• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Pengaruh Belanja Pegawai Pemerintah, Investasi Dan Jumlah Uang Beredar Terhadap Inflasi Di Indonesia

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Analisis Pengaruh Belanja Pegawai Pemerintah, Investasi Dan Jumlah Uang Beredar Terhadap Inflasi Di Indonesia"

Copied!
100
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS PENGARUH BELANJA PEGAWAI PEMERINTAH,

INVESTASI DAN JUMLAH UANG BEREDAR TERHADAP

INFLASI DI INDONESIA

TESIS

Oleh

JAMILA LESTYOWATI

077018037/EP

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2009

Jamila Lestyowati : Analisis Pengaruh Belanja Pegawai Pemerintah, Investasi Dan Jumlah Uang Beredar Terhadap Inflasi Di Indonesia, 2009

(2)

ANALISIS PENGARUH BELANJA PEGAWAI PEMERINTAH,

INVESTASI DAN JUMLAH UANG BEREDAR TERHADAP

INFLASI DI INDONESIA

TESIS

Untuk Memperoleh Gelar Magister Sains

dalam Program Studi Magister Ilmu Ekonomi Pembangunan

pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara

Oleh

JAMILA LESTYOWATI

077018037/EP

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2009

Jamila Lestyowati : Analisis Pengaruh Belanja Pegawai Pemerintah, Investasi Dan Jumlah Uang Beredar Terhadap Inflasi Di Indonesia, 2009

(3)

Judul Tesis : ANALISIS PENGARUH BELANJA PEGAWAI PEMERINTAH, INVESTASI DAN JUMLAH UANG BEREDAR TERHADAP INFLASI DI INDONESIA

Nama Mahasiswa : Jamila Lestyowati Nomor Pokok : 077018037

Program Studi : Ekonomi Pembangunan

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Dr. Murni Daulay, S.E.M.Si.) (Kasyful Mahalli, S.E.M.Si.) Ketua Anggota

Ketua Program Studi Direktur

(Dr. Murni Daulay, S.E. M.Si) (Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B, M.Sc.)

(4)

Telah Diuji Pada

Tanggal : 23 Februari 2009

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Dr. Murni Daulay, S.E.M.Si.

Anggota : 1. Kasyful Mahalli, S.E.M.Si.

2. Dr Jonni Manurung, M.S.

3. Drs Rahmat Sumanjaya, M.Si.

(5)

ABSTRAK

Inflasi merupakan salah satu penyakit ekonomi yang banyak mendapat perhatian dari para semua pihak. Oleh karena itu, inflasi sering menjadi target kebijakan pemerintah mengingat dampaknya yang luas bagi perekonomian. Salah satu hal yang sering disorot ketika membahas masalah inflasi adalah kenaikan gaji PNS.

Penelitian ini merupakan kajian tentang inflasi melalui metode analisis Ordinary Least Square (OLS) dengan mengidentifikasi faktor-faktor penyebab inflasi di Indonesia. Data yang digunakan adalah data sekunder berupa data time series tahun 1985 – 2007, yaitu data inflasi, belanja pegawai pemerintah, investasi dan jumlah uang beredar. Data – data tersebut bersumber dari Badan Pusat Statistik, Departemen Keuangan dan Bank Indonesia.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara bersama-sama belanja pegawai pemerintah, investasi dan jumlah uang beredar berpengaruh secara signifikan terhadap inflasi di Indonesia. Sedangkan secara parsial, belanja pegawai pemerintah berpengaruh negatif dan signifikan terhadap inflasi. Investasi berpengaruh negatif dan signifikan terhadap inflasi. Jumlah uang beredar berpengaruh positif dan signifikan terhadap inflasi. Dengan membandingkan besaran koefisien dari masing-masing variabel bebas, terlihat bahwa jumlah uang beredar merupakan variabel utama yang memberikan kontribusi paling besar dalam hubungannya dengan inflasi di Indonesia.

(6)

ABSTRACT

Inflation is an economic disease that gets much attention from all parties. Therefore, it is often becomes a target of government policy for its broad impact in economy. One of the most frequently discussed issue on inflation is the increase of civil servant’s salary.

This research is a study on inflation using Ordinary Least Square (OLS) method of analysis by identifying factors that cause inflation in Indonesia. Data used is secondary data namely by time series from 1985 – 2007. They are inflation, government official spending, investment and money supply. Data is got from the Central Statistics Agency, Ministry of Finance and Bank Indonesia.

Results of the research show that simultaneously, government official spending, investment and the money supply have a significant effect on inflation in Indonesia. While partially, government official spending have a significant negative effect on inflation. Investment have a significant negative effect on inflation. Money supply have a significant and positive effect on inflation. By comparing the coefficients of each dependent variable, money supply is the main variable that gives the biggest contribution related to inflation in Indonesia.

(7)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, segala puji kepada Allah SWT yang telah memberikan

kekuatan-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini.

Dalam penyelesaian penulisan tesis ini, penulis banyak dibantu oleh berbagai

pihak, baik dalam bentuk moril, bimbingan maupun arahan, sehingga sesuai dengan

aturan yang telah ditentukan. Oleh karena itu dalam kesempatan ini penulis

mengucapkan terima kasih yang tulus kepada :

1. Bapak Prof. Chairuddin P. Lubis, D.M.T.&H., Sp.A (K). selaku Rektor

Universitas Sumatera Utara

2. Ibu Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B, M.Sc. selaku Direktur Sekolah Pascasarjana

Universitas Sumatera Utara

3. Ibu Dr. Murni Daulay, M.Si. selaku Ketua Program Studi Magister Ilmu Ekonomi

Pembangunan Universitas Sumatera Utara dan sekaligus sebagai Ketua

Pembimbing atas arahan dan bimbingannya selama masa perkuliahan dan

pengerjaan tesis ini.

4. Bapak Kasyful Mahalli, S.E.M.Si. selaku Anggota Pembimbing yang telah

meluangkan waktu dan mengarahkan penulis dalam penulisan tesis ini.

5. Bapak Dr. Jonni Manurung, M.S, Drs. Rahmat Sumanjaya, M.Si. dan Drs

Rujiman, M.A. sebagai pembanding yang telah memberikan masukan dan saran

atas penulisan tesis ini.

6. Bapak dan Ibu dosen pada Program Studi Magister Ekonomi Pembangunan

Universitas Sumatera Utara.

7. Bapak dan Ibu Staf Administrasi Program Studi Magister Ekonomi Pembangunan

Universitas Sumatera Utara.

8. Teman-teman mahasiswa pada Program Studi Magister Ekonomi Pembangunan

Universitas Sumatera Utara Angkatan 13 OK.

9. Para pejabat dan teman- teman di Balai Diklat Keuangan I Medan, yang rela

(8)

10.Dan terutama kepada suami dan anak-anak penulis yang telah memberikan

perhatian, semangat dan motivasi serta doa sehingga penulis dapat menyelesaikan

tesis ini tepat pada waktunya.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan tesis ini masih banyak terdapat

kekurangan. Semoga tesis ini dapat memberikan kontribusi bagi kita semua. Amin.

Medan, Februari 2009

Penulis,

(9)

RIWAYAT HIDUP

Nama : Jamila Lestyowati

Tempat/Tanggal Lahir : Lamongan, 16 April 1975

Alamat : Jl Eka Suka Gg Eka Suka VII

Pekerjaan : PNS

Status : Menikah, 4 anak

Nama Suami : Harun Rosit

Nama Anak : 1. Abdurrasyid Dzaki Tsaqofi

(10)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

RIWAYAT HIDUP ... v

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR ... ix

DAFTAR LAMPIRAN ... x

BAB I PENDAHULUAN... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 4

1.3. Tujuan Penelitian ... 4

1.4. Manfaat Penelitian ... 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA... 6

2.1. Pengeluaran Pemerintah ... 6

2.2. Announcement Effect... 11

2.3. Investasi ... 12

2.4. Jumlah Uang Beredar... 16

(11)

2.6. Penelitian Sebelumnya ... 36

2.7. Kerangka Pemikiran ... 39

2.8. Hipotesis Penelitian... 40

BAB III METODE PENELITIAN... 42

3.1. Ruang Lingkup Penelitian ... 42

3.2. Jenis dan Sumber Data Penelitian ... 42

3.3. Model Analisis ... 42

3.4. Metode Analisa ... 43

3.5. Uji Penyimpangan Asumsi Klasik ... 44

3.6. Definisi Variabel Operasional ... 46

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 48

4.1. Perkembangan Variabel Yang Diteliti ... 48

4.2. Hasil Estimasi ... 55

4.3. Pembahasan Hasil Estimasi ... 62

4.4. Uji Asumsi Klasik ... 65

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 67

5.1. Kesimpulan . ... 67

5.2. Saran ... 68

(12)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

1.1 Besar Kenaikan Gaji PNS Tahun 2006 – 2008 ... 2

2.1. Struktur APBN ... 8

4.1. Hasil Estimasi Pengaruh Belanja Pegawai Pemerintah, Investasi dan Jumlah Uang Beredar Terhadap Inflasi Indonesia (Model Linier) ...

56

4.2. Hasil Estimasi Uji Multikolinieritas (Model Linier) ... 56

4.3. Hasil Estimasi Pengaruh Belanja Pegawai Pemerintah, Investasi dan Jumlah Uang Beredar Terhadap Inflasi di Indonesia (Model Log) ...

