CHARLENA
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi Bioremediasi Tanah Tercemar Limbah Minyak Berat Menggunakan Konsorsium Bakteri adalah karya saya sendiri dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir setiap bab disertasi ini.
Bogor, Agustus 2010
Bacterial Consortium. Under direction of ZAINAL ALIM MAS’UD, ISWANDI ANAS, YADI SETIADI and MOHAMAD YANI.
Waste treatment of crude oil in petroleum land mines needed to clean up the environment from crude oil waste. Waste treatment of crude oil can be done using bioremediation technique employing hydrocarbon compound-degrading bacterial consortium. The aim of the present research was to carry out bioremediation of hydrocarbon compounds of soil contaminated with heavy oli waste using bacterial consortium. In order to achieve this aim, reseach was divided into several stages which incude stage one to analyze effect of anionic and nonionic surfactants addition to improve dispersion of heavy oil waste in water, stage two to carry out bioremediation of soil contaminated with heavy oil waste using bacterial consortium employing bioslurry and landfarming techniques. In order to elucidate the bacterial species involved in the degradation of hydrocarbon compounds present in the heavy oil waste, research stage three was carried out to isolate, screen, and characterize heavy oil degrading bacteria of bacterial consortium, and then research stage four was conducted to test the ability of single or mixed (consortium) of bacteria in degrading heavy oil waste. Results showed that addition of anionic surfactant in Linear Alkilbenzena Sulphonate (LAS) at concentration of 0.04% was better in dispersing heavy oil waste in water compared to addition of Sodium Dodecyl Sulphate (SDS) and nonionic surfactant. By employing bacterial consortium, bioremediation of heavy oil contaminated-soil using bioslurry technique was more effective compared to landfarming technique. Bioremediation using bioslurry technique decreased the concentration of Total Petroleum Hydrokarbon from 20.71% to 0.11% which was far below the threshhold set by the Decree of Environment Ministry no. 128 year 2003 i.e 10000 ppm or 1 %. Meanwhile landfarming technique during 4 months observation resulted in quite high TPH percentage i.e of 5.58%. For this reason, bacteria were isolated from bioslurryprocess and 11 isolates were found showing ability of degrading Polyaromatic Hydrocarbon (PAH). Out of 11 isolates 3 bacterial isolates were ahowing best performances in degrading hydrocarbon compounds. Following molecular characterization, the three bacterial isolates were Salipiger sp. PR55-4, Bacillus altitudinis, and Ochrobactrum anthropi
showing ability to degrade PAH compunds such as phenantrene, dibenzotiophene and fluorene. Test of ability of single and mixed species in degrading hydrocarbon compounds present in heavy oil waste showed that Bacillus altitudinis has better performance in degrading hydrocarbon coumpounds present in the heavy oil waste compared to other species. Bacillus altitudinis showed degradation percentage of 54.11%. Compared to single bacterial species, mixed (consortium) of bacteria was better in degrading hydrocarbon compound. Mixture of the three bacterial species (Salipiger sp. PR55-4, Bacillus altitudinis, dan Ochrobactrum anthropi) decreased TPH with percent degradation of 81.52%.
minyak bumi yang menimbulkan dampak negatif bagi lingkungan. Salah satunya adalah limbah minyak berat yang mengandung fraksi berat minyak bumi yang bersifat toksik terhadap lingkungan disekitarnya. Bioremediasi merupakan salah satu teknologi yang dikembangkan saat ini untuk mengatasi limbah minyak berat yang mencemari lingkungan. Bioremediasi dapat memanfaatkan bakteri pendegradasi senyawa hidrokarbon untuk mendegradasi senyawa hidrokarbon poliaromatik yang terdapat dalam limbah minyak berat menjadi senyawa yang lebih sederhana, kemudian dimanfaatkan sebagai sumber karbon dan sumber energi. Bakteri yang digunakan dalam mendegradasi limbah minyak bumi memiliki kemampuan yang lebih tinggi jika digunakan sebagai kultur konsorsium atau kultur campur. Bakteri ini bekerja secara sinergis dengan memotong senyawa hidrokarbon pada tempat yang berbeda, kemudian menggunakan senyawa sederhana hasil degradasi sebagai sumber hidrokarbon dan energinya untuk proses degradasi berikutnya.
Konsorsium bakteri yang digunakan untuk mendegradasi senyawa hirokarbon selama proses bioremediasi, dapat dilakukan dengan teknik bioslurry
dan landfarming. Bioremediasi dengan teknik landfarming telah dilakukan untuk mengatasi tanah tercemar limbah minyak berat pada industri minyak PT CPI. Menggunakan mikroba indigen dibutuhkan waktu ± 8 bulan untuk menurunkan TPH ≥ 4%, yang selanjutnya mikroba ini tidak mampu lagi untuk menurunkan TPH sampai 1%, sesuai Keputusan MenLH no. 128 Tahun 2003. Untuk itu dilakukan penelitian yang bertujuan mendapatkan teknik bioremediasi yang efektif untuk mengatasi limbah minyak berat yang semakin lama semakin menumpuk dengan menggunakan konsorsium bakteri yang diperoleh dari limbah minyak berat dan kotoran hewan. Mencari spesies bakteri yang berperan aktif dalam mendegradasi senyawa poliaromatik yang terdapat pada limbah minyak berat dan menguji kemampuan spesies bakteri yang diperoleh dalam bentuk tunggal dan campurannya.
Penelitian dilakukan dengan beberapa tahapan yaitu tahap pertama untuk melihat pengaruh penambahan surfaktan anionik dan nonionik dalam meningkatkan dispersi limbah minyak berat ke dalam air, karena limbah minyak berat yang diperoleh dari lapangan minyak Duri memiliki tekstur yang liat menyebabkan sulit untuk terdispersi ke dalam air. Surfaktan yang digunakan adalah surfaktan anionik (Linear Alkilbenzena Sulfonat/LAS dan Natrium Dodesil Sulfat/NDS) dan nonionik (Tween 80 dan Brij 35). Tahap kedua melakukan bioremediasi tanah tercemar limbah minyak berat menggunakan konsorsium bakteri dengan teknik bioslurry dan landfarming. Konsorsium bakteri yang digunakan diperoleh dari limbah minyak berat yang dicampur dengan kotoran hewan. Limbah minyak berat diambil dari lapangan minyak Duri, PT CPI dan kotoran hewan (sapi dan kuda) diperoleh dari Fakultas Peternakan IPB. Konsorsium bakteri yang digunakan dalam mendegradasi limbah minyak berat dengan teknik bioslurry diuji juga kemampuannya dengan menggunakan teknik
berat. Untuk mendapatkan 3 isolat yang terbaik, dilakukan proses seleksi dengan menghitung persen degradasi tertinggi selama 1 bulan pengamatan. Terhadap 3 isolat yang memiliki kinerja terbaik ini dilakukan identifikasi secara molekuler. Tahap keempat yaitu menguji kemampuan spesies bakteri dan campuran (konsorsium) bakteri dalam mendegradasi limbah minyak bumi fraksi berat.
Dari penelitian yang telah dilakukan diperoleh hasil, bahwa penambahan surfaktan dan pengaruh kecepatan pengadukan mampu meningkatkan dispersi limbah minyak bumi dalam media air. Penggunaan LAS pada konsentrasi 0.04% lebih baik meningkatkan dispersi limbah minyak bumi ke dalam air dibandingkan NDS, Tween 80 dan Brij 35 karena stabilitas emulsi LAS lebih tinggi (1.58%) dibandingkan NDS (0.45%), Tween 80 (0.24%) dan Brij 35 (0.22%). Bioremediasi tanah tercemar limbah minyak berat dengan teknik bioslurry lebih efektif dibandingkan dengan teknik landfarming. Pada teknik bioslurry, bakteri dapat tumbuh dengan baik dengan populasi mencapai 3.47 x 1010, pada kondisi pH yang berkisar diantara 7.5 sampai 8.5. Selama 1 bulan pengamatan persentasi TPH turun sampai mencapai 0.11% dari persentasi TPH awal sebesar 20.71%, berada jauh dibawah ambang batas yang ditetapkan oleh Keputusan MenLH no. 128 Tahun 2003 yaitu sebesar 10000 ppm atau 1 %. Dengan teknik landfarming pada 4 bulan pengamatan didapat persentase TPH yang masih cukup tinggi yaitu 5.58%, hal ini mengindikasikan bahwa proses biodegradasi berjalan lambat sejalan dengan perkembangan bakteri yang tidak tumbuh dengan baik, didukung juga dengan kadar pH yang tidak optimal serta kadar air yang rendah. Akan tetapi walaupu n lambat, proses biodegradasi tetap berlangsung dengan adanya gas CO2 dan NH3 yang dihasilkan selama pengamatan. Keberlangsungan proses biodegradasi juga didukung oleh data GC-MS yang menunjukkan bahwa setelah 4 bulan proses bioremediasi, teridentifikasi senyawa hidrokarbon dari C-6 sampai C-12 yang pada awalnya terdiri dari senyawa hidrokarbon dari C-6 sampai C-35.
Pada tanah tercemar limbah minyak berat berhasil diisolasi 11 isolat bakteri yang mampu mendegradasi senyawa fenantrena, dibenzotiofena dan fluorena. Dari 11 isolat yang didapat, bakteri yang memiliki kinerja terbaik dalam mendegradasi senyawa hidrokarbon yang terdapat dalam limbah minyak berat adalah isolat bakteri dengan kode MY7, MY12 dan MYFlr. Berdasarkan analisis penjajaran urutan nukleotida parsial gen pengkode 16S rDNA menggunakan program BLAST, bakteri dengan kode isolat MY7 mempunyai tingkat kesamaan tertinggi dengan Salipiger sp. PR55-4 dengan persentase tingkat kesamaan 100%, bakteri dengan kode isolat MY12 mempunyai tingkat kesamaan tertinggi dengan
Salipiger sp. PR55-4 dan Ochrobactrum anthropi. dan untuk campuran bakteri
©
Hak Cipta milik IPB, tahun 2010
Hak Cipta dilindungi Undang-Undang
1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya.
a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah;
b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB.
