• Tidak ada hasil yang ditemukan

Persepsi Masyarakat Terhadap Perubahan Tata Guna Lahan Di Kecamatan Medan Polonia

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Persepsi Masyarakat Terhadap Perubahan Tata Guna Lahan Di Kecamatan Medan Polonia"

Copied!
178
0
0

Teks penuh

(1)

PERSEPSI MASYARAKAT TERHADAP

PERUBAHAN TATA GUNA LAHAN DI

KECAMATAN MEDAN POLONIA

T E S I S

Oleh

MOHAMAD HENDRA IRAWAN

087020016/AR

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

PERSEPSI MASYARAKAT TERHADAP

PERUBAHAN TATA GUNA LAHAN DI

KECAMATAN MEDAN POLONIA

T E S I S

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Magister Teknik Dalam Program Studi Magister

Teknik Arsitektur Pada Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara

Oleh

Mohamad Hendra Irawan

087020016/AR

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(3)

PERNYATAAN

T E S I S

PERSEPSI MASYARAKAT TERHADAP

PERUBAHAN TATA GUNA LAHAN DI KECAMATAN MEDAN POLONIA

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Medan, September 2010

(4)

Judul Tesis :PERSEPSI MASYARAKAT TERHADAP

PERUBAHAN TATA GUNA LAHAN DI

KECAMATAN MEDAN POLONIA

Nama Mahasiswa : Mohamad Hendra Irawan Nomor Pokok : 087020016

Program Studi : Teknik Arsitektur

Menyetujui Komisi Pembimbing

Tanggal Lulus : 29 Juli 2010

(Ir. Rahmad Dian, MT) Anggota

(Prof. Abdul Ghani Salleh, B.Ec, M.Sc, PhD) Ketua

Ketua Program Studi,

(Ir. Dwira N. Aulia, M.Sc, PhD)

Dekan,

(5)

Telah diuji pada

Tanggal: 29 Juli 2010

PANITIA PENGUJI

Ketua : Prof. Abdul Ghani Salleh, B.Ec, M.Sc, PhD

Anggota : 1. Ir. Rahmad Dian, MT

(6)

Abstrak

Dalam rangka mencapai kestabilan konteks keruangan seiring meningkatnya pertumbuhan penduduk dan aktivitas ekonomi, Pemerintah kota Medan telah membuat kebijakan perubahan tata guna lahan perkotaan berupa Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) kota Medan Tahun 2008-2028. Akan tetapi, dalam menentukan arahan pemanfaatan lahan, pemerintah seharusnya telah melakukan identifikasi terhadap tiga faktor utama yang berperan secara substansial yaitu faktor ekonomi yang berorientasikan pada pengembangan modal finansial (Profit Making Values), faktor pemenuhan kebutuhan dasar dan keberlangsungan hidup masyarakat umum (Public Interest Values) serta faktor nilai-nilai sosial yang bertumbuh kembang di lokasi masyarakat tinggal (Socially Rooted Values).

Untuk mengetahui seberapa besar peran ketiga faktor tersebut di dalam kebijakan perubahan tata guna lahan khususnya di wilayah kecamatan Medan Polonia, maka dilakukan suatu penelitian sosial melalui proses identifikasi terhadap persepsi yang muncul dari masyarakat setempat. Untuk mencapai tujuan diatas dilakukan kegiatan penjaringan persepsi masyarakat di 5 kelurahan yang berada di lokasi kecamatan tersebut meliputi kelurahan Anggrung, Polonia, Sarirejo, Madras Hulu dan Sukadamai. Populasi penelitian ditentukan berdasarkan jumlah rumah tinggal yang ada di wilayah penelitian. Sedangkan karena pada penelitian ini dilakukan uji statistik, maka jumlah sampel dibatasi sebanyak 200 buah yang disebar secara proporsional di setiap kelurahan. Adapun persepsi masyarakat yang diteliti dalam penelitian tersebut antara lain (1) tingkat ketergantungan terhadap aktifitas bandara Polonia, (2) rasa keamanan dan kenyamanan di lokasi tempat tinggal saat ini, (3) tingkat pemahaman masyarakat terhadap rencana perubahan tata guna lahan, (4) tingkat persetujuan masyarakat terhadap detail perubahan tata guna lahan, (5) tingkat kepatuhan masyarakat terhadap kebijakan perubahan tata guna lahan, (6) tingkat keyakinan terjadinya peningkatan perekonomian kota, (7) tingkat keyakinan terjadinya peningkatan perekonomian masyarakat, (8) tingkat keyakinan tersedianya kebutuhan infrastruktur maupun fasilitas penunjang keberlangsungan hidup dan aktifitas masyarakat, (9) tingkat kekhawatiran masyarakat terhadap hilangnya identitas sosial mereka akibat adanya pendatang dan (10) tingkat kekhawatiran masyarakat terhadap terjadinya degradasi sosial. Uji Khi Kuadrat (X 2) untuk kebebasan digunakan untuk mengetahui ketergantungan antara 10 variabel yang diteliti dengan variabel terikat jenis pekerjaan dan lokasi kelurahan dimana responden tinggal yang mengacu kepada berbagai variabel yang bersifat kuantitatif terkait aspek ekonomi dan aspek sosial.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa persepsi yang muncul di masyarakat sangat beragam dan akan terus menerus mengalami perubahan seiring masuknya arus informasi baru di lingkungannya. Berdasarkan hasil penelitian, pemerintah harus mempertahankan dan menjalankan kebijakan tersebut secara konsisten, perlu adanya kerjasama antara pemerintah dan swasta dalam mengembangkan program penunjang lainnya dan lebih proaktifnya masyarakat di dalam kegiatan penataan ruang lain sehingga kebijakan yang akan diberlakukan tersebut akan populer di masyarakat.

Kata Kunci: Persepsi, Perubahan Tata Guna Lahan, Sosio-Ekonomi

(7)

Abstract

In order to achieve the stability of spatial context along side the increasing of the population growth and economic activity, the Medan City Government has made land use changes policy for the city in the form of Medan City Spatial Planning (RTRW) for the year 2008-2028. However, in determining the direction of land use, the government should have identified three main factors that contribute substantively which are the financial capital growth oriented economic factor (Profit Making Values), the basic needs fulfillment factor and public life sustainability factor (Public Interest Values ) and social values factor that is flourishing in the place where people live (Socially Rooted Values).

To find out how big those three factors’ role in the land use changes policy, especially in the area of Medan Polonia district, so we do a social study through the identification process of perception that arise from the local community. To achieve the objectives above, we search some public perceptions in 5 villages which are located at sub-district includes Anggrung, Polonia, Sarirejo, Sukadamai and Madras Hulu villages. The study population is determined based on the number of existing homes in the area of research. Meanwhile, because in this study performed a statistical test, then the number of samples is limited as many as 200 pieces which are distributed proportionately in each district. The public perception is investigated in this study include (1) the level of dependence on the activities of Polonia airport, (2) a sense of security and comfort at the current location of residence, (3) the level of public awareness land use changes plan, (4) level of public approval to the land use change details in each area, (5) the level of public compliance to land use change policy, (6) confidence level of economic development for the city, (7) confidence level of economic development for communities, (8) level confidence and facility, the availability of the infrastructure that will support the sustainability of life and community activities, (9) the level of public concern against the loss of their social identity as a result of immigrants and (10), level of anxiety in the community towards social degradation. Chi Square Test (X2) for Independence between the 10 variables analyzed with the dependent variable job type and location of villages where respondents live, which refers to a variety of quantitative variables related to economic aspects and social aspects.

The results showed that the perception which emerged in the community is vary and continuesly changing within the increasing of new information in the environment. Based on the results of research, now the government should consistently maintaining and running the policy, and there should be a cooperation between the government and the private sector in developing other support programs and the community should be more proactive in other spatial planning activities so in result the policy that will be set to be legal can be a popular issue in the community.

(8)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis sampaikan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan karunianya atas terselesaikannya penulisan tesis ini serta terima kasih yang tak terhingga penulis haturkan kepada junjungan kami Nabi Besar Muhammad

SAW .

Penulisan tesis merupakan salah satu kewajiban yang harus dipenuhi dalam menempuh pendidikan di Program Magister Manajemen Perkembangan Kota Jurusan Teknik Arsitektur Universitas Sumatera Utara dan merupakan tahapan akhir dari rangkaian proses penyelesaian studi yang selama ini dilakukan oleh mahasiswa.

Pada kesempatan ini penulis juga ingin menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, D.T.M.&H., M.Sc.(C.T.M.), Sp.A.(K.) selaku Rektor Universitas Sumatera Utara;

2. Prof. Dr. Ir. Bustami Syam, MSME selaku Dekan Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara;

3. Ir. Dwira N. Aulia, M.Sc, PhD selaku Ketua Program Magister Arsitektur Universitas Sumatera Utara;

4. Prof. Abdul Ghani Salleh, B.Ec, M.Sc, PhD selaku Pembimbing Utama; 5. Ir. Rahmad Dian, MT selaku Pembimbing Pendamping;

6. Salmina W. Ginting, ST, MT, Wahyuni Zahrah, ST, MS dan Hajar Suwantoro, ST, MT selaku dosen penguji yang telah memberikan masukan untuk kesempurnaan tesis ini;

(9)

8. Bpk. Bram Bharoto Tjiptadi, SE selaku General Manager PT. Angkasa Pura II (Persero) Cabang Bandar Udara Polonia Medan;

9. Bpk. Ir. Abdul Gani Batubara, MM selaku Manager Teknik Umum, Mekanikal dan Peralatan PT. Angkasa Pura II (Persero) Cabang Bandar Udara Polonia Medan;

10.Bpk. Sugito, ST selaku Jr. Manager Teknik Landasan dan Tata Lingkungan PT. Angkasa Pura II (Persero) Cabang Bandar Udara Polonia Medan;

11.Vice President of Civil Engineering PT. Angkasa Pura II (Persero) beserta jajarannya;

12.Chief of Research, Development, Planning & IT PT. Angkasa Pura II (Persero) beserta jajarannya;

13.Seluruh keluarga besar PT. Angkasa Pura II (Persero) Cabang Bandar Udara Polonia Medan;

14.Rekan-rekan mahasiswa seperjuangan Program Magister Manajemen Pembangunan Kota Universitas Sumatera Utara Angkatan 2008;

15.Papa, mama serta adik-adikku tercinta yang selalu mendoakanku;

16.Istriku tercinta, Ita Agustia yang telah banyak mendukungku lahir dan batin; 17.Ananda tercinta, Indra Tanaya Irawan yang selalu menjadi semangat hidupku; 18.Dan seluruh pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu

Mudah-mudahan laporan tesis ini dapat bermanfaat bagi seluruh pihak yang membutuhkan.

