• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Diameter Penampang Elektroda cincin Perata Terhadap distribusi Tegangan Pada Isolator Rantai

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Pengaruh Diameter Penampang Elektroda cincin Perata Terhadap distribusi Tegangan Pada Isolator Rantai"

Copied!
59
0
0

Teks penuh

(1)

Bahan Sidang Tugas Akhir

PENGARUH DIAMETER PENAMPANG ELEKTRODA

CINCIN PERATA TERHADAP DISTRIBUSI TEGANGAN

PADA ISOLATOR RANTAI

OLEH :

MUHAMMAD IDRIS RUSLI NIM. 040 422 022

DEPARTEMEN TEKNIK ELEKTRO

PROGRAM PENDIDIKAN SARJANA EKSTENSI

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(2)

Muhammad Idris Rusli : Pengaruh Diameter Penampang Elektroda cincin Perata Terhadap distribusi Tegangan

PENGARUH DIAMETER PENAMPANG ELEKTRODA

CINCIN PERATA TERHADAP DISTRIBUSI TEGANGAN

PADA ISOLATOR RANTAI

Oleh :

Muhammad Idris Rusli NIM. 040 422 022

Disetujui Oleh

Pembimbing

Ir. Syahrawardi NIP. 131 273 469

Diketahui Oleh,

Ketua Departemen Teknik Elektro Fakultas Teknik USU

Prof. Dr. Ir. Usman Baafai NIP. 130 365 322

DEPARTEMEN TEKNIK ELEKTRO

PROGRAM PENDIDIKAN SARJANA EKSTENSI

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(3)

BAB I

PENDAHULUAN

I.1. LATAR BELAKANG

Pada umumnya, kegagalan alat – alat listrik pada waktu bekerja disebabkan karena kegagalan isolasinya. Kegagalan isolasi (insulation failure) ini disebabkan karena beberapa hal antara lain lamanya waktu pemakaian, kerusakan mekanis, berkurangnya kekuatan dielektrik dan karena dikenakan tegangan lebih.

Isolator tegangan tinggi seperti pada jaringan transmisi tegangan tinggi terdiri dari beberapa unit piring isolator, tergantung tingkat tegangan yang dipikulnya. Setiap isolator dapat dianggap sebagai sebuah kapasitor, dikarenakan isolator tersebut membentuk susunan konduktor – dielektrik – konduktor. Dan pada isolator rantai ini akan dijumpai beberapa kapasitansi yaitu kapasitansi sendiri (C1), kapasitansi antara jepitan logam isolator dengan menara (C2), dan kapasitansi antara jepitan logam isolator dengan konduktor tegangan tinggi (C3). Oleh karena itu isolator rantai dapat dianggap susunan dari beberapa kapasitor yang terhubung secara seri maupun paralel. Karena itu bila isolator diberi tegangan arus bolak – balik, maka distribusi tegangan di sepanjang isolator rantai tersebut terdistribusi tidak merata.

(4)

Muhammad Idris Rusli : Pengaruh Diameter Penampang Elektroda cincin Perata Terhadap distribusi Tegangan

Pada tugas akhir ini penulis menggunakan elektroda cincin perata dengan memfareasikan diameter penampang dari elektroda cincin perata, yang diharapkan dapat lebih meratakan distribusi tegangan di sepanjang isolator rantai.

I.2. MAKSUD DAN TUJUAN

Penulisan tugas akhir ini bertujuan untuk :

• Mengetahui efektifitas perubahan ketebalan dari penampang elektroda cincin perata terhadap perataan distribusi tegangan pada isolator rantai.

• Untuk memenuhi persyaratan kelulusan sarjana di Departemen Teknik Elektro Universitas Sumatera Utara.

I.3. BATASAN MASALAH

Batasan permsalahan dari penulisan Tugas Akhir ini adalah hanya membahas mengenai perataan tegangan pada isolator rantai dan untuk mengetahui seberapa besar pengaruh perubahan diameter penampang elektroda cincin perata terhadap pendistribusian tegangan pada isolator rantai.

I.4. METODOLOGI PENULISAN

Metodologi penulisan yang dilakukan dalam tugas akhir ini adalah dengan cara :

1. Penelitian Pustaka ( study literature )

Hal ini dilakukan dengan mengumpulan bahan – bahan acuan dari berbagai sumber pustaka seta jurnal – jurnal referensi yang berhubungan dengan penulisan.

(5)

Berupa konsultasi dan bimbingan kepada dosen pembimbing serta kepada asisten laboratorium.

3. Pengujian Langsung

Pengujian ini dimaksudkan agar teori yang disajikan akan semakin jelas dengan adanya data – data yang diambil dalam pengujian di laboratorium teknik tegangan tinggi.

I.5. SISTEMATIKA PENULISAN

Materi pembahasan dalam tugas akhir ini diuraikan dalam lima bab adalah sebagai berikut :

BAB I : PENDAHULUAN

Bab ini merupakan gambaran menyeluruh tentang apa yang diuraikan dalam tugas akhir ini, yaitu pembahasan tentang latar belakang, maksud dan tujuan, batasan masalah, metodologi penulisan dan sistematika penulisan.

BAB II : ISOLATOR SALURAN TRANSMISI

Bab ini menguraikan tentang peralatan saluran transmisi, jenis – jenis dari isolator, karakteristik isolator.

BAB III : DISTRIBUSI TEGANGAN PADA ISOLATOR RANTAI

(6)

Muhammad Idris Rusli : Pengaruh Diameter Penampang Elektroda cincin Perata Terhadap distribusi Tegangan

BAB IV : PENGUKURAN DISTRIBUSI TEGANGAN PADA ISOLATOR RANTAI

Bab 3 ini berisi tentang tujuan pengujian, metode pengukuran , peralatan dan bahan pengujian, rangkaian pengujian, prosedur pengujian dan data hasil pengukuran.

BAB V : ANALISA HASIL PENGUJIAN

Berisikan tentang konversi tegangan tembus sela bola dan faktor kerataan (AF) dari distribusi tegangan pada isolator rantai.

(7)

BAB II

ISOLATOR SALURAN TRANSMISI

II.1. BAGIAN – BAGIAN UTAMA SALURAN TRANSMISI

Sebagaimana kita ketahui sebuah saluran transmisi adalah berfungsi menyalurkan energi listrik dari pusat pembangkitan menuju tempat konsentrasi beban yang biasanya berjarak sangat jauh. Secara umum penyaluran tenaga listrik dijelaskan pada gambar 2.1 di bawah ini.

Gambar 2.1 Bagan Satu Garis Sistem Tenaga Listrik

Bagian – bagian utama dari saluran transmisi adalah sebagai berikut : 1. Menara transmisi

2. Kawat penghantar (conductor) 3. Kawat tanah (ground wires) 4. Isolator – isolator piring

II.1.1. Menara Transmisi

G

SISTEM

PEMBANGKITAN 150 kV

SISTEM

TRANSMISI 150 kV

GI

20 kV

SISTEM DISTRIBUSI

(8)

Muhammad Idris Rusli : Pengaruh Diameter Penampang Elektroda cincin Perata Terhadap distribusi Tegangan

Jenis – jenis bangunan penopang saluran transmisi yang dikenal adalah menara – menara baja, tiang – tiang baja, tiang – tiang beton bertulang dan tiang – tiang kayu.

Menara baja adalah bangunan tinggi terbuat dari baja yang bagian – bagian kakinya mempunyai pondasi sendiri – sendiri, sedang tiang baja mempunyai satu pondasi untuk semua bagian kakinya.

Menara baja untuk saluran transmisi menurut bentuk dan sifat konstruksinya dibagi menjadi menara persegi, menara persegi panjang, menara jenis korset, menara gantry, menara rotasi, menara M. C. dan menara bertali.

