• Tidak ada hasil yang ditemukan

Ulkus Mooren

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Ulkus Mooren"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

ULKUS MOOREN

OLEH:

Dr. RODIAH RAHMAWATY LUBIS,SpM

DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT MATA

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA RSUP.H.ADAM MALIK

(2)

PENDAHULUAN

Ulkus Mooren pertama kali ditemukan oleh Bowman pada tahun 1849 dan

Mc.Kenzie pada tahun 1854 yang dikenal dengan “chronic serpiginous ulcer” atau

“ulkus roden” pada kornea. Mooren adalah orang yang pertama sekali

mempublikasikan serta menerangkan secara jelas beberapa kasus tentang keadaan

ulkus tersebut pada tahun 1863.(1,2)

Ulkus Mooren jarang dijumpai dan biasanya bersifat idiopatik dan tanpa disertai

penyakit sistemik yang dapat mempengaruhi terjadinya kerusakan pada kornea. .(1,2)

Ulkus Mooren adalah keratitis yang bersifat kronis dan ulseratif serta disertai rasa

sakit.

Keratitis dimulai dari daerah perifer kornea yang kemudian menuju daerah sentral

secara sirkumferensial. Ulkus mooren dapat mengenai satu atau dua mata yang dapat

menyebabkan terjadinya kerusakan jaringan kornea. .(1,-6)

EPIDEMIOLOGI

Ulkus mooren adalah penyakit yang jarang terjadi di Amerika Serikat yang biasanya

bersifat idiopatik. Walaupun penyakit ini biasanya terjadi paada orang dewasa namun

pernah dilaporkan penyakit ini terjadi pada anak usia 3 tahun. Kietzman melaporkan

37 kasus Ulkus Mooren di Nigeria. Pada penelitiannya, penyakit ini secara primer

terjadi pada laki-laki yang sehat,usia 20-30 tahun, perjalanan penyakit ini sangat

cepat yang dapat melibatkan dan merusak jaringan kornea secara total dalam waktu 6

minggu. Perforasi jarang terjadi, hanya 36% dari pasien. .(1)

(3)

Type I : Limited type atau benign mooren’s ulcer ,biasanya bersifat unilateral dan

gejala klinis yang ringan sampai sedang. Type ini cendrung terjadi pada usia

yang lebih tua dan memiliki respon yang baik terhadap pengobatan

medikamentosa maupun tindakan operasi.

Type II: Atypical type atau malignant mooren’s ulcer ,biasanya bersifat progresif.

Kasus bilateral biasanya terjadi pada penderita yang lebih muda. Type ini

disertai rasa yang sangat sakit dan tidak respon terhadap segala bentuk

terapi.

Pada tahun 1990, Lewellwen dan Courtright melaporkan bahwa 43% kasus bilateral

terjadi penderita yang lebih tua sedangkan 25% terjadi pada usia yang lebih muda

yaitu dibawah usia 35 tahun. Kasus ulkus mooren yang bilateral juga dilaporkan lebih

sering mengenai orang kulit putih dabandingkan orang kulit hitam dengan

perbandingan 2,5:1. (1,2,)

Baru-baru ini, Watson berdasarkan gejala klinis dan hasil fluorescein angiographic

pada segmen anterior membagi ulkus mooren atas 3 type,yaitu: . (1,2,5,7)

Type I : Unilateral Mooren’s ulceration (UM) ,yaitu bentuk ulkus mooren yang

terjadi pada penderita wanita dan usia yang lebih tua,bersifat progresif dan

disertai rasa sakit.Terjadi obliterasi pada pembuluh darah superficial di

dareah limbus.

Type II : Bilateral Aggressif Mooren’s ulceration (BAM) ,terjadi pada penderita

yang lebih muda,perjalanan penyakitnya lebih cepat secara sirkumferensial

(4)

terbentuknya pembuluh darah baru yang meluas sampai ke daerah dasar

ulkus.

Type III: Bilateral Indolent Mooren’s ulceration (BIM) ,biasanya terjadi pada usia

pertengahan. Ditandai dengan adanya ulkus didaerah perifer yeng bersifat

progresif pada kedua mata,dan sedikit respon inflamasi. Terjadi extensi

pembuluh darah baru ke dalam ulkus.

ETIOLOGI

Walaupun penyebab terjadinya keratitis ulseratif perifer masih belum diketahui,

namun respon autoimmune terbukti memegang peranan yang sangat penting.

