• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Pola Investasi Pemerintah Terhadap Distribusi Pendapatan Rumah Tangga di Indonesia

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh Pola Investasi Pemerintah Terhadap Distribusi Pendapatan Rumah Tangga di Indonesia"

Copied!
90
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH POLA INVESTASI PEMERINTAH

TERHADAP DISTRIBUSI PENDAPATAN RUMAH TANGGA

DI INDONESIA

OLEH

ATIK MAR’ATIS SUHARTINI H 14094006

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

(2)

RINGKASAN

ATIK MAR’ATIS SUHARTINI. Pengaruh Pola Investasi Pemerintah terhadap Distribusi Pendapatan Rumah Tangga di Indonesia (dibimbing oleh IDQAN FAHMI)

Pembangunan ekonomi suatu negara akan memberikan pengaruh kepada kondisi ekonomi dan sosial masyarakatnya. Kondisi ekonomi suatu negara tersebut dapat dilihat pada pertumbuhan ekonominya, yang mengindikasikan berhasil tidaknya suatu pembangunan. Sedangkan salah satu hal yang bisa menggambarkan kondisi sosial masyarakat suatu negara adalah distribusi pendapatannya.

Pemerintah sebagai salah satu pelaku ekonomi, mempunyai peran yang cukup besar dan menonjol dalam upaya menjaga kesinambungan dan kelanjutan pembangunan nasional. Peran pemerintah melalui kebijakan investasinya, tentunya mempengaruhi pembangunan yang hasilnya dapat dilihat dari distribusi pendapatan rumah tangga yang menggambarkan kondisi sosial masyarakat.

Sistem Neraca Sosial Ekonomi (SNSE) yang dapat memberikan gambaran kondisi ekonomi dan sosial suatu negara, merupakan alat analisis yang dapat menjelaskan pengaruh suatu kebijakan dalam ini investasi pemerintah terhadap distribusi pendapatan rumah tangga. Melalui matrik pengganda neraca dan dekomposisinya yang diturunkan dari tabel SNSE Indonesia tahun 1995, tahun 1998 dan tahun 2005, dapat diketahui pengaruh kebijakan investasi pemerintah tahun 1996, tahun 1998 dan tahun 2008 terhadap distribusi pendapatan rumah tangga untuk tahun yang sama serta perbandingannya.

Hasil pengolahan menunjukkan bahwa investasi pemerintah pada tahun 1996 dan tahun 2008 mempunyai prioritas yang sama yaitu di sektor 5, Lembaga Keuangan, Real Estate, Pemerintah, Jasa Sosial dan Kebudayaan, Jasa Hiburan. Sedangkan pada saat krisis tahun 1998, investasi pemerintah lebih dirioritaskan di sektor yang berhubungan dengan publik. Investasi pemerintah di semua sektor kecuali sektor 5 mengalami peningkatan persentase.

Pengaruh investasi pemerintah pada saat krisis tahun 1998 terhadap distribusi pendapatan rumah tangga menunjukkan bahwa, jika dibandingkan dengan tahun 1996, pada saat krisis tahun 1998 secara umum terjadi penurunan pendapatan perkapita di hampir semua golongan rumah tangga. Kesenjangan pendapatan juga semakin lebar. Tetapi setelah perekonomian pulih dari krisis tahun 2008, secara umum terjadi peningkatan pendapatan perkapita pada semua golongan rumah tangga. Kesenjangan pendapatan yang semakin melebar pada saat krisis, juga berkurang.

(3)
(4)

PENGARUH POLA INVESTASI PEMERINTAH

TERHADAP DISTRIBUSI PENDAPATAN RUMAH TANGGA

DI INDONESIA

Oleh

ATIK MAR’ATIS SUHARTINI H 14094006

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi Pada Departemen Ilmu Ekonomi

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

(5)

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI

Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang disusun oleh,

Nama Mahasiswa : Atik Mar’atis Suhartini

Nomor Registrasi Pokok : H14094006

Program Studi : Ilmu Ekonomi

Judul Skripsi : Pengaruh Pola Investasi Pemerintah

Terhadap Distribusi Pendapatan Rumah Tangga

di Indonesia

Dapat diterima sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada

Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian

Bogor.

Menyetujui, Dosen Pembimbing,

Idqan Fahmi, M.Ec. NIP. 19631111 1988111 001

Mengetahui,

Ketua Departemen Ilmu Ekonomi,

Dedi Budiman Hakim, Ph.D. NIP. 19641022 1989031 003

(6)

PERNYATAAN

DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI ADALAH

BENAR-BNAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH

DIGUNAKAN SEBAGAI SKRIPSI ATAU KARYA ILMIAH PADA

PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN.

Bogor, Oktober 2009

(7)

RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama Atik Mar’atis Suhartini lahir pada tanggal 2 Agustus

1978 di Madiun, salah satu kabupaten di Jawa Timur. Penulis menamatkan

Sekolah Dasar di SDN 02 Pagotan di Madiun pada tahun 1990, kemudian

melanjutkan ke SMP Negeri 1 Geger dan lulus pada tahun 1993. Pada tahun yang

sama penulis diterima di SMA Negeri 1 Geger dan lulus pada tahun 1996.

Setelah menamatkan pendidikan SMA, penulis diterima di Sekolah

Tinggi Ilmu Statistik (STIS), sebuah Perguruan Tinggi Kedinasan dibawah

naungan Badan Pusat Statistik Jakarta. Pada tahun 2000 penulis menyelesaikan

pendidikan di STIS tersebut dan langsung bekerja di BPS Provinsi Jambi. Tahun

2001 penulis bekerja di BPS Pusat khususnya di STIS dan ditugaskan sebagai

salah satu pengajar di STIS tersebut. Saat ini penulis melanjutkan pendidikan di

Institut Perguruan Tinggi Bogor melalui Program Alih Jenjang, dengan status

Tugas Belajar BPS Pusat-STIS. Program ini terselenggara atas kerjasama BPS

(8)

KATA PENGANTAR

Segala puji hanya bagi Allah SWT, atas ijin dan ridhoNya penelitian

dengan judul ‘Pengaruh Pola Investasi Pemerintah terhadap Distribusi Pendapatan

Rumah Tangga di Indonesia’ ini dapat diselesaikan. Penelitian ini bermaksud

mengetahui pengaruh yang ditimbulkan oleh investasi Pemerintah Umum pada

masa sebelum krisis keuangan tahun 1997, pada saat krisis tahun 1998 dan setelah

kondisi perekonomian pulih dari krisis tahun 2008, terhadap distribusi pendapatan

rumah tangga. Distribusi pendapatan yang dipengaruhi oleh investasi pemerintah

tersebut di atas, akan berguna untuk mengetahui apakah peran pemerintah sebagai

salah satu pelaku ekonomi melalui kegiatan investasinya, mampu mengurangi

kesenjangan ekonomi yang terjadi di Indonesia.

Penulis menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada ‘my

lovely husband’ Eko Puji Santoso, juga anak-anakku ‘Iqbal dan Akbar’ yang

selalu memberikan dukungan dan doa yang tiada henti. Tidak lupa terima kasih

juga penulis sampaikan kepada orang tua dan ‘almarhumah’ yang selalu

memberikan dukungan positif semasa hidupnya.

Penulis juga mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada

1. Bapak Idqan Fahmi, M.Ec. selaku pembimbing, yang memberikan bimbingan,

arahan, dukungan dan semangat dalam proses penulisan skripsi.

2. Ibu Diana, Bapak Pudji, Ibu Nina Suri, yang membantu pendalaman

metodologi dan penyediaan data.

(9)

4. Seluruh pihak yang tidak bisa dituliskan satu persatu, yang membantu baik

secara langsung maupun tidak langsung dalam penyelesaian skripsi ini.

Skripsi ini tentunya tidak terlepas dari kekurangan, oleh karena itu kritik

dan saran sangat penulis harapkan untuk perbaikan tulisan selanjutnya. Semoga

skripsi ini berguna bagi pembaca umumnya dan penulis khususnya.

Wassalam

Bogor, Oktober 2009

Atik Mar’atis Suhartini H14094006...

(10)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL ……….………... xxi

DAFTAR GAMBAR……….. xii

DAFTAR LAMPIRAN ………... Ixiii I. PENDAHULUAN ………... 1

1.1 Latar Belakang ……… 1

1.2 Permasalahan ... 4

1.3 Tujuan Penelitian ... 5

1.4 Manfaat Penelitian ... 6

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN ... 7

2.1 Tinjauan Pustaka ... 7

2.1.1 Perekonomian Indonesia ... 7

2.1.2 Peranan Pemerintah dalam perekonomian ... 8

2.1.3 Investasi Pemerintah ... 10

2.1.4 Ukuran Kesejahteraan Rakyat ……… 11

2.1.5 Distribusi Pendapatan Rumah Tangga dalam Sistem Neraca Sosial Ekonomi ... 12

2.2 Identifikasi variabel ... 13

2.3 Keterbatasan ... 14

2.4 Kerangka Pikir ... 15

III METODE PENELITIAN... 17

3.1 Ruang Lingkup dan Waktu Penelitian... 17

3.2 Jenis dan Sumber Data... 17

3.3 Metode Analisa... 18

3.3.1 Keseimbangan dalam Sistem Neraca Sosial Ekonomi ... 18

3.3.2 Prosedur Penghitungan... 25

IV GAMBARAN UMUM... ... 27

4.1 Gambaran Umum Perekonomian Indonesia dalam SNSE... 27

(11)

PENGARUH POLA INVESTASI PEMERINTAH

TERHADAP DISTRIBUSI PENDAPATAN RUMAH TANGGA

DI INDONESIA

OLEH

ATIK MAR’ATIS SUHARTINI H 14094006

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

(12)

RINGKASAN

ATIK MAR’ATIS SUHARTINI. Pengaruh Pola Investasi Pemerintah terhadap Distribusi Pendapatan Rumah Tangga di Indonesia (dibimbing oleh IDQAN FAHMI)

Pembangunan ekonomi suatu negara akan memberikan pengaruh kepada kondisi ekonomi dan sosial masyarakatnya. Kondisi ekonomi suatu negara tersebut dapat dilihat pada pertumbuhan ekonominya, yang mengindikasikan berhasil tidaknya suatu pembangunan. Sedangkan salah satu hal yang bisa menggambarkan kondisi sosial masyarakat suatu negara adalah distribusi pendapatannya.