Medan, September 2010

(10)

RIWAYAT HIDUP PENULIS

Nama : Mohamad Hendra Irawan

Tempat/ Tanggal Lahir : Jakarta / 22 Juni 1979

Jenis Kelamin : Pria

Alamat : Jl. Sei Tuan No. 29, Kel. Babura, Kec. Medan Baru

Medan

Nama Istri : Ita Agustia

Nama Anak : Indra Tanaya Irawan

Pendidikan Terakhir : Sarjana Teknik Arsitektur

Institut Teknologi Indonesia , Serpong

Pekerjaan : Karyawan PT. Angkasa Pura II (Persero) Cabang

Bandar Udara Polonia Medan

Alamat e-mail :

Pengalaman Pendidikan :

1. 1997-2002, Jurusan Teknik Arsitektur , Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, Institut Teknologi Indonesia Serpong, keterangan lulus

2. 1994-1997, SMU Negeri 1 Jakarta, keterangan lulus 3. 1991-1994, SLTP Negeri 4 Jakarta, keterangan lulus

4. 1985-1991, SD Negeri Gunung Sahari Utara 01 Pagi Jakarta

(11)

DAFTAR ISI

ABSTRAK……….……… i

ABSTRACT……….……… ii

KATA PENGANTAR……….… iii

RIWAYAT HIDUPPENULIS……….….. v

DAFTAR ISI………. vi

DAFTAR GAMBAR………. ix

DAFTAR TABEL………. x

BAB I. PENDAHULUAN……….... 1

1.1. Latar Belakang………... 1

1.2. Perumusan Masalah………... 3

1.3. Landasan Teori……….... 3

1.4. Tujuan Penelitian………. 6

1.5. Batasan Penelitian……… 6

1.6. Kerangka Berpikir……… 7

1.7. Struktur Penulisan……… 9

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA……… 12

2.1. Persepsi Masyarakat………. 12

2.1.1. Definisi……….. 12

2.1.2. Proses dan Faktor Yang Mempengaruhi Persepsi……….. 13

2.2. Perubahan Tata Guna Lahan………... 15

2.2.1. Definisi………... 15

2.2.2. Model Perubahan Tata Guna Lahan……….. 17

2.3. Persepsi Masyarakat Terhadap Perubahan Tata Guna Lahan………. 22

(12)

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN………..……… 39

3.1. Metode Penelitian……….... 39

3.2. Populasi Dan Sampel………... 40

3.2.1. Populasi………... 40

3.2.2. Sampel ……….. 41

3.3. Identifikasi Variabel……… 42

3.4. Teknik Pengumpulan Data………... 44

3.4.1. Pengumpulan Data Primer………... 44

3.4.2. Pengumpulan Data Sekunder………. 45

3.5. Teknik Pengolahan Data……….. 46

3.6. Teknik Analisis Data……… 47

3.7. Tahapan Penelitian……..……….. 48

BAB IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH STUDI……… 50

4.1. Kondisi Umum Kecamatan Medan Polonia………... 50

4.1.1. Letak Geografis Dan Administrasi Wilayah………... 50

4.1.2. Demografi Kependudukan……… 52

4.1.3. Ekonomi………. 54

4.1.4. Sosial Budaya Dan Kesehatan Masyarakat……… 54

4.2. Tata Guna Lahan Di Kecamatan Medan Polonia………. 56

4.2.1. Kedudukan Bandar Udara Polonia Dalam Konteks Perkotaan ………. 56

4.2.2.Kondisi Eksisting Tata Guna Lahan Kecamatan Medan Polonia………... 60

4.2.3.Rencana Perubahan Tata Guna Lahan Kecamatan Medan Polonia………... 70

BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN………... 76

5.1. Karakteristik Responden………...……… 76

5.1.1. Karakteristik Sosial Responden……….……... 76

(13)

5.2. Persepsi Masyarakat Terhadap Perubahan Tata Guna

Lahan Kecamatan Medan Polonia………. 82

5.2.1. Persepsi Masyarakat Terhadap Perubahan Tata Guna Lahan Di Kecamatan Medan Polonia Terkait Dengan Faktor Ekonomi Yang Berorientasikan Pada Pengembangan Modal Finansial (Profit Making Values)……... 82

5.2.2. Persepsi Masyarakat Terhadap Perubahan Tata Guna Lahan Di Kecamatan Medan Polonia Terkait Dengan Faktor Pemenuhan Kebutuhan Dasar Dan Menjaga Keberlangsungan Hidup Masyarakat Umum (Public Interest Values……….……….……... 99

5.2.3. Persepsi Masyarakat Terhadap Perubahan Tata Guna Lahan Di Kecamatan Medan Polonia Terkait Dengan Faktor Nilai-Nilai Sosial Yang Bertumbuh Kembang Di Daerah Dimana Lahan Itu Berada (Social Rooted Values) ……… 113

BAB VI. PENUTUP………... 125

6.1. Kesimpulan……….……….. 133

6.2. Saran / Rekomendasi ……… 135

6.3. Kelemahan Penelitian Dan Saran Dilakukannya Penelitian Lebih Lanjut………. 137

DAFTAR PUSTAKA……… 138

(14)

DAFTAR GAMBAR

No. Judul Hal

1.1. Kerangka Berpikir………. 9

2.1. Proses Terjadinya Persepsi……… 14

2.2. Layout Kawasan Bandar Udara Kemayoran………….….. …….. 23

2.3. Masterplan / RTRK Kota Baru Bandar Kemayoran

Tahun 2005………. 28

2.4. Ilustrasi Rencana Penataan Jl. Benyamin Suaeb…….……… 32

2.5. Kondisi Permukiman Rusun Yang Kontras Dengan

Lingkungan Sekitar…….………. ……… 34

4.1. Peta Lokasi Kecamatan Medan Polonia…….………. 50

4.2. Grafik Pola Pertumbuhan Penduduk Kecamatan Medan

Polonia………. 51

4.3. Grafik Proporsi Jumlah Penduduk Kecamatan Medan

Polonia Berdasarkan Agama……… ……… 52

4.4. Rencana Pengembangan Fasilitas Pelabuhan Udara

Dan Keselamatan Penerbangan………... 57

4.5. Peta Penggunaan Lahan Di Kawasan Kecamatan Medan

Polonia ……… 61

4.6. Peta Penggunaan Bangunan Di Kawasan Kecamatan Medan

Polonia ……… 62

4.7. Gambar Rumah Penduduk Di Kelurahan Polonia

Dan Sarirejo………. 63

4.8. Kondisi Lahan Perumahan Di Kelurahan Polonia

Yang Digusur Oleh Developer Swasta……… 64

4.9. Gambar Kelompok Fasilitas Perdagangan Jasa Di

Kecamatan Medan Polonia………... 65

4.10. Rencana Pola Ruang Kecamatan Medan Polonia Tahun

(15)

DAFTAR TABEL

No. Judul Hal

3.1. Penentuan Jumlah Sampel Proporsional………... 42

3.2. Penentuan Jenis Variabel Terikat (Descrete) ... 43

4.1. Data Administratif Wilayah………... 50

4.2. Data Kependudukan………... 52

4.3. Data Jumlah Penduduk Berdasarkan Usia Dan Jenis Kelamin……… 53

4.4. Data Jumlah Penduduk Usia 7-12 Tahun Dan Status Pendidikan Di Kecamatan Medan Polonia……….. ……… 53

4.5. Komposisi Mata Pencaharian Penduduk Di Kecamatan Medan Polonia………. ……… 54

4.6. Data Jumlah Siswa Dan Guru SD Di Kecamatan Medan Polonia………. 55

4.7. Data Jumlah Pelayanan Kesehatan Di Kecamatan Medan Polonia………. 55

4.8. Data Jumlah Fasilitas Keagamaan Di Kecamatan Medan Polonia………. 56

4.9. Data Jumlah Rumah Tinggal Di Kecamatan Medan Polonia Per Desember 2009……… 64

4.10. Data Jumlah Fasilitas Perdagangan Di Kecamatan Medan Polonia……… 65

4.11. Data Jumlah Fasilitas Jasa Transportasi Di Kecamatan Medan Polonia……… 65

4.12. Data Jumlah Fasilitas Pariwisata Di Kecamatan Medan Polonia……… 66

4.13. Data Jumlah Fasilitas Jasa Pelayanan Masyarakat Di Kecamatan Medan Polonia………. 66

4.14. Data Jumlah Industri Di Kecamatan Medan Polonia………. 67

4.15. Data Jumlah Industri Rumah Tangga Di Kecamatan Medan Polonia……… 67

4.16. Data Lokasi Taman Di Kecamatan Medan Polonia……… 68

(16)

