SEBUAH PENDEKATAN MODEL MEHRABIAN DAN
RUSSEL (M - R
MODEL
)
Oleh :
Welly Artha Simbolon A14103069
PROGRAM STUDI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN
WELLY ARTHA SIMBOLON. Hubungan antara Shopping Environment dengan Shopping Behaviour dan Impulsive Buying : Sebuah Pendekatan Model
Mehrabian dan Russel (M-R Model). Dibawah Bimbingan HENY K.S.
DARYANTO.
Tingkat persaingan yang semakin tinggi menuntut perusahaan untuk menyusun strategi terbaik untuk dapat bertahan dan memenangkan persaingan di dalam industri. Dalam kondisi persaingan yang semakin kompetitif, strategi yang disusun selain harus mampu membedakan perusahaan dan produknya dengan pesaing juga harus mampu memberikan nilai lebih kepada konsumen disamping manfaat utama yang akan diperoleh oleh konsumen.
Shopping Environment merupakan bentuk strategi service marketing yang dapat digunakan unt uk memberi nilai lebih kepada konsumen melalui pengalaman dalam berbelanja (shopping experience). Shopping Environment melalui elemen-elemennya seperti musik, aroma, suhu, citra, furnitur, gaya layanan, dan orang dapat mempengaruhi kondisi psikologis konsumen melalui Perceived Enjoyment. Perceived Enjoyment merupakan respon internal dalam diri konsumen terhadap
stimulus yang diberikan. Perceived Enjoyment akibat stimulus Shopping
Environment akan berpengaruh terhadap Shopping Behaviour dan Impulsive Buying di dalam restoran. Shopping Behaviour ditunjukkan melalui pengeluaran sumber daya (Resource Expenditure) di dalam restoran yang meliputi jumlah uang yang dikeluarkan, waktu yang dihabiskan, dan interaksi yang dilakukan oleh konsumen. Impulsive Buying diukur dengan banyaknya pembelian tidak terencana (unplaned buying) yang dilakukan oleh konsumen.
Penelitian yang dilakukan bertujuan untuk melihat hubungan pengaruh
antara Shoping Environment melalui elemen-elemennya terhadap Shopping
Behaviour dan Impulsive Buying yang diukur dari jumlah uang yang dikeluarkan, lama waktu yang dihabiskan, interaksi yang dilakukan dan besarnya perilaku pembelian spontan. Penelitian dilakukan menggunakan pendekatan Model yang dikembangkan oleh Mehrabian dan Russel (M-R Model) yang lebih dikenal dengan Stimulus-Organism-Response Model (S-O-R Model). Analisis dilakukan
menggunakan model persamaan struktural (SEM) dengan software LISREL 8.72
for windows.
Data yang digunakan dalam penelitian adalah data primer yang dikumpulkan menggunakan kuesioner terhadap 110 responden. Responden dalam penelitian adalah konsumen yang pernah melakukan pembelian di Starbucks Coffe Shop yang dijadikan objek untuk menjawab permasalahan penelitian. Sumber data lain berupa hasil penelitian terdahulu (skripsi, tesis, disertasi) dan jurnal yang terkait dengan penelitian yang dilakukan.
kritis (1.96). Seluruh model pengukuran memiliki reliabilitas yang baik. Nilai reliabilitas diukur menggunakan composite reliability. Nilai composite reliability untuk model pengukuran variabel eksogen 0.73 dan untuk model pengukuran variabel endogen sebesar 0.89.
Hasil analisis terhadap model pengukuran hubungan variabel laten PEY dengan variabel indikatornya menunjukkan bahwa elemen Gaya Layanan
merupakan elemen yang memiliki pengaruh terbesar dalam membangun/
menjelaskan variabel laten PEY. Nilai loading (?) elemen Gaya Layanan adalah sebesar 0.66. Nilai loading elemen Shopping Environment yang lain secara berurutan adalah Aroma (0.60), Suhu (0.56), Orang (0.52), Citra (0.47), Musik (0.43) dan Furnitur (0.42). Kenyamanan yang diterima oleh konsumen di dalam restoran paling besar dibentuk oleh gaya layanan yang dimiliki oleh restoran dalam melayani konsumen.
Hubungan antara Variabel laten IMP dengan variabel indikator pembelian spontan adalah sebesar 0.97. Nilai yang besar disebabkan karena hanya ada satu variabel indikator yang membangun variabel laten IMP. Model pengukuran hubungan antara variabel laten REX dengan variabel indikatornya menunjukkan nilai loading terbesar dimiliki oleh variabel indikator Waktu yang dihabiskan dengan nilai loading 0.84. Nilai loading variabel indikator jumlah Uang yang dihabiskan dan Interaksi yang dilakukan adalah sebesar 0.76 dan 0.70. Konsumen akan menghabiskan waktu lebih lama di dalam restoran ketika merasa nyaman.
Analisis terhadap model struktural menunjukkan hubungan antar variabel laten. Hubungan antara variabel laten PEY dengan variabel laten REX lebih besar dibandingkan dengan variabel laten IMP. Hal ini ditunjukkan dengan nilai loading antara variabel laten PEY dan REX sebesar 0.74. Sedangkan nilai loading antara variabel laten PEY dan IMP hanya sebesar 0.37. Hasil ini menunjukkan bahwa Perceived Enjoyment akan berpengaruh lebih besar terhadap Resource Expenditure dibandingkan terhadap Impulsive Buying. Konsumen akan mengeluarkan sumberdaya lebih besar (waktu, uang, interaksi) daripada pembentukan pembelian impulsif.
Secara keseluruhan hasil penelitian menunjukkan hubungan positif antara
kenyamanan yang diterima oleh konsumen (Perceived Enjoyment) dengan
SEBUAH PENDEKATAN MODEL MEHRABIAN DAN
RUSSEL (M - R
MODEL
)
Oleh :
Welly Artha Simbolon A14103069
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pertanian Pada Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor
PROGRAM STUDI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN
Nama : Welly Artha Simbolon NRP : A14103069
Menyetujui, Dosen Pembimbing
Dr. Ir. Heny K. Daryanto, M.Ec NIP 131 578 790
Mengetahui, Dekan Fakultas Pertanian
Prof. Dr. Ir. H. Didy Sopandie, M.Agr NIP. 131 124 019
DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI YANG BERJUDUL
“HUBUNGAN ANTARA SHOPPING ENVIRONMENT DENGAN SHOPPING
BEHAVIOUR DAN IMPULSIVE BUYING : SEBUAH PENDEKATAN MODEL
MEHRABIAN DAN RUSSEL (M - R MODEL)” ADALAH BENAR-BENAR
HASIL KARYA SAYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIGUNAKAN UNTUK SKRIPSI ATAU KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA APAPUN.
Bogor, Mei 2007
Nama lengkap penulis adalah Welly Artha Putra Parna Simbolon. Penulis dilahirkan pada tanggal 17 Agustus 1985 di PTP N IV Kebun Laras, Simalungun, Sumatera Utara. Penulis merupakan anak ketiga dari empat bersaudara dari pasangan Bapak G. Simbolon dan Ibu S. Harefa.
Penulis mengawali pendidikan formal di TK Sisalana PTP VII Kebun Laras dan kemudian dilanjutkan pada Sekolah Dasar SD Negeri 091663 (SD 04) di PTP VII Kebun Laras sampai tahun 1997. Pendidikan dilanjutkan ke SLTP N 1 Dolok Batu Nanggar, Simalungun sampai tahun 2000. Kemudian pendidikan dilanj utkan di SMU N 1 Dolok Batu Nanggar, Simalungun dan lulus pada tahun 2003. Pendidikan dilanjutkan pada tahun yang sama di Insitut Pertanian Bogor pada Departemen Sosial Ekonomi Pertanian, Program Studi Manajemen Agribisnis, Fakultas Pertanian melalui Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB).
Selama menjalani masa perkuliahan, penulis aktif mengikuti organisasi kemahasiswaan seperti Persekutuan Mahasiswa Kristen : Komisi Diaspora, Gerakan Mahasiswa Kristen (GMKI) Cabang Bogor, Forum Mahasiswa Pecinta Lingkungan (Formalin- IPB). Selain itu penulis juga aktif sebagai Asisten Dosen Mata Kuliah Sosiologi Umum, Ekonomi Umum dan Agama Kristen Protestan.
Penulis mengucap syukur kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas berkat dan kasih anugerah-Nya maka penulis dapat menyelesaikan studi dan penyusunan skripsi ini.
Ungkapan Costumer Is A King merupakan “Hukum Dasar” yang harus
dipahami dan dimengerti oleh setiap perusahaan dalam menjalankan suatu usaha. Tanpa konsumen semua strategi perusahaan merupakan sebuah kebohongan : strategy is nothing without consumer. Oleh karena itu setiap perusahaan berusaha untuk memberikan pelayanan terbaik untuk meningkatkan kepuasan pelanggan sehingga mampu meningkatkan keuntungan.
