Studi Kasus di PT. PG. Rajawali II Unit PG. Tersana Baru, Jawa Barat
PUSPITA YULIANDARI
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Kajian Penerapan Produksi Bersih di Stasiun Gilingan pada Proses Produksi Gula (Studi Kasus di PT. PG. Rajawali II Unit II, PG. Tersana Baru, Jawa Barat) adalah karya saya sendiri dengan arahan komisi pembimbing akademik dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Bogor, Juli 2008
SUPARNO.
ABSTRACT
The sugar industries are strategic industries indeed to social, economic, and politic sectors for Indonesian government. The development of sugar industries in Indonesia is influenced by the capability of increasing sugar productivity every year. This increasing is important to handle problem that happened. One of the solutions of the problem, such as sugar loss and inefficiency energy was application of the cleaner production. PG. Tersana Baru have been doing efforts to minimise fuel consumption in milling station.
This research objective were to design a processing improvement in milling station through cleaner production approach strategy in reducing sugar loss and increasing energy (steam and fuel) uses efficiency and to build a dinamic model on the influence of imbibition water to water content of bagasse and sucrosse content in milling station at PT. PG. Rajawali II Unit PG. Tersana Baru, West Java. The results of this research indicated a potency for aplication of a cleaner production approach in PG. Tersana Baru based data collected during 2007 milling season, of which the optimum of imbibition water was 22.64 %. That condition was achieved in the 8th periode of production with fuel energy
consumption of 298,466 kcals/ton sugar cane. At this condition, there was possibility for annual energy consumption to be reached by 227,418 kcal/ton sugar cane or equivalent to Rp 764,184,666,153.00. The addition of water imbibition at the milling process in the dynamic system simulation model was carried out at the interval of 21.20 – 35%. The results in water contents of bagasse of 49.21 – 62.74% and its sucrose contents of 0 – 5.18%
SUPARNO.
RINGKASAN
Industri gula di Indonesia merupakan industri yang cukup strategis bagi pemerintah Indonesia, baik secara sosial, ekonomi maupun politik. Perkembangannya dari waktu ke waktu dipengaruhi oleh kemampuan pabrik-pabrik gula dalam meningkatkan produktivitas gula yang dihasilkan setiap tahunnya. Kejayaan Indonesia sebagai negara eksportir dan produsen gula pernah dialami pada awal abad ke-20. Akan tetapi, di tahun 1975, produktivitas gula mulai menurun. Penurunan dipengaruhi oleh berbagai kendala, diantaranya : kebijakan pemerintah yang memberatkan petani tebu, gagal panen yang sering terjadi, kondisi pabrik di Indonesia yang cukup tua, dan proses produksi gula yang tidak optimal sehingga menyebabkan kekurangan pasokan bahan baku.
Peningkatan produktivitas gula harus terus dilakukan agar dapat mengatasi kendala-kendala tersebut. Salah satu upaya untuk mengatasinya adalah dengan melakukan pembenahan secara menyeluruh, baik di bidang produksi maupun unit-unit operasi. Pembenahan di bidang produksi bertujuan untuk meminimalisasi kehilangan gula pada proses produksi sehingga nilai rendemen gula meningkat, sedangkan pembenahan pada unit-unit operasi bertujuan untuk mengurangi pemborosan energi (khususnya energi bahan bakar dan energi uap) pada proses produksi. Pembenahan dapat dilakukan melalui pendekatan produksi bersih yang sesuai. Menurut USAID (1997), produksi bersih merupakan suatu pendekatan yang mengarah pada peningkatan efisiensi proses produksi, perbaikan atau meningkatkan sistem operasi dan prosedur kerja. PG. Tersana Baru sebagai pabrik gula yang cukup tua terus melakukan berbagai upaya meminimalisasi limbah khususnya limbah ampas tebu yang dimanfaatkan menjadi bahan bakar stasiun ketel uap.
kisaran kadar sukrosa ampas tebu antara 0 % - 5,18%. Hasil dari pemodelan menunjukkan bahwa penambahan air imbibisi sebesar 24,16%, menghasilkan titik maksimum kadar air ampas tebu sebesar 51,90% dan kadar sukrosa sebesar 2,22%.
1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber
a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian,penulisan karya ilmiah, penulisan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah
b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB
Studi Kasus di PT. PG. Rajawali II Unit PG. Tersana Baru, Jawa Barat
PUSPITA YULIANDARI
Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada
Departemen Teknologi Industri Pertanian Magister Sains pada
Departemen Teknolo gi P
ertanian
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
NRP : F 351040141
Disetujui,
Komisi Pembimbing
Dr. Ir. Erliza Noor Ketua
Prayoga Suryadarma, S.TP. MT Anggota
Diketahui,
Ketua Program Studi Teknologi Industri Pertanian
pada Proses Produksi Gula (Studi Kasus di PT. PG. Rajawali II Unit PG. Tersana Baru, Jawa Barat)
Nama : Puspita Yuliandari
NRP : F351050061
Disetujui Komisi Pembimbing
Dr. Ir. Anas Miftah Fauzi, M.Eng Ketua
Dr. Ir. Suprihatin, Dipl. Eng Anggota
Dr. Ono Suparno, S.TP., MT Anggota
Diketahui Ketua Program Studi
Teknologi Industri Pertanian
Dr. Ir. Irawadi Jamaran
Dekan Sekolah Pascasarjana
Prof. Dr. Ir. Khairil Anwar Notodiputro, MS.
Syukur Alhamdulillah atas segala Ridho, Rahmat dan Hidayah Allah SWT sehingga tesis ini dapat penulis selesaikan. Tesis yang berjudul Kajian Penerapan Produksi Bersih di Stasiun Gilingan pada Proses Produksi Gula (Studi Kasus di PT. PG. Rajawali II Unit II, PG. Tersana Baru, Jawa Barat) merupakan kelengkapan tugas akhir untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Sekolah Pascasarjana IPB.
Penelitian dan penulisan tesis ini di bawah bimbingan Dr. Ir. Anas Miftah Fauzi, M.Eng, Dr. Ir. Suprihatin, Dipl.-Eng dan Dr. Ono Suparno, S.TP, MT. Terima kasih dan penghargaan penulis sampaikan atas bimbingan dan arahan yang diberikan sejak penyusunan dan perencanaan penelitian hingga selesai penulisan. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada :
1. Prof. Dr. E. Gumbira Sa’id, MADev selaku dosen penguji, yang telah memberikan masukan untuk kesempurnaan penyusunan tesis ini.
2. Bapak Mujiono, B.Sc., selaku processing manager dan mas Ivan Ristanto selaku Mill Engineer atas segala petunjuk dan bimbingan yang diberikan selama penelitian, serta karyawan-karyawan di PT. PG. Rajawali II, PG. Tersana Baru, Cirebon atas segala bantuan dan informasinya.
3. Papa, mama, adik-adikku (Heri, Doni dan Lia), keluarga besar di Lampung dan Palembang, serta suamiku tercinta Dendi Eka Putra atas segala bantuan, doa, kesabaran, dorongan dan pengertian yang diberikan secara tulus dan ikhlas.
4. Hendrix, Agung (TIN 40), Mbak Yeni, Teh Fitri, Tri, Fitri, Mbak Leni, Bu Ai, Mbak Dona, Teman-teman Liqo’, Pak Yuli, teman-teman S2 dan S3 TIP angkatan 2005 dan 2006, keluarga besar di Cirebon (Mide, Bapak dan Ibu Anda, Aa’, Teteh’ dan Dede’).
5. Keluarga besar Milenium : Ocha, Esa, Bundo, Vivi, Angel, Didi, Mba Erni, Mba Erna serta semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah membantu dalam proses penyelesaian tesis ini.
Studi Kasus di PT. PG. Rajawali II Unit PG. Tersana Baru, Jawa Barat
PUSPITA YULIANDARI
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Kajian Penerapan Produksi Bersih di Stasiun Gilingan pada Proses Produksi Gula (Studi Kasus di PT. PG. Rajawali II Unit II, PG. Tersana Baru, Jawa Barat) adalah karya saya sendiri dengan arahan komisi pembimbing akademik dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Bogor, Juli 2008
SUPARNO.
ABSTRACT
The sugar industries are strategic industries indeed to social, economic, and politic sectors for Indonesian government. The development of sugar industries in Indonesia is influenced by the capability of increasing sugar productivity every year. This increasing is important to handle problem that happened. One of the solutions of the problem, such as sugar loss and inefficiency energy was application of the cleaner production. PG. Tersana Baru have been doing efforts to minimise fuel consumption in milling station.
