• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS PENDAPATAN DAN RISIKO USAHATANI IKAN LELE DAN IKAN MAS DI KECAMATAN PAGELARAN KABUPATEN PRINGSEWU

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "ANALISIS PENDAPATAN DAN RISIKO USAHATANI IKAN LELE DAN IKAN MAS DI KECAMATAN PAGELARAN KABUPATEN PRINGSEWU"

Copied!
92
0
0

Teks penuh

(1)

FARMERS IN PAGELARAN SUB-DISTRICT OF PRINGSEWIU REGENCY

By

ANDHIKA PRADITYA SURYA PERDANA

Most problems faced by farmers in catfish and carp farming activities are

production and price fluctuations. This situation determines farmers’income. This

research aims to assess : (1) The farmers’income level from catfish farming and carp farming, (2) The factors affecting the profit, and (3) The risk level of catfish and carp farming. This research was conducted in three center villages of catfish and carp farming. Respondents were all 35 catfish farmers and 35 carp farmers who did fish rearing activities. The first goal was calculated by using income analysis. The second goal was analyzed by using Cobb-Douglas profit function. The third goal analyzed by calculating the values of coefficient variation and different test of coefficient variation. The results showed that (1) the average income of catfish farmers was Rp 151,192,616.98 per 0.5 hectare with R/C value of 1.29 and that of carp farmers was Rp 20,303,833.98 per 0.5 hectare with R/C value of 1.58, (2) The factors that affected income of catfish and carp farming were the size of ponds, feed prices, fish medicine prices, and labor wages. Income from catfish farming was bigger than from carp farming, (3) The production risk and price risk of carp farming were bigger than those of catfish farming, while the income risk of catfish farming was bigger than that of carp farming.

(2)

DAN IKAN MAS DI KECAMATAN PAGELARAN KABUPATEN PRINGSEWU

Oleh

ANDHIKA PRADITYA SURYA PERDANA

Fluktuasi produksi dan harga menjadi masalah yang dihadapi dalam melakukan kegiatan budidaya ikan lele dan ikan mas sehingga akan menentukan pendapatan yang akan diterima oleh petani. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji : (1) tingkat pendapatan budidaya ikan lele dan ikan mas, (2) faktor-faktor yang

mempengaruhi keuntungan usaha budidaya ikan lele dan ikan mas, dan (3) tingkat risiko budidaya ikan lele dan ikan mas. Penelitian ini dilakukan pada tiga desa sentra budidaya ikan lele dan ikan mas di Kecamatan Pagelaran. Responden penelitian ini adalah 35 orang petani ikan lele dan 35 orang petani ikan mas yang melakukan kegiatan pembesaran ikan. Tujuan pertama dihitung dengan analisis pendapatan. Tujuan kedua dianalisis dengan menggunakan persamaan fungsi keuntungan Cobb-Douglas. Tujuan ketiga dianalisis dengan menghitung koefisien variasi dan uji beda koefisien variasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa : (1) Rata-rata pendapatan ikan lele yaitu Rp 151.192.616,98 per 0,5 hektar dengan nilai R/C 1,29 dan ikan mas yaitu Rp 20.303.833,98 per 0,5 hektar dengan nilai R/C 1,58; (2) Faktor-faktor yang mempengaruhi pendapatan ikan lele dan ikan mas yaitu luas kolam, harga pakan ikan, harga obat ikan, dan harga tenaga kerja. Pendapatan usahatani ikan lele lebih besar dibandingkan pendapatan ikan mas; (3) Risiko produksi dan risiko harga ikan mas lebih besar daripada ikan lele,

sedangkan risiko pendapatan usahatani ikan lele lebih besar daripada ikan mas.

(3)

ANALISIS PENDAPATAN DAN RISIKO USAHATANI IKAN LELE DAN IKAN MAS DI KECAMATAN PAGELARAN

KABUPATEN PRINGSEWU

Oleh

ANDHIKA PRADITYA SURYA PERDANA

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA PERTANIAN

pada

Jurusan Agribisnis

Fakultas Pertanian Universitas Lampung

FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS LAMPUNG

(4)
(5)
(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Palembang tanggal 27 November

1992 dari pasangan Bapak Guskaryadi Arief dan Ibu Devi

Arfiana Arsyad. Penulis adalah anak pertama dari tiga

bersaudara. Penulis menyelesaikan studi tingkat Sekolah

Dasar di SD Al-Kautsar Bandar Lampung pada tahun

2004, tingkat SLTP di SMP Negeri 1Bandar Lampung

pada tahun 2007, dan tingkat SLTA di SMA Negeri 2

Bandar Lampung pada tahun 2010. Penulis diterima di Universitas Lampung,

Fakultas Pertanian, Jurusan Agribisnis pada tahun 2010.

Dalam kegiatan kemahasiswaan, penulis aktif di lembaga kemahasiswaan sebagai,

Anggota Bidang Komunikasi dan Informasi Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM)

Fakultas Pertanian Unila periode 2011/2012, Dewan Pengawas Himpunan

Mahasiswa Sosial Ekonomi Pertanian (Himaseperta) Unila periode 2012/2013 dan

Bendahara Umum Himaseperta Unila periode 2013/2014. Penulis juga pernah

mengikuti pelatihan-pelatihan yaitu; Latihan Dasar Kepemimpinan (LDK),

Latihan Kepemimpinan Manajemen Mahasiswa Tingkat Dasar (LKMM-TD),

Latihan Kewirausahaan (LK), dan Pelatihan Kesekertariatan dan Kebendaharaan.

Selain itu penulis juga pernah menjadi pendamping dalam mata kuliah Praktik

(7)

Mitra Tani Parahyangan Cianjur pada tahun 2013. Pada tahun 2014 penulis

melaksanakan Kuliah Kerja Nyata (KKN) selama 40 (empat puluh) hari di

Kecamatan Way Bungur, Lampung Timur. Penulis juga pernah menjadi

verifikator dalam kegiatan verifikasi gas LPG 3 kg di Bandar Lampung yang

dilakukan oleh Direktorat Jendral Minyak dan Gas pada bulan November –

Desember 2013 dan pernah menjadi enumerator dalam mengumpulkan data

petani kopi mitra PT. Nestle di Lampung Barat dan Tanggamus yang dilakukan

(8)

SANWACANA

Bismillahirrohmanirrohim,

Alhamdullilahirobbil ‘alamin, segala puji hanya kepada Allah SWT, yang telah

memberikan rahmat dan karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan

skripsi ini dengan baik. Sholawat serta salam semoga senantiasa tercurah kepada

Nabi Muhammad SAW, yang telah memberikan teladan dalam setiap kehidupan,

juga kepada keluarga, sahabat, dan penerus risalahnya yang mulia.

Dalam penyelesaian skripsi yang berjudul “Analisis Pendapatan dan Risiko Usahatani Ikan Lele dan Ikan Mas di Kecamatan Pagelaran Kabupaten Pringsewu”, banyak pihak yang telah memberikan sumbangsih, bantuan, nasihat, serta saran-saran yang membangun. Oleh karena itu, dengan rendah hati penulis

mengucapkan terimakasih yang tak terhingga nilainya kepada :

1. Dr. Ir. Fembriarti Erry Prasmatiwi, M.S., selaku Pembimbing Pertama

sekaligus Ketua Jurusan Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Lampung

atas bimbingan, nasihat, dukungan dan perhatian yang telah diberikan selama

proses penyelesaian skripsi.

2. Ir. Indah Nurmayasari, M.Sc., selaku Pembimbing Kedua sekaligus

(9)

3. Dr. Ir. Dyah Aring Hepiana Lestari, M.Si., sebagai Dosen Penguji Skripsi ini

atas masukan, arahan, dan nasihat yang telah diberikan.

4. Ir. Eka Kasymir, M.Si., selaku Pembimbing Akademik atas dukungan dan

sarannya selama proses perkuliahan.

5. Prof. Dr. Ir. Wan Abbas Zakaria, M.S., sebagai Dekan Fakultas Pertanian

Universitas Lampung.

6. Seluruh Dosen Jurusan Agribisnis atas semua ilmu yang telah

diberikan selama Penulis menjadi mahasiswa di Universitas Lampung.

7. Orang tuaku tercinta, Ayahanda Guskaryadi Arief dan Ibunda Devi Arfiana

Arsyad, serta kedua adik-adikku, Andre Prayoga dan Ananda Ghifarry atas

semua limpahan dukungan, doa, dan bantuan yang telah diberikan hingga

tercapainya gelar Sarjana Pertanian ini. Terima kasih kepada Nidya Wanda,

S.P. yang selalu memberikan dukungan, motivasi dan semangat di setiap

langkah penulis.

8. Bapak Camat wilayah Pagelaran beserta staf, Bapak Kepala Desa beserta

perangkat desa, Bapak Supardi dan Bapak Fajar, yang telah membantu

penulis selama proses penelitian di Lapangan.

9. Sahabat-sahabat pengurus Himaseperta, Faizal Aulia A., S.P., Altri Septiyan,

S.P., Debby Februan, S.P., Rahmad Hidayat B., S.P., Hendra Saputra, S.P.,

Dion Aji Utama, S.P., dan Kholis Meizari, S.P., terima kasih atas bantuan,

kerjasama, dan kebersamaannya dalam kepengurusan Himaseperta 2013 –

(10)

Hasan, Wahyu, Ludi, Yoan, Dimash, Rahmat, Dani TB, Dani I, Wayan, Seta,

Hani, Dwi, Sinta, Devi, Yuni, Teri, Ike, Nisya, Fitria, Silvia, Rani, Andini,

Ayi, Sastra,Vina, Nita, Huda, Wida, Vega, Tania, Asih, Adel, Aya dan

Tunjung, terimakasih atas kebersamaan dan kekompakannya selama ini.

Semoga kelak kita semua menjadi orang yang sukses.

11. Kanda, yunda, dan adinda 2004, 2006, 2007, 2008, 2009, 2011, 2012 dan

2013 atas bantuan dan saran kepada penulis selama proses perkuliahan.

