i
ABSTRAK
DESKRIPSI PENGATURAN PERLINDUNGAN KONSUMEN TERHADAP IKLAN PENGOBATAN TRADISIONAL YANG
MENGGUNAKAN TESTIMONI PASIEN
Oleh
PIMAL IBRAHIM
Iklan merupakan unsur penting dalam menyampaikan informasi layanan masyarakat tentang tersedianya barang/jasa kepada konsumen. Kondisi tersebut memungkinkan pelaku usaha pengobatan tradisional untuk melakukan publikasi melalui iklan demi tersampainya informasi dan keuntungan dalam produksi. Penulisan ini melakukan penelitian terhadap iklan pengobatan tradisional yang menggunakan testimoni pasien. Penelitian ini menganalisis berdasarkan aspek pengaturan perlindungan konsumen dan upaya perlindungan hukum terhadap iklan pengobatan tradisional yang menggunakan testimoni pasien.
Penelitian yang digunakan dalam penulisan ini adalah penelitian hukum normatif, dengan berdasarkan aturan hukum yang bersumber dari substansi peraturan perundang-undangan. Penelitian ini menganalisis secara deskriptif-analitis dengan melakukan kajian secara komprehensif terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder.
Hasil penelitian ini menunjukan bahwa, pengaturan tentang iklan pengobatan tradisional yang menggunakan testimoni secara umum terdapat dalam Undang Perlindungan Konsumen yaitu Pasal 10 hingga Pasal 20, dan Undang-Undang Penyiaran pada Pasal 36. Secara khusus iklan testimoni pengobatan tradisional diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1787 Tahun 2010 yaitu Pasal 5 huruf n yaitu iklan yang mengunakan testimoni pasien dilarang karena penggunakan kata-kata berlebihan akan menjurus pada iklan yang menyesatkan. Sedangkan, Etika Pariwara Indonesia (EPI) yaitu Bab III tentang Ketentuan testimoni butir 1.17 menyebutkan bahwa iklan testimoni diperbolehkan tetapi harus mengacu pada syarat dan ketentuan berlaku bahwa kesaksian (testimoni) konsumen harus merupakan kejadian yang benar-benar dialami tanpa maksud melebih-lebihkan dan dibuktikan dengan pernyataan tertulis yang ditandatangani konsumen tersebut. Upaya perlindungan hukum oleh pemerintah adalah melalui fungsi pengawasan oleh KPI dan upaya hukum jika terjadi kerugian akibat iklan. Konsumen dapat melindungi diri terhadap iklan pengobatan tradisonal yang menggunakan testimoni dengan cara menganalisis siaran iklan (sadar media). Upaya hukum konsumen jika dirugikan sebuah iklan yaitu, dengan mengajukan permohonan penyelesaian sengketa konsumen (litigasi dan non-litigasi) kepada Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK), atau melakukan pengaduan kepada KPI baik secara tertulis maupun lisan.
DESKRIPSI PENGATURAN PERLINDUNGAN KONSUMEN TERHADAP IKLAN PENGOBATAN TRADISIONAL YANG
MENGGUNAKAN TESTIMONI PASIEN
Oleh
PIMAL IBRAHIM
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA HUKUM
Pada
Bagian Hukum Perdata
Fakultas Hukum Universitas Lampung
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS LAMPUNG
RIWAYAT HIDUP PENULIS
Pimal Ibrahim, lahir di Bandar Lampung, 13 Juli 1991. Penulis merupakan anak kedua dari tiga bersaudara yang dilahirkan dari pasangan Drs. Martinus dan Dra. Jamilah. Penulis mulai mengenyam pendidikan pada tahun 1996 di TK Xaverius Way Halim, kemudian melanjutkan Sekolah Dasar di SD Xaverius 3 Bandar Lampung, SMP Negeri 1 Bandar Lampung, SMA Negeri 10 Bandar Lampung dan lulus pada tahun 2009. Pada tahun yang sama, penulis melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi dan alhamdulillah diterima menjadi mahasiswa Fakultas Hukum di Universitas Lampung melalui jalur Seleksi Nasional Masuk PTN (SNMPTN).
Selama menempuh pendidikan di Universitas Lampung, penulis yang awalnya menjadi mahasiswa kupu-kupu (kuliah pulang-kuliah pulang) ini aktif di beberapa organisasi kemahasiswaan ditingkat fakultas maupun universitas. Di tingkat fakultas, penulis pernah menjadi Mujahid Muda FOSSI FH (2009-2010), Kepala Badan Pengurus Harian (BPH) Mushola At-Taubah Fakultas Hukum (2010-2011), dan Kepala Biro Pengembangan Potensi Akademik FOSSI FH (2011-2012). Sedangkan di tingkat universitas, penulis yang mempunyai hobby aksi demonstrasi ini pernah menjadi Staf Ahli deputi Aksi & Propaganda Kementerian Sosial Politik BEM U KBM Unila Kabinet Kritis dan Melayani (2011-2012), kemudian sempat terdaftar menjadi anggota DPM U KBM Unila tetapi amanah lain menghapiri untuk mengisi posisi Menteri Aksi dan Propaganda BEM U KBM Unila Kabinet Cerdas dan Progresif (2012-2013).
Penulis yang tidak mempunyai prestasi di bidang akademik ini, pernah mengikuti beberapa pelatihan terkait pengembangan potensi kemahasiswaan. Diantaranya, Latihan Kepemimpinan Manajemen Islam Tingkat Dasar (LKMI-TD) oleh FOSSI FH (2011), Latihan Kepemimpinan Manajemen Islam Tingkat Menengah (LKMI-TM) oleh BIROHMAH (2011), Latihan Kepemimpinan Manajemen Mahasiswa
MOTO
“Maka Nikmat Tuhanmu Yang Manakah Yang Kamu Dustakan”
(Al-Quran Surat Ar-Rahman)
“Barangsiapa yang menginginkan kehidupan dunia, maka ia harus memiliki ilmu, dan barang siapa yang menginginkan kehidupan akhirat maka itupun harus dengan ilmu, dan barang siapa yang menginginkan keduanya maka itupun harus
dengan ilmu” (HR. Thabrani)
“Demonstrasi... Dialah batu tapal perjuangan mahasiswa Indonesia, batu tapal revolusi Indonesia, dan batu tapal sejarah Indonesia”
(Soe Hok Gie)
“Bulatkan Tekad, Kuatkan Hati, Luruskan Niat”
SANWACANA
Bismillahirrahmanirrahim.
Assalamualaikum Warohmatullahi Wabarokatuh.
