• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pembuatan Nata De Coco dari Beberapa Konsentrasi “Skim” Santan dan Sukrosa

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pembuatan Nata De Coco dari Beberapa Konsentrasi “Skim” Santan dan Sukrosa"

Copied!
85
0
0

Teks penuh

(1)

DAR I BEBERAPA KONSENTRASI "SKIM" SANTAN DAN SUKROSA

Oleh

DINI ANDRIANI

F 29.1657

1996

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

Oleh DINI AN ORlAN I

F 29.1657

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN pada Jurusan Teknologi Industri Pertanian

Institut Pertanian Bogor

1996

FAKUL TAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

-'. : ' .'/; -"t :.; ' , . ' - 0

(3)

PEMBUATAN NATA DE COCO

DARI BEBERAPA KONSENTRASI "SKIM" SANTAN DAN SUKROSA

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN

pada Jurusan Teknologi Industri Pertanian

Institut Pertanian Bogor

Oleh

DINI ANDRIANI F 29.1657

Dilahirkan di Bogor. 2 Desember 1974 Tanggal Lulus : 9 September 1996

Disetujui,

/

Bogor, September 1996 '\'.

..

rf

'\ C' \.

J,

I\}y'--.> /

1 /

Ir. Titf セ。セオョ。イエゥL@ Msi. Ir. M. Zein

ャ。エセ@

MAppSc.
(4)

Sunarti.

RINGKASAN

Diversifikasi produk merupakan salah satu cara untuk meningkatkan nilai

tambah suatu komoditi, termasuk diantaranya komoditi kelapa. Nata de coco

adalah salah satu diversifikasi produk kelapa. Permintaan nata de coco terus

meningkat, produksi pada tahun 1994 adalah 390.000 kg (Departemen

Perindustrian Bogor, 1995). Berdasarkan hal itu, pada penelitian ini dicoba "skim"

santan sebagai bahan baku alternatif pembuatan nata de coco.

Penelitian ini bertujuan untuk mencoba pertumbuhan bakteri penghasil nata

(Acetobacter xylinum) pada media "skim" santan, serta mencari kombinasi

pengenceran santan dan konsentrasi sukrosa yang menghasilkan nata dengan

mutu terbaik.

Pembuatan nata de coco dilakukan secara sederhana dengan volume

medium tiap unit percobaan 300 ml. Medium fermentasi ditambahkan kalsium

fosfat (0.25% b/v) dan amonium sulfat (0.25% b/v) sebagai sumber mineral bagi

bakteri. Sebagai pengatur pH dan pencegah kontaminan digunakan asam asetat

glasial sebanyak 1 % (v/v). Analisa yang dilakukan meliputi pemeriksaan kultur

bakteri (pewarnaan gram), kadar air, derajat putih, kekerasan (kekenyalan),

rendemen, ketebalan, kadar sera! makanan (dietary fiber') dan pengujian

organoleptik.

Rancangan percobaan yang digunakan adalah rancangan acak Blok Faktorial

(5 x 3) dengan dua ulangan. Perlakuan yang diberikan meliputi A (sebagai blok) ::

penambahan air kelapa (0%, 5.8%), B : pengenceran santan (1:10, 1:15, 1:20,

(5)

Perbedaan perlakuan tidak memberi pengaruh yang berbeda nyata terhadap kadar

air, derajat putih dan kekerasan nata.

Rendemen nata berkisar antara 11.33-56 persen dengan rata-rata

keseluruhan 40.84 persen dari volume awal medium. Ketebalan nata berkisar

antara 0.6-2.8 em dan rata-rata 2.04 em. Perbedaan konsentrasi sukrosa pada

medium fermentasi berpengaruh sangat nyata (a. 0.01) terhadap rendemen dan

ketebalan nata. Rendemen dan ketebalan terbaik didapat dengan konsentrasi

sukrosa 3%, diikuti 2%, lalu 1%. Penambahan air kelapa menghasilkan perbedaan

sangat nyata (a. 0.01) terhadap rendemen dan ketebalan nata.

Kadar serat makanan (dietary fibet') berkisar antara 50.385-77.66 persen.

Perbedaan pengeneeran santan dan interaksi antara pengeneeran santan dan

konsentrasi sukrosa berpengaruh sang at nyata (a. 0.01) terhadap kadar serat

makanan. Pengeneeran terbaik yang menghasilkan kadar serat makanan tertinggi

sampai terendah berturut-turut adalah 1:25, 1:10, 1:20, 1:15 dan 1:28.

HasiJ analisa organoleptik menunjukkan bahwa dari segi warna konsumen

menyukai nata yang dihasilkan oleh kombinasi perlakuan A, 85C2, segi rasa:

A285C2 dan segi kekerasan A285C2.

Seeara keseluruhan mutu terbaik nata de coco yang dihasilkan dari medium

"skim" santan adalah pada pengeneeran 1 :28 dan konsentrasi sukrosa dapat

(6)

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah

melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga dapat diselesaikannya penulisan

skripsi ini. Skripsi ini merupakan laporan penelitian yang telah penulis lakukan di

PT. Karabha Mandiri dan Laboratorium Jurusan Teknologi Industri Pertanian,

FATETA-IPB, Bogor.

Ucapan terima kasih disampaikan kepada :

1. Kedua orang tua, adik-adik dan Aa' yang selalu memberikan semangat dan

dorongan kepada penulis,

2. Bapak Ir. M. Zein Nasution, MAppSc selaku dosen pembimbing akademik I atas

bimbingan dan saran-sarannya,

3. Ibu Ir. Titi Candra Sunarti MSi, selaku dosen pembimbing akademik II yang telah

banyak memberikan saran dan bimbingan,

4. Bapak Harry Wiriano dan Ibu Mariani dari PT. Karabha Mandiri yang telah

memberikan banyak bantuan selama penulis melakukan penelitian,

5. Keluarga Veteran atas bantuan moril dan do'a-nya,

6. Ria Adelina, Triwul dan Rizal atas kebersamaan dan bantuannya,

7. Rekan-rekan di Balqis dan Vigent serta warga TIN atas do'a dan bantuannya.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini mempunyai banyak

kekurangan, oleh karena itu berbagai kritik dan saran yang membangun sang at

diharapkan. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang

memerlukan.

Bogor, September 1996 Penulis

(7)

Kata Pengantar ... iii

Oaf tar lsi ... iv

Daftar Gambar ... vi

Daftar Tabel ... vii

Daftar Lampiran ... viii

I. PENDAHULUAN ... 1

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 5

A. Tinjauan Umum Kelapa ... 5

1. Buah Kelapa ... 5

2. Santan Kelapa ... 6

3. "Skim" Santan ... 7

B. Nata de coco ... 8

1. Pengertian ... 8

2. Pembuatan nata de coco ... 9

a. Mikroorganisme ... 9

b. Starterllnokulum ... 11

c. Proses Produksi ... 12

c.

Jalur Metabolisme A. Xylinum ... . . ... 14

III. BAHAN DAN METODA ... . . ... 17

A. Bahan dan Alat ... . . ... 17

1. Bahan ... . . ... 17

2. Peralatan ... 17

B. Metoda Penelitian ... 18

1. Metodologi ... 18

a. Penelitian Pendahuluan ... 18

b. Penelitian Utama ... 18

2. Rancangan Percobaan ... 19

3. Prosedur Kerja ... 20

(8)

c. Pembuatan Nata de coco ... 21

d. Pengamatan Nata de coco ... 24

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 25

A. Pengujian dan Persiapan Starter ... 25

a. Pemeriksaan Kultur A.xylinum ... 25

b. Persiapan Starter ... 26

c. Faktor-faktor Penting dalam Pembuatan Nata de coco ... 29

B. Penelitian Pendahuluan ... 31

C. Penelitian Utama ... 33

D. Hasil Penelitian Utama ... 34

1. Kadar Air ... 34

2. Derajat Putih ... 35

3. Kekerasan ... 36

4. Rendemen ... 36

5. Ketebalan ... .41

6. Kadar Serat Makanan (dietary tibet) ... 43

7. Analisa Organoleptik ... 46

E. ANALISA BIA YA ... .48

V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 50

A. Kesimpulan ... 50

B. Saran. DAFTAR PUSTAKA LAMPI RAN . ... 51

(9)

1. Jalur Fosfoketolase ... 14

2. Mekanisme pembentukan prekursor ekstraseluler polisakarida ... 15

3. Lintasan utama glukoneogenesis ... 16

4. Sintesa selulosa yang distimulasi oleh katalisator ion bivalen ... 15

5. Alat pemisah santan ... 21

6. Bagan pembuatan starter A. xylinum ... 22

7. Bagan pembuatan nata de coco ... 23

8. Foto hasil pewarnaan gram ... 25

9. Bentuk bakteri A. xylinum ... 26

1 Oa.Grafik rendemen tanpa penambahan air kelapa ... .40

10b. Grafik rendemen dengan penambahan air kelapa ... .40

11 a. Grafik ketebalan tanpa penambahan air kelapa ... .42

11 b. Grafik ketebalan dengan penambahanairkelapa ... .43

12a.Grafik kadar serat makanan tanpa penambahan air kelapa ... .45

12b. Grafik kadar sera! makanan dengan penambahan air kelapa ... .45

(10)

1. Komposisi kimia daging buah kelapa ... 5

2. Kandungan protein dan minyak dari bagian-bagian santan ... 8

3. Komposisi kimia air kelapa dan "skim" santan ... 8

4. Komposisi media kultur murni A. xylinum ... 11

5. Kondisi optimum untuk memproduksi nata de coco ... 12

6. Hasil analisa proksimat air kelapa ... 26

7. Komposisi medium starter nata de coco ... 28

(11)

Negara Indonesia yang terdiri dari kepulauan merupakan daerah beriklim

tropis yang banyak ditumbuhi pohon kelapa (Cocos nucifera L.). Pohon ini

terutama terdapat pad a sepanjang pantai. Komoditas kelapa pernah menjadi

primadona di Indonesia bukan hanya diantara komoditas perkebunan saja, tetapi

bahkan diantara semua komoditas ekspor. Hal ini terjadi pad a tahun 1988 yang

mencapai 32,2 persen dari seluruh produksi negara-negara Asia Pasifik dan

menduduki peringkat kedua setelah Filipina (APCC, 1988). Data dari Biro Pusat

Statistik (1994) menunjukkan bahwa luas tanaman kelapa pada awal tahun 1993

adalah 3.466,9 ribu hektar dan meningkat pada akhir tahun 1993 menjadi 3 474,5

ribu ribu hektar. Sedangkan luas tanaman yang berproduksi meningkat dari

2463,1 menjadi 2 467,9 ribu hektar.