4.18. Perwujudan Sistem Prasarana Dalam Arahan Penggunaan

Lahan Tahun 2008-2028………... 73

4.19. Rencana Penggunaan Lahan Di Kecamatan Medan Polonia ... 75

5.1. Karakteristik Sosial Responden Berdasarkan Usia………. 76

5.2. Karakteristik Sosial Responden Berdasarkan Status

Pernikahan………... 77

5.3. Karakteristik Sosial Responden Berdasarkan Agama……. ……… 77

5.4. Karakteristik Sosial Responden Berdasarkan Latar

Belakang Pendidikan………... ……… 78

5.5. Karakteristik Sosial Responden Berdasarkan Latar

Belakang Etnis / Suku………... 78

5.6. Karakteristik Ekonomi Responden Berdasarkan

Penghasilan Rata-Rata Keluarga/ Bulan………... 79

5.7. Karakteristik Ekonomi Responden Berdasarkan

Pengeluaran Rata-Rata Keluarga/ Bulan………... 80

5.8. Karakteristik Ekonomi Responden Berdasarkan

Mata Pencaharian………... 80

5.9. Karakteristik Mata Pencaharian Responden Berdasarkan

Tingkat Pendidikan……... 81

5.10. Karakteristik Ekonomi Responden Berdasarkan

Jangka Waktu Tinggal…... 81

5.11. Karakteristik Ekonomi Responden Berdasarkan

Status Kepemilikan Rumah Tinggal………... 82

5.12. Tingkat Pemahaman Masyarakat Berdasarkan Jenis Pekerjaan … 83

5.13. Tingkat Pemahaman Masyarakat Berdasarkan Lokasi

Kelurahan………... 85

5.14. Tingkat Kepatuhan Masyarakat Berdasarkan Jenis Pekerjaan…… 88

5.15. Tingkat Kepatuhan Masyarakat Berdasarkan Lokasi

Kelurahan………... 89

5.16. Tingkat Keyakinan Peningkatan Ekonomi Kota Berdasarkan

Jenis Pekerjaan………... 92

5.17. Tingkat Keyakinan Peningkatan Ekonomi Kota Berdasarkan

Jenjang Pendidikan ………... 93

5.18. Tingkat Keyakinan Peningkatan Ekonomi Masyarakat

Berdasarkan Penghasilan Rata-rata per Bulan ... 96

5.19. Tingkat Keyakinan Peningkatan Ekonomi Masyarakat

(17)

5.20. Tingkat Ketergantungan Masyarakat Terhadap Aktifitas

Bandara Polonia Berdasarkan Jenis Pekerjaan……… 100

5.21. Tingkat Ketergantungan Masyarakat Terhadap Aktifitas

Bandara Polonia Berdasarkan Lokasi Kelurahan……… 102

5.22. Tingkat Keyakinan Masyarakat Terhadap Tersedianya Fasilitas

Dan Infrastruktur Berdasarkan Jenis Pekerjaan………. 104

5.23. Tingkat Keyakinan Masyarakat Terhadap Tersedianya Fasilitas

Dan Infrastruktur Berdasarkan Lokasi Kelurahan………. 106

5.24. Tingkat Persetujuan Terhadap Detail Rencana Perubahan

Tata Guna Lahan Berdasarkan Jenis Pekerjaan……….. 109

5.25. Tingkat Persetujuan Terhadap Detail Rencana Perubahan

Tata Guna Lahan Berdasarkan Lokasi Kelurahan……….. 110

5.26. Tingkat Keamanan dan Kenyamanan Tinggal Saat Ini

Berdasarkan Status Rumah Tinggal ……... 114

5.27. Tingkat Keamanan dan Kenyamanan Tinggal Saat Ini

Berdasarkan Jangka Waktu Tinggal ……... 115

5.28. Tingkat Kekhawatiran Hilangnya Identitas Sosial Berdasarkan

Jenis Pekerjaan………... 118

5.29. Tingkat Kekhawatiran Hilangnya Identitas Sosial Berdasarkan

Lokasi Kelurahan…………... 119

5.30. Tingkat Kekhawatiran Terjadinya Degradasi Sosial Berdasarkan

Jenis Pekerjaan………... 121

5.31. Tingkat Kekhawatiran Terjadinya Degradasi Sosial Berdasarkan

(18)

Abstrak

Dalam rangka mencapai kestabilan konteks keruangan seiring meningkatnya pertumbuhan penduduk dan aktivitas ekonomi, Pemerintah kota Medan telah membuat kebijakan perubahan tata guna lahan perkotaan berupa Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) kota Medan Tahun 2008-2028. Akan tetapi, dalam menentukan arahan pemanfaatan lahan, pemerintah seharusnya telah melakukan identifikasi terhadap tiga faktor utama yang berperan secara substansial yaitu faktor ekonomi yang berorientasikan pada pengembangan modal finansial (Profit Making Values), faktor pemenuhan kebutuhan dasar dan keberlangsungan hidup masyarakat umum (Public Interest Values) serta faktor nilai-nilai sosial yang bertumbuh kembang di lokasi masyarakat tinggal (Socially Rooted Values).

Untuk mengetahui seberapa besar peran ketiga faktor tersebut di dalam kebijakan perubahan tata guna lahan khususnya di wilayah kecamatan Medan Polonia, maka dilakukan suatu penelitian sosial melalui proses identifikasi terhadap persepsi yang muncul dari masyarakat setempat. Untuk mencapai tujuan diatas dilakukan kegiatan penjaringan persepsi masyarakat di 5 kelurahan yang berada di lokasi kecamatan tersebut meliputi kelurahan Anggrung, Polonia, Sarirejo, Madras Hulu dan Sukadamai. Populasi penelitian ditentukan berdasarkan jumlah rumah tinggal yang ada di wilayah penelitian. Sedangkan karena pada penelitian ini dilakukan uji statistik, maka jumlah sampel dibatasi sebanyak 200 buah yang disebar secara proporsional di setiap kelurahan. Adapun persepsi masyarakat yang diteliti dalam penelitian tersebut antara lain (1) tingkat ketergantungan terhadap aktifitas bandara Polonia, (2) rasa keamanan dan kenyamanan di lokasi tempat tinggal saat ini, (3) tingkat pemahaman masyarakat terhadap rencana perubahan tata guna lahan, (4) tingkat persetujuan masyarakat terhadap detail perubahan tata guna lahan, (5) tingkat kepatuhan masyarakat terhadap kebijakan perubahan tata guna lahan, (6) tingkat keyakinan terjadinya peningkatan perekonomian kota, (7) tingkat keyakinan terjadinya peningkatan perekonomian masyarakat, (8) tingkat keyakinan tersedianya kebutuhan infrastruktur maupun fasilitas penunjang keberlangsungan hidup dan aktifitas masyarakat, (9) tingkat kekhawatiran masyarakat terhadap hilangnya identitas sosial mereka akibat adanya pendatang dan (10) tingkat kekhawatiran masyarakat terhadap terjadinya degradasi sosial. Uji Khi Kuadrat (X 2) untuk kebebasan digunakan untuk mengetahui ketergantungan antara 10 variabel yang diteliti dengan variabel terikat jenis pekerjaan dan lokasi kelurahan dimana responden tinggal yang mengacu kepada berbagai variabel yang bersifat kuantitatif terkait aspek ekonomi dan aspek sosial.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa persepsi yang muncul di masyarakat sangat beragam dan akan terus menerus mengalami perubahan seiring masuknya arus informasi baru di lingkungannya. Berdasarkan hasil penelitian, pemerintah harus mempertahankan dan menjalankan kebijakan tersebut secara konsisten, perlu adanya kerjasama antara pemerintah dan swasta dalam mengembangkan program penunjang lainnya dan lebih proaktifnya masyarakat di dalam kegiatan penataan ruang lain sehingga kebijakan yang akan diberlakukan tersebut akan populer di masyarakat.

Kata Kunci: Persepsi, Perubahan Tata Guna Lahan, Sosio-Ekonomi

(19)

Abstract

In order to achieve the stability of spatial context along side the increasing of the population growth and economic activity, the Medan City Government has made land use changes policy for the city in the form of Medan City Spatial Planning (RTRW) for the year 2008-2028. However, in determining the direction of land use, the government should have identified three main factors that contribute substantively which are the financial capital growth oriented economic factor (Profit Making Values), the basic needs fulfillment factor and public life sustainability factor (Public Interest Values ) and social values factor that is flourishing in the place where people live (Socially Rooted Values).

To find out how big those three factors’ role in the land use changes policy, especially in the area of Medan Polonia district, so we do a social study through the identification process of perception that arise from the local community. To achieve the objectives above, we search some public perceptions in 5 villages which are located at sub-district includes Anggrung, Polonia, Sarirejo, Sukadamai and Madras Hulu villages. The study population is determined based on the number of existing homes in the area of research. Meanwhile, because in this study performed a statistical test, then the number of samples is limited as many as 200 pieces which are distributed proportionately in each district. The public perception is investigated in this study include (1) the level of dependence on the activities of Polonia airport, (2) a sense of security and comfort at the current location of residence, (3) the level of public awareness land use changes plan, (4) level of public approval to the land use change details in each area, (5) the level of public compliance to land use change policy, (6) confidence level of economic development for the city, (7) confidence level of economic development for communities, (8) level confidence and facility, the availability of the infrastructure that will support the sustainability of life and community activities, (9) the level of public concern against the loss of their social identity as a result of immigrants and (10), level of anxiety in the community towards social degradation. Chi Square Test (X2) for Independence between the 10 variables analyzed with the dependent variable job type and location of villages where respondents live, which refers to a variety of quantitative variables related to economic aspects and social aspects.

The results showed that the perception which emerged in the community is vary and continuesly changing within the increasing of new information in the environment. Based on the results of research, now the government should consistently maintaining and running the policy, and there should be a cooperation between the government and the private sector in developing other support programs and the community should be more proactive in other spatial planning activities so in result the policy that will be set to be legal can be a popular issue in the community.

(20)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Tata guna lahan ialah pengarahan penggunaan lahan dengan kebijakan umum (public policy) dan program tata ruang untuk memperoleh manfaat total sebaik-baiknya secara berkelanjutan dari kemampuan total lahan yang tersediakan (Notohadiprawiro, 1996).

