FARMERS IN PAGELARAN SUB-DISTRICT OF PRINGSEWIU REGENCY
By
ANDHIKA PRADITYA SURYA PERDANA
Most problems faced by farmers in catfish and carp farming activities are
production and price fluctuations. This situation determines farmers’income. This
research aims to assess : (1) The farmers’income level from catfish farming and carp farming, (2) The factors affecting the profit, and (3) The risk level of catfish and carp farming. This research was conducted in three center villages of catfish and carp farming. Respondents were all 35 catfish farmers and 35 carp farmers who did fish rearing activities. The first goal was calculated by using income analysis. The second goal was analyzed by using Cobb-Douglas profit function. The third goal analyzed by calculating the values of coefficient variation and different test of coefficient variation. The results showed that (1) the average income of catfish farmers was Rp 151,192,616.98 per 0.5 hectare with R/C value of 1.29 and that of carp farmers was Rp 20,303,833.98 per 0.5 hectare with R/C value of 1.58, (2) The factors that affected income of catfish and carp farming were the size of ponds, feed prices, fish medicine prices, and labor wages. Income from catfish farming was bigger than from carp farming, (3) The production risk and price risk of carp farming were bigger than those of catfish farming, while the income risk of catfish farming was bigger than that of carp farming.
DAN IKAN MAS DI KECAMATAN PAGELARAN KABUPATEN PRINGSEWU
Oleh
ANDHIKA PRADITYA SURYA PERDANA
Fluktuasi produksi dan harga menjadi masalah yang dihadapi dalam melakukan kegiatan budidaya ikan lele dan ikan mas sehingga akan menentukan pendapatan yang akan diterima oleh petani. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji : (1) tingkat pendapatan budidaya ikan lele dan ikan mas, (2) faktor-faktor yang
mempengaruhi keuntungan usaha budidaya ikan lele dan ikan mas, dan (3) tingkat risiko budidaya ikan lele dan ikan mas. Penelitian ini dilakukan pada tiga desa sentra budidaya ikan lele dan ikan mas di Kecamatan Pagelaran. Responden penelitian ini adalah 35 orang petani ikan lele dan 35 orang petani ikan mas yang melakukan kegiatan pembesaran ikan. Tujuan pertama dihitung dengan analisis pendapatan. Tujuan kedua dianalisis dengan menggunakan persamaan fungsi keuntungan Cobb-Douglas. Tujuan ketiga dianalisis dengan menghitung koefisien variasi dan uji beda koefisien variasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa : (1) Rata-rata pendapatan ikan lele yaitu Rp 151.192.616,98 per 0,5 hektar dengan nilai R/C 1,29 dan ikan mas yaitu Rp 20.303.833,98 per 0,5 hektar dengan nilai R/C 1,58; (2) Faktor-faktor yang mempengaruhi pendapatan ikan lele dan ikan mas yaitu luas kolam, harga pakan ikan, harga obat ikan, dan harga tenaga kerja. Pendapatan usahatani ikan lele lebih besar dibandingkan pendapatan ikan mas; (3) Risiko produksi dan risiko harga ikan mas lebih besar daripada ikan lele,
sedangkan risiko pendapatan usahatani ikan lele lebih besar daripada ikan mas.
ANALISIS PENDAPATAN DAN RISIKO USAHATANI IKAN LELE DAN IKAN MAS DI KECAMATAN PAGELARAN
KABUPATEN PRINGSEWU
Oleh
ANDHIKA PRADITYA SURYA PERDANA
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA PERTANIAN
pada
Jurusan Agribisnis
Fakultas Pertanian Universitas Lampung
FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS LAMPUNG
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Palembang tanggal 27 November
1992 dari pasangan Bapak Guskaryadi Arief dan Ibu Devi
Arfiana Arsyad. Penulis adalah anak pertama dari tiga
bersaudara. Penulis menyelesaikan studi tingkat Sekolah
Dasar di SD Al-Kautsar Bandar Lampung pada tahun
2004, tingkat SLTP di SMP Negeri 1Bandar Lampung
pada tahun 2007, dan tingkat SLTA di SMA Negeri 2
Bandar Lampung pada tahun 2010. Penulis diterima di Universitas Lampung,
Fakultas Pertanian, Jurusan Agribisnis pada tahun 2010.
Dalam kegiatan kemahasiswaan, penulis aktif di lembaga kemahasiswaan sebagai,
Anggota Bidang Komunikasi dan Informasi Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM)
Fakultas Pertanian Unila periode 2011/2012, Dewan Pengawas Himpunan
Mahasiswa Sosial Ekonomi Pertanian (Himaseperta) Unila periode 2012/2013 dan
Bendahara Umum Himaseperta Unila periode 2013/2014. Penulis juga pernah
mengikuti pelatihan-pelatihan yaitu; Latihan Dasar Kepemimpinan (LDK),
Latihan Kepemimpinan Manajemen Mahasiswa Tingkat Dasar (LKMM-TD),
Latihan Kewirausahaan (LK), dan Pelatihan Kesekertariatan dan Kebendaharaan.
Selain itu penulis juga pernah menjadi pendamping dalam mata kuliah Praktik
Mitra Tani Parahyangan Cianjur pada tahun 2013. Pada tahun 2014 penulis
melaksanakan Kuliah Kerja Nyata (KKN) selama 40 (empat puluh) hari di
Kecamatan Way Bungur, Lampung Timur. Penulis juga pernah menjadi
verifikator dalam kegiatan verifikasi gas LPG 3 kg di Bandar Lampung yang
dilakukan oleh Direktorat Jendral Minyak dan Gas pada bulan November –
Desember 2013 dan pernah menjadi enumerator dalam mengumpulkan data
petani kopi mitra PT. Nestle di Lampung Barat dan Tanggamus yang dilakukan
SANWACANA
Bismillahirrohmanirrohim,
Alhamdullilahirobbil ‘alamin, segala puji hanya kepada Allah SWT, yang telah
memberikan rahmat dan karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan
skripsi ini dengan baik. Sholawat serta salam semoga senantiasa tercurah kepada
Nabi Muhammad SAW, yang telah memberikan teladan dalam setiap kehidupan,
juga kepada keluarga, sahabat, dan penerus risalahnya yang mulia.
Dalam penyelesaian skripsi yang berjudul “Analisis Pendapatan dan Risiko Usahatani Ikan Lele dan Ikan Mas di Kecamatan Pagelaran Kabupaten Pringsewu”, banyak pihak yang telah memberikan sumbangsih, bantuan, nasihat, serta saran-saran yang membangun. Oleh karena itu, dengan rendah hati penulis
mengucapkan terimakasih yang tak terhingga nilainya kepada :
1. Dr. Ir. Fembriarti Erry Prasmatiwi, M.S., selaku Pembimbing Pertama
sekaligus Ketua Jurusan Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Lampung
atas bimbingan, nasihat, dukungan dan perhatian yang telah diberikan selama
proses penyelesaian skripsi.
2. Ir. Indah Nurmayasari, M.Sc., selaku Pembimbing Kedua sekaligus
3. Dr. Ir. Dyah Aring Hepiana Lestari, M.Si., sebagai Dosen Penguji Skripsi ini
atas masukan, arahan, dan nasihat yang telah diberikan.
4. Ir. Eka Kasymir, M.Si., selaku Pembimbing Akademik atas dukungan dan
sarannya selama proses perkuliahan.
5. Prof. Dr. Ir. Wan Abbas Zakaria, M.S., sebagai Dekan Fakultas Pertanian
Universitas Lampung.
6. Seluruh Dosen Jurusan Agribisnis atas semua ilmu yang telah
diberikan selama Penulis menjadi mahasiswa di Universitas Lampung.
7. Orang tuaku tercinta, Ayahanda Guskaryadi Arief dan Ibunda Devi Arfiana
Arsyad, serta kedua adik-adikku, Andre Prayoga dan Ananda Ghifarry atas
semua limpahan dukungan, doa, dan bantuan yang telah diberikan hingga
tercapainya gelar Sarjana Pertanian ini. Terima kasih kepada Nidya Wanda,
S.P. yang selalu memberikan dukungan, motivasi dan semangat di setiap
langkah penulis.
8. Bapak Camat wilayah Pagelaran beserta staf, Bapak Kepala Desa beserta
perangkat desa, Bapak Supardi dan Bapak Fajar, yang telah membantu
penulis selama proses penelitian di Lapangan.
9. Sahabat-sahabat pengurus Himaseperta, Faizal Aulia A., S.P., Altri Septiyan,
S.P., Debby Februan, S.P., Rahmad Hidayat B., S.P., Hendra Saputra, S.P.,
Dion Aji Utama, S.P., dan Kholis Meizari, S.P., terima kasih atas bantuan,
kerjasama, dan kebersamaannya dalam kepengurusan Himaseperta 2013 –
Hasan, Wahyu, Ludi, Yoan, Dimash, Rahmat, Dani TB, Dani I, Wayan, Seta,
Hani, Dwi, Sinta, Devi, Yuni, Teri, Ike, Nisya, Fitria, Silvia, Rani, Andini,
Ayi, Sastra,Vina, Nita, Huda, Wida, Vega, Tania, Asih, Adel, Aya dan
Tunjung, terimakasih atas kebersamaan dan kekompakannya selama ini.
Semoga kelak kita semua menjadi orang yang sukses.
11. Kanda, yunda, dan adinda 2004, 2006, 2007, 2008, 2009, 2011, 2012 dan
2013 atas bantuan dan saran kepada penulis selama proses perkuliahan.
