• Tidak ada hasil yang ditemukan

Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Penggunaan Lensa Kontak Pada Pasien Dengan Gangguan Penglihatan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Penggunaan Lensa Kontak Pada Pasien Dengan Gangguan Penglihatan"

Copied!
132
0
0

Teks penuh

(1)

i

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN

PENGGUNAAN LENSA KONTAK PADA PASIEN DENGAN

GANGGUAN PENGLIHATAN

Skripsi Diajukan Sebagai Tugas Akhir Strata-1 (S1) pada

Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Keperawatan (S.Kep)

OLEH:

KHAERUNNISA

NIM : 108104000011

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

(2)

i

PERNYATAAN PERSETUJUAN

Skripsi dengan judul

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PENGGUNAAN

LENSA KONTAK PADA PASIEN DENGAN GANGGUAN PENGLIHATAN

Telah disetujui dan diperiksa oleh pembimbing skripsi Program Studi Ilmu Keperawatan

Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

DISUSUN OLEH:

KHAERUNNISA

108104000011

Pembimbing I Pembimbing II

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UIN SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1433 H/2012 M

Ernawati, S.Kp, M.Kep, Sp.KMB

NIP: 197311062005012003

NIA DAMIATI, S.Kp, MSN

(3)

ii

LEMBAR PENGESAHAN PANITIA SIDANG UJIAN SKRIPSI

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

Jakarta, 09 Oktober 2012

Penguji I

Ita Yuanita, S.Kp, M.Kep.

NIP. 19700122 20080102 05

Penguji II

Nia Damiati, S.Kp, MSN

NIP. 197901142005012007

Penguji III

Ernawati, S.Kp, M.Kep, Sp.KMB

(4)

iii

LEMBAR PENGESAHAN

PANITIA SIDANG UJIAN SKRIPSI

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

Jakarta, 09 Oktober 2012

Mengetahui,

Ketua Program Studi Ilmu Keperawatan

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

Tien Gartinah, MN

Dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan

(5)

iv

LEMBAR PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa :

1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi

salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 di Fakultas Kedokteran

dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah

Jakarta.

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya

cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Fakultas Kedokteran

dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah

Jakarta.

3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya

atau merupakan jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia

menerima sanksi yang berlaku di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan

Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

Jakarta, Oktober 2012

(6)

v

RIWAYAT HIDUP

Nama : Khaerunnisa

Tempat, Tgl. Lahir : Tangerang, 02 Juli 1991

Agama : Islam

Jenis Kelamin : Perempuan

Status : Belum Menikah

Alamat : Jl.H.Mean I/Jl.Garuda 1 Komp.Perumahan Karang

Timur RT.003 RW 03 No.34 Ciledug Tangerang

15157

No. Telp/HP : 081298485340

E-mail : nissa.khaerunnisa@gmail.com

Riwayat Pendidikan :

1996 – 2002 : SDI Ar-Rahman, Karang Tengah

Ciledug-Tangerang

2002 – 2005 : SMP Yadika 3 Ciledug

2005 – 2008 : SMAN 101 Jakarta Barat

2008 – sekarang : S1 Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran dan

Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN)

Syarif Hidayatullah Jakarta

Pengalaman Organisasi :

2007-2008 : Anggota KIR (Karya Ilmiah Remaja) SMAN 101

Jakarta Barat

2007-2008 : Anggota ABNONKU Jakarta Barat

2010 – 2011 : Anggota Departemen Keilmuwan Badan Eksekutif

(7)

vi

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

Skripsi, Oktober 2012

Khaerunnisa, NIM : 108104000011

Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Penggunaan Lensa Kontak Pada Pasien Dengan Gangguan Penglihatan

xvi + 93 halaman + 12 tabel + 2 bagan + 3 lampiran

ABSTRAK

Lensa kontak merupakan benda pengganti kacamata yang berfungsi untuk mengoreksi kelainan refraksi mata. Saat ini, banyak orang yang beralih dari menggunakan kacamata ke lensa kontak. Tahun 2004, tercatat 128 juta orang yang menggunakan lensa kontak di seluruh dunia dan ini akan meningkat setiap dekadenya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang berhubungan dengan penggunaan lensa kontak pada pasien dengan gangguan penglihatan. Metode penelitian ini bersifat deskriptif dengan pendekatan cross sectional study dan pengambilan sampel menggunakan teknik accidental sampling dengan besar sampel sebanyak 63 orang. Penelitian ini dilakukan pada bulan Juli-Agustus 2012 dan data dikumpulkan dengan menggunakan kuesioner. Data dianalisis secara univariat dan bivariat dengan menggunakan SPSS. Uji bivariat dengan menggunakan Chi-Square dan Correlation Spearman pada α =

0,05. Adapun hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ekonomi (pendapatan) (Pvalue=0,721), pengetahuan (Pvalue=0,133), dan lingkungan sosial (Pvalue=1), tidak

berhubungan dengan penggunaan lensa kontak pada pasien dengan gangguan penglihatan. Namun, untuk motivasi (alasan mengikuti Tren) (Pvalue=0,021)

berhubungan dengan penggunaan lensa kontak pada pasien dengan gangguan penglihatan . Peneliti menyarankan untuk melanjutkan variabel lain untuk diteliti seperti variabel terjadinya gangguan kesehatan mata akibat penggunaan lensa kontak.

Kata kunci : Lensa Kontak, Ekonomi (pendapatan), Pengetahuan, Lingkungan Sosial, Motivasi.

(8)

vii

NURSING SCIENCE STUDY

FACULTY OF MEDICINE AND HEALTH SCIENCES

ISLAMIC STATE UNIVERSITY (UIN) SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

Under graduated thesis, Oktober 2012

Khaerunnisa, NIM: 108104000011

Factors Associated With Contact Lens Use In Patients With Impaired Vision

xvi + 93 pages + 12 table + 2 chart + 3 attachments

ABSTRACT

Contact lenses are objects that replacement eyeglasses to correct refractive eye disorders. Today, many people are switching from glasses to contact lenses use. In 2004, there were 128 million people use contact lenses worldwide and will increase each decade. This study aims to determine what factors are associated with the use of contact lenses in patients with visual impairment. This is a descriptive methods study with cross sectional study and sampling using accidental sampling with a large sample of 63 people. The research was conducted in July-August 2012 and the data was collected using a questionnaire. Data were analyzed using univariate and bivariate SPSS. Bivariate test using Chi-Square and

Spearman Correlation at α = 0.05. The results of this study showed that economic

(income) (pvalue = 0.721), knowledge (pvalue = 0.133), and social environment (pvalue = 1) was not associated with the use of contact lenses in patients with visual impairment. Motivation variabel (tren factor) (pvalue = 0.021) associated with the use of contact lenses in patients with visual impairment. Researchers suggest to continue other variables be investigated as a variable occurrence of eye health problems due to the use of contact lenses.

Keywords : Contact Lenses, Economics (income), Science, Social Environment, Motivation.

(9)

viii

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, segala puji kehadirat Allah SWT yang Maha Segalanya dan

selalu dekat dengan hamba-Nya. Syukur senantiasa terucapkan atas segala nikmat

dan rahmat-Nya hingga skripsi ini dapat selesai dengan baik. Shalawat dan salam

selalu tercurah kepada Nabi Besar Muhammad SAW, yang telah membawa

umatnya dari alam kejahiliyahan menuju alam yang penuh dengan ilmu

pengetahuan.

Skripsi dengan judul ”Faktor-Faktor yang Berhubungan Dengan

Penggunaan Lensa Kontak Pada Pasien Dengan Gangguan Penglihatan Mata”

disusun sebagai persyaratan memperoleh gelar Sarjana Keperawatan (S.Kep) pada

Program Studi Ilmu Keperawatan, Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, UIN

Syarif Hidayatullah Jakarta.

Penelitian skripsi ini semata-mata bukanlah hasil usaha penulis, melainkan

banyak pihak yang telah memberikan bantuan, petunjuk, bimbingan, motivasi,

dan semangat. Untuk itu penulis merasa pantas berterima kasih kepada :

1. Prof. DR. (hc). dr. Muhammad Kamil Tadjudin, Sp.And, selaku Dekan

Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif

Hidayatullah Jakarta.

2. Drs. H. Achmad Gholib, MA, selaku Pembantu Dekan Bidang Administrasi

Umum, dan Dra. Farida Hamid, M.Pd, selaku Pembantu Dekan Bidang

Kemahasiswaan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam

(10)

ix

3. Ibu Tien Gartinah, MN, selaku Ketua Program Studi Ilmu Keperawatan

(PSIK) sekaligus sebagai Penasihat Akademik, dan Ibu Irma Nurbaeti,

S.Kp., M.Kep., Sp.Mat., selaku Sekretaris Program Studi Ilmu Keperawatan

(PSIK) Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan (FKIK) Universitas Islam

Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

4. Ibu Ernawati, S.Kp., M.Kep, Sp.KMB, selaku Dosen Pembimbing I dan Ibu

Nia Damiati, S.Kp, MSN, selaku Dosen Pembimbing II, yang senantiasa

meluangkan waktunya untuk membimbing penulis, dan banyak memberikan

masukan, nasihat, serta arahan kepada penulis selama menyusun skripsi.