Tanaman kelapa termasuk jenis palma (famili Pa/mae) yang banyak

memberikan nilai ekonomi lebih tinggi daripada jenis palem lain. Lebih dari 100

macam produk dapat dibuat baik secara langsung maupun tidak dari buah kelapa.

Tujuh jenis produk yang paling penting dalam perdagangan dunia adalah : Buah

kelapa utuh (whole coconuf), kopra, minyak kelapa, bungkil kelapa, serat sabut

(coir'), kelapa parut kering (desciccated shredded coconut) dan santan kelapa

(coconut milk), protein kelapa serta nata de coco (Woodroof, 1979).

Namun saat ini kelapa termasuk salah satu komoditas perkebunan yang

perkembangannya tertinggal dibandingkan komoditas perkebunan lain seperti

kelapa sawit, karet dan kakao. Tertinggalnya perkembangan komoditas kelapa

(12)

tersebut juga turut menghambat peningkatan pendapatan jutaan petani kelapa

karena sebagian besar komoditas kelapa diusahakan oleh rakyat. Karena masalah

tersebut di atas maka sudah saatnya Indonesia mengadakan diversifikasi produk

kelapa disamping kopra dan minyak kelapa yang merupakan produk utama dari

buah kelapa. Diversifikasi ini diharapkan dapat menambah devisa negara dari

produk kelapa sekaligus meningkatkan nilai tambah buah kelapa.

Salah satu diversifikasi produk buah kelapa yang dapat dikembangkan di

Indonesia adalah nata de coco. Nata de coco merupakan produk yang terbuat dari

air kelapa hasil aktifitas bakteri Acetobacter xylinum. Nata de coco adalah selulosa

bakteri yang mengandung air sekitar 98 persen dengan tekstur agak kenyal, padat,

kokoh, putih dan transparan. Produk ini tergolong makanan berkalori rendah

sehingga banyak digunakan sebagai makanan untuk diet dan untuk menolong

penderita diabetes (Astawan dan Astawan, 1991).

Studi pemasaran mengindikasikan bahwa permintaan untuk nata de coco

terus meningkat, terutama di Jepang dan Amerika Serikat. Permintaan akan nata

de coco terus meningkat mencapai 50 dan 100 ton per bulan, namun Filipina

sebagai salah satu negara penghasil nata de coco belum mampu memenuhi

permintaan tersebut (Sanches, 1994). Nata de coco telah ban yak dikenal di

Filipina, tetapi baru dikenal di beberapa kota di Indonesia. Sampai saat ini daerah

pemasaran nata de coco adalah sekitar Jabotabek, Bali dan Lampung.

Diperkirakan jika daerah pemasaran diperluas, maka permintaan akan melonjak

(13)

Di Indonesia, pada umumnya produsen nata de coco menggunakan air

kelapa sebagai bahan baku utama. Komposisi air kelapa terutama kandungan

gulanya mudah mengalami perubahan, konsentrasi gula meningkat dan mencapai

maksimal ketika kelapa berumur kira-kira 220 hari, setelah periode ini konsistensi

total gula menurun (Thampan, 1982). Sedangkan menurut Woodroof (1979), air

kelapa kurang tahan selama penyimpanan dan komponen gula yang terkandung di

dalamnya mudah mengalami fermentasi spontan sehingga rasanya cepat menjadi

asam.

Karena air kelapa mudah mengalami penurunan mutu, maka air kelapa tidak

tahan disimpan lama untuk pembuatan nata de coco. Industri pembuatan nata de

coco juga harus berlokasi tidak jauh dari penghasil air kelapa. Hal ini

menyebabkan adanya keterbatasan yang mengikat bagi pihak industri.

Pembuatan nata de coco dari "skim" santan merupakan salah satu alternatif

pemecahan masalah tersebut. Karena menurut Rosario (1982), selain dari bahan

air kelapa, "skim" santan dapat juga digunakan untuk menghasilkan produk nata

de coco. Dikatakannya pula dengan menggunakan bahan tersebut diperoleh hasil

dan mutu penampakan yang lebih baik. "Skim" santan adalah bagian dari santan

kelapa yang diekstrak dari daging kelapa segar. Daging kelapa lebih mudah

disimpan untuk waktu lama dibandingkan dengan air kelapa Selain itu daging

kelapa dapat disimpan dalam berbagai bentuk misalnya dalam bentuk kelapa utuh,

kelapa kupas atau kelapa parut. Karena itu industri pembuatan nata de coco dapat

(14)

" Skim" santan mengandung zat-zat yang dibutuhkan oleh bakteri

Acetobacter xylinum untuk membuat nata. Kebutuhan akan air kelapa sebagai

bahan dasar pembuat nata de coco dapat digantikan oleh "skim" santan dengan

penambahan sukrosa sebagai sumber karbon serta kalsium fosfat dan amonium

sulfat sebagai sumber minerai. Menurut Cheosakul (1967) penambahan air pada

pembuatan santan akan sang at menentukan komposisi santan. Begitu pula

dengan penambahan gula. Komposisi penambahan air dan penambahan gula

yang tepat serta kondisi pemasakan yang baik akan menghasilkan nata de coco

yang berkualitas tinggi

Penelitian ini bertujuan untuk memanfaatkan "skim" santan sebagai bahan

baku pembuat nata de coco, mendapatkan komposisi pengenceran santan yang

paling baik dan meminimalkan penggunaan gula sebagai sumber karbon

tambahan. Selain itu penelitian ini juga bertujuan untuk mencari desain proses

produksi nata de coco yang sederhana, praktis, mudah dan murah sehingga dapat

(15)

A TINJAUAN UMUM KELAPA

1. Buah Kelapa

Tanaman kelapa termasuk famili Pa/maeeae. ordo Area/es, kelas

Monocoty/edonae. Pohon kelapa berbunga sepanjang tahun. Buah kelapa

mencapai ukuran maksimum pada umur 160 hari setelah pembuahan.

Ketika berumur 220 hari, tempurung mulai mengeras dan pada umur 11-12

bulan daging buah telah terbentuk secara sempurna. Pad a sa at itu buah

kelapa sudah dapat dipanen (Woodroof, 1979).

Menurut Aten et al (1958), buah kelapa terdiri dari sabut 35%,

tempurung 12%, daging buah yang dapat dimakan 28% dan air 25%.

Woodroof (1979) melaporkan bahwa komposisi daging buah kelapa

dipengaruhi oleh varietas, keadaan tempat tumbuh serta umur pohon dan

umur buah. Komposisi kimia daging buah kelapa sesuai dengan umur buah

kelapa dapat dilihat pad a Tabel 1.

Tabel1. Komposisi kimia daging buah kelapa sesuai umur buah

kelapa, untuk tiap 100 gram·

ォ、ィゥーセセェセェkゥィゥゥセG@

BU$hiljUda

。ゥャセ「QェRィゥオbセO@

"2,.,,":11.\

Protein 1.0 9 4.0 9 3.4 9

Lemak 0.9 9 13.0 9 34.7 9

Karbohidrat 14.0 9 10.0 9 14.0 9

Air 83.3

9

70.0 9

46.0 9

Kalsium

Phosfor

Besi

Asam askorbat

17.0 mg

30.0 mg

1.0 mg

4.0 mg

8.0 mg

35.0 mg

1.3 mg

4.0 mg

21.0 mg

21.0 mg

2.0 mg

(16)

Thiamin

Bagian yang dapat

dimakan

Kalori

*Thieme (1968)

2. Santan Kelapa

Tabel 1 Lanjutan

0.0 mg

53.0 9

68.0 kal

0.5 mg

53.0 9

80.0 kal

0.1 mg

53.0 9

359.0 kal

Santan kelapa adalah cairan hasil ekstraksi dari daging kelapa.

Proses pengolahannya meliputi penghancuran daging kelapa, pencampuran

dengan air dan pemisahan antara cairan dengan ampasnya (Hagan maier,

1977). Menurut Woodroof (1979), komposisi santan kelapa berbeda

tergantung dari komposisi daging buah kelapa.

Tejada (1983) menyatakan bahwa komposisi santan terutama

dipengaruhi oleh cara pembuatan dan efisiensi ekstraksi. Menurut Cancel

(1971), semakin banyak air yang ditambahkan kepada parutan kelapa dan

semakin tinggi suhu air yang dipergunakan maka hasil ekstraksi semakin

efisien. Semakin kecil ukuran partikel padatan, hasil ekstraksi akan semakin

besar.

