• Tidak ada hasil yang ditemukan

Efektivitas Terapi Realitas untuk Meningkatkan Self Regulated Learning pada Mahasiswa Underachiever di Universitas Sumatera Utara

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Efektivitas Terapi Realitas untuk Meningkatkan Self Regulated Learning pada Mahasiswa Underachiever di Universitas Sumatera Utara"

Copied!
219
0
0

Teks penuh

(1)

EFEKTIVITAS TERAPI REALITAS UNTUK MENINGKATKAN

SELF

REGULATED LEARNING

PADA MAHASISWA

UNDERACHIEVER

TESIS

Program Pendidikan Magister Psikologi Profesi

Kekhususan Psikologi Pendidikan

Oleh:

SURI MUTIA SIREGAR

107029024

MAGISTER PSIKOLOGI PROFESI

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

LEMBAR PENGESAHAN

Tesis ini diajukan oleh:

Nama : Suri Mutia Siregar

NIM : 107029024

Kekhususan : Psikologi Pendidikan

Judul Tesis : Efektivitas Terapi Realitas untuk Meningkatkan Self Regulated Learning pada Mahasiswa Underachiever di Universitas Sumatera Utara

Telah berhasil dipertahankan dihadapan Dewan Penguji dan diterima sebagai bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Magister Psikologi Profesi pada Kekhususan Psikologi Pendidikan dalam Magister Psikologi Profesi Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara.

Dewan Penguji

Penguji I/Pembimbing :

Dr. Wiwik Sulistyaningsih, Psikolog ( ) NIP. 19650112 200003 2 001

Penguji II/Pembimbing

Rr. Lita Hadiati Wulandari, M.Pd, Psikolog ( ) NIP. 19700214 200012 2 002

Penguji III

Prof. Dr. Irmawati, Psikolog ( ) NIP. 19530131 198003 2 001

Medan, 11 Februari 2014 Koordinator Magister Psikologi Profesi Dekan

Fak. Psikologi Universitas Sumatera Utara Fak. Psikologi Universitas Sumatera Utara

(3)

LEMBAR PERNYATAAN

Saya menyatakan bahwa tesis berjudul “Efektivitas Terapi Realitas untuk

Meningkatkan Self Regulated Learning pada Mahasiswa Underachiever di

Universitas Sumatera Utara” adalah hasil karya sendiri dan bukan merupakan jiplakan dari karya orang lain.

Adapun bagian tertentu dalam penulisan tesis saya kutip dari hasil karya orang lain telah dituliskan sumbernya secara jelas sesuai dengan norma, kaidah, dan etika penulisan ilmiah.

Apabila di kemudian hari ditemukan adanya kecurangan dalam karya ini, saya bersedia menerima sanksi apapun dari Magister Psikologi Profesi Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara dengan peraturan yang berlaku.

Medan, Februari 2014 Yang Membuat Pernyataan

(4)

Efektivitas Terapi Realitas untuk Meningkatkan Self Regulated Learning pada Mahasiswa Underachiever

Suri Mutia Siregar, Wiwik Sulistyaningsih, dan Rr. Lita Hadiati Wulandari

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk melihat efektivitas intervensi terapi realitas untuk meningkatkan self regulated learning pada mahasiswa underachiever. Perlakuan yang diberikan berupa empat langkah WDEP (wants, direction and doing, evaluation, serta planning and commitment) (Glasser dan Wubbolding, dalam Corey, 1996). Adapun desain eksperimen adalah pretest-posttest control group design, dengan subjek mahasiswa Universitas Sumatera Utara yakni 5 orang sebagai kelompok eksperimen dan 5 orang sebagai kelompok kontrol. Alat ukur yang digunakan adalah skala self regulated learning dengan reliabilitas sebesar 0.947 dan uji validitas menggunakan professional judgement. Teknik analisis data menggunakan statistik non parametrik Wilcoxon dan Mann Whitney.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) Terapi realitas efektif meningkatkan self regulated learning pada mahasiswa underachiever (p < 0.05), (2) Efek dari terapi realitas tetap bertahan hingga 1 minggu setelah terapi diberikan (p > 0.05), (3) Terapi realitas memberikan hasil yang bervariasi pada 5 orang subjek, yakni dua orang subjek mengalami perubahan kategori self regulated learning dari rendah ke tinggi dan tiga orang subjek dari rendah ke sedang, dan (4) Variasi hasil pada subjek ditentukan oleh kemampuan subjek dalam membuat rencana perilaku pada tahapan planning and commitment.

(5)

Effectiveness of Reality Therapy to Improve Self Regulated Learning in Underachiever Students at the University of Sumatera Utara

Suri Mutia Siregar, Wiwik Sulistyaningsih, and Rr. Lita Hadiati Wulandari

ABSTRACT

The purpose of this study was to look at the effectiveness of reality therapy intervention to improve self regulated learning in underachiever students. Reality therapy used in this study was four WDEP steps (wants, direction and doing, evaluation, and planning and commitment) (Glasser and Wubbolding in Corey, 1996). The experimental study used pretest-posttest control group design involved 10 underachiever students who were divided into two groups : 5 students belong to experimental group and 5 students belong to control group. Measuring instruments used was self regulated learning scale and its reliability was 0.947 and validity of scale was examined by professional judgement. Data analysis used was non parametric stastistic Wilcoxon and Mann-Whitney.

The results showed that (1) reality therapy effective to improve self regulated learning in underachiever students (p < 0.05), (2) the effects of reality therapy persisted up to 1 week after intervention administered (p > 0.05), (3) effect of reality

therapy showed various resuts, self regulated learning’s category of two students

changed from low to high while the category of the other three students changed from low to medium, and (4) Variations result on subjects determined by the subject’s ability to make behavior plan at the planning and commitment step.

(6)

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim

dengan nama Allah yang maha pengasih lagi maha penyayang

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan berkah dan kemudahan hingga saya berhasil menyelesaikan tesis berjudul Efektivitas Terapi Realitas untuk Meningkatkan Self Regulated Learning pada Mahasiswa Underachiever di Universitas Sumatera Utara. Saya ingin mempersembahkan tesis ini untuk orang-orang yang selalu memberikan kasih sayang dan dukungan kepada saya setiap waktu, yaitu suami : Heriyanto, M. Psi, Psikolog, kedua orangtua : Alm. Hanafi Siregar S.H. dan dra. Lisa Marlina, M.Si, adik : Reza Chairanda Siregar, S.T, dan anak saya : Audy Ashalina.

Saya juga ingin mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang sudah meluangkan waktunya dan bekerja keras selama saya mengerjakan penelitian ini dan menempuh pendidikan di Magister Profesi Psikolog Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara. Ucapan terimakasih saya ucapkan kepada :

1. Prof. Dr. Irmawati, Psikolog selaku Dekan Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara sekaligus penguji I yang telah meluangkan banyak waktunya untuk memberikan bimbingan kepada saya hingga penyajian laporan tesis ini menjadi lebih sistematis dan mudah dipahami. Terimakasih ibu, semoga Allah membalas setiap kebaikan yang telah ibu berikan.

(7)

untuk memberikan bimbingan dan saran-saran selama pembuatan tesis khususnya pada bagian metode penelitian. Terimakasih ibu, semoga Allah membalas setiap kebaikan yang telah ibu berikan.

3. Lita Hadiati, M.Pd, Psikolog selaku dosen pembimbing II yang telah meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan dan senantiasa memberikan semangat, keceriaan, dan dukungan kepada saya selama penyelesaian tesis. Terimakasih ibu, semoga Allah membalas setiap kebaikan yang telah ibu berikan.

4. Sri Supriyantini, M.Si, Psikolog, selaku dosen yang telah banyak meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan dan perhatian kepada saya maupun teman-teman yang lain di Magister Psikologi Profesi kekhususan Psikologi Pendidikan. Terimakasih ibu, untuk setiap semangat, pujian, dan rasa optimis yang ibu berikan kepada kami, sehingga kami merasa yakin untuk terus belajar.

5. Kepada seluruh staf pengajar di Magister Profesi Psikolog Fakultas Psikologi USU, Filia Dina, M.Pd, Psikolog, Dian Ulfasari, M.Psi, Psikolog, Fasti Rola, M.Psi, Psikolog, dan Tarmidi, M.Psi, Psikolog. Terimakasih sebesar-besarnya untuk setiap ilmu dan bantuan yang telah diberikan kepada saya selama masa perkuliahan.

(8)

7. Kepada keluarga besar Bapak Suriono dan Ibu Yasmiati, yang selalu memberikan dukungan kepada saya selama pengerjaan tesis. Semoga Allah senantiasa melimpahkan berkah kepada kita sekeluarga.

8. Kepada kedua keluarga besar saya, Kel. Alm. Bahaudin Siregar dan Kel. Alm. Rustam Sandan. Terimakasih atas dukungan dan keyakinan yang selalu diberikan kepada saya selama masa perkuliahan. Semoga Allah senantiasa melimpahkan berkah dan kebahagiaan kepada kita sekeluarga.

