i
FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN
PENGGUNAAN LENSA KONTAK PADA PASIEN DENGAN
GANGGUAN PENGLIHATAN
Skripsi Diajukan Sebagai Tugas Akhir Strata-1 (S1) pada
Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Keperawatan (S.Kep)
OLEH:
KHAERUNNISA
NIM : 108104000011
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
i
PERNYATAAN PERSETUJUAN
Skripsi dengan judul
FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PENGGUNAAN
LENSA KONTAK PADA PASIEN DENGAN GANGGUAN PENGLIHATAN
Telah disetujui dan diperiksa oleh pembimbing skripsi Program Studi Ilmu Keperawatan
Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
DISUSUN OLEH:
KHAERUNNISA
108104000011
Pembimbing I Pembimbing II
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UIN SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1433 H/2012 M
Ernawati, S.Kp, M.Kep, Sp.KMB
NIP: 197311062005012003
NIA DAMIATI, S.Kp, MSN
ii
LEMBAR PENGESAHAN PANITIA SIDANG UJIAN SKRIPSI
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
Jakarta, 09 Oktober 2012
Penguji I
Ita Yuanita, S.Kp, M.Kep.
NIP. 19700122 20080102 05
Penguji II
Nia Damiati, S.Kp, MSN
NIP. 197901142005012007
Penguji III
Ernawati, S.Kp, M.Kep, Sp.KMB
iii
LEMBAR PENGESAHAN
PANITIA SIDANG UJIAN SKRIPSI
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
Jakarta, 09 Oktober 2012
Mengetahui,
Ketua Program Studi Ilmu Keperawatan
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
Tien Gartinah, MN
Dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
iv
LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa :
1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi
salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 di Fakultas Kedokteran
dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah
Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya
cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Fakultas Kedokteran
dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah
Jakarta.
3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya
atau merupakan jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia
menerima sanksi yang berlaku di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, Oktober 2012
v
RIWAYAT HIDUP
Nama : Khaerunnisa
Tempat, Tgl. Lahir : Tangerang, 02 Juli 1991
Agama : Islam
Jenis Kelamin : Perempuan
Status : Belum Menikah
Alamat : Jl.H.Mean I/Jl.Garuda 1 Komp.Perumahan Karang
Timur RT.003 RW 03 No.34 Ciledug Tangerang
15157
No. Telp/HP : 081298485340
E-mail : nissa.khaerunnisa@gmail.com
Riwayat Pendidikan :
1996 – 2002 : SDI Ar-Rahman, Karang Tengah
Ciledug-Tangerang
2002 – 2005 : SMP Yadika 3 Ciledug
2005 – 2008 : SMAN 101 Jakarta Barat
2008 – sekarang : S1 Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran dan
Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN)
Syarif Hidayatullah Jakarta
Pengalaman Organisasi :
2007-2008 : Anggota KIR (Karya Ilmiah Remaja) SMAN 101
Jakarta Barat
2007-2008 : Anggota ABNONKU Jakarta Barat
2010 – 2011 : Anggota Departemen Keilmuwan Badan Eksekutif
vi
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
Skripsi, Oktober 2012
Khaerunnisa, NIM : 108104000011
Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Penggunaan Lensa Kontak Pada Pasien Dengan Gangguan Penglihatan
xvi + 93 halaman + 12 tabel + 2 bagan + 3 lampiran
ABSTRAK
Lensa kontak merupakan benda pengganti kacamata yang berfungsi untuk mengoreksi kelainan refraksi mata. Saat ini, banyak orang yang beralih dari menggunakan kacamata ke lensa kontak. Tahun 2004, tercatat 128 juta orang yang menggunakan lensa kontak di seluruh dunia dan ini akan meningkat setiap dekadenya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang berhubungan dengan penggunaan lensa kontak pada pasien dengan gangguan penglihatan. Metode penelitian ini bersifat deskriptif dengan pendekatan cross sectional study dan pengambilan sampel menggunakan teknik accidental sampling dengan besar sampel sebanyak 63 orang. Penelitian ini dilakukan pada bulan Juli-Agustus 2012 dan data dikumpulkan dengan menggunakan kuesioner. Data dianalisis secara univariat dan bivariat dengan menggunakan SPSS. Uji bivariat dengan menggunakan Chi-Square dan Correlation Spearman pada α =
0,05. Adapun hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ekonomi (pendapatan) (Pvalue=0,721), pengetahuan (Pvalue=0,133), dan lingkungan sosial (Pvalue=1), tidak
berhubungan dengan penggunaan lensa kontak pada pasien dengan gangguan penglihatan. Namun, untuk motivasi (alasan mengikuti Tren) (Pvalue=0,021)
berhubungan dengan penggunaan lensa kontak pada pasien dengan gangguan penglihatan . Peneliti menyarankan untuk melanjutkan variabel lain untuk diteliti seperti variabel terjadinya gangguan kesehatan mata akibat penggunaan lensa kontak.
Kata kunci : Lensa Kontak, Ekonomi (pendapatan), Pengetahuan, Lingkungan Sosial, Motivasi.
vii
NURSING SCIENCE STUDY
FACULTY OF MEDICINE AND HEALTH SCIENCES
ISLAMIC STATE UNIVERSITY (UIN) SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
Under graduated thesis, Oktober 2012
Khaerunnisa, NIM: 108104000011
Factors Associated With Contact Lens Use In Patients With Impaired Vision
xvi + 93 pages + 12 table + 2 chart + 3 attachments
ABSTRACT
Contact lenses are objects that replacement eyeglasses to correct refractive eye disorders. Today, many people are switching from glasses to contact lenses use. In 2004, there were 128 million people use contact lenses worldwide and will increase each decade. This study aims to determine what factors are associated with the use of contact lenses in patients with visual impairment. This is a descriptive methods study with cross sectional study and sampling using accidental sampling with a large sample of 63 people. The research was conducted in July-August 2012 and the data was collected using a questionnaire. Data were analyzed using univariate and bivariate SPSS. Bivariate test using Chi-Square and
Spearman Correlation at α = 0.05. The results of this study showed that economic
(income) (pvalue = 0.721), knowledge (pvalue = 0.133), and social environment (pvalue = 1) was not associated with the use of contact lenses in patients with visual impairment. Motivation variabel (tren factor) (pvalue = 0.021) associated with the use of contact lenses in patients with visual impairment. Researchers suggest to continue other variables be investigated as a variable occurrence of eye health problems due to the use of contact lenses.
Keywords : Contact Lenses, Economics (income), Science, Social Environment, Motivation.
viii
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, segala puji kehadirat Allah SWT yang Maha Segalanya dan
selalu dekat dengan hamba-Nya. Syukur senantiasa terucapkan atas segala nikmat
dan rahmat-Nya hingga skripsi ini dapat selesai dengan baik. Shalawat dan salam
selalu tercurah kepada Nabi Besar Muhammad SAW, yang telah membawa
umatnya dari alam kejahiliyahan menuju alam yang penuh dengan ilmu
pengetahuan.
Skripsi dengan judul ”Faktor-Faktor yang Berhubungan Dengan
Penggunaan Lensa Kontak Pada Pasien Dengan Gangguan Penglihatan Mata”
disusun sebagai persyaratan memperoleh gelar Sarjana Keperawatan (S.Kep) pada
Program Studi Ilmu Keperawatan, Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta.
Penelitian skripsi ini semata-mata bukanlah hasil usaha penulis, melainkan
banyak pihak yang telah memberikan bantuan, petunjuk, bimbingan, motivasi,
dan semangat. Untuk itu penulis merasa pantas berterima kasih kepada :
1. Prof. DR. (hc). dr. Muhammad Kamil Tadjudin, Sp.And, selaku Dekan
Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta.
2. Drs. H. Achmad Gholib, MA, selaku Pembantu Dekan Bidang Administrasi
Umum, dan Dra. Farida Hamid, M.Pd, selaku Pembantu Dekan Bidang
Kemahasiswaan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam
ix
3. Ibu Tien Gartinah, MN, selaku Ketua Program Studi Ilmu Keperawatan
(PSIK) sekaligus sebagai Penasihat Akademik, dan Ibu Irma Nurbaeti,
S.Kp., M.Kep., Sp.Mat., selaku Sekretaris Program Studi Ilmu Keperawatan
(PSIK) Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan (FKIK) Universitas Islam
Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
4. Ibu Ernawati, S.Kp., M.Kep, Sp.KMB, selaku Dosen Pembimbing I dan Ibu
Nia Damiati, S.Kp, MSN, selaku Dosen Pembimbing II, yang senantiasa
meluangkan waktunya untuk membimbing penulis, dan banyak memberikan
masukan, nasihat, serta arahan kepada penulis selama menyusun skripsi.
