SEKOLAH DASAR RAS DEUTRO-MELAYU
DI KECAMATAN MEDAN HELVETIA
SKRIPSI
Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi syarat guna memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Gigi
Oleh:
Megawaty
NIM : 100600131
FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Fakultas Kedokteran Gigi
Departemen Ortodonsia
Tahun 2014
Megawaty
Prediksi Leeway space dengan menggunakan metode Tanaka-Johnston pada
murid Sekolah Dasar Ras Deutro-Melayu di Kecamatan Medan Helvetia.
xi+42 halaman
Leeway space terjadi akibat adanya perbedaan lebar mesiodistal gigi kaninus,
premolar pertama, dan premolar kedua permanen dengan gigi kaninus, molar
pertama, dan molar kedua desidui pada fase gigi bercampur. Peranan nilai Leeway
space sangat penting dalam menentukan rencana perawatan seperti mengatasi
kekurangan ruang yang terjadi pada fase gigi bercampur. Tujuan penelitian ini untuk
mengetahui : (1) nilai rata-rata Leeway space murid Sekolah Dasar ras
Deutro-Melayu di Kecamatan Medan Helvetia dengan menggunakan metode
Tanaka-Johnston, (2) perbedaan nilai rata-rata Leeway space antara murid Sekolah
Dasar laki-laki dan perempuan ras Deutro-Melayu di Kecamatan Medan Helvetia.
Penelitian ini dilakukan pada 30 model studi yang terdiri dari 18 model studi laki-laki
dan 12 model studi perempuan. Pengukuran lebar mesiodistal keempat gigi insisivus
permanen dan premolar . Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata besar Leeway
space murid Sekolah Dasar ras Deutro-Melayu di kota Medan adalah 2,11 milimeter
pada rahang atas dan 2,99 milimeter pada rahang bawah. Ini menunjukkan bahwa
nilai Leeway space pada rahang bawah lebih besar daripada nilai Leeway space pada
rahang atas. Hasil analisis t-test dengan derajat kemaknaan 95% menunjukkan tidak
ada perbedaan yang signifikan (p>0,05) antara rata-rata Leeway space murid laki-laki
dan perempuan baik pada rahang atas maupun rahang bawah. Kesimpulannya adalah
tidak ada perbedaan Leeway space antara murid Sekolah Dasar laki-laki dan
perempuan ras Deutro-Melayu di Kecamatan Medan Helvetia.
PREDIKSI
LEEWAY SPACE
DENGAN MENGGUNAKAN
METODE TANAKA-JOHNSTON PADA MURID
SEKOLAH DASAR RAS DEUTRO-MELAYU
DI KECAMATAN MEDAN HELVETIA
SKRIPSI
Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi syarat guna memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Gigi
Oleh:
Megawaty
NIM : 100600131
PERNYATAAN PERSETUJUAN
Skripsi ini telah disetujui untuk dipertahankan
di hadapan tim penguji skripsi
Medan, 14 Februari 2014
Pembimbing : Tanda tangan
1. Erna Sulistyawati, drg., Sp.Ort. (K)
NIP : 19540212 198102 2 001 ………....
2. Hilda Fitria Lubis, drg., Sp.Ort
TIM PENGUJI SKRIPSI
Skripsi ini telah dipertahankan di hadapan tim penguji skripsi
pada tanggal 14 Februari 2014
TIM PENGUJI
KETUA : Erna Sulistyawati, drg., Sp.Ort (K)
ANGGOTA : 1. Hilda Fitria Lubis, drg., Sp.Ort
2. Nurhayati Harahap, drg., Sp.Ort (K)
KATA PENGANTAR
Dengan mengucap syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, skripsi ini telah
selesai disusun sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana
Kedokteran Gigi.
Dalam penulisan skripsi ini penulis telah banyak mendapat bimbingan dan
pengarahan serta bantuan dari berbagai pihak sehingga skripsi ini dapat diselesaikan.
Oleh karena itu, pada kesempatan ini dengan segala kerendahan hati penulis
menyampaikan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada yang terhormat:
1. Prof. H Nazruddin, drg., C.Ort., Sp.Ort., Ph.D selaku Dekan Fakultas
Kedokteran Gigi Sumatera Utara Medan.
2. Erna Sulistyawati, drg., Sp.Ort. (K) dan Hilda Fitria Lubis, drg., Sp.Ort
selaku dosen pembimbing skripsi yang telah meluangkan waktu dan memberikan
bimbingan, petunjuk, dan pengarahan serta saran dalam penulisan skripsi ini.
3. Nurhayati Harahap, drg., Sp.Ort (K) dan Mimi Marina Lubis,drg., Sp.Ort
selaku dosen tim penguji skripsi yang telah banyak meluangkan waktu dan
memberikan saran dalam menyelesaikan skripsi.
4. Drs. Abdul Djalil Amri Arma, M.kes., dan Maya Fitria, SKM., M.Kes.,
sebagai staf pengajar di Departemen Kependudukan dan Biostatistik FKM USU yang
telah membantu penulis mengolah data statistik.
5. Seluruh staf pengajar FKG USU terutama staf pengajar dan pegawai di
Departemen Ortodonti FKG USU atas bantuan yang telah diberikan kepada penulis.
6. Gema Nazriyanti, drg selaku dosen pembimbing akademik penulis yang
telah membimbing penulis selama menjalani masa studi perkuliahan di Fakultas
7. Papa Ali Fajar tersayang dan Mama Lina tercinta yang telah membesarkan
saya dengan penuh rasa kasih sayang. Kakak tercinta yaitu Suryati dan Linda serta
Abang Markus yang telah memberi semangat dalam menyelesaikan skripsi ini.
Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan di dalam penulisan
skripsi ini dan penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun untuk
menghasilkan karya yang lebih baik lagi di kemudian hari.
Akhir kata penulis mengharapkan semoga hasil karya atau skripsi ini dapat
memberikan sumbangan pikiran yang berguna bagi fakultas khususnya di bidang
pengembangan ilmu Ortodonsia.
Medan, 14 Februari 2014
Penulis,
( Megawaty )
2.3.2 Metode Persamaan Regresi ... 17
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
1. Tabel Hixon dan Oldfather ... 20
2. Rata-rata besar Leeway Space murid Sekolah Dasar ras Deutro-Melayu
di Kecamatan Medan Helvetia ... 33
3. Rata-rata besar Leeway Space murid Sekolah Dasar ras Deutro-Melayu
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
1. Bantalan gusi maksila dan mandibula ... 6
2. Fase gigi desidui ... 8
3. Fase gigi bercampur ... 9
4. Pergeseran molar rahang bawah... 11
5. Tiga tipe hubungan molar kedua desidui ... 12
6. Hubungan oklusal pada gigi desidui dan permanen ... 12
7. Perubahan inklinasi gigi insisivus desidui dan permanen ... 13
8. Fase gigi permanen ... 15
9. Leeway Space ... 16
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran
1. Alur penelitian
2. Hasil pengukuran lebar mesiodistal gigi insisivus permanen pada 10 model
studi rahang bawah murid Sekolah Dasar ras Deutro-Melayu di Kecamatan
Medan Helvetia
3. Hasil pengukuran available space pada 10 model studi
4. Hasil perhitungan statistik ukuran mesiodistal insisivus lateralis kanan pada
model studi rahang bawah
5. Hasil perhitungan statistik ukuran mesiodistal insisivus sentralis kanan pada
model studi rahang bawah
6. Hasil perhitungan statistik ukuran mesiodistal insisivus sentralis kiri pada
model studi rahang bawah
7. Hasil perhitungan statistik ukuran mesiodistal insisivus lateralis kiri pada
model studi rahang bawah
8. Hasil perhitungan statistik available space sisi kanan model studi rahang atas 9. Hasil perhitungan statistik available space sisi kiri model studi rahang atas 10. Hasil perhitungan statistik available space sisi kanan model studi rahang
bawah
11. Hasil perhitungan statistik available space sisi kiri model studi rahang bawah
12. Perbandingan rata-rata antara pengukuran pertama dengan pengukuran kedua
pada murid Sekolah Dasar ras Deutro-Melayu di Kecamatan Medan Helvetia
13. Hasil pengukuran model studi rahang atas dan rahang bawah murid Sekolah
Dasar ras Deutro-Melayu di Kecamatan Medan Helvetia
14. Hasil perhitungan statistik deskriptif 30 pasang model studi rahang atas dan
rahang bawah murid Sekolah Dasar ras Deutro-Melayu di Kecamatan Medan
15. Hasil uji normalitas data
16. Hasil perhitungan statistik perbandingan besar Leeway space antara murid laki-laki dan perempuan ras Deutro-Melayu di Kecamatan Medan Helvetia
17. Hasil perhitungan statistik perbandingan besar Leeway Space antara murid
sekolah dasar ras Deutro-Melayu di Kecamatan Medan Helvetia
18. Surat komisi etik penelitian
Fakultas Kedokteran Gigi
Departemen Ortodonsia
Tahun 2014
Megawaty
Prediksi Leeway space dengan menggunakan metode Tanaka-Johnston pada
murid Sekolah Dasar Ras Deutro-Melayu di Kecamatan Medan Helvetia.
xi+42 halaman
Leeway space terjadi akibat adanya perbedaan lebar mesiodistal gigi kaninus,
premolar pertama, dan premolar kedua permanen dengan gigi kaninus, molar
pertama, dan molar kedua desidui pada fase gigi bercampur. Peranan nilai Leeway
space sangat penting dalam menentukan rencana perawatan seperti mengatasi
kekurangan ruang yang terjadi pada fase gigi bercampur. Tujuan penelitian ini untuk
mengetahui : (1) nilai rata-rata Leeway space murid Sekolah Dasar ras
Deutro-Melayu di Kecamatan Medan Helvetia dengan menggunakan metode
Tanaka-Johnston, (2) perbedaan nilai rata-rata Leeway space antara murid Sekolah
Dasar laki-laki dan perempuan ras Deutro-Melayu di Kecamatan Medan Helvetia.