Penelitian yang dilakukan merupakan studi “sederhana” yang membahas
hubungan antara marketing strategy, consumer psychology dan consumer
behaviour. Shopping Environment merupakan strategi yang dapat diterapkan oleh perusahaan untuk mempengaruhi Shopping Behaviour dan Impulsive Buying.
Penelitian “Hubungan Antara Shopping Environment Dengan Shopping Behaviour Dan Impulsive Buying : Sebuah Pendekatan Model Mehrabian dan
Russel (M-R Model)” merupakan sebuah penelitian yang menarik karena
menggabungkan berbagai disiplin ilmu seperti consumer behaviour, marketing, retailing dan psychology. Penelitian dilakukan dengan menggunakan pendekatan Stimulus-Organism-Response Model dan dianalisis menggunakan structural equation modeling dengan software LISREL 8.72 for windows. Penelitian ini merupakan studi awal dari ketertarikan penulis dalam bidang Business, Marketing and Consumer Behaviour.
Akhir kata, penulis berharap hasil penelitian dan penulisan skripsi ini dapat bermanfaat bagi dunia pendidikan khususnya bagi pembaca yang tertarik dalam bidang consumer behaviour, marketing dan business.
Penulis mengucapkan Puji dan Syukur kepada Tuhan Yesus, Juruselamat dan Penolongku atas Kasih Anugerah dan Pertolongan-Mu, maka penelitian dan penulisan skripsi ini dapat terselesaikan. Karya ini ku persembahkan sebagai ucapan syukur ku atas Penyelamatan-Mu.
Pada kesempatan ini, penulis juga ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada :
1. Bapak dan Mama yang sangat aku sayangi dan hormati. Terima kasih atas
kasih sayang, bimbingan dan doa yang diberikan. Akhirnya, keinginanmu melihat ku jadi Sarjana terpenuhi. Aku bangga punya orang tua sepertimu.
2. Ibu Dr. Ir. Heny K.S. Daryanto, M.Ec atas bimbingan dan arahannya selama
penulisan skripsi ini. Penulis bangga pernah menjadi anak bimbing ibu.
3. Bapak Amzul Rifin, SP, MA sebagai dosen penguji utama. Terima kasih atas saran dan masukannya.
4. Bapak Arif Karyadi, SP sebagai dosen penguji wakil departemen. Terima
kasih atas saran dan masukannya.
5. My Lovely Simbolon’s : Abang Handoko Simbolon, Abang Harry Simbolon dan Adek Tota Simbolon. I love you all, you are one of my life spirit.
6. Tulang Juniel Harefa, Abang Eben dan Abang Happy atas bantuan dan
perhatiannya. Look at me, I am A Big Neno now, i am not little boy any more.
7. Mba Etriya, SP, MM, Mba Dewi dan Mba Dian. Terima kasih atas bantuan
Sitompul. We are not the common people because He create us to be a leader. 9. Sabam Situmorang, Samuel, Andrico, David : Terima kasih untuk bantuan dan
kebersamaannya. Kak Tiur dan Elpita Tarigan, thank you so much for pray and support me.
10.My Sister in AGB 40: Rosma, Merry, Mariance, AGB 41: Juventi, Nova, Vera Nova, Tere, Agnes, Jane, Irna, Laura, Sri Rejeki. EPS 41 : Yanti, Leny, Mery, Lina. Terima kasih buat perhatian dan bantuan selama ini.
11.3 Sekawan: Astarina, Wahyuli Riza, Andi Irmayani (Thank you friend for the advice), Hapto, Santi, Eva, Rani. Teman satu bimbingan (Dwi, Belinda, Yuli). 12.My Agribiz’ 40 team Manager : Alaya (Finance), Veddy (HRD), Indra
(Production), Fitri (Director). The experience prepared us to be the real great Director.
13.Seluruh teman-teman AGB 40. Wow...It’s lovely accident, join and spend 4 years with talented people. I will miss u all...Do The Best.
14.Radar 10 crew : Rohimat (durimet), Ican (dakocan), Narendra, Adi, Erick (taik busuk), Hendri, Kukuh, My Boneka Sjofran, Anjas (I am absolutely proud of you)....thank’s buat kebersamaan dan ketawa-ketawa yang nga jelas.
15.My Invisible Friend : Mas Arif S.E, MMrktg, thanks for the journal. 16.BMW and AWW : I still wait the best moment to say I love you.
Halaman
2.2. Proses Keputusan Pembelian ... 11
2.3. Restoran ... 12
2.3.1. Defenisi Restoran ... 12
2.3.2. Jenis Restoran ... 13
2.4. Model Persamaan Struktural ... 15
2.5. Penggunaan Lisrel untuk Analisis SEM ... 21
2.6. Penelitian Terdahulu ... 23
III. KERANGKA PEMIKIRAN ... 30
3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis ... 30
3.1.1. The Mehrabian and Russel Model ... 30
3.1.2. Mary Jo Bitner Servicescape Model (Shopping Environment Model ... 31
3.1.3. Shopping Behaviour and Shopping Value ... 34
3.1.4. Impulsive Buying ... 34
3.2. Implikasi Model Teoritis terhadap Analisis Persamaan Struktural ... 35
3.3. Kerangka Pemikiran Operasional ... 36
IV. METODE PENELITIAN... 39
4.1. Tempat dan Waktu Penelitian ... 39
4.2. Data dan Sumber Data ... 39
4.3. Teknik Pengambilan Sampel... 40
4.4. Metode Skala Pengukuran ... 41
4.5. Hipotesa Penelitian ... 42
4.6. Metode Pengolahan dan Analisis Data ... 42
4.6.1 Uji Validitas dan Reliabilitas ... 43
4.6.2 Analisis Deskriptif ... 45
4.6.3 Confirmatory Factor Analysis ... 45
5.1. Gambaran Umum Starbucks Coffee Shop ... 56
5.2. Gambaran Umum Responden ... 60
VI. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 64
6.1. Validitas dan Reliabilitas Kuesioner ... 64
6.2. Analisis Deskriptif... 67
6.3. Confirmatory Factor Analysis... 69
6.4. Analisis Structural Equation Model... 71
6.4.1. Pemeriksaan Kebaikan Model (Goodness of Fit) ... 73
6.4.2. Dekomposisi Pengaruh Antar Variabel ... 75
VII. KESIMPULAN DAN SARAN ... 87
7.1 Kesimpulan ... 87
7.2 Saran ... 87
7.3 Saran Penelitian Lanjutan... 88
DAFTAR PUSTAKA ... 90
Nomor Halaman
1. Penelitian Terdahulu ... 28
2. Jenis dan Sumber Data ... 40
3. Hubungan Pengaruh Harapan Antara Variabel Laten dan Variabel Indikator ... 42
4. Daftar dan Simbol Variabel Laten dan Variabel Indikator ... 47
5. Hasil Uji Validitas Pernyataan Kuesioner ... 66
6. Hasil Analisis Deskriptif... 68
7. Validitas Confirmatory Factor Analysis... 71
8. Uji Kebaikan Model Secara Keseluruhan... 74
9. Model Pengukuran Variabel Indikator terhadap Variabel Laten... 81
Nomor Halaman 1. Model Perilaku Keputusan Konsumen dan Faktor-Faktor yang
Mempengaruhinya ... 11
2. Tahap-Tahap Proses Pengambilan Keputusan Pembelian ... 12
3. Ilustrasi Model Sem dalam Bentuk Diagram Lintas ... 19
4. The Mehrebian-Russel Stimulus Response Model ... 31
5. Mary Jo Bitner, “Servicesescape: The Impact of Physcical Sorroundings on Costumer and Employees ... 33
6. Kerangka Pemikiran Operasional ... 38
7. Structural Equation Model : The Relationship Between Shopping Environment and Shopping Behaviour ... 48
8. Data Responden Berdasarkan Jenis Kelamin ... 60
9. Data Responden Berdasarkan Jenis Usia... 61
10. Data Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan... 61
11. Data Responden Berdasarkan Tingkat Pendapatan ... 62
Nomor Halaman 1. Jumlah dan Pertumbuhan Restoran di Indonesia dari
Tahun 1997-2005 ... 95
2. Hasil Pengukuran Validitas Kuesioner ... 96
3. Hasil Pengukuran Reliabilitas Kuesioner : Teknik Belah Dua ... 97
4. Output LISREL... 98
5. Nilai Goodness of Fit ... 106
6. Confirmatory Factor Analysis ... 107
7. Composite Reliability... 113
1.1. Latar Belakang
Dalam era globalisasi, perusahaan menghadapi tingkat persaingan usaha yang semakin tinggi, baik di pasar domestik maupun pasar internasional. Kondisi persaingan global memungkinkan perusahaan dari luar negeri untuk menjalankan usahanya di negara lain. Tingkat persaingan yang tinggi mengharuskan setiap perusahaan lebih kreatif dalam menyusun strategi terbaik untuk dapat bertahan dalam industri dan memenangkan persaingan. Keberhasilan perusahaan untuk memenangkan persaingan terletak pada kemampuannya untuk mempengaruhi perilaku konsumen dan memberikan kepuasan terutama konsumen yang menjadi target pasarnya. Memberikan kepuasan kepada konsumen merupakan hal penting yang harus dilakukan perusahaan khususnya pada kondisi persaingan yang semakin tinggi dengan tingkat perubahan preferensi konsumen yang cepat.
