang-undangan. Hal tersebut sesuai dengan ketentuan umum di

UU No.32 Tahun 2004. Dengan dikeluarkannya Undang-undang No.32 Tahun

2004 tentang Pemerintah Daerah, maka daerah diberikan otonomi atau

kewenangan kepada daerah untuk mengurus urusan rumah tangganya sendiri.

Adanya desentralisasi keuangan merupakan konsekuensi dari adanya kewenangan

untuk mengelola keuangan secara mandiri. Apabila Pemerintah Daerah

melaksanakan fungsinya secara efektif dan mendapat kebebasan dalam

pengambilan keputusan pengeluaran di sektor publik, maka mereka harus

mendapat dukungan sumber-sumber keuangan yang berasal dari Pendapatan Asli

Daerah (PAD), Dana Perimbangan, Pinjaman Daerah, dan lain-lain dari

pendapatan yang sah (Halim, 2009).

Kebijakan pemerintah tentang Otonomi Daerah ini, merupakan kebijakan

yang dipandang sangat demokratis dan memenuhi aspek desentralisasi yang

sesungguhnya. Desentralisasi fiskal sebagai salah satu implementasi pelaksanaan

otonomi daerah memberikan kesempatan bagi daerah untuk mengelola dan

(14)

implementasi otonomi daerah dan desentralisasi adalah kebutuhan dana yang

cukup besar sebagai penopang menuju kemandirian pemerintah daerah. Sumber

dana utama pemerintah daerah berasal dari Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang

dipakai untuk membiayai belanjanya. Namun sumber pembiayaan daerah tidak

hanya berasal dari PAD saja, pemerintah daerah juga mendapatkan bantuan

transfer dana dari pemerintah pusat berupa Dana Perimbangan, yang dimaksudkan

untuk mengatasi fiscal gap dan perbedaan kemampuan setiap daerah. Diantara

dana perimbangan lainnya seperti Dana Alokasi Khusus dan Dana Bagi Hasil,

DAU dianggap lebih fleksibel dan lebih besar dalam penggunaannya sehingga

dengan penggunaan yang tepat seharusnya pemanfaatan DAU yang optimal

benar-benar dapat menjadi salah satu pendorong perekonomian daerah.Salah satu

komponen dari belanja langsung adalah belanja modal. Menurut Abdul Halim

(2002:72) ―Belanja modal merupakan pengeluaran pemerintah daerah yang

manfaatnya melebihi satu tahun anggaran dan akan menambah aset atau kekayaan

daerah, dan selanjutnya akan menambah belanja yang bersifat rutin, seperi biaya

operasi dan biaya pemeliharaan dan merupakan salah satu cara untuk mewujudkan

tujuan otonomi daerah yaitu meningkatkan kesejahteraan dan pelayanan kepada

masyarakat, hal ini menyimpulkan bahwa belanja modal itu sangat penting karena

membantu mewujudkan kesejahteraan masyarakat‖.

Permasalahan kemudian yang timbul adalah pemerintah daerah terlalu

menggantungkan transfer pemerintah untuk membiayai belanja daerah termasuk

belanja modal tanpa mengoptimalkan potensi yang dimiliki oleh daerah. Di saat

(15)

periode berikutnya DAU yang diperoleh tetap besar. Padahal daerah diharapkan

mampu mengalokasikan sumber dana ini pada sektor-sektor produktif sehingga

dapat mendorong peningkatan investasi di daerah dan meningkatkan respon

pemerintah kepada masyarakat dan meningkatkan kuantitas dan kualitas layanan

yang disediakan seperti tujuan dari desentralisasi itu sendiri. Yang kemudian

memunculkan efek dalam peningkatan kontribusi publik terhadap PAD seperti

dalam bentuk pajak yang juga meningkatnya kapasitas fiskal daerah, sehingga

tanggungan pemerintah untuk memberikan DAU bisa lebih dikurangi. Dengan arti

lain pemberian DAU yang seharusnya menjadi pendorong peningkatan

kemandirian daerah, justru direspon berbeda oleh daerah. Daerah tidak lebih

mandiri, malah semakin bergantung pada pemerintah pusat. Hal inilah yang dapat

memicu timbulnya flypaper effect yang merupakan fenomena utama dalam

penelitian ini. Flypaper effect merupakan suatu kondisi yang terjadi saat

pemerintah daerah merespon (belanja modal) lebih banyak/boros dengan

menggunakan dana transfer yang diproksikan dengan DAU daripada

menggunakan kemampuan sendiri, diproksikan dengan PAD.

Beberapa peneliti menemukan respon pemeritah daerah berbeda untuk

transfer dan pendapatan sendiri (seperti pajak). Ketika penerimaan daerah berasal

dari transfer, maka stimulasi atas belanja yang ditimbulkannya berbeda dengan

stimulasi yang muncul dari pendapatan daerah (terutama pajak daerah). Oates

(1999) menyatakan bahwa ketika respon (belanja) daerah lebih besar terhadap

transfer daripada pendapatannya sendiri, maka disebut flypaper effect (Halim,

(16)

Abdul Halim dan Sukriy Abdullah (2002) melakukan pengujian adanya

flypaper effect pada belanja daerah pemerintah kabupaten/kota di pulau Jawa dan

Bali pada tahun 2001. Dari penelitian tersebut diperoleh kesimpulan bahwa

flypaper effect terjadi pada DAU periode t-1 terhadap Belanja Daerah periode t.

Namun hasil penelitian tersebut tidak dapat digeneralisasikan untuk seluruh

wilayah Indonesia. Karena menurut Halim (2002) pemerintah daerah

kabupaten/kota di Jawa-Bali memiliki kemampuan keuangan berbeda dengan

pemerintah daerah kabupaten/kota di luar Jawa-Bali. Menanggapi hal tersebut,

Maimunah (2006) melakukan penelitian yang sama pada pemerintah daerah

kabupaten/kota di pulau Sumatera pada tahun 2003 dan 2004. Hasil yang

diperoleh konsisten dengan penelitian Abdul Halim dan Sukriy Abdullah (2002)

yaitu DAU periode t-1 memiliki pengaruh lebih besar dari pada PAD periode t-1

terhadap Belanja Daerah periode t. Namun ketika diuji pengaruh DAUt dan PADt

secara bersama-sama terhadap Belanja Daerah t, hasilnya PAD tidak signifikan

dan DAU berpengaruh terhadap Belanja Daerah.

Berdasarkan latar belakang diatas, penulis mengangkat penelitian ini

(17)

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian pada latar belakang yang ada, maka rumusan masalah

yang diajukan adalah:

1. Apakah DAU dan PAD berpengaruh terhadap Belanja Modal pada

Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara?

2. Apakah terjadi flypaper effect pada Belanja Modal pada Kabupaten/Kota

di Provinsi Sumatera Utara?

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah, maka tujuan utama

dilakukannya penelitian ini adalah :

1. Untuk memberikan bukti empiris mengenai Pengaruh Dana Alokasi

Umum (DAU) dan Pendapatan Asli Daerah (PAD) terhadap Belanja

Modal pada Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara.

2. Untuk memberikan bukti empiris mengenai kemungkinan terjadinya

flypaper effect pada Belanja Modal pada Kabupaten/Kota di Provinsi

Sumatera Utara.

1.4 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah :

1. Bagi Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah, memberikan masukan

dalam hal penyusunan kebijakan di masa yang akan datang berkaitan

(18)

2. Bagi peneliti, untuk menambah pengetahuan dan wawasan peneliti

sehubungan dengan flypaper effect pada DAU dan PAD terhadap Belanja

Modal di Kabupaten/Kota di Sumatera Utara.