Penelitian ini dilakukan pada 30 model studi yang terdiri dari 18 model studi laki-laki
dan 12 model studi perempuan. Pengukuran lebar mesiodistal keempat gigi insisivus
permanen rahang bawah dan jumlah ruang yang tersedia pada regio
kaninus-premolar dilakukan dengan kaliper digital. Persamaan regresi metode
permanen dan premolar . Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata besar Leeway
space murid Sekolah Dasar ras Deutro-Melayu di kota Medan adalah 2,11 milimeter
pada rahang atas dan 2,99 milimeter pada rahang bawah. Ini menunjukkan bahwa
nilai Leeway space pada rahang bawah lebih besar daripada nilai Leeway space pada
rahang atas. Hasil analisis t-test dengan derajat kemaknaan 95% menunjukkan tidak
ada perbedaan yang signifikan (p>0,05) antara rata-rata Leeway space murid laki-laki
dan perempuan baik pada rahang atas maupun rahang bawah. Kesimpulannya adalah
tidak ada perbedaan Leeway space antara murid Sekolah Dasar laki-laki dan
perempuan ras Deutro-Melayu di Kecamatan Medan Helvetia.
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dewasa ini banyak pasien datang ke dokter gigi karena kondisi gigi yang
kurang rapi. Gigi yang kurang rapi ini disebut juga dengan maloklusi. Maloklusi
merupakan penyimpangan susunan gigi rahang atas dan rahang bawah dari susunan
yang normal. Maloklusi terjadi karena adanya penyimpangan pertumbuhan
dentofasial yang dipengaruhi oleh genetik, lingkungan dan faktor spesifik seperti
gangguan perkembangan embrio. Keadaan ini dapat mengganggu fungsi
pengunyahan, penelanan, bicara serta estetika wajah. Maloklusi yang terjadi dapat
berupa kelainan gigi-gigi, ukuran rahang, hubungan antar gigi dan rahang, dan
hubungan antara rahang atas dan rahang bawah.1,4,5
Pada akhir periode gigi desidui atau awal periode gigi bercampur merupakan
periode kritis berkembangnya maloklusi, sehingga tindakan pencegahan dan
perawatan perlu dilakukan. Pada periode gigi bercampur, gigi sulung dan gigi
permanen berada secara bersama di rongga mulut. Pada usia sekitar 5-6 tahun, terjadi
transisi pergantian gigi dari gigi desidui ke gigi permanen yang ditandai dengan
erupsinya gigi insisivus dan molar pertama permanen. Sedangkan gigi kaninus dan
premolar akan erupsi beberapa tahun kemudian. Transisi ini disebut dengan fase gigi
bercampur. Periode ini adalah periode yang paling kritis dalam perkembangan oklusi
dan memungkinkan terjadinya maloklusi.1-3
Fase gigi bercampur merupakan waktu yang tepat untuk mencegah terjadinya
maloklusi.2,6 Apabila terjadi kekurangan panjang lengkung biasanya menimbulkan
tersedia merupakan proses diagnostik yang penting dalam melakukan rencana
perawatan.2,8,9 Pada pergantian gigi kaninus dan molar desidui dengan gigi kaninus
dan premolar permanen terdapat kelebihan ruang akibat adanya perbedaan lebar
mesiodistal gigi desidui dengan gigi permanen. Selisih ruang ini disebut oleh Nance
dengan Leeway space.1-3,5,10
Nance menyatakan bahwa Leeway space terjadi akibat adanya perbedaan lebar mesiodital gigi kaninus dan molar desidui dengan gigi penggantinya yaitu gigi
kaninus permanen dan premolar. Nance melakukan penelitian pada ras Kaukasoid
dan didapatkan bahwa besar Leeway space pada rahang atas rata-rata 0,9 mm pada
Beberapa analisis untuk memprediksi ukuran lebar gigi kaninus dan premolar
permanen yang belum erupsi pada periode gigi bercampur yaitu radiografi,
persamaan regresi dan kombinasi keduanya.2,3,9,12-15 Metode radiografi menggunakan
gambaran radiografi untuk memprediksi ukuran lebar gigi kaninus dan premolar
permanen yang belum erupsi.2,9 Persamaan regresi adalah metode yang
menghubungkan ukuran lebar gigi yang telah erupsi terhadap ukuran lebar gigi yang
belum erupsi. Metode ini digunakan oleh Ballard dan Wylie, Moyers,
Tanaka-Johnston dan Sitepu.2,9,12 Hixon-Oldfather memperkenalkan metode kombinasi,
dimana metode ini menggunakan kombinasi dari radiografi dan persamaan regresi
untuk prediksi ukuran mesiodistal kaninus permanen dan premolar.1,2,16,17
Pada tahun 1974 Tanaka-Johnston memperkenalkan suatu metode persamaan
regresi yang merupakan pengembangan dari Moyers, dikembangkan dengan
memerlukan foto radiografi, tidak memerlukan tabel, tidak berbelit-belit, dan mudah
diterapkan..20,21
Terdapat beberapa penelitian yang telah dilakukan untuk memprediksi ukuran
mesiodistal gigi kaninus permanen dan premolar yang akan erupsi. Sri Kuswandari
(2006) melakukan penelitian terhapat 285 anak Indonesia suku Jawa dan hasil
penelitiannya menyatakan bahwa metode Tanaka-Johnston menunjukkan hasil yang
lebih mendekati ukuran gigi sebenarnya dibandingkan dengan Metode Moyers.1
Nafisah dkk., (2010) melakukan penelitian pada 61 pasang model studi pasien
orthodonti RSGMP FKG Unair untuk memprediksi Leeway space dengan
menggunakan metode Tanaka-Johnston dan didapat hasil Leeway space pada rahang
atas sebesar 0,83 mm dan pada rahang bawah 3,19 mm.3 Viella dkk., (2012)
melakukan penelitian 650 orang Brazil dengan derajat kepercayaan 95% dan hasil
penelitiannya menyatakan bahwa metode Tanaka-Johnston dapat digunakan untuk
maksila dan mandibula pada laki-laki Brazil kulit putih dan hitam.18
Jaroontham (2000) menyatakan bahwa metode Tanaka-Johnston dapat
diterapkan pada orang Thailand.16 Memon (2010) melakukan penelitian pada 121
sampel dengan derajat kepercayaan 95% dan hasilnya menunjukkan bahwa metode
Tanaka-Johnston memiliki keakuratan yang tinggi pada laki-laki dan perempuan
Pakistan.22 Tome dkk., (2011) melakukan penelitian pada 200 orang Jepang dengan
derajat kepercayaan 95% untuk memprediksi ukuran mesiodistal gigi kaninus
permanen dan premolar dengan menggunakan metode Tanaka-Johnston dan hasilnya
menunjukkan bahwa ukuran mesiodistal gigi kaninus permanen dan premolar
laki-laki pada rahang atas sebesar 23,30 mm sedangkan pada rahang bawah sebesar
21,60 mm. Uji korelasi menunjukkan bahwa metode Tanaka-Johnston pada anak
laki-laki Jepang lebih akurat dibandingkan dengan anak perempuan.19
Ukuran lebar mesiodistal gigi dapat bervariasi dan akan mempengaruhi besar
dan lingkungan.2,5 Hasil penelitian menunjukkan bahwa ukuran gigi laki-laki lebih
besar dibandingkan dengan ukuran gigi perempuan.2 Mochtar (1982) dalam
disertasinya menemukan bahwa lebar mesiodistal gigi kelompok Batak dan suku
Melayu memiliki ukuran yang berbeda.13,22,23
Populasi di Indonesia didominasi oleh ras Paleomongolid. Ada dua macam ras di Indonesia, yaitu ras Deutro-Melayu dan ras Proto-Melayu. Termasuk ras
Deutro-Melayu adalah orang Aceh, Minangkabau, Sumatera pesisir, Rejang Lebong,
Lampung, Jawa, Madura, Bali, Bugis, Manado pesisir, Sunda kecil timur dan
Malayu. Termasuk Proto-Melayu adalah Batak, Gayo, Sasak dan Toraja.24
Cakra (2013), menyatakan dalam penelitiannya bahwa Tanaka-Johnston valid
pada rahang atas dan rahang bawah, sedangkan analisis Moyers hanya valid pada
rahang bawah.37 Penelitian mengenai nilai rata-rata Leeway space pada ras Deutro-Melayu dengan menggunakan tabel Moyers telah dilakukan sebelumnya, oleh karena
itu peneliti ingin melanjutkan penelitian dengan menggunakan data sekunder dari
penelitian sebelumnya untuk memprediksi Leeway space dengan menggunakan
metode Tanaka-Johnston pada murid sekolah dasar ras Deutro Melayu di Kecamatan
Medan Helvetia.