Puji syukur ke hadirat Allah SWT Tuhan semesta alam yang telah melimpahkan nikmat, rahmat dan hidayah-Nya kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan penulisan skripsi yang berjudul “Deskripsi Pengaturan Perlindungan Konsumen Terhadap Iklan Pengobatan Tradisional yang Menggunakan Testimoni Pasien” sebagai salah satu syarat mencapai gelar Sarjana Hukum di Bagian Keperdataan Fakultas Hukum Universitas Lampung.
Selama menjadi mahasiswa, penulis telah banyak menerima bantuan, motivasi dan bimbingan dari berbagai pihak dalam sehari-hari perkuliahan maupun dalam penulisan skripsi ini. Oleh sebab itu, sebagai wujud rasa hormat, penulis menyampaikan terima kasih kepada pihak-pihak berikut ini:
1. Ibu Ratna Syamsiar, S.H., M.Hum selaku pembimbing I yang telah menularkan semangat keteladanan serta memberikan masukan untuk terselesainya penulisan skripsi ini.
2. Ibu Dianne Eka Rusmawati, S.H., M.H. selaku pembimbing II yang dengan sabar mengarahkan dan memberikan ide-ide untuk kesempurnaan penulisan skripsi ini.
4. Bapak Dita Febrianto, S.H.,M.H. sebagai pembahas II yang telah membagikan ilmu terkait pentingnya keotentikan penulisan sebuah skripsi. 5. Bapak Dr. Wahyu Sasongko, S.H.,M.H. selaku Ketua Bagian Keperdataan
Fakultas Hukum Universitas Lampung, yang telah mendukung serta memberi masukan untuk judul skrpsi yang diangkat oleh penulis.
6. Bapak Dr. Heryandi, S.H.,M.S. selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Lampung.
7. Ibu Hj. Wati Rahmi Ria, S.H.,M.H. selaku Pembimbing Akademik penulis. 8. Seluruh Dosen maupun Karyawan Civitas Akademika di lingkungan Fakultas
Hukum Universitas Lampung yang tidak dapat disebutkan satu persatu atas ilmu dan bantuan yang berikan selama penulis kuliah.
10. Saudaraku di FOSSI FH Unila, para senior yang telah sabar membimbing dan mendidik penulis hingga “tersesat di jalan kebenaran”, kak Ampria Bukhori, kak Dody, kak Muchtar Hadi Saputra, kak Jhon Iwan Kurniawan, kak Eko Primananda, kak Ikang Fitrah Baskoro, mbak Yessi Siregar, mbak Ida Widyawati. Tak lupa pula, adik-adik alias junior 2010 Agung Wahyudi, Echo Wardoyo, Afrizal, Andika Nafka, Yomy, Andi Kusnadi, Ruhly, Yoga, serta adik-adik 2011 dan 2012 yang tidak dapat disebutkan satu persatu. Maaf atas tindakan dan perilaku kakak yang belum bisa menjadi panutan bagi kalian. 11. Rekan-rekan Fakultas Hukum angkatan 2009 yang mengambil bagian
keperdataan, terima kasih atas kerjasama selama kuliah jurusan bersama. 12. Rekan-rekan seperjuangan di Kementerian Sosial Politik BEM U KBM Unila
Kabinet Kritis dan Melayani. Terima kasih telah mengajarkan “arti perjuangan aktivis Mahasiswa” Kak Basrin, Kak Azam, Davina, Anggun, Listi dan kolega sejak SMA bung Sarwo Edy.
dan sabar, yang selama ini belum saya dapatkan diorganisasi manapun. Tetap semangat untuk menjadi aktivis mahasiswa yang sebenarnya.. terima kasih untuk semuanya.
14. Rekan-rekan Kuliah Kerja Nyata periode I Januari-Februari 2012, Desa Simpang Asam, Kabupaten Way Kanan. Yulitamina, Dinarti Andarini, Gandhi Chaniago, M. Syurahman Toha, Agil Nahar Mubarok, Aulia Fithria Izatin, Budi Mulyono, Nurul Hidayah Marfiatin.
15. Kawan-kawan seperjuangan XII IPA 3 SMA Negeri 10 Bandar Lampung, yang tetap setia menemani dan membantu dalam segala hal jika penulis berada diluar kampus, Siectio Dicko P, Lucky Aldiyano, Yasa Palaguna U, Sarwo Edy, Brahmsyah, Andantino, dan lain-lain.
16. Semua pihak yang turut membantu dalam penyelesaian skripsi ini yang tidak bisa disebutkan satu per satu. Terima kasih atas do’a, dukungan dan semangatnya.
Penulis berharap Allah SWT membalas kebaikan dan pengorbanan mereka. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis maupun pembaca.
Amin ya rabbalalamin... Billahi Taufiq Walhidayah.
Wassalamualaikum Warohmatullahi Wabarokatuh.