Terjadinya ulkus mooren diduga akibat adanya faktor pencetus berupa infeksi

parasit,helminthiasis dan hepatitis C. Infeksi lain yang dapat berhubungan dengan

ulkus mooren seperti Herpes simplex,herpes zooster,syphilis dan tuberculosis. (1,2,5,)

Schanzlin menduga terjadinya reaksi Antigen-antibody terhadap toxin dari cacing

yang menumpuk pada daerah perifer kornea sehingga memicu terjadinya proses

inflamasi dan ulserasi. Ulkus mooren juga dapat terjadi akibat adanya trauma. . (2,8,9)

PATHOFISIOLOGI . (1,2,5)

Mekanisme pathophysiologi pasti terjadinya ulkus mooren belum diketahui secara

pasti,tetapi diduga adanya proses autoimmune. Terjadinya gangguan immunologi

ditandai dengan dihasilkannya antibodi sebagai reaksi terhadap jaringan konjungtiva

dan kornea yang terlibat.

Autoimmune sellular dan humoral kedauanya terbukti memegang peranan penting

dalam pathophisiologi penyakit ini dengan ditemukannya pada pemeriksaan

(5)

sel,immunoglobulin dan komplemen. Pada beberapa orang pasien level T-sel

suppressor menurun . , Ig.A meningkat, peningkatan konsetrasi plasma sel dan

lymphosit pada konjunctiva yang berbatasan dengan lokasi ulkus, dan terjadinya

ikatan immunoglobulin dengan komplemen pada epitel konjunctiva dan daerah tepi

kornea.

Martin dkk menerangkan mekanisme terjadinya proses ulserasi,adanya

penyakit sistemik,infeksi atau trauma dapat mengubah antigen pada kornea yang

menyebabkan terjadinya respon sellular dan humoral.

GEJALA KLINIS

Gejala klinis ulkus mooren yang terpenting adanya rasa sakit yang disertai dengan

mata merah, berair dan silau. Uveitis anterior ringan dan sedang dapat terjadi pada

penderita ulkus mooren, glaucoma sekunder dan katarak juga dapat terjadi akibat

komplikasi lanjut dari penyakit ini. Penurunan tajam penglihatan biasanya disertai

adanya keterlibatan kornea atau terjadinya astigmatisma irregular akibat adanya

penipisan di daerah perifer kornea. .(1,2,3)

Ulserasi biasanya dimulai pada daerah tepi kornea. Pada kebanyakan penderita

prosesnya terjadi di daerah fissura interpalpebra, yaitu berupa infiltrat tipis

keabu-abuan di sekitar limbus. Daerah medial dan lateral kuadran lebih sering jika

dibanding daerah superior dan inferior. Infiltrat tersebut dapat membentuk ulkus

(6)

Ulserasi kornea pada daerah perifer (14) Perkembangan sirkumferensial

ulkus mooren (7)

Biasanya epitel di daerah tengah ulkus tidak dirusak, epitel konjunctiva menutupi

daerah yang tipis pada kornea. Keadaan ini dapat memberikan gambaran bahwa

penipisan tersebut dikarenakan keratitis tanpa disertai defek epitel. Kenyataannya hal

itu tidak betul, dimana dengan menggunakan fluorescen 2% defek epitel dapat terlihat

dengan jelas. .(4)

Ulkus kornea dapat terjadi perlahan-lahan melibatkan 1/3 – ½ stroma kornea. Daerah

limbus juga dapat terlibat, terjadi inflamasi di daerah konjungtiva,

episclera dan jaringan sclera. Pada kasus yang lanjut ulserasi terjadi sampai ke

sklera. Hypopion tidak terjadi tanpa adanya infeksi sekunder.

Proses ulserasi dapat berlanjut selama 3 sampai 12 bulan jika keseluruhan kornea

terlibat. Perforasi dapat terjadi 35 - 40 % terutama jika didahului dengan adanya

(7)

DIAGNOSA

Walaupun gejala klinis ulkus mooren sangat mudah dikenali,namun penyebab

terjadinya infiltrat perifer atau ulkus harus diperhatikan. Kita harus memperhatikan

apakah ulkus mooren disertai adanya scleritis, keterlibatan limbus, sensasi kornea,

blepharitis dan keratitis, deposit lemak, ulkus pada stroma kornea, epitel kornea, dll

untuk dapat membedakannya dengan penyakit lain yang dapat menyebabkan keratitis

ulseratif perifer.

Hal lain yang perlu diperhatikan juga termasuk penyakit-penyakit kolagen ( seperti

rheumatoid arthritis, wegener’s granulomatosis dan poliarteritis nodosa ). Dan

penyakit degenerasi kornea ( Terrien’s marginal degenerasi dan degenerasi pellucid).

.(1,2,3,4)

Ulkus marginal dapat ditemukan pada penderita blepharitis

staphylococcus,konjunctivitis haemophilus influanzae biotype II , infeksi Moraxella

lakunata kronis. Ulserasi di daerah perifer dapat juga terjadi pada Herpes simplex.