1.2 Rumusan Masalah
1. Berapa besar prediksi nilai rata-rata Leeway space murid Sekolah Dasar ras Deutro-Melayu di Kecamatan Medan Helvetia.
1.3 Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui prediksi nilai rata-rata Leeway space murid Sekolah
Dasar ras Deutro-Melayu di Kecamatan Medan Helvetia.
2. Untuk mengetahui apakah ada perbedaan nilai rata-rata Leeway space
antara murid Sekolah Dasar laki-laki dan perempuan ras Deutro-Melayu di
Kecamatan Medan Helvetia.
1.4 Hipotesis Penelitian
Tidak ada perbedaan nilai rata-rata Leeway space antara murid Sekolah Dasar laki-laki dan perempuan ras Deutro-Melayu di Kecamatan Medan Helvetia dengan
metode Tanaka-Johnston.
1.5 Manfaat Penelitian
1.5.1 Manfaat Praktis
1. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi acuan dalam
memprediksi nilai rata-rata Leeway space pada ras Deutro-Melayu.
2. Dapat membantu klinisi ortodontis dalam menentukan rencana
perawatan pada fase gigi bercampur.
1.5.2 Manfaat Teoritis
1. Penelitian ini diharapkan memberikan sumbangan atau kontribusi bagi
pengembangan ilmu pengetahuan dan penerapannya, khususnya dokter gigi
2. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi salah satu acuan untuk
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Perkembangan Gigi
Perkembangan gigi merupakan proses kompleks yang disebut juga
morfogenesis gigi atau odontogenesis yang dimulai selama minggu ke-6
perkembangan embrio. Perkembangan gigi terbagi atas 4 tahapan, yaitu:7
2.1.1 Periode Bantalan Gusi
Periode ini dimulai sejak lahir sampai usia 6 bulan.Karateristik pada periode
ini terlihat adanya peninggian dan lekukan pada mukosa. Lekukan di sebelah distal
segmen kaninus desidui melanjut ke sulkus bukal ini disebut sulkus lateral. Lengkung
rahang pada rahang atas memiliki bentuk seperti tapal kuda dan rahang bawah
memiliki bentuk U. 25,26
Pada waktu lahir, maksila dan mandibula merupakan tulang yang telah
dipenuhi oleh benih-benih gigi dalam berbagai tingkat perkembangan. Prosesus
alveolaris dilapisi oleh mukoperiosteum yang tebal yang merupakan bantalan gusi
(Gambar 1). Pada saat lahir, bantalan gusi tumbuh sangat cepat terutama kearah
lateral. Keadaan ini membuat gigi insisivus tumbuh dalam letak yang baik.25,26
2.1.2 Fase Gigi Desidui (The Primary Dentition Stage)
Erupsi gigi desidui dimulai dari usia 6 bulan. Pada usia sekitar 2,5 sampai 3
tahun gigi desidui telah erupsi semua.2 Jumlah gigi pada fase ini adalah 20 gigi
desidui. Gigi desidui ini bersifat sementara, setelah 2 sampai 3 tahun kemudian, gigi
desidui ini akan diganti menjadi gigi permanen. Urutan erupsi gigi ini dapat
bervariasi tetapi memiliki karateristik sebagai berikut(Gambar 2):26
- Insisivus sentral desidui mandibula erupsi pertama kira-kira usia 6 bulan
- Diikuti dengan insisivus sentral desidui maksila
- Setelah itu insisvus lateral desidui maksila
- Erupsi insisivus lateral desidui mandibula
- Molar pertama desidui mandibula dan maksila erupsi pada umur 1 tahun atau
lebih
- Kaninus desidui maksila dan mandibula erupsi kira-kira pada usia 16 bulan
- Molar kedua desidui mandibula erupsi lalu molar kedua desidui maksila pada usia
2,5 tahun
Posisi insisivus desidui lebih tegak dibandingkan dengan insisivus permanen
dan biasanya terdapat diastema di antara gigi-gigi tersebut yang merupakan diastema
fisiologi. Apabila diastema ini tidak ada saat fase gigi desidui, maka hampir bisa
desidui dan molar kedua desidui mengadakan kontak satu sama lain lewat permukaan
yang luas dan berfungsi dalam pengunyahan.6,27
Gambar 2. Fase gigi desidui.27
2.1.3 Fase Gigi Bercampur (Mixed Dentition Stage)
Fase ini merupakan fase transisi dari fase gigi desidui ke fase gigi permanen
yang dimulai pada usia 6 tahun, ditandai dengan erupsinya molar pertama permanen
rahang bawah kemudian molar pertama permanen rahang atas setelah itu disusul
dengan erupsi insisivus pada rahang bawah dan rahang atas. Fase ini berakhir pada
usia 12 tahun. Di fase gigi bercampur, terlihat gigi desidui dan gigi permanen berada
di dalam rongga mulut. Proses erupsi gigi permanen, akan terjadi resorpsi tulang dan
akar gigi desidui yang mengawali pergantian gigi desidui oleh gigi permanennya
Gambar 3. Fase gigi bercampur.27
Urutan erupsi gigi permanen dimulai dengan erupsinya molar pertama
permanen pada usia sekitar 6 tahun, diikuti dengan erupsi gigi insisivus pada usia 7
dan 8 tahun, kemudian erupsi gigi premolar, kaninus dan molar kedua permanen.25,28
Oklusi pada fase gigi bercampur bersifat sementara dan tidak statis sehingga
memungkinkan terjadinya maloklusi. Oleh karena itu, pada fase ini merupakan waktu
yang tepat untuk dilakukan perawatan interseptif ortodontik untuk mencegah
berkembangnya maloklusi dan memungkinkan pencapaian perkembangan wajah yang
harmonis.1,5 Fase gigi bercampur dibagi ke dalam tiga fase, yaitu fase transisi
pertama, inter-transisi dan transisi kedua.26,27
2.1.3.1 Fase transisi pertama
Fase ini ditandai dengan erupsinya molar pertama permanen dan pergantian
insisivus desidui oleh insisivus permanen. Erupsinya molar pertama permanen
dimulai sekitar usia 6 tahun dan diikuti dengan erupsinya insisivus sentralis rahang
bawah.2,25
Hubungan oklusal pada fase gigi bercampur berhubungan dengan gigi
kontak permukaan distal molar kedua desidui rahang atas dan rahang bawah.9 Molar
pertama permanen menuntun ke dalam lengkung gigi oleh permukaan distal dari
molar kedua desidui. Terdapat tiga tipe hubungan molar pertama permanen,
yaitu7,25-27 :
a. Flush terminal plane: permukaan distal molar kedua rahang atas dan molar kedua desidui rahang bawah dalam satu dataran vertikal (Gambar 5). Tipe
hubungan ini disebut dengan satu dataran vertikal (flush terminal plane) dan diperoleh relasi molar pertama tonjol lawan tonjol. Ini merupakan keadaan normal
dari gigi desidui, dan dapat terkoreksi dengan pergerakan molar rahang bawah ke
depan sejauh 3-5 mm terhadap rahang atas memanfaatkan developmental space maupun Leeway space yang ada sehingga relasi molar Klas I Angle dapat tercapai (Gambar 6).25-27
Pergeseran molar rahang bawah dari satu dataran vertikal menjadi Klas I Angle dapat
terjadi dengan dua cara, yaitu the early shift dan the late shift. 5,9,19-23
The early mesial shift terjadi selama awal fase gigi bercampur. Early mesial shift ini dimana pada primate space (diastema yang terdapat diantara insisivus lateral dan kaninus desidui atas dan diantara kaninus desidui dan molar pertama desidui
bawah) akan tertutup oleh pergerakan ke depan molar pertama permanen (Gambar
4A).27
The late mesial shift terjadi dimana molar pertama permanen bawah hanya bergerak ke mesial secara langsung setelah kehilangan gigi molar kedua desidui
bawah (Gambar 4B). Karena panjang mesiodistal pada mahkota molar kedua desidui
bawah lebih besar daripada rahang atas, maka kehilangan gigi tersebut menghasilkan
Gambar 4. Pergeseran molar rahang
bawah: (A) Early mesial
shift. (B) Late mesial shift.24
b. Mesial step terminal plane: tipe hubungan ini terlihat permukaan distal molar kedua desidui rahang bawah berada lebih mesial daripada molar kedua desidui
rahang atas (Gambar 5). Kemudian molar pertama permanen secara langsung erupsi
dalam relasi Klas I Angle. Tipe ini biasanya terjadi pada awal pertumbuhan
mandibula ke depan. Jika pertumbuhan mandibula terus berlanjut, maka dapat terjadi
relasi molar Klas III Angle. Jika pertumbuhan mandibula ke depan minimal, maka
akan terjadi relasi molar Klas I Angle (Gambar 6). 7,25-27
c. Distal step terminal plane: karateristik tipe ini bila permukaan distal molar kedua desidui rahang bawah berada lebih distal daripada molar kedua desidui
rahang atas (Gambar 5). Kemungkinan relasi molar pada tipe ini adalah Klas II Angle
Gambar 5. Tiga tipe hubungan molar kedua desidui: (A)
Flushterminal plane (B)Mesial step (C)Distal step.7,27
Gambar 6. Hubungan oklusal pada gigi desidui dan
Perubahan pada insisivus terjadi selama fase transisi pertama dimana insisivus
desidui digantikan dengan insisivus permanen. Insisivus sentralis bawah merupakan
yang pertama erupsi. Insisivus permanen memiliki ukuran lebih besar daripada
insisivus desidui. Perbedaan mesiodistal di antara gigi insisivus desidui dan permanen
disebut dengan incisal liability.27,29 Pada segmen anterior, keempat insisivus permanen maksila rata-rata 7,6 mm lebih besar daripada insisivus desidui. Sedangkan
pada insisivus permanen mandibula rata-rata 6,0 mm lebih besar daripada insisivus
desidui.24 Bhalajhi (2009) menyatakan bahwa incisal liability pada rahang atas rata-rata 7 mm, sedangkan pada rahang bawah 5 mm.27,29 Ruang yang diperlukan oleh
Incisal liability diperoleh dari 29 :
a. Pemanfaatan ruangan diantara gigi pada gigi desidui akan menyediakan
ruang 4 mm di rahang atas dan 3 mm di rahang bawah.