3. Bagi peneliti selanjutnya, hasil penelitian ini bisa digunakan sebagai bahan

(19)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Otonomi Daerah

Otonomi daerah adalah kemampuan untuk mengurus dirinya

sendiri terutama berkaitan dengan pemerintahan umum maupun pembangunan,

yang sebelumnya diurus pemerintahan pusat. Untuk itu, selain diperlukan

kemampuan keuangan diperlukan juga adanya sumber daya manusia berkualitas,

sumber daya alam, modal, dan teknologi (Rudini dalam Silalahi, dkk, 1995).

Silalahi, dkk, (1995) menyatakan bahwa tujuan otonomi daerah adalah

meningkatkan sumber daya manusia yang dibutuhkan dalam rangka mewujudkan

otonomi daerah. Sumber daya manusia yang dibutuhkan tersebut antara lain

adalah :

 Mempunyai wadah, perilaku, kualitas, tujuan, dan kegiatan yang dilandasi

dengan keahlian dan ketrampilan tertentu.

 Kreatif dalam arti mempunyai jiwa inovatif, serta mampu

mengantisipasi tantangan maupun perkembangan, termasuk di

dalamnya mempunyai etos kerja yang tinggi.

 Mampu sebagai penggerak swadaya masyarakat yang mempunyai rasa

solidaritas sosial yang tinggi, peka terhadap dinamika masyarakat, mampu

kerjasama dan mempunyai orientasi berpikir people centered orientation.

 Mempunyai disiplin yang tinggi dalam arti berpikir konsisten terhadap

(20)

program operasional pemerintah daerah sesuai dengan

rambu-rambu pengertian program urusan yang ditetapkan.

2.2 Desentralisasi Fiskal

Menurut UU No 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah Pasal 1 ayat 7

dan UU No 33 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pusat dan Pemerintahan

Daerah Pasal 1 ayat 8, ―Desentralisasi adalah penyerahan wewenang

pemerintahan oleh Pemerintah kepada daerah otonom untuk mengatur dan

mengurus urusan pemerintahan dalam system Negara Kesatuan Republik

Indonesia.‖ Defenisi desentralisasi sendiri menurut Yustika (2008:28)

menyangkut berbagai bentuk dan dimensi yang beragam, terutama berkaitan

dengan aspek fiskal, politik, administrasi dan sistem pemerintahan serta

pembangunan sosial dan ekonomi.

Desentralisasi fiskal merupakan komponen utama dari desentralisasi yang

artinya desentralisasi tidak dapat dilepaskan dari isu kapasitas keuangan daerah,

dimana kemandirian daerah diukur berdasarkan kemampuan menggali dan

mengelola keuangannya, Yustika (2008). Menurut Saragih (2003) pada

Kusumadewi dan Rahman (2007) desentralisasi fiskal secara singkat dapat

diartikan sebagai suatu proses distribusi anggaran dari tingkat pemerintahan yang

lebih tinggi kepada pemerintahan yang lebih rendah, untuk mendukung fungsi

atau tugas pemerintahan dan pelayanan publik sesuai dengan banyaknya

kewenangan bidang pemerintahan yang dilimpahkan.

Anggaran daerah atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD)

(21)

kebijakan fiskal yang utama bagi pemerintah daerah dan juga menunjukkan

kapasitas dan kemampuan daerah. Menurut Oates (1999), ada dua bentuk

instrumen fiskal yang penting pada sistem federal yaitu (1) Pajak, (2) Hibah antar

pemerintah (Intergovernmental Grants) dan Bagi Hasil Pendapatan (Revenue

Sharing).

2.3 Flypaper Effect

Istilah flypaper effect muncul karena adanya penyimpangan dalam teori

bantuan pemerintah tak bersyarat bahwa transfer pemerintah pusat memang

meningkatkan pengeluaran konsumsi barang publik, tetapi ternyata tidak menjadi

substitut bagi pajak daerah. Fenomena tersebut yang kemudian dalam banyak

literatur disebut dengan flypaper effect. Sedangkan istilah flypaper effect sendiri

timbul dari pemikiran Okun (1930) pada Kusumadewi dan Rahman (2007) yang

menyatakan “money sticks where it hits”. Sejauh ini, belum ada padanan kata

flypaper effect‖ dalam bahasa Indonesia sehingga kata ini dituliskan

sebagaimana adanya tanpa diterjemahkan. Oates (1999) menyatakan ketika respon

Pemerintah Daerah lebih besar untuk transfer dibanding Pendapatan Asli Daerah

(PAD) daerahnya sendiri maka disebut dengan flypaper effect.

Menurut Sagbas dan Saruc (2008) ada dua teori utama dari beberapa

penelitian tentang sumber munculnya flypaper effect yang sering digunakan

yaitu Fiscal illusion dan The bureaucratic model. Teori Fiscal illusion sebagai

sumber flypaper effect mengemukakan bahwa flypaper effect terjadi dikarenakan

ketidaktahuan atau ketidakpedulian voters atau penduduk daerah mengenai

(22)

kesalahan persepsi tersebut (Schwallie, 1986) dalam Sagbas dan Saruc (2008)

Yang mana inti dari flypaper effect diringkas oleh Schwallie (1986) dalam Sagbas

dan Saruc (2008) yaitu ―Dalam model efek fiscal illusion pada transfer,

pemerintah sebenarnya menghasilkan output yang diminta oleh (voters) pemilih,

tetapi permintaan pemilih untuk barang publik didasarkan pada kesalahan persepsi

tentang bagaimana pembiayaan barang publik dan pembagian biaya yang oleh

ditanggung pemilih. Pemilih tidak diasumsikan salah dalam melihat output yang

sebenarnya atau manfaat yang diperoleh‖. Pemilih atau penduduk daerah memang

melihat hasil ouput yang sebenarnya dari belanja pemerintah terhadap barang

publik dan manfaat yang diperoleh namun mempunyai persepsi yang salah

tentang sumber dari pembiayaan belanja tersebut yang berasal dari transfer

pemerintah pusat yang seharusnya biaya tersebut juga ditanggung oleh mereka

seperti melalui pajak daerah hingga menaikkan pendapatan asli daerah yang ada

juga.

Pada model The bureaucratic, flypaper effect adalah hasil dari perilaku

memaksimalkan anggaran oleh para birokrat (atau politisi lokal), yang lebih

mudah menghabiskan transfer/hibah daripada meminta kenaikan pajak, Sagbas

dan Saruc (2008). Dan pada model ini flypaper effect dapat terjadi karena

kekuasaan dan pengetahuan birokrat atau pemerintah daerah akan anggaran dan

tranfer pemerintah. Dan menurut Niskanen Jr (1968) pada Kang dan Setyawan

(2012) birokrat memiliki posisi yang kuat dalam pengambilan keputusan publik.

Dia menduga bahwa birokrat akan berperilaku untuk memaksimalkan anggaran

(23)

ini mendukung flypaper effect sebagai konsekuensi dari perilaku birokrat

yang bebas menghabiskan transfer (hibah) daripada menaikkan pajak,

dikarenakan kenaikan pajak dianggap program yang tidak populer di mata para

pemilih atau penduduk daerah.

2.4 Identifikasi Flypaper Effect

Asumsi penentuan terjadinya flypaper effect pada penelitian ini fokus pada

perbandingan pengaruh PAD dan DAU terhadap Belanja Modal. Melo (2002) dan

Venter (2007) menyatakan bahwa flypaper effect terjadi apabila:

1. Pengaruh/ nilai koefisien DAU terhadap Belanja Modal lebih besar

dari pada pengaruh PAD terhadap terhadap Belanja Modal, dan nilai

keduanya signifikan.