12. Seluruh dosen dan karyawan di Jurusan Agribisnis (Mbak Ayi, Mbak Iin,
Mas Kardi, Mas Boim, Mas Bukhari) atas semua kemudahan dan bantuan
yang diberikan.
13. Semua pihak yang telah membantu demi terselesainya skripsi ini.
Semoga Allah SWT memberikan balasan terbaik atas segala bantuan yang telah
diberikan. Semoga karya kecil ini dapat memberikan manfaat bagi pihak-pihak
yang membutuhkan. Akhirnya, penulis meminta maaf jika ada kesalahan dan
kepada Allah SWT penulis mohon ampun.
Bandar Lampung, Penulis,
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL... iii
DAFTAR GAMBAR ... vii
I. PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang dan Masalah ... 1
B. Rumusan Masalah... 10
C. Tujuan Penelitian ... 10
D. Kegunaan Penelitian ... 11
II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN ... 12
A. Tinjauan Pustaka ... 12
1. Klasifikasi Ikan Air Tawar ... 12
a. Ikan Lele Dumbo ... 12
b. Ikan Mas ... . 15
2. Konsep Usahatani ... 17
3. Teori Pendapatan Usahatani ... 18
4. Fungsi Keuntungan ... 21
5. Teori Risiko Usahatani ... 25
6. Kajian Penelitian Terdahulu ... 29
B. Kerangka Pemikiran ... 34
C. Hipotesis ... 36
III. METODE PENELITIAN ... 38
A. Konsep Dasar dan Definisi Operasional ... 38
B. Lokasi Penelitian, Responden, dan Waktu Penelitian ... 42
C. Jenis dan Metode Pengumpulan Data ... 43
D. Metode Analisis ... 44
1. Pendapatan Usaha Budidaya Ikan Lele dan Ikan Mas ... 44
3. Analisis Risiko ... 50
IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN ... 56
A. Keadaan Umum Kabupaten Pringsewu ... 56
B. Keadaan Umum Kecamatan Pagelaran ... 58
C. Keadaan Pertanian Kabupaten Pringsewu ... 64
D. Keadaan Perikanan Kecamatan Pagelaran ... 67
V. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 70
A. Keadaan Umum Pembudidaya Ikan 1. Umur ... 70
2. Tingkat Pendidikan ... 71
3. Jumlah Tanggungan Keluarga Pembudidaya Ikan ... 72
4. Pengalaman Berusahatani Ikan ... 72
5. Pekerjaan Sampingan ... 73
6. Luas Kolam ... 74
B. Budidaya Ikan di Daerah Penelitian 1. Pola Budidaya Ikan Lele dan Ikan Mas ... 76
2. Teknik Budidaya Lele dan Ikan Mas ... 78
C. Penggunaan Sarana Produksi dan Penerimaan ... 84
1. Penggunaan Bibit Ikan ... 85
2. Penggunaan Pakan ... 86
3. Penggunaan Obat Ikan ... 88
4. Penggunaan Vitamin Ikan ... 89
5. Penggunaan Tenaga Kerja... 90
6. Penggunaan Peralatan ... 92
7. Produksi dan Penerimaan ... 96
D. Analisis Usahatani Ikan Lele dan Ikan Mas ... 97
E. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Keuntungan Ikan Lele dan Ikan Mas ... 101
F. Analisis Risiko Usahatani Ikan Lele dan Ikan Mas ... 111
1. Permasalahan yang dihadapi ... 111
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
1. Luas lahan, produksi, dan produktivitas subsektor perikanan
budidaya di Indonesia tahun 2012 ... 2
2. Luas areal produksi dan produktivitas perikanan air tawar
menurut kabupaten di Provinsi Lampung ... 3
3. Luas areal perikanan budidaya dan produksi perikanan
air tawar per kecamatan di Kabupaten Pringsewu ... 8
4. Kajian penelitian terdahulu ... 30
5. Jumlah responden analisis pendapatan dan risiko pembudidaya ikan lele dan ikan mas di Kecamatan Pagelaran Kabupaten
Pringsewu ... 43
6. Jumlah penduduk Desa Pagelaran, Lugusari dan Panutan menurut
umur ... 59
7. Jumlah penduduk Desa Pagelaran, Lugusari dan Panutan
berdasarkan tingkat pendidikan ... 61
8. Jumlah penduduk Desa Pagelaran, Lugusari dan Panutan
berdasarkan mata pencaharian ... 62
9. Sarana dan prasarana di Desa Pagelaran, Lugusari dan Panutan ... 63
10.Luas lahan dan produksi tanaman pangan Kabupaten Pringsewu
tahun 2011 dan 2012... 64
11.Luas lahan dan produksi tanaman perkebunan Kabupaten
Pringsewu tahun 2011 dan 2012 ... 65
12.Produksi dan luas kolam di Kabupaten Pringsewu tahun 2009 –
2012 ... 66
13.Produksi dan luas kolam masing-masing jenis ikan di Kecamatan
14.Sebaran umur produktif pembudidaya ikan lele dan pembudidaya
ikan mas ... 70
15.Sebaran tingkat pendidikan pembudidaya ikan lele dan ikan mas ... 71
16.Jumlah tanggungan keluarga pembudidaya ikan lele dan ikan mas ... 72
17.Lamanya pengalaman berbudidaya ikan lele dan ikan mas ... 73
18.Sebaran pembudidaya ikan lele dan ikan mas menurut pekerjaan di luar kegiatan budidaya ikan ... 74
19.Luas kolam usaha budidaya ikan lele ... 75
20.Luas kolam usaha budidaya ikan mas ... 75
21.Perbedaan teknik pembudidaya ikan lele dan ikan mas ... 84
22.Total penggunaan bibit, harga dan ukuran bibit ikan lele dan ikan mas di Kecamatan Pagelaran ... 85
23.Total penggunaan pakan dan harga pakan ikan lele dan ikan mas di Kecamatan Pagelaran ... 86
24.Total penggunaan obat-obatan ikan lele dan ikan mas di Kecamatan Pagelaran ... 88
25.Total penggunaan vitamin ikan lele dan ikan mas di Kecamatan Pagelaran ... 90
26.Penggunaan tenaga kerja dalam kegiatan budidaya ikan lele dan ikan mas di Kecamatan Pagelaran ... 91
27.Rata-rata nilai penyusutan peralatan untuk budidaya ikan lele dan ikan mas di Kecamatan Pagelaran Kabupaten Pringsewu ... 93
28.Produksi, harga jual dan penerimaan ikan lele dan ikan mas dalam satu musim budidaya Desember 2013 – Maret 2014 ... 97
29.Rata-rata penerimaan, biaya, dan pendapatan ikan lele dan ikan mas pada musim budidaya Desember 2013 – Maret 2014 ... 98
31. Hasil regresi keuntungan petani ikan lele, ikan mas dan fungsi
gabungan ikan lele dan ikan mas ... 102
32. Hasil uji heterokedastisitas budidaya ikan lele ... 103
33. Hasil uji heterokedastisitas budidaya ikan mas ... 103
34.Hasil uji heterokedastis budidaya ikan lele dan ikan mas ... 103
35. Permasalahan yang dihadapi petani ikan lele dan ikan mas di Kecamatan Pagelaran ... 112
36. Hasil uji hipotesis dari risiko produksi, harga dan pendapatan usahabudidaya ikan lele dan ikan mas di Kecamatan Pagelaran .... 119
37. Identitas responden petani ikan lele di Kecamatan Pagelaran ... 134
38. Biaya produksi petani ikan lele dalam satu musim Budidaya ... 135
39. Penyusutan alat dalam budidaya ikan lele dalam satu musim budidaya ... 138
40. Biaya dan lain-lain pada budidaya ikan lele dalam satu musim budidaya ... 140
41. Penggunaan tenaga kerja dalam budidaya ikan lele dalam satu musim budidaya ... 141
42. Pendapatan usaha budidaya ikan lele dalam satu musim budidaya 142
43. Identitas responden petani mas lele di Kecamatan Pagelaran ... 147
44. Biaya produksi petani ikan mas dalam satu musim budidaya... 148
45. Penyusutan alat dalam budidaya ikan mas dalam satu musim budidaya ... 151
46. Biaya dan lain-lain pada budidaya ikan mas dalam satu musim budidaya ... 154
47. Penggunaan tenaga kerja budidaya ikan mas dalam satu musim budidaya ... 155
49. Hasil uji beda pendapatan usaha budidaya ikan lele dan usaha
budidaya ikan mas ... 161
50. Regresi faktor-faktor yang mempengaruhi keuntungan petani ikan lele ... 162
51. Regresi faktor-faktor yang mempengaruhi keuntungan petani ikan mas ... 165
52. Hasil regresi faktor-faktor yang mempengaruhi pendapatan ikan lele ... 168
53. Hasil regresi faktor-faktor yang mempengaruhi pendapatan ikan mas ... 170
54. Hasil regresi faktor-faktor yang mempengaruhi pendapatan ikan lele dan ikan mas ... 172
55. Permasalahan yang dihadapi petani ikan lele 5 tahun terakhir ... 174
56. Produksi, harga dan pendapatan budidaya ikan lele 6 musim budidaya terakhir ... 175
57. Risiko produksi, harga dan pendapatan ikan lele 6 musim budidaya terakhir ... 178
58. Permasalahan yang dihadapi petani ikan mas 5 tahun terakhir ... 180
59. Produksi, harga dan pendapatan budidaya ikan mas 6 musim budidaya terakhir ... 181
60. Risiko produksi, harga dan pendapatan ikan mas 6 musim budidaya terakhir ... 184
61. Hasil uji beda risiko produksi ikan lele dan ikan mas ... 186
62. Hasil uji beda risiko harga ikan lele dan ikan mas ... 188
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
1. Fluktuasi produktivitas ikan air lele dan ikan mas di Kabupaten
Pringsewu Tahun 2009 – 2012 ... 6
2. Harga ikan lele dan ikan mas di Kabupaten Pringsewu Tahun 2009 – 2012 ... 7
3. Kerangka pemikiran analisis pendapatan dan risiko petani ikan lele dan ikan mas di Kecamatan Pagelaran Kabupaten Pringsewu ... 36
4. Pola budidaya ikan lele di Kecamatan Pagelaran ... 76
5. Pola budidaya ikan mas di Kecamatan Pagelaran ... 77
6. Persentase penggunaan biaya ikan lele dalam satu musim ... 94
7. Persentase penggunaan biaya ikan mas dalam satu musim ... 95
8. Fluktuasi produksi ikan lele per hektar selama 6 musim budidaya terakhir ... 115
9. Fluktuasi produksi ikan mas per hektar selama 6 musim budidaya terakhir ... 116
10.Fluktuasi harga ditingkat pembudidaya ikan selama 6 musim budidaya terakhir ... 117
11.Fluktuasi pendapatan pembudidaya ikan lele selama 6 musim budidaya terakhir ... 118
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Indonesia merupakan negara agraris dengan ribuan pulau yang mempunyai
potensi besar dalam pengembangan di sektor pertanian. Sektor pertanian di
Indonesia telah memberikan peran dalam perekonomian secara keseluruhan.