9. Kepada Siti Fani Daulay, S.Psi, yang telah memberikan izin kepada saya untuk menggunakan skala self regulated learning yang disusunnya di dalam penelitiannya. Terimakasih kak, semoga Allah membalas kebaikan kakak. 10. Kepada seluruh teman-teman di Magister Psikologi Profesi, Ella Adhysti

M.Psi, Psikolog, Susi Diriyanti N, S.Psi, Reni Susanti, M.Psi, Psikolog, Rosyalinda Hasibuan, M.Psi, Psikolog, Sri Azni, S.Psi, Kinanti Indika, M.Psi, Psikolog, Wina Erwina, M.Psi, Psikolog, Elna Y. Siregar, M.Psi, Psikolog, dan lainnya yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu. Terimakasih, semoga segala kesulitan, tawa, dan proses jatuh bangun selama kuliah akan membuat kita semakin kuat dan tahu bersyukur.

(9)

Saya berharap tesis ini dapat memberikan manfaat bagi pembacanya maupun peneliti selanjutnya. Semoga kekurangan-kekurangan di dalam tesis ini dapat dijadikan pelajaran bagi penelitian-penelitian berikutnya.

Alhamdulillah. Semoga Allah meridhoi.

Medan, Februari 2014 Penulis,

(10)

DAFTAR ISI

Sampul Depan………. i

Lembar Pengesahan………. ii

Lembar Pernyataan………. iii

Abstrak……… iv

Abstract………... v

Kata Pengantar……… vi

Daftar Isi………. ix

Daftar Tabel……… xi

Daftar Gambar……… xi

Daftar Bagan………... xii

BAB I PENDAHULUAN...……….. 1

A. Latar Belakang Masalah ……… 1

B. Perumusan Masalah……… 11

C. Tujuan Penelitian……… 11

D. Manfaat Penelitian………. 11

E. Sistematika Penulisan………. 12

BAB II LANDASAN TEORI……… 14

A. Self Regulated Learning…………… 14

1. Pengertian self regulated learning……… 14

2. Strategi self regulated learning……… 15

3. Perkembangan self regulated learning……… 18

B. Terapi Realitas……….. 19

1. Pengertian terapi realitas……… 21

2. Prosedur terapi realitas………. 22

3. Faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan terapi……… 27

C. Mahasiswa Universitas Sumatera Utara………….……… 28

(11)

1. Pengertian underachiever……… 29

2. Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya underachiever….. …. 31

E. Mahasiswa Underachiever di Universitas Sumatera Utara….………….. 35

F. Efektivitas terapi realitas untuk meningkatkan self regulated learning pada mahasiswa underachiever……… 37

G. Hipotesis Penelitian……….. 41

BAB III METODE PENELITIAN………. 42

A. Preeliminary Research……….. 42

1. Mengurus perizinan……… 42

2. Pemilihan subjek penelitian untuk preliminary research……….. 43

3. Metode pengambilan data dalam preliminary research………….. 44

4. Hasil preliminary research………. 45

B. Desain Penelitian Eksperimen……… 45

C. Definisi Operasional……… 47

1. Self regulated learning…...……….. 47

2. Terapi realitas………. 48

D. Alat Pengambilan Data Penelitian………. 49

1. Skala self regulated learning……….. 49

2. Kategorisasi skor pada skala self regulated learning………. 51

3. Metode analisa data penelitian……… 52

E. Subjek Penelitian……… 53

F. Terapi Realitas……… 56

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN……… 60

A. Hasil Analisis Data……….. 60

1. Hasil analisis data individual………. 60

2. Hasil analisis data skor seluruh subjek penelitian……… 113

3. Hasil analisis data kelompok……….. 115

B. Pembahasan……….. 118

(12)

2. Kelemahan penelitian………... 123

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN……….. 126

A. Kesimpulan……… 126

B. Saran-saran………. 128

C. DAFTAR PUSTAKA………. 132

DAFTAR TABEL Tabel 1. Jumlah Mahasiswa yang Mengalami Putus Studi di USU dari Tahun 2010 – 2013……… 2

Tabel 2. Perkembangan Self Regulated Learning……….. 19

Tabel 3. Kategorisasi Skor Self Regulated Learning………. 51

Tabel 4. Hasil Seleksi Subjek Penelitian Berdasarkan Skor Skala Self Regulated Learning……… 54

Tabel 5. Pelaksanaan WDEP di dalam Terapi Realitas……… 56

Tabel 6. Kegiatan Pelaksanaan Terapi Realitas……… 58

Tabel 7. Rangkuman Hasil Analisis Data Subjek Aa saat Mengikuti Terapi Realitas……….. 67

Tabel 8. Rangkuman Hasil Analisis Data Subjek Bb saat Mengikuti Terapi Realitas………. 76

Tabel 9. Rangkuman Hasil Analisis Data Subjek Cc saat Mengikuti Terapi Realitas……… 85

Tabel 10. Rangkuman Hasil Analisis Data Subjek Dd saat Mengikuti Terapi Realitas……… 94

Tabel 11. Rangkuman Hasil Analisis Data Subjek Ee saat Mengikuti Terapi Realitas………... 103

Tabel 12. Rangkuman Hasil Penelitian……… 107

(13)

(Posttest-Follow Up)……… 116 Tabel 15. Hasil Uji Wilcoxon Kelompok Eksperimen dan Kontrol

(Pretest – Posttest)……… 117

Tabel 16. Hasil Uji Wilcoxon Kelompok Eksperimen (Posttest-Follow

Up)………... 117

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Desain Penelitian Eksperimen……….47 Gambar 2. Perbandingan Skor Self Regulated Learning Subjek AaSaat

Pretest, Posttest dan Follow Up………..69 Gambar 3. Perbandingan Skor Self Regulated Learning Subjek BbSaat

Pretest, Posttest dan Follow Up………….……….. 78 Gambar 4. Perbandingan Skor Self Regulated Learning Subjek CcSaat

Pretest, Posttest dan Follow Up……… 88 Gambar 5. Perbandingan Skor Self Regulated Learning Subjek DdSaat

Pretest, Posttest dan Follow Up……… 96 Gambar 6. Perbandingan Skor Self Regulated Learning Subjek EeSaat

Pretest, Posttest dan Follow Up………105

DAFTAR BAGAN

(14)

Efektivitas Terapi Realitas untuk Meningkatkan Self Regulated Learning pada Mahasiswa Underachiever

Suri Mutia Siregar, Wiwik Sulistyaningsih, dan Rr. Lita Hadiati Wulandari

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk melihat efektivitas intervensi terapi realitas untuk meningkatkan self regulated learning pada mahasiswa underachiever. Perlakuan yang diberikan berupa empat langkah WDEP (wants, direction and doing, evaluation, serta planning and commitment) (Glasser dan Wubbolding, dalam Corey, 1996). Adapun desain eksperimen adalah pretest-posttest control group design, dengan subjek mahasiswa Universitas Sumatera Utara yakni 5 orang sebagai kelompok eksperimen dan 5 orang sebagai kelompok kontrol. Alat ukur yang digunakan adalah skala self regulated learning dengan reliabilitas sebesar 0.947 dan uji validitas menggunakan professional judgement. Teknik analisis data menggunakan statistik non parametrik Wilcoxon dan Mann Whitney.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) Terapi realitas efektif meningkatkan self regulated learning pada mahasiswa underachiever (p < 0.05), (2) Efek dari terapi realitas tetap bertahan hingga 1 minggu setelah terapi diberikan (p > 0.05), (3) Terapi realitas memberikan hasil yang bervariasi pada 5 orang subjek, yakni dua orang subjek mengalami perubahan kategori self regulated learning dari rendah ke tinggi dan tiga orang subjek dari rendah ke sedang, dan (4) Variasi hasil pada subjek ditentukan oleh kemampuan subjek dalam membuat rencana perilaku pada tahapan planning and commitment.

(15)

Effectiveness of Reality Therapy to Improve Self Regulated Learning in Underachiever Students at the University of Sumatera Utara

Suri Mutia Siregar, Wiwik Sulistyaningsih, and Rr. Lita Hadiati Wulandari

ABSTRACT

The purpose of this study was to look at the effectiveness of reality therapy intervention to improve self regulated learning in underachiever students. Reality therapy used in this study was four WDEP steps (wants, direction and doing, evaluation, and planning and commitment) (Glasser and Wubbolding in Corey, 1996). The experimental study used pretest-posttest control group design involved 10 underachiever students who were divided into two groups : 5 students belong to experimental group and 5 students belong to control group. Measuring instruments used was self regulated learning scale and its reliability was 0.947 and validity of scale was examined by professional judgement. Data analysis used was non parametric stastistic Wilcoxon and Mann-Whitney.

The results showed that (1) reality therapy effective to improve self regulated learning in underachiever students (p < 0.05), (2) the effects of reality therapy persisted up to 1 week after intervention administered (p > 0.05), (3) effect of reality

therapy showed various resuts, self regulated learning’s category of two students

changed from low to high while the category of the other three students changed from low to medium, and (4) Variations result on subjects determined by the subject’s ability to make behavior plan at the planning and commitment step.