b. Peningkatan lebar antar kaninus.
c.Perubahan inklinasi insisivus dari 150 ke 123 akan menyediakan ruang
2-3 mm (Gambar 7).
Gambar 7. Perubahan inklinasi gigi
insisivus permanen dan
2.1.3.2 Fase Inter-Transisi
Fase ini merupakan fase yang stabil dan hanya terjadi perubahan yang sedikit.
Di fase ini terlihat pada rahang atas maupun pada rahang bawah terdapat gigi desidui
dan gigi permanen secara bersamaan. Gigi molar dan kaninus desidui dijumpai di
antara gigi insisivus permanen dan molar pertama permanen. 1,29,30 Ada beberapa
karateristik pada fase ini, yaitu30:
1. Oklusal dan interproksimal pada gigi desidui terlihat rata karena
morfologi oklusal yang menyerupai dataran.
2. Pembentukan akar terjadi pada insisivus, kaninus dan molar yang akan
erupsi dengan seiringnya peningkatan puncak prosesus alveolar.
3. Resorpsi akar pada molar desidui.
2.1.3.3 Fase Transisi Kedua
Karateristik pada fase ini ditandai pergantian molar kedua dan kaninus desidui
dengan kaninus dan premolar permanen. Kombinasi lebar mesiodistal kaninus desidui
dan premolar biasanya lebih kecil daripada gigi yang akan digantikan. Akibat
perbedaan ukuran ini akan dijumpai kelebihan ruang yang oleh Nance disebut dengan
Leeway space.1-3,5,10
Besar Leeway space pada mandibula lebih besar daripada maksila. Kelebihan ruang yang tersedia setelah pergantian molar dan kaninus desidui dimanfaatkan untuk
pergeseran ke arah mesial oleh molar bawah agar terjadi relasi molar Klas I Angle.27
Pada usia 8-9 tahun terlihat insisivus sentralis permanen bawah yang biasanya
dalam keadaan berkontak satu dengan lainnya sedangkan insisivus sentralis atas
sering erupsi dalam keadaan condong ke distal sehingga terdapat diastema di antara
lateralis ke mesial. Bila kaninus permanen telah erupsi, insisivus lateralis dapat
menegakkan diri dan diastema akan tertutup.25,27
2.1.4 Fase Gigi Permanen (Permanent Dentition Stage)
Fase ini ditandai dengan erupsinya semua gigi permanen kecuali molar ketiga.
Urutan erupsi pada fase ini biasanya dimulai dari molar pertama permanen
mandibula.3 Kemudian diikuti dengan insisivus sentral mandibula erupsi pada usia 7
tahun diikuti oleh insisivus lateral, kaninus, premolar pertama, premolar kedua dan
molar kedua.3,20 Pada maksila, premolar pertama dan kedua erupsi lebih dulu
dibandingkan dengan kaninus (Gambar 8). Dibandingkan dengan fase gigi
bercampur, fase ini masih lebih stabil.28
Ada beberapa keadaan yang terlihat pada gigi-gigi permanen adalah25,27 :
- Pada saat oklusi gigi atas terletak lebih ke labial dan bukal daripada gigi bawah
- Insisivus lebih proklinasi dan gigi posterior bukoklinasi
- Semua gigi permanen mempunyai kontak dengan dua gigi antagonisnya kecuali
insisivus sentralis bawah dan molar kedua atas
- Kurva anteroposterior di rahang bawah (kurva spee) normal
2.2 Leeway space
Ukuran mesiodistal gigi bervariasi antara satu individu dengan individu lain.
Hal ini dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti ras, genetik, dan jenis kelamin.
Jumlah lebar mesiodistal kaninus desidui, molar pertama dan kedua desidui lebih
besar daripada jumlah lebar mesiodistal gigi penggantinya. Perbedaan ukuran ini akan
menghasilkan ruang pada regio kaninus dan premolar pada kedua rahang yang
disebut dengan Leeway space (Gambar 9).1-3,5,10
Leeway space pada rahang bawah lebih besar daripada rahang atas. Jumlah rata-rata besar Leeway space pada rahang atas adalah 1,8 mm (0,9 mm untuk tiap sisi). Dan untuk rahang bawah rata-rata 3,4 mm (1,7 mm untuk tiap sisi).26
Kombinasi lebar mesiodistal gigi yang belum erupsi lebih besar daripada ruang yang
tersedia. Kondisi ini disebut Leeway space deficiency, dan ini menyebabkan gigi menjadi berjejal (crowded).7,14
Pada saat molar kedua desidui tanggal, molar pertama permanen akan
bergerak relatif cepat ke arah mesial menempati Leeway space.7,25,29 Hal ini berdampak pada pengurangan panjang lengkung rahang. Diperlukannya tindakan
ortodontik apabila terjadi kecenderungan berkembangnya maloklusi.27
2.3 Metode Analisis Ruang pada Masa Gigi Bercampur
2.3.1 Metode Radiografi
Metode radiografi digunakan oleh Nance (1947) dan Huckaba.3 Metode ini
menggunakan radiografi untuk memprediksi kaninus dan premolar permanen yang
belum erupsi. Metode radiografi dapat digunakan baik pada rahang atas maupun
rahang bawah. Nance (1947) menggunakan radiografi dalam menganalisis perbedaan
ukuran mesiodistal gigi antara gigi kaninus, molar pertama, dan molar kedua desidui
dan gigi penggantinya.2,3,9,11 Namun dalam penggunaan radiografi ini, tidak selalu
efektif dalam memprediksi ukuran gigi yang belum erupsi, karena hasil gambar
radiografi terjadi dalam bentuk dua dimensi. Selain itu adanya distorsi, elongasi
maupun kesalahan teknik dalam pengambilan gambar yang akan sangat
mempengaruhi keakuratan hasil pengukuran.1,3,15
Sekarang sudah ada metode radiografi yang lebih akurat, yaitu dengan
menggunakan cone-beam computed tomography. Dimana pada teknik ini sudah
menggunakan gambaran tiga dimensi.15
2.3.2 Metode Persamaan Regresi
Metode persamaan regresi digunakan oleh Ballard dan Wylie (1947),
Barendonk (1965), Moyers (1973), Tanaka-Johnston (1974), dan Sitepu(1983).3,12,27
Metode ini memprediksi ukuran mesiodistal gigi kaninus dan premolar yang erupsi
dengan menggunakan gigi yang telah erupsi. Ballard dan Wylie (1947) sangat
memperhatikan distorsi yang terjadi pada gambaran radiografi sehingga mereka
mencari cara lain untuk memprediksi ukuran mesiodistal gigi kaninus dan premolar
yang belum erupsi dengan cara mengkombinasikan lebar mesiodistal keempat gigi
insisivus pada rahang bawah.9 Mereka menetapkan persamaan
regresi Y=9,41 + 0,527X, dimana Y adalah ukuran kaninus dan premolar rahang
Metode Moyers juga menggunakan jumlah keempat gigi insisivus dalam
memprediksi ukuran kaninus dan premolar yang belum erupsi. Dan kemudian
jumlahnya dibandingkan dengan tabel probabiliti. Metode ini paling sering digunakan
oleh para klinisi dikarenakan penggunaannya yang sederhana, mudah, dan
akurat.1,2,9,13
Metode Tanaka-Johnston juga merupakan metode yang menggunakan jumlah
keempat gigi insisivus rahang bawah dalam memprediksi ukuran mesiodistal gigi
kaninus dan premolar permanen. Metode ini tidak menggunakan tabel probabiliti
seperti metode Moyers. Metode ini sangat sederhana dan dianggap memiliki
keakuratan yang cukup baik dengan tingkat kesalahan yang kecil.15
2.3.2.1 Metode Tanaka-Johnston
Metode Tanaka-Johnston diperkenalkan pada tahun 1974 yang dikembangkan
dari 506 sampel yang berasal dari keturunan Eropa Utara. Metode ini merupakan
perkembangan dari metode Moyers untuk memprediksi lebar mesiodistal gigi kaninus
permanen dan premolar yang akan erupsi.18-20
Rumus analisis Tanaka-Johnston dapat dilihat pada rumus di bawah ini.2,5,15-17
Rumus :
Perkiraan Lebar Mesiodistal Kaninus dan Premolar Permanen Mandibula dalam
satu kuadran
+10,5 mm
Perkiraan Lebar Mesiodistal Kaninus dan Premolar Permanen Maksila dalam satu kuadran
Metode Tanaka-Johnston memiliki koefisien korelasi sebesar 0,63 untuk
rahang atas dan 0,65 untuk rahang bawah.32 Kelebihan dari metode ini adalah tidak
memerlukan foto radiografi maupun tabel probability sehingga mudah dihafal dan
praktis digunakan. Metode ini menggunakan lebar mesiodistal keempat gigi insisivus
rahang bawah dalam perhitungannya.1,2
2.3.3 Metode Kombinasi
Metode kombinasi merupakan gabungan antara metode radiografi dan
persamaan regresi. Yang menggunakan metode kombinasi adalah Hixon dan
Oldfather (1958).2,12,27 Metode kombinasi dianggap merupakan metode prediksi yang
paling akurat. Karena selain melihat dari gambaran radiografi, juga menjumlahkan
keempat gigi insisivus pada cetakan model untuk memprediksi ukuran mesiodistal
kaninus dan premolar permanen.2,9,15
Cara menggunakan metode Hixon dan Oldfather adalah sebagai berikut :
1. Lebar mesiodistal gigi insisivus sentralis dan gigi insisivus lateralis pada satu
kuadran diukur pada model studi.