CHARLENA
Disertasi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor pada
Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Penguji Ujian Tertutup : Prof. Dr. Ir. Surjono H. Sutjahjo, MS
(Ketua Program Studi PSL Sekolah Pascasarjana IPB)
: Dr. Ir. Erliza Noer
(Staf Pengajar Departemen TIP Fateta IPB)
Penguji Ujian Terbuka : Dr. Ir. Anas Miftah Fauzi, M. Eng
(Wakil Rektor IPB Bidang Riset dan Kerjasama)
: Dr. Dra. Yusni Yetti, M.Si
NRP : P062040101
Program Studi : Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan (PSL)
Disetujui Komisi Pembimbing
Dr.Ir.Zainal Alim Mas’ud, DEA Prof.Dr.Ir. Iswandi Anas, M.Sc Ketua Anggota
Dr.Ir.Yadi Setiadi, M.Sc
Anggota Anggota
Dr.Ir.Mohamad Yani, M.Eng
Diketahui
Ketua Program Studi Pengelolaan Dekan Sekolah Pascasarjana Sumberdaya Alam dan Lingkungan
Prof.Dr.Ir.Surjono H.Sutjahjo.MS Prof.Dr.Ir.Khairil A.Notodiputro.MS
Pengasih lagi Maha Penyayang yang telah memberi petunjuk, rahmat dan ridho-Nya sehingga penulis mendapat kemudahan dan kelancaran dalam menyelesaikan penulisan disertasi yang berjudul: BIOREMEDIASI TANAH TERCEMAR LIMBAH MINYAK BERAT MENGGUNAKAN KONSORSIUM BAKTERI. Disertasi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor pada Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan, Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.
Dalam kesempatan ini penulis menyampaikan penghargaan dan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Bapak Dr. Ir. Zainal Alim Mas’ud, DEA, Bapak Prof. Dr. Ir. Iswandi Anas, M.Sc, Bapak Dr. Ir. Yadi Setiadi, M.Sc, dan Bapak Dr. Ir. Mohamad Yani, M.Eng selaku komisi pembimbing atas seluruh sumbangan pikiran, arahan, dan bimbingan yang telah diberikan dengan penuh kesabaran dan tidak mengenal lelah sejak awal rencana penelitian disusun hingga selesainya penulisan disertasi ini. Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Prof. Dr. Ir. Tun Tedja Irawadi, MS selaku Ketua Departemen Kimia Institut Pertanian Bogor atas segala perhatian, bantuan, motivasi, doa, kemudahan dan memberikan kesempatan kepada penulis untuk menempuh pendidikan S3. Terima kasih juga penulis sampaikan kepada Bapak Prof. Dr. Ir. Surjono H. Sutjahjo, MS selaku Ketua Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan Institut Pertanian Bogor (PSL-IPB). Secara khusus, penulis menyampaikan terima kasih yang tak terhingga kepada suami dan anak-anak tercinta atas pengorbanan,doa dan curahan kasih sayang, serta dukungannya selama penulis menjalani program studi S3 ini. Penulis juga menyampaikan terima kasih yang tulus kepada semua pihak yang telah memberikan dukungan dan masukan bagi penulisan disertasi ini.
Ibarat membangun sebuah monumen, kesempurnaan dapat diwujudkan dari hasil polesan di setiap sisi yang mendapat berbagai komentar dan kritikan. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa disertasi ini masih sangat jauh dari sempurna. Namun demikian, harapan penulis semoga disertasi ini dapat memberikan manfaat bagi pemulihan lahan tambang limbah minyak bumi khususnya lahan tambang minyak bumi fraksi berat.
Bogor, Agustus 2010
memberikan bantuan moril, materiil serta dukungan doa. Disampaikan penghargaan dan ucapan terima kasih yang setinggi-tingginya kepada:
1. Laboratorium Terpadu Institut Pertanian Bogor
2. Dirjen DIKTI Departemen Pendidikan Nasional Indonesia melalui Dana Hibah Doktor 2009
3. Dr. Ir. Zainal Alim Mas’ud, DEA, ketua komisi pembimbing dan kepala Laboratorium Lab Terpadu IPB
4. Prof. Dr. Ir. Iswandi Anas, M.Sc, anggota komisi pembimbing 5. Dr. Ir. Yadi Setiadi, M.Sc, anggota komisi pembimbing 6. Dr. Ir. Mohamad Yani, M.Eng, anggota komisi pembimbing
7. Dr. Drh. Hasim, DEA, Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam IPB
8. Prof. Dr. Ir. Tun Tedja Irawadi, MS, ketua Departemen Kimia FMIPA IPB 9. Prof. Dr. Ir. Surjono H. Sutjahjo, MS, ketua Program Studi Pengelolaan
Sumberdaya Alam dan Lingkungan Sekolah Pascasarjana IPB
10.Prof. Dr. Ir. M. Anwar Nur, M.Sc, Guru Besar Departemen Kimia FMIPA IPB
11.PT Mandau Cipta Tenaga Nusantara Duri, melalui fasilitas dan dana yang diberikan
12.Ir. Zaki, atas bantuan selama penelitian dan penulisan disertasi 13.Seluruh dosen dan civitas akademika Departemen Kimia FMIPA IPB 14.Seluruh staff dosen dan pegawai Laborattorium Kimia Anorganik FMIPA
IPB
15.Seluruh staff, pegawai dan laboran Laboratorium Terpadu IPB 16.Para mahasiswa bimbingan yang membantu penelitian ini 17.Teman-teman seperjuangan di Program Studi PSL IPB
18.Suami tercinta, Syafli SE dan anak-anak tersayang, Nadiah Chalisya, M.Hafidz Charsyana, atas pengorbanan, cinta dan doanya
19.Orang tua, H. Chaidir dan Rohana (Alm), yang selalu memberikan kasih sayang, doa, semangat dan senantiasa mengingatkan untuk selalu bersyukur kepada ALLAH SWT
20.Kakak-kakak dan adik-adik, atas doa dan kasih sayangnya
21.Bibi dirumah yang telah mengurus seluruh urusan di rumah dan anak-anak 22.Semua pihak yang telah membantu, memberikan dukungan dan kontribusi
baik secara langsung maupun tidak langsung, yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu
Atas segala bantuan yang diberikan dengan penuh keikhlasan, penulis ucapkan terima kasih dan tiada balasan yang dapat disampaikan melainkan doa tulus semoga ALLAH SWT membalas amal baik yang telah diberikan agar senantiasa dalam lindungan-Nya. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Agustus 2010
Desember 1967, anak ke enam dari sepuluh bersaudara dari Chaidir dan Rohana (Alm). Pendidikan sarjana ditempuh di Jurusan Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Andalas, lulus pada tahun 1992. Pada tahun yang sama, penulis diterima di Departemen Kimia Program Magister Institut Teknologi Bandung dan menamatkannya pada tahun 1995.
Penulis bekerja sebagai staf pengajar Kimia pada Jurusan Kimia Universitas Sriwijaya pada tahun 1995 dan tahun 1996 menikah dengan Syafli dan dianugrahi sepasang anak, Nadiah Chalisya (tahun 1997) dan Muhammad Hafidz Charsyana (tahun 2002). Kemudian pada pertengahan tahun 2000 bekerja sebagai staf pengajar Kimia pada Departemen Kimia Institut Pertanian Bogor sampai sekarang. Kesempatan untuk melanjutkan ke program doktor pada Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan, Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor diperoleh pada tahun 2004. Beasiswa pendidikan pascasarjana diperoleh dari Departemen Pendidikan Nasional Repuplik Indonesia.
Selama mengikuti program S3, penulis telah menghasilkan karya ilmiah yang berjudul Profil Kelarutan Limbah Minyak Bumi dalam Air akibat Pengaruh Surfaktan Nonionik dan Laju Pengadukan yang diterbitkan pada Chemistry Progress, Majalah Publikasi Ilmu Kimia, Volume 2 Nomor 2, November 2009. Artikel lain yang berjudul Produksi Gas Karbondioksida Selama Proses Bioremediasi Limbah Heavy Oil dengan Teknik Landfarming, juga telah diterbitkan pada jurnal yang sama, Volume 3 Nomor 1, Mei 2010. Artikel yang berjudul Profil Kelarutan Limbah Minyak Bumi dalam Air akibat Pengaruh Surfaktan Anionik dan Laju Pengadukan akan diterbitkan pada Jurnal Ilmiah Nasional Berita Biologi, LIPI pada akhir tahun 2010 ini. Karya-karya ilmiah tersebut merupakan bagian dari program S3 penulis.
