• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis pengaruh otonomi daerah terhadap pertumbuhan investasi di provinsi Jawa Barat

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis pengaruh otonomi daerah terhadap pertumbuhan investasi di provinsi Jawa Barat"

Copied!
168
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS PENGARUH OTONOMI DAERAH

TERHADAP PERTUMBUHAN INVESTASI

DI PROVINSI JAWA BARAT

OLEH ADI FERDIYAN

H14101050

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

RINGKASAN

ADI FERDIYAN. Analisis Pengaruh Otonomi Daerah Terhadap Pertumbuhan Investasi di Provinsi Jawa Barat (dibimbing oleh WIWIEK RINDAYANTI).

Pemberlakuan UU No. 22 Tahun 1999 dan UU No. 25 Tahun 1999 pada tanggal 1 Januari 2000 menjadi angin segar bagi terbentuknya sebuah pemerintahan baru yang diharapkan bisa lebih berkonsentrasi pada tiap-tiap daerah untuk membangun daerahnya masing-masing. Banyak implementasi yang telah dirasakan dalam rangka merealisasikan UU tersebut, salah satu diantaranya adalah dengan melakukan pemekaran wilayah sebagaimana yang telah dilakukan beberapa provinsi di Indonesia. Hal ini dilakukan sebagai upaya untuk dapat menaikkan PAD wilayah tersebut tanpa atau dengan sedikitnya bantuan dana dari pemerintah pusat. Situasi ini terjadi dikarenakan perubahan paradigma yang mengharuskan masing-masing wilayah untuk berupaya sendiri dalam memenuhi kebutuhan melakukan pembangunan di wilayahnya.

Salah satu hal yang bisa dilakukan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan melakukan pembangunan di suatu wilayah adalah dengan mengupayakan agar investasi dapat masuk ke wilayah tersebut. Masuknya investasi ke dalam suatu daerah bergantung pada iklim dan kebijakan investasi yang berlaku di daerah tersebut. Dengan diberlakukannya otonomi daerah membuat setiap daerah memiliki kebebasan untuk membuat kebijakannya sendiri dalam mengatur investasinya.

Penelitian ini menganalisis pengaruh otonomi daerah terhadap pertumbuhan investasi di Provinsi Jawa Barat. Metode yang digunakan adalah metode Shift Share dan Ordinary Least Square (OLS) dengan data tahunan periode sebelum otonomi daerah (1995-2000) dan periode masa otonomi daerah (2001-2004).

Tujuan penelitian ini adalah mengidentifikasi pertumbuhan investasi yang terjadi pada sektor-sektor perekonomian di Jawa barat sebelum otonomi daerah dan pada masa otonomi daerah. Selain itu, penelitian ini dilakukan untuk mengidentifikasi pertumbuhan investasi Jawa Barat dibandingkan Indonesia pada masa sebelum otonomi daerah dan pada masa otonomi daerah. Selanjutnya, penelitian ini juga dilakukan untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi masuknya investasi di Jawa Barat.

(3)

pertumbuhan investasi Indonesia pada kurun waktu yang sama yaitu 1995-2000. Pada saat otonomi daerah tahun 2001 sampai 2005, pertumbuhan investasi tiap tahunnya di Jawa Barat lebih baik dibandingkan dengan pertumbuhan investasi yang terjadi di Indonesia.

Berdasarkan hasil analisis regresi, faktor-faktor yang berpengaruh terhadap investasi PMDN di Jawa Barat adalah dummy otonomi daerah, PMDN Jawa Barat tahun sebelumnya dan tingkat inflasi Jawa Barat. Otonomi daerah dan PMDN Jawa Barat tahun sebelumnya berpengaruh positif, sedangkan tingkat inflasi berpengaruh negatif terhadap PMDN Jawa Barat. Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap investasi PMA Jawa Barat adalah dummy otonomi daerah dan PDRB (Pendapatan Domestik Regional Bruto). Otonomi Daerah dan PDRB berpengaruh positif terhadap PMA Jawa Barat. Otonomi daerah mendorong kepercayaan para investor akan adanya peningkatan kualitas pelayanan dan kemudahan dalam pengurusan perizinan menanam modal.

(4)

ANALISIS PENGARUH OTONOMI DAERAH

TERHADAP PERTUMBUHAN INVESTASI

DI PROVINSI JAWA BARAT

Oleh ADI FERDIYAN

H14101050

Skripsi

(5)

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2006

INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI

Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang disusun oleh,

Nama : Adi Ferdiyan

Nomor Registrasi Pokok : H14101050 Program Studi : Ilmu Ekonomi

Judul Skripsi : Analisis Pengaruh Otonomi Daerah Terhadap Pertumbuhan Investasi di Provinsi Jawa Barat

Dapat diterima sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.

Menyetujui, Dosen Pembimbing

Ir. Wiwiek Rindayanti, M.Si NIP.131 653 137

Mengetahui,

Ketua Departemen Ilmu Ekonomi

Dr. Ir. Rina Oktaviani, MS NIP. 131 846 872

(6)

PERNYATAAN

DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI ADALAH BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIGUNAKAN SEBAGAI SKRIPSI ATAU KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN.

Bogor, Agustus 2006

(7)

RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama Adi Ferdiyan lahir pada tanggal 05 Desember 1982 di Jakarta. Penulis merupakan anak kedua dari tiga bersaudara pasangan ayahanda Yan Ismet dan Ibunda Tinny Feptini. Jenjang pendidikan penulis dilalui dari TK, SD dan SLTP Islam Al Azhar Jakapermai lulus tahun 1998. Pada tahun yang sama penulis diterima di SMUN 103 Jakarta Timur dan lulus pada tahun 2001.

(8)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillaahirobbil’alamiin. Puji syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Judul skripsi ini adalah “Analisis Pengaruh Otonomi Daerah Terhadap Pertumbuhan Investasi di Provinsi Jawa Barat”. Penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan topik ini karena begitu besarnya peran investasi dalam mempengaruhi pembangunan di suatu wilayah. Skripsi ini juga merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.

Harapan penulis adalah agar skripsi ini dapat diterima oleh semua pihak dan dapat bermanfaat baik bagi diri penulis dan juga bagi pihak-pihak lain yang membutuhkan.

Ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya penulis tujukan kepada:

1. Ibu Ir. Wiwiek Rindayanti M.Si sebagai dosen pembimbing yang dengan sabar telah memberikan bimbingan secara teknis dan teoritis dalam pembuatan skripsi ini hingga dapat diselesaikan secara baik.

2. Bapak Alla Asmara S.Pt, M.Si, yang telah menguji hasil karya ini. Semua saran dan kritikan beliau merupakan hal yang sangat berharga dalam penyempurnaan skripsi ini.

3. Ibu Fifi Diana Thamrin SP, M.Si, terutama atas perbaikan tata cara penulisan skripsi ini.

4. Orang tua penulis, yaitu Bapak Yan Ismet dan Ibu Tinny Feptini serta saudara kandung penulis, Arif Dermawan Isnandar dan Andry Firmansyah atas dukungan yang selama ini diberikan.

(9)

6. Bapak Drs. Hanz Rizali selaku Staf Bidang Penanaman Modal di BPPMD Jawa Barat atas bantuan dan masukkannya dalam penyempurnaan hasil karya ini.

7. Bapak-Bapak dan Ibu-Ibu yang berada di kantor Fakultas Ekonomi dan Manajemen, dan kantor Departemen Ilmu Ekonomi atas bantuan dalam hal surat menyurat untuk keperluan penyelesaian skripsi ini.

8. Kakak-kakak IE angkatan 37 atas semangat dan dorongan yang diberikan untuk memotivasi penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

9. Rekan-rekan IE angkatan 38 (Surya, Nifar, Kiesmantoro, Astuti, Arina, Sally, Elin, Yula, Witri, Andros, Erna, Iwan). Terima kasih karena telah menunjukkan arti persahabatan yang sebenarnya.

10. Rekan-rekan IE angkatan 39 (Nurina, Rini, Ionk, Tasya, Wirda, Lia, Tamic, Fickry, Imam, Iqbal, Ruth, Selda, Nilam, Rudi). Terima kasih atas dorongan semangat dan motivasi yang diberikan dalam setiap langkah kita bersama.

11. Adik-adik IE angkatan 40 khususnya Dian Karina Apriani atas semangat dan doanya yang telah diberikan hingga skripsi ini dapat terselesaikan. 12. Semua pihak yang telah mendukung penulis baik moril maupun materil

yang tidak sempat disebutkan namanya hingga terselesaikannya skripsi ini. Terima kasih.

Bogor, Agustus 2006

(10)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... iv

DAFTAR GAMBAR ... v

DAFTAR LAMPIRAN ... vi

I. PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 7

1.3 Tujuan ... 12

1.4 Manfaat Penelitian ... 12

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN ... 13

2.1 Konsep Otonomi Daerah ... 13

2.2 Konsep Investasi ... 15

2.2.1 Pengertian Investasi ... 15

2.2.2 Peran Investasi ... 17

2.2.3 Investasi Asing ... 19

2.2.4 Investasi Dalam Negeri ... 21

2.2.5 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Investasi ... 21

2.3 Kerangka Pemikiran Teoritis ... ... 26

2.3.1 Analisis Shift Share ... ... 26

2.3.2 Analisis Regresi Berganda ... 30

2.4 Penelitian Terdahulu ... 32

2.5 Hipotesis Penelitian ... 36

2.6 Kerangka Pemikiran Operasional ... 37

(11)

ANALISIS PENGARUH OTONOMI DAERAH

TERHADAP PERTUMBUHAN INVESTASI

DI PROVINSI JAWA BARAT

OLEH ADI FERDIYAN

H14101050

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(12)

RINGKASAN

ADI FERDIYAN. Analisis Pengaruh Otonomi Daerah Terhadap Pertumbuhan Investasi di Provinsi Jawa Barat (dibimbing oleh WIWIEK RINDAYANTI).