Pemerintah sebagai salah satu pelaku ekonomi, mempunyai peran yang cukup besar dan menonjol dalam upaya menjaga kesinambungan dan kelanjutan pembangunan nasional. Peran pemerintah melalui kebijakan investasinya, tentunya mempengaruhi pembangunan yang hasilnya dapat dilihat dari distribusi pendapatan rumah tangga yang menggambarkan kondisi sosial masyarakat.

Sistem Neraca Sosial Ekonomi (SNSE) yang dapat memberikan gambaran kondisi ekonomi dan sosial suatu negara, merupakan alat analisis yang dapat menjelaskan pengaruh suatu kebijakan dalam ini investasi pemerintah terhadap distribusi pendapatan rumah tangga. Melalui matrik pengganda neraca dan dekomposisinya yang diturunkan dari tabel SNSE Indonesia tahun 1995, tahun 1998 dan tahun 2005, dapat diketahui pengaruh kebijakan investasi pemerintah tahun 1996, tahun 1998 dan tahun 2008 terhadap distribusi pendapatan rumah tangga untuk tahun yang sama serta perbandingannya.

Hasil pengolahan menunjukkan bahwa investasi pemerintah pada tahun 1996 dan tahun 2008 mempunyai prioritas yang sama yaitu di sektor 5, Lembaga Keuangan, Real Estate, Pemerintah, Jasa Sosial dan Kebudayaan, Jasa Hiburan. Sedangkan pada saat krisis tahun 1998, investasi pemerintah lebih dirioritaskan di sektor yang berhubungan dengan publik. Investasi pemerintah di semua sektor kecuali sektor 5 mengalami peningkatan persentase.

Pengaruh investasi pemerintah pada saat krisis tahun 1998 terhadap distribusi pendapatan rumah tangga menunjukkan bahwa, jika dibandingkan dengan tahun 1996, pada saat krisis tahun 1998 secara umum terjadi penurunan pendapatan perkapita di hampir semua golongan rumah tangga. Kesenjangan pendapatan juga semakin lebar. Tetapi setelah perekonomian pulih dari krisis tahun 2008, secara umum terjadi peningkatan pendapatan perkapita pada semua golongan rumah tangga. Kesenjangan pendapatan yang semakin melebar pada saat krisis, juga berkurang.

(13)
(14)

PENGARUH POLA INVESTASI PEMERINTAH

TERHADAP DISTRIBUSI PENDAPATAN RUMAH TANGGA

DI INDONESIA

Oleh

ATIK MAR’ATIS SUHARTINI H 14094006

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi Pada Departemen Ilmu Ekonomi

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

(15)

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI

Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang disusun oleh,

Nama Mahasiswa : Atik Mar’atis Suhartini

Nomor Registrasi Pokok : H14094006

Program Studi : Ilmu Ekonomi

Judul Skripsi : Pengaruh Pola Investasi Pemerintah

Terhadap Distribusi Pendapatan Rumah Tangga

di Indonesia

Dapat diterima sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada

Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian

Bogor.

Menyetujui, Dosen Pembimbing,

Idqan Fahmi, M.Ec. NIP. 19631111 1988111 001

Mengetahui,

Ketua Departemen Ilmu Ekonomi,

Dedi Budiman Hakim, Ph.D. NIP. 19641022 1989031 003

(16)

PERNYATAAN

DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI ADALAH

BENAR-BNAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH

DIGUNAKAN SEBAGAI SKRIPSI ATAU KARYA ILMIAH PADA

PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN.

Bogor, Oktober 2009

(17)

RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama Atik Mar’atis Suhartini lahir pada tanggal 2 Agustus

1978 di Madiun, salah satu kabupaten di Jawa Timur. Penulis menamatkan

Sekolah Dasar di SDN 02 Pagotan di Madiun pada tahun 1990, kemudian

melanjutkan ke SMP Negeri 1 Geger dan lulus pada tahun 1993. Pada tahun yang

sama penulis diterima di SMA Negeri 1 Geger dan lulus pada tahun 1996.

Setelah menamatkan pendidikan SMA, penulis diterima di Sekolah

Tinggi Ilmu Statistik (STIS), sebuah Perguruan Tinggi Kedinasan dibawah

naungan Badan Pusat Statistik Jakarta. Pada tahun 2000 penulis menyelesaikan

pendidikan di STIS tersebut dan langsung bekerja di BPS Provinsi Jambi. Tahun

2001 penulis bekerja di BPS Pusat khususnya di STIS dan ditugaskan sebagai

salah satu pengajar di STIS tersebut. Saat ini penulis melanjutkan pendidikan di

Institut Perguruan Tinggi Bogor melalui Program Alih Jenjang, dengan status

Tugas Belajar BPS Pusat-STIS. Program ini terselenggara atas kerjasama BPS

(18)

KATA PENGANTAR

Segala puji hanya bagi Allah SWT, atas ijin dan ridhoNya penelitian

dengan judul ‘Pengaruh Pola Investasi Pemerintah terhadap Distribusi Pendapatan

Rumah Tangga di Indonesia’ ini dapat diselesaikan. Penelitian ini bermaksud

mengetahui pengaruh yang ditimbulkan oleh investasi Pemerintah Umum pada

masa sebelum krisis keuangan tahun 1997, pada saat krisis tahun 1998 dan setelah

kondisi perekonomian pulih dari krisis tahun 2008, terhadap distribusi pendapatan

rumah tangga. Distribusi pendapatan yang dipengaruhi oleh investasi pemerintah

tersebut di atas, akan berguna untuk mengetahui apakah peran pemerintah sebagai

salah satu pelaku ekonomi melalui kegiatan investasinya, mampu mengurangi

kesenjangan ekonomi yang terjadi di Indonesia.

Penulis menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada ‘my

lovely husband’ Eko Puji Santoso, juga anak-anakku ‘Iqbal dan Akbar’ yang

selalu memberikan dukungan dan doa yang tiada henti. Tidak lupa terima kasih

juga penulis sampaikan kepada orang tua dan ‘almarhumah’ yang selalu

memberikan dukungan positif semasa hidupnya.

Penulis juga mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada

1. Bapak Idqan Fahmi, M.Ec. selaku pembimbing, yang memberikan bimbingan,

arahan, dukungan dan semangat dalam proses penulisan skripsi.

2. Ibu Diana, Bapak Pudji, Ibu Nina Suri, yang membantu pendalaman

metodologi dan penyediaan data.

(19)

4. Seluruh pihak yang tidak bisa dituliskan satu persatu, yang membantu baik

secara langsung maupun tidak langsung dalam penyelesaian skripsi ini.

Skripsi ini tentunya tidak terlepas dari kekurangan, oleh karena itu kritik

dan saran sangat penulis harapkan untuk perbaikan tulisan selanjutnya. Semoga

skripsi ini berguna bagi pembaca umumnya dan penulis khususnya.

Wassalam

Bogor, Oktober 2009

Atik Mar’atis Suhartini H14094006...

(20)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL ……….………... xxi

DAFTAR GAMBAR……….. xii

DAFTAR LAMPIRAN ………... Ixiii I. PENDAHULUAN ………... 1

1.1 Latar Belakang ……… 1

1.2 Permasalahan ... 4

1.3 Tujuan Penelitian ... 5

1.4 Manfaat Penelitian ... 6

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN ... 7

2.1 Tinjauan Pustaka ... 7

2.1.1 Perekonomian Indonesia ... 7

2.1.2 Peranan Pemerintah dalam perekonomian ... 8

2.1.3 Investasi Pemerintah ... 10

2.1.4 Ukuran Kesejahteraan Rakyat ……… 11

2.1.5 Distribusi Pendapatan Rumah Tangga dalam Sistem Neraca Sosial Ekonomi ... 12

2.2 Identifikasi variabel ... 13

2.3 Keterbatasan ... 14

2.4 Kerangka Pikir ... 15

III METODE PENELITIAN... 17

3.1 Ruang Lingkup dan Waktu Penelitian... 17

3.2 Jenis dan Sumber Data... 17

3.3 Metode Analisa... 18

3.3.1 Keseimbangan dalam Sistem Neraca Sosial Ekonomi ... 18

3.3.2 Prosedur Penghitungan... 25

IV GAMBARAN UMUM... ... 27

4.1 Gambaran Umum Perekonomian Indonesia dalam SNSE... 27

(21)

1996... 27

4.1.2 Gambaran Umum SNSE Indonesia Periode Sebelum Krisis Tahun 1998... 29

4.1.3 Gambaran Umum SNSE Indonesia Periode Sebelum Krisis Tahun 2008... 30

4.2 Matrik Investasi Pemerintah Tahun 1996, Tahun 1998 dan Tahun 2008... ... 31

V HASIL DAN PEMBAHASAN... 36

5.1 Pengaruh Investasi Pemerintah Tahun 1996 terhadap Distribusi Pendapatan Rumah Tangga... 36

5.2 Pengaruh Investasi Pemerintah Tahun 1998 terhadap Distribusi Pendapatan Rumah Tangga... 38

5.3 Pengaruh Investasi Pemerintah Tahun 2008 terhadap Distribusi Pendapatan Rumah Tangga... 40

5.4 Perbandingan Pendapatan Perkapita menurut Golongan Rumah Tangga Tahun 1996, Tahun 1998 dan Tahun 2008... 41

VI KESIMPULAN DAN SARAN... 45

6.1 Kesimpulan... 45

6.2 Saran... 46

DAFTAR PUSTAKA... 48

(22)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1 PDB dan Laju Pertumbuhannya Per Tahun: 1969 – 1990

Atas Dasar Harga Konstan...