2. Dilakukan pengukuran secara langsung lebar mahkota gigi premolar pertama
dan kedua yang belum erupsi pada foto radiografi pada kuadran yang sama.
3. Jumlahkan hasil pengukuran pada model studi dan foto radiografi.
4. Lihat pada Tabel 1 untuk menentukan gigi kaninus, premolar pertama, dan
Tabel 1. Prediksi Hixon dan Oldfather.31
2.4 Ukuran Mesiodistal Gigi
a. Ras
Banyak artikel pada jurnal dental mengenai adanya variasi ukuran gigi
berdasarkan ras. Bailit (cit.Green Thompson) mengatakan bahwa ukuran gigi
permanen bervariasi pada ras yang berbeda. Perbedaan ras menunjukkan adanya
hubungan pada ukuran gigi yang spesifik.2
Pada penelitian Lavelle (1972), ia menunjukkan variasi ukuran gigi pada
kelompok ras yang berbeda. Dia menemukan pada insisivus sentralis mandibula dan
insisivus lateralis pada populasi Mongoloid adalah 0,17 mm lebih kecil daripada gigi
populasi Kaukasoid dan pada kaninus mandibula, premolar pertama dan kedua pada
populasi Mongoloid adalah 1,30 mm lebih besar dibandingkan pada populasi
Kaukasoid.2 Penelitian yang dilakukan terhadap ras Kaukasoid, Negroid, dan
Mongoloid menunjukkan bahwa ukuran mesiodistal ketiga ras tersebut berbeda.
b. Genetik
Ukuran gigi beradaptasi baik terhadap pengaruh luar dan dikendalikan oleh
faktor keturunan. Penelitian yang dilakukan Lundstrom (1964) membandingkan
antara 97 pasangan kembar monozigot dan dizigot ditemukan bahwa terdapat
hubungan faktor genetik yang kuat pada kembar monozigot terhadap ukuran gigi dan
morfologi gigi. 2 Penelitian terhadap saudara kembar jelas menunjukkan hampir
separuh dari faktor yang mempengaruhi ukuran gigi adalah faktor keturunan yang
berperan untuk mengontrol ukuran gigi sewaktu proses odontogenesis.27 Penelitian
tersebut berhasil membuktikan bahwa terdapat kesamaan ukuran dan bentuk gigi
pada kembar zigomatik.2
Menurut Rakosi dkk., (1993) berdasarkan pengetahuan terkini,
jaringan-jaringan utama yang dapat mengalami deformitas dentofasial karena pengaruh
genetik antaranya termasuk gigi yang meliputi ukuran, bentuk, jumlah, mineralisasi
gigi, letak erupsi dan posisi benih gigi.27 Berdasarkan kedua penelitian ini, dapat
disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang kuat antara faktor genetik dengan ukuran
gigi.
c. Jenis Kelamin
Perbedaan jenis kelamin juga mempengaruhi ukuran lebar mesiodistal gigi.
Penelitian Stroud dkk., (1994) menunjukkan setiap gigi laki-laki mempunyai
diameter mesiodistal yang lebih besar dibandingkan dengan perempuan akibat
penebalan lapisan dentin. Dalam populasi manusia saat ini, mahkota gigi laki-laki
adalah lebih besar dibanding perempuan. Hal ini disebabkan oleh periode proses
amelogenesis yang panjang pada gigi desidui dan permanen laki-laki, sehingga dapat
disimpulkan bahwa ukuran gigi sangat dipengaruhi oleh jenis kelamin, dimana
d. Lingkungan
Lingkungan turut memainkan peranan dalam keragaman genetik untuk terus
memberi variasi dalam ukuran gigi. Menurut Selmer-Olsen (1949), walaupun ukuran
gigi dikontrol oleh faktor genetik tetapi ia turut dipengaruhi oleh faktor lingkungan.
Ukuran gigi manusia akan terus bervariasi selama berlangsungnya evolusi manusia
yang dimulai pada gigi molar diikuti gigi anterior. Baillit (cit.Green Thompson)
menyatakan variasi ukuran gigi merupakan pencerminan proses evolusi yang sedang
berlangsung dan ukuran gigi terkait dengan faktor genetik, sedangkan faktor
lingkungan setelah kelahiran hanyalah sedikit pengaruhnya. Faktor lingkungan yang
dimaksudkan adalah nutrisi.2
2.5 Ras Deutro-Melayu
Populasi masyarakat Indonesia didominasi oleh ras Paleomongolid yang disebut ras Melayu. Ras Paleomongolid ini terdiri atas Proto-Melayu (Melayu tua) dan Deutro Melayu (Melayu Muda). Antropologi Fisher (1991) berpendapat bahwa
antara tahun 2000 S.M, kelompok Proto-Melayu lebih dulu datang ke Indonesia
daripada kelompok Deutro-Melayu. Kelompok Proto-Melayu mula-mula menempati
pantai-pantai Sumatera Utara, Kalimantan Barat dan Sulawesi Barat yang kemudian
terdesak oleh kelompok Deutro-Melayu. Kelompok Deutro-Melayu datang sekitar
tahun 1500 S.M.24,27
Proto-Melayu mencakup Batak, Gayo, Sasak dan Toraja sedangkan yang
termasuk Deutro-Melayu adalah orang-orang Aceh, Minangkabau, Sumatera Pesisir,
Rejang Lebong, Lampung, Jawa, Madura, Bali, Bugis, Manado pesisir, Sunda kecil
timur dan Malayu.12,30 Orang Jakarta (Betawi), Borneo Melayu, Banjar dan penduduk
pesisir Sulawesi adalah campuran Deutro dan Proto-Melayu.24,27
tersebut. Buditalism (2004) menyimpulkan bahwa terdapat perbedaan antara tinggi
wajah total orang batak dan orang jawa. Kelompok Proto-Melayu memiliki bentuk
kepala yang panjang (dolichocephalic) sedangkan kelompok Deutro-Melayu
Faktor yang
Pra dental Desidui Bercampur Permanen
Fase Transisi
2.7 KERANGKA KONSEP
Keterangan:
Variabel tergantung
Variabel bebas
Variabel moderator
Variabel terkendali
Variabel tak terkendali Ukuran dan bentuk gigi
Bahan cetak
Bahan pengisi cetakan
Waktu pengisian
cetakan
Genetik
Jenis kelamin
Lingkungan Ras
Umur
Model studi dengan
kriteria inklusi
BAB 3
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 JenisPenelitian
Jenis penelitian yang digunakan adalah analitik dengan rancangan cross sectional.