12. Seluruh dosen dan karyawan di Jurusan Agribisnis (Mbak Ayi, Mbak Iin,

Mas Kardi, Mas Boim, Mas Bukhari) atas semua kemudahan dan bantuan

yang diberikan.

13. Semua pihak yang telah membantu demi terselesainya skripsi ini.

Semoga Allah SWT memberikan balasan terbaik atas segala bantuan yang telah

diberikan. Semoga karya kecil ini dapat memberikan manfaat bagi pihak-pihak

yang membutuhkan. Akhirnya, penulis meminta maaf jika ada kesalahan dan

kepada Allah SWT penulis mohon ampun.

Bandar Lampung, Penulis,

(11)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL... iii

DAFTAR GAMBAR ... vii

I. PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang dan Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah... 10

C. Tujuan Penelitian ... 10

D. Kegunaan Penelitian ... 11

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN ... 12

A. Tinjauan Pustaka ... 12

1. Klasifikasi Ikan Air Tawar ... 12

a. Ikan Lele Dumbo ... 12

b. Ikan Mas ... . 15

2. Konsep Usahatani ... 17

3. Teori Pendapatan Usahatani ... 18

4. Fungsi Keuntungan ... 21

5. Teori Risiko Usahatani ... 25

6. Kajian Penelitian Terdahulu ... 29

B. Kerangka Pemikiran ... 34

C. Hipotesis ... 36

III. METODE PENELITIAN ... 38

A. Konsep Dasar dan Definisi Operasional ... 38

B. Lokasi Penelitian, Responden, dan Waktu Penelitian ... 42

C. Jenis dan Metode Pengumpulan Data ... 43

D. Metode Analisis ... 44

1. Pendapatan Usaha Budidaya Ikan Lele dan Ikan Mas ... 44

(12)

3. Analisis Risiko ... 50

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN ... 56

A. Keadaan Umum Kabupaten Pringsewu ... 56

B. Keadaan Umum Kecamatan Pagelaran ... 58

C. Keadaan Pertanian Kabupaten Pringsewu ... 64

D. Keadaan Perikanan Kecamatan Pagelaran ... 67

V. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 70

A. Keadaan Umum Pembudidaya Ikan 1. Umur ... 70

2. Tingkat Pendidikan ... 71

3. Jumlah Tanggungan Keluarga Pembudidaya Ikan ... 72

4. Pengalaman Berusahatani Ikan ... 72

5. Pekerjaan Sampingan ... 73

6. Luas Kolam ... 74

B. Budidaya Ikan di Daerah Penelitian 1. Pola Budidaya Ikan Lele dan Ikan Mas ... 76

2. Teknik Budidaya Lele dan Ikan Mas ... 78

C. Penggunaan Sarana Produksi dan Penerimaan ... 84

1. Penggunaan Bibit Ikan ... 85

2. Penggunaan Pakan ... 86

3. Penggunaan Obat Ikan ... 88

4. Penggunaan Vitamin Ikan ... 89

5. Penggunaan Tenaga Kerja... 90

6. Penggunaan Peralatan ... 92

7. Produksi dan Penerimaan ... 96

D. Analisis Usahatani Ikan Lele dan Ikan Mas ... 97

E. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Keuntungan Ikan Lele dan Ikan Mas ... 101

F. Analisis Risiko Usahatani Ikan Lele dan Ikan Mas ... 111

1. Permasalahan yang dihadapi ... 111

(13)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Luas lahan, produksi, dan produktivitas subsektor perikanan

budidaya di Indonesia tahun 2012 ... 2

2. Luas areal produksi dan produktivitas perikanan air tawar

menurut kabupaten di Provinsi Lampung ... 3

3. Luas areal perikanan budidaya dan produksi perikanan

air tawar per kecamatan di Kabupaten Pringsewu ... 8

4. Kajian penelitian terdahulu ... 30

5. Jumlah responden analisis pendapatan dan risiko pembudidaya ikan lele dan ikan mas di Kecamatan Pagelaran Kabupaten

Pringsewu ... 43

6. Jumlah penduduk Desa Pagelaran, Lugusari dan Panutan menurut

umur ... 59

7. Jumlah penduduk Desa Pagelaran, Lugusari dan Panutan

berdasarkan tingkat pendidikan ... 61

8. Jumlah penduduk Desa Pagelaran, Lugusari dan Panutan

berdasarkan mata pencaharian ... 62

9. Sarana dan prasarana di Desa Pagelaran, Lugusari dan Panutan ... 63

10.Luas lahan dan produksi tanaman pangan Kabupaten Pringsewu

tahun 2011 dan 2012... 64

11.Luas lahan dan produksi tanaman perkebunan Kabupaten

Pringsewu tahun 2011 dan 2012 ... 65

12.Produksi dan luas kolam di Kabupaten Pringsewu tahun 2009 –

2012 ... 66

13.Produksi dan luas kolam masing-masing jenis ikan di Kecamatan

(14)

14.Sebaran umur produktif pembudidaya ikan lele dan pembudidaya

ikan mas ... 70

15.Sebaran tingkat pendidikan pembudidaya ikan lele dan ikan mas ... 71

16.Jumlah tanggungan keluarga pembudidaya ikan lele dan ikan mas ... 72

17.Lamanya pengalaman berbudidaya ikan lele dan ikan mas ... 73

18.Sebaran pembudidaya ikan lele dan ikan mas menurut pekerjaan di luar kegiatan budidaya ikan ... 74

19.Luas kolam usaha budidaya ikan lele ... 75

20.Luas kolam usaha budidaya ikan mas ... 75

21.Perbedaan teknik pembudidaya ikan lele dan ikan mas ... 84

22.Total penggunaan bibit, harga dan ukuran bibit ikan lele dan ikan mas di Kecamatan Pagelaran ... 85

23.Total penggunaan pakan dan harga pakan ikan lele dan ikan mas di Kecamatan Pagelaran ... 86

24.Total penggunaan obat-obatan ikan lele dan ikan mas di Kecamatan Pagelaran ... 88

25.Total penggunaan vitamin ikan lele dan ikan mas di Kecamatan Pagelaran ... 90

26.Penggunaan tenaga kerja dalam kegiatan budidaya ikan lele dan ikan mas di Kecamatan Pagelaran ... 91

27.Rata-rata nilai penyusutan peralatan untuk budidaya ikan lele dan ikan mas di Kecamatan Pagelaran Kabupaten Pringsewu ... 93

28.Produksi, harga jual dan penerimaan ikan lele dan ikan mas dalam satu musim budidaya Desember 2013 – Maret 2014 ... 97

29.Rata-rata penerimaan, biaya, dan pendapatan ikan lele dan ikan mas pada musim budidaya Desember 2013 – Maret 2014 ... 98

(15)

31. Hasil regresi keuntungan petani ikan lele, ikan mas dan fungsi

gabungan ikan lele dan ikan mas ... 102

32. Hasil uji heterokedastisitas budidaya ikan lele ... 103

33. Hasil uji heterokedastisitas budidaya ikan mas ... 103

34.Hasil uji heterokedastis budidaya ikan lele dan ikan mas ... 103

35. Permasalahan yang dihadapi petani ikan lele dan ikan mas di Kecamatan Pagelaran ... 112

36. Hasil uji hipotesis dari risiko produksi, harga dan pendapatan usahabudidaya ikan lele dan ikan mas di Kecamatan Pagelaran .... 119

37. Identitas responden petani ikan lele di Kecamatan Pagelaran ... 134

38. Biaya produksi petani ikan lele dalam satu musim Budidaya ... 135

39. Penyusutan alat dalam budidaya ikan lele dalam satu musim budidaya ... 138

40. Biaya dan lain-lain pada budidaya ikan lele dalam satu musim budidaya ... 140

41. Penggunaan tenaga kerja dalam budidaya ikan lele dalam satu musim budidaya ... 141

42. Pendapatan usaha budidaya ikan lele dalam satu musim budidaya 142

43. Identitas responden petani mas lele di Kecamatan Pagelaran ... 147

44. Biaya produksi petani ikan mas dalam satu musim budidaya... 148

45. Penyusutan alat dalam budidaya ikan mas dalam satu musim budidaya ... 151

46. Biaya dan lain-lain pada budidaya ikan mas dalam satu musim budidaya ... 154

47. Penggunaan tenaga kerja budidaya ikan mas dalam satu musim budidaya ... 155

(16)

49. Hasil uji beda pendapatan usaha budidaya ikan lele dan usaha

budidaya ikan mas ... 161

50. Regresi faktor-faktor yang mempengaruhi keuntungan petani ikan lele ... 162

51. Regresi faktor-faktor yang mempengaruhi keuntungan petani ikan mas ... 165

52. Hasil regresi faktor-faktor yang mempengaruhi pendapatan ikan lele ... 168

53. Hasil regresi faktor-faktor yang mempengaruhi pendapatan ikan mas ... 170

54. Hasil regresi faktor-faktor yang mempengaruhi pendapatan ikan lele dan ikan mas ... 172

55. Permasalahan yang dihadapi petani ikan lele 5 tahun terakhir ... 174

56. Produksi, harga dan pendapatan budidaya ikan lele 6 musim budidaya terakhir ... 175

57. Risiko produksi, harga dan pendapatan ikan lele 6 musim budidaya terakhir ... 178

58. Permasalahan yang dihadapi petani ikan mas 5 tahun terakhir ... 180

59. Produksi, harga dan pendapatan budidaya ikan mas 6 musim budidaya terakhir ... 181

60. Risiko produksi, harga dan pendapatan ikan mas 6 musim budidaya terakhir ... 184

61. Hasil uji beda risiko produksi ikan lele dan ikan mas ... 186

62. Hasil uji beda risiko harga ikan lele dan ikan mas ... 188

(17)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Fluktuasi produktivitas ikan air lele dan ikan mas di Kabupaten

Pringsewu Tahun 2009 – 2012 ... 6

2. Harga ikan lele dan ikan mas di Kabupaten Pringsewu Tahun 2009 – 2012 ... 7

3. Kerangka pemikiran analisis pendapatan dan risiko petani ikan lele dan ikan mas di Kecamatan Pagelaran Kabupaten Pringsewu ... 36

4. Pola budidaya ikan lele di Kecamatan Pagelaran ... 76

5. Pola budidaya ikan mas di Kecamatan Pagelaran ... 77

6. Persentase penggunaan biaya ikan lele dalam satu musim ... 94

7. Persentase penggunaan biaya ikan mas dalam satu musim ... 95

8. Fluktuasi produksi ikan lele per hektar selama 6 musim budidaya terakhir ... 115

9. Fluktuasi produksi ikan mas per hektar selama 6 musim budidaya terakhir ... 116

10.Fluktuasi harga ditingkat pembudidaya ikan selama 6 musim budidaya terakhir ... 117

11.Fluktuasi pendapatan pembudidaya ikan lele selama 6 musim budidaya terakhir ... 118

(18)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Indonesia merupakan negara agraris dengan ribuan pulau yang mempunyai

potensi besar dalam pengembangan di sektor pertanian. Sektor pertanian di

Indonesia telah memberikan peran dalam perekonomian secara keseluruhan.