Thanks for everything bu, semoga Allah membalas kebaikan dan budi

muliamu.

5. Seluruh dosen Program Studi Ilmu Keperawatan (PSIK) yang telah

membekali penulis dengan berbagai ilmu dan pengetahuan yang sangat

berguna, selama penulis mengikuti perkuliahan.

6. Segenap jajaran staff Program Studi Ilmu Keperawatan (PSIK) Fakultas

Kedokteran dan Ilmu Kesehatan (FKIK) Universitas Islam Negeri (UIN)

Syarif Hidayatullah Jakarta.

7. Kedua orang tuaku, Mama dan Papa yang aku sayangi, spirit of my life,

yang selalu mendo‟akan dan memberikan dukungan baik moril, materiil

maupun spiritual yang tak terhingga, serta nasihat kepada penulis untuk

selalu semangat menggapai cita-cita, dan selalu menjadi sumber inspirasi

(11)

x

8. Segenap optik-optik Kota Tangerang Selatan Kecamatan Ciputat Timur

yang telah memberikan izin penelitian kepada penulis untuk melakukan

penelitian di Puskesmas Pamulang.

9. Segenap responden optik-optik Kecamatan Ciputat Timur yang telah

berpartisipasi dalam penelitian ini.

10. Seluruh saudaraku „Mohammad Anwar Sadat & Anna Raihana‟ yang

senantiasa mendo‟akan. Terima kasih atas segala dukungan yang selalu ada

dalam setiap fase hidup dan pendidikanku. I love you all.

11. Seseorang yang selalu ada disaat-saat tersulit dalam fase kehidupanku

„Agung‟. Terima kasih untuk semua kesabaran, kasih sayang, perhatian, dan

semangat yang tak terhingga selama penulis menyusun skripsi ini.

12. Teman-teman PSIK angkatan 2008 yang sama-sama merasakan suka dan

duka semasa kuliah, terima kasih atas semua kenangan dan kebersamaan

yang indah selama ini. Tetap Semangat Untuk Meraih Masa Depan yang

Lebih Baik.

Akhir kata, dengan segala keterbatasan yang ada dan kerendahan hati,

penulis menyadari penulisan skripsi ini masih jauh dari kesempuranaan. Penulis

berharap semoga penelitian ini dapat memberikan manfaat bagi penulis maupun

pembaca lain.

Jakarta, Oktober 2012

(12)

xi

DAFTAR ISI

halaman

JUDUL

PERNYATAAN PERSETUJUAN ... i

LEMBAR PENGESAHAN ... ii

LEMBAR PERNYATAAN ... iv

DAFTAR RIWAYAT HIDUP ... v

ABSTRAK ... vi

ABSTRACT ... vii

KATA PENGANTAR ... viii

DAFTAR ISI ... xi

DAFTAR TABEL ... xv

DAFTAR BAGAN ... xvi

DAFTAR LAMPIRAN ... xvii

DAFTAR SINGKATAN ... xviii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 6

C. Pertanyaan Penelitian ... 7

D. Tujuan Penelitian ... 7

1. Tujuan Umum ... 7

2. Tujuan Khusus ... 7

E. Manfaat Penelitian ... 8

1. Bagi Peneliti ... 8

(13)

xii

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 9

A. Perilaku ... 9

1. Pengertian Perilaku ... 9

2. Tiga Domain Perilaku ... 10

B. Teori Mengenai Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perilaku ... 15

1. Teori Lawrence Green... 18

2. Teori Snehandu B.Kar ... 19

3. Teori WHO... 19

4. Penelitian terkait ... 21

C. Lensa Kontak ... 22

1. Definisi Lensa Kontak... 22

2. Indikasi dan Kontraindikasi Pengguna Lensa Kontak ... 22

3. Klasifikasi Lensa Kontak ... 24

4. Teknik Penggunaan Lensa Kontak yang Aman ... 27

5. Bentuk-bentuk Resiko Gangguan Kesehatan Mata Akibat Lensa Kontak .. 29

D. Gangguan Penglihatan dan Mata... 38

1. Gangguan Kornea ... 38

a. Miopia ... 38

b. Hipermetropia ... 42

c. Abrasi Kornea ... 42

E. Kerangka Teori ... 43

BAB III KERANGKA KONSEP, HIPOTESIS DAN DEFINISI OPERASIONAL ... 44

A Kerangka Konsep Penelitian ... 44

B. Hipotesis ... 44

(14)

xiii

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN ... 50

A. Desain Penelitian ... 50

B. Populasi, Sampel dan Teknik Sampling ... 50

1. Populasi ... 50

2. Sampel ... 50

3. Besar Sampel ... 51

C. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 53

D. Metode Pengumpulan Data ... 53

1. Instrumen Penelitian... 53

2. Uji Validitas dan Reabilitas ... 55

3. Langkah-langkah Pengumpulan Data ... 57

E Pengolahan Data ... 58

1. Teknik Pengolahan Data ... 58

2. Analisa Data ... 59

F. Etika Penelitian ... 60

BAB V HASIL PENELITIAN ... 63

A. Gambaran Tempat Penelitian ... 63

B. Analisis Univariat ... 65

1. Gambaran Perilaku Penggunaan Lensa Kontak ... 65

2. Gambaran Pengetahuan Responden ... 66

3. Gambaran Ekonomi (Pendapatan) Responden... 66

4. Gambaran Motivasi Responden ... 67

5. Gambaran Pengaruh Sosial Responden ... 68

C. Analisis Bivariat ... 68

1. Hubungan Pengetahuan dengan Perilaku Penggunaan Lensa Kontak ... 69

2. Hubungan Pengaruh Sosial dengan Perilaku Penggunaan lensa Kontak ... 70

3. Hubungan Motivasi dengan Perilaku Penggunaan Lensa Kontak ... 71

(15)

xiv

BAB VI PEMBAHASAN ... 80

A. Analisis Univariat ... 80

1. Perilaku Penggunaan Lensa Kontak ... 80

2. Pengetahuan ... 81

3. Pengaruh Sosial ... 82

4. Motivasi ... 83

5. Ekonomi (Pendapatan) ... 84

B. Analisis Bivariat ... 84

1. Hubungan Pengetahuan dengan Perilaku Penggunaan Lensa Kontak ... 84

2. Hubungan Pengaruh Sosial dengan Perilaku Penggunaan lensa Kontak ... 86

3. Hubungan Motivasi dengan Perilaku Penggunaan Lensa Kontak ... 87

4. Hubungan Ekonomi (Pendapatan) dengan Perilaku Penggunaan Lensa Kontak ... 89

C. Keterbatasan Penelitian ... 90

1. Tinjauan Pustaka Penelitian ... 90

2. Instrumen Penelitian... 90

BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN ... 91

A. Kesimpulan ... 91

B. Saran ... 93

(16)

xv

DAFTAR TABEL

No Tabel

Halaman

Tabel 2.1 Keuntungan dan Kerugian dari Masing-masing Jenis Lensa Kontak ... 25

Tabel 3.1 Definisi Operasional ... 46

Tabel 5.1 Distribusi Frekuensi Agama, Usia dan Pekerjaan Responden ... 64

Tabel 5.2 Distribusi Frekuensi Perilaku Penggunaan Lensa Kontak ... 65

Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Pengetahuan Penggunaan Lensa Kontak ... 66

Tabel 5.4 Distribusi Frekuensi Ekonomi (Pendapatan) Penggunaan Lensa Kontak .. 66

Tabel 5.5 Distribusi Frekuensi Motivasi Penggunaan Lensa Kontak ... 67

Tabel 5.6 Distribusi Frekuensi Pengaruh Sosial Penggunaan Lensa Kontak ... 68

Tabel 5.7 Hubungan Pengetahuan dengan Perilaku Penggunaan Lensa Kontak ... 69

Tabel 5.8 Hubungan Pengaruh Sosial dengan Perilaku Penggunaan Lensa Kontak .. 71

Tabel 5.9 Hubungan Motivasi dengan Perilaku Penggunaan Lensa Kontak ... 72

(17)

xvi

DAFTAR BAGAN

No Bagan

Halaman

Bagan 2.1 Faktor-faktor yang Berhubugan dengan Penggunaan Lensa kontak pada

Pasien dengan gangguan Pengelihatan Adaptasi dari Lawrence Green

(1980) dalam Notoatmodjo (2010), Brunner &Suddarth (2001) ... 43

(18)

xvii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 : Lembar Informed Consent

Lampiran 2 : Lembar Kuesioner

(19)

xviii

DAFTAR SINGKATAN

1. UMR : Upah Minimum Regional

2. OR : Odds Ratio

3. CI : Confidence Interval

(20)

1

BAB I PENDAHULUAN

A.Latar belakang

Mata adalah organ penglihatan yang tidak sama seperti organ tubuh

manusia pada umumnya karena secara anatomis mata memiliki struktur

yang sangat khusus dan kompleks, berperan dalam penerimaan dan

pengiriman data ke korteks serebral (Brunner & Suddarth, 2001). Mata

adalah jendela hati, jadi dari mata kita dapat melihat dan menikmati

berbagai pemandangan di sekitar kita. Namun seiring berjalannya

waktu, kemampuan mata pun dapat menurun dan akhirnya timbul

berbagai keluhan pada mata.