i
DAFTAR TABEL... iv
DAFTAR GAMBAR... v
DAFTAR LAMPIRAN... viii
1 PENDAHULUAN Latar Belakang... 1
Permasalahan... 6
Perumusan Masalah... 8
Tujuan Penelitian... 9
Manfaat Penelitian... 9
Kebaruan Penelitian... 10
Ruang Lingkup Penelitian... 12
Kerangka Pemikiran... 12
Daftar Pustaka... 14
2 PENINGKATAN DISPERSI LIMBAH MINYAK BERAT DALAM AIR DENGAN PENAMBAHAN SURFAKTAN Abstrak……….. 17
Pendahuluan……….. 19
Metodologi Penelitian……… Bahan dan Alat……… 20
Pengukuran Bobot Jenis Akuades dan Surfaktan……… 20
Pengukuran Tegangan Permukaan Surfaktan………. 20
Pengukuran Busa Larutan Surfaktan ……….. 21
Pengaruh Konsentrasi Surfaktan Terhadap Stabilitas Emulsi... 21
Pengaruh Laju Pengadukan Terhadap Dispersi Minyak dalam Air…… 22
Pengukuran TPH Fasa Padat ……….. 22
Pengukuran TPH Fasa Cair ……… 22
Pengukuran pH……… 23
Pengukuran COD ……… 23
Hasil dan Pembahasan Tegangan Permukaan Larutan Surfaktan……… 24
Pengaruh Konsentrasi Surfaktan pada Stabilitas Emulsi... 27
Pengukuran Tinggi Busa………. 28
Pengukuran pH pada Variasi Kecepatan Pengadukan... 30
Pengaruh Pengadukan Terhadap Nilai TPH……… 31
Pengaruh Pengadukan Terhadap Nilai COD……… 34
Simpulan………. 35
Daftar Pustaka……… 35
ii
Abstrak……….. 55
Pendahuluan……….. 55
Metodologi Penelitian Bahan dan Alat……… 59
Pengembangan Konsorsium Bakteri………... 59
Bioremediasi dengan Teknik Bioslurry………... 60
Bioremediasi dengan Teknik Landfarming………. 60
Pencuplikan Gas CO2 dan NH3 Selama Proses Bioremediasi dengan Teknik Landfarming………. 61
Analisa Gas CO2……….. 62
Analisa Gas NH3……….. 62
Hasil dan Pembahasan Bioremediasi dengan Teknik Bioslurry………... 63
Pertumbuhan Bakteri……… 65
Pengontrolan pH……… 65
Penurunan TPH………. 66
Bioremediasi dengan Teknik Landfarming………. 68
Perubahan pH……… 68
Perubahan Kadar Air………. 69
Perubahan Suhu………. 70
Perubahan TPH……….. 71
Perubahan Senyawa Hidrokarbon………. 78
Analisis Gas Selama Proses Biodegradasi... 82
Produksi Gas CO2... 82
Produksi Gas NH3………. 85
Simpulan………. 87
Daftar Pustaka……… 87
Lampiran……… 91
4 ISOLASI, SELEKSI DAN IDENTIFIKASI BAKTERI PENDEGRADASI SENYAWA HIDROKARBON PADA TANAH TERCEMAR LIMBAH MINYAK BERAT Abstrak……….. 107
Pendahuluan……….. 109
Metodologi Penelitian……… 110
Bahan dan Alat……… 110
Pengambilan Sampel……… 110
Isolasi Bakteri Pendegradasi Hidrokarbon……….. 111
Seleksi Isolat Bakteri……….. 112
Identifikasi Biakan Murni Terseleksi Pendegradasi Hidrokarbon…….. 112
HASIL DAN PEMBAHASAN Isolasi Bakteri Pendegradasi Senyawa Hidrokarbon... 114
iii
Nilai TPH pada Seleksi Isolat... 121
Nilai COD pada Seleksi Isolat... 123
Identifikasi Isolat MY7, MY12 dan MFlr……….. 123
Simpulan……… 126
Daftar Pustaka……….. 126
Lampiran……… 128
5 KEMAMPUAN ISOLAT TUNGGAL DAN CAMPURAN DALAM MENDEGRADASI SENYAWA HIDROKARBON PADA LIMBAH MINYAK BERAT Abstrak……….. 137
Pendahuluan……….. 139
Metodologi Penelitian……… 140
Bahan dan Alat……… 140
Peremajaan Spesies Bakteri ……… 140
Preparasi Inokulum pada Media Kaya dan Media Minimal... 141
Pengujian Spesies Bakteri……… 141
Aplikasi pada Tanah Tercemar dengan Penggunaan Spesies Tunggal.... 142
Aplikasi pada Tanah Tercemar dengan Penggunaan Kombinasi Spesies Bakteri... 142
Pengukuran pH……… 142
Pengukuran TPH Fasa Cair ……… 143
Pengukuran TPH Fasa Padat ……….. 143
Pengukuran Populasi Bakteri……….. 144
Pengukuran Kadar COD ……… 144
Hasil dan Pembahasan Pemeliharaan Spesies Bakteri………. 145
Pengujian Spesies Bakteri……….. 147
Proses Biodegradasi Limbah Minyak Berat……… 151
Pertumbuhan Bakteri dari Spesies Tunggal dan Campuran Selama Proses Biodegradasi……… 151
Nilai pH Spesies Tunggal dan Campuran……….. 153
Nilai TPH Fasa Padat Spesies Tunggal dan Campuran……….. 155
Nilai TPH Fasa Cair Spesies Tunggal dan Campuran……… 157
Nilai COD Spesies Tunggal dan Campuran……… 158
Simpulan………. 159
Daftar Pustaka……… 159
Lampiran……… 167
6 PEMBAHASAN UMUM………. 169
Daftar Pustaka……… 179
iv
1.1 Perbandingan biaya berbagai teknologi remediasi tanah ……….. 3
2.1 Tegangan permukaan maksimum dan minimum dari larutan surfaktan… 24 2.2 Nilai pH surfaktan anionik dan nonionik pada variasi kecepatan pengadukan……… 30
3.1 Komposisi bioremediasi dengan teknik landfarming... 61
3.2 Persamaan regresi penurunan TPH dari berbagai perlakuan dengan Teknik landfarming... 73
3.3 Senyawa yang hilang pada akhir pengukuran selama proses bioremediasi dengan teknik landfarming ……….. 81
3.4 Perubahan luas puncak (%) senyawa yang terdeteksi dengan GCMS di awal dan di akhir pengukuran pada perlakuan LMB dengan kompos….. 82
4.1 Uji konfirmasi isolat menggunakan senyawa model fenantrena, dibenzotiofena, dan fluorena... 117
4.2 Hasil uji aktifitas emulsifikasi dari supernatan isolat hasil isolasi... 118
4.3 Hasil identifikasi molekuler 3 isolat unggul……….. 125
5.1 Komposisi media kaya dan media minimal... 141
5.2 Hasil pengujian daya hambat 3 spesies unggul terhadap berbagai jenis minyak……… 148
5.3 Kemampuan degradasi hidrokarbon oleh Pseudomonas dan Enterobacter... 153
6.1 Beberapa hasil penelitian teknologi biormediasi... 174
v 1.1 Diagram alir kerangka pikir penelitian... 13
2.1 Tegangan permukaan larutan surfaktan anionik………..…….. 25
2.2 Tegangan permukaan larutan surfaktan nonionik………. 25
2.3 Struktur molekul surfaktan LAS, NDS, Tween 80 dan Brij 35………. 26
2.4 Stabilitas emulsi LAS dan NDS pada berbagai konsentrasi... 27
2.5 Stabilitas emulsi Tween 80 dan Brij 35 pada berbagai konsentrasi... 28
2.6 Perubahan tinggi busa maksimum dan tinggi busa setelah 5 menit
pada perlakuan dengan LAS dan NDS………. 29
2.7 Perubahan tinggi busa maksimum dan tinggi busa setelah 5 menit
pada perlakuan dengan Tween 80 dan Brij 35………. 29
2.8 Pengaruh penambahan LAS dan NDS dan kecepatan pengadukan
terhadap konsentrasi TPH fasa cair dan TPH fasa padat………. 33
2.9 Pengaruh penambahan Tween 80 dan Brij 35 dan kecepatan
pengadukan terhadap konsentrasi TPH fasa cair dan TPH fasa padat 33
2.1 0
Perubahan nilai COD pada surfaktan anionik dan pada surfaktan
anionik terhadap kecepatan pengadukan……….. 34
3.1 Pencuplikan gas CO2 dan NH3 selama proses bioremediasi dengan
teknik landfarming………... 62
3.2 Proses bioremediasi dengan teknik bioslurry dari limbah minyak
berat pada hari ke-3... 64
3.3 Pertumbuhan populasi bakteri selama proses bioremediasi dengan
teknik bioslurry... 65
3.4 Perubahan pH selama proses bioremediasi dengan teknik bioslurry…. 66
3.5 Perubahan nilai TPH fasa cair selama proses bioremediasi dengan
teknik bioslurry... 67
3.6 Penurunan TPH fasa padat selama proses bioremediasi dengan
vi
3.8 Perubahan kadar air selama proses bioremediasi teknik landfarming
pada berbagai perlakuan………. 69
3.9 Perubahan suhu selama proses bioremediasi teknik landfarming
pada berbagai perlakuan………. 70
3.10 Perubahan Nilai TPH selama proses bioremediasi pada berbagai
perlakuan... 72
3.11 Degradasi hidrokarbon alkana melalui oksidasi terminal... 74
3.12 Degradasi hidrokarbon alkana melalui oksidasi subterminal... 74
3.13 Degradasi benzena menjadi katekol melalui reaksi hidroksilasi
aromatik... 75
3.14 Degradasi senyawa aromatik dua cincin (naftalen) menjadi katekol 76
3.15 Degradasi senyawa aromatik 3 cincin (fenantren) menjadi katekol 76
3.16 Jalur pemecahan orto untuk katabolisme katekol……… 77
3.17 Jalur pemecahan meta untuk katabolisme katekol……….. 77
3.18 Kromatogram GC-MS dari limbah minyak berat pada awal
perlakuan ... 79
3.19 Kromatogram GC-MS dari limbah minyak berat + kompos diakhir perlakuan... 80
3.20 Produksi gas CO2 dengan teknik landfarming selama proses
bioremediasi pada berbagai perlakuan……….. 83
3.21 Produksi gas NH3 dengan teknik landfarming pada berbagai
perlakuan………. 86
4 .1 Populasi mikroba pada campuran LMB dengan kotoran sapi dan kuda
dan colony library pada medium marine agar……... 115
4.2 Uji konfirmasi isolat-isolat yang mampu mendegradasi senyawa
model dibenzotiofena... 116
4.3 Uji konfirmasi isolat-isolat yang mampu mendegradasi senyawa