2

2 Perbandingan Pendapatan Disposabel Antar Rumah Tangga.. 3

3 Kerangka Dasar SNSE... 19

4 Keseimbangan dalam Sistem Neraca Sosial Ekonomi... 19

5 Investasi Pemerintah menurut Sektor Produksi Tahun 1996,

Tahun 1998 dan Tahun 2008 (Juta Rp)... 32

6 Jumlah Penduduk, Besar Pendapatan, Persentase Pendapatan

terhadap Total, dan Pendapatan Perkapita menurut Golongan

Rumah Tangga Tahun 1996... 36

7 Jumlah Penduduk, Besar Pendapatan, Persentase Pendapatan

terhadap Total, dan Pendapatan Perkapita menurut Golongan

Rumah Tangga Tahun 1998... 39

8 Jumlah Penduduk, Besar Pendapatan, Persentase Pendapatan

terhadap Total, dan Pendapatan Perkapita menurut Golongan

Rumah Tangga Tahun 2008... 40

9 Pendapatan Perkapita menurut Golongan Rumah Tangga

Tahun 1996, Tahun 1998 dan Tahun 2008... 41

10 Pendapatan Perkapita dan Perbandingannya terhadap

Pendapatan Perkapita Terendah, menurut Golongan Rumah

(23)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1 Diagram antar Sub Sistem... 12

2 Kerangka Pemikiran... 16

3 Perubahan Persentase Investasi Pemerintah menurut Sektor

Tahun 1996, Tahun 1998 dan Tahun 2008...

(24)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1 SNSE Indonesia Tahun 1995 Ukuran 26 * 26 ………. 50

2 SNSE Indonesia Tahun 1998 Ukuran 26 * 26……….. 53

3 SNSE Indonesia Tahun 2008 Ukuran 26 * 26 ………. 56

4 Klasifikasi SNSE Indonesia Ukuran 26 * 26……… 59

4 Konsep dan Definisi……….. 60

(25)

I. PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Para ekonom tradisional menyatakan bahwa tinggi rendahnya kemajuan

pembangunan di suatu negara secara umum hanya diukur berdasarkan tingkat

pertumbuhan Gross National Income (GNI), baik secara keseluruhan maupun

perkapita, yang diyakini akan memiliki ‘efek penetesen ke bawah’ (trickle down

effect). GNI tersebut akan menetes dengan sendirinya sehingga menciptakan

lapangan pekerjaan dan berbagai peluang ekonomi lain, yang pada akhirnya akan

menumbuhkan berbagai kondisi yang diperlukan demi terciptanya distribusi

hasil-hasil pertumbuhan ekonomi dan sosial secara lebih merata. Hal ini berarti tingkat

pertumbuhan ekonomi merupakan unsur yang paling diutamakan sedangkan

masalah-masalah lain seperti persoalan kemiskinan, diskriminasi, pengangguran,

dan ketimpangan distribusi pendapatan, seringkali dinomorduakan (Todaro,

2006).

Perekonomian Indonesia pada masa Orde Baru, sejak repelita I dan

repelita-repelita berikutnya mencapai pertumbuhan yang cukup mengagumkan.

Tabel 1 menunjukkan bahwa laju pertumbuhan PDB pada harga konstan selama

periode 1969 – 1990, secara rata-rata berada di atas 7% per tahun. Akan tetapi

pada tingkat mikro, hasil pembangunan tersebut dapat dikatakan tidak seperti

yang terlihat pada tingkat makro. Walaupun jumlah penduduk miskin mengalami

penurunan selama masa orde baru, tetapi kesenjangan ekonomi serta sosial

(26)

Tabel 1. PDB dan Laju Pertumbuhannya per Tahun: 1969-1990 Atas Dasar

Harga Konstan

Tahun Pertumbuhan Tahun Pertumbuhan

PDB *angka dibulatkan **dan tahun-tahun setelah itu atas dasar harga 1983 (sebelumnya atas dasar harga 1973)

Sumber: Tabel 2.4 di Tambunan (2009)

Kesenjangan ekonomi dapat dilihat berdasarkan perbandingan pendapatan

disposabel (pendapatan setelah pajak dikurangi dengan penerimaan transfer dari

rumah tangga lain) antara rumah tangga golongan bawah sebagai penerima

pendapatan terendah dan rumah tangga golongan atas sebagai penerima

pendapatan tertinggi. Tabel 2 menunjukkan bahwa perbandingan pendapatan

disposabel antara rumah tangga golongan rendah dan atas pada tahun 1975

sebesar 1:6,7. Nilai ini mempunyai arti bahwa rumah tangga golongan atas

mempunyai pendapatan disposabel sebesar 6,7 kali pendapatan yang dimiliki oleh

rumah tangga golongan bawah. Mulai tahun 1990-an, perbandingan ini semakin

besar dan perbandingan paling besar terjadi pada saat krisis tahun 1998, yaitu

sebesar 1:9,53. Hal ini menandakan bahwa kesenjangan ekonomi antara rumah

(27)

Tabel 2. Perbandingan Pendapatan Disposibel Antar Rumah Tangga Selama

Tahun 1975 – 1998

Golongan Rumah Tangga 1975 1980 1985 1990 1993 1995 1998

1. Rumah Tangga Buruh Tani 1.00 1.00 1.04 1.00 1.00 1.00 1.00

2. Rumah Tangga petani gurem (yang memiliki lahan pertanian <= 0,5 Ha)

1.08 1.31 1.00 1.32 1.62 1.57 1.65

3 Rumah Tangga pengusaha pertanian yang memiliki lahan 0,5 - 1 Ha

1.44 1.51 1.49 1.60 1.93 1.79 2.12

4 Rumah Tangga pengusaha pertanian yang memiliki lahan > 1 Ha 2.11 1.95 2.42 2.49 3.14 2.66 3.15

5. Rumah tangga bukan pertanian golongan rendah di desa 1.33 1.72 1.27 1.18 1.35 2.95 2.98

6. bukan angkatan kerja di desa 1.25 1.47 1.18 2.24 2.83 2.55 2.67

7. Rumah tangga bukan pertanian golongan atas di desa 1.76 3.30 2.21 2.52 3.96 5.34 7.90

8. Rumah tangga bukan pertanian golongan rendah di kota 3.81 2.81 2.25 1.94 2.18 3.55 3.59

9. Bukan angkatan kerja di kota 1.05 2.31 2.24 2.14 2.64 2.85 3.33

10. Rumah tangga bukan pertanian golongan atas di kota 6.47 5.33 3.78 4.53 6.63 7.92 9.53

Sumber: BPS dalam SNSE tahun 1995 dan tahun 1998

Bank Pembangunan Indonesia (Bapindo) dalam publikasinya ’30 Tahun

Bapindo’ tahun 1990 menjelaskan bahwa pencapaian pertumbuhan ekonomi yang

pesat, tidak terlepas dari peranan pemerintah dalam hal investasinya. Seperti

halnya yang ditulis oleh Priyarsono, Widyastutik, dan Reinhardt dalam ‘Ekonomi

Publik’ tahun 2007 yang menyebutkan bahwa pembelian barang dan jasa yang

dilakukan oleh pemerintah sebagian ditujukan untuk keperluan investasi, sebagai

pengeluaran pembangunan infrastruktur yang di masa depan diharapkan dapat

meningkatkan produktivitas perekonomian. Sehingga dapat dikatakan bahwa

investasi pemerintah mempunyai pengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi

sekaligus pendapatan masyarakat, yang berarti mempengaruhi kesejahteraan

(28)

Krisis ekonomi yang dimulai dengan krisis keuangan pada pertengahan

tahun 1997 telah berlalu selama sebelas tahun lebih. Kebijakan-kebijakan yang

dilakukan pemerintah khususnya investasi selama sebelas tahun tersebut,

mempunyai tujuan akhir yang sama yaitu untuk meningkatkan kesejahteraan

rakyat. Pemerintah juga menyatakan bahwa kondisi perekonomian Indonesia

tahun 2007 telah kembali seperti pada saat sebelum krisis keuangan tahun 1997.

Oleh karena itu, penelitian ini dilakukan untuk melihat pengaruh investasi

pemerintah terhadap distribusi pendapatan rumah tangga sebagai salah satu

indikator kesejahteraan rakyat. Penelitian ini dilakukan selama tiga periode yang

menggambarkan keadaan sebelum krisis tahun 1997, pada saat krisis dan sebelas

tahun lebih setelah masa krisis dimana pemerintah mengeluarkan pernyataan

tersebut. Periode pertama diwakili oleh keadaan tahun 1996, periode kedua

diwakili oleh keadaan tahun 1998 dan periode terakhir diwakili oleh keadaan

tahun 2008.

1.2 Permasalahan

Berdasarkan latar belakang di atas permasalahan utama yang ingin diteliti

adalah apakah investasi pemerintah dapat mengurangi kesenjangan ekonomi yang

terjadi di masyarakat. Permasalahan tersebut dapat juga dituliskan dalam bentuk

pertanyaan-pertanyaan berikut:

1. Bagaimana gambaran umum distribusi pendapatan rumah tangga?

2. Bagaimana gambaran variasi pola investasi pemerintah?

3. Bagaimana pengaruh investasi pemerintah terhadap distribusi pendapatan

(29)

4. Bagaimana perbandingan distribusi pendapatan rumah tangga antar

berbagai pola investasi pemerintah?

1.3 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Memberikan gambaran secara umu tentang distribusi pendapatan rumah

tangga.

2. Memberikan gambaran tentang berbagai pola investais pemerintah.

3. Menganalisa pengaruh investasi pemerintah terhadap distribusi pendapatan

rumah tangga.

4. Menganalisa perbandingan distribusi pendapatan rumah tangga antar

berbagai pola investasi pemerintah.