Mata dapat mengalami berbagai kondisi yang diantaranya dapat

bersifat primer maupun sekunder sebagai akibat dari kelainan pada

sistem organ tubuh lainnya. Kebanyakan kondisi tersebut dapat dicegah

sedangkan yang lainnya bila dapat terdeteksi lebih awal maka dapat

dikontrol dan penglihatan masih dapat dipertahankan (Brunner &

Suddarth, 2001). Kelainan mata yang umum dijumpai adalah kelainan

pembiasan/refraksi (ametropia) yang dapat ditemukan dalam

bentuk-bentuk kelainan seperti rabun dekat (hipermetropi), rabun jauh

(miopia), dan astigmatisme (Ilyas, 2004).

Kelainan pada mata dapat diatasi, seperti kelainan miopi dapat

(21)

2

membantu penglihatan serta operasi lasik pun mulai menjadi alternatif

bagi pengguna kacamata.

Pada saat ini penggunaan lensa kontak sangat digemari

masyarakat dari berbagai kalangan, usia, latar belakang pekerjaan

maupun pendidikan. Perkembangan ini ditunjang gaya hidup kita,

sebagai konsumen, yang semakin dinamis menuntut alat bantu

penglihatan di samping kacamata. Namun, lensa kontak paling digemari

oleh kalangan wanita karena selain bisa menggantikan fungsi kaca mata

lensa kontak juga mampu mempercantik penampilan karena

warna-warnanya yang cerah membuat mata tampak lebih indah (American

Academy of Ophthalmology, 2002-2003).

Diperkirakan saat ini terdapat 125 juta orang pengguna lensa

kontak yang tersebar di seluruh dunia (Griggs, 2009). Jumlah pengguna

lensa kontak di USA 28 juta dan 17 juta di UK (Bausch & Lomb,

1994). Jumlah pengguna lensa kontak juga tersebar di Amerika Utara

(36 juta) kemudian Asia (24 juta) termasuk Jepang (14 juta), dan Eropa

(20 juta) (Artini, 2010). Saat ini di Indonesia, pengguna lensa kontak

mengalami pertumbuhan lebih dari 15 persen per tahun-nya (Artini,

2010).

Di lihat dari faktor usia dan jenis kelamin dapat disimpulkan

bahwa wanita lebih banyak menggunakan lensa kontak dibandingkan

pria. Berdasarkan Contact Lens Council (2004) 64% wanita

menggunakan lensa kontak jenis lensa lunak dan 70% wanita

(22)

3

menggunakan lensa kontak jenis lensa lunak dan 30% menggunakan

lensa kontak jenis lensa rigid/kaku. Menurut dr. Noor Syamsu usia >40

tahun tidak disarankan lagi untuk menggunakan lensa kontak

dikarenakan daya tahan tubuh yang semakin menurun.

Menurut Quraisy (2009) beberapa orang yang menggunakan lensa

kontak adalah untuk alasan estetika. Mereka merasa lebih baik

menggunakan lensa kontak dibandingkan dengan kacamata. Selain itu,

lensa kontak menjadi pilihan karena mempertimbangkan sisi praktisnya.

Mereka tidak bisa bermain olahraga tertentu dengan kaca mata. Adapun

seseorang yang terpaksa untuk menggunakan lensa kontak untuk alasan

terapeutik (Amirah, 2010).

Menurut Lawrence Green (1980) dalam Notoatmodjo (2010)

bahwa perilaku kesehatan dipengaruhi oleh tiga faktor, yaitu faktor

predisposisi seperti pengetahuan, ekonomi (pendapatan), hubungan

sosial (lingkungan, sosial, budaya) dan motivasi, faktor pemungkin

seperti sarana atau fasilitas kesehatan dan faktor penguat seperti sikap

dan perilaku petugas kesehatan. Faktor-faktor tersebut harus

diperhitungkan untuk mengetahui seberapa jauh dapat mempengaruhi

perilaku kesehatan dalam hal ini penggunaan lensa kontak.

Berdasarkan penelitian yang sudah dilakukan oleh Winda (2010) di

fakultas kedokteran Universitas Sumatera Utara, bahwa tingkat

pengetahuan yang dimiliki pengguna lensa kontak sangat penting

sebagai prevensi untuk tidak terjadinya komplikasi akibat penggunaan

(23)

4

bahwasanya pengetahuan responden tentang dasar penggunaan lensa

kontak pada tingkat pemahaman sedang.

Para pengguna lensa kontak memiliki alasan meraka

masing-masing untuk menggunakan lensa kontak seperti untuk koreksi mata

atau memperindah penampilan (American Academy of Ophthalmology,

2002-2003). Jika dilihat dari faktor sosial, pengguna lensa kontak yang

sedang tren sekarang ini secara nyata mempengaruhi perilaku seseorang

untuk ikut menggunkan lensa kontak walaupun hanya berfungsi sebagai

kosmetik saja.

Situasi ekonomi (pendapatan) akan mempengaruhi seseorang untuk

menggunakan lensa kontak. Selain itu, Faktor pekerjaan juga

mempengaruhi seseorang untuk menggunakan lensa kontak. Hal ini

didasarkan atas kebutuhan mereka akan lensa kontak seperti

olahragawan yang tidak bisa menggunakan kaca mata (Kharuna, 2007).

Motivasi juga merupakan salah satu faktor seseorang

menggunakan lensa kontak. Menurut Terry G (1986) motivasi adalah

keinginan yang terdapat pada diri seseorang individu yang

mendorongnya untuk melakukan perbuatan-perbuatan, tindakan,

tingkah laku atau perilaku (Notoatmodjo, 2010).

Lensa kontak yang digunakan dengan tepat sesuai dengan prosedur

yang berlaku dapat membawa dampak positif bagi penggunanya, salah

satunya adalah lensa kontak memungkinkan penggunanya memperoleh

(24)

5

baik, terhindar dari kaca mata yang cenderung mengganggu aktivitas

dan lensa tidak berpengaruh pada perubahan suhu (Ilyas, 2004).

Dibandingkan dengan kacamata, lensa kontak memiliki kelebihan

lain, seperti warna dan corak yang lebih bervariasi serta penggunaannya

yang tidak terpengaruh oleh perubahan suhu sehingga dapat digunakan

dimanapun dan kapanpun. Musim panas yang kering ataupun musim

hujan yang berembun tidak mempengaruhi penampilan dan

kenyamanan seseorang saat menggunakan lensa kontak. Jika

dibandingkan dengan kacamata maka akan berkabut bila terjadi

perubahan suhu (Ilyas, 2004).

Menurut Ibrahim (2007) kehadiran lensa kontak memang banyak

membantu mereka yang kurang nyaman dengan kaca mata tapi belum

banyak yang tahu ternyata hal tersebut dapat memicu rusaknya kornea

mata seperti keratitis. Penggunaan lensa kontak adalah salah satu

penyebab keratitis yang tertinggi di seluruh dunia terutama pada negara

maju. Keratitis bisa disebabkan bakteri, parasit, jamur, trauma dan

lain-lain. Penggunaan lensa kontak dapat mengakibatkan keratitis

Acanthamoeba, angka kejadiannya sebanyak 95% kasus yang telah

dilaporkan. Sebelum munculnya populasi yang menggunakan lensa,

keratitis Acanthamoeba sangat jarang. Pada tahun 2000, diperkirakan

jumlah pengguna lensa kontak adalah sebanyak 80 milyar (Amirah,

2010).

Menurut Verhelst (2006) dalam Ibrahim (2007) studi selama 7

(25)

6

menunjukkan peningkatan jumah pasien yang dirawat di rumah sakit

akibat ulser kornea terkait dengan penggunaan lensa kontak (Amirah,

2010). Rumah Sakit Mata Undaan Surabaya, terlihat setiap minggunya

memang selalu ada pasien yang masuk dikarenakan keluhan atas

penggunaan lensa kontak, di perkirakan setiap pasien yang masuk

dikarenakan hal tersebut sebanyak 20-30 orang bahkan bisa lebih setiap

minggunya (Fadilawati, 2011).