(16)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Setiap manusia memiliki hak untuk mendapatkan pendidikan yang layak. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menyebutkan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara (Republik Indonesia, 2003). Jenjang pendidikan formal di Indonesia dibagi menjadi tiga bagian, yaitu pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi (Sisdiknas, 2003). Pendidikan tinggi merupakan jenjang pendidikan setelah pendidikan menengah yang mencakup program pendidikan diploma, sarjana, magister, spesialis, dan doktor yang diselenggarakan oleh perguruan tinggi (Republik Indonesia, 2010).

(17)

tersebar di 14 fakultas. Meskipun begitu, dari sekian banyak mahasiswa yang diterima di USU dari tahun ke tahun, tidak semua mahasiswa dapat menyelesaikan pendidikan dan memperoleh gelar akademik. Sejumlah mahasiswa mengalami putus studi di tengah jalan atau dikenal dengan sebutan drop out (DO). Tabel berikut ini menunjukkan mengenai jumlah mahasiswa yang mengalami drop out dari Universitas Sumatera Utara selama 4 tahun terakhir :

Tabel 1. Jumlah Mahasiswa yang Mengalami Putus Studi di USU dari Tahun 2010 - 2013

Tahun Putus Studi karena Mengundurkan

Diri

Putus Studi Karena

Tidak Mampu Memenuhi

Jumlah Beban Studi

Putus Studi Tanpa Alasan yang Jelas (tidak mengikuti perkuliahan pada semester I atau tidak pernah hadir di kampus selama 2 semester

berturut-turut)

2010 219 606 194

2011 118 438 199

2012 34 199 19

2013 88 294 336

Total 459 1537 748

Sumber : Biro Akademik Universitas Sumatera Utara

(18)

Keputusan Rektor Universitas Sumatera Utara Nomor 1023/J05/SK/2005 tentang Peraturan Akademik Program Sarjana (S-1) Universitas Sumatera Utara (Universitas Sumatera Utara, 2012) menyebutkan bahwa ada tiga hal yang dapat menyebabkan seorang mahasiswa mengalami putus studi yaitu (1) mahasiswa baru yang telah terdaftar sebagai mahasiswa Universitas, tetapi tanpa sesuatu alasan yang jelas dan dapat dipertanggungjawabkan tidak mengikuti perkuliahan pada semester I yang semestinya wajib diikutinya, dengan sendirinya dinyatakan mengundurkan diri sebagai mahasiswa Universitas, (2) Mahasiswa yang tidak memenuhi dan melaksanakan kewajiban akademik yang secara peraturan harus dipenuhinya (dua semester) tanpa alasan yang jelas, dan (3) Mahasiswa program regular dan regular mandiri yang pada evaluasi akhir semester II, IV, VI, dan VIII tidak dapat mengumpulkan jumlah SKS yang lulus masing-masing kurangnya 22 SKS, 45 SKS, 72 SKS, dan 96 SKS dengan bobot nilai sekurang-kurangnya C maka mahasiswa tersebut dinyatakan putus studi. Sebelum surat keputusan studi diterbitkan mahasiswa tersebut diberi kesempatan untuk mengundurkan diri.

(19)

diperoleh para calon mahasiswa saat SMA untuk mendapatkan mahasiswa dengan prestasi akademik terbaik, dan juga diberikan seleksi tertulis yaitu tes kompetensi bidang ilmu yang dilakukan oleh USU, (2) jalur Bidik Misi adalah suatu jalur khusus bagi mahasiswa kurang mampu, dimana seleksi penerimaan pada jalur ini ditentukan oleh rekomendasi dari sekolah dan dinas pendidikan, (3) Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) adalah penerimaan mahasiswa yang dilakukan dengan seleksi melalui ujian tertulis yang diselenggarakan secara nasional, dan (4) jalur mandiri adalah penerimaan mahasiswa yang dilakukan dengan seleksi melalui ujian tertulis yang diselenggarakan oleh USU.

(20)

potensi yang sebenarnya dimiliki, ia tidak mampu tampil sebaik yang diharapkan seperti pelajar lainnya dalam menyelesaikan tugas-tugas sekolah (Shidiq dan Mujidin, 2011).

Penyebab underachiever ada bermacam-macam. McCoach dan Siegle (2003) menyebutkan bahwa faktor penyebab underachiever ada lima, yaitu : (1) konsep diri akademis yang rendah (2) sikap negatif terhadap sekolah, (3) sikap negatif terhadap guru dan kelas, (4) motivasi belajar rendah, dan (5) tidak memahami tujuan pendidikan serta memiliki self regulated learning yang rendah. Peneliti telah melakukan penelitian awal dengan memberikan pertanyaan seputar hal-hal yang menurut mahasiswa menjadi hambatan bagi mereka untuk meraih prestasi. Pertanyaan diberikan kepada tiga orang mahasiswa underachiever yang namanya tercatat di Bagian Administrasi Pendidikan Fakultas X sebagai mahasiswa yang terancam mengalami putus studi, dikarenakan berdasarkan evaluasi semester genap sebelumnya jumlah SKS yang mereka kumpulkan berada di batas minimal (semester II : 22 SKS, IV : 45 SKS, VI : 72 SKS, dan VIII : 96 SKS). Tiga orang mahasiswa tersebut memiliki IP < 2.0 dengan beban SKS yang diambil pada semester yang sedang berjalan adalah 15. Jika tiga orang mahasiswa tersebut tidak mampu mengumpulkan SKS dalam jumlah yang cukup pada evaluasi semester genap berikutnya, maka mereka dapat mengalami putus studi. Adapun jawaban-jawaban yang terkumpul dari tiga mahasiswa tersebut adalah :

(21)

dibilang nggak sulit kak.. standard lah.. Nggak susah belajar disini.. Tapi waktu semester V, orangtua saya tiba-tiba bangkrut.. Bisnisnya hancur.. Jadi saya mengalami kesulitan ekonomi.. Akhirnya saya terpaksa kerja sambilan.. Jadi pelayan di restoran PH.. Jadi saya capek.. Nggak bisa bagi waktu dengan belajar.. IP saya bahkan pernah 0,8.. Selain itu saya juga merasa down dengan kondisi keluarga saya..Untuk waktu belajar, saya ini nggak pernah belajar.. Sehari-hari nggak belajar.. Mau ujian juga nggak belajar..Kalau ada tugas ya nyontek..Diskusi sama teman jarang.. Pokoknya nggak pernah belajar kak..Kalau di kelas saya ya diam aja.. Liat dosen.. Udah.. Nyatat? Agak jarang kak.. Hehehe..”

Komunikasi Personal dengan S, 7 Oktober 2013

“IPK saya memang nggak pernah bagus.. Saya dari SMP memang sudah

mulai bermasalah dalam belajar.. Setiap hari saya main game..Pagi, siang, sore.. Ayik main game kak.. Semakin hari semakin enak.. Orangtua juga nggak begitu mengawasi.. Saya nggak pernah belajar.. Mau ujian pun saya nggak belajar.. Malas..Nggak tau saya gimana cara ngatur waktunya.. Malas aja..Kalau ada tugas, ya nyontek.. Pelajaran disini gak susah-susah kali.. Paling ya hitungan la agak susah.. Tapi ya kalau saya pas serius ya saya bisa ngerti.. Saya ya pingin punya nilai bagus.. Saya pingin tunjukkan sama kawan-kawan kalau saya pintar gitu.. Tapi ya itu kak.. Kebanyakan ya waktu saya habis untuk yang lain, main game, nonton tv.. Gak pernah belajar, ujian pun gak belajar.. Ngulangi pelajaran apalagi..Kalau di kelas ya formalitas aja kak.. Biar gak banyak absennya.. Ya duduk aja.. di belakang, sama abang-abang ini.. terus liat-liat dosen.. Kalau nyatat-nyatat gitu ya sekali-sekali.. Tapi jaranglah.. Hehehehe.”

Komunikasi Personal dengan G, 7 Oktober 2013

“Menurut saya kak yang menyebabkan nilai-nilai saya jatuh itu karena niat.. Saya ini memang malas belajar..Datang kuliah ya cuman duduk..diam.. nanya-nanya gitu gak pernah.. Nyatat ya ada sih.. Sekali-sekali aja.. Tapi seringan nggak.. Saya ini lebih senang main game atau nonton tv.. Padahal orangtua itu mengawasi kak.. Sering mengingatkan..Tapi saya memang nggak pernah belajar.. Nggak punya waktu khusus untuk itu kak.. Kalau ada tugas, yah lihat teman.. Internet.. Saya paling belajar cuman pas ujian aja.. Itupun karena disuruh mamak.. belajarnya juga seadanya..Kalau pas hari-hari biasa, saya nggak belajar.. Malas aja Kak..Saya nggak pernah punya waktu khusus untuk belajar.. Kalau prestasi saya dulu sih, biasa-biasa aja..Nggak pernah menonjol kali..”