3.2 Tempat dan Waktu Penelitian
Tempat penelitian dilakukan di Fakultas Kedokteran Gigi Universitas
Sumatera Utara. Waktu penelitian dimulai sejak menyusun proposal bulan Juli 2013
dan selesai pada February 2014.
3.3 Populasi dan Sampel
3.3.1 Populasi Penelitian
Populasi dari penelitian ini adalah murid Sekolah Dasar ras Deutro-Melayu di
Kecamatan Medan Helvetia.
3.3.2 Sampel Penelitian
Penelitian ini menggunakan sampel yang berupa model studi gigi yang merupakan data sekunder dari penelitian yang berjudul “Prediksi Leeway space dengan menggunakan Tabel Moyers pada murid Sekolah Dasar Ras Deutro-Melayu
3.3.3 Besar Sampel
Besar sampel yang diperoleh dengan rumus:
Keterangan :
n = besar sampel
z = standard deviasi atas = 1,960 (
z = standard deviasi bawah = 1,282 ( = 0,10)
Sd = simpangan baku Leeway space = 0,86 ( hasil penelitian terdahulu )
d = perkiraan selisih rata-rata kedua kelompok yang bermakna = 0,51
sehingga:
n = 29,85 30
Jadi sampel yang dibutuhkan adalah 30 sampel.
3.4 Kriteria Inklusi dan Eksklusi
3.4.1 Kriteria Inklusi
- Ras Deutro-Melayu
- Keempat gigi insisivus permanen rahang bawah sudah erupsi dengan
bentuk anatomi normal
- Gigi molar pertama permanen sudah erupsi dengan bentuk anatomi
normal
- Gigi kaninus, molar pertama, dan molar kedua desidui erupsi dengan
bentuk anatomi normal dan bebas dari cacat interproksimal
- Gigi insisivus lateralis permanen rahang atas sudah erupsi dengan bentuk
anatomi normal dan bebas dari cacat interproksimal
- Gigi insisivus berada pada lengkung gigi yang normal
- Belum mendapat perawatan ortodonsia
- Crowded ringan < 2 mm
3.4.2 Kriteria Eksklusi
- Salah satu gigi kaninus, molar pertama, molar kedua desidui tidak
dijumpai pada rongga mulut atau terdapat cacat interproksimal
- Salah satu gigi kaninus permanen, premolar pertama, premolar kedua
dijumpai pada rongga mulut
- Salah satu gigi molar pertama permanen tidak dijumpai pada rongga mulut
atau terdapat cacat interproksimal
- Salah satu gigi insisivus lateralis permanen tidak dijumpai pada rongga
mulut
- Crowded sedang maupun crowded berat
3.5Variabel Penelitian dan Definisi Operasional
3.5.1 Variabel bebas
Variabel bebas pada penelitian ini adalah ukuran dan bentuk keempat gigi
insisivus bawah, gigi kaninus dan molar desidui.
3.5.3 Variabel terkendali
Variabel terkendali pada penelitian ini adalah :
- Umur 6-11 tahun
- Murid Sekolah Dasar ras Deutro-Melayu
3.5.4 Variabel tak terkendali
Variabel tak terkendali pada penelitian ini adalah :
- Bahan cetak
- Bahan pengisi cetakan
- Operator pencetakan
- Jenis sendok cetak
- Nutrisi
- Waktu pencetakan dan pengisian model gigi
3.5.5 Definisi Operasional
- Cetakan Model : hasil cetakan gigi pasien yang diisi dengan gips keras
(dental stone).
- Anatomi normal : gigi insisivus permanen rahang bawah, kaninus desidui,
molar pertama desidui, dan molar kedua desidui bebas dari cacat.
- Cacat interproksimal : terdapat restorasi atau karies yang melibatkan
mesiodistal gigi.
- Ukuran gigi insisivus : lebar mesiodistal gigi insisivus diukur dari jarak
terluas kontak mesiodistal dari insisivus dengan cara meletakkan ujung kaliper sejajar
aksis panjang gigi.
- Ukuran keempat insisivus : jumlah hasil pengukuran masing-masing gigi
insisivus.
- Metode Tanaka-Johnston : metode yang menggunakan setengah jumlah
lebar mesiodistal keempat gigi insisivus mandibula rahang bawah
lebar mesiodistal keempat gigi insisivus mandibula rahang bawah
ditambahkan 11.
- Murid Sekolah Dasar : anak laki-laki maupun perempuan yang belajar di
Sekolah Dasar di Kecamatan Medan Helvetia.
- Available space : ruang yang tersedia pada regio kaninus-premolar permanen diukur dengan cara meletakkan ujung tip kaliper sejajar aksis panjang gigi
dari distal insisivus lateralis permanen sampai mesial molar pertama permanen.
- Required space : ruang yang dibutuhkan bagi gigi kaninus-premolar permanen yang akan erupsi sebesar jumlah mesiodistal gigi kaninus-premolar yang
diprediksikan dengan menggunakan metode Tanaka-Johnston.
- Leeway space : selisih antara available space dengan required space. - Ras Deutro-Melayu : ras yang terdiri dari suku Aceh, Minangkabau,
Lampung, Rejang Lebong, Jawa, Madura, Bali, Makasar, Bugis, Melayu, Manado,
dan Sunda.
- Crowded : keadaan gigi yang berjejal di luar susunan yang normal. - Diastema : ruang di antara dua gigi yang seharusnya berkontak.
3.6. Alat dan Bahan
3.6.1 Alat Penelitian
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini yaitu:
1. Digital kaliper merek Krisbow
2. Kalkulator merek Casio
3. Pensil mekanik merek Pilot
4. Penghapus merek Faber-Castell
5. Penggaris besi merek Kenko
3.7 Prosedur Kerja
1. Pengumpulan model studi gigi berdasarkan kriteria inklusi dan eksklusi
yang telah ditetapkan. Model gigi yang akan digunakan merupakan model studi pada
penelitian sebelumnya yang telah dilakukan pada Murid Sekolah Dasar Ras
Deutro-Melayu di Kecamatan Medan Helvetia.
2. Untuk mendapatkan data yang valid, terlebih dahulu dilakukan uji
intraoperator. Sebanyak 10 model studi dipilih secara acak kemudian dilakukan
pengukuran terhadap lebar mesiodistal keempat insisivus permanen rahang bawah
dan available space masing-masing sebanyak dua kali pengukuran. Hasil perhitungan pertama dan kedua dengan uji-t berpasangan menunjukkan tidak terdapat perbedaan
yang signifikan (p> 0,05) maka operator layak untuk melakukan pengukuran tersebut.
3. Kaliper digunakan untuk mengukur lebar mesiodistal keempat insisivus
permanen rahang bawah pada model dengan cara meletakkan ujung tip kaliper sejajar
bidang oklusal gigi sesuai dengan metode pengukuran Tobias dan Kieser
(Gambar 10).
4. Prediksi required space menggunakan rumus prediksi
Tanaka-Johnston setelah didapatkan lebar mesiodistal keempat insisivus permanen
rahang bawah (Gambar 10A).
5. Pengukuran available space yang merupakan ruang yang diukur dengan meletakkan ujung tip kaliper sejajar bidang oklusal gigi dari distal insisivus lateralis
permanen sampai mesial molar pertama permanen (Gambar 10B).
6. Leeway space diperoleh dari selisih antara available space dengan required space.
7. Dalam satu hari, pengukuran hanya dilakukan pada 3 model studi untuk
menghindari kelelahan mata peneliti sewaktu membaca skala yang terdapat pada
kaliper sehingga data yang diperoleh lebih akurat. Hasil pengukuran yang diperoleh
Gambar 10.Cara pengukuran ruangan menurut metode Tobias dan Kieser:
(A) Pengukuran required space (B) Pengukuran available space
3.8Pengolahan Data dan Analisa Data
3.8.1 Pengolahan Data
Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan program analisis statistik komputerisasi.
3.8.2 Analisa Data
1. Dihitung nilai rata-rata dan standard deviasi Leeway space murid Sekolah Dasar Ras Deutro-Melayu pada rahang atas dan rahang bawah.
2. Dihitung nilai rata-rata dan standard deviasi Leeway space murid Sekolah Dasar Ras Deutro-Melayu berdasarkan jenis kelamin kemudian dilakukan uji
Normalitas Data, jika didapatkan hasilnya normal kemudian dilakukan uji-t, tetapi
BAB 4
HASIL PENELITIAN
Penelitian dilakukan pada 30 orang murid Sekolah Dasar ras Deutro-Melayu
di Kecamatan Medan Helvetia yang terdiri dari 18 orang murid laki-laki dan 12 orang
murid perempuan. Berdasarkan pengukuran yang dilakukan terhadap sampel
diperoleh gambaran rata-rata besar Leeway space sebagai berikut:
Tabel 2. Rata-rata besar Leeway space murid Sekolah Dasar ras Deutro-Melayu di
Tabel 2 menunjukkan rata-rata besar Leeway space murid Sekolah Dasar ras Deutro-Melayu di kota Medan pada rahang atas 2,11 mm dengan simpangan baku
0,48 mm dan pada rahang bawah 2,99 mm dengan simpangan baku 0,44 mm. Nilai
terendah dari hasil pengukuran besar Leeway space pada rahang atas yaitu 0,74 mm dan nilai tertinggi yaitu 2,98 mm. Pada rahang bawah nilai terendah adalah 2,27 mm
dan nilai tertinggi yaitu 3,81 mm.