Bandar Lampung, November 2013 Penulis
ii
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRAK ... ... i
DAFTAR ISI ... ... ii
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG... ... 1
B. RUMUSAN MASALAH ... ... 8
C. TUJUAN DAN KEGUNAAN 1. Tujuan penelitian ... ... 9
2. Kegunaan Penelitian... ... 9
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. PERLINDUNGAN KONSUMEN ... .... 11
B. PIHAK-PIHAK TERKAIT DALAM PERLINDUNGAN KONSUMEN ... .... 18
C. IKLAN dan PENGOBATAN TRADISIONAL ... .... 20
D. TESTIMONI ... .... 34
E. TANGGUNG JAWAB PELAKU USAHA ... .... 35
F. UPAYA HUKUM ... .... 39
BAB III METODE PENELITIAN A. JENIS PENELITIAN ... .... 41
B. TIPE PENELITIAN ... .... 42
C. PENDEKATAN MASALAH ... .... 42
D. DATA DAN SUMBER DATA ... .... 42
E. PENGUMPULAN DATA... .... 43
F. PENGOLAHAN DATA ... .... 44
G. ANALISIS DATA... .... 45
BAB IV PEMBAHASAN A. PENGATURAN TENTANG IKLAN PENGOBATAN TRADISIONAL 1. Undang-Undang Perlindungan Konsumen ... .... 45
2. Undang-Undang Penyiaran ... .... 63
3. Peraturan Menteri Kesehatan RI ... .... 67
4. Tata Cara dan Tata Cara Periklanan Indonesia (Etika Pariwara Indonesia) ... .... 72
B. PERLINDUNGAN HUKUM BAGI KONSUMEN TERHADAP IKLAN TESTIMONI PENGOBATAN TRADISIONAL 1. Aspek Pengawasan ... .... 78
iii
b. Pengawasan oleh Peraturan perundang-undangan ... .... 82
2. Aspek Upaya Hukum ... .... 92
a. Upaya Hukum melalui litigasi dan non-litigasi ... .... 94
b. Pencerdasan Masyarakat melalui Sadar Media ... .... 99
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. KESIMPULAN ... .. 102
B. SARAN ... .. 104
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Permasalahan konsumen begitu rumit seiring dengan pesatnya peradaban manusia. Dampak yang muncul dapat bersifat positif dan negatif. Walaupan ada dampak positif yang dirasakan, akan berkurang maknanya adanya dampak negatif. Walaupun semua pihak dapat merasakan kerugian dari dampak negatif, namun pihak yang paling terkena dari dampak negatif adalah konsumen. Sedangkan, pihak yang lebih diuntungkan adalah para pelaku usaha yang terdiri dari beragam status seperti industrialis, produsen, pedagang, dan pengusaha, atau pebisnis.1 Dalam hal ini pemerintah bertanggung jawab atas perlindungan bagi konsumen, Karena sudah menjadi kewajiban pemerintah sebagaimana jelas dikatakan Undang-Undang Dasar 1945 mengamanatkan2 “Melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial”. Kedudukan konsumen yang terlindung merupakan kesejahteraan yang
1
Wahyu Sasongko, Ketentuan-Ketentuan Pokok Hukum Perlindungan Konsumen, UNILA, Bandar Lampung, 2007, hlm. 11
2
2 nyata, karena konsumen merupakan keseluruhan rakyat Indonesia, siapapun mereka bila menggunakan suatu produk barang atau jasa adalah konsumen.3
Sebagai konsumen, maka setiap saat dapat mengalami musibah dan menghadapi permasalahan yang sama (senasib) dengan sesama konsumen lainnya. Apalagi, jika mengkonsumsi produk yang sama. Oleh karena itu, perlindungan terhadap kepentingan dan hak-hak konsumen semakin penting untuk diketahui, khususnya berkenaan dengan keadaan dan posisi konsumen di hadapan pelaku usaha. Konsumen senantiasa berada pada posisi yang lemah dihadapan pelaku usaha. Lemahnya posisi konsumen banyak dipengaruhi oleh berbagai aspek dan faktor. Posisi konsumen yang lemah itu berpengaruh terhadap perilaku konsumen, baik secara langsung maupun tidak langsung, yang pada akhirnya akan menyadarkan kita bahwa kepentingan dan hak-hak konsumen perlu diberikan perlindungan hukum.4
Sangat disadari bahwa tiada satupun manusia yang bisa lepas dari predikat sebagai konsumen, baik itu dalam hal mengkonsumsi atau menggunakan barang ataupun jasa. Semua ini telah berlangsung sejak manusia hidup dalam kandungan sampai akhir hidupnya. Namun sangat disayangkan keberadaan serta penegakan dari pada hak-hak konsumen di Indonesia belum sepenuhnya dapat diterapkan dengan baik. Dengan telah banyaknya terjadi kasus-kasus yang merugikan kepentingan konsumen yang disebabkan karena lemahnya posisi konsumen dalam menuntut hak- haknya. Konsumen sebagai pihak terakhir dalam menggunakan barang/jasa dari pelaku usaha telah banyak dirugikan. Maka dari itu perlu adanya
3
Muhamad Djumhana, Hukum Ekonomi Sosial Indonesia, Citra Aditya Bakti, Bandung, 1994, hlm. 336
4
3 keseimbangan antara hak dan kewajiban antar pihak. Keseimbangan perlindungan hukum terhadap pelaku usaha dan konsumen tidak terlepas dari adanya pengaturan tentang hubungan-hubungan hukum yang terjadi antara para pihak.5 Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang kesehatan, telah berkembang dengan pesat dan didukung oleh sarana kesehatan yang semakin baik, perkembangan ini turut mempengaruhi jasa profesional di bidang kesehatan yang dari waktu ke waktu semakin berkembang pula. Berbagai cara perawatan serta model pengobatan dikembangkan sehingga akibatnya juga bertambah besar, dan kemungkinan untuk melakukan kesalahan semakin besar pula. Dalam banyak hal yang berhubungan dengan masalah kesehatan sering ditemui kasus- kasus yang merugikan pasien. Oleh sebab itu, tidak mengherankan apabila profesi kesehatan serta perlindungan terhadap pasien sebagai konsumen diperbincangkan baik di kalangan intelektual maupun masyarakat awam dan kalangan pemerhati kesehatan.
Masyarakat pada umumnya melihat kesehatan adalah hal yang sangat penting dalam kehidupannya, maka dari itu jika kesehatan terganggu maka akan mempengaruhi semua kegiatan yang akan mereka lakukan. Masyarakat merupakan konsumen yang akan menggunakan barang atau jasa dari para pelaku usaha. Konsumen kesehatan atau pasien, biasanya melakukan konsultasi atau menyatakan keluhan kesehatannya ke rumah sakit atau puskesmas. Akan tetapi, terkadang pelayanan atau hasil dari pengobatan yang diberikan rumah sakit atau puskesmas tidak memberikan kesembuhan terhadap penyakit yang diderita pasien. Terlebih, penggunaan obat-obatan yang digunakan dokter mempunyai efek
5
4 samping yang berbahaya bagi pasien, karena obat-obat tersebut terbuat dari bahan-bahan kimia. Faktor-faktor tersebut, banyak konsumen beralih ke pengobatan tradisional.
Sejak tahun 2008 angka persentase penduduk Indonesia yang mengalami keluhan kesehatan hingga selama sebulan terakhir pada tahun 2011 menunjukan angka penurunan dari 33,24 % pada tahun 2008, 33,68% pada tahun 2009, 30,90% pada tahun 2010 dan 29,31% pada tahun 2011. Penurunan data tesebut, juga tidak jauh berbeda dengan persentase penduduk yang mengobati sendiri dan yang menggunakan pengobatan tradisional. Penduduk yang mengobati sendiri (termasuk berobat ke pengobatan tradisional) pada tahun 2011 yaitu 66,82 % dan penduduk yang memang lebih percaya daripada pelayanan kesehatan langsung berobat pada pengobatan tradisional yakni pada tahun 2011 dalam angka 23,63%. Data diatas menunjukan bahwa penduduk Indonesia yang memilih pengobatan tradisional masih cukup tinggi.6
Pengetahuan masyarakat tentang kesehatan berpengaruh terhadap tindakan yang dilakukannya. Selain usaha menghindari penyakit, usaha mengetahui cara penyembuhan juga merupakan salah satu pedoman tingkah laku manusia demi mencapai kesejahteraan hidupnya. Terbukti bahwa ada masyarakat yang menggunakan jasa sistem medis moderen dan ada juga yang menggunakan sistem medis tradisional. Atas pengetahuan yang dimiliki itulah yang mendasari mengapa mereka memilih pengobatan moderen atau tradisional.