(22)

Berdasarkan jawaban-jawaban diatas terlihat bahwa ketiga mahasiswa memiliki alasan yang berbeda mengenai hambatan mereka dalam meraih prestasi, yakni (1) tidak menyediakan waktu untuk belajar, (2) tidak belajar menjelang ujian (kecuali mahasiswa H yang mengaku belajar karena disuruh orangtua), (3) lebih senang bermain game dibandingkan belajar (mahasiswa G dan H), (4) tidak mencatat pelajaran saat dosen menerangkan (mahasiswa G dan H mengaku sesekali mencatat), dan (5) Tidak mengerjakan tugas yang diberikan dan memilih melihat hasil pekerjaan teman (menyontek). Jawaban-jawaban tersebut menunjukkan bahwa ketiga mahasiswa tidak mampu mengarahkan dirinya untuk melakukan hal-hal yang dapat membuat mereka mencapai kesuksesan belajar. Ketiga mahasiswa tidak mampu mengatur dirinya sendiri dalam menghadapi situasi akademis atau dalam dunia pendidikan dikenal dengan istilah self regulated learning yaitu sebuah konsep mengenai bagaimana seorang peserta didik mengarahkan dirinya sendiri dengan menunjukkan perilaku-perilaku tertentu untuk mencapai tujuan akademis (Zimmerman, 1990).

(23)

Shidiq dan Mujidin (2011) dalam penelitiannya mengenai self regulated learning pada siswa underachiever dan overachiever menyebutkan bahwa peserta didik underachiever biasanya kurang memiliki strategi dalam proses belajar, kurang mampu mengatur metakognisi atau proses perencanaan dalam penyelesaian tugas, kurang memilliki tujuan yang jelas dalam proses belajarnya, dan kurang memiliki keyakinan dalam efikasi dirinya. Peserta didik underachiever hanya mengikuti kegiatan teman dan cenderung menyontek, namun ketika mengalami kegagalan siswa underachievers lebih menyalahkan lingkungan dibandingkan mengintropeksi diri, misalnya dengan beralasan bahwa sasaran belajar terlalu tinggi, menyalahkan orang lain atas masalah yang dihadapi, tidak rapi atau tidak lengkap dalam melakukan pekerjaan, dan cenderung menutupi kekurangan dengan alasan kurang realistik serta tidak belajar keras. Hal ini berbeda dengan siswa overachiever, yaitu siswa yang prestasinya melebihi atau melampaui prediksi kemampuannya. Siswa overachiever dikenal sebagai workaholic (gila kerja), selalu berusaha untuk meraih kesempurnaan dalam mengerjakan tugas, memiliki tujuan belajar yang jelas, memiliki keyakinan dalam mengerjakan tugas, serta belajar dengan keras. Siswa overachievers cenderung mengerjakan tugas secara mandiri dan dapat memanfaatkan waktu dengan baik.

(24)

merupakan suatu pendekatan yang dikembangkan sebagai reaksi melawan terapi konvensional. Terapi realitas adalah terapi yang bersifat jangka pendek yang berfokus pada kondisi saat ini, menekankan pada kekuatan pribadi, dan mendorong klien untuk mengembangkan tingkah laku yang lebih realistik agar dapat mencapai kesuksesan.

Terapi realitas dianggap dapat menjadi salah satu metode yang tepat untuk meningkatkan self regulated learning pada mahasiswa underachiever dikarenakan menggunakan pendekatan yang memnfasilitasi mahasiswa untuk mendiskusikan mengenai harapan terhadap prestasi akademisnya, perilaku saat ini yang mendukung atau menghambat harapannya, hingga membentuk perilaku baru yang disesuaikan dengan strategi self regulated learning untuk meningkatkan prestasi akademisnya. Orlich, dkk (2013) menyatakan bahwa terapi realitas memungkinkan seorang guru untuk menunjukkan ekspresi perhatian, memperhatikan siswa satu per satu, dan melibatkan seluruh siswa sehingga jenis terapi ini cocok digunakan dalam membentuk self regulated learning pada siswa di kelas / yang berada dalam kelompok kecil.

(25)

kelompok yang mendapatkan perlakuan berupa terapi realitas, sementara kelompok kontrol tidak mendapatkan perlakuan apapun. Tujuan pelaksanaan penelitian secara eksperimental adalah untuk memastikan bahwa apabila terjadi perubahan self regulated learning pada mahasiswa di kelompok eksperimen maka hal itu adalah disebabkan oleh pengaruh terapi realitas dan bukan oleh sebab-sebab lainnya.

(26)

seperti, mengatasi krisis identitas dan general health weaknesses pada siswi sekolah kejuruan (Marvili, 2012), dan meningkatkan kebahagiaan siswa (Far dkk, 2013).

Berdasarkan uraian permasalahan diatas, maka peneliti bermaksud untuk memberikan terapi realitas guna melihat efektivitas terapi realitas dalam meningkatkan self regulated learning pada mahasiswa underachiever.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan sebelumnya, peneliti merumuskan permasalahan utama yang ingin diketahui dari penelitian ini adalah “bagaimana efektivitas terapi realitas dalam meningkatkan self regulated learning pada mahasiswa underachiever?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui efektivitas terapi realitas dalam meningkatkan self regulated learning pada mahasiswa underachiever, meliputi :

1. Menguji efektivitas terapi realitas untuk meningkatkan self regulated learning pada mahasiswa underachiever

(27)

3. Mendapatkan gambaran mengenai efek perlakuan pada subjek penelitian

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat teoritis dan manfaat praktis :

1. Manfaat teoritis

Memberikan sumbangan untuk ilmu psikologi khususnya psikologi pendidikan, mengenai konsep terapi realitas, self regulated learning, dan underachiever

2. Manfaat Praktis

a. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi Universitas Sumatera Utara dalam hal menangani mahasiswa underachiever. b. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran mengenai

pelaksanaan terapi realitas yang dituangkan dalam bentuk modul terapi realitas.

(28)

E. Sistematika Penulisan

Bab I Pendahuluan

Bab ini terdiri dari latar belakang penelitian, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika penulisan

Bab II Landasan teori

Bab ini menguraikan landasan teori yang mendasari masalah yang menjadi objek penelitian yaitu terapi realitas, self regulated learning, underachiever, dan mahasiswa

Bab III Metode penelitian

Bab ini menguraikan identifikasi variabel, definisi operasional variabel, metode pengambilan sampel, alat ukur yang digunakan, dan metode analisa data yang digunakan untuk mengolah hasil data penelitian.

Bab IV Analisa data dan pembahasan

Berisi pengolahan dan pengorganisasian data penelitian serta membahas data-data penelitian dengan teori yang relevan.

Bab V Kesimpulan dan Saran

(29)

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Self Regulated Learning

1. Pengertian Self Regulated Learning

Teori dan penelitian mengenai self regulated learning mulai muncul sejak pertengahan tahun 1980-an untuk memahami bagaimana seorang peserta didik dapat mengendalikan proses belajarnya sendiri. Zimmerman (dalam Schunk dan Zimmerman, 1998) menyatakan bahwa self regulated learning bukanlah merupakan suatu kemampuan mental seperti halnya inteligensi atau kemampuan akademis lainnya. Self regulated learning adalah kemampuan seorang peserta didik mengarahkan dirinya sendiri dalam menghadapi situasi akademis.

Self regulated learning adalah suatu proses ketika seorang peserta didik berpartisipasi aktif dalam belajar secara metakognisi, motivasi, maupun perilaku (Zimmerman dalam Cheng, 2011). Zumbrunn, Taddlock dan Roberts (2011) menyatakan bahwa self regulated learning adalah suatu proses ketika peserta didik mengendalikan pikiran, perilaku, dan emosinya untuk mencapai kesuksesan di dalam proses belajar.

(30)

suatu proses ketika seorang peserta didik berpartisipasi aktif dalam belajar baik secara metakognisi, motivasi, maupun perilaku. Seorang peserta didik yang memiliki self regulated learning yang baik akan mampu mengendalikan pikiran, perilaku, dan emosinya untuk mencapai kesuksesan di dalam proses belajar.

2. Strategi self regulated learning

Strategi self regulated learning adalah kompilasi dari perencanaan yang digunakan oleh seorang peserta didik dalam mencapai tujuan belajar (Cobb, 2003). Zimmerman (dalam Cheng, 2011) mengemukakan bahwa strategi belajar dapat menggambarkan bagaimana self regulated learning yang dimiliki oleh seorang pelajar. Srategi belajar dapat menggambarkan bagaimana kemauan, motivasi dan metakognisi seorang pelajar yang ditunjukkan dalam bentuk perilaku-perilaku yang nyata.