Tingkat persaingan yang semakin tinggi mengharuskan perusahaan menyusun strategi terbaik yang dapat membedakan (diferensiasi) antara perusahaan dengan pesaingnya. Pada umumnya perusahaan masih menggunakan stretegi pemasaran dasar yang berorientasi pada strategi bauran pemasaran (marketing mix) yang meliputi produk, harga, promosi dan distribusi. Akan tetapi untuk kondisi persaingan yang semakin tinggi efektifitas strategi tersebut masih perlu dipertanyakan. Hal ini disebabkan strategi bauran pemasaran mudah untuk ditiru oleh pesaing sehingga strategi yang dijalankan oleh perusahaan sering tidak efektif (Susanta, 2005)1. Untuk kondisi persaingan yang semakin tinggi, strategi perusahaan selain harus mampu membedakan perusahaan dengan pesaing juga
2) Dikutip dari majalah MARKETING No. 03/VI/Maret/2006
harus mampu memberikan nilai lebih dan pengalaman (shopping experience)
kepada konsumen ketika membeli dan mengkons umsi produk perusahaan (Singh, 2006). Konsumen akan menjadi lebih loyal terhadap perusahaan dan produknya ketika mereka memperoleh pengalaman berbelanja (shopping experience) yang
berbeda dibandingkan menggunakan produk pesaing. Shopping Experience
merupakan istilah baru (buzz word) dalam pemasaran yang banyak digunakan oleh perusahaan untuk memberikan nilai lebih kepada konsumen. Penelitian ya ng dilakukan oleh Lembaga Penelitian Jack Morton Research2 di Amerika Serikat menunjukkan 70-80 persen keputusan pembelian dipengaruhi oleh nilai dan pengalaman berbelanja yang diperoleh oleh konsumen.
Strategi yang sering digunakan oleh perusahaan untuk memberikan nilai lebih (value added) kepada konsumen adalah strategi Shopping Environment (lingkungan toko). Shopping Environment merupakan salah satu faktor penting yang dapat mempengaruhi sikap dan persepsi konsumen terhadap suatu toko dan mempengaruhi perilaku mereka di dalam toko (Donovan dan Rossiter, 1982). Shopping Environment melalui elemen-elemennya dapat mempengaruhi sikap dan persepsi konsumen terhadap suatu produk yang pada akhirnya akan berdampak pada keputusan pembeliannya.
Kemampuan Shopping Environment mempengaruhi perilaku pembelian
konsumen disebabkan kemampuan elemen-elemennya dalam mempengaruhi emosi (sikap) konsumen ketika berada di dalam toko. Hal ini sesuai dengan
penelitian yang dilakukan oleh pakar psikologi lingkungan (Environmental
sikap dan perilaku individu non verbal seperti kesenangan (pleasure), keterpengaruhan (arousal) dan kontrol (control). Hal ini menunjukkan bahwa stimulus lingkungan berpengaruh terhadap perilaku manusia. Penelitian tentang
pengaruh Shopping Environment terhadap perilaku pembelian konsumen di
dalam toko pertama kali dilakukan oleh Donovan dan Rossiter (1982) yang
menunjukkan bahwa Shopping Environment dapat mempengaruhi sikap dan
perilaku konsumen di dalam toko yang ditunjukkan melalui perilaku pendekatan-penolakan (approach-avoidance behavior) terhadap stimulus lingkungan yang diberikan. Penelitian tentang pengaruh Shopping Environment juga dilakukan untuk melihat pengaruh masing- masing elemen Shopping Environment terhadap perilaku pembelian konsumen (musik : Yalch dan Spangenberg, 2000, aroma : Fitgerald dan Scholder, 1999, pembelian spontan : Mattila dan Wirtz, 2001).
Melihat kemampuan elemen-elemen Shopping Environment dalam
mempengaruhi perilaku pembelian konsumen, maka strategi yang disusun
berdasarkan elemen-elemen Shopping Environment dapat dijadikan sebagai
alternatif strategi oleh perusahaan untuk bertahan dan memenangkan pasar yang semakin kompetitif.
1.2. Perumusan Masalah
Arti penting Shopping Environment dalam mempengaruhi perilaku
menghasilkan pengaruh emosional pada konsumen yang meningkatkan kemungkinan konsumen untuk melakukan keputusan pembelian. Kemampuan Shopping Environment dalam mempengaruhi keputusan pembelian konsumen telah dibuktikan dalam beberapa penelitian yang dilakukan di luar nege ri yang mencakup keseluruhan komponen lingkungan toko seperti kondisi ambien (ambient condition), desain dan fungsi interior (space and function) dan tanda/simbol dan artefak (Mary Jo Bitner dalam Lovelock dan Wirtz, 2004). Penelitian yang dilakukan oleh Singh (2006) menunjukkan bahwa kondisi Shopping Environment yang sesuai dengan keinginan konsumen akan membentuk kenyamanan berbelanja di dalam toko yang lebih tinggi (Perceived Enjoyment) dan yang pada akhirnya akan berpengaruh terhadap nilai pembelanjaan (overall shopping value) yang diterima meliputi waktu berbelanja yang dihabiskan dan pembelian berulang. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa strategi
pemasaran yang disusun menggunakan elemen-elemen Shopping Environment
selain dapat memberikan kenyaman berbelanja kepada konsumen juga dapat mempengaruhi perilaku pembeliannya yang pada akhirnya akan berdampak pada
tingkat penjualan perusahaan. Selain itu, Shopping Environment yang
memberikan nilai berbelanja yang lebih tinggi daripada harapan konsumen (higher than desired in terms of exicetement and stimulation) akan membentuk perilaku pembelian spontan/impulsif di dalam toko yang lebih tinggi (Mattila dan Wirtz, 2001).
Strategi Shopping Environment telah banyak digunakan oleh perusahaan di Indonesia untuk mempengaruhi perilaku konsumennya. Beberapa perusahaan
Environment ke dalam strategi perusahaan terutama dalam pengaturan kondisi toko baik space/function, ambient condition, dan sign/symbol. Beberapa contoh
perusahaan yang telah memasukkan element Shopping Environment ke dalam
toko adalah Electronic City, Index Furniture, Starbucks Coffe Shop, Bread Talk, Gumati Kafe dan Restoran, Mc.D, Gramedia dan beberapa pusat perbelanjaan terkemuka (department store, mall). Perusahaan yang telah menerapkan strategi ini beragam dari berbagai industri, mulai dari industri makanan dan minuman hingga kepada industri retail. Perusahaan yang telah memasukkan elemen Shopping Environment ke dalam tokonya akan memberikan pengalaman berbelanja lebih kepada konsumen yang akan berdampak pada tingkat pembelian yang lebih tinggi dibandingkan perusahaan yang tidak memberikan nilai lebih/pengalaman berbelanja (Jack Morton Research, 2005)3
Akan tetapi selama ini belum banyak penelitian empiris yang dilakukan di Indonesia untuk mengetahui tingkat efektifitas strategi perusahaan yang telah
memasukkan elemen Shopping Environment dilihat dari pengaruhnya terhadap
perilaku pembelian konsumen. Sebuah penelitian empiris diperlukan untuk
mengukur hubungan pengaruh antara lingkungan toko (Shopping Environment)
terhadap perilaku pembelian konsumen (Shopping Behavior) dan terhadap
perilaku pembelian impulsif (Impulsive Buying).
Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan di atas maka permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah :
1 Apakah Shopping Environment (lingkungan toko) berpengaruh terhadap
Shoping Behavior (perilaku pembelian konsumen) dilihat dari waktu yang
dihabiskan (spending time), uang yang dikeluarkan (spending money), dan interaksi yang dilakukan (interaction)?
2 Apakah Shopping Environment (lingkungan toko) berpengaruh terhadap
pembentukan perilaku Impulsive Buying (pembelian impulsif) mela lui perilaku pembelian spontan?
1.3. Tujuan Penelitian
Penelitian yang dilakukan memiliki beberapa tujuan yaitu :
1 Menggambarkan hubungan pengaruh antara Shopping Environment
denga n Shopping Behaviour dan Impulsive Buying.
2 Mengukur besarnya pengaruh elemen-elemen Shopping Environment
terhadap Shopping Behavior dan Impulsive Buying.
3 Memberikan gambaran efektifitas penggunaan strategi Shopping
Environment dalam mempengaruhi perilaku konsumen.