Santan kelapa memiliki aroma yang menyenangkan. Menurut Un dan

Wiekens (1970), senyawa delta-C8-laktone, delta-C10-laktone dan n-oktanol

merupakan komponen volatil utama dan memberikan karakteristik aroma

[image:16.605.140.510.88.209.2]
(17)

coconut like buttery, sedangkan senyawa n-oktanol memberikan aroma

harsh dan truty.

Stabilitas emu lsi santan tergantung dari ukuran partikel, perbedaan

densitas udara kedua lase, viskositas, bahan penstabil dan suhu

penyimpanan (Kirk dan Othmer, 1950).

3. "Skim" Santan

Di bawah kondisi normal, emulsi santan yang terbentuk tidak stabil

dan terpisah menjadi "skim" ·dan "krim". Silat ketidakstabilan sistem emu lsi

santan kelapa dapat dihubungkan dengan kandungan lemaknya yang tinggi

(Rosario dan Punzalan, 1977). Ditambahkan lagi, perbedaan antara

densitas lemak dibandingkan dengan porsi skim menyebabkan lemak akan

naik ke permukaan.

"Skim" kelapa merupakan bag ian dari santan kelapa yang telah

dipisahkan dari bag ian "krim"-nya (bag ian yang mengandung lemak atau

minyak). Hasil pemisahan santan kelapa tersebut berupa tiga bagian, yaitu :

(1) bagian atas yang disebut "krim" kelapa, mengandung 65 persen minyak

(berat basah), (2) bag ian cair yang disebut "skim" mengandung

bagian-bagian yang larut dan (3) bagian-bagian bawah berupa padatan yang terdiri dari

protein yang tidak larut Kandungan protein dan minyak dalam bag

(18)

Tabel2. Kandungan protein dan minyak dari bagian-bagian santan kela a dalam media basah*

Ampas 17.0 5.8 7.0

Protein tak larut 2.5 0.7 20.0

skim 16.0 1.2 65.5

krim 59.0 85.0 0.0

*Hagenmaier (1977)

Menurut Tiyaban (1967), komposisi kimia air kelapa dan "skim" santan

adalah hampir sama hanya jumlah kandungan masing-masing unsurnya

berbeda. Komposisi kimia air kelapa dan "skim" santan tercantum pada

Tabel3.

Tabel 3. Komposisi kimia air kelapa dan "skim" santan untuk menanam mikroorganlsme nata de coco*

pH 6.69

Refraksi indeks 1.3382

Titrasi keasaman (meq/100 ml) 0.85

Bahan pad at (gr/1 00 ml) 3.54

Abu 0.24

Gula 1.79

Lemak 0.02

*Tlyaban (1967)

B. NATA DE COCO

1. Pengertian

ゥGDォゥュセウセョエ。ゥGャᄋᄋᄋᄋᄋ@

6.48 1.3352 0.20 1.04 0.09 0.35 0.04

Nata adalah nama yang berasal dari Filipina untuk menyebut suatu

pertumbuhan yang menyerupai gel yang terapung pad a permukaan medium

yang mengandung gula dan asam, yang dihasilkan oleh mikroorganisme

(19)

yang berarti berenang, rupanya istilah tersebut diturunkan dari kata latin

natare yang berarti terapung (Collado, 1986).

Produk nata sudah lama populer di Filipina dan menjadi hidangan yang

sang at digemari oleh masyarakatnya. Dilihat dari susunan kimianya, nata de

coco adalah selulosa bakterial yang mengandung air ± 98 persen, tekstur

yang agak kenya I dan konsistensi yang kokoh (Theodula, 1976). Makanan ini

tergolong makanan rendah kalori sehingga cocok digunakan untuk menolong

penderita diabetes (Astawan dan Astawan, 1991).

Nata tidak hanya dibuat. dari air kelapa, tetapi juga dari buah yang lain.

Dengan bantuan bakteri Acetobacter xylinum maka komponen gula yang

terdapat di dalamnya dapat diubah menjadi suatu substansi yang menyerupai

gel dan tumbuh di permukaan media (Herman, 1979)

Proses-proses utama yang terlibat dalam pembuatan nata de coco

adalah (a) persiapan medium, (b) persiapan starter, (c) fermentasi, (d)

penghilangan asam (deasidifikasi) dan (e) penambahan cita rasa serta

pengawetan (Soeseno, 1984).

2. Pembuatan Nata de coco

a. Mikroorganisme

Bakteri pembentuk nata adalah Acetobacter xylinum (Lapuz et aI,

1967). Acetobacter xylinum termasuk golongan Acetabacter yang

mempunyai ciri-ciri antara lain gram negatif, obligat aerobik, berbentuk

batang, membentuk kapsul, bersifat non motil dan tidak membentuk ウーセイ。@

(20)

Menurut Fardiaz, (1989) Acetobacterxylinum termasuk dalam

kelompok bakteri basili, gram negatif dan aerobik. Kelompok ini dapat

mengoksidasi gula. Tetapi Glukonobacter dan Acetobacter dapat

mengoksidasi etanol menjadi asam asetat. A. xylinum memproduksi

kapsul secara berlebihan dan digunakan dalam pembuata nata de coco.

Menurut Lapuz et ai, (1967) Acetobacter xylinum mempunyai sifat

yang sensitif terhadap perubahan dari sifat fisik dan kimia lingkungannya,

dan ini akan berpengaruh terhadap nata yang dihasilkan.

Thiman dan Kenneth (1955) melaporkan bahwa bila ditumbuhkan

pada medium yang mengandung gula, Acetobacter xylinum dapat

mengubah sekitar 19 persen gula menjadi selulosa. Selulosa yang

terbentuk di dalam medium tersebut berupa benang-benang yang

bersama-sama dengan polisakarida berlendir membentuk suatu jalinan

yang terus menebal menjadi lapisan nata.

Pada media cair bakteri ini membentuk suatu massa yang kokoh

dan dapat mencapai ketebalan beberapa sentimeter. Bakteri itu sendiri

terperangkap dalam massa fibrilar yang dibentuknya (Stainer, 1963)

Bakteri A. xylinum tersebar secara luas di alam, mungkin dapat ditemukan hidup pad a sari tanaman bergula yang telah mengalami

fermentasi atau pad a sayuran dan buah-buahan bergula yang mulai

membusuk. Komposisi media agar untuk pertumbuhan A. xylinum terlihat

(21)

Tabel 4. Komposisi media kultur murni A.

.,- ,-- '. .

kッィZャXsゥDゥmセ、ゥセᄋNᄋ@

Sukrosa Yeast extract K2HP04 (NH4)2 S04

MgS04 7H20

A ar

*Alaban (1962)

b. Starlerllnokulum

100.00

2.50

5.00

0.60

0.20

15.00

Starter nata atau inokulum adalah kultur mikroorganisme yang

diinokulasikan ke dalam medium fermentasi pada saat berada pada fase

pertumbuhan eksponensial. Starter yang baik hendaknya memenuhi

kriteria sebagai berikut: (1) sehat dan aktif, (2) sifat-sifat yang sesuai, (3)

dapat digunakan dalam jumlah rendah dibandingkan jumlah medium

fermentasi, (4) bebas kontaminasi, (5) dapat membatasi kemampuannya

untuk memproduksi produk akhir.

Pada pembuatan nata de coco, starter yang digunakan biasanya

berasal dari kultur cair A. xylinum yang telah disimpan selama tiga

sampai empat hari sejak diinokulasi (Collado, 1986). Hasil penelitian Valla

dan Kjosbakken (1981) menunjukkan bahwa pad a hari ketiga atau

keempat jumlah bakteri A. xylinum di dalam kultur cair yang tidak digoyang

[image:21.603.132.486.87.248.2]
(22)

c. Proses Produksi

Menurut Lapuz et al (1967) dalam pertumbuhannya bakteri A.

xy/inum dipengaruhi oleh antara lain pH, suhu, sumber nitrogen dan

sumber karbon.

8eberapa sumber nutrisi yang dibutuhkan untuk meningkatkan

jumlah nata yang dihasilkan oleh bakteri A. xytinum terlihat pada Tabel 5.

berikut.

Tabel 5. Kondisi ootimum untuk meoroduksi nata de coco'

·>PARAM!;TER

-;;-

イMコaャ。「ャ[ャィHQセNQェ@ エZ。ーャNャZコZ・エーヲHQセWイ|@

Sumber karbon Sukrosa (5-8%) Glukosa dan sukrosa

(5%)

Sumber nitrogen Oraanik Amonium fosfat

pH 4-5 5 - 5.5

Suhu inkubasi 28 - 3?C 28°C

Starter 10 - 20%

-Asam asetat glasial 2-4%

-Lama fermentasi 15 hari 15 hari

'Rosario (1982)

Sintesa polisakarida oleh bakteri yang tergolong bacterial

"-

,

polysaccharides" sang at dipengaruhi oleh tersedianya"nutrien dan ion-ion

metal tertentu yang dapat mengkatalisasi atau menstimulasi aktifitas

bakteri yang bersangkutan (Deavin et at., 1977 dan Jarman et at., 1978).