II.1.2. Kawat Penghantar

Kawat penghantar biasanya terbuat dari bahan tembaga, aluminium dan aluminium campuran. Khusus untuk transmisi digunakan aluminium antara :

 All Aluminium Conductor (AAC), yaitu konsuktor yang seluruhnya terbuat dari aluminium.

 All Aluminium Alloy Conductor (AAAC), yaitu konduktor yang seluruhnya terbuat dari campuran aluminium.

 Aluminium Conductor Steel Reinforced (ACSR), yaitu konduktor aluminium yang berinti kawat baja.

 Aluminium Conductor Alloy Reinforced (ACAR), yaitu konduktor aluminium yang diperkuat dengan logam campuran.

(9)

b. Kawat Pilin c. Konduktor Berongga Gambar 2.2. Konduktor Saluran Transmisi. II.1.3. Kawat Tanah

Kawat tanah atau kawat perisai (shielding wire) adalah kawat – kawat pada saluran transmisi yang ditempatkan di atas kawat – kawat fasa sebagaimana yang diperlihatkan pada gambar 2.3. Gunanya adalah untuk melindungi kawat-kawat penghantar atau kawat phasa baik akibat sambaran petir langsung atau tidak langsung (sambaran induksi). Kawat tanah umumnya dipakai kawat baja yang lebih murah, tetapi tidaklah jarang digunakan kawat ACSR.

Gambar 2.3 Kawat tanah pada tower transmisi

II.1.4. Isolator

Isolator berfungsi untuk mengisolir kawat jaringan yang bertegangan dengan tiang atau menara penyangga kawat jaringan agar arus listrik tidak mengalir dari kawat jaringan tersebut ke tanah. Isolator dipasang atau digantung pada travers

(10)

Muhammad Idris Rusli : Pengaruh Diameter Penampang Elektroda cincin Perata Terhadap distribusi Tegangan

(cross arm) struktur pendukung, sedangkan konduktor daya dipasang pada jepit isolator. isolator perlu memiliki kekuatan mekanik dan elektrik yang baik.

Isolator terdiri dari bahan isolasi yang diapit oleh elektroda – elektroda. Dengan demikian maka isolator terdiri dari sejumlah kapasitansi. Karena kapasitansi ini, maka distribusi tegangan pada suatu deretan isolator menjadi tidak seragam. Potensial pada ujung yang terkena langsung dengan kawat konduktor adalah yang terbesar.

Menurut penggunaan dan konstruksinya, isolator pasang luar (outdoor

insulator) atau isolator saluran udara (overhead insulator) diklasifikasikan menjadi

isolator pasak (pin type insulato), isolator piring (suspension insulator), isolator batang panjang (long rod insulator), isolator pos saluran (line pos insulator).

1. Isolator Pasak (Pin Type Insulator )

Isolator jenis ini adalah yang pertama kali dirancang untuk menopang penghantar saluran. Desain dari isolator ini ditunjukkan pada gambar 2.4.

Gambar 2.4 Gambar Isolator Pasak (Pin Type Insulator )

(11)

disambungkan satu sama lain dengan menggunakan perekat semen. isolator jenis pasak dapat dipergunakan sampai 80 kV.

2. Isolator Piring

Pada sistem saluran udara tegangan tinggi, jenis isolator yang banyak dipergunakan adalah isolator piring. Sejumlah isolator piring dihubung – hubungkan secara seri dengan mempergunakan sambungan logam., membentuk satu rentengan. Sedangkan penghantar saluran dipegang oleh isolator yang terbawah.

Keuntungan – keuntungan mempergunakan isoplator piring :

a. Tiap isolator piring dirancang untuk tegangan yang tidak terlalu tinggi, jadi dengan menghubungkan sejumlah isolator, dapat dirancang suatu rentengan isolator sesuai dengan kebutuhan.

b. Jika salah satu atau beberapa isolator dalam rentengan rusak, dapat dilakukan penggantian dengan mudah dan dengan biaya yang murah.

c. Rentengan isolator beresifat lentur, hal ini dapat mengurangi pengaruh tarikan mekanis.

(12)

Muhammad Idris Rusli : Pengaruh Diameter Penampang Elektroda cincin Perata Terhadap distribusi Tegangan

Sebuah isolator piring terdiri dari sebuah piringan porselin atau gelas yang bagian bawahnya berlekuk – lekuk untuk memperbesar jarak rayap. Pada bagian atas piringan disemenkan sebuah tutup (cap) yang terbuat dari besi (cor) yang telah digalvanisasikan, sedangkan pada rongga bagian bawah disemenkan sebuah pasak baja yang telah digalvanisasi, visualisasi konstruksi bahan dari isolator piring ini diperlihatkan pada gambar 2.5.

Gambar 2.5 Konstruksi sebuah isolator Piring

Isolator piring dapat dibagi menjadi beberapa jenis berdasarkan cara penyatuannya dengan isolator lain. Saat ini jenis isolator piring yang banyak dipergunakan adalah jenis clevis dan ball and socket, seperti yang diperlihatkan pada gambar 2.6 berikut.

Gambar 2.6. Jenis isolator piring 3. Isolator Batang Panjang (Long-rod insulator)

(13)

Isolator batang panjang berbentuk seperti yang ditunjukkan pada gambar 2.7. isolator jenis ini terdiri atas jenis silinder porselin dengan dengan kerutan – kerutan dan ujungnya diperkuat dengan dua tutup logam yang disemenkan. Diameter silinder porselin dipilih menurut kekuatan mekanis yang dibutuhkan, kuat tariknya sekitar 130 – 140 kg/cm2.

Pemakaian isolator batang panjang menghemat logam jika dibandingkan dengan isolator rentengan (isolator piring), juga lebih ringan. Oleh karena isolator batang panjang mempunyai rusuk yang sederhana, maka kotoran yang melekat pada permukaan isolator mudah tercuci oleh hujan, sehingga isolator jenis ini sesuai untuk daerah – daerah yang intensitas polusinya lebih tinggi.

Gambar 2.7 Isolator jenis Batang Panjang ((Long-rod insulator) 4. Isolator Pos Saluran (Line Pos Insulator)

(14)

Muhammad Idris Rusli : Pengaruh Diameter Penampang Elektroda cincin Perata Terhadap distribusi Tegangan

Gambar 2.8 Isolator jenis Pos Saluran (Line Pos Insulator) 5. Isolator Jenis Pin – Pos

Jenis isolator ini sebagaimana yang ditunjukkan pada gambar 2.9 digunakan untuk jaringan distribusi hantaran udara tegangan menengah, dipasang pada tiang yang mengalami gaya tekuk. Dan isolator ini tahan terhadap terpaan busur, arus berupa busur api yang mengalir akibat lewat denyar yang disebabkan oleh polusi dapat menyebabkan kerusakan pada permukaan isolator. Isolator pos pin bersifat mampu menahan busur api sampai circuir breaker memutus aliran daya.

Gambar 2.9 Jenis Isolator Pos Pin (Pin Pos Insulator)

II.2. KARAKTERISTIK ISOLATOR

II.2.1. Karakteristik Elektrik Isolator

Ditinjau dari segi kelistrikan, isolator dan udara membentuk suatu sistem isolasi yang berfungsi untuk mengisolir suatu konduktor bertegangan dengan rangka penyangga yang dibumikan, sehingga tidak ada arus listrik yang mengalir dari konduktor tersebut ke tanah. Kegagalan suatu isolator dapat terjadi karena bahan dielektrik isolator tembus listrik (breakdown) atau karena terjadinya lewat denyar

(flashover) udara di sepanjang permukaan isolator. Dalam kasus yang pertama,

(15)

mengalami kerusakan mekanis sehingga tidak dapat digunakan lagi dan harus diganti. Pada peristiwa lewat denyar, kerusakan pada isolator hanya karena panas yang ditimbulkan busur api pada permukaan isolator.

Semua isolator dirancang sedemikian sehingga tegangan tembusnya jauh lebih tinggi dari tegangan lewat denyarnya. Dengan demikian kekuatan dielektrik suatu isolator ditentukan oleh tegangan lewat denyarnya.