1.4. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharap dapat memberi manfaat secara akademis kepada mahasiswa dan dosen dan kepada pelaku usaha (dunia praktis). Bagi akademisi (dosen dan mahasiswa) hasil penelitian dapat memberikan gambaran teoritis hubungan pengaruh antara Shopping Environment dengan Shopping Behavior dan Impulsive Buying, dan sebagai bahan rujukan penelitian lebih lanjut. Hasil penelitian juga diharapkan dapat menjadi bahan masukan bagi pelaku usaha dalam penyusunan strategi perusahaan yang dapat memberikan nilai atau pengalaman berbelanja lebih kepada konsumen (more shopping experiences) melalui elemen-elemen Shopping Environment.
1.5. Batasan Penelitian
Keterbatasan dalam literatur lokal (hasil penelitian terdahulu) menyebabkan literatur (studi pustaka) yang digunakan banyak yang berasal dari literatur asing.
Penelitian yang dilakukan hanya menghubungkan antara Shopping
Environment terhadap Shopping Behavior dan Impulsive Buying. Penelitian belum
memasukkan elemen nilai pengalaman berbelanja (utilitarian and hedonic
2.1. Konsumen dan Perilaku Konsumen
Kotler (2000) mendefinisikan konsumen sebagai individu atau kelompok yang berusaha untuk memenuhi atau mendapatkan barang atau jasa untuk kehidupan pribadi atau kelompoknya. Konsumen juga dapat didefinisikan sebagai setiap orang pemakai barang dan atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik dalam kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan (menurut Undang-undang Republik Indonesia No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen).
tersebut, baik sebelum melakukan aktivitas pembelian, saat menggunakan, atau setelah menghabiskan barang atau jasa tersebut tetapi juga termasuk di dalamnya adalah segala hal yang mempengaruhi proses evaluasinya. Dengan memahami perilaku konsumen maka dapat membantu menjelaskan bagaimana konsumen memperoleh kepuasan dan dari kepuasan tersebut konsumen menjadi loyal terhadap suatu produk tertentu yang dianggap dapat mengakomodasi kebutuhannya.
Sumarwan (2003) mengatakan bahwa dengan memahami perilaku konsumen maka dapat diperkirakan bagaimana konsumen mengambil keputusan konsumsi dan dapat memperkirakan reaksi konsumen terhadap reaksi yang diterimanya. Dengan memahami perilaku konsumen maka dapat mempengaruhi pilihan konsumen agar memilih produk tertentu. Mempelajari perilaku konsumen berarti mempelajari bagaimana konsumen membuat keputusan untuk menggunakan sumberdaya yang dimilikinya, yaitu sumberdaya ekonomi, kognitif dan temporal untuk memperoleh produk atau jasa yang mereka inginkan.
Gambar 1. Model Perilaku Keputusan Konsumen dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya (Engel, et al. 1994).
2.2. Proses Keputusan Pembelian
Menurut Suwarman (2003), konsumen dalam memutuskan pembelian suatu produk ada dua kepentingan utama yang harus diperhatikan yaitu :
1. Keputusan pada ketersediaan dan kegunaan suatu produk. Konsumen akan
memutuskan untuk membeli suatu produk, jika produk yang ditawarkan tersebut tersedia dan bermanfaat baginya.
2. Keputusan pada hubungan dari produk atau jasa, konsumen akan memutuskan untuk membeli suatu produk jika produk tersebut mempunyai hubungan dengan yang diinginkan konsumen.
Proses keputusan pembelian yang dilakukan oleh konsumen muncul melalui suatu tahap tertentu. Menurut Engel, et al. (1994), terdapat lima tahapan proses pengambilan keputusan pembelian yang dilakukan oleh konsumen, yaitu : pengenalan akan kebutuhan, pencarian informasi, evaluasi alternatif, proses pembelian dan hasil penilaian konsumen terhadap produk yang telah dibeli. Tahapan-tahapan tersebut dilihat jelas pada Gambar 2.
Gambar 2. Tahap-tahap Proses Pengambilan Keputusan Pembelian (Engel, et
al.1994).
2.3. Restoran
2.3.1. Definisi Restoran
ini, penggolongan restoran berdasarkan fasilitas dan pelayanan yang tersedia serta mutu pelayanan terdiri dari tiga kelas yang dinyatakan dalam piagam.
1. Golongan kelas restoran tertinggi , dimana restoran ini dinyatakan dengan piagam bertanda sendok garpu berwarna emas.
2. Golongan kelas restoran menengah, dimana restoran ini dinyatakan
dengan piagam bertanda sendok garpu berwarna perak.
3. Golongan kelas restoran terendah, dimana restoran ini dinyatakan dengan
piagam bertanda sendok garpu berwarna perunggu.
2.3.2. Jenis-Jenis Restoran
Dalam perkembangannya restoran terus mengalami peningkatan. Jenis restoran yang terus mengalami peningkatan itu beraneka ragam. Torsina dalam Baroroh (2003) membedakan jenis-jenis restoran berdasarkan tingkat keasliannya, ke dalam sepuluh jenis restoran, yaitu :
1. Family Conventional : adalah jenis restoran tradisional untuk keluarga. Restoran ini mementingkan suasana dan dari segi harga cuk up bersahabat. Dari segi pelayanan dan dekorasi terbilang biasa-biasa saja.
3. Kafetaria : Biasanya terdapat di gedung-gedung perkantoran atau di pusat perbelanjaan, sekolah atau pabrik-pabrik. Tipe penyajian swalayan dengan menu agak terbatas seperti menu-menu yang disajikan di rumah. Menu yang disajikan bisa berganti- ganti menurut hari dan dari segi harga terbilang cukup ekonomis.
4. Gourmet : Jenis restoran ini termasuk yang berkelas, sehingga memerlukan suasana yang sangat nyaman dengan dekorasi yang artistik. Ditujukan bagi mereka yang menuntut standar penyajian yang tinggi dan
bergengsi. Disamping makanan juga disajikan minuman wines dan
liquors.
5. Etnik : Menyajikan masakan dari daerah (suku atau negara) yang spesifik. Beberapa contoh restoran etnik adalah restoran Manado, restoran Padang, restoran Sunda. Dekorasi disesuaikan dengan etnik yang bersangkutan, bahkan pakaian seragam pramusaji juga bernuansa etnik. Ada juga yang
masuk dalam tipe snack bar etnik yang menyajikan menu yang murah,
terbatas pada sajian-sajian umum yang dikenal.
6. Buffet : Biasanya dengan sistem pelayanan swalayan, tetapi untuk wine, liquor atau bir dilayani secara khusus. Ciri utama dari jenis restoran ini adalah berlakunya satu harga untuk makan sepuasnya apa yang disajikan buffet. Peragaan dan display makanan sangat penting, sebab langsung menjual dirinya sendiri.
perbelanjaan dengan traffic pengunjung yang tinggi untuk menarik
perhatian pengunjung untuk makan siang dan coffee break (walaupun
pelayanan untuk sarapan pagi juga biasa dilakukan).
8. Snack Bar : Ruangan biasanya lebih kecil dan hanya cukup untuk melayani orang-orang yang ingin mengkonsumsi makanan kecil, tetapi restoran jenis snack bar ini dapat memperoleh volume penjualan melalui jasa pelayanan pesanan take out.
9. Drive-In : Para pembeli memakai mobil tidak perlu turun dari mobilnya. Pesanan diantar sampai ke mobil untuk eat-in (sementara parkir) atau take
away. Jenis makanan dikemas secara praktis dan lokasi disesuaikan
dengan tempat parkir, baik mobil ataupun motor. Restoran siap saji Mc Donald asli (yang pertama) di San Berdardino adalah salah satu tipe drive-in
10. Specially Restoran : Adalah jenis restoran yang terletak jauh dari keramaian, tetapi menyajikan masakan yang menarik dan berkualitas. Restoran jenis ini lebih ditujukan untuk konsumen-konsumen tertentu seperti konsumen mancanegara ataupun konsumen domestik dalam suasana khas yang berbeda. Jenis restoran ini memiliki keuntungan lebih, yaitu para pemilik restoran tidak perlu menginvestasikan dananya terlalu mahal untuk sewa ruang (tempat) di lokasi- lokasi komersial.
2.4. Model Persamaan Struktural
variabel laten, pengaruh sebab akibat langsung, tidak langsung maupun pengaruh total, mengggambarkan variabel- variabel yang dapat diterangkan dan yang tidak dapat diterangkan. Untuk menganalisis hubungan kausal yang sederhana, dimana hanya terdapat pengaruh langsung dari variabel bebas terhadap variabel-variabel terikat dan semua dapat diukur secara langsung maka kita dapat menggunakan model regresi. Sedangkan jika pengaruh dari variabel- variabel bebas terhadap variabel terikat tersebut langsung dan juga tidak langsung maka kita dapat menggunakan model jalur. Bila variabel- variabel tersebut tidak dapat diukur langsung maka kita harus membentuk variabel tersebut dengan menggunakan variabel indikator yang dapat diukur langsung dengan bantuan model pengukuran dalam analisis model persamaan struktural.