Peningkatan konsentrasi nitrogen dalam substrat dapat

meningkatkan jumlah pOlisakharida yang terb,entuk, sedangkan ion-ion

bivalen seperti Mg++, Ca++ dan lainnya sangat diperlukan untuk mengontrol

kerja enzim ekstraseluler dan membentuk ikatan dengan polisakarida

[image:22.607.124.505.294.447.2]
(23)

Sebagai sumber gula dapat digunakan gula dari berbagai macam

jenis seperti glukosa, surosa, fruktosa ataupun maltosa sedangkan untuk

mengatur pH digunakan asam asetat glasial (Herman, 1979).

Sukrosa merupakan disakarida dan terdiri dari dua komponen

monosakarida yaitu D-glukosa dan D-fruktosa. Nama kimia yang lebih

tepat dari sukrosa adalah a. -Dglukopiranosil-p-D-fruktofuranosida. Gula

atau sukrosa dapat terdekomposisi oleh bakteri, khamir dan kapang.

Aktifitas mikroba dalam substrat yang mengandung gula dapat

bermacam-macam tergantung jenis dan sifat mikroba yang bersangkutan.

Lapuz et aI., (1967) dalam penelitiannya menemukan bahwa aktifitas

pembentukan nata hanya terjadi pad a kisaran pH antara 3.5 dan 7.5.

Kisaran suhu yang memungkinkan pembentukan nata berhasil dengan

baik adalah antara 20°C dan suhu kamar (28-31°C).

Asam asetat glasial ditambahkan ke dalam medium untuk

menurunkan pH medium menjadi 4.5 yang merupakan pH optimum

pertumbuhan bakteri nata. Penambahan asam asetat glasial sebanyak

dua persen menghambat pertumbuhan kapang, khamir dan bakteri lain

yang sering mengkontaminasi (Alaban, 1962).

Faktor lain yang berpengaruh terhadap hasil nata adalah wadah

fermentasi. Untuk efisiensi dan efektifitas hasil nata serta mempertinggi

rendemen sebaiknya digunakan wadah yang berbentuk segi empat dan

luas permukaan yang relatif bear. Karena kondisi yang demikian ini akan

menyebabkan pertukaran oksigen dapat berlangsung dengan baik

(24)

C. JALUR METABOLISME

8.

xylinum

Pembentukan selulosa yang dilakukan oleh bakteri A. xylinum melewati

beberapa jalur metabolisme yaitu jalur metabolisme fosfoketolase yang

mendekomposisi glukosa menjadi asetat, pengubahan asetat menjadi asetil

Co-A oleh enzim asetal Co-A sintetase, pembentukan energi melalui lintasan

asam trikarboksilat, pembentukan glukosa melalui jalur glukoneogenesis dan

pembentukan selulosa melalui prekursor polisakarida.

Perombakan glukosa menjadi asam asetat didahului oleh pembentukan

senyawa kunci yaitu xilulosa 5-fosfat. Senyawa ini kemudian terdekomposisi

menjadi gliseraldehid 3-fosfat dan asetil fosfat yang kemudian menjadi asam

asetat. Jalur metabolisme ini terlihat pada Gambar 1.

Glukosa

.j.

Gukosa 6-fosfat

,j,.

Asam 6-fosfoglukonat

セ@

Ribulosa 5-fosfat

セ@

Xilulosa 5-fosfat

セ@

Gliseraldehid 3-fosfat

,j,.

Asam piruvat

セ@

Asam laktilt

セ@

Asetil fosfat

,j,.

Asam asetat

Gambar 1. Jalur Fosfoketolase (Milndelstilm etil/., 1979).

Asam asetat yang terbentuk dari jalur fosfoketolase akan melalui lintasan

ilsilm trikilrboksililt untuk mendilpiltkiln energi. Energi Yilng didapat disimpan

(25)

sel serta memperbanyak biomassa. Sebelum memasuki lintasan asam

trikarboksilat, asetat diu bah menjadi asetil Co-A oleh enzim asetil Co-A

sintetase (Mandelstam et aI., 1979).

Setelah memasuki lintasan asam trikarboksilat, terjadi pembentukan

glukosa kembali melalui jalur glukoneogenesis. Lintasan utama

glukoneogenesis terlihat pada Gambar 3.

'Bacterial polysaccharides" yang dibentuk oleh enzim-enzim A. xylinum

berasal dari suatu precursor yang berikatan p-1-4 yang tersusun dari

komponen gula yaitu glukosa, .mannosa, ribosa dan rhamnosa. Polisakarida

tersebut bersifat non toksik (Whistler et aI., 1976). Prekursor polisakarida

tersebut adalah GDP-glukosa (Gambar 2.).

pirofosforilase

GTP + a-D-glukopiranosil

l.

GDP-Dglukosa (prekursor)

Gambar2. Mekanisme pembentukan prekusor extraseluler

polisakarida (Hassid, 1970).

+ Ppi

Pembentukan prekusor ini distimulasi oleh adanya katalisator seperti

Co2+, Mg2+ dan Mn2+ yang ditreatment" dengan (NH4hS04. Prekursor ini

selanjutnya mengalami polimerisasi dan berikatan dengan aseptor yang

merupakan residu katalisator tersebut (Gambar 4.).

(GDP-D-Glukosa)" + Aseptor ---+ n(GDP) + Aseptor -[P (1-4)- glukosidal"

(selulosa)

(26)

Glukosa

1

Glukosa 6-P

1

Fruktosa 1,6 di-P

1

Fruktosa 6-P bisfosfatase

1

Gliseraldehid 3-P Dihidroksiaseton P

I

1

1,3-Bisfosfogliserat Gliserol3-P

1

i

3-Fosfogliserat Gliserol

1

2-Fosfogliserat

1

Fosfoenolpiruvat

1

Piruvat +--- Laktat

1

Siklus asam sitrat.-. - - Asetil Co-A +--- Asetat

[image:26.602.85.488.40.817.2]
(27)

A. BAHAN DAN ALA T

1. Bahan

Bahan baku utama yang digunakan adalah daging kelapa yang masih

segar dan belum banyak kehilangan kandungan air. Sedangkan bahan baku

tambahan adalah gula (sukrosa) lokal yang belum mengalami proses

purifikasi. Bahan baku diperoleh dari Pasar Kebon Kembang Bogor.

Mikroorganisme yang digunakan untuk membuat starter diperoleh dari PT.

Karabha Mandiri, Bogor.

Bahan kimia yang digunakan untuk pembuatan nata de coco adalah

asam asetat glasial, aquades, amonium sulfat dan kalsium fosfat.

Bahan kimia yang digunakan untuk analisa adalah bromtimol biru,

aquades, iodium, alkohol teknis, safranin, asam sulfat, larutan ADF

(setiltrimetil amonium bromida dalam H2S04 1 N) dan aseton.

2. Peralatan

Peralatan yang digunakan dalam penelitian terdiri dari botol gelas,

kompor gas, panci pemanas, neraca analitik, alat pemisah santan, blender,

gelas ukur, sendok pengaduk dan alat penyaring santan, kaca obyek steril,

pembakar bunsen, pipet tetes, kertas tissue, whiteness meter, mikrometer

sekrup, penetrometer, filter gelas 2-G-3, oven, desikator, neraca analitik,

(28)

B. METODA PENELITIAN

1. Metodologi

a. Penelitian Pendahuluan

Penelitian pendahuluan bertujuan untuk menguji pertumbuhan

Acetobacter xylinum pada "skim" santan dengan selang konsentrasi skim

antara 1:5 sampai 1 :28. Dan konsentrasi sukrosa antara 2 sampai 7

persen.

Penentuan kisaran' konsentrasi "skim" santan dan sukrosa untuk

tahap penelitian selanjutnya didasarkan pad a rendemen nata yang

tertinggi dan penampakan nata yang terbaik.

Percobaan dilakukan pada botol gelas berukuran 700 ml dengan

volume kerja 300 ml. Pengamatan dilakukan setelah inokulum berumur

sebelas 11 hari.

b. Penelitian Utama

Penelitian utama bertujuan untuk mengamati kombinasi pengaruh

konsentrasi "skim" santan dan sukrosa serta interaksinya terhadap

pembentukan nata. Selain itu diamati pengaruh penambahan air kelapa

sebagai suplemen pertumbuhan Acetobacter xylinum. Dari tahap

penelitian ini akan diperoleh kombinasi konsentrasi "skim" santan dan

(29)

2. Rancangan Percobaan

Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah

Rancangan Acak Blok Faktorial 5 x 3 dengan dua kali ulangan (Sudjana,

1991 ).

Perlakuan yang diberikan adalah sebagai berikut :

A = Faktor penambahan air kelapa sebagai suplemen (sebagai blok)

A, = tanpa penambahan air kelapa

A2 = dengan penambahan air kelapa

HiLアLGセI@

B = Faktor perbandingan pengenceran santan kelapa

B1 = 1 : 10

B2 = 1 : 15

B3 = 1 : 20

B4 = 1 : 25

B5 = 1 : 28

C = Faktor kadar gula

C1 = 1 persen

C2 = 2 persen

C3 = 3 persen

Model matematisnya adalah (Sudjana, 1991):

Keterangan :

= =

nilai peubah respon

(30)

Ai = pengaruh blok ke-i (i = 1,2)

Bj = pengaruh faktor B ke-j

U

= 1,2,3,4,5)

Ck = pengaruh faktor C ke-k (k= 1,2,3)

BCjk = pengaruh interaksi faktor B ke-j dan C ke-k

EI(ijk) = nilai galat untuk pengamatan ke I(ijk)

3. Prosedur Kerja

a. Persiapan Bahan Baku

Satu kilogram daging kelapa yang sudah bersih dari kulitnya

dihancurkan dengan menggunakan blender. Pada penelitian pendahuluan

air ditambahkan dengan 4 variasi yaitu 5, 10, 25 dan 28 liter. Sedangkan

pada penelitian utama aquades ditambahkan dengan 5 variasi

penambahan air yaitu 10, 15, 20, 25 dan 28 liter. Setelah itu dilakukan

penyaringan dan air perasan ditampung dalam alat pemisah santan. Air

perasan dienapkan untuk kemudian dipisahkan antara "skim" dan "krim"

-nya. Gambar 5. menunjukkan alat pemisah santan yang digunakan.

b. Pembuatan Starter

Starter nata de coco dibuat dengan menginokulasikan Acetobacter

xy/inum pada medium air kelapa. Suplemen yang ditambahkan pada air

kelapa adalah amonium sulfat (0.25%), kalsium fosfat (0.25%) dan asam

(31)

digunakan setelah berumur 4 hari. Prosedur pembuatan starter nata de

coco secara lengkap terlihat pada Gambar 6.