Peran tersebut di antaranya adalah sebagai penyedia bahan baku industri,
penyedia bahan pangan masyarakat dan penyedia lapangan kerja. Kegiatan
pertanian mencakup enam subsektor pertanian yaitu pertanian tanaman
pangan, hortikultura, perikanan, perkebunan, peternakan, dan kehutanan.
Perikanan merupakan salah satu subsektor kegiatan pertanian yang memiliki
potensi di Indonesia. Selain perikanan laut, Indonesia memiliki lahan
perikanan air tawar yang cukup luas.
Menurut Saptoadi (2011), potensi sumberdaya perikanan budidaya di
Indonesia cukup besar dengan keragaman jenis biota air laut yang bernilai
ekonomis memungkinkan untuk dibudidayakan, namun pemanfaatannya
belum dapat dimaksimalkan sehingga kontribusi sektor perikanan terhadap
pembangunan dan perekonomian pada umumnya serta peningkatan taraf
Pemerintah khususnya Kementerian Kelautan dan Perikanan selalu berupaya
untuk memajukan bidang kelautan dan perikanan Indonesia. Pemerintah
melakukan cara dengan terus meningkatkan produksi dari bidang perikanan
dan kelautan. Hasil dari subsektor perikanan dan kelautan tidak hanya
diperoleh dari air laut, tetapi juga dari daratan yang lebih dikenal dengan
perikanan air tawar. Sumberdaya perairan air tawar di Indonesia meliputi
tambak, sawah (mina padi), karamba, sungai, dan kolam. Berikut adalah
tabel luas lahan, produksi dan produktivitas nasional subsektor perikanan
budidaya di Indonesia.
Tabel 1.Luas lahan, produksi, dan produktivitas subsektor perikanan budidaya di Indonesia, 2012
Luas Usahatani Ikan Luas Lahan (ha) Produksi (ton) Produktivitas
(ton/ha)
Kolam 131.776 1.433.820 10,88
Tambak 657.346 1.756.800 2,67
Budidaya Laut 178.435 5.769.740 32,33
Sawah 156.193 81.820 0,52
Karamba 427 178.370 417,72
Jaring Apung 1.371 455.010 331,88
Total 1.125.549 9.675.550 8,59
Sumber : Badan Pusat Statistik Republik Indonesia, 2013
Dari Tabel 1, dapat dilihat bahwa hampir semua subsektor perikanan
memiliki potensi. Total luas lahan perikanan budidaya di Indonesia pada
tahun 2012 yaitu 1.125.549 ha, sedangkan total produksi perikanan budidaya
yaitu 9.675.550 ton. Produktivitas budidaya pada kolam masih termasuk
cukup tinggi yaitu 10,88 ton/ha, hal tersebut dikarenakan budidaya
memiliki lahan yang terlalu besar dan dapat melakukan usahatani perikanan
air tawar. Budidaya kolam juga merupakan model budidaya air tawar
pertama sebelum munculnya budidaya di perairan umum seperti karamba
dan jaring apung.
Provinsi Lampung merupakan salah satu daerah yang memiliki sektor
perikanan yang cukup dominan baik itu dari perikanan tangkap maupun
perikanan budidaya. Luasnya areal perairan di Provinsi Lampung merupakan
salah satu faktor yang menyebabkan perikanan menjadi salah satu sumber
pendapatan pokok masyarakat Lampung.
Tabel 2. Luas areal produksi dan produktivitas perikanan air tawar menurut kabupaten di Provinsi Lampung, 2012
Kabupaten/Kota Luas Lahan
(ha)
Sumber : Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Lampung, 2013
Tabel 2 menunjukkan luas areal perikanan budidaya, produksi dan
produktivitasnya di Provinsi Lampung. Salah satu kabupaten yang memiliki
potensi yang cukup besar yaitu Kabupaten Pringsewu. Menurut Tabel 2,
ke-3 setelah Kabupaten Lampung Tengah dan Lampung Timur. Meskipun bukan
daerah penghasil terbesar di Provinsi Lampung, Kabupaten Pringsewu telah
memberikan kontribusi yang besar dalam peningkatan produksi budidaya
perikanan air tawar. Pada tahun 2012 potensi perikanan budidaya air tawar di
Kabupaten Pringsewu sebesar 1.023 ha dengan tingkat pemanfaatan lahan
seluas 501, 62 ha dan produksi secara keseluruhan sebesar 5.497 ton (Pemda
Kabupaten Pringsewu, 2013).
Komoditas perikanan air tawar utama yang dibudidayakan di Kabupaten
Pringsewu antara lain ikan nila, ikan mas, ikan gurame dan ikan lele.
Komoditas ikan lele dan ikan mas merupakan jenis ikan yang paling dominan
dibudidayakan di Kabupaten Pringsewu. Usahatani perikanan yang
dilakukan pada Kabupaten Pringsewu meliputi pembenihan hingga
pembesaran ikan air tawar. Pada umumnya masyarakat di Kabupaten
Pringsewu melakukan kegiatan pembesaran ikan air tawar, baik itu ikan lele
maupun ikan mas. Hal tersebut dikarenakan usahatani pembesaran ikan
memiliki keuntungan yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan usaha
pembenihan ikan air tawar karena nilai jual yang lebih tinggi, namun tentu
saja risiko yang harus dihadapi lebih tinggi jika dibandingkan usaha
pembenihan ikan air tawar.
Dahulu ikan lele dipandang sebagai ikan murahan dan dikonsumsi oleh petani
saja pada umumnya, namun saat ini konsumen ikan lele semakin meluas.
Rasa dagingnya yang khas, dan cara menghidangkannya menjadi kegemaran
lebih terjangkau dan kemudahan dalam budidayanya. Ikan lele dapat
dibudidayakan pada lahan dan sumber air terbatas dengan kepadatan yang
tinggi sehingga petani ikan yang memiliki lahan yang terbatas tidak akan
kesulitan dalamberusahatani ikan lele.
Ikan mas menjadi salah satu alternatif pendapatan petani Kecamatan
Pagelaran. Harga jual ikan mas yang relatif tinggi menyebabkan petani ikan
Kabupaten Pringsewu menjadikannya sebagai salah satu sumber pendapatan.
Ikan mas memerlukan kolam yang relatif luas dalam pembudidayaannya
karena tingkat kepadatan tidak terlalu tinggi. Ikan mas membutuhkan
oksigen yang banyak sehingga harus dibudidayakan pada air yang mengalir.
Ikan mas dapat hidup dengan ketinggian 150-1.000 m, tetapi tidak menutup
kemungkinan dapat hidup di perairan payau dengan kadar garam 25 ppm.
(Saparinto, 2013)
Produksi dan produktivitas merupakan salah satu masalah yang sering
dihadapi petani dalam proses pembudidayaan ikan di Kabupaten Pringsewu.
Jumlah produksi dan produktivitas biasanya ditentukan oleh unsur-unsur
internal dan eksternal dalam proses pembudidayaan. Unsur internal meliputi
cara pembudidayaan ikan, baik dari kualitas bibit ikan, kualitas pakan,
intensitas pemberian vitamin ikan maupun luas lahan budidaya, sedangkan
unsur eksternal meliputi kondisi cuaca dan lingkungan. Keadaan cuaca yang
tidak dapat diprediksi inilah yang sering menjadi penyebab turunnya produksi
ikan mas di Kabupaten Pringsewu yang mengalami fluktuasi dari tahun 2009
sampai 2012
Gambar 1. Fluktuasi produktivitas ikan lele dan ikan mas di Kabupaten Pringsewu tahun 2009 – 2012
(Sumber : Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Pringsewu, 2013)
Berdasarkan Gambar 1, produktivitas perikanan yang lebih tinggi yaitu ikan
lele. Produktivitas ikan lele terjadi penurunan pada tahun 2010 ke 2011, yaitu
sebesar 5,71 persen. Pada tahun 2011 ke 2011, terjadi kenaikan cukup besar
juga sebesar 14,08 persen. Hal tersebut menunjukkan terdapat perubahan
produktivitas yang cukup tinggi yang mengindikasikan terdapat risiko dalam
pembudidayaan ikan lele maupun ikan mas. Gambar 1 juga menunjukkan
produktivitas ikan mas dari tahun 2009 ke 2012 yang mengalami kenaikan
produksi stabil dari tahun ke tahun. Kenaikan yang terjadi dari tahun 2009 ke
2012 yaitu sebesar 13,93 persen.