57

4.4. Hasil Estimasi Uji Multikolinieritas (Model Log) ... 57

4.5. Hasil Estimasi Pengaruh Belanja Pegawai Pemerintah, Investasi dan Jumlah Uang Beredar Terhadap Inflasi di Indonesia (Model Bentuk Perbedaan Pertama) ...

60

4.6. Hasil Estimasi Uji Multikolinieritas (Model Bentuk Perbedaan Pertama) ...

60

4.7. Hasil Uji Breusch – Godfrey Serial Correlation LM Test...

(13)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

2.1. Fungsi Investasi ... 14

2.2. Demand Full Inflation ... 31

2.3. Cosh Push Inflation ... 32

2.4. Kerangka Pemikiran ... 40

4.1. Perkembangan Inflasi Indonesia Tahun 1985 – 2007 .... 49

4.2. Perkembangan Belanja Pegawai Pemerintah Tahun 1985 – 2007 ... 52 4.3. Perkembangan Investasi Tahun 1985 – 2007 ... 54

4.4. Perkembangan Jumlah Uang Beredar Tahun 1985 –

2007 ...

(14)

1

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman

1 Data Analisis Inflasi (INF), Belanja Pegawai

Pemerintah (BPP), Investasi (INV) dan Jumlah Uang Beredar (JUB) ...

72

2 Data Analisis Bentuk Perbedaan Pertama Inflasi

(DINF), Belanja Pegawai Pemerintah (DBPP), Investasi (DINV) dan Jumlah Uang Beredar (DJUB) ...

73

3 Hasil Estimasi Regresi (Model Linear) ... 74

4 Hasil Uji Multikolinieritas (Model Linear) ... 75

5 Hasil Estimasi Regresi Bentuk Log ………... 77

6 Hasil Uji Multikolinieritas (Model Log) ………. 78

7 Hasil Uji Breusch – Godfrey (Model Log) ... 80

8 Hasil Estimasi Regresi (Model Bentuk Perbedaaan

Pertama) ………...

81

9 Hasil Uji Multikolinieritas (Model Bentuk Perbedaan

Pertama) ...

82

10 Hasil Uji Hasil Uji Breusch – Godfrey (Model Bentuk Perbedaan Pertama) ...

84

11 Mean Perkiraan Variabel Inflasi 85

(15)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Salah satu tahap dalam siklus anggaran (budget cycle) di Indonesia adalah

tahap penetapan anggaran. Tahapan ini dimulai ketika presiden menyampaikan pidato

kenegaraan di depan sidang DPR/ MPR sekaligus menyampaikan Nota Keuangan

(NK) dan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) untuk

tahun yang akan datang.

Dalam pidatonya, presiden menyampaikan pokok-pokok kebijakan yang akan

diambil pemerintah dalam rangka pelaksanaan visi misinya. Selain itu presiden juga

menyampaikan peran strategis kebijakan fiskal, perkembangan perekonomian

Indonesia, regional, dunia dan perubahan-perubahan mendasar yang akan

dilaksanakan ke depan.

Salah satu materi dalam NK adalah asumsi-asumsi yang akan dipakai ketika

menyusun RAPBN. Asumsi tersebut antara lain tingkat pertumbuhan ekonomi,

tingkat inflasi, nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika, suku bunga SBI tiga bulan

dan harga minyak per barel. Selain asumsi RAPBN, presiden juga menyampaikan

besaran RAPBN yang akan dipakai sebagai dasar pelaksanaan APBN tahun

berikutnya.

Diantara materi-materi krusial yang disampaikan presiden adalah mengenai

besaran belanja pegawai dalam RAPBN. Karena hal ini menyangkut hajat hidup

(16)

sebagian besar Pegawai negeri Sipil (PNS) di Indonesia. Biasanya dengan

mengetahui besaran belanja pegawai tersebut, presiden mengumumkan bahwa akan

ada kenaikan gaji dengan besaran yang bervariasi setiap tahunnya. Pada setiap tahun

pemerintah berusaha untuk meningkatkan kinerja dan kesejahteraan PNS . Tabel

berikut memperlihatkan kepada kita besaran kenaikan gaji pegawai selama tiga tahun

terakhir.

Tabel 1.1. Besar Kenaikan Gaji PNS Tahun 2006 - 2008

No Tahun Besarnya Kenaikan gaji pegawai

1

Berdasarkan prinsip-prinsip keuangan negara, maka negara mempunyai

kewajiban yang dapat dinilai dengan uang. Salah satu diantaranya adalah membayar

gaji PNS. Hal ini kemudian diimplementasikan dengan dimasukkannya belanja

pegawai dalam APBN Indonesia. Melihat besaran nilai belanja pegawai dalam APBN

setiap tahunnya, selalu mengalami peningkatan. Hal ini sejalan dengan keinginan

pemerintah untuk meningkatkan kesejahteraan PNS.

Namun kenyataannya di lapangan justru tidak seperti yang diharapkan. Efek

yang mencuat ialah announcement effect, yang boleh jadi lebih besar daripada efek

(17)

harga-harga merangkak lebih dulu, sementara kenaikan gaji baru diumumkan.

Announcement effect juga perlu perhatian secara serius. Hal serupa terjadi saat ada

permintaan tambahan akibat kenaikan gaji.

Saat presiden mengumumkan akan ada kenaikan gaji PNS, harga

barang-barang kebutuhan pokok sudah meningkat lebih dulu. Bahkan kenaikan harga ini

lebih besar dari pada kenaikan gaji PNS.

Salah satu indikator makroekonomi adalah inflasi. Inflasi merupakan salah

satu penyakit ekonomi yang tidak bisa diabaikan, karena dapat menimbulkan dampak

yang sangat luas. Oleh karena itu inflasi sering menjadi target kebijakan pemerintah.

Inflasi yang tinggi bisa menimbulkan pertumbuhan ekonomi yang lambat dan

pengangguran yang meningkat. Dengan inflasi yang meningkat maka PNS makin

tidak berdaya. Kenaikan gaji yang diharapkan bisa membantu kondisi

perekonomiannya malah menjadi bumerang bagi mereka.

Berawal dari fenomena tersebut, penulis berkeinginan untuk mengetahui

sejauh mana pengaruh kenaikan belanja pegawai pemerintah terhadap kenaikan harga

barang atau inflasi di Indonesia. Untuk menganalisis pengaruh ini disertakan variabel

lain yang mempengaruhi inflasi yaitu investasi dan jumlah uang beredar. Karena

dengan investasi yang meningkat akan meningkatkan permintaan agregat dan dengan

kenaikan permintaan agregat dapat menyebabkan kenaikan harga. Demikian juga

sebaliknya. Hal ini juga berlaku pada variabel jumlah uang yang beredar dengan

mekanisme yang sama. Jumlah uang beredar merupakan faktor yang menyebabkan

(18)

Pegawai Pemerintah, Investasi dan Jumlah Uang Beredar Terhadap Inflasi di

Indonesia”

1.2. Perumusan Masalah

Bergerak dari latar belakang yang telah diuraikan di atas dapat dirumuskan

beberapa masalah, yaitu:

1. Bagaimana pengaruh belanja pegawai pemerintah terhadap inflasi Indonesia?

2. Bagaimana pengaruh jumlah uang beredar terhadap inflasi Indonesia?

3. Bagaimana pengaruh investasi terhadap inflasi Indonesia?

1.3. Tujuan penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk :

1. Untuk menganalisis dan mengetahui pengaruh belanja pegawai pemerintah

terhadap inflasi Indonesia

2. Untuk menganalisis dan mengetahui pengaruh jumlah uang beredar terhadap

inflasi Indonesia

3. Untuk menganalisis dan mengetahui pengaruh investasi terhadap inflasi

Indonesia

1.4. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat untuk :

(19)

2. Sebagai masukan kepada pemerintah dalam perencanaan, penganggaran dan

pembuatan kebijakan di Indonesia.

3. Sebagai tambahan referensi bagi peneliti selanjutnya yang berminat meneliti

(20)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengeluaran Pemerintah

Murni (2006) mengatakan pemerintah sebagai salah satu pelaku ekonomi

suatu negara mempunyai peran sebagai berikut:

a. Mengatur kegiatan ekonomi melalui perundang-undangan dan peradilan.

b. Mengendalikan kestabilan ekonomi dalam arti mengendalikan ketersediaan

barang kebutuhan masyarakat.

c. Menjaga keamanan dan ketahanan suatu negara baik dari dalam negeri

maupun dari luar negeri.

d. Meningkatkan pertumbuhan ekonomi.

Agar peranan pemerintah tersebut dapat terwujud, pemerintah harus

menyelenggarakan beberapa fungsi yaitu berupa fungsi alokasi, fungsi distribusi dan

fungsi stabilisasi. Fungsi alokasi berkaitan dengan tugas pemerintah untuk

mengalokasikan sumber daya yang ada dalam suatu negara agar ketersediaan barang

kebutuhan masyarakat dapat terpenuhi. Fungsi distribusi merupakan tugas pemerintah

mengadakan penataan dan penyesuaian terhadap distribusi pendapatan dan kekayaan

masyarakat pada suatu keadaan yang adil dan merata. Fungsi stabilisasi merupakan

tugas pemerintah untuk menjaga kondisi perekonomian yang stabil. Misalnya tingkat

harga yang relatif stabil, ketersediaan barang kebutuhan dan kesempatan kerja yang

berimbang sesuai dengan kebutuhan.

(21)

Muana Nanga (2005) mengatakan dalam perekonomian pengeluaran

pemerintah merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi permintaan agregat.