Oleh sebab itu manusia juga dapat merubah alam dan lingkungannya tersebut, dan menjadikannya sesuatu yang berarti dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini
6
5 disebabkan karena pengetahuan kebudayaan yang dimiliki setiap manusia antara yang satu dengan yang lainnya berbeda-beda. Sehingga dalam pemilihan pengobatan yang mereka pilih berbeda-beda pula. Setiap manusia pasti menginginkan kesehatan dan terhindar dari segala penyakit, karena itulah manusia menggunakan pengetahuan yang dimiliki demi mencapai kesehatan.
Sistem medis tradisional juga merupakan pengobatan yang digunakan untuk memperoleh kesembuhan. Pengobatan ini menggunakan bahan-bahan yang terbuat dari tumbuh-tumbuhan yang masih ada disekitar lingkungan masyarakat. Ada yang menggunakan daun, batang, akar dan sebagainya. Sudah sejak zaman dahulu masyarakat Indonesia mengenal dan menggunakan tanaman obat berkhasiat sebagai salah satu upaya untuk menanggulangi berbagai masalah kesehatan, jauh sebelum pelayanan kesehatan formal dan obat-obatan modern menyentuh lapisan masyarakat. Yang menjadi alasan lain masyarakat lebih memilih pengobatan tradisional karena mahalnya harga obat modern.
Di Indonesia pengobatan tradisional cukup digemari dan sering menjadi pilihan utama masyarakat. Pengaturan tentang pengobatan tradisional tidak luput dari peraturan perundang-undangan. Pada saat ini pengobatan ini sudah mulai menggunakan iklan sebagai media promosi. Sebagaimana dikatakan dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, tujuan perlindungan konsumen yaitu menciptakan sistem perlindungan konsumen yang mengandung unsur kepastian hukum dan keterbukaan informasi serta akses untuk mendapatkan informasi.7 Selain informasi merupakan hak konsumen, ketiadaan informasi atau informasi yang tidak memadai dari pelaku usaha merupakan salah
7
6 satu jenis cacat produk (cacat informasi), yang akan sangat merugikan konsumen.8 Dalam hal ini memungkinkan pelaku usaha pengobatan tradisional untuk melakukan publikasi melalui berbagai media demi tercapainya informasi dan keuntungan dalam produksi. Salah satu media informasi atau promosi barang atau jasa yaitu melalui media iklan.
Sebebas apapun paham sebuah negara, sendi-sendi kehidupan masyarakat di dalamnya pasti ada batas-batas atau aturannya. Begitu juga di Indonesia, yang meski dikatakan sebagai negara yang demokratis, yang menjamin kebebasan setiap orang untuk berpendapat, tentu tak membiarkan begitu saja, kehidupan bermasyarakatnya berjalan tanpa aturan. Tak terkecuali di dunia periklanan. Bagaimanapun, iklan adalah salah satu bentuk gagasan yang disampaikan oleh sebagian kecil kelompok masyarakat, yang disampaikan kepada anggota masyarakat lain (dalam lingkup yang lebih luas) dengan tujuan untuk mempengaruhi, agar bertindak sesuai yang diharapkan oleh pembuat iklan. Jika informasi yang disebarkan tidak disampaikan dengan benar, mengandung hal-hal yang menyesatkan, bisa menggiring orang lain menuju kepada hal yang salah, bahkan dapat merugikan orang lain.
Iklan merupakan sebuah sarana informasi bagi masyarakat konsumen mengenai suatu produk tertentu. Bagi para produsen, iklan merupakan sebuah alat untuk memperkenalkan produk mereka kepada konsumen. Oleh karena iklan dikenal pula sebagai sebuah sarana yang mempertemukan konsumen dengan produsen. Di lain sisi, iklan tidak selalu memberikan keuntungan, khususnya bagi para konsumen. Hal ini terjadi apabila iklan memberikan sebuah pernyataan yang
8
7 menyesatkan dan tidak benar atau memberikan pernyataan yang tidak sesuai dengan fakta atas produk yang diiklankan, Iklan yang menyesatkan dan tidak benar tersebut dapat mengakibatkan kerugian bagi para konsumen mengingat televisi merupakan sebuah media massa yang ditujukan untuk khalayak umum. Perkembangan di bidang teknologi, ekonomi dan ilmu pengetahuan telah mendorong perkembangan duaia periklanan hingga menjadi sebuah sistem yang kompleks. Dalam sistem yang kompleks tersebut, kegiatan periklanan melibatkan beberapa pihak, antara lain pengiklan (produsen produk), ages (perusahaan periklanan) dan media.
Dalam tatakrama dan tatacara periklanan Indonesia9, terdapat tiga hal pokok sebagai asas umum, yaitu: Iklan harus jujur, bertanggung jawab dan tidak bertentangan dengan hukum yang berlaku; Iklan tidak boleh menyinggung perasaan dan/atau merendahkan martabat agama, tatasusila, adat, budaya, suku dan golongan. Iklan harus dijiwai oleh asas persaingan yang sehat. Kalau dikaitkan ketentuan yang merupakan asas umum tatakrama periklanan itu dengan promosi niaga, maka selayaknya promosi niaga lewat iklan tidak dibenarkan memuat janji kosong yang membohongi masyarakat. Isi iklan yang memuat pernyataan dan janji produk harus dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya. Oleh karena itu iklan, tidak boleh menyalahgunakan kepercayaan dan merugikan masyarakat (konsumen).
Dalam konteks perlindungan konsumen payung hukum yang digunakan adalah Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan konsumen. Peraturan pelaksana yang mengatur lebih khusus yaitu Peraturan Menteri Kesehatan tentang
9
8 Iklan dan Publikasi Pelayanan Kesehatan. Peraturan-peraturan lain yang berkaitan langsung mengatur iklan testimoni yang nanti akan di infentarisir satu persatu dalam penulisan ini.
Berdasarkan latar belakang diatas, penulis tertarik untuk melakukan penelitian terhadap “Deskripsi Pengaturan Perlindungan Konsumen Terhadap Iklan
Pengobatan Tradisional Yang Menggunakan Testimoni Pasien”.