vii 4.5 Pemurnian isolat menggunakan metode gores pada senyawa
dibenzotiofena, fluorena, dan fenantrena ……… 117
4.6 Pertumbuhan isolat bakteri pada media LMB 5%... 119
4.7 Perubahan pH isolat bakteri pada media LMB 5% ... 120
4.8 Perubahan TPH fasa padat bakteri pada media LMB 5%... 121
4.9 Persen degradasi isolat bakteri pada media LMB 5%... 122
4.10 Perubahan Nilai COD isolat bakteri pada media LMB 5%... 123
4.11 Hasil purifikasi 3 isolat unggul dengan PEG precipitation method 124 5.1 Pertumbuhan bakteri Salipiger sp. PR55-4, Bacillus altitudinis dan Ochrobactrum anthropi pada media minimal dengan menggunakan minyak diesel 5%... 145
5.2 Pengujian bakteri Ochrobactrum anthropi,Salipiger sp. PR55-4 dan Bacillus altitudinis pada berbagai minyak……… 147
5.3 Pengujian biodegradasi spesies bakteri dan campurannya pada konsentrasi 5% minyak diesel………. 150
5.4 Populasi bakteri dari spesies tunggal dan campuran... 152
5.5 Perubahan pH media fermentasi dengan menggunakan spesies tunggal dan campuran selama proses bioremediasi………. 154
5.6 Persen TPH fasa padat dari spesies tunggal dan campuran selama 21 hari……….. 155
5.7 Persen degradasi dari spesies tunggal dan campuran selama 21 hari 156 5.8 Persen TPH fasa cair dari spesies tunggal dan campuran selama 21 hari... 157
viii
2.1 Penentuan densitas larutan LAS... 37
2.2 Penentuan densitas larutan NDS... 37
2.3 Penentuan densitas larutan Tween 80……… 38
2.4 Penentuan densitas larutan Brij 35………. 38
2.5 Penentuan tegangan permukaan LAS dengan metode Du Noűy…… 39
2.6 Penentuan tegangan permukaan NDS dengan metode Du Noűy…… 39
2.7 Penentuan tegangan permukaan Tween 80 dengan metode Du Noűy 39 2.8 Penentuan tegangan permukaan Brij 35 dengan metode Du Noűy… 40 2.9 Pengukuran stabilitas emulsi LAS... 41
2.10 Pengukuran stabilitas emulsi NDS………. 41
2.11 Pengukuran stabilitas emulsi Tween 80………. 41
2.12 Pengukuran stabilitas emulsi Brij 35……….. 42
2.13 Standardisasi larutan FAS 0.5000 N dengan larutan K2Cr2O7 42 0.0250 N... 2.14 Pengukuran busa LAS... 43
2.15 Pengukuran busa NDS……… 44
2.16 Pengukuran busa Tween 80... 45
2.17 Pengukuran busa Brij 35………. 45
2.18 Pengukuran TPH fasa padat sampel awal... 46
2.19 Pengukuran pH sebelum dan setelah pengadukan pada LAS dan NDS……… 46
2.20 Pengukuran pH sebelum dan setelah pengadukan pada Tween 80 dan Brij 35 46 2.21 Pengukuran TPH fasa cair dengan penambahan LAS 0.04%... 47
ix 2.24 Pengukuran TPH fasa padat dengan penambahan LAS 0.04%... 48
2.25 Pengukuran TPH fasa padat dengan penambahan NDS 0.15%... 49
2.26 Pengukuran TPH fasa padat dengan penambahan surfaktan Tween 80 dan Brij 35... 49
2.27 Pengukuran COD dengan penambahan LAS 0.04%... 50
2.28 Pengukuran COD dengan penambahan NDS 0.15%... 51
2.29 Pengukuran COD dengan penambahan surfaktan Tween 80 dan
Brij 35... 52
2.30 Uji ANOVA nilai TPH fasa cair LAS dan NDS... 53
3.1 Nilai pH selama proses bioremediasi dengan teknik landfarming…. 91
3.2 Nilai kadar air selama proses bioremediasi dengan teknik
landfarming………. 92
3.3 Nilai suhu selama proses bioremediasi dengan teknik landfarming 93
3.4 Nilai TPH selama proses bioremediasi dengan teknik landfarming 94
3.5 Nilai persen degradasi selama proses bioremediasi dengan teknik
landfarming………. 94
3.6 Data kromatogram GCMS dari berbagai perlakuan pada awal dan
akhir pengukuran……….. 95
3.7 Senyawa hidrokarbon yang terdeteksi pada awal pengukuran…….. 97
3.8 Senyawa hidrokarbon yang terdeteksi di akhir pengukuran pada
berbagai perlakuan……….. 98
3.9 Perubahan area senyawa yang terdeteksi dengan GCMS selama
proses bioremediasi………. 100
3.10 Konsentrasi gas CO2 (mg/m3) selama proses bioremediasi dengan
landfarming……… 104
3.11 Konsentrasi Gas NH3 (μg/m3) selama proses bioremediasi dengan
x
4.2 Perubahan nilai TPC pada proses seleksi isolat... 129
4.3 Perubahan nilai pH pada proses seleksi isolat……… 130
4.4 Perubahan nilai TPH fasa padat pada proses seleksi isolat... 131
4.5 Perubahan persen degradasi pada proses seleksi isolat... 132
4.6 Perubahan nilai COD pada proses seleksi isolat………. 133
4.7 Pohon Filogenetik Bacillus altitudinis……… 134
4.8 Pohon Filogenetik Ochobactrum anthropi………. 134
4.9 Pohon Filogenetik Salipiger sp. PR55-4………. 135
4.10 Pohon Filogenetik 3 Isolat Campuran………. 136
5.1 Komposisi media marinebroth……….. 162
5.2 Persen TPH fasa padat (%b/b) dari spesies tunggal dan campuran… 163
5.3 Persen TPH fasa cair (%b/v) dari spesies tunggal dan campuran….. 164
5.4 Persen degradasi TPH dari spesies tunggal dan campuran…………. 165
5.5 Nilai COD (mg/mL) dari spesies tunggal dan campuran……… 166
5.6 Nilai TPC(CFUg/mL) dari spesies tunggal dan campuran…………. 167
Latar Belakang
Minyak bumi merupakan sumber energi utama untuk memenuhi
kebutuhan masyarakat pada saat ini maupun pada masa yang akan datang.
Permintaan terhadap minyak bumi semakin besar sejalan dengan kebutuhan
manusia yang semakin meningkat yaitu sebesar 35000 juta ton per tahun. Untuk
memenuhi kebutuhan ini akan meningkatkan eksplorasi, eksploitasi, pengolahan,
pengangkutan serta penyimpanan. Indonesia sebagai salah satu negara penghasil
minyak bumi memproduksi 988000 barrel per hari pada tahun 2008 untuk
memenuhi permintaan minyak dunia (Priyono 2009). Semakin besar produksi
minyak bumi, semakin berpotensi untuk mencemari lingkungan bila minyak bumi
tumpah atau terbuang ke lingkungan. Minyak bumi tersebut akan menjadi limbah
yang dapat menjadi pencemar yang berbahaya dan beracun dan akan berpengaruh
terhadap kehidupan tanaman, hewan maupun manusia.
Limbah minyak bumi dapat berasal dari tumpahan, ceceran ataupun
buangan dari minyak bumi maupun produk-produk yang dihasilkan, minyak bekas
pakai, dan minyak yang terkandung dalam limbah dari suatu kegiatan industri.
Limbah tersebut akan menimbulkan masalah apabila memiliki kandungan TPH
lebih besar dari 1% dan total PAH lebih besar dari 10 ppm bila dibiarkan akan
mengganggu dan merusak ekosistem lingkungan, bila dibakar akan menimbulkan
pencemaran udara dan bila didaur ulang memerlukan teknologi dan biaya yang
tinggi. Oleh karena itu limbah minyak bumi bila terbuang ke lingkungan perlu
ditanggulangi semaksimal mungkin (MenLH 2003).
Apabila limbah tersebut tidak dikelola, maka akan menimbulkan masalah
lingkungan yang tidak saja mengganggu keindahan alam tetapi dapat
menimbulkan masalah yang lebih serius yaitu tercemarnya air, tanah dan udara.
Akibat selanjutnya adalah terganggunya kehidupan makhluk di muka bumi
Problem pencemaran lingkungan akibat tingginya kegiatan produksi
minyak bumi dan konsumsi bahan bakar minyak semakin terasa dampaknya.
Dampak yang ditimbulkan dari kegiatan produksi minyak bumi dan konsumsi
bahan bakar minyak terhadap lingkungan seperti emisi SO2, NOx, hidrogen
sulfida, hidrokarbon, CO, CO2
Upaya-upaya penanggulangan pencemaran secara konvensional yang
berdasarkan kepada proses mekanik, fisik, dan kimia, selama ini sering kurang
memuaskan dan tidak memadai lagi (Udiharto 1992). Penanggulangan tumpahan
minyak bumi secara fisika, biasanya digunakan pada awal penanganan. Pada
penanganan ini tumpahan minyak bumi diisolasi secara cepat sebelum minyak
bumi menyebar kemana-mana. Minyak bumi yang berkumpul di permukaan dapat
diambil kembali misalnya dengan oil skimmer, sedangkan yang mengendap sulit diambil secara fisika. Pengambilan minyak di permukaan tidak dapat dilakukan
secara tuntas. Apabila minyak sudah menyebar kemana-mana cara ini akan sulit
dilakukan (Prince et al. 2003). Penanggulangan secara kimia dilakukan dengan mencari bahan kimia yang mempunyai kemampuan mendispersi minyak. Tetapi
pemakaian senyawa kimia hanya bersifat memindahkan masalah, di satu pihak
perlakuan dispersan dapat mendispersi minyak bumi sehingga menurunkan
tingkat pencemaran, tetapi di lain pihak penggunaan dispersan telah dilaporkan
bersifat sangat toksik pada biota laut (Fahruddin 2004).