Peran tersebut di antaranya adalah sebagai penyedia bahan baku industri,

penyedia bahan pangan masyarakat dan penyedia lapangan kerja. Kegiatan

pertanian mencakup enam subsektor pertanian yaitu pertanian tanaman

pangan, hortikultura, perikanan, perkebunan, peternakan, dan kehutanan.

Perikanan merupakan salah satu subsektor kegiatan pertanian yang memiliki

potensi di Indonesia. Selain perikanan laut, Indonesia memiliki lahan

perikanan air tawar yang cukup luas.

Menurut Saptoadi (2011), potensi sumberdaya perikanan budidaya di

Indonesia cukup besar dengan keragaman jenis biota air laut yang bernilai

ekonomis memungkinkan untuk dibudidayakan, namun pemanfaatannya

belum dapat dimaksimalkan sehingga kontribusi sektor perikanan terhadap

pembangunan dan perekonomian pada umumnya serta peningkatan taraf

(19)

Pemerintah khususnya Kementerian Kelautan dan Perikanan selalu berupaya

untuk memajukan bidang kelautan dan perikanan Indonesia. Pemerintah

melakukan cara dengan terus meningkatkan produksi dari bidang perikanan

dan kelautan. Hasil dari subsektor perikanan dan kelautan tidak hanya

diperoleh dari air laut, tetapi juga dari daratan yang lebih dikenal dengan

perikanan air tawar. Sumberdaya perairan air tawar di Indonesia meliputi

tambak, sawah (mina padi), karamba, sungai, dan kolam. Berikut adalah

tabel luas lahan, produksi dan produktivitas nasional subsektor perikanan

budidaya di Indonesia.

Tabel 1.Luas lahan, produksi, dan produktivitas subsektor perikanan budidaya di Indonesia, 2012

Luas Usahatani Ikan Luas Lahan (ha) Produksi (ton) Produktivitas

(ton/ha)

Kolam 131.776 1.433.820 10,88

Tambak 657.346 1.756.800 2,67

Budidaya Laut 178.435 5.769.740 32,33

Sawah 156.193 81.820 0,52

Karamba 427 178.370 417,72

Jaring Apung 1.371 455.010 331,88

Total 1.125.549 9.675.550 8,59

Sumber : Badan Pusat Statistik Republik Indonesia, 2013

Dari Tabel 1, dapat dilihat bahwa hampir semua subsektor perikanan

memiliki potensi. Total luas lahan perikanan budidaya di Indonesia pada

tahun 2012 yaitu 1.125.549 ha, sedangkan total produksi perikanan budidaya

yaitu 9.675.550 ton. Produktivitas budidaya pada kolam masih termasuk

cukup tinggi yaitu 10,88 ton/ha, hal tersebut dikarenakan budidaya

(20)

memiliki lahan yang terlalu besar dan dapat melakukan usahatani perikanan

air tawar. Budidaya kolam juga merupakan model budidaya air tawar

pertama sebelum munculnya budidaya di perairan umum seperti karamba

dan jaring apung.

Provinsi Lampung merupakan salah satu daerah yang memiliki sektor

perikanan yang cukup dominan baik itu dari perikanan tangkap maupun

perikanan budidaya. Luasnya areal perairan di Provinsi Lampung merupakan

salah satu faktor yang menyebabkan perikanan menjadi salah satu sumber

pendapatan pokok masyarakat Lampung.

Tabel 2. Luas areal produksi dan produktivitas perikanan air tawar menurut kabupaten di Provinsi Lampung, 2012

Kabupaten/Kota Luas Lahan

(ha)

Sumber : Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Lampung, 2013

Tabel 2 menunjukkan luas areal perikanan budidaya, produksi dan

produktivitasnya di Provinsi Lampung. Salah satu kabupaten yang memiliki

potensi yang cukup besar yaitu Kabupaten Pringsewu. Menurut Tabel 2,

(21)

ke-3 setelah Kabupaten Lampung Tengah dan Lampung Timur. Meskipun bukan

daerah penghasil terbesar di Provinsi Lampung, Kabupaten Pringsewu telah

memberikan kontribusi yang besar dalam peningkatan produksi budidaya

perikanan air tawar. Pada tahun 2012 potensi perikanan budidaya air tawar di

Kabupaten Pringsewu sebesar 1.023 ha dengan tingkat pemanfaatan lahan

seluas 501, 62 ha dan produksi secara keseluruhan sebesar 5.497 ton (Pemda

Kabupaten Pringsewu, 2013).

Komoditas perikanan air tawar utama yang dibudidayakan di Kabupaten

Pringsewu antara lain ikan nila, ikan mas, ikan gurame dan ikan lele.

Komoditas ikan lele dan ikan mas merupakan jenis ikan yang paling dominan

dibudidayakan di Kabupaten Pringsewu. Usahatani perikanan yang

dilakukan pada Kabupaten Pringsewu meliputi pembenihan hingga

pembesaran ikan air tawar. Pada umumnya masyarakat di Kabupaten

Pringsewu melakukan kegiatan pembesaran ikan air tawar, baik itu ikan lele

maupun ikan mas. Hal tersebut dikarenakan usahatani pembesaran ikan

memiliki keuntungan yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan usaha

pembenihan ikan air tawar karena nilai jual yang lebih tinggi, namun tentu

saja risiko yang harus dihadapi lebih tinggi jika dibandingkan usaha

pembenihan ikan air tawar.

Dahulu ikan lele dipandang sebagai ikan murahan dan dikonsumsi oleh petani

saja pada umumnya, namun saat ini konsumen ikan lele semakin meluas.

Rasa dagingnya yang khas, dan cara menghidangkannya menjadi kegemaran

(22)

lebih terjangkau dan kemudahan dalam budidayanya. Ikan lele dapat

dibudidayakan pada lahan dan sumber air terbatas dengan kepadatan yang

tinggi sehingga petani ikan yang memiliki lahan yang terbatas tidak akan

kesulitan dalamberusahatani ikan lele.

Ikan mas menjadi salah satu alternatif pendapatan petani Kecamatan

Pagelaran. Harga jual ikan mas yang relatif tinggi menyebabkan petani ikan

Kabupaten Pringsewu menjadikannya sebagai salah satu sumber pendapatan.

Ikan mas memerlukan kolam yang relatif luas dalam pembudidayaannya

karena tingkat kepadatan tidak terlalu tinggi. Ikan mas membutuhkan

oksigen yang banyak sehingga harus dibudidayakan pada air yang mengalir.

Ikan mas dapat hidup dengan ketinggian 150-1.000 m, tetapi tidak menutup

kemungkinan dapat hidup di perairan payau dengan kadar garam 25 ppm.

(Saparinto, 2013)

Produksi dan produktivitas merupakan salah satu masalah yang sering

dihadapi petani dalam proses pembudidayaan ikan di Kabupaten Pringsewu.

Jumlah produksi dan produktivitas biasanya ditentukan oleh unsur-unsur

internal dan eksternal dalam proses pembudidayaan. Unsur internal meliputi

cara pembudidayaan ikan, baik dari kualitas bibit ikan, kualitas pakan,

intensitas pemberian vitamin ikan maupun luas lahan budidaya, sedangkan

unsur eksternal meliputi kondisi cuaca dan lingkungan. Keadaan cuaca yang

tidak dapat diprediksi inilah yang sering menjadi penyebab turunnya produksi

(23)

ikan mas di Kabupaten Pringsewu yang mengalami fluktuasi dari tahun 2009

sampai 2012

Gambar 1. Fluktuasi produktivitas ikan lele dan ikan mas di Kabupaten Pringsewu tahun 2009 – 2012

(Sumber : Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Pringsewu, 2013)

Berdasarkan Gambar 1, produktivitas perikanan yang lebih tinggi yaitu ikan

lele. Produktivitas ikan lele terjadi penurunan pada tahun 2010 ke 2011, yaitu

sebesar 5,71 persen. Pada tahun 2011 ke 2011, terjadi kenaikan cukup besar

juga sebesar 14,08 persen. Hal tersebut menunjukkan terdapat perubahan

produktivitas yang cukup tinggi yang mengindikasikan terdapat risiko dalam

pembudidayaan ikan lele maupun ikan mas. Gambar 1 juga menunjukkan

produktivitas ikan mas dari tahun 2009 ke 2012 yang mengalami kenaikan

produksi stabil dari tahun ke tahun. Kenaikan yang terjadi dari tahun 2009 ke

2012 yaitu sebesar 13,93 persen.

Selain risiko produksi, petani ikan juga harus menghadapi risiko harga.