Pemberlakuan UU No. 22 Tahun 1999 dan UU No. 25 Tahun 1999 pada tanggal 1 Januari 2000 menjadi angin segar bagi terbentuknya sebuah pemerintahan baru yang diharapkan bisa lebih berkonsentrasi pada tiap-tiap daerah untuk membangun daerahnya masing-masing. Banyak implementasi yang telah dirasakan dalam rangka merealisasikan UU tersebut, salah satu diantaranya adalah dengan melakukan pemekaran wilayah sebagaimana yang telah dilakukan beberapa provinsi di Indonesia. Hal ini dilakukan sebagai upaya untuk dapat menaikkan PAD wilayah tersebut tanpa atau dengan sedikitnya bantuan dana dari pemerintah pusat. Situasi ini terjadi dikarenakan perubahan paradigma yang mengharuskan masing-masing wilayah untuk berupaya sendiri dalam memenuhi kebutuhan melakukan pembangunan di wilayahnya.

Salah satu hal yang bisa dilakukan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan melakukan pembangunan di suatu wilayah adalah dengan mengupayakan agar investasi dapat masuk ke wilayah tersebut. Masuknya investasi ke dalam suatu daerah bergantung pada iklim dan kebijakan investasi yang berlaku di daerah tersebut. Dengan diberlakukannya otonomi daerah membuat setiap daerah memiliki kebebasan untuk membuat kebijakannya sendiri dalam mengatur investasinya.

Penelitian ini menganalisis pengaruh otonomi daerah terhadap pertumbuhan investasi di Provinsi Jawa Barat. Metode yang digunakan adalah metode Shift Share dan Ordinary Least Square (OLS) dengan data tahunan periode sebelum otonomi daerah (1995-2000) dan periode masa otonomi daerah (2001-2004).

Tujuan penelitian ini adalah mengidentifikasi pertumbuhan investasi yang terjadi pada sektor-sektor perekonomian di Jawa barat sebelum otonomi daerah dan pada masa otonomi daerah. Selain itu, penelitian ini dilakukan untuk mengidentifikasi pertumbuhan investasi Jawa Barat dibandingkan Indonesia pada masa sebelum otonomi daerah dan pada masa otonomi daerah. Selanjutnya, penelitian ini juga dilakukan untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi masuknya investasi di Jawa Barat.

(13)

pertumbuhan investasi Indonesia pada kurun waktu yang sama yaitu 1995-2000. Pada saat otonomi daerah tahun 2001 sampai 2005, pertumbuhan investasi tiap tahunnya di Jawa Barat lebih baik dibandingkan dengan pertumbuhan investasi yang terjadi di Indonesia.

Berdasarkan hasil analisis regresi, faktor-faktor yang berpengaruh terhadap investasi PMDN di Jawa Barat adalah dummy otonomi daerah, PMDN Jawa Barat tahun sebelumnya dan tingkat inflasi Jawa Barat. Otonomi daerah dan PMDN Jawa Barat tahun sebelumnya berpengaruh positif, sedangkan tingkat inflasi berpengaruh negatif terhadap PMDN Jawa Barat. Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap investasi PMA Jawa Barat adalah dummy otonomi daerah dan PDRB (Pendapatan Domestik Regional Bruto). Otonomi Daerah dan PDRB berpengaruh positif terhadap PMA Jawa Barat. Otonomi daerah mendorong kepercayaan para investor akan adanya peningkatan kualitas pelayanan dan kemudahan dalam pengurusan perizinan menanam modal.

(14)

ANALISIS PENGARUH OTONOMI DAERAH

TERHADAP PERTUMBUHAN INVESTASI

DI PROVINSI JAWA BARAT

Oleh ADI FERDIYAN

H14101050

Skripsi

(15)

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2006

INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI

Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang disusun oleh,

Nama : Adi Ferdiyan

Nomor Registrasi Pokok : H14101050 Program Studi : Ilmu Ekonomi

Judul Skripsi : Analisis Pengaruh Otonomi Daerah Terhadap Pertumbuhan Investasi di Provinsi Jawa Barat

Dapat diterima sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.

Menyetujui, Dosen Pembimbing

Ir. Wiwiek Rindayanti, M.Si NIP.131 653 137

Mengetahui,

Ketua Departemen Ilmu Ekonomi

Dr. Ir. Rina Oktaviani, MS NIP. 131 846 872

(16)

PERNYATAAN

DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI ADALAH BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIGUNAKAN SEBAGAI SKRIPSI ATAU KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN.

Bogor, Agustus 2006

(17)

RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama Adi Ferdiyan lahir pada tanggal 05 Desember 1982 di Jakarta. Penulis merupakan anak kedua dari tiga bersaudara pasangan ayahanda Yan Ismet dan Ibunda Tinny Feptini. Jenjang pendidikan penulis dilalui dari TK, SD dan SLTP Islam Al Azhar Jakapermai lulus tahun 1998. Pada tahun yang sama penulis diterima di SMUN 103 Jakarta Timur dan lulus pada tahun 2001.

(18)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillaahirobbil’alamiin. Puji syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Judul skripsi ini adalah “Analisis Pengaruh Otonomi Daerah Terhadap Pertumbuhan Investasi di Provinsi Jawa Barat”. Penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan topik ini karena begitu besarnya peran investasi dalam mempengaruhi pembangunan di suatu wilayah. Skripsi ini juga merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.

Harapan penulis adalah agar skripsi ini dapat diterima oleh semua pihak dan dapat bermanfaat baik bagi diri penulis dan juga bagi pihak-pihak lain yang membutuhkan.

Ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya penulis tujukan kepada:

1. Ibu Ir. Wiwiek Rindayanti M.Si sebagai dosen pembimbing yang dengan sabar telah memberikan bimbingan secara teknis dan teoritis dalam pembuatan skripsi ini hingga dapat diselesaikan secara baik.

2. Bapak Alla Asmara S.Pt, M.Si, yang telah menguji hasil karya ini. Semua saran dan kritikan beliau merupakan hal yang sangat berharga dalam penyempurnaan skripsi ini.

3. Ibu Fifi Diana Thamrin SP, M.Si, terutama atas perbaikan tata cara penulisan skripsi ini.

4. Orang tua penulis, yaitu Bapak Yan Ismet dan Ibu Tinny Feptini serta saudara kandung penulis, Arif Dermawan Isnandar dan Andry Firmansyah atas dukungan yang selama ini diberikan.

(19)

6. Bapak Drs. Hanz Rizali selaku Staf Bidang Penanaman Modal di BPPMD Jawa Barat atas bantuan dan masukkannya dalam penyempurnaan hasil karya ini.

7. Bapak-Bapak dan Ibu-Ibu yang berada di kantor Fakultas Ekonomi dan Manajemen, dan kantor Departemen Ilmu Ekonomi atas bantuan dalam hal surat menyurat untuk keperluan penyelesaian skripsi ini.

8. Kakak-kakak IE angkatan 37 atas semangat dan dorongan yang diberikan untuk memotivasi penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

9. Rekan-rekan IE angkatan 38 (Surya, Nifar, Kiesmantoro, Astuti, Arina, Sally, Elin, Yula, Witri, Andros, Erna, Iwan). Terima kasih karena telah menunjukkan arti persahabatan yang sebenarnya.

10. Rekan-rekan IE angkatan 39 (Nurina, Rini, Ionk, Tasya, Wirda, Lia, Tamic, Fickry, Imam, Iqbal, Ruth, Selda, Nilam, Rudi). Terima kasih atas dorongan semangat dan motivasi yang diberikan dalam setiap langkah kita bersama.

11. Adik-adik IE angkatan 40 khususnya Dian Karina Apriani atas semangat dan doanya yang telah diberikan hingga skripsi ini dapat terselesaikan. 12. Semua pihak yang telah mendukung penulis baik moril maupun materil

yang tidak sempat disebutkan namanya hingga terselesaikannya skripsi ini. Terima kasih.

Bogor, Agustus 2006

(20)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... iv

DAFTAR GAMBAR ... v

DAFTAR LAMPIRAN ... vi

I. PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 7

1.3 Tujuan ... 12

1.4 Manfaat Penelitian ... 12

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN ... 13

2.1 Konsep Otonomi Daerah ... 13

2.2 Konsep Investasi ... 15

2.2.1 Pengertian Investasi ... 15

2.2.2 Peran Investasi ... 17

2.2.3 Investasi Asing ... 19

2.2.4 Investasi Dalam Negeri ... 21

2.2.5 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Investasi ... 21

2.3 Kerangka Pemikiran Teoritis ... ... 26

2.3.1 Analisis Shift Share ... ... 26

2.3.2 Analisis Regresi Berganda ... 30

2.4 Penelitian Terdahulu ... 32

2.5 Hipotesis Penelitian ... 36

2.6 Kerangka Pemikiran Operasional ... 37

(21)

3.1 Letak Geografi . ... 40

4.3.1.1 Analisis Investasi Provinsi dan Investasi Nasional ... 48

4.3.1.2 Rasio Investasi Provinsi dan Nasional ... 48

4.3.1.3 Analisis Komponen Pertumbuhan Wilayah .. ... 50

4.3.1.4 Analisis Profil dan Pergeseran Bersih ... 53

4.3.2 Analisis Regresi Berganda ... 57

4.3.2.1 Model Analisis ... 57

4.3.2.2 Koefisien Determinasi (R2) dan AdjustedR2 .. ... 59

4.3.2.3 Pengujian untuk Masing-Masing Parameter Regresi ... 60

4.3.2.4 Pengujian terhadap Model Penduga ... 61

4.3.2.5 Permasalahan OLS ... 63

V. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 67

5.1 Analisis Pertumbuhan Investasi Sektor-Sektor Ekonomi Jawa Barat Sebelum dan Masa Otonomi Daerah ... 67

5.1.1 Analisis Pertumbuhan Sektor-Sektor Perekonomian . .... 67

5.1.2 Rasio Investasi Provinsi Jawa Barat dan Investasi Nasional (Nilai Ra, Ri dan ri) . ... 70

5.1.3 Analisis Komponen Pertumbuhan Wilayah . ... 76

(22)