, gas metan, tumpahan minyak, efluen gas serta
efluen lumpur. Bahan dan gas tersebut dapat menyebabkan pemanasan global
secara makro dan degradasi sumberdaya serta kerusakan lingkungan hidup secara
mikro serta berdampak terhadap kesehatan manusia. Bahan dan gas-gas tersebut
tidak hanya menimbulkan pemanasan global, tetapi juga menyebabkan kenaikan
muka air laut (sea level rise) sebagai akibat meningkatnya suhu permukaan bumi, yang disebabkan oleh efek rumah kaca (green house effect) dan penipisan ozon. Selain itu juga dapat menimbulkan terjadinya hujan asam, dan dampaknya
menyebabkan terjadinya kerusakan dan kematian organisme hidup (Yetti 2008).
Bila hal ini tidak segera ditanggulangi, pada waktu singkat laju pencemaran akan
Penanganan limbah minyak bumi secara fisika dan kimia tidak tuntas
karena masih meninggalkan residu. Untuk itu salah satu alternatif yang
dikembangkan saat ini adalah proses bioremediasi yang merupakan teknologi
ramah lingkungan, cukup efektif dan efisien serta ekonomis. Bioremediasi relatif
memiliki biaya penanganan yang lebih murah dibandingkan dengan teknologi
alternatif lainnya serta sangat aman dan tidak merusak lingkungan (Morgan dan
Watkinson 1994). Biaya remediasi tanah sangat tergantung pada teknologi yang
digunakan, kisaran biaya dan nilai tengah biaya dari berbagai teknologi remediasi
tanah berdasarkan Walter dan Crawford (1995) dapat dilihat pada Tabel 1.1.
Tabel 1.1 Perbandingan biaya berbagai teknologi remediasi tanah
Teknologi remediasi Kisaran biaya (US $/m3
Nilai tengah biaya
) (US $/m3)
Insinerasi 350-1600 975
Landfill 100-600 350
Thermal desorption 50-200 125
Pencucian tanah 125-350 237.5
Bioremediasi 40-150 95
Sumber :Walter dan Crawford (1995)
Berdasarkan laporan Cookson (1995) tentang perbandingan efektivitas
biaya terhadap metode-metode penanganan limbah yaitu insinerasi, landfill, thermal desorption, pencucian tanah dan bioremediasi per tahun per kubik yard, diketahui pada tahun pertama biaya yang bisa dihemat bila menggunakan
bioremediasi adalah sekitar 67 % bila dibandingkan dengan insenerasi atau sekitar
74% bila dibandingkan dengan landfill.
Selain biaya yang lebih murah, output yang dihasilkan tidak bersifat
toksik dan ramah lingkungan karena proses bioremediasi menggunakan
kemampuan mikroba untuk mendegradasi hidrokarbon yang terdapat dalam
limbah minyak bumi. Kemampuan suatu mikroba dalam mendegradasi suatu
senyawa kompleks, merupakan refleksi dari kemampuan metabolik dari mikroba
tersebut (Cookson 1995). Dalam sistem tanah-air, salah satu faktor penting yang
mempengaruhi kecepatan biodegradasi minyak bumi adalah tingkat kelarutan.
dapat meningkatkan kelarutan hidrokarbon minyak bumi sangat diperlukan
(Jacobussi et al. 2001).
Wisjnuprapto et al. (2005) berhasil mengisolasi bakteri yang memiliki lapisan ekskret yang dapat berfungsi sebagai biosurfaktan yaitu bakteri dari genus
Azotobacter. Azotobacter sp mampu mengeksresikan beberapa jenis asam organik seperti asam pantotenat, asam glukoronat dan senyawa eksopolisakarida
(EPS) yang tersusun dari unit-unit glukosa, rhamnosa, galaktosa dan fruktosa.
Senyawa-senyawa ini dapat berfungsi sebagai biosurfaktan. Hasil penelitian
Gogoi et al. (2002) yang menunjukkan bahwa penggunaan biosurfaktan yang diisolasi dari Pseudomonas sp akan memaksimalkan tingkat biodegradasi minyak mentah dibandingkan dengan tanpa penambahan biosurfaktan. Penelitian serupa
yang dilakukan oleh Firdaus (2005) dengan menggunakan strain Pseudomonas aeruginosa BLCC 11060, Bacillus alvei BLCC 11042 dan Micrococcus varians BLCC 13044 terbukti toleran terhadap minyak bumi dan dapat memproduksi
biosurfaktan yang potensial untuk hidrokarbon minyak bumi dan dapat digunakan
untuk meningkatkan kinerja sistem. Penelitian yang dilakukan oleh Helmy (2006)
juga dapat membuktikan bahwa dengan penambahan surfaktan (Tween 80) dapat
meningkatkan proses biodegradasi sludge minyak bumi oleh konsorsium bakteri petrofilik.
Hasil penelitian-penelitian yang telah dilakukan diatas menunjukkan
bahwa dengan penambahan surfaktan akan mempengaruhi kinerja dari
biodegradasi minyak bumi beserta turunannya oleh suatu bakteri. Hal tersebut
diatas mendasari dilakukan penelitian pendahuluan dengan menggunakan
surfaktan untuk meningkatkan dispersi limbah minyak bumi yang akan
mempengaruhi kemampuan mikroba dalam melakukan degradasi minyak bumi.
Kemampuan mikroba dalam mendegradasi hidrokarbon telah dieksploitasi
sejak tahun 70-an dan 80-an pada lahan pertanian tempat pembuangan minyak.
Mikroba yang digunakan dapat berupa kultur tunggal maupun kultur campuran
yang mampu mendegradasi minyak bumi. Mikroba yang digunakan dalam
mendegradasi limbah minyak biasanya memiliki kemampuan yang lebih tinggi
Mangkoedihardjo (2005) mikroba pengurai minyak tidak bekerja secara
individu/spesies tetapi berupa konsorsium multi spesies. Menurut Sanchez (2006),
konsorsium adalah kelompok mikroba yang saling menguntungkan satu dengan
lainnya dan melaksanakan proses dimana masing-masing organisme tidak dapat
melakukannya secara terpisah. Konsorsium mikroba sering disebut juga dengan
kultur campur (mixed culture). Konsorsium mikroba dibuat dengan mempertimbangkan bahwa antara mikroba yang merupakan anggota konsorsium
tidak berkompetisi dalam melakukan suatu proses tertentu, melainkan diharapkan
antara anggota konsorsium akan mempunyai kerja yang sinergis.
Mikroba memanfaatkan bahan organik baik dalam bentuk limbah maupun
nutrien pendukung lainnya untuk dijadikan sumber karbon atau energi.
Keanekaragaman jenis mikroba memungkinkan untuk menguraikan ribuan jenis
senyawa organik yang berbeda-beda. Setiap mikroba melakukan reaksi oksidasi
dan reduksi dengan mekanisme yang spesifik. Kemampuan tiap-tiap mikroba
yang berbeda-beda ini, apabila digabung dalam suatu kultur campuran diharapkan
mempunyai kemampuan untuk mendegradasi senyawa organik yang sangat
komplek. Penelitian yang dilakukan Ghazali (2004), dengan menggunakan
konsorsium mikroba yang terdiri atas Pseudomonas aeruginosa, Bacillus sp. Micrococcus sp. dapat mendegradasi limbah minyak bumi yang terdiri atas senyawa hidrokarbon n-alkana dengan C10 hingga C28 selama 30 hari. Mikroba
ini bekerja secara sinergis dengan memotong senyawa hidrokarbon pada tempat
yang berbeda, kemudian menggunakan senyawa sederhana hasil degradasi sebagai
sumber hidrokarbon dan energinya untuk proses degradasi berikutnya.
Mikroba yang banyak hidup dan berperan di lingkungan hidrokarbon
sebagian besar adalah bakteri (Kadarwati et al. 1994) dan kapang (Yuliar 1995). Bakteri yang dominan dalam mendegradasi hidrokarbon aromatik seperti fenol
adalah spesies Pseudomonas, Mycobacterium, Acinobacter, Arthobacter, Bacillus (Alexander 1977). Menurut hasil penelitian dari lapangan minyak Cepu, Cirebon,
oleh nutrien, oksigen, pH, temperatur dan karakteristik tanah (Margesin dan
Schinner 1997).
Limbah minyak bumi yang dihasilkan dari industri minyak bumi dapat
berupa limbah minyak ringan (light oil) dan limbah minyak berat (heavy oil). Chaerun et al. (2007) melaporkan bahwa limbah minyak berat dari tumpahan minyak Nakhodka dapat didegradasi oleh konsorsium bakteri selama 429 hari. Bakteri pendegradasi heavy oil ini bekerja pada pH basa-netral yaitu sekitar 7-7,8. Komponen hidrokarbon yang terdapat dalam limbah minyak berat dari tumpahan
minyak Nakhodka berada pada C16-C32. Selama proses bioremediasi dengan menggunakan konsorsium bakteri indigen, bakteri ini mempunyai kemampuan
yang tinggi untuk mendegradasi C16-C21, dan kemampuan degradasinya menurun
untuk senyawa hidrokarbon C22-C32
Sebagai upaya pemulihan lingkungan khususnya tanah yang tercemar
limbah minyak berat, perlu diterapkan teknologi bioremediasi yang menggunakan
bakteri pendegradasi hidrokarbon indigen, karena teknologi bioremediasi
merupakan suatu teknologi yang ramah lingkungan, relatif murah, dan tidak
memiliki dampak negatif terhadap biota yang ada di lingkungannya. Potensi
kemampuan bakteri hidrokarbonoklastik (pendegradasi hidrokarbon) yang
diisolasi dari konsorsium bakteri yang berasal dari limbah minyak berat, dan
kotoran hewan perlu dipelajari melalui serangkaian penelitian sehingga dapat
digunakan sebagai agen bioremediasi untuk mengatasi pencemaran limbah
minyak berat pada lingkungan disekitarnya. Untuk itu perlu dilakukan studi
bioremediasi tanah tercemar limbah minyak berat menggunakan konsorsium
bakteri indigen untuk menanggulangi pencemaran lingkungan oleh limbah minyak
bumi.