This research objective were to design a processing improvement in milling station through cleaner production approach strategy in reducing sugar loss and increasing energy (steam and fuel) uses efficiency and to build a dinamic model on the influence of imbibition water to water content of bagasse and sucrosse content in milling station at PT. PG. Rajawali II Unit PG. Tersana Baru, West Java. The results of this research indicated a potency for aplication of a cleaner production approach in PG. Tersana Baru based data collected during 2007 milling season, of which the optimum of imbibition water was 22.64 %. That condition was achieved in the 8th periode of production with fuel energy
consumption of 298,466 kcals/ton sugar cane. At this condition, there was possibility for annual energy consumption to be reached by 227,418 kcal/ton sugar cane or equivalent to Rp 764,184,666,153.00. The addition of water imbibition at the milling process in the dynamic system simulation model was carried out at the interval of 21.20 – 35%. The results in water contents of bagasse of 49.21 – 62.74% and its sucrose contents of 0 – 5.18%
SUPARNO.
RINGKASAN
Industri gula di Indonesia merupakan industri yang cukup strategis bagi pemerintah Indonesia, baik secara sosial, ekonomi maupun politik. Perkembangannya dari waktu ke waktu dipengaruhi oleh kemampuan pabrik-pabrik gula dalam meningkatkan produktivitas gula yang dihasilkan setiap tahunnya. Kejayaan Indonesia sebagai negara eksportir dan produsen gula pernah dialami pada awal abad ke-20. Akan tetapi, di tahun 1975, produktivitas gula mulai menurun. Penurunan dipengaruhi oleh berbagai kendala, diantaranya : kebijakan pemerintah yang memberatkan petani tebu, gagal panen yang sering terjadi, kondisi pabrik di Indonesia yang cukup tua, dan proses produksi gula yang tidak optimal sehingga menyebabkan kekurangan pasokan bahan baku.
Peningkatan produktivitas gula harus terus dilakukan agar dapat mengatasi kendala-kendala tersebut. Salah satu upaya untuk mengatasinya adalah dengan melakukan pembenahan secara menyeluruh, baik di bidang produksi maupun unit-unit operasi. Pembenahan di bidang produksi bertujuan untuk meminimalisasi kehilangan gula pada proses produksi sehingga nilai rendemen gula meningkat, sedangkan pembenahan pada unit-unit operasi bertujuan untuk mengurangi pemborosan energi (khususnya energi bahan bakar dan energi uap) pada proses produksi. Pembenahan dapat dilakukan melalui pendekatan produksi bersih yang sesuai. Menurut USAID (1997), produksi bersih merupakan suatu pendekatan yang mengarah pada peningkatan efisiensi proses produksi, perbaikan atau meningkatkan sistem operasi dan prosedur kerja. PG. Tersana Baru sebagai pabrik gula yang cukup tua terus melakukan berbagai upaya meminimalisasi limbah khususnya limbah ampas tebu yang dimanfaatkan menjadi bahan bakar stasiun ketel uap.
kisaran kadar sukrosa ampas tebu antara 0 % - 5,18%. Hasil dari pemodelan menunjukkan bahwa penambahan air imbibisi sebesar 24,16%, menghasilkan titik maksimum kadar air ampas tebu sebesar 51,90% dan kadar sukrosa sebesar 2,22%.
1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber
a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian,penulisan karya ilmiah, penulisan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah
b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB
Studi Kasus di PT. PG. Rajawali II Unit PG. Tersana Baru, Jawa Barat
PUSPITA YULIANDARI
Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada
Departemen Teknologi Industri Pertanian Magister Sains pada
Departemen Teknolo gi P
ertanian
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
NRP : F 351040141
Disetujui,
Komisi Pembimbing
Dr. Ir. Erliza Noor Ketua
Prayoga Suryadarma, S.TP. MT Anggota
Diketahui,
Ketua Program Studi Teknologi Industri Pertanian
pada Proses Produksi Gula (Studi Kasus di PT. PG. Rajawali II Unit PG. Tersana Baru, Jawa Barat)
Nama : Puspita Yuliandari
NRP : F351050061
Disetujui Komisi Pembimbing
Dr. Ir. Anas Miftah Fauzi, M.Eng Ketua
Dr. Ir. Suprihatin, Dipl. Eng Anggota
Dr. Ono Suparno, S.TP., MT Anggota
Diketahui Ketua Program Studi
Teknologi Industri Pertanian
Dr. Ir. Irawadi Jamaran
Dekan Sekolah Pascasarjana
Prof. Dr. Ir. Khairil Anwar Notodiputro, MS.
Syukur Alhamdulillah atas segala Ridho, Rahmat dan Hidayah Allah SWT sehingga tesis ini dapat penulis selesaikan. Tesis yang berjudul Kajian Penerapan Produksi Bersih di Stasiun Gilingan pada Proses Produksi Gula (Studi Kasus di PT. PG. Rajawali II Unit II, PG. Tersana Baru, Jawa Barat) merupakan kelengkapan tugas akhir untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Sekolah Pascasarjana IPB.
Penelitian dan penulisan tesis ini di bawah bimbingan Dr. Ir. Anas Miftah Fauzi, M.Eng, Dr. Ir. Suprihatin, Dipl.-Eng dan Dr. Ono Suparno, S.TP, MT. Terima kasih dan penghargaan penulis sampaikan atas bimbingan dan arahan yang diberikan sejak penyusunan dan perencanaan penelitian hingga selesai penulisan. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada :
1. Prof. Dr. E. Gumbira Sa’id, MADev selaku dosen penguji, yang telah memberikan masukan untuk kesempurnaan penyusunan tesis ini.
2. Bapak Mujiono, B.Sc., selaku processing manager dan mas Ivan Ristanto selaku Mill Engineer atas segala petunjuk dan bimbingan yang diberikan selama penelitian, serta karyawan-karyawan di PT. PG. Rajawali II, PG. Tersana Baru, Cirebon atas segala bantuan dan informasinya.
3. Papa, mama, adik-adikku (Heri, Doni dan Lia), keluarga besar di Lampung dan Palembang, serta suamiku tercinta Dendi Eka Putra atas segala bantuan, doa, kesabaran, dorongan dan pengertian yang diberikan secara tulus dan ikhlas.
4. Hendrix, Agung (TIN 40), Mbak Yeni, Teh Fitri, Tri, Fitri, Mbak Leni, Bu Ai, Mbak Dona, Teman-teman Liqo’, Pak Yuli, teman-teman S2 dan S3 TIP angkatan 2005 dan 2006, keluarga besar di Cirebon (Mide, Bapak dan Ibu Anda, Aa’, Teteh’ dan Dede’).
5. Keluarga besar Milenium : Ocha, Esa, Bundo, Vivi, Angel, Didi, Mba Erni, Mba Erna serta semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah membantu dalam proses penyelesaian tesis ini.
Penulis dilahirkan di Tanjung Karang pada tanggal 2 Juli 1981 dari ayah Drs. Hi. Kabit Paidiyanto, M.Pd. dan ibu Dra. Hj. Yani Hernawaty. Penulis merupakan putri pertama dari empat bersaudara.
Halaman
Perkembangan Industri Gula di Indonesia... Tebu... 1 Alternatif dalam Penerapan Produksi Bersih... 14
1.1 1.2
Penerapan Produksi Bersih... Strategi dalam Penerapan Produksi Bersih...
14 15 2 Kendala Penerapan Produksi Bersih... 16
2.1
Penilaian Produksi Bersih suatu Perusahaan... Metode Quick Scan...
4 Tahapan Pemodelan Sistem Dinamik... 30 4.1
4.2 4.3 4.4
Pemilihan Tema dan Identifikasi Variabel Kunci Formulasi Model Simulasi... D Tempat dan Waktu Penelitian... 32 E PG. Jatitujuh, Majalengka, Jawa Barat... 32
IV DESKRIPSI PG. TERSANA BARU……….. 35
A Sejarah dan Perkembangan Perusahaan... 35 B Lokasi dan Tata Letak Perusahaan... 37 C Struktur Organisasi dan Ketenagakerjaan Perusahaan... 38 D Pengelolaan Limbah Perusahaan... 40
1 IV HASIL DAN PEMBAHASAN...…... 46 A Analisis Neraca Massa Proses Produksi Gula... 46
1 Stasiun Penguapan (Evaporator)... Stasiun Putaran dan Masakan...
Proses Penggilingan di Stasiun Gilingan... Hal-hal yang Mempengaruhi Proses Penggilingan…………...
