• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I BAB II and BAB III revisi.docx

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "BAB I BAB II and BAB III revisi.docx"

Copied!
26
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Islam merupakan agama Allah SWT sekaligus agama yang terakhir yang disampaikan kepada Nabi Muhammad SAW melalui malaikat jibril dengan tujuan untuk mengubah akhlak manusia ke arah yang lebih baik di sisi Allah SWT. Banyak cara yang dilakukan oleh manusia untuk mencapai ketakwaan di sisi-Nya atau yang disebut juga dengan kata “Politik”. Karena politik dapat dikatakan sebagai suatu cara untuk mencapai tujuan tertentu. Tidak sedikit masyarakat menganggap bahwa politik adalah sesuatu yang negatif yang harus dijauhi. Padahal tidak semestinya selalu begitu, bahkan politik sangat dibutuhkan dalam hidup beragama. Andai saja kita tidak mempunyai cara untuk melakukan pendekatan kepada Allah SWT, maka dapat dipastikan kita sebagai manusia biasa juga tidak akan pernah mencapai kata beriman dan takwa disisi-Nya, dikarenakan tidak akan pernah tercapai suatu tujuan jika tidak ada usaha atau cara yang dilakukannya untuk mencapai tujuan tersebut. Realita inilah yang harus kita ubah dikalangan masyarakat setempat, setidaknya dimulai dari lingkungan keluarga, masyarakat, kemudian untuk bangsa dan negara kita.

Islam bukanlah suatu ilmu yang harus dipertandingnya dengan tulisan atau dengan ceramah belaka tanpa diterapkan dalam kehidupan sehari- hari. Karena islam sangat identik dengan sifat, pemikiran, tingkah laku, dan perbuatan manusia dalam kehidupan sehari- hari untuk mendekatkan diri kepada Allah dengan tujuan mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat. Tentunya untuk mencapai hal tersebut, kita harus mempunyai suatu cara tertentu yang tidak melanggar ajaran agama dan tidak merugikan umat manusia. Banyak yang beranggapan bahwa jika agama dimasukkan dalam suatu politik, maka agama ini tidak akan murni lagi. Namun ada yang beranggapan lain, karena jika agama tidak menggunakan suatu politik atau cara, maka agama tersebut tidak akan sampai pada tujuannya. Kalaupun pada kenyataannya banyak yang tidak berhasil, mungkin cara yang digunakan belum sempurna dan perlu menambahan ilmu.

(2)

1.2 Rumusan Masalah

1.2.1 Bagaimana pandangan politik menurut aliran Syi’ah, Murji’ah, Khawarij dan Mu’tazilah ?

1.2.2 Bagaimana pandangan aqidah menurut aliran Syi’ah, Murji’ah, Khawarij dan Mu’tazilah ?

1.2.3 Siapakah Tokoh-tokoh aliran Syi’ah, Murji’ah, Khawarij dan Mu’tazilah ?

1.3 Tujuan

1.3.1 Agar bisa mengetahui dan memahami pandangan politik islam menurut aliran Syi’ah, Murji’ah, Khawarij dan Mu’tazilah ?

1.3.2 Agar bisa mengetahui dan memahami pandangan aqidah menurut aliran Syi’ah, Murji’ah, Khawarij dan Mu’tazilah ?

1.3.3 Agar bisa mengetahui dan mengenal Tokoh-tokoh aliran Syi’ah, Murji’ah, Khawarij dan Mu’tazilah ?

Ada beberapa alasan mengapa tulisan ini dibuat penulis, yaitu : 1. Memenuhi tugas mata kuliah Agama

2. Dapat membandingkan politik yang terjadi pada saat sekarang dengan politik menurut pandangan Islam.

3. Agar dapat mengetahui dan memahami tentang politik secara Islam.

4. Dengan mengetahui pandangan politik secara Islam agar kita lebih dapat meningkatkan keimanan dan ketakwaan kita serta lebih mendapatkan posisi yang lebih baik di hadapan AllahSWT.

(3)

BAB II PEMBAHASAN

2.1. Pandangan Politik Syi’ah, Murji’ah, Khawarij dan Mu’tazilah

2.1.1. Syi’ah

Syiah merupakan kelompok minoritas di kalangan Sunni (ahlu al-sunnah wa al jama’ah), Syiah memiliki pandangan berbeda dengan yang lainnya, kelompok ini percaya bahwa sebelum Nabi SAW telah menentukan penggantinya sebagai pemimpin, sebelum beliau SAW wafat, yaitu Ali R.A. yang merupakan saudara sepupunya sendiri yang juga menjadi menantu beliau. Syiah berarti partai, sedangkan nama aslinya adalah Syiah Ali (partai Ali), namun untuk menyederhanakan penyebutan, hingga saat ini dikenal sebagai Syiah saja.

Alasan mereka adalah karena ketika melakukan Haji Wada’, Rasul pernah membuat sebuah proklamasi tentang hal ini, yang berbunyi: “barang siapa yang menganggap saya sebagai pemimpin, maka harus pula menganggap Ali sebagai pemimpin”. Mereka semakin yakin dengan adanya fakta-fakta yang memperkuat hal tersebut di atas, tentang keistimewaan Ali disbanding yang lain, antara lain adalah: beliau masuk Islam semenjak kanak-kanak, beliau termasuk orang yang pemberani dalam berbagai medan pertempuran, dan berbagai sifat lain yang dianggap melampaui sifat keistimewaan yang dimiliki oleh kaum muslimin pada umumnya.