Perbedaannya adalah pada lesi herpetik biasanya disertai dengan gejala klinis yang

lebih ringan, dimulai dengan ulserasi epitel yang diikuti dengan terjadinya infiltrasi

didaerah stroma dan disartai dengan hilangnya atau turunnya sensasi pada kornea. .(1)

Pemeriksaan laboratorium pada pasien dengan keratitis ulseratif didaerah perifer yang

diduga disebabkan penyakit sistemik dimulai dengan melakukan pemeriksaan komplit

dan diffrensial blood cell count; erythrocyte sedimentation rate (ESR); rheumatoid

faktor, fixasi komplemen, antinuclear antibody, immune komplex; urinalysis;chest

x-ray dan sinus film; pemeriksaan enzim liver, veneral disease research(VDRL) test;

fluorescent treponemal antibody absorption (FTA-ABS); juga blood urea nitrogen

(8)

menyingkirkan adanya penyakit vaskular kolagen, infeksi, malignansi, dan

penyakit-penyakit lain yang disebakan adanya iskemik dan oklusi. (1,2,3,4-10)

TERAPI (1-7,10-20)

Kebanyakan para ahli setuju dengan dilakukannya beberapa langkah pendekatan

dalam menangani ulkus mooren, seperti yang dijelaskan dibawah ini :

1. Steroid topikal

Terapi inisial harus mencakupi program topikal intensif: predisolon asetat atau

prednisolon phosphate 1% tiap jam,yang disertai dengan pemakaian sikloplegik

dan antibiotik profilaksis. Penyembuhan epitel tidak akan terjadi dalam 2-3 hari,

frekuensi penggunaan steroid topical dapat ditingkatkan menjadi tiap 30 menit.

Jika penyembuhan epitel terjadi maka penggunaan tipokal steroid harus dikurangi

secara perlahan-lahan selama beberapa bulan. Pada ulkus mooren yang jinak dan

unilateral hal ini memperlihatkan hasil yang baik.

Penggunaan steroid secara oral ( prednison 60-100 mg tiap hari ) dapat

dipertimbangkan jika pengobatan dengan steroid topical tidak efektif dalam 7-10

hari atau pada beberapa kasus dimana penggunaan steroid menjadi kontraindikasi.

Penggunaan soft kontak lens dan patching pada mata yang terlibat sangat berguna

untuk menghindari trauma pada saat mata berkedip.

2. Reseksi konjunctiva

Jika ulkus terus berkembang walaupun sudah diterapi dengan steroid, maka

reseksi konjunctiva harus dilakukan.denagn menggunakan anestesi topikal dan

subkonjunctiva, konjunctiva dieksisi kearah sclera setidaknya seabanyak 2 jam

(9)

limbus dan sejajar dari ulkus. Penggunaan soft kontak lens setelah dilakukan

reseksi konjunctiva berguna untuk membantu penyembuhan epitel. Penyembuhan

konjunctiva dan ulkus tersebut dapat terjadi beberapa hari sampai beberapa

minggu setelah dilakukan prosedur ini.

Kryoterapi pada konjunctiva di daerah limbus oleh beberapa ahli dapat

memberikan hasil yang sama. Resesksi konjunctiva dan thermocoagulasi juga

dapat memperbaikai daerah ulkus, tetapi kekambuhan dapat terjadi, angka

kekembuhannya sampai 50%.

3. Immunosuppressive chemotherapy

Pada kasus – kasus bilateral atau progresif dimana ulkus mooren gagal diterapi

dengan steroid dan reseksi konjunctiva, maka penggunaan kemoterapi sistemik

diperlukan untuk menghentikan kerusakan lanjut pada kornea. Penggunaan

immunosuppressive sistemik seperti kortikosteroid, cyclphosphamide (2

mg/kgBB/hr), methotrexate (7,5-15 mg/minggu, azathioprin2 ( 2 mg/kgBB/hr

)dan topical cyclosporine A (0,05%) menunjukkan hasil yang menjanjikan pada

kasus-kasus ulkus mooren.

Foster dkk melaporkan hasil yang sangat memuaskan dengan menggunakan

cyclophosphamide ( Cytoxan ) dengan dosis 2-3 mg/kg BB.

Penggunaan kemoterapi harus dibawah pengawasan rheumatologist, oncologist

atau internist.

4. Prosedur operasi lainnya

Jika pengobatan dengan steroid topikal, reseksi konjunctiva dan penggunaan

(10)

prosedur operasi tambahan perlu dipertimbangkan. Superficial lamellar

keratectomy dapat menghentikan proses inflamasi dan dapat memacu proses

penyembuhan.