Thanks for everything bu, semoga Allah membalas kebaikan dan budi
muliamu.
5. Seluruh dosen Program Studi Ilmu Keperawatan (PSIK) yang telah
membekali penulis dengan berbagai ilmu dan pengetahuan yang sangat
berguna, selama penulis mengikuti perkuliahan.
6. Segenap jajaran staff Program Studi Ilmu Keperawatan (PSIK) Fakultas
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan (FKIK) Universitas Islam Negeri (UIN)
Syarif Hidayatullah Jakarta.
7. Kedua orang tuaku, Mama dan Papa yang aku sayangi, spirit of my life,
yang selalu mendo‟akan dan memberikan dukungan baik moril, materiil
maupun spiritual yang tak terhingga, serta nasihat kepada penulis untuk
selalu semangat menggapai cita-cita, dan selalu menjadi sumber inspirasi
x
8. Segenap optik-optik Kota Tangerang Selatan Kecamatan Ciputat Timur
yang telah memberikan izin penelitian kepada penulis untuk melakukan
penelitian di Puskesmas Pamulang.
9. Segenap responden optik-optik Kecamatan Ciputat Timur yang telah
berpartisipasi dalam penelitian ini.
10. Seluruh saudaraku „Mohammad Anwar Sadat & Anna Raihana‟ yang
senantiasa mendo‟akan. Terima kasih atas segala dukungan yang selalu ada
dalam setiap fase hidup dan pendidikanku. I love you all.
11. Seseorang yang selalu ada disaat-saat tersulit dalam fase kehidupanku
„Agung‟. Terima kasih untuk semua kesabaran, kasih sayang, perhatian, dan
semangat yang tak terhingga selama penulis menyusun skripsi ini.
12. Teman-teman PSIK angkatan 2008 yang sama-sama merasakan suka dan
duka semasa kuliah, terima kasih atas semua kenangan dan kebersamaan
yang indah selama ini. Tetap Semangat Untuk Meraih Masa Depan yang
Lebih Baik.
Akhir kata, dengan segala keterbatasan yang ada dan kerendahan hati,
penulis menyadari penulisan skripsi ini masih jauh dari kesempuranaan. Penulis
berharap semoga penelitian ini dapat memberikan manfaat bagi penulis maupun
pembaca lain.
Jakarta, Oktober 2012
xi
DAFTAR ISI
halaman
JUDUL
PERNYATAAN PERSETUJUAN ... i
LEMBAR PENGESAHAN ... ii
LEMBAR PERNYATAAN ... iv
DAFTAR RIWAYAT HIDUP ... v
ABSTRAK ... vi
ABSTRACT ... vii
KATA PENGANTAR ... viii
DAFTAR ISI ... xi
DAFTAR TABEL ... xv
DAFTAR BAGAN ... xvi
DAFTAR LAMPIRAN ... xvii
DAFTAR SINGKATAN ... xviii
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang ... 1
B. Rumusan Masalah ... 6
C. Pertanyaan Penelitian ... 7
D. Tujuan Penelitian ... 7
1. Tujuan Umum ... 7
2. Tujuan Khusus ... 7
E. Manfaat Penelitian ... 8
1. Bagi Peneliti ... 8
xii
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 9
A. Perilaku ... 9
1. Pengertian Perilaku ... 9
2. Tiga Domain Perilaku ... 10
B. Teori Mengenai Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perilaku ... 15
1. Teori Lawrence Green... 18
2. Teori Snehandu B.Kar ... 19
3. Teori WHO... 19
4. Penelitian terkait ... 21
C. Lensa Kontak ... 22
1. Definisi Lensa Kontak... 22
2. Indikasi dan Kontraindikasi Pengguna Lensa Kontak ... 22
3. Klasifikasi Lensa Kontak ... 24
4. Teknik Penggunaan Lensa Kontak yang Aman ... 27
5. Bentuk-bentuk Resiko Gangguan Kesehatan Mata Akibat Lensa Kontak .. 29
D. Gangguan Penglihatan dan Mata... 38
1. Gangguan Kornea ... 38
a. Miopia ... 38
b. Hipermetropia ... 42
c. Abrasi Kornea ... 42
E. Kerangka Teori ... 43
BAB III KERANGKA KONSEP, HIPOTESIS DAN DEFINISI OPERASIONAL ... 44
A Kerangka Konsep Penelitian ... 44
B. Hipotesis ... 44
xiii
BAB IV METODOLOGI PENELITIAN ... 50
A. Desain Penelitian ... 50
B. Populasi, Sampel dan Teknik Sampling ... 50
1. Populasi ... 50
2. Sampel ... 50
3. Besar Sampel ... 51
C. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 53
D. Metode Pengumpulan Data ... 53
1. Instrumen Penelitian... 53
2. Uji Validitas dan Reabilitas ... 55
3. Langkah-langkah Pengumpulan Data ... 57
E Pengolahan Data ... 58
1. Teknik Pengolahan Data ... 58
2. Analisa Data ... 59
F. Etika Penelitian ... 60
BAB V HASIL PENELITIAN ... 63
A. Gambaran Tempat Penelitian ... 63
B. Analisis Univariat ... 65
1. Gambaran Perilaku Penggunaan Lensa Kontak ... 65
2. Gambaran Pengetahuan Responden ... 66
3. Gambaran Ekonomi (Pendapatan) Responden... 66
4. Gambaran Motivasi Responden ... 67
5. Gambaran Pengaruh Sosial Responden ... 68
C. Analisis Bivariat ... 68
1. Hubungan Pengetahuan dengan Perilaku Penggunaan Lensa Kontak ... 69
2. Hubungan Pengaruh Sosial dengan Perilaku Penggunaan lensa Kontak ... 70
3. Hubungan Motivasi dengan Perilaku Penggunaan Lensa Kontak ... 71
xiv
BAB VI PEMBAHASAN ... 80
A. Analisis Univariat ... 80
1. Perilaku Penggunaan Lensa Kontak ... 80
2. Pengetahuan ... 81
3. Pengaruh Sosial ... 82
4. Motivasi ... 83
5. Ekonomi (Pendapatan) ... 84
B. Analisis Bivariat ... 84
1. Hubungan Pengetahuan dengan Perilaku Penggunaan Lensa Kontak ... 84
2. Hubungan Pengaruh Sosial dengan Perilaku Penggunaan lensa Kontak ... 86
3. Hubungan Motivasi dengan Perilaku Penggunaan Lensa Kontak ... 87
4. Hubungan Ekonomi (Pendapatan) dengan Perilaku Penggunaan Lensa Kontak ... 89
C. Keterbatasan Penelitian ... 90
1. Tinjauan Pustaka Penelitian ... 90
2. Instrumen Penelitian... 90
BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN ... 91
A. Kesimpulan ... 91
B. Saran ... 93
xv
DAFTAR TABEL
No Tabel
Halaman
Tabel 2.1 Keuntungan dan Kerugian dari Masing-masing Jenis Lensa Kontak ... 25
Tabel 3.1 Definisi Operasional ... 46
Tabel 5.1 Distribusi Frekuensi Agama, Usia dan Pekerjaan Responden ... 64
Tabel 5.2 Distribusi Frekuensi Perilaku Penggunaan Lensa Kontak ... 65
Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Pengetahuan Penggunaan Lensa Kontak ... 66
Tabel 5.4 Distribusi Frekuensi Ekonomi (Pendapatan) Penggunaan Lensa Kontak .. 66
Tabel 5.5 Distribusi Frekuensi Motivasi Penggunaan Lensa Kontak ... 67
Tabel 5.6 Distribusi Frekuensi Pengaruh Sosial Penggunaan Lensa Kontak ... 68
Tabel 5.7 Hubungan Pengetahuan dengan Perilaku Penggunaan Lensa Kontak ... 69
Tabel 5.8 Hubungan Pengaruh Sosial dengan Perilaku Penggunaan Lensa Kontak .. 71
Tabel 5.9 Hubungan Motivasi dengan Perilaku Penggunaan Lensa Kontak ... 72
xvi
DAFTAR BAGAN
No Bagan
Halaman
Bagan 2.1 Faktor-faktor yang Berhubugan dengan Penggunaan Lensa kontak pada
Pasien dengan gangguan Pengelihatan Adaptasi dari Lawrence Green
(1980) dalam Notoatmodjo (2010), Brunner &Suddarth (2001) ... 43
xvii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 : Lembar Informed Consent
Lampiran 2 : Lembar Kuesioner
xviii
DAFTAR SINGKATAN
1. UMR : Upah Minimum Regional
2. OR : Odds Ratio
3. CI : Confidence Interval
1
BAB I PENDAHULUAN
A.Latar belakang
Mata adalah organ penglihatan yang tidak sama seperti organ tubuh
manusia pada umumnya karena secara anatomis mata memiliki struktur
yang sangat khusus dan kompleks, berperan dalam penerimaan dan
pengiriman data ke korteks serebral (Brunner & Suddarth, 2001). Mata
adalah jendela hati, jadi dari mata kita dapat melihat dan menikmati
berbagai pemandangan di sekitar kita. Namun seiring berjalannya
waktu, kemampuan mata pun dapat menurun dan akhirnya timbul
berbagai keluhan pada mata.