Zimmerman dan Martinez-Pons (dalam Purdie, Hattie dan Douglas, 1996) mengemukakan mengenai 10 strategi self regulated learning yaitu : a. Evaluasi terhadap kemajuan tugas (self evaluating)

(31)

b. Mengatur materi pelajaran (organizing and transforming)

Strategi organizing menandakan perilaku overt dan covert dari peserta didik untuk mengatur materi yang dipelajari dengan tujuan meningkatkan efektivitas proses belajar. Strategi transforming dilakukan dengan mengubah materi pelajaran menjadi lebih sederhana dan mudah dipelajari c. Membuat rencana dan tujuan belajar (goal setting and planning)

Strategi ini merupakan pengaturan peserta didik terhadap tujuan umum dan tujuan khusus dari belajar dan perencanaan dalam urutan pengerjaan tugas, bagaimana memanfaatkan waktu dan menyelesaikan kegiatan yang berhubungan dengan tujuan tersebut. Perencanaan akan membantu peserta didik untuk menemukan dan mengenali konflik dan krisis yang potensial serta meminimalisir tugas-tugas yang mendesak. Perencanaan juga memungkinkan peserta didik untuk fokus pada hal-hal yang penting dalam perolehan kesuksesan jangka panjang. Untuk mendapatkan manfaat sebesar mungkin dari perencanaan, maka perencanaan perlu ditinjau kembali secara rutin.

d. Mencari informasi (seeking information)

(32)

e. Mencatat hal penting

Strategi ini dilakukan dengan mencatat hal-hal penting yang berhubungan dengan topik yang dipelajari, kemudian menyimpan hasil tes, tugas, maupun catatan yang telah dikerjakan

f. Mengatur lingkungan belajar (environmental structuring)

Peserta didik berusaha memilih atau mengatur aspek lingkungan fisik dengan cara tertentu sehingga membantu mereka untuk belajar lebih baik. g. Konsekuensi setelah mengerjakan tugas (self consequences)

Strategi ini dilakukan dengan mengatur atau membayangkan reward atau punishment yang didapatkan bila berhasil atau gagal dalam mengerjakan tugas

h. Mengulang dan mengingat (rehearsing and memorizing)

Peserta didik berusaha mempelajari ulang materi pelajaran dan mengingat bahan bacaan dengan perilaku yang overt dan covert

i. Mencari bantuan sosial (seek social assistance)

(33)

lingkungan belajar bila ada topik yang tak dimengerti. Orang dewasa yang dimaksud dalam hal ini adalah orang yang lebih berpengalaman.

j. Meninjau kembali catatan, tugas atau tes sebelumnya dan buku pelajaran (review record)

Peserta didik dalam strategi ini meninjau kembali catatan pelajaran sehingga tahu topik apa saja yang akan diuji. Selanjutnya peserta didik meninjau kembali tugas atau tes sebelumnya (review test/work) yang meliputi soal-soal ujian terdahulu tentang topik-topik tertentu, juga tugas-tugas yang telah dikerjakan sebagai sumber informasi untuk belajar. Peserta didik juga membaca ulang buku pelajaran (review text book) yang merupakan sumber informasi yang dijadikan penunjang catatan sebagai sarana belajar.

Berdasarkan uraian diatas, dapat dinyatakan bahwa strategi self regulated learning terdiri atas 10 strategi, yaitu evaluasi terhadap kemajuan tugas, mengatur materi pelajaran, membuat rencana dan tujuan belajar, mencari informasi, mencatat hal penting, mengatur lingkungan belajar, konsekuensi setelah mengerjakan tugas, mengulang dan mengingat, mencari bantuan sosial, dan meninjau kembali catatan, tugas, atau tes sebelumnya dan buku pelajaran.

3. Perkembangan self regulated learning

(34)

pengaruh diri sendiri. Self regulated learning memiliki empat tingkat perkembangan yaitu tingkat pengamatan, peniruan, kontrol diri, dan regulasi diri.

Pada level pengamatan dan peniruan, self regulated learning peserta didik berkembang melalui pengaruh sosial baik dari guru, orangtua, pelatih, maupun teman sebaya. Selanjutnya pada level control diri dan regulasi diri, peserta didik sudah mampu menerapkan strategi self regulated learning secara mandiri.

[image:34.612.115.489.413.601.2]

Untuk keterangan yang lebih jelas mengenai perkembangan self regulated learning, dapat dilihat pada tabel 1 berikut :

Tabel 2. Perkembangan Self Regulated Learning

Level Perkembangan Pengaruh Sosial Pengaruh Diri Sendiri 1. Pengamatan

(Observational) 2. Peniruan

(emulative)

Modeling, instruksi verbal, umpan balik dari lingkungan, adanya pengawasan, peer teaching, cooperative

learning. 3. Kontrol diri (self

controlled)

4. Pengaturan diri (self regulated)

Standar dari diri sendiri, self reinforcement, proses self regulatory, self efficacy

Sumber : Schunk dan Zimmerman (1998) a. Level pengamatan (observational)

(35)

melakukan pengamatan terhadap model (guru, orangtua, dsb) yang menjelaskan bagaimana proses berpikir saat sedang mengerjakan tugas. Peserta didik kemudian mempersepsikan adanya kesamaan dengan model dan seolah-olah melakukan apa yang dilakukan model. Peserta didik selanjutnya akan termotivasi untuk mengembangkan self regulated learning.

b. Level peniruan (emulative)

Level peniruan (emulative) adalah ketika peserta didik menunjukkan performansi yang hampir sama dengan model. Peserta didik biasanya tidak langsung meniru model, namun berusaha menyamakan pola-pola umum yang dilakukan oleh model. Level ini cukup penting, sebab seorang peserta didik perlu melakukan strategi secara langsung agar strategi tersebut masuk ke dalam skema berfikir mereka.

c. Level kontrol diri (self controlled)

Level kontrol diri adalah suatu fase dimana peserta didik sudah mampu menggunakan sendiri strategi-strategi belajar ketika mengerjakan tugas. Strategi yang digunakan peserta didik biasanya sudah terinternalisasi meskipun masih dipengaruhi oleh standar performansi yang ditunjukkan oleh model.

d. Level pengaturan diri (self regulated)

(36)

pula termotivasi oleh tujuan tertentu dan memiliki self efficacy. Peserta didik yang berada pada level ini sudah dapat menggunakan strategi-strategi khusus dan mengadaptasinya untuk kondisi yang berbeda baik dengan petunjuk model ataupun tanpa petunjuk model.

B. Terapi Realitas

1. Pengertian Terapi Realitas

Terapi realitas diperkenalkan oleh William Glasser pada tahun 1950-an. Terapi realitas merupakan suatu pendekatan yang dikembangkan sebagai reaksi melawan terapi konvensional. Terapi realitas adalah terapi yang bersifat jangka pendek yang berfokus pada kondisi saat ini, menekankan pada kekuatan pribadi, dan mendorong individu untuk mengembangkan tingkah laku yang lebih realistik agar dapat mencapai kesuksesan (Corey, 2009).

(37)

identitasnya (identity image) berdasarkan atas pemenuhan kebutuhan psikologisnya. Individu yang berhasil menemukan kebutuhannya, yaitu terpenuhinya kebutuhan cinta dan penghargaan akan mengembangkan gambaran diri sebagai orang yang berhasil dan membentuk identitasnya dengan success identity sebaliknya jika individu yang gagal menemukan kebutuhannya, akan mengembangkan gambaran diri sebagai orang yang gagal dan membentuk identitasnya dengan identitas kegagalan (failure identity). Gambaran identitas ini dimiliki oleh setiap orang mulai dari usia lima tahun hingga dewasa. Berdasarkan segenap pengalaman-pengalamannya, individu akan memberikan gambaran terhadap dirinya sebagai orang yang berhasil atau gagal. Terapi realitas dalam hal ini berperan untuk membantu individu dalam mencapai success identity, dimana dalam terapi, terapis akan berfokus pada perilaku individu saat ini. Namun, terapi realitas berbeda dengan pendekatan behavioral yang berfokus pada stimulus respon. Terapi ini berpusat pada person yang melihat perilaku dalam konteks fenomenologis.

(38)

2. Prosedur Terapi Realitas

Glasser dan Wubbolding (dalam Corey, 1996) menyebutkan bahwa prosedur terapi realitas dapat dilakukan dengan langkah WDEP, yaitu wants, direction and doing, evaluation, dan planning. Berikut ini adalah penjelasan dari langkah WDEP :

1) Wants : Wants merupakan suatu tahapan dimana terapis melakukan eksplorasi terhadap harapan, kebutuhan dan persepsi dari individu.

Terapis dapat bertanya, “Apa yang anda inginkan?”. Melalui pertanyaan -pertanyaan yang diajukan terapis, seorang individu diharapkan dapat memahami apakah harapan-harapan mereka sejalan dengan kebutuhan mereka saat ini. Terapis pada tahapan ini harus bersifat hangat dan menerima sehingga memungkinkan konseli untuk menjabarkan setiap hal yang ia inginkan baik dalam keluarga, pertemanan, ataupun pekerjaan.

Beberapa pertanyaan yang dapat digunakan pada sesi ini adalah : “Jika

anda sudah menjadi sosok impian anda, bagaimanakah sosok itu?”

“Bagaimana reaksi keluarga anda jika keinginan mereka dan keinginan

anda sejalan?” “Apakah anda ingin berubah?” “Menurut anda, apa yang

membuat anda tidak dapat berubah?”

2) Direction and Doing : Terapis realitas menekankan pada perilaku saat ini dan bukan pada masa lalu. Oleh karenanya, seorang terapis realitas

biasanya sering bertanya, “Apa yang anda lakukan saat ini?” Meskipun

(39)

perlu belajar bagaimana cara berdamai dengan masa lalunya dan menunjukkan perilaku yang lebih baik untuk mencapai keinginannya. Kondisi masa lalu individu boleh saja didiskusikan apabila hal itu memang dapat membantu individu menyusun perencanaan hidup yang lebih baik.