Jawa Barat ... 92 5.2.1 Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi PMDN

di Jawa Barat ... 93 5.2.2 Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi PMA

(23)

DAFTAR TABEL

Nomor halaman

Tabel 1.1 Rencana Proyek Modal Asing dan Dalam Negeri Provinsi

Jawa Barat yang Telah disetujui Pemerintah ... .... 5 Tabel 1.2 Rencana Nilai Investasi PMA dan PMDN Provinsi Jawa

Barat Yang Telah Disetujui Pemerintah ... 6 Tabel 2.1 Beberapa Versi Undang-Undang Daerah Otonom di

Indonesia ... 15 Tabel 3.1 Laju Pertumbuhan Ekonomi Jawa Barat Tahun

1993-2003. ... 44 Tabel 3.2 PDRB Sektoral Provinsi Jawa Barat 1994-2003... 44 Tabel 3.3 Nilai Investasi PMDN dan PMA di Jawa Barat

Tahun 1994-2003. ... 45 Tabel 5.1 Perubahan Investasi PMDN Provinsi Jawa Barat ... 68 Tabel 5.2 Perubahan Investasi PMA Provinsi Jawa Barat ... 69 Tabel 5.3 Nilai Ra, Ri dan ri ... 73 Tabel 5.4 Komponen Pertumbuhan Investasi Nasional Provinsi

Jawa Barat . ... 77 Tabel 5.5 Komponen Pertumbuhan Proporsional Investasi Provinsi

Jawa Barat . ... 81 Tabel 5.6 Komponen Pertumbuhan Pangsa Wilayah Investasi

Provinsi Jawa Barat ... 83 Tabel 5.7 Pergeseran Bersih Investasi Sektor-Sektor Perekonomian

(24)

DAFTAR GAMBAR

Nomor halaman

Gambar 2.1 Investasi, Perpotongan Keynesian dan Kurva IS ... 18 Gambar 2.2 Tingkat Bunga dan Tingkat Investasi ... 23 Gambar 2.3 Investasi Terpengaruh ... 24 Gambar 2.4 Model Analisis Shift Share ... ... 29 Gambar 2.5 Kerangka Pemikiran Penelitian ... 38 Gambar 4.1 Profil Pertumbuhan ... 54 Gambar 5.1 Profil Pertumbuhan Jumlah Proyek PMDN Provinsi

Jawa Barat ... 85 Gambar 5.2 Profil Pertumbuhan Nilai Investasi PMDN Provinsi

Jawa Barat ... 86 Gambar 5.3 Profil Pertumbuhan Jumlah Proyek PMA Provinsi

Jawa Barat ... 88 Gambar 5.4 Profil Pertumbuhan Nilai Investasi PMA Provinsi

Jawa Barat ... 89

(25)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor halaman

(26)

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Tujuan dari suatu daerah untuk melakukan pembangunan adalah untuk mencapai pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan berkesinambungan. Pada dasarnya pembangunan dapat dikatakan sebagai suatu proses perubahan yang membuat sebuah keadaan di masa sekarang diharapkan akan menjadi lebih baik di masa yang akan datang. Perbaikan yang diharapkan adalah berupa peningkatan kualitas hidup masyarakat yang berada di daerah tersebut. Hal ini bisa diartikan juga bahwa pembangunan adalah sarana untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakat.

(27)

Menurut Elmi (2002), terdapat tiga kecenderungan yang terjadi dalam kondisi pemerintahan sentralistis, yaitu:

(1) kesenjangan fiskal antara pemerintah pusat dan daerah begitu besar,

(2) tingkat ketergantungan pemerintah daerah kepada pemerintah pusat yang tinggi,

(3) minimnya kreatifitas dan inovasi pemerintah dan masyarakat daerah karena selalu menunggu arahan dan kebijakan yang dibuat oleh pemerintah pusat.

Kondisi di atas memperlihatkan bahwa sistem pemerintahan yang diterapkan tidak lagi cukup efektif untuk diterapkan pada masyarakat saat ini. Pada masa sekarang, setiap orang berkembang menjadi individu-individu atau kelompok-kelompok yang lebih kompleks, diiringi dengan semakin kompleksnya persoalan yang dihadapi baik itu politik maupun sosial-ekonomi. Kondisi seperti ini menyebabkan perlunya strategi kebijakan baru yang diharapkan dapat menyelesaikan persoalan-persoalan yang ada. Penyelesaian permasalahan tersebut dilakukan dengan adanya pergeseran paradigma dari sentralistik menjadi desentralistik sehingga diharapkan dapat terciptanya proses pengambilan keputusan pembangunan di daerah yang lebih demokratis sesuai dengan kebutuhan dan persoalan di setiap daerah.

(28)

pemerintah pusat untuk tidak lagi ikut campur tangan secara penuh pada daerah-daerah meskipun masih ada juga campur tangan pemerintah dalam urusan dana bantuan yang diserahkan kepada masing-masing daerah. Hanya saja dalam hal ini pemerintah tidak bercampur tangan dalam rangka pengalokasian dana dari pemerintah pusat tersebut. Untuk itu, pemerintah daerah juga harus memikirkan cara agar daerahnya bisa tetap membangun dengan kondisi sumber daya alam dan sumber daya manusia yang dimilikinya. Berbagai program untuk meningkatkan nilai investasi daerah pun dilakukan agar daerah tersebut memiliki cukup modal untuk melakukan pembangunan. Diantaranya mencakup program pengadaan sumber pembiayaan investasi dan pengadaan infrastruktur yang dibutuhkan untuk menarik investor. Program-program tersebut antara lain berupa pengembangan kredit Usaha Kecil dan Menengah (UKM) hingga penyediaan kawasan khusus untuk industri.

Investasi dalam suatu perekonomian sangat diperlukan baik untuk menunjang pertumbuhan ekonomi maupun perluasan tenaga kerja. Investasi dapat dibagi dua yaitu: investasi dalam negeri dan investasi asing. Investasi dapat masuk apabila di wilayah tersebut para pelaku ekonomi merasa aman dalam melakukan aktivitas. Oleh karenanya, stabilitas ekonomi merupakan salah satu prasyarat untuk membangun dan menggerakkan roda perekonomian (BPS, 2003).

(29)

investasi di daerah. Banyak faktor yang dapat mempengaruhi perkembangan investasi sehingga dapat mempengaruhi pertumbuhan ekonomi suatu negara pada umumnya dan daerah-daerah di dalamnya pada khususnya.

Pada masa otonomi daerah saat ini, kondisi investasi menjadi semakin sulit. Ketidaksiapan daerah dalam mengaplikasi dan mengantisipasi dikeluarkannya UU no. 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan UU no. 25 tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah bisa dijadikan alasan. Keinginan untuk meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) secepat mungkin tanpa memiliki strategi yang tepat untuk melakukannya, menyebabkan tiap daerah dengan mudah membuat kebijakan yang justru menyebabkan keluarnya investor dari daerah tersebut dan berdampak pada berkurangnya investasi yang ada sehingga justru menurunkan PAD daerah tersebut. Juga persaingan yang semakin ketat dengan daerah-daerah lain dalam menarik para investor untuk berinvestasi, terutama pada masa otonomi daerah.

(30)

pada tahun 2003 sebanyak 54 proyek dan kembali turun drastis hingga hanya 31 proyek pada 2004. Begitu juga yang terjadi pada investasi asing. Kecenderungan yang terjadi adalah penurunan rencana proyek PMA yang disetujui pemerintah sejak tahun 1996 sebanyak 292 proyek, sampai pada tahun 1999 yang hanya menjadi 103 proyek saja. Setelah masa otonomi, peningkatan terjadi di tahun 2002 sebanyak 307 proyek dan tahun 2003 sebesar 311 proyek. Walaupun kembali turun pada tahun 2004.

Tabel 1.1. Rencana Proyek Modal Asing dan Dalam Negeri Provinsi Jawa Barat yang Telah Disetujui Pemerintah Menurut Sektor Ekonomi

(dalam miliar rupiah)

Sebelum Otonomi daerah Masa Otonomi Daerah

PMA 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004

(31)

Jumlah 240 198 205 133 90 38 23 35 54 31 Sumber: BPS beberapa edisi

Tabel 1.2. Rencana Nilai PMA dan PMDN Jawa Barat yang Telah Disetujui Pemerintah

Sebelum Otonomi Daerah Masa Otonomi Daerah

PMA

(juta US $) 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004

Pertanian,Kehutanan

dan Perikanan 20 47 2 7 2 58 2 10 34 96

Pertambangan - - - - 0 2 0 39

Perindustrian 9678 6.317 6.545 4.276 121 1.634 509 5057 7077 7102

Listrik, Gas dan Air - - - - - 24 7 225 0 1539

Perindustrian 12123 14.298 33.164 11.602 10.075 3.485 892 1.098 1960 1952

(32)

Jasa-jasa 224 2.832 257 550 14 - - 100 0 0

Jumlah 15386 19711 36604 13674 10244 3485 945 1198 2817 1983

Sumber : BPS beberapa edisi

Hal yang sama juga terjadi dengan nilai investasi yang masuk ke Provinsi Jawa Barat. Tabel 1.2 menunjukkan adanya penurunan rata-rata hampir di setiap sektor perekonomian. Untuk PMDN pada tahun 1996 mencapai angka Rp 19.711 miliar, sempat meningkat sampai Rp 36.605 miliar pada tahun 1997 dimana setelah itu krisis ekonomi melanda Indonesia. Pada tahun 1998, nilai PMDN terus menurun hingga memasuki masa otonomi daerah hanya sebesar Rp 3.485 miliar pada tahun 2000 dan sebesar Rp 945 miliar di tahun 2001. Namun, sejak itu angka investasi perlahan kembali pulih sampai Rp 1.198 miliar di tahun 2002 dan Rp 2.817 miliar pada tahun 2003.