.
Permasalahan
Limbah minyak bumi yang mengandung hidrokarbon dan beberapa unsur
lain seperti sulfur, nitrogen, oksigen dan logam-logam termasuk logam berat
diketahui bersifat racun terhadap makhluk hidup. Limbah minyak berat
toluene, xylene, naftalena, fenantrena, dibenzotiofena, fluorena, dan sebagainya
dapat menimbulkan permasalahan terhadap makhluk hidup, bila minyak bumi
fraksi berat ini tumpah akibat aktivitas industri petroleum. Lingkungan yang
tercemar oleh limbah minyak bumi terutama fraksi berat perlu mendapat
penanganan yang sangat serius.
Penanganan limbah minyak berat lebih rumit dan kompleks dibandingkan
dengan jenis limbah minyak bumi yang lain, karena minyak bumi fraksi berat
mengandung hidrokarbon aromatik dan hidrokarbon berantai panjang.
Hidrokarbon aromatik lebih sulit didegradasi oleh mikroba dibandingkan
hidrokarbon alifatik. Oleh karena itu harus dicari teknik bioremediasi yang tepat
agar degradasi hidrokarbon dapat berlangsung dalam waktu yang relatif singkat.
Demikian juga limbah minyak berat yang digunakan dalam penelitian merupakan
limbah minyak berat yang bercampur dengan tanah liat sehingga dalam teknik
bioremediasi yang digunakan memerlukan penanganan tersendiri. Tekstur limbah
minyak berat yang liat menyebabkan pencampuran air atau tanah sulit untuk
dilakukan, untuk itu dilakukan upaya meningkatkan kelarutan limbah minyak
bumi dalam air dan dalam tanah dengan menambahkan surfaktan.
Surfaktan merupakan senyawa yang memiliki kemampuan untuk
menurunkan tegangan permukaan. Lapisan antar-muka merupakan batas
permukaan antara dua fasa yang berbeda yang tidak dapat menyatu. Kehadiran
surfaktan dapat menurunkan energi antar permukaan sehingga antara kedua
lapisan tersebut dapat menyatu. Tujuan penggunaan surfaktan dalam teknologi
bioremediasi adalah untuk meningkatkan bio-availability senyawa polutan yang memiliki kadar solid yang tinggi sehingga dapat menjadikannya lebih terlarut
dalam media.
Bakteri yang digunakan sangat berperan penting dalam proses biodegradasi.
Bakteri yang berperan dalam biodegradasi minyak bumi dan turunannya dapat
berupa bakteri indigen ataupun eksogen, juga dapat berupa isolat tunggal atau konsorsium. Bakteri tunggal memiliki kemampuan yang terbatas dalam
mendegradasi senyawa hidrokarbon, sedangkan konsorsium bakteri memiliki
hidrokarbon alifatik maupun aromatik. Bakteri konsorsium bekerja secara sinergis
dalam mendegradasi senyawa hidrokabon yang kemudian dimanfaatkan sebagai
sumber karbon dan energi. Konsorsium bakteri yang digunakan untuk
mendegradasi senyawa hirokarbon selama proses bioremediasi, dapat dilakukan
dengan teknik teknik bioslurry dan landfarming. Bioremediasi dengan teknik landfarming telah dilakukan untuk mengatasi tanah tercemar limbah minyak berat pada industri minyak PT CPI. Menggunakan mikroba indigen dibutuhkan waktu
±8 bulan untuk menurunkan TPH ≈ 4%, yang selanjutnya mikroba ini tidak mampu lagi untuk menurunkan TPH sampai 1%, sesuai Keputusan MenLH no.
128 Tahun 2003. Untuk itu dilakukan penelitian yang bertujuan mendapatkan
teknik bioremediasi yang efektif untuk mengatasi limbah minyak berat yang
semakin lama semakin menumpuk dengan menggunakan konsorsium bakteri yang
diperoleh dari limbah minyak berat dan kotoran hewan. Mencari spesies bakteri
yang berperan aktif dalam mendegradasi senyawa poliaromatik yang terdapat
pada limbah minyak berat dan menguji kemampuan spesies bakteri pendegradasi
senyawa hidrokarbon dalam bentuk tunggal dan campuran.
Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian diatas, dapat dirumuskan permasalahannya sebagai
berikut:
1. Mencari surfaktan yang mampu meningkatkan dispersi limbah minyak berat
yang tercampur tanah liat, sehingga bakteri dapat efektif digunakan dalam
proses biodegradasi.
2. Menentukan teknik bioremediasi yang efektif untuk mendegradasi senyawa
hidrokarbon yang terdapat pada tanah tercemar limbah minyak berat.
3. Mencari spesies bakteri yang berperan dalam proses biodegradasi senyawa
hidrokabon yang terdapat pada tanah tercemar limbah minyak berat.
4. Menguji kemampuan spesies tunggal dan campuran (konsorsium bakteri)
Tujuan Penelitian
Secara umum tujuan penelitian ini adalah melakukan bioremediasi tanah
tercemar limbah minyak berat dengan menggunakan konsorsium bakteri.
Tujuan khusus penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Mendapatkan surfaktan yang terbaik untuk meningkatkan dispersi limbah
minyak berat yang tercampur tanah liat kedalam fasa air agar proses
biodegradasi berlangsung secara efektif.
2. Mendapatkan teknik bioremediasi yang paling efektif (bioslurry/landfarming) dalam mendegradasi senyawa hidrokarbon yang terdapat pada tanah tercemar
limbah minyak berat.
3. Mengisolasi, seleksi dan identifikasi bakteri yang berperan aktif dalam
mendegradasi senyawa Poliaromatik Hidrokarbon (PAH) yang terdapat pada
tanah tercemar limbah minyak berat.
4. Menguji kemampuan isolat tunggal dan campuran bakteri dalam mendegradasi
senyawa hidrokarbon yang terdapat pada tanah tercemar limbah minyak berat .
Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Dapat memberikan alternatif pemecahan pengolahan limbah minyak berat
(minyak bumi fraksi berat) khususnya bagi dunia industri perminyakan dan
lahan tercemar limbah minyak berat secara umum.
2. Memberikan manfaat praktis di bidang pengelolaan lingkungan dengan metode
bioremediasi limbah minyak berat.
3. Memperkaya khazanah ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang bioremediasi
limbah minyak berat.
4. Memperkaya khazanah ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang mikrobiologi
Kebaruan Penelitian
Bakteri sangat berpotensi sebagai agen bioremediasi pada pencemaran
minyak bumi baik di tanah maupun di perairan. Penelitian mengenai potensi
bakteri dalam mendegradasi senyawa hidrokarbon baik alifatik maupun aromatik
akibat tumpahan minyak bumi diperairan telah banyak dilakukan. Diantaranya
adalah potensi bakteri laut pendegradasi poliaromatik hidrokarbon yang diisolasi
dari air laut tercemar daerah pelabuhan Kumai. Uji tingkat biodegradasi terhadap
senyawa fenantren dari isolat terpilih Pseudomonas sp Kalp3b22 dapat mendegradasi Fenantren sebesar 59,5% selama 29 hari kultivasi. Akan tetapi,
hingga hari ke-29, bakteri ini tidak mampu mendegradasi fenantren secara total.
Bakteri ini hanya mampu mendegradasi senyawa fenantren menjadi senyawa
1-naftalenol (Murniasih et al. 2009).
Penelitian yang dilakukan oleh Supriyati (2009), mengatakan bahwa
mikroba laut Alkanivorax borkumensis M5 berperan dalam degradasi fenantren, tumbuh optimum pada salinitas 3,3 % , suhu 30o
Silvia (2010) mengisolasi bakteri yang berasal dari ladang minyak Minas
PT Chevron Pacific Indonesia. Ditemukan tiga spesies bakteri yang memiliki
kemampuan mendegradasi hidrokarbon minyak bumi yaitu Alcaligenes sp,
Bacillus sp dan Corynebacterium sp. Biodegradasi hidrokarbon minyak bumi
selama tiga hari oleh masing-masing spesies bakteri yaitu bakteri Alcaligenes sp
sebesar 33.95%, Bacillus sp sebesar 44.02% dan Corynebacierium sp sebesar
44.54%. Minyak bumi yang dihasilkan dari ladang minyak Minas tergolong C dan pH mendekati netral (7.8)
Kemungkinan isolat M5 mampu membentuk PHB (polyhydrxybutirate)
merupakan salah satu senyawa penting yang berperan sebagai elektron aseptor
pada proses anaerobik-aerobik. Tantowi (2008) melaporkan bahwa Genus
Alcanivorax dari kelas γ-proteobakteria yang berasal dari Pulau Pari, Kepulauan
Seribu memiliki kemampuan dalam mendegradasi senyawa alkana (parafin dan
pristan) serta poliaromatik hidrokarbon (fenantren, dibenzotipfen, fluoren,
fenotazin, piren dan fluoranten). Bakteri ini mampu mendegradasi parafin hingga
bersisa sekitar 1-6% selama 9 hari inkubasi dan mendegradasi pristan hingga
minyak ringan (light oil) yang mengandung senyawa hidrokarbon alifatik
(parafin). Sedangkan limbah minyak bumi yang digunakan dalam penelitian
adalah limbah minyak bumi yang dihasilkan dari lapangan minyak Duri PT
Chevron Pacific Indonesia. Minyak bumi yang dihasilkan dari lapangan minyak
Duri PT Chevron Pacific Indonesia ini tergolong minyak berat (heavy oil).
Minyak berat mengandung senyawa aromatik yang sulit didegradasi oleh bakteri.
Hanya bakteri tertentu yang dapat mendegradasi senyawa hidrokarbon yang
terdapat dalam limbah minyak berat.