Pada sesi ini, terapis mendiskusikan dengan individu mengenai apa saja tujuan hidup mereka, apa yang akan mereka lakukan, dan kemana hidup mereka akan berjalan dengan perilaku yang mereka tunjukkan saat ini.

Seorang terapis dapat bertanya, “Apa yang anda lihat pada diri anda saat

ini? Bagaimana masa depan anda?”.

3) Evaluation

Inti dari terapis realitas adalah untuk membantu individu mengevaluasi

perilakunya. Terapis dapat bertanya, “Apakah perilaku anda saat ini

cukup rasional untuk membawa anda ke keinginan anda? Apakah perilaku anda dapat mewujudkan apa yang menjadi keinginan

anda?”.Terapis pada tahapan ini dapat mengkonfrontasi individu

mengenai konsekuensi dari perilakunya.

(40)

dalam membuat perencanaan perilaku, ada beberapa hal yang harus diperhatikan yaitu :

a. Pembuatan rencana perilaku harus memperhatikan kapasitas motivasi dan kemampuan dari setiap individu. Seorang konselor yang terlatih dapat membantu individu untuk membuat perencanaan yang memuaskan kehidupannya. Konselor misalnya dapat bertanya kepada

individu, “rencana seperti apa yang harus anda buat agar anda lebih

puas dengan hidup anda?”

b. Perencanaan yang baik adalah perencanaan yang sederhana dan mudah dimengerti. Perencanaan perilaku harus bersifat spesifik, konkrit, dapat diukur, dan harus fleksibel atau dapat diubah-ubah ketika individu sudah memahami perilaku apa yang sebenarnya ingin diubah. c. Perencanaan yang dibuat haruslah berdasarkan pada persetujuan

individu.

d. Konselor harus mendorong individu untuk membuat perencanaannya sendiri

e. Perencanaan yang baik adalah perencanaan yang bersifat repetitif dan dilakukan setiap hari

f. Perencanaan harus dilakukan sesegera mungkin

(41)

pekerjaan, menulis surat untuk teman, masuk klub yoga, makan makanan bergizi, dan berlibur

h. Sebelum individu melakukan perencanaan, ada baiknya jika individu diminta untuk mengevaluasi perencanaan yang dibuat, apakah perencanaan tersebut sudah realistis.

i. Untuk memastikan bahwa individu akan melaksanakan rencana yang sudah dibuat, maka individu harus membuat pernyataan secara tertulis. Pelaksanaan terapi realitas pada penelitian ini akan diselenggarakan secara berkelompok. American Psychological Association (APA) dalam situsnya (www.apa.org) menuliskan bahwa terapi kelompok adalah terapi yang melibatkan satu atau dua orang terapis yang membawakan terapi untuk satu kelompok yang terdiri dari 5 hingga 15 orang individu yang memiliki permasalahan yang sama. Spitz dan Spitz (1999) menyebutkan bahwa terapi kelompok adalah terapi yang dibawakan oleh seorang profesional untuk sekelompok orang yang memiliki keinginan untuk menyelesaikan permasalahannya secara bersama-sama. Anggota kelompok adalah orang-orang yang memiliki permasalahan psikologis yang sama dan membutuhkan psikoterapi untuk menyelesaikan permasalahannya.

(42)

anggota kelompok belajar dari pengalaman anggota kelompok lain yang berhasil mengatasi masalahnya dengan strategi tertentu.

Berdasarkan prosedur terapi diatas, maka dapat disimpulkan bahwa terapi realitas secara garis besar melalui empat tahapan yang disebut WDEP (wants, direction and doing, evaluation, dan planning and commitment). Saat memasuki tahapan planning and commitment, seorang terapi juga harus memperhatikan 9 hal (a - i) yang dikemukakan oleh Wubbolding (dalam Corey, 1996) agar individu dapat membuat suatu perencanaan yang relistis, spesifik, mudah dimengerti, dan dapat segera dilaksanakan. Adapun pelaksanaan terapi realitas yang akan diselenggarakan secara berkelompok dapat diartikan sebagai bentuk terapi realitas yang dibawakan oleh satu, dua, atau beberapa terapis. Anggota kelompok yang mengikuti terapi realitas berjumlah antara 5 – 15 orang, memiliki permasalahan psikologis yang sama, membutuhkan psikoterapi, dan bersedia mengikuti terapi kelompok (menyelesaikan permasalahannya bersama-sama dengan orang lain).

3. Faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan terapi

Lynch (2012) mengemukakan ada beberapa faktor yang mempengaruhi keberhasilan dari suatu terapi, yaitu :

a. Kedekatan antara terapis dan individu

(43)

individu, tenang, hangat, dan penuh penghargaan terhadap individu.

Kedekatan antara terapis dan individu biasanya dapat dibentuk dalam waktu yang cukup cepat yaitu 2-4 sesi atau bahkan 10 menit saja, tergantung dari bagaimana pembawaan terapis saat pertama kali bertemu dengan individu.

b. Motivasi Subjek

Motivasi individu dalam mengikuti terapi adalah kunci utama yang menentukan keberhasilan dari suatu terapi. Motivasi subjek dapat terlihat dari kehadiran subjek dalam seluruh sesi terapi dan kemampuan subjek untuk selalu bersikap kooperatif.

c. Kemampuan subjek mempelajari perilaku baru

Subjek yang berhasil meraih kesuksesan adalah subjek yang merasa kondisinya lebih baik setelah mengikuti terapi. Hal ini ditunjukkan dengan kesediaan dan kemampuan subjek untuk mempelajari perilaku baru seperti meningkatnya rasa percaya diri, ataupun berkurangnya simptom-simptom yang sebelumnya dimiliki.

C. Mahasiswa Universitas Sumatera Utara

(44)

(Universitas Sumatera Utara, 2012) menyebutkan bahwa mahasiswa USU adalah peserta didik yang terdaftar secara sah pada salah satu program akademik, profesi, dan vokasi Universitas. Berdasarkan informasi yang diperoleh dari Biro Akademik USU, untuk menjadi peserta didik yang terdaftar secara sah di program akademik S-1 (sarjana) USU adalah dengan lulus dari salah satu jalur seleksi masuk mahasiswa USU, yaitu (1) jalur undangan adalah penerimaan dengan cara membandingkan nilai-nilai yang diperoleh para calon mahasiswa saat SMA untuk mendapatkan mahasiswa dengan prestasi akademik terbaik, dan juga diberikan seleksi tertulis yaitu tes kompetensi bidang ilmu yang dilakukan oleh USU, (2) jalur Bidik Misi adalah suatu jalur khusus bagi mahasiswa kurang mampu, dimana seleksi penerimaan pada jalur ini ditentukan oleh rekomendasi dari sekolah dan dinas pendidikan, (3) Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) adalah penerimaan mahasiswa yang dilakukan dengan seleksi melalui ujian tertulis yang diselenggarakan secara nasional, dan (4) jalur mandiri adalah penerimaan mahasiswa yang dilakukan dengan seleksi melalui ujian tertulis yang diselenggarakan oleh USU.

(45)

D. Underachiever

1. Pengertian Underachiever

Underachiever adalah sebutan untuk peserta didik yang mengalami underachievement, yaitu suatu kondisi dimana angka prestasi seorang pelajar berada jauh di bawah yang diperkirakan (perkiraan dapat dilakukan dengan pengukuran menggunakan prediktor atau alat tertentu) (Thorndike dalam Smith, 2005). Reis dan McCoach (dalam McCoach dan Siegle, 2003) menyebuktkan bahwa underachiever adalah suatu kondisi dimana peserta didik menunjukkan adanya perbedaan antara prestasi yang diharapkan atau expected achievement (diukur melalui tes akademis terstandar atau pemeriksaan intelektual) dengan prestasi aktualnya (diukur melalui evaluasi guru atau kesesuaian tingkatan kelas / school grade).

(46)

mahasiswa USU. Sistem seleksi dapat dilakukan dengan beberapa cara, baik melalui evaluasi hasil studi selama duduk di bangku SMA maupun mengikuti ujian tertulis. Latar belakang penerimaan mahasiswa melalui jalur seleksi adalah agar perguruan tinggi negeri dapat memperoleh mahasiswa yang berprestasi akademik tinggi dan diprediksi dapat berhasil menyelesaikan studi di perguruan tinggi berdasarkan prestasi akademik. Apabila seorang mahasiswa yang masuk ke USU melalui jalur seleksi yang telah ditentukan dan kemudian tidak berhasil memperoleh prestasi akademik yang memuaskan, maka mahasiswa tersebut dikategorikan sebagai mahasiswa underachiever. Cara penegakan kondisi underachiever yang kedua adalah dengan melakukan pemeriksaan intelektual. Galagher (dalam Coil, 1999) menyebutkan bahwa siswa underachiever adalah siswa yang memiliki kesenjangan antara nilai akademisnya dengan skor tes inteligensinya. Kowitz (dalam Coil, 1999) menyebutkan bahwa underachiever adalah siswa yang prestasinya berada di bawah level statistik yang diprediksi untuk siswa yang memiliki IQ sama dengan siswa tersebut. Apabila seorang mahasiswa memiliki prestasi akademis yang tidak sesuai/senjang dengan prediksi prestasinya berdasarkan IQ yang dimiliki, maka mahasiswa tersebut dikategorikan sebagai mahasiswa underachiever.