II.2.2. Karakteristik Mekanis Isolator

Karakteristik mekanis suatu isolator ditandai dengan kekuatan mekanisnya, yaitu beban mekanis terendah yang mengakibatkan isolator tersebut rusak. Kekuatan mekanis ini ditentukan dengan membebani isolator dengan beban yang bertambah secara bertahap hingga isolator terlihat rusak. Kekuatan mekanis suatu isolator dinyatakan dalam tiga keadaan beban, yaitu kekuatan mekanis tarik, kekuatan mekanis tekan dan kekuatan mekanis tekuk.

(16)

Muhammad Idris Rusli : Pengaruh Diameter Penampang Elektroda cincin Perata Terhadap distribusi Tegangan

BAB III

DISTRIBUSI TEGANGAN

PADA ISOLATOR RANTAI

III.1. KAPASITANSI ISOLATOR

Dua konduktor yang dipisahkan oleh suatu dielektrik atau susunan “ konduktor – dielektrik – konduktor “ merupakan suatu susunan kapasitor. Semua

isolator merupakan dua konduktor yang diantarai oleh suatu dielektrik. Pada gambar 3.1 ditunjukkan contoh suatu isolator, yaitu satu unit isolator piring. Isolator tersebut membentuk suatu susunan “konduktor – dielektrik – konduktor “, oleh karena itu isolator tersebut dapat dianggap sebagai suatu kapasitor.

Gambar 3.1. Ekivalensi suatu isolator piring

Jika beberapa isolator piring dirangkai menjadi isolator rantai seperti pada gambar 3.2a , maka akan dijumpai tiga kelompok susunan “ konduktor-dielektrik-konduktor “ , masing – masing dibentuk oleh :

(17)

b. Jepitan logam isolator – udara –menara. Susunan ini membentuk kapasitansi jepitan logam isolator dengan menara yang dibumikan (C2). Kapasitansi ini disebut kapasitansi tegangan rendah.

c. Jepitan logam isolator – udara – konduktor transmisi. Susunan ini dibentuk oleh konduktor tegangan tinggi, maka disebut kapasitansi tegangan tinggi( C3 ). Oleh karena itu, isolator rantai dapat dianggap sebagai susunan dari beberapa unit kapasitor yang terhubung seperti Gambar 3.2. di bawah :

Gambar 3.2. Susunan “Konduktor – Dielektrik – Konduktor “ pada isolator rantai

III.2. PERATAAN DISTRIBUSI TEGANGAN ISOLATOR RANTAI

Perataan distribusi tegangan adalah suatu usaha yang bertujuan membuat tegangan pada setiap isolator piring sama.

Pada gambar 3.3 terlihat kurva pengaruh kapasitansi C2 dan C3 terhadap

distribusi tegangan pada setiap piring isolator rantai. Distribusi tegangan pada setiap piring isolator tidak sama meskipun kapasitansi masing – masing isolator piring sama.

a. susunan “ konduktor – dielektrik – konduktor pada isolator rantai

(18)

Muhammad Idris Rusli : Pengaruh Diameter Penampang Elektroda cincin Perata Terhadap distribusi Tegangan Perata

tegangan

memperhitung-kan C3

memperhitung-kan C2 dan C3

memperhitung-kan C2

100 % n/N

Vn/V

G

C2 dan C3 tdk diperhitungkan

1 3

2 4

Gambar 3.3 Kurva distribusi tegangan isolator rantai

(19)

Gambar 3.4 Macam Konduktor Perata tegangan

Ada beberapa cara dalam usaha meratakan tegangan di setiap unit isolator, yaitu : 1. Dengan mengatur besar harga kapasitansi terhadap bumi (C2)

Kapasitansi C2 diupayakan sekecil mungkin, dengan demikian arus bocor yang menuju struktur menara (bumi) akan sangat kecil dan memungkinkan untuk diabaikan. Untuk mendapatkan nilai kapasitansi C2 yang lebih kecil dapat dilakukan dengan mengatur jarak antara isolator rantai terhadap menara pendukung (bumi), dimana jarak berbanding terbalik dengan nilai kapasitansi yang dihasilkan, oleh sebab itu jarak antar menara dan renteng isolator diperbesar agar diperoleh nilai kapasitansi C2 yang sangat kecil.

2. Dengan greading tiap isolator

Nilai kapasitansi sendiri (C) dari isolator disesuaikan dengan tingkat tegangan. Isolator yang memikul tegangan paling besar yaitu isolator yang memiliki nilai kapasitansi yang kecil. Dan isolator yang memikul tegangan paling kecil, maka digunakan isolator yang memiliki kapasitansi yang besar. Dengan demikian tegangan di setiap isolator akan sama.

3. Dengan menggunakan guard ring

Tegangan di setiap unit isolator dapat dibuat sama dengan cara menggunakan guard ring. Ada beberapa bentuk yang umum dijumpai adalah ring, 8 – shaped,

horn shaped. Dan metode yang digunakan pada penelitian ini adalah dengan

(20)

Muhammad Idris Rusli : Pengaruh Diameter Penampang Elektroda cincin Perata Terhadap distribusi Tegangan

III.3. MENGHITUNG DISTRIBUSI TEGANGAN

Untuk menghitung distribusi tegangan di sepanjang isolator rantai perlu kita fahamkan bahwa sebagaimana yang diperlihatkan pada gambar 3.2. setiap pengaruh kapasitansi yang terdapat di sepanjang isolator rantai tersebut dianggap sebagai elemen kapasitansi, dan kapasitansi ini sangat mempengaruhi distribusi tegangan pada isolator rantai. Perhitungan distribusi tegangan pada isolator rantai dapat dilakukan dengan beberapa cara :

a. Distribusi tegangan pada isolator rantai dengan mengabaikan kapasitansi jepitan logam isolator dengan menara (C2) dan kapasitansi tegangan tinggi (C3).

b. Distribusi tegangan dengan memperhitungkan kapsitansi C2.

c. Distribusi tegangan pada isolator rantai dengan memperhitungkan semua kapasitansi.

Agar perhitungan distribusi tegangan pada isolator rantai lebih mudah, maka kita membutuhkan beberapa asumsi, yaitu :

a. Semua piringa n isolator memilki karakteristik yang sama

b. Jarak menara ke isolator sama (

d A C =ε )

c. Isolator adalah ideal, artinya tiap kapasitor dapat dianggap sebagai kapasitansi murni.

(21)

III.3.1.Distribusi Tegangan tanpa kapasitansi C2 dan C3

Karena tanpa memperhitungkan kapasitansi antar logam isolator dengan menara (C2) dan kapasitansi antara logam isolator dengan konduktor tegangan tinggi (C3), maka akan sama dengan jika isolator diberi tegangan searah (Vdc). Pada tegangan dc, tegangan sepanjang isolator rantai didistribusikan secara merata. Rangkaian kapasitansinya ditunjukkan oleh gambar 3.5 berikut :

Gambar 3.5 Rangkaian ekivalen isolator rantai tanpa pengaruh C2 & C3

Elemen dari isolator rantai adalah sama, sehingga tegangan tiap elemen isolator adalah sama besar

V1 = I1Z1 ; V2 = I2 Z2 ; Vn = In Zn

Karena kapasitansi-kapasitansi unit isolator sama, maka

Z1 = Z2 = ……….Zn………...(3.1)

Dengan demikian

tower / bumi

I

I

I

I

I

I C C C C

Vn V3 V2 V1

(22)

Muhammad Idris Rusli : Pengaruh Diameter Penampang Elektroda cincin Perata Terhadap distribusi Tegangan

Vn = Tegangan pada elemen ke – n dari isolator rantai yang ditinjau

V = Tegangan total yang dikenakan pada isolator rantai

N = Jumlah elemen pada suatu isolator rantai

III.3.2.Distribusi Tegangan memperhitungkan kapasitansi C2

Dengan mengabaikan kpasitansi antara jepit logam isolator dengan konduktor tegangan tinggi (C3), maka kapasitansi yang ada adalah kapasitansi sendiri (C1) dan kapasitansi antara jepit logam isolator dengan bumi (C2) saja yang mempengaruhi distribusi tegangan di sepanjang isolator rantai.sebagaimana yang diperlihatkan oleh gambar 3.6 berikut yang terdiri dari lima buah elemen isoalator :

(23)

Dan misalkan :

bersama si

kapasi

ah ke si kapasi m

tan

tan tan

=

Atau

1 2

C C m=

Diperoleh C2 =mC1

Jatuh tegangan tiap unit isolator adalah V1, V2, V3, V4, V5,….Vn, di mana penomoran dimulai dari isolator paling atas.