Permintaan agregat adalah jumlah barang dan jasa akhir yang dihasilkan di dalam

perekonomian yang diminta pada berbagai tingkat harga. Adapun faktor-faktor yang

mempengaruhi permintaan agregat dalam suatu perekonomian adalah :

a. Pendapatan disposabel (Yd) atau pengeluaran konsumsi (C)

b. Tingkat bunga (i)

c. Kepercayaan dunia bisnis atau investasi (I)

d. Jumlah uang beredar (Ms)

e. Pengeluaran pemerintah (G)

f. Pajak (T)

g. Pendapatan luar negeri (Yf)

h. Harga luar negeri (Pf)

i. Nilai tukar riil (ER)

Kenaikan dalam pendapatan disposabel, pengeluaran konsumsi, pengeluaran

investasi, penawaran uang riil, pengeluaran pemerintah, pendapatan luar negeri,

tingkat harga luar negeri dan penurunan dalam tingkat bunga, pajak, nilai tukar akan

membawa kenaikan dalam permintaan agregat. (Muana Nanga, 2005)

Pengeluaran pemerintah di Indonesia dilakukan melalui Anggaran Pendapatan

dan Belanja Negara (APBN). APBN adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan

negara Indonesia yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat. APBN berisi daftar

sistematis dan terperinci yang memuat rencana penerimaan dan pengeluaran negara

(22)

selama satu tahun anggaran (1 Januari - 31 Desember). APBN merupakan instrumen

untuk mengatur pengeluaran dan pendapatan negara dalam rangka membiayai

pelaksanaan kegiatan pemerintahan dan pembangunan, mencapai pertumbuhan

ekonomi, meningkatkan pendapatan nasional, mencapai stabilitas perekonomian, dan

menentukan arah serta prioritas pembangunan secara umum.

Sejak tahun 2000 struktur APBN terdiri dari tiga bagian besar yaitu

pendapatan negara , belanja negara dan pembiayaan. Hal ini karena Indonesia masih

menganut prinsip anggaran defisit sehingga diperlukan pembiayaan untuk menutup

defisitnya.

Struktur APBN adalah sebagai berikut :

Tabel 2.2. Struktur APBN

A. Pendapatan Negara dan Hibah

I. Penerimaan Dalam Negeri

1. Penerimaan Perpajakan

a. Pajak Dalam Negeri

b. Pajak Perdagangan Internasional

i. Bea Masuk

ii. Pajak Ekspor

2. Penerimaan Negara Bukan Pajak

a. Penerimaan SDA

i. Minyak Bumi

ii.GasAlam

(23)

Lanjutan Tabel 2.2. Struktur APBN

I. Belanja Pemerintah Pusat 1. Belanja Pegawai 2. Belanja Barang

3. Belanja Modal

4. Pembayaran Bunga Hutang

a. Hutang Dalam Negeri II. Transfer ke Daerah

1.Dana Perimbangan

a. Dana Bagi Hasil

b. Dana Alokasi Umum

c. Dana Alokasi Khusus

2. Dana Otonomi Khusus dan Penyesuaian C. Keseimbangan Primer

D. Surplus/ Defisit Anggaran (A-B) E. Pembiayaan

I. Pembiayaan Dalam Negeri 1. Perbankan Dalam Negeri 2. Non Perbankan Dalam Negeri

a. Privatisasi

b. Penjualan Aset Program Restrukturisasi Perbankan

c. Obligasi Negara (Neto)

i. Penerbitan Obligasi Pemerintah

ii. Pembiayaan Cicilan Hutang

Pokok/ Obligasi DalamNegeri

(24)

Lanjutan Tabel 2.2. Struktur APBN

II. Pembiayaan Luar Negeri (Neto) 1. Penarikan Pinjaman Luar Negeri

a. Pinjaman Program

b. Pinjaman Proyek

2. Pembayaran Cicilan Pokok Hutang Luar Negeri Sumber : RAPBN 2009

Belanja negara adalah semua pengeluaran negara yang digunakan

untuk membiayai belanja pemerintah pusat dan belanja daerah. Belanja pemerintah

pusat menurut jenis adalah semua pengeluaran negara yang digunakan untuk

membiayai belanja pegawai, belanja barang, belanja modal, pembayaran bunga

utang, subsidi, belanja hibah, bantuan sosial, dan belanja lain-lain.

Belanja pegawai merupakan salah satu jenis pengeluaran pemerintah yang

tertuang dalam APBN. Setiap tahun jenis pengeluaran ini selalu ada dalam APBN.

Dalam APBN belanja pegawai termasuk dalam kategori belanja pemerintah pusat

dari jenis belanja negara.

Belanja pegawai adalah semua pengeluaran negara yang digunakan untuk

membiayai kompensasi dalam bentuk uang atau barang yang diberikan kepada

pegawai pemerintah pusat, pensiunan, anggota Tentara Nasional Indonesia/

Kepolisian Negara Republik Indonesia, dan pejabat negara, baik yang bertugas di

dalam negeri maupun di luar negeri, sebagai imbalan atas pekerjaan yang telah

dilaksanakan, kecuali pekerjaan yang berkaitan dengan pembentukan modal.

Belanja pegawai dapat berupa :

a. gaji

(25)

b. pensiun

c. tunjangan beras, uang makan

d. lain-lain belanja pegawai.

Dalam belanja pegawai ini termasuk juga pengeluaran dalam rangka

meningkatkan kualitas aparatur pemerintahan, agar pegawai negeri dapat

meningkatkan kualitas pelayanan kepada masyarakat.

2.2. Announcement Effect

Announcement effect adalah kejadian yang muncul akibat diumumkannya

suatu peristiwa. Efek pengumuman ini bisa bersifat positif dan negatif. Misalnya

ketika situasi perekonomian memanas akibat nilai tukar rupiah yang melemah dan

pemeritah mengumumkan bahwa cadangan devisa dalam kondisi yang aman, maka

masyarakat tidak terpancing untuk menukarkan rupiah yang mereka miliki dengan

mata uang asing. Atau saat pemerintah mengumumkan akan ada kenaikan gaji PNS,

maka saat itu juga harga barang dan jasa sudah melambung lebih dulu.

Announcement effect dalam teori ekonomi moneter menjelaskan perubahan

ekspektasi masyarakat sebagai akibat dari diumumkannya kebijakan bank sentral.

Pengumuman tersebut tidak hanya mempengaruhi masyarakat di sektor keuangan dan

perbankan, tapi juga masyarakat secara keseluruhan.

Di Indonesia, gejala announcement effect dapat dilihat pada berbagai

kesempatan pemerintah mengumumkan kebijakannya. Misalnya pengumuman

kenaikan gaji pegawai negeri senantiasa diikuti dengan ekspektasi bahwa harga akan

(26)

meningkat, sebuah gejala moneter meskipun penyebabnya belum tentu dari sisi

moneter (Burhanuddin Abdullah, 2006).

2.3. Investasi

2.3.1. Teori Akselerasi

Teori ini mula-mula dikembangkan oleh Bickerdike dan Clark tahun 1910 dan

menjadi semakin popular setelah Keynes menerbitkan bukunya The General Theory,

Hansen dan Saumelson telah mengembangkan lebih lanjut teori tersebut. ( Waluyo,

2004).

Teori akselerasi merupakan teori investasi yang didasarkan kepada hubungan

yang rigid atau kaku antara jumlah barang modal (capital stock) dengan tingkat

pendapatan nasional yang dapat diciptakannya. Menurut teori ini rasio diantara nilai

stok modal dengan nilai produksi yang dapat diwujudkannya adalah tetap.

Waluyo (2004) mengatakan pandangan utama dari teori akselerasi adalah

sebagai berikut:

a. Terdapat hubungan yang proporsional diantara jumlah barang modal yang

tersedia dengan tingkat produksi nasional yang dapat diwujudkannya.

b. Kebutuhan untuk meningkatkan produksi di masa depan memerlukan

investasi yang beberapa kali nilainya dari peningkatan produksi yang perlu

dilakukan.

Pandangan kedua inilah yang menyebabkan teori investasi ini lebih dikenal

dengan prinsip akselerasi atau prinsip percepatan (acceleration principle). Dan rasio

(27)

antara nilai stok modal yang diperlukan dengan produksi nasional yang dapat

diwujudkan disebut akselerator atau koefisien akselerasi.

Investasi merupakan suatu kegiatan untuk menambah barang modal dalam

perekonomian. Walau bagaimanapun pada setiap periode investasi tidak akan

menambah barang modal sebanyak nilai investasi tersebut. Sebagian dari investasi

dilakukan untuk menggantikan barang modal yang telah didepresiasikan dan tidak

digunakan lagi. Maka, pertambahan barang modal dalam suatu periode tertentu dapat

dihitung dengan menggunakan persamaan:

∆ Kt = It – Dt

Dimana :

∆ Kt = pertambahan nilai modal pada tahun t

It = nilai investasi pada tahun t

Dt = nilai barang modal yang didepresiasikan pada tahun t

Biasanya It > Dt. Akibatnya investasi yang dilakukan terus menerus pada

masa lalu akan menyebabkan suatu akumulasi stok modal tertentu, yaitu pada tahun t

nilai stok modal tersebut adalah Kt. Kemampuan stok modal ini akan menghasilkan

produksi nasional ditentukan oleh rasio modal produksi, yaitu W. Dengan demikian

hubungan diantara stok modal (Kt) dan produksi nasional yang dapat diciptakan (Ypt)

adalah sebagai berikut:

Kt = W Ypt

Dimana Ypt adalah nilai maksimum dari pendapatan nasional yang dapat diciptakan

oleh barang modal yang bernilai Kt.