Dari uraian beberapa faktor tersebut menggugah ketertarikan

peneliti untuk meneliti faktor-faktor yang berhubungan dengan

penggunaan lensa kontak yang marak sekarang ini di kalangan

masyarakat. Sebagai mahasiswa fakultas kedokteran dan ilmu

kesehatan, sudah sewajarnya mampu memberikan pendidikan kesehatan

bagi masyarakat yang belum mengerti makna dari penggunaan lensa

kontak seperti indikasi, kontraindikasi, cara perawatan dan hal-hal yang

harus diperhatikan saat menggunakan lensa kontak sehingga lensa

kontak digunakan dengan alasan yang tepat sehingga mampu mencegah

terjadinya resiko gangguan kesehatan mata seperti keratitis.

B.Rumusan Masalah

Kita ketahui bersama penggunaan lensa kontak sedang marak di

jaman modern sekarang ini. Berdasarkan pengamatan peneliti penggunaan

lensa kontak digunakan karena berbagai tujuan diantaranya untuk

kebutuhan urgent seperti koreksi mata dan ada pula hanya untuk aksesoris

(26)

7

berhubungan dengan penggunaan lensa kontak pada pasien dengan

gangguan penglihatan di kalangan masyarakat. Oleh karena itu, rumusan

masalahnya adalah “faktor-faktor yang berhubungan dengan penggunaan

lensa kontak pada pasien dengan gangguan penglihatan.”

C.Pertanyaan Penelitian

Melihat rumusan permasalahan diatas, maka yang menjadi pertanyaan

penelitian adalah:

1. Apakah ada hubungan antara pengetahuan dengan penggunaan lensa

kontak?

2. Apakah ada hubungan antara pengaruh sosial (lingkungan teman dan

lingkungan keluarga) dengan penggunaan lensa kontak?

3. Apakah ada hubungan antara ekonomi (pendapatan) dengan

penggunaan lensa kontak?

4. Apakah ada hubungan antara motivasi dengan penggunaan lensa

kontak?

D.Tujuan

1. Tujuan Umum

Mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan penggunaan

lensa kontak pada pasien dengan gangguan penglihatan.

2. Tujuan Khusus

Mengidentifikasi faktor-fakor yang berhubungan dengan

(27)

8

a. Hubungan antara pengetahuan dengan penggunaan lensa kontak

b. Hubungan antara pengaruh sosial (lingkungan teman dan lingkungan

keluarga) dengan penggunaan lensa kontak

c. Hubungan antara ekonomi (pedapatan) dengan penggunaan lensa

kontak

d. Hubungan antara motivasi dengan penggunaan lensa kontak

E.Manfaat penelitian 1) Bagi Peneliti

Peneliti mendapatkan pengalaman dalam proses belajar- mengajar

khususnya dalam bidang metodologi penelitian dan memambah

wawasan ilmu pengetahuan tentang faktor-faktor yang berhubungan

dengan penggunaan lensa kontak pada pasien dengan gangguan

penglihatan, salah satu faktornya yaitu tingkat pengetahuan, dimana

sangat penting untuk perawatan lensa kontak agar terhindar dari resiko

gangguan kesehatan mata.

2) Bagi Tenaga Kesehatan Keperawatan

Untuk memperkaya kajian-kajian dalam ilmu kesehatan khusunya

bidang oftalmologi, khusunya bagi profesi keperawatan agar dapat

mengembangkan teori-teori yang telah ada. Selain itu, bisa digunakan

untuk memberikan dasar pertimbangan kepada tenaga kesehatan dalam

(28)

9

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Perilaku

1. Pengertian Perilaku

Margono (1988, dalam Aselmahumka,2009) mengemukakan

bahwa perilaku terdiri dari tiga domain yang meliputi: domain perilaku

pengetahuan (knowing behavior), domain perilaku sikap (feeling

behavior), dan domain perilaku keterampilan (doing behavior).

Sedangkan (Green 1984, dalam Notoatmodjo, 2003) menganalisis

perilaku manusia dari tingkat kesehatan.

Robbins (1993, dalam Denovoidea, 2009) mengemukakan bahwa

perilaku pada dasarnya berorientasi pada tujuan, yaitu perilaku pada

umumnya dimotivasi oleh suatu keinginan untuk mencapai tujuan

tertentu. Tujuan spesifik tersebut tidak selalu diketahui secara sadar

oleh indivdu yang bersangkutan. Freud adalah orang pertama yang

memahami pentingnya motivasi dibawah sadar (subconscious

motivation). Freud beranggapan bahwa manusia tidak selalu menyadari

tentang segala sesuatu yang diinginkan mereka hingga sebagian besar

perilaku mereka dipenuhi oleh kebutuhan-kebutuhan dibawah sadar.

Maka oleh karenanya, sering kali hanya sebagian kecil dari motivasi

jelas terlihat atau disadari oleh orang yang bersangkutan.

Selanjutnya menurut Notoatmodjo (2003) perilaku itu sendiri

(29)

10

a. Faktor-faktor predisposisi, yang terwujud dalam pengetahuan, sikap,

kepercayaan, keyakinan, nilai-nilai dan sebagainya.

b. Faktor-faktor pendukung, yang terwujud dalam lingkungan fisik,

tersedia atau tidak tersedianya fasilitas-fasilitas atau sarana-sarana

kesehatan, misalnya puskesmas, obat-obatan, alat-alat kontrasepsi,

jamban dan sebagainya.

c. Faktor-faktor pendorong yang terwujud dalam sikap dan perilaku

petugas kesehatan atau petugas yang lain, yang merupakan

kelompok referensi dari perilaku masyarakat.

2. Tiga Domain Perilaku a. Pengetahuan

1) Pengertian Pengetahuan

Pengetahuan merupakan hasil dari tahu dan terjadi melalui

panca indera seseorang (penginderaan) terhadap suatu obyek

tertentu, yaitu melalui indera penglihatan, pendengaran,

penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia

diperoleh melalui mata dan telinga. Oleh karena itu pengetahuan

merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya

perilaku seseorang (Notoatmodjo, 2003).

2) Tingkat Pengetahuan

Ada 6 tingkatan pengetahuan yang dicakup dalam domain

(30)

11 a) Tahu (know)

Diartikan sebagai mengingat sesuatu yang telah dipelajari

sebelumnya. Seperti mengingat kembali (recall) terhadap

sesuatu yang spesifik dari keseluruhan bahan yang telah

dipelajari atau rangsangan yang telah diterima.

b) Memahami (comprehension)

Diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan

secara benar tentang obyek yang diketahui dan dapat

menginterpretasikan materi tersebut secara benar.

c) Menerapkan (application)

Diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menggunakan

materi yang telah dipelajari pada kondisi yang sebenarnya.

d) Analysis (analisis)

Adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau

obyek ke dalam komponen-komponen tetapi masih di dalam

suatu struktur organisasi dan masih ada kaitannya satu sama

lainnya.

e) Sintesa (synthesis)

Menunjukkan kepada suatu kemampuan untuk meletakkan

atau menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk

keseluruhan yang baru. Dengan kata lain, sintesis adalah

(31)

12 f) Evaluasi (evaluation)

Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk

melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu obyek atau

materi.

3) Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Pengetahuan

Menurut Notoatmodjo (2003), pengetahuan seseorang dapat

dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu:

a) Pengalaman

Pengalaman dapat diperoleh dari pengalaman sendiri

maupun orang lain.

b) Tingkat Pendidikan

Pendidikan dapat membawa wawasan atau pengetahuan

seseorang.

c) Keyakinan

Biasanya keyakinan diperoleh secara turun temurun dan

tanpa adanya pembuktian terlebih dahulu. Keyakinan ini bisa

mempengaruhi pengetahuan seseorang, baik keyakinan itu

sifatnya positif maupun negatif.

d) Fasilitas

Fasilitas-fasilitas sebagai sumber informasi yang dapat

mempengaruhi pengetahuan seseorang, misalnya radio,

(32)

13 e) Penghasilan

Penghasilan tidak berpengaruh langsung terhadap

pengetahuan seseorang. Namun bila seseorang berpenghasilan

cukup besar maka dia akan mampu untuk menyediakan atau

membeli fasilitas-fasilitas sumber informasi.

f) Sosial Budaya

Kebudayaan setempat dan kebiasaan dalam keluarga dapat

mempengaruhi pengetahuan, persepsi, dan sikap seseorang

terhadap sesuatu.

4) Pengukuran Pengetahuan

Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan

wawancara atau angket yang menyatakan tentang isi materi yang

ingin diukur dari subyek penelitian atau responden. Kedalaman

pengetahuan yang ingin kita ketahui atau kita ukur dapat

disesuaikan dengan tingkatan domain diatas.

b. Sikap

1) Pengertian Sikap

Sikap adalah evaluasi umum yang dibuat manusia terhadap

dirinya sendiri, orang lain, obyek, atau issue (Petty & Cocopio,

1986, dalam Azwar 2000, dalam Creasoft 2008).