V = V1 + V2+ V3+ V4 + V5 + ….+ Vn………(3.4) Besarnya arus listrik yang mengalir pada tiap unit isolator dapat ditentukan. Pada titik A, persamaan arusnya adalah:

I2 = I1 + Ia …………...………..(3.5) I1 = Arus yang mengalir pada isolator 1

I2 = Arus yang mengalir pada isolator 2 I2 = j C1V2

I1 = j C1V1

Ia = j C2V1 = j mC1V1

Persamaan 3.5 dapat dituliskan menjadi

j C1V2 = j C1V1 + j mC1V1

V2 = V1 (1 + m) ...(3.6)

Pada titik B, persamaan arus adalah:

(24)

Muhammad Idris Rusli : Pengaruh Diameter Penampang Elektroda cincin Perata Terhadap distribusi Tegangan

I3 = adalah arus yang mengalir pada isolator 3.

I3 = j C1V3

I2 = j C1V2

Ib = j C2 (V1 + V2) = j mC1 (V1 + V2)

Maka, persamaan 3.7 menjadi :

j C1V3 = j C1V2 + j mC1 (V1 + V2)

V3 = V2 + m (V1 + V2) ...(3.8)

Maka dengan mensubtitusikan persamaan 3.6 ke dalam persamaan 3.8 :

V3 = V1 (1 + m) + m{V1 + V1 (1 + m)}

= V1 + mV1 + m(V1 + mV1 + V1)

= V1 + mV1 + mV1 + m2V1 + mV1

= V1 + 3 mV1 + m2V1

V3 = V1(1 + 3m + m2) ...(3.9)

Pada titik C, persamaan arusnya adalah :

I4 = I3 + Ic ...(3.10)

(25)

I4 = j C1V4

I3= j C1V3

Ic = j C2(V1 + V2 + V3) = j mC1(V1 + V2 + V3)

Maka dengan demikian persamaan 3.10 menjadi,

j C1V4 = j C1V3 + j mC1(V1 + V2 + V3)

V4 = V3 + m (V1 + V2 + V3) ...(3.11)

Dan dengan mensubstitusikan persamaan 3.6 dan 3.8 ke persamaan 3.11 :

V4 = V1(1 + 3m + m2) + m { V1 + (V1 (1 + m)) + V1(1 + 3m + m2)}

= V1 + 3mV1 + m2 V1 + m { V1 + 3mV1 + m2 V1 + V1 + mV1 + V1)

= V1 + 3mV1 + m2 V1 + 3m2V1 + m3V1 + mV1 + m2 V1 + mV1

= V1 + 6 mV1 + 5m2V1 + m3V1

V4 = V1 (1 + 6m + 5m2 + m3) ...(3.12)

Pada titik D, akan kita lihat persamaan arusnya,

I5 = I4 + Id ...(3.13)

I5 = merupakan arus yang mengalir pada isolator 5.

(26)

Muhammad Idris Rusli : Pengaruh Diameter Penampang Elektroda cincin Perata Terhadap distribusi Tegangan

I4 = j C1V4

Id= j C2 (V1 + V2 + V3 + V4) = j mC1(V1 + V2 + V3 + V4)

maka persamaan 3.13 menjadi,

j C1V5 = j C1V4 + j mC1(V1 + V2 + V3 + V4)

V5 = V1 (1 + 6m + 5m2 + m3) + m{V1 + V1 (1 + m) + V1(1 + 3m + m2) +

V1(1 + 6m + 5m2 + m3)}

V5 = V1 + 6mV1 + 5m2V1 + m3V1 + m(V1 + V1 + mV1 + V1 + 3mV1 +

m2V1 + V1 + 6mV1 + 5m2V1 + m3V1)

= V1 + 6mV1 + 5m2V1 + m3V1 + mV1 + mV1 + m2V1 + mV1 + 3m2V1

+ m3V1 + mV1 + 6 m2V1 + 5 m3V1 + m4V1

V5 = V1 (1 + 10m + 15m2 + 7m3 + m4) ...(3.14)

Sesuai persamaan 3.4, maka untuk isolator gantung berjumlah 5 unit berlaku persamaan,

V = V1 + V2 + V3 + V4 + V5 ...(3.15)

Maka dengan memasukkan persamaan (3.6), (3.9), (3.12) dan persamaan 3.14 ke dalam persamaan (3.15), maka :

(27)

V1 (1 + 10m + 15m2 + 7m3 + m4)

= V1 + V1 + mV1 + V1 + 3mV1 + m2V1 + V1 + 6mV1 + 5m2V1 + m3

V1 + 10mV1 + 15m2V1 + 7m3V1 + m4V1

= 5V1 + 20mV1 + 21m2V1 + 8m3V1 + m4V1

V = V1 (5 + 20m + 21m2 + 8m3 + m4) ...(3.16)

V1 =

) m 8m 21m 20m

(5+ + 2 + 3 + 4

V

...(3.17)

Dan untuk renteng isolator yang lebih banyak lagi, cara yang sama juga dapat dilakukan, yakni untuk jumlah isolator sampai isolator ke-n.

III.3.3.Distribusi Tegangan Dengan Memperhitungkan C1 Dan C3

(28)

Muhammad Idris Rusli : Pengaruh Diameter Penampang Elektroda cincin Perata Terhadap distribusi Tegangan

Gambar 3.7. Rangkaian ekivalen hanya memperhitungkan kapasitansi C1 dan C3

Dalam perhitungannya distribusi yang hanya memperhitungkan kapasitansi sendiri (C1) dan kapasitansi antara jepit logam isolator dengan konduktor tegangan tinggi (C3), kita perlu membuat suatu asumsi, dimana :

Untuk lebih memudahkan dalam perhitungan, dianggap C2 = C3 = mC1 Jika, Pada titik A persamaan arusnya :

(29)

I1= j C1V1

Ia = j C3VAa’ = j mC1(V – V1) Maka :

j C1V2 = j C1V1 - j mC1 (V - V1)

V2 = V1 – m (V – V1) = V1 – mV + mV1

V2 = V1(1 + m) – mV ...(3.19) Pada titik B persamaan arusnya adalah,

I3 = I2 - ib ...(3.20) Dengan I3 = j C1V3

I2= j C1V2

i2 = j C2VBb’ = j mC1

Ib = j C3VBb’ = j mC1(V – V2 – V1) Maka,

j C1V3 = j C1V2 – j mC1(V – V2 – V1)

V3 = V2 – m(V – V2 – V1) ... ...(3.21) Dengan mensubstitusikan persamaan 3.19 ke dalam persamaan 3.21

V3 = V1 (1 + 3m + m2) – V(2m + m2) ...(3.22) Dan dengan cara yang sama pada titik C diperoleh :

I4 = I3 – ic ... ...(3.23) Dimana,

I4 = j C1V4 I3 = j C1V3

(30)

Muhammad Idris Rusli : Pengaruh Diameter Penampang Elektroda cincin Perata Terhadap distribusi Tegangan

Maka :

j C1V4 = j C1V3 - j mC1 (V - V3 - V2 - V1)

V4 = V3 – m (V – V3 – V2 – V1)) ...(3.24)