2. Hasil analisis menunjukkan bahwa pengaruh/ respon PAD terhadap

Belanja Modal tidak signifikan, maka dapat disimpulkan terjadi

flypaper effect.

2.5 Dana Alokasi Umum (DAU)

Dana alokasi umum adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN

yang dialokasikan dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan antar daerah

untuk mendanai kebutuhan daerah dalam pelaksanaan desentralisasi (UU No.33

Tahun 2004). Pembagian dana untuk daerah melalui bagi hasil berdasarkan daerah

penghasil cenderung menimbulkan ketimpangan antar daerah dengan

mempertimbangkan kebutuhan dan potensi daerah. Alokasi dana alokasi umum

bagi daerah yang potensi fiskalnya besar namun kebutuhan fiskalnya kecil akan

(24)

yang memiliki potensi fiskalnya kecil namun kebutuhan fiskalnya besar akan

memperoleh alokasi Dana alokasi umum relatif besar. Dengan maksud melihat

kemampuan APBD dalam membiayai kebutuhan-kebutuhan daerah dalam rangka

pembangunan daerah yang dicerminkan dari penerimaan umum APBD dikurangi

dengan belanja pegawai (Halim, 2009).

Halim (2009) mengatakan bahwa ketimpangan ekonomi anatara satu

Provinsi dengan Provinsi lain tidak dapat dihindari dengan adanya desentralisasi

fiskal. Disebabkan oleh minimnya sumber pajak dan sumber daya alam yang

kurang dapat digali oleh Pemerintah Daerah. Untuk menanggulangi ketimpangan

tersebut, Pemerintah pusat berinisiatif untuk memberikan subsidi berupa DAU

kepada daerah. Bagi daerah yang tingkat kemiskinannya lebih tinggi, akan

diberikan DAU lebih besar dibanding daerah yang kaya dan begitu juga

sebaliknya. Selain itu untuk mengurangi ketimpangan dalam kebutuhan

pembiayaan dan penugasan pajak antara pusat dan daerah telah diatasi dengan

adanya kebijakan bagi hasil dan Dana Alokasi Umum minimal sebesar 26 % dari

Penerimaan dalam negeri. Dana Alokasi Umum akan memberikan kepastian bagi

daerah dalam memperoleh sumber pembiayaan untuk membiayai kebutuhan

pengeluaran yang menjadi tanggung jawab masing-masing daerah.

Adapun cara menghitung DAU menurut ketentuan adalah sebagai berikut

(Halim, 2009):

a. DAU ditetapkan sekurang-kurangnya 26 % dari penerimaan dalam

(25)

b. DAU untuk daerah Provinsi dan Kabupaten/Kota ditetapkan

masing-masing 10% dan 90% dari Dana Alokasi Umum sebagaimana

ditetapkan diatas.

c. DAU untuk suatu Kabupaten/Kota tertentu ditetapkan berdasarkan

perkalian jumlah Dana Alokasi Umum untuk Kabupaten/Kota yang

ditetapkan APBN dengan porsi Kabupaten/Kota yang bersangkutan.

d. Porsi Kabupaten/Kota sebagaimana dimaksud di atas merupakan

proporsi bobot Kabupaten/Kota di seluruh Indonesia (Bambang

Prakosa, 2004).

Dalam UU No.32 Tahun 2004 disebutkan bahwa untuk pelaksanaan

kewenangan Pemerintah daerah, Pemerintah pusat akan mentransfer Dana

Perimbangan yang terdiri dari Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus

(DAK), dan Dana Bagi Hasil yang terdiri dari pajak dan sumber daya alam.

Disamping Dana Perimbangan tersebut, Pemerintah daerah memiliki sumber

pendanaan sendiri berupa Pendapatan Asli Daerah (PAD), pembiayaan, dan lain-

lain pendapatan yang sah. Kebijakan penggunaan semua dana tersebut diserahkan

kepada Pemerintah Daerah. Dana transfer dari Pemerintah pusat diharapkan

digunakan secara efektif dan efisien oleh Pemerintah daerah untuk meningkatkan

pelayanannya kepada masyarakat. Menurut UU No.33 Tahun 2004 tentang

Perimbangan Keuangan Pemerintah Pusat dan Daerah bahwa kebutuhan DAU

oleh suatu daerah (Provinsi, Kabupaten, dan Kota) ditentukan dengan

menggunakan pendekatan Fiscal Gap, dimana kebutuhan DAU suatu daerah

(26)

digunakan untuk menutup celah yang terjadi karena kebutuhan daerah melebihi

dari potensi penerimaan daerah yang ada.

2.6 Pendapatan Asli Daerah (PAD)

Pendapatan asli daerah diartikan sebagai pendapatan daerah yang

tergantung keadaan perekonomian pada umumnya dan potensi dari

sumber-sumber pendapatan asli daerah itu sendiri. Pendapatan asli daerah adalah

suatu pendapatan yang menunjukkan kemampuan suatu daerah untuk

menghimpun sumber-sumber dana untuk membiayai kegiatan daerah (Sutrisno,

1984). Menurut Undang-undang No.33 Tahun 2004 Pasal 1 ayat 18, Pendapatan

asli daerah selanjutnya disebut PAD adalah pendapatan yang diperoleh daerah

yang dipungut berdasarkan Peraturan Daerah sesuai dengan peraturan

perundang-undangan. Jadi pengertian pendapatan asli daerah dapat dikatakan sebagai

pendapatan rutin dari usaha-usaha pemerintah daerah dalam memanfaatkan

potensi-potensi sumber-sumber keuangan untuk membiayai tugas-tugas dan

tanggung jawabnya.

Menurut Pasal 6 Undang-undang No.33 Tahun 2004 pendapatan asli

daerah berasal dari:

1. Hasil Pajak Daerah

Pajak merupakan iuran yang dapat dipaksakan kepada wajib pajak oleh

pemerintah dengan balas jasa yang tidak langsung dapat ditunjuk. Pada

pokoknya pajak memiliki dua peranan utama yaitu sebagai sumber

penerimaan negara (fungsi budget) dan sebagai alat untuk mengatur (fungsi

(27)

mendefenisikan pajak daerah adalah pajak yang dipungut daerah berdasarkan

peraturan pajak yang ditetapkan oleh daerah untuk kepentingan pembiayaan

rumah tangga daerah tersebut.

Menurut Undang-undang No.34 tahun 2000 pajak daerah yang selanjutnya

disebut pajak yaitu iuran wajib yang dilakukan oleh orang pribadi atau badan

kepala daerah tanpa imbalan langsung yang seimbang, yang dapat dipaksakan

berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku yang digunakan

untuk membiayai penyelenggaraan pemerintah daerah dan pembangunan

daerah.

Terdapat banyak batasan tentang pajak yang dikemukakan para ahli, tetapi

pada dasarnya isinya hampir sama yaitu pajak adalah pembayaran iuran oleh

rakyat kepada pemerintah yang dapat dipaksakan dengan tanpa imbalan jasa

secara langsung (Suparmoko, 2002). Dari batasan atau definisi di atas dapat

ditarik kesimpulan bahwa unsur-unsur pajak adalah:

a. Iuran masyarakat kepada negara

b. Berdasarkan undang-undang

c. Tanpa balas jasa secara langsung

d. Untuk membiayai pengeluaran pemerintah

Berdasarkan kewenangan memungutnya pajak digolongkan menjadi dua

yaitu pajak negara dan pajak daerah. Pengertian pajak daerah adalah sama

dengan pajak negara, perbedaannya terletak pada :

a. Pajak negara ditetapkan dan dikelola oleh pemerintah pusat (dalam

(28)

b. Pajak daerah adalah pajak yang ditetapkan dengan peraturan daerah

atau pajak negara yang pengelolaan dan penggunaannya diserahkan

kepada daerah (Sutrisno, 1984).