Sedangkan perubahan tata guna lahan akan terjadi seiring peningkatan pertumbuhan penduduk yang memicu lebih lanjut terhadap terjadinya pertumbuhan aktifitas ekonomi di suatu wilayah. Dengan adanya pertumbuhan ekonomi, suatu kota atau negara cenderung untuk tumbuh, ukurannya bertambah dan strukturnya berubah (Alonso dalam Harjanti, 2002).

Lahan merupakan faktor produksi yang secara fisik tidak berpindah, tetapi eksistingnya dan pemanfaatannya ditentukan manuver-manuver yang diambil oleh beragam kepentingan dalam pembangunan, ekonomi, sosial dan politik. Semua ini mempercepat terjadinya proses perubahan (Waters dalam Suartika, 2007).

Pengalokasian guna lahan di perkotaan akan mengarah ke lokasi yang dapat memberikan keuntungan tertinggi, sehingga lahan–lahan yang memiliki tingkat kestrategisan dan potensi yang lebih besar akan lebih berpeluang mengalami proses perubahan pemanfaatan lahan (Goldberg dalam Yunus, 2000).

(21)

finansial (profit making values) sebagai salah satu faktor penentu dalam kegiatan penataan lahan di suatu kawasan, faktor pemenuhan kebutuhan dasar dan menjaga keberlangsungan hidup masyarakat umum (public interest values) serta faktor nilai-nilai sosial yang bertumbuh kembang di daerah dimana lahan itu berada

(socially rooted values) terkait dengan proses penataan lahan di suatu kawasan

(Suartika, 2007).

Di dalam salah satu penelitian di kawasan kota baru Bandar Kemayoran, Warsilah (2000) mengangkat fenomena munculnya dampak perubahan tata guna lahan setempat dimana terjadi perubahan pola bermukim masyarakat dari model kampung lama ke permukiman umum, munculnya daya tarik pendatang dari luar akibat terbukanya lapangan kerja, penurunan nilai budaya saling mengunjungi dan bersosialisasi, tidak konsistennya filosofi “Development Without Displacing” serta terjadinya degradasi kualitas lingkungan berkehidupan. Sedangkan Husni, dkk (1997) pada studi kasus yang sama mengungkap terjadinya fenomena konflik

antara masyarakat dengan pengelola kawasan eks bandara dalam hal pengambilalihan

tanah akibat dampak dari pembangunan kawasan yang tidak berpihak ke masyarakat.

(22)

kecamatan Medan Polonia yang akan menjadi salah satu sentra primer kota Medan kedepannya.

Berangkat dari latar belakang diatas maka penulis merasa perlu melakukan suatu studi penelitian mengenai kajian persepsi masyarakat terhadap perubahan tata guna lahan di wilayah kecamatan Medan Polonia kedepan dengan harapan dapat menjadi bahan masukan maupun evaluasi untuk seluruh pihak yang memiliki kepentingan dalam kegiatan perencanaan tata ruang wilayah kota Medan selama ini.

1.2. Perumusan Masalah

Dari uraian diatas maka rumusan permasalahan yang dikaji dalam penelitian ini adalah persepsi apa sajakah yang muncul dari masyarakat terhadap perubahan tata guna lahan di wilayah kecamatan Medan Polonia berdasarkan pendekatan faktor ekonomi yang berorientasikan pada pengembangan modal finansial, faktor pemenuhan kebutuhan dasar dan keberlangsungan hidup masyarakat umum dan faktor nilai-nilai sosial yang bertumbuh kembang di lokasi masyarakat tinggal.

1.3. Landasan Teori

(23)

berkelanjutan yang berwawasan lingkungan. Di samping itu, pengembangan tata guna lahan yang sesuai akan meningkatkan perekonomian suatu kota atau wilayah.

Perubahan tata guna lahan merupakan salah satu permasalahan yang dihadapi dalam proses penetapan kebijakan, perencanaan dan pengambilan keputusan yang di seluruh tingkatan. Hal tersebut terjadi karena perubahan tersebut memiliki kaitan erat dengan permasalahan dan peluang yang muncul pada komunitas perkotaan dan metropolitan meliputi permasalahan terkait pertumbuhan ekonomi, pekerjaan, permukiman dan kualitas lingkungan. Walaupun demikian, perubahan tata guna lahan tetap menjadi penghubung yang kritis diantara seluruh permasalahan tersebut (Skole).

Walaupun menurut Marlia (2000) tidak ada hubungan langsung antara tata ruang dan ekonomi, akan tetapi keduanya saling mempengaruhi. Penataan ruang mempengaruhi perkembangan ekonomi masyarakat di suatu wilayah. Sebaliknya, pengaruh dinamika ekonomi terhadap penataan ruang teramati secara kasat mata dalam pemanfaatan ruang. Tata ruang mempengaruhi dinamika ekonomi dan sebaliknya dinamika ekonomi mempengaruhi perkembangan tata ruang. Tata ruang suatu kota tidak lahir karena maksimalisasi teknologi atau ekonomi akan tetapi karena suatu pola sosio-kultural. Namun pemilihan pemukiman kota dapat merujuk pada alasan ekonomis. Kaitan ekonomi dengan penataan ruang dapat digambarkan sebagai berikut:

(24)

b. Semakin besar potensi ekonomi di suatu wilayah, semakin besar pula prospek perkembangan wilayah bersangkutan;

c. Aktifitas ekonomi di suatu wilayah akan mengundang pemukim yang tentu membutuhkan ruang;

d. Aktifitas ekonomi membutuhkan prasarana dan sarana yang juga membutuhkan ruang.

Menurut Hadjisarosa, secara alami dinamika ekonomi merangsang perkembangan wilayah, seperti kota yang tumbuh pesat terdorong oleh perkembangan industri. Peranan pemerintah yang dikategorikan sebagai kebijakan publik, mempengaruhi skala dampak industri terhadap perkembangan suatu wilayah sehingga diperkirakan perekonomian suatu wilayah akan tumbuh sebagai dampak pemberian kemudahan berupa prasarana dan sarana (Marlia, 2000). Konsep ini memperhatikan faktor aksesibilitas pergerakan barang dan jasa, termasuk modal, di suatu wilayah. Sasarannya adalah pertumbuhan dan pemerataan pembangunan. Dengan membangun sarana dan prasarana di lokasi yang tepat, tentu pertumbuhan ekonomi akan pesat.

(25)

lingkungannya. Rasa tersebut merupakan faktor mendasar dalam menumbuhkan rasa memiliki untuk kemudian mempertahankan atau melestarikan (Budiharjo, 2000).

Persepsi sendiri adalah proses dimana kita menafsirkan dan mengorganisasikan pola stimulus dalam lingkungan. Setiap individu memiliki carayang khas dan berbeda dalam merespon lingkungan. Perbedaanini kerap kali menjadi penyebab terhambatnya proses komunikasi karena masing-masing memiliki sudut pandang yang berbeda tentang suatu masalah (Atkinson dan Hilgard, 1991). Oleh karena itu, dalam teori komunikasi konsep pokok yang perlu dipahami tentang bagaimana proses informasi itu terjadi sehingga dapat diterima dan ditanggapi.

1.4. Tujuan Penelitian

Tujuan utama dari dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi persepsi yang muncul dari masyarakat terhadap perubahan tata guna lahan di Kecamatan Medan Polonia kedepannya berdasarkan pendekatan faktor ekonomi yang berorientasikan pada pengembangan modal finansial, faktor pemenuhan kebutuhan dasar dan keberlangsungan hidup masyarakat umum dan faktor nilai-nilai sosial yang bertumbuh kembang di lokasi masyarakat tinggal.

1.5. Batasan Penelitian

(26)

penyusunan penyempurnaan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) kota Medan Tahun 2008 – 2028 .

Sedangkan wilayah penelitian dibatasi pada wilayah kecamatan Medan Polonia meliputi kelurahan Anggrung, Polonia, Sarirejo, Sukadamai dan Madras Hulu.

1.6. Kerangka Berfikir

Penelitian mengenai persepsi masyarakat terhadap perubahan tata guna lahan di Kecamatan Medan Polonia menggunakan pendekatan tiga faktor penentu yang berperan secara umum dan substansial dalam kesesuaian tata guna lahan di kawasan tersebut berdasarkan teori Chapinyaitu pendekatan faktor ekonomi yang yang berorientasikan pada kepentingan pengembangan modal finansial (profit

making values), faktor pemenuhan kebutuhan dasar dan terjaganya

keberlangsungan hidup masyarakat umum (public interest values) serta faktor nilai-nilai sosial bertumbuh kembang di daerah dimana lahan itu berada (socially

rooted values) (Suartika, 2007).

Karena penelitian ini merupakan penelitian sosial, maka karya tulis ilmiah yang dihasilkan harus bersifat kritis dan analitis, memuat konsep dan teori, menggunakan istilah dengan tepat dan definisi yang seragam, rasional dan obyektif (Utomo, 2006). Untuk mencapai maksud tersebut maka beberapa hal yang menjadi perhatian antara lain:

a. Penggambaran tujuan dan masalah penelitian secara jelas; b. Penjelasan teknik dan prosedur dalam penelitian secara rinci;

(27)

d. Informasi secara jujur atas kekurangan yang ada selama pelaksanaan penelitian dan penjelasan terkait dampaknya;

e. Validitas dan kehandalan data harus diperiksa dengan cermat;

f. Kesimpulan yang diambil harus didasarkan pada hal-hal yang terkait dengan data penelitian.