(28)

15 Bagaimana suatu perekonomian perlu melakukan investasi tergantung pada

keinginan masyarakat untuk melakukan perbelanjaan di masa depan.

2.3.2. Pandangan Keynes

Keynes dalam Mankiw (2007) mengatakan hal yang sangat menentukan

investasi adalah suku bunga, sehingga fungsi investasi adalah I = f (r).

Persamaan yang mengaitkan antara investasi I pada tingkat bunga riil r adalah sebagai

berikut :

I = I (r)

Tingkat bunga riil (r)

Kuantitas investasi (I)

Gambar 2.1. Fungsi Investasi

Fungsi investasi mengaitkan jumlah investasi pada tingkat bunga riil r. Investasi

bergantung pada tingkat bunga riil karena tingkat bunga adalah biaya pinjaman.

Fungsi investasi miring ke bawah, ketika tingkat bunga naik, semakin sedikit proyek

(29)

2.3.3. Investasi Dalam Konteks Ekonomi Makro

Pengertian investasi dalam teori ekonomi makro lebih banyak kepada

investasi fisik, misalnya dalam bentuk barang modal (pabrik dan peralatan),

bangunan dan persediaan barang (inventory). Investasi berarti pembelian (dan berarti

juga produksi) dari kapital/modal barang-barang yang tidak dikonsumsi tetapi

digunakan untuk produksi yang akan datang (barang produksi). Dengan pembatasan

tersebut, maka definisi investasi dapat lebih dipertajam sebagai

pengeluaran-pengeluaran yang meningkatkan stok barang modal (capital stock). Stok barang

modal adalah jumlah barang modal dalam suatu perekonomian pada suatu saat

tertentu. Untuk mempermudah penghitungan, umumnya stok barang modal dikalikan

harga perolehan per unit barang modal. Dengan demikian barang modal merupakan

konsep stok (stock concept) karena besarnya dihitung pada suatu periode tertentu

(Rahardja dan Manurung, 2004).

Agar tidak terjadi kerancuan dengan kenyataan sehari-hari, perhitungan

investasi harus konsisten dengan perhitungan pendapatan nasional. Yang dimasukkan

dalam perhitungan investasi adalah barang modal, bangunan/konstruksi, maupun

persediaan barang jadi yang masih baru. Jika seorang pengusaha membeli pabrik dan

bangunan yang pernah dipakai orang, kegiatan tersebut tidak dapat dihitung sebagai

investasi, sebab kegiatan tersebut tidak menambah stok barang modal yang baru.

Investasi merupakan konsep, karena besarnya dihitung selama satu interval

periode tertentu. Tetapi investasi akan mempengaruhi jumlah barang modal yang

(30)

tersedia pada suatu periode tertentu. Tambahan stok barang modal adalah sebesar

pengeluaran investasi satu periode sebelumnya.

Untuk lebih jelasnya, investasi juga adalah suatu komponen dari PDB dengan

rumus PDB = C + I + G + (X-M). Fungsi investasi pada aspek tersebut dibagi pada

investasi non-residential (seperti pabrik dan mesin) dan investasi residential (rumah

baru). Investasi adalah suatu fungsi pendapatan dan tingkat bunga, dilihat dengan

kaitannya I= (Y, i). Suatu pertambahan pada pendapatan akan mendorong investasi

yang lebih besar, dimana tingkat bunga yang lebih tinggi akan menurunkan minat

untuk investasi sebagaimana hal tersebut akan lebih mahal dibandingkan dengan

meminjam uang. Walaupun jika suatu perusahaan lain memilih untuk menggunakan

dananya sendiri untuk investasi, tingkat bunga menunjukkan suatu biaya kesempatan

dari investasi dana tersebut daripada meminjamkan untuk mendapatkan bunga.

Investasi dapat berbentuk domestic investment yaitu investasi yang berasal dari dalam

negeri dan foreign investment yaitu investasi yang berasal dari luar negeri.

2.4. Jumlah uang beredar

2.4.1. Fungsi Uang

Mankiw (2007) mengatakan ada tiga fungsi uang, yaitu:

1. Sebagai penyimpan nilai (store of value)

Uang adalah cara mengubah daya beli dari masa kini ke masa depan. Uang adalah

penyimpan nilai yang tidak sempurna; jika harga meningkat, jumlah yang bisa

dibeli dengan jumlah uang tertentu akan turun. Namun begitu, orang memegang

(31)

uang karena mereka bisa membelanjakannya untuk mendapatkan barang dan jasa

pada suatu saat di masa depan.

2. Sebagai unit hitung (unit of account)

Uang memberikan ukuran dimana harga ditetapkan dan utang dicatat. Uang

adalah ukuran yang digunakan untuk mengukur transaksi ekonomi.

3. Sebagai media pertukaran (medium of exchange)

Uang adalah apa yang kita gunakan untuk membeli barang dan jasa. Uang adalah

alat tukar yang sah untuk seluruh transaksi, publik dan perorangan.

2.4.2.Kuantitas Uang

Jumlah uang yang tersedia disebut jumlah uang beredar ( money supply).

Dalam perekonomian dewasa ini pemerintah mengendalikan jumlah uang beredar.

Peraturan resmi memberi pemerintah hak untuk memonopoli pencetakan uang.

Kontrol atas jumlah uang beredar disebut kebijakan moneter. Aset yang paling jelas

dimasukkan dalam kuantitas uang adalah mata uang (currency) atau disebut juga

uang kartal, yaitu jumlah uang kertas dan uang logam yang beredar. Sebagian besar

transaksi harian menggunakan mata uang sebagai media pertukaran. Aset yang lain

yang digunakan dalam transaksi adalah rekening giro (demand deposit), dana yang

dipegang orang dalam rekening ceknya. Ketika demand deposit dimasukkan dalam

persediaan uang, maka banyak aset lain yang juga bisa dimasukkan misalnya dana

dalam rekening tabungan, pasar uang reksadana. Karena sulit menilai secara pasti aset

mana yang seharusnya dimasukkan dalam persediaan uang, maka disediakan berbagai

(32)

ukuran. Dari yang terkecil sampai yang terbesar, aset itu disebut C, M1, M2 dan M3.

C adalah mata uang. M1 adalah mata uang ditambah deposito penerimaan, traveller’s

check, dan deposito yang dapat diuangkan dengan cek lainnya. M2 adalah M1

ditambah neraaca reksadana pasar uang, deposito tabungan dan deposito berjangka

kecil. M3 adalah M2 ditambah deposito berjangka besar, kesepakatan pembelian

ulang, dan neraca reksadana pasar uang institusi. Ukuran yang paling umum

digunakan untuk mempelajari dampak uang terhadap perekonomian adalah M1 dan

M2. Namun, tidak ada konsensus tentang ukuran persediaan uang mana yang terbaik.

(Mankiw, 2007).

Di Indonesia, pengertian uang beredar dikenal dengan terminologi sebagai

berikut: (Pohan, 2008)

1. Uang kartal yaitu uang kertas dan uang logam yang dikeluarkan oleh otoritas

moneter.

2. Uang giral yaitu simpanan milik sektor swasta domestik pada Bank Pencipta

Uang Giral yang setiap saat dapat ditarik untuk ditukarkan dengan uang kartal

sebesar nominalnya. Uang giral terdiri dari rekening giro, kiriman uang

(transfer), deposito berjangka yang sudah jatuh waktu dan kewajiban segera

lainnya.

3. Uang kuasi yaitu simpanan milik sektor swasta domestik pada Bank Pencipta

Uang Giral yang dapat memenuhi fungsi-fungsi uang, tetapi untuk sementara

waktu kehilangan fungsinya sebagai alat tukar menukar, yaitu terdiri dari

(33)

Uang kartal ditambah uang giral disebut M1, sedangkan M2 adalah M1

ditambah uang kuasi.

Pengaturan jumlah uang beredar dalam masyarakat dilakukan melalui

kebijakan moneter yang sejalan dengan perkembangan seluruh sektor ekonomi.

Dengan mengatur pertambahan jumlah uang beredar di masyarakat, otoritas moneter

akan dapat mempengaruhi nilai uang dan suku bunga sedemikian rupa sehingga

perkembangannya akan mampu mendorong perekonomian ke arah yang diinginkan

sesuai dengan tujuan pembangunan nasional.

2.4.3. Teori Kuantitas Uang

Fisher dalam Waluyo (2004) dalam teorinya mengenai kuantitas uang

menyatakan bahwa aspek moneter adalah faktor yang mempunyai arti penting dalam

proses terjadinya inflasi. Teori permintaan uang menurut Fisher memandang uang

sebagai alat pertukaran. Menurut Fisher apabila terjadi transaksi diantara penjual dan

pembeli maka terjadi pertukaran antara uang dengan barang/ jasa, sehingga nilai dari

uang yang ditukarkan pastilah sama dengan nilai barang/ jasa yang ditukarkan. Teori

kuantitas uang Fisher adalah sebagai berikut :

M V = P T ... (2.1)

Dimana:

(34)

M = money (penawaran uang, jumlah uang beredar)

V = velocity of money (kecepatan perputaran uang)

P = price (harga barang dan jasa)

T = volume transaksi

Dalam setiap transaksi selalu ada pembeli dan penjual. Jumlah uang yang

dibayarkan pembeli harus sama dengan jumlah uang yang diterima penjual. Hal ini

berlaku pula untuk seluruh perekonomian dalam suatu periode tertentu, yaitu nilai

barang dan jasa yang dibeli harus sama dengan nilai barang dan jasa yang dijual.