50 54 1 Penambahan Air Imbibisi... 54
1.1 Ampas Tebu………. 56
2 Energi pada Proses Produksi Gula... 58 2.1 D Peluang Pendekatan Produksi Bersih... 66 E Model Sistem Dinamik Pengaruh Penambahan Air Imbibisi
terhadap Kinerja Mesin Gilingan di PG. Tersana Baru……… 70 1 Simulasi Model Sistem Dinamik (SD)………... 70 1.1 Model SD Proses Penggilingan……… 70
2.5 Sensitivitas……… 75 3 Hasil Simulasi Pemodelan... 76 V KESIMPULAN DAN SARAN ...…... 80
A B
Kesimpulan ……...…...…... Saran ………
80 80 DAFTAR PUSTAKA ...…… LAMPIRAN ...……
Halaman 1 Komposisi dan Kadar Batang Tebu... 7 2 Beberapa Indikator Efisiensi Teknis Pabrik Gula di Indonesia tahun
2002-2004...……… 9 3 Kriteria Kualitas Gula...………… 10 4 Parameter Kinerja Stasiun gilingan... 12 5 Hasil Pemeriksaan Kualitas Udara Ambien Lokasi Up Wind dan
Down Wind... 44 6 Hasil Pemeriksaan Emisi Cerobong... 45 7 Neraca Massa di Stasiun Gilingan... 46 8 Neraca Massa di Stasiun Pemurnian pada alat Door Clarifier... 47 9 Neraca Massa di Stasiun Pemurnian pada alat Rotary Vacuum Filter 48 10 Neraca Massa di Stasiun Penguapan... 48 11 Neraca Massa di Stasiun Masakan dan Putaran... 49 12 Jumlah Air Imbibisi, Tebu Tergiling, Gula SHS yang dihasilkan dan
Ampas Tebu PG. Tersana Baru Musim Giling Tahun 2007... 56 13 Penggunaan Ampas Tebu dan IDO di PG. Tersana Baru Musim
giling 2007... 60 14 Penggunaan Uap di PG. Tersana Baru tahun 2007...……… 63 15 Hubungan antara Air Imbibisi, Konsumsi Energi, dan Nilai
Penghematan Konsumsi Energi...……… 66
16 Hubungan Air Imbibisi, Penggunaaan IDO, dan Gula yang Hilang
dalam Ampas Tebu……….. 68
17 Hasil Validasi Pengaruh Penambahan Air Imbibisi terhadap Kadar
Air Ampas Tebu di PG. Tersana Baru... 74 18 Hasil Validasi Pengaruh Penambahan Air Imbibisi terhadap Kadar
sukrosa Ampas Tebu di PG. Tersana Baru... 75 19 Hasil Hubungan Pengaruh Penambahan Air Imbibisi terhadap Kadar
Air Ampas Tebu yang disimulasikan …..…………... 78 20 Hasil Hubungan Pengaruh Penambahan Air Imbibisi terhadap Kadar
Halaman 1 Aliran Massa dan Energi dengan Produk Buangan... 13 2 Teknik Produksi Bersih... 14 3 Diagram Alir Metodologi Penilaian pada Suatu Industri...……… 18 4 Pendekatan Produksi Bersih dengan Metode Quick Scan... 19 5 Pemodelan Sistem Dinamik... 21 6 Stock Flow Diagrams... 22 7 Kerangka Pemikiran Penelitian... 25 8 Diagram Alir Tahapan Penelitian... 34 9 Skema Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) PG. Tersana Baru 42 10 Skema Umum Proses Penggilingan Tebu... 51 11 Aliran Neraca Massa di Stasiun Gilingan Tebu...……….…………. 51 12 Jumlah Tebu Tergiling PG. Tersana Baru Musim Giling 2007 dan
PG. Jatitujuh Musim Giling 2006... 52 13 Neraca Massa Stasiun Gilingan PG. Tersana Baru Musim Giling
2007...………...…………... 53 14 Perbandingan Penambahan Air Imbibisi antara PG. Tersana Baru
Musim Giling 2007 dengan PG. Jatitujuh Musim Giling 2006... 55 15 Grafik Hubungan antara Air Imbibisi dengan Kadar Sukrosa
Ampas Tebu di PG. Tersana Baru Musim Giling 2007... 57 16 Grafik Hubungan antara Air Imbibisi dengan Kadar Air Ampas
Tebu di PG. Tersana Baru Musim Giling 2007... 58 17 Grafik Penambahan Air Imbibisi terhadap Nilai Pembakarannya
di PG. Tersana Baru Musim Giling 2007... 60 18 Grafik Pengaruh Kadar Air Ampas Tebu terhadap Jumlah
Penggunaan IDO PG. Tersana Baru Musim Giling 2007... 61 19 Grafik Hubungan antara Jumlah Penggunaan Air Imbibisi dengan
Konsumsi Uap PG. Tersana Baru Musim giling 2007... 64 20 Perbandingan Rendemen Gula antara PG. Tersana Baru Musim
Giling 2007 dengan PG. Jatitujuh Musim Giling 2006... 65 21 Grafik Hubungan antara Air Imbibisi dengan Biaya IDO dan Nilai
Gula dalam Ampas Tebu di PG. Tersana Baru Musim Giling
Tahun 2007... 68 22 Model SD Stasiun Gilingan Pengaruh Penambahan Air Imbibisi di
PG. Tersana Baru………... 70 23 Peningkatan Kadar Air Ampas Tebu akibat Peningkatan Air
Imbibisi di PG. Tersana Baru………... 71 24 Peningkatan Kadar Sukrosa Ampas Tebu akibat Peningkatan Air
Imbibisi di PG. Tersana Baru... 72 25 Penurunan Kadar Air Ampas Tebu Akibat Penurunan Air Imbibisi
di PG. Tersana Baru……... 72 26 Validasi Pengaruh Penambahan Air Imbibisi terhadap Kadar Air
Ampas Tebu di PG. Tersana Baru... 73 27 Validasi Pengaruh Penambahan Air Imbibisi terhadap Kadar
Ampas Tebu Akibat Perubahan Parameter Sensitif... 75 29 Dinamika Pengaruh Penambahan Air Imbibisi terhadap Kadar
Sukrosa Ampas Tebu Akibat Perubahan Parameter Sensitif... 76 30 Hubungan Pengaruh Penambahan Air Imbibisi terhadap Kadar Air
Ampas Tebu yang disimulasikan... 76 31 Hubungan Pengaruh Penambahan Air Imbibisi terhadap Kadar
Halaman 1 Neraca Massa Proses Produksi Gula PG. Tersana Baru Musim
Giling 2007... 84 2 Neraca Massa Proses Penggilingan pada Mesin Gilingan PG.
Tersana Baru………... 88 3 Perhitungan Neraca Uap...…………... 99 4 Langkah-langkah Pemodelan Sistem Dinamik Pengaruh
Penambahan Air Imbibisi terhadap Kinerja Mesin Gilingan di PG.
A. Latar Belakang
Industri gula dianggap sebagai industri yang strategis oleh Pemerintah
Indonesia baik secara sosial, ekonomi maupun politik. Kepedulian Pemerintah
terhadap industri gula dari waktu ke waktu relatif besar, sehingga industri ini
sering disebut sebagai the most regulated commodity (Bakrie, 2003). Indonesia pernah menjadi negara produsen dan eksportir gula di dunia pada awal abad
ke-20. akan tetapi, pada tahun 1975, produktivitas gula mulai menurun. Penurunan
ini dipengaruhi oleh kebijakan pemerintah yang memberatkan petani tebu, gagal
panen yang sering terjadi, kondisi pabrik di Indonesia yang cukup tua, dan proses
produksi gula yang tidak optimal sehingga menyebabkan kekurangan pasokan
bahan baku. Sementara itu, konsumsi gula nasional setiap tahunnya mengalami
peningkatan, sehingga ketimpangan antara produksi dan konsumsi gula harus
ditutupi dengan gula impor (Prihandana, 2005).
Upaya untuk meningkatkan produktivitas gula di Indonesia adalah dengan
melakukan pembenahan secara menyeluruh pada pabrik-pabrik gula, baik di
bidang produksi maupun unit-unit operasi. Pembenahan pada bidang produksi
bertujuan untuk meminimalisasi kehilangan gula pada proses produksi dalam
upaya meningkatkan rendemen gula dan pembenahan pada unit-unit operasi
bertujuan untuk mengurangi pemborosan energi (khususnya energi uap) pada
proses produksi. Pembenahan dapat dilakukan dengan menerapkan teknologi baru
yang efektif (Prihandana, 2005), memperbaiki dan menggantikan mesin-mesin
produksi yang cukup tua, menyiapkan pasokan bahan baku yang berkualitas,
mengoptimalkan efisiensi dan kinerja proses pembuatan gula.
Menurut Purwono (2003), kehilangan gula pada proses produksi banyak
terjadi pada stasiun gilingan, pemurnian dan pengristalan. Pada stasiun gilingan,
kehilangan gula terjadi karena sebagian gula masih bercampur dalam ampas tebu
Kehilangan gula dan pemborosan energi pada proses produksi dapat
diminimalisasi dengan melakukan berbagai pendekatan. Salah satu pendekatan
yang sesuai untuk diterapkan dalam proses proses produksi gula adalah
pendekatan produksi bersih. Menurut USAID (1997), produksi bersih merupakan
suatu pendekatan yang mengarah pada peningkatan efisiensi proses produksi dan
perbaikan atau meningkatkan sistem operasi dan prosedur kerja.
Studi ini dilakukan dengan studi khusus di PT. PG. Rajawali II Unit PG.