Mata dapat mengalami berbagai kondisi yang diantaranya dapat
bersifat primer maupun sekunder sebagai akibat dari kelainan pada
sistem organ tubuh lainnya. Kebanyakan kondisi tersebut dapat dicegah
sedangkan yang lainnya bila dapat terdeteksi lebih awal maka dapat
dikontrol dan penglihatan masih dapat dipertahankan (Brunner &
Suddarth, 2001). Kelainan mata yang umum dijumpai adalah kelainan
pembiasan/refraksi (ametropia) yang dapat ditemukan dalam
bentuk-bentuk kelainan seperti rabun dekat (hipermetropi), rabun jauh
(miopia), dan astigmatisme (Ilyas, 2004).
Kelainan pada mata dapat diatasi, seperti kelainan miopi dapat
2
membantu penglihatan serta operasi lasik pun mulai menjadi alternatif
bagi pengguna kacamata.
Pada saat ini penggunaan lensa kontak sangat digemari
masyarakat dari berbagai kalangan, usia, latar belakang pekerjaan
maupun pendidikan. Perkembangan ini ditunjang gaya hidup kita,
sebagai konsumen, yang semakin dinamis menuntut alat bantu
penglihatan di samping kacamata. Namun, lensa kontak paling digemari
oleh kalangan wanita karena selain bisa menggantikan fungsi kaca mata
lensa kontak juga mampu mempercantik penampilan karena
warna-warnanya yang cerah membuat mata tampak lebih indah (American
Academy of Ophthalmology, 2002-2003).
Diperkirakan saat ini terdapat 125 juta orang pengguna lensa
kontak yang tersebar di seluruh dunia (Griggs, 2009). Jumlah pengguna
lensa kontak di USA 28 juta dan 17 juta di UK (Bausch & Lomb,
1994). Jumlah pengguna lensa kontak juga tersebar di Amerika Utara
(36 juta) kemudian Asia (24 juta) termasuk Jepang (14 juta), dan Eropa
(20 juta) (Artini, 2010). Saat ini di Indonesia, pengguna lensa kontak
mengalami pertumbuhan lebih dari 15 persen per tahun-nya (Artini,
2010).
Di lihat dari faktor usia dan jenis kelamin dapat disimpulkan
bahwa wanita lebih banyak menggunakan lensa kontak dibandingkan
pria. Berdasarkan Contact Lens Council (2004) 64% wanita
menggunakan lensa kontak jenis lensa lunak dan 70% wanita
3
menggunakan lensa kontak jenis lensa lunak dan 30% menggunakan
lensa kontak jenis lensa rigid/kaku. Menurut dr. Noor Syamsu usia >40
tahun tidak disarankan lagi untuk menggunakan lensa kontak
dikarenakan daya tahan tubuh yang semakin menurun.
Menurut Quraisy (2009) beberapa orang yang menggunakan lensa
kontak adalah untuk alasan estetika. Mereka merasa lebih baik
menggunakan lensa kontak dibandingkan dengan kacamata. Selain itu,
lensa kontak menjadi pilihan karena mempertimbangkan sisi praktisnya.
Mereka tidak bisa bermain olahraga tertentu dengan kaca mata. Adapun
seseorang yang terpaksa untuk menggunakan lensa kontak untuk alasan
terapeutik (Amirah, 2010).
Menurut Lawrence Green (1980) dalam Notoatmodjo (2010)
bahwa perilaku kesehatan dipengaruhi oleh tiga faktor, yaitu faktor
predisposisi seperti pengetahuan, ekonomi (pendapatan), hubungan
sosial (lingkungan, sosial, budaya) dan motivasi, faktor pemungkin
seperti sarana atau fasilitas kesehatan dan faktor penguat seperti sikap
dan perilaku petugas kesehatan. Faktor-faktor tersebut harus
diperhitungkan untuk mengetahui seberapa jauh dapat mempengaruhi
perilaku kesehatan dalam hal ini penggunaan lensa kontak.
Berdasarkan penelitian yang sudah dilakukan oleh Winda (2010) di
fakultas kedokteran Universitas Sumatera Utara, bahwa tingkat
pengetahuan yang dimiliki pengguna lensa kontak sangat penting
sebagai prevensi untuk tidak terjadinya komplikasi akibat penggunaan
4
bahwasanya pengetahuan responden tentang dasar penggunaan lensa
kontak pada tingkat pemahaman sedang.
Para pengguna lensa kontak memiliki alasan meraka
masing-masing untuk menggunakan lensa kontak seperti untuk koreksi mata
atau memperindah penampilan (American Academy of Ophthalmology,
2002-2003). Jika dilihat dari faktor sosial, pengguna lensa kontak yang
sedang tren sekarang ini secara nyata mempengaruhi perilaku seseorang
untuk ikut menggunkan lensa kontak walaupun hanya berfungsi sebagai
kosmetik saja.
Situasi ekonomi (pendapatan) akan mempengaruhi seseorang untuk
menggunakan lensa kontak. Selain itu, Faktor pekerjaan juga
mempengaruhi seseorang untuk menggunakan lensa kontak. Hal ini
didasarkan atas kebutuhan mereka akan lensa kontak seperti
olahragawan yang tidak bisa menggunakan kaca mata (Kharuna, 2007).
Motivasi juga merupakan salah satu faktor seseorang
menggunakan lensa kontak. Menurut Terry G (1986) motivasi adalah
keinginan yang terdapat pada diri seseorang individu yang
mendorongnya untuk melakukan perbuatan-perbuatan, tindakan,
tingkah laku atau perilaku (Notoatmodjo, 2010).
Lensa kontak yang digunakan dengan tepat sesuai dengan prosedur
yang berlaku dapat membawa dampak positif bagi penggunanya, salah
satunya adalah lensa kontak memungkinkan penggunanya memperoleh
5
baik, terhindar dari kaca mata yang cenderung mengganggu aktivitas
dan lensa tidak berpengaruh pada perubahan suhu (Ilyas, 2004).
Dibandingkan dengan kacamata, lensa kontak memiliki kelebihan
lain, seperti warna dan corak yang lebih bervariasi serta penggunaannya
yang tidak terpengaruh oleh perubahan suhu sehingga dapat digunakan
dimanapun dan kapanpun. Musim panas yang kering ataupun musim
hujan yang berembun tidak mempengaruhi penampilan dan
kenyamanan seseorang saat menggunakan lensa kontak. Jika
dibandingkan dengan kacamata maka akan berkabut bila terjadi
perubahan suhu (Ilyas, 2004).
Menurut Ibrahim (2007) kehadiran lensa kontak memang banyak
membantu mereka yang kurang nyaman dengan kaca mata tapi belum
banyak yang tahu ternyata hal tersebut dapat memicu rusaknya kornea
mata seperti keratitis. Penggunaan lensa kontak adalah salah satu
penyebab keratitis yang tertinggi di seluruh dunia terutama pada negara
maju. Keratitis bisa disebabkan bakteri, parasit, jamur, trauma dan
lain-lain. Penggunaan lensa kontak dapat mengakibatkan keratitis
Acanthamoeba, angka kejadiannya sebanyak 95% kasus yang telah
dilaporkan. Sebelum munculnya populasi yang menggunakan lensa,
keratitis Acanthamoeba sangat jarang. Pada tahun 2000, diperkirakan
jumlah pengguna lensa kontak adalah sebanyak 80 milyar (Amirah,
2010).
Menurut Verhelst (2006) dalam Ibrahim (2007) studi selama 7
6
menunjukkan peningkatan jumah pasien yang dirawat di rumah sakit
akibat ulser kornea terkait dengan penggunaan lensa kontak (Amirah,
2010). Rumah Sakit Mata Undaan Surabaya, terlihat setiap minggunya
memang selalu ada pasien yang masuk dikarenakan keluhan atas
penggunaan lensa kontak, di perkirakan setiap pasien yang masuk
dikarenakan hal tersebut sebanyak 20-30 orang bahkan bisa lebih setiap
minggunya (Fadilawati, 2011).