Bila pengukuran dibedakan berdasarkan jenis kelamin, maka dapat dilihat
Tabel 3. Rata-rata besar Leeway space murid Sekolah Dasar ras Deutro-Melayu di kota Medan berdasarkan jenis kelamin
Pengukuran
Rata-rata (mm) Simpangan baku (mm)
Leeway space murid laki-laki adalah 3,09 mm dengan simpangan baku 0,45 mm dan perempuan adalah 2,72 mm dengan simpangan baku 0,41 mm. Hasil analisis dengan
uji Mann-whitney dengan derajat kemaknaan 95% menunjukkan nilai signifikansi p>0,05 yang disimpulkan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan antara besar
BAB 5
PEMBAHASAN
Leeway space terjadi akibat adanya perbedaan lebar mesiodistal gigi kaninus dan molar desidui dengan gigi penggantinya yaitu gigi kaninus dan premolar
permanen.2,3,27 Nilai Leeway space sangat penting dalam menentukan rencana perawatan ortodonti terutama pada fase gigi bercampur. Pemanfaatan Leeway space ini untuk memperoleh ruang pada kasus-kasus crowded dan spacing yang terjadi pada fase gigi bercampur.27
Besar Leeway space dipengaruhi oleh ukuran mesiodistal gigi. Adanya variasi ukuran lebar mesiodistal gigi tersebut dapat mempengaruhi besar Leeway space antara satu individu dengan individu lainnya yang dipengaruhi oleh berbagai faktor
seperti ras, genetik, jenis kelamin dan lingkungan.2,27
Tabel 2 menunjukkan nilai rata-rata Leeway space rahang bawah pada murid
Sekolah Dasar ras Deutro-Melayu di Kecamatan Medan Helvetialebih besar daripada
rahang atas yaitu 2,99 mm untuk rahang bawah dan 2,11 untuk rahang atas. Hal ini
sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Nance (1947), Bishara (2001),
Hille (2010), Nafisah, Sjafei dan Goenharto (2010), Sari (2012), dan Hasibuan
disimpulkan bahwa Leeway space rahang bawah lebih besar daripada rahang atas. Penyebab dari ukuran Leeway space pada rahang bawah lebih besar dibandingkan dengan rahang atas disebabkan perbedaan ukuran lebar mesiodistal gigi yaitu gigi
molar desidui rahang bawah lebih besar daripada di rahang atas dan gigi premolar
permanen rahang bawah lebih kecil daripada rahang atas.11,12 Besar Leeway space pada rahang bawah ini dimanfaatkan untuk penyelarasan oklusi yang berperan dalam
perubahan relasi molar pertama permanen yang sebelumnya Klas II Angle atau tonjol
lawan tonjol menjadi oklusi Klas I Angle.3,9,35
Faktor jenis kelamin mempengaruhi ukuran mesiodistal gigi sehingga
mempengaruhi nilai Leeway space. Ukuran mesiodistal gigi laki-laki lebih besar
dibandingkan perempuan sehingga Leeway space pada perempuan lebih besar
dibandingkan laki-laki.2,27 Perbedaan ukuran mesiodistal gigi juga dipengaruhi ras,
genetik dan lingkungan (nutrisi).24,27 Penelitian yang dilakukan Levelle (1971)
menunjukkan dimana ras Negroid memiliki ukuran gigi terbesar, kemudian
Mongoloid dan yang terkecil ras Kaukasoid.36 Vilella (2012) melakukan penelitian
pada orang berkulit putih dan berkulit hitam di Brazil, dan didapatkan bahwa laki-laki
Brazil berkulit hitam memiliki ukuran mesiodistal gigi yang lebih besar dibandingkan
orang Brazil berkulit putih.18
Tabel 3 menunjukkan rata-rata Leeway space murid Sekolah Dasar ras Deutro-Melayu berdasarkan jenis kelamin. Nilai rata-rata Leeway space rahang atas pada laki-laki 2,02 mm dan perempuan 2,23 mm dan rata-rata Leeway space rahang
bawah pada laki laki 2,92 mm dan perempuan 3,09 mm. Terlihat bahwa nilai Leeway
space pada perempuan lebih besar daripada laki-laki. Hal ini sesuai dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Nance (1947) Hille (2010), dan Sari (2012).
Penelitian Nance menyatakan bahwa Leeway space rahang atas pada laki-laki sebesar
0,7 mm dan perempuan sebesar 0,8 mm sedangkan Leeway space rahang bawah pada
menyatakan bahwa Leeway space rahang atas pada laki-laki sebesar 2,22 mm dan perempuan sebesar 2,27 mm sedangkan Leeway space rahang bawah pada laki-laki sebesar 3,40 mm dan perempuan 3,45 mm.35 Secara visual kita melihat bahwa ukuran
Leeway space laki-laki lebih kecil dibandingkan perempuan, tetapi setelah dilakukan analisis secara statistik dengan uji-t independen didapatkan hasil bahwa tidak terlihat
adanya perbedaan yang signifikan antara rata-rata Leeway space murid laki-laki dan perempuan baik pada rahang atas maupun rahang bawah (p>0,05). Penelitian ini
sesuai dengan penelitian yang telah dilakukan sebelumnya oleh Memon (2010),
Sari (2012) dan Hasibuan (2013). Penelitian yang dilakukan Memon pada 44 anak
laki-laki dan 76 anak perempuan menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan yang
signifikan antara prediksi ukuran gigi kaninus permanen dan premolar pada laki-laki
dengan perempuan menggunakan metode Tanaka-Johsnton. Penelitian yang
dilakukan Sari pada 30 anak di Kecamatan Medan Helvetia, menunjukkan tidak ada
perbedaan yang signifikan antara Leeway space laki-laki dengan perempuan.35 Penelitian Hasibuan pada 46 anak laki-laki dan 34 anak perempuan menunjukkan
tidak ada perbedaan yang signifikan antara Leeway space laki-laki dengan perempuan.27
Berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Melgaço dkk.,(2006) pada
orang Brazil kulit putih dengan sampel 250 perempuan dan 250 laki-laki, Melgaço
dkk., menyatakan bahwa adanya perbedaan yang signifikan antara laki-laki dan
perempuan dengan menggunakan metode Tanaka-Johsnton. Perbedaan ini disebabkan
BAB 6
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan
1. Rata-rata Leeway space murid Sekolah Dasar ras Deutro-Melayu di Kecamatan Medan Helvetia adalah ± 2,11 mm rahang atas dan ± 2,99 mm rahang
bawah.
2. Tidak ada perbedaan yang signifikan antara rata-rata Leeway space murid Sekolah Dasar laki-laki dan perempuan ras Deutro-Melayu di Kecamatan Medan
Helvetia.
6.2 Saran
1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan menggunakan jumlah sampel
yang lebih besar agar didapatkan validitas hasil penelitian yang lebih tinggi.
2. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut terhadap ras atau suku di Indonesia
karena Indonesia terdiri dari berbagai suku.
3. Perlu dilakukan penelitian untuk memprediksi ukuran mesiodistal gigi
kaninus, premolar pertama, dan premolar kedua permanen dengan menggunakan
DAFTRA PUSTAKA
1. Kuswandari S. Prediksi ukuran segmen gigi kaninus-premolar dengan metode
moyers dan tanaka-johnston pada anak Indonesia suku jawa. Indonesia
Journal of Dentistry 2006; 13(1): 50-54.
2. Green-Thompson NF. Measuring and predicting Leeway space in the mixed
dentition on panoramic xrays using computer imaging analysis. Thesis.
Johanesburg : University of the Witwatersrand, 2007 : 1-35.
3. Nafisah R, Sjafei A, Goenharto S. Besar Leeway space pada pasien ortodonti
di Rumah Sakit Gigi dan Mulut Fakultas Kedokteran Gigi Universitas
Airlangga. Orthodontic Dent J 2010; 1(2): 6-10.
4. Dewi A. Maloklusi akibat gangguan pertumbuhan dentofasial. Skripsi. Medan
: Universitas Sumatera Utara, 2009 : 1-3.
5. English JD, Peltomäki T, Pham-Litschel K. Orthodontic review. St. Louis :
Mosby year book, 2010 : 1-21.
6. Gianelly AA. Leeway space and the resolution of crowding in the mixed
dentition. Seminars in orthodontics 1995; 1 (3) : 188-194.
7. Bishara SE. Textbook of orthodontics. Philadelhia : W. B. saunders company,
2001 : 54-60.