Fluktuasi harga disebabkan oleh fluktuasi dari komoditas tersebut, apabila

harga jual terlalu rendah maka petani tidak akan mampu menutupi

(24)

biaya produksi yang diperlukan seperti bibit ikan, obat-obatan, pakan ikan

sehingga petani ikan akan merugi. Gambar 2 menunjukkan harga ikan lele

dan ikan mas di Kabupaten Pringsewu tahun 2009 – 2012.

Gambar 2. Harga ikan lele dan ikan mas di Kabupaten Pringsewu tahun 2009 – 2012

(Sumber : Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Pringsewu, 2013)

Gambar 2 menunjukkan rata-rata harga ikan lele dan ikan mas di tingkat

produsen. Harga ikan lele dari tahun ke tahun cenderung naik namun

mengalami penurunan pada tahun 2012, hal tersebut dikarenakan

menurunnya produktivitas lele pada tahun 2012. Beda halnya dengan ikan

mas yang cenderung lebih stabil namun pada tahun 2012 sedikit mengalami

penurunan harga. Baik ikan lele maupun ikan mas mengindikasikan

perubahan harga setiap tahun. Harga jual akan mempengaruhi penerimaan

petani, semakin tinggi harga jual ikan maka akan semakin tinggi pendapatan

yang didapatkan. Sebaliknya apabila harga rendah maka akan semakin

(25)

sedikit penerimaan yang diterima sehingga petani ikan harus memperhatikan

risiko harga yang fluktuatif naik ataupun turun.

Fluktuasi harga dan fluktuasi produksi tidak menunjukkan perubahan yang

signifikan dari tahun 2009 – 2012, namun berdasarkan hasil turun lapang

yang dilakukan banyak petani yang mengalami kerugian akibat risiko

keuntungan yang terjadi akibat kenaikan input secara terus menerus setiap

tahun dan akibat fluktuasi harga dan fluktuasi produksi. Ketika harga dan

produksi rendah dan tingginya biaya produksi pada musim budidaya, banyak

petani ikan yang mengalami kerugian dan tidak mampu berproduksi untuk

periode selanjutnya, sehingga mereka harus melakukan kegiatan tambahan

untuk menutupi kerugian seperti menjadi buruh, melakukan kegiatan

usahatani lainnya dan bekerja tambahan.

Tabel 3. Luas areal perikanan budidaya dan produksi perikanan air tawar per kecamatan di Kabupaten Pringsewu, 2012

Kecamatan Luas Lahan

(ha)

Sumber : Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Pringsewu, 2013

Tabel 3 menunjukan luas areal perikanan budidaya dan produksi di

Kabupaten Pringsewu per kecamatan. Data tersebut menunjukkan

(26)

tawar dengan luas lahan sebesar 322 ha dan produksi sebesar 3.575,28 ton

pada tahun 2012, hal tersebut menunjukkan bahwa Kecamatan Pagelaran

merupakan sentra pembudidayaan ikan air tawar di Kabupaten Pringsewu

meskipun bukan merupakan kecamatan dengan produktivitas paling besar

jika dibandingkan dengan kecamatan di Kabupaten Pringsewu lainnya.

Jenis ikan lele yang dibudidayakan di Kecamatan Pagelaran yaitu ikan lele

dumbo, sedangkan jenis ikan mas yaitu ikan mas lokal. Proses budidaya baik

ikan mas maupun ikan lele memiliki risiko yang berbeda. Hal ini karena

banyak faktor-faktor yang menentukan, seperti luas lahan, yang dalam

berusahatani ikan mas memerlukan lahan relatif lebih luas bila dibandingkan

dengan ikan lele. Hasil budidaya ikan lele dan ikan mas ini juga dipengaruhi

oleh faktor-faktor produksi yang digunakan yaitu, jumlah bibit, jumlah pakan,

jumlah tenaga kerja dan luas lahan selama proses usahatani berlangsung.

Menurut penelitian yang dilakukan Titisari (2011), pada CV Jumbo Bintang

Lestari, sumber-sumber risiko produksi ikan lele meliputi kualitas dan

pasokan benih, mortalitas, kualitas pakan, pengaruh cuaca, dan sumberdaya

manusia sehingga akan mempengaruhi tingkat kelangsungan hidup (SR)

selama masa produksi berlangsung.

Risiko dalam berusahatani ikan disebabkan oleh kondisi cuaca yang tidak

pasti dan serangan hama penyakit yang sulit diduga sebelumnya. Pada

musim hujan, jumlah produksi ikan akan cenderung mengalami penurunan.

Hal tersebut dikarenakan perbedaan cuaca yang menyebabkan suhu dan pH

(27)

menimbulkan kematian pada ikan. Di samping itu, perbedaan suhu air

menyebabkan ikan yang diproduksi mengalami penurunan nafsu makan

sehingga pertumbuhannya pun menjadi lambat.

Berdasarkan perbedaan produksi dan harga yang berbeda serta risiko-risiko

yang ada pada setiap komoditas ikan lele dan ikan mas, perlu dikaji apakah

usahatani ikan lele dan ikan mas menguntungkan bagi petani serta perlu

dikaji faktor-faktor yang mempengaruhi keuntungan dalam melakukan

kegiatan usahatani ikan lele dan ikan mas. Dalam berusahatani ikan dengan

sistem kolam, kemungkinan merugi sebagai salah satu risiko yang terjadi

pada usaha dapat disebabkan oleh adanya kendala di luar petani seperti faktor

alam yaitu iklim yang tidak bisa dikendalikan oleh manusia. Permasalahan

itu menimbulkan risiko sehingga mengancam pendapatan petani. Risiko dan

ketidakpastian yang ada harus dapat diatasi agar kerugian dapat

diminimalisir. Oleh karena itu, penelitian ini juga mengkaji bagaimanakah

risiko yang dihadapi petani dalam melakukan usaha budidaya ikan lele dan

ikan mas.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian sebelumnya, dapat diidentifikasikan beberapa penelitian

yang dikaji dalam penelitian ini, yaitu :

1) Bagaimanakah tingkat pendapatan usahatani ikan lele dan ikan mas di

(28)

2) Faktor-faktor apa sajakah yang mempengaruhi pendapatan usahatani ikan

lele dan ikan mas di Kecamatan Pagelaran Kabupaten Pringsewu?

3) Bagaimanakah tingkat risiko usahatani ikan lele dan ikan mas di

Kecamatan Pagelaran Kabupaten Pringsewu?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan permsalahan yang ada, maka penelitian ini bertujuan untuk :

1) Menganalisis tingkat pendapatan usahatani ikan lele dan ikan mas di

Kecamatan Pagelaran Kabupaten Pringsewu.

2) Mengkaji faktor-faktor yang mempengaruhi pendapatan usahatani ikan

lele dan ikan mas di Kecamatan Pagelaran Kabupaten Pringsewu.

3) Mengkaji tingkat risiko usahatani ikan lele dan ikan mas di Kecamatan

Pagelaran Kabupaten Pringsewu.

D. Kegunaan Penelitian

Penelitian ini diharapkan berguna bagi :

1) Sebagai bahan pertimbangan bagi para petani dalam mengelola budidaya

ikan air lele dan ikan mas yang efektif dan menguntungkan.

2) Bahan pertimbangan bagi pemerintah dalam usaha meningkatkan

pendapatan serta produksi dari tiap-tiap usaha budidaya ikan lele dan ikan

mas.

3) Sebagai bahan informasi dan pembanding bagi penelitian-penelitian

(29)

II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS

A. Tinjauan Pustaka

1. Klasifikasi Ikan Air Tawar

a. Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus)

Ikan Lele memiliki kandungan gizi yang penting bagi tubuh kita,

sehingga dapat dijadikan sebagai sumber pangan dan sebagai

komoditi rumah tangga dalam meningkatkan perekonomian keluarga.

Ikan lele kemudian dibudidayakan oleh manusia.

Melihat kandungan gizi yang terdapat didalam ikan lele, maka

peminat ikan lele pun sangat banyak. Hampir semua lapisan

masyarakat dapat merasakan nikmatnya ikan lele sebagai pelengkap

hidangan (Saparinto, 2013).

Ikan lele terdapat di perairan umum, seperti sungai, rawa, waduk, dan

genangan air lainnya. Tubuh lele berbentuk gilig memanjang, kepala

gepeng, dan meruncing. Di dekat mulutnya ditumbuhi empat pasang

kumis yang kaku memanjang. Kulit tubuh lele licin tidak bersisik

dan berwarna kehitaman. Lele dapat hidup di daerah hingga

(30)

kandungan oksigen 3 ppm. Lele dapat hidup di perairan kotor dan

lumpur karena memiliki alat bantu pernapasan yang terletak di atas

rongga insang (arborescent atau labyrinth) sehingga mampu

mengambil oksigen langsung dari udara (Fauzi, 2013).

Di Indonesia dikenal banyak jenis lele, di antaranya lele lokal, lele

dumbo, lele phiton dan lele babon (lele Kalimantan). Namun, yang

dibudidayakan hanya lele lokal (Clarias batrachus) dan lele dumbo

(Clarias gaeriepinus). Jenis yang kedua lebih banyak dikembangkan

karena pertumbuhannya lebih cepat dan ukurannya lebih besar

daripada lele lokal.

Lele dumbo pertama kali didatangkan ke Indonesia tahun 1986. Ikan

lele dumbo merupakan salah satu komoditas unggulan, sangat

populer, serta memiliki pasar yang baik. Kandungan telur lele

dumbo bisa mencapai 30.000-40.000 butir per kg induk betina,

dibandingkan induk lokal yang hanya 1.000-4.000 butir per kg induk.

Beberapa kelebihan lainnya yaitu pertumbuhan lebih celat, dapat

mencapai ukuran yang lebih besar, serta pemeliharaan dan pemberian

pakan lebih mudah. Pada tahun 2009 jumlah produksi ikan lele

dumbo di Indonesia mencapai 175.00 ton. Sementara kebutuhan

benih lele di akhir tahun 2009 mencapai 1,95 miliar ekor.