(47)

dapat dilakukan dengan pengukuran menggunakan prediktor atau alat tertentu).

2. Faktor-faktor yang Menyebabkan terjadinya Underachiever

Dowdall dan Colangelo, 1982; Reis dan Mc Coach, 2000; dan Whitmore, 1980 (dalam McCoach dan Siegle, 2003) mengemukakan ada beberapa hal yang mengakibatkan terjadinya underachiever yaitu academic self perception yang rendah, sikap negatif terhadap sekolah, sikap negatif terhadap guru dan kelas, motivasi dan self regulation yang rendah, serta rendahnya goal valuation. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada uraian berikut ini :

a. Persepsi diri dalam Hal Akademis (Academic Self Perception)

Siswa mengembangkan kepercayaan dirinya dengan berbagai cara. Siswa yang memiliki kepercayaan diri yang tinggi terhadap kemampuan yang mereka miliki biasanya lebih antusias dalam mengikuti berbagai aktivitas. Persepsi seorang peserta didik mengenai kemampuan yang dimiliki akan menentukan jenis kegiatan apa yang dipilih, dan sejauh mana keuletan mereka dalam menjalankan aktivitas tersebut.

(48)

memiliki kemampuan yang setara atau diatas teman-temannya, maka ia akan mengembangkan konsep diri yang tinggi. Konsep diri akademis merupakan prediktor yang signifikan dalam menentukan prestasi akademis seorang pelajar. Penelitian menunjukkan bahwa prestasi akademis dapat diprediksi hanya dengan melihat konsep diri akademis saja (Lyon dalam McCoach dan Siegle, 2003). Seorang pelajar underachiever biasanya memiliki konsep diri akademis yang rendah (Bruns, 1992; Diaz, 1998; Dowdall dan Colangelo, 1982; Ford, 1996; Supplee, 1990; Whitmore, 1980; dalam McCoach dan Siegle, 2003), oleh karenanya mereka mendapatkan prestasi akademis yang juga rendah.

b. Sikap terhadap sekolah

Sikap terhadap sekolah meliputi ketertarikan dan perasaan seorang pelajar terhadap sekolahnya. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa pelajar underachiever memiliki sikap yang negatif terhadap sekolah (Bruns, 1992; Diaz, 1998; Ford, 1996; Frankel, 1965; Mandel dan Marcus, 1988; McCall, Evahn, dan Kratzer, 1992; Rimm, 1995 dalam McCoach dan Siegle, 2003). Penelitian juga menunjukkan bahwa siswa yang berprestasi baik biasanya memiliki ketertarikan terhadap belajar (Weiner dalam McCoach dan Siegle, 2003).

(49)

Ketertarikan siswa terhadap sekolah berhubungan dengan penggunaan strategi self-regulatory dan motivasi yang dimiliki (Scheifele, 1991; Wigfield, 1994 dalam McCoach dan Siegle, 2003). Kepribadian guru dan kemampuan guru mengatur kelas dapat mempengaruhi prestasi siswa (Peters, Grager-Loidl, dan Supplee dalam McCoach dan Siegle, 2003). Pelajar dengan kondisi underachieber biasanya memiliki masalah dengan figur otoritas seperti guru dan personel sekolah (Mandel dan Marcus 1988; McCall dkk, 1992; dalam McCoach dan Siegle, 2003) dan para pelajar ini biasanya mengembangkan sikap bermusuhan terhadap figur otoritas termasuk guru (Mandel dan Marcus dalam McCoach dan Siegle, 2003). Oleh karena itu, McCoach dan Siegle (2003) menyimpulkan bahwa sikap pelajar terhadap guru dan kelas berhubungan positif dengan prestasi akademis.

d. Motivasi dan Pengaturan Diri (Self Regulation)

(50)

tidak memiliki self regulation yang baik. Seorang underachiever bisa saja memiliki pengetahuan mengenai strategi self regulation, namun tidak melakukan usaha untuk menerapkan strategi tersebut.

e. Penghargaan terhadap Tujuan (Goal Valuation)

Penghargaan seorang siswa terhadap tujuan belajarnya merupakan hal penting untuk membentuk motivasi dan academic self regulation. Saat seorang pelajar menghargai tujuannya dalam bersekolah, maka mereka akan menunjukkan keterlibatan yang lebih baik dan menunjukkan usaha lebih dalam belajar, kemudian dengan sendirinya mereka akan meraih prestasi akademis yang baik (Pintrich dan de Groot; Wigfield, 1994 dalam McCoach dan Siegle, 2003).

E. Mahasiswa Underachiever di Universitas Sumatera Utara

(51)

Memberikan kategori underachiever pada mahasiswa USU didasarkan pada Keputusan Rektor Universitas Sumatera Utara Nomor 1023/J05/SK/2005 tentang Peraturan Akademik Program Sarjana S-1 Universitas Sumatera Utara (Universitas Sumatera Utara, 2012) yang menyebutkan bahwa salah satu hal yang menyebabkan putus studi pada mahasiswa USU yang terdaftar di program sarjana adalah karena pada evaluasi akhir semester II, IV, VI, dan VIII tidak dapat mengumpulkan SKS yang lulus masing-masing sekurang-kurangnya 22 SKS, 45 SKS, 72 SKS, dan 96 SKS dengan bobot nilai sekurang-kurangnya C. Adanya sistem seleksi yang diberlakukan untuk setiap calon mahasiswa USU menunjukkan bahwa setiap mahasiswa telah melewati persaingan ketat untuk menjadi mahasiswa USU, dan juga dianggap telah memenuhi kriteria tertentu sehingga dianggap layak dan mampu untuk mengikuti pendidikan di USU. Oleh karena itu, mahasiswa yang tidak berhasil mengumpulkan beban SKS yang telah ditentukan pada setiap semester dapat dinyatakan memiliki suatu permasalahan sehingga tidak dapat meraih prestasi sesuai dengan yang telah diprediksi saat lulus seleksi. Thorndike dalam Smith (2005) menyebutkan bahwa angka prestasi seorang pelajar yang berada jauh dibawah angka yang diperkirakan (perkiraan dilakukan dengan pengukuran menggunakan prediktor atau alat tertentu) disebut dengan kondisi underachievement.

(52)

evaluasi akhir semester II, IV, VI, dan VIII tidak dapat mengumpulkan SKS yang lulus masing-masing sekurang-kurangnya 22 SKS, 45 SKS, 72 SKS, dan 96 SKS dengan bobot nilai sekurang-kurangnya C.

F. Efektivitas Terapi Realitas untuk Meningkatkan Self Regulated Learning

pada Mahasiswa Underachiever di Universitas Sumatera Utara

Salah satu penyebab putus studi pada mahasiswa USU adalah ketidakmampuan mahasiswa dalam mengumpulkan jumlah SKS yang sesuai dengan yang telah ditentukan pada saat evaluasi akhir semester II, IV, VI, dan VIII. Ketidakmampuan mengumpulkan jumlah SKS yang sesuai berkaitan dengan ketidakmampuan mahasiswa dalam meraih nilai yang memadai, dimana nilai rendah yang diperoleh mahasiswa untuk setiap SKS akan berdampak pada rendahnya angka indeks prestasi (IP) yang diperoleh, dan semakin rendah IP yang diperoleh maka semakin rendah pula beban SKS yang diizinkan untuk diambil pada semester berikutnya.

(53)

semasa SMA (seperti pada jalur undangan dan Bidik Misi). Mahasiswa yang telah melewati jalur seleksi adalah mahasiswa yang diprediksi dapat memperoleh prestasi akademik baik pada saat duduk di bangku kuliah. Oleh karena itu, mahasiswa yang prestasi akademiknya tidak baik (terlihat dari indeks prestasi yang tidak memuaskan (IP < 2.0) dan tidak mampu mengumpulkan jumlah SKS sesuai dengan yang telah ditentukan) dapat dinyatakan memiliki angka prestasi yang berada jauh dibawah yang diprediksi. Kondisi ini dikenal dengan sebutan underachiever, sebagaimana yang dikemukakan oleh Whitmore (1985) underachiever adalah suatu kondisi dimana prestasi akademis seorang peserta didik berada di bawah prediksi prestasi akademisnya.