2) Komponen Sikap

Menurut Azwar (2000) sikap terdiri atas 3 komponen yang

(33)

14 a) Komponen kognitif

b) Komponen afektif

c) Komponen konatif

3) Tingkatan Sikap

a) Menerima

b) Merespon (responding)

c) Menghargai (valuing)

d) Bertanggung jawab (responsible)

c. Praktek/Tindakan

Suatu sikap belum tentu otomatis terwujud dalam suatu tindakan

(overt behavior), hal ini diperlukan faktor pendukung atau suatu

kondisi yang memungkinkan terwujudnya suatu tindakan,

diantaranya adalah faktor dukungan dari pihak lain. Beberapa

tingkatan dalam praktek antara lain:

1. Persepsi (perception), merupakan praktek pada tingkat pertama.

Pada tingkat ini individu mampu mengenal dan memilih berbagai

objek terkait dengan tindakan yang akan diambil.

2. Respon terpimpin (guide response), indikator pada tingkat ini

adalah individu mampu melakukan sesuatu dengan urutan yang

benar.

3. Mekanisme (mechanism), pada tingkat ini individu sudah

(34)

15

4. Adopsi (adoption), individu sudah mampu memodifikasi suatu

tindakan tanpa mengurangi nilai kebenaran dari tindakan tersebut.

Pengukuran perilaku dapat dilakukan secara tidak langsung dengan

cara wawancara terhadap kegiatan yang telah dilakukan oleh

individu sebelumnya, dan secara langsung dengan mengobservasi

tindakan atau kegiatan individu tersebut (Notoatmodjo, 2003)

B. Teori Mengenai Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perilaku

Dalam proses pembentukan dan perubahannya, perilaku

dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain faktor yang berasal dari

dalam dan faktor dari luar individu itu sendiri (faktor internal dan faktor

eksternal) (Notoatmodjo, 1997).

Faktor intern mencakup:pengetahuan, kecerdasan, persepsi, emosi,

motivasi dan sebagainya yang berfungsi untuk mengolah rangsangan dari

luar, sedangkan faktor ekstern meliputi lingkungan sekitar, baik fisik

maupun non fisik seperti iklim, manusia, sosial ekonomi, kebudayaan, dan

lain sebagainya. Perubahan-perubahan perilaku yang terjadi dalam diri

seseorang dapat diketahui melalui:

a. Persepsi, yaitu pengalaman yang dihasilkan melalui panca indera, setiap

orang mempunyai persepsi yang berbeda walupun mengamati objek

yang sama.

b. Motivasi, yaitu suatu dorongan untuk bertindak suatu tujuan juga dapat

(35)

16

c. Emosi, aspek psikologi yang mempengaruhi emosi berhubungan erat

dengan keadaan jasmani, pada hakikatnya merupakan faktor bawaan

(keturunan).

Perilaku terjadi diawali dengan adanya pengalaman-pengalaman

seseorang serta faktor-faktor diluar orang tersebut (lingkungan) baik fisik

maupun nonfisik. Kemudian pengalaman dan lingkungan tersebut

diketahui, dipersepsikan, diyakini, dan sebagainya sehingga menimbulkan

motivasi, niat untuk bertindak, dan akhirnya terjadilah perwujudan niat

tersebut yang berupa perilaku.

Menurut Notoatmodjo (2007), pengetahuan (knowledge) adalah

hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan

terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui pancaindera

manusia, yakni indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan

raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan

telinga.

Menurut Arikunto (2006), pengetahuan dibagi dalam 3 kategori,

yaitu:

a. Baik : Bila subyek mampu menjawab dengan benar 76% - 100% dari

seluruh petanyaan

b. Cukup : Bila subyek mampu menjawab dengan benar 56% - 75% dari

seluruh pertanyaan

c. Kurang : Bila subyek mampu menjawab dengan benar 40% - 55% dari

(36)

17

Pendidikan seseorang akan berpengaruh dalam memberi respon

terhadap sesuatu yang datang dari luar. Orang dengan pendidikan tinggi

akan memberi respon yang lebih rasional terhadap informasi yang datang

dan akan berfikir sejauh mana keuntungan yang mugkin akan mereka

peroleh dari menggunakan lensa kontak.

Pada status ekonomi dalam keluarga mempengaruhi daya beli

keluarga dalam memenuhi kebutuhan baik kebutuhan primer, sekunder

ataupun tersier. Semakin tinggi pendapatan keluarga akan lebih mudah

tercukupi kebutuhan sekunnder atau tersiernya dibanding dengan status

ekonomi rendah. Hal ini akan mempengaruhi pemenuhan kebutuhan pada

keluarga.

Pada hubungan sosial (lingkungan, sosial, budaya), manusia adalah

makhluk sosial dimana kehidupan saling berinteraksi antara satu dengan

yang lain. Keluarga dan lingkungan teman sekitar yang berinteraksi secara

langsung akan lebih besar terpapar informasi. Sehingga lingkungan sekitar

mempengaruhi untuk menggunakan lensa kontak.

Selanjutnya, motivasi adalah suatu dorongan dari dalam diri

seseorang yang menyebabkan orang tersebut melakukan kegiatan-kegiatan

tertentu guna mencapai suatu tujuan. Motivasi menurut penyebabnya

dibagi menjadi motivasi instrinsik (tanpa adanya rangsangan dari luar) dan

(37)

18

1. Teori Lawrence Green (1980)

Menurut Lawrence Green (1980) dalam Notoatmodjo (2010)

bahwa perilaku kesehatan dipengaruhi oleh tiga faktor, yaitu faktor

predisposisi, faktor pemungkin dan faktor penguat.

a. Faktor predisposisi (predisposing factors)

Faktor predisposisi yaitu faktor-faktor yang mempermudah

atau mempredisposisi terjadinya perilaku seseorang meliputi

pengetahuan, sikap, keyakinan, kepercayaan, nilai-nilai, tradisi dan

sebagainya.

b. Faktor pemungkin (enabling factors)

Faktor pemungkin adalah faktor-faktor yang memungkinkan

atau yang memfasilitasi perilaku atau tindakan. Yang dimaksud

dengan faktor pemungkin adalah sarana dan prasarana atau fasilitas

untuk terjadinya perilaku kesehatan. Faktor pemungkin terwujud

dalam lingkungan fisik, tersedia atau tidak tersedianya

fasilitas-fasilitas atau sarana-saran kesehatan. Fasilitas fisik seperti

puskesmas, obat-obatan, alat-alat kontrasepsi dan sebagainya

(Notoatmodjo, 2010).

c. Faktor penguat (reinforcing factors)

Faktor penguat adalah faktor-faktor yang mendorong atau

memperkuat terjadinya perilaku. Faktor penguat ini terwujud dalam

sikap dan perilaku petugas kesehatan atau petugas yang lain, yang

merupakan kelompok referensi dari perilaku masyarakat

(38)

19

sikap dan perilaku yang sesuai dengan nilai-nilai kesehatan. Selain

itu perilaku tokoh masyarakat juga dapat menjadi panutan orang lain

untuk berperilaku sehat.

2. Teori Snehandu B.Kar (1980)

Kar mencoba menganalisis perilaku kesehatan bertitilk tolak bahwa

perilaku merupakan fungsi dari (Notoatmodjo, 2010):

a. Adanya niat seseorang untuk bertindak sehubungan dengan

objek atau stimulus diluar dirinya (behavior intention).

b. Adanya dukungan sosial dari masyarakat sekitarnya (social

support).

c. Adanya atau tidak adanya informasi-informasi terkait dengan

tindakan yang akan diambil oleh seseorang (accesebility of

information).

d. Otonomi pribadi orang yang bersangkutan dalam hal mengambil

tindakan atau keputusan (personal autonomy).

e. Situasi yang memungkinkan untuk bertindak (action situation).

3.Teori WHO (1984)

WHO menganalisis bahwa yang menyebabkan seseorang

berperilaku tertentu adalah karena adanya 4 alasan pokok :

a. Pemikiran dan perasaan (thoughts and feeling), yaitu dalam bentuk

pengetahuan, persepsi, sikap, kepercayaan dan penilaian seseorang

(39)

20

1) Pengetahuan diperoleh dari pengalaman sendiri atau pengalaman

orang lain.

2) Kepercayaan sering atau diperoleh dari orang tua, kakek, atau

nenek. Seseorang menerima kepercayaan berdasarkan keyakinan

dan tanpa adanya pembuktian terlebih dahulu.

3) Sikap menggambarkan suka atau tidak suka seseorang terhadap

objek. Sikap sering diperoleh dari pengalaman sendiri atau orang

lain yang paling dekat. Sikap membuat seseorang mendekati atau

menjauhi orang lain atau objek lain. Sikap positif terhadap

tindakan-tindakan kesehatan tidak selalu terwujud didalam suatu

tindakan tergantung pada situasi saat itu, sikap akan diikuti oleh

tindakan mengacu kepada pengalaman orang lain, sikap diikuti

atau tidak diikuti oleh suatu tindakan berdasar pada banyak atau

sedikitnya pengalaman seseorang.

b. Tokoh penting sebagai panutan. Apabila seseorang itu penting

untuknya, maka apa yang ia katakana atau perbuat cenderung untuk

dicontoh.

c. Sumber-sumber daya (resource), mencakup fasilitas, uang, waktu,

tenaga dan sebagainya.

d. Perilaku normal, kebiasaan, nilai-nilai dan penggunaan

sumber-sumber didalam suatu masyarakat akan menghasilkan suatu pola

hidup (way of life) yang pada umumnya disebut kebudayaan.