Berdasarkan pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa pajak daerah

adalah pajak negara yang diserahkan kepada daerah untuk dipungut

berdasarkan peraturan perundangan yang dipergunakan untuk membiayai

pengeluaran daerah sebagai badan hukum publik.

2. Retribusi Daerah

Retribusi daerah adalah pungutan yang dilakukan oleh pemerintah pusat

karena seseorang atau badan hukum menggunakan jasa dan barang

pemerintah yang langsung dapat ditunjuk (Sutrisno, 1984). Peraturan

pemerintah No. 66 tahun 2002 tentang retribusi daerah pasal 1 menyebutkan

bahwa retribusi dalah pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa atau

pemberian ijin tertentu yang khusus disediakan oleh pemerintah daerah

dengan menganut prinsip komersial karena pada dasarnya dapat pula

disediakan oleh sektor swasta. Menurut Undang- undang No. 34 tahun

2000 retribusi daerah yang selanjutnya disebut retribusi yaitu pungutan

daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian ijin tertentu yang

khusus disediakan dan atau diberikan oleh pemerintah daerah untuk

kepentingan pribadi atau badan.

Pada dasarnya retribusi adalah pajak, tetapi merupakan jenis pajak khusus,

karena ciri-ciri dan atau syarat-syarat tertentu masih dapat dipenuhi (Sutrisno,

(29)

atau peraturan yang sederajat harus disetor ke kas negara atau daerah dan

tidak dapat dipaksakan. Batasan pengertian retribusi ini sendiri merupakan

pungutan yang dilakukan pemerintah karena seseorang dan atau badan hukum

menggunakan barang dan jasa pemerintah yang langsung dapat ditunjuk. Dari

definisi di atas terlihat bahwa ciri-ciri mendasar dari retribusi daerah adalah:

a. Retribusi dipungut oleh daerah.

b. Dalam pungutan retribusi terdapat prestasi yang diberikan daerah

yang langsung dapat ditunjuk.

c. Retribusi dikenakan kepada siapa saja yang memanfaatkan

barang atau jasa yang disediakan oleh daerah.

Lapangan retribusi daerah adalah seluruh lapangan pungutan yang diadakan

untuk keperluan keuangan daerah sebagai pengganti jasa yang diberikan oleh

daerah.

3. Bagian Laba Perusahaan Daerah

Perusahaan daerah merupakan salah satu komponen yang diharapkan dalam

memeberikan kontribusinya bagi pendapatan daerah, tapi sifat utama dari

perusahaan daerah bukanlah berorientasi pada keuntungan, akan tetapi

justru dalam memberikan jasa dan menyelenggarakan kemanfaatan umum,

atau dengan perkataan lain perusahaan daerah menjalankan fungsi ganda yang

harus terjamin keseimbangannya yaitu fungsi ekonomi (Kaho, 1998).

Pemerintah daerah mendirikan perusahaan daerah atas dasar berbagai

pertimbangan yaitu menjalankan ideologi yang dianutnya bahwa sarana

(30)

alami, seperti angkutan umum atau telepon; dalam rangka mengambil alih

perusahaan asing; untuk menciptakan lapangan kerja atau mendorong

pembangunan ekonomi daerah; dianggap cara yang efisien untuk

menyediakan layanan masyarakat, dan/atau menebus biaya, serta untuk

menghasilkan penerimaan untuk pemerintah daerah (Devas, 1989).

Sumber pendapatan asli daerah yang ketiga yaitu adalah laba dari perusahaan

daerah. Karena berbentuk perusahaan maka prinsip pengelolaannya

berdasarkan atas asas-asas ekonomi perusahaan. Dengan demikian,

perusahaan harus mencari keuntungan dan selanjutnya sebagian dari

keuntungan tersebut diserahkan ke kas daerah. Fungsi pokok dari

perusahaan daerah adalah :

a. Sebagai dinamisator perekonomian daerah, yang berarti perusahaan

daerah harus mampu memberikan rangsangan bagi berkembangnya

perekonomian daerah.

b. Sebagai penghasil pendapatan daerah yang berarti harus mampu

memberikan manfaat ekonomis sehingga terjadi keuntungan yang

dapat diserahkan ke kas daerah.

Berdasarkan uraian di atas, maka perusahaan daerah merupakan salah satu

komponen yang diharapkan mampu memberikan kontribusinya bagi

pendapatan daerah. Sifat umum perusahaan daerah berorientasi pada

keuntungan yang dapat memberikan jasa dan menyelenggarakan kemanfaatan

umum atau dengan kata lain perusahaan daerah menjalankan fungsi ganda

(31)

ekonomi. Artinya pemenuhan fungsi sosial perusahaan daerah dapat berjalan

seiring dengan pemenuhan fungsi ekonomi sebagai badan hukum yang

bertujuan mendapatkan laba. Sedangkan, lapangan hasil perusahaan daerah

adalah sebagian perusahaan daerah yang bergerak di bidang produksi

jasa dan perdagangan sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku.

4. Penerimaan Dinas-dinas dan Pendapatan Lain-lain yang disahkan

Penerimaan dinas-dinas merupakan penerimaan yang berasal dari usaha

dinas-dinas daerah yang bersangkutan yang bukan merupakan penerimaan

pajak, retribusi ataupun laba perusahaan daerah. Fungsi pokok dari

penerimaan dinas-dinas daerah (kecuali dinas pendapatan daerah) pada

umumnya adalah bukan mencari pendapatan daerah, tetapi melaksanakan

sebagian urusan pemerintah daerah yang bersifat pembinaan atau bimbingan

kepada masyarakat. Penerimaan lain-lain, dilain pihak adalah penerimaan

pemerintah daerah diluar penerimaan-penerimaan dinas, pajak, retribusi dan

bagian laba perusahaan daerah. Penerimaan ini antara lain berasal dari sewa

rumah dinas milik daerah, hasil penjualan barang-barang (bekas) milik

daerah, penerimaan sewa kios milik daerah dan penerimaan uang langganan

majalah daerah (Hirawan, 1987).

Fungsi utama dari dinas-dinas daerah adalah memberikan pelayanan umum

kepada masyarakat tanpa terlalu memperhitungkan untung dan ruginya, tetapi

dalam batas-batas tertentu dapat didayagunakan untuk bertindak sebagai

organisasi ekonomi yang memberikan pelayanan dengan imbalan jasa.

(32)

untuk melakukan berbagai kegiatan yang menghasilkan baik yang berupa

materi dalam hal kegiatan bersifat bisnis, maupun non materi dalam hal

kegiatan tersebut untuk menyediakan, melapangkan atau memantapkan suatu

kebiajakan pemerintah daerah dalam suatu bidang tertentu.

Jadi di satu pihak dapat menghimpun dana sebagai salah satu sumber

penerimaan daerah dan tidak bertentangan dengan ketentuan peraturan

perundang-undangan yang berlaku, di lain pihak lebih mengarah

kepada public service dan bersifat penyuluhan yaitu tidak mengambil

keuntungan, melainkan hanya sekedar untuk menutup resiko biaya

administrasi yang dikeluarkan.

2.7 Belanja Modal

Salah satu dari belanja langsung adalah belanja modal, menurut Abdul

Halim (2002:72) ―Belanja modal merupakan pengeluaran pemerintah daerah yang

manfaatnya melebihi satu tahun anggaran dan akan menanambah aset atau

kekayaan daerah, dan selanjutnya akan menambah belanja yang bersifat rutin,

seperi biaya operasi dan biaya pemeliharaan‖.