Secara umum, model SEM dapat dinyatakan dalam bentuk persamaan tiga buah matriks (Joreskog dalam Satria, 2003), yaitu :
? = ß ? + ? ? + ? (1)
y = ?y ? + e (2)
x = ?x ? + d (3)
keterangan :
? = vektor variabel laten endogen berukuran m x 1
ß = matriks koefisienvariabel laten endogen berukuran m x m ? = matriks koefisien variabel laten eksogen berukuran m x n ? = vektor variabel laten eksogen berukuran m x 1
?y =matriks koefisien regresi antara y terhadap ? yang berukuran p x m ?x = matriks koefisien regresi antara x terhadap ? yang berukuran q x m e = vektor sisaan pengukuran terhadap y yang berukuran p x 1
d = vektor sisaan pengukuran terhadap x yang berukuran q x 1
1. Variabel Laten
Variabel laten di dalam model SEM digambarkan dalam bentuk oval. Variabel laten di dalam model SEM dapat berupa variabel endogen, apabila dipengaruhi oleh variabel laten lain, ataupun berupa variabel eksogen, apabila mempengaruhi variabel laten lain. Variabel endogen dilambangkan dengan huruf Yunani “eta” (?), sedangkan variabel eksogen dengan “ksi” (?). Di dalam diagram lintas pada bagian model struktural, variabel endogen dicirikan dengan variabel yang menjadi target paling tidak satu panah satu arah, sedangkan variabel eksogen dicirikan dengan variabel yang tidak dituju oleh panah satu arah.
2. Variabel Indikator
Variabel indikator digambarkan dalam bentuk kotak. Variabel indikator yang berkaitan dengan variabel laten endogen, dilambangkan dengan Y, sedangkan yang berkaitan dengan peubah laten eksogen dilambangkan dengan X.
3. Model Pengukuran
4. Model Struktural
Hubungan antar variabel laten diasumsikan linier, walaupun hubungan ini dapat diperluas pada kasus non linier. Pada diagram lintas model SEM, panah satu arah menunjukkan hubungan pengaruh sedangkan panah dua arah menunjukkan hubungan korelasi. Besarnya pengaruh dari variabel endogen lain dilambangkan dengan “beta” (ß), sedangkan besarnya pengaruh dari variabel eksogen ke variabel endogen dilambangkan dengan “ga mma” (?). Untuk besarnya hubungan atau korelasi antar variabel laten eksogen, dilambangkan dengan “phi” (?).
5. Galat Struktural (Structural Error)
Sebagaimana dengan model hubungan antar variabel biasa yang bersifat stokastik (melibatkan komponen acak/galat), model hubungan antar variabel laten juga melibatkan komponen acak yang dinamakan galat struktural. Di dalam diagram lintas, galat ini dilambangkan dengan “zeta” (?). Untuk memperoleh dugaan parameter yang konsisten, galat struktural diasumsikan tidak berkorelasi dengan variabel eksogen. Meskipun demikian, galat struktural dapat berkorelasi dengan galat struk tural lain.
6. Kesalahan Pengukuran (Measurement Error)
?11
variabel eksogen. Gambar 3 merupakan ilustrasi model SEM dalam bentuk diagram lintas.
Langkah- langkah dalam analisis model persamaan struktural adalah (Firdaus dan Farid, 2007) :
1. Pengembangan model teoritis
Analisis SEM pada prinsipnya merupakan pengujian kualitas secara empiris dari teori yang sudah ada dan digunakan untuk mengkonfirmasi model teoritis tersebut. Hubungan kausalitas dapat dibuat dalam berbagai bentuk dan arti, namun pola hubungan akan menjadi rasional bila dilandaskan pada suatu teori.
2. Pengembangan pathdiagram (diagram alur)
Path diagram dibangun berdasarkan pada konstruk untuk menunjukkan hubungan kausalitas. Konstruk adalah suatu konsep yang dilandaskan pada teori dan berperan sebagai pembatas dalam mendefenisikan pola hubungan.
3. Pengembangan persamaan struktural
Diagram alur yang telah dibentuk dikonversi ke dalam bentuk persamaan. Konversi diagram alur menjadi bentuk persamaan struktural dilakukan untuk menyatakan hubungan kausalitas.
4. Estimasi model
Data input dalam SEM merupakan matriks kovarian yang digunakan untuk melakukan pengujian model. Pengujian terhadap model dilakukan menggunakan teori yang ada dan hasil penelitian terdahulu yang dapat digunakan untuk mengestimasi model yang telah dibangun.
5. Pendugaan koefisien model
Analisis data dilakukan menggunakan perangkat lunak (software) LISREL untuk menentukan koefisien dari persamaan yang telah dibangun dalam model. Koefisien digunakan untuk menduga kebenaran hipotesa yang digunakan dalam penelitian.
6. Evaluasi kriteria goodness-of-fit
Evaluasi terhadap hasil estimasi dilakukan untuk melihat kesesuaian model yang terbentuk menggunakan beberapa indikator kebaikan model. Analisis SEM tidak mempunyai alat uji statistik tunggal untuk menguji antara model dengan data yang disajikan. Beberapa indeks kesesuaian yang umumnya
Approximation (RMSEA), 3) Goodness of fit (GFI), 4) Adjusted Goodness of Fit (AGFI), dan 5) Comparative Fit Index (CFI).
7. Interpretasi dan Modifikasi model
Intepretasi terhadap hasil estimasi dilakukan setelah model diterima dan dilakukan mengikuti teori yang mendasarinya. Modifikasi dilakukan untuk memperoleh model ya ng lebih baik dengan berdasarkan teori yang berlaku.
Analisis model persamaan struktural (SEM) merupakan teknik analisis yang sangat dipengaruhi oleh besaran sampel yang digunakan terkait dengan metode estimasi yang akan digunakan. Oleh karena itu penentua n jumlah sampel 2yang akan digunakan dalam penelitian merupakan hal penting dalam analisis SEM. Beberapa pedoman penentuan besarnya ukuran sampel dalam analisis SEM (Silomun dalam Ramadhani, 2005), yaitu :
• Bila pendugaan parameter menggunakan metode kemungkinan
maksimum, besar sampel yang disarankan adalah 100-200 orang responden dan minimum absolutnya adalah 50 orang responden.
• Sebanyak 5 - 10 kali jumlah parameter yang ada di dalam model
yang akan diduga.
• Sama dengan 5 - 10 kali jumlah variabel manifest (indikator) dari
keseluruhan variabel laten.
2.5. Penggunaan LISREL untuk Analisis SEM
lunak (software) komputer seperti LISREL, EQS, AMOS, SASA PROC CALIS, STATISTICA-SEPATH. LISREL merupakan perangkat lunak yang sering digunakan dalam analisis SEM terutama dalam penelitian ilmu- ilmu sosial. Oleh karena itu analisis SEM sering juga disebut sebagai analisis LISREL. Metode
LISREL secara khusus dirancang untuk mengakomodasi bentuk-bentuk recursive
dan reciprocal causation, simultaneity, interdependence, latent variable, dan measurement errors serta mengestimasi koefisien-koefisien dari sejumlah persamaan struktural yang linier. Oleh sebab itu, metode ini dapat menganalisis model- model dari bentuk yang relatif paling sederhana, seperti multiple regresion sampai model yang rumit, seperti path analysis dan full structural equation model (Joreskoq dan Sorbom, 2001).
Analisis SEM dengan menggunakan LISREL dapat dilakukan dengan menu-menu yang telah disediakan ataupun dengan menuliskan perintah melalui bahasa PRELIS (untuk tahapan penyiapan matrik koraga m) dan dilanjutkan dengan bahasa LISREL ataupun SIMPLIS (untuk tahapan penyiapan analisisnya). Penulisan perintah melalui bahasa LISREL lebih rumit dibandingkan dengan SIMPLIS namun kerumitan ini sesuai dengan fasilitas yang disediakan dalam bahasa LISREL yang tidak ada di SIMPLIS. Analis Model Hubungan Antara Shopping Environment dengan Shopping Behaviour dan Impulsive Buying
dilakukan dengan menggunakan software LISREL 8.72 for Windows untuk SEM
2.6. Penelitian Terdahulu
Donovan dan Rossiter (1982) melakukan penelitian terhadap konsumen yang sedang melakukan pembelian di beberapa retail dengan tipe yang berbeda. Penelitian ini menggunakan pendekatan model yang dikembangkan oleh Mehrabian dan Russel (M-R model). Setiap responden diminta mengisi kuesioner yang berisi pertanyaan-pertanyaan yang dibuat untuk mengukur perasaan konsumen ketika berada di dalam ritel (pleasure-arousal-dominance). Analisis dilakukan menggunakan faktor analisis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa model Mehrabian-Russel merupakan model yang baik dalam melakukan penelitian perilaku pembelian konsumen (approach-avoidance). Faktor kepuasan (pleasure) merupakan faktor yang paling dominan dalam mempengaruhi perilaku pembelian konsumen.