B. RUMUSAN MASALAH
Dari latar belakang di atas, konsumen menjadi lemah terhadap pihak yang memberikan barang atau jasa. Dalam hal ini pengobatan tradisional sebagai pelaku usaha menggunakan media iklan sebagai metode promosi dengan menampilkan testimoni pasien, maka penulis merumuskan beberapa hal yang menjadi titik permasalahan dalam penulisan ini, yaitu :
1. Bagaimana pengaturan tentang iklan pengobatan tradisional?
2. Bagaimana perlindungan hukum bagi konsumen terhadap iklan testimoni pengobatan tradisional?
C. TUJUAN DAN KEGUNAAN PENELITIAN
1. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah yang telah dituliskan diatas, tujuan dari penelitian adalah memperoleh gambaran secara lengkap dan jelas tentang :
9 b. Perlindungan hukum bagi konsumen, dalam hal ini Pengawasan dari pemerintah dan upaya hukum yang dapat ditempuh konsumen terkait praktik periklanan pengobatan tradisional yang menggunakan testimoni pasien.
2. Kegunaan Penelitian
Adapun kegunaan dalam penelitian ini, adalah :
a. Kegunaan Teoritis, yaitu penelitian ini diharapkan dapat memberikan bantuan pemikiran dalam pengembangan ilmu pengetahuan hukum khususnya mengenai periklanan dalam lingkup perlindungan konsumen.
b. Kegunaan Praktis dari penulisan ini antara lain:
(1) Sebagai bahan referensi untuk penelitian selanjutnya mengenai hukum perlindungan konsumen khususnya aspek periklanan.
10
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. PERLINDUNGAN KONSUMEN
1. Sejarah Perlindungan Konsumen
Tumbuhnya sistem perlindungan konsumen seiring dengan tumbuh dan berkembangnya pola perekonomian yang makin lama makin pesat.10 Perhatian terhadap perlindungan konsumen, terutama di Amerika Serikat (1960-1970-an) mengalami perkembangan yang sangat signifikan dan menjadi objek kajian bidang ekonomi, sosial, politik dan hukum. Banyak sekali artikel dan buku ditulis berkenaan dengan gerakan ini. Di Amerika Serikat bahkan pada era tahun-tahun tersebut berhasil diundangkan banyak peraturan dan dijatuhkan putusan-putusan hakim yang memperkuat kedudukan konsumen.11
Secara umum, sejarah gerakan perlindungan konsumen dapat dibagi dalam empat tahapan:12
a. Tahapan I (1881-1914)
10
N.H.T Siahaan, Hukum Perlindungan Konsumen, Panta Rei, Jakarta, 2005 hlm. 289
11
Celina Tri Siwi Kristiyanti, Hukum Perlindungan Konsumen, PT. Sinar Grafika, Jakarta, 2009, hlm. 1
12
11 Kurun waktu ini titik awal munculnya kesadaran masyarakat untuk melakukan gerakan perlindungan konsumen. Pemicunya, histeria massal akibat novel karya Upton Sinclair berjudul The Jungle, yang menggambarkan cara kerja pabrik pengolahan daging di Amerika Serikat yang sangat tidak memenuhi syarat-syarat kesehatan.
b. Tahapan II ( 1920-1940)
Pada kurun waktu ini pula muncul buku berjudul Your Money’s Worth karya Chase dan Schlink. Karya ini mampu menggugah konsumen atas hak-hak mereka dalam jual beli. Pada kurun waktu ini muncul slogan: fair deal, best buy.
c. Tahapan III (1950-1960)
Pada dekade 1950-an muncul keinginan untuk mempersatuakan gerakan perlindungan konsumen dalam lingkup internasional. Dengan diprakarsai oleh wakil-wakil gerakan konsumen di Amerika Serikat. Inggris, Belanda, Australia dan Belgia, pada 1 April 1960 berdirilah International Organization of Consumer Union. Semula organisasi ini berpusat di Den Haag, Belanda, lalu pindah ke London, Inggris, pada 1993. Dua tahun kemudian IOCU mengubah namanya menjadi Consumen International (CI).
d. Tahapan IV (pasca-1965)
12 Titik awal sejarah perlindungan konsumen di Indonesia belum dapat ditentukan dengan jelas. Demikian juga tentang pentahapan sejarah. Pergerakan perlindungan konsumen dari sejak awalnya hingga saat ini belum ada pihak yang melakukannya. Dalam rangka mengkaji perkembangan mengenai perlindungan di negara kita, NHT Siahaan merangkaikan kurun perkembangan tersebut. Tentu tidak semata-mata dari sudut reaktivitas masyarakat konsumen, seperti yang terjadi di negara Amerika atau Eropa.13 Berikut ini rangkai waktu perlindungan konsumen di negara kita, lebih banyak didekati dari aspek perkembangan produk hukum yang ada, termasuk pada fase Hindia Belanda. Tentunya fase-fase perkembangan demikian, tidak disangkal akan adanya pengaruh perkembangan kehidupan konsumen diluar negeri, yaitu:14
1. Masa zaman Hindia Belanda
Pada masa zaman Hindia Belanda, upaya perlindungan konsumen telah tampak melalui rumusan pasal-pasal dari berbagai peraturan perundang-undangan yang ada. Meskipun misalnya rumusan-rumusan tersebut tidak secara eksplisit menyebut istilah konsumen, produsen atau pelaku usaha, namun secara hakiki objek pengaturannya adalah berkaitan pula terhadap konsumen atau pihak pelaku usaha. Pengatura pada perlindungan konsumen pada zaman ini dapat kita lihat antara lain pada:
a. Burjelijk Wetboek (BW), yakni Kitab Undang-undang Hukum Perdata. b. Wetboek van Strafsrecht (WvS), yakni Kitab Undang-undang Hukum Pidana.
a. Wetboek van Koophandel (WvK), yakni Kitab Undang-undang Hukum
13
N.H.T. Siahaan, op. cit. hlm. 290
14
13 Dagang.
2. Masa Kemerdekaan Sampai Tahun 1967
Dari sudut peraturan perundang-undangan dapat dilihat beberapa produk perundangan yang sudah dibuat antara lain:
a. Undang-undang No. 10 tahun 1961 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti. Undang-undang No.1 tentang Barang menjadi Undang-undang. Undang-undang ini maksunya untuk menguasai dan mengatur barang-barang apapun yang diperdagangkan di Indonesia.
b. PP No. 9 Tahun 1964 tentang Standart Industri.
c. Undang-undang No. 1 tentang penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang No. 6 tahun 1962 tentang Pokok Perumahan. UU ini sudah diperbaharui setelah diundangkan UU No.16 Tahun 1985 tentang Rumah Susun, beserta PP No. 4 Tahun 1988 Tentang Rumah Susun sebagai peraturan oraganiknya.