Belanja modal adalah belanja yang dilakukan pemerintah yang

menghasilkan aktiva tetap tertentu (Nordiawan, 2006). Belanja modal

dimaksudkan untuk mendapatkan aset tetap pemerintah daerah, yakni peralatan,

bangunan, infrastruktur, dan harta tetap lainnya. Secara teoritis ada tiga cara untuk

memperoleh aset tetap tersebut, yakni dengan membangun sendiri, menukarkan

(33)

Dewi (2006) dan Syaiful (2008) mengutarakan bahwa belanja modal

adalah pengeluaran yang dilakukan dalam rangka pembentukan modal yang

sifatnya menambah aset tetap / inventaris yang memberikan manfaat lebih dari

satu periode akuntansi,termasuk didalamnya adalah pengeluaran untuk biaya

pemeliharaan yang sifatnya mempertahankan atau menambah masa manfaat,

meningkatkan kapasitas dan kualitas aset.

Kategori belanja modal menurut Ghozali (2008) adalah sebagai berikut:

1. Pengeluaran mengakibatkan adanya perolehan aset tetap atau aset

lainnya yang dengan demikian menambah aset Pemda.

2. Pengeluaran tersebut melebihi batasan minimal kapitalisasi aset tetap

atau aset lainnya yang telah ditetapkan oleh Pemda.

3. Perolehan aset tetap tersebut diniatkan bukan untuk dijual.

Belanja Modal dapat dikategorikan dalam 5(lima) kategori utama :

a. Belanja Modal Tanah

Belanja Modal Tanah adalah pengeluaran/biaya yang digunakan untuk

pengadaan/pembelian/pembebasan penyelesaian, balik nama dan sewa

tanah, pengosongan, pengurungan, peralatan, pematangan tanah,

pembuatan sertipikat, dan pengeluaran lainnya sehubungan dengan

perolehan hak atas tanah dan sampai tanah dimaksud dalam kondisi siap

pakai.

b. Belanja Modal Peralatan dan Mesin

Belanja Modal Peralatan dan Mesin adalah pengeluaran/biaya yang

(34)

kapasitas peralatan dan mesin serta inventaris kantor yang memberikan

manfaat lebih dari 12 (dua belas) bulan dan sampai peralatan dan mesin

dimaksud dalam kondisi siap pakai.

c. Belanja Modal Gedung dan Bangunan

Belanja Modal Gedung dan Bangunan adalah pengeluaran/biaya yang

digunakan untuk pengadaan/penambahan/penggantian, dan termasuk

pengeluaran untuk perencanaan, pengawasan dan pengelolaan

pembangunan gedung dan bangunan yang menambah kapasitas sampai

gedung dan bangunan dimaksud dalam kondisi siap pakai.

d. Belanja Modal Jalan, Irigasi dan Jaringan

Belanja Modal Jalan, Irigasi dan Jaringan adalah pengeluaran/biaya yang

digunakan untuk pengadaan/penambahan/penggantian/peningkatan

pembangunan pembuatan serta perawatan dan termasuk pengeluaran untuk

perencanaan, pengawasan dan pengelolaan jalan irigasi dan jaringan yang

menambah kapasitas sampai jalan irigasi dan jaringan dimaksudkan dalam

kondisi siap pakai.

e. Belanja Modal Fisik lainnya

Belanja Modal Fisik lainnya adalah pengeluaran atau biaya yang akan

digunakan untuk pengadaan/penambahan/penggantian/peningkatan

pembangunan/pembuatan serta perawatan terhadap fisik lainnya yang

tidak dapat dikatagorikan kedalam kriteria belanja modal tanah, peralatan

dan mesin, gedung dan bangunan, dan jalan irigasi dan jaringan, termasuk

(35)

barang-barang kesenian, barang peurbakala dan barang untuk museum,

hewan ternak dan tanaman, buku-buku, dan jurnal ilmiah.

Tabel 2.1

Komponen Biaya yang dimungkinkan didalam Belanja Modal Jenis Belanja Modal Komponen Biaya yang dimungkinkan didalam

Belanja Modal

Belanja Modal Tanah Belanja Modal Pembebasan Tanah

Belanja Modal Pembayaran Honor Tim Tanah Belanja Modal Pembuatan Sertifikat Tanah

Belanja Modal Pengurungan dan Pematangan Tanah Belanja Modal Biaya Pengukuran Tanah

Belanja Modal Perjalanan Pengadaan Tanah Belanja Modal

Gedung dan Bangunan

Belanja Modal Bahan Baku Gedung dan Bangunan Belanja Modal Upah Tenaga Kerja dan Honor

Belanja Modal Perizinan Gedung dan Bangunan Belanja Modal Pengosongan dan Pembongkaran Bangunan

Belanja Modal Bahan Baku Peralatan dan Mesin Belanja Modal Upah Tenaga Kerja dan Honor Pengelola Teknis Peralatan dan Mesin

Belanja Modal Sewa Peralatan, Peralatan dan Mesin Belanja Modal Perencanaan dan Pengawasan Peralatan dan Mesin

Belanja Modal Perizinan Peralatan dan Mesin Belanja Modal Pemasangan Peralatan dan Mesin Belanja Modal Perjalanan Peralatan dan Mesin

Belanja Modal Jalan, Irigasi dan Jaringan

Belanja Modal Bahan Baku Jalan dan Jembatan Belanja Modal Upah Tenaga Kerja dan Honor Pengelola Teknis Jalan dan Jembatan

Belanja Modal Sewa Peralatan Jalan dan Jembatan

(36)

2.8 Penelitian Terdahulu

1. Kusumadewi & Rahman (2007) yang meneliti tentang ―Flypaper effect

pada Dana Alokasi Umum (DAU) Dan Pendapatan Asli Daerah (PAD)

Terhadap Belanja Daerah pada Kabupaten/Kota di Indonesia‖. Hasil

penelitian menunjukkan bahwa PAD dan DAU secara bersama-sama

memiliki pengaruh yang signifikan terhadap Belanja Daerah

masing-masing variabel independen yaitu PAD dan DAU, signifikan terhadap

belanja daerah. Pengaruh DAUt-1 terhadap Belanja Daerah tahun berjalan

lebih kuat daripada pengaruh PADt-1 terhadap belanja Daerah flypaper

effect tidak hanya terjadi pada daerah dengan PAD rendah namun juga

pada daerah dengan PAD tinggi.

2. Siagian (2009), melakukan penelitian tentang ―flypaper effect pada

Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan Dana Alokasi Umum (DAU) terhadap

belanja daerah pada Pemerintahan Kabupaten/Kota di Propinsi Sumatera

Utara‖. Hasil pengujian menunjukkan pengujian secara simultan dan

parsial menunjukkan bahwa DAU dan PAD secara bersama-sama

bepengaruh signifikan terhadap belanja daerah juga telah terjadi flypaper

effect pada belanja daerah Kabupaten/Kota di Propinsi Sumatera Utara.

3. Maimunah (2006) menguji ―flypaper effect pada dana alokasi

umum(DAU) dan pendapatan asli daerah (PAD) terhadap belanja daerah

pada Kabupaten/Kota di pulau Sumatera‖. Tujuan penelitian ini adalah

untuk memberikan bukti empiris pada (1) pengaruh DAU dan PAD

(37)

kemungkinan terjadinya flypaper effect pada Belanja Pemerintah

Kabupaten/Kota di pulau Sumatera; (3) kecenderungan flypaper effect

menyebabkan peningkatan jumlah Belanja Daerah; (4) kemungkinan

adannya perbedaan flypaper effect antara Pemerintah Kabupaten/Kota

yang PADnya tinggi dengan Pemerintah Kabupaten/Kota yang PADnya

rendah; dan terakhir (5) pengaruh DAU dan PAD pada kategori

pengeluaran sektor yang berhubungan langsung dengan publik (belanja

bidang pendidikan, kesehatan dan pekerjaan umum).