Peneliti telah melakukan preliminary research terhadap tiga orang mahasiswa underachiever di USU yang mengalami hambatan dalam meraih prestasi yang memadai. Kesimpulannya, mahasiswa underachiever di USU yang dilibatkan dalam preliminary research ternyata tidak mampu mengatur dirinya sendiri dalam menghadapi situasi akademis, yang dalam dunia pendidikan dikenal dengan istilah self regulated learning yaitu sebuah konsep mengenai bagaimana seorang peserta didik menjadi regulator atau pengatur bagi belajarnya sendiri (Zimmerman dan Martinez-Ponz dalam Schunk dan Zimmerman, 1998)

(54)

learning) jika tidak segera diantisipasi maka dapat menghambat proses studi yang dilakukan. Bahkan jika mahasiswa tidak dapat memenuhi ketentuan nilai yang ditetapkan oleh perguruan tinggi, mahasiswa tersebut terpaksa drop out. Oleh karena itu, penelitian ini bermasud untuk memberikan intervensi berupa terapi realitas (Glasser dalam Corey, 2009) guna meningkatkan self regulated learning pada mahasiswa underachiever.

(55)
(56)

Bagan 1. Paradigma Penelitian

Langkah terapi realitas (WDEP): Hasil preliminary research terhadap mahasiswa underachiever di USU menemukan bahwa

mereka memiliki self regulated learning yang rendah.

Dilakukan upaya meningkatkan self regulated learning dengan memberikan terapi realitas yang efektivitasnya diukur melalui studi pretest-posttest control group design

Kelompok Kontrol : 5 orang Kelompok Eksperimen : 5 orang

Pretest :

Pengukuran skor self regulated learning sebelum perlakuan

Pretest :

Pengukuran skor self regulated learning sebelum perlakuan

Tidak mendapatkan perlakuan Mendapatkan perlakuan : terapi realitas

Posttest :

Pengukuran skor self regulated learning setelah perlakuan

Posttest :

Pengukuran skor self regulated learning setelah perlakuan

 W : eksplorasi harapan mahasiswa dalam bidang akademis

 D : identifikasi perilaku belajar mahasiswa saat ini

 E : Evaluasi terhadap kesesuaian antara harapan dengan perilaku mahasiswa

 P : Pembentukan perilaku belajar baru dengan

berpedoman pada 10 strategi self regulatedlearning

Strategi Self Regulated Learning

1. Evaluasi terhadap kemajuan tugas 2. Mengatur materi

pelajaran

3. Membuat rencana dan tujuan belajar

4. Mencari informasi 5. Mencatat hal penting 6. Mengatur lingkungan

belajar

7. Konsekuensi setelah mengerjakan tugas 8. Mengulang dan

mengingat

9. Mencari bantuan sosial 10. Meninjau kembali

catatan, tugas, tes Analisa hasil posttest untuk melihat apakah ada

(57)

G. Hipotesis Penelitian

(58)

BAB III

METODE PENELITIAN

Metode penelitian merupakan salah satu elemen penting dalam suatu penelitian sebab metode penelitian menyangkut cara yang benar dalam pengumpulan data, analisis data, serta pengambilan keputusan hasil penelitian (Hadi, 2000). Bab ini membahas mengenai preliminary research, desain penelitian eksperimen, metode pengambilan data penelitian, subjek penelitian, dan modul terapi realitas.

A.Preliminary Research

Preliminary research adalah tahapan awal dari suatu penelitian yang bertujuan untuk mencari sejumlah informasi yang digunakan untuk menetapkan topik dari suatu penelitian. Pada penelitian ini, preliminary research dilakukan untuk mendalami permasalahan yang mengakibatkan munculnya mahasiswa underachiever. Langkah-langkah yang dilakukan dalam preliminary research adalah sebagai berikut :

1. Mengurus perizinan

(59)

2. Pemilihan subjek penelitian yang dilibatkan dalam preliminary research

Teknik pemilihan subjek penelitian untuk preliminary research menggunakan teknik purposive sampling. Johnson dan Christensen (2004) mengemukakan bahwa purposive sampling adalah suatu teknik yang dipakai oleh seorang peneliti yang sudah memiliki karakteristik spesifik mengenai populasinya, kemudian peneliti tersebut mencoba untuk mencari dimana kira-kira lokasi populasinya berada, dan selanjutnya mencari orang-orang yang sesuai dengan karakteristik yang diinginkan peneliti. Saat bertemu dengan orang yang memenuhi karakteristik, peneliti akan bertanya mengenai kesediaan mereka untuk berpartisipasi dalam penelitian. Peneliti akan terus melakukan pencarian hingga jumlah sampel penelitian dianggap sudah cukup.

(60)

mendapatkan data berupa catatan nama-nama mahasiswa yang sesuai karakteristik, peneliti kemudian mencari 3 orang mahasiswa dan meminta kesediaan mereka untuk berpartisipasi dalam preliminary research.

3. Metode pengambilan data dalam preliminary research

Metode pengambilan data dalam preliminary research dilakukan dengan menggunakan dokumen organisasi dan wawancara.

a. Dokumen organisasi

(61)

b. Wawancara

Jenis wawancara yang digunakan dalam preliminary research adalah wawancara mendalam / depth interview tanpa pedoman wawancara (Poerwandari, 2001). Wawancara mendalam memungkinkan peneliti untuk melakukan probing pada subjek penelitian jika data penelitian dianggap belum begitu jelas untuk ditarik kesimpulannya.

4. Hasil preliminary research

Hasil dari preliminary research telah dicantumkan di bab I. Permasalahan yang mengakibatkan munculnya hambatan dalam meraih prestasi yang memadai pada mahasiswa underachiever adalah karena ketidakmampuan mahasiswa dalam mengatur diri sendiri dalam situasi akademis, atau dikenal dengan istilah self regulated learning.

B.Desain Penelitian Eksperimen

(62)

independenatau bebas adalah variabel yang dimanipulasi di dalam penelitian eksperimen, dan variabel dependen/tergantung adalah variabel yang diasumsikan akan berubah dikarenakan adanya manipulasi pada variabel independen/bebas. Adapun variabel bebas dan tergantung dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

Variabel bebas : Terapi realitas

Variabel tergantung : Self regulated learning

Johnson dan Christensen, 2004 menyebutkan bahwa di dalam penelitian eksperimen terdapat beberapa jenis desain penelitian. Desain penelitian merupakan outline, rencana, atau strategi yang akan digunakan untuk menjawab pertanyaan penelitian. Desain penelitian yang dipilih dalam penelitian ini adalah pretest-posttest control-group design, yaitu suatu desain yang menggunakan dua kelompok, yaitu kelompok kontrol dan kelompok eksperimen.

(63)

varians untuk membuktikan apakah keberadaan dan ketiadaan variabel bebas memang menghasilkan suatu efek terhadap variabel tergantung.

Setelah pemberian posttest, peneliti juga akan melakukan follow up, yaitu melakukan pengukuran variabel tergantung kembali pada kelompok eksperimen untuk melihat apakah efek pemberian variabel bebas akan bertahan selama beberapa waktu setelah pengadministrasian. Agar lebih jelas, rancangan eksperimen dapat dilihat pada gambar berikut ini :

Gambar 1. Desain Penelitian Eksperimen

Keterangan :

KE : Kelompok Eksperimen X : Variabel bebas KK : Kelompok Kontrol -X : Tanpa variabel bebas

R : Random O2 : Posttest

O1 : Pretest O3 : Follow Up

C.Definisi Operasional

1. Self Regulated Learning

Self regulated learning adalah sebuah konsep mengenai bagaimana seorang peserta didik mengarahkan dirinya sendiri dengan menunjukkan perilaku-perilaku tertentu untuk mencapai tujuan akademis (Zimmerman, 1990). Self regulated l

Gambar

Tabel 1. Jumlah Mahasiswa yang Mengalami Putus Studi di USU dari
Tabel 2. Perkembangan Self Regulated Learning
Tabel 3. Kategorisasi Skor Self Regulated Learning
Tabel 4. Hasil Seleksi Subjek Penelitian Berdasarkan Skor Skala
+7

Referensi

Dokumen terkait

Setelah siswa mendapat kesempatan terlibat dalam proses pengamatan dengan bantuan alat peraga, maka di harapkan akan tumbuh minat belajar matematika

Pengawasan Pemeliharaan Jalan Kecamatan Nunukan , maka dengan ini kami mengundang saudara untuk hadir dalam acara pembuktian kualifikasi sesuai jadwal berikut :.. Tempat :

Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan Kimani, Kara, and Nyala (2012), mengemukakan bahwa pendidikan kesehatan HIV/AIDS dapat memberikan pengaruh yang bermakna

merupakan jenis unggas paling sukses yang berhasil didomestifikasi, namun populasinya di alam, terutama di Taman Nasional Baluran tidak terlalu besar dan persebarannya

Berdasarkan hasil penelitian terhadap siswa kelas XI IPA 2 SMA Negeri 7 Banjarmasin Tahun Pelajaran 2013/2014, dapat disimpulkan bahwa (1) Dengan menggunakan strategi

Dari hasil tersebut dapat diketahui bahwa guru kurang maksimal dalam menjelaskan kembali semua materi yang diberikan, siswa kurang memperhatikan dan menanggapi

It is expected that the finding can be useful for student teachers who will do their teaching practicum in hotels, also for those who are interested in studying

4 Saya bersemangat dalam bekerja karena sesuai dengan keahlian yang saya miliki.. 5 Saya bertanggung jawab atas pekerjaan yang diberikan