(28)

Gambar 1.1. Kerangka Berpikir

1.7. Struktur Penulisan

Adapun struktur penulisan yang akan digunakan dalam proses penyusunan tesis ini terdiri dari:

LATAR BELAKANG PERMASALAHAN

PARAMETER PENELITIAN 1. Profit Making Values;

2. Public Interest Values RUMUSAN PERMASALAHAN TATA GUNA LAHAN DI

KECAMATAN MEDAN

Kelemahan Penelitian & Arahan Penelitian Lebih Lanjut

(29)

a. Bab I. Pendahuluan

Bab ini menjelaskan latar belakang, rumusan masalah, landasan teori, tujuan penelitian, batasan penelitian, kerangka berpikir dan struktur penulisan ini sendiri;

b. Bab II. Tinjauan Pustaka

Bab ini membahas mengenai tinjauan pustaka terkait dengan penelitian yang terdiri dari kajian tentang teori persepsi masyarakat, teori perubahan tata guna lahan, persepsi masyarakat terhadap perubahan tata guna lahan dan kaitan kajian teori terhadap kegiatan penelitian.

c. Bab III. Metodologi Penelitian

Bab ini membahas mengenai metodologi penelitian yang secara garis besar akan membahas tentang metode penelitian itu sendiri , penetapan populasi dan sampel, identifikasi variabel penelitian, teknik pengumpulan data, teknik pengolahan data, teknik analisis data, serta tahapan penelitian secara umum. d. Bab IV. Gambaran Umum Wilayah Studi

Bab ini membahas tentang kondisi kawasan kajian secara umum yaitu kondisi umum wilayah kecamatan Medan Polonia dan kondisi tata guna lahan di Kecamatan Medan Polonia.

e. Bab V. Hasil dan Pembahasan

(30)

f. Bab VI. Penutup

(31)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Persepsi Masyarakat

2.1.1. Definisi

Persepsi adalah proses dimana seseorang memperoleh informasi dari lingkungan sekitar. Persepsi merupakan suatu hal yang aktif. Persepsi memerlukan pertemuan nyata dengan suatu benda dan juga membutuhkan proses.kognisi serta afeksi. Persepsi membantu individu untuk menggambarkan dan menjelaskan apa yang dilakukan oleh individu (Halim, 2005).

Persepsi merupakan pengalaman mengenai objek, peristiwa, atau hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan yang melibatkan sensasi, atensi, ekspetasi, motivasi dan memori (Rakhmat dalam Setia Budi, 2005)

Terkait dengan kondisi bermasyarakat, persepsi adalah proses penilaian seseorang/sekelompok orang terhadap objek, peristiwa, atau stimulus dengan melibatkan pengalaman-pengalaman yang berkaitan dengan objek tersebut, melalui proses kognisi dan afeksi untuk membentuk objek tersebut (Mahmud, 1989)

(32)

menafsirkan pesan tersebut dengan menggunakan media pendengaran, penglihatan,

perabadan sebagainya.

2.1.2. Proses dan Faktor Yang Mempengaruhi Persepsi

Proses pembentukkan persepsi bersifat fungsional dimana seseorang mempersiapkan stimulus melalui proses pemilihan. Terdapat faktor personal dan struktural yang berhubungan dengan persepsi. Faktor personal merupakan karakteristik individu baik internal maupun eksternal (Krech dan Crutchfield dalam Rakhmat, 2001).

Persepsi sendiri merupakan proses internal yang memungkinkan kita memilih, mengorganisasikan, dan menafsirkan rangsangan dari lingkungan kita, dan proses tersebut mempengaruhi perilaku kita. Persepsi disebut sebagai inti komunikasi, karena jika persepsi kita tidak akurat, tidak mungkin kita berkomunikasi dengan efektif. Persepsilah yang menentukan kita memilih suatu pesan dan mengabaikan pesan yang lain. Semakin tinggi derajat kesamaan persepsi antar individu, semakin mudah dan semakin sering mereka berkomunikasi, dan sebagai konsekuensinya semakin cenderung membentuk kelompok budaya atau kelompok identitas (Mulyana, 2001).

(33)

Gambar 2.1. Proses Terjadinya Persepsi Sumber : Data Olahan Dari Hamka (2002)

Keadaan mempersepsi yang terbentuk dalam proses tersebut akan terus menerus dipengaruhi arus informasi baru dari lingkungannya, yang di dalamnya menyangkut proses penginderaan yang perifeer terhadap sekitarnya dan selanjutnya melahirkan suatu bentuk yang holistik dan dalam konstansi tinggi, yang berlaku juga pada tempat dan obyek lain (Osgood dalam Simanuhuruk, 2003).

Sedangkan menurut Marleau-Ponty, persepsi adalah latar belakang dari mana terpancar semua aktifitas dan selalu diandaikan oleh aktifitas-aktifitas tersebut. Persepsi tidak hanya berupa pengandaian saja, melainkan juga jalan menuju

PROSES FISIK

Proses ditangkapnya suatu stimulus oleh alat indera manusia

PROSES FISIOLOGIS

Proses diteruskannya stimulus yang diterima oleh reseptor (alat indera) melalui saraf-saraf sensoris

PROSES PSIKOLOGIK

Proses timbulnya kesadaran individu tentang stimulus yang

diterima reseptor

PROSES PERSEPSI

(34)

kebenaran, yang lahir dari empirisme dan rasionalisme atau realitas (Simanuhuruk, 2003).

2.2. Perubahan Tata Guna Lahan

2.2.1. Definisi

Tata guna lahan (land use) merupakan pengaturan pemanfaatan lahan/aktifitas pada suatu lingkup wilayah (baik tingkat nasional, regional, maupun kawasan) untuk kegiatan-kegiatan tertentu. Kegiatan manusia seperti bekerja, berbelanja, belajar, dan berekreasi, semuanya dilakukan pada kapling-kapling tanah yang diwujudkan sebagai kantor, pabrik, gedung sekolah, pasar, pertokoan, perumahan, objek wisata, hotel, dan lain sebagainya. Aktivitas di kapling tanah (lahan) tersebut dinamakan tata guna lahan (Miro dalam Wismadi, dkk, 2008).

Pengertian konversi lahan atau perubahan tata guna lahan adalah alih fungsi atau mutasi lahan secara umum menyangkut tranformasi dalam pengalokasian sumber daya lahan dari satu penggunaan ke penggunaan lain (Tjahjati dalam Yusran, 2006). Sedangkan gejala perubahan pemanfaatan lahan sendiri menjadi gejala alamiah dalam suatu evolusi kota. Bentuk perubahan ini tidak terjadi di setiap lokasi secara seragam, karena setiap lahan memiliki tingkat kestrategisan dan potensi yang berbeda (Legawa dalam Harjanti, 2002).

(35)

Eropa, evolusi tersebut menjadi daya tarik bagi para imigran seperti di Negara negara yang memiliki permasalahan utama ekonomi dan politik dimana sering memunculkan gejala marginalisasi dan segregasi. Kondisi tersebut juga menjadi lahan subur untuk munculnya aktivitas ekonomi, politik dan budaya, sehingga menimbulkan diantaranya perubahan dan konversi industri, penilaian lahan kembali dan pengembangan pusat pelayanan baru. Gejala diatas disebut dengan perubahan kualitatif yang bertolak belakang dengan proses-proses pertumbuhan kuantitatif yang murni (Albeverio,dkk, 2007).

Struktur dan bentuk kota-kota saat ini adalah hasil dari dinamika berbagai faktor sosial, ekonomi, budaya, dan fisik baik secara umum maupun lokal (Lambin dalam Hagoort,dkk , 2004). Oleh karenanya, dalam rangka efisiensi alokasi pemanfaatan lahan diperlukan rencana yang merangkum kebutuhan seluruh sektor kegiatan masyarakat, baik kebutuhan saat ini maupun kegiatan di masa mendatang. Rencana tata ruang merupakan bentuk rencana yang telah mempertimbangkan kepentingan berbagai sektor kegiatan masyarakat dalam mengalokasikan lahan/ruang beserta sumber daya yang terkandung di dalamnya (bersifat komprehensif). Rencana tata ruang sendiri merupakan pedoman pemanfaatan ruang/lahan atas pembagian berbagai sektor kegiatan masyarakat tersebut (Dardak, 2005).

Sedangkan proses penataan ruang merupakan proses yang dilakukan dalam rangka mencapai sebuah kestabilan dalam konteks keruangan. Sehingga setiap aktifitas yang ada di dalamnya merupakan sebuah usaha yang dilakukan dan memiliki titik fokus untuk mencapai sebuah kondisi keruangan dalam konteks

(36)

Pada akhirnya perubahan tata guna lahan dapat didefinisikan sebagai upaya manusia dalam merencanakan arahan perubahan penggunaan lahan dalam suatu kawasan yang meliputi pembagian wilayah untuk pengkhususan fungsi-fungsi tertentu yang merupakan rangkuman kebutuhan seluruh sektor kegiatan masyarakat kedepan yang ditikberatkan pada pencapaian sebuah kondisi keruangan dalam konteks problem solving, future oriented dan resource allocation.

2.2.2. Model Perubahan Tata Guna Lahan

Perubahan pemanfaatan lahan tidak terlepas dari perkembangan suatu daerah menuju ke keadaan yang lebih padat yang sering diidentifikasikan sebagai perubahan menuju ke arah perkotaan (urbanised area). Secara umum, kebalikan dari perkotaaan disebut dengan pedesaan (rural area). Diakui atau tidak, tidak ada satu daerahpun yang tertutup akan perubahan. Terlebih lagi memasuki era abad ke-21, dimana interaksi dan komunikasi antar komponen-komponen pendukung wilayah satu dengan yang lainnya tidak lagi dibatasi jarak dan waktu. Batas-batas keruangan wilayah memudar seiring inovasi-inovasi teknologi dan sistem regulasi pendukung yang memungkinkan terjadinya percampuran sistem budaya yang tidak pernah terjadi sebelumnya, pemanfaatan berbagai penemuan baru, pemindahan modal, dan pergerakan sumber daya manusia (tenaga kerja). (Suartika, 2007).