d. Undang-undang No. 2 Tahun 1966 tentang Hygiene. 3. Masa Tahun 1967 hingga 1974
14 4. Masa Tahun 1974 Hingga Sekarang15
Sejak tahun 1980-an, YLKI memperjuangkan hadirnya legislasi perlindungan konsumen di Indonesia. Kala itu pemerintah tidak peduli dan malah mengganggap bahwa penegakan hak-hak konsumen akan menghambat laju pertumbuhan ekonomi. Tahun 1981, YLKI dan Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN) menyusun RUU Perlindungan Konsumen dan mensosialisasikan ke sejumlah kekuatan politik, tak terkecuali DPR, namun hasilnya nihil. Tahun 1990-an, Departemen Perdagangan RI mulai memiliki kesadaran tentang pentingnya sebuah produk hukum tentang perlindungan hak konsumen. Namun dua draf RUU Perlindungan Konsumen yang disusun bersama Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada dan Lembaga Penelitian (Lemlit) Universitas Indonesia tidak pernah dibahas di DPR RI. Pasca-reformasi, pemerintahan BJ Habibie mengesahkan Undang-Undang No. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (UUPK) pada tanggal 20 April 1999. Tepat setahun kemudian, UUPK secara resmi dinyatakan berlaku.
2. Definisi Perlindungan Konsumen
Setelah proses yang begitu panjang dari masa ke masa dalam perkembangannya, perlindungan konsumen di Indonesia secara resmi diatur dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999. Undang-undang tersebut memberikan pengertian perlindungan konsumen sebagai berikut:16
Perlindungan konsumen adalah segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberi perlindungan kepada konsumen.
15GPKI, “
Sekilas Sejarah Perlindungan Konsumen”, diakses dari:
http://www.facebook.com/groups/69341349214/ Pada Tanggal 25 Januari 2013 pukul 23.46
16
15 Pengertian tersebut memberikan tekanan bahwa konsumen diberikan perlindungan hukum yang dijamin oleh undang-undang. Menurut Mochtar Kusumaatmaja batasan atau definisi perlindungan konsumen adalah keseluruhan asas-asas dan kaidah hukum yang mengatur hubungan dan masalah antara berbagai pihak satu sama lain, berkaitan dengan barang atau jasa konsumen, di dalam pergaulan hidup.17 Hal ini menegaskan eksistensi dari konsumen sebagai pihak yang akan menggunakan produk dari pelaku usaha perlu dilindungi hak-hak konstitusionalnya.
3. Asas Perlindungan Konsumen
Asas atau prinsip hukum berlakunya lebih bersifat umum dan luas dari pada Undang-Undang. Karena, asas hukum dalam operasionalisasinya atau implementasinya dapat dirumuskan atau diatur dalam berbagai peraturan perundang-undangan, atau dalam pasal-pasal dalam suatu Undang-Undang. Asas atau prinsip hukum berada pada tingkat atau hirarki lebih tinggi dari peraturan perundang-undangan.18 Perlindungan konsumen diselenggarakan sebagai usaha bersama berdasarkan 5 (lima) asas yang relevan dalam pembangunan nasional, yaitu:19
a. Asas manfaat dimaksudkan untuk mengamanatkan bahwa segala upaya dalam penyelenggaraan perlindungan konsumen harus memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi kepentingan konsumen dan pelaku usaha secara keseluruhan.
17
Az Nasution, Hukum perlindungan Konsumen (Suatu Pengantar), Cetakan kedua, Diadit Media, Jakarta, 2006, hlm. 37
18
Wahyu Sasongko, op. cit., hlm. 36
19
16 b. Asas keadilan dimaksudkan agar partisipasi seluruh rakyat dapat diwujudkan secara maksimal dan memberikan kesempatan kepada konsumen dan pelaku usaha untuk memperoleh haknya dan melaksanakan kewajibannya secara adil.
c. Asas keseimbangan dimaksudkan untuk memberikan keseimbangan antara kepentingan konsumen, pelaku usaha, dan pemerintah dalam arti materiil ataupun spiritual.
d. Asas keamanan dan keselamatan konsumen dimaksudkan untuk memberikan jaminan atas keamanan dan keselamatan kepada konsumen dalam penggunaan, pemakaian dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yang dikonsumsi atau digunakan.
e. Asas kepastian hukum dimaksudkan agar baik pelaku usaha maupun konsumen menaati hukum dan memperoleh keadilan dalam penyelenggaraan perlindungan konsumen, serta negara menjamin kepastian hukum.
Memperhatikan substansi Pasal 2 Undang-Undang Perlindungan Konsumen demikian pula penjelasannya, tampak bahwa perumusannya mengacu pada filosofi pembangunan nasional yaitu pembangunan manusia Indonesia seutuhnya yang berlandaskan pada falsafah negara Republik Indonesia.20
4. Tujuan Perlindungan Konsumen
Perlindungan Konsumen merupakan tujuan dan sekaligus usaha yang akan dicapai atau keadaan yang akan diwujudkan. Oleh karena itu, tujuan perlindungan konsumen perlu dirancang dan dibangun secara berencana dan dipersiapkan sejak dini. Tujuan perlindungan konsumen meliputi atau mencakup aktivitas-aktivitas
20
17 penciptaan dan penyelenggaraan sistem perlindungan konsumen.21 Perlindungan konsumen bertujuan untuk:22
a. Meningkatkan kesadaran, kemampuan dan kemandirian konsumen untuk melindungi diri.
b. Mengangkat harkat dan martabat konsumen dengan cara menghindarkannya dari ekses negatif pemakaian barang dan/atau jasa.
c. Meningkatkan pemberdayaan konsumen dalam memilih, menentukan, dan menuntut hak-haknya sebagai konsumen.
d. Menciptakan sistem perlindungan konsumen yang mengandung unsur kepastian hukum dan keterbukaan informasi serta akses untuk mendapatkan informasi.
e. Menumbuhkan kesadaran pelaku usaha mengenai pentingnya perlindungan konsumen sehingga tumbuh sikap yang jujur dan bertanggungjawab dalam berusaha.
f. Meningkatkan kualitas barang dan/atau jasa yang menjamin kelangsungan usaha produksi barang dan/atau jasa, kesehatan, kenyamanan, keamanan, dan keselamatan konsumen.