Tersana Baru, Jawa Barat. Pengoptimalan pendekatan produksi bersih dari aspek
lingkungan, di PG. Tersana Baru dapat ditingkatkan dengan melakukan perbaikan
pada proses produksi dan prosedur kerja. Fokus penelitian ini adalah pengaruh
penambahan air imbibisi terhadap peningkatan efisiensi proses produksi dengan
pendekatan produksi bersih di stasiun gilingan. Stasiun gilingan dipilih, karena
tahapan prosesnya paling banyak berinteraksi dengan limbah berupa baggasse. Selama ini, bagasse selain dimanfaatkan sebagai bahan bakar ketel uap, bagasse
juga dimanfaatkan sebagai bahan baku papan partikel, kertas, pulp, dan kanvas
rem.
B. Perumusan Masalah
Kegiatan industri gula terdiri dari kegiatan proses produksi dan unit-unit
operasi. Kegiatan proses produksi adalah kegiatan proses pengolahan tebu sampai
menjadi gula. Proses tersebut diawali, dengan pemotongan batang-batang tebu,
kemudian dimasukkan ke stasiun gilingan dan menghasilkan nira mentah. Nira
mentah masuk ke stasiun pemurnian dan menghasilkan nira jernih. Nira jernih
dihilangkan kandungan airnya melalui proses penguapan dan menghasilkan nira
kental. Nira kental dimasak dan selanjutnya dikristalkan. Hasil dari pengkristalan
nira kental adalah gula pasir (Moerdokusumo, 1993). Kegiatan unit-unit operasi
merupakan kegiatan pendukung proses produksi. Kegiatannya dilakukan di
stasiun uap, stasiun listrik dan stasiun air.
Menurut Purwono (2003), kehilangan gula dipengaruhi oleh proses
penggilingan, pemurnian dan pengristalan yang kurang baik. Kehilangan gula
pada proses penggilingan di PG. Tersana Baru musim giling 2007, rata-rata 2,57%
tinggi. Penentuan efisiensi tersebut dilakukan untuk menentukan jumlah gula yang
mampu dipisahkan dari tebu sebelum masuk ke proses lainnya. Oleh karena itu,
penelitian ini difokuskan pada perbaikan proses penggilingan.
Proses penggilingan berkaitan erat dengan kehilangan gula dalam ampas
tebu. Oleh karena itu, untuk menganalisis dan mendapatkan solusi dalam
mengatasi kehilangan gula pada proses produksi di stasiun gilingan, diperlukan
analisis pada proses penggilingan terutama berkaitan dengan penambahan air
imbibisi.
C. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah merancang perbaikan proses di stasiun
gilingan melalui strategi pendekatan produksi bersih untuk mereduksi kehilangan
gula dan meningkatkan efisiensi penggunaan energi (uap dan bahan bakar) serta
merancang model dinamik pengaruh penambahan air imbibisi terhadap kadar air
ampas tebu dan kadar sukrosa ampas tebu pada proses penggilingan di PT. PG.
Rajawali II Unit PG. Tersana Baru, Jawa Barat.
D. Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Pengambilan data dilakukan di PG. Tersana Baru selama sepuluh periode
musim giling tebu tahun 2007 dari awal bulan Juni sampai dengan akhir bulan
Oktober;
2. Pengamatan pada proses produksi dilakukan di stasiun gilingan bertujuan
untuk menghitung seberapa besar pengaruh air imbibisi terhadap proses
penggilingan;
3. Pengamatan terhadap penggunaan energi dilakukan untuk menganalisis
jumlah pemakaian energi (uap dan bahan bakar) selama proses produksi gula;
4. Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan produksi bersih dengan
Metode Quick Scan;
5. Perancangan model dinamik menggunakan program komputer Stella versi 8.0.
6. Hasil simulasi adalah penilaian pengaruh penambahan air imbibisi terhadap
kadar air ampas tebu dan kadar sukrosa ampas tebu berdasarkan proses
7. Membandingkan hasil giling tebu dan kinerja mesin giling PG. Tersana Baru
dengan hasil giling tebu dan kinerja mesin giling PG. Jatitujuh musim giling
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Industri Gula
1. Perkembangan Industri Gula di Indonesia
Industri gula di Indonesia merupakan industri yang strategis bagi
Pemerintah baik secara sosial, ekonomi mapun politik. Perhatian Pemerintah dari
waktu ke waktu relatif besar, sehingga industri ini sering disebut sebagai the most regulated comodity (Bakrie, 2003). Pemerintah mulai menetapkan beberapa kebijakan diantaranya : (a) tahun 1971, mengenai Tebu Rakyat Intensifikasi (TRI)
yang bertujuan untuk melakukan pengaturan pada sisi produksi, sistem distribusi
sampai dengan sistem penentuan harga gula; (b) tahun 1975, mengenai operasi
model Bimas dan kebijakan-kebijakan lain mengenai penetapan harga gula; (c)
tahun 1980-an, mengenai peningkatan produksi gula yang berkaitan dengan
penyehatan Badan Usaha Milik Negara (BUMN); dan tahun 1984 dan 1987,
mengenai swasembada gula (Tim Studi P3GI, 2005).
Pemerintah sudah tidak membiayai program TRI dan program pergulaan
lainnya sejak tahun 1997. Salah satu hal yang mempengaruhinya adalah adanya
desakan dari Internasional Monetery Fund (IMF) terhadap monopoli Bulog mengenai persoalan kesejahteraan petani. Penetapkan Inpres No. 5 mengenai
penghapusan program TRI dan penghapusan monopoli Bulog dengan SK
Menperindag No. 25 dikeluarkan, pada tahun 1998.
Era baru industri gula pasca tahun 1998 mendorong industri gula nasional
terlibat dalam perdagangan dunia. Terbukanya pasar gula domestik, menyebabkan
masuknya gula impor. Masuknya gula impor mempengaruhi neraca gula nasional,
yang melebihi total produksi gula nasional (Tim Studi P3GI, 2005). Dampak
terbesar mengakibatkan petani tebu dan perusahaan gula di Indonesia mengalami
kerugian dan terancam usahanya. Hampir seluruh produsen gula di Indonesia
mengalami kerugian akibat harga gula nasional jauh diatas harga gula impor, pada
tahun 1999 (Prihandana, 2005). Tahun 2000-2001, produksi, produktivitas dan
efisiensi kinerja industri gula nasional memburuk, karena pabrik gula bekerja di
bawah kapasitas dan terjadi kerugian pada tahun-tahun sebelumnya (Tim Studi
2. Tebu
Bahan baku utama dalam pembuatan gula adalah tebu. Tebu yang baik
adalah tebu yang memiliki nilai rendemen tinggi. Angka rendemen yang
digunakan untuk menghitung hasil dipabrik gula adalah rasio antara hasil gula
kristal dengan bobot tebu yang digiling. Tebu yang diolah PG. Tersana Baru
ditanam oleh petani TRI (Tebu Rakyat Intensifikasi). Sesuai dengan INPRES No.
9 pada tanggal 22 April 1975, mengenai Tebu Rakyat Intensifikasi (TRI) (PG.
Tersana Baru, 2006).
Secara umum tebu terdiri atas nira dan serabut (zat padat yang tidak larut).
Nira terbagi lagi menjadi brix dan kadar sukrosa, briks larutan gula menunjukkan
kandungan zat kering total yang terdiri dari sukrosa dan zat bukan gula. Akan
tetapi, kadar sukrosa larutan hanya menentukan kandungan sukrosa. Perbedaan
antara briks dan kadar sukrosa adalah kandungan zat bukan gula yang terdapat
dalam larutan. Makin kecil jumlah zat bukan gulanya, makin murni sifat fisis
larutan itu. Dengan demikian, kandungan kadar sukrosa tiap 100% brix
merupakan angka penilai kemurnian larutan gula, yang dalam perhitungan
pengawasan dinamakan HK atau hasil bagi kemurnian.
Parameter tanaman tebu adalah kadar sukrosanya, komposisi tebu
bermacam-macam tergantung dari jenis tebu, keadaan tanaman, cara
pemeliharaan, dan tingkat kemasakan tebu, komposisi tersebut akan
mempengaruhi kandungan gula yang ada didalam tebu. Pada dasarnya proses
pembuatan gula di pabrik gula sendiri tidak melalui reaksi kimia, melainkan
memisahkan kandungan tebu (nira) dari ampasnya. Oleh karena itu, kualitas tebu
sangat berpengaruh terhadap produk gula yang dihasilkan. Tebu yang baik dan
sesuai adalah tebu yang memerlukan pengawasan dan pemeriksaan sebelum tebu
digiling. Pengawasan ini dilakukan dengan pemeriksaan tebu yang ada di lahan
tebu yang akan dipanen. Tebu yang dipanen yaitu tebu yang sudah berumur 11
sampai 16 bulan, pada umur tesebut kadar gula yang terkandung dalam tebu sudah
optimal dan siap untuk dipanen. Tebu dikatakan masak apabila telah berhenti
tumbuh dan daunnya mulai mengering, pada saat tersebut kadar gula naik
Penebangan tebu yang pertama kali batang tebu yang di pangkas disisakan
± <5 cm dari permukaan tanah. Sisa dari batang tebu tersebut akan tumbuh tunas
baru yang biasa disebut dengan Ratoon I, pertumbuhan ini akan terus berlangsung
hingga Ratoon IV. Setelah mencapai Ratoon IV, maka pada panen berikutnya
dilakukan dengan mencabut tebu beserta akarnya dan kemudian dilakukan
penanaman bibit baru.