8. Moyers RE. Handbook of orthodontics. 4th Ed. Chicago : year book medical
publisher INC, 1988 : 235-239.
9. Hucal IMB. Prediction of the Size of unerupted canines and premolars in a
Northern Manitoba Aborigional population. Thesis. Manitoba : University of
Manitoba, 2000 : 7- 18.
10.Foster TD. A textbook of orthodontics. 2nd Ed. Oxford: Blackwell Scientific
11.Martinelli FL, Lima EM, Rocha R, Tirre-Araujo MS. Prediction of lower
permanent canine and premolars width by correlation methods. J Angle
Orthodontist 2005; 75(5): 805-8.
12.Vyas MB, Hantodkar N. Resolving mandibular arch discrepancy through
utilization of Leeway space. Contemporary Clinical Dentistry 2011; 2(2):
115-8.
13.Chadna A. Prediction of the size of unerupted canine and premolar in a north
Indian population an in vitro study. JIDA 2011;5(3) : 329-333.
14.Melgaço CA, Araújo MT, Ruellas ACO. Applicabillity of three tooth size
prediction methods for white Brazillians. J Angle Orthod 2006; 76(4): 644-9.
15.Noble J. How do you predict the eventual amount of spacing or crowding that
will occur in a child in the mixed dentition stage. JCDA 2009; 74(10): 893-4.
16.Jaroontham J, Godfrey K. Mixed dentition space analysis in a thai population.
European Journal of Orthodontics. 2000; 22 :127-134.
17.Mittar M, Dua VS, Wilson S. Reliability of permanent mandibular first molars
and incisors widths as predictor for the width of permanent mandibular and
maxillary canines and premolars. Contemporary Clinical Dentistry 2012; 3(1):
8-12.
18.Vilella OV. The Tanaka-Johnston orthodontics analysis for Brazilian
individuals. Rev Ordonto Ceince 2012; 27(1): 16-19.
19.Tome W, Ohyama Y, Yagi M, Takada K. Demonstration of a sex diffrence in
the predictability of widths of unerupted permanent canines and premolars
in a Japanese population. Angle Orthod 2011; 81(6): 938-44.
20.Ling JYK, Wong RWK. Tanaka-johnston mixed dentition analysis for
Southern Chinese in Hong Kong. J Angle Orthod 2006; 76(4): 632-6.
21.Nourallah AW, Gesch D, Khordaji MN, Splieth C. New regression equations
for predicting the size of unerupted canines and premolars in a contemporary
22.Memon S, Fida M. Comparison of three mixed dentition analysis methods in
24.Dadjoeni N. Ras-ras umat manusia. Bandung : citra aditya bakti, 1991 : 190.
25.Cobourne MT, Dibiase AT. Handbook of orthodontics. Philadelphia : Mosby
year book, 2010 : 92-105.
26.Phulari BS. Orthodontics principles and practice. 1st Ed. New Delhi : Jaypee
brothers medical publishers, 2011 : 66, 72.
27.Hasibuan LW. Prediksi Leeway space dengan menggunakan tabel moyers
pada murid Sekolah Dasar ras deutro-melayu di Kota Medan. Skripsi. Medan
: Universitas Sumatera Utara, 2013.
28.Nasution M. Pengenalan Gigi. Medan : USU Press, 2011 : 19-28.
29.Lange GM. Correlation of sequence of eruption and crowding. Thesis. St
Louis : Faculty of Saint Louis University, 2011 : 1-11
30.Singh G. Textbook of orthodontics. 2nd Ed. New Delhi : Jaypee brothers
medical publishers, 2007 : 44-47.
31.Hixon EH, Oldfather RE. Estimation of the sizes of unerupted cuspid and
bicuspid teeth. Thesis. Iowa: State University of Iowa, 1958: 236-240.
32.Ngesa JL. Applicability of tooth size prediction in the mixed analysis in a
Kenya sample. Tesis. Unuversity of Western Cape.
33.Hille HM. The mean Leeway space in population of orthodontic patients in
Zurich. Disertasi. Zurich : University of Zurich, 2010.
34.Razali, NQ. Seksual dimorfisme pada ukuran mesiodistal gigi anterior dan
jarak interkaninus rahang bawah pada mahasiswa Malaysia FKG USU
TA 2006-2009. Skripsi. Medan : Fakultas Kedokteran Gigi Universitas
35.Sari FR. Prediksi Leeway space dengan menggunakan tabel moyers pada
murid Sekolah Dasar ras deutro-melayu di Kecamatan Medan Helvetia.
Skripsi. Medan : Universitas Sumatera Utara, 2012.
36.Levelle CLB, Foster TD, Flinn RM. Dental arches in various ethnic groups.
J Angle Orthod 1971; 41(4): 293-9.
37.Cakra A. Perbandingan validitas analisis tanaka-johnston dan analisis moyers
pada mahasiswa suku batak universitas sumatera utara. Skripsi. Medan :
Model studi rahang atas dan rahang bawah
Laki-Laki Perempuan
Ukur mesiodistal gigi insisivus rahang bawah
l
Ukur jarak distal insisivus lateral-mesial molar pertama permanen rahang atas dan rahang bawah
(Available space)
Prediksi jumlah mesiodistal gigi C, P1, P2 dengan metode
Tanaka-Johnston
(Required space )
Nilai Leeway Space
Analisis data
Nilai rata-rata Leeway space murid Sekolah dasar ras
Deutro-Melayu
Perbedaan nilai rata-rata Leeway space antara laki-laki dan perempuan pada murid Sekolah
HASIL PENGUKURAN LEBAR MESIODISTAL GIGI INSISIVUS
PERMANEN PADA 10 MODEL STUDI RAHANG BAWAH MURID
SEKOLAH DASAR RAS DEUTRO-MELAYU DI KECAMATAN MEDAN
HELVETIA
No Pengukuran Pertama (mm) Pengukuran Kedua (mm)
42 41 31 32 42 41 31 32
1 6.32 5.34 5.20 5.86 6.26 5.24 5.16 6.01
2 7.17 6.12 6.31 6.23 6.89 6.13 6.32 6.17
3 6.04 5.48 5.34 5.52 5.96 5.52 5.30 5.62
4 6.11 5.72 5.61 4.39 6.17 5.63 5.79 4.41
5 5.95 5.09 5.06 5.89 5.92 5.16 4.95 5.80
6 5.23 4.80 4.73 5.01 5.20 4.72 4.68 4.97
7 6.28 5.53 5.50 6.20 5.19 5.51 5.64 5.42
8 5.89 5.12 5.37 5.38 5.64 5.13 5.23 5.40
9 5.56 5.36 5.06 4.99 5.42 5.31 5.24 5.16
HASIL PERHITUNGAN STATISTIK UKURAN MESIODISTAL INSISIVUS
LATERALIS KANAN PADA MODEL STUDI RAHANG BAWAH
Paired Samples Statistics
Pair 1 Pengukuran Pertama &
HASIL PERHITUNGAN STATISTIK UKURAN MESIODISTAL INSISIVUS
SENTRALIS KANAN PADA MODEL STUDI RAHANG BAWAH
Paired Samples Statistics
Pair 1 Pengukuran Pertama &
HASIL PERHITUNGAN STATISTIK UKURAN MESIODISTAL INSISIVUS
SENTRALIS KIRI PADA MODEL STUDI RAHANG BAWAH
Paired Samples Statistics
Pair 1 Pengukuran Pertama &
HASIL PERHITUNGAN STATISTIK UKURAN MESIODISTAL INSISIVUS
LATERALIS KIRI PADA MODEL STUDI RAHANG BAWAH
Paired Samples Statistics
Pair 1 Pengukuran Pertama &
HASIL PERHITUNGAN STATISTIK AVAILABLE SPACE SISI KANAN
MODEL STUDI RAHANG BAWAH
Paired Samples Statistics
Mean N Std. Deviation Std. Error Mean
Pair 1 Pengukuran Pertama 25.2460 10 1.22722 .38808
Pengukuran Kedua 25.4320 10 1.03620 .32767
Paired Samples Correlations
N Correlation Sig.
Pair 1 Pengukuran Pertama &
HASIL PERHITUNGAN STATISTIK AVAILABLE SPACE SISI KIRI
MODEL STUDI RAHANG BAWAH
Paired Samples Statistics
Mean N Std. Deviation Std. Error Mean
Pair 1 Pengukuran Pertama 25.0610 10 .82622 .26127
Pengukuran Kedua 25.0060 10 .88354 .27940
Paired Samples Correlations
N Correlation Sig.
Pair 1 Pengukuran Pertama &
HASIL PERHITUNGAN STATISTIK AVAILABLE SPACE SISI KANAN
MODEL STUDI RAHANG ATAS
Paired Samples Statistics
Mean N Std. Deviation Std. Error Mean
Pair 1 Pengukuran Pertama 24.0010 10 1.23419 .39029
Pengukuran Kedua 23.9600 10 1.23933 .39191
Paired Samples Correlations
N Correlation Sig.
Pair 1 Pengukuran Pertama &