Selain risiko produksi, petani ikan juga harus menghadapi risiko harga.
Fluktuasi harga disebabkan oleh fluktuasi dari komoditas tersebut, apabila
harga jual terlalu rendah maka petani tidak akan mampu menutupi
biaya produksi yang diperlukan seperti bibit ikan, obat-obatan, pakan ikan
sehingga petani ikan akan merugi. Gambar 2 menunjukkan harga ikan lele
dan ikan mas di Kabupaten Pringsewu tahun 2009 – 2012.
Gambar 2. Harga ikan lele dan ikan mas di Kabupaten Pringsewu tahun 2009 – 2012
(Sumber : Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Pringsewu, 2013)
Gambar 2 menunjukkan rata-rata harga ikan lele dan ikan mas di tingkat
produsen. Harga ikan lele dari tahun ke tahun cenderung naik namun
mengalami penurunan pada tahun 2012, hal tersebut dikarenakan
menurunnya produktivitas lele pada tahun 2012. Beda halnya dengan ikan
mas yang cenderung lebih stabil namun pada tahun 2012 sedikit mengalami
penurunan harga. Baik ikan lele maupun ikan mas mengindikasikan
perubahan harga setiap tahun. Harga jual akan mempengaruhi penerimaan
petani, semakin tinggi harga jual ikan maka akan semakin tinggi pendapatan
yang didapatkan. Sebaliknya apabila harga rendah maka akan semakin
sedikit penerimaan yang diterima sehingga petani ikan harus memperhatikan
risiko harga yang fluktuatif naik ataupun turun.
Fluktuasi harga dan fluktuasi produksi tidak menunjukkan perubahan yang
signifikan dari tahun 2009 – 2012, namun berdasarkan hasil turun lapang
yang dilakukan banyak petani yang mengalami kerugian akibat risiko
keuntungan yang terjadi akibat kenaikan input secara terus menerus setiap
tahun dan akibat fluktuasi harga dan fluktuasi produksi. Ketika harga dan
produksi rendah dan tingginya biaya produksi pada musim budidaya, banyak
petani ikan yang mengalami kerugian dan tidak mampu berproduksi untuk
periode selanjutnya, sehingga mereka harus melakukan kegiatan tambahan
untuk menutupi kerugian seperti menjadi buruh, melakukan kegiatan
usahatani lainnya dan bekerja tambahan.
Tabel 3. Luas areal perikanan budidaya dan produksi perikanan air tawar per kecamatan di Kabupaten Pringsewu, 2012
Kecamatan Luas Lahan
(ha)
Sumber : Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Pringsewu, 2013
Tabel 3 menunjukan luas areal perikanan budidaya dan produksi di
Kabupaten Pringsewu per kecamatan. Data tersebut menunjukkan
tawar dengan luas lahan sebesar 322 ha dan produksi sebesar 3.575,28 ton
pada tahun 2012, hal tersebut menunjukkan bahwa Kecamatan Pagelaran
merupakan sentra pembudidayaan ikan air tawar di Kabupaten Pringsewu
meskipun bukan merupakan kecamatan dengan produktivitas paling besar
jika dibandingkan dengan kecamatan di Kabupaten Pringsewu lainnya.
Jenis ikan lele yang dibudidayakan di Kecamatan Pagelaran yaitu ikan lele
dumbo, sedangkan jenis ikan mas yaitu ikan mas lokal. Proses budidaya baik
ikan mas maupun ikan lele memiliki risiko yang berbeda. Hal ini karena
banyak faktor-faktor yang menentukan, seperti luas lahan, yang dalam
berusahatani ikan mas memerlukan lahan relatif lebih luas bila dibandingkan
dengan ikan lele. Hasil budidaya ikan lele dan ikan mas ini juga dipengaruhi
oleh faktor-faktor produksi yang digunakan yaitu, jumlah bibit, jumlah pakan,
jumlah tenaga kerja dan luas lahan selama proses usahatani berlangsung.
Menurut penelitian yang dilakukan Titisari (2011), pada CV Jumbo Bintang
Lestari, sumber-sumber risiko produksi ikan lele meliputi kualitas dan
pasokan benih, mortalitas, kualitas pakan, pengaruh cuaca, dan sumberdaya
manusia sehingga akan mempengaruhi tingkat kelangsungan hidup (SR)
selama masa produksi berlangsung.
Risiko dalam berusahatani ikan disebabkan oleh kondisi cuaca yang tidak
pasti dan serangan hama penyakit yang sulit diduga sebelumnya. Pada
musim hujan, jumlah produksi ikan akan cenderung mengalami penurunan.
Hal tersebut dikarenakan perbedaan cuaca yang menyebabkan suhu dan pH
menimbulkan kematian pada ikan. Di samping itu, perbedaan suhu air
menyebabkan ikan yang diproduksi mengalami penurunan nafsu makan
sehingga pertumbuhannya pun menjadi lambat.
Berdasarkan perbedaan produksi dan harga yang berbeda serta risiko-risiko
yang ada pada setiap komoditas ikan lele dan ikan mas, perlu dikaji apakah
usahatani ikan lele dan ikan mas menguntungkan bagi petani serta perlu
dikaji faktor-faktor yang mempengaruhi keuntungan dalam melakukan
kegiatan usahatani ikan lele dan ikan mas. Dalam berusahatani ikan dengan
sistem kolam, kemungkinan merugi sebagai salah satu risiko yang terjadi
pada usaha dapat disebabkan oleh adanya kendala di luar petani seperti faktor
alam yaitu iklim yang tidak bisa dikendalikan oleh manusia. Permasalahan
itu menimbulkan risiko sehingga mengancam pendapatan petani. Risiko dan
ketidakpastian yang ada harus dapat diatasi agar kerugian dapat
diminimalisir. Oleh karena itu, penelitian ini juga mengkaji bagaimanakah
risiko yang dihadapi petani dalam melakukan usaha budidaya ikan lele dan
ikan mas.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian sebelumnya, dapat diidentifikasikan beberapa penelitian
yang dikaji dalam penelitian ini, yaitu :
1) Bagaimanakah tingkat pendapatan usahatani ikan lele dan ikan mas di
2) Faktor-faktor apa sajakah yang mempengaruhi pendapatan usahatani ikan
lele dan ikan mas di Kecamatan Pagelaran Kabupaten Pringsewu?
3) Bagaimanakah tingkat risiko usahatani ikan lele dan ikan mas di
Kecamatan Pagelaran Kabupaten Pringsewu?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan permsalahan yang ada, maka penelitian ini bertujuan untuk :
1) Menganalisis tingkat pendapatan usahatani ikan lele dan ikan mas di
Kecamatan Pagelaran Kabupaten Pringsewu.
2) Mengkaji faktor-faktor yang mempengaruhi pendapatan usahatani ikan
lele dan ikan mas di Kecamatan Pagelaran Kabupaten Pringsewu.
3) Mengkaji tingkat risiko usahatani ikan lele dan ikan mas di Kecamatan
Pagelaran Kabupaten Pringsewu.
D. Kegunaan Penelitian
Penelitian ini diharapkan berguna bagi :
1) Sebagai bahan pertimbangan bagi para petani dalam mengelola budidaya
ikan air lele dan ikan mas yang efektif dan menguntungkan.
2) Bahan pertimbangan bagi pemerintah dalam usaha meningkatkan
pendapatan serta produksi dari tiap-tiap usaha budidaya ikan lele dan ikan
mas.
3) Sebagai bahan informasi dan pembanding bagi penelitian-penelitian
II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS
A. Tinjauan Pustaka
1. Klasifikasi Ikan Air Tawar
a. Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus)
Ikan Lele memiliki kandungan gizi yang penting bagi tubuh kita,
sehingga dapat dijadikan sebagai sumber pangan dan sebagai
komoditi rumah tangga dalam meningkatkan perekonomian keluarga.
Ikan lele kemudian dibudidayakan oleh manusia.
Melihat kandungan gizi yang terdapat didalam ikan lele, maka
peminat ikan lele pun sangat banyak. Hampir semua lapisan
masyarakat dapat merasakan nikmatnya ikan lele sebagai pelengkap
hidangan (Saparinto, 2013).
Ikan lele terdapat di perairan umum, seperti sungai, rawa, waduk, dan
genangan air lainnya. Tubuh lele berbentuk gilig memanjang, kepala
gepeng, dan meruncing. Di dekat mulutnya ditumbuhi empat pasang
kumis yang kaku memanjang. Kulit tubuh lele licin tidak bersisik
dan berwarna kehitaman. Lele dapat hidup di daerah hingga
kandungan oksigen 3 ppm. Lele dapat hidup di perairan kotor dan
lumpur karena memiliki alat bantu pernapasan yang terletak di atas
rongga insang (arborescent atau labyrinth) sehingga mampu
mengambil oksigen langsung dari udara (Fauzi, 2013).
Di Indonesia dikenal banyak jenis lele, di antaranya lele lokal, lele
dumbo, lele phiton dan lele babon (lele Kalimantan). Namun, yang
dibudidayakan hanya lele lokal (Clarias batrachus) dan lele dumbo
(Clarias gaeriepinus). Jenis yang kedua lebih banyak dikembangkan
karena pertumbuhannya lebih cepat dan ukurannya lebih besar
daripada lele lokal.