Firqah utama Syi’ah ada empat, yaitu: a. Al-kisaniyah

Aliran ini bermula ketika Kaisan Abu Umar (Tawanan perang Paris yang dimerdekakan Ali) memberikan rekomendasi bahwa hak imamah sepeninggalan Imam Husain bina Ali bukanlah Ali zainal Abidin, akan tetapi yang berhak adalah Muhammad bin Hanafiah (putera ketiga Ali bin Abi Thalib dari perkawinannya dengan wanita dari Bani Hanifah).

b. Al-imamiyah

(4)

Abidin), Muhammad bin Ali (al-baqir), Ja’far bin Muhammad (al-shadiq), Musa bin Ja’far kazhim), Ali bin Musa ridho), Muhammad bin Ali (al-jawwad), Ali bin Muhammad (al-hadi), Hasan bin Muhammad (al-askari), Muhammad bin Hasan (al-qaim) atau yang dikenal sebagai Imam al-mahdi. c. Az-zaidiyah

Aliran ini dibentuk oleh Zaid bin Ali. Aliran ini berpendapat bahwa imamah merupakan hal Ali dan keturunannya dari Fathimah (keturunan alhasan dan alhusain) saja, atau dengan kata lain menolak aliran Kisaniyah. Mereka tidak menganut paham bahwa imam itu harus suci dari setiap kesalahan dan dosa, dan tidak mengutuk Bu bakar dan Umar, karena pada dasarnya aliran ini lebih cendrung kearah suni, mengingat pendiri aliran ini Zaid bin Ali pernah belajar kepada Washil bin Atha yang merupakan murid Imam Hasan al-bashri penganut Sunni.

d. Al-ismailiyah (kelompok tujuh)

Aliran ini meyakini bahwa yang menjadi pengganti imam Ja’far Shadiq adalah putera tertuanya yaitu Ismail, bukan Musa al-kazim, walaupun pada kenyataannya Ismail mati ketika jabatan Musa al-kazim berlangsung, dan aliran ini tetap berpendapat bahwa Ismail tidaklah mati, akan tetapi menghilang dan akan kembali pada akhir zaman membangun kerajaan Allah, dan beliau menjabat sebagai imam ke 7, menggantikan Musa al-kazim, maka aliran ini disebut juga kelompok tujuh atau sub’ah. Dalam versi ismailiyah beliau bukan menjabat sebagai imamke-7, akan tetapi imam ke-6, karena Ali bin Abi Tahlib adalah ashal/al-azas, sedangkan alhasan adalah imam pertama. [1]

2.1.1.1 Pandangan Syi’ah tentang imamah

Pada hakikatnya Syi’ah lah yang pertama kali menemukan ilmu tentang imamah, Syi’ah lah yang pertama kali mewarnai dengan karakter mereka dan membentuknya sesuai dengan apa yang mereka inginkan. Atau dengan kata lain bahwa Syi’ah lah yang menjadi peletak dasar istilah imamah dalam hal perpolitikan umat muslim.[2]

(5)

[2] Dhiauddin Rais, TEORI POLITIK ISLAM, (Jakarta: Gema Insan, 2001), h. 64, 119-122 Muhammad al-baqir, pernah berkata bahwa seseorang tidak beriman sampai ia mengenal Allah dan RasulNya, serta para imam dan imam di zamannya. Menurutnya ma’rifatullah (mengenal Allah) adalah membenarkan Allah dan RasulNya, serta mengikuti Ali dan menjadikannya sebagai imam, dan imam-imam berpetunjuk.

Syiah, mengimani atau meyakini eksistensi imam adalah persoalan pokok, yang berarti tak sempurna (tidak sah) iman seseorang yang tak meyakini keberadaan seorang imam. Dan mereka meyakini bahwa pemilihan imam pun wajib bagi Nabi untuk menunjuknya, karena imam merupakan salah satu rukun agama yang bersifat ma’shum (terhindar dari dosa kecil maupun besar), alasannya adalah:

a. Kita tidak akan mengenal Allah tanpa Rasul dan imam

b. Imam adalah wakil Allah dan Rasul di bumi, dan setiap wakil tidak akan bertindak kecuali atas izin yang diwakilkan,

c. Jika yang imam bisa salah dan berdosa, ini bertentangan dengan perintah Allah untuk nahi munkar, sebab bagaimana seorang imam bisa menegakkan nahi munkar kalau dia sendiri masih melakukan yang munkar.

d. Allah memerintahkan untuk mengikuti imam, kalaulah imam bersalah/berdosa, ini sangat bertentangan dengan af’al Allah, yaitu tak mungkin menyuruh kita mengikuti orang yang berbuat salah. [3]

Dalam Syiah, imam bukan hanya sekedar pemimpin masyarakat atau politik belaka, melainkan juga sebagai pemimpin agama. Sebab dalam Syiah tidak mengenal adanya pemisahan antara politik dan agama, setiap ritual keagamaan selalu dikaitkan dengan ritual politik, karena pada dasarnya Islam bersifat keagamaan, mengingat bahwa Rasul diutus untuk menjalankan misi keagamaan, dan tak lupa pula bahwa dalam praktiknya Nabi harus bersinggungan dengan lingkungan dan keadaan tempat beliau menyebarkan ajaran, yang memiliki adat kebiasaan dan karakteristik tertentu, sehingga secara tidak langsung politik pun ikut serta sebagai misi diutusnya Rasul.[4]

(6)

[4] Rahman Zainuddin, SYI’AH DAN POLITIK DI INDONESIA: SEBUAH PENELITIAN, (Bandung: MIzan, 2000), h. 52

Mereka menganggap bahwa masalah kepemimpinan umat adalah hal yang terlalu vital untuk diserahkan begitu saja pada musyawarah manusia biasa yang cendrung bisa melakukan kesalahan dalam memilih pemimpin, dan hal itu bisa menyalahi tujuan wahyu Ilahi. Olehkarena itu mereka mempercayai bahwa garis besar silsilah keluarga Nabi yang berasal dari suku Quraisy, teutama dari garis Fathimah (istri Ali R.A.) lebih pantas memegang amanah ini ketimbang yang lain, dan mereka juga mengkultuskan bahwa imam terakhir ke-12 yaitu imam al-mahdi Muhammad bin Hasan (al-qaim) masih hidup dan akan datang kembali pada saat yang tepat nanti, yaitu waktu yang ditentukan oleh Tuhan, karena pada saat ini beliau masih sah memegang kekuasaan dan itu berarti keimamahan pun masih tetap berlaku sampai saat ini.

2.1.1.2 Pandangan Imam Ayatullah Khomeini (pemikir politik kontemporer Syiah sekaligus pemimpin reolusi Islam Iran) tentang imamah.

a. Pendapatnya tentang wilayah alfaqih, yaitu kaum ulama memiliki jabatan/otoritas tertinggi dalam bidang politik dan agama.

b. Islam bersifat politis, karena al-quran memuat 100 kali lebih banyak ayat-ayat yang berkenaan dengan masalah social dari pada ibadah. Dan dari 50 buku hadits, hanya 3 atau 4 yang membahas tentang kewajiban kepada TUhan,, selebihnya adalah membahasa tentang moralitas, masalah social, ekonomi, hokum dan politik, oleh karena itu Islam tidak hanya mengatur masalah hubungan antara Tuhan dan makhlukNya saja, akan tetapi juga membahasa tentang hubungan antara manusia dengan manusia.

c. Pemisahan agama dan politik serta tuntutan agar ulama tidak ikut campur dalam masalah social-politik merupakan bagian dari propaganda imperialism. d. Para faqih memiliki hak sebagai sebagai wakil imam dalam semua aspek keagamaan, sosial dan politik.