Dari uraian beberapa faktor tersebut menggugah ketertarikan
peneliti untuk meneliti faktor-faktor yang berhubungan dengan
penggunaan lensa kontak yang marak sekarang ini di kalangan
masyarakat. Sebagai mahasiswa fakultas kedokteran dan ilmu
kesehatan, sudah sewajarnya mampu memberikan pendidikan kesehatan
bagi masyarakat yang belum mengerti makna dari penggunaan lensa
kontak seperti indikasi, kontraindikasi, cara perawatan dan hal-hal yang
harus diperhatikan saat menggunakan lensa kontak sehingga lensa
kontak digunakan dengan alasan yang tepat sehingga mampu mencegah
terjadinya resiko gangguan kesehatan mata seperti keratitis.
B.Rumusan Masalah
Kita ketahui bersama penggunaan lensa kontak sedang marak di
jaman modern sekarang ini. Berdasarkan pengamatan peneliti penggunaan
lensa kontak digunakan karena berbagai tujuan diantaranya untuk
kebutuhan urgent seperti koreksi mata dan ada pula hanya untuk aksesoris
7
berhubungan dengan penggunaan lensa kontak pada pasien dengan
gangguan penglihatan di kalangan masyarakat. Oleh karena itu, rumusan
masalahnya adalah “faktor-faktor yang berhubungan dengan penggunaan
lensa kontak pada pasien dengan gangguan penglihatan.”
C.Pertanyaan Penelitian
Melihat rumusan permasalahan diatas, maka yang menjadi pertanyaan
penelitian adalah:
1. Apakah ada hubungan antara pengetahuan dengan penggunaan lensa
kontak?
2. Apakah ada hubungan antara pengaruh sosial (lingkungan teman dan
lingkungan keluarga) dengan penggunaan lensa kontak?
3. Apakah ada hubungan antara ekonomi (pendapatan) dengan
penggunaan lensa kontak?
4. Apakah ada hubungan antara motivasi dengan penggunaan lensa
kontak?
D.Tujuan
1. Tujuan Umum
Mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan penggunaan
lensa kontak pada pasien dengan gangguan penglihatan.
2. Tujuan Khusus
Mengidentifikasi faktor-fakor yang berhubungan dengan
8
a. Hubungan antara pengetahuan dengan penggunaan lensa kontak
b. Hubungan antara pengaruh sosial (lingkungan teman dan lingkungan
keluarga) dengan penggunaan lensa kontak
c. Hubungan antara ekonomi (pedapatan) dengan penggunaan lensa
kontak
d. Hubungan antara motivasi dengan penggunaan lensa kontak
E.Manfaat penelitian 1) Bagi Peneliti
Peneliti mendapatkan pengalaman dalam proses belajar- mengajar
khususnya dalam bidang metodologi penelitian dan memambah
wawasan ilmu pengetahuan tentang faktor-faktor yang berhubungan
dengan penggunaan lensa kontak pada pasien dengan gangguan
penglihatan, salah satu faktornya yaitu tingkat pengetahuan, dimana
sangat penting untuk perawatan lensa kontak agar terhindar dari resiko
gangguan kesehatan mata.
2) Bagi Tenaga Kesehatan Keperawatan
Untuk memperkaya kajian-kajian dalam ilmu kesehatan khusunya
bidang oftalmologi, khusunya bagi profesi keperawatan agar dapat
mengembangkan teori-teori yang telah ada. Selain itu, bisa digunakan
untuk memberikan dasar pertimbangan kepada tenaga kesehatan dalam
9
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Perilaku
1. Pengertian Perilaku
Margono (1988, dalam Aselmahumka,2009) mengemukakan
bahwa perilaku terdiri dari tiga domain yang meliputi: domain perilaku
pengetahuan (knowing behavior), domain perilaku sikap (feeling
behavior), dan domain perilaku keterampilan (doing behavior).
Sedangkan (Green 1984, dalam Notoatmodjo, 2003) menganalisis
perilaku manusia dari tingkat kesehatan.
Robbins (1993, dalam Denovoidea, 2009) mengemukakan bahwa
perilaku pada dasarnya berorientasi pada tujuan, yaitu perilaku pada
umumnya dimotivasi oleh suatu keinginan untuk mencapai tujuan
tertentu. Tujuan spesifik tersebut tidak selalu diketahui secara sadar
oleh indivdu yang bersangkutan. Freud adalah orang pertama yang
memahami pentingnya motivasi dibawah sadar (subconscious
motivation). Freud beranggapan bahwa manusia tidak selalu menyadari
tentang segala sesuatu yang diinginkan mereka hingga sebagian besar
perilaku mereka dipenuhi oleh kebutuhan-kebutuhan dibawah sadar.
Maka oleh karenanya, sering kali hanya sebagian kecil dari motivasi
jelas terlihat atau disadari oleh orang yang bersangkutan.
Selanjutnya menurut Notoatmodjo (2003) perilaku itu sendiri
10
a. Faktor-faktor predisposisi, yang terwujud dalam pengetahuan, sikap,
kepercayaan, keyakinan, nilai-nilai dan sebagainya.
b. Faktor-faktor pendukung, yang terwujud dalam lingkungan fisik,
tersedia atau tidak tersedianya fasilitas-fasilitas atau sarana-sarana
kesehatan, misalnya puskesmas, obat-obatan, alat-alat kontrasepsi,
jamban dan sebagainya.
c. Faktor-faktor pendorong yang terwujud dalam sikap dan perilaku
petugas kesehatan atau petugas yang lain, yang merupakan
kelompok referensi dari perilaku masyarakat.
2. Tiga Domain Perilaku a. Pengetahuan
1) Pengertian Pengetahuan
Pengetahuan merupakan hasil dari tahu dan terjadi melalui
panca indera seseorang (penginderaan) terhadap suatu obyek
tertentu, yaitu melalui indera penglihatan, pendengaran,
penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia
diperoleh melalui mata dan telinga. Oleh karena itu pengetahuan
merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya
perilaku seseorang (Notoatmodjo, 2003).
2) Tingkat Pengetahuan
Ada 6 tingkatan pengetahuan yang dicakup dalam domain
11 a) Tahu (know)
Diartikan sebagai mengingat sesuatu yang telah dipelajari
sebelumnya. Seperti mengingat kembali (recall) terhadap
sesuatu yang spesifik dari keseluruhan bahan yang telah
dipelajari atau rangsangan yang telah diterima.
b) Memahami (comprehension)
Diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan
secara benar tentang obyek yang diketahui dan dapat
menginterpretasikan materi tersebut secara benar.
c) Menerapkan (application)
Diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menggunakan
materi yang telah dipelajari pada kondisi yang sebenarnya.
d) Analysis (analisis)
Adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau
obyek ke dalam komponen-komponen tetapi masih di dalam
suatu struktur organisasi dan masih ada kaitannya satu sama
lainnya.
e) Sintesa (synthesis)
Menunjukkan kepada suatu kemampuan untuk meletakkan
atau menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk
keseluruhan yang baru. Dengan kata lain, sintesis adalah
12 f) Evaluasi (evaluation)
Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk
melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu obyek atau
materi.
3) Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Pengetahuan
Menurut Notoatmodjo (2003), pengetahuan seseorang dapat
dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu:
a) Pengalaman
Pengalaman dapat diperoleh dari pengalaman sendiri
maupun orang lain.
b) Tingkat Pendidikan
Pendidikan dapat membawa wawasan atau pengetahuan
seseorang.
c) Keyakinan
Biasanya keyakinan diperoleh secara turun temurun dan
tanpa adanya pembuktian terlebih dahulu. Keyakinan ini bisa
mempengaruhi pengetahuan seseorang, baik keyakinan itu
sifatnya positif maupun negatif.
d) Fasilitas
Fasilitas-fasilitas sebagai sumber informasi yang dapat
mempengaruhi pengetahuan seseorang, misalnya radio,
13 e) Penghasilan
Penghasilan tidak berpengaruh langsung terhadap
pengetahuan seseorang. Namun bila seseorang berpenghasilan
cukup besar maka dia akan mampu untuk menyediakan atau
membeli fasilitas-fasilitas sumber informasi.
f) Sosial Budaya
Kebudayaan setempat dan kebiasaan dalam keluarga dapat
mempengaruhi pengetahuan, persepsi, dan sikap seseorang
terhadap sesuatu.