Dengan mensubstitusikan persamaan 3.19 dan persamaan 3.22 kedalam persamaan 3.24, maka :

V4 = V1 {1 + 6m + 5m2 + m3) – V(3m + 4m2 + m3) ...(3.25) Dan dengan cara yang sama pada titik D diperoleh :

I5 = I4 - id ...(3.26) Dimana,

I5 = j C1V5 I4= j C1V4

i4 = j C2VDd’ = j mC1 (V4 –V3 – V2 – V1) Maka :

j C1V5 = j C1V4 – j mC1 (V – V4 – V3 – V2 – V1)

V5 = V4 – m(V - V4 - V3 - V2 - V1) ...(3.27) Dengan mensubstitusikan persamaan (3.19), (3.22) dan persamaan 3.25 ke dalam persamaan 3.27,

V5 = V1 (1 + 10m + 12m2 + 7m3 + m4) – V(4m + 10m2 + 6m3 + m4)...(3.28) Sesuai dengan persamaan (3.15), bahwa, V = V1 + V2 + V3 + V4 + V5. maka :

V = V1 + V2 + V3 + V4 + V5...(3.29)

Dan dengan mensubstitusikan persamaan (3.19), (3.22), (3.25) dan persamaan 3.28 kedalam persamaan 3.29 :

V = V1 + V2 + V3 + V4 + V5

(31)

Maka besar harga V1 adalah seperti yang diperlihatkan oleh persamaan 3.30 berikut :

III.3.4. Distribusi Tegangan Dengan Memperhitungkan C2 Dan C3

Jika semua kapasitansi C1, C2 dan C3 diperhitungkan maka rangkaian ekivalen kapasitansi pada isolator rantai ini dapat dilihat pada Gambar 3.8.

A

Gambar 3.8. Rangkaian ekivalen dengan memperhitungkan kapasitansi C2 dan C3

Untuk lebih memudahkan dalam perhitungan, dianggap C2 = C3 = mC1 Jika,

(32)

Muhammad Idris Rusli : Pengaruh Diameter Penampang Elektroda cincin Perata Terhadap distribusi Tegangan

8. VCc’ = V4 = V – V3 – V2 – V1 9. VDd’ = V5 = V – V4 – V3 – V2 – V1 10.VDx = VDa = VDb = VDc = VDd

Pada titik A persamaan arusnya :

I2 = I1 + ( i1 – Ia ) ...(3.31) Dengan I2 = j C1V2

I1 = j C1V1

i1 = j C2V2VAa = j mC1V1 Ia = j C3VAa’ = j mC1(V – V1) Maka :

j C1V2 = j C1V1 + (j mC1V1 - j mC1(V – V1)

V2 = V1 + (mV1 – m(V – V1)) = V1 + mV1 – mV – mV1 = V1 + m(2V1 – V)

V2 = V1(1 + 2m) – mV ...(3.32) Pada titik B persamaan arusnya adalah,

I3 = I2 + ( i2 – Ib ) ...(3.33) Dengan I3 = j C1V3

I2 = j C1V2

i2 = j C2VBb= j mC1

Ib = j C3VBb’ = j mC1(V – V2 – V1) Maka,

(33)

V3 = V2 + m(V2 – V1) – m(V – V2 – V1) ...(3.34) Dengan mensubstitusikan persamaan 3.32 ke dalam persamaan 3.34

V3 = (V1 (1 + 2m) – mV) + (m(V1(1 + 2m) – mV) + V1) – m(V – V1(1 + 2m) – mV – V1))

= V1 + 6mV1 + 4m2 – 2mV – 2m2V

V3 = V1 (1 + 6m + 4m2) – V(2m + 2m2) ...(3.35) Dan dengan cara yang sama pada titik C diperoleh :

I4 = I3 + (i3 – Ic) ...(3.36) Dimana,

I4 = j C1V4 I3= j C1V3

i3 = j C2VCc = j mC1 (V3 + V2 + V1) Ic = j C3VCc’ = j mC1 (V - V3 - V2 - V1) Maka :

j C1V4 = j C1V3 + (j mC1 (V3 + V2 + V1) - j mC1 (V - V3 -

V2 - V1))

V4 = V3 + m(V3 + V2 + V1) – m (V - V3 - V2 - V1)) ...(3.37)

Dengan mensubstitusikan persamaan 3.32 dan persamaan 3.34 ke dalam persamaan 3.37, maka :

V4 = {V1 (1 + 6m + 4m2) – V(2m + 2m2)} + m{(V1 (1 + 6m + 4m2) – V(2m + 2m2)} + {V1(1 + 2m) – mV) + V1} – m{V – {V1 (1 + 6m + 4m2) - V(2m + 2m2)} – {V1(1 + 2m) – mV) – V1}

(34)

Muhammad Idris Rusli : Pengaruh Diameter Penampang Elektroda cincin Perata Terhadap distribusi Tegangan

2m3V + mV1 + 2m2V1 – m2V + mV1 – mV +mV1 + 6m2V1 + 4m3V1 – 2m2V– 2m3V + mV1 + 2m2V1 – m2V + mV1

V4 = V1 {1 + 12m + 20 m2 + 8m3) – V(3m + 8m2 + 4m3) ...(3.38) Dan dengan cara yang sama pada titik D diperoleh :

I5 = I4 + (i4 – Id) ...(3.39) Dimana,

I5 = j C1V5 I4 = j C1V4

i4 = j C2VDd = j mC1 (V4 +V3 + V2 + V1) Id = j C3VDd’ = j mC1 (V + V4 - V3 - V2 - V1) Maka :

j C1V5 = j C1V4 + (j mC1 (V4 +V3 + V2 + V1) - j mC1 (V - V4 - V3 - V2 - V1))

V5 = V4 + m(V4 + V3 + V2 + V1) – m (V - V4 - V3 - V2 - V1))..(3.40) Dengan mensubstitusikan persamaan (3.32), (3.35) dan persamaan 3.38 ke dalam persamaan 3.40,

V5 = [V1 {1 + 12m + 20 m2 + 8m3) – V(3m + 8m2 + 4m3)] + m[{V1 {1 + 12m + 20 m2 + 8m3) – V(3m + 8m2 + 4m3 } + {V1 (1 + 6m + 4m2) – V(2m + 2m2)} + {V1(1 + 2m) – mV} + V1] - m[{V} – {V1 {1 + 12m + 20 m2 + 8m3) – V(3m + 8m2 + 4m3}– {V1 (1 + 6m + 4m2) - V(2m + 2m2)} – {V1(1 + 2m) – mV} – V1] V5 = V1 + 12mV1 + 20m2V1 + 8m3V1 – 3mV – 8m2V - 4m3V +mV1 + mV1 + 2m2V1

(35)

6m2V1 + 4m3V1 – 2m2V - 2m3V + mV1 + 12m2V120m3V1 + 8m4V1 – 3m2V –

Dan dengan mensubstitusikan persamaan (3.32), (3.35), (3.38) dan persamaan 3.41 kedalam persamaan 3.42 :

V = V1 + V2 + V3 + V4 + V5 Maka besar harga V1 adalah seperti yang diperlihatkan oleh persamaan 3.42 berikut :

V1 =

III.4. Contoh Perhitungan Faktor Kerataan Distribusi Tegangan Pada Isolator

Rantai

(36)

Muhammad Idris Rusli : Pengaruh Diameter Penampang Elektroda cincin Perata Terhadap distribusi Tegangan

Misalkan suatu transmisi hantaran udara menggunakan isolator rantai yang terdiri atas lima unit isolator piring yang sama, dimana perbandingan kapasitansi ke menara (C2) dengan kapasitansi sendiri (C1) adalah 0.1. Dimisalkan tegangan transmisi ke konduktor transmisi adalah 40 kV/50 Hz.

Dimana perhitungan distribusi tegangan dilakukan untuk 3 keadaan yaitu :

a. Mengabaikan kapasitansi jepitan logam isolator dengan menara (C2) dan kapasitansi tegangan tinggi (C3).