1.4 Manfaat Penelitian

Penelitian ini bermaksud untuk melihat perbandingan pengaruh investasi

pemerintah tahun 1996 yang mewakili masa sebelum krisis keuangan tahun 1997

terhadap distribusi pendapatan rumah tangga tahun yang sama, pengaruh

investasi pemerintah tahun 1998 yang mewakili masa krisis keuangan tahun 1997

terhadap distribusi pendapatan rumah tangga tahun yang sama, serta pengaruh

investasi pemerintah tahun 2008 yang mewakili masa sebelas tahun setelah krisis

keuangan tahun 1997 terhadap distribusi pendapatan rumah tangga tahun yang

sama.

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran tentang

(30)

dampak kegiatan investasi pemerintah. Hal ini akan sangat berguna bagi decision

maker sebagai salah satu bahan evaluasi dan dasar perencanaan berikutnya dalam

membuat kebijakan tentang investasinya, agar terwujud tujuan akhir

(31)

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

2.1 Tinjauan Pustaka

2.1.1 Perekonomian Indonesia

Para ekonom tradisional memberikan arti pada istilah pembangunan

(development) sebagai kapasitas dari sebuah perekonomian nasional -yang kondisi

ekonomi awalnya kurang lebih bersifat statis dalam kurun waktu yang cukup

lama- untuk menciptakan dan mempertahankan kenaikan pendapatan nasional

bruto atau GNI (Gross National Income). Indeks ekonomi lainnya yang juga

sering digunakan untuk mengukur tingkat kemajuan pembangunan adalah tingkat

pertumbuhan pendapatan perkapita (income per capita) atau GNI perkapita

(Todaro, 2006). Pencapaian pertumbuhan GNI, baik secara keseluruhan maupun

perkapita, diyakini akan menetes dengan sendirinya sehingga menciptakan

lapangan pekerjaan dan berbagai peluang ekonomi lainnya, yang pada akhirnya

akan menumbuhkan berbagai kondisi yang diperlukan demi terciptanya distribusi

hasil-hasil pertumbuhan ekonomi dan sosial secara lebih merata. Inilah yang

secara luas dikenal sebagai prinsip ‘efek penetesan ke bawah’ (trickle down

effect). Dengan demikian, tingkat pertumbuhan ekonomi merupakan unsur yang

paling diutamakan sedangkan masalah-masalah lain seperti soal kemiskinan,

diskriminasi, pengangguran, dan ketimpangan distribusi pendapatan, seringkali

dinomorduakan (Todaro, 2006).

Tambunan (1996) menuliskan bahwa pembangunan ekonomi di Indonesia

sampai Pelita V memilih strategi pertumbuhan ekonomi dengan peningkatan

(32)

memiliki laju pertumbuhan ekonomi nasional yang kuat (Suhartini, 2000). Tujuan

jangka panjang dari pembangunan tersebut adalah meningkatkan kesejahteraan

masyarakat melalui suatu proses industrialisasi dalam skala besar, yang pada saat

itu dianggap sebagai satu-satunya cara yang paling tepat dan efektif untuk

menanggulangi masalah-masalah ekonomi, seperti kesempatan kerja dan defisit

neraca pembayaran. Dengan kepercayaan yang penuh akan ada efek “cucuran ke

bawah” (trickle down effect) pada awalnya pemerintah memusatkan

pembangunan hanya di sektor-sektor tertentu yang secara potensial dapat

menyumbangkan nilai tambah yang besar dalam waktu yang tidak panjang

(Tambunan, 2009).

Pada tingkat makro, perekonomian Indonesia mencapai pertumbuhan yang

cukup mengagumkan. Selama periode 1969 – 1990 laju pertumbuhan PDB pada

harga konstan rata-rata per tahun di atas 7% (lihat tabel 1). Akan tetapi pada

tingkat mikro, hasil pembangunan di Indonesia tidak terlalu menggemberikan

seperti pada tingkat makro. Walaupun jumlah penduduk miskin mengalami

penurunan selama masa orde baru, tetapi kesenjangan ekonomi serta sosial

cenderung melebar (Tambunan, 2009).

2.1.2 Peranan Pemerintah dalam Perekonomian

Kamus Besar Bahasa Indonesia yang diterbitkan oleh Balai Pustaka (2002)

mendefinisikan pemerintah sebagai (1) sistem yang menjalankan wewenang dan

mengatur kehidupan sosial, ekonomi, dan politik suatu Negara atau

bagian-bagiannya; (2) sekelompok orang yang secara bersama-sama memikul tanggung

(33)

Negara); (4) badan tertinggi yang memerintah suatu Negara (seperti kabinet

merupakan suatu pemerintah); (5) Negara atau negeri (sebagai lawan partikelir

atau swasta); (6) pengurus atau pengelola (Priyarsono, et. al, 2007). Berdasarkan

definisi pemerintah yang pertama memperlihatkan bahwa pemerintah mempunyai

peranan dalam menjalankan wewenang dan mengatur perekonomian nasional.

Menurut Tambunan (2009), pada prinsipnya pemerintah mempunyai tugas

sebagai stabilisator, fasilitator, stimulator dan regulator, sedangkan pelaku

ekonomi sepenuhnya diserahkan kepada swasta. Tugas ini direalisasikan melalui

berbagai macam kebijakan, peraturan dan perundang-undangan dengan tujuan

untuk menjaga stabilitas ekonomi dan sekaligus mendorong pertumbuhan

ekonomi pada tingkat tertentu yang menciptakan kesempatan kerja penuh, yang

berarti mengurangi/menghilangkan pengangguran dan kemiskinan.

Publikasi BPS tahun 1998 tentang ‘Neraca Pemerintahan Pusat

Indonesia’ menjelaskan bahwa kegiatan pemerintah dalam arti luas adalah

kegiatan penyelenggaraan Negara, penyediaan sarana dan prasarana umum, jasa

pelayanan kebutuhan dasar, yang umumnya berorientasi pada kepentingan

masyarakat. Dengan demikian kegiatan pemerintah tidak bisa disamakan dengan

kegiatan bisnis yang umumnya bertujuan mencari keuntungan dengan cara

meningkatkan efisiensi. Sedangkan Priyarsono, et.al dalam ‘Ekonomi Publik’

tahun 2007 membedakan kegiatan pemerintah ke dalam 4 kategori, yaitu produksi

barang dan jasa, peraturan dan pemberian subsidi untuk produksi swasta,

pembelian barang dan jasa dari pembelian keperluan militer sampai jasa

(34)

pembelian barang dan jasa ini sebagian ditujukan untuk keperluan investasi,

sebagai pengeluaran pembangunan infrastruktur yang di masa depan diharapkan

dapat meningkatkan produktivitas perekonomian. Sehingga dapat dikatakan

bahwa investasi pemerintah mempunyai pengaruh terhadap pertumbuhan

ekonomi.

2.1.3 Investasi Pemerintah

BPS (1999) menuliskan bahwa dalam upaya menjaga kesinambungan dan

kelanjutan pembangunan nasional di Indonesia yang telah dilakukan, pemerintah

sebagai salah satu pelaku ekonomi mempunyai peran yang cukup besar dan

menonjol disamping pelaku-pelaku ekonomi lainnya. Sehingga diperlukan dana

investasi yang cukup besar untuk mempertahankan hasil-hasil pembangunan

tersebut (Suhartini, 2000). Selaras dengan yang ditulis oleh Bapindo (1990),

pencapaian pertumbuhan ekonomi yang pesat selama ini, tidak terlepas dari

peranan pemerintah dalam hal investasinya (Suhartini, 2000).

Investasi atau PMTB pemerintah menurut System of National Accounts (SNA)

adalah pengeluaran pemerintah untuk pengadaan, pembuatan dan pembelian

barang modal (capital goods) baru di dalam negeri, dan pembelian barang modal

bekas dari luar negeri, dikurangi dengan penjualan dari barang-barang modal

bekas, yang semua kegiatannya dilakukan di dalam negeri (domestik) (BPS,

1999). Investasi pemerintah tersebut meliputi pengeluaran untuk sarana dan

prasarana ekonomi, seperti bangunan tempat tinggal dan bukan tempat tinggal;

jalan, jembatan dan konstruksi lainnya; mesin dan peralatan; kendaranaan;

(35)

atas bertujuan untuk mendukung perkembangan dunia usaha, terutama untuk

menunjang produktifitasnya dan pertumbuhan output, serta untuk menunjang

pemerataan dan pertumbuhan ekonomi. Artinya investasi ini merupakan fasilitas

bagi tumbuhnya unit-unit usaha. Tentunya unit-unit usaha tersebut membutuhkan

faktor produksi yang dimiliki rumah tangga untuk menjalankan usahanya. Rumah

tangga akan menerima pembayaran sebagai balas jasa atas faktor produksi yang

digunakan dalam usaha di atas, yang akhirnya menciptakan distribusi pendapatan

bagi rumah tangga (Sukirno, 1994). Sehingga tujuan akhir pembangunan yaitu

meningkatkan kesejahteraan rakyat dapat terwujud.

2.1.4 Ukuran Kesejahteraan Rakyat

Kesejahteraan penduduk yang ingin dicapai melalui pembangunan dapat

dilihat dari distribusi pendapatan sekaligus pendapatan perkapita. Para ahli

ekonomi membedakan dua ukuran distribusi pendapatan yaitu distribusi

pendapatan perorangan sebagai perorangan atau rumah tangga, dan distribusi

pendapatan fungsional sebagai pemilik factor produksi. Distribusi pendapatan

perorangan atau ukuran menggambarkan bagaimana pendapatan nasional yang

diterima oleh perorangan atau rumah tangga, menurut golongan pendapatan yang

mereka terima. Pada konsep ini tidak memperhitungkan cara memperoleh

pendapatan, tempat dan sektor sumber penerimaannya. Sedangkan distribusi

pendapatan fungsional yang disebut juga dengan distribusi faktor menerangkan

distribusi pendapatan berdasarkan peranan masing-masing faktor produksi yang

didistribusikan (distributive factor share). Misalnya pendapatan yang diterima

(36)

ukuran distribusi pendapatan di atas telah terangkum dalam Sistem Neraca Sosial

Ekonomi (SNSE) yang didefinisikan sebagai distribusi pendapatan faktorial

(distribusi pendapatan perorangan atau ukuran) dan distribusi pendapatan institusi

(distribusi pendapatan fungsional atau fakor).