Berdasarkan tujuan yang hendak dicapai, maka ada lima simpulan yang

merupakan hasil penelitian yang telah dilakukan yaitu: Pertama, besarnya

nilai DAU dan PAD mempengaruhi besarnya nilai Belanja daerah

(pengaruh positif). Kedua, telah terjadi flypaper effect pada Belanja

Daerah pada Kabupaten/Kota di Sumatera. Ketiga, terdapat pengaruh

flypaper effect dalam memprediksi Belanja Daerah periode ke depan.

Keempat, tidak terdapat perbedaan terjadinya flypaper effect baik pada

daerah yang PADnya rendah maupun tinggi di Kabupaten/Kota di pulau

Sumatera. Kelima, tidak terjadi flypaper effect pada Belanja daerah bidang

Pendidikan, tetapi telah terjadi flypaper effect pada Belanja Dearah bidang

Kesehatan dan bidang Pekerjaan Umum.

4. Haryo Kuncoro (2007) meneliti tentang ―fenomena flypaper effect pada

kinerja keuangan pemerintah daerah kota dan kabupaten di Indonesia‖.

Studi ini berbeda dengan studi-studi sebelumnya di Indonesia setidaknya

(38)

antara penerimaan transfer dengan upaya pemerintah daerah dalam

menggali PAD. Kedua, dari sisi belanja adalah dengan mengamati

sensitivitas belanja pemerintah daerah dalam merespon perolehan transfer.

Ketiga, kedua aspek tersebut di atas dirangkum ke dalam satu kerangka

kerja dengan memperhatikan eksternalitas fiskal, baik sisi penerimaan dan

belanja yang muncul secara timbal balik antardaerah. Hasil penelitiannya

membuktikan bahwa peningkatan alokasi transfer pemerintah pusat dan

pertumbuhan belanja pemerintah daerah diikuti dengan penggalian PAD

yang lebih tinggi. Gejala ini memperlihatkan bahwa birokrat pemerintah

daerah bertindak sangat reaktif terhadap transfer yamg diterima dari pusat.

Ada indikasi peningkatan belanja yang tinggi tersebut disebabkan karena

inefisiensi belanja pemerintah daerah terutama belanja operasional.

5. Afrizawati (2012), melakukan penelitian tentang ―analisis flypaper effect

pada belanja daerah pada Kabupaten/Kota Sumatera Selatan‖. Hasil

pengujian menunjukkan pengaruh yang positif (diterima), diduga bahwa

pengaruh DAU terhadap belanja daerah lebih kecil daripada pengaruh

PAD terhadap belanja daerah yang mana tujuannya adalah untuk

mengetahui terjadi atau tidaknya flypaper effect, hal ini membuktikan

bahwa terjadi flypaper effect pada belanja daerah di Kabupaten/kota di

Sumatera Selatan, penelitian juga menghasilkan DAU dan PAD

(39)

2.9 Kerangka Konseptual

Berdasarkan telaah yang telah dikemukakan sebelumnya, penelitian ini

akan menganalisis Analisis Flypaper effect pada Dana Alokasi Umum (DAU) dan

Pendapatan Asli Daerah (PAD) terhadap Belanja Modal pada Kabupaten/Kota di

Provinsi Sumatera Utara Tahun 2010-1013. Model penelitian yang diajukan

dalam gambar berikut ini merupakan kerangka konseptual dan sebagai alur

pemikiran dalam menguji hipotesis:

Sumber : Data diolah

Gambar 2.1 Kerangka Konseptual

Flypaper Effect

Pendapatan Asli Daerah Dana Alokasi

Umum

(40)

2.10 Hipotesis Penelitian

Sesuai dengan tujuan, kerangka pemikiran, dan hasil-hasil penelitian

terdahulu, maka hipotesis yang disusun adalah sebagai berikut :

H1 : Diduga Dana Alokasi Umum dan Pendapatan Asli Daerah

berpengaruh positif dan signifikan terhadap Belanja Modal.

H2 : Diduga pengaruh Dana Alokasi Umum terhadap Belanja Modal

lebih besar daripada pengaruh Pendapatan Asli Daerah terhadap

(41)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kuantitatif yang mana

data yang diperoleh dari seluruh populasi penelitian dianalisis sesuai dengan

metode statistik yang digunakan kemudian diinterpretasikan.

3.2 Batasan Penelitian

1. Batasan aspek dalam penelitian ini adalah hanya terhadap Laporan APBD saja,

berkaitan dengan nilai realisasi DAU, PAD dibandingkan dengan Belanja

Modal.

2. Batasan lokasi dalam penelitian ini adalah pada Kabupaten/Kota yang terdapat

di Provinsi Sumatera Utara.

3. Batasan waktu penelitian ini adalah hanya meliputi tahun 2010-2013.

3.3 Variabel Penelitian

Variabel adalah segala sesuatu yang dapat diberi berbagai macam nilai.

Variabel yang digunakan penelitian ini adalah yaitu Dana Alokasi Umum (DAU)

dan Pendapatan Asli Daerah (PAD) sebagai variabel bebas (independent variable)

dan Belanja Modal (BM) sebagai variabel terikat (dependent variable).

3.4 Definisi Operasional

1. Dana Alokasi Umum (DAU) adalah dana yang diterima dari pemerintah

pusat pada tahun anggaran 2010-2013 yang dinyatakan dalam rupiah.

2. Pendapatan Asli Daerah (PAD) adalah penerimaan daerah pada tahun

(42)

3. Belanja Modal dalam penelitian ini adalah angka realisasi belanja modal

Pemerintah Daerah pada tahun anggaran 2010-2013 yang dinyatakan

dalam rupiah.

Untuk flypaper effect tidak dijabarkan definisi operasionalnya. Hal ini

dikarenakan flypaper effect merupakan situasi yang dihasilkan oleh ketiga

variabel di atas. Dimana ketika koefisien DAU lebih berpengaruh signifikan

terhadp BM daripada PAD maka, situasi ini disebut flypaper effect.

3.5 Populasi dan Sampel Penelitian

Adapun populasi yang diambil dalam penelitian ini adalah seluruh

kabupaten/kota Provinsi se-Sumatera Utara yang terdiri dari 25 Kabupaten dan 8

Kota. Dalam penelitian ini, sampelnya adalah populasi tersebut, jadi populasi ini

merupakan sampel penelitian. Data yang dianalisis dalam penulisan ini adalah

data sekunder yang bersumber dari dokumen Laporan Realisasi APBD

Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara yang diperoleh dari Situs Dirjen

Perimbangan Keuangan Pemerintah Daerah di internet (www.djpk.depkeu.go.id).

Dari Laporan Realisasi APBD ini diperoleh data mengenai jumlah realisasi

Belanja Modal, Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan Dana Alokasi Umum (DAU)

tahun 2010-2013.

3.6 Jenis dan Sumber Data

Penelitian ini menggunakan data sekunder dengan jenis data panel yaitu

gabungan antara data time series dan cross section yang bersumber dari

Departemen Keuangan Republik Indonesia Direktoral Jenderal Perimbangan

(43)

Kab/Kota di Sumatera Utara. Data diperoleh dari laporan APBD Pemerintah

Daerah Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara, yakni data PAD, DAU dan

Total Belanja Modal.

3.7 Pengolahan Data

Penulis menggunakan program komputer E-views 7 untuk mengolah data

dalam penelitian ini.