Penelitian yang dilakukan oleh Miliman (1982) bertujuan untuk melihat pengaruh mu2sik yang dimainkan di dalam supermarket terhadap perilaku pembelian konsumen. Penelitian menggunakan experimental terhadap konsumen di 200 supermarket. Analisis dilakukan dengan ANOVA. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan musik berpengaruh terhadap tingkat kepadatan di dalam toko dan tingkat penjualan supermarket.
Penelitian yang dilakukan oleh Michon dan Chebat (2004) bertujuan untuk menghubungkan interaksi antara musik dan aroma di dalam toko terhadap persepsi konsumen terhadap kualitas toko. Penelitian dilakukan dalam bentuk experimen terhadap konsumen di pusat perbelanjaan/mal menggunakan kombinasi musik lembut/keras dengan wewangian. Analisis dilakukan dengan model persamaan struktural dengan software EQS for Windows 6.1. Penelitian menunjukkan bahwa kombinasi musik lembut dan aroma citrus berpengaruh terhadap efek positif mal, kombinasi musik keras dan aroma citrus berpengaruh positif terhadap persepsi mal, persepsi mal berpengaruh positif terhadap kualitas pelayanan.
Sweeney dan Wyber (2001) melakukan penelitian untuk mengukur peranan aspek kognitif dan afektif konsumen terhadap musik yang dimainkan
dalam toko terhadap perilaku konsumen menggunakan pendekatan
approach-avoidance. Penelitian dilakukan dalam bentuk experimen menggunakan beberapa musik dengan variasi tempo dan jenis yang berbeda. Analisis dilakukan dengan faktor analisis. Penelitian menunjukkan bahwa musik dan karakternya berpengaruh signifikan terhadap emosi dan evaluasi pembelian konsumen di dalam toko.
yang sesuai dan memberikan kenyamanan akan memberikan efek postif terhadap konsumen.
Penelitian yang dilakukan oleh Spangenberg, Crowley dan Handerson (1996) bertujuan untuk melihat pengaruh aroma /wewangian terhadap proses evaluasi dan perilaku kons umen. Penelitian dilakukan dalam bentuk experimen terhadap 308 responden dalam sebuah laboratorium yang telah didesain dengan berbagai jenis aroma/parfum. Analisis MANOVA dilakukan untuk memperoleh hasil penelitian. Penelitian menunjukkan adanya perbedaan pada proses evaluasi dan perilaku konsumen di ruangan dengan aroma dan yang tanpa aroma.
Penelitian tentang pengaruh aroma (scent) terhadap perilaku pembelian telah banyak dilakukan. Kebanyakan penelitian yang dilakukan di lingkungan toko yang disimulasikan. Secara keseluruhan hasil penelitian menunjukkan bahwa pengaruh aroma (scent) terhadap perilaku pembelian merupakan hasil gabungan dengan elemen lingkungan toko yang lain dan sifat pengaruhnya yang tidak konsisten.
stimulus melalui elemen-elemen lingkungan toko melebihi dari harapan konsumen (higher than desired in terms of exicetement and stimulation).
Penelitian tentang pengaruh shopping environment terhadap Shopping Behaviour telah dilakukan di Indonesia oleh Jayanegara (2003). Penelitian dilakukan dalam bentuk survey terhadap 263 konsumen di 7 toko yang berbeda. Analisis dilakukan dengan pendekatan pleasure-arousal-dominance. Penelitian dilakukan dengan analisis persamaan struktural (SEM). Penelitian menunjukkan hubungan positif antara pleasure-arousal-dominance yang diperoleh konsumen dengan perilaku pembelian konsumen dan proses evaluasi pembelian.
Secara keseluruhan penelitian yang dilakukan untuk mengukur pengaruh
antara Shopping Environment dan Shopping Behaviour melalui
elemen-elemennya menunjukkan hubungan yang positif. Elemen Shopping Environment
No Tahun Judul Penelitian Tipe Penelitian / Alat Analisis Hasil Penelitian
1. 1982 Store Atmosphere: An
Environmental Psychology Approach (Donovan and Rossiter)
• Survei menggunakan kuesioner di 66 buah ritel.
• Analisis faktor dan regresi.
• Lingkungan toko dapat memberikan
kepuasan (pleasure), keterpengaruhan (aroused) dan control (control) dalam
berbelanja yang berpengaruh positif terhadap perilaku pengeluaran pembelian.
2. 1982 Using Background Music to Affect
the Behaviour of Supermarket Shoppers (Milliman)
• Experimental di toko yang
telah didesain dengan berbagai jenis tempo musik.
• ANOVA
• Penggunaan musik dapat mempengaruhi
kepadatan di dalam toko dan tingkat penjualan.
3. 1992 Service Environments: The Impact
of Physical Surroundings On Costumer and Employees (Mary Jo Bitner)
• Survei Konsumen dan
Karyawan.
• Lingkungan toko memberikan pengaruh yang
berbeda kepada individu tergantung kepada kesukaan mereka.
• Mary Jo Bitner Servicescape Model
4. 1993 The Influence of Background Music
On Shopping Behaviour : Classical Versus Top-Fourty Music In A wine Store ( Areni and Kim)
• Survei Konsumen di Wine
Store.
• ANOVA
• Jumlah Uang yang dibelanjakan di toko lebih banyak ketika musik klasik dimainkan
dibandingkan dengan musik top-40.
5. 1996 Improving the Store Environment :
Do Olfactory Cues Affect
• Adanya perbedaan pada proses evaluasi dan
perilaku konsumen di ruangan dengan aroma dan yang tanpa aroma.
• Keberadaan aroma dapat mempengaruhi
6. 1999 Scents in The Marketplace :
• Keberadaan aroma / wewangian yang sesuai
dan memberikan kenyamanan dan efek positif terhadap konsumen.
7. 2001 The Role of Cognitions and
Emotions in the Music-Approach-Avoidance Behaviour Relationship (Sweeney and Wyber)
• Experimental di toko yang
telah didesain dengan beragam tempo musik yang dimainkan.
• Analisis Faktor dan Lisrel.
• Adanya hubungan signifikan antara musik
dan karakter musik terhadap emosi konsumen dan proses evaluasi pembelian.
8. 2001 The Role of Store Environmental
Stimulation and Social Factors on Impulse Purchasing (Mattila and Wirtz)
• Beragam Retail Outlet di
Singapura.
• ANOVA
• Stimulus yang tinggi dan lingkungan toko yang nyaman mendorong terbentuknya pembelian impulsif.
• Kondisi sosial konsumen mempengaruhi
perilaku pembelian impulsif.
9. 2003 The Relationship Between
Shopping Environment and Shopping Behaviour : An Approach To Structural Equation Modeling (Jayanegara).
• Survey terhadap konsumen di 7
toko yang berbeda.
• Analisis Structural Equation
Modeling.
• Hubungan positif antara pleasure - arousal dominance ( PAD) yang diperoleh konsumen dengan perilaku pembelian konsumen dan proses evaluasi pembelian.
10 2004 The Interaction Effect of
Background Music and Ambient Scent on the Perception of Service Quality (Michon and Chebat)
• Experimen terhadap konsumen
di pusat perbelanjaan/mal menggunakan kombinasi musik lembut/ keras dengan wewangian.
• Model Persamaan Struktural
dengan software EQS for
Windows 6.1
• Kombinasi musik lembut dan aroma citrus
berpengaruh terhadap efek positif mal.
• Kombinasi musik keras dan aroma citrus berpengaruh positif terhadap persepsi toko.
3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis
Penelitian ini menggunakan beberapa pendekatan teori dalam menjelaskan
hubungan Shopping Environment dengan Shopping Behaviour dan Impulsive
Buying. Model teoritis yang terkait dengan penelitian adalah Mehrabian-Russel Model, Mary Jo Bitner Servicescape Model, Shopping Value, Shopping Behaviour dan Impulsive Buying.
3.1.1. The Mehrebian and Russel Model
Penelitian mengenai hubungan antara persepsi konsumen terhadap stimulus lingkungan toko terhadap perilaku pembeliannya pertama kali dipelajari oleh disiplin ilmu psikolo gi. Pakar psikologi lingkungan Mehrebian dan Russel (1974) melakukan penelitian yang menjadi dasar teori dalam mempelajari
pengaruh Shopping Environment terhadap Shopping Behaviour. Model yang
dihasilkan oleh penelitian tersebut dikenal sebagai Model Mehrebian dan Russel (The Mehrebian and Russel Model) yang lebih dikenal dengan istilah stimulus -organism-response (S-O-R) paradigm. S-O-R paradigm merupakan konsep awal
penelitian perilaku individu akibat stimulus Shopping Environment dalam
penelitian perilaku konsumen dan pemasaran.