Lele dumbo pertama kali didatangkan ke Indonesia tahun 1986. Ikan
lele dumbo merupakan salah satu komoditas unggulan, sangat
populer, serta memiliki pasar yang baik. Kandungan telur lele
dumbo bisa mencapai 30.000-40.000 butir per kg induk betina,
dibandingkan induk lokal yang hanya 1.000-4.000 butir per kg induk.
Beberapa kelebihan lainnya yaitu pertumbuhan lebih celat, dapat
mencapai ukuran yang lebih besar, serta pemeliharaan dan pemberian
pakan lebih mudah. Pada tahun 2009 jumlah produksi ikan lele
dumbo di Indonesia mencapai 175.00 ton. Sementara kebutuhan
benih lele di akhir tahun 2009 mencapai 1,95 miliar ekor.
Usaha pembesaran ikan lele adalah kegiatan pemeliharaan ikan dari
ukuran benih untuk dibesarkan menjadi ukuran konsumsi. Ukuran
intensif dilakukan dengan teknik yang modern dan memerlukan
masukan (input) biaya yang besar. Ciri khas teknik budidaya ikan
lele secara intensif yaitu padat penebaran benih sangat tinggi, yaitu
200 – 400 ekor/m2. Pakan sepenuhnya tergantung dari buatan pabrik
(pelet). Biaya untuk pakan sangat tinggi karena untuk menghasilkan
450 kg lele, diperlukan pakan pelet 450 kg dengan harga pakan Rp.
5.300/kg pada Januari 2008. Ciri lain usaha pembesaran secara
intensif adalah dilakukan pergantian air. Tujuannya agar air tetap
bersih dan tidak kotor oleh sisa-sisa pakan dan kotoran lele dumbo
(Mahyuddin, 2008).
Habitat atau tempat hidup lele dumbo adalah air tawar. Air yang baik
untuk pertumbuhan lele dumbo adalah air sungai, air sumur, air
tanah, dan mata air. Namun, lele dumbo juga dapat hidup dalam
kondisi air yang kurang baik seperti di dalam lumpur atau air yang
memiiliki kadar oksigen rendah. Hal tersebut sangat dimungkinkan
karena lele dumbo memiliki insang tambahan yaitu arborescent yang
terletak di bagian atas lengkung insang kedua dan ketiga terdapat
kantung insang tambahan yang berbentuk seperti pohon, karenanya
dinamakan arborescent organ. Organ ini dipergunakan untuk
pernafasan udara sehingga memungkinkan lele dumbo untuk
mengambil napas langsung dari udara dan dapat hidup di tempat
beroksigen rendah. Alat ini juga memungkinkan lele dumbo untuk
hidup di darat, asalkan udara di sekitarnya memiliki kelembapan
Penyakit yang sering menyerang ikan lele yaitu bintik putih (white
spot) dengan ciri-ciri adanya bintik-bintik putih pada permukaan
tubuh dan insang ikan yang dipelihara, kemudian ikan sering
berkmpul pada pintu air masuk. Biasanya, kematian ikan akan tinggi
karena mengalami gangguan penyerapan oksigen. Faktor pemicu
penyakit tersebut disebabkan oleh kualitas air yang kurang
mendukung, suhu air yang dingin, dan kepadatan ikan yang terlalu
tinggi (Mahyuddin, 2008).
b. Ikan Mas (Cyprinus carpio)
Ikan mas termasuk jenis ikan yang relatif mudah dalam
pemeliharaannya, selain sudah dikenal luas. Ikan mas dapat hidup di
daerah dengan ketinggian 150 – 1.000 m, tetapi tidak menutup
kemungkinan dapat hidup di perairan payau dengan kadar garam 25
ppm. Kondisi suhu air ideal rata-rata 20 – 30̊ C dengan pH 7 – 8.
Ikan mas dapat dipacu pertumbuhannya jika dipelihara di kolam air
deras (kecapatan air 30 – 50 cm/detik). Ikan mas sudah dapat
dipanen dengan ukuran 5 – 6 ekor/kg dalam waktu 3 – 4 bulan
pemeliharaan. Ada banyak jenis mas yang dapat dibudidayakan,
diantaranya jenis tombro (berwarna hijau), punten (warna hijau biru
dan punggung lebih tinggi), mas (berwarna kuning), si nyonya
(berwarna jingga), dan majalaya (berpunggung tinggi dan cepat
Ikan Mas mempunyai ciri-ciri bentuk badan memanjang dan sedikit
pipih kesamping, mulut terletak di ujung tengah, dua pasang sungut
terletak di bibir bagian atas, sirip punggung (dorsal) berbentuk
memanjang dan terletak di bagian permukaan, berseberangan dengan
permukaan sirip perut. Ada beberapa jenis ikan mas yang
dibudidayakan di Indonesia yaitu ikan mas punten, ikan mas
sinyonya, ikan mas taiwan, ikan mas merah, ikan mas majalaya,ikan
mas yamato dan ikan mas lokal. Harga ikan mas lebih rendah
daripada ikan air tawar lainnya seperti gurami dan patin. Secara
umum, harga ikan mas di pasaran cenderung stabil. Jika terjadi
penurunan harga, tidak akan menurun secara drastis. Sebaliknya,
jika ada kenaikan harga, tidak akan melonjak naik.
Usaha pembesaran ikan mas dimulai dari pemeliharaan benih umur
antara 3-6 minggu atau berukuran 5-8 cm yang diperoleh dari
kegiatan pendederan hingga diperoleh ikan mas ukuran konsumsi.
Jenis kolam yang dipakai adalah kolam jaring terapung dan kolam
air deras. Selain itu, dapat dilakukan dalam kolam-kolam
konvensional yang bersifat tradisional atau semi insentif. Kolam
pembesaran ikan mas menggunakan prinsip pembesaran ikan mas di
kolam air deras yang memanfaatkan arus mengalir. Makanan ikan
mas harus mengandung protein sekitar 40%. Makanan yang
diberikan berbentuk pellet diberikan setiap hari sebanyak 3 – 5% dari
per harinya adalah 13,5 – 22,5 gram yang diberikan dua kali, yaitu
pagi hari dan sore hari (Bachtiar, 2002).
2. Konsep Usahatani
Soekartawi (1995) mendefinisikan usahatani sebagai ilmu yang
mempelajari bagaimana seseorang mengalokasikan sumberdaya yang ada
secara efektif dan efisien untuk tujuan memperoleh keuntungan yang
tinggi pada waktu tertentu. Dikatakan efektif bila petani atau produsen
dapat mengalokasikan sumberdaya yang mereka miliki (yang dikuasai)
sebaik-baiknya, dan dikatakan efisien apabila pemanfaatan sumberdaya
tersebut menghasilkan keluaran (output) yang melebihi masukan (input).
Hernanto (1994) menyatakan bahwa besarnya pendapatan yang diperoleh
dari suatu kegiatan usahatani tergantung dari beberapa faktor yang
mempengaruhinya seperti luas lahan, tingkat produksi, pertanaman, dan
efisiensi penggunaan tenaga kerja. Dalam kegiatan usahatani, petani
berharap dapat meningkatan pendapatannya sehingga kebutuhan hidup
sehari-hari dapat terpenuhi. Unsur-unsur pokok yang ada dalam usahatani
yang penting untuk diperhatikan adalah lahan, tenaga kerja, modal, dan
pengelolaan (manajemen). Unsur tersebut juga dikenal dengan istilah
faktor-faktor produksi. Unsur-unsur usahatani tersebut mempunyai
kedudukan yang sama satu sama lainnya, yaitu sama-sama penting.
Faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan usahatani digolongkan
adalah faktor yang ada pada usahatani itu sendiri, seperti petani pengelola,
lahan usahatani, tenaga kerja, modal, tingkat teknologi, kemampuan petani
mengalokasikan penerimaan keluarga, dan jumlah keluarga. Faktor
eksternal adalah faktor-faktor di luar usahatani, seperti tersedianya sarana
transportasi dan komunikasi, aspek-aspek yang menyangkut pemasaran
hasil dan bahan usahatani (harga hasil, harga saprodi, dan lain-lain),
fasilitas kredit, dan sarana penyuluhan bagi petani.
Usahatani yang dilakukan oleh rumah tangga petani mempunyai pengaruh
yang sangat besar dalam pengambilan keputusan dan keputusan yang akan
diambil. Usahatani yang dilakukan petani umumnya mempunyai dua
tujuan usahatani, yaitu mendapatkan pendapatan usahatani yang maksimal
atau untuk keamanan dengan cara meminimalkan risiko, termasuk
keinginan untuk memiliki persediaan pangan yang cukup untuk konsumsi
rumah tangga dan selebihnya untuk dijual (Soedjana, 2007).
3. Teori Pendapatan Usahatani
Pendapatan usahatani merupakan selisih antara penerimaan dengan biaya.
Pendapatan yang diperoleh petani dari usahatani tersebut akan mendorong
untuk dapat mengalokasikan pendapatan tersebut ke dalam berbagai
kegunaan seperti biaya produksi periode berikutnya, tabungan dan
pengeluaran lain-lain untuk memenuhi kebutuhan keluarga.
Analisis pendapatan dan keuntungan dari setiap cabang usaha memberikan
Suatu usahatani dikatakan berhasil apabila memenuhi syarat sebagai
berikut, yaitu : (1) cukup untuk membayar pembelian sarana produksi
termasuk biaya angkutan dan administrasi, (2) cukup untuk membayar
bunga modal yang ditanamkan, dan (3) cukup untuk membayar tenaga
kerja yang dibayar atau bentuk upah lainnya untuk tenaga kerja yang tidak
dibayar (Soekartawi, 1995).