Tebu dengan kadar sukrosa yang tinggi memerlukan syarat-syarat tumbuh
yaitu dibutuhkan banyak curah hujan di waktu muda dan dikurangi curah hujan di
waktu tua. Hal ini dimaksudkan bahwa penanaman tebu ini termasuk ke dalam
peralihan musim hujan ke musim kemarau. Tipe curah hujan di perkebunan tebu
olahan PG. Tersana Baru dengan lokasi kebun tebu yang tidak jauh dari
lingkungan pabrik ini rata-rata 1.500 mm per tahun dengan suhu rata-rata tertinggi
30°C di bulan September dan terendah 25°C di bulan Januari, dan kelembaban
udara relatif rata-rata berkisar 78% – 82%. Oleh karena itu, tebu biasanya ditanam
pada akhir musim penghujan di saat akan memasuki musim kemarau. Kandungan
yang terdapat dalam satu batang tebu dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Komposisi dan Kadar Batang Tebu
Bahan penyusun Kadar (%) Bahan penyusun Kadar (%)
A. Tebu 2. Garam-garam
- Air 73 - 76 - Anorganik 3 - 4,5
- Zat padat 24 - 27 - Organik 1,5 - 4,5
- Zat padat terlarut 10 - 16 3. Asam organik bebas 0,5 - 2,5
- Sabut (kering) 11 - 16 - Asam karboksilat 0,1 - 0,5
B. Nira - Asam amino 0,5 - 0,2
1. Gula 75 - 92 4. Non Organik 0,5
- Sakarosa 70 - 78 - Protein 0,6
- Glukosa 2 - 4 - Pati 0,001 - 0,05
- Fruktosa 2 - 4 - Gum 0,30 - 0,60
3. Proses Pengolahan Gula
Menurut Moerdokusumo (1993), proses pengolahan tebu menjadi gula
kristal terdiri dari unit operasi penggilingan (ekstraksi), pemurnian (purifikasi),
penguapan (evaporasi), kristalisasi, dan sentrifuse. Unit operasi penggilingan
Unit operasi purifikasi bertujuan untuk memisahkan kotoran seperti partikel kasar
(pasir dan ampas yang masih terbawa dalam nira mentah), partikel koloid seperti
non-suspended sugar, dan partikel terlarut (misalnya desinfektan yang ikut terbawa dari stasiun gilingan) dalam nira mentah sebanyak mungkin dengan cara
yang efektif. Unit operasi penguapan bertujuan untuk menguapkan kandungan air
yang terdapat pada nira jernih (nira encer) dari stasiun pemurnian sehingga
dihasilkan nira kental. Unit operasi kristalisasi bertujuan untuk mengkristalkan
nira kental sehingga didapatkan kristal gula sesuai yang diinginkan. Unit operasi
sentrifuse bertujuan untuk memisahkan kristal gula dengan larutannya dari
masakan A, masakan C, dan masakan O dengan cara pemutaran (sentrifugasi).
Variabel yang membentuk rendemen tebu nyata adalah varietas tebu, bibit
tebu, pengolahan kebun, perawatan (pemupukan), pengairan, tebang dan angkut,
kelancaran giling, penggilingan, pemrosesan, pemasakan, pemutaran atau
pengepakan, dan berjalannya sistem kontrol produksi dan kualitas. Koordinasi
antara aspek produksi, tanaman, tebang dan angkut, serta penggilingan atau
pemrosesan juga diperlukan (IKAGI, 2006).
Rendemen nyata menyatakan gula hanya dalam bentuk kristal. Selama
proses berlangsung, tidak semua gula berubah menjadi kristal, tetapi terjadi
kehilangan gula di beberapa proses. Hal tersebut akan berpengaruh pada
rendahnya rendemen yang dihasilkan apabila dibandingkan dengan kandungan
sukrosa yang sebenarnya. Paturau (1982), menjelaskan bahwa proses pengolahan
tebu selain menghasilkan gula sebagai hasil akhir, juga menghasilkan beberapa
produk samping (by-product), seperti : ampas tebu (bagasse), blotong (filter cake), dan tetes (molasses) (Lembaga Penelitian IPB, 2002). Ketiga produk samping utama tersebut berpeluang masih mengandung gula (sukrosa). Efisiensi
proses, diperlukan untuk meminimumkan kehilangan gula melalui produk-produk
samping tersebut.
Industri gula memiliki indikator-indikator efisiensi proses produksi,
terutama di bagian Pabrikasi. Indikator-indikator efisiensi tersebut antara lain
adalah: mill extraction (ME), boiling house recovery (BHR), overall recovery
Tabel 2. Beberapa Indikator Efisiensi Teknis Pabrik Gula di Indonesia tahun
2002-2004
Komponen Efisiensi (%) Efisiensi Normal (%)
ME (Mill Extraction) 84 - 85 95
BHR (Boiler House Recovery) 70 – 80 90
OR (Overall Recovery) 59 – 79 85
Kadar sukrosa Tebu 8 - 11 14
Rendemen 5 – 8,5 12
Sumber : P3GI (2001)
4. Nira Mentah
Nira mentah dihasilkan dari proses pemerahan tebu dengan air imbibisi.
Nira mentah mengandung air sebesar 70% - 90%, gula atau kadar sukrosa sebesar
7% - 10%, brix sebesar 9% - 13%, bukan gula sebesar 2% - 3%, dan kotoran
sebesar 0,1% - 0,5%. Berat timbangan untuk nira mentah diusahakan lebih besar
dari berat tebu. Rata-rata nira mentah yang dihasilkan pabrik gula di Indonesia
sebesar 90% - 100%. Apabila kurang dari 90%, mengindikasikan tebu yang
digiling telah kering atau pemberian imbibisi dalam proses penggilingan tidak
optimal.
Nira mentah terdiri dari nira mentah netto dan kotoran nira mentah. Nira
mentah netto dihasilkan dari air yang terkandung dalam nira mentah dan
kandungan brix nira mentah. Air nira mentah berasal dari air yang terkandung
dalam tebu dengan air dari imbibisi. Nira asli nira mentah berasal dari air dari
tebu, kadar sukrosa nira mentah dan bukan gula nira mentah (PG. Tersana Baru,
2006).
5. Ampas Tebu
Ampas tebu yang dihasilkan dari proses penggilingan mengandung air
sebesar 49% - 52%, gula atau kadar sukrosa sebesar 1,5% - 3,0%, brix sebesar 4%
- 7%, bukan gula sebesar 2,5% - 4%, dan sabut sebesar 10% - 16%. Dalam 100 %
tebu, ampas tebu yang dihasilkan sebesar 28% - 30%. Serat ampas tebu dihasilkan
dari zat kering ampas tebu dikurangi brix ampas tebu.
Ampas tebu terdiri atas zat kering ampas tebu dan air ampas tebu. Zat
sedangkan air ampas tebu dihasilkan dari air bebas brix, air imbibisi, dan air dari
tebu. Nira asli ampas tebu dihasilkan dari kadar sukrosa ampas tebu, bukan gula
ampas tebu, dan air dari ampas tebu (PG. Tersana Baru, 2006).
6. Gula
Produk utama yang dihasilkan dari pabrik gula adalah gula SHS (Superior High Sugar) IA. Gula yang dihasilkan memiliki nilai kemurnian sebesar 99,7%. Untuk mengetahui kriteria gula yang dihasilkan ditunjukkan pada Tabel 3.
Tabel 3. Kriteria Kualitas Gula
Analisa Kualitas
I A I B I Standar
NRD (Nilai Reduksi direduksi) ≥ 70 ≥ 65 ≥ 60
Air ≤ 0,1 ≤ 0,1 ≤ 0,1
% Kadar sukrosa 99,7 99,6 99,5
BJB (Berat Jenis Butiran), mm 0,9 - 1,0 0,9 - 1,0 0,9 - 1,0
Warna (ICUMSA) ≤ 150 ≤ 40 ≤ 8
SO2 (%) ≤ 5 ≤ 1,5 0
Sumber : Suyardi (1994)
7. Penggunaan Air Imbibisi
Mathur (1978) menjelaskan bahwa pertimbangan yang paling penting dalam
pemberian air imbibisi adalah pemberian air imbibisi dapat menembus cacahan
tebu sehingga air dapat menarik gula yang masih tersisa dalam ampas tebu.
Pemberian air imbibisi juga harus dalam jumlah yang optimal agar ampas yang
dihasilkan memiliki kadar air sekering mungkin. Selain itu, tekanan dalam
gilingan juga harus cukup sehingga ampas yang keluar dari gilingan lebih kering
tanpa meninggalkan banyak gula di dalamnya.