(37)

(transparansi) dan efisiensi, agar tercipta kualitas permukiman yang layak huni

(livable environment) (Algamar, 2003). Sedangkan dalam lingkup perkotaan,

pengelolaan kawasan dilaksanakan dengan mendayagunakan segenap asset yang ada secara efektif, efisien dan berkelanjutan. Adapun asset yang tercakup dalam pengelolaan kawasan perkotaan adalah keuangan (pembiayaan pembangunan), penduduk (sumberdaya manusia), sosial (termasuk institusi publik), lahan, lingkungan, serta asset fisik (seperti bangunan – termasuk rumah, prasarana dan sarana perkotaan).

Sedangkan pembedaan pola keruangan ini disebabkan oleh luas daerah kota, unsur topografi, faktor sosial, faktor budaya, faktor politik dan faktor ekonomi yang secara garis besar dibagi atas inti kota (core the city) dan selaput kota

(intergruments), dimana pada kedua daerah tersebut masih dapat dijumpai

daerah-daerah kosong (interstices) (Bintarto dalam Yusran, 2006).

Menurut Bourne dalam Yusran (2006), ada beberapa faktor yang menjadi penyebab terjadinya perubahan penggunaan lahan, yaitu: perluasan batas kota, peremajaan di pusat kota, perluasan jaringan infrastruktur terutama jaringan transportasi serta tumbuh dan hilangnya pemusatan aktifitas tertentu yang secara garis besar berjalan dan berkembang secara dinamis dan natural terhadap alam yang dipengaruhi antara lain:

a. Faktor manusia, yang terdiri dari kebutuhan manusia akan tempat tinggal, potensi manusia, finansial, sosial budaya serta teknologi;

(38)

Adapun dalam mengatur dan mengkontrol terjadinya perubahan tata guna lahan diperlukan suatu perangkat sistem pengelolaan. Keiser, Godschalk dan Chapin dalam Suartika (2007) menawarkan dua model manajemen perubahan tata guna lahan, yaitu:

a. Model yang merangkul kepentingan struktur lingkungan kehidupan hidup manusia (human ecology) dan politikal ekonomi dalam suatu konsep yang menggabungkan proses pengaturan pemanfaatan lahan dengan konsep pembangunan berkelanjutan.

b. Model yang merangkul konsep partisipasi dan pemecahan masalah (discourse

planning model). Model ini tidak hanya mengakui kepentingan-kepentingan

kelompok dominan yang telah disebutkan dalam game theory, tetapi juga memberi peluang kepada pihak perencana, tenaga ahli teknis dan kelompok kelompok kepentingan lainnya untuk berpartisipasi.

Menurut Gibson dalam Markvart (2009), konsep esensial dari pembangunan berkelanjutan sendiri antara lain:

1. Suatu tantangan untuk berfikir dan berbuat secara konvensional;

2. Melakukan sesuatu untuk kesejahteraan jangka panjang maupun jangka pendek;

3. Menyeluruh, meliputi semua permasalahan inti di dalam hal pengambilan keputusan;

4. Suatu pengenalan tentang hubungan keterkaitan dan saling ketergantungan, terutama antara manusia dan fondasi biofisik untuk kehidupan;

(39)

6. Suatu pengenalan terhadap batasan yang tidak dapat diganggu gugat serta tidak habisnya peluang didalam menciptakan inovasi kreatifitas;

7. Suatu proses akhir yang selalu terbuka dan bukan merupakan suatu pernyataan; 8. Suatu pemahaman yang baik antara budaya dan pemerintahan seperti yang

terjalin dengan ekologi, sosial dan ekonomi;

9. Seluruh ketergantungan yang bersifat universal dan kontekstual.

Menurut Camagni dalam Capello dan Nijkamp (2004), teori dan model ekonomi perkotaan secara efisien diatur dalam 5 (lima) prinsip utama antara lain: a. Prinsip Pengelompokkan: Kepadatan penduduk yang tinggi dan kegiatan

yang produksi mempercepat kemunculan seluruh gejala positif dan negatif yang berasal dari kedekatan fisik, ekonomi kelompok, baik dalam bentuk urbanisasi dan lokalisasi ekonomi yang dikenal sebagai elemen genetic dalam keberadaan suatu kota;

b. Prinsip Aksesibilitas: Pemahaman interaksi saling menguntungkan antara biaya transportasi dan penggunaan lahan langsung dan lebih banyak kepada aplikasi yang rasional secara cepat di tingkat kota;

c. Prinsip Interaksi Spasial: Tingkat kepadatan yang tinggi di permukiman dan kegiatan produksi yang hadir di setiap kota memfasilitasi kebutuhan kontak, dan berakibat terhadap mekanisme interaksi spasial, dengan segala dampak positif dan negatif yang terkait dengan mereka;

(40)

e. Prinsip Persaingan: Dalam kondisi kota sebagai lokasi utama kegiatan produksi, prinsip persaingan menjadi sangat penting di tingkat perkotaan serta membutuhkan ketentuan spesifik guna mendukung mekanisme efisiensi perkotaan.

Sedangkan konsep dari partisipasi sendiri adalah berdasarkan pengalaman dan wawasan yang berkembang harus diakui bahwa masyarakat lokal yang sebelumnya selalu dipandang sebagai subjek, klien atau penerima yang pasif , secara jelas telah banyak berkontribusi pada proses penelitian dan pengembangan. Menurut Chamber, pendekatan partisipatif yang diterapkan saat ini dalam berbagai konteks sosial dan ekologi, telah membentuk dan mempengaruhi program maupun kebijakan nasional, penelitian regional dan internasional serta pembangunan di seluruh dunia (Byambaa, 2004).

Partisipasi tidak meningkatkan kinerja proyek akan tetapi merupakan komponen utama pemberdayaan masyarakat dan membuat mereka mandiri untuk belajar bertanggung jawab atas kehidupan dan mengambil kendali atas keadaan untuk selanjutnya mengembangkan kapasitas untuk menolong dirinya sendiri dalam suatu proses. Menurut Rolly, partisipasi menciptakan rasa percaya diri yang kuat dan mampu meyakinkan diri mereka untuk dapat berhasil menggunakan

sumber daya yang tersedia untuk meningkatkan kualitas hidup mereka (Byambaa, 2004).

(41)

pemilihan metode pemecahan masalah sosial budaya yang sesuai dengan kebutuhan mereka maka hasilnya adalah suatu kegagalan proyek (Rolly dalam Byambaa, 2004).

Menurut Burke dalam Byambaa (2004), proses perencanaan tidak lagi merupakan domain eksklusif para ahli teknis, melainkan perlu dipikirkan siapa saja yang harus terlibat, bagaimana bentuk keterlibatannya, fungsi masyarakat apa sajakah yang harus dilayani dan bagaimana mengadaptasikan metode perencanaan ke proses yang melibatkan berbagai kepentingan dan kelompok lebih luas.

2.3. Persepsi Masyarakat Terhadap Perubahan Tata Guna Lahan

Menurut Sari (2009), pertumbuhan penduduk yang terus meningkat menjadikan kebutuhan ruang semakin tidak terbatas. Aktifitas masyarakat baik dari segi ekonomi, sosial, maupun yang lainnya dari waktu ke waktu berdampak pada meningkatnya kebutuhan penggunaan lahan. Fenomena ini berkembang di wilayah perkotaan dan menjadikan eksplorasi ruang yang kurang terkendali. Meskipun banyak ruang yang sudah diatur dalam berbagai bentuk kebijakan, namun tidak semua bentuk perkembangan keruangan terwadahi, apalagi dengan keberadaan lahan yang bersifat statis dan harga lahan yang semakin tinggi memicu persaingan dan konflik dalam memanfaatkan ruang.

(42)

Gambar 2.2. Layout Kawasan Bandar Udara Kemayoran

Sumber :

Lokasi ini sudah tidak dapat dipertahankan lagi karena alasan keselamatan penerbangan, kebisingan, terbatasnya lahan dan kepentingan pembangunan kota (DP3KK, 2001). Setelah beroperasi selama 45 tahun sejak 8 Juli 1940, karena alasan diatas bandar udara Kemayoran resmi ditutup pada tanggal 5 Juli 1985. Adapun fungsi Bandar Udara Kemayoran saat ini telah digantikan oleh Bandar Udara Soekarno-Hatta, Tangerang yang berjarak 20 Km dari kawasan Kemayoran.

Proses terbentuknya pola hubungan bandara Kemayoran dengan masyarakatnya khususnya di wilayah kelurahan Kebon Kosong, Gunung Sahari dan Pademangan Timur dijelaskan oleh Husni, dkk (1997) sebagai berikut;

(43)

Untuk mendukung pelayanan kebutuhan saat itu dibangunlah suatu sarana transportasi udara berupa bandara yang terbentang panjang dari utara mulai Kelurahan Pademangan Timur sampai selatan di Kebon Kosong;

b. Pendudukan tanah dimulai pada tahun 1920 dengan kedatangan para petani dari wilayah Jawa Barat untuk mendapatkan pekerjaan yang lebih baik di perkotaan. Sedangkan pola terbentuknya permukiman dimulai dari didirikannya gubuk-gubuk sementara oleh para pendatang tersebut dan seiring terjadinya peningkatan ekonomi, gubuk-gubuk tersebut berkembang menjadi rumah permanen. Pertumbuhan migrasi semakin pesat ketika pemimpin RI pada akhir tahun 1940-an. Penempatan lahan bandara sendiri oleh masyarakat karena tidak semua lahan digunakan secara aktif untuk kepentingan bandara pada saat itu yang pada akhirnya menjadi cikal bakal munculnya pemukiman kumuh di sekitar lokasi bandara. Pada perkembangannya kelurahan Kebon Kosong menjadi daerah yang terpadat, diikuti dengan Gunung Sahari Selatan dan Pademangan Timur;

c. Dilihat dari tingkat pendidikannya, 26 % dari masyarakat belum tamat SD, 72 % diantaranya berpendidikan menengah (SMP/SMA) dan hanya 2 % saja yang berpendidikan sarjana/akademi;

d. Jenis pekerjaan dari kepala keluarga atau pencari nafkah sangat bervariasi dan meliputi berbagai jenis pekerjaan seperti buruh (bangunan, pasar, pabrik, dan lain-lain), pedagang (kaki lima/warung/toko), pegawai (negeri/swasta), ABRI dan lain-lain.