Penelitian Suardana et al. (2002) yang menggunakan limbah minyak Duri
menghasilkan biodegradasi limbah minyak bumi dengan cara bioremediasi
konvensional sebesar 11.6%. Hasil biodegradasi cara tersebut dapat ditingkatkan
menjadi maksimal sebesar 29% dengan penambahan konsentrasi surfaktan LAS
2.25% dan EM4 sebanyak 250 ml dalam waktu 31 hari. Penambahan surfaktan
LAS menyebabkan Iuas permukaan antara minyak dengan air semakin besar
sehingga mampu meningkatkan ketersediaan biologis kontaminan tersebut untuk
keperluan metabolisme mikroba yang diindikasikan dengan adanya penurunan
tegangan permukaan minyak bumi dan peningkatan persentase penurunan kadar
TPH. Chaerun et al. (2007) melaporkan bahwa limbah minyak berat dari
tumpahan minyak Nakhodka dapat didegradasi oleh konsorsium bakteri selama
429 hari. Hao dan Lu (2008) berhasil mengisolasi bakteri halofilik strain TM-1
dari ladang minyak Shengli (China). Bakteri halofilik strain TM-1 mampu
mendegradasi minyak berat yang dihasilkan dari ladang minyak Shengli.
Penelitian-penelitian diatas menghasilkan biodegradasi yang relatif masih
rendah dan dalam jangka waktu yang relatif lama. Untuk itu dilakukan penelitian
biodegradasi senyawa hidrokarbon pada tanah tercemar limbah minyak berat
1. Teknologi pretreatment tanah tercemar limbah minyak berat pada proses
biodegradasi dengan teknik bioslurry.
2. Penemuan 3 spesies bakteri yang mempunyai kemampuan yang tinggi dalam
merombak Poliaromatik Hidrokarbon (Salipiger sp. PR55-4, Bacillus altitudinis, Ochrobactrum anthropi).
Ruang Lingkup Penelitian
Konsorsium bakteri yang diperoleh dari limbah minyak berat dan kotoran
hewan (sapi dan kuda) dikembangkan pada media yang mengandung senyawa
organik berupa minyak bumi mentah (minyak diesel). Konsorsium ini diterapkan
pada bioremediasi tanah terkontaminasi minyak fraksi berat pada skala lab dan
pilot. Pada skala lab dipelajari aspek biodegradasi polutan terhadap jenis
konsorsium bakteri. Pada skala pilot dikaji aspek teknik pengembangan
konsorsium bakteri, laju degradasi dengan pengaruh bioaugmentasi menggunakan
spesies bakteri yang didapat dari limbah minyak berat dan kotoran hewan, baik
dalam bentuk tunggal maupun campuran.
Kerangka Pemikiran
Salah satu dampak negatif akibat adanya ekplorasi minyak bumi adalah
limbah minyak bumi yang dapat merusak lingkungan di sekitarnya. Limbah
minyak bumi yang berupa limbah minyak berat mengandung senyawa aromatik
yang bersifat toksik dan karsinogenik. Tanah yang terkontaminasi minyak bumi
fraksi berat ini merupakan masalah yang cukup serius bagi industri yang
melakukan penambangan minyak. Untuk itu harus dilakukan upaya pengelolaan
sesuai dengan Kepmen LH No 128 Tahun 2003 yaitu pengelolaan limbah minyak
bumi dan tanah terkontaminasi minyak bumi secara biologis, sehingga TPH yang
terkandung dalam tanah terkontaminasi kurang dari 1%. Pengelolaan limbah
minyak bumi dan tanah terkontaminasi minyak bumi secara biologis dilakuka n
karena cara ini lebih ekonomis dan ramah lingkungan dibandingkan dengan cara
kimia maupun fisika. Menurut Yetti (2008), dampak yang harus dikelola dan
dipantau dalam mencegah kerusakan lingkungan terdapat dalam RKL (Rencana
Hidup) yang disusun pada dokumen AMDAL (Analisa Mengenai Dampak
Lingkungan). Akan tetapi dalam dokumen tersebut tidak disebutkan teknologi
yang digunakan untuk membersihkan lingkungan dari tanah yang tercemar
limbah minyak bumi. Oleh karena itu pada penelitian ini, untuk meremediasi
tanah tercemar minyak bumi dilakukan melalui proses teknologi bioremediasi
dengan teknik bioslurry dan landfarming menggunakan konsorsium bakteri. Limbah minyak bumi yang mengandung fraksi berat hidrokarbon ini lebih sulit
untuk didegradasi oleh bakteri, sehingga diperlukan konsorsium bakteri yang
memiliki kinerja tinggi dalam melakukan proses biodegradasi. Untuk itu
dilakukan pengembangan konsorsium bakteri yang mampu mendegradasi minyak
bumi fraksi berat dan mempelajari teknologi bioremediasi (landfarming dan bioslurry) pengolahan tanah terkontaminasi minyak bumi fraksi berat. Untuk lebih jelasnya kerangka pemikiran penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 1.1 dibawah
ini.
Gambar 1.1 Diagram Alir Kerangka Pikir Penelitian Limbah Minyak Bumi
Fraksi Berat
Kelarutan Minyak Bumi
Fraksi Berat
Bioremediasi dengan menggunakan mikroba
Pengelolaan
Kepmen LH No 128 Tahun 2003 tentang tata cara persyaratan teknis pengelolaan limbah minyak bumi dan tanah terkontaminasi minyak bumi secara biologis Bioteknologi
Spesies bakteri
Konsorsium bakteri Aktifitas
Penambangan Minyak Bumi
Pengolahan Limbah Minyak Berat dengan Teknologi Landfarming Pengolahan Limbah
Minyak Berat dengan Teknologi Bioslurry
DAFTAR PUSTAKA
Alexander M. 1977. Introduction to Soil Microbiology. John Willey and Sons. New York
Anas I. 1998. Bahan Kuliah Bioteknologi Tanah. Jurusan Ilmu Tanah. IPB. Bogor
Anonim 1995. Karakteristik beberapa mikroba lapangan minyak Indonesia dalam perspektif MEOR. Kumpulan makalah simposium III Lemigas. Jakarta
Chaerun SK, Asada R, Tazaki K. 2007. Biodegradation of heavy oil the Nakhodha oil spill by indigenous microbial consortia. International journal of applied environmental sciences. Volume 2: 1 (pp 19-30)
Cookson JT. 1995. Bioremediation Engineering : Design and Application. New York. Mc. Graw-Hill.
Fahruddin. 2004. Dampak tumpahan minyak pada biota laut. www.kompas.co/kompas-cetak/0403/17/ilpeng/918248.html [20 mei 2008].
Firdaus M. 2005. Isolasi dan Karakterisasi Bakteri Pendegradasi Minyak Bumi. Institut Teknologi Bandung. (Tidak dipublikasikan)
Ghazali FM. 2004. Biodegradation of Petroleum Hydrocarbons by Microbial Consortia. Faculty of Science and Environmental Studies. Universiti Putra Malaysia.
Gogoi BK, Dutta NN, Goswami P, Mohani TRK. 2002. Studi Kasus Bioremediasi pada Tumpahan Minyak-Hidrokarbon yang Mencemari Suatu Lokasi Tumpahan Minyak Mentah. Regional Research Laboratory. Bangalore India.
Hao R, Lu A. 2008. Biodegradation of Heavy Oils by Halophilic Bacterium. Progress in Natural Science 19: 997-1001
Helmi Q. 2006. Pengaruh Penambahan Surfaktan terhadap Biodegradasi Sludge Minyak Bumi oleh Konsorsium Bakteri Petrofilik [Tesis]. Program Studi Teknologi Pengolahan Air dan Limbah. ITB.
Jacobucci DFC, Vasconcflos CK, Matsuura AB, Falconi FA, Durrant LR. 2001. Degradation of Diesel Oil by Biosurfactant-Producing Bacteria Strains. Campinas States University-Unicamp. Brazil.
Kementrian Lingkungan Hidup Republik Indonesia. 2003. Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 128 Tahun 2003 tentang Tatacara dan Persyaratan Teknis Pengolahan Limbah Minyak Bumi dan Tanah Terkontaminasi Limbah Minyak Bumi secara Biologis. Jakarta: Departemen Lingkungan Hidup.
Mangkoedihardjo S. 2005. Seleksi teknologi pemulihan untuk ekosistem laut tercemar. Seminar Nasional Teori dan Aplikasi Teknologi Kelautan. Institut Teknologi 10 November Surabaya.
Margesin R, Schinner F. 2001. Bioremediation (Natural attenuation and biostimulation) of diesel-oil-contaminated soil in an Alpine glacier skiing area. Appl. Environ. Microbiol. 67(7):3127-3133
Morgan P, Watkinson RJ. 1994. Biodegradation of Component Petroleum. C. Railedge (ed). Biochemistry of Microbial Degradation. Kluwer Academic Publishers, Belanda.
Murniasih T, Yopi, Budiawan. 2009. Biodegradasi Fenantren oleh Bakteri Laut
Pseudomonas sp KalP3b22 Asal Kumai Kalimantan Tengah. Makara Sains. 13(1): 77-80
Prince RC, Clark JR, Lee K. 2003. Bioremediation Effectiveness: Removing Hydrocarbons While Minimizing Environmental Impact. 9th
Priyono R. 2008. Target 2008 tercapai, 202 sumur ekplorasi dibor tahun 2009. Buletin BPMIGAS No 54. Hal 3-5.
International Petroleum Environmental Conference, IPEC (Integrated Petroleum Environmental Consortium), Albuquerque, NM.
Sanchez O. 2006. A consortium of bacteria to degrade petrol. Departement de Genetica de Microbiologia, Universitat Autonoma de Barcelona.