(40)

21

berubah, baik lambat ataupun cepat sesuai dengan peradaban umat

manusia (Notoatmodjo, 2010).

4. Penelitian Terkait

Peneliti menemukan beberapa penelitian yang berkaitan dengan

topik yang akan diteliti.

a. Penelitian yang dilakukan oleh Finera Winda tahun 2010 berjudul

“Tingkat Pengetahuan Pengguna Lensa Kontak Terhadap Dampak

Negatif Penggunaannya Pada Mahasiswa Fakultas Kedokteran

USU Angkatan 2007-2009”. Hasil penelitian menunjukkan

mayoritas tingkat pengetahuan Mahasiswa Fakultas Kedokteran

USU pengguna lensa kontak terhadap dampak negatif

penggunaannya berada pada kategori sedang.

b. Penelitian yang dilakukan oleh Fatin Amirah Kamaruddin tahun

2010 berjudul “Gambaran Penggunaan Lensa Kontak Pada

Mahasiswa Fakultas Kedokteran USU dan Kemungkinan

Terjadinya Keratitis”. Hasil penelitian menunjukkan sebagian besar

yaitu sebanyak 90% mempunyai kemungkinan resiko rendah untuk

terkena keratitis dengan mengamalkan pemakaian lensa kontak

yang baik dari segi jenis, cara penggunaan dan cara perawatan

lensa kontak. Sebanyak 20% mahasiswa mempunyai kemungkinan

resiko keratitis sedang kerana mengamalkan cara pemakaian lensa

(41)

22

C. Lensa Kontak

1. Definisi Lensa Kontak

Lensa kontak adalah lensa yang menempel pada mata atau selaput

bening yang dipergunakan seseorang dengan gangguan penglihatan

untuk memperbaiki penglihatannya. Pada mata tidak dipergunakan kaca

mata akan tetapi lensa yang diatur kelengkungannya sehingga dapat

menempel pada selaput bening (Ilyas, 2004).

2. Indikasi dan Kontraindikasi Pengguna Lensa Kontak

Seseorang yang menggunakan lensa kontak sebaiknya seseorang

yang sukar menggunakan kaca mata dan seseorang yang mendapat

kesukaran dengan ukuran lensa kaca mata yang berbeda sehingga

mengeluh pusing (Ilyas, 2004).

Menurut Kharuna (2007),indikasi-indikasi pengguna lensa kontak

adalah sebagai berikut:

a. Indikasi optik, termasuk untuk anisometropia, aphakia unilateral,

myopia yang berminus tinggi, keratokonus dan astigmatisma

irreguler. Lensa kontak dapat digunakan oleh setiap orang yang

memiliki kelainan refraksi mata dengan tujuan kosmetik.

b. Indikasi terapeutik, yang meliputi:

1) Penyakit pada kornea, contohnya ulkus kornea non-healing,

keratopathi bullousa, keratitis filamentari, dan sindrom erosi

(42)

23

2) Penyakit pada iris mata, contohnya aniridia, koloboma, albino

untuk menghindari kesilauan cahaya.

3) Pada pasien glukoma, lensa kontak digunakan sebagai alat

pengantar obat.

4) Pada pasien ambliopia, lensa kontak opak digunakan untuk

oklusi.

5) Bandage soft contact lenses digunakan untuk keratoplasti dan

perforasi mikrokornea.

c. Indikasi preventif, digunakan untuk prevensi simblefaron dan

restorasi forniks pada penderita luka bakar akibat zat kimia, keratitis,

dan trichiasis.

d. Indikasi diagnostik, termasuk selama menggunakan gonioskopi,

elektroretinografi, pemeriksaan fundus pada astigmatisma irreguler,

fundus fotografi, dan pemeriksaan goldmann’s 3 bayangan.

e. Indikasi operasi, lensa kontak digunakan selama operasi goniotomi

untuk glukoma kongenital, vitrektomi, fotokoagulasi endokular.

f. Indikasi kosmetik, termasuk skar pada kornea mata yang

menyilaukan mata (lensa kontak warna), ptosis, lensa sklera

kosmetik pada phthisis bulbi.

g. Indikasi occupational, termasuk olahragawan, pilot, dan aktor

(Kharuna, 2007).

Seseorang yang tidak dianjurkan menggunakan lensa kontak yaitu

lansia dimana gerakan sudah kaku, pada mata yang meradang, masih

(43)

24

seseorang yang mempunyai kebiasaan menggosok mata, seseorang

yang tidak mengerti artinya steril, seseorang yang memiliki reumatik

pada tangan karena akan sulit saat menggunakan lensa kontak dan

seseorang dengan bakat alergi (Ilyas, 2004).

Menurut Kharuna (2007) Pengguanaan lensa kontak

dikontraindikasikan pada orang yang memiliki gangguan mental dan

tidak ada gairah hidup, blepharitis kronik dan styes rekuren,

konjungtivitis kronis, dry-eye syndrome, distrofi dan degenarasi kornea

mata, penyakit yang rekuren seperti episkleritis, skleritis, dan

iridocyclitis.

3. Klasifikasi Lensa Kontak

Lensa kontak terdiri dari berbagai bentuk antara lain lensa kontak

lembut, lensa kontak keras dan lensa kontak gas permeable. Lensa

kontak lembut terbuat dari pada bahan yang lebih lembut. Lensa ini

terbuat dari hidroksi etil meta krilat (HEMA), EDMA, PVP, bersifat

sangat lentur yang memberikan lebih sedikit keluhan pada

penggunaannya karena mudah mengikuti bentuk permukaan kornea.

Lensa kontak lembut dipakai untuk pengobatan seperti cedera mata

akibat bahan kimia dan pada selaput bening yang cacat karena sifatnya

yang lentur, mengandung banyak air, baik untuk astigmat irregular,

edema kornea atau keratitis bulosa, erosi rekuren, trauma kimia, dan

perforasi kecil kornea. Lensa kontak lembut dapat mengakibatkan

(44)

25

lebih besar akibat penyimpanannya yang steril dan pada lensa lembut

dapat tertimbun lemak (Ilyas, 2004).

Lensa kontak keras terbuat dari bahan polimetilmetakrilat

(PMMA) dengan bentuk yang disesuaikan kelengkungannya dengan

permukaan selaput bening mata. Ukuran atau penampang lensa ini lebih

kecil dari pada penampang selaput bening untuk memudahkan zat asam

masuk ke dalam selaput bening yang ditutupnya. Lensa ini memenuhi

seluruh syarat lensa kontak akan tetapi dengan daya tembus gas

terutama oksigen yang buruk. Lensa kontak gas permeable terbuat dari

akrilat dan silicon yang mempunyai daya serap gas terbaik (Ilyas,

2004).

Tabel 2.1 Keuntungan dan kerugian dari masing-masing jenis lensa

kontak

Bentuk Lensa Keuntungan Kerugian

Lensa kontak

Astigmat ringan akan

dapat hilang akibat

permukaan selaput

bening yang

melengkung ditutup

oleh lensa kontak keras

Tidak dapat dipakai

lebih dari 12 jam karena

(45)

26

Lensa kontak keras

bersifat netral dan tidak

menimbulkan reaksi

terasa pada permulaan

penggunaannya

Lensa kontak lembut

ada yang dapat

dipergunakan lebiih

dari 12 jam akibat lensa

kontak lembut dapat

dilalui zat asam

Astigmat atau silinder

tidak dapat diimbangi

lensa kontak lembut,

mudah dilalui zat asam

Lensa kontak lembut

mudah terinfeksi dan

kotor sehingga perlu

sering dibersihkan

(46)

27

lembut dapat

merupakan bahan yang

merangsang mata

sehingga menimbulkan

reaksi alergi

Infeksi selaput bening

bagi pengguna lensa

kontak dapat berakibat

kebutaan

Lensa kontak lembut

pakai lama (extended)

memperbesar resiko

untuk timbulnya infeksi

pseudomonas.

Pseudomonas

merupakan kuman yang

berbahaya dan dapat

berkembang biak pada

lensa kontak dan pelarut

lensa kontak.

Sumber: (Ilyas, 2004)

Lensa kontak memiliki keuntungan bagi para penggunanya

yaitu wajah terlihat wajah asli, kaca mata berat terhindar, lapang

(47)

28

dan kaca mata akan berkabut bila terjadi perubahan suhu, dan hal ini tidak

akan terjadi pada lensa kontak lembut (Ilyas, 2004).