(44)

masyarakat karena tidak semua lahan digunakan secara aktif untuk kepentingan bandara. Penempatan lahan oleh para pendatang dari Jawa Barat untuk mencari kondisi ekonomi yang lebih baik mengindikasikan bahwa masyarakat tidak ingin ditinggalkan dalam pertumbuhan aspek sosial dan ekonomi yang mengikutinya.

Kolaborasi antara konsep teknis dengan realita di lapangan tersebut bukan sebuah usaha untuk kompromi, melainkan usaha untuk mendekatkan kesenjangan antara perilaku masyarakat dan arahan ruang (Hardiansah, 2008). Oleh karena menjadi penting untuk mengetahui tingkat ketergantungan masyarakat terhadap aktifitas utama yang berlangsung di sekitar lokasi mereka tinggal.

Gejala penempatan lahan yang pada akhirnya menjadi cikal bakal munculnya pemukiman kumuh di sekitar lokasi bandara selanjutnya menimbulkan kepadatan yang sangat tinggi di beberapa lokasi kelurahan. Fenomena ini menunjukkan bahwa adanya pola penempatan pemukiman marginal khusus dengan solidaritas yang kuat diantara mereka di dalam suatu komunitas yang baik (Silas, 1989). Walaupun hal ini bukan menjadi alasan utama, akan tetapi kondisi tingkat keamanan dan kenyamanan masyarakat di suatu permukiman tetap perlu menjadi perhatian.

Pengembangan kota Baru Bandar Kemayoran sendiri menurut Syahra, dkk (1997) baru dimulai pada tahun 1990. Melalui revisi perencanaan yang dilakukan pada tahun 1989, kawasan yang awalnya diputuskan oleh pemerintah untuk dijadikan pusat pertumbuhan sekunder yang menyesuaikan dengan kondisi eksisting lingkungannya berubah konsep menjadi kota baru di dalam kota (New

Town in Town) dimana aktifitas ekonomi yang muncul diharapkan dapat

(45)

Rencana pengembangan fisik kawasannya juga menyesuaikan pemenuhan kebutuhan dan gambaran atas suatu kota bisnis yang modern. Sedangkan untuk pemanfaatan lebih lanjut tanah Kemayoran, maka pemerintah membentuk Badan Pengelola Komplek Kemayoran (BPKK) yang bertindak untuk penguasaan dan pengelolaan Kemayoran. Sedangkan untuk pelaksanaannya sehari-hari dilaksanakan oleh Direksi Pelaksana Pengendalian Pembangunan Komplek Kemayoran (DP3KK).

Pembangunan Kota Baru Bandar Kemayoran sendiri menurut DP3KK (2001) merupakan suatu pengembangan kota baru yang dapat mengemban fungsi strategis untuk pusat perdagangan dan jasa serta informasi antar bangsa

(Indonesia International Trade Centre) yang didasari atas beberapa dasar

pemikiran antara lain:

a. Keharusan untuk mengelola asset eks bandara milik Negara secara professional dan strategis bagi kepentingan nasional;

b. Penekanan pembiayaan pembangunan dengan lebih melibatkan peran swasta seluas-luasnya dibandingkan pemanfaatan APBN maupun APBD;

c. Perlunya upaya pemulihan kondisi ekonomi dengan cara penciptaan fasilitas untuk mewujudkan pusat perdagangan dan jasa serta informasi guna memperlancar proses perdagangan internasional khususnya ekspor hasil-hasil industri.

(46)

Salah satu tantangan yang dihadapi menurut Hardiansah (2008), selama ini rencana Tata Ruang belum menjadi dokumen populis yang menginternal di kalangan masyarakat karena baru sebatas wacana publik dan belum mampu ditransformasikan sebagai sebuah action plan bersama elemen masyarakat untuk mewujudkan kondisi ruang yang baik.

Sedangkan untuk menumbuhkan rasa memiliki untuk kemudian mempertahankan dan melestarikan suatu objek dalam hal ini rencana tersebut, menurut Budiharjo (2000), masyarakat membutuhkan rasa penguasaan dan pengawasan (a sense of mastery and control) terhadap habitat atau lingkungannya. Oleh karenanya perlu diketahui tingkat pemahaman masyarakat terhadap rencana perubahan tata guna lahan dimaksud.

Setelah mengetahui rencana perubahan tata guna lahan tersebut, perlu diketahui tingkat persetujuan atas detail rencana perubahan yang berdampak terhadap mereka langsung karena menurut Hardiansah (2008), dokumen rencana yang sangat birokratik masih sering dianggap miring sebagai salah satu proyek semata saja oleh elemen masyarakat.

(47)

kota, pada saat diimplementasikan sering telah digunakan oleh jenis kegiatan lainnya.

(48)

Setelah masyarakat memahami dan menyetujui rencana perubahan tata guna lahan wilayah mereka kedepannya maka isu yang selanjutnya dihadapi adalah keterbukaan dan keikhlasan dalam menempatkan kepentingan sektor dan wilayah dalam kerangka penataan ruang dan kemampuan menahan diri dari keinginan membela kepentingan masing-masing secara berlebihan dalam mewujudkan penataan ruang yang aman, nyaman, produktif dan berkelanjutan.

Menurut Hardiansah (2008), penataan ruang dan masyarakat sejatinya merupakan bagian tidak terpisahkan dari sebuah proses pembangunan. Mendikotomikan antara proses penataan ruang dengan proses bermasyarakat jelas bukan sebuah paham yang akhir-akhir ini dianut oleh sebagian besar pemerintahan. Disamping itu menurut Silas (1989), masyarakat yang telah dikorbankan lahannya demi pembangunan tidak boleh ditinggalkan dalam pertumbuhan aspek sosial dan ekonomi yang mengikutinya.

Oleh karenanya perlu diketahui tingkat kepatuhan masyarakat apabila bangunan atau lahan mereka harus digusur demi kepentingan umum terkait rencana perubahan tata guna lahan kedepannya.

Perencanaan ruang memberi peluang lebih besar kepada daerah untuk mengekspresikan potensi dan keinginan daerah untuk pemenuhan kebutuhan masyarakat dan peningkatan kesejahteraan wilayah. Menurut Marlia (2000), semakin besar potensi ekonomi di suatu wilayah, semakin besar pula prospek perkembangan wilayah bersangkutan.

(49)

mengalami proses perubahan pemanfaatan lahan (Goldberg dalam Yunus, 2000). Untuk membuktikan hal tersebut perlu diketahui tingkat keyakinan masyarakat terhadap terjadinya peningkatan ekonomi wilayah dalam hal ini perkotaan.

Begitu juga dengan sebaliknya, setiap perencanaan tata ruang harus bertujuan mewujudkan penataan ruang yang aman, nyaman, produktif dan berkelanjutan yang pada akhirnya bermuara kepada kesejahteraan masyarakat. Terkait dengan studi kasus kota baru Bandar Kemayoran, Warsilah dalam Syahra,dkk (1997) mengungkapkan bahwa walaupun pendapatan yang dihasilkan dari munculnya peluang usaha dan kerja yang baru dirasakan oleh masyarakat lebih meningkat dibandingkan sebelum proyek pengembangan kota dimulai, akan tetapi biaya penempatan rusun secara bertahun-tahun juga tidak kecil sehingga pendapatan yang meningkat tersebut tidak berarti.

Seharusnya hal ini tidak perlu terjadi apabila proses perencanaan investasi bagi masyarakat dilakukan secara efektif dan efisien melalui pengurangan terjadinya duplikasi, tumpang tindih, konflik pekerjaan dan ketentuan yang tidak tepat waktu (Curtis dalam Mattingly,dkk ,2000). Sehingga perlu diketahui juga tingkat keyakinan masyarakat terhadap terjadinya peningkatan ekonomi masyarakat terkait adanya rencana perubahan tata guna lahan di suatu kawasan.

(50)

berupa uang, relokasi lahan, konsolidasi lahan, maupun ditukar dengan rumah susun dalam program pemukiman kembali.

Adanya perlakuan khusus bagi masyarakat dengan tingkat ekonomi yang rendah ditujukan agar dapat menjadi contoh konsep program pemukiman kembali di wilayah perkotaan (Urban Resettlement Project) sejenis di kawasan metropolitan Jakarta lainnya walaupun dalam skala yang berbeda. Hal ini memang perlu dilakukan untuk menjaga struktur sosial dan kepentingan bertahan hidup masyarakat korban penggusuran khususnya bagi lokasi kawasan pemukiman beserta masyarakat yang akan mengalami perubahan besar akibat pengembangan kawasan eks bandara Kemayoran menjadi pusat bisnis internasional seperti di wilayah kelurahan Kebon Kosong, Gunung Sahari Selatan dan Pademangan Timur.

Seharusnya memang dalam lingkup perkotaan, pengelolaan kawasan dilaksanakan dengan mendayagunakan segenap asset yang ada secara efektif, efisien dan berkelanjutan. Adapun asset yang tercakup dalam pengelolaan kawasan perkotaan adalah keuangan (pembiayaan pembangunan), penduduk (sumberdaya manusia), sosial (termasuk institusi publik), lahan, lingkungan, serta asset fisik (seperti bangunan – termasuk rumah, prasarana dan sarana perkotaan).

Menurut Kebble dan Chapin dalam Mattingly, dkk (2000), dalam kasus kawasan perkotaan, hal yang harus dilakukan dalam perencanaan tata ruang adalah;

(51)

2. Menetapkan guna lahan yang mampu meningkatkan efisiensi dan efektivitas pelayanan termasuk transportasi dibandingkan dengan pengembangan lahan sedikit demi sedikit.