(7)

[5] Rahman Zainuddin, SYI’AH DAN POLITIK DI INDONESIA: SEBUAH PENELITIAN, (Bandung: MIzan, 2000), h. 58-60

2.1.2. Murji’ah

Golongan Murji’ah ini mula-mula timbul di Damaskus, pada akhir abad pertama hijriah.[6] Nama Murji’ah berasal dari kata irja atau arja’a yang berarti penundaan, penangguhan, dan pengharapan. Kata arja’a bermakna juga memberi harapan, yakni memberi harapan kepada pelaku dosa besar untuk memperoleh pengampunan dan Rahmat Allah. Selain itu, arja’a juga berarti meletakkan di belakang atau mengemudikan, yaitu orang yang mengutamakan iman dari pada amal. Oleh karena itu, Murji’ah artinya orang yang menunda penjelasan kedudukan seseorang yang bersengketa (yakni Ali dan Muawiyah serta pengikut masing-masing) kelak di hari kiamat.[7]

Ada beberapa teori yang berkembang mengenai asal-usul kemunculan Murji’ah. Teori pertama mengatakan bahwa gagasan irja atau arja’a dikembangkan oleh sebagian sahabat dengan tujuan menjamin persatuan dan kesatuan umat Islam ketika terjadi pertikaian politik dan untuk menghindari sektarianisme. Murji’ah sebagai kelompok politik maupun Teologis, diperkirakan lahir bersamaan dengan kemunculan Syi’ah dan Khawarij. Yang mana kelompok Murji’ah merupakan musuh berat Khawarij.[8]

Teori lain mengatakan bahwa gagasan irja muncul pertama kali sebagai gerakan politik yang diperlihatkan oleh cucu Ali bin Abi Tholib yaitu Al-Hasan bin Muhammad Al-Hanafiyah sekitar tahun 695 M. Dengan gerakan politik tersebut Al-Hasan bin Muhammad Al-Hanafiyah mencoba menanggulangi perpecahan umat Islam. Ia mengelak berdampingan dengan kelompok Syi’ah yang terlampau mengagungkan Ali dan para pengikutnya, serta menjauhkan diri dari Khawarij yang menolak mengakui ke khalifahan Muawiyah.[9]

[6] Nasir, Sahilun A, Prof. Dr. K.H.,Pemikiran Kalam(Teologi Islam),Rajawali pers, Jakarta: 2010.hlm.162.

(8)

Fajrul Islam. Jilid I. Islam. Ej Srill,Leiden, 1961,hlm.412.

[8] Lihat W.Montgomery Watt. Islamic Philosophy and Theology:An Extended Survey.At Univ,Press, Eidenburgh, 1987.hlm 23.Departemen Agama RI.op.cit. hlm 633.

[9] Gibb and J.H. Krammers.loc.cit.

Teori lain mengatakan bahwa ketika terjadi perseteruan antara Ali dan Muawiyah, dilakukan Arbitrase (Tahkim) atas usulan Amr bin Ash (kaki tangan Muawiyah). Kelompok Ali terpecah menjadi dua kubu, yang pro dan kontra. Kelompok kontra yang akhirnya menyatakan keluar dari Ali disebut Khawarij. Khawarij berpendapat bahwa Tahkim bertentangan dengan Al-Qur’an atau dalam pengertian, tidak bertahkim berdasarkan hukum Allah dikatakan dosa besar dan pelakunya dihukumi dengan kafir sama dengan perbuatan dosa besar lainnya, seperti: berzina, riba, membunuh tanpa alasan, durhaka kepada orang tua, dan menfitnah wanita baik – baik. Pendapat tersebut ditentang sekelompok sahabat yang kemudian disebut Murji’ah. Murji’ah mengatakan bahwa pembuat dosa besar tetap mukmin, tidak kafir sementara dosanya diserahkan kepada Allah, apakah dia akan diampuni atau tidak.[10]

Adapun secara istilah, murjiah adalah kelompok yang mengesampingkan atau memisahkan amal dari keimanan, sehingga menurut mereka suatu kemaksiatan itu tidak mengurangi keimanan seseorang.[11]

Tokoh utama aliran ini ialah Hasan bin Bilal Al-Muzni, Abu Salat As-Samman, dan Tsauban Dliror bin 'Umar. Penyair Murji’ah yang terkenal pada pemerintahan Bani Umayah ialah Tsabit bin Quthanah, mengarang syair kepercayaan-kepercayaan kaum Murji’ah.[12]

2.1.3. Khawarij

(9)

[10]Watt.op.cit.hlm.21.

[11] Abdul Rozak, Rosihon Anwar, Ilmu Kalam, (Bamdung: Pustaka Setia, 2001)hlm. 56. [12] Nasir, Sahilun A, Prof. Dr. K.H.,Pemikiran Kalam(Teologi Islam),Rajawali pers, Jakarta: 2010.hlm.152.

Khawarij adalah aliran teologi Islam yang pertama kali muncul. Menurut Ibnu Abi Bakar Ahmad al-Syahrastani, bahwa yang disebut khawarij adalah setiap orang keluar dari imam yang hak dan telah disepakati para jamaah, baik ia keluar pada masa sahabat maupun pada masa tabi’in secara baik-baik.