4. Teknik Penggunaan Lensa Kontak Yang Aman

Rekomendasi bagi para pengguna lensa kontak terkait hal-hal apa

saja yang harus dilakukan dan di hindari agar penggunaannya menjadi

bersih dan aman dari American Optometric Association antara lain:

a. Temui dokter ahli mata untuk mendapatkan lensa kontak yang sesuai

dan layak.

b. Selalu cuci tangan sebelum menyentuh lensa kontak.

c. Bersihkan lensa kontak secara rutin. Usap lensa kontak dengan jari

dan bilas dengan cairan pembersih sebelum menyimpan lensa kontak

dalam wadah yang sudah diisi cairan pembersih.

d. Simpan wadah lensa kontak di tempat yang lembab dan terlindung

dari sengatan sinar matahari langsung. Ganti wadah penyimpan

setiap tiga bulan sekali.

e. Untuk menyimpan lensa kontak, gunakan cairan yang masih baru.

Jangan menggunakan cairan yang sudah dipakai walaupun masih

terlihat bening. Cairan pembersih dan penyimpan lensa kontak harus

diganti setiap hari meskipun lensa kontaknya sendiri tidak dipakai

setiap hari.

f. Selalu patuhi jadwal penggantian lensa kontak sesuai resep dokter.

g. Lepaskan lensa kontak sebelum berenang atau berendam air panas.

(48)

29

Ketika menggunakan atau membersihkan lensa kontak:

1) Jangan pernah menaruh lensa kontak dalam mulut atau

membasahi mereka dengan air liur, yang penuh dengan bakteri

dan potensi sumber infeksi.

2) Jangan menggunakan air keran atau larutan saline buatan sendiri.

Penyalahgunaan solusi telah dikaitkan dengan suatu kondisi yang

berpotensi menyilaukan pengguna soft lens.

3) Jangan gunakan lensa kontak yang tidak diresepkan oleh seorang

dokter mata. Menggunakan lensa kontak bukan merupakan

pilihan bagi semua orang, berkonsultasi dengan dokter mata

untuk melihat apakah lensa kontak adalah pilihan yang tepat

untuk koreksi penglihatan.

5. Bentuk- Bentuk Risiko Gangguan Kesehatan Mata Akibat Lensa Kontak

Resiko dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu internal risk dan

external risk (Flanagan & Norman, 1993 dalam Universitas Kristen

Petra, 2006). Internal risk merupakan resiko yang berasal dari dalam

misalnya pengetahuan dan motivasi seseorang terkait penggunaan dan

perawatan lensa kontak. Sedangkan external risk berasal dari faktor luar

misalnya fasilitas informasi tentang lensa kontak dan kondisi social

budaya dari pengguna lensa kontak.

(49)

30

1) Giant papillary conjunctivitis (GPC) adalah komplikasi yang

tersering timbul akibat penggunaan soft lens. Ini timbul akibat

salah satu dari 3 faktor yaitu peningkatan frekuensi penggunaan

lensa, penurunan lama penggunaan lensa kontak, perubahan

larutan pembersih yang kuat. Untuk lensa RGP, ia mudah

berpindah dari kornea ke forniks atas. Jika tidak dapat dideteksi,

maka lensa akan mengikis forniks melewati konjungtiva dan

membawanya ke dalam jaringan yang lembut di kelopak mata,

dan akan menimbulkan gejala yang relatif asimptomatik.

Akibatnya, jaringan yang disekitar lensa kontak akan mengalami

iritasi dan inflamasi, dan menimbulkan abses yang steril. Lensa

yang dianggap sebagai benda asing akan terbentuk jaringan

granulasi disekitar lensa, dan membungkusnya seperti bentuk

kista.

2) Ptosis, ini timbul akibat adanya massa pada lensa, skar, jaringan

fibrosa di kelopak mata. Lensa kontak yang menempel pada

kornea mata juga akan membentuk skar dan kontraksi pada

jaringan kelopak mata yang mengakibatkan retraksi pada

kelopak mata. Ptosis juga dapat timbul akibat dari giant

papillary conjunctivitis yang berat.

b. Konjungtiva

1) Alergi kontak merupakan reaksi hipersensitivitas dermatitis

kontak akibat dari zat-zat kimia host yang didapati dari larutan

(50)

31

diikuti dengan adanya injeksi, rasa terbakar, merah, berair,

secret mukoid, dan chemosis. Sebagai tambahan kelopak mata

bisa edema dan eritema.

2) GPC, rata-rata 1-3% pengguna lensa kontak akan mendapatkan

simptom GPC yang kompleks, terdiri dari injeksi konjungtiva,

sekret mukoid, gatal, debris pada tear film, lapisan lensa,

pandangan kabur, dan pergerakan lensa yang berlebihan.

3) Contact lens-induced superior limbic keratoconjunctivits

(CL-ISLK) merupakan suatu reaksi imun pada konjungtiva perifer.

Manifestasi klinisnya adalah penebalan konjungtiva, eritema,

dan timbul berbagai warna pada konjungtiva bulbaris superior.

Sel epitelium keratinisasi akan berisi banyak sel-sel goblet yang

diinvasi oleh neutrofil. Akibatnya akan terasa seperti ada benda

asing, fotofobia, berair, rasa terbakar, gatal, dan penurunan

akuitas visual.

c. Epitelium kornea

1) Kerusakan epitel yang mekanik. Lensa kontak merupakan banda

asing yang akan menggosok kornea dan menekan epitel kornea

setiap mengedipkan mata sepanjang hari dan menimbulkan

abrasi kornea. Jika tidak dikenali dan diobati akan

mengakibatkan stres pada epitel yang kronis. Kerusakan epitel

akan memudahkan bakteri menempel pada kornea dan

mengakibatkan infeksi stroma, serta menstimulus sub-epitel

(51)

32

2) Chemical epithelial defect. Berbagai larutan kimia lensa kontak

akan menimbulkan kerusakan epitel ditandai dengan adanya

erosi. Larutan pembersih surfaktan biasanya akan menyebabkan

nyeri, merah, fotopobia, dan berair, segera setelah

dibersihkannya lensa. Gejala ini akan hilang dalam 1-2 hari. Jika

hidroksi peroksida diteteskan ke mata, maka akan timbul

gelembung-gelembung gas pada intra-epitel dan sub-epitel.

Gelembung ini terlihat dan menyebabkan hilangnya penglihatan

secara signifikan yang bersifat temporer, dan hidroksi peroksida

juga menyebabkan perubahan refraksi permanen dan larutan

desinfeksi kimia dapat merusak epitel yang tidak terlihat dan

bersifat intermiten.

3) Hypoxia. Kebutuhan oksigen di kornea mata dipengaruhi karena

lapisan lensa kontak mengurangi jumlah oksigen yang masuk.

Hipoksia yang ringan mengakibatkan edema epitel dan

penglihatan kabur yang temporer, sedangkan hipoksia berat

akan terjadi kematian sel-sel epitel dan deskuamasi. Pengguna

tidak merasa nyaman, penurunan penglihatan temporer, dan

fotopobia. Salah satu tanda hipoksia kornea kronis adalah

adanya neovaskularisasi superfisial terutama sepanjang limbus

superior. Epitel kornea yang lebih tipis dibandingkan lensa

kontak menyebabkan hipoksia yang kronis dan menurunkan

(52)

33

ukurannya membesar, dan memudahkan menempelnya

Pseudomonas aeruginosa pada permukaan sel epitel.

4) Reaksi imun superfisial. Variasi larutan lensa kontak dapat

menimbulkan toksik superfisial atau reaksi imun. Ditandai

dengan adanya keratophati, injeksi konjungtiva, berair, gatal,

dan chemosis.

d. Stroma kornea

1) Infiltrat steril. Penggunaan lensa kontak akan menginduksi

terjadinya keratitis steril, dengan onset adanya infiltrat pada

stroma anterior atau leukosit polimorfonuklear di sub-epitel dan

sel mononuklear di perifer kornea secara tiba-tiba. Berdiameter

0,1-2 mm, tunggal atau berkelompok, dengan bentuk bulat, oval,

dan menempel pada sel epitel yang menyebabkan kerusakan

epitel. Manifestasi klinisnya adalah nyeri ringan, inflamasi pada

anterior chamber yang minim, kerusakan epitel, kemudian

terbentuk ulkus.