Gambar 5. Alat pemisah Santan

c. Pembuatan Nata de Coco

Prosedur pembuatan nata de coco adalah sebagai berikut : "skim"

santan yang sudah dibuat dengan berbagai variasi pengenceran

dididihkan pada suhu 1000

e

selama 5 menit. Penambahan suplemen

berupa amonium sulfat. kalsium fosfat dan asam asetat glasial dilakukan

sesaat sebelum larutan mendidih. Setelah mendidih larutan dimasukkan

ke dalam botol-botol berukuran 700 ml dengan volume kerja 300 ml, lalu .

[image:31.602.215.436.129.437.2]
(32)

dengan kertas dan didinginkan. inkubasi dilakukan pad a suhu 26°C

seiama 11 hari. Prosedur pembuatan nata de coco secara iengkap teriihat

pad a Gambar 7.

L. 1% ASAM ASETAT G

AMONIUM SULFA T 0,25%----'

AIR KELAPA

1

PENDIDIHAN 100°C, 5 MENIT

1

PEMASUKAN DALAM BOTOL

1

PENUTUPAN DGN KERTAS

1

PENDINGINAN

1

INOKULASI KULTUR A. xylinum

1

INKUBASI PADA SUHU 26°C SELAMA 4 HARI

[image:32.603.102.486.179.526.2]
(33)

SKIM SANTAN

100o

e,

5 MENIT ASAM ASETAT GL. 1%

I

KALSIUM FOSFAT 0,25% --+ PENDIDIHAN

AMONIUM SULFAT 0,25 %

1

PEMASUKAN DALAM BOTOL

1

PENUTUPAN DGN KERTAS

1

PENDINGINAN

1

PENAMBAHAN STARTER SEBANYAK 5 ml

I

PERBANDINGAN 1 10 1 15 1 20 1 25 1 : 28

INKUBASI PAD A SUHU 26 0

e

SELAMA 11 HARI

1

PEMANENAN

1

ANALISA

1

PROSES HILIR

1

UJI ORGANOLEPTIK

[image:33.603.57.524.69.703.2]
(34)

d. Pengamatan Nata de Coco

Karakteristik mutu nata de coco yang diamati meliputi aspek

mikrobiologi, aspek kimia, aspek fisik dan pengujian organoleptik. Aspek

mikrobiologi meliputi pewarnaan gram identifikasi morfologi. AS;Jek kimia

meliputi kadar serat makanan dan kadar air. Aspek fisik meliputi rendemen,

kekerasan (tekstur), derajat putih dan ketebalan. Sedangkan pengujian

organoleptik yang dilakukan adalah uji kesukaan (hedonik) terhadap nata

de coco yang dihasilkan. Prosedur analisa terdapat pada Lampiran 1.

dan Lampiran 2.

Hasil pengukuran parameter-parameter tersebut diuji secara statistik.

Pengujian ini meliputi analisa sidik ragam dan uji Wilayah Berganda

Duncan untuk mengetahui pengaruh perlakuan, interaksi antar perlakuan

dan beda antar taraf perlakuan pad a masing-masing perlakuan yang

(35)

A. PENGUJIAN DAN PERSIAPAN STARTER

a. Pemeriksaan Kultur Acetobacter xvlinum

Pemeriksaan yang dilakukan terhadap kultur murni A. xylinum meliputii

pewarnaan gram dan identifikasi bentuk bakteri. Hasil pemeriksaan

pewarnaan gram melalui mikroskop dengan pembesaran 40 kali menunjukkan

bahwa bakteri A. xylinum berwarna merah, mempunyai dinding sel yang rapat

seperti terlihat pada Gambar 8. sehingga dapat diketahui bahwa bakteri ini

tergolong bakteri gram negatif.

Gambar 8. Foto Hasil Pewarnaan Gram

(36)

--Pad a Gambar 9. ditunjukkan bentuk bakteri A. xylinum yang dilihat

melalui mikroskop dengan pembesaran 100 kali. Dari gam bar tersebut

terlihat bahwa bakteri tersebut berbentuk batang. Hal ini sesuai dengan

Fardiaz (1989) yang menyatakan bahwa bakteri A. xylinum termasuk dalam

kelompok bakteri basili.

b. Persiapan Starter

Starter nata atau inokulum adalah kultur mikroorganisme yang

diinokulasikan ke dalam medium fermentasi pada sa at berada pada fase

pertumbuhan eksponensial. Pada penelitian ini kultur mikroorganisme yaitu

(37)

pertumbuhan. Air kelapa mengandung nutrisi yang kaya, relatif lengkap dan

sesuai untuk pertumbuhan bakteri A. xylinum (Alaban, 1962). Analisa

proksimat air kelapa menurut Mashudi (1993) adalah seperti terlihat pada

Tabel6.

*Mashudi (1993)

Air kelapa yang digunakan sebagai media pertumbuhan bakteri adalah

air kelapa segar yang belum mengalami penundaan cukup lama. Hal ini

dilakukan agar air kelapa terse but belum mengalami perubahan komposisi.

Karena menurut Thampan (1982), komposisi air kelapa terutama kandungan

gula mudah mengalami perubahan dan ditambahkan oleh Woodroof (1979),

komponen gula yang terkandung dalam air kelapa mudah merlgalami

fermentasi spontan. Menurut Mashudi (1993), penundaan air kelapa yang

digunakan untuk medium pertumbuhan nata de coco maksimal selama 9 hari

dan penundaan air kelapa lebih dari 9 hari sudah tidak menghasilkan nata.

Derajat keasaman (pH) merupakan salah satu faktor yang

mempengaruhi pertumbuhan dan aktifitas bakteri A. xylinum. Bakteri ini

merupakan bakteri asam asetat (Acetobaete!,) yang menyukai sua sana asam

atau pH rendah. Pada penelitian ini, pH medium yang digunakan untuk starter

(38)

bahwa kondisi optimum untuk menghasilkan nata adalah pada pH 4,5.

Pengaturan pH dilakukan dengan penambahan asam asetat glasial sebanyak

1 persen (v/v).

Penentuan pH ini merupakan faktor yang kritis untuk mencapai

efektifitas pertumbuhan. Pad a pH yang lebih tinggi dari 4,5 akan

menyebabkan tumbuhnya kontaminan yang mengganggu pertumbuhan dan

fermentasi yang dilakukan oleh bakteri A. xylinum. Sebaliknya kondisi pH

yang lebih rendah dari 4,5 akan menyebabkan suasana fermentasi yang

terlalu asam. Karena sebagian komponen gula akan terdekomposisi selama

fermentasi berlangsung. Hasil lebih lanjut dari dekomposisi gula tersebut

adalah terbentuknya senyawa-senyawa asam seperti asam asetat dan asam

laktat. Suasana yang terlalu asam akan mengurangi keaktifan bakteri A.

xylinum.

Nitrogen merupakan salah satu bahan yang dapat merangsang

pertumbuhan dan aktifitas bakteri A. xylinum (Alaban, 1962). Menurut

Williems dan Wimpeny (1978), peningkatan konsentrasi nitrogen dalam

substrat dapat meningkatkan jumlah polisakarida yang terbentuk. Sumber

nitrogen untuk pertumbuhan bakteri A. xylinum dapat berasal dari sumber

nitrogen organik dan anorganik. Dalam penelitian ini digunakan sumber

nitrogen anorganik yaitu amonium sulfat ([NH.hSO.) sebanyak 0.25 persen

(b/v). Komposisi medium yang digunakan untuk pembuatan starter nata de

(39)

Tabel7. i Medium Starte Nata de coco

Jumlah amonium sulfat yang ditambahkan mempunyai pengaruh yang

besar terhadap ketebalan dan rendemen nata yang dihasilkan (Mashudi,

1993). Dari hasil penelitian Mashudi (1993), amonium sulfat tidak selamanya

meningkatkan rendemen dan ketebalan nata. Pada konsentrasi 0,5 persen

diperoleh hasil yang tinggi, tetapi pada konsentrasi 1 persen sudah mulai

menurun. Karena itu pada penelitian ini digunakan amonium sulfat sebanyak

0,25 persen (b/v). Diduga dengan penambahan amonium sulfat sebanyak itu

sudah eukup untuk mengkatalisasi atau menstimulasi aktifitas bakteri A.

xylinum, karena menurut Woodroof (1979) dalam air kelapa terkandung

nitrogen sebanyak 0,05 persen. Penggunaan amonium sulfat yang

berlebihan akan menurunkan pH medium karena adanya ion SO/- yang

bersifat asam. Dengan menurunnya pH medium seeara drastis kondisi

fermentasi akan terlalu asam dan mengganggu aktifitas bakteri A. xylinum.