Nilai barang yang dijual harus sama dengan nilai volume transaksi dikalikan dengan

harga rata-rata dari barang tersebut (P). Di sisi lain, nilai dari barang yang

ditransaksikan ini harus sama pula dengan volume uang yang ada pada masyarakat

(M) dikalikan frekuensi rata-rata perputaran uang dalam periode tersebut (V).

Berdasarkan teori ini jumlah uang yang beredar dalam suatu perekonomian

menentukan nilai uang, sementara pertumbuhan jumlah uang beredar merupakan

sebab utama terjadinya inflasi.

2.4.4. Teori Netralitas Uang

Milton Friedman, tokoh moneteris dari Chicago mengatakan teori mengenai

netralitas uang (money doesn’t matter). Uang tidak mempengaruhi roda

perekonomian. Terdapat dua kelompok besar dari para filosof uang yang tidak

percaya pada pentingnya arus dana (cash flow) dalam menggerakkan roda usaha.

Kelompok yang satu percaya bahwa uang bisa mempengaruhi gerak roda

(35)

perekonomian jangka pendek, tetapi dalam jangka panjang pengaruh uang akan

netral. Mazhab yang satu lagi, yang paling banyak ditelan logikanya, mengatakan,

dalam jangka pendek pun uang tidak berpengaruh.

Dalam literatur ekonomi, hipotesis tentang netralitas uang (money neutrality)

lebih banyak digaungkan oleh ekonom dari aliran klasik. Walaupun aliran klasik tetap

bersikukuh bahwa hipotesis ini berlaku baik dalam jangka pendek maupun jangka

panjang, terdapat konsensus di antara semua aliran ekonomi bahwa money neutrality

adalah fenomena jangka panjang.

Adanya peningkatan peredaran uang dan aktivitas di sektor keuangan tidak

lagi berkaitan dengan sektor riil. Di sinilah netralitas uang berlaku, kelebihan uang

tidak mampu menggerakkan sektor riil.

2.4.5. Pengaturan Jumlah Uang beredar

Aulia Pohan (2008) mengatakan ada beberapa instrumen utama yang

digunakan untuk mengatur jumlah uang beredar, yaitu:

1. Reserve Requirement (RR)

Reserve Requirement adalah ketentuan bank sentral yang mewajibkan

bank-bank untuk memelihara sejumlah alat-alat likuid (reserve) sebesar presentase

tertentu dari kewajiban lancarnya. Semakin kecil presentase tersebut, semakin

besar kemampuan bank memanfaatkan reserve- nya untuk memberikan

pinjaman dalam jumlah yang lebih besar kepada masyarakat. Sebaliknya

semakin besar persentase, semakin berkurang kemampuan bank untuk

(36)

memberikan pinjaman. Oleh karena itu, pinjaman perbankan merupakan salah

satu faktor yang mempengaruhi uang beredar. Disinilah posisi RR yang dapat

menjadi alat untuk menambah atau mengurangi jumlah uang beredar. Saat ini

ketentuan mengenai RR yang juga dikenal dengan cadangan wajib atau Giro

Wajib Minimum (GWM) adalah sebesar 5% dari dana pihak ketiga yang

diterima bank, yang wajib dipelihara dalam rekening bank yang bersangkutan

di Bank Indonesia.

2. Operasi Pasar Terbuka

Operasi pasar terbuka adalah kegiatan jual beli surat-surat berharga oleh bank

sentral. Dalam kaitan ini penjualan surat-surat berharga oleh bank sentral akan

mempunyai dampak kontraksi moneter karena pengurangan alat-alat likuid

bank-bank akan memperkecil kemampuan bank-bank memberikan pinjaman.

Sebaliknya pembelian surat-surat berharga oleh bank sentral akan membawa

dampak ekspansi moneter karena peningkatan alat-alat likuid bank-bank akan

memperbesar kemampuannya dalam pemberian pinjaman.

Jika ingin mengurangi jumlah uang beredar, maka pemerintah menjual

surat-surat berharga (open market selling). Dengan demikian uang yang ada di

masyarakat menglir ke otoritas moneter, sehingga jumlah uang beredar

berkurang. Jika ingin menambah jumlah uang beredar, maka pemerintah

membeli kembali surat-surat berharga tersebut guna lebih mengefektifkan

operasi pasar terbuka ini.

(37)

Di Indonesia, operasi pasar terbuka dilakukan dengan menjual atau membeli

sertifikat Bank Indonesia (SBI) dan Surat Berharga Pasar Uang (SBPU). Jika

ingin mengurangi jumlah uang beredar, pemerintah menjual SBI dan atau

SBPU. Melalui penjualan SBI/SBPU uang yang ada dalam masyarakat

ditarik, sehingga jumlah uang beredar berkurang. Bila pemerintah melihat

jumlah uang beredar perlu ditambah, agar perbankan lebih mampu

memberikan kredit yang akan memacu pertumbuhan ekonomi, maka SBI dan

SBPU yang telah dijual dibeli kembali. Melalui pembelian itu pemerintah

mengeluarkan uang sehingga menambah jumlah uang beredar.

3. Fasilitas Diskonto

Fasilitas diskonto adalah kebijakan moneter bank sentral untuk mempengaruhi

jumlah uang beredar melalui penetapan diskonto pinjaman bank sentral

kepada bank-bank. Dengan menetapkan tingkat diskonto yang tinggi

diharapkan bank-bank akan mengurangi permintaan kredit dari bank sentral,

yang pada gilirannya akan mengurangi jumlah uang beredar. Sebaliknya

penetapan diskonto yang rendah akan mendorong bank-bank meningkatkan

permintaan pinjaman bank sentral yang selanjutnya akan menambah jumlah

uang beredar.

4. Foreign Exchange Intervention

Intervensi valuta asing adalah kebijakan bank sentral untuk mempengaruhi

jumlah uang beredar atau likuiditas di pasar uang melalui jual beli valuta

asing atau cadangan devisa. Dalam hal bank sentral ingin mengetatkan

(38)

likuiditas rupiah di pasar uang, bank sentral akan menjual cadangan

devisanya. Sebaliknya, pembelian valuta asing oleh bank sentral akan

meningkatkan likuiditas rupiah di pasar uang.

5. Moral Suasion

Selain instrumen diatas, bank sentral juga dapat melakukan imbauan kepada

bank-bank untuk melakukan kebijakan tertentu. Imbauan ini bersifat tidak

mengikat, tetapi sebagai lembaga yang kredibel imbauan bank sentral

biasanya memiliki dampak yang cukup efektif dalam kebijakan moneter.

2.5. Teori inflasi

2.5.1. Menurut Keynes

Keynes dalam Atmadja (1999) mengatakan dasar pemikiran model inflasi ini

adalah bahwa inflasi terjadi karena masyarakat ingin hidup di luar batas kemampuan

ekonomisnya, sehingga menyebabkan permintaan efektif masyarakat terhadap

barang-barang (permintaan agregat) melebihi jumlah barang-barang yang tersedia

(penawaran agregat), akibatnya akan terjadi inflationary gap. Keterbatasan jumlah

persediaan barang (penawaran agregat) ini terjadi karena dalam jangka pendek

kapasitas produksi tidak dapat dikembangkan untuk mengimbangi kenaikan

permintaan agregat. Oleh karenanya sama seperti pandangan kaum monetarist,

Keynesian models ini lebih banyak dipakai untuk menerangkan fenomena inflasi

dalam jangka pendek. Dengan keadaan daya beli antara golongan yang ada di

masyarakat tidak sama (heretogen), maka selanjutnya akan terjadi realokasi

(39)

barang yang tersedia dari golongan masyarakat yang memiliki daya beli yang relatif

rendah kepada golongan masyarakat yang memiliki daya beli yang lebih besar.

Kejadian ini akan terus terjadi di masyarakat. Sehingga, laju inflasi akan berhenti

hanya apabila salah satu golongan masyarakat tidak bisa lagi memperoleh dana (tidak

lagi memiliki daya beli) untuk membiayai pembelian barang pada tingkat harga yang

berlaku, sehingga permintaan efektif masyarakat secara keseluruhan tidak lagi

melebihi supply barang (inflationarygap menghilang).

2.5.2. Teori Kuantitas

Teori ini juga membahas tentang inflasi, dalam perkembangannya teori ini

mengalami penyempurnaan oleh para ahli ekonomi Universitas Chicago, sehingga

teori ini juga dikenal sebagai model kaum moneteris (monetarist models). Teori ini

menekankan pada peranan jumlah uang beredar dan harapan (ekspektasi) masyarakat

mengenai kenaikan harga terhadap timbulnya inflasi.

Inti dari teori ini adalah inflasi hanya bisa terjadi kalau ada penambahan

volume uang beredar, baik uang kartal maupun giral dan laju inflasi juga ditentukan

oleh laju pertambahan jumlah uang beredar dan oleh harapan (ekspektasi) masyarakat

mengenai kenaikan harga di masa mendatang.