Nama khawarij berasal dari kata kharaja yang berarti keluar, yang akhirnya diberikan kepada mereka yang keluar dari barisan Ali karena tidak setuju dengan sikap Ali yang menerima arbitrase sebagai jalan untuk menyelesaikan persengketaan khalifah dengan Muawiyah bin Abi Sufyan. Pada umumnya mereka adalah orang-orang Arab Badui yang memiliki gaya hidup dan pemikiran yang sederhana namun memiliki hati yang keras, pemberani dan bersifat merdeka, tidak bergantung pada orang lain dan cendrung radikal.[13]

Teori yang menjadi pijakan mazhab ini, menurut Abu Hasan asy-sya’ri, yang pertama adalah wajib keluar dari atau memberontak kepada pemguasa yang dzhalim, dan yang kedua penilaian mereka secara umum terhadap Ali R.A. dan imam-imam sebelumnya, sebenarnya mereka mengakui legalitas pembaiatan Abu bakar R.A. dan Umar R.A. menghargai karya mereka dan menaati mereka hingga akhir pemerintahan mereka, dan menaati Utsman R.A. selama enam tahun pertama dari masa kekhalifahannya, dan menolak sisa periodenya, serta mengakui keabsahan pembaiatan dan menaati pemerintahan Ali R.A. sampai peristiwa tahkim terjadi. Selepas itu mereka mengesampingkan Ali R.A. bahkan memvonisnya sebagai orang yang kafir, sebagaimana mereka juga memvonis kafir Utsman R.A. dalam masa setelah enam tahun pemerintahannya.

(10)
(11)

Aliran Khawarij terdiri dari 20 firqoh, namun yang terkenal dan paling utama ada lima, yaitu:

a. Al-zariqah,

yaitu pengikut Nafi’ bin Azraq, mereka berpendapat bahwa anak dari orang yang tidak sepaham dengannnya halal darahnya dan kelak akan masuk neraka, artinya bahwa seseorang yang telah berbuat dosa besar, sehingga menyebabkan kekafiran, akan diwariskan keketurunannya, sekalipun masih kecil, sebab mereka adalah buah dari hasil pemikiran orang tuanya yang berdosa besar. [14]

b. An-najdat

Adalah pengikut najdat bin Athiyah bin Amir al-hanafi yang keluar dari al-zariqoh, karena perbedaan pendapat tentang pembunuhan anak kecil yang orang tuanya tidak sepaham dengannya, karena Rasul pun pernah melarangnya, dan Allah pun telah berfirman, yang artinya: “seseorang tidak akan menanggung dosa orang lain. [15] c. As-shafariyah

yaitu pengikut Ziyad al-ashfar, mereka sepakat kalau pembunuhan terhadap anak dari pelaku dosa besar itu dilarang, dan mereka juga mengungkapkan bahwa baraah (kebebasan diri) adalah sengaja mengingkari orang yang melakukan dosa besar, karena menganggap bahwa perintah dan larangannya tak layak disebut dan dipatuhi sebagaimana larangan dan perintah pada umumnya.

d. Al-‘ajaridah

Yaitu pengikut Abd al-karim bin ‘arjad, aliran ini merupakan pecahan dari al-najdat, maka pandangan mereka mengenai anak orang musyrik adalah sama dengan al-najdat, mereka dihukum kafir sebagaimana bapaknya.

[14] Amir Al-Najjar, ALIRAN KHAWARIJ-Mengungkap Akar Perselisihan Umat, (Jakarta: Lentera, 1993), h. 61-62

(12)

e. Al-ibadhiyyah

Adalah pengikut Abdullah bin Ibadh al-tamimi, aliran ini paling toleran jika disbanding dengan aliran khawarij lainnya, sampai-sampai ia tak suka jika disebut sebagai aliran khawarij, karena ada beberapa pandangan al-ibadiyah yang bertentangan dengan pandangan khawarij pada umumnya, buktinya adalah salah satu tokoh terkemukanya yaitu al-rabi’ bin habib al-farahidi menyusun sebuah kitab musnad yang shahih, untuk berlepas diri dari kaum khawarij, dan beliau pernah berkata bahwa biarkan saja kaumkhawarij membuktikan ucapan mereka dalam tindakan nyata, kalau mereka hanya berkata saja maka dosa atas ucapan mereka berada di pundak mereka. [16]

Pandangan Khawarij tentang imamah

Mereka berpendapat bahwa bumi ini tidak boleh kosong dari kehadiran imam, dari sini bisa kita tarik kesimpulan bahwa hokum mengangkat sebuah pemimpin adalah wajib menurut Khawarij. Menurut mereke keimamahan adalah hak bagi setiap muslim yang telah memenuhi syarat, seperti: berilmu, berlaku adil, dan berani, tanpa harus melihat keturunan, kabilah dan jenis kelamin. Ini yang menjadi alasan kenapa mereka dinamakan khawarij, karena mereka keluar dari barisan Ali R.A. karena mereka berani berbeda pendapat, termasuk dalam masalah keimamahan, menurut mereka bahwa diperbolehkan seorang menjadi imam dengan syarat adil, berilmu, dan berani, meski bukan dari kalangan Quraisy. Mereka juga berpendapat bahwa imam/khalifah harus diangkat melalui pemilihan bebas kaum muslim, dan kalau sudah terpilih, ia tidak boleh dihukum.[17]

[16] Amir Al-Najjar, ALIRAN KHAWARIJ-Mengungkap Akar Perselisihan Umat, (Jakarta: Lentera, 1993), h. 69-85

(13)

2.1.4. Mu’tazilah

Pada mulanya aliran ini menamakan dirinya sebagai a-qadariyah atau al-adaliyah serta mengaku dirinya sebagai ahlu adli wa tauhid (pengikut keadilan dan tauhid), awal mula kemunculannya adalah ketika Washil bin Atha’ (pelopor Mu’tazilah) berbeda pendapat dengan gurunya (Hasan Al-bashri) dan memisahkan diri, kemudian mendirikan sebuah aliran baru.

Alasannya adalah mereka tak sepakat dengan pendapat yang ada mengenai pengkafiran seseorang, mereka berusaha keluar dari pendapat yang umum yang berpendapat bahwa mereka itu tetap mukmin atau telah kafir. Justru mereka berpendapat bahwa orang yang berdosa besar posisinya bukan sebagai mukmin dan juga bukan kafir, akan tetapi berada diantara dua tempat (manzilah baina manzilatain) yaitu fasik.