2.1.5 Distribusi Pendapatan Rumah Tangga dalam Sistem Neraca Sosial Ekonomi

Hubungan variabel sosial dan ekonomi masyarakat dijelaskan melalui

kerangka dasar SNSE yang merupakan suatu sistem analisis yang dapat

membedakan proses:

• struktur produksi

• distribusi pendapatan faktor produksi dalam kegiatan produksi

• pendapatan, konsumsi, investasi dan tabungan.

Hubungan dari ketiga proses tersebut, dapat dimulai dari pengeluaran rumah

tangga berupa konsumsi, dan tabungan yang akhirnya menciptakan investasi.

Selanjutnya konsumsi tersebut menciptakan permintaan akan output dan secara

tidak langsung menciptakan permintaan akan faktor produksi. Balas jasa terhadap

faktor produksi menciptakan distribusi pendapatan rumah tangga. Hubungan

tersebut dapat dilihat di dalam diagram berikut.

Keinginan dan Kebutuhan Permintaan Akhir (1) Struktur Produksi

(2)

Distribusi Pendapatan Instisusi/Rumah Tangga (4)

Distribusi Kekayaan (7)

Distribusi Pendapatan Faktorial (3)

Tabungan (5) Investasi (6) Sumber: Badan Pusat Statistik

(37)

Sebagai contoh permintaan mie instant untuk rumah tangga mengalami

kenaikan (1). Untuk memenuhinya dibutuhkan supply mie instant yang lebih

banyak, sehingga outputnya pun meningkat (2). Peningkatan output tersebut

membutuhkan faktor produksi yang lebih besar, seperti tenaga kerja, modal dan

lainnya. Balas jasa atas faktor produksi dalam proses produksinya menimbulkan

distribusi pendapatan faktorial (3). Rumah tangga sebagai pemilik faktor produksi

menerima pendapatan dari faktor yang dimilikinya (3 dan 7), yang menciptakan

distribusi pendapatan rumah tangga (4). Pendapatan ini digunakan untuk

memenuhi kebutuhannya dan sisanya ditabung (5) yang akan menciptakan

investasi (6).

2.2 Identifikasi variabel

SNSE mengklasifikasikan neraca ke dalam empat neraca yang utama,

yaitu

• Neraca faktor produksi yang terdiri dari tenaga kerja dan bukan tenaga kerja,

dengan kode 1 - 9.

• Neraca Institusi yang terdiri dari rumah tangga, perusahaan dan pemerintah,

dengan kode 10 - 17.

• Neraca Sektor Produksi yang merupakan kegiatan produksi untuk total

komoditi domestik dan impor, dengan kode 18 - 22.

• Neraca Lainnya yang meliputi margin perdagangan dan pengangkutan dengan

kode 23, neraca kapital dengan kode 24, pajak tak langsung minus subsidi

(38)

Neraca-neraca tersebut dibedakan ke dalam dua kelompok, yaitu neraca

endogen (neraca faktor produksi kode 1 - 9), neraca institusi (kode 10 - 17) dan

neraca sektor produksi (kode 18 - 22)) dan neraca eksogen (neraca atau variabel

yang dijadikan alat untuk mengatur kebijaksanaan (policy tools) oleh pemerintah

atau variabel yang sulit dikontrol, terdiri dari institusi pemerintah (kode 17),

neraca kapital (kode 24), pajak tak langsung neto/pajak tak langsung minus

subsidi (kode 25) dan neraca luar negeri (kode 26)). Isian sel pada neraca sektor

produksi dalam tulisan ini merupakan aggregasi dari neraca sektor produksi yang

dirinci menurut komoditi domestik dan komoditi impor. Sehingga dalam SNSE

ukuran 26 * 26 ini, isiannya berupa total komoditi domestik dan impor menurut

sektor produksi (isian baris dan kolom 18 – 22).

Faktor eksogen yang dimaksud dalam tulisan ini adalah investasi

pemerintah, yaitu isian pada neraca kapital menurut sektor produksi (isian baris 18

- 22 kolom 24). Sedangkan neraca endogen yang dimaksud adalah neraca institusi

rumah tangga yang berarti distribusi pendapatan rumah tangga (isian baris 10 - 15

kolom total). Keterangan setiap kode, dari 1 sampai 26 dijelaskan lebih lanjut

dalam lampiran.

2.3 Keterbatasan SNSE

Keterbatasan matrik M (multiplier) dalam SNSE ini adalah

• Harga tetap yang mengakibatkan pola kepemilikan faktor produksi tetap.

• Pola transfer antar institusi tidak berubah.

• Koefisien teknologi yang tidak mengalami perubahan (konstan).

(39)

2.4Kerangka Pemikiran

Tambunan dalam bukunya Perekonomian Indonesia yang terbit pada tahun

1996 menuliskan bahwa pembangunan ekonomi di Indonesia sampai Pelita V

memilih strategi pertumbuhan ekonomi dengan peningkatan output sektor-sektor

dominan, sehingga pendapatan nasional akan meningkat dan memiliki laju

pertumbuhan ekonomi nasional yang kuat (Suhartini, 2000). Melalui proses

penetesan ke bawah (trickle down effect) hasil-hasil pembangunan dengan strategi

di atas, diharapkan akan mengalir kepada masyarakat sehingga kesejahteraannya

secara umum meningkat.sampai repelita V, Indonesia mempunyai laju

pertumbuhan ekonomi yang cukup mengagumkan.

Pencapaian pembangunan ekonomi tersebut tidak lepas dari peran

pemerintah sebagai salah satu pelaku ekonomi. BPS dalam publikasinya Matrik

Investasi Pemerintah Pusat yang terbit tahun 1999 menuliskan bahwa pemerintah

memerlukan dana investasi yang cukup besar dalam rangka mempertahankan

hasil-hasil pembangunan, yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan

rakyat. Sehingga dapat dikatakan bahwa investasi pemerintah mempunyai

pengaruh terhadap kesejahteraan rakyat, yang dapat dilihat pada distribusi

pendapatan sekaligus pendapatan perkapita.

Oleh karena itu, penelitian ini melihat pengaruh investasi pemerintah

terhadap distribusi pendapatan rumah tangga tahun 1996, tahun 1998 dan tahun

(40)

Peran Pemerintah Pembangunan Ekonomi di Indonesia

Pengaruh Peran Pemerintah

Investasi Pemerintah

Distribusi Pendapatan Rumah tangga pada berbagai Pola

Investasi

Hubungan investasi pemerintah dengan distribusi pendapatan rumah tangga

Implikasi kebijakan

(41)

III. METODE PENELITIAN

3.1 Ruang Lingkup dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada data investasi pemerintah tahun 1996, tahun

1998 dan tahun 2008, serta data tabel SNSE tahun 1995, tahun 1998 dan tahun

2008. Data investasi yang dimaksud adalah realisasi pengeluaran pemerintah baik

pemerintah pusat maupun pemerintah daerah, yang ditujukan untuk Pembentukan

Modal Tetap Bruto.

Data investasi tahun 1996 digunakan untuk mewakili keadaan sebelum

krisis, data tahun 1998 mewakili keadaan pada saat krisis dan data tahun 2008

untuk mewakili kondisi pada saat ini setelah pulih dari krisis. Sedangkan data

SNSE yang dipakai adalah SNSE tahun 1995 untuk mewakili keadaan sebelum

krisis, SNSE tahun 1998 yang mewakili keadaan pada saat krisis dan SNSE tahun

2005 yang mewakili keadaan setelah krisis. Terdapat perbedaan tahun antara data

investasi pemerintah dengan data SNSE. Hal ini tidak menjadi masalah, karena

keterbatasan SNSE membuat kondisi perekonomian yang digambarkan berlaku

selama periode SNSE.

3.2 Jenis dan Sumber Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder sebagai

berikut:

1. Total investasi pemerintah umum tahun 1996, tahun 1998 dan tahun 2008

yang diperoleh dari Sub Direktorat Neraca Pemerintahan dan Badan

(42)

2. Tabel SNSE tahun 1995, tahun 1998 dan tahun 2005 ukuran 37 * 37 yang

diperoleh dari Sub Direktorat Konsolidasi Neraca Pengeluaran, Badan

Pusat Statistik. Tabel SNSE ukuran 37 * 37 tersebut diaggregasi pada

sektor produksinya, sehingga menjadi SNSE ukuran 26*26. Agregasi

dilakukan dengan menggunakan program Microsoft Excel tahun 2007.

Penjelasan lebih lanjut ada di lampiran.

3.3 Metode Analisis

3.3.1 Keseimbangan dalam Sistem Neraca Sosial Ekonomi

SNSE merupakan suatu kerangka data yang berbentuk matrik, terdiri atas

lajur ke samping (baris) yang menunjukkan penerimaan dan lajur ke bawah

(kolom) yang menunjukkan pengeluaran. Empat neraca utama dalam kerangka

SNSE yaitu neraca faktor produksi, neraca institusi, neraca sektor produksi dan

neraca lainnya (rest of the world), masing-masing terletak pada lajur baris dan

kolom.

Kondisi keseimbangan umum dalam perekonomian, digambarkan dalam

SNSE dimana lajur pengeluaran selalu sama dengan lajur penerimaan, karena

pengeluaran di suatu neraca merupakan penerimaan bagi neraca lainnya.

Gambaran ini dapat dilihat pada tabel 2.1 dengan jumlah masing-masing kolom j

(43)

Tabel 3. Kerangka Dasar SNSE

Sumber: Badan Pusat Statistik

Notasi Tij yang merupakan pertemuan antara neraca pada baris dan kolom

tertentu, mempunyai arti tersendiri. Tetapi ada beberapa pertemuan antara neraca

yang tidak mempunyai arti dan dinyatakan dengan 0 (nol). Berikut arti hubungan

pertemuan antara neraca dalam SNSE.