Usaha pembesaran ikan lele adalah kegiatan pemeliharaan ikan dari

ukuran benih untuk dibesarkan menjadi ukuran konsumsi. Ukuran

(31)

intensif dilakukan dengan teknik yang modern dan memerlukan

masukan (input) biaya yang besar. Ciri khas teknik budidaya ikan

lele secara intensif yaitu padat penebaran benih sangat tinggi, yaitu

200 – 400 ekor/m2. Pakan sepenuhnya tergantung dari buatan pabrik

(pelet). Biaya untuk pakan sangat tinggi karena untuk menghasilkan

450 kg lele, diperlukan pakan pelet 450 kg dengan harga pakan Rp.

5.300/kg pada Januari 2008. Ciri lain usaha pembesaran secara

intensif adalah dilakukan pergantian air. Tujuannya agar air tetap

bersih dan tidak kotor oleh sisa-sisa pakan dan kotoran lele dumbo

(Mahyuddin, 2008).

Habitat atau tempat hidup lele dumbo adalah air tawar. Air yang baik

untuk pertumbuhan lele dumbo adalah air sungai, air sumur, air

tanah, dan mata air. Namun, lele dumbo juga dapat hidup dalam

kondisi air yang kurang baik seperti di dalam lumpur atau air yang

memiiliki kadar oksigen rendah. Hal tersebut sangat dimungkinkan

karena lele dumbo memiliki insang tambahan yaitu arborescent yang

terletak di bagian atas lengkung insang kedua dan ketiga terdapat

kantung insang tambahan yang berbentuk seperti pohon, karenanya

dinamakan arborescent organ. Organ ini dipergunakan untuk

pernafasan udara sehingga memungkinkan lele dumbo untuk

mengambil napas langsung dari udara dan dapat hidup di tempat

beroksigen rendah. Alat ini juga memungkinkan lele dumbo untuk

hidup di darat, asalkan udara di sekitarnya memiliki kelembapan

(32)

Penyakit yang sering menyerang ikan lele yaitu bintik putih (white

spot) dengan ciri-ciri adanya bintik-bintik putih pada permukaan

tubuh dan insang ikan yang dipelihara, kemudian ikan sering

berkmpul pada pintu air masuk. Biasanya, kematian ikan akan tinggi

karena mengalami gangguan penyerapan oksigen. Faktor pemicu

penyakit tersebut disebabkan oleh kualitas air yang kurang

mendukung, suhu air yang dingin, dan kepadatan ikan yang terlalu

tinggi (Mahyuddin, 2008).

b. Ikan Mas (Cyprinus carpio)

Ikan mas termasuk jenis ikan yang relatif mudah dalam

pemeliharaannya, selain sudah dikenal luas. Ikan mas dapat hidup di

daerah dengan ketinggian 150 – 1.000 m, tetapi tidak menutup

kemungkinan dapat hidup di perairan payau dengan kadar garam 25

ppm. Kondisi suhu air ideal rata-rata 20 – 30̊ C dengan pH 7 – 8.

Ikan mas dapat dipacu pertumbuhannya jika dipelihara di kolam air

deras (kecapatan air 30 – 50 cm/detik). Ikan mas sudah dapat

dipanen dengan ukuran 5 – 6 ekor/kg dalam waktu 3 – 4 bulan

pemeliharaan. Ada banyak jenis mas yang dapat dibudidayakan,

diantaranya jenis tombro (berwarna hijau), punten (warna hijau biru

dan punggung lebih tinggi), mas (berwarna kuning), si nyonya

(berwarna jingga), dan majalaya (berpunggung tinggi dan cepat

(33)

Ikan Mas mempunyai ciri-ciri bentuk badan memanjang dan sedikit

pipih kesamping, mulut terletak di ujung tengah, dua pasang sungut

terletak di bibir bagian atas, sirip punggung (dorsal) berbentuk

memanjang dan terletak di bagian permukaan, berseberangan dengan

permukaan sirip perut. Ada beberapa jenis ikan mas yang

dibudidayakan di Indonesia yaitu ikan mas punten, ikan mas

sinyonya, ikan mas taiwan, ikan mas merah, ikan mas majalaya,ikan

mas yamato dan ikan mas lokal. Harga ikan mas lebih rendah

daripada ikan air tawar lainnya seperti gurami dan patin. Secara

umum, harga ikan mas di pasaran cenderung stabil. Jika terjadi

penurunan harga, tidak akan menurun secara drastis. Sebaliknya,

jika ada kenaikan harga, tidak akan melonjak naik.

Usaha pembesaran ikan mas dimulai dari pemeliharaan benih umur

antara 3-6 minggu atau berukuran 5-8 cm yang diperoleh dari

kegiatan pendederan hingga diperoleh ikan mas ukuran konsumsi.

Jenis kolam yang dipakai adalah kolam jaring terapung dan kolam

air deras. Selain itu, dapat dilakukan dalam kolam-kolam

konvensional yang bersifat tradisional atau semi insentif. Kolam

pembesaran ikan mas menggunakan prinsip pembesaran ikan mas di

kolam air deras yang memanfaatkan arus mengalir. Makanan ikan

mas harus mengandung protein sekitar 40%. Makanan yang

diberikan berbentuk pellet diberikan setiap hari sebanyak 3 – 5% dari

(34)

per harinya adalah 13,5 – 22,5 gram yang diberikan dua kali, yaitu

pagi hari dan sore hari (Bachtiar, 2002).

2. Konsep Usahatani

Soekartawi (1995) mendefinisikan usahatani sebagai ilmu yang

mempelajari bagaimana seseorang mengalokasikan sumberdaya yang ada

secara efektif dan efisien untuk tujuan memperoleh keuntungan yang

tinggi pada waktu tertentu. Dikatakan efektif bila petani atau produsen

dapat mengalokasikan sumberdaya yang mereka miliki (yang dikuasai)

sebaik-baiknya, dan dikatakan efisien apabila pemanfaatan sumberdaya

tersebut menghasilkan keluaran (output) yang melebihi masukan (input).

Hernanto (1994) menyatakan bahwa besarnya pendapatan yang diperoleh

dari suatu kegiatan usahatani tergantung dari beberapa faktor yang

mempengaruhinya seperti luas lahan, tingkat produksi, pertanaman, dan

efisiensi penggunaan tenaga kerja. Dalam kegiatan usahatani, petani

berharap dapat meningkatan pendapatannya sehingga kebutuhan hidup

sehari-hari dapat terpenuhi. Unsur-unsur pokok yang ada dalam usahatani

yang penting untuk diperhatikan adalah lahan, tenaga kerja, modal, dan

pengelolaan (manajemen). Unsur tersebut juga dikenal dengan istilah

faktor-faktor produksi. Unsur-unsur usahatani tersebut mempunyai

kedudukan yang sama satu sama lainnya, yaitu sama-sama penting.

Faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan usahatani digolongkan

(35)

adalah faktor yang ada pada usahatani itu sendiri, seperti petani pengelola,

lahan usahatani, tenaga kerja, modal, tingkat teknologi, kemampuan petani

mengalokasikan penerimaan keluarga, dan jumlah keluarga. Faktor

eksternal adalah faktor-faktor di luar usahatani, seperti tersedianya sarana

transportasi dan komunikasi, aspek-aspek yang menyangkut pemasaran

hasil dan bahan usahatani (harga hasil, harga saprodi, dan lain-lain),

fasilitas kredit, dan sarana penyuluhan bagi petani.

Usahatani yang dilakukan oleh rumah tangga petani mempunyai pengaruh

yang sangat besar dalam pengambilan keputusan dan keputusan yang akan

diambil. Usahatani yang dilakukan petani umumnya mempunyai dua

tujuan usahatani, yaitu mendapatkan pendapatan usahatani yang maksimal

atau untuk keamanan dengan cara meminimalkan risiko, termasuk

keinginan untuk memiliki persediaan pangan yang cukup untuk konsumsi

rumah tangga dan selebihnya untuk dijual (Soedjana, 2007).

3. Teori Pendapatan Usahatani

Pendapatan usahatani merupakan selisih antara penerimaan dengan biaya.

Pendapatan yang diperoleh petani dari usahatani tersebut akan mendorong

untuk dapat mengalokasikan pendapatan tersebut ke dalam berbagai

kegunaan seperti biaya produksi periode berikutnya, tabungan dan

pengeluaran lain-lain untuk memenuhi kebutuhan keluarga.

Analisis pendapatan dan keuntungan dari setiap cabang usaha memberikan

(36)

Suatu usahatani dikatakan berhasil apabila memenuhi syarat sebagai

berikut, yaitu : (1) cukup untuk membayar pembelian sarana produksi

termasuk biaya angkutan dan administrasi, (2) cukup untuk membayar

bunga modal yang ditanamkan, dan (3) cukup untuk membayar tenaga

kerja yang dibayar atau bentuk upah lainnya untuk tenaga kerja yang tidak

dibayar (Soekartawi, 1995).

Menurut Saparinto (2008) analisis usahatani dilakukan karena setiap

kegiatan usaha tani membutuhkan input. Input di antaranya sumberdaya

alam, sumber modal, keahlian, tanah, dan input lain yang ketersediaannya

terbatas. Untuk mendapatkan output yang optimal dari input yang

dimiliki, diperlukan perhitungan yang matang agar kegiatan tersebut

menghasilkan manfaat.