Demikian juga yang terjadi pada PMA, yaitu penurunan nilai investasi dari angka $ 8.030 juta pada tahun 1996 hingga hanya sejumlah $ 204 juta pada tahun 1999. Memasuki masa otonomi daerah, mulai terlihat peningkatan pada nilai investasi yang berasal dari PMA. Angka sebesar $ 518 juta bisa tercapai di tahun 2001 dan meningkat hingga $ 10.544 juta pada tahun 2004.

Pertumbuhan investasi yang terjadi di Provinsi Jawa Barat belum seperti yang diharapkan, hingga kiranya menjadi penting untuk dibahas. Begitu pula dengan memperhitungkan faktor-faktor yang bisa memacu kegiatan investasi di Provinsi Jawa Barat.

(33)

Pemerintah mengeluarkan UU No.22 Tahun 1999 dan UU No.25 Tahun 1999 adalah sebagai bentuk kesungguhan untuk melaksanakan pembangunan dan pertumbuhan ekonomi yang lebih merata di semua daerah yang ada di Indonesia. Pemberlakuan UU tersebut pada tahun 2001 diiringi dengan banyaknya implementasi yang dilakukan tiap-tiap pemerintah daerah dalam rangka menterjemahkan tujuan undang-undang tersebut. Diantara implementasi kebijakan yang bisa dilihat adalah terbitnya beberapa peraturan daerah yang dikeluarkan oleh pemerintah daerah setempat dan segera diberlakukan di wilayahnya masing-masing. Hal lain yang dapat dilihat juga adalah banyaknya provinsi yang melakukan pemekaran wilayah dimana pada umumnya bertujuan untuk dapat menaikan PAD provinsi tersebut.

Konsekuensi logis dari adanya reformasi pemerintahan ini memang terdapat pada adanya perubahan kedudukan, tugas dan fungsi lembaga-lembaga pemerintahan di pusat dan juga di daerah. Oleh kerenanya, pemerintah daerah mendapatkan kewenangan yang lebih dari kewenangan atas daerahnya dibandingkan dengan sebelum adanya reformasi pemerintahan atau otonomi daerah ini. Pergeseran kewenangan dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah ini lebih banyak terdapat pada kewenangan pusat yang berbentuk intervensi yang pada awalnya ditandai dengan adanya mekanisme persetujuan pemerintah pusat dalam berbagai kegiatan pemerintah daerah.

(34)

mencabut semua kewenangan pemerintah pusat atas pemerintahan daerahnya. Ada lima urusan yang secara absolut merupakan kewenangan pemerintah, yaitu bidang politik luar negeri, pertahanan dan keamanan, peradilan, moneter dan fiskal, dan agama. Campur tangan pemerintah pusat juga masih dirasakan pada adanya dana bantuan untuk daerah seperti Dana Alokasi Umum (DAU), namun kebebasan diberikan oleh pemerintah pusat kepada pemerintah daerah untuk pengalokasian dananya tersebut, tanpa ada campur tangan lebih lanjut.

Namun demikian, perubahan-perubahan yang terjadi sebagai akibat dari lahirnya kebijakan di atas secara substantif akan mengakibatkan perubahan pada peran, tugas dan fungsi pemerintah, dan di sisi lain berkembang dan semakin besar kewenangan diberikan kepada pemerintah daerah (Widjaja, 2004)

Pengurangan bentuk intervensi pemerintah pusat terhadap pemerintah daerah merupakan sebuah hal yang positif bagi pemerintahan di daerah. Akan tetapi hal ini bukan berarti tidak ada sisi negatif yang terjadi. Penyerahan kewenangan dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah bisa diartikan sebagai penyerahan kewajiban dalam mengurus daerahnya. Hal ini berarti tidak adanya lagi kewajiban pemerintah pusat untuk memikirkan pertumbuhan ekonomi dan pembangunan di daerah karena kewenangannya sudah diserahkan kepada pemerintah daerah.

(35)

diadaptasi di daerah lain. Oleh karenanya dalam proses perancangan, masing-masing pemerintah daerah harus melibatkan setiap unsur komunitas-komunitas lokal yang ada di daerah tersebut dimana posisi mereka sebagai salah satu stake holder yang memiliki kepentingan mendalam untuk mensukseskan pembangunan pada daerahnya.

Salah satu cara agar suatu wilayah masih bisa tetap maju dalam segi pembangunan di wilayahnya tersebut dan juga sebagai alternatif sumber pertumbuhan diluar bantuan pemerintah pusat adalah melalui investasi swasta. Dengan menarik investor swasta sebanyak-banyaknya untuk mau berinvestasi di suatu wilayah akan membuat daerah tersebut bisa melakukan pembangunan unruk mencapai pertumbuhan ekonomi daerah yang diinginkan.

Hal ini tidaklah mudah mengingat sedikitnya atau bahkan tidak adanya bantuan pemerintah pusat dalam membangun sarana pendukung investasi dan lain sebagainya. Ditambah lagi dengan adanya keinginan daerah-daerah lain untuk sama-sama melakukan pembangunan di daerahnya masing-masing sehingga akan terjadi persaingan antar daerah dalam menarik investor untuk masuk ke daerahnya.

(36)

Usaha pemerintah daerah Jawa Barat untuk menarik investor pada dasarnya bertujuan untuk meningkatkan investasi di Jawa Barat. Setelah otonomi daerah diberlakukan, investasi menjadi salah satu sumber pertumbuhan perekonomian daerah yang potensial. Bagaimana kondisi investasi di Jawa Barat pastilah menjadi faktor utama yang mempengaruhi pertumbuhan perekonomian di daerah tersebut. Apalagi setelah diberlakukannya otonomi daerah, apakah investasi di Jawa Barat semakin meningkat atau menurun seiring dengan tidak adanya lagi campur tangan pemerintah pusat. Selain itu, sektor-sektor ekonomi apa yang paling maju investasinya pastilah menjadi pertimbangan bagi para investor untuk melakukan investasinya. Hal ini menjadi penting dikaji karena investasi merupakan salah satu sumber pertumbuhan ekonomi. Ketika investasi Jawa Barat mengalami penurunan maka pertumbuhan tidak dapat berjalan. Sebaliknya, ketika investasi mengalami peningkatan maka pertumbuhan ekonomi dapat meningkat dengan cepat.

Permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini adalah bagaimana kondisi investasi Jawa Barat yang dikaitkan dengan pemberlakuan otonomi daerah. Bagaimana perubahan dan pertumbuhan investasi di Jawa Barat dalam kurun waktu 10 tahun sebelum dan pada masa otonomi daerah. Juga akan diketahui pula sektor-sektor mana saja yang pertumbuhan investasinya baik ataupun tidak serta faktor-faktor apa saja yang bisa mempengaruhi kenaikan investasi di Jawa Barat.

(37)

1. Bagaimana pertumbuhan investasi pada sektor-sektor perekonomian di Jawa Barat pada masa sebelum otonomi daerah dan pada masa otonomi daerah?

2. Bagaimana pertumbuhan investasi Jawa Barat dibandingkan dengan Indonesia pada masa sebelum otonomi daerah dan pada masa otonomi daerah?

3. Faktor-faktor apa yang mempengaruhi investasi di Jawa Barat?

I.3. Tujuan

Melihat permasalahan yang ada maka tujuan penelitian ini adalah:

1. Mengidentifikasi pertumbuhan investasi sektor-sektor perekonomian di Jawa barat pada masa sebelum otonomi daerah dan pada masa otonomi daerah.

2. Mengidentifikasi pertumbuhan investasi Jawa Barat dibandingkan Indonesia pada masa sebelum otonomi daerah dan pada masa otonomi daerah.

3. Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi investasi di Jawa Barat.

1.4. Manfaat Penelitian

(38)

1. Memberikan pengetahuan dan pemahaman yang mendalam seputar kegiatan investasi daerah dan pelaksanaan otonomi daerah terutama di Jawa Barat.

2. Berguna bagi perencanaan pembangunan daerah yang berkaitan dengan peningkatan investasi.

3. Memberikan gambaran kepada investor mengenai sektor-sektor perekonomian yang memiliki pertumbuhan investasi yang tinggi di Provinsi Jawa Barat.

(39)

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

2.1. Konsep Otonomi Daerah

Dalam konsep pembangunan ekonomi, terjadi beberapa perbedaan dalam menerapkan apakah konsep pembangunan sebaiknya difokuskan pada percepatan pertumbuhan atau kepada pemerataan pembangunan. Namun, selama beberapa tahun terakhir ini sebenarnya pemerintah berupaya memfokuskan konsep pembangunan pada pertumbuhan ekonomi yang merata. Pembangunan yang dilakukan pemerintah pada saat sebelum krisis memiliki perkembangan yang cukup baik secara nasional ditandai dengan laju pertumbuhan yang cukup tinggi dan pendapatan perkapita yang meningkat terus tiap tahunnya. Tetapi, hal ini tidak dibarengi dengan pertumbuhan yang ada di tiap daerah. Kesenjangan yang terjadi dalam pertumbuhan justru semakin tinggi.