Prinsip Mu’tazilah adalah terang-terangan memerangi pemerintah yang dzholim, amar ma’ruf nahi munkar dan tidak ada kesempurnaan iman tanpa menerima keseluruhan dari akidah-akidah yang ada, seperti: tauhid, keadilan, janji, ancaman manzilah baina manzilatain (posisi diantara dua posisi) dan amar ma’ruf nahi munkar.[18]

Pandangan Mu’tazilah tentang imamah :

Mu’tazilah tidak jauh berbeda dengan Khawarij dalam persyaratan menjadi imam, yaitu berilmu, adil dan berani, namun dalam hal keturunan, mereka cendrung berlebihan,mereka memang mebolehkan imam dari selain suku Quraisy, bahkan cendrung mengutamakan imam yang bukan dari Quraisy, sebagaimana yang dikatakan oleh Asy-syahrasatani, bahwa seandainya ada calon pemimpin dari suku Quraisy dan suku Nabatean, maka lebih baik mendahulukan orang Nabatean dari pada orang Quraisy, dan jika ada calon dari kaum Habasyi dan Quraisy yang pada kenyataannya mereka berdua sama-sama mengamalkan Al-quran dan Hadits, maka lebih baik mendahulukan habasyi ketimbang Quraisy, sebab Habasyi gampang diberhentikan dari keimamahan apabila terjadi penyimpangan dari dasar yang ada.[19]

(14)

2.2. Pandangan akidah Syi’ah, Murji’ah, khawarij dan Mu’tazilah 2.2.1. Syi’ah

Firaq wal Bida’ wa Mauqifus Salaf minhaa, Dr. Nashir bin Abd. Karim Al Aql, hal.237). Pada Syiah adalah aliran sempalan dalam islam dan syiah merupakan salah satu dari sekian banyak aliran-aliran sempalan dalam islam. Sedangkan yang dimaksud aliran-aliran sempalan dalam islam adalah aliran yang ajaran-ajarannya menyempal atau menyimpang dari ajaran islam yang sebenarnya telah disampaikan oleh Rasulullah SAW, atau dalam bahasa agamanya disebut ahli bid’ah. Selanjutnya oleh karena aliran syiah itu bermacam-macam, ada aliran syiah zadiyah ada aliran syiah immamiyah itsna asyariah ada aliran syiah ismailiyah dll, maka saat ini apabila kita menyebut aliran syiah, maka yang dimaksud adalah aliran syiah imamiyah itsna asyariah yang sedang berkembang di negara kita dan berpusat di Iran atau yang sering disebut dengan syiah khumainiyah. Hal mana karena syiah inilah yang sekarang menjadi penyebab adanya keresahan dan permusuhan serta pemecahan didalam masyarakat, sehingga menggangu dan merusak persatuan dan kesatuan bangsa kita.

Dalam syiah terdapat apa yang namanya ushuluddin (pokok-pokok agama) dan furu’uddin (masalah penerapan agama). Syiah memiliki lima ushuluddin :

1. Tauhid, bahwa Allah SWT adalah Maha Esa. 2. Al-adl, bahwa Allah SWT adalah Maha adil

3. An-Nubuwwah, bahwa kepercayaan syiah meyakini keberadaan para nabi sebagai pembawa berita dari Tuhan kepada umat manusia

4. Al-Imamah, bahwa syiah meyakini adanya imam-imam yang senatiasa memimpin umat sebagai penerus risalah kenabian

5. Al-Ma’ad, bahwa akan terjadi hari kebangkitan

Dimensi ini merupakan sekumpulan ayat-ayat dalam al-quran yang menginformasikan bahwa Allah Maha kuasa menciptakan Takdir.

AJARAN SYIAH

(15)

menjadi prinsip. Persoalan pemimpin mereka punya pandangan yang diyakini turun temurun. Berikut penjelasannya dan beberapa doktrin yang terdiri atas tauhid, taqiyah, mu’tah, bada, dll.

a. Imamah

Syiah berpendapat, imam adalah dasar dari ajaran islam, tidak sempurna iman seseorang kecuali dia harus percaya kepada imam. Bagi mereka imam sama kedudukannya setingkat nabi, bahkan ada yang mengatakan melebihi. Imam pun dipilih oleh nash Tuhan, maka seorang imam tentu dijaga dari segala kesalahan seperti halnya Nabi.

Maka jadilah syiah begitu mensucikan dan mengagungkan imam mereka yang dipercaya mendapat wasiat nabi untuk menggantikannya. Dan wasiat tersebut berisi pemindahan kepemimpinan kepada Ali bin Abi Thalib dan keturunannya yang terakhir. Begitulah syiah berpendapat.

b. Tauhid

Secara umum syiah mempercayai bahwa Tuhan mereka adalah Allah SWT. Hanya saja ada pandangan-pandangan mendasar dalam hal yang kemudian disebut dengan konsep tauhid ini. Mereka percaya bahwa Allah adalah Tunggal dan tidak ada sekutu. Tetapi dalam syiah, mereka kemudian menyebut - nyebut ; wahai Ali, wahai Husein dan keturunan Ali lainnya saat berdoa. Mereka meminta-minta pada orang yang sudah meninggal yang dalam aliran Sunni sebagai aliran terbesar Islam dunia sebagai dosa.

Selain itu syiah juga tidak mengakui bahwa Allah bersifat maha mendengar dam melihat. Alasannya jika Allah demikian, maka Allah sama saja dengan Manusia. Syiah juga meyakini Allah tidak bisa melihat hal-hal yang akan terjadi.

c. Bada

Bada’ secara bahasa munculnya pendapat baru. Dalam konteks terminologi, syiah meyakini bahwa Allah mampu mengubah peraturan atau keputusan yang semula telah ditetapkan dan menggantinya dengan yang baru. Sederhananya, ilmu Allah itu dinamis karena bisa saja berubah-ubah sesuai kebutuhan dan fenomena terkini.

(16)

Taqiyah merupakan tindakan menyembunyikan kebennaran dan menutupi keyakinannya dari orang-orang yang berbeda dengan syiah. Tujuannya untuk menjaga dari marabahaya yang bisa saja menghampiri masalah harta, kekuasaan dan juga aqidah.

Taqiyah ini kemudian posisinya sepert sholat. Jika dilanggar maka pelakunya berdosa dan jatuh menjadi kafir. Tidak melakukan taqiyah, berarti belum sempurna agama seseorang.

e. Roj’ah

Konsep roj’ah merupakan suatu doktrin tersendiri bagi masyarakat syiah. Roj’ah berarti kembali atau pulang. Mereka meyakini imam mereka akan kembali turun ke muka bumi, untuk menyelesaikan masalah-masalah yang ada di bumi. Sebagaimana kita tahu, bahwa Imam Mahdi yang merupakan keturunan dari imam mereka hinggahari dinanti.

f. Nikah Mut’ah

Ringkasnya Mut’ah adalah kawin kontrak. Sebuah pernikahan yang hanya berorientasi pada kesenangan semata. Suami tak terbebani nafkah, tempat tinggal, dan melahirkan ahli waris bagi si istri. Syiah mengatakan kalau nikah mut’ah adalah halal dan dianggap sebagai kebiasaan yang baik menjalin tali silatuhrahmi.