Menurut Saparinto (2008) analisis usahatani dilakukan karena setiap
kegiatan usaha tani membutuhkan input. Input di antaranya sumberdaya
alam, sumber modal, keahlian, tanah, dan input lain yang ketersediaannya
terbatas. Untuk mendapatkan output yang optimal dari input yang
dimiliki, diperlukan perhitungan yang matang agar kegiatan tersebut
menghasilkan manfaat.
Menurut Soekartawi (1995) penerimaan usahatani adalah perkalian antara
produksi yang diperoleh dengan harga jual. Secara matematis dirumuskan
sebagai berikut :
TR = Y.Py
Keterangan :
TR = Total Penerimaan
Y = Produksi yang diperoleh dari suatu usahatani Py = Harga produksi
Pendapatan dan keuntungan usahatani adalah selisih penerimaan dengan
semu biaya produksi, dirumuskan sebagai berikut :
Keterangan :
π = keuntungan atau pendapatan (Rp) Y = jumlah produksi (satuan)
Py = harga satuan produksi (Rp) X = faktor produksi (satuan)
Px = harga faktor produksi (Rp/ satuan) N = banyaknya input yang dipakai BTT = biaya tetap total (Rp)
Biaya usahatani sifatnya dibagi menjadi dua, yaitu biaya tetap dan biaya
variabel. Biaya tetap adalah biaya yang relatif tetap jmlahnya dan terus
dikeluarkan walaupun produksi yang diperoleh banyak atau sedikit pada
periode tertentu. Besarnya biaya tetap tidak tergantung pada besar
kecilnya produksi yang diperoleh. Biaya variabel adalah baiya yang besar
kecilnya dipengaruhi oleh produksi yang diperoleh.
Untuk mengetahui apakah usahatani menguntungkan atau tidak secara
ekonomi, dapat dianalisis dengan menggunakan perhitungan antara
penerimaan total dan biaya total yang disebut dengan Revenue Cost Ratio
(R/C Ratio)
R/C Ratio = PT/ BT
Keterangan :
R/C = Nisbah penerimaan dan biaya PT = Penerimaan total
BT = Biaya total yang dikeluarkan
Ada dua kriteria dalam perhitungan ini, yaitu :
a. Jika R/C >1, maka usahatani yang dilakukan layak atau
b. Jika R/C = 1, maka usahatani yang dilakukan berada pada titik impas
(Break Even Point).
c. Jika R/C <1, maka usahatani yang dilakukan tidak layak atau tidak
menguntungkan petani.
4. Fungsi Keuntungan (Profit Function)
Menurut Soekartawi, dkk (1984) perubahan tingkat keuntungan
disebabkan oleh perubahan-perubahan dalam metode produksi atau
organisasi usahatani. Perubahan-perubahan kecil dalam metode produksi
akan sangat berpengaruh terhadap tingkat keuntungan yang diperoleh.
Pengaruh suatu perubahan keuntungan dipengaruhi oleh banyak faktor,
misal produksi, tenaga kerja dan lain-lain.
Faktor jumlah dan macam kerja yang dilakukan oleh petani dan
keluarganya, ketrampilan yang dimilikinya, dan lain-lain merupakan
faktor-faktor penting yang tidak berkaitan dengan keuangan, tetapi besar
pengaruhnya dalam membuat keputusan yang berkaitan dengan perubahan
keuntungan. Semua hal ini dilakukan untuk mencapai usahatani yang
diinginkan oleh petani.
Soekartawi (2003) menyatakan bahwa pendekatan fungsi keuntungan
memiliki beberapa kelebihan bila dibandingkan dengan pendekatan fungsi
1) fungsi penawaran output dan fungsi permintaan terhadap input dapat
diduga bersama-sama tanpa harus membuat suatu fungsi produksi
yang eksplisit.
2) dapat dipergunakan untuk menelaah masalah efisiensi teknis dan
harga.
3) dalam model fungsi keuntungan , variabel-variabel yang diamati
adalah variabel harga input dan harga output.
Penjabaran dari fungsi keuntungan dapat diuraikan sebagai berikut,
misalkan sembarang fungsi produksi
Y = f (x1, x2, ... xm ; z1 , ...zn) (1)
Keuntungan jangka pendek ( short – run profit ) dapat didefinisikan sebagai berikut :
π = p. f. (x1,... xm ; z1 ...zn) –∑= wi xi (2) Dimana :
π = keuntungan jangka pendek P = harga output
Xi = jumlah input variabel ke – i ( i = 1,2,...m) Zj = jumlah input tetap ke-j ( j = 1,2...n)
Wi = harga input variabel ke – i
Asumsi perusahaan memaksimalkan keuntungan, maka kondisi nilai
marjinal produk sama dengan harga input variabel yang bersangkutan, atau
secara matematis:
p.� � �
�� ( . ) = Wi , i = 1, ...m . (3)
Jika persamaan (2) dinormalkan dengan harga output, diperoleh
persamaan sebagai berikut � � �
wi* = wi / p = harga input ke – i yang dinormalkan dengan harga output.
Pada persamaan , π * didefinisikan sebagai Unit Output Price profit (UOP
profit). Cara ini dipakai untuk memaksimumkan keuntungan. Kondisi ini
diperoleh dari persamaan (2) yang dinormalkan dengan harga output.
π * = π / p = f ( x1, ...xm ; z1, ...zn) –∑= Wi* xi (5)
π * dikenal sebagai fungsi keuntungan
UOP (Unit Output Price profit function) jumlah optimal dari input variabel
xi* yang memberikan keuntungan maksimum dalam jangka pendek, dapat
diturunkan (4), yaitu :
xi* = f (w1* , w2* , ...wm* ; z1, ...zn) (6)
Substitusi persamaan (6) ke dalam (2) akan diperoleh :
π = p. f ( x1*, x2* ...xm* ; z1, ...zn) –∑= wi* xi * (7) Dengan demikian cara UOP Cobb-Douglas Profit Function (UOP-CDPF),
adalah cara yang dipakai untuk memaksimumkan keuntungan.
UOP-CDPF ialah suatu fungsi (persamaan) yang melibatkan harga faktor
produksi dan produksi yang telah dinormalkan dengan harga tertentu. Hal
ini dapat dijelaskan sebagai berikut :
Y = A F(X,Z) (8)
Y = produksi
A = besaran yang menunjukkan tingkatan efisiensi teknik X = faktor produksi variabel
Z = faktor produksi tetap
Persamaan keuntungan yang diturunkan dari persamaan fungsi produksi
π = ApF (X1,....,Xm ; Z1,....,Zn)− ∑= ciXi - ∑�= fjZj (9)
keterangan:
π = besarnya keuntungan A = besarnya efisiensi teknik p = harga produksi persatuan
Xi = faktor produksi variabel yang digunakan, dengan j = 1,...n
ci = harga faktor produksi per satuan fj = harga faktor produksi tetap Z = faktor produksi tetap
Penggunaan persamaan di atas berlaku anggapan bahwa dalam jangka
pendek maka faktor produksi tetap seperti banyaknya cangkul atau alat
pertanian yang lain, tidak mempengaruhi keinginan untuk meningkatkan
keuntungan, sehingga persamaannya dapat dituliskan sebagai berikut :
π = ApF (X1,...,Xm ; Z1,...,Zn) )− ∑= ciXi (10) Bentuk logaritma dari persamaan di atas, seperti pada persamaan
Cobb-Douglas, sehingga diperoleh :
ln (π / p) =ln A+∑= αi ln (Xi / p ) +∑�= βj lnZj (11)
ln π* = ln A +∑= αi ln Xi +∑�= βj lnZj
ln π* = ln A+∑= αi ln wi*+∑�= βj lnZj (12) keterangan:
π* = keuntungan yang telah dinormalkan dengan harga produksi.
Βj = koefisien faktor produksi tetap.
αi = koefisien faktor produksi variabel .
wi = faktor produksi variabel yang telah dinormalkan dengan harga produksi
5. Teori Risiko Usahatani
Pappas dan Hirschey (2005) dalam Muzdalifah (2012) mengatakan bahwa
risiko dapat diukur dengan menentukan kerapatan distribusi probabilitas.
Salah satu ukurannya adalah dengan menggunakan deviasi standar yang
diberi simbol V. Semakin kecil deviasi standar, semakin rapat distribusi
probabilitas dan dengan demikian semakin rendah risikonya. Namun
dalam penggunaannya terdapat beberapa masalah ketika standar deviasi
digunakan dalam ukuran risiko. Misalnya jika biaya usahatani lebih besar,
usahatani tersebut dapat secara normal memiliki standar deviasi yang lebih
besar tanpa perlu menjadi lebih berisiko. Untuk mengatasi masalah
tersebut yaitu dengan menghitung ukuran risiko relatif dengan membagi
standar deviasi dengan rata-rata nilai :
CV = �
Keterangan :
CV = Koefisien variasi V = Standar deviasi E = Rata-rata hasil (mean)
Menurut Kadarsan (1995) risiko dan ketidakpastian menjabarkan suatu
keadaan yang memungkinkan adanya berbagai macam hasil usaha atau
berbagai macam akibat dari usaha-usaha tertentu. Perbedaannya adalah
bahwa risiko menjabarkan keadaan yang hasil dan akibatnya mengikuti
menunjukkan keadaan yang hasil dan akibatnya tidak bisa diketahui.