Mehrebian dan Russel (1974) menggunakan Model Stimulus-Organism
lingkungan (O). Hasil dari penilaian terhadap stimulus yang diberikan akan ditunjukkan dalam bentuk respon (R) terhadap stimulus lingkungan tersebut. Mehrebian-Russel mendefinisikan dua bentuk sikap atau perilaku konsumen terhadap stimulus lingkungan yaitu pendekatan (approach) atau penolakan (avoidance). Perilaku pendekatan meliputi semua tindakan positif yang secara langsung tampak pada lingkungan tertentu seperti keinginan untuk tinggal lebih lama, pengeluaran uang bertambah, interaksi sosial lebih tinggi. Sedangkan perilaku penolakan ditunjukkan oleh sikap yang berbeda seperti keinginan untuk segera keluar dari lingungan, mengurangi pengeluaran, interaksi sosial yang rendah. Model S-O-R paradigm Mehrebian-Russel dapat dilihat pada Gambar 4.
Environmental Stimuli Dimensions of Affect: Response Behaviour :
and Cognitive Processes Pleasure and Arousal Approach/Avoidance
and Cognitive Processes
Gambar 4. The Mehrebian-Russel Stimulus Response Model Sumber : Christopher Lovelock and Jochen Wirtz : Services Marketing, 2005
3.1.2. Mary Jo Bitner Servicescape Model (Shopping Environment Model) Mary Jo Bitner Servicescape Model yang dibangun merupakan model lanjutan dari S-O-R paradigm. Model ini memiliki beberapa dimensi utama dalam sebuah lingkungan toko yang terdiri dari : ambient condition, space/functionality, dan sign, symbols dan artifacts. Model juga memasukkan dimensi respon
karena setiap individu memiliki persepsi nilai (perceived value) yang berbeda terhadap stimulus lingkungan tersebut.
Kelebihan dari model ini adalah dalam model telah dimasukkan dimensi respon karyawan terhadap dimensi Shopping Environment. Hal ini disebabkan bahwa karyawan akan menghabiskan waktu yang lebih lama daripada konsumen di toko. Oleh karena itu sikap karyawan akibat Shopping Environment akan mempengaruhi sikap mereka dalam melayani konsumen.
Respon int ernal yang terjadi pada konsumen dan karyawan dibedakan atas
respon kognitif (cognitive responses) seperti persepsi atas kualitas dan
kepercayaan, respon emosional (emotional responses) seperti feeling dan mood,
dan respon psikologi seperti perasaan disakiti (pain) dan perasaan nyaman
(comfort). Respon konsumen ini akan berdampak terhadap respon perilaku misalnya menghindari keramaian yang terjadi di dalam toko (social interaction),
menghabiskan uang lebih banyak (spending more money), menghabiskan waktu
yang lebih lama dalam toko (spending more time), dan terbentuknya perilaku pembelian impulsive (Impulsive Buying). Respon positif atau negatif yang ditunjukkan konsumen ketika berada di toko sangat tergantung kepada lingkungan toko yang ada. Oleh karena itu penyusunan strategi Shopping Environment harus disesuaikan dengan situasi konsumen yang dihadapi dan situasi lingkungan yang
mempengaruhi konsumen. Mary Jo Bitner Servicescape Model merupakan model
Gambar 5. Mary Jo Bitner, “Servicesescape: The Impact of Physcical Sorroundings on Costumer and Employees, “Journal of Marketing 56 (April 1992)
Sumber : Christopher Lovelock and Jochen Wirtzh : Services Marketing, 2005. Lingkungan toko
3.1.3. Shopping Behaviour and Shopping Value
Babin, et al (1994) menggunakan pendekatan pengeluaran sumberdaya
(Resource Expenditure) untuk mengukur perilaku pembelian konsumen. Pendekatan ini mengacu kepada besarnya sumberdaya yang dikeluarkan konsumen ketika melakukan perbelanjaan dan besarnya nilai belanja yang diterima. Pada dasarnya pendekatan pengeluaran sumberdaya sama dengan
pendekatan approach/avoidance behavior yang dikembangkan oleh Mehrebian
dan Russel (1974) untuk menggambarkan Shopping Behavior (perilaku
pembelian). Menurut Barbin dan Darden, pendekatan pengeluaran sumberdaya digunakan karena sifatnya yang lebih deskriptif daripada pendekatan approach/avoidance.
Pendekatan Resource Expenditure menga cu kepada berapa besar
sumberdaya uang yang dikeluarkan oleh konsumen ketika melakukan pembelian di dalam toko, lamanya waktu yang dihabiskan oleh konsumen di dalam toko, dan banyaknya interaksi sosial yang dilakukan oleh konsumen baik pada saat berada di dalam toko maupun ketika berada di luar toko (interaksi yang berkaitan dengan toko).
3.1.4. Impulsive Buying
dilakukan oleh Donovan dan Rossiter (1982) menunjukkan bahwa Shopping Environment yang menyenangkan berkorelasi positif dengan waktu tambahan (extra time) dan pembelian tidak terencana (unplanned) yang dilakukan konsumen.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Mattila dan Wirtz menunjukkan bahwa stimulus yang tinggi melalui Shopping Environmet yang nyaman akan membentuk Impulsive Buying yang tinggi. Hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa Impulsive Buying akan semakin bertambah ketika stimulus yang diberikan melebihi harapan konsumen.
3.2. Implikasi Model Teoritis Terhadap Analisis Persamaan Struktural Model persamaan strukural yang digunakan dalam penelitian dibangun dengan menggunakan pendekatan model- model teoritis yang telah dikemukakan diatas. Model Mehrabian dan Russel digunakan untuk menggambarkan hubungan antara Shopping Environment sebagai stimulus dengan Shopping Behaviour dan Impulsive Buying sebagai respon melalui Perceived Enjoyment sebagai proses
evaluasi internal. Mary Jo Servicescape Model digunakan untuk menyusun
variabel- variabel indikator model persamaan struktural dari elemen-elemen Shopping Environment (musik, aroma, suhu, citra, furnitur, gaya layanan, orang), menyusun variabel laten Perceived Enjoyment.
Teori Impulsive Buying, Shopping Behaviour dan Shopping Value
digunakan untuk menyusun variabel laten Impulsive Buying dan Resource
umum bahwa model persamaan struktural yang digunakan dalam penelitian merupakan model yang dibangun dengan pendekatan model- model teoritis dan hasil penelitian terdahulu.
3.3. Kerangka Pemikiran Operasional
Kerangka pemikiran operasional yang digunakan dalam penelitian dapat dilihat pada Gambar 6. Analisis diawali dengan melihat kondisi persaingan yang terjadi pada industri makanan dan minuman (food and bavarages industry) yang dijadikan sebagai objek penelitian. Pertumbuhan jumlah restoran yang tinggi merupakan gambaran tingginya tingkat persaingan pada industri ini. Tingginya tingkat persaingan pada industri selain disebabkan pertambahan jumlah perusahaan pada industri juga disebabkan perubahan preferensi konsumen dan strategi perusahaan yang semakin kreatif dalam menghadapi persaingan.
Konsumen tidak hanya menginginkan manfaat fungsional (main benefit) dari
makanan sebagai pemenuh kalori tetapi juga mencari manfaat tambahan (additional benefit). Selain itu perusahaan dalam industri semakin kreatif dalam menyusun strategi untuk menarik perhatian dan mempengaruhi perilaku pembelian konsumen.
Salah satu strategi yang disusun oleh perusahaan untuk mempengaruhi
perilaku pembelian konsumen adalah Shopping Environment. Shopping
pengukuran terhadap hubungan antara Shoping Environment dengan Shopping Behaviour menggunakan stimulus-organism-response model.
Elemen-elemen Shopping Environment yang digunakan sebagai stimulus dalam penelitian ini adalah : musik, aroma, suhu, citra, furnitur, gaya layanan dan orang. Besarnya pengaruh Shopping Environment terhadap Shopping Behaviour diukur dari besarnya pengeluaran sumber daya konsumen (Resource Expenditure) yang diukur melalui banyaknya jumlah uang yang dikeluarkan, lamanya waktu yang dihabiskan dan banyaknya interaksi yang dilakukan oleh konsumen. Sedangkan pengaruh Shopping Environment terhadap Impulsive Buying diukur dari banyaknya pembelian spontan yang dilakukan. Shopping Environment dalam mempengaruhi Shopping Behaviour dan Impulsive Buying harus melalui proses evaluasi internal dalam diri konsumen yaitu dalam bentuk kenyamanan yang
diperoleh konsumen (Perceived Enjoyment) akibat kinerja elemen-elemen
Shopping Environment.
Analisis terhadap Hubungan antara Shopping Environment dengan
Shopping Behaviour dan Impulsive Buying dilakukan dengan analisis model persamaan struktural (SEM). Analisis SEM digunakan karena kemampuannya menjelaskan variabel Shoping Environment, Shopping Behaviour dan Impulsive Buying yang termasuk variabel laten yang tidak dapat diukur secara langsung.