Kondisi ini terjadi disebabkan oleh adanya penguasaan dan kontrol yang dilakukan pemerintah pusat dalam mengatur semua sumber pendapatan di setiap daerah. Pemerintah pusat menguasai semua sektor yang bersumber dari kekayaan alam seperti pertanian, perkebunan, pertambangan, kehutanan, perikanan dan lain sebagainya. Akibatnya adalah daerah tidak bisa menikmati pembangunan sesuai dengan potensi yang seharusnya dimiliki oleh tiap daerah tersebut.

(40)

Semenjak kemerdekaan Indonesia sampai saat ini, telah banyak undang-undang yang mengatur mengenai otonomi daerah (Tabel 2.1). Hal ini membuktikan bahwa sebenarnya ada upaya dari pemerintah untuk memeratakan pembangunannya di setiap daerah. Namun, implementasinya belum tercapai dan bahkan adanya pemerintahan daerah hanya dianggap sebagai perpanjangan tangan pemerintah pusat di daerah.

Semenjak reformasi bergulir, masyarakat menuntut kesungguhan pemerintah dalam menjalankan pemerintahan yang adil dan merata. Oleh karenanya lahir UU No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah dan UU No. 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah. Selain itu, untuk mendukung kedua UU tersebut pemerintah juga telah mengesahkan 2 UU baru pada 15 Oktober 2004 yaitu UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan UU No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.

(41)

Tabel 2.1. Beberapa Versi Undang-Undang Daerah Otonom di Indonesia

Undang-Undang Tekanan Pada

1. UU No. 22 Tahun 1948

• Daerah Otonom dan Daerah Istimewa

• Provinsi, Kabupaten, Kota dan Desa

* Otonom yang dapat mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri.

* Daerah otonom dibedakan dalam 3 tingkatan

2. UU No. 44 Tahun 1950

• Daerah; Daerah Bagian, dan Daerah

Anak Bagian

* UU Pemda Indonesia Timur, daerah otonom

3. UU No. 1 Tahun 1957

• Daerah Tingkat I, Provinsi Kotapraja

Jakarta Raya.

• Daerah TK II/Kabupaten

• Daerah TK III

* Otonomi Riil

4. UU No. 18 Tahun 1965

• Provinsi, Kabupaten, Kecamatan * Otonomi Riil dan seluas-luasnya

5. UU No. 5 Tahun 1974

Pemerintah Daerah terdiri dari:

• DPRD dan Kepala Daerah

• Kepala daerah adalah penguasa

tunggal

• Kepala Daerah bertanggung jawab

kepada presiden, bukan kepada DPRD

* Otonomi nyata dan Bertanggung jawab

6. UU No 22 Tahun 1999

• Pemerintah Daerah adalah Kepala

Daerah beserta Perangkat Daerah Otonom

• Pemerintah Daerah otonom dan DPRD

adalah penyelenggara pemerintahan menurut asas desentralisasi

* Otonomi adalah kewenangan mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri, berdasarkan aspirasi masyarakat dalam ikatan NKRI.

Sumber: Elmi (2002)

2.2. Konsep Investasi

2.2.1. Pengertian Investasi

(42)

penyertaan, surat berharga, obligasi dan sejenisnya. Sedangkan investasi non finansial direalisasikan dalam bentuk investasi fisik (investasi riil) yang berwujud kapital atau barang modal, termasuk pula di dalamnya inventori (persediaan). Namun demikian, investasi finansial dapat juga direalisasikan menjadi investasi fisik (Badan Koordinasi Pasar Modal, 2003).

(43)

2.2.2. Peran Investasi

Penanaman modal merupakan langkah awal kegiatan pembangunan ekonomi. Perubahan laju pertumbuhan investasi tersebut mempengaruhi tinggi rendahnya pembangunan ekonomi di wilayah tersebut. Oleh karenanya, setiap negara ataupun daerah tertentu berupaya menciptakan iklim yang dapat menggairahkan investasi tersebut agar masuk ke dalamnya.

Menurut Wiranata (2004), motif utama suatu negara mengundang investasi asing adalah untuk menggali potensi kekayaan alam dan sumberdaya lainnya dalam upaya mempercepat pembangunan ekonomi. Kenyataan ini disebabkan karena investasi, baik asing maupun domestik akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi, melalui proses industrialisasi, guna meningkatkan ekspor barang manifaktur dan kebutuhan pasar domestik (subtitusi impor). Proses industrialisasi diharapkan mampu berkembang bersama dengan proses alih teknologi, alih kepemilikan, perluasan kesempatan kerja yang disertai dengan peningkatan keahlian dan keterampilan. Namun, dalam proses tersebut harus dihindari dominasi perekonomian nasional oleh modal asing.

(44)

menyederhanakan bahwa tingkat investasi yang direncanakan adalah tetap. Untuk memasukkan hubungan antara tingkat bunga dan investasi ini ke dalam model perpotongan Keynesian, investasi yang direncanakan dapat ditulis sebagai berikut:

I = I(r) (2.7)

Untuk menentukan bagaimana pendapatan berubah ketika tingkat bunga berubah, maka dapat dikombinasikan antara fungsi investasi dengan diagram perpotongan Keynesian (gambar 2.1).

Gambar 2.1. Investasi, Perpotongan Keynesian dan Kurva IS

Sumber: Mankiw (2000)

Kenaikan dalam tingkat bunga (r1 ke r2) mengurangi jumlah investasi (I1 ke I2). Pengurangan dalam investasi yang direncanakan, sebaliknya, menggeser fungsi pengeluaran yang direncanakan (AE1 ke AE2). Pergeseran dalam fungsi pengeluaran yang direncanakan menyebabkan tingkat pendapatan turun dari Y1 ke

(45)

Y2 (Mankiw, 2000). Dari rumusan diatas dapat disimpulkan bahwa salah satu upaya yang dapat dilaksanakan untuk meningkatkan pendapatan nasional adalah dengan menaikkan nilai investasi. Hubungan antara suku bunga (r) dan investasi (I) yang ditunjukkan oleh fungsi investasi dan interaksi antara investasi (I) dan pendapatan (Y) yang ditunjukkan oleh kurva perpotongan Keynesian diringkas dalam bentuk kurva IS.

2.2.3. Investasi Asing

Investasi asing atau biasa disebut Penanaman Modal Asing (PMA) adalah salah satu upaya untuk meningkatkan jumlah modal untuk pembangunan ekonomi yang bersumber dari luar negeri. Salvatore (1997) menjelaskan bahwa PMA terdiri atas:

1. Investasi portofolio (portfolio investment), yakni investasi yang melibatkan hanya aset-aset finansial saja, seperti obligasi dan saham, yang didenominasikan atau ternilai dalam mata uang nasional. Kegiatan-kegiatan investasi portofolio atau finansial ini biasanya berlangsung melalui lembaga-lembaga keuangan seperti bank, perusahaan dana investasi, yayasan pensiun, dan sebagainya.

(46)

Wiranata (2004) berpendapat bahwa investasi asing secara langsung dapat dianggap sebagai salah satu sumber modal pembangunan ekonomi yang penting. Semua negara yang menganut sistem ekonomi terbuka, pada umumnya memerlukan investasi asing, terutama perusahaan yang menghasilkan barang dan jasa untuk kepentingan ekspor. Di negara maju seperti Amerika, modal asing (khususnya dari Jepang dan Eropa Barat) tetap dibutuhkan guna memacu pertumbuhan ekonomi domestik, menghindari kelesuan pasar dan penciptaan kesempatan kerja. Apalagi di negara berkembang seperti Indonesia, modal asing sangat diperlukan terutama sebagai akibat dari modal dalam negeri yang tidak mencukupi. Untuk itu berbagai kebijakan di bidang penanaman modal perlu diciptakan dalam upaya menarik pihak luar negeri untuk menanamkan modalnya di Indonesia.

Dalam upaya untuk menarik minat investor asing menanamkan modalnya di Indonesia, pemerintah terus meningkatkan kegiatan promosi, baik melalui pengiriman utusan ke luar negeri maupun peningkatan kerjasama antara pihak swasta nasional dengan swasta asing. Sementara itu, Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) sebagai badan yang bertanggung jawab dalam kegiatan penanaman modal terus mengembangkan perannya dalam menumbuhkan investasi.

(47)

dalam paket-paket deregulasi. Hal ini dimaksudkan untuk lebih menarik investasi didalam memenuhi kebutuhan sumber-sumber pembiayaan pembangunan. Sementara itu, rencana PMA yang disetujui pemerintah adalah nilai investasi proyek baru, perluasan, dan alih status, yang terdiri atas saham peserta Indonesia.

2.2.4. Investasi Dalam Negeri

Investasi Dalam Negeri biasa dikenal dengan istilah Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) adalah bentuk upaya menambah modal untuk pembangunan melalui investor dalam negeri. Modal dari dalam negeri ini bisa didapat baik itu dari pihak swasta ataupun dari pemerintah.

Kebijakan tentang rencana PMDN ditetapkan oleh pemerintah melalui UU No 6 Tahun 1968, kemudian disempurnakan dengan diberlakukannya UU No. 12 Tahun 1970. Rencana PMDN yang disetujui pemerintah adalah nilai investasi baru, perluasan, dan alih status, yang terdiri atas modal sendiri dan modal pinjaman. Jumlah kumulatif rencana PMDN adalah jumlah seluruh rencana PMDN yang disetujui pemerintah sejak tahun 1968 dengan memperhitungkan pembatalan, perluasan, perubahan, penggabungan, pencabutan, dan pengalihan status dari PMDN ke PMA atau sebaliknya.

2.2.5. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Investasi

(48)

menentukan tingkat investasi yang akan dilakukan oleh para pengusaha (Sukirno, 1994).