Menurut Soekartawi (1995) penerimaan usahatani adalah perkalian antara

produksi yang diperoleh dengan harga jual. Secara matematis dirumuskan

sebagai berikut :

TR = Y.Py

Keterangan :

TR = Total Penerimaan

Y = Produksi yang diperoleh dari suatu usahatani Py = Harga produksi

Pendapatan dan keuntungan usahatani adalah selisih penerimaan dengan

semu biaya produksi, dirumuskan sebagai berikut :

(37)

Keterangan :

π = keuntungan atau pendapatan (Rp) Y = jumlah produksi (satuan)

Py = harga satuan produksi (Rp) X = faktor produksi (satuan)

Px = harga faktor produksi (Rp/ satuan) N = banyaknya input yang dipakai BTT = biaya tetap total (Rp)

Biaya usahatani sifatnya dibagi menjadi dua, yaitu biaya tetap dan biaya

variabel. Biaya tetap adalah biaya yang relatif tetap jmlahnya dan terus

dikeluarkan walaupun produksi yang diperoleh banyak atau sedikit pada

periode tertentu. Besarnya biaya tetap tidak tergantung pada besar

kecilnya produksi yang diperoleh. Biaya variabel adalah baiya yang besar

kecilnya dipengaruhi oleh produksi yang diperoleh.

Untuk mengetahui apakah usahatani menguntungkan atau tidak secara

ekonomi, dapat dianalisis dengan menggunakan perhitungan antara

penerimaan total dan biaya total yang disebut dengan Revenue Cost Ratio

(R/C Ratio)

R/C Ratio = PT/ BT

Keterangan :

R/C = Nisbah penerimaan dan biaya PT = Penerimaan total

BT = Biaya total yang dikeluarkan

Ada dua kriteria dalam perhitungan ini, yaitu :

a. Jika R/C >1, maka usahatani yang dilakukan layak atau

(38)

b. Jika R/C = 1, maka usahatani yang dilakukan berada pada titik impas

(Break Even Point).

c. Jika R/C <1, maka usahatani yang dilakukan tidak layak atau tidak

menguntungkan petani.

4. Fungsi Keuntungan (Profit Function)

Menurut Soekartawi, dkk (1984) perubahan tingkat keuntungan

disebabkan oleh perubahan-perubahan dalam metode produksi atau

organisasi usahatani. Perubahan-perubahan kecil dalam metode produksi

akan sangat berpengaruh terhadap tingkat keuntungan yang diperoleh.

Pengaruh suatu perubahan keuntungan dipengaruhi oleh banyak faktor,

misal produksi, tenaga kerja dan lain-lain.

Faktor jumlah dan macam kerja yang dilakukan oleh petani dan

keluarganya, ketrampilan yang dimilikinya, dan lain-lain merupakan

faktor-faktor penting yang tidak berkaitan dengan keuangan, tetapi besar

pengaruhnya dalam membuat keputusan yang berkaitan dengan perubahan

keuntungan. Semua hal ini dilakukan untuk mencapai usahatani yang

diinginkan oleh petani.

Soekartawi (2003) menyatakan bahwa pendekatan fungsi keuntungan

memiliki beberapa kelebihan bila dibandingkan dengan pendekatan fungsi

(39)

1) fungsi penawaran output dan fungsi permintaan terhadap input dapat

diduga bersama-sama tanpa harus membuat suatu fungsi produksi

yang eksplisit.

2) dapat dipergunakan untuk menelaah masalah efisiensi teknis dan

harga.

3) dalam model fungsi keuntungan , variabel-variabel yang diamati

adalah variabel harga input dan harga output.

Penjabaran dari fungsi keuntungan dapat diuraikan sebagai berikut,

misalkan sembarang fungsi produksi

Y = f (x1, x2, ... xm ; z1 , ...zn) (1)

Keuntungan jangka pendek ( short – run profit ) dapat didefinisikan sebagai berikut :

π = p. f. (x1,... xm ; z1 ...zn) –∑= wi xi (2) Dimana :

π = keuntungan jangka pendek P = harga output

Xi = jumlah input variabel ke – i ( i = 1,2,...m) Zj = jumlah input tetap ke-j ( j = 1,2...n)

Wi = harga input variabel ke – i

Asumsi perusahaan memaksimalkan keuntungan, maka kondisi nilai

marjinal produk sama dengan harga input variabel yang bersangkutan, atau

secara matematis:

p.� � �

�� ( . ) = Wi , i = 1, ...m . (3)

Jika persamaan (2) dinormalkan dengan harga output, diperoleh

persamaan sebagai berikut � � �

(40)

wi* = wi / p = harga input ke – i yang dinormalkan dengan harga output.

Pada persamaan , π * didefinisikan sebagai Unit Output Price profit (UOP

profit). Cara ini dipakai untuk memaksimumkan keuntungan. Kondisi ini

diperoleh dari persamaan (2) yang dinormalkan dengan harga output.

π * = π / p = f ( x1, ...xm ; z1, ...zn) –∑= Wi* xi (5)

π * dikenal sebagai fungsi keuntungan

UOP (Unit Output Price profit function) jumlah optimal dari input variabel

xi* yang memberikan keuntungan maksimum dalam jangka pendek, dapat

diturunkan (4), yaitu :

xi* = f (w1* , w2* , ...wm* ; z1, ...zn) (6)

Substitusi persamaan (6) ke dalam (2) akan diperoleh :

π = p. f ( x1*, x2* ...xm* ; z1, ...zn) –∑= wi* xi * (7) Dengan demikian cara UOP Cobb-Douglas Profit Function (UOP-CDPF),

adalah cara yang dipakai untuk memaksimumkan keuntungan.

UOP-CDPF ialah suatu fungsi (persamaan) yang melibatkan harga faktor

produksi dan produksi yang telah dinormalkan dengan harga tertentu. Hal

ini dapat dijelaskan sebagai berikut :

Y = A F(X,Z) (8)

Y = produksi

A = besaran yang menunjukkan tingkatan efisiensi teknik X = faktor produksi variabel

Z = faktor produksi tetap

Persamaan keuntungan yang diturunkan dari persamaan fungsi produksi

(41)

π = ApF (X1,....,Xm ; Z1,....,Zn)− ∑= ciXi - ∑�= fjZj (9)

keterangan:

π = besarnya keuntungan A = besarnya efisiensi teknik p = harga produksi persatuan

Xi = faktor produksi variabel yang digunakan, dengan j = 1,...n

ci = harga faktor produksi per satuan fj = harga faktor produksi tetap Z = faktor produksi tetap

Penggunaan persamaan di atas berlaku anggapan bahwa dalam jangka

pendek maka faktor produksi tetap seperti banyaknya cangkul atau alat

pertanian yang lain, tidak mempengaruhi keinginan untuk meningkatkan

keuntungan, sehingga persamaannya dapat dituliskan sebagai berikut :

π = ApF (X1,...,Xm ; Z1,...,Zn) )− ∑= ciXi (10) Bentuk logaritma dari persamaan di atas, seperti pada persamaan

Cobb-Douglas, sehingga diperoleh :

ln (π / p) =ln A+∑= αi ln (Xi / p ) +∑�= βj lnZj (11)

ln π* = ln A +∑= αi ln Xi +∑�= βj lnZj

ln π* = ln A+∑= αi ln wi*+∑�= βj lnZj (12) keterangan:

π* = keuntungan yang telah dinormalkan dengan harga produksi.

Βj = koefisien faktor produksi tetap.

αi = koefisien faktor produksi variabel .

wi = faktor produksi variabel yang telah dinormalkan dengan harga produksi

(42)

5. Teori Risiko Usahatani

Pappas dan Hirschey (2005) dalam Muzdalifah (2012) mengatakan bahwa

risiko dapat diukur dengan menentukan kerapatan distribusi probabilitas.

Salah satu ukurannya adalah dengan menggunakan deviasi standar yang

diberi simbol V. Semakin kecil deviasi standar, semakin rapat distribusi

probabilitas dan dengan demikian semakin rendah risikonya. Namun

dalam penggunaannya terdapat beberapa masalah ketika standar deviasi

digunakan dalam ukuran risiko. Misalnya jika biaya usahatani lebih besar,

usahatani tersebut dapat secara normal memiliki standar deviasi yang lebih

besar tanpa perlu menjadi lebih berisiko. Untuk mengatasi masalah

tersebut yaitu dengan menghitung ukuran risiko relatif dengan membagi

standar deviasi dengan rata-rata nilai :

CV = �

Keterangan :

CV = Koefisien variasi V = Standar deviasi E = Rata-rata hasil (mean)

Menurut Kadarsan (1995) risiko dan ketidakpastian menjabarkan suatu

keadaan yang memungkinkan adanya berbagai macam hasil usaha atau

berbagai macam akibat dari usaha-usaha tertentu. Perbedaannya adalah

bahwa risiko menjabarkan keadaan yang hasil dan akibatnya mengikuti

(43)

menunjukkan keadaan yang hasil dan akibatnya tidak bisa diketahui.

Macam risiko dan ketidakpastian dibidang pertanian dibandingkan dengan

bidan lainnya lebih mengharuskan petani memiliki kemampuan untuk

menanggulangi risiko perusahaan apabila mau meminjam modal. Hal ini

disebabkan penerimaan dan pengeluaran dibidan pertanian lebih tidak

stabil, sedangkan risiko dan ketidakpastian dalam mengelola perusahaan

agribisnis dan mengurus keluarga petani lebih besar dari pada bidang

lain-lainnya. Sekurang-kurangnya ada lima sebab utama terjadinya suatu risiko.

Pertama, ketidak pastian produksi; kedua, tingkat harga; ketiga,

perkembangan teknologi; keempat, tindakan-tindakan perusahaan dan

orang atau pihak lain; dan kelima, karena sakit, kecelakaan, atau kematian.

Darmawi (1997) menyatakan bahwa risiko dihubungkan dengan

kemungkinan terjadinya akibat buruk yang tidak diinginkan atau tidak

terduga yang mengacu pada ketidakpastian. Ketidakpastian merupakan

kondisi yang menyebabkan tumbuhnya risiko. Sedangkan kondisi yang

tidak pasti timbul karena berbagai sebab, antara lain:

a.Jarak waktu dimulai perencanaan atas kegiatan sampai kegiatan itu

berakhir. Semakin panjang jarak waktu, semakin besar

ketidakpastiannya.

b.Keterbatasan tersedianya informasi yang diperlukan.

c.Keterbatasan pengetahuan/teknik pengambilan keputusan.