Tabel 4. Arti Hubungan Antar Neraca Dalam Kerangka SNSE

Penerimaan /Pengeluaran

Faktor Produksi Institusi Sektor Produksi Neraca lainnya Total

Faktor Produksi 0 0 Alokasi Nilai

Transfer Institusi 0 Transfer kapital

dari Luar Negeri

Distribusi Pendapatan

Institusi

Sektor Produksi 0 Permintaan Akhir Permintaan Antara

Ekspor Investasi

Total Output

Neraca Lainnya Pendapatan Faktor Produksi ke Luar

Sumber: Badan Pusat Statistik

Notasi Tij pada Tabel 3 menunjukkan transaksi antar neraca baris i dan

neraca kolom j yang berarti matrik transaksi yang diterima oleh neraca baris i dari

(44)

menunjukkan total pengeluaran neraca kolom j. Sesuai dengan gambaran

keseimbangan dalam SNSE, maka setiap Yi akan sama dengan Yj untuk i = j.

Sebagai contoh bisa dilihat pada neraca T13 dan T14. Neraca T13

menunjukkan alokasi nilai tambah sektor produksi ke berbagai faktor produksi,

sedang T14 merupakan pendapatan faktor produksi yang diterima dari luar negeri.

Totalnya Y1 merupakan distribusi pendapatan yang diterima oleh faktor produksi

(distribusi pendapatan faktorial). Kemudian neraca T21 dan T41. Neraca T21

menunjukkan alokasi pendapatan faktor produksi yang diterima oleh rumah

tangga dan institusi lainnya. T41 menunjukkan alokasi pendapatan faktor produksi

ke luar negeri. Total keduanya Y1’ merupakan total pengeluaran faktor produksi.

Total ini, Y1 akan sama dengan Y1’ sesuai dengan ketentuan keseimbangan dalam

SNSE, dimana Yi =Yj untuk i = j. Dan untuk total di atas i = j = 1.

Berdasarkan konsep keseimbangan tersebut, dari tabel 3 dapat

disederhanakan dalam bentuk matematis, dimana jumlah setiap baris harus sama

dengan jumlah kolom.

Neraca penerimaan dalam persamaan

Faktor Produksi : Y1 = T13 + T14

Institusi : Y2 = T21 + T22 + T24

Sektor Produksi : Y3 = T32 + T33 + T34

Eksogen : Y4 = T41 + T42 + T43 + T44 ...(1.1)

Neraca pengeluaran dalam persamaan

Faktor Produksi : Y1’ = T21 + T41

Institusi : Y2’ = T22 + T32 + T42

(45)

Eksogen : Y4’ = T14 + T24 + T34 + T44 ...(1.2)

Persamaan (1.1) di atas dapat ditulis dalam bentuk matriks. Aij yang

merupakan koefisien kecenderungan pengeluaran rata-rata, diperoleh dengan

membagi masing-masing isian dari setiap sel Tij dengan total Yj.

Aij = Tij (Yj’)-1 atau Tij = Aij Yj. ...(2)

dimana

Aij = koefisien kecenderungan pengeluaran rata-rata neraca baris i kolom j

Tij = matrik neraca baris i kolom j

Persamaan (3) di atas jika disusun dalam bentuk matrik akan menjadi

....…………..(4)

dimana

Xi = vektor matrik dari penjumlahan baris dalam sub matrik Ti4 (Ai4 Y4)

untuk i = 1,2,3,4 dengan Xi merupakan himpunan variabel eksogen.

(46)

Y1 = matrik transaksi dalam neraca faktor produksi

Y2 = matrik transaksi dalam neraca institusi

Y3 = matrik transaksi dalam neraca sektor produksi

Y4 = matrik transaksi dalam neraca lainnya.

Aij = matrik koefisien pengeluaran rata-rata (average expenditure propensity).

Xi sebagai variabel eksogen dan Aij merupakan matrik dengan unsur yang

konstan, persamaan (4) dapat ditulis dengan

y

Persamaan (6) di atas dapat ditulis juga dengan

Y = A Y + X

Y – AY = X , karena Y = IY maka IY - AY = X dan

(I - A) Y = X

Perkalian suatu matrik dengan kebalikannya akan sama dengan 1, maka

Y = (I - A)-1 X = M X ...……..(7)

dimana M = (I - A)-1 merupakan pengganda neraca (accounting multiplier).

Persamaan di atas menjelaskan bahwa pendapatan neraca endogen (neraca faktor

produksi, neraca institusi, neraca sektor produksi) akan bertambah sebesar M

(47)

Matrik A dalam persamaan (5) dapat ditulis sebagai berikut

dimana B menunjukkan kecenderungan pengeluaran rata-rata dalam neraca itu

sendiri dan C menunjukkan kecenderungan pengeluaran rata-rata antar neraca.

Berdasarkan persamaan (8), maka persamaan (6) dapat dituliskan dengan

Y = BY + CY + X ...(9)

Persamaan (9) ini dapat dituliskan sebagai

Y = (I – B)-1(CY + X)

= (I –B)-1CY + (I – B)-1X ...(10)

dengan asumsi M1 = (I – B)-1 ada (exist), maka persamaan (10) menjadi

Y = M1CY + M1X ...(11).

Persamaan (11) ini dapat dituliskan sebagai

(48)

Misalkan M3 = (I – C*3)-1 dan M2 = I + C* + C*2, maka persamaan (12)

menjadi Y = M3M2M1 X ...(14)

Persamaan (14) ini merupakan dekomposisi matrik M dalam bentuk

perkalian (multiple) dengan M = M3 M2 M1 dimana

M1 = (I - B)-1

M2 = (I + (I - B)-1 C + (I - B)-1 C (I - B)-1 C)

M3 = (I - (I - B)-1 C (I - B)-1 C (I - B)-1 C)-1

Matrik M dapat juga didekomposisikan dalam bentuk pertambahan

(additive), yaitu M = I + (M1 -I) + (M2 - I) M1 + (M3 - I) M2 M1 dimana

M = Pengganda neraca (accounting multiplier) yang menjelaskan pengaruh

neraca yang diterima oleh neraca endogen akibat perubahan neraca

eksogen.

I = matrik identitas

(M1 - I) = Transfer multiplier (transfer effect) yang menunjukkan pengaruh yang

terjadi pada suatu neraca akibat neraca itu sendiri.

(M2 - I) M1 = Open loop multiplier yang menunjukkan pengaruh yang terjadi

pada suatu neraca akibat neraca yang lain.

(M3 - I) M2 M1 = Closed loop multiplier yang menunjukkan pengaruh yang

terjadi pada suatu neraca akibat neraca yang lain dan kembali ke neraca

semula, begitu seterusnya hingga dampaknya diabaikan.

Penelitian ini menggunakan dekomposisi matrik M dalam bentuk additive,

dan pengganda yang dicari adalah (M2 - I) M1, open loop multiplier. Melalui

(49)

investasi pemerintah, terhadap neraca endogen dalam hal ini distribusi pendapatan

rumah tangga.

3.3.2 Prosedur Penghitungan

Matrik pengganda neraca (accounting multiplier), diperoleh dengan

menggunakan teknik berupa matrik kebalikan (inverse of matrices) dan operasi

matrik berupa penambahan matrik, pengurangan matrik serta perkalian matrik

(multiple of matrices). Adapun langkah-langkah yang dilakukan adalah sebagai

berikut:

1. Melakukan agregasi SNSE ukuran 37 * 37 menjadi SNSE ukuran 26 * 26

untuk tahun 1995, tahun 1998 dan tahun 2008.

2. Mencari matrik open loop multiplier dari masing-masing SNSE ukuran 26

* 26 Tahun 1995, Tahun 1998 dan Tahun 2005.

3. Mencari alokasi investasi (PMTB) pemerintah umum tahun 1996, tahun

1998 dan tahun 2008 yang telah disesuaikan dengan konsep definisi sektor

produksi dalam SNSE.

4. Mencari pengaruh investasi pemerintah tahun 1996, tahun 1998 dan tahun

2008 terhadap distribusi pendapatan rumah tangga tahun 1996, tahun

1998, dan tahun 2008 melalui open loop multiplier masing-masing.

Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, data investasi dan data SNSE

menggunakan tahun yang berbeda. Pengaruh investasi pemerintah tahun 1996

terhadap distribusi pendapatan rumah tangga tahun yang sama, digunakan SNSE

tahun 1995. Pengaruh investasi pemerintah tahun 1998 terhadap distribusi

(50)

Sedangkan pengaruh investasi pemerintah tahun 2008 terhadap distribusi

pendapatan rumah tangga tahun yang sama, digunakan SNSE tahun 2008. Hal ini

terjadi karena keterbatasan dari SNSE itu sendiri, seperti yang telah disebutkan

sebelumnya. Yaitu SNSE mempunyai asumsi yang menyebabkan kondisi

perekonomian Indonesia tetap untuk periode SNSE. Sehingga investasi

pemerintah tahun 1996 bisa dikalikan dengan matrik open loop multiplier dari

SNSE tahun 1995, untuk mengetahui pengaruh investasi terhadap distribusi

(51)

IV. GAMBARAN UMUM

4.1 Gambaran Umum Perekonomian Indonesia

4.1.1 Gambaran Umum Perekonomian Indonesia Periode Sebelum Krisis Tahun 1995

Sebagaimana telah dijelaskan dalam Bab II mengenai Distribusi

Pendapatan Rumah Tangga Dalam SNSE, bahwa SNSE dapat memberikan

gambaran kinerja ekonomi dan sosial suatu negara. Gambaran perekonomian

Indonesia secara umum selama tahun 1995 dapat dilihat melalui SNSE Indonesia

tahun 1995. Pada lampiran 1 tentang SNSE Indonesia ukuran 26*26 tahun 1995 di

lampiran, distribusi pendapatan fungsional atau faktorial dalam SNSE dapat

dilihat bahwa nilai tambah yang diterima oleh faktor produksi tenaga kerja berupa

upah/gaji sebesar 262.359,18 milyar rupiah (jumlah isian baris 1 sampai baris 8

komol 18 sampai 22) dan faktor produksi bukan tenaga kerja berupa sewa

modal/keuntungan sebesar 248.633,45 milyar rupiah (jumlah isian baris 9 kolom

18 sampai baris 22) ditambah balas jasa faktor produksi bukan tenaga kerja dari

luar negeri sebesar 2.913,12 milyar rupiah (isian baris 9 kolom 26).