Penambahan air imbibisi dilakukan pada gilingan ke-III dan ke-IV. Tujuan
penambahan imbibisi adalah agar proses ekstraksi nira dari tebu berlangsung
secara optimal, sehingga dapat mengekstrak gula dari tebu sebanyak-banyaknya.
Penggunaan air imbibisi yang dilakukan rata-rata sebesar 30 persen. Air imbibisi
digunakan pada gilingan III dan gilingan IV dengan jumlah yang berbeda, yakni
masing-masing sebesar 30% dan 70%. Jumlah tersebut merupakan rekomendasi
jumlah penambahan air imbibisi akan berpengaruh pada parameter nilai brix,
kadar sukrosa, .kadar air, dan berat nira mentah dan ampas.
8. Stasiun Gilingan
Menurut Moerdokusumo (1993), stasiun gilingan bertujuan untuk
mengekstraksi kandungan sukrosa dalam tebu sebanyak mungkin dengan cara
pemerahan atau pembilasan. Hasil penggilingan tebu adalah nira mentah dan
ampas tebu. Nira mentah yang dihasilkan, selanjutnya diproses ke stasiun
pemurnian. Ampas tebu yang dihasilkan dimanfaatkan sebagai bahan bakar untuk
keperluan energi di stasiun gilingan, proses dan listrik perusahaan.
Stasiun gilingan memiliki empat unit gilingan. Setiap gilingan terdiri atas
tiga rol, yaitu : rol depan, rol atas dan rol belakang. Diantara rol depan dan rol
belakang terdapat ampas plate yang berfungsi sebagai alat penampung ampas tebu agar tidak jatuh ke bak penampungan bersama nira mentah.
Proses penggilingan dimulai dari masuknya tebu ke unigrator sebagai
gilingan sebelum masuk ke gilingan I. Nira yang dihasilkan dari gilingan I
disebut nira perahan pertama (NPP), sedangkan ampas dari gilingan I kemudian
masuk ke gilingan II untuk diekstraksi kembali. Nira dari gilingan II disebut nira
perahan lanjuran (NPL). NPP dan NPL tersebut selanjutnya digabungkan
menjadi nira mentah (NM). Pada gilingan III, ampas terperas gilingan II dibantu
dengan siraman air imbibisi gilingan IV dan ampas terperas gilingan III menjadi
bahan dasar gilingan IV. Hasil perasan gilingan IV adalah nira mentah yang
menjadi air imbibisi untuk penyiraman gilingan III dan ampas tebu terperas akan
dijadikan sebagai bahan bakar di stasiun boiler.
Menurut Rianggoro dan Daryanto (1984), hasil perahan tiap gilingan
berbeda, semakin ke belakang semakin kecil nira yang dihasilkan, karena nira
yang terperah sebagian besar % brix terperah pada bagian parensia, sedangkan
Tabel 4. Parameter Kinerja Stasiun gilingan
Sumber : Cahyadi (2005)
Proses pengolahan di stasiun gilingan merupakan titik awal keberhasilan
proses pengolahan gula tebu. Proses penggilingan yang efisien dan optimal
berbanding lurus dengan kualitas maupun kuantitas gula yang dihasilkan. Jika
nira mentah yang dihasilkan dari proses penggilingan memiliki nilai brix den
kadar sukrosa yang tinggi, maka dapat diperkirakan gula SHS yang akan
dihasilkan juga lebih tinggi. Oleh karena itu, pada proses penggilingan diusahakan
berjalan secara optimal.
9. Energi
Efisiensi konversi material masukan menjadi material terpakai atau keluaran
merupakan faktor penting dalam kaitannya dengan efisiensi pemakaian energi.
Kenyataannya, material keluaran dari suatu industri terdiri lebih dari satu macam
produk. Hal ini disebabkan oleh adanya produk buangan disamping produk
berguna. Pendekatan Hukum Kekekalan Massa dapat dilihat dengan persamaan:
Mi = m1 + m2 + mw ...(1) m1 + m2 + mw = Mo ...(2)
Gambar 1. Aliran Massa dan Energi dengan Produk Buangan
Parameter
Standar
Syarat Nilai
PG. Kecil PG. Sedang PG.Besar
Satuan
Kadar Sabut - 14 – 16 14 – 16 14 – 16 %
Tingkat Pencacahan > 90 90 90 %
Fibre Loading = 200 200 200 g/dm2
Imbibisi % sabut ≥ 200 200 200 %
Persentase nira mentah
tebu ≥ 100 100 100 %
Persentasi ekstraksi
nira mentah > 96 96 96 %
Kapasitas giling ≥ 1.500 3.000 4.500 TDC
Keluaran Energi (E
o)
Material Masukan (M
i) Produk Buangan
(Mw) Sistem Industri
Masukan Energi (Ei)
Produk (m
Untuk unit yang menghasilkan produk buangan mempunyai efisiensi
konversi material yang dapat dinyatakan sebagai berikut :
...(3)
B. Produksi Bersih
Produksi bersih merupakan strategi pengelolaan lingkungan yang bersifat
pencegahan dan terpadu yang diterapkan secara terus menerus pada proses
produksi, produk dan jasa untuk meminimalkan terjadinya resiko terhadap
manusia dan lingkungan (UNEP, 2003). Penerapan Produksi Bersih dalam
industri dapat dilakukan menurut proses yang berjalan, mulai dari proses
produksi, menghasilkan produk sampai dengan konsumen. Produksi bersih juga
sebagai suatu upaya positif yang layak dipertimbangkan oleh industri karena
disamping mengurangi beban pencemaran terhadap lingkungan, juga dapat
meningkatkan pendapatan perusahaan.
Minimalisasi limbah untuk mengurangi beban pencemaran lingkungan dapat
dilakukan dengan meningkatkan efisiensi penggunaan bahan baku dan energi.
Dengan minimumnya limbah yang terbentuk, maka biaya yang dikeluarkan untuk
menangani (treatment) limbah dapat dikurangi, dan ini sama artinya sebagai keuntungan (saving) bagi perusahaan.
i
M m m masukan massa
Jumlah
berguna produk
Jumlah
Gambar 2. Teknik Produksi Bersih
1. Alternatif dalam Penerapan Produksi Bersih
Menurut USAID (1997), Penerapan Produksi Bersih merupakan suatu
pendekatan yang mengarah pada peningkatan efisiensi proses produksi,
pengunaan teknik-teknik daur ulang dan pakai ulang, kemungkinan substitusi
bahan baku dengan lebih ekonomis dan tidak berbahaya, serta perbaikan atau
meningkatkan sistem operasi dan prosedur kerja.
1.1. Penerapan Produksi Bersih a. Proses
Produksi bersih mencakup upaya peningkatan efisiensi dan efektifitas dalam
pemakaian bahan baku, energi dan sumberdaya lainnya serta mengganti atau
mengurangi bahan berbahaya dan beracun, sehingga mengurangi jumlah dan
toksisitas seluruh limbah dan emisi yang dikeluarkan sebelum meninggalkan
proses.
b. Produk
Produksi bersih memfokuskan pada upaya pengurangan dampak
dikeseluruhan daur hidup produk, mulai dari ekstraksi bahan baku sampai
c. Jasa
Produksi bersih menitik-beratkan pada upaya penggunaan proses 3R
(Recovery, Reuse dan Recycle) diseluruh kegiatannya, mulai dari pengunaan bahan baku sampai ke pembuangan akhir.
1.2. Strategi dalam Penerapan Produksi Bersih
a. Substitusi bahan baku
Bahan baku merupakan hal penting yang harus disediakan dalam kegiatan
produksi. Saat bahan baku habis, kegiatan industri terhambat. Penerapan Produksi
Bersih dilakukan untuk mengatasi masalah tersebut yaitu dengan mengganti atau
mensubstitusi bahan baku yang sejenis sehingga menghasilkan produk yang sama.
b. Proses kontrol yang baik
Sistem kontrol yang baik di setiap proses produksi akan menghasilkan
produk yang optimal dan dapat meminimumkan limbah yang dihasilkan.
Pengontrolan dimulai dari bahan baku masuk sampai diperoleh produk akhir.
Sistem kontrol yang baik akan menguntungkan untuk pihak perusahaan.
c. Modifikasi peralatan
Produk yang optimal dihasilkan dengan menekan biaya produksi dan
mengurangi limbah. Tindakan yang perlu dilakukan adalah modifikasi atau
mengganti peralatan. Mengganti atau modifikasi peralatan memerlukan dana yang
besar, tetapi keuntungan yang diperoleh juga besar bagi perusahaan yang
bersangkutan, karena dapat menghasilkan output yang optimal, waktu proses
cepat dan ramah lingkungan.
d. Memproduksi hasil samping yng dapat digunakan
Setiap kegiatan produksi menghasilkan produk utama dan produk samping.