Utilitas dari petani sebagai pelaku kegiatan usahatani merupakan fungsi

(44)

sebagai manajer dari kegiatan usahataninya biasanya mengharapkan hasil

yang tingi dengan risiko yang rendah sehingga akan selalu menghindari

risiko (Kadarsan, 1995).

Semakin tinggi risiko yang harus dihadapi, semakin tinggi hasil yang

diharapkan. Ukuran untuk hasil yang diharapkan adalah hasil rata-rata

atau mean, rumusnya yaitu :

E =∑ Eini=n

Keterangan :

E = nilai rata-rata hasil atau mean

Ei = keuntungan yang didapat pada musin tanam ke-i N = jumlah pengamatan

Risiko secara statistik dapat diukur dengan ukuran ragam (variance) atau

simpangan baku (standard deviation). Kedua cara ini menjelaskan risiko

dalam arti kemungkinan penympangan pengamatan sebenarnya disekitar

nilai rata-rata yang diharapkan. Ukuran rumus ragam adalah sebagai

berikut :

V =∑ni=n − 1Ei − E

sedangkan simpangan baku merupakan akar dari ragam, atau yang secara

matematis dirumuskan sebagai berikut :

� = √∑ni=n − 1Ei − E

Keterangan :

(45)

V = Simpangan baku E = Nilai rata-rata (hasil)

Ei = Keuntungan pada periode ke-i N = jumlah periode pengamatan

Besarnya keuntungan yang diharapkan (E) menggambarkan jumlah

rata-rata keuntungan yang diperoleh petani, sedangkan simpangan baku (V)

merupakan besarnya fluktuasi keuntungan yang mungkin diperoleh atau

merupakan risiko yang ditanggung petani.

Pengukuran risiko secara statistik dilakukan dengan menggunakan ukuran

ragam (variance) atau simpangan baku (standard deviation). Kedua cara

ini menjelaskan risiko dalam arti kemungkinan penyimpangan pengamatan

sebenarnya disekitar nlai rata-rata yang diharapkan.

Batas bawah (L) menunjukkan nilai terendah pendapatan yang mungkin

diterima oleh petani responden. Rumus perhitungan batas bawah (L)

menurut Kadarsan (1995) adalah:

L = E – 2V

Keterangan :

L = Batas bawah

E = Rata-rata keuntungan

V = Simpangan baku

Jika L >0, maka petani ikan tidak akan mengalami kerugian

Jika L <0, maka petani ikan akan mengalami kerugian setiap proses produksi

Menurut Hernanto dalam Renthiandy (2014) CV merupakan nilai

koefisien variasi dan V merupakan nilai simpangan baku produksi, E

(46)

nilai CV >0,5 maka usahatani yang dilakukan memiliki risiko yang tinggi

sehingga risiko yang ditanggung petani semakin besar dengan

menanggung kerugian sebesar nilai L, begitu pula jika nilai CV ≤ 0,5

maka usahatani yang dilakukan memiliki risiko rendah sehingga petani

akan selalu untung atau impas sebesar nilai L.

6. Kajian Penelitian Terdahulu

Terdapat beberapa penelitian terdahulu yang menganalisis mengenai

analisis pendapatan dan risiko, dan ada peneliti lain memiliki analisis

yang berkaitan dengan penelitian yang akan dilakukan. Perbedaan

penelitian ini dengan penelitian sebelumnya yaitu melakukan perbandingan

pendapatan dan risiko dari dua komoditas ikan air tawar yang berbeda yaitu

ikan lele dan ikan mas. Tujuannya untuk mengkaji usahatani ikan yang

dilakukan menguntungkan serta tingkat risikonya. Penelitian ini tidak

hanya menganalisis pendapatan petani dan tingkat risiko tetapi juga

menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi pendapatan petani. Berikut

ini adalah informasi penelitian tentang pendapatan dan risiko yang

(47)

30

No Judul Penelitian/Tahun Tujuan Metode Analisis Hasil

1. Analisis Pendapatan Petani Pembenihan Ikan

a. Besarnya pendapatan yang diperoleh petani ikan dari usaha pembenihan ikan lele berkisar antara Rp. 10.234.000 dan pendapatan yang diperoleh dari usaha pembenihan ikan mas yang berkisar antara Rp. 11.430.000. Hal itu menunjukkan bahwa terdapat perbedaan pendapatan antara petani ikan yang

menjalankan usaha pembenihan ikan lele dengan petani ikan mas.

2. Analisis Pendapatan, Risiko, dan Efisiensi

a. Pendapatan rata-rata petani yaitu Rp. 40.110.696,80 per 0,18 Ha per produksi.

b. Peluang risiko yang dihadapi tinggi dengan nilai koefisien variasi yaitu 0,86 dan batas bawah sebesar Rp. -28.529.605,68.

(48)

31

3. Analisis Efisiensi Usaha Budidaya Ikan Mas (Cyprinus carpio) dalam Keramba Jaring Apung

a. Faktor-faktor produksi yang berpengaruh nyata secara simultan adalah benih, pakan dan tenaga kerja. Sedangkan faktor produksi yang tidak berpengaruh nyata adalah faktor produksi tenaga kerja.

b. Besaran penjumlahan elastisitas faktor-faktor produksi yang digunakan dalam usaha budidaya ikan mas di Keramba Jaring Apung menunjukkan bahwa usaha KJA di Waduk Cirata berada pada kondisi kenaikan hasil yang semakin berkurang (Decreasing return to scale). c. Alokasi pengunaan faktor-faktor produksi benih dan

pakan secara optimal masing-masing sebesar 277,04 kg dan 1.788,22 kg per musim pemeliharaann sehingga dapat dicapai tingkat keuntungan maksimum.

d. Hasil analisis pendapatan menunjukkan bahwa kondisi setelah dilakukan proses optimalisasi pada usaha KJA lebih menguntungkan dari kondisi aktual (sebelum dilakukan proses optimalisasi).

4. Analisis Efisiensi Budidaya Ikan Lele di Kabupaten Boyolali

a. Nilai efisiensi teknik sebesar 0,94 dapat ditarik kesimpulan bahwa usaha budidaya ikan lele di daerah penelitian tidak efisien secara teknis sehingga

penggunaan input harus dikurangi.

(49)

32

5. Analisis Risiko Produksi Pembesaran Ikan Lele Dumbo ( Clarias

gariepinus) di CV Jumbo Bintang Lestari

a. Hasil analisis probabilitas yaitu standar pada nilai tabel z sebesar 0,352 artinya, kemungkinan CV Jumbo Lestari mampu menghasilkan derajat kelangsungan hidup ikan lele dumbo lebih dari derajat kelangsungan hidup ikan lele normal.

b. Sumber-sumber risiko produksi tersebut adalah kualitas dan pasokan benih, mortalitas, kualitas pakan, penyakit, cuaca, dan sumber daya manusia.

c. Strategi yang dilakukan dengan cara pengawasan produksi benih bagi petani mitra, persiapan kolam, pemberian probiotik, pemberian vitamin, penanganan terhadap benih yang ditebar dan peningkatan keamanan lokasi budidaya.

6. Analisis Risiko Produksi Ikan Hias pada PT Taufan Fish Farm di Kabupaten Bogor Provinsi Jawa Barat (Silaban, 2011)

a.Menganalisisrisiko produksi ikan hias yang dihadapi PT Taufan Fish Farm.

b.Menganalisis strategi yang dilakukan untuk mengatasi risiko ikan hias di PT Taufan Fish Farm.

a. Berdasarkan hasil analisis risiko yang dilakukan pada PT Taufan Fish Farm menunjukkan bahwa perusahaan mengalami risiko produksi dalam menjalankan

usahanya. Sumber risiko berasal dari perubahan kondisi cuaca dan kualitas pakan yang buruk. b. Strategi penanganan risiko yang digunakan yaitu

strategi diversifikasi, dimana perusahaan

(50)

33

7. Analisis Efisiensi Pemasaran Ikan Mas di Kecamatan Pagelaran,

a. Total penerimaan rata-rata pembudidaya pertahun sebesar Rp. 48.342.667. Total biaya rata-rata yang dikeluarkan Rp. 29.255.285. Keuntungan rata-rata yang dihasilkan sebesar Rp. 19.087.381 dengan keuntungan per musim Rp. 4.771.845.

b. Terdapat empat saluran pemasaran. Saluran pertama melibatkan pembudidaya, pedagang pengumpul, pedagang pengumpul luar kecamatan, pedagang

pengecer luar kecamatan, rumah makan. Saluran kedua melibatkan pembudidaya, pedagang pengumpul dan pedagang eceran. Saluran ke tiga melibatkan pembudidaya, pedagang luar kecamatan, pedagang eceran luar kecamatan. Saluran keempat melibatkan pembudidaya, pedagang pengumpul, pedagang pengumpul luar kecamatan dan pemancingan.

8. Analisis Biaya Produksi dan Pendapatan

Budidaya Ikan Patin (Pangasius pangasius) di Kabupaten Kapuas ikan patin di Kabupaten Kapuas.

Korelasi sederhana dengan uji t

Berdasarkan hasil penelitian bahwa selama tahun 2008-2011 menunjukkan jumlah produksi ikan patin di

(51)

B. Kerangka Pemikiran

Setiap usahatani memiliki tujuan untuk mendapatkan pendapatan yang

optimal dengan biaya yang seminimal mungkin. Budidaya ikan air tawar

merupakan alternatif pembuka usaha sebagai subsektor dari pertanian yang

menjadi salah satu aspek pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Ikan lele dan

ikan mas merupakan jenis ikan air tawar yang memiliki potensi besar untuk

dibudidayakan, karena permintaan yang tinggi terhadap dua jenis ikan

tersebut. Ikan lele dan ikan mas juga memiliki gizi yang cukup baik untuk

dikonsumsi dan harga yang relatif murah jika dibandingkan ikan budidaya

lainnya. Harga jual ikan lele dan ikan mas fluktuatif dari tahun ke tahun.