2) Infeksi kornea (keratitis). Disebabkan oleh bakteri, jamur,

protozoa (acanthamoeba keratitis). Infeksi bakteri biasanya

timbul di kelopak mata dan kelenjar air mata. Penggunaan lensa

kontak mengganggu pertukaran air mata, sehingga air mata

terkumpul di kornea mata. Selain itu, ketebalan epitel menurun,

pergantian sel menurun dan terjadi deskuamasi, sehingga

meningkatkan risiko infeksi bakteri pada sel epitel. Gejala awal

(53)

34

berair dan sedikit sulit mengedipkan mata. Bakteri yang sering

menimbulkan infeksi kornea mata adalah P. aeruginosa,

Staphylococcus aureus, dan Staphylococcus epidermidis. Infeksi

ini biasanya berasal dari larutan lensa kontak yang

terkontaminasi. Infeksi bakteri yang akut biasanya terjadi dalam

waktu 24 jam dengan simptom nyeri, fotopobia, berair, sekret

purulen, dan penurunan penglihatan. Awalnya infiltrat stroma

berwarna putih kekuningan yang berkembang di bawah sel

epitel yang rusak diikuti adanya reaksi di anterior chamber dan

injeksi konjungtiva. Setelah itu, berkembang menjadi edema

epitel kemudian menjadi nekrosis. Dilaporkan di United State

dan Netherland, bahwa infeksi kornea mata memiliki risiko

yang paling sering ditimbulkan akibat penggunaan lensa kontak

dalam 2 dekade terakhir ini.

3) Acanthamoeba keratitis merupakan infeksi yang sulit untuk

diterapi. Sumber infeksi ini berasal dari larutan lensa kontak,

dimana tempat larutan tersebut telah terkontaminasi oleh

acanthamoeba. Manifestasi klinis awal yang timbul adalah

adanya sensasi benda asing, penglihatan kabur yang ringan, dan

merah. Kemudian diikuti rasa nyeri yang progresif, injeksi

konjungtiva, epitelnya kasar, dan pada pemeriksaan dengan

senter terlihat adanya penebalan saraf-saraf kornea mata. Infeksi

ini bersifat progresif, berat, dan bentuk infiltratnya seperti cincin

(54)

35

4) Mata merah akut (tight lens syndrome). Lensa kontak dapat

menebalkan mata dan sebagai tanda adanya inflamasi stroma

difus dan reaksi pada anterior chamber. Manifestasi klinisnya

adalah rasa nyeri, fotopobia, injeksi, dan berair baik akut

maupun kronik.

5) Kikisan kornea mata (corneal warpage). Selama menggunakan

lensa kontak akan terjadi perubahan kontur kornea. Corneal

warpage menyebabkan astigmatisma irreguler, dan ini dapat

dikoreksi dengan menggunakan kacamata.

6) Contact lens-induced keratoconus. Hubungan antara

keratokonus dengan lensa kontak masih kontroversi. Persentasi

yang tinggi (20-30%) penderita keratokonus didiagnosis akibat

dari penggunaan lensa kontak, tetapi bagaimanapun tidak ada

penyebab yang berhubungan langsung dengan penyakit tersebut.

e. Endotel kornea mata

Penggunaan lensa kontak juga berhubungan dengan endotel

kornea mata. Pengguna memiliki variasi ukuran sel endotel

(polymegethism) dan peningkatan frekuensi sel non-heksagonal

(polymorphism) lebih tinggi daripada yang menggunakan lensa

kontak (Ventocilla, 2010).

Infeksi dan iritasi pada mata dapat disebabkan oleh beberapa

faktor resiko. Chang,Daly, dan Elliot (2006) menyebutkan bahwa

faktor resiko tersebut yakni:

(55)

36 2) Kerusakan intengritas jaringan

3) Potensial mengidap penyakit tertentu

4) Immunosupresi

5) Terdapat aspek pengobatan atau prosedur tertentu (tindakan

invasif, operasi, dll)

6) Penggunaan antibiotik

Berdasarkan hasil penjabaran faktor resiko gangguan mata

diatas, jika dikaitkan dengan penggunaan dan perawatan lensa

kontak, maka dapat diringkas sebagai berikut:

1) Pengetahuan

Pengetahuan yang domain kognitif yang mempengaruhi

perilaku seseorang. Pengetahuan yang dimiliki seseorang dapat

menghasilkan persepsi dan motivasi terhadap perilaku. Oleh

karena itu, seseorang dengan pengetahuan tertentu secara tidak

langsung akan melakukan tindakan yang sesuai dengan apa yang

diketahuinya. Pengetahuan mengenai perawatan lensa kontak

akan membentuk perilaku seseorang dalam menggunakan dan

merawat lensa kontak yang pada akhirnya akan berdampak pada

kesehatan mata.

2) Motivasi

Motivasi adalah konsep yang dipakai untuk menguraikan

keadaan yang menstimulasi perilaku tertentu dan respon instrinsik

(56)

37

menjadi hal penting untuk menghasilkan keinginan pada diri

seseorang yang mempengaruhi perilaku dalam merawat lensa

kontak. Motivasi dapat mendukung seseorang untuk melakukan

perawatan lensa kontak sesuai prosedur. Motivasi juga

mempengaruhi seseorang untuk selalu menjaga kesehatan mata.

3) Usia ekstrim

Masa usia ekstrim meliputi terlalu muda dan usia terlalu

tua. Pada masa ini, seseorang memiliki kerentanan tubuh yang

memudahkan agen penyakit dan radikal bebas menyerang system

tubuh. Lansia, bayi, dan toddler merupakan kelompok masa usia

ekstrim. Ketidakmaturan dan penuaan sel menyebabkan

penurunan fungsi tubuh terhadap tahanan penyakit atau radikal

bebas. Oleh karena itu, pada masa usia ini seseorang akan dengan

mudah terserang penyakit dibandingkan dengan usia menengah.

Lansia memiliki resiko lebih tinggi terhadap serangan penyakit

sesuai dengan imunitas yang dikemukan oleh Stanley & Beare

(2007), ketika orag bertambah tua, pertahanan mereka terhadap

organisme asing mengalami penurunan sehingga mereka lebih

rentan untuk menderita berbagai penyakit. Begitupun bayi dan

toddler memiliki kerentanan terhadap penyakit karena

immaturitas sistem tubuh terutama sistem immun menurut

Whaley & Wong (1995) dalam Potter & Perry (2005) kelompok

usia bayi adalah lahir-12 bulan atau 18 bulan, toddler 1-3 tahun.

(57)

38

RI (2003) terbagi menjadi tiga, yaitu pra usia lanjut (45-59 tahun),

usia lanjut (60-69 tahun), usia lanjut resiko tinggi (lebih dari 70

tahun atau usia lanjut berumur 60 tahun atau lebih dengan

masalah kesehatan)

4) Status kesehatan

Kondisi kesehatan sangat mempengaruhi fungsi sistem

tubuh. Penyakit yang tengah dialami seseorang baik kronik

ataupun akut secara bertahap meyebabkan penurunan dan

kelemahan pada organ yang terkena penyakit, organ-organ sekitar

yang terkena penyakit, bahkan kekebalan tubuh namun demikian

terdapat faktor lingkungan yang dapat mempengaruhi kesehatan.

Menurut definisi penyakit lingkungan yang dikemukakan oleh

Pringgoutomo, Himawan, & Tjarta (2002) bahwa penyakit

lingkungan merupakan penyakit yang terjadiakibat interaksi

manusia dengan lingkunganya berikut merupakan kondisi yang

mempengaruhi status kesehatan seseorang:

a) Potensial mengidap penyakit

b) Immunosupresi

c) Kerusakan integritas jaringan mata

D. Gangguan Penglihatan dan Mata

Mata dapat terkena berbagai kondisi, beberapa diantaranya bersifat

primer sedang yang lain sekunder akibat kelainan pada system organ tubuh

Gambar

Tabel 2.1 Keuntungan dan kerugian dari masing-masing jenis lensa
Gambar 2.1 Faktor-faktor yang berhubungan dengan penggunaan lensa
Tabel 3.1 Definisi Operasional
tabel menunjukkan nilai 0,707. Beberapa pertanyaan yang kurang
+7

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini bertujuan mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian pneumonia pada pasien yang dirawat di ruang Intensive Care Unit (ICU) Rumah Sakit

Tujuan umum penelitian ini adalah mengkaji faktor-faktor yang berhubungan dengan gangguan makan pada remaja putri di model agency Tasikmalaya. Tujuan khusus dari

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian dermatitis kontak pada pekerja cleaning service di kampus UIN

Merujuk pada data dan gambaran di atas, penulis kemudian tertarik melakukan penelitian tntang faktor-faktor apa saja yang berhubungan dengan kualitas hidup

Pada bab ini diuraikan data hasil penelitian serta pembahasan mengenai faktor-faktor yang berhubungan dengan defisit perawatan diri pada pasien halusinasi

Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Gejala Dermatitis Kontak pada Pekerja Bengkel di Kelurahan Merdeka Kota Medan 2015.. Penelitian ini dilakukan untuk memenuhi syarat

Tujuan umum penelitian ini adalah mengkaji faktor-faktor yang berhubungan dengan gangguan makan pada remaja putri di model agency Tasikmalaya. Tujuan khusus dari

Review Article Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Gangguan Mentruasi pada Wanita Usia Subur Factors related to menstrual disorder in the women of childbearing age Debby