Alat yang digunakan untuk pembuatan starter berupa botol-botol

dengan diameter bawah 7 em, tinggi 28 em dan diameter mulut botol 2 em.

Diameter mulut botol yang kecil dimaksudkan agar kontaminan yang dapat

mengganggu pertumbuhan A. xylinum tidak mudah mas uk ke dalam botol.

Penggunaan penutup kertas pad a botol bertujuan untuk melindungi media

(40)

dengan. suhu 1500

e

dan dalam jangka waktu 3 jam akan membunuh

kontaminan yang dapat menggangu pertumbuhan bakteri A. xylinum.

Penambahan asam asetat glasial dilakukan sebelum larutan mendidih.

Karena diduga suhu pendidihan yaitu ± 1000

e

cukup mampu mengurai asam

asetat glasial menjadi komponen penyusunnya. Bila asam asetat glasial

tersebut terurai, maka fungsinya sebagai pencegah kontaminan dan pembuat

suasana asam dalam fermentasi tidak akan berhasil.

Pertukaran oksigen yang lancar akan menunjang pertumbuhan baketri

A. xylinum karena bakteri ini termasuk obligat aerobik (Fardiaz, 1989). Karena

itu penuangan medium fermentasi dilakukan dengan menyisakan ruang

kosong di bag ian atas botol.

Inokulasi kultur A. xylinum dilakukan secara aseptis untuk mencegah kontaminan masuk ke dalam botol. Setelah cairan fermentasi diinkubasikan

pada suhu kamar (± 28°C) selama 7 hari, pada hari ke 3-4 mulai tumbuh

benang-benang halus kemudian menjadi lapisan nata berupa yang

transparan yang terbentuk di permukaan media. Lapisan ini kemudian

menebal dan menjadi berwarna putih. Setelah 7 hari medium fermentasi

dapat digunakan sebagai starter untuk memproduksi nata de coco secara

komersial.

c. Faktor-faktor Penting dalam Pembuatan Nata de coco

Menurut Widia (1984) pada kondisi yang sesuai lapisan nata terbentuk

(41)

Pad a penelitian ini, lapisan nata mulai tampak pada hari ke 3-4 fermentasi

dan suhu inkubasi ± 28°C. Pemanenan nata dilakukan setelah 12-15 hari

(Soeseno, 1984). Pad a penelitian utama pemanenan dilakukan setelah 11

hari bertujuan untuk mengurangi waktu proses.

Selama fermentasi berlangsung media nata tidak boleh digerakkan atau

digoyang-goyang, karena goncangan media tersebut menyebabkan

pecahnya struktur lapisan nata yang terbentuk. Hal ini menyebabkan lapisan

nata menjadi tipis dan terpisah satu sama lain.

Pada penelitian ini, botol-botol yang digunakan sebagai tempat medium

fermentasi disimpan pad a rak-rak kayu yang diletakkan di dalam kamar

inkubasi (bersuhu 28°C). Botol-botol ini hanya diangkat sewaktu nata akan

dipanen sehingga terhindar dari goncangan.

Bakteri A. xylinum dapat tumbuh dan melakukan aktifitasnya dalam keadaan aerobik dan anaerobik (Widia, 1984). Keadaan aerobik yaitu pada

saat belum terbentuknya lapisan nata di permukaan medium sedangkan

keadaan anaerobik terjadi pada saat terbentuk lapis an nata di permukaan

medium. Hal ini terjadi karena transfer oksigen ke dalam medium fermentasi

terhalang oleh lapisan nata yang terbentuk di permukaan. Keadaan menjadi

lebih anaerobik bila lapisan nata semakin menebal. Pad a penelitian ini

lapisan nata mulai terbentuk pada hari ke 3-4 inkubasi.

Aktifitas bakteri A. xylinum yang dilakukan pada keadaan aerobik berbeda dengan keadaan anaerobik. Pad a saat keadaan aerobik yaitu pada

(42)

bakteri A. xylinum menggunakan oksigen untuk melaksanakan metabolisme

oksidatif. Metabolisme yang dilakukan yaitu melakukan dekomposisi gula

menjadi asam asetat kemudian melalui lintasan asam trikarboksilat Energi

yang didapat digunakan untuk melaksanakan metabolisme zat dalam sel

tersebut, memperbanyak biomassa, atau disimpan dalam bentuk Adenosin Tri

Posfat (A TP). Metabolisme kemudian dilanjutkan dengan membentuk kembali

glukosa melalui lintasan glukoneogenesis. Metabolisme ini dapat terlihat pada

Gambar 3.

Pad a saat oksigen mulai habis, bakteri A. xylinum mulai menjalankan

aktifitas spesifiknya yaitu membentuk selulosa ekstraseluler secara

perlahan-lahan. Selulosa ekstaseluler ini sebenarnya merupakan kapsul yang

diproduksi oleh A. xylinum secara berlebih dan digunakan untuk membuat

nata de coco (Fardiaz, 1989). Pada hari ke 3-4 inkubasi, lapisan nata mulai

terbentuk pad a permukaan media. Hal ini akan menyebabkan kondisi yang

lebih anaerobik pad a media fermentasi. Pada saat kondisi ini, aktifitas

spesifik bakteri semakin lancar yaitu membentuk nata yang makin lama makin

menebal.

8. PENELITIAN PENDAHULUAN

Penelitian pendahuluan dilakukan untuk menguji pertumbuhan A. xylinum

pada media "skim" santan dengan pengenceran santan 1:5, 1:10, 1:25 dan 1:28.

Jumlah "skim" santan yang dihasilkan berbeda-beda untuk tiap pengenceran.

(43)

tinggi pula. Penentuan titik akhir pengenceran adalah berdasarkan penelitian

Sanches (1994) yang menyatakan bahwa 1 kilogram kelapa dapa! di!ambahkan

dengan 28 liter air (1 :28). Sedangkan pengenceran yang lebih tinggi tidak akan

menghasilkan nata karena jumlah nutrisi yang terdapat dalam "skim" santan

tidak mencukupi untuk pertumbuhan bakteri A. xylinum.

Penambahan sukrosa merupakan salah satu laktor penting dalam

pembuatan nata de coco secara komersial. Tanpa adanya penambahan

sukrosa ke dalam medium fermentasi, lapisan nata tidak dapat terbentuk. Hal ini

karena jumlah total gula yang terdapat dalam "skim" santan maupun air kelapa

tidak mencukupi kebutuhan A. xylinum untuk menghasilkan nata.

Penambahan gula yang terlalu banyak kurang menguntungkan, karena

selain mengganggu aktilitas bakteri, juga terlalu banyak gula yang terbuang atau

diubah menjadi asam dan menyebabkan penurunan pH secara drastis (Herman,

1979).

Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, maka pada penelitian pendahuluan

ini dicobakan penambahan gula sebanyak 2, 5 dan 7 persen (b/v) dari total

volume medium fermentasi. Penambahan gula sebanyak 2, 5 dan 7 persen ini

dilakukan pada masing-masing pengenceran "skim" santan yaitu 1:5, 1:10, 1:25

dan 1 :28. Data-data hasil penelitian pendahuluan terlihat pada Lampiran 3.

dan Lampiran 4.

Dari data hasil penelitian pendahuluan terlihat bahwa penambahan kadar

(44)

Analisa sidik ragam ketebalan nata de coco pada berbagai tingkat penambahan

gula terlihat pada Lampiran 5.

Dari penelitian pendahuluan juga terlihat bahwa bakteri A. xylinum dapat

tumbuh pad a semua tingkat konsebtrasi "skim" santan yang dicobakan. Hasil

penelitian pendahuluan ini digunakan untuk menentukan kisaran konsentrasi

"skim" santan dan sukrosa pad a tahap penelitian selanjutnya (penelitian utama).

c.

PENELITIAN UTAMA

Sesuai dengan hasil yang telah diperoleh pada penelitian pendahuluan,

pada penelitian utama ini dilakukan penelitian dengan perlakuan penambahan

sukrosa (C) dengan konsentrasi 1 % (C,), 2%(C,) dan 3% (C3). Hal ini dilakukan

karena pad a penelitian pendahuluan diperoleh hasil bahwa tingkat penambahan

kadar gula 2, 5 dan 7 persen (b/v) tidak berpengaruh nyata terhadap ketebalan

dan rendemen nata yang dihasilkan. Karenanya pada penelitian utama

digunakan konsentrasi yang lebih kecil untuk menghemat bahan baku.

Sedangkan untuk mengetahui pengaruh pengenceran "skim" santan (8) maka

digunakan 5 taraf perlakuan yaitu 1:10 (81),1:15 (82),1:20 (83),1:25 (84) dan

1 :28 (85). Pada penelitian utama ini juga akan diamati pengaruh penambahan

air kelapa (A) sebagai suplemen untuk pertumbuhan bakteri A. xylinum dengan 2

(45)

D. HASIL PENELITIAN UTAMA

1. Kadar Air

Hasil pengujian kadar air menunjukkan bahwa kadar air nata berkisar

antara 95.80 sampai 99.37 persen (Lampiran 6.). Hasil analisa sidik

ragamnya menunjukkan bahwa perbedaan perlakukan yang dicobakan tidak

berpengaruh nyata terhadap kadar air nata yang dihasilkan.