B. PIHAK-PIHAK TERKAIT DALAM PERLINDUNGAN KONSUMEN
1. Konsumen
Istilah Konsumen berasal dan alih bahasa dari kata consumer (Inggris-Amerika) atau consument/konsument (Belanda) secara harfiah arti kata consumer (lawan
21
Wahyu Sasongko, op. cit., hlm. 40
22
18 dari produsen) setiap orang yang menggunakan barang.23 Terdapat beberapa pengertian dan batasan mengenai konsumen, yaitu menurut:
a. Kamus Besar Bahasa Indonesia, konsumen diartikan sebagai:24 pemakai barang-barang hasil industri (bahan pakaian, makanan, dan sebagainya). Didefinisikan juga sebagai penerima pesan iklan.
b. Tata Krama dan Tata cara Periklanan Indonesia, konsumen didefinisikan sebagai pengguna produk atau penerima pesan iklan.
Sedangkan menurut Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, pengertian konsumen:25
Konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan/atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan.
Dalam KUHPerdata tidak pernah disebut kata “konsumen”. Istilah lain yang
sepadan dengan itu adalah seperti pembeli, penyewa, dan si berutang (debitur). Pasal-pasal yang dimaksud adalah sebagai berikut:26
a. Pasal 1235 (Jo. Pasal 1033, 1157, 1236, 1236, 1365, 1444, 1473, 1474, 1482, 1550, 1560, 1706, 1744), yaitu:
“Dalam tiap-tiap perikatan untuk memberikan suatu termaktub kewajiban si berutang untuk menyerahkan kebendaan yang bersangkutan dan untuk merawatnya sebagai seorang bapak rumah yang baik, sampai saat penyerahan”.
b. Pasal 1236 (jo. Pasal-pasal 1235, 1243, 1264, 1275, 1391, 1444, 1480) yaitu:
23
AZ. Nasution, op. cit., hlm. 3
24
Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, Cetakan IV, Jakarta, 1990, hlm. 458.
25
Lihat Pasal 1 Ayat (2) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen
26
19 “ Si berutang adalah berwajib memberikan ganti biaya, rugi dan bunga kepada si berpiutang, jika dia membawa dirinya dalam keadaan tak mampu untuk menyerahkan kebendaannya, atau tidak merawatnya sepatutnya guna menyelamatkannya”.
c. Pasal 1504 (Jo. Pasal-pasal 1322, 1473, 1474, 1491, 1504, s.d 1511), yaitu: “Si penjual diwajibkan menanggung terhadap cacat tersembunyi pada barang yang dijual, yang membuat barang itu tak sanggup untuk pemakaian yang dimaksud itu, sehingga seandainya si pembeli mengetahui cacat itu, ia sama sekali tidak akan selain dengan harga yang kurang”.
Menurut pengertian diatas, konsumen meliputi tiga unsur, yaitu; Orang yang memakai barang atau jasa, memakai barang dan/atau jasa untuk keperluan sehari-hari, dan tidak untuk diperdagangkan atau sebagai pemakai terakhir.
Hukum melindungi kepentingan seseorang dengan cara mengalokasikan suatu kekuasaan kepadanya untuk bertindak dalam rangka kepentingan tersebut. Pengalokasian kekuasaan ini dilakukan secara terukur dalam arti, ditentukan keluasan dan kedalamannya. Kekuasaan yang demikian itulah yang disebut sebagai hak dengan unsurnya berupa perlindungan, kepentingan dan juga kehendak. Keberadaan hak sangat erat hubungannya kewajiban, yang satu mencerminkan adanya yang lain. Disinilah pengakuan hak pada pihak-pihak yang terkait dalam hubungan kewajiban.27 Secara umum dikenal adanya empat hak dasar konsumen yaitu hak untuk mendapatkan keamanan (the right to safety), hak untuk mendapatkan informasi (the right to be informed), hak untuk memilih (the
27
20 right to choose), dan akhirnya hak untuk didengar (the right to be heard ).28 Adapun hak hak konsumen menurut undang-undang yaitu:29
1. Hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan/atau jasa.
2. Hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang dan/atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan.
3. Hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa.
4. Hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau jasa yang digunakan.
5. Hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan, dan upaya penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut.
6. Hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen.
7. Hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif.
8. Hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian, apabila barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya.
9. Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.
Disamping hak-hak yang dimiliki konsumen tersebut di atas, juga terdapat kewajiban yang harus diperhatikan. Karena undang-undang menginginkan agar masyarakat dapat menjadi konsumen yang baik. Kewajiban konsumen yaitu:30
28
Shidarta, Hukum Perlindungan Konsumen Indonesia, Grasindo, Jakarta, 2006, hlm. 19
29
21
1. Membaca atau mengikuti petunjuk informasi dan prosedur pemakaian atau
pemanfaatan barang dan/atau jasa, demi keamanan dan keselamatan.
2. Beritikad baik dalam melakukan transaksi pembelian barang dan/atau jasa. 3. Membayar sesuai dengan nilai tukar yang disepakati.
4. Mengikuti upaya penyelesaian hukum sengketa perlindungan konsumen
secara patut.
Kewajiban-kewajiban tersebut sangat berguna bagi konsumen agar selalu berhati-hati
dalam melakukan transaksi ekonomi dan hubungan dagang. Dengan cara seperti itu,
setidaknya konsumen dapat terlindungi dari kemungkinan-kemungkinan masalah
yang bakal menimpanya. Untuk itulah, perhatian terhadap kewajiban sama
pentingnya terhadap hak-haknya sebagai konsumen.31
2. Pelaku Usaha
Istilah pelaku usaha telah ditetapkan sebagai ketentuan umun dalam Undang-Undang
Nomor 8 Tahun 1999 agar dapat dijadikan pedoman untuk menyamakan persepsi
dimasyarakat. Dalam undang-undang ini tidak menggunakan istilah produsen tetapi
menggunakan istilah pelaku usaha. Menurut undang-undang ini pengertian pelaku
usaha adalah:32
Pelaku usaha adalah setiap orang perseorangan atau badan usaha, baik yang berbentuk badan hukum maupun bukan badan hukum yang didirikan dan berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum negara Republik Indonesia, baik sendiri maupun bersama-sama melalui perjanjian menyelenggarakan kegiatan usaha dalam berbagai bidang ekonomi.
Berdasarkan pengertian tersebut, pelaku usaha bisa orang perseorangan atau badan
usaha yang menyelenggarakan kegiatan usaha dalam bidang ekonomi. Pelaku usaha
30
Lihat Pasal 5 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen
31
Happy Susanto, Hak-hak Konsumen Jika Dirugikan, Visimedia, Jakarta, 2008, hlm. 28
32
22 yang termasuk dalam pengertian ini adalah perusahaan, korporasi, BUMN, koperasi,
Importir, pedagang, distributor, dan lain-lain.33 Kalangan ekonomi (Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia), menetapkan bahwa pelaku ekonomi bersama dengan pelaku usaha, terdiri dari tiga kelompok besar, yaitu kelompok penyedia dana (investor), kelompok pembuat barang atau jasa (produsen), kelompok pengedar barang atau jasa (distributor).