Produk samping ada yang dimanfaatkan dan ada yang tidak. Produk samping
yang baik, dapat dimanfaatkan untuk proses lain atau untuk kebutuhan industri
e. Reuse (menggunakan kembali)
Reuse merupakan salah satu cara untuk meminimumkan limbah yang keluar. Sebagian besar industri sudah menerapkan sistem reuse dan hasilnya sangat menguntungkan bagi perusahaan.
f. Modifikasi produk
Melakukan modifikasi produk harus memperhatikan beberapa hal yaitu cara
menghilangkan bahan toksik atau beracun dari komponen produk, cara
menggunakan bahan-bahan yang bersifat biodegradable dan meningkatkan umur simpan produk.
2. Kendala Penerapan Produksi Bersih
2.1. Kendala Ekonomi
Kendala ekonomi terjadi apabila kalangan usaha tidak merasa mendapat
keuntungan dalam penerapan produksi bersih. Sekecil apapun konsepnya, apabila
tidak menguntungkan bagi perusahaan, maka akan menyulitkan pihak manajemen
untuk menerapkan konsep tersebut. Hambatan yang sering terjadi, antara lain :
besarnya biaya tambahan peralatan dan modal atau investasi dibandingkan dengan
kontrol pencemaran secara konvensional sekaligus penerapan produksi bersih
2.2. Kendala Teknologi
Kendala teknologi sering terjadi disebabkan kurangnya penyebaran informasi
mengenai konsep produksi bersih, adanya kemungkinan pendekatan sistem baru
yang tidak sesuai, dan tidak memungkinkannya tambahan peralatan, serta
terbatasnya ruang kerja atau produksi.
2.3. Kendala Sumber Daya Manusia
Kendala sumber daya manusia dipengaruhi oleh kurangnya dukungan dari pihak
manajemen puncak, keengganan untuk berubah baik secara individu maupun
organisasi, lemah komunikasi intern tentang proses produksi yang baik,
pelaksanaan manajemen organisasi perusahaan yang kurang fleksibel, birokrasi
yang sulit, terutama dalam pengumpulan data primer, dan kurangnya
3. Penilaian Produksi Bersih suatu Perusahaan
Banyak organisasi yang mengeluarkan manual metodologi penilaian
produksi bersih dengan berbagai macam keragaman dan kelengkapannya, namun
dari manual-manual tersebut pada dasarnya mempunyai prinsip yang sama yaitu
memusatkan pada ulasan suatu perusahaan mengenai proses produksinya,
mengidentifikasi pemakaian sumberdaya, mengurangi bahan-bahan beracun dan
munculnya limbah.
Penilaian produksi bersih yang baik akan mencakup hal-hal sebagai berikut :
1. Menyajikan semua informasi yang tersedia pada unit operasi, bahan baku,
produk, air dan penggunaan energi.
2. Menjelaskan sumber, kuantitas dan jenis limbah yang timbul.
3. Mengidentifikasi dimana terjadi proses inefisiensi dan wilayah yang terdapat
salah manajemen.
4. Mengidentifikasi ektifitas kerusakan lingkungan.
5. Mengidentifikasi dimana opsi produksi bersih dapat diterapkan dan
menghitung jumlah biaya dan manfaat dari implementasi opsi tersebut.
6. Menentukan prioritas opsi produksi bersih yang telah diidentifikasi. Prioritas
diukur dari biaya yang rendah atau tidak memerlukan biaya dan yang
memberikan pay back periods pendek.
Secara skematis metodologi penilaian yang dikeluarkan UNEP (2003) dapat
ditampilkan sebagai berikut :
4. Metode Quick Scan
Metode Quick Scan terdiri dari tiga tahap, yaitu tahap pendugaan awal, tahap analisis melalui neraca bahan dan tahap sistesis atau implementasi. Secara
umum dapat dilihat pada Gambar 4.
FASE 1 : PENDUGAAN AWAL
PERSIAPAN TEKNOLOGI
Step 1 menyiapkan tim audit dan sumber daya
Step 2 membagi proses ke dalam satuan-satuan operasi Step 3 menyusun diagram alir proses sesuai satuan operasi
FASE 2 : NERACA BAHAN
INPUT-INPUT PROSES Step 4 menentukan input-input
Step 5 mencatat penggunaan air Step 6 menentukan level reuse/ recycling limbah
OUTPUT-OUTPUT PROSES
Step 7 kualifikasi produk/hasil samping Step 8 menghitung jumlah limbah cair Step 9 menghitung jumlah emisi gas
MENURUNKAN NERACA BAHAN
Step 11 menyatukan informasi input dan output
Step 12 menurunkan persiapan neraca bahan
Step 13&14 mengevaluasi dan memperhalus neraca bahan
FASE 3 : SINTESA
IDENTIFIKASI PILIHAN REDUKSI LIMBAH Step 15 identifikasi pengukuran reduksi limbah Step 16 tujuan dan karakteristik permasalahan limbah Step 17 investigasi peluang pemisahan limbah Step 18 identifikasi jangka waktu reduksi limbah
EVALUASI PILIHAN REDUKSI LIMBAH
Step 19 mempertimbangkan evaluasi lingkungan dan ekonomi dari pilihan reduksi limbah, mencatat kelayakan pilihan
IMPLEMENTASI REDUKSI LIMBAH
Step 20 desain dan imlementasi reduksi limbah untuk meningkatkan efisiensi proses
C. Pemodelan Sistem Dinamik
Pemodelan adalah suatu perwakilan atau abstraksi dari sebuah objek atau
situasi aktual (Eriyatno, 1998). Istilah lainnya disebut tiruan model dunia nyata
yang dibuat virtual (Sterman, 2000). Karena bentuknya tiruan, model tidak mesti
harus sama persis dengan aslinya, tetapi minimal memiliki keserupaan (mirip).
Pemodelan merupakan proses iteratif, dimana hasil pada setiap langkah
dikembalikan lagi untuk diperbaiki agar didapatkan hasil yang mendekati model
aslinya (dunia nyata) yang cukup ideal untuk dapat dijadikan representasi
(Eriyatno, 1998; Sterman, 2000). Proses pemodelan terdiri dari langkah-langkah
sebagai berikut (Gamber 5):
1. Perumusan masalah dan pemilihan batasan dunia nyata. Tahap ini meliputi
kegiatan pemilihan tema yang akan dikaji, penentuan variabel kunci, rencana
waktu untuk mempertimbangkan masa depan yang jadi pertimbangan serta
seberapa jauh kejadian masa lalu dari akar masalah tersebut dan selanjutnya
mendefinisikan masalah dinamisnya.
2. Formulasi hipotesis dinamis dengan menetapkan hipotesis berdasarkan pada
teori perilaku terhadap masalahnya dan bangun peta struktur kausal melalui
gambaran model mental pemodel dengan bantuan alat-alat seperti causal loop diagrams (CLD), stock flow diagrams (SFD), dan alat lainnya. Model mental adalah asumsi yang sangat dalam melekat, umum atau bahkan suatu gambaran
dari bayangan atau citra yang berpengaruh pada bagaimana kita memahami
dunia dan bagaimana kita mengambil tindakan (Senge, 1995).
3. Tahap formulasi model simulasi dengan membuat spesifikasi struktur, aturan
keputusan, estimasi parameter dan uji konsistensi dengan tujuan dan batasan
yang telah ditetapkan sebelumnya.
4. Pengujian meliputi pengujian membandingkan dari model yang dijadikan
referensi, pengujian kehandalan (robustness), dan uji sensitivitas.
5. Evaluasi dan perancangan kebijakan berdasarkan skenario yang telah
diujicobakan dari hasil simulasi. Perancangan kebijakan mempertimbangkan
analisis dampak yang ditimbulkan, kehandalan model pada skenario yang
berbeda dengan tingkat ketidakpastian yang berbeda pula serta keterkaitan
Sistem dinamik adalah pendekatan yang membantu manajemen puncak
dalam memecahkan permasalahan kecil dan dianggap sukar untuk dipecahkan.
Kebanyakan orang dalam menetapkan tujuan yang hendak dicapai pada awalnya
terlalu rendah. Hal yang diinginkan adalah sebuah peningkatan dengan sikap
umum yang dilakukan dalam lingkungan akademis, yaitu dengan menjelaskan
perilakunya setelah itu menemukan struktur dan kebijakan untuk hasil yang lebih
baik (Forrester, 1961 dalam Sterman, 2000)
Analisis model sistem dinamik menggunakan analisis model simulasi.
Simulasi sebagai teknik penunjang keputusan dalam pemodelan, misalnya
pemecahan masalah bisnis secara ekonomis dan tepat menghadapi perhitungan
rumit dan data yang banyak. Simulasi adalah aktifitas di mana pengkaji dapat
menarik kesimpulan tentang perilaku dari suatu sistem melalui penelaahan
perilaku model yang selaras, di mana hubungan sebab akibatnya sama dengan
atau seperti yang ada pada sistem yang sebenarnya (Eriyatno, 1998).