POKOK - POKOK PENYIMPANGAN SYIAH PADA PERIODE PERTAMA

(17)

dan akhirnya mereka dihukum bakar oleh Ali bin Abi Thalib karena keyakinan tersebut.

Keyakinan mengutamakan Ali bin Abi Thalib atas Abu Bakar dan Umar bin Khatab. Padahal Ali sendiri mengambil tindakan hukum cambuk 80 kali terhadap orang yang meyakini kebohongan tersebut. Keyakinan mencaci maki para sahabat atau sebagian sahabat seperti Utsman bin Affan (lihat Dirasat fil Ahwaa’ wal abad kedua Hijriah perkembangan keyakinan Syi’ah semakin menjadi-jadi sebagai aliran yang mempunyai berbagai perangkat keyakinan baku dan terus berkembang sampai berdirinya dinasti Fathimiyyah di Mesir dan dinasti Sofawiyyah di Iran. Terakhir aliran tersebut terangkat kembali dengan revolusi Khomaeni dan dijadikan sebagai aliran resmi negara Iran sejak 1979.

POKOK-POKOK PENYIMPANGAN SYI’AH SECARA UMUM :

Pada Rukun Iman : Syi’ah hanya memiliki 5 rukun Iman tanpa menyebut keimanan kepada para Malaikat, Rasul dan Qodho dan Qodar, yaitu:

1. Tauhid (Keesaan Allah), 2. Al ‘Adl (Keadilan Allah), 3. Nubuwwah (Kenabian),

4. Imamah (Kepemimpinan Imam),

5. Ma’ad (Hari kebangkitan dan pembalasan). (lihat ‘Aqa’idul Imamiyyah oleh Muhammad Ridho Mudhoffar dll.)

Pada Rukun Islam : Syi’ah tidak mencantumkan Syahadatain dalam rukun Islam, yaitu :

1. Sholat, 2. Zakat, 3. Puasa, 4. Haji,

5. Wilayah (Perwalian) (lihat Al Kafie juz II hal. 18).

(18)

saw. Adalah tujuh belas ribu ayat (Al Kafi fil Ushul juz II hal 634). Al-Qur’an mereka yang berjumlah 17.000 ayat itu disebut Mushaf Fatimah (lihat kitab Syi’ah Al Kafi fil Ushul juz I hal 240-241 dan Fathul Khithob karangan Annuri Ath Thibrisy). Syi’ah meyakini bahwa para sahabat sepeninggal Nabi saw. Mereka murtad, kecuali beberapa orang saja seperti : Al-Miqdad bin al_Aswad, Abu Dzar Al Ghifari dan Salman Al Farisy (Ar Raudhah minal Kafi juz VIII hal. 245, Al-Ushul minal Kafi juz hal. 244) Syi’ah menggunakan senjata taqiyyah yaitu berbohong, dengan cara menampakkan sesuatu yang berbeda dengan yang sebenarnya, untuk mengelabuhi (Al Kafi fil Ushul juz II hal. 217).

2.2.2. Murji’ah

Murji’ah adalah isim fa’il (kata pelaku) dari irjaa yang mempunyai dua arti secara bahasa: mengakhirkan dan mengharapkan. Yang pertama karena mereka mengakhirkan perbuatan dari niat dan maksud.Atau tegasnya mereka tidak memasukan perbuatan dalam keimanan.Sedangkan makna yang kedua menurut mereka iman tidak bertambah dan berkurang dengan amal taat dan maksiat. [20]

Murji’ah terbagi menjadi tiga golongan:

Pertama : Merka yang mengatakan bahwa iman itu hanya dihati

saja tidak ada sangkut pautnya dalam lisan (ucapan) dan perbuatan. Mereka inilah Murji’ahnya Jahmiyah

Kedua : Mereka yang mengatakan bahwa iman ucapan dengan lisan semata-mata tanpa ikatan hati dan perbuatan. Mereka ini Murji’ahnya Karomiyah.

Ketiga : Merekan yang mengatakan bahwa iman itu adalah membenarkan dihati dan diucapkan dengan lisan. Sedangkan perbuatan tidak masuk didalam bagian keimanan mereka inilah Murji’ahnya para Fuqoha’.Murjiah yang ketiga ini yang terbaik dibandingkan dengan dua Murji’ah sebelumnya

2.2.3. Khawarij

(19)

1. Tahkim dan al-Hukum (Peletakan dan Penetapan Hukum Allah). Mereka mempunya slogan (jargon), “Tidak ada hukum kecuali hukum Allah” yang dipelopori oleh Urwah bin Jarir ketika memprotes kebijakan Ali dan Mu’awiyah dalam mengangkat dua hakim. Abu Musa al-Asy’ari dari pihak Ali dan Amr bin Ash dari pihak Mu’awiyah.

[20] Abdul Hakim bin Amir Abdat, Kesahihan hadis iftirakul umah, Firqah-Firqah Sesat Di Dalam Islam, Aqidah Salaf Ahlusunah Wal Jama’ahJakarta: pustaka Imam Muslim,cet I, 2005, hal. 75

[21] Nashir bin Abdul Karim al-‘Aql, Op.Cit., hal. 30-31

2. Pengkafiran Ali dan Mu’awiyah, kedua hakim yang berasal dari kedua belah pihak bertikai dan mengkafirkan siapa saja yang ridho dengan keputusan keduanya. Mereka menyadur dari surah Al-An’am, ayat 40 dan surah Yusuf, ayat 67.

2.2.4. Mu’tazilah

Aliran Mu’tazilah merupakan salah satu aliran teologi dalam islam yang dapat dikelompokkan sebagai kaum rasionalis islam, disamping maturidiyah samarkand. Aliran ini muncul sekitar abad pertama hijriyah, di kota Basrah, yang ketika itu menjadi kota sentra ilmu pengetahuan dan kebudayaan islam. disamping itu, aneka kebudayaan asing dan macam-macam agama bertemu dikota ini. dengan demikian luas dan banyaknya penganut islam, semakin banyak pula musuh-musuh yang ingin menghancurkannya, baik dari internal umat islam secara politis maupun dari eksternal umat islam secara dogmatis.