Air yang terdapat pada nata de coco berasal dari medium fermentasi.

Air tersebut akan terperangkap dalam jaringan fibril serat-serat sukrosa yang

menyebabkan bentuk gel.

Dari Lampiran 6. terlihat bahwa kadar air terbesar dihasilkan oleh

perlakuan A2BsC2 yaitu pad a medium yang ditambahkan air kelapa,

pengenceran "skim" santan 1 :28 dan konsentrasi sukrosa 2 persen.

Sedangkan kadar air terkecil dihasilkan oleh perlakuan A,BsC2 yaitu pad a

medium tanpa penambahan air kelapa, pengenceran "skim" santan 1 :28 dan

konsentrasi sukrosa 2 persen. Hal ini terjadi karena pad a medium yang

ditembahkan air kelapa, kadar gulanya semakin tinggi. Menurut Mashudi

(1993), faktor yang ikut menentukan kadar air adalah jumlah gula, semakin

tinggi jumlah gula maka kadar air semakin tinggi. Ini disebabkan karena gula

yang ada memperlonggar jaringan serat nata yang terbentuk sehingga

(46)

2. Derajat Putih

Derajat putih nata diukur dengan menggunakan alat Whiteness meter.

Pad a alat ini derajat putih sampel dibandingkan dengan derajat putih standar

(BaS04) yang bernilai 100 persen. Pembacaan derajat putih pada alat ini

langsung pada skala yang terdapat pada alat.

Dari hasil penelitian terlihat bahwa derajat putih nata berkisar antara

15.5 sampai 50.0 persen (Lampiran 7.). Sedangkan hasil analisa sidik ragam

tidak menunjukkan bahwa perbedaan perlakuan yang dicobakan tidak

berpengaruh nyata terhadap derajat putih nata yang dihasilkan.

Menurut Widia (1984), penambahan "skim" santan menyebabkan

penurunan warna permukaan nata yaitu kecerahan warnanya semakin

berkurang. Dengan penambahan ini juga terjadi penurunan nilai derajat

putih. Selain itu nilai derajat putih juga dipengaruhi oleh penambahan

(NH4)zS04. Nilai tersebut akan semakin berkurang dengan pen am bah an

(NH 4)zS04' Menurut Mashudi (1993) hal ini diduga karena ion-ion dari

hidrolisa (NH4)zS04 bereaksi dengan gula atau koponen lain pad a air kelapa

dan salah satu hasilnya memberikan warna yang lebih gelap.

Data hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai derajat putih terkecil

dihasilkanoleh perlakuan A2B5C2 dan nilai tertingginya dihasilkan oleh

(47)

3. Kekerasan

Kekerasan nata diukur dengan menggunakan alat Penetrometer

"Instron·'. Hasil pengukuran berkisar antara 0.18 sampai 0.70 mm/g/detik

(Lampiran 8.). Terlihat bahwa nilai kekerasan terbesar dihasilkan oleh

perlakuan A2BsC3, sedangkan nilai kekerasan terkecil dihasilkan oleh

perlakuan A2B4C,. Analisa sidik ragam menunjukkan bahwa perbedaan

perlakuan yang dicobakan tidak berpengaruh nyata terhadap kekerasan nata

yang dihasilkan.

Kandungan serat dalam struktur nata berpengaruh terhadap tingkat

kekerasan tektur nata. Semakin rapat susunan serat maka jumlah molekul air

yang mungkin terperangkap relatif berkurang sehingga nilai kekerasan

semakin tinggi.

Menurut Mashudi (1993), kandungan mineral yang terdapat di dalam

fhedium turut menentukan tingkat kekerasan. SedalTgkan dart hasi pelTelitian

Widia (1984), diketahui bahwa penambahan senyawa yang mengandung

nitrogen dapat menurunkan tingkat kekerasan nata. Hal ini diduga karena

terbentuknya ikatan antara komponen nitrogen dengan precursor polisakarida

yang ada menyebabkan struktur polimer yang lebih longgar dan lebih elastis.

4. Rendemen

Data hasil penelitian yang tercantum pad a Lampiran 9. menunjukkan

bahwa rendemen nata yang dihasilkan berkisar antara 11.33 sampai 56

(48)

Rendemen tertinggi diperoleh pad a medium tanpa penambahan air kelapa,

pengenceran "skim" santan 1 :28 dan konsentrasi sukrosa 3%. Sedangkan

rendemen terendah diperoleh pada medium dengan penambahan air kelapa,

pengenceran "skim" santan 1 :20 dan konsentrasi sukrosa 1 %.

Dari hasil analisa sidik ragam (a 0.01) diketahui bahwa perbedaan

konsentrasi sukrosa pada medium fermentasi berpengaruh sangat nyata

terhadap rendemen yang dihasilkan. Uji Wilayah 8erganda Duncan (a 0.05)

digunakan untuk menguji lanjut perbedaan ini. Dari hasil uji terse but terlihat

bahwa nilai rendemen tertinggi dihasilkan pada medium dengan konsentrasi

sukrosa 3%, diikuti oleh 2%, lalu 1%.

Perlakuan penambahan air kelapa juga berpengaruh sangat nyata (a

0.01) terhadap rendemen nata. Uji lanjutnya menunjukkan bahwa perlakuan

tanpa penambahan air kelapa mempunyai rata-rata rendemen yang lebih

tinggi dari perlakuan dengan penambahan air kelapa.

Bakteri A. xylinum melakukan aktifitas perombakan gula secara aerobik

selama fermentasi berlangsung. Proses dekomposisi ini menghasilkan energi

yang disimpan untuk melakukan metabolisme zat dalam sel tersebul. Salah

satu diantara proses metabolisme yang dilakukan bakteri A. xylinum adalah

membentuk polisakarida yaitu selulosa ekstraseluler. Diduga dengan

bertambahnya konsentrasi sukrosa maka energi yang dihasilkan lebih

banyak, sehingga akan menghasilkan lebih banyak selulosa atau nata.

Hal-hal yang mempengaruhi besarnya rendemen nata yang dihasilkan

(49)

Rendemen tertinggi diperoleh pad a medium tanpa penambahan air kelapa,

pengenceran "skim" santan 1 :28 dan konsentrasi sukrosa 3%. Sedangkan

rendemen terendah diperoleh pada medium dengan penambahan air kelapa,

pengenceran "skim" santan 1 :20 dan konsentrasi sukrosa 1 %.

Dari hasil analisa sidik ragam (ex 0.01) diketahui bahwa perbedaan

konsentrasi sukrosa pada medium fermentasi berpengaruh sangat nyata

terhadap rendemen yang dihasilkan. Uji Wilayah Berganda Duncan (ex 0.05)

digunakan untuk menguji lanjut perbedaan ini. Dari hasil uji tersebut terlihat

bahwa nilai rendemen tertinggi dihasilkan pada medium dengan konsentrasi

sukrosa 3%, diikuti oleh 2%, lalu 1%.

Perlakuan penambahan air kelapa juga berpengaruh sangat nyata (ex

0.01) terhadap rendemen nata. Uji lanjutnya menunjukkan bahwa perlakuan

tanpa penambahan air kelapa mempunyai rata-rata rendemen yang lebih

tinggi dari perlakuan dengan pen am bah an air kelapa.

Bakteri A. xylinum melakukan aktifitas perombakan gula secara aerobik selama fermentasi berlangsung. Proses dekomposisi ini menghasilkan energi

yang disimpan untuk melakukan metabolisme zat dalam sel terse but. Salah

satu diantara proses metabolisme yang dilakukan bakteri A. xylinum adalah membentuk polisakarida yaitu selulosa ekstraseluler. Diduga dengan

bertambahnya konsentrasi sukrosa maka energi yang dihasilkan lebih

banyak, sehingga akan menghasilkan lebih banyak selulosa atau nata.

Hal-hal yang mempengaruhi besamya rendemen nata yang dihasilkan

adalah penambahan senyawa yang mengandung nitrogen (Mashudi, 1993).

(50)

Dengan adanya nitrogen maka aktifitas bakteri A. xylinum menjadi lebih

sempurna, sehingga rendemen meningkat (Rosario, 1982). Penambahan

nitrogen juga akan meningkatkan jumlah biomassa. Faktor lain yang

mempengaruhi yaitu wadah medium fermentasi. Menurut Rosario (1982),

untuk efisiensi dan efektifitas hasil nata serta mempertinggi rendemen

sebaiknya digunakan wadah yang luas permukaannya relatif besar. Karena

kondisi yang demikian akan menyebabkan pertukaran oksigen dapat

berlangsung dengan baik (Rosario, 1982).

Gambar 13. dan 13b. menunjukkan grafik hubungan antara konsentrasi

sukrosa terhadap rendemen nata pad a berbagai pengenceran "skim" santan

tanpa dan dengan penambahan air kelapa. Dari kedua gambar tersebut

terlihat bahwa rendemen nata yang dihasilkan mengalami fluktuasi pada

berbagai tingkat pengenceran. Hal ini disebabkan karena air kelapa yang

digunakan sudah mengalami penurunan mutu akibat terfermentasi secara

spontan. "Skim" santan yang digunakan juga mengalami perubahan karena

antar perlakuan pengenceran yang dilakukan terdapat selang waktu tertentu.

(51)

Rendernen (%)

60 c· NMセMMNM . _ -

-I

50 セセセセセセセセセセMNセセ@

TPMセセ@

30

20

10

o

1 2

Konsentrasi Sukrosa (%)

3

I.