Macam risiko dan ketidakpastian dibidang pertanian dibandingkan dengan
bidan lainnya lebih mengharuskan petani memiliki kemampuan untuk
menanggulangi risiko perusahaan apabila mau meminjam modal. Hal ini
disebabkan penerimaan dan pengeluaran dibidan pertanian lebih tidak
stabil, sedangkan risiko dan ketidakpastian dalam mengelola perusahaan
agribisnis dan mengurus keluarga petani lebih besar dari pada bidang
lain-lainnya. Sekurang-kurangnya ada lima sebab utama terjadinya suatu risiko.
Pertama, ketidak pastian produksi; kedua, tingkat harga; ketiga,
perkembangan teknologi; keempat, tindakan-tindakan perusahaan dan
orang atau pihak lain; dan kelima, karena sakit, kecelakaan, atau kematian.
Darmawi (1997) menyatakan bahwa risiko dihubungkan dengan
kemungkinan terjadinya akibat buruk yang tidak diinginkan atau tidak
terduga yang mengacu pada ketidakpastian. Ketidakpastian merupakan
kondisi yang menyebabkan tumbuhnya risiko. Sedangkan kondisi yang
tidak pasti timbul karena berbagai sebab, antara lain:
a.Jarak waktu dimulai perencanaan atas kegiatan sampai kegiatan itu
berakhir. Semakin panjang jarak waktu, semakin besar
ketidakpastiannya.
b.Keterbatasan tersedianya informasi yang diperlukan.
c.Keterbatasan pengetahuan/teknik pengambilan keputusan.
Utilitas dari petani sebagai pelaku kegiatan usahatani merupakan fungsi
sebagai manajer dari kegiatan usahataninya biasanya mengharapkan hasil
yang tingi dengan risiko yang rendah sehingga akan selalu menghindari
risiko (Kadarsan, 1995).
Semakin tinggi risiko yang harus dihadapi, semakin tinggi hasil yang
diharapkan. Ukuran untuk hasil yang diharapkan adalah hasil rata-rata
atau mean, rumusnya yaitu :
E =∑ Eini=n
Keterangan :
E = nilai rata-rata hasil atau mean
Ei = keuntungan yang didapat pada musin tanam ke-i N = jumlah pengamatan
Risiko secara statistik dapat diukur dengan ukuran ragam (variance) atau
simpangan baku (standard deviation). Kedua cara ini menjelaskan risiko
dalam arti kemungkinan penympangan pengamatan sebenarnya disekitar
nilai rata-rata yang diharapkan. Ukuran rumus ragam adalah sebagai
berikut :
V =∑ni=n − 1Ei − E
sedangkan simpangan baku merupakan akar dari ragam, atau yang secara
matematis dirumuskan sebagai berikut :
� = √∑ni=n − 1Ei − E
Keterangan :
V = Simpangan baku E = Nilai rata-rata (hasil)
Ei = Keuntungan pada periode ke-i N = jumlah periode pengamatan
Besarnya keuntungan yang diharapkan (E) menggambarkan jumlah
rata-rata keuntungan yang diperoleh petani, sedangkan simpangan baku (V)
merupakan besarnya fluktuasi keuntungan yang mungkin diperoleh atau
merupakan risiko yang ditanggung petani.
Pengukuran risiko secara statistik dilakukan dengan menggunakan ukuran
ragam (variance) atau simpangan baku (standard deviation). Kedua cara
ini menjelaskan risiko dalam arti kemungkinan penyimpangan pengamatan
sebenarnya disekitar nlai rata-rata yang diharapkan.
Batas bawah (L) menunjukkan nilai terendah pendapatan yang mungkin
diterima oleh petani responden. Rumus perhitungan batas bawah (L)
menurut Kadarsan (1995) adalah:
L = E – 2V
Keterangan :
L = Batas bawah
E = Rata-rata keuntungan
V = Simpangan baku
Jika L >0, maka petani ikan tidak akan mengalami kerugian
Jika L <0, maka petani ikan akan mengalami kerugian setiap proses produksi
Menurut Hernanto dalam Renthiandy (2014) CV merupakan nilai
koefisien variasi dan V merupakan nilai simpangan baku produksi, E
nilai CV >0,5 maka usahatani yang dilakukan memiliki risiko yang tinggi
sehingga risiko yang ditanggung petani semakin besar dengan
menanggung kerugian sebesar nilai L, begitu pula jika nilai CV ≤ 0,5
maka usahatani yang dilakukan memiliki risiko rendah sehingga petani
akan selalu untung atau impas sebesar nilai L.
6. Kajian Penelitian Terdahulu
Terdapat beberapa penelitian terdahulu yang menganalisis mengenai
analisis pendapatan dan risiko, dan ada peneliti lain memiliki analisis
yang berkaitan dengan penelitian yang akan dilakukan. Perbedaan
penelitian ini dengan penelitian sebelumnya yaitu melakukan perbandingan
pendapatan dan risiko dari dua komoditas ikan air tawar yang berbeda yaitu
ikan lele dan ikan mas. Tujuannya untuk mengkaji usahatani ikan yang
dilakukan menguntungkan serta tingkat risikonya. Penelitian ini tidak
hanya menganalisis pendapatan petani dan tingkat risiko tetapi juga
menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi pendapatan petani. Berikut
ini adalah informasi penelitian tentang pendapatan dan risiko yang
30
No Judul Penelitian/Tahun Tujuan Metode Analisis Hasil
1. Analisis Pendapatan Petani Pembenihan Ikan
a. Besarnya pendapatan yang diperoleh petani ikan dari usaha pembenihan ikan lele berkisar antara Rp. 10.234.000 dan pendapatan yang diperoleh dari usaha pembenihan ikan mas yang berkisar antara Rp. 11.430.000. Hal itu menunjukkan bahwa terdapat perbedaan pendapatan antara petani ikan yang
menjalankan usaha pembenihan ikan lele dengan petani ikan mas.
2. Analisis Pendapatan, Risiko, dan Efisiensi
a. Pendapatan rata-rata petani yaitu Rp. 40.110.696,80 per 0,18 Ha per produksi.
b. Peluang risiko yang dihadapi tinggi dengan nilai koefisien variasi yaitu 0,86 dan batas bawah sebesar Rp. -28.529.605,68.
31
3. Analisis Efisiensi Usaha Budidaya Ikan Mas (Cyprinus carpio) dalam Keramba Jaring Apung
a. Faktor-faktor produksi yang berpengaruh nyata secara simultan adalah benih, pakan dan tenaga kerja. Sedangkan faktor produksi yang tidak berpengaruh nyata adalah faktor produksi tenaga kerja.
b. Besaran penjumlahan elastisitas faktor-faktor produksi yang digunakan dalam usaha budidaya ikan mas di Keramba Jaring Apung menunjukkan bahwa usaha KJA di Waduk Cirata berada pada kondisi kenaikan hasil yang semakin berkurang (Decreasing return to scale). c. Alokasi pengunaan faktor-faktor produksi benih dan
pakan secara optimal masing-masing sebesar 277,04 kg dan 1.788,22 kg per musim pemeliharaann sehingga dapat dicapai tingkat keuntungan maksimum.
d. Hasil analisis pendapatan menunjukkan bahwa kondisi setelah dilakukan proses optimalisasi pada usaha KJA lebih menguntungkan dari kondisi aktual (sebelum dilakukan proses optimalisasi).
4. Analisis Efisiensi Budidaya Ikan Lele di Kabupaten Boyolali
a. Nilai efisiensi teknik sebesar 0,94 dapat ditarik kesimpulan bahwa usaha budidaya ikan lele di daerah penelitian tidak efisien secara teknis sehingga
penggunaan input harus dikurangi.
32
5. Analisis Risiko Produksi Pembesaran Ikan Lele Dumbo ( Clarias
gariepinus) di CV Jumbo Bintang Lestari
a. Hasil analisis probabilitas yaitu standar pada nilai tabel z sebesar 0,352 artinya, kemungkinan CV Jumbo Lestari mampu menghasilkan derajat kelangsungan hidup ikan lele dumbo lebih dari derajat kelangsungan hidup ikan lele normal.
b. Sumber-sumber risiko produksi tersebut adalah kualitas dan pasokan benih, mortalitas, kualitas pakan, penyakit, cuaca, dan sumber daya manusia.
c. Strategi yang dilakukan dengan cara pengawasan produksi benih bagi petani mitra, persiapan kolam, pemberian probiotik, pemberian vitamin, penanganan terhadap benih yang ditebar dan peningkatan keamanan lokasi budidaya.
6. Analisis Risiko Produksi Ikan Hias pada PT Taufan Fish Farm di Kabupaten Bogor Provinsi Jawa Barat (Silaban, 2011)
a.Menganalisisrisiko produksi ikan hias yang dihadapi PT Taufan Fish Farm.
b.Menganalisis strategi yang dilakukan untuk mengatasi risiko ikan hias di PT Taufan Fish Farm.
a. Berdasarkan hasil analisis risiko yang dilakukan pada PT Taufan Fish Farm menunjukkan bahwa perusahaan mengalami risiko produksi dalam menjalankan
usahanya. Sumber risiko berasal dari perubahan kondisi cuaca dan kualitas pakan yang buruk. b. Strategi penanganan risiko yang digunakan yaitu
strategi diversifikasi, dimana perusahaan
33
7. Analisis Efisiensi Pemasaran Ikan Mas di Kecamatan Pagelaran,
a. Total penerimaan rata-rata pembudidaya pertahun sebesar Rp. 48.342.667. Total biaya rata-rata yang dikeluarkan Rp. 29.255.285. Keuntungan rata-rata yang dihasilkan sebesar Rp. 19.087.381 dengan keuntungan per musim Rp. 4.771.845.
b. Terdapat empat saluran pemasaran. Saluran pertama melibatkan pembudidaya, pedagang pengumpul, pedagang pengumpul luar kecamatan, pedagang
pengecer luar kecamatan, rumah makan. Saluran kedua melibatkan pembudidaya, pedagang pengumpul dan pedagang eceran. Saluran ke tiga melibatkan pembudidaya, pedagang luar kecamatan, pedagang eceran luar kecamatan. Saluran keempat melibatkan pembudidaya, pedagang pengumpul, pedagang pengumpul luar kecamatan dan pemancingan.