3.8 Model Analisis

Model analisis ekonometrik yang digunakan sebagai berikut:

BMit = α + β1DAUit+ β2PADit + eit

Dimana :

BM = Belanja Modal (BM)

α = Konstanta

β1, β2 = Koefisien Regresi

DAU = Dana Alokasi Umum PAD = Pendapatan Asli Daerah e = Variabel Gangguan (error term) i = Kabupaten/Kota

t = Tahun

3.9 Metode Analisis

Metode dalam penelitian ini yaitu metode Generalized Least Square (GLS)

dengan menggunakan data panel, yang artinya adalah gabungan antara data silang

(cross section) dengan data runtut waktu (time series). Data panel dapat berguna

bagi peneliti untuk melihat dampak ekonomis yang tidak bisa terpisahkan antar

setiap individu dalam beberapa periode. Hal ini tidak bisa didapatkan dari

penggunaan data cross section atau data time series secara terpisah. Terdapat

(44)

1. Mengingat penggunaan data panel juga meliputi data cross section dalam

rentang waktu tertentu, maka data set akan rentan dari heterogenitas.

Penggunaan teknik dan estimasi data panel akan memperhitungkan secara

eksplisit heterogenitas tersebut.

2. Dengan pengkombinasian, data akan memberikan informasi yang lebih,

tingkat kolinearitas yang lebih kecil antar variabel dan lebih efisien.

3. Penggunaan data panel mampu meminimasi bias yang dihasilkan jika kita

mengagregasikan data individu ke dalam agregasi yang luas.

Adapun model-model yang dapat digunakan untuk menafsirkan data panel yaitu:

1) Fixed Effect Model (FEM)

2) Random Effect Model (REM) , (Baltagi, 2005)

3.9.1 Fixed Effect Model (FEM)

Metode ini memiliki beberapa kemungkinan asumsi yang bisa digunakan

peneliti berdasarkan kepercayaannya dalam memilih data, seperti:

a. Intersep dan koefisien slope konstan dari setiap cross section di sepanjang

waktu. Error term diasumsikan mampu mengatasi perubahan sepanjang

waktu dan individu. Asumsi ini mengikuti asumsi dalam metode OLS.

b. Koefisien slope konstan namun intersepnya bervariasi di setiap cross

section.

c. Seluruh koefisien baik slope maupun intersep bervariasi setiap individu.

Pendekatan ini memasukan variabel boneka (dummy variable) untuk

(45)

Pendekatan dengan memasukan variabel boneka ini dekenal dengan sebutan

model efek tetap (fixed effect). Persamaan model ini dalah sebagai berikut:

Yit =

+

+

i

D

i

+

Keterangan :

Yit = variabel terikat di waktu t untuk unit cross section i

= intersep yang berubah – ubah antar unit cross section = variabel bebas ke-j diwaktu t untuk unit cross section i

= parameter untuk variabel bebas ke-j

= komponen error di waktu t untuk unit cross section i

Keputusan memasukkan variabel boneka (Di) pada pendekatan fixed effect

tidak dapat dipungkiri akan mengurangi jumlah degree of freedom yang pada

akhirnya akan mempengaruhi efisiensi dari parameter yang diestimasi.

3.9.2 Random Effect Model

Kelemahan dari pendekatan LSDV adalah penambahan variabel boneka

ternyata dapat mengurangi derajat kebebasan (degree of freedom) yang pada

akhirnya mengurangi efisiensi dari parameter yang diestimasi. Kelemahan ini

kemudian diatasi dengan pendekatan ketiga yaitu pendekatan efek acak (random

effect). Asumsi dasar pada pendekatan efek acak adalah perbedaan nilai intersep

antar unit cross section dimasukan ke dalam error. Karena hal ini pendekatan efek

acak sering disebut model variance components. Persamaan model variance

components sebagai berikut:

Yit =

+

+

,

i = 1,…N dan t = 1,..,K

Keterangan :

N (0, ) = komponen cross section error

(46)

N (0, = komponen error kombinasi

Pendekatan efek acak dapat menghemat pemakaian derajat kebebasan dan

tidak mengurangi jumlahnnya seperti yang dilakukan pada pendekatan efek tetap.

Hal ini berimplikasi parameter hasil estimasi akan menjadi semakin efisien.

3.9.3 Pemilihan Model

Sebelum dilakukan pembahasan hasil model regresi panel data, akan

dilakukan pemilihan model terbaik yang akan digunakan sebagai dasar melakukan

analisis. Dalam pemilihan model dilakukan dengan menggunakan Uji Hausman

digunakan untuk memilih fixed effect atau random effect.

3.9.3.1 Uji Hausman Test

Uji hausman digunakan untuk memilih model fixed effect atau random

effect. Hipotesa pengujian ini sebagai berikut :

H0: random effect model

H1: fixed effect model

Perhitungan hausman test menggunakan program eviews. Jika nilai

hausman test hasil pengujian lebih besar dari Tabel, maka hipotesa nol ditolak

sehingga model yang kita gunakan adalah fixed effect model dan sebaliknya.

(47)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Perkembangan Dana Alokasi Umum (DAU) pada Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara

Salah satu fungsi dana alokasi umum (DAU) yaitu untuk menutup celah yang

terjadi karena kebutuhan daerah melebihi dari potensi penerimaan daerah yang

ada, sehingga distribusi dana alokasi umum (DAU) kepada daerah-daerah yang

memiliki kemampuan relatif besar akan lebih kecil dan sebaliknya daerah-daerah

yang mempunyai kemampuan keuangan relatif kecil akan memperoleh DAU yang

relatif besar.

Tabel 4.1

Perkembangan Dana Alokasi Umum (DAU) pada Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara Tahun 2010-2013

(dalam milliar rupiah)

Kabupaten/Kota 2010 2011 2012 2013

Kab. Asahan 479,299 523,902 628,975 733,672

Kab. Dairi 327,835 374,324 451,176 512,477

Kab. Deli Serdang 793,142 889,010 1,100,014 1,260,755

Kab. Tanah Karo 393,390 441,831 546,295 625,822

Kab. Labuhan Batu 315,309 370,861 461,644 520,458

Kab. Langkat 597,473 716,054 847,503 982,658

Kab. Mandailing Natal 398,482 455,687 541,107 625,543

Kab. Nias 151,147 250,936 289,608 319,070

Kab. Simalungun 634,428 696,561 865,406 977,809

Kab. Tapanuli Selatan 334,738 376,200 454,322 517,000 Kab. Tapanuli Tengah 313,958 343,959 422,612 491,011 Kab. Tapanuli Utara 369,275 408,809 487,346 552,463

Kab. Toba Samosir 280,440 310,465 387,623 423,292

Kota Binjai 293,537 336,976 416,965 477,554

Kota Medan 828,705 967,533 1,153,789 1,270,245

Kota Pematang Siantar 313,942 352,723 429,632 492,115

Kota Sibolga 220,077 265,540 292,873 338,507

(48)

Kota Tebing Tinggi 228,058 262,131 262,131 368,587 Kota Padang Sidempuan 270,129 308,201 364,923 423,251

Kab. Pakpak Barat 167,780 198,405 232,990 273,599

Kab. Nias Selatan 277,887 319,189 378,606 422,368

Kab.Humbang Hasundutan 279,893 313,663 376,847 440,920 Kab. Serdang Bedagai 404,836 458,450 554,245 628,900

Kab. Samosir 243,042 283,202 331,413 384,761

Kab. Batu Bara 337,600 386,180 452,227 517,734

Kab. Padang Lawas 241,107 249,724 331,754 371,650

Kab. Padang Lawas Utara 243,566 262,768 348,056 387,955 Kab. Labuhanbatu Selatan 253,282 267,177 334,512 400,567 Kab. Labuhanbatu Utara 303,658 346,964 400,602 457,715

Kab. Nias Utara 108,563 231,858 267,283 294,072

Kab. Nias Barat 63,068 193,665 227,861 251,632

Kota Gunung Sitoli 95,768 251,781 305,725 356,043

Sumber : Data diolah

Perkembangan DAU pada kabupaten/kota di Provinsi Sumatera Utara pada tahun

2010-2013 mengalami peningkatan setiap tahunnya. Berdasarkan tabel 4.1

perkembangan DAU tertinggi terjadi pada Kota Medan. Hal ini berarti Kota

Medan memiliki kebutuhan daerah melebihi dari potensi penerimaan daerah yang

ada, sehingga distribusi dana alokasi umum (DAU) kepada Kota Medan relatif

besar. Sedangkan perkembangan DAU terendah terjadi pada Kabupaten Nias

Barat. Semakin banyak Dana Alokasi Umum yang diterima maka berarti daerah

tersebut masih tergantung terhadap pemerintah pusat dalam memenuhi

belanjanya, ini menandakan bahwa daerah tersebut belumlah mandiri, dan begitu

juga sebaliknya.