Rangkaian ekivalennya adalah seperti ditunjukkan pada Gambar 3.5 Menurut rumus 3.1, maka tegangan pada setiap unit isolator piring adalah

kV

Dari hasil perhitungan diperoleh tegangan pada setiap unit isolator sama. Berdasarkan persamaan 3.1, faktor kerataannya adalah (AF) = 8 – 8 = 0.

Dalam hal ini tegangan pada setiap unit isolator terdistibusi merata. b. Memperhitungkan Kapasitansi C1 dan C2

Rangkaian ekivalen isolator rantai dengan memperhitungkan kapasitansi C2, adalah seperti yang terlihat pada gambar 3.6. Untuk distribusi tegangan dengan memperhitungkan C2, sedang kapasitansi (C3) diabaikan, yang ada hanya kapasitansi sendiri (C1) dan kapasitansi tegangan rendah (C2).

(37)

V1 =

Tegangan pada V2 , berdasarkan persamaan 3.6, maka V2 V2 = ( 1 + m ) V1

V2 = ( 1 + 0,1 ) 5,542 kV V2 = 6,096 kV

Tegangan pada V3, berdasarkan persamaan 3.9, maka V3 V3 = ( 1 + 3m + m2 ) V1

V3 = ( 1 + (3 x 0,1) + (0,12)) 5,542 kV V3 = 7,260 kV

Tegangan pada V4, berdasarkan persamaan 3.12, maka V4 adalah : V4 = (1 + 6m + 5m2 + m3) V1

V4 = (1 + (6 x 0,1) + (5 x 0,12) + (0,13) 5,542 kV V4 = 9,150 kV

Tegangan pada V5, Berdasarkan persamaan 3.14, maka V5 adalah : V5 = (1 + 10 m + 15 m2 + 7 m3 + m4) V1

V5 = (1 + (10 x 0,1) + (15 x 0,12) + (7 x0,13) + (0,14)) 5,542 kV = 11,955 kV

Dari hasil perhitungan, faktor kerataannya adalah : AF = 11,955 kV – 5,542 kV = 6,413 kV

c. Memperhitungkan Kapasitansi C1 dan C3

(38)

Muhammad Idris Rusli : Pengaruh Diameter Penampang Elektroda cincin Perata Terhadap distribusi Tegangan

Tegangan pada V2 , berdasarkan persamaan 3.19, maka V2 V2 = V1 ( 1 + m ) - mV

V2 = 9,204 kV

Tegangan pada V3, berdasarkan persamaan 3.22, maka V3 V3 = V1 ( 1 + 3m + m2 ) – V(2m + m2)

V3 = 7,325 kV

Tegangan pada V4, berdasarkan persamaan 3.25, maka V4 adalah : V4 = V1 {1 + 6m + 5m2 + m3) – V(3m + 4m2 + m3)

V4 = 6,179 kV

Tegangan pada V5, Berdasarkan persamaan 3.28, maka V5 adalah : V5 = V1 (1 + 10m + 12m2 + 7m3 + m4) – V(4m + 10m2 + 6m3 + m4) V5 = 5,290 kV

Dari hasil perhitungan, faktor kerataannya adalah : AF = 12,004 kV – 5,290 kV = 6,714 kV

d. Dengan memperhitungkan C2 dan C3

Rangkaian ekivalen isolator rantai dengan memperhitungkan semua kapasitansi C1, C2 dan C3 adaalah seperti gambar 3.8. Pada perhitungan ini dimisalkan jarak antara isolator dengan menara adalah sama sehingga C2 = C3 = mC, maka tegangan pada unit isolator piring adalah :

(39)

V1 =

Sedangkan, faktor kerataan (AF) = 9,404 kV kV – 6,623kV = 2,781kV

(40)

Muhammad Idris Rusli : Pengaruh Diameter Penampang Elektroda cincin Perata Terhadap distribusi Tegangan

Dari ketiga nilai faktor kerataan di atas tegangan yang terdistribusi merata adalah pada perhitungan dengan mengabaikan kapasitansi tegangan rendah (C2) dan kapasitansi tegangan tinggi (C3) karena faktor kerataannya adalah nol. Dalam hal ini tegangan di sepanjang isolator rantai terdistribusi merata.

BAB IV

PENGUKURAN DISTRIBUSI TEGANGAN

PADA ISOLATOR RANTAI

IV.1. UMUM

Penelitian dilakukan di Laboratorium Teknik Tegangan Tinggi, Departemen Teknik Elektro, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara. Pengujian dilakukan terhadap isolator rantai yang terdiri atas 10 piring isolator jenis clevis dengan diameter 254 mm. Pada Gambar 4.1 memperlihatkan isolator rantai yang menjadi objek penelitian.

(41)

d = 8 mm d = 12 mm d = 16 mm d = 20 mm d = 24 mm

Gambar 4.1. Isolator rantai objek penelitian

Elektroda cincin perata yang digunakan pada pengukuran ini terbuat dari besi padat. Untuk melihat pengaruh elektroda cincin perata terhadap distribusi tegangan pada isolator rantai, dalam penelitian ini dibuat diameter penampang dari elektroda cincin yang berfariasi untuk 10 isolator rantai. Fariasi dari Diameter penampang yang digunakan pada pengukuran ini adalah 8 mm, 12 mm, 16 mm, 20 mm dan 24 mm, dengan diameter elektroda cincin perata tetap pada ukuran 60 cm, seperti ditunjukkan pada Gambar 4.2.

(42)

Muhammad Idris Rusli : Pengaruh Diameter Penampang Elektroda cincin Perata Terhadap distribusi Tegangan

Dimana : D = diameter elektroda cincin perata

d = diameter penampang elektroda cincin perata

Elektroda cincin perata diposisikan seporos dengan isolator rantai. Pada pengukuran ini elektroda cincin perata ditempatkan pada 17 cm dari jarak titik pusat elektroda cincin perata dengan ujung paling bawah batang logam pengikat konduktor. Seutas kawat tipis digunakan untuk menghubungkan elektroda cincin perata dengan batang logam terminal konduktor, seperti diperlihatkan pada gambar 4.3.

1 2 3 4 5

6

7 8 9

10 17 cm

158 cm

Cincin Elektroda

Kawat penghubung

Konduktor T.Tinggi

Gambar 4.3. Pemasangan elektroda cincin perata seporos dengan isolator rantai

(43)

Gambar 4.4. Elektroda cincin perata yang ditopang oleh kayu penyangga

IV.2. METODE PENGUKURAN

Dalam pengukuran ini yang akan diukur adalah tegangan pada setiap piring isolator, saat isolator diberi tegangan. Tegangan yang diberikan pada isolator rantai adalah tegangan tinggi sehingga tegangan pada tiap unit piring isolator adalah tegangan tinggi juga. Oleh karena itu, pengukuran tegangan piring isolator tidak dapat dilakukan dengan voltmeter tegangan rendah. Ada beberapa metode pengukuran tegangan tinggi, salah satu diantaranya adalah dengan alat ukur elektroda bola standar. Pengukuran dengan alat ukur elektroda bola standar menggunakan dua buah elektroda bola yang ukurannya sama dan dibuat seporos seperti ditunjukkan pada Gambar 4.5.