8. Analisis Biaya Produksi dan Pendapatan
Budidaya Ikan Patin (Pangasius pangasius) di Kabupaten Kapuas ikan patin di Kabupaten Kapuas.
Korelasi sederhana dengan uji t
Berdasarkan hasil penelitian bahwa selama tahun 2008-2011 menunjukkan jumlah produksi ikan patin di
B. Kerangka Pemikiran
Setiap usahatani memiliki tujuan untuk mendapatkan pendapatan yang
optimal dengan biaya yang seminimal mungkin. Budidaya ikan air tawar
merupakan alternatif pembuka usaha sebagai subsektor dari pertanian yang
menjadi salah satu aspek pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Ikan lele dan
ikan mas merupakan jenis ikan air tawar yang memiliki potensi besar untuk
dibudidayakan, karena permintaan yang tinggi terhadap dua jenis ikan
tersebut. Ikan lele dan ikan mas juga memiliki gizi yang cukup baik untuk
dikonsumsi dan harga yang relatif murah jika dibandingkan ikan budidaya
lainnya. Harga jual ikan lele dan ikan mas fluktuatif dari tahun ke tahun.
Pada tahun 2012, harga jual ikan lele Rp 11.000,00/kg dan harga jual ikan
mas Rp 16.000,00/kg.
Baik ikan mas maupun ikan lele sama-sama menjadi pendapatan utama di
Kecamatan Pagelaran Kabupaten Pringsewu. Untuk mengelola usahatani
tersebut petani membutuhkan biaya produksi atau pengeluaran dalam proses
produksinya. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi pendapatan dalam
berusahatani ikan lele dan ikan mas yaitu harga bibit ikan, harga pakan ikan,
harga obat ikan, harga tenaga kerja, dan luas kolam ikan. Banyaknya
produksi yang dihasilkan dalam usahatani tersebut akan mempengaruhi
penerimaan. Pendapatan yang dihasilkan adalah selisih antara penerimaan
dengan total biaya. Besarnya total biaya dan penerimaan akan
Dengan asumsi luas lahan yang sama antara petani yang berusahatani ikan
mas dan ikan lele terdapat perbedaan pendapatan dikarenakan total biaya
produksi dan penerimaan yang berbeda.
Menurut Siregar dalam Soekartawi (1993) risiko dalam pertanian mencakup
kemungkinan kerugian dan keuntungan. Tingkat risiko akan ditentukan
sebelum suatu tindakan diambil berdasarkan ekspektasi atau perkiraan petani
sebagai pengambil keputusan. Dalam melakukan usahatani perlu
diperhatikan risiko berusaha. Semakin tinggi pendapatan maka tingkat risiko
yang diterima juga akan semakin tinggi. Risiko yang harus dihadapi petani
yaitu risiko produksi dan risiko harga.
Risiko dalam berusahatani ikan air tawar disebabkan oleh kondisi cuaca
yang tidak pasti dan serangan hama penyakit yang sulit diduga sebelumnya.
Pada musim hujan, jumlah produksi ikan akan cenderung mengalami
penurunan. Hal tersebut dikarenakan perbedaan cuaca yang menyebabkan
suhu dan pH air mengalami perubahan sehingga serangan penyakit pun
menjadi tinggi dan menimbulkan kematian pada ikan. Disamping itu,
perbedaan suhu air menyebabkan ikan yang diproduksi mengalami
penurunan nafsu makan sehingga pertumbuhannya pun menjadi lambat.
Tingkat pendapatan dan risiko merupakan hal yang harus diperhatikan dalam
melakukan usahatani yang menentukan tingkat keberhasilan petani dalam
melakukan pilihan dalam berbudidaya. Kerangka pemikiran analisis
pendapatan dan risiko petani ikan lele dan ikan mas di Kabupaten Pringsewu
Gambar 3. Kerangka pemikiran analisis pendapatan dan risiko petani ikan lele dan ikan mas di Kecamatan Pagelaran Kabupaten Pringsewu
Budidaya Ikan Air Tawar
Budidaya Ikan Lele Budidaya Ikan Mas
Faktor Produksi : 1.Jumlah Bibit 2.Jumlah Pakan 3.Jumlah Obat 4.Jumlah Vitamin 5.Jumlah Tenaga Kerja 6.Luas lahan Budidaya
Produksi
Biaya Produksi Penerimaan
C. Hipotesis
Berdasarkan kerangka pemikiran, maka hipotesis yang diajukan dalam
penelitian ini adalah
1. Diduga pendapatan usahatani ikan lele berbeda dengan usahatani ikan
mas.
2. Diduga variabel luas kolam berpengaruh positif, sedangkan harga bibit
ikan, harga pakan ikan, harga obat ikan, dan upah tenaga kerja
berpengaruh negatif terhadap keuntungan usahatani ikan baik ikan lele
maupun ikan mas.
3. Diduga tingkat risiko usahatani ikan mas berbeda dengan usahatani ikan
III. METODE PENELITIAN
A. Konsep Dasar dan Definisi Operasional
Konsep dasar dan definisi operasional ini mencakup pengertian yang
digunakan untuk mendapatkan data dan melakukan analisis sehubungan
dengan tujuan penelitian.
Usahatani ikan lele adalah suatu proses kegiatan pembesaran ikan lele untuk
memperoleh produksi ikan lele.
Usahatani ikan mas adalah suatu proses kegiatan pembesaran ikan mas untuk
memperoleh produksi ikan mas.
Satu musim adalah kegiatan pembudidayaan pembesaran ikan yang di mulai
dari proses persiapan kolam hingga proses pasca panen ikan lele dan ikan
mas.
Luas kolam adalah areal/tempat berupa kolam yang digunakan untuk
melakukan kegiatan budidaya ikan yang diukur dalam satuan hektar (ha).
Produksi ikan lele adalah jumlah output/hasil panen ikan lele dari luas kolam
selama satu kali musim pembudidayaan yang diukur dalam satuan kilogram
Produksi ikan mas adalah jumlah output/hasil panen ikan mas dari luas kolam
selama satu kali musim pembudidayaan yang diukur dalam satuan kilogram
(kg).
Produktivitas ikan lele adalah produksi ikan lele per satuan luas lahan yang
digunakan dalam berbudidaya ikan. Produktivitas diukur dalam satuan
kilogram per 0,5 hektar (kg/0,5 ha).
Produktivitas ikan mas adalah produksi ikan mas per satuan luas lahan yang
digunakan dalam berbudidaya ikan. Produktivitas diukur dalam satuan
kilogram per 0,5 hektar (kg/0,5 ha).
Harga adalah sejumlah uang yang menjadi tolak ukur nilai dari banyaknya
ikan lele dan ikan mas dalam ukuran tertentu (Rp/kg).
Penerimaan adalah total penjualan yang diperoleh petani ikan lele dan ikan
mas dalam satu kali musim budidaya yang diukur dalam satuan rupiah (Rp).
Biaya total adalah seluruh biaya yang dikeluarkan oleh petani untuk kegiatan
budidaya ikan dalam satu musim yang diukur dalam satuan rupiah per musim
budidaya yang selanjutnya akan disebut sebagai pendapatan (Rp). Biaya
produksi terdiri dari biaya tunai dan biaya variabel.
Biaya tunai adalah biaya yang terdiri dari biaya bibit, biaya pakan, biaya
obat, biaya vitamin, biaya tenaga kerja luar keluarga, biaya PBB, biaya
angkut dan biaya perawatan kolam dalam satu musim yang diukur dalam
Biaya diperhitungkan adalah biaya yang terdiri dari biaya tenaga kerja dalam
keluarga, biaya penyusutan alat dan biaya sewa kolam dalam satu musim
yang diukur dalam satuan rupiah (Rp).
Tenaga kerja adalah banyaknya orang yang bekerja dalam satu periode
budidaya dalam proses usahatani ikan lele dan ikan mas. Penggunaan tenaga
kerja diukur dalam satuan Hari Kerja Pria (HKP). Untuk wanita dan
anak-anak dikonversikan ke dalam HKP berdasarkan tingkat upah yang berlaku.
Pendapatan adalah penerimaan total yang diperoleh dikurangi dengan
biaya-biaya tunai yang dikeluarkan selama proses budidaya ikan lele dan ikan mas
dalam satu musim dan diukur dalam satuan rupiah (Rp/musim).
Keuntungan adalah penerimaan total yang diperoleh dikurangi dengan biaya
total yang dikeluarkan selama proses budidaya ikan lele dan ikan mas dalam
satu musim dan diukur dalam satuan rupiah (Rp/musim).
Harga bibit ikan adalah jumlah uang yang dikeluarkan oleh petani dalam
membeli satu ekor bibit ikan pada satu musim produksi budidaya ikan mas
dan ikan lele (Rp/satuan).
Harga pakan ikan adalah biaya pakan ikan yang dikeluarkan per total
produksi ikan pada satu musim produksi budidaya ikan lele dan ikan mas
(Rp/ Kg).
Harga obat adalah biaya obat ikan yang dikeluarkan per total produksi ikan