Mereka yang non islam merasa iri melihat perkembangan islam begitu pesat sehingga berupaya untuk menghancurkannya. adapaun hasarat untuk menghancurkan islam dikalangan peneluk islam sendiri,

(20)

tiba-tiba Washil tidak setuju dengan kedua pendapat itu, menurutnya pelaku dosa besar bukan mukmin dan bukan pula kafir, tetapi berada diantara posisi keduanya (al manzilah baina manzilataini). setelah itu dia berdiri dan meninggalkan al-hasan karena tidak setuju dengan sang guru dan membentuk pengajian baru. atas peristiwa ini al-Hasan berkata, “i’tazalna” (Washil menjauhkan dari kita). dan dari sinilah nama mu’tazilah dikenakan kepada mereka.

Ajaran yang Diajarkan oleh Golongan Mu’tazilah

Ada beberapa ajaran yang di ajarkan oleh golongan Mu’tazilah yaitu misalnya: Al – ‘adl (Keadilan). Yang mereka maksud dengan keadilan adalah keyakinan bahwasanya kebaikan itu datang dari Allah, sedangkan. Dalilnya kejelekan datang dari makhluk dan di luar kehendak (masyi’ah) Allah adalah firman Allah : “Dan Allah tidak suka terhadap kerusakan.” (Al-Baqarah: 205) “Dan Dia tidak meridhai kekafiran bagi hamba-Nya”. (Az-Zumar:7) Menurut mereka kesukaan dan keinginan merupakan kesatuan yang tidak bisa dipisahkan. Sehingga mustahil bila Allah tidak suka terhadap kejelekan, kemudian menghendaki atau menginginkan untuk terjadi (mentaqdirkannya) oleh karena itu merekan menamakan diri mereka dengan nama Ahlul ‘Adl atau Al – ‘Adliyyah. Al-Wa’du Wal-Wa’id. Yang mereka maksud dengan landasan ini adalah bahwa wajib bagi Allah untuk memenuhi janji-Nya (al-wa’d) bagi pelaku kebaikan agar dimasukkan ke dalam Al-Jannah, dan melaksanakan ancaman-Nya (al-wa’id) bagi pelaku dosa besar (walaupun di bawah syirik) agar dimasukkan ke dalam An-Naar, kekal abadi di dalamnya, dan tidak boleh bagi Allah untuk menyelisihinya. Karena inilah mereka disebut dengan Wa’idiyyah.

Kaum mu’tazilah adalah golongan yang membawa persoalan-persoalan teologi yang lebih mendalam dan bersifat filosofis daripada persoalan-persoalan yang dibawa kaum khawarij dan murji’ah. dalam pembahasan , mereka banyak memakai akal sehingga mereka mendapat nama “kaum rasionalis Islam”.

(21)

Aliran Mu’tazilah lahir kurang lebih pada permulaan abad pertama hijrah di kota Basrah (Irak), pusat ilmu dan peradaan dikala itu, tempat peraduaan aneka kebudayaan asing dan pertemuan bermacam-macam agama. Pada waktu itu banyak orang-orang yang menghancurkan Islam dari segi aqidah, baik mereka yang menamakan dirinya Islam maupun tidak.

2.3. Tokoh-tokoh Syi’ah, Murji’ah, khawarij dan Mu’tazilah

2.3.1. Syi’ah

Dalam pertimbangan Syi’ah, selain terdapat tokoh-tokoh populer seperti ‘Ali bin Abi Thalib, Hasan bin ‘Ali, Husain bin ‘Ali, terdapat pula dua tokoh Ahlulbait yang mempunyai pengaruh dan andil yang besar dalam pengembangan paham Syi’ah, yaitu Zaid bin ‘Ali bin Husain Zainal ‘Abidin dan Ja’far al-Shadiq. Kedua tokoh ini dikenal sebagai orang-orang besar pada zamannya. Pemikiran Ja’far al-Shadiq bahkan dianggap sebagai cikal bakal ilmu fiqh dan ushul fiqh, karena keempat tokoh utama fiqh Islam, yaitu Imam Abu Hanifah, Imam Malik, Imam Syafi’i dan Imam Ahmad bin Hanbal, secara langsung atau tidak langsung pernah menimba ilmu darinya. Oleh karena itu, tidak heran bila kemudian Syaikh Mahmud Syaltut, mantan Rektor Universitas al-Azhar, Mesir, mengeluarkan fatwa yang kontroversial di kalangan pengikut Sunnah (Ahlussunnah—pen.). Mahmud Syaltut memfatwakan bolehnya setiap orang menganut fiqh Zaidi atau fiqh Ja’fari Itsna ‘Asyariyah.

Adapun Zaid bin ‘Ali bin Husain Zainal ‘Abidin terkenal ahli di bidang tafsir dan fiqh. Pada usia yang relatif muda, Zaid bin ‘Ali telah dikenal sebagai salah seorang tokoh Ahlulbait yang menonjol. Salah satu karya yang ia hasilkan adalah kitab al-Majmû’ (Himpunan/Kumpulan) dalam bidang fiqh. Juga karya lainnya mengenai tafsir, fiqh, imamah, dan haji.

Selain dua tokoh di atas, terdapat pula beberapa tokoh Syi’ah, di antaranya:

a. Nashr bin Muhazim

b. Ahmad bin Muhammad bin ‘Isa al-Asy’ari c. Ahmad bin Abi ‘Abdillah al-Barqi

d. Ibrahim bin Hilal al-Tsaqafi

(22)

f. Muhammad bin Mas’ud al-‘Ayasyi al-Samarqandi g. Ali bin Babawaeh al-Qomi

h. Syaikhul Masyayikh, Muhammad al-Kulaini i. Ibn ‘Aqil al-‘Ummani

j. Muhammad bin Hamam al-Iskafi k. Muhammad bin ‘Umar al-Kasyi l. Ibn Qawlawaeh al-Qomi

m. Ayatullah Ruhullah Khomeini

n. Al-‘Allamah Sayyid Muhammad Husain al-Thabathaba’i o. Sayyid Husseyn Fadhlullah