1. Artikulasi masalah (pemilihan batasan)
2. Hipotesis dinamik 5. Formulasi
kebijakan & evaluasi
3. Formulasi 4. Pengujian
Dunia nyata
Keputusan (eksperimen
organisasi
Strategi, susunan, aturan keputusan
Model mental dunia nyata
Informasi umpan balik
Gambar 5. Pemodelan Sistem Dinamik (Sterman, 2000)
Perangkat lunak dalam pemodelan sitem dinamik diantaranya adalah:
Vensim, Powersim, Stelladan lainnya sebagai alat bantu yang dapat memudahkan
pemodel dalam menerjemahkan bahasa CLD ke dalam SFD. SFD harus
dilengkapi persamaan matematik dan nilai awal untuk aktifitas simulasi.
Perangkat pemodelan sitem dinamik juga dilengkapi berbagai kemudahan seperti
tampilannya yang mudah dimengerti, sehingga memudahkan bagi pemodel
dalam penelitian ini merupakan suatu perangkat lunak yang dibuat atas dasar
model sitem dinamik dengan kemampuan tinggi dalam melakukan simulasi.
1. Stock Flow Diagrams (SFD)
SFD sebagai konsep sentral dalam teori sitem dinamik. Stock adalah akumulasi atau pengumpulan dan karakterstik keadaan sistem dan pembangkit
informasi, di mana aksi dan keputusan didasarkan padanya. Stock digabungkan dengan rate atau flow sebagai aliran informasi, sehingga stock menjadi sumber ketidakseimbangan dinamis dalam sistem. SFD (Gambar 6) secara umum dapat
diilustrasikan dengan sebuah sistem bak mandi yang dihubungkan dengan dua
kran masukan dan keluaran air. Kedua kran sebagai pengontrol akumulasi air
dalam bak. Besar kecilnya nilai dalam stock dan flow berdasarkan perhitungan persamaan matematik integral dan diferensial. Persamaan matematik stock
merupakan integrasi dari nilai inflow dan outflow.
Gambar 6. Stock Flow Diagrams
D. Penelitian Terdahulu
Lestari (2006) menyatakan bahwa sistem imbibisi yang baik adalah sistem
yang dapat mengurangi kehilangan gula dalam ampas tebu. Berdasarkan
penelitiannya di PG. Pesantren Baru, Kediri, Jawa Timur, Lestari (2006)
melakukan penghematan penggunaan residu dengan menurunkan penggunaan air
imbibisi sebanyak 6,52% dari 38,88% menjadi 32,36%, sehingga kadar air ampas
tebu yang dihasilkan berkurang sebanyak 1,75% dari 53% menjadi 51,25%.
Penghematan residu dilakukan dengan cara mensimulasikan pemakaian energi
bahan bakar yang dihasilkan dengan beberapa angka percobaan sehingga
didapatkan penggunaan residu yang rendah dan penggunaan ampas tebu yang
tinggi.
Purnama (2006) menyatakan bahwa air imbibisi digunakan untuk lebih
mengoptimalkan nira mentah yang dihasilkan stasiun gilingan sekaligus
? Stock
?
Inf low
?
mengurangi kehilangan gula dalam ampas tebu. Berdasarkan penelitiannya di PG.
Jatitujuh, Majalengka, Jawa Barat, Purnama (2006) melakukan penghematan
pemberian air imbibisi sebesar 5% dari 30% air imbibisi yang diberikan menjadi
25%. Dengan penghematan tersebut, kadar air ampas tebu dapat dikurangi
sebanyak 1% yaitu dari 51% menjadi 50%, konsentrasi gula meningkat, dan
rendemen gula yang dihasilkan meningkat. Penghematan dilakukan dengan cara
mensimulasikan neraca massa proses penggilingan dengan beberapa macam
angka percobaan untuk mendapatkan kondisi yang optimum.
Laksmana (2007) menyatakan bahwa penambahan air imbibisi akan
menurunkan nilai kadar sukrosa yang ikut dalam ampas tebu, sehingga jumlah
nira mentah yang dihasilkan semakin tinggi. Pada penelitiannya di PG. Jatitujuh,
Majalengka, Jawa Barat, Laksmana (2007) melakukan perhitungan untuk
mengetahui jumlah gula yang terkandung dalam ampas tebu yang kemudian
dikonversi ke dalam Rupiah. Kandungan gula dalam ampas tebu pada musim
giling 2006 di PG. Jatitujuh adalah sebesar 3.855 ton. Dengan melakukan
penurunan persentase kadar sukrosa dalam ampas tebu sebesar 0,2 % dari 2,24%
menjadi 2,04% akan menurunkan kehilangan gula dalam ampas tebu sebesar
III. METODOLOGI PENELITIAN
A. Kerangka Pemikiran
Kegiatan industri gula terdiri dari kegiatan proses produksi dan kegiatan
unit-unit operasi. Kegiatan proses produksi berlangsung pada proses penggilingan,
pemurnian, pemasakan, pengristalan, pemutaran hingga pengemasan dengan
tujuan untuk menghasilkan produk gula secara maksimal. Sedangkan kegiatan
unit-unit operasi berlangsung di stasiun uap, stasiun listrik, dan stasiun air.
PT. PG. Rajawali II Unit PG. Tersana Baru, Jawa Barat sebagai salah satu
PG di Indonesia harus melakukan efisiensi di setiap proses produksi. Penelitian ini
dikhususkan pada pengkajian proses penggilingan. Hal itu dilakukan, karena
proses penggilingan memberikan pengaruh yang cukup besar dalam menghasilkan
gula dan menghasilkan kadar air ampas tebu yang sangat mempengaruhi nira
mentah dan ampas tebu yang dihasilkan. Pembenahan dilakukan untuk
mengefisienkan proses produksi dengan meminimalisasi kehilangan gula dan
menekan pemborosan energi. Pembenahan tersebut dititik-beratkan pada proses
ekstraksi di stasiun gilingan.
Berdasarkan dari permasalahan tersebut, PG. Tersana Baru diharapkan dapat
melakukan pembenahan secara menyeluruh dengan melakukan penerapan
produksi bersih baik pada proses produksi maupun pada unit-unit operasi.
Penerapan produksi bersih tersebut diharapkan memberikan pengaruh yang baik
pada PG. Tersana Baru sehingga proses produksi dan unit-unit produksi dapat
berjalan secara optimal, dapat meningkatkan nilai rendemen gula dan dapat
memberikan manfaat ekonomi sekaligus manfaat lingkungan. Secara singkat,
B. Tata Laksana
1. Tahapan Penelitian
Metode dasar yang digunakan dalam penelitian adalah metode Quick Scan
yang dimodifikasi untuk memenuhi fungsi tujuan penelitian. Metode Quick Scan
terdiri dari tiga tahap, yaitu tahap pendugaan awal, tahap analisis melalui neraca
massa dan energi serta tahap sistesis atau implementasi.
1.1. Persiapan
Tahap persiapan merupakan perwujudan tahap pendugaan awal pada
metode quick scan. Pada tahap ini dilakukan kegiatan pengumpulan data sekunder yang terkait dengan kegiatan produksi di industri gula dan telaah pustaka relevan.
Gambar 7. Kerangka Pemikiran Penelitian
Industri Gula
Proses Produksi Unit Operasi
Energi Uap
Pemborosan Energi Kehilangan Gula
IDO
Penggilingan
Tebu
Ampas tebu
Nira Mentah Air
imbibisi
Energi Bahan Bakar
Stasiun Ketel Uap
Pendekatan Produksi Bersih :
Menganalisis Neraca Massa proses penggilingan dan Neraca Energi di stasiun ketel uap untuk menekan kehilangan gula dari ampas tebu dan mengurangi pemborosan energi uap
Peningkatan efisiensi proses produksi gula Simulasi Sistem Dinamik :
Sesuai dengan tujuan penelitian yang difokuskan pada stasiun gilingan, maka
telaah pustaka akan banyak diarahkan ke proses tersebut. Selain itu, mengacu
pada metode quick scan, beberapa tahapan yang dilakukan adalah membagi proses ke dalam satuan-satuan operasi dan menyusun diagram alir proses sesuai satuan
operasi.
1.2. Pengumpulan data primer
Tahap ini merupakan tahap analisis. Pada tahap ini, data pengamatan
diperoleh dengan melakukan pengamatan secara langsung, wawancara dengan
pihak-pihak yang terkait. Pada tahap ini dilakukan analisis pada stasiun gilingan
untuk mendapatkan kondisi proses terbaik dari proses penggilingan. Faktor yang
diteliti adalah pengaruh penambahan air imbibisi dan penggunaan energi (uap dan
bahan bakar) yang digunakan di stasiun gilingan.
2. Penentuan Parameter
Penentuan parameter yang diukur meliputi hal-hal berikut :
1. Kadar sukrosa tebu, sukrosa nira mentah, dan sukrosa ampas tebu
2. Kadar zat kering yang larut dalam air (brix) tebu, brix nira (mentah, encer,
kental), brix ampas tebu, dan brix gula SHS.
3. Kadar zat kering yang tidak larut dengan air (serat) tebu dan serat ampas tebu.
4. Kadar kadar air tebu, nira mentah dan kadar air ampas tebu.
b. Brix
* Nilai Nira Perahan Pertama (% N NPP)