Kayu

(44)

Muhammad Idris Rusli : Pengaruh Diameter Penampang Elektroda cincin Perata Terhadap distribusi Tegangan

Gambar 4.5. Elektroda bola standard

Jarak elektroda bola dapat dibuat bervariasi. Pada jarak tertentu, dan keadaan udara standar, yaitu pada keadaan suhu udara 20°C dan tekanan udara 760 mmHg, sudah diketahui tegangan tembus elektroda tersebut. Tegangan tembus elektroda bola standar untuk berbagai diameter bola dan berbagai jarak sela bola diberikan pada Lampiran 1. Dalam prakteknya, keadaan udara tidak selalu sama dengan keadaan standar. Tembus listrik elektroda bola pada keadaan udara sembarang adalah:

V = Vs ………...….(4.1)

di mana:

V = Tegangan tembus sela bola pada keadaan sembarang udara Vs = Tegangan tembus sela bola standar

= Faktor koreksi udara

Faktor koreksi udara tergantung pada suhu dan tekanan udara, besarnya adalah sebagai berikut:

=

θ +

273 386 ,

0 p

……....………. (4.2)

dimana:

= Temperature udara (°C) p = tekanan udara (mmHg)

Oleh karena itu, pada pengukuran ini harus selalu dicatat suhu dan tekanan udara saat pengukuran dilaksanakan.

Rangkaian pengukuran tegangan pada isolator rantai dengan menggunakan elektroda bola standar ditunjukkan pada Gambar 4.5.

(45)

a. Trafo uji (TU) 220V/100 kV , 50 Hz, 3 Kva 1 set

b. Auto Trafo (AT) 1 set

c. Resistor Peredam (Rp) 43 kΩ 1 unit

d. Elektroda bola standar diameter 5 cm (jarak sela 2 mm) 1 set

e. Isolator rantai (jenis clevis) 10 buah

f. Tiang pondasi ( dari kayu )

g. Elektroda cicncin dengan penampang berdiameter D1 = 8 mm, D2 = 12 mm, D3 = 16 mm, D4 = 20 mm, D5 = 24 mm.

V1

Auto Trafo

S1 S2

1

2

3

4

5

6

7

8

9

10

Trafo Uji 220

volt

Rp

Alat ukur bola standard

A

B

V

Gambar 4.6. Rangkaian pengukuran distribusi tegangan pada isolator rantai

(46)

Muhammad Idris Rusli : Pengaruh Diameter Penampang Elektroda cincin Perata Terhadap distribusi Tegangan

pada isolator rantai maka pengukuran yang dilakukan ada dua metode yakni dengan dan tanpa menggunakan elektroda cincin perata..

Terminal tegangan tinggi trafo uji "A" dihubungkan pada jepitan isolator no.10, sedang terminal tegangan tinggi elektroda bola "B" dihubungkan pada jepitan isolator no.1. Diameter elektroda bola yang digunakan adalah 5 cm dengan jarak sela dibuat 0,2 cm. Dengan demikian pada keadaan standar elektroda bola ini akan tembus listrik pada tegangan 8 kV. Pada keadaan udara tidak standar, akan tembus listrik pada tegangan Vb = x 8 kV.

Kemudian tegangan keluaran trafo uji dinaikkan secara bertahap dengan kecepatan 1kV/detik sampai udara pada sela bola tembus. Pada saat yang bersamaan dicatat tegangan yang dibangkitkan sekunder trafo uji dan misalkan nilainya Vi. Tegangan ini merupakan tegangan yang dipikul semua isolator. Sedang tegangan yang dipikul elektroda bola-bola sama dengan tegangan yang dipikul isolator no.1. Dengan demikian tegangan pada isolator no.1 adalah Vb. Setelah tegangan Vi dicatat, tegangan trafo uji diturunkan sampai dengan nol dan saklar S2 dibuka.

Tegangan pada isolator no.1 dalam persen tegangan isolator rantai adalah:

%

Kemudian terminal tegangan tinggi elektroda bola dipindahkan ke isolator no.2, prosedur seperti di atas diulang kembali sampai elektroda bola tembus listrik. Artinya tegangan pada isolator no.1 dan no.2 adalah Vb. Tegangan isolator no.1 dan no.2 dalam persen tegangan isolator (Vi) adalah:

(47)

Demikian seterusnya dilakukan untuk setiap teminal tegangan tinggi elektroda bola dipindahkan pada isolator 3, 4, 5, 6, 7, 8 dan 9. Tegangan dalam persen (%) pada masing-masing piring isolator dapat ditulis sebagai berikut :

)%

Sedangkan persentase tegangan pada isolator no.10 adalah:

V10(%) = 100% - (V1 +V2 + ……….+V9)%... (3.13)

Setelah pengukuran tanpa menggunakan elektroda cincin perata selesai, pengukuran dilanjutkan dengan menggunakan elektroda cincin perata. Prosedur pengukuran yang dilakukan sama dengan pengukuran tanpa menggunakan elektroda cincin.

(48)

Muhammad Idris Rusli : Pengaruh Diameter Penampang Elektroda cincin Perata Terhadap distribusi Tegangan

Semua data hasil pengukuran ditampilkan dalam bentuk tabel. Data – data hasil pengukuran diberikan pada Lampiran 2.

BAB V

ANALISIS DATA

V.1. UMUM

Hasil pengukuran yang diperoleh belum secara langsung menggambarkan distribusi tegangan pada isolator. Untuk itu data yang diperoleh perlu diolah lagi hingga diperoleh distribusi tegangan pada setiap piring isolator. Kemudian data ini dianalisa dan ditunjukkan dalam bentuk kurva untuk melihat pengaruh elektroda cincin perata terhadap distribusi tegangan pada isolator rantai.

Ada tiga hal yang akan diuraikan dalam bab ini, yaitu:

1. Konvesi tegangan tembus sela bola dari keadaan standar ke keadaan sembarang. 2. Perhitungan persentase tegangan pada setiap piring isolator.

(49)

Hal terakhir di atas diuraikan untuk melihat pengaruh elektroda cincin perata terhadap distribusi tegangan isolator rantai.

V.2. KONVERSI TEGANGAN TEMBUS SELA BOLA

Keadaan udara saat pengukuran tidak selalu sama dengan keadaan standar. Berdasarkan persamaan 5.1, tegangan tembus listrik elektroda bola pada keadaan sembarang adalah:

Di mana : V S = Tegangan Standar sela bola (kV)

V = Tegangan Tembus pada keadaan udara sembarang (kV) = Faktor Koreksi

Faktor koreksi udara tergantung kepada suhu dan tekanan udara, besarnya adalah sebagai berikut :

θ δ

+ =

273 386 .

0 p

P = Tekanan Udara (mmHg) θ = Temperatur Udara (oC)

Pada pengukuran ini digunakan elektroda bola dengan diameter 5 cm dengan jarak sela dibuat 0,2 cm. Dengan demikian pada keadaan standar elektroda bola ini akan tembus listrik pada tegangan 8 kV (lihat Tabel pada Lampiran 1). Pada keadaan udara tidak standar atau sembarang, akan tembus listrik pada tegangan :

(50)

Muhammad Idris Rusli : Pengaruh Diameter Penampang Elektroda cincin Perata Terhadap distribusi Tegangan

Pengukuran dilakukan pada waktu yang berbeda, sehingga keadaan udara tidak sama selama pengukuran dilakukan. Oleh karena itu, setiap pengukuran harus dicatat tekanan dan suhu udaranya. Oleh karena itu, tegangan tembus sela bola pada setiap pengukuran harus dihitung menurut rumus 5.1.

Sebagai contoh diambil hasil pengukuran tegangan isolator no. 1 dengan menggunakan elektroda cincin perata berdiameter 8 mm. Saat pengukuran keadaan udara adalah sebagai berikut:

- Temperature saat pengujian, = 26.8°C

- Tekanan udara saat pengujian, p = 726.5 mmHg

Dengan demikian faktor koreksinya adalah:

935 . 0 8 . 26 273

5 . 726 386 . 0

= +

= x

δ

maka tegangan yang membuat sela bola tembus listrik adalah:

V = 8 x 0,935 = 7,480 kV

(51)

Data tegangan tembus listrik sela bola pada setiap pengukuran diberikan pada Lampiran 3.

V.3. FAKTOR KERATAAN (AF)

Tegangan setiap piring isolator dalam persen tegangan isolator rantai (tegangan sekunder trafo uji) dihitung dengan menggunakan data pada Lampiran 3. Berikut ini diberikan contoh perhitungan persentase tegangan pada setiap piring isolator rantai dengan menggunakan elektroda cincin perata berdiameter 8 mm.