Terdapat beberapa faktor lain yang akan menentukan tingkat investasi yang akan dilakukan dalam perekonomian. Faktor-faktor utama yang menentukan tingkat investasi adalah:

1. Tingkat keuntungan investasi yang diramalkan akan diperoleh.

Ramalan mengenai keuntungan masa depan akan memberikan gambaran kepada para pengusaha mengenai jenis-jenis investasi yang kelihatannya mempunyai prospek yang baik dan dapat dilaksanakan, dan besarnya investasi yang harus dilakukan untuk mewujudkan tambahan barang-barang modal yang diperlukan. Suatu kegiatan investasi dapat dikatakan memperoleh keuntungan apabila nilai sekarang pendapatan di masa depan adalah lebih besar daripada nilai sekarang modal yang diinvestasikan (Sukirno, 1994). Bila suatu investasi diramalkan akan mengalami peningkatan tingkat keuntungan maka pada dasarnya investasi tersebut akan mengalami peningkatan.

2. Tingkat bunga.

(49)

investasi yang dilakukan akan mengalami penurunan. Sedangkan ketika suku bunga mengalami penurunan, investasi akan mengalami peningkatan.

Gambar 2.2. Tingkat Bunga dan Tingkat Investasi

Sumber: Sukirno (1994)

3. Ramalan mengenai keadaan ekonomi di masa depan.

Perusahaan-perusahaan yang sangat besar melakukan kegiatan investasi dalam waktu beberapa tahun. Oleh sebab itu, dalam menentukan apakah kegiatan-kegiatan yang akan dikembangkan itu akan memperoleh untung atau akan menimbulkan kerugian, para pengusaha haruslah membuat ramalan-ramalan mengenai keadaan masa depan. Ramalan yang menunjukkan bahwa keadaan perekonomian akan menjadi lebih baik lagi pada masa depan, yaitu diramalkan bahwa harga-harga akan tetap stabil dan pertumbuhan ekonomi maupun pertambahan pendapatan masyarakat akan berkembang cepat, merupakan keadaan yang akan mendorong pertumbuhan investasi.

Semakin baik keadaan masa depan, semakin besar tingkat keuntungan yang akan diperoleh para pengusaha. Oleh sebab itu, mereka akan lebih terdorong untuk melaksanakan investasi yang telah atau sedang dirumuskan dan direncanakan (Sukirno, 1994).

I r0

r1 r2

I0 I1 I2

Ti

ng

kat

bu

n

g

a

(50)

4. Kemajuan teknologi.

Pada umumnya semakin banyak perkembangan teknologi yang dibuat, semakin banyak pula kegiatan pembaruan yang akan dilakukan oleh para pengusaha. Untuk melaksanakan pembaruan-pembaruan, para pengusaha harus membeli barang-barang modal yang baru, dan adakalanya juga harus mendirikan bangunan-bangunan pabrik/industri yang baru. Maka semakin banyak pembaruan yang akan dilakukan, semakin tinggi tingkat investasi yang akan tercapai (Sukirno, 1994).

5. Tingkat pendapatan nasional dan perubahan-perubahannya.

Gambar 2.3. Investasi Terpengaruh

Sumber: Sukirno (1994)

Dalam analisis mengenai penentuan pendapatan nasional pada umumnya dianggap investasi yang dilakukan para pengusaha adalah berbentuk investasi otonomi. Walau bagaimanapun, pengaruh pendapatan nasional kepada investasi tidak boleh diabaikan. Tingkat pendapatan nasional yang tinggi akan memperbesar pendapatan masyarakat, dan selanjutnya pendapatan masyarakat yang tinggi tersebut akan memperbesar permintaan terhadap barang-barang dan jasa-jasa. Keuntungan perusahaan akan bertambah tinggi dan ini akan mendorong

I I0

I1

Y0 Y1

In

vestasi

(51)

dilakukannya lebih banyak investasi. Dengan perkataan lain, apabila pendapatan nasional bertambah tinggi, maka investasi akan bertambah tinggi pula (Sukirno, 1994).

6. Keuntungan yang diperoleh perusahaan-perusahaan.

Ketika perusahaan mengalami peningkatan keuntungan, pada umumnya keuntungan yang diperoleh tersebut akan disalurkan untuk meningkatkan produksi. Dengan kata lain, akan meningkatkan investasi perusahaan tersebut. Adanya peningkatan keuntungan perusahaan membuat perusahaan berusaha untuk lebih meningkatkan keuntungannya lagi di masa depan sehingga perusahaan meningkatkan tingkat investasinya guna mencapai tingkat keuntungan yang diharapkan lebih besar.

7. Tingkat inflasi

(52)

8. Tingkat upah

Investasi dapat dipengaruhi oleh tingkat upah tenaga kerja. Ketika upah riil mengalami penurunan maka tenaga kerja akan lebih murah. Upah riil yang rendah mendorong perusahaan menarik lebih banyak tenaga kerja. Dengan adanya tenaga kerja tambahan ouput akan lebih banyak diproduksi (Mankiw, 2000). Dengan semakin banyaknya output yang diproduksi maka tingkat keuntungan dapat mengalami peningkatan sehingga perusahaan cenderung akan meningkatkan investasinya.

Dalam Salvatore (1997) dijelaskan bahwa para pengusaha Jepang belakangan ini merelokasikan atau memindahkan pusat-pusat produksi mobilnya di berbagai negara, khususnya di kawasan Asia Timur dan kawasan Asia Tenggara karena tingginya biaya produksi, khususnya tenaga kerja, di Jepang sendiri, sehingga menjadikan kegiatan produksi domestik di sektor tersebut menjadi relatif mahal sehingga kurang efisien.

2.3. Kerangka Pemikiran Teoritis

2.3.1. Analisis Shift Share

Analisis Shift Share pertama kali diperkenalkan oleh Perloff et. al pada tahun 1960. Pada awalnya, analisis Shift Share digunakan untuk mengidentifikasi sumber pertumbuhan ekonomi wilayah di Amerika Serikat. Selain itu, analisis

Shift Share juga digunakan untuk mengidentifikasi pertumbuhan sektor-sektor/ wilayah yang lamban di Indonesia dan Amerika Serikat. Manfaat lain dari analisis

(53)

Analisis Shift Share merupakan suatu analisis mengenai perubahan berbagai indikator kegiatan ekonomi, seperti produksi dan kesempatan kerja pada dua titik waktu di suatu wilayah. Analisis Shift Share memiliki tiga kegunaan, yaitu untuk melihat perkembangan: (1) sektor perekonomian di suatu wilayah terhadap perkembangan ekonomi wilayah yang lebih luas, (2) sektor-sektor perekonomian jika dibandingkan secara relatif dengan sektor-sektor lainnya, dan (3) suatu wilayah dibandingkan dengan wilayah lainnya, sehingga dapat membandingkan besarnya aktivitas suatu sektor pada wilayah tertentu dan pertumbuhan antar wilayah. Dengan demikian, dapat ditunjukkan adanya Shift

(pergeseran) hasil pembangunan perekonomian daerah, bila daerah itu memperoleh kemajuan sesuai dengan kedudukannya dalam perekonomian nasional.

Selain itu, analisis Shift Share juga dapat digunakan untuk membandingkan laju pertumbuhan sektor-sektor perekonomian di suatu wilayah dengan laju pertumbuhan perekonomian nasional serta sektor-sektornya dan mengamati penyimpangan-penyimpangan dari perbandingan tersebut. Bila penyimpangannya bernilai positif, maka dapat dikatakan bahwa sektor ekonomi dalam wilayah tersebut memiliki keunggulan kompetitif.

(54)

1. Komponen Pertumbuhan Nasional (National Growth Component)

Komponen Pertumbuhan Nasional (PN) adalah perubahan indikator ekonomi pada suatu wilayah yang disebabkan oleh adanya perubahan indikator ekonomi nasional secara umum, perubahan kebijakan ekonomi nasional atau perubahan dalam hal-hal yang mempengaruhi semua sektor dan wilayah. 2. Komponen Pertumbuhan Proporsional (Proportional Growth Component)

Komponen Pertumbuhan Proporsional (PP) timbul karena perbedaan sektor dalam permintaan produk akhir. Perbedaan dalam ketersediaan bahan mentah, perbedaan dalam kebijakan industri (seperti kebijakan perpajakan, subsidi dan

price support) dan perbedaan dalam struktur pasar dan keragaman pasar.

3. Komponen Pertumbuhan Pangsa Wilayah (Regional Share Growth Component)

Komponen Pertumbuhan Pangsa Wilayah (PPW) timbul karena peningkatan/penurunan indikator ekonomi pada suatu wilayah dibandingkan dengan wilayah lainnya. Cepat lambatnya pertumbuhan suatu wilayah dibandingkan dengan wilayah lainnya ditentukan oleh keunggulan komparatif, akses ke pasar, dukungan kelembagaan, prasarana sosial ekonomi serta kebijakan ekonomi regional pada wilayah tersebut.

(55)

diidentifikasikan perkembangan suatu sektor ekonomi pada suatu wilayah. Apabila PP+PPW ≥ 0, maka dapat dikatakan bahwa pertumbuhan sektor i di wilayah ke j termasuk kedalam kelompok progresif (maju). Sementara itu, PP+PPW < 0 menunjukkan bahwa pertumbuhan sektor ke i pada wilayah ke j tergolong pertumbuhan lamban.