Pada beberapa kasus, perforasi dapat juga terjadi walaupun pengobatan telah

dijalankan dengan baik. Perforasi kecil dapat ditangani dengan melekatkan

jaringan sekitarnya ( conjunctival flap ) dan penggunaan soft kontak lens. Jika

perforasi terlalu besar maka partial penetrating keratoplasty dapat dilakukan.

PROGNOSA

Ulkus mooren dapat terjadi pada kasus ringan yang unilateral dan tidak mengancam

visus sampai dengan kasus yang bilateral dan mengancam visus. Oleh karena ulkus

mooren merupakan kasus yang jarang terjadi maka pengetahuan yang lebih terperinci

tentang keparahan penyakit ini tidak ada. Beberapa studi telah mencoba mencari

hubungan antara jenis kelamin, umur, dan ras, namun tidak ada lagi penelitian lebih

(11)

DAFTAR PUSTAKA

1. Smolin G, Thoft RA: The Cornea, Scientific Foundations and clinical

Practice, 3rd edition , Boston, Little Brown, 1989, p.408-413

2. http://www.uveitis.org/medical/articles/case/MU.html

3. http://www.eMedicine.com/Americanuveitissociety/MU.html

4. Daniel MA, Jakobiec FA: Principles and Practice of Ophthalmology,vol.1,

Phlladelphia,WB.Sounders, 1992, p.64-66

5. American Academy of Ophthalmology, External Disease and Cornea,section

8, Basic and Cinical Sience Course, p.2002-2003.

6. Miller SHJ, Parson’s Disease of The Eye, 18TH edition, Longman Singapore

Publishers (P) Limited, Singapore, 1990, p.153

7. Kanski JJ: Clinical Ophthalmology, 5th edition, Butterworth Heinemann,

2003, p.117-119.

8. Khurana AK, Ophthalmology, New Age International (P) Limited Publishers,

New Delhi 1998, p.137-138.

9. http://www.eMedicine.com/corneal/article

10.Elder Duke Sir Steward, Disease of The Outer Eye, System of

Ophthalmology,vol.VIII,Part.2,London,1997,p.916-920.

11. http://www.google.com/cornea/ulcer

12.Allen JH, May’s Manual of the Disease of the Eye for student and general

preactitioners, The William and Wilkins Company, Baltimore,1968,

(12)

13.Wong T Yin, The Ophthalmology Examinations Review, World scientific

Publishing Co.Pte.Ltd, Singapore, 2001, p.106-108

14. http://www.optometry.co.uk/BasicImmunology

15.Adler FH, Gifford’s Text Book of Ophthalmology, 6th edition, WB.Sounders

Company,Philadelphia, 1957, p.216-219

16. http://www.google.com/fatalsight/MU.html

17.Van Heuven WAJ, Zwaan J, Decission Making in Ophthalmology, An

Algorithmic Approach, 2nd edition, Mosby, St.Louis, 2000, p.208-209

18.Vaughan Daniel, Asbury Tailor, Paul Riordan-Eva, General Ophthalmology,

15th edition, Appleton and Lange, 1999, p.129

19.Langston DP, Manual of Ocular Diagnostic and Therapy, 4th edition, Little

Brown and Company, Boston , 1996, p. 99-100.

20.Nema VH, Textbook of Ophthalmology, 4th edition, Jaypee Brothers Medical

Publishers (P) Limited, New Delhi, 2002, p.156-158

Referensi

Garis besar

Dokumen terkait

Kebijakan puritanisme oleh sultan Aurangzeb dan pengislaman orang-orang Hindu secara paksa demi menjadikan tanah India sebagai negara Islam, dengan menyerang berbagai praktek

Berarti, singkirkan saja pikiran dan perasaan manusiawi kita, tetapi anutlah pikiran dan perasaan dari Tuhan Yesus; kerendahan hatiNya yang sadar-penuh, penaklukan diriNya

Sebagai akibat dari efek langsung disregulasi imunologis yang ditimbulkan oleh infeksi HIV, infeksi dari efek langsung disregulasi imunologis yang ditimbulkan oleh

lebih panjang dari usia jagat raya. Sesuai kaidah, unsur periode + mengisi kulit kulit +s terlebih  +s terlebih dahulu, kemudian berturut-turut kulit ', d, dan +p, namun

Terdapat kondisi-kondisi tertentu dalam lingkunan perusahaan yang menguntungkan bagi strategi perusahaan yang terkonsentrasi. Pertama , di mana

Pelaksanaan reformasi birokrasi Kemenko PMK disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) pada hari tanggal 15 Desember 2010, dengan telah disahkannya Perpres No

Murdjani Balai Pengembangan Tenaga Kesehatan (BPTK) Mataram Jl.Praburangkasari Ds. Cermen Mataram- NTB

74 LAMPIRAN B: Hasil Pendekteksian