Untuk memberi kepastian hukum sebagai bagian dari tujuan hukum perlindungan konsumen dan untuk memperjelas hak-hak dan kewajiban-kewajiban masing-masing pihak yang saling berinteraksi, penjelasan dan penjabaran hak dan kewajiban pelaku usaha tak kalah pentingnya dibandingkan dengan hak dan kewajiban konsumen itu sendiri.34 Hak pelaku usaha dalam undang-undang perlindungan konsumen meliputi lima aspek yang sesungguhnya merupakan hak-hak yang bersifat umum dan sudah menjadi standar.35 Hak-hak pelaku usaha yaitu:36
1. Hak untuk menerima pembayaran yang sesuai dengan kesepakatan mengenai kondisi dan nilai tukar barang dan/atau jasa yang diperdagangkan.
2. Hak untuk mendapat perlindungan hukum dari tindakan konsumen yang beritikad tidak baik.
3. Hak untuk melakukan pembelaan diri sepatutnya di dalam penyelesaian hukum sengketa konsumen.
33
Rachmadi Usman, Hukum Ekonomi Dalam Dinamika, Djambatan, Jakarta, 2000, hlm. 207
34
Ibid. hlm. 207
35
Wahyu Sasongko, op. cit., hlm. 64
36
23 4. Hak untuk rehabilitasi nama baik apabila terbukti secara hukum bahwa kerugian konsumen tidak diakibatkan oleh barang dan/atau jasa yang diperdagangkan.
5. Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya. Selain hak pelaku usaha yang telah disebutkan di atas, maka pelaku usaha juga
dibebankan beberapa kewajiban, yang meliputi pemenuhan hak-hak yang dimiliki
oleh konsumen, ditambah dengan kewajiban lainnya yang pada dasarnya untuk
melindungi kepentingan konsumen. Adapun kewajiban konsumen yaitu:37
1. Beritikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya.
2. Memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa serta memberi penjelasan penggunaan, perbaikan dan pemeliharaan.
3. Memperlakukan atau melayani konsumen secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif.
4. Menjamin mutu barang dan/atau jasa yang diproduksi dan/atau diperdagangkan berdasarkan ketentuan standar mutu barang dan/atau jasa yang berlaku.
5. Memberi kesempatan kepada konsumen untuk menguji, dan/atau mencoba barang dan/atau jasa tertentu serta memberi jaminan dan/atau garansi atas barang yang dibuat dan/atau yang diperdagangkan.
6. Memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian atas kerugian akibat penggunaan, pemakaian dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yang diperdagangkan.
37
24 7. Memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian apabila barang dan/atau jasa yang dterima atau dimanfaatkan tidak sesuai dengan perjanjian. Hak dan kewajiban tersebut dimaksudkan untuk menciptakan kenyamanan dalam berusaha bagi pelaku usaha dan untuk menciptakan pola hubungan yang seimbang antara pelaku usaha dan konsumen. Kedudukan yang sederajat dengan konsumen ini merupakan posisi yang ideal menurut hukum.
3. Pemerintah
Pemerintah dalam permasalahan konsumen tidak bisa lepas tangan, telah menjadi kewajiban pemerintah untuk memperhatikannya sesuai dengan tujuan negara yang tercantum dalam konstitusi Undang-Undang Dasar 1945. Negara wajib melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan memajukan kesejahteraan umum. Perlindungan konsumen dan penanganan masalah konsumen merupakan bagian tugas dari memajukan kesejahteraan umum secara luas.38 Pemerintah sebagai pengayom masyarakatnya bertindak dalam menjaga hubungan antar masyarakat dan pelaku usaha dengan jalan menciptakan hukum dengan menyediakan peraturan dan perangkat hukumnya demi penegakan hukum. Dalam undang-undang perlindungan konsumen, yaitu: 39
Pemerintah bertanggung jawab atas pembinaan penyelenggaraan perlindungan konsumen yang menjamin diperolehnya hak konsumen dan pelaku usaha serta dilaksanakannya kewajiban konsumen dan pelaku usaha. Adanya keterlibatan pemerintah dalam pembinaan penyelenggaraan perlindungan konsumen berdasarkan ketentuan pasal diatas, merupakan cara pemerintah mensejahterakan rakyatnya. Oleh karena itu, undang-undang perlindungan konsumen dimaksudkan menjadi landasan hukum yang kuat bagi pemerintah dan
38
Muhamad Djumhana, op. cit., hlm. 345
39
25 Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat (selanjutnya disingkat LPKSM) untuk melakukan pemberdayaan konsumen melalui pembinaan dan pendidikan konsumen.40
Pemerintah juga dalam hal ini bertanggung jawab memberikan pembinaan serta pengawasan terhadap pelayan kesehatan termasuk pelaku pengobatan tradisional. Dalam perturan kesehatan yang dibuat oleh pemerintah menyebutkan bahwa:41
Pelayanan kesehatan tradisional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibina dan diawasi oleh pemerintah agar dapat dipertanggungjawabkan manfaat dan keamanannya serta tidak bertentangan dengan norma agama.
Pemerintah juga tidak melarang kepada masyarakat untuk mengembangkan serta menjadkan pengobatan tradisional sebagai tradisi atau kearifan lokal untuk mewujudkan masyarakat sehat. Dalam aturan yang sama, dinyatakan bahwa:42
Masyarakat diberikan kesempatan seluas-luasnya untuk mengembangkan, meningkatkan dan menggunakan pelayanan kesehatan tradisional yang dapat dipertanggungjawabkan manfaat dan keamanannya.
Pemerintah, dalam hal ini kementerian kesehatan membuat wadah untuk membuktikan pelayanan kesehatan tradisional yang aman dan bermanfaat adalah Sentra Pengembangan dan Penerapan Pengobatan Tradisional (Sentra P3T) yang dibentuk berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 0584/Menkes/SK/VI/1995. Sentra P3T merupakan wadah fungsional atau laboratorium untuk pengkajian, penelitian, pengujian pelayanan kesehatan tradisional yang berkembang di masyarakat.43 Fungsi lainnya dari Sentra P3T yaitu pelayanan kesehatan tradisional, institusi pendidikan dan pelatihan pelayanan kesehatan tradisional yang aman dan bermanfaat dan
40
Ahmadi Miru dan Sutarman Yodo, op. cit., hlm. 181
41
Lihat Pasal 59 Ayat 2 Undang-Undang Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan
42
Lihat Pasal 61 ayat 1 Undang-Undang