4) Pengukuran Pengetahuan
Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan
wawancara atau angket yang menyatakan tentang isi materi yang
ingin diukur dari subyek penelitian atau responden. Kedalaman
pengetahuan yang ingin kita ketahui atau kita ukur dapat
disesuaikan dengan tingkatan domain diatas.
b. Sikap
1) Pengertian Sikap
Sikap adalah evaluasi umum yang dibuat manusia terhadap
dirinya sendiri, orang lain, obyek, atau issue (Petty & Cocopio,
1986, dalam Azwar 2000, dalam Creasoft 2008).
2) Komponen Sikap
Menurut Azwar (2000) sikap terdiri atas 3 komponen yang
14 a) Komponen kognitif
b) Komponen afektif
c) Komponen konatif
3) Tingkatan Sikap
a) Menerima
b) Merespon (responding)
c) Menghargai (valuing)
d) Bertanggung jawab (responsible)
c. Praktek/Tindakan
Suatu sikap belum tentu otomatis terwujud dalam suatu tindakan
(overt behavior), hal ini diperlukan faktor pendukung atau suatu
kondisi yang memungkinkan terwujudnya suatu tindakan,
diantaranya adalah faktor dukungan dari pihak lain. Beberapa
tingkatan dalam praktek antara lain:
1. Persepsi (perception), merupakan praktek pada tingkat pertama.
Pada tingkat ini individu mampu mengenal dan memilih berbagai
objek terkait dengan tindakan yang akan diambil.
2. Respon terpimpin (guide response), indikator pada tingkat ini
adalah individu mampu melakukan sesuatu dengan urutan yang
benar.
3. Mekanisme (mechanism), pada tingkat ini individu sudah
15
4. Adopsi (adoption), individu sudah mampu memodifikasi suatu
tindakan tanpa mengurangi nilai kebenaran dari tindakan tersebut.
Pengukuran perilaku dapat dilakukan secara tidak langsung dengan
cara wawancara terhadap kegiatan yang telah dilakukan oleh
individu sebelumnya, dan secara langsung dengan mengobservasi
tindakan atau kegiatan individu tersebut (Notoatmodjo, 2003)
B. Teori Mengenai Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perilaku
Dalam proses pembentukan dan perubahannya, perilaku
dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain faktor yang berasal dari
dalam dan faktor dari luar individu itu sendiri (faktor internal dan faktor
eksternal) (Notoatmodjo, 1997).
Faktor intern mencakup:pengetahuan, kecerdasan, persepsi, emosi,
motivasi dan sebagainya yang berfungsi untuk mengolah rangsangan dari
luar, sedangkan faktor ekstern meliputi lingkungan sekitar, baik fisik
maupun non fisik seperti iklim, manusia, sosial ekonomi, kebudayaan, dan
lain sebagainya. Perubahan-perubahan perilaku yang terjadi dalam diri
seseorang dapat diketahui melalui:
a. Persepsi, yaitu pengalaman yang dihasilkan melalui panca indera, setiap
orang mempunyai persepsi yang berbeda walupun mengamati objek
yang sama.
b. Motivasi, yaitu suatu dorongan untuk bertindak suatu tujuan juga dapat
16
c. Emosi, aspek psikologi yang mempengaruhi emosi berhubungan erat
dengan keadaan jasmani, pada hakikatnya merupakan faktor bawaan
(keturunan).
Perilaku terjadi diawali dengan adanya pengalaman-pengalaman
seseorang serta faktor-faktor diluar orang tersebut (lingkungan) baik fisik
maupun nonfisik. Kemudian pengalaman dan lingkungan tersebut
diketahui, dipersepsikan, diyakini, dan sebagainya sehingga menimbulkan
motivasi, niat untuk bertindak, dan akhirnya terjadilah perwujudan niat
tersebut yang berupa perilaku.
Menurut Notoatmodjo (2007), pengetahuan (knowledge) adalah
hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan
terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui pancaindera
manusia, yakni indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan
raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan
telinga.
Menurut Arikunto (2006), pengetahuan dibagi dalam 3 kategori,
yaitu:
a. Baik : Bila subyek mampu menjawab dengan benar 76% - 100% dari
seluruh petanyaan
b. Cukup : Bila subyek mampu menjawab dengan benar 56% - 75% dari
seluruh pertanyaan
c. Kurang : Bila subyek mampu menjawab dengan benar 40% - 55% dari
17
Pendidikan seseorang akan berpengaruh dalam memberi respon
terhadap sesuatu yang datang dari luar. Orang dengan pendidikan tinggi
akan memberi respon yang lebih rasional terhadap informasi yang datang
dan akan berfikir sejauh mana keuntungan yang mugkin akan mereka
peroleh dari menggunakan lensa kontak.
Pada status ekonomi dalam keluarga mempengaruhi daya beli
keluarga dalam memenuhi kebutuhan baik kebutuhan primer, sekunder
ataupun tersier. Semakin tinggi pendapatan keluarga akan lebih mudah
tercukupi kebutuhan sekunnder atau tersiernya dibanding dengan status
ekonomi rendah. Hal ini akan mempengaruhi pemenuhan kebutuhan pada
keluarga.
Pada hubungan sosial (lingkungan, sosial, budaya), manusia adalah
makhluk sosial dimana kehidupan saling berinteraksi antara satu dengan
yang lain. Keluarga dan lingkungan teman sekitar yang berinteraksi secara
langsung akan lebih besar terpapar informasi. Sehingga lingkungan sekitar
mempengaruhi untuk menggunakan lensa kontak.
Selanjutnya, motivasi adalah suatu dorongan dari dalam diri
seseorang yang menyebabkan orang tersebut melakukan kegiatan-kegiatan
tertentu guna mencapai suatu tujuan. Motivasi menurut penyebabnya
dibagi menjadi motivasi instrinsik (tanpa adanya rangsangan dari luar) dan
18
1. Teori Lawrence Green (1980)
Menurut Lawrence Green (1980) dalam Notoatmodjo (2010)
bahwa perilaku kesehatan dipengaruhi oleh tiga faktor, yaitu faktor
predisposisi, faktor pemungkin dan faktor penguat.
a. Faktor predisposisi (predisposing factors)
Faktor predisposisi yaitu faktor-faktor yang mempermudah
atau mempredisposisi terjadinya perilaku seseorang meliputi
pengetahuan, sikap, keyakinan, kepercayaan, nilai-nilai, tradisi dan
sebagainya.
b. Faktor pemungkin (enabling factors)
Faktor pemungkin adalah faktor-faktor yang memungkinkan
atau yang memfasilitasi perilaku atau tindakan. Yang dimaksud
dengan faktor pemungkin adalah sarana dan prasarana atau fasilitas
untuk terjadinya perilaku kesehatan. Faktor pemungkin terwujud
dalam lingkungan fisik, tersedia atau tidak tersedianya
fasilitas-fasilitas atau sarana-saran kesehatan. Fasilitas fisik seperti
puskesmas, obat-obatan, alat-alat kontrasepsi dan sebagainya
(Notoatmodjo, 2010).
c. Faktor penguat (reinforcing factors)
Faktor penguat adalah faktor-faktor yang mendorong atau
memperkuat terjadinya perilaku. Faktor penguat ini terwujud dalam
sikap dan perilaku petugas kesehatan atau petugas yang lain, yang
merupakan kelompok referensi dari perilaku masyarakat
19
sikap dan perilaku yang sesuai dengan nilai-nilai kesehatan. Selain
itu perilaku tokoh masyarakat juga dapat menjadi panutan orang lain
untuk berperilaku sehat.
2. Teori Snehandu B.Kar (1980)
Kar mencoba menganalisis perilaku kesehatan bertitilk tolak bahwa
perilaku merupakan fungsi dari (Notoatmodjo, 2010):
a. Adanya niat seseorang untuk bertindak sehubungan dengan
objek atau stimulus diluar dirinya (behavior intention).
b. Adanya dukungan sosial dari masyarakat sekitarnya (social
support).
c. Adanya atau tidak adanya informasi-informasi terkait dengan
tindakan yang akan diambil oleh seseorang (accesebility of
information).
d. Otonomi pribadi orang yang bersangkutan dalam hal mengambil
tindakan atau keputusan (personal autonomy).
e. Situasi yang memungkinkan untuk bertindak (action situation).
3.Teori WHO (1984)
WHO menganalisis bahwa yang menyebabkan seseorang
berperilaku tertentu adalah karena adanya 4 alasan pokok :
a. Pemikiran dan perasaan (thoughts and feeling), yaitu dalam bentuk
pengetahuan, persepsi, sikap, kepercayaan dan penilaian seseorang
20
1) Pengetahuan diperoleh dari pengalaman sendiri atau pengalaman
orang lain.