p. Murtadha Muthahhari q. ‘Ali Syari’ati

r. Jalaluddin Rakhmat

s. Hasan Abu Ammar

2.3.2. Murji’ah

Beberapa buku dan keterangan para ulama menyatakan bahwa di antara tokoh-tokoh faham Murji’ah adalah sebagai berikut :

a) Jahm bin Shufwan, golongan Al-Jahmiyah,

b) Abu Musa Ash-Shalahi, golongan Ash-Shalihiyah c) Yunus As-Samary, golongan Al-Yunushiyah d) Abu Smar dan Yunus, golongan As-samriah e) Abu Syauban, golongan Asy-Syaubaniyah

f) Abu Marwan Ghailan bin Marwan Ad-Dimasqy, golongan Al-Ghailaniyah

g) Al-Husain bin Muhammad An-Najr, golongan An-Najariyah h) Abu Haifah An-Nu’man, golongan Al-Hanafiyah

i) Muhammad bin Syabib, golongan Asy-Syabibiyah j) Mu’adz Ath-Thaumi, golongan Al-Mu’aziyah k) Basr Al-Murisy, golongan Al-Murisiyah

l) Muhammad bin Karam As-Sijistany, golongan Al-Kalamiyah.

(23)

yang yang mengarang sebuah syair tentang i’tiqad dan kepercayaan kaum Murji’ah.

2.3.3. Khawarij

1) Urwah bin hudair 2) Mustarid bin sa'ad 3) Hausarah al-as'adi 4) Quraib bin maruah 5) Nafi'bin al at-azraq 6) Zaid bin al asfar 7) Abdullah bin basyir 8) Abdullah ibn ka'wa

9) Abu rasyid nafi' bin al razaq 10) Najdah ibn 'amir al hanafiy 11) Abdul karim bin ajrad. 2.3.4. Mu’tazilah

1. Washil bin Atha’

Pokok-pokok pikiran teologis washil bin atha’ dapat disimpulkan kepada tiga hal yang penting diantaranya : a) tentang seorang muslim yang melakukan dosa besar.b) kekuasaan berbuat atau berkehendak bagi manusia (Free will) c) tentang sifat tuhan.

2. Abu Huzail Al-Allaf

Beliau merupakan generasi kedua dari aliran mu’tazilah yang menyusun dasar-dasar faham mu’tazilah yang lima (At-Tauhid, Al-‘Adl, Al-Wa’d Wa-Al-Wai’d, Al-Manzilah Bain Al-Manzilatain, Amar Makruf dan Nahi munkar), memerintah orang untuk berbuat baik dan melarang orang untuk berbuat jahat wajib dijalankan, kalu perlu dengan kekerasan.

3. Ibrahim Ibn Sayyar Ibn HaniAl-Nazzam

Al-Nazzam memeberikan gambaran tentang dirinya sebagai orang yang mempunyai kecerdasan yang lebih tinggi besar dari gurunya Abu al-Huzail. Dan banyak mempunyai hubungan dengan filsafat Yunani.

(24)

dilakun oleh orang yang mempunyai cacat dan berhajat atau oleh orang yang tidak mempunyai pengetahuan (jahil).

4. Abd al-Wahhab al-Jubba’i

(25)

BAB III PENUTUP

3.1. Kesimpulan

Syiah menurut bahasa adalah pendukung/pembela. Kelompok syiah adalah kelompok yang menyanjung Ali bin abi thalib dan keturunannya secara berlebihan. Aliran syiah muncul setelah peristiwa tahkim yang hasilnya sangat merugikan khalifah Ali bin abi thalib.

Murjiah diambil dari kata Irja’, yang memiliki dua pengertian. Pertama, dalam arti pengunduran, dan kedua memberi harapan. Pengertian pertama merujuk pada surat Al-A’raf ayat 111: “arjih wa-akhohu”, tahanlah dia dan saudaraya-menunjukan bahwa perbuatan bersifat sekunder dibandingkan dengan niat. Demikian pula dalam pengertian yang kedua untuk menunjukan bahwa ketidakpatuhan atas keyakinan bukan suatu dosa, sebagaimana ketaatan atas suatu keyakinan lain tidak berguna.

Khawarij merupakan golongan yang keluar dari barisan khalifah Ali bin abi thalib karena tidak setuju dengan tahkim/arbitrase pada perang siffin. Secara harfiah khawarij berarti "mereka yang keluar" atau umumnya khawarij yaitu keluar. Pertama sekali airan khawarij muncul pada pertengahan abad ke 7 terpusat di daerah yang kini ada di irak selatan.

Mu’tazilah merupakan salah satu aliran teologi dalam islam yang dapat dikelompokkan sebagai kaum rasionalis islam. Aliran ini muncul sekitar abad pertama hijriyah, di kota Basrah, yang ketika itu menjadi kota sentra ilmu pengetahuan dan kebudayaan islam.

3.2. Kritik dan Saran

(26)

DAFTAR PUSTAKA

Referensi

Dokumen terkait

Apabila di kemudian hari, atas laporan penyelesaian pekerjaan yang telah dibuat mengakibatkan kerugian Negara maka saya bersedia untuk dituntut penggantian kerugian

+erdasarkan tabel di atas& buatlah gra#k ,ungsin$a pada buku berpetak dengan -ontoh sebagai berikut :..

Dana pinjaman ini berasal dari zakat dan infaq beberapa pihak yang digulirkan oleh pengelola kepada masyarakat, atas dasar ini penulis menduga bahwa model

Kondisi optimum penentuan nitrit dengan metode ekstraksi-spektrofotometri sebagai kompleks 4-(4- nitrobenzenazo)-1-aminonaftalen dengan n-amil alkohol adalah : (1) Panjang

Kawasan peruntukan hutan rakyat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 huruf b terdapat di Distrik Kaimana, Distrik Buruway, Distrik Teluk Arguni, Distrik Arguni Bawah, Distrik

 Disampaikan kepada seluruh jemaat bahwa Minggu, 10 September 2017 akan menggunakan Tata Ibadah dari Majelis Sinode GPIB dalam rangka HUT ke – 58 Pelkat PA.. Hutomo H.S

Dengan mendeskripsikan kearifan lokal Bali, terungkap bahwa di dalam ungkapan-ungkapan tradisional Bali terkandung pesan dan nasehat yang berisikan nilai-nilai moral yang

Faktor karakteristik balita dan perilaku keluarga terhadap kejadian ISPA