4.2 Perkembangan Pendapatan Asli Daerah (PAD) pada Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara

Pendapatan asli daerah adalah suatu pendapatan yang menunjukkan kemampuan

suatu daerah untuk menghimpun sumber-sumber dana untuk membiayai kegiatan

(49)

Tabel 4.2

Perkembangan Pendapatan Asli Daerah (PAD) pada Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara Tahun 2010-2013

(dalam milliar rupiah)

Kabupaten/Kota 2010 2011 2012 2013

Kab. Asahan 23,590 26,612 31,887 54,038

Kab. Dairi 9,100 14,504 20,508 37,323

Kab. Deli Serdang 115,879 300,134 380,055 465,000

Kab. Tanah Karo 26,500 31,150 46,826 48,166

Kab. Labuhan Batu 35,658 48,921 50,000 66,557

Kab. Langkat 32,441 38,637 59,280 68,972

Kab. Mandailing Natal 12,462 25,000 45,000 47,000

Kab. Nias 7,850 10,092 24,008 30,533

Kab. Simalungun 38,761 58,441 113,095 63,738

Kab. Tapanuli Selatan 33,419 38,126 56,283 64,087

Kab. Tapanuli Tengah 16,000 16,709 26,000 26,660

Kab. Tapanuli Utara 9,370 13,528 14,303 36,138

Kab. Toba Samosir 14,853 12,032 18,913 19,007

Kota Binjai 23,257 33,043 35,179 46,140

Kota Medan 486,826 829,794 1,416,229 1,758,788

Kota Pematang Siantar 24,087 43,648 60,032 71,612

Kota Sibolga 16,649 17,840 21,100 30,587

Kota Tanjung Balai 17,650 22,146 31,855 32,035

Kota Tebing Tinggi 17,642 27,991 28,939 36,273

Kota Padang Sidempuan 16,200 19,755 23,159 42,180

Kab. Pakpak Barat 4,379 5,045 6,271 9,335

Kab. Nias Selatan 14,075 10,000 15,008 75,541

Kab.Humbang Hasundutan 14,203 18,244 10,745 15,213

Kab. Serdang Bedagai 26,418 35,710 40,969 53,785

Kab. Samosir 20,994 20,569 14,063 20,008

Kab. Batu Bara 18,035 16,316 17,590 35,362

Kab. Padang Lawas 13,007 18,135 28,177 25,905

Kab. Padang Lawas Utara 9,061 15,083 14,677 15,498 Kab. Labuhanbatu Selatan 5,215 10,053 18,726 130,288

Kab. Labuhanbatu Utara 5,137 7,809 13,065 23,207

Kab. Nias Utara 1,631 2,000 5,000 12,500

Kab. Nias Barat 1,000 2,000 6,000 8,200

Kota Gunung Sitoli 2,500 4,000 7,888 20,478

Sumber : Data diolah

Perkembangan PAD pada Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara pada tahun

(50)

Toba Samosir, Kabupaten Nias Selatan, Kabupaten Samosir, Kabupaten Batubara

mengalami penurunan pada tahun 2011. Kabupaten Humbang Hasundutan dan

Kabupaten Lawas Utara mengalami penurunan PAD pada tahun 2012 serta

Kabupaten Simalungun mengalami penurunan pada tahun 2013. Peningkatan

PAD terbesar terjadi pada Kota Medan, hal ini berarti bahwa Kota Medan

memiliki sumber pendapatan asli daerah yang lebih tinggi dibandingkan daerah

lainnya. Salah satu sumber pendapatan asli daerah banyak didapat dari pajak

daerah. Sedangkan peningkatan PAD terendah terjadi pada Kabupaten Nias Barat.

4.2.1 Rasio PAD (Share) Terhadap APBD

Desentralisasi fiskal (dalam otonomi daerah) ditujukan untuk menciptakan

kemandirian daerah. Sidik (2002) menyatakan bahwa dalam era otonomi daerah,

pemerintah daerah diharapkan mampu menggali dan mengoptimalkan potensi

daerahnya (keuangan lokal), khususnya sumber-sumber pendapatan asli daerah

(PAD). Dengan demikian pemerintah daerah diharapkan mampu mengurangi

ketergantungannya terhadap pemerintah pusat.

Dari Tabel 4.3 di bawah memberikan gambaran bahwa secara keseluruhan

kabupaten/kota di Provinsi Sumatera Utara belum mampu untuk membiayai

sendiri seluruh kebutuhan belanjanya dari PAD. Hal ini dapat dilihat dari relatif

rendahnya peranan (share) PAD terhadap APBD kabupaten/kota di Provinsi

Sumatera Utara, dimana secara rata-rata memiliki rasio 0,15 %. Ini

menggambarkan bahwa kemampuan masing-masing kabupaten/kota di Provinsi

Sumatera Utara hanya mampu membiayai kegiatan belanja rutin dan belanja

Gambar

Tabel 2.1
Gambar 2.1 Kerangka Konseptual
Tabel 4.1 Perkembangan Dana Alokasi Umum (DAU) pada Kabupaten/Kota di
Tabel 4.2 Perkembangan Pendapatan Asli Daerah (PAD) pada Kabupaten/Kota di
+6

Referensi

Dokumen terkait

Manfaat dari lapisan troposfer yaitu adalah menyeimbangkan suhu udara yang ada diluar dengan didalam bumi, ternyata temperature di lapisan ini tidak konstan.. Inilah yang

Gambar 3.3 Instalasi Modem Internal terhubung ke internet apabila Anda memiliki komputer, modem, line telepon dan mendaftar pada sebuah perusahan penyedia

Artinya : menceritakan kepada kami ali ibn abdullah, ia berkata, menceritakan kepada kami sufyan, ia berkata, menceritakan kepadaku umar, ia berkata, memberitakan kepadaku wahabibn

Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa hasil rata-rata nyeri haid (dismenorea) pre test terapi musik sebesar 6,88 dengan angka mendekati 7, hal ini menunjukkan

Tuliskan Program 6.1 berikut ini pada editor Dev-C++ (program ini merupakan program untuk mencari nilai terbesar dari 3 buah bilangan yang diinput).. Program 6.1 di

Berdasarkan uji kesukaan warna terhadap 20 orang panelis, menujukkan hasil bahwa rangking kesukaan warna permen susu kambing lebih tinggi daripada susu sapi afkir (Gambar 2),

Dengan menerapkan prioritas pada berbagai kelas dari trafik, teknik congestion management akan mengoptimalkan aplikasi bisnis yang kritis atau delay sensitive untuk dapat

Sedangkan pada gambar 15 mengambarkan VPN-B disisi client dan gambar 17 yang mengambarkan VPN-B pada sisi server sudah dijamin perbaikan QoS-nya tetap stabil diangka