2) Kepercayaan sering atau diperoleh dari orang tua, kakek, atau
nenek. Seseorang menerima kepercayaan berdasarkan keyakinan
dan tanpa adanya pembuktian terlebih dahulu.
3) Sikap menggambarkan suka atau tidak suka seseorang terhadap
objek. Sikap sering diperoleh dari pengalaman sendiri atau orang
lain yang paling dekat. Sikap membuat seseorang mendekati atau
menjauhi orang lain atau objek lain. Sikap positif terhadap
tindakan-tindakan kesehatan tidak selalu terwujud didalam suatu
tindakan tergantung pada situasi saat itu, sikap akan diikuti oleh
tindakan mengacu kepada pengalaman orang lain, sikap diikuti
atau tidak diikuti oleh suatu tindakan berdasar pada banyak atau
sedikitnya pengalaman seseorang.
b. Tokoh penting sebagai panutan. Apabila seseorang itu penting
untuknya, maka apa yang ia katakana atau perbuat cenderung untuk
dicontoh.
c. Sumber-sumber daya (resource), mencakup fasilitas, uang, waktu,
tenaga dan sebagainya.
d. Perilaku normal, kebiasaan, nilai-nilai dan penggunaan
sumber-sumber didalam suatu masyarakat akan menghasilkan suatu pola
hidup (way of life) yang pada umumnya disebut kebudayaan.
21
berubah, baik lambat ataupun cepat sesuai dengan peradaban umat
manusia (Notoatmodjo, 2010).
4. Penelitian Terkait
Peneliti menemukan beberapa penelitian yang berkaitan dengan
topik yang akan diteliti.
a. Penelitian yang dilakukan oleh Finera Winda tahun 2010 berjudul
“Tingkat Pengetahuan Pengguna Lensa Kontak Terhadap Dampak
Negatif Penggunaannya Pada Mahasiswa Fakultas Kedokteran
USU Angkatan 2007-2009”. Hasil penelitian menunjukkan
mayoritas tingkat pengetahuan Mahasiswa Fakultas Kedokteran
USU pengguna lensa kontak terhadap dampak negatif
penggunaannya berada pada kategori sedang.
b. Penelitian yang dilakukan oleh Fatin Amirah Kamaruddin tahun
2010 berjudul “Gambaran Penggunaan Lensa Kontak Pada
Mahasiswa Fakultas Kedokteran USU dan Kemungkinan
Terjadinya Keratitis”. Hasil penelitian menunjukkan sebagian besar
yaitu sebanyak 90% mempunyai kemungkinan resiko rendah untuk
terkena keratitis dengan mengamalkan pemakaian lensa kontak
yang baik dari segi jenis, cara penggunaan dan cara perawatan
lensa kontak. Sebanyak 20% mahasiswa mempunyai kemungkinan
resiko keratitis sedang kerana mengamalkan cara pemakaian lensa
22
C. Lensa Kontak
1. Definisi Lensa Kontak
Lensa kontak adalah lensa yang menempel pada mata atau selaput
bening yang dipergunakan seseorang dengan gangguan penglihatan
untuk memperbaiki penglihatannya. Pada mata tidak dipergunakan kaca
mata akan tetapi lensa yang diatur kelengkungannya sehingga dapat
menempel pada selaput bening (Ilyas, 2004).
2. Indikasi dan Kontraindikasi Pengguna Lensa Kontak
Seseorang yang menggunakan lensa kontak sebaiknya seseorang
yang sukar menggunakan kaca mata dan seseorang yang mendapat
kesukaran dengan ukuran lensa kaca mata yang berbeda sehingga
mengeluh pusing (Ilyas, 2004).
Menurut Kharuna (2007),indikasi-indikasi pengguna lensa kontak
adalah sebagai berikut:
a. Indikasi optik, termasuk untuk anisometropia, aphakia unilateral,
myopia yang berminus tinggi, keratokonus dan astigmatisma
irreguler. Lensa kontak dapat digunakan oleh setiap orang yang
memiliki kelainan refraksi mata dengan tujuan kosmetik.
b. Indikasi terapeutik, yang meliputi:
1) Penyakit pada kornea, contohnya ulkus kornea non-healing,
keratopathi bullousa, keratitis filamentari, dan sindrom erosi
23
2) Penyakit pada iris mata, contohnya aniridia, koloboma, albino
untuk menghindari kesilauan cahaya.
3) Pada pasien glukoma, lensa kontak digunakan sebagai alat
pengantar obat.
4) Pada pasien ambliopia, lensa kontak opak digunakan untuk
oklusi.
5) Bandage soft contact lenses digunakan untuk keratoplasti dan
perforasi mikrokornea.
c. Indikasi preventif, digunakan untuk prevensi simblefaron dan
restorasi forniks pada penderita luka bakar akibat zat kimia, keratitis,
dan trichiasis.
d. Indikasi diagnostik, termasuk selama menggunakan gonioskopi,
elektroretinografi, pemeriksaan fundus pada astigmatisma irreguler,
fundus fotografi, dan pemeriksaan goldmann’s 3 bayangan.
e. Indikasi operasi, lensa kontak digunakan selama operasi goniotomi
untuk glukoma kongenital, vitrektomi, fotokoagulasi endokular.
f. Indikasi kosmetik, termasuk skar pada kornea mata yang
menyilaukan mata (lensa kontak warna), ptosis, lensa sklera
kosmetik pada phthisis bulbi.
g. Indikasi occupational, termasuk olahragawan, pilot, dan aktor
(Kharuna, 2007).
Seseorang yang tidak dianjurkan menggunakan lensa kontak yaitu
lansia dimana gerakan sudah kaku, pada mata yang meradang, masih
24
seseorang yang mempunyai kebiasaan menggosok mata, seseorang
yang tidak mengerti artinya steril, seseorang yang memiliki reumatik
pada tangan karena akan sulit saat menggunakan lensa kontak dan
seseorang dengan bakat alergi (Ilyas, 2004).
Menurut Kharuna (2007) Pengguanaan lensa kontak
dikontraindikasikan pada orang yang memiliki gangguan mental dan
tidak ada gairah hidup, blepharitis kronik dan styes rekuren,
konjungtivitis kronis, dry-eye syndrome, distrofi dan degenarasi kornea
mata, penyakit yang rekuren seperti episkleritis, skleritis, dan
iridocyclitis.
3. Klasifikasi Lensa Kontak
Lensa kontak terdiri dari berbagai bentuk antara lain lensa kontak
lembut, lensa kontak keras dan lensa kontak gas permeable. Lensa
kontak lembut terbuat dari pada bahan yang lebih lembut. Lensa ini
terbuat dari hidroksi etil meta krilat (HEMA), EDMA, PVP, bersifat
sangat lentur yang memberikan lebih sedikit keluhan pada
penggunaannya karena mudah mengikuti bentuk permukaan kornea.
Lensa kontak lembut dipakai untuk pengobatan seperti cedera mata
akibat bahan kimia dan pada selaput bening yang cacat karena sifatnya
yang lentur, mengandung banyak air, baik untuk astigmat irregular,
edema kornea atau keratitis bulosa, erosi rekuren, trauma kimia, dan
perforasi kecil kornea. Lensa kontak lembut dapat mengakibatkan
25
lebih besar akibat penyimpanannya yang steril dan pada lensa lembut
dapat tertimbun lemak (Ilyas, 2004).
Lensa kontak keras terbuat dari bahan polimetilmetakrilat
(PMMA) dengan bentuk yang disesuaikan kelengkungannya dengan
permukaan selaput bening mata. Ukuran atau penampang lensa ini lebih
kecil dari pada penampang selaput bening untuk memudahkan zat asam
masuk ke dalam selaput bening yang ditutupnya. Lensa ini memenuhi
seluruh syarat lensa kontak akan tetapi dengan daya tembus gas
terutama oksigen yang buruk. Lensa kontak gas permeable terbuat dari
akrilat dan silicon yang mempunyai daya serap gas terbaik (Ilyas,
2004).
Tabel 2.1 Keuntungan dan kerugian dari masing-masing jenis lensa
kontak
Bentuk Lensa Keuntungan Kerugian
Lensa kontak
Astigmat ringan akan
dapat hilang akibat
permukaan selaput
bening yang
melengkung ditutup
oleh lensa kontak keras
Tidak dapat dipakai
lebih dari 12 jam karena
26
Lensa kontak keras
bersifat netral dan tidak
menimbulkan reaksi
terasa pada permulaan
penggunaannya
Lensa kontak lembut
ada yang dapat
dipergunakan lebiih
dari 12 jam akibat lensa
kontak lembut dapat
dilalui zat asam
Astigmat atau silinder
tidak dapat diimbangi
lensa kontak lembut,
mudah dilalui zat asam
Lensa kontak lembut
mudah terinfeksi dan
kotor sehingga perlu
sering dibersihkan
27
lembut dapat
merupakan bahan yang
merangsang mata
sehingga menimbulkan
reaksi alergi
Infeksi selaput bening
bagi pengguna lensa
kontak dapat berakibat
kebutaan
Lensa kontak lembut
pakai lama (extended)
memperbesar resiko
untuk timbulnya infeksi
pseudomonas.