Pada tahun 2012, harga jual ikan lele Rp 11.000,00/kg dan harga jual ikan

mas Rp 16.000,00/kg.

Baik ikan mas maupun ikan lele sama-sama menjadi pendapatan utama di

Kecamatan Pagelaran Kabupaten Pringsewu. Untuk mengelola usahatani

tersebut petani membutuhkan biaya produksi atau pengeluaran dalam proses

produksinya. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi pendapatan dalam

berusahatani ikan lele dan ikan mas yaitu harga bibit ikan, harga pakan ikan,

harga obat ikan, harga tenaga kerja, dan luas kolam ikan. Banyaknya

produksi yang dihasilkan dalam usahatani tersebut akan mempengaruhi

penerimaan. Pendapatan yang dihasilkan adalah selisih antara penerimaan

dengan total biaya. Besarnya total biaya dan penerimaan akan

(52)

Dengan asumsi luas lahan yang sama antara petani yang berusahatani ikan

mas dan ikan lele terdapat perbedaan pendapatan dikarenakan total biaya

produksi dan penerimaan yang berbeda.

Menurut Siregar dalam Soekartawi (1993) risiko dalam pertanian mencakup

kemungkinan kerugian dan keuntungan. Tingkat risiko akan ditentukan

sebelum suatu tindakan diambil berdasarkan ekspektasi atau perkiraan petani

sebagai pengambil keputusan. Dalam melakukan usahatani perlu

diperhatikan risiko berusaha. Semakin tinggi pendapatan maka tingkat risiko

yang diterima juga akan semakin tinggi. Risiko yang harus dihadapi petani

yaitu risiko produksi dan risiko harga.

Risiko dalam berusahatani ikan air tawar disebabkan oleh kondisi cuaca

yang tidak pasti dan serangan hama penyakit yang sulit diduga sebelumnya.

Pada musim hujan, jumlah produksi ikan akan cenderung mengalami

penurunan. Hal tersebut dikarenakan perbedaan cuaca yang menyebabkan

suhu dan pH air mengalami perubahan sehingga serangan penyakit pun

menjadi tinggi dan menimbulkan kematian pada ikan. Disamping itu,

perbedaan suhu air menyebabkan ikan yang diproduksi mengalami

penurunan nafsu makan sehingga pertumbuhannya pun menjadi lambat.

Tingkat pendapatan dan risiko merupakan hal yang harus diperhatikan dalam

melakukan usahatani yang menentukan tingkat keberhasilan petani dalam

melakukan pilihan dalam berbudidaya. Kerangka pemikiran analisis

pendapatan dan risiko petani ikan lele dan ikan mas di Kabupaten Pringsewu

(53)

Gambar 3. Kerangka pemikiran analisis pendapatan dan risiko petani ikan lele dan ikan mas di Kecamatan Pagelaran Kabupaten Pringsewu

Budidaya Ikan Air Tawar

Budidaya Ikan Lele Budidaya Ikan Mas

Faktor Produksi : 1.Jumlah Bibit 2.Jumlah Pakan 3.Jumlah Obat 4.Jumlah Vitamin 5.Jumlah Tenaga Kerja 6.Luas lahan Budidaya

Produksi

Biaya Produksi Penerimaan

(54)

C. Hipotesis

Berdasarkan kerangka pemikiran, maka hipotesis yang diajukan dalam

penelitian ini adalah

1. Diduga pendapatan usahatani ikan lele berbeda dengan usahatani ikan

mas.

2. Diduga variabel luas kolam berpengaruh positif, sedangkan harga bibit

ikan, harga pakan ikan, harga obat ikan, dan upah tenaga kerja

berpengaruh negatif terhadap keuntungan usahatani ikan baik ikan lele

maupun ikan mas.

3. Diduga tingkat risiko usahatani ikan mas berbeda dengan usahatani ikan

(55)

III. METODE PENELITIAN

A. Konsep Dasar dan Definisi Operasional

Konsep dasar dan definisi operasional ini mencakup pengertian yang

digunakan untuk mendapatkan data dan melakukan analisis sehubungan

dengan tujuan penelitian.

Usahatani ikan lele adalah suatu proses kegiatan pembesaran ikan lele untuk

memperoleh produksi ikan lele.

Usahatani ikan mas adalah suatu proses kegiatan pembesaran ikan mas untuk

memperoleh produksi ikan mas.

Satu musim adalah kegiatan pembudidayaan pembesaran ikan yang di mulai

dari proses persiapan kolam hingga proses pasca panen ikan lele dan ikan

mas.

Luas kolam adalah areal/tempat berupa kolam yang digunakan untuk

melakukan kegiatan budidaya ikan yang diukur dalam satuan hektar (ha).

Produksi ikan lele adalah jumlah output/hasil panen ikan lele dari luas kolam

selama satu kali musim pembudidayaan yang diukur dalam satuan kilogram

(56)

Produksi ikan mas adalah jumlah output/hasil panen ikan mas dari luas kolam

selama satu kali musim pembudidayaan yang diukur dalam satuan kilogram

(kg).

Produktivitas ikan lele adalah produksi ikan lele per satuan luas lahan yang

digunakan dalam berbudidaya ikan. Produktivitas diukur dalam satuan

kilogram per 0,5 hektar (kg/0,5 ha).

Produktivitas ikan mas adalah produksi ikan mas per satuan luas lahan yang

digunakan dalam berbudidaya ikan. Produktivitas diukur dalam satuan

kilogram per 0,5 hektar (kg/0,5 ha).

Harga adalah sejumlah uang yang menjadi tolak ukur nilai dari banyaknya

ikan lele dan ikan mas dalam ukuran tertentu (Rp/kg).

Penerimaan adalah total penjualan yang diperoleh petani ikan lele dan ikan

mas dalam satu kali musim budidaya yang diukur dalam satuan rupiah (Rp).

Biaya total adalah seluruh biaya yang dikeluarkan oleh petani untuk kegiatan

budidaya ikan dalam satu musim yang diukur dalam satuan rupiah per musim

budidaya yang selanjutnya akan disebut sebagai pendapatan (Rp). Biaya

produksi terdiri dari biaya tunai dan biaya variabel.

Biaya tunai adalah biaya yang terdiri dari biaya bibit, biaya pakan, biaya

obat, biaya vitamin, biaya tenaga kerja luar keluarga, biaya PBB, biaya

angkut dan biaya perawatan kolam dalam satu musim yang diukur dalam

(57)

Biaya diperhitungkan adalah biaya yang terdiri dari biaya tenaga kerja dalam

keluarga, biaya penyusutan alat dan biaya sewa kolam dalam satu musim

yang diukur dalam satuan rupiah (Rp).

Tenaga kerja adalah banyaknya orang yang bekerja dalam satu periode

budidaya dalam proses usahatani ikan lele dan ikan mas. Penggunaan tenaga

kerja diukur dalam satuan Hari Kerja Pria (HKP). Untuk wanita dan

anak-anak dikonversikan ke dalam HKP berdasarkan tingkat upah yang berlaku.

Pendapatan adalah penerimaan total yang diperoleh dikurangi dengan

biaya-biaya tunai yang dikeluarkan selama proses budidaya ikan lele dan ikan mas

dalam satu musim dan diukur dalam satuan rupiah (Rp/musim).

Keuntungan adalah penerimaan total yang diperoleh dikurangi dengan biaya

total yang dikeluarkan selama proses budidaya ikan lele dan ikan mas dalam

satu musim dan diukur dalam satuan rupiah (Rp/musim).

Harga bibit ikan adalah jumlah uang yang dikeluarkan oleh petani dalam

membeli satu ekor bibit ikan pada satu musim produksi budidaya ikan mas

dan ikan lele (Rp/satuan).

Harga pakan ikan adalah biaya pakan ikan yang dikeluarkan per total

produksi ikan pada satu musim produksi budidaya ikan lele dan ikan mas

(Rp/ Kg).

Harga obat adalah biaya obat ikan yang dikeluarkan per total produksi ikan

Gambar

Tabel 1. Luas lahan, produksi, dan produktivitas  subsektor perikanan budidaya di Indonesia, 2012
Tabel 2. Luas areal produksi dan produktivitas perikanan air tawar menurut kabupaten di Provinsi Lampung, 2012
Gambar 1. Fluktuasi produktivitas ikan lele dan ikan mas di Kabupaten Pringsewu tahun 2009 – 2012
Gambar 2. Harga ikan lele dan ikan mas di Kabupaten Pringsewu tahun  2009 – 2012
+7

Referensi

Dokumen terkait

Pembangunan model, dalam tahapan ini dibuat sebuah model untuk menyelesaikan masalah klasifikasi class atau attribut dalam data, model ini dibangun berdasarkan

bahwa untuk melaksanakan sebagaimana dimaksud huruf a dan b di atas ditetapkan dengan Peraturan

Review potensi rumput laut ini bermaksud memberikan informasi mengenai kajian pemanfaatan sumber daya rumput laut dari aspek industri dan kesehatan, sehingga

Aplikasi pupuk kandang yang berlebihan di lahan sawah dapat mengakibatkan kondisi tanah semakin reduktif, terbentuknya gas-gas beracun bagi akar tanaman, dan terserapnya hara N

Untuk mengetahui benar atau tidaknya terdapat persamaan atau perbedaan kualitas produk yang dimiliki antara dua produk PC tablet premium iPad Air 2 dan Samsung Galaxy Tab S 10.5

Malaysian palm oil future decline on Thursday closed as stronger ringgit and the weaker export data helped to halt a three-session run of gains.. The ringgit has risen steadily

Bapak dan Ibu Dosen Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Perbanas Surabaya yang dengan ikhlas telah memberikan ilmu dan pengalaman kepada penulis selama proses pembelajaran. Seluruh Staf

Dalam dekade terakhir, resusitasi cairan pada pasien luka bakar telah dilakukan sebagai proses yang rutin; kebanyakan klinisi menggunakan rumus Parkland dalam 24 jam pertama