1-:

QMPMQiiャャMQuセQセZMセセョァN」Q・[セセ@

sセエセセセZ@

RセUMNM

'-1-:-2:l

L _ _ _ _

[image:51.607.86.527.99.818.2]

MセMMMMMMMG@

Gambar 10a. Grafik Hubungan antara Konsentrasi Sukrosa terhadap

60 50 40

30

20

10

o

Rendemen nata pada Berbagai Pengenceran "skim"

Santan tanpa Penambahan Air Kelapa

1 2 3

Konsentrasi Sukrosa (0/0) _____ _

. Pengenceran Sanlan . - - - i

. 1 : 1 0 1IIIlIIl1:15 . 1 : 2 0 § 1 : 2 5 . 1 : 2 8 !

L-_ _ _ - ' - - - - _ _ _ _ _ _ _ _ セ@ _ _ _ . _ _ . _ _ セセ@

Gambar 10b. Grafik Hubungan antara Konsentrasi Sukrosa terhadap

Rendemen nata pad a Berbagai Pengenceran "skim"

[image:51.607.141.499.122.285.2]
(52)

5. Ketebalan

Ketebalan nata yang dihasilkan pad a penelitian ini berkisar antara 0.6

sampai 2.8 cm (Lampiran 10.), dengan rata-rata keseluruhan 2.04 cm.

Ketebalan 0.6 cm dihasilkan pad a perlakuan pengenceran "skim" santan

1 :20, konsentrasi sukrosa 1 % dengan penambahan air kelapa. Sedangkan

ketebalan tertinggi dihasilkan pada perlakuan tanpa penambahan air kelapa,

pengenceran "skim" santan 1 :28 dan konsentrasi sukrosa 3%.

Analisa sidik ragam menunjukkan bahwa perbedaan konsentrasi

sukrosa pada medium fermentasi berpengaruh sangat nyata (a 0.01)

terhadap ketebalan. Uji Wilayah Berganda Duncan (a 0.05) menunjukkan

bahwa ketebalan tertinggi dihasilkan pada penambahan sukrosa 3%, disusul

2%, lalu 1 %. Perlakuan lain yang menunjukkan perbedaan sang at nyata (a

0.01) adalah penambahan air kelapa. Perlakuan tanpa penambahan air

kelapa menghasilkan nata dengan ketebalan yag tinggi dibandingkan dengan

perlakuan dengan penambahan air kelapa.

Ketebalan nata berkorelasi positif dengan rendemen. Artinya apabila

rendemen nata tinggi, maka nata akan semakin tebal. Seperti halnya

rendemen, faktor-faktor yang mempengaruhi ketebalan adalah konsentrasi

sukrosa, sumber nitrogen dan luas permukaan fermentasi. Lama fermentasi

yang dilakukan juga berpengaruh pada ketebalan nata yang dihasilkan.

Ketebalan akan bertambah sampai medium habis terfermentasi.

Pad a pembuatan nata de coco, sebaiknya tinggi medium tidak terlalu

(53)

Karena menurut Mashudi (1993), hal ini akan berpengaruh terhadap

ketebalan nata yang dihasilkan. Semakin luas dan dangkal wadah fermentasi

maka nata yang terbentuk akan semakin tebal karena suplai oksigen pada

wadah yang demikian lebih banyak dibandingkan dengan wadah yang sempit

dan dalam.

Hubungan antara konsentrasi sukrosa terhadap ketebalan pada

berbagai pengenceran "skim" santan tanpa dan dengan penambahan air

kelapa terlihat pad a gambar 14a. dan 14b. Seperti halnya rendemen,

ketebalan nata yang dihasilkan juga berfluktuasi akibat mutu air kelapa dan

"skim" santan yang beragam.

Ketebalan (ern)

3

2.5

1.5 1 0.5

a

1 2 3

Konsentrasi Sukrosa (0/0)

Pengenceran Santan - . - - - " )

[image:53.607.89.496.365.804.2]

DJIIIll-':15 _ 1 : 2 0 セGZRU@ " ' 1 : 2 8

Gambar 11a. Grafik Hubungan antara Konsentrasi Sukrosa terhadap

(54)

3

2.5

1.5

1

0.5

o

Ketebalan (ern)

1 2 3

Konsentrasi Sukrosa (0/0 )

I ' MMMMM]NMMMNMMMMZ]MBBBcBNセセM - - - :

I Pengenceran Sanlan

I

1_1:10

!IIIIIID1:1S _ 1 : 2 0 セQZRs@ _ 1 : 2 8 [image:54.600.138.505.118.279.2]

L _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ .. _ _ _ . _ _ _ _ _ _ _ - - - "

Gambar 11 b. Grafik Hubungan antara Konsentrasi Sukrosa terhadap

Ketebalan nata pad a Berbagai Pengenceran "skim"

Santan dengan Penambahan Air Kelapa

6. Kadar Serat Makanan (Dietary fiber)

Hasil penentuan kadar dietary fiber yang terlihat pad a Lampiran 11.

menunjukkan bahwa kadar dietary fiber nata berkisar antara 50.385 - 77.66

persen (berat kering) dengan rata-rata keseluruhan 69.54 persen Kadar

dietary fiber terendah dihasilkan oleh perlakuan tanpa penambahan air

kelapa, pengenceran sanlan 1 :28 dan konsenlrasi sukrosa 2 persen.

Sedangkan kadar dietary fiber tertinggi dihasilkan oleh perlakuan dengan

penambahan air kelapa, pengenceran santan 1 :20 dan konsentrasi sukrosa 2

persen.

Analisa sidik ragam menunjukkan bahwa perbedaan pengenceran

santan dan interaksi antara pengenceran santan dengan konsentrasi sukrosa

(55)

pengenceran yang menghasilkan nata dengan kadar dietary fiber tertinggi

sampai terendah berturut-turut adalah 1:25, 1:10, 1:20, 1:15 dan 1:28.

Gambar 15a. dan 15b. menunjukkan hubungan antara konsentrasi sukrosa

terhadap kadar dietary fiber pada beberapa pengenceran "skim" santan

dengan kondisi tanpa dan dengan penambahan air kelapa.

Dietary fiber adalah kelompok polisakarida yang tidak tercema oleh

sistem pencernaan manusia, contohnya adalah pektin dan vegetable gum.

Jika polisakarida ini terdapat dalam jumlah yang terlalu banyak maka akan

menyebabkan diare karena banyak mengandung molekul air. Beberapa jenis

polisakarida ini dapat didekomposisi oleh mikroflora usus menjadi

bagian-bag ian dengan jumlah molekul lebih kecil. Tetapi secara umum jenis

polisakarida (serat makanan) ini tidak dapat dimetabolisme oleh sistem

percernaan manusia (Fennema, 1985).

Nata de coco tersusun oleh alas selulosa yang terbenluk oleh bakteri A.

xylinum. Selulosa merupakan salah satu polisakarida yang termasuk ke

(56)

Dietary Fiber (0/0)

80 LMMMMセ@ セMMMMMMMセ@ - - - セMMセセMMM

60

40

20

o

1 2

Konsentrasi Sukrosa ("Yo)

3

I

セMMMM Pengenceran Santan ' [image:56.600.90.482.68.805.2]

セ@

1"10 1ITlIIl1"15 . 1 " 2 0 § 1"25 .1"28-1

Gambar 12a, Grafik Hubungan antara Konsentrasi Sukrosa terhadap セ@

kadar dietary fiber nata pad a Berbagai Pengenceran

"skim" Santan tanpa Penambahan Air Kelapa

Dietary Fiber (%)

100

-80

60

40

20

o

1 2 3

, _ _ _ . __ --_"-,K",o-::n"sentras

Gambar

Tabel 1 Lanjutan
Tabel 4. Komposisi media kultur murni A.  -.
Tabel 5. Kondisi ootimum untuk meoroduksi nata de coco' -;;-
Gambar 3. Lintasan Utama Glukoneogenesis (Martin et al., 1983)
+7

Referensi

Dokumen terkait

lembaran nata de coco menjadi nata de coco yang siap dikonsumsi atau pengolahan air kelapa menjadi nata de coco yang siap dikonsumsi., (2) mengetahui pendistribusian

Optimasi Yield Produk Nata de Coco Pengaruh pemberian asam cuka (jumlah asam cuka) dengan maksud untuk mengatur pH dan jumlah sumber karbon menggunakan gula (C)

Penyampaian materi tentang kandungan nata de coco, pemanfaatan air kelapa yang tidak terpakai (limbah air kelapa) sebagai bahan baku dalam pembuatan nata de coco,

Judul : PEMANFAATAN LIMBAH AIR KELAPA SEBAGAI BAHAN BAKU PEMBUATAN TABLET NATA DE COCO DENGAN VARIASI PENAMBAHAN AMILUM MANIHOT DAN VITAMIN C.. Kategori :

Kesimpulan yang diperoleh dari penelitian ini adalah perlakuan perbedaan substrat berbahan skim dan air kelapa dengan tanpa penambahan sumber nitrogen

Berdasarkan hasil analisa biodegradable plastic dari nata de coco dengan variasi dan konsentrasi terbaik adalah pada ZnO 3% ditinjau dari nilai kuat tarik 5,9524 Mpa, Pemanjangan 16%

Makalah ini membahas pemanfaatan bakteri Acetobacter xylinum untuk pembuatan nata de coco dari air kelapa tua yang

Laporan tentang cara pembuatan nata de coco menggunakan air kelapa dan bakteri Acetobacter