Distribusi pendapatan ukuran atau institusional dalam SNSE pada

lampiran 1 memperlihatkan bahwa sumber pendapatan rumah tangga atas

kepemilikan faktor produksinya baik upah/gaji maupun sewa modal/keuntungan

sebesar 386.462,93 milyar rupiah (jumlah isian baris 10 sampai baris 15 kolom 1

sampai kolom 9), transfer antar institusi (rumah tangga, perusahaan dan

pemerintah) sebesar 10.330,54 milyar rupiah (jumlah isian baris 10 sampai baris

(52)

(jumlah isian baris 10 sampai baris 15 kolom 26). Balas jasa faktor produksi (baik

tenaga kerja maupun bukan tenaga kerja) yang dimaksud disini adalah pendapatan

rumah tangga atas kepemilikan faktor produksinya (tenaga kerja, modal tanah dan

kekayaan lainnya).

Transfer antar institusi dalam SNSE tahun 1995 diperlihatkan pada baris

10 sampai baris 17 untuk kolom yang sama. Transfer antar rumah tangga

merupakan isian baris 10 sampai 15 kolom yang sama sebesar 1. 847,96 milyar

rupiah, transfer dari perusahaan ke rumah tangga berupa pemberian barang-barang

produksi perusahaan kepada karyawan yang tidak dihitung dalam upah dan gaji,

klaim asuransi, dan lain-lain sebesar 150,15 milyar rupiah (isian baris 10 sampai

baris 15 kolom 16) dan transfer dari pemerintah ke rumah tangga seperti subsidi

kesehatan dan pendidikan sebesar 8.332,42 milyar rupiah (isian baris 10 sampai

baris 15 kolom 17). Sedangkan sumber pendapatan rumah tangga dari luar negeri

misalnya pendapatan tenaga kerja Indonesia yang berada di luar negeri.

Selanjutnya pendapatan rumah tangga tersebut digunakan untuk memenuhi

kebutuhan hidupnya, yaitu untuk mengkonsumsi komoditi yang dihasilkan oleh

sektor produksi sebesar 359.849,40 milyar rupiah (jumlah isian baris 18 sampai

baris 22 kolom 10 sampai kolom 15). Dan sisanya digunakan untuk tabungan

(saving), yang merupakan salah satu sumber investasi nasional yaitu sebesar

37.208,44 milyar rupiah (jumlah isian baris 24 kolom 10 sampai kolom 15).

Sektor produksi sebagai produsen melakukan proses produksi untuk

menghasilkan komoditi guna memenuhi permintaan akhir rumah tangga dan

(53)

selanjutnya akan menciptakan nilai produksi sebagaimana tersebut di atas.

Penjelasan lebih lengkap, bisa dilihat tabel SNSE tahun 1995 ukuran 26 * 26 yang

ada di lampiran 1.

4.1.2 Gambaran Umum Perekonomian Indonesia periode krisis Tahun 1998

Lampiran 2 pada lampiran tentang SNSE Indonesia tahun 1998,

memperlihatkan bahwa pada saat krisis, distribusi pendapatan faktorial atau

fungsional berupa nilai tambah yang diterima oleh faktor produksi tenaga kerja

berupa upah/gaji sebesar 278.315,99 milyar rupiah dan faktor produksi bukan

tenaga kerja berupa sewa modal/keuntungan sebesar 701.446,59 milyar rupiah.

Sedangkan distribusi pendapatan institusional atau ukuran yang berasal

dari balas jasa faktor produksi baik tenaga kerja maupun bukan tenaga kerja

sebesar 621.034,80 milyar rupiah, transfer antar institusi (rumah tangga,

perusahaan dan pemerintah) sebesar 18.402,3 milyar rupiah dan dari luar negeri

sebesar 32.546,85 milyar rupiah. Transfer antar institusi dalam tabel SNSE tahun

1998 agregasi 26*26 terdiri atas transfer antar rumah tangga sebesar 3.388,47

milyar rupiah, transfer dari perusahaan sebesar 270,84 milyar rupiah dan transfer

dari pemerintah sebesar 14.742,99 milyar rupiah.

Distribusi pendapatan ukuran di atas digunakan rumah tangga untuk

mengkonsumsi komoditi yang dihasilkan oleh sektor produksi sebesar 397.057,83

milyar rupiah dan digunakan untuk tabungan (saving) sebesar minus 22.757,72

milyar rupiah. Tabungan yang minus bisa karena digunakan untuk memenuhi

kebutuhan konsumsinya karena krisis. Penjelasan lebih lengkap, bisa dilihat

(54)

4.1.3 Gambaran Umum Perekonomian Indonesia periode pulih dari krisis Tahun 2005

Lampiran 3 menjelaskan tentang SNSE Indonesia tahun 2005 ukuran

26*26, yang memberikan gambaran umum perekonomian Indonesia tahun 2005.

Lampiran tersebut memperlihatkan bahwa distribusi pendapatan faktorial atau

fungsional berupa nilai tambah yang diterima oleh faktor produksi tenaga kerja

berupa upah/gaji sebesar 1.487.377,61 milyar rupiah dan faktor produksi bukan

tenaga kerja berupa sewa modal/keuntungan sebesar 1.346.454,61 milyar rupiah.

Sedangkan distribusi pendapatan institusional atau ukuran yang berasal

dari balas jasa faktor produksi baik tenaga kerja maupun bukan tenaga kerja

sebesar 1.919.977,8 milyar rupiah, transfer antar institusi (rumah tangga,

perusahaan dan pemerintah) sebesar 214.101,92 milyar rupiah dan dari luar negeri

sebesar 57.229 milyar rupiah. Transfer antar institusi dalam tabel SNSE tahun

1998 agregasi 26*26 terdiri atas transfer antar rumah tangga sebesar 10.355,80

milyar rupiah, transfer dari perusahaan sebesar 63.355,12 milyar rupiah dan

transfer dari pemerintah sebesar 140.391 milyar rupiah.

Distribusi pendapatan ukuran di atas digunakan rumah tangga untuk

mengkonsumsi komoditi yang dihasilkan oleh sektor produksi sebesar

1.869.540,95 milyar rupiah, digunakan untuk tabungan (saving) sebesar

186.221,67 milyar rupiah dan transfer ke luar negeri seperti transfer biaya sekolah

anak di luar negeri sebesar 11.700,99 milyar rupiah. Terlihat adanya pengeluaran

rumah tangga untuk ke luar negeri yang pada dua periode sebelumnya tidak ada

(55)

krisis. Penjelasan lebih lengkap ada pada lampiran 3 SNSE tahun 1998 ukuran 26

* 26.

4.2 Matrik Investasi Pemerintah Tahun 1996, Tahun 1998 dan Tahun 2008

Investasi/PMTB Pemerintah yang dimaksud dalam penelitian ini adalah

investasi pemerintah menurut wujud. Investasi pemerintah yang dilihat dari wujud

fisiknya, seperti pembangunan gedung perkantoran, pembuatan jalan raya, dan

perbaikan irigasi. Selanjutnya investasi tersebut dipisah menurut sektor produksi

yang telah disesuaikan dengan konsep dan definisi sektor produksi yang

digunakan dalam SNSE. Misalnya investasi pemerintah berupa pembangunan

irigasi masuk ke sektor 1 (Pertanian Tanaman Pangan, Peternakan, Perikanan,

Industri Makanan). Investasi pemerintah di sektor peternakan berupa pembelian

hewan ternak, di sektor kehutanan berupa perbaikan hutan, sektor kontruksi

berupa bangunan, jalan, jaringan dan tanah, serta sektor industri berupa peralatan,

mesin dan output lainnya (seperti pembelian buku perpustakaan, barang-barang

museum, dan lain-lain). Berikut tabel investasi pemerintah menurut wujud dan

(56)

Tabel 5. Investasi Pemerintah Menurut Sektor Produksi Tahun 1996, Tahun 1998 dan Tahun 2008 (Juta Rp)

Sektor Produksi *)

Investasi Pemerintah

Tahun 1996 Tahun 1998 Tahun 2008

Nilai

1 2,989,046.10 10.31 4,480,659.98 10.90 2,801,573.77 1.94

2 423,113.60 1.46 659,759.86 1.60 2,187,780.86 1.51

3 5,627,323.89 19.42 9,574,875.33 23.29 7,992,052.48 5.53

4 8,815,633.89 30.42 14,432,003.53 35.10 44,951,481.16 31.10

5 11,126,442.54 38.39 11,964,858.09 29.10 86,625,117.41 59.92

Total 28,981,560.00 100.00 41,112,156.79 100.00 144,558,005.67 100.00

Sumber: Hasil Olahan *) Keterangan sektor produksi:

1. Pertanian Tanaman Pangan, Peternakan, Perikanan, Industri Makanan. 2. Pertanian Tanaman Lainnya, Kehutanan dan Perburuan.

3. Pertambangan, Industri Pengolahan kecuali Makanan, Listrik, Gas dan Air Minum.

4. Perdagangan, Restoran & Perhotelan, Pengangkutan & Komunikasi, Jasa Perseorangan dan Rumah Tangga. 5. Lembaga Keuangan, Real Estate, Pemerintah, Jasa Sosial dan Kebudayaan, Jasa Hiburan.