Pseudomonas
merupakan kuman yang
berbahaya dan dapat
berkembang biak pada
lensa kontak dan pelarut
lensa kontak.
Sumber: (Ilyas, 2004)
Lensa kontak memiliki keuntungan bagi para penggunanya
yaitu wajah terlihat wajah asli, kaca mata berat terhindar, lapang
28
dan kaca mata akan berkabut bila terjadi perubahan suhu, dan hal ini tidak
akan terjadi pada lensa kontak lembut (Ilyas, 2004).
4. Teknik Penggunaan Lensa Kontak Yang Aman
Rekomendasi bagi para pengguna lensa kontak terkait hal-hal apa
saja yang harus dilakukan dan di hindari agar penggunaannya menjadi
bersih dan aman dari American Optometric Association antara lain:
a. Temui dokter ahli mata untuk mendapatkan lensa kontak yang sesuai
dan layak.
b. Selalu cuci tangan sebelum menyentuh lensa kontak.
c. Bersihkan lensa kontak secara rutin. Usap lensa kontak dengan jari
dan bilas dengan cairan pembersih sebelum menyimpan lensa kontak
dalam wadah yang sudah diisi cairan pembersih.
d. Simpan wadah lensa kontak di tempat yang lembab dan terlindung
dari sengatan sinar matahari langsung. Ganti wadah penyimpan
setiap tiga bulan sekali.
e. Untuk menyimpan lensa kontak, gunakan cairan yang masih baru.
Jangan menggunakan cairan yang sudah dipakai walaupun masih
terlihat bening. Cairan pembersih dan penyimpan lensa kontak harus
diganti setiap hari meskipun lensa kontaknya sendiri tidak dipakai
setiap hari.
f. Selalu patuhi jadwal penggantian lensa kontak sesuai resep dokter.
g. Lepaskan lensa kontak sebelum berenang atau berendam air panas.
29
Ketika menggunakan atau membersihkan lensa kontak:
1) Jangan pernah menaruh lensa kontak dalam mulut atau
membasahi mereka dengan air liur, yang penuh dengan bakteri
dan potensi sumber infeksi.
2) Jangan menggunakan air keran atau larutan saline buatan sendiri.
Penyalahgunaan solusi telah dikaitkan dengan suatu kondisi yang
berpotensi menyilaukan pengguna soft lens.
3) Jangan gunakan lensa kontak yang tidak diresepkan oleh seorang
dokter mata. Menggunakan lensa kontak bukan merupakan
pilihan bagi semua orang, berkonsultasi dengan dokter mata
untuk melihat apakah lensa kontak adalah pilihan yang tepat
untuk koreksi penglihatan.
5. Bentuk- Bentuk Risiko Gangguan Kesehatan Mata Akibat Lensa Kontak
Resiko dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu internal risk dan
external risk (Flanagan & Norman, 1993 dalam Universitas Kristen
Petra, 2006). Internal risk merupakan resiko yang berasal dari dalam
misalnya pengetahuan dan motivasi seseorang terkait penggunaan dan
perawatan lensa kontak. Sedangkan external risk berasal dari faktor luar
misalnya fasilitas informasi tentang lensa kontak dan kondisi social
budaya dari pengguna lensa kontak.
30
1) Giant papillary conjunctivitis (GPC) adalah komplikasi yang
tersering timbul akibat penggunaan soft lens. Ini timbul akibat
salah satu dari 3 faktor yaitu peningkatan frekuensi penggunaan
lensa, penurunan lama penggunaan lensa kontak, perubahan
larutan pembersih yang kuat. Untuk lensa RGP, ia mudah
berpindah dari kornea ke forniks atas. Jika tidak dapat dideteksi,
maka lensa akan mengikis forniks melewati konjungtiva dan
membawanya ke dalam jaringan yang lembut di kelopak mata,
dan akan menimbulkan gejala yang relatif asimptomatik.
Akibatnya, jaringan yang disekitar lensa kontak akan mengalami
iritasi dan inflamasi, dan menimbulkan abses yang steril. Lensa
yang dianggap sebagai benda asing akan terbentuk jaringan
granulasi disekitar lensa, dan membungkusnya seperti bentuk
kista.
2) Ptosis, ini timbul akibat adanya massa pada lensa, skar, jaringan
fibrosa di kelopak mata. Lensa kontak yang menempel pada
kornea mata juga akan membentuk skar dan kontraksi pada
jaringan kelopak mata yang mengakibatkan retraksi pada
kelopak mata. Ptosis juga dapat timbul akibat dari giant
papillary conjunctivitis yang berat.
b. Konjungtiva
1) Alergi kontak merupakan reaksi hipersensitivitas dermatitis
kontak akibat dari zat-zat kimia host yang didapati dari larutan
31
diikuti dengan adanya injeksi, rasa terbakar, merah, berair,
secret mukoid, dan chemosis. Sebagai tambahan kelopak mata
bisa edema dan eritema.
2) GPC, rata-rata 1-3% pengguna lensa kontak akan mendapatkan
simptom GPC yang kompleks, terdiri dari injeksi konjungtiva,
sekret mukoid, gatal, debris pada tear film, lapisan lensa,
pandangan kabur, dan pergerakan lensa yang berlebihan.
3) Contact lens-induced superior limbic keratoconjunctivits
(CL-ISLK) merupakan suatu reaksi imun pada konjungtiva perifer.
Manifestasi klinisnya adalah penebalan konjungtiva, eritema,
dan timbul berbagai warna pada konjungtiva bulbaris superior.
Sel epitelium keratinisasi akan berisi banyak sel-sel goblet yang
diinvasi oleh neutrofil. Akibatnya akan terasa seperti ada benda
asing, fotofobia, berair, rasa terbakar, gatal, dan penurunan
akuitas visual.
c. Epitelium kornea
1) Kerusakan epitel yang mekanik. Lensa kontak merupakan banda
asing yang akan menggosok kornea dan menekan epitel kornea
setiap mengedipkan mata sepanjang hari dan menimbulkan
abrasi kornea. Jika tidak dikenali dan diobati akan
mengakibatkan stres pada epitel yang kronis. Kerusakan epitel
akan memudahkan bakteri menempel pada kornea dan
mengakibatkan infeksi stroma, serta menstimulus sub-epitel
32
2) Chemical epithelial defect. Berbagai larutan kimia lensa kontak
akan menimbulkan kerusakan epitel ditandai dengan adanya
erosi. Larutan pembersih surfaktan biasanya akan menyebabkan
nyeri, merah, fotopobia, dan berair, segera setelah
dibersihkannya lensa. Gejala ini akan hilang dalam 1-2 hari. Jika
hidroksi peroksida diteteskan ke mata, maka akan timbul
gelembung-gelembung gas pada intra-epitel dan sub-epitel.
Gelembung ini terlihat dan menyebabkan hilangnya penglihatan
secara signifikan yang bersifat temporer, dan hidroksi peroksida
juga menyebabkan perubahan refraksi permanen dan larutan
desinfeksi kimia dapat merusak epitel yang tidak terlihat dan
bersifat intermiten.
3) Hypoxia. Kebutuhan oksigen di kornea mata dipengaruhi karena
lapisan lensa kontak mengurangi jumlah oksigen yang masuk.
Hipoksia yang ringan mengakibatkan edema epitel dan
penglihatan kabur yang temporer, sedangkan hipoksia berat
akan terjadi kematian sel-sel epitel dan deskuamasi. Pengguna
tidak merasa nyaman, penurunan penglihatan temporer, dan
fotopobia. Salah satu tanda hipoksia kornea kronis adalah
adanya neovaskularisasi superfisial terutama sepanjang limbus
superior. Epitel kornea yang lebih tipis dibandingkan lensa
kontak menyebabkan hipoksia yang kronis dan menurunkan
33
ukurannya membesar, dan memudahkan menempelnya
Pseudomonas aeruginosa pada permukaan sel epitel.