Oleh karenanya perlu diketahui tingkat keyakinan tersedianya kebutuhan infrastruktur maupun fasilitas yang penunjang keberlangsungan hidup dan aktifitas masyarakat kedepannya.

Gambar 2.4. Ilustrasi Rencana Penataan Jl. Benyamin Suaeb Sumber : DP3KK (2007)

Walaupun filosofi pengembangan kawasan kota baru Bandar Kemayoran berupa pembangunan tanpa penggusuran (Development Without Displacing) dan juga didukung oleh adanya program pengembangan komunitas (Community

Development Program) kepada masyarakat guna mempersiapkan masyarakat

(52)

Menurut Marlia (2000), aktifitas ekonomi di suatu wilayah memang cenderung mengundang pemukim yang tentunya membutuhkan ruang. Dampak lebih lanjut dari kasus kota baru Bandar Kemayoran adalah meningkatnya kebutuhan rusuna. Bahkan unit hunian yang tadinya disiapkan untuk kapasitas 5 orang kini dihuni 8 sampai dengan 10 orang. Hal tersebut tentunya berdampak terhadap melebihinya daya tampung hunian khususnya kelas bawah.

Hal inilah yang mengakibatkan hilangnya identitas sosial yang dibangun masyarakat selama ini. Menurut Warsilah dalam Syahra,dkk (1997), walaupun pola lama seperti solidaritas masyarakat yang tinggi dan budaya gotong royong tidak ditinggalkan, akan tetapi kondisi keterbatasan ruang dan waktu menjadi kendala dalam hal kebiasaan saling mengunjungi dan bersosialisasi. Kondisi kesibukan dan sedikitnya waktu yang tersisa akibat beban kerja menjadi faktor penghambat terlaksananya kebiasaan tersebut.

Sebuah proses adaptasi pendatang didefinisikan sebagai respon penyesuaian oleh setiap individu atau kelompok dengan kondisi yang bervariasi. Adaptasi dapat terlihat dalam berbagai macam bentuk. Menurut Barry dalam Lukasiewicz, adaptasi ada beragam bentuknya antara lain:

a. Integrasi berupa upaya menunjukkan keikutsertaan memelihara warisan etnik serta berpartisipasi di dalam dan memperluas sosialisasi dengan masyarakat dari kelompok lain;

b. Asimilasi berupa upaya berinteraksi dengan kelompok lain tanpa harus memelihara warisan etnis mereka.

(53)

d. Marjinalisasi yang merupakan kurang tertariknya dalam menjaga hubungan baik dengan suatu etnis atau kelompok lain.

Mengamati fenomena yang muncul maka perlu diketahui respon tingkat kekhawatiran masyarakat atas hilangnya identitas sosial yang mereka bangun selama ini akibat munculnya para pendatang.

Kondisi sosial terakhir yang muncul adalah masuknya pendatang dari kalangan masyarakat berpenghasilan rendah didalam lingkungan kota baru Bandar Kemayoran yang direncanakan sebagai pusat bisnis dan perdagangan internasional akan memunculkan degradasi sosial ketika mereka harus menempati rusun yang keberadaannya sangat kontras dengan berbagai apartemen mewah di sekitar mereka.

 

Gambar 2.5. Kondisi Pemukiman Rusun yang Kontras Dengan Lingkungan Sekitar

Sumber : DP3KK (2001)

 

(54)

pembangunan. Terjadinya pemindahan hak kepemilikan rusun kepada pihak ketiga tanpa sepengetahuan pengelola akibat kondisi keterbatasan ruang dan model hunian vertikal yang memaksa mereka harus merubah pola gaya hidup sebelumnya yang pada akhirnya menyebabkan terjadinya degradasi kualitas lingkungan berkehidupan.

Menurut Budihardjo dalam Marlia (2000), hal tersebut merupakan indikasi dari kegagalan di bidang arsitektur dan perencanaan kota, antara lain karena bangunan dan lingkungan binaan lebih dipandang sebagai hal statis dan lebih tragis lagi, apabila masyarakat penghuninya dipandang dari sudut statistik saja.

Lebih jauh ditambahkan oleh Wahyono (2005) bahwa pendekatan pembangunan partisipatoris berhimpit dengan konsep pembangunan berbasis multikultural.

Berbagai fasilitas publik tidak saja dibangun menurut keragaman warga kota, tetapi

bagaimana agar keberagaman itu dapat saling berinteraksi satu sama lain tanpa harus

kehilangan identitasnya masing-masing yang berasal dari latar belakang sub-kultur

maupun sub-masyarakat. Pembangunan pemukiman yang eksklusif dengan berbagai

desain arsitektur yang tidak membumi, bukan saja tanpa identitas yang jelas, tetapi

juga membuat warganya terasing dan kurang membuka bagi kelancaran interaksi

sosial, karena itu tidak berbasis multikultur.

Mengamati fenomena tersebut, pada akhirnya perlu diketahui tingkat kekhawatiran masyarakat terhadap kemungkinan terjadinya degradasi sosial diantara mereka kedepannya.

(55)

berjalan secara maksimal sesuai rencana apabila tidak secara sungguh-sungguh melibatkan peran serta masyarakat dari awal terutama bagi masyarakat yang terkena dampak langsung dari pengembangan kawasan kedepannya.

Oleh karenanya dalam konteks pendekatan persepsi masyarakat, potensi dampak yang akan muncul harus dilihat secara luas. Artinya dalam melakukan kegiatan tersebut perlu mengacu kepada berbagai variabel yang bersifat kuantitatif terkait aspek ekonomi dan kependudukan serta aspek sosial perubahan norma dan nilai yang ada di masyarakat, kepercayaan dan persepsi di lingkungan dimana mereka tinggal. Dengan demikian perbedaan antara proses perubahan sosial dan dampak yang muncul bagi masyarakat harus diidentifikasi di dalam suatu pengaturan sosial. (Slootweg dalam Schirmer,dkk ,2008)

Pada akhirnya menurut Schirmer, dkk (2008) untuk mengeksplorasi berbagai pandangan dari terjadinya perubahan tata guna lahan disarankan untuk mencari variasi yang signifikan pada pola pikir dan pengalaman masyarakat dari perubahan tata guna lahan ini sendiri, antara lain:

1. Seluruh dampak yang diamati dan dirasakan dari perubahan tata guna lahan; 2. Bagaimana seluruh dampak yang diamati dan dirasakan tersebut dirasakan

secara berbeda oleh masing-masing penduduk di setiap wilayah;

3. Perbedaan alasan akan memunculkan pandangan kelompok yang berbeda.

2.4. Kaitan Kajian Teori Terhadap Kegiatan Penelitian

(56)

Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Tahun 2008-2028 sebagai hasil dari kegiatan tersebut seharusnya sudah mendayagunakan segenap asset ekonomi, sosial, lahan, lingkungan serta fisik bangunan termasuk rumah, prasarana dan sarana perkotaan yang ada secara efektif, efisien dan berkelanjutan yang ada di seluruh kota Medan tidak terkecuali Kecamatan Medan Polonia. Pandangan mengenai aspek strategis penataan ruang kawasan perkotaan yang pada dasarnya mengacu pada pemberdayaan manusia dan masyarakat serta peningkatan kualitas lingkungan perkotaan akan memberikan daya dorong dan daya dukung yang berkesinambungan terhadap pembangunan nasional baik pada masa dan masa mendatang.

Oleh karenanya diperlukan suatu kajian persepsi masyarakat terhadap rencana perubahan tata guna lahan khususnya di wilayah kecamatan Medan Polonia untuk mengetahui sejauh manakah cerminan aspek keterlibatan masyarakat dalam perencanaan tata ruang kota Medan yang telah dilakukan pemerintah dapat terlihat khususnya di kawasan sekitar Bandar Udara Polonia yang akan menjadi salah satu sentra primer kota Medan kedepannya.

Gambar

Gambar 2.1. Proses Terjadinya Persepsi Sumber : Data Olahan Dari Hamka (2002)
Gambar 2.2. Layout Kawasan Bandar Udara  Kemayoran
Gambar 2.3. Masterplan / RTRK Kota Baru Bandar Kemayoran Tahun 2005 Sumber : DP3KK (2001)
Gambar 4.1. Peta Lokasi Kecamatan Medan PoloniaSumber : Data Olahan Dari Studi Tatralok Kota Medan (2008)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Analisis dampsk perubahan tata guna lahan di sub das cikapundung terhadap banjir Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu.. DAFTAR

Identifikasi Perubahan Tata Guna Lahan Wilayah Perkotaan dan Dampaknya terhadap Permintaan Lahan di Wilayah Subperkotaan di Kabupaten Jember; Nely Kurniawati;

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui besarnya perubahan koefisien pengaliran akibat dari perubahan tata guna lahan dan kerusakan hutan yang dapat merubah

Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji perubahan bentuk dan luas penggunaan lahan, menganalisis pola sebaran perubahan tata guna lahan, serta kesesuaian tata guna lahan

Pengaruh Perubahan Tata Guna Lahan Terhadap Karakteristik Hidrologi; Dwi Pradana Rimadhani, 091910301095; 2013: 171 halaman; Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik

Tujuan dari analisa ini adalah untuk mendefinisikan perubahan tata guna lahan di Kota Padang terhadap koefisien limpasan permukaan, untuk kemudian ditinjau

Untuk itu dalam penelitian ini menggunakan SIG, sehingga memperoleh hasil yaitu mengetahui perubahan tata guna lahan, pola sebaran perubahan tata guna lahan serta

Salah satu usaha untuk mengurangi erosi lahan di DAS Keduang perlu adanya perubahan tata guna lahan.Untuk itu perlu diadakan alternatif perencanaan perubahan tata guna lahan