Kondisi sebelum krisis tahun 1996, pemerintah mengalokasikan investasi

tertinggi di sektor 5 yaitu sebesar 11.126.442,54 juta rupiah atau 38,39 persen dari

total investasi. Sedangkan alokasi investasi terendah ada di sektor 2, yaitu sebesar

423.113,60 juta rupiah atau 1,46 persen dari total investasi. Pada kondisi krisis

tahun 1998, alokasi investasi pemerintah yang tertinggi ada di sektor 4, yaitu

14.432.003,53 juta rupiah atau 35,10 persen dari totalnya, dan alokasi terendah

ada di sektor 2 yaitu sebesar 659.759,86 juta rupiah atau 1,60 persen dari total

investasi.

Secara persentase, terlihat perubahan persentase investasi terbesar pada

tahun 1996 dan tahun 1998. Investasi yang dialokasikan pada tahun 1996 lebih

diprioritaskan di sektor 5, sedangkan pada tahun 1998 prioritas investasi

pemerintah berada di sektor 4. Hal ini menunjukkan bahwa pemerintah dalam

mengalokasikan investasinya lebih memprioritaskan pada masalah yang

(57)

misalnya jalan, jembatan, jaringan komunikasi, penyediaan pembangkit tenaga

listrik, listrik pedesaan, sumber air bersih, fasilitas pendidikan, kesehatan, serta

pembangunan sarana di bidang pertanian. Kondisi krisis keuangan yang

berkembang menjadi krisis ekonomi pada saat itu banyak menyebabkan kerusakan

infrastruktur yang mempunyai peran yang cukup penting dalam perkembangan

perekonomian suatu negara. Semakin baik dan lengkap infrastrukturnya, maka

akan semakin baik dalam menunjang perkembangan dunia usaha khususnya

produktivitasnya. Pada akhirnya akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi yang

menunjukkan keberhasilan pembangunan suatu negara. Sehingga investasi yang

berhubungan dengan publik khususnya pembangunan infrastruktur merupakan hal

yang diutamakan pada saat krisis, dibandingkan sektor lain. Tetapi secara nilai,

investasi pemerintah tahun 1998 di sektor 5 mengalami kenaikan dibandingkan

tahun 1996, bahkan semua sektor mengalami peningkatan nilai investasi

dibandingkan tahun 1996.

Setelah sebelas tahun lebih krisis berlalu yaitu tahun 2008, alokasi

investasi pemerintah tertinggi kembali terjadi di sektor 5 sebesar 86.625.117,41

juta rupiah atau 59,92 persen dari total investasi. Bahkan lebih dari setengah total

investasi pemerintah dialokasikan di sektor ini, yaitu sebesar 59,92 persen.

Investasi pemerintah di sektor 1 sampai 4, secara persentase mengalami

penurunan dibandingkan tahun 1998 dengan alokasi terendah tetap di sektor 2

yaitu sebesar 2.187.780,86 juta rupiah atau 1,51 persen dari total investasi.

Perubahan persentase investasi pemerintah selama tiga periode menurut sektor

(58)

Persentase

Sumber: Tabel 5 Tahun

Keterangan: Sektor 1 Sektor 2 Sektor 3

Sektor 4 Sektor 5

Gambar 3. Perubahan Persentase Investasi Pemerintah Menurut Sektor Tahun 1996, Tahun 1998 Dan Tahun 2008.

Secara persentase terlihat sektor 5 kembali mendapat prioritas utama

dalam investasi pemerintah, sedangkan alokasi di empat sektor lainnya mengalami

penurunan. Bahkan sektor 1 dan 3 mengalami penurunan alokasi investasi yang

cukup tajam baik secara nilai maupun persentasenya. Hal ini menunjukkan bahwa

prioritas investasi pemerintah sudah mulai berubah ke sektor yang tidak

berhubungan dengan publik, tetapi lebih ke sektor yang dapat menunjang

pertumbuhan ekonomi dengan cepat. Kondisi perekonomian yang jauh lebih stabil

dibandingkan pada saat krisis, merupakan lahan subur bagi tumbuhnya dunia

usaha khususnya keuangan dan jasa-jasa. Hal yang wajar jika alokasi investasi

pemerintah yang terbesar ada di sektor 5. Tetapi walaupun prioritas investasi

pemerintah ada di sektor 5, secara nilai investasi pemerintah di sektor 2 dan 4

mengalami peningkatan. Hal ini juga menunjukkan bahwa pemerintah juga

0.00 10.00 20.00 30.00 40.00 50.00 60.00 70.00

(59)

melakukan investasi di sektor yang berhubungan dengan publik, walaupun dengan

(60)

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Pengaruh Investasi Pemerintah Tahun 1996 terhadap Distribusi Pendapatan Rumah Tangga

Tabel 6 berikut menunjukkan besar pendapatan, jumlah penduduk, dan

pendapatan perkapita menurut golongan rumah tangga tahun 1996. Alokasi

investasi pemerintah tahun 1996 sebagaimana tertera pada Tabel 5, telah

mempengaruhi distribusi pendapatan rumah tangga seperti pada Tabel 6 berikut.

Tabel 6. Jumlah Penduduk, Besar Pendapatan, Persentase Pendapatan terhadap Total dan Pendapatan Perkapita menurut Golongan Rumah Tangga Tahun 1996

Golongan Rumah Tangga

Rumah tangga pertanian – buruh

20,794,316 572,239.77 2.58 27,519.05 Rumah tangga pertanian –

pengusaha 57,484,287 2,991,291.54 13.47 52,036.68 Rumah tangga gol. Rendah di

desa 37,799,400 3,233,363.09 14.55 85,540.06

Rumah tangga gol. Atas di

desa 15,267,947 3,119,799.33 14.04 204,336.53

Rumah tangga gol. Rendah di

kota 44,032,235 5,542,432.98 24.95 125,872.17

Rumah tangga gol. Atas di

kota 19,376,621 6,755,895.22 30.41 348,662.20

Total 194,754,806 22,215,021.93 100 114,066.62

Sumber: Hasil Olahan

*) Keterangan: Jumlah penduduk pada SNSE tahun 1995 sesuai dengan keterbatasan

Tabel 6 menunjukkan bahwa pendapatan paling kecil yang dipengaruhi

oleh investasi pemerintah tahun 1996, diterima oleh golongan rumah tangga

pertanian yang bekerja sebagai buruh, yaitu sebesar 572.239,22 juta rupiah dengan

persentase terhadap total sebesar 2,58 persen. Rumah tangga ini juga memiliki

(61)

rumah tangga lainnya. Bahkan pendapatan perkapita mereka jauh lebih kecil

daripada pendapatan perkapita nasional, yaitu hanya sebesar 27.519,05 rupiah.

Golongan rumah tangga lain yang mempunyai pendapatan perkapita dibawah

pendapatan perkapita nasional adalah golongan rumah tangga pertanian sebagai

pengusaha dan rumah tangga golongan rendah di pedesaan.

Ketiga golongan rumah tangga dengan pendapatan perkapita dibawah

pendapatan perkapita nasional, merupakan rumah tangga yang bidang pekerjaan

utamanya di sektor pertanian dan sektor yang padat karya. Termasuk dalam

golongan ini adalah rumah tangga pertanian baik yang bekerja sebagai buruh

maupun pengusaha, rumah tangga yang bekerja sebagai pekerja golongan rendah,

seperti pedagang keliling, pedagang kaki lima, supir, pekerja kasar, dan lain-lain.

Biasanya pekerja golongan rendah ini mempunyai skill (keahlian) yang rendah

dan kepemilikan faktor produksi yang kecil, sehingga pendapatan yang diterima

juga cenderung kecil.

Pendapatan paling besar diterima oleh rumah tangga golongan atas di kota

yaitu sebesar 6.755.895,22 juta rupiah dengan persentase terhadap total sebesar

30,41 persen. Rumah tangga ini juga memiliki pendapatan perkapita paling besar

dibandingkan yang lain, yaitu sebesar 348.662,20 rupiah. Selain rumah tangga

golongan atas di kota, rumah tangga golongan atas di pedesaan juga memiliki

pendapatan perkapita di atas pendapatan perkapita nasional. Sedangkan rumah

tangga golongan rendah di kota memiliki pendapatan perkapita yang hampir sama

Gambar

Tabel 1.  PDB dan Laju Pertumbuhannya per Tahun: 1969-1990 Atas Dasar
Tabel 2. Perbandingan Pendapatan Disposibel Antar Rumah Tangga Selama Tahun 1975 – 1998
Gambar 1. Diagram antar Sub Sistem
Gambar 2. Kerangka Pemikiran
+7

Referensi

Dokumen terkait

Besaran perubahan produktivitas tenaga kerja di masing-masing sektor sebagai akibat dari peningkatan investasi sumberdaya manusia sebesar 20 persen yang ditampilkan pada Tabel 9

Novalina: Pengaruh kebijakan utang terhadap akitvitas investasi perusahaan manufaktur di bursa…, 2005... Novalina: Pengaruh kebijakan utang terhadap

Besaran perubahan produktivitas tenaga kerja di masing-masing sektor sebagai akibat dari peningkatan investasi sumberdaya manusia sebesar 20 persen yang ditampilkan pada Tabel 9

Dengan menggunakan data penelitian Patanas Jawa Timur yang dilakukan oleh Pusat Penelitian Agro Ekonomi pada tahun 1987/1988, tulisan ini mencoba mengungkapkan struk- tur

ABSTRAK ANALISIS PENGARUH TINGKAT KONSUMSI RUMAH TANGGA DAN TINGKAT INVESTASI TERHADAP PERTUMBUHAN PENDAPATANASLIDAERAH Studi pada Pemerintah Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa

Kebijakan lain yang juga menghasilkan persentase pendapatan lebih besar dibandingkan kebijakan lainnya adalah peningkatan investasi pada industri prioritas (SK10) dan

positif menunjukkan bahwa pendapatan perkapita mempunyai hubungan yang searah dengan konsumsi rumah tangga. Variabel investasi, nilai t probabilitas 0,065 lebih besar

TESIS PENGARUH UTANG PEMERINTAH DAN SUKU BUNGA BANK INDONESIA TERHADAP INFLASI DI INDONESIA TAHUN 2005-2014 RIZKY AMELIA DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN xiv.. TESIS PENGARUH