Persen tegangan isolator nomor 1

%

Persen tegangan isolator nomor 2 (Vi2)

%

Persen tegangan isolator nomor 3 (Vi3)

(52)

Muhammad Idris Rusli : Pengaruh Diameter Penampang Elektroda cincin Perata Terhadap distribusi Tegangan

Persen tegangan isolator nomor 4 (Vi4)

)%

Persen tegangan isolator nomor 5 (Vi5)

)%

Persen tegangan isolator nomor 6 (Vi6)

)%

Persen tegangan isolator nomor 7 (Vi7)

(53)

%

Persen tegangan isolator nomor 8 (Vi8)

)%

Persen tegangan isolator nomor 9 (Vi9)

)%

Persen tegangan isolator nomor 10 (Vi10)

(54)

Muhammad Idris Rusli : Pengaruh Diameter Penampang Elektroda cincin Perata Terhadap distribusi Tegangan

Dan untuk seterusnya hingga diperoleh hasil perhitungan seperti diberikan pada tabel 5.1, dan berdasarkan table 5.1 tersebut dibuatlah kurva karakteristik hasil pengukuran isolator rantai dalam persen yang ditunjukkan pada lampiran 4.

Tabel Lampira 5.1

Persen Tegangan Tiap Piring Iolator nomor

isolator

Persentase Tegangan Tiap Piring Isolator (%)

d = 8 mm d = 12 mm d = 16 mm d = 20 mm d = 24 mm

1 24.389 24.680 22.759 22.622 22.962

2 6.584 6.769 7.407 6.685 7.689

3 5.127 5.935 4.714 5.312 4.659

4 6.367 4.378 4.175 10.085 1.001

5 1.935 0.543 3.876 1.461 4.470

6 1.298 1.711 2.407 3.477 2.166

7 7.440 3.729 3.815 1.720 5.726

8 4.289 12.902 1.302 4.974 6.907

9 7.597 9.344 11.532 8.916 11.985

10 34.970 30.009 38.013 34.748 32.435

(55)

Berikut ini diberikan contoh perhitungan faktor kerataan, jika isolator rantai dengan elektroda cincin perata berdiameter 8 mm.

Persentase tegangan tertinggi dipikul isolator no.10, yaitu : 34.970 % Dan persentase tegangan terendah dipikul isolator no. 6, yaitu : 1.298 % Maka diperoleh faktor kerataan

AF = 34.970 % - 1.298 % = 33.672 %

Dengan cara yang sama faktor kerataan dihitung untuk isolator rantai dengan mengguanakan elektroda cincin perata yang lain, yaitu untuk penampang berdiameter, 12 mm, 16 mm, 20 mm, 24 mm dan hasilnya diperlihatkan pada tabel 5.2 berikut ini .

Tabel 5.2 Faktor Kerataan (AF) Diameter Penampang

Elektrida Cincin (mm)

Faktor Kerataan (AF)

8 33.672

12 29.466

16 36.711

(56)

Muhammad Idris Rusli : Pengaruh Diameter Penampang Elektroda cincin Perata Terhadap distribusi Tegangan

25 27 29 31 33 35 37 39 41 43 45 47 49 51 53

0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 22 24 26

Diameter penampang Elektroda Cincin (mm)

F

a

kt

o

r K

er

a

ta

an

24 31.434

Dari hasil perhitungan faktor kerataan pada tabel 5.2 dibuat kurva yang menggambarkan hubungan faktor kerataan dengan diameter penampang dari elektroda cincin perata . Kurva tersebut diperlihatkan pada gambar 5.1.

Gambar 5.1. Kurva Hubungan Faktor Kerataan dengan Diameter Penampang Elektroda Cincin

(57)

divareasikan diameter penampangnya. Hal ini tampak bahwa ketika menggunakan elektroda cincin perata berdiameter 8 mm faktor kerataannya berada pada nilai 33.672, sedang untuk diameter penampang 12 mm, 16 mm, 20 mm dan 24 mm masing – masing bernilai 29.466, 36.711, 33.287 dan 31.434. ini menunjukkan adanya perubahan nilai yang disebabkan oleh divariasikannya penampang elektroda cincin perata.

Karena pada tugas akhir ini menitik beratkan pada pengaruh perubahan diameter penampang pada elektroda cincin perata, maka dari itu kurva di atas telah jelas memperlihatkan adanya pengaruh terhadap perubahan diameter penampang elektroda cincin perata pada isolator rantai.

Perubahan nilai faktor kerataan pada diameter 8 mm ke 20 mm terlihat jelas ketika diganti dengan cincin perata berdiameter 12 mm, faktor kerataannya turun. Akan tetapi ketika diaplikasikan ke diameter penampang 16 mm, nilai faktor kerataan itu semakin besar. Namun kenaikan nilai tersebut tidak diikuti oleh cincin berdiameter penampang berikutnya, yaitu 20 mm dan 24 mm. Pada kedua penampang terakhir ini, faktor kerataannya berkurang atau turun kembali.

(58)

Muhammad Idris Rusli : Pengaruh Diameter Penampang Elektroda cincin Perata Terhadap distribusi Tegangan

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN

1. Dengan menggunakan elektroda cincin perata distribusi tegangan akan lebih merata, hal ini jelas terlihat ketika menggunakan penampang berdiameter 12 mm. Ini menunjukkan distribusi tegangan semakin baik.

2. Pada pengujian ini diperoleh penyimpangan nilai dari faktor kerataan yang semakin naik, yaitu pada penampang berdiameter 16 mm.

3. Penggunaan elektroda cincin perata dengan memvariasikan diameter penampang elektroda cincin perata ternyata menghasilkan faktor kerataan yang tidak sama.

(59)

5. Faktor kerataan yang tertinggi diperoleh pada diameter berpenampang 16 mm, sedang faktor kerataan terendah dihasilkan oleh elektroda cincin perata berdiameter 12 mm.

B. SARAN

Perlunya penelitian lebih lanjut dalam hal meratakan distribusi tegangan pada isolator rantai, bila :

1. Rentang atau kisar dari diameter penampang elektroda cincin perata diperbesar.

Gambar

Gambar 2.1 Bagan Satu Garis Sistem Tenaga Listrik
Gambar 2.3 Kawat tanah pada tower transmisi
Gambar 2.5 Konstruksi sebuah isolator Piring
Gambar 2.9 Jenis Isolator Pos Pin (Pin Pos Insulator)
+7

Referensi

Dokumen terkait

distribusi tegangan pada setiap rantai / piring isolator rantai menjadi tidak merata.. Hal ini memungkinkan adanya satu atau lebih piring isolator yang

Sehingga terpecahnya isolator berbahan gelas akan mempengaruhi besarnya persentase distribusi tegangan yang terdapat pada suatu rentengan isolator rantai dan

Dari perhitungan diatas, maka terbukti bahwa isolator

Hal tersebut tentunya mempengaruhi formasi besarnya masing-masing distribusi tegangan yang dipikul akibat terpecahnya salah satu rentetan isolator pada setiap

“ PENGARUH POSISI STUB ISOLATOR TERHADAP DISTRIBUSI TEGANGAN PADA ISOLATOR PIRING GELAS ”.. Selama masa kuliah sampai masa penyelesaian Tugas Akhir

Sehingga terpecahnya isolator berbahan gelas akan mempengaruhi besarnya persentase distribusi tegangan yang terdapat pada suatu rentengan isolator rantai dan

Oleh karena itu pada tugas akhir ini akan dibahas bagaimana pengaruh banyaknya keping isolator terhadap distribusi tegangan dan arus bocor pada isolator rantai kondisi

PENGARUH BANYAKNYA KEPING ISOLATOR TERHADAP DISTRIBUSI TEGANGAN DAN ARUS BOCOR PADA ISOLATOR. RANTAI KONDISI BASAH