Gambar 2.4. Model Analisis Shift Share

Sumber: Budiharsono (2001)

Kemampuan teknik analisis Shift Share untuk memberikan dua indikator positif yang berarti bahwa suatu wilayah mengadakan spesialisasi di sektor-sektor yang berkembang secara nasional dan bahwa sektor-sektor dari perekonomian wilayah telah berkembang lebih cepat daripada rata-rata nasional untuk sektor-sektor tersebut, tidaklah lepas dari kelemahan-kelemahan. Kelemahan-kelemahan dari model analisis Shift Share adalah:

1. Analisis Shift Share tidak lebih dari pada suatu teknik pengukuran atau prosedur baku untuk mengurangi pertumbuhan suatu variabel wilayah menjadi komponen-komponen. Persamaan Shift Share hanyalah identity equation dan tidak mempunyai implikasi-implikasi keprilakuan, metode

(56)

Shift Share tidak untuk menjelaskan mengapa, misalnya pengaruh keunggulan kompetitif adalah positif di beberapa wilayah, tetapi negatif di wilayah lain. Metode Shift Share merupakan teknik pengukuran yang mencerminkan suatu sistem perhitungan semata dan tidak analitik.

2. Komponen petumbuhan nasional secara implisit mengemukakan bahwa laju pertumbuhan suatu wilayah hendaknya tumbuh pada laju nasional tanpa memperhatikan sebab-sebab laju pertumbuhan wilayah.

3. Kedua komponen pertumbuhan wilayah (PP dan PPW) berkaitan dengan hal-hal yang sama seperti perubahan penawaran dan permintaan, perubahan teknologi dan perubahan lokasi, sehingga tidak dapat berkembang dengan baik.

4. Teknik analisis Shift Share secara implisit mengambil asumsi bahwa semua barang dijual secara nasional, padahal tidak semua demikian. Bila pasar suatu wilayah bersifat lokal maka barang itu tidak dapat bersaing dengan wilayah-wilayah lain yang menghasilkan barang yang sama, sehingga tidak mempengaruhi permintaan agregat.

2.3.2. Analisis Regresi Berganda

Dalam penelitian ini juga dilakukan analisis regresi berganda untuk melihat faktor-faktor yang mempengaruhi besarnya investasi di wilayah Jawa Barat. Estimasi koefisien regresi dilakukan melalui metode Ordinary Least Square (OLS).

(57)

1. Nilai rata-rata bersyarat dari unsur gangguan populasi ei (galat tergantung pada nilai tertentu variabel yang menjelaskan (X) adalah nol.

2. Varians bersyarat dari eiadalah konstan atau homoskedatik. 3. Tidak ada autokorelasi dalam gangguan.

4. Variabel yang menjelaskan adalah non-stokastik (yaitu tetap dalam penyampelan berulang) atau jika stokastik didistribusikan secara independen dari gangguan ei.

5. Tidak ada multikolinearitas diantara variabel yang menjelaskan X.

6. e didistribusikan secara normal dengan rata-rata dan varians yang diberikan oleh asumsi 1 dan 2.

Semua asumsi ini jika terpenuhi maka penaksir OLS dari koefisien regresi adalah penaksir tak bias linier terbaik atau Best Liniear Unbiassed Estimator

(BLUE).

Salah satu regresi dalam OLS adalah regresi linier berganda. Analisis regresi linier berganda menunjukkan hubungan sebab akibat antara variabel X

(variabel eksogen) yang merupakan penyebab dan variabel Y (variabel endogen) yang merupakan akibat, dengan kata lain analisis regresi linier berganda merupakan suatu metode yang digunakan untuk menguraikan pengaruh variabel-variabel yang bebas (eksogen) yang mempengaruhi variabel-variabel tak bebasnya (endogen). Regresi linier berganda tidak hanya melihat keterkaitan antar variabel-variabel namun juga mengukur besaran hubungan kausalitasnya.

(58)

Ŷ = b0 + b1x1 + b2x2 + brxr (2.7)

dimana:

r : 1, 2, 3,…, N, b0 : intersep,

b1 – br : koefisien kemiringan parsial,

i : observasi ke i, dan dengan N merupakan besarnya populasi.

2.4. Penelitian Terdahulu

Penelitian yang dilakukan oleh Putra (2004) menganalisis pertumbuhan sektor-sektor perekonomian di Kota Jambi sebelum dan pada masa otonomi daerah. Penelitian ini menggunakan analisis Shift Share dengan data tahunan periode tahun 1994 sampai tahun 2002. Penelitian ini membagi periode penelitian sebelum otonomi daerah (tahun 1994-1996 dan 1997-1999) dan periode penelitian pada masa otonomi daerah (tahun 2000-2002).

Hasil penelitian menyimpulkan bahwa sebelum otonomi (1994-1996), semua sektor perekonomian Kota Jambi memiliki tingkat pertumbuhan positif. Pada periode 1997-1999, sektor listrik, gas, dan air bersih merupakan sektor yang memiliki tingkat pertumbuhan yang terbesar, sedangkan sektor bangunan merupakan sektor yang paling terpuruk. Periode masa otonomi daerah (2000-2002) menunjukkan pertumbuhan yang positif di semua sektor.

(59)

Jambi lebih kecil bila dibandingkan dengan pertumbuhan sektor-sektor perekonomian Provinsi Jambi. Pada masa otonomi daerah tahun 2000 sampai 2002, pertumbuhan sektor-sektor ekonomi Kota Jambi lebih kecil dibandingkan pertumbuhan sektor-sektor ekonomi Provinsi Jambi.

Sektor industri pengolahan merupakan sektor dengan laju pertumbuhan paling cepat, sedangkan sektor jasa-jasa merupakan sektor dengan laju pertumbuhan paling lambat pada tahun 1994-1996. Sektor dengan pertumbuhan paling cepat adalah sektor pertambangan pada periode 1997-1999 dan sektor bangunan adalah sektor dengan pertumbuhan paling lambat. Pada periode 2000-2002, sektor pertambangan masih mengalami pertumbuhan paling cepat dan sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan mengalami pertumbuhan paling lambat.

Penelitian ini juga menyimpulkan bahwa pada tahun 1994-1996, sektor pertambangan merupakan sektor yang memiliki daya saing paling baik bila dibandingkan dengan kabupaten lain. Pada periode tahun 1997-1999 dan tahun 2000-2002, sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan memiliki daya saing paling baik.

(60)

ekonomi Kota Jambi termasuk dalam kelompok pertumbuhan progresif, yaitu sektor listrik, gas, dan air bersih, sektor pertanian, sektor jasa-jasa, sektor industri pengolahan, sektor pengangkutan dan komunikasi, sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan, dan sektor perdagangan, hotel dan restoran. Pada tahun 1997-1999, Kota Jambi termasuk dalam kelompok pertumbuhan lambat. Pada masa otonomi daerah tahun 2000 sampai 2002, seluruh sektor-sektor ekonomi Kota Jambi memiliki pertumbuhan yang lambat, sehingga perekonomian Kota Jambi kalah bersaing dengan sektor-sektor ekonomi dari kabupaten lain yang memiliki pertumbuhan lebih cepat.

Penelitian yang dilakukan oleh Dewi (2005) menganalisis faktor-faktor utama penentu investasi swasta di Indonesia. Penelitian ini bertujuan untuk memahami faktor-faktor utama penentu investasi swasta dan menganalisis respon investasi swasta terhadap faktor-faktor yang berpengaruh secara nyata terhadap investasi swasta. Penelitian ini menggunakan metode Ordinary Least Square

(OLS) dengan data kuartalan mulai tahun 1993 kuartal satu sampai tahun 2003 kuartal empat. Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah investasi swasta, investasi pemerintah, Gross Domestic Bruto (GDP), utang pemerintah,

Debt Service Ratio (DSR), suku bunga, dan lag investasi swasta.

(61)

Siahaan (2005) menganalisis pengaruh Foreign Direct Investment (FDI) terhadap pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana pengaruh FDI terhadap pertumbuhan ekonomi di Indonesia, faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi peningkatan FDI dan pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode Two Stage Least Square (TSLS) dengan data kuartalan periode tahun 1999 kuartal satu hingga tahun 2004 kuartal empat.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa FDI berpengaruh positif dan signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi. Terms of trade berpengaruh positif dan signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi. Utang luar negeri berpengaruh negatif terhadap pertumbuhan ekonomi. Sedangkan kredit domestik tidak berpengaruh secara signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi.

Hasil penelitian pada persamaan regresi FDI menunjukkan bahwa pengaruh dari nilai tukar riil dan pengeluaran pemerintah adalah positif dan secara statistik signifikan, sedangkan pengaruh dari inflasi periode sebelumnya adalah negatif terhadap FDI.

(62)

Indonesia dan Siahaan (2005) menganalisis pengaruh Foreign Direct Investment

(FDI) terhadap pertumbuhan ekonomi di Indonesia.

Pada penelitian ini memisahkan masa sebelum otonomi daerah dengan periode tahun 1995 sampai 2000 dan masa otonomi daerah dengan periode tahun 2001 sampai 2004. Penelitian Putra (2004) memisahkan masa sebelum otonomi daerah dengan periode 1994 sampai 1996, masa sebelum otonomi daerah dengan krisis ekonomi 1997-1999 dan masa otonomi daerah tahun 2000-2002. Penelitian ini menggunakan metode Shift Share dan Ordinary Least Square (OLS), sedangkan pada penelitian Putra (2004) menggunakan metode Shift Share,

peneltian Dewi (2005) menggunakan metode OLS,Siahaan (2005) menggunakan metode Two Stage Least Square (TSLS).