2.5.3. Mark-up Model

Pada teori ini dasar pemikiran model inflasi ditentukan oleh dua komponen,

yaitu cost of production dan profit margin. Relasi antara perubahan kedua komponen

(40)

ini dengan perubahan harga dapat dirumuskan sebagai berikut :

Price = Cost + Profit Margin ... (2.2)

Karena besarnya profit margin ini biasanya telah ditentukan sebagai suatu

prosentase tertentu dari jumlah cost of production, maka rumus tersebut dapat

dijabarkan menjadi :

Price = Cost + ( a% x Cost) ...(2.3)

Dengan demikian, apabila terjadi kenaikan harga pada komponen-komponen

yang menyusun cost of production dan atau penaikan pada profit margin akan

menyebabkan terjadinya kenaikan pada harga jual komoditi di pasar (Atmadja, 1999).

2.5.4. Teori Struktural : Model Inflasi di Negara Berkembang

Banyak studi mengenai inflasi di negara-negara berkembang, menunjukan

bahwa inflasi bukan semata-mata merupakan fenomena moneter, tetapi juga

merupakan fenomena struktural atau cost push inflation. Hal ini disebabkan karena

struktur ekonomi negara-negara berkembang pada umumnya yang masih bercorak

agraris. Sehingga, goncangan ekonomi yang bersumber dari dalam negeri, misalnya

gagal panen (akibat faktor eksternal pergantian musim yang terlalu cepat, bencana

alam, dan sebagainya), atau hal-hal yang memiliki kaitan dengan hubungan luar

negeri, misalnya memburuknya term of trade; utang luar negeri; dan kurs valuta

asing, dapat menimbulkan fluktuasi harga di pasar domestik. Fenomena struktural

(41)

yang disebabkan oleh kesenjangan atau kendala struktural dalam perekonomian di

negara berkembang, sering disebut dengan structural bottlenecks. Strucktural

bottleneck terutama terjadi dalam tiga hal, yaitu :

1.Supply dari sektor pertanian (pangan) tidak elastis.

Hal ini dikarenakan pengelolaan dan pengerjaan sektor pertanian yang masih

menggunakan metode dan teknologi yang sederhana, sehingga seringkali terjadi

supply dari sektor pertanian domestik tidak mampu mengimbangi pertumbuhan

permintaannya.

2. Cadangan valuta asing yang terbatas (kecil) akibat dari pendapatan ekspor yang

lebih kecil daripada pembiayaan impor.

Keterbatasan cadangan valuta asing ini menyebabkan kemampuan untuk

mengimpor barang-barang baik bahan baku; input antara; maupun barang modal yang

sangat dibutuhkan untuk pembangunan sektor industri menjadi terbatas pula. Belum

lagi ditambah dengan adanya demonstration effect yang dapat menyebabkan

perubahan pola konsumsi masyarakat. Akibat dari lambatnya laju pembangunan

sektor industri, seringkali menyebabkan laju pertumbuhan supply barang tidak dapat

mengimbangi laju pertumbuhan permintaan.

(42)

3. Pengeluaran pemerintah terbatas. ...

Hal ini disebabkan oleh sektor penerimaan rutin yang terbatas, yang tidak

cukup untuk membiayai pembangunan, akibatnya timbul defisit anggaran belanja,

sehingga seringkali menyebabkan dibutuhkannya pinjaman dari luar negeri ataupun

mungkin pada umumnya dibiayai dengan pencetakan uang (printingof money).

Dengan adanya structural bottlenecks ini, dapat memperparah inflasi di

negara berkembang dalam jangka panjang, yang tidak dapat diselesaikan dalam

jangka waktu yang pendek. Berbeda dengan kaum monetaris yang memandang inflasi

sebagai fenomena moneter, yang disebabkan oleh ketidakseimbangan dalam sektor

moneter akibat dari ekspansi jumlah uang beredar, kaum neo-structuralist

menekankan pada struktur sektor keuangan. Dasar pemikiran ini adalah pengaruh

uang terhadap perekonomian terutama ditransmisikan dari supply side atau produksi.

Menurut pemikiran kaum neo-structuralist, uang merupakan salah satu faktor

penentu investasi dan produksi. Bila jumlah uang yang tersedia untuk investasi

melimpah, harga uang (suku bunga) akan murah, volume investasi akan meningkat.

Dengan meningkatnya volume investasi, volume produksi juga akan meningkat.

Sehingga, penawaran barang meningkat, yang pada gilirannya akan menekan tingkat

inflasi. Dengan dasar pemikiran yang seperti ini, timbul pendapat bahwa deregulasi di

sektor finansial dan peningkatan jumlah uang beredar akan mendorong laju

pertumbuhan ekonomi seraya menekan inflasi. Kaum strukturalis berpendapat, bahwa

(43)

selain harga komoditi pangan, penyebab utama terjadinya inflasi di negara-negara

berkembang adalah akibat inflasi dari luar negeri (imported inflation). Hal ini

disebabkan antara lain oleh harga barang-barang impor yang meningkat di daerah

asalnya, atau terjadinya devaluasi atau depresiasi mata uang di negara pengimpor.

2.5.5. Inflasi dan Tingkat Bunga

Tingkat bunga adalah harga yang menghubungkan masa kini dan masa depan.

Tingkat bunga dibagi menjadi dua yaitu tingkat bunga nominal dan tingkat bunga riil

(Mankiw, 2007). Tingkat bunga yang dibayar bank adalah tingkat bunga nominal (i)

dan kenaikan daya beli adalah tingkat bunga riil (r). Jika adalah inflasi maka

hubungan antara tingkat bunga nominal, tingkat bunga riil dan inflasi adalah sebagai

berikut :

i = r + ... (2.4)

Persamaan diatas disebut persamaan Fisher yang menunjukkan bahwa tingkat infasi

bisa berubah karena perubahan dalam tingkat bunga.

2.5.6. Jenis Inflasi

Dalam ilmu ekonomi, inflasi dapat dibedakan menjadi beberapa jenis dalam

pengelompokan tertentu, dan pengelompokan yang akan dipakai akan sangat

bergantung pada tujuan yang hendak dicapai.

(44)

Jenis inflasi :

1. Menurut Derajatnya

a. Inflasi ringan dibawah 10% (single digid)

b. Inflasi sedang 10% - 30%

c. Inflasi tinggi 30% - 100%

d. Hyperinflasion di atas 100%

Laju inflasi tersebut bukanlah suatu standar yang secara mutlak dapat

mengindikasikan parah tidaknya dampak inflasi bagi perekonomian di suatu wilayah

tertentu, sebab hal itu sangat bergantung pada berapa bagian dan golongan

masyarakat manakah yang terkena imbas ( yang menderita ) dari inflasi yang sedang

terjadi.

2. Menurut Penyebabnya

Rahardja (2004) megatakan ada beberapa penyebab terjadinya inflasi yaitu:

a. Demand pull inflation yaitu inflasi yang disebabkan oleh terlalu kuatnya

peningkatan aggregate demand masyarakat terhadap komoditi-komoditi hasil

produksi di pasar barang. Akibatnya, akan menarik (pull) kurva permintaan

agregat ke arah kanan atas, sehingga terjadi excess demand , yang merupakan

inflationary gap. Dan dalam kasus inflasi jenis ini, kenaikan harga-harga

barang biasanya akan selalu diikuti dengan peningkatan output (GNP riil)

(45)

dengan asumsi bila perekonomian masih belum mencapai kondisi

full-employment. Pengertian kenaikkan aggregate demand seringkali ditafsirkan

berbeda oleh para ahli ekonomi. Golongan moneterist menganggap aggregate

demand mengalami kenaikkan akibat dari ekspansi jumlah uang yang beredar

di masyarakat.

Sedangkan, menurut golongan Keynesian kenaikkan aggregate

demand dapat disebabkan oleh meningkatnya pengeluaran konsumsi,

investasi, government expenditures, atau net export, walaupun tidak terjadi

ekspansi jumlah uang beredar.

P

AS

P1

P0

AD1

AD0

Y0 Y1 Y

Gambar 2.2. Demand Full Inflation

(46)

b. Cost push inflation, yaitu inflasi yang dikarenakan bergesernya aggregate

supply curve ke arah kiri atas. Faktor-faktor yang menyebabkan aggregate

supply curve bergeser tersebut adalah meningkatnya harga faktor-faktor

produksi (baik yang berasal dari dalam negeri maupun dari luar negeri) di

pasar faktor produksi, sehingga menyebabkan kenaikkan harga komoditi di

pasar komoditi. Dalam kasus cost push inflation kenaikan harga seringkali

diikuti oleh kelesuan usaha.

P AS1

AS0

P1

P0

AD

Y1 Y0

Gambar 2.3. Cost Push Inflation

3. Menurut Asalnya

Domestic inflation, yaitu inflasi yang sepenuhnya disebabkan oleh kesalahan

pengelolaan perekonomian baik di sektor riil ataupun di sektor moneter di

(47)

dalam negeri oleh para pelaku ekonomi dan masyarakat. Imported inflation,

yaitu inflasi yang disebabkan oleh adanya kenaikan harga-harga komoditi di

luar negeri (di negara asing yang memiliki hubungan perdagangan dengan

negara yang bersangkutan). Inflasi ini hanya dapat terjadi pada negara yang

menganut sistem perekonomian terbuka (open economy system). Dan, inflasi

ini dapat ‘menular’ baik melalui harga barang-barang impor maupun harga

barang-barang ekspor.