4) Reaksi imun superfisial. Variasi larutan lensa kontak dapat
menimbulkan toksik superfisial atau reaksi imun. Ditandai
dengan adanya keratophati, injeksi konjungtiva, berair, gatal,
dan chemosis.
d. Stroma kornea
1) Infiltrat steril. Penggunaan lensa kontak akan menginduksi
terjadinya keratitis steril, dengan onset adanya infiltrat pada
stroma anterior atau leukosit polimorfonuklear di sub-epitel dan
sel mononuklear di perifer kornea secara tiba-tiba. Berdiameter
0,1-2 mm, tunggal atau berkelompok, dengan bentuk bulat, oval,
dan menempel pada sel epitel yang menyebabkan kerusakan
epitel. Manifestasi klinisnya adalah nyeri ringan, inflamasi pada
anterior chamber yang minim, kerusakan epitel, kemudian
terbentuk ulkus.
2) Infeksi kornea (keratitis). Disebabkan oleh bakteri, jamur,
protozoa (acanthamoeba keratitis). Infeksi bakteri biasanya
timbul di kelopak mata dan kelenjar air mata. Penggunaan lensa
kontak mengganggu pertukaran air mata, sehingga air mata
terkumpul di kornea mata. Selain itu, ketebalan epitel menurun,
pergantian sel menurun dan terjadi deskuamasi, sehingga
meningkatkan risiko infeksi bakteri pada sel epitel. Gejala awal
34
berair dan sedikit sulit mengedipkan mata. Bakteri yang sering
menimbulkan infeksi kornea mata adalah P. aeruginosa,
Staphylococcus aureus, dan Staphylococcus epidermidis. Infeksi
ini biasanya berasal dari larutan lensa kontak yang
terkontaminasi. Infeksi bakteri yang akut biasanya terjadi dalam
waktu 24 jam dengan simptom nyeri, fotopobia, berair, sekret
purulen, dan penurunan penglihatan. Awalnya infiltrat stroma
berwarna putih kekuningan yang berkembang di bawah sel
epitel yang rusak diikuti adanya reaksi di anterior chamber dan
injeksi konjungtiva. Setelah itu, berkembang menjadi edema
epitel kemudian menjadi nekrosis. Dilaporkan di United State
dan Netherland, bahwa infeksi kornea mata memiliki risiko
yang paling sering ditimbulkan akibat penggunaan lensa kontak
dalam 2 dekade terakhir ini.
3) Acanthamoeba keratitis merupakan infeksi yang sulit untuk
diterapi. Sumber infeksi ini berasal dari larutan lensa kontak,
dimana tempat larutan tersebut telah terkontaminasi oleh
acanthamoeba. Manifestasi klinis awal yang timbul adalah
adanya sensasi benda asing, penglihatan kabur yang ringan, dan
merah. Kemudian diikuti rasa nyeri yang progresif, injeksi
konjungtiva, epitelnya kasar, dan pada pemeriksaan dengan
senter terlihat adanya penebalan saraf-saraf kornea mata. Infeksi
ini bersifat progresif, berat, dan bentuk infiltratnya seperti cincin
35
4) Mata merah akut (tight lens syndrome). Lensa kontak dapat
menebalkan mata dan sebagai tanda adanya inflamasi stroma
difus dan reaksi pada anterior chamber. Manifestasi klinisnya
adalah rasa nyeri, fotopobia, injeksi, dan berair baik akut
maupun kronik.
5) Kikisan kornea mata (corneal warpage). Selama menggunakan
lensa kontak akan terjadi perubahan kontur kornea. Corneal
warpage menyebabkan astigmatisma irreguler, dan ini dapat
dikoreksi dengan menggunakan kacamata.
6) Contact lens-induced keratoconus. Hubungan antara
keratokonus dengan lensa kontak masih kontroversi. Persentasi
yang tinggi (20-30%) penderita keratokonus didiagnosis akibat
dari penggunaan lensa kontak, tetapi bagaimanapun tidak ada
penyebab yang berhubungan langsung dengan penyakit tersebut.
e. Endotel kornea mata
Penggunaan lensa kontak juga berhubungan dengan endotel
kornea mata. Pengguna memiliki variasi ukuran sel endotel
(polymegethism) dan peningkatan frekuensi sel non-heksagonal
(polymorphism) lebih tinggi daripada yang menggunakan lensa
kontak (Ventocilla, 2010).
Infeksi dan iritasi pada mata dapat disebabkan oleh beberapa
faktor resiko. Chang,Daly, dan Elliot (2006) menyebutkan bahwa
faktor resiko tersebut yakni:
36 2) Kerusakan intengritas jaringan
3) Potensial mengidap penyakit tertentu
4) Immunosupresi
5) Terdapat aspek pengobatan atau prosedur tertentu (tindakan
invasif, operasi, dll)
6) Penggunaan antibiotik
Berdasarkan hasil penjabaran faktor resiko gangguan mata
diatas, jika dikaitkan dengan penggunaan dan perawatan lensa
kontak, maka dapat diringkas sebagai berikut:
1) Pengetahuan
Pengetahuan yang domain kognitif yang mempengaruhi
perilaku seseorang. Pengetahuan yang dimiliki seseorang dapat
menghasilkan persepsi dan motivasi terhadap perilaku. Oleh
karena itu, seseorang dengan pengetahuan tertentu secara tidak
langsung akan melakukan tindakan yang sesuai dengan apa yang
diketahuinya. Pengetahuan mengenai perawatan lensa kontak
akan membentuk perilaku seseorang dalam menggunakan dan
merawat lensa kontak yang pada akhirnya akan berdampak pada
kesehatan mata.
2) Motivasi
Motivasi adalah konsep yang dipakai untuk menguraikan
keadaan yang menstimulasi perilaku tertentu dan respon instrinsik
37
menjadi hal penting untuk menghasilkan keinginan pada diri
seseorang yang mempengaruhi perilaku dalam merawat lensa
kontak. Motivasi dapat mendukung seseorang untuk melakukan
perawatan lensa kontak sesuai prosedur. Motivasi juga
mempengaruhi seseorang untuk selalu menjaga kesehatan mata.
3) Usia ekstrim
Masa usia ekstrim meliputi terlalu muda dan usia terlalu
tua. Pada masa ini, seseorang memiliki kerentanan tubuh yang
memudahkan agen penyakit dan radikal bebas menyerang system
tubuh. Lansia, bayi, dan toddler merupakan kelompok masa usia
ekstrim. Ketidakmaturan dan penuaan sel menyebabkan
penurunan fungsi tubuh terhadap tahanan penyakit atau radikal
bebas. Oleh karena itu, pada masa usia ini seseorang akan dengan
mudah terserang penyakit dibandingkan dengan usia menengah.
Lansia memiliki resiko lebih tinggi terhadap serangan penyakit
sesuai dengan imunitas yang dikemukan oleh Stanley & Beare
(2007), ketika orag bertambah tua, pertahanan mereka terhadap
organisme asing mengalami penurunan sehingga mereka lebih
rentan untuk menderita berbagai penyakit. Begitupun bayi dan
toddler memiliki kerentanan terhadap penyakit karena
immaturitas sistem tubuh terutama sistem immun menurut
Whaley & Wong (1995) dalam Potter & Perry (2005) kelompok
usia bayi adalah lahir-12 bulan atau 18 bulan, toddler 1-3 tahun.
38
RI (2003) terbagi menjadi tiga, yaitu pra usia lanjut (45-59 tahun),
usia lanjut (60-69 tahun), usia lanjut resiko tinggi (lebih dari 70
tahun atau usia lanjut berumur 60 tahun atau lebih dengan
masalah kesehatan)
4) Status kesehatan
Kondisi kesehatan sangat mempengaruhi fungsi sistem
tubuh. Penyakit yang tengah dialami seseorang baik kronik
ataupun akut secara bertahap meyebabkan penurunan dan
kelemahan pada organ yang terkena penyakit, organ-organ sekitar
yang terkena penyakit, bahkan kekebalan tubuh namun demikian
terdapat faktor lingkungan yang dapat mempengaruhi kesehatan.
Menurut definisi penyakit lingkungan yang dikemukakan oleh
Pringgoutomo, Himawan, & Tjarta (2002) bahwa penyakit
lingkungan merupakan penyakit yang terjadiakibat interaksi
manusia dengan lingkunganya berikut merupakan kondisi yang
mempengaruhi status kesehatan seseorang:
a) Potensial mengidap penyakit
b) Immunosupresi
c) Kerusakan integritas jaringan mata
D. Gangguan Penglihatan dan Mata
Mata dapat terkena berbagai kondisi, beberapa diantaranya bersifat
primer sedang yang lain sekunder akibat kelainan pada system organ tubuh