2.5. Hipotesis Penelitian

Hipotesis penelitian mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi investasi Provinsi di Jawa Barat adalah:

1. Pengaruh kebijakan Otonomi Daerah (dummy) terhadap investasi di Jawa Barat adalah positif.

2. Pengaruh inflasi terhadap investasi yang masuk ke Jawa Barat adalah negatif.

3. Pengaruh PDRB terhadap investasi yang masuk ke Jawa Barat adalah positif.

(63)

2.6. Kerangka Pemikiran Operasional

Penelitian ini akan melihat besarnya laju pertumbuhan investasi yang ada di Provinsi Jawa Barat dengan membandingkannya terhadap laju pertumbuhan investasi secara nasional. Analisis yang dipakai untuk mengidentifikasi besarnya laju pertumbuhan investasi ini adalah dengan menggunakan analisis Shift Share

sebelum otonomi daerah dan masa otonomi daerah. Periode waktu yang diambil peneliti adalah dari tahun 1995 sampai tahun 2004 sehingga peneliti dapat membagi periode waktu tersebut menjadi dua bagian waktu yaitu pada masa sebelum otonomi daerah (1995-2000) dan pada masa otonomi daerah berlangsung (2001-2004).

Selain melakukan analisis besarnya laju pertumbuhan investasi yang ada di Provinsi Jawa Barat, peneliti juga mencoba menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi besarnya investasi yang masuk ke Provinsi Jawa Barat.

Adapun kerangka pemikirannya adalah sebagai berikut:

Investasi Provinsi Jawa Barat

Sebelum OTDA Sesudah OTDA

tahun 1995-2000 tahun 2001-2004

Metode Analisis

(64)

Pertumbuhan Daya saing Dummy Sebelum dan

investasi Sesudah Otda

Investasi yang paling maju dan Faktor-faktor yang

berdaya saing mempengaruhi

investasi Provinsi Jawa Barat

Rekomendasi

Gambar 2.5. Kerangka Pemikiran Penelitian

Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi investasi di Provinsi Jawa Barat dilakukan dengan cara:

1. Mengidentifikasi variabel-variabel ekonomi makro regional yang dapat mempengaruhi investasi di Provinsi Jawa Barat. Variabel-variabel ekonomi makro regional tersebut yaitu tingkat bunga kredit investasi daerah, upah minimum provinsi, Pendapatan Regional Domestik Bruto (PDRB) Provinsi Jawa Barat, inflasi, dan investasi pada tahun sebelumnya.

2. Membuat model pendugaan untuk menganalisis faktor-faktor tersebut dengan menggunakan analisis regresi. Model tersebut akan dianalisis untuk menjawab berbagai permasalahan yang akan diangkat dalam penelitian ini.

(65)

uji signifikansi model, pengujian hipotesis penelitian dan pengujian asumsi-asumsi.

(66)

III. GAMBARAN UMUM PROVINSI JAWA BARAT

(67)

Cirebon, Depok, Bekasi, Tasikmalaya, Cimahi, dan Banjar), 592 Kecamatan, 1.799 Kelurahan, dan 4.006 Desa (BPS Jawa Barat, 2005).

3.1. Letak Geografi

Jawa Barat secara geografis terletak diantara 5o50I – 7o50I LS dan 104o48I –108o48I BT. Wilayah sebelah utara berbatasan dengan Laut Jawa bagian barat dan DKI Jakarta di utara, sebelah timur berbatasan dengan Provinsi Jawa Tengah, antara Samudera Indonesia di selatan dan Provinsi Banten di barat. Jawa Barat terdiri dari daratan dan pulau-pulau kecil (48 pulau di Samudera Indonesia, 4 pulau di Laut Jawa, 14 pulau di Teluk Banten dan 20 pulau di Selat Sunda). Luas wilayah Jawa Barat 44.354,61 Km2 atau 4.435.461 Ha (BPS, 2002).

Letak geografis yang strategis ini merupakan keuntungan bagi daerah Jawa Barat terutama dari segi komunikasi perhubungan. Kawasan utara merupakan daerah dataran rendah, sedangkan kawasan selatan berbukit-bukit dengan sedikit pantai serta dataran tinggi bergunung-gunung di kawasan tengah (BPS, 2002).

3.2. Keadaan Topografi

(68)

antara 0-10 m di atas permukaan laut, dan beberapa wilayah aliran sungai (BPS, 2003).

Lahan di Jawa Barat cukup subur karena mengandung endapan vulkanis serta banyaknya aliran sungai. Tidak mengherankan jika sebagian besar digunakan untuk lahan pertanian, dan Jawa Barat ditetapkan sebagai lumbung pangan nasional (BPS, 2003).

3.3. Kondisi Iklim

Iklim di Jawa Barat adalah tropis, dengan suhu 9oC di Puncak Gunung Pangrango dan 34oC di Pantai Utara. Curah hujan rata-rata 161,0 mm per tahun, dengan rata-rata hujan untuk tahun 2004 adalah 16 hari (BPS Jawa Barat, 2005).

3.4. Populasi Penduduk

Berdasarkan hasil Susenas tahun 1999 jumlah penduduk Jawa Barat setelah Banten terpisah berjumlah 34.555.622 jiwa. Pada tahun 2004, meningkat menjadi 38,47 juta jiwa. Penduduk terbanyak ada di Kabupaten Bandung yaitu 4,09 juta jiwa diikuti Kabupaten Bogor 3,80 juta jiwa, sedangkan Kota Banjar memiliki jumlah penduduk paling sedikit yaitu sebanyak 0,16 juta jiwa. Kepadatan penduduk di tahun 2004 mencapai 1.314,09 jiwa per Km2. Laju pertumbuhan penduduk dibandingkan tahun sebelumnya mencapai angka 1,29 persen (BPS Jawa Barat, 2005).

(69)

dan tenaga usaha penjualan (21,91%). Masih sangat sedikit penduduk yang bekerja sebagai tenaga ahli dan profesional, yaitu hanya sebesar 3,81% dan yang menjadi anggota TNI sebanyak 0,66% (BPS Jawa Barat, 2005)

3.5. Pendidikan, Kesehatan dan Agama

Pada tahun ajaran 2004/2005, rasio perbandingan jumlah murid terhadap jumlah guru untuk Sekolah Dasar (31,43%), Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (17,85%), Sekolah Lanjutan Atas (16,55%), serta Sekolah Lanjutan Tingkat Atas Lanjutan sebesar 14,75%.

Jumlah Puskesmas keliling pada tahun 2004 mengalami kenaikan sebesar 5.585 unit, sementara jumlah Rumah Sakit sebanyak 152 unit dengan jumlah tempat tidur sebanyak 498 buah. Jumlah tenaga kerja mengalami penurunan dari tahun sebelumnya. Pada tahun 2004, jumlah dokter umum sebanyak 1.425 orang, dan jumlah dokter gigi ada 626 orang. Jumlah bidan puskesmas ada 5.902 orang, sedangkan jumlah bidan desa ada 2.412 orang. Terdapat jumlah persalinan yang ditolong oleh tenaga kesehatan mencapai 496.684 persalinan (BPS Jawa Barat, 2005).

(70)

3.6. Perekonomian Daerah

Perekonomian Jawa Barat mengalami pertumbuhan yang dapat dilihat dari laju perekonomiannya yang terus meningkat sampai tahun 1996. Mulai tahun 1997, seiring terjadinya krisis ekonomi, perekonomian Jawa Barat menunjukkan perlambatan, bahkan pada tahun 1998 pertumbuhannya lebih kecil dari kondisi perekonomian Indonesia secara menyeluruh (-13,13%) yaitu mencapai -17,77%. Pada tahun 2000, perekonomian Jawa Barat mulai membaik namun pada tahun 2001 kembali menurun. Pertumbuhan mulai terjadi pada tahun 2002 meskipun tetap lebih kecil jika dibandingkan dengan percepatan pada tahun 2000. Besarnya laju pertumbuhan perekonomian Jawa Barat selama kurun waktu dari tahun 1993 sampai dengan tahun 2002 dapat dilihat pada Tabel 3.1.

Tabel 3.1 Laju Pertumbuhan Ekonomi Jawa Barat Tahun 1994-2003

Tahun Laju Pertumbuhan Ekonomi (%)

1994 7,20 1995 8,07 1996 9,21 1997 4,87 1998 -17,77 1999 2,08 2000 4,15 2001 3,89 2002 3,93 2003 5,42 Sumber : BPS (1997,1999,2003)

Gambar

Gambar 2.1
Tabel 1.1. Rencana Proyek Modal Asing dan Dalam Negeri Provinsi Jawa Barat yang Telah Disetujui Pemerintah Menurut Sektor Ekonomi  (dalam miliar rupiah)
Tabel 2.1. Beberapa Versi Undang-Undang Daerah Otonom di Indonesia
Gambar 2.1. Investasi, Perpotongan Keynesian dan Kurva IS Sumber: Mankiw (2000)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Pada tahap ini peneliti akan mengolah data yang telah melalui tahap reduksi dengan menghubungkan kata – kata yang berkaitan tentang penyesuaian penentuan metode

[r]

In this chapter we learn about activities, experiences and events happened at a particular time before another activity.. We can ask and say about activities,

Asam lemak dengan jumlah atom karbon lebih dari 12 tidak larut dalam air dingin maupun air panas, tetapi dalam jumlah rantai atom karbon yang pendek bersifat larut dalam air,

Oleh karena itu, peneliti ingin melakukan penelitian tentang proses belajar-mengajar yang mengarahkan siswa untuk aktif dalam proses belajar, dengan judul

Artinya dengan input variabel independen dan dependen yang sama, diperoleh hasil pengujian yang konsisten.Hasil penelitian yang ditemukan pada Kantor Camat

Pada hari ini Senin tanggal Dua Puluh Dua bulan Mei Tahun Dua Ribu Tujuh Belas kami selaku Pokja I Unit Layanan Pengadaan Kabupaten Barito Timur, telah mengadakan

Namun, tumor dari MMTV/ n-3 PUFA memiliki penurunan yang signifikan dalam AA (asam arakhidonat) dibandingkan dengan tumor dari tikus MMTV dan peningkatan yang