Terlepas dari pengelompokan-pengelompokan tersebut, pada kenyataannya

inflasi yang terjadi di suatu negara sangat jarang (jika tidak boleh dikatakan tidak

ada) yang disebabkan oleh satu macam / jenis inflasi, tetapi acapkali karena

kombinasi dari beberapa jenis inflasi. Hal ini dikarenakan tidak ada faktor-faktor

ekonomi maupun pelaku-pelaku ekonomi yang benar-benar memiliki hubungan yang

independen dalam suatu sistem perekonomian negara. Contoh : imported inflation

seringkali diikuti oleh cost push inflation, domestic inflation diikuti dengan demand

pull inflation.

2.5.7. Inflation Targetting Framework

Sesuai dengan UU No. 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia sebagaimana

telah diubah dengan UU No. 3 Tahun 2004 tujuan Bank Indonesia adalah mencapai

dan memelihara kestabilan nilai rupiah (Pasal 7). Amanat ini memberikan kejelasan

(48)

peran bank sentral dalam perekonomian, sehingga dalam pelaksanaan tugasnya Bank

Indonesia dapat lebih fokus dalam pencapaian single objective -nya.

Kestabilan nilai rupiah tercermin dari tingkat inflasi dan nilai tukar yang

terjadi. Tingkat inflasi tercermin dari naiknya harga barang-barang secara umum.

Faktor-faktor yang mempengaruhi inflasi dapat dibagi menjadi 2 macam, yaitu

tekanan inflasi yang berasal dari sisi permintaan dan dari sisi penawaran. Dalam hal

ini, BI hanya memiliki kemampuan untuk mempengaruhi tekanan inflasi yang berasal

dari sisi permintaan, sedangkan tekanan inflasi dari sisi penawaran (bencana alam,

musim kemarau, distribusi tidak lancar) sepenuhnya berada diluar pengendalian BI.

Oleh karena itu, untuk dapat mencapai dan menjaga tingkat inflasi yang rendah dan

stabil, diperlukan adanya kerjasama dan komitmen dari seluruh pelaku ekonomi, baik

pemerintah maupun swasta. Tanpa dukungan dan komitmen tersebut niscaya tingkat

inflasi yang sangat tinggi selama ini akan sulit dikendalikan. Selanjutnya nilai tukar

rupiah sepenuhnya ditetapkan oleh kekuatan permintaan dan panawaran yang terjadi

di pasar. Apa yang dapat dilakukan oleh BI adalah menjaga agar nilai rupiah tidak

terlalu berfluktuasi secara tajam.

2.5.7.1. Pentingnya kestabilan harga

Pentingnya pengendalian inflasi didasarkan pada pertimbangan bahwa inflasi

yang tinggi dan tidak stabil memberikan dampak negatif kepada kondisi sosial

ekonomi masyarakat. Pertama, inflasi yang tinggi akan menyebabkan pendapatan riil

(49)

masyarakat akan terus turun sehingga standar hidup dari masyarakat turun dan

akhirnya menjadikan semua orang, terutama orang miskin, bertambah miskin. Kedua,

inflasi yang tidak stabil akan menciptakan ketidakpastian (uncertainty) bagi pelaku

ekonomi dalam mengambil keputusan. Pengalaman empiris menunjukkan bahwa

inflasi yang tidak stabil akan menyulitkan keputusan masyarakat dalam melakukan

konsumsi, investasi dan produksi, yang pada akhirnya akan menurunkan

pertumbuhan ekonomi. Ketiga, tingkat inflasi domestik yang lebih tinggi dibanding

dengan tingkat inflasi di negara tetangga menjadikan tingkat bunga domestik riil

menjadi tidak kompetitif sehingga dapat memberikan tekanan pada nilai rupiah.

Inflation Targetting Framework adalah sebuah kerangka kebijakan moneter

yang ditandai dengan pengumuman kepada publik mengenai target inflasi yang

hendak dicapai dalam beberapa periode ke depan. Secara eksplisit dinyatakan bahwa

inflasi yang rendah dan stabil merupakan tujuan utama dari kebijakan moneter.

2.5.7.2. Keuntungan ITF

Keuntungan dilaksanaannya ITF antara lain :

1. Sukses dalam membantu negara menurunkan inflasi,

2. Kebijakan moneter lebih secara jelas terfokus

3. Komunikasi, transparansi, dan akuntabilitas secara bersama diperkuat,

4. Membantu dalam menurunkan dan mengarahkan ekspektasi inflasi dan lebih

baik dalam mengatasi kejutan inflasi,

(50)

5. Membantu dalam menurunkan volatilitas output dalam jangka menengah,

6. Teruji terhadap kejutan ekonomi yang kurang menguntungkan,

7. Kebijakan moneter relatif fleksibel dalam mengakomodasi kejutan inflasi

temporer yang tidak mengganggu pencapaian sasaran inflasi jangka

menengah, dan

8. Independensi bank sentral dalam melaksanakan kebijakan moneter diperkuat.

2.6. Penelitian Sebelumnya

Adapun penelitian sebelumnya yang relevan dengan penelitian ini dan dapat

dijadikan referensi adalah :

1. Soebagyo (2007) melakukan analisis pengaruh kebijakan moneter dan

kebijakan fiskal regional terhadap stabilitas harga dan pertumbuhan ekonomi

regional di Jawa Timur pada periode 1995 – 2004. Hasilnya naiknya

pertumbuhan Pendapatan Asli Daerah, pertumbuhan dana pihak ketiga, bunga

memiliki pengaruh negatif terhadap inflasi. Demikian juga pengeluaran rutin

pemerintah dan kredit tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap

inflasi di Jawa Timur. Pada periode setelah krisis pertumbuhan pengeluaran

rutin pemerintah, dana pihak ketiga dan bunga memiliki pengaruh signifikan

terhadap inflasi regional, sedangkan pengeluran pembangunan pemerintah dan

kredit tidak berpengaruh signifikan terhadap inflasi.

2. Devi (2006) melakukan analisis terhadap inflasi di Indonesia dengan

menggunakan variabel PDB, nilai tukar dan jumlah uang beredar. Hasilnya

(51)

PDB, nilai tukar dan jumlah uang beredar berpengaruh secara signifikan

terhadap inflasi di Indonesia. Secara partial , nilai tukar , jumlah uang beredar

mempunyai hubungan positif dan berpengaruh secara signifikan terhadap

inflasi. PDB mempunyai hubungan negatif dan berpengaruh secara signifikan

terhadap inflasi.

3. Hutabarat (2005) menganalisis faktor determinan inflasi di Indonesia dan

menyimpulkan determinan utama inflasi adalah ekspektasi inflasi yang terkait

dengan pola pembentukan ekspektasi inflasi yang masih didominasi oleh

inflasi masa lalu (ekspektasi adaptif). Perilaku ini menimbulkan persistensi

inflasi karena riwayat inflasi Indonesia yang banyak dipicu oleh inflasi

cost-push atau supply shocks yang signifikan dan sering terjadi, seperti kejutan

harga minyak, kenaikan harga BBM, devaluasi dan fluktuasi berlebihan nilai

tukar Rupiah. Karakteristik inflasi tersebut tidak mengalami perbaikan pada

pasca krisis, baik secara time series, distribusi lintas komoditi pembentuk

inflasi, maupun perbandingan dengan negara lain. Berdasarkan pemahaman

akan sumber-sumber pembentuk tekanan inflasi, maka untuk menurunkan

persistensi inflasi diperlukan perpaduan antara kebijakan moneter, kebijakan

nilai tukar dan koordinasi dengan kebijakan pemerintah (policy mix).

4. Rohman (2005) melakukan analisis faktor yang mempengaruhi laju inflasi di

Indonesia tahun 1979 – 2003 dengan menggunakan variabel konsumsi,

investasi, pengeluaran pemerintah, ekspor dan impor. Hasilnya secara

(52)

bersama-sama variabel konsumsi, investasi, pengeluaran pemerintah, ekspor

dan impor mempunyai pengaruh yang signifikan. Sedangkan secara individual

ekspor dan investasi berpengaruh positif terhadap inflasi, variabel impor,

pengeluaran pemerintah berpengaruh negatif terhadap inflasi.

5. Sitepu (2003) melakukan analisis faktor yang mempengaruhi inflasi di Sumut

dengan menggunakan variabel pengeluaran pemerintah, investasi, jumlah

kredit yang disalurkan bank umum, eksport netto, kurs (Rp/US$) dan

ekpektasi masyarakat. Hasilnya total pengeluaran pemerintah, kredit yang

disalurkan oleh bank umum, ekspor netto dan kurs rupiah terhadap dolar AS

mempunyai pengaruh yang signifikan secara statistik terhadap perkembangan

inflasi di Sumut. Sedangkan total investasi dan inflasi tahun sebelumnya tidak

memberikan pengaruh yang signifian secara statistik.

6. Ball dan Sheridan (2003) mengatakan dalam studinya tidak ada bukti bahwa

inflation targetting mendorong performan ekonomi suatu negara. Karena bagi

negara menerapkan IT dan tidak sama sama menggunakan volatilitas tingkat

bunga. Aspek formal dan institusional IT seperti pengumuman target kepada

publik, laporan inflasi, tingkat kemandirian bank sentral menjadi tidak

penting. Karena IT diterapkan lebih pada alasan politik daripada ekonomi. IT

bisa jadi akan mendorong kemajuan ekonomi di masa yang akan datang.