Analisis SEM dilakukan dengan menggunakan perangkat lunak (software)
LISREL 8.72 for windows. Analisis yang dilakukan akan menghasilkan gambaran
efektifitas Strategi Shopping Environment dalam mempengaruhi perilaku
Gambar 6. Kerangka Pemikiran Operasional Kondisi Global Perubahan Preferensi
Strategi Kreatif Pasar Relatif Tetap
PERSAINGAN
SHOPPING ENVIRONMENT
PENGUJIAN EMPIRIS EFEKTIFITAS STRATEGI SHOPPING ENVIRONMENT
Analisis Model Persamaan Struktural : Hubungan Shopping Environment dengan
Shopping Behaviour dan Impulsive Buying (Lisrel 8.72 for Windows)
Shopping Environment Musik Aroma Suhu Furnitur Orang Gaya
Internal Response
Perceived Enjoyment
Shopping Behaviour Uang Waktu Interaksi Sosial Impulsive Buying
EFEKTIF
?
Gambaran efektifitas Strategi Shopping Environment dalam mempengaruhi perilaku konsumen (Shopping Behaviour dan Impulsive Buying)
4.1. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian mengenai hubungan antara Shopping Environment terhadap
Shopping Behavior dan Impulsive Buying dilakukan sejak bulan Februari sampai bulan April 2007. Penelitian menggunakan Starbucks Coffee Shop sebagai objek penelitian. Pemilihan Starbucks Coffee Shop sebagai objek penelitian dilakukan secara sengaja (purposive) dengan pertimbangan bahwa Starbucks Coffe Shop
telah memasukkan elemen-elemen Shopping Environment ke dalam tokonya
(restoran). Pertimbangan lain pemilihan Starbucks Coffee Shop sebagai objek penelitian adalah tingkat pertumbuhan jumlah restoran yang tinggi dapat dijadikan sebagai gambaran (representasi) tingginya tingkat persaingan pada industri
makanan dan minuman (food and bavarages) . Tingkat pertumbuhan dan jumlah
restoran di Indonesia dari tahun 1997-2005 dapat dilihat pada Lampiran 1.
4.2. Data dan Sumber Data
Data yang digunakan dalam penelitian terdiri atas dua jenis data yaitu data
primer dan data sekunder. Data sekunder (secondary data) yang digunakan
berasal dari studi pustaka dari berbagai literatur dan jurnal yang terkait dengan topik penelitian. Data primer dikumpulkan dengan metode penyebaran kuesioner kepada responden yang memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan. Kuesioner berisi pernyataan-pernyataan yang telah diuji validitas dan reliabilitasnya. Jenis dan sumber data dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Jenis dan Sumber Data
elemen – elemen Shopping Environment, Shopping Behaviour dan Impulsive Buying.
• Penelitian terdahulu
• Badan Pusat Statistik
4.3. Teknik Pengambilan Sampel
syarat kecukupan SEM ya itu 100 orang responden dengan 10 persen sebagai error. Pengambilan sampel dilakukan secara convinience sampling.
4.4. Metode Skala Pengukuran
Dalam penelitian ini, responden ditanya penilaiannya terhadap pengaruh
elemen-elemen Shopping Environment terhadap kenyamanan yang diterima di
dalam restoran dan hubungan antara kenyamanan yang diterima dengan perilaku konsumen di dalam restoran. Skala pengukuran yang digunakan untuk menilai setiap jawaban responden adalah Skala Likert dengan bobot tertent u pada setiap jawaban pernyataan. Pengukuran dengan Skala Likert hanya memuat rangking saja, tanpa diketahui berapa kali penilaian seorang responden lebih baik atau lebih buruk dari responden lainnya di dalam skala (Nazir, 1998).
Pengukuran penelitian ini dilakukan dengan cara meminta responden untuk memberikan penilaiannya terhadap setiap pernya taan dalam kuesioner. Penilaian yang diberikan berupa tingkat kesetujuan responden terhadap setiap pernyataan yang diajukan. Skala pengukuran dan bobot yang digunakan untuk menilai jawaban tingkat kesetujuan responden adalah Sangat Setuju (4), Setuju (3), Tidak Setuju (2), dan Sangat Tidak Setuju (1).
4.5. Hipotesa Penelitian
Hipotesa yang dirumuskan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Shopping Environment berpengaruh positif terhadap Shopping Behaviour
2. Shopping Environment berpengaruh positif terhadap Impulsive Buying melalui Perceived Enjoyment.
Penelitian juga dilakukan untuk melihat hubungan antara variabel indikator dengan variabel latennya. Hubungan pengaruh harapan antara variabel laten dan variabel indikator dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Hubungan Pengaruh Harapan Antara Variabel Laten dan Variabel
Indikator
4.6. Metode Pengolahan dan Analisis Data
Alat ukur yang digunakan dalam mengumpulkan data penelitian adalah kuesioner yang berisi daftar pernyataan tertutup, yang mengharuskan responden untuk memilih salah satu jawaban yang telah tersedia. Jawaban tersebut merupakan data yang akan diolah menggunakan software LISREL 8.72. Data (jawaban) yang menjadi Input merupakan data median yang merupakan data yang dapat mewakili jawaban responden untuk suatu variabel. Median dapat digunakan
Faktor Laten Indikator Pengaruh yang diharapkan
Perceived
jika jawaban responden memiliki tingkat keragaman yang rendah atau seragam. Uji validitas dan reliabilitas dilakukan terlebih dahulu sebelum melakukan estimasi terhadap model persamaan struktural.
4.6.1. Uji Validitas dan Reliabilitas
Penyebaran kuesioner untuk keperluan data primer, diawali dengan pengujian validitas dan reliabilitas kuisioner. Uji coba kuesioner dilakukan terhadap sejumlah responden dan hasilnya dapat digunakan untuk penyempurnaan kuesioner, apakah perlu dilakukan pengurangan atau penambahan pertanyaan atau penyempurnaan bahasa/kalimat yang digunakan.
Uji validitas dilakukan untuk menunjukkan sejauh mana alat pengukur itu mengukur apa yang ingin diukur. Tahapan pengujian validitas alat ukur adalah sebagai berikut :
1. Mengidentifikasi secara operasional konsep yang akan diukur
2. Melakukan uji coba skala pengukuran pada sejumlah responden
3. Mempersiapkan tabel tabulasi jawaban dan menghitung korelasi antara
Keterangan :
N = Jumlah Responden X = Skor pertanyaan nomor 1 Y = Skor total
Reliabilitas didefinisikan oleh Singarimbun dan Effendi dalam Ramadhani (2005) sebagai derajat ketepatan, ketelitian atau keakuratan yang ditunjukkan oleh instrument pengukuran. Pengujian reliabilitas dilakukan dengan teknik belah dua, dengan rumus :
Keterangan :
r.tot = angka reliabilitas keseluruhan pertanyaan r.tt = angka korelasi belahan pertama dan kedua
Langkah- langkah yang dilakukan dalam pengukuran reliabilitas dengan menggunakan teknik belah dua adalah sebagai berikut :
1. Menyajikan alat pengukur pada sejumlah responden, kemudian dihitung
validitas setiap pertanyaan. Pertanyaan yang valid dikumpulkan menjadi satu, sedangkan pernyataan yang tidak valid dibuang.
2. Membagi pertanyaan yang valid tersebut menjadi dua belahan.
3. Skor untuk masing- masing pertanyaan pada tiap belahan dijumlahkan.
4. Mengkorelasikan skor total belahan pertama dengan skor total belahan kedua dengan menggunakan teknik korelasi product moment.
5. Karena angka korelasi yang diperoleh adalah korelasi dari alat pengukur
yang dibelah, maka angka korelasi yang dihasilkan lebih rendah daripada angka korelasi yang diperoleh jika alat pengukur tersebut tidak dibelah. Oleh sebab itu harus dicari angka reliabilitas untuk keseluruhan pertanyaan tanpa dibelah dua dengan menggunakan rumus yang ada.
Nilai hitung reliabilitas yang diperoleh dibandingkan dengan nilai kritis untuk korelasi r product moment. Jika nilai reliabilitas hitung lebih besar atau
sama dengan nilai kritis untuk korelasi r product moment, maka instrumen
tersebut dikatakan reliabel.
4.6.2. Analisis Deskriptif
Analisis deskriptif digunakan dalam bentuk pentabulasian dan pengelompokkan jawaban yang sama dan kemudian dipersentasekan berdasarkan jumlah responden. Persentase yang terbesar merupakan faktor yang dominan dari masing- masing variabel yang diteliti. Hasil dari tabulasi deskriptif digunakan sebagai data input dalam LISREL. Hasil analisis deskriptif memberikan gambaran awal terhadap hasil pengolahan (output) LISREL.
4.6.3. Confirmatory Factor Analysis
Pada dasarnya penelitian yang menggunakan pendekatan model