Silvia S. 2010. Biodegradasi Hidrokarbon Minyak Bumi Menggunakan Isolat Bakteri dari Limbah Minyak Bumi PT Chevron Pacific Indonesia [Skripsi]. Teknik Lingkungan Universitas Andalas
Suardana P, Mulyono M, Setyo S, Supardi D, Santoso E. 2002. Pengaruh Surfaktan Alkilbenzena sulfonat linear dalam Mempercepat Bioremediasi Limbah Minyak Bumi. Simposium Nasional-IATMI, Jakarta
Thontowi A. 2008. Potensi Bakteri Pendegradasi Hidrokarbon Alkana sebagai Agen Bioremediasi Pencemaran Minyak di Laut Indonesia [Tesis]. Program Studi Bioteknologi IPB
Udiharto M. 1992. Aktivitas Mikroba dalam Degradasi Minyak Bumi. Diskusi Ilmiah VIII. Jakarta. PPPTMGB LEMIGAS.
Walter MV, Crawford RL. 1995. Overview : Biotransformation and Biodegradation. dalam Hurst CJ. Manual of Environmental Microbiology. ASM Press, Washington DC.
Wisjnuprapto, Kardena E, Suryaatmana P, Gladys S, Kristanti N. 2005. Bioremediation of Petroleum Oil Contaminated Soils. Proceeding of the COE Joint Symposium on Environmental Engineering between Hokkaido University, Chungbuk National University and Bandung Institut of Technology. Sapporo. Japan
Yuliar G, Kartina, Sugiarto A. 1995. Inventarisasi kapang pendegradasi petroleum. Laporan teknik penelitian, pengembangan, dan pendayagunaan biota Indonesia Pusat penelitian dan pengembangan biologi. LIPI. Bogor.
KE DALAM AIR DENGAN PENAMBAHAN SURFAKTAN
ABSTRAK
PENDAHULUAN
Biodegradasi limbah minyak bumi merupakan suatu proses yang
kompleks, dan tergantung kepada komunitas bakterinya, kondisi lingkungan dan
limbah minyak bumi yang akan didegradasi. Limbah minyak bumi yang
digunakan adalah limbah minyak berat (minyak bumi fraksi berat) yang
terdapat pada bongkahan-bongkahan tanah, sehingga dalam proses
biodegradasi menggunakan bakteri diperlukan penanganan khusus.
Biodegradasi limbah minyak bumi di lingkungan air terjadi pada bagian
antarmuka lapisan air dan minyak. Oleh karena itu, biodegradasi akan lebih cepat
terjadi bila limbah minyak tersebut dalam bentuk terdispersi dalam air. Kondisi ini
akan memudahkan penyediaan oksigen dan unsur-unsur makanan yang diperlukan
untuk pertumbuhan mikroba (Udiharto 1996). Bakteri dapat bekerja jika terdapat
kontak dengan senyawa hidrokabon. Dalam proses tersebut terjadi penguraian
hidrokarbon oleh bakteri yang telah teradaptasi dengan baik di lingkungan
tersebut.
Dispersi minyak bumi ke dalam medium air lebih mudah terjadi bila
ditambahkan surfaktan. Surfaktan adalah senyawa organik yang memiliki gugus
polar dan non-polar sekaligus dalam satu molekulnya. Surfaktan dapat mengikat
minyak yang bersifat non-polar dan di sisi lain surfaktan juga dapat mengikat air
yang bersifat polar, sehingga surfaktan dapat memudahkan kontak antara mikroba
dengan sumber karbon dari minyak bumi sebagai makanannya. Dalam penelitian
ini digunakan surfaktan anionik dan nonionik karena surfaktan anionik dan
nonionik umumnya bersifat biodegradabel, tidak bersifat toksik terhadap mikroba,
dan harganya relatif murah (Kosswig dan Marl 2003) jika dibandingkan dengan
surfaktan kationik yang bersifat toksik terhadap mikroba (Tharwat 2005). Oleh
karena itu dalam penelitian ini dilakukan penambahan surfaktan anionik dan
nonionik yang disertai pengadukan agar membantu kecepatan dispersi limbah
minyak bumi ke dalam air sehingga mempercepat proses degradasi.
Penelitian bertujuan menentukan konsentrasi optimum surfaktan anionik
dan nonionik sebagai pendispersi limbah minyak bumi dalam air serta laju
METODOLOGI PENELITIAN
Bahan dan AlatBahan-bahan yang digunakan adalah surfaktan anionik, yaitu LAS dan
NDS, surfaktan nonionik, yaitu Tween 80 dan Brij 35, heksana, silika gel,
Na2SO4 anhidrat, 5% (b/v) limbah minyak berat yang berasal dari lapangan
minyak di Duri Riau, larutan K2Cr2O7, ferroamonium sulfat, H2SO4 pekat,
K2Cr2O7-HgSO4, Ag2SO4, dan H2SO4. Alat-alat yang digunakan adalah
alat-alat gelas, hot plate, waterbath, ultrasonic homogenizer, oven, magnetic stirrer , turbidimeter, piknometer dan surface tensiometer Model 20.
Prosedur Analisis
Pengukuran Bobot Jenis Akuades dan Surfaktan
Piknometer kosong ditimbang, lalu diisi dengan akuades sampai penuh dan
ditimbang kembali. Bobot akuades merupakan selisih antara bobot piknometer
yang berisi akuades dengan bobot piknometer kosong. Untuk penentuan bobot
jenis surfaktan dilakukan dengan prosedur yang sama seperti bobot jenis akuades,
pada suhu yang sama.
Pengukuran Tegangan Permukaan Surfaktan (ASTM 2001)
Surfaktan LAS dilarutkan dalam akuades dengan ragam konsentrasi 0.01,
0.02, 0.03, 0.06, 0.13, 0.25, dan 0.50 (% b/v). Surfaktan NDS dilarutkan dalam
akuades dengan ragam konsentrasi 0.10, 0.15, 0.20, 0.25, 0.30, 0.35, dan 0.40
(% b/v). Surfaktan Tween 80 dan Brij 35 dilarutkan dalam akuades dengan ragam
konsentrasi 0.0025, 0.0050, 0.0075, 0.01, 0.0125, 0.015, 0.0175, 0.02,
0.0225, 0.025, 0.0275, 0.03, 0.035 dan 0.04 (% b/v). Cincin Pt-Ir yang bersih
dikaitkan pada kail. Sebanyak 40 mL dispersi dipindahkan ke dalam gelas
kimia dan ditempatkan pada meja sampel. Meja sampel digerakkan
sampai cairan ada di bawah cincin Pt-Ir. Cincin tercelup sekitar 1/8
inchi. Tangan torsi dilepaskan dan alat diatur ke posisi nol, posisi
diatur dengan tombol putar bagian kanan sampai garis dan jarum penunjuk
berimpit. Tombol putar di bawah skala depan diputar sampai skala vernier pada skala luar dimulai dari nol. Meja sampel diturunkan sampai cincin berada
dilanjutkan dengan dua pengaturan bersama sampai lapisan gelembung pada
permukaan cairan pecah. Skala yang terbaca pada titik pecah lapisan gelembung
adalah tegangan permukaan terukur.
Pengukuran Busa Larutan Surfaktan (ASTM 2002)
Dari stok surfaktan anionik (LAS dan NDS) dan surfaktan nonionik (Tween
80 dan Brij 35) dibuat lima konsentrasi yang memiliki nilai tegangan permukaan
mendekati konsentrasi misel kritis (KMK), kemudian 20 mL surfaktan dengan
masing-masing konsentrasi dimasukkan ke dalam botol khusus (volume 500 mL).
Botol tersebut ditempatkan pada waterbath (25 ± 1ºC) selama 1 jam. Suhu dalam waterbath diukur dan diatur menjadi 25 ± 1ºC. Botol dikeluarkan dari penangas dan ditandai tinggi cairan 1 mm di atas permukaan cairan (I). Tanda kedua dibuat
10 mm lebih tinggi dari tanda pertama. Botol tersebut dikocok dengan kuat
(minimal 40 kali) dalam waktu kurang dari 10 detik. Tinggi total busa ditandai (1
mm di atas permukaan busa), tinggi ini disebut dengan tinggi total busa pada
waktu nol (M). Pencatat waktu dinyalakan. Botol diletakkan di meja dan dicatat
waktu turunnya busa sampai tanda kedua. Jika tinggi busa melebihi tanda 10 mm
tersebut, tinggi busa dicatat sebagai tinggi total setelah 5 menit (R). Suhu
pengukuran dicatat. Tinggi busa maksimal (FM) dan tinggi busa setelah 5 menit
(FR
F
) dihitung dengan rumus sebagai berikut:
M
F
= M-I
R
Pengaruh Konsentrasi Surfaktan Terhadap Stabilitas Emulsi = R-I
Dari stok surfaktan anionik (LAS dan NDS) dan surfaktan nonionik (Tween
80 dan Brij 35) dibuat lima konsentrasi yang memiliki nilai tegangan permukaan
mendekati konsentrasi misel kritis (KMK), kemudian 50 mL surfaktan dengan
masing-masing konsentrasi tersebut dicampurkan dengan 14.7059 gram tanah
tercemar minyak bumi. Larutan tersebut dihomogenkan dengan menggunakan
ultrasonic homogenizer masing-masing selama 5 menit pada frekuensi 25 kHz, kemudian diukur turbiditasnya dengan menggunakan turbidimeter. Setiap emulsi
awal sampel bobot
yak bobot min
45 menit pada kecepatan 2000 rpm, kemudian diukur kembali turbiditasnya
dengan menggunakan turbidimeter. Stabilitas emulsi dihitung dengan rumus
sebagai berikut:
% Stabilitas emulsi =
emulsi awal
turbiditas
emulsi akhir
turbiditas
X 100%
Pengaruh Laju Pengadukan Terhadap Dispersi Minyak dalam Air
Sebanyak 200 mL larutan surfaktan (LAS dan NDS) dan surfaktan nonionik
(Tween 80 dan Brij 35) dengan konsentrasi stabilitas emulsi paling tinggi
kemudian dicampur dengan 58.8235 gram tanah tercemar minyak bumi kemudian
diaduk dengan magnetic stirrer dan diatur kecepatan pengadukan dengan laju 100, 120, dan 140 (rpm) selama 1 jam. Masing-masing perlakuan dianalisis TPH