7. Mishkin dan Posen (1998) menunjukkan setelah meneliti tiga negara yang

pertama menerapkan inflation targetting yaitu New Zealand, Kanada dan

Inggris telah berhasil meningkatkan transparansi dari kebijakan moneter dan

(53)

menurunkan secara signifikan tingkat inflasi tanpa adanya efek negatif kepada

tingkat output. Mishkin dan Posen menyampaikan Jerman telah menargetkan

inflasi dan mempunyai sasaran inflasi dalam angka secara eksplisit. Kunci

keberhasilan itu terletak pada fleksibilitas dan transparansi yang diterapkan

oleh Jerman.

8. Froyen (1987) melakukan studi untuk mengukur ketidakpastian harga agregat

di empat negara industri yaitu Kanada, Jerman, Inggris dan Amerika. Studi

dilakukan untuk menilai variabel yang memberikan kontribusi peningkatan

ketidakpastian harga yaitu tingkat inflasi, jenis inflasi dan tingkat

ketidakpastian harga. Di Kanada, Inggris dan Amerika menunjukkan ada

hubungan positif dan signifikan antara tingkat ketidakpastian harga dengan

tingkat dan jenis inflasi. Di Jerman tidak ada hubungan yang signifikan antara

tingkat ketidakpastian harga dengan perubahan tingkat inflasi. Hal ini karena

ada faktor tekanan harga minyak yang terjadi di Jerman tahun 1974.

2.7.Kerangka Pemikiran

Berdasarkan landasan teori yang telah disebutkan dalam kerangka teori diatas,

maka kerangka konsep dari penelitian ini adalah sebagai berikut

(54)

Perekonomian Indonesia

Gambar 2.4. Kerangka Pemikiran

2.8. Hipotesis Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah diatas dan kajian empiris yang dilakukan

sebelumnya, maka hipotesis yang akan diuji dalam penelitian ini adalah:

Sektor Pemerintah (Fiskal)

Sektor Riil Sektor Moneter

APBN

Investasi

Masalah Makro Ekonomi Pengeluaran

(Belanja Pegawai) Jumlah Uang Beredar

Inflasi

(55)

1. Belanja pegawai pemerintah mempunyai pengaruh positif terhadap inflasi

Indonesia

2. Investasi mempunyai pengaruh positif terhadap inflasi

3. Jumlah uang beredar mempunyai pengaruh positif terhadap inflasi

(56)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian dilaksanakan dengan ruang lingkup Indonesia menggunakan

variabel belanja pegawai, investasi , jumlah uang beredar dan inflasi.

3.2. Jenis dan Sumber Data Penelitian

Penelitian ini menggunakan data sekunder time series 1985 s.d. 2007 yang

bersumber dari Departemen Keuangan, Badan Pusat Statistik dan Bank Indonesia.

Adapun data yang dimaksud antara lain belanja pegawai pemerintah, investasi ,

jumlah uang beredar dan inflasi.

3.3. Model Analisis

Penelitian yang digunakan adalah penelitian yang menjelaskan variabel

penelitian, yaitu variabel terikat adalah inflasi dan variabel bebas adalah belanja

pegawai pemerintah, investasi dan jumlah uang beredar. Penelitian ini untuk menguji

hipotesis yang dirumuskan dan model yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

INF t = f (BPPt , JUBt, INVt) ... (3.1)

Kemudian bentuk dasar fungsi tersebut diatas dibuat dalam bentuk linear

sebagai berikut:

INF t = bo + b1 BPPt + b2 INVt + b3 JUB t + µ t ... (3.2.)

(57)

Dimana :

INF t = Inflasi pada tahun t (%)

BPPt = Belanja Pegawai Pemerintah tahun t (rupiah)

INVt = Investasi tahun t (rupiah)

JUB t = Jumlah uang beredar tahun t (rupiah)

bo = Intercept

b1 – b3 = Koefisien regresi

µ t = Variable pengganggu

3.4. Metode Analisis

Untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi inflasi di negara

Indonesia digunakan persamaan regrasi linear berganda (multiple linier regresión)

dengan variabel terikatnya (dependent variable) adalah inflasi. Sebagai variabel

bebas (independet variable) dalam persamaan tersebut adalah belanja pegawai

pemerintah , investasi dan jumlah uang beredar.

Estimasi terhadap model dengan menggunakan metode Ordinary Least Square

(OLS). Pengujian statistik dilakukan dengan menggunakan uji statistik, yaitu uji – t (t

test) dan uji – F (F test). Nilai parameter yang digunakan dalam model diharapkan

bertanda positif (+) dan signifikan untuk semua nilai parameter.

Uji-t dimaksudkan untuk mengetahui signifikansi statistik regresi secara

parsial dan uji-F untuk mengetahui signifikansi statistik secara bersama.

(58)

3.5. Uji Penyimpangan Asumsi Klasik

Ada beberapa permasalahan yang bisa terjadi dalam model regresi linier, yang

secara statistik permasalahan tersebut dapat mengganggu model yang telah

ditentukan, bahkan dapat menyesatkan kesimpulan yang diambil dari persamaan yang

terbentuk. Untuk itu perlu dilakukan uji penyimpangan asumsi klasik, yang terdiri

dari :

a. Multikolinieritas

Interpretasi dari persamaan regresi linier secara implisit bergantung pada

asumsi bahwa variabel-variabel bebas (belanja pegawai tahun berjalan, investasi dan

jumlah uang beredar) dalam persamaan tersebut tidak saling berkorelasi. Jika dalam

sebuah persamaan terdapat multikolinieritas maka akan menimbulkan beberapa

akibat. Untuk itu perlu dideteksi multikolinieritas dengan besaran-besaran regresi

yang didapat, yakni :

a. variabel besar (dari taksiran OLS)

b. interval kepercayaan lebar (karena variasi besar maka standar error besar

sehingga interval kepercayaan lebar)

c. uji-t (t rasio) tidak signifikan. Suatu variabel bebas yang signifikan baik

secara substansi maupun secara statistik jika dibuat regresi sederhana,

bisa tidak signifikan karena variasi besar akibat kolinieritas. Bila standar

error terlalu besar maka besar pula kemungkinan taksiran koefisien

regresi ( b1 – b3) tidak signifikan.

d. R 2 tinggi tetapi tidak banyak variabel yang signifikan dari uji-t

(59)

e. Terkadang nilai taksiran koefisien yang didapat akan mempunyai nilai

yang tidak sesuai dengan substansi, sehingga dapat menyesatkan

interpretasi.

b. Autokorelasi

Autokorelasi dapat didefinisikan sebagai korelasi antara anggota serangkaian

observasi yang diurutkan menurut waktu. Dalam konteks regresi, model regresi linier

klasik mengasumsikan bahwa autokorelasi seperti itu tidak terdapat dalam disturbansi

atau penggunaan µ i.

Dengan menggunakan lambang E (µ i, µ j) = 0 ; i ≠ j. Secara sederhana dapat

dikatakan model klasik mengasumsikan bahwa unsur gangguan yang berhubungan

dengan observasi tidak dipengaruhi oleh unsur disturbansi atau gangguan yang

berhubungan dengan pengamatan lain yang manapun.

Untuk mendeteksi adanya autokorelasi dalam model penelitian ini dilakukan

uji Lagrange Multiplier Test (LM test). Dengan membandingkan nilai x 2 hitung

dengan x 2 tabel, dengan kriteria penilaian sebagai berikut :

a. Jika nilai x 2 hitung > x 2 tabel, maka hipotesis yang dinyatakan bahwa

tidak ada autokorelasi dalam model empiris yang digunakan ditolak.

b. Jika nilai x 2 hitung < x 2 tabel, maka hipotesis yang dinyatakan bahwa

tidak ada autokorelasi dalam model empiris yang digunakan tidak dapat

ditolak.

Gambar

Tabel 1.1. Besar Kenaikan Gaji PNS Tahun 2006 - 2008
Tabel 2.2. Struktur APBN
Gambar 2.1. Fungsi Investasi
Gambar 2.2. Demand Full Inflation
+7

Referensi

Dokumen terkait

Biji saga (Adenanrhera pavonina Linn), tergolong I,egunzinosae, dilaporkan dimakan oleh sego- longan penduduk antara lain d i daerah Pat1 (Jawa Tengah), sebagai

FDSLWDO EXGJHWLQJ GDQ \DQJ NHGXD DGDODK NHSXWXVDQ NHXDQJDQ 3URILWDELOLWDV DGDODK NHPDPSXDQ VXDWX SHUXVDKDDQ XQWXN PHPSHUROHK SHQGDSDWDQ GLDWDV ELD\D ELD\D \DQJ GLSHUKLWXQJNDQ $GD

1) Menambah wawasan dan pengetahuan yang luas tentang bagaimana strategi peningkatan kualitas pelayanan kepada anggota BMT , apa aja strategi yang dilakukan dalam

Pengaruh Ekstrak Serbuk Kayu Siwak (Saivadora persica) Terhadap Pertumbuhan Bakteri Streptococcus mutans dan Staphylococcus aureus Dengan Metode Difusi Agar... B.,

Ketika suatu liabilitas keuangan yang ada digantikan oleh liabilitas keuangan lain dari pemberi pinjaman yang sama dengan persyaratan yang berbeda secara substantial, atau

Pelestarian gunung dan laut yang dilakukan masyarakat Bali (Hindu) dengan cara merjadikan tempat-tempat itu (laut dan gunung) sebagai tempat melaksanakan pemujaan, memuliakan

[r]

Disamping sebagai upaya pengembangan pasar produk perhotelan dan jasa pendukungnya, promosi juga merupakan suatu ajang untuk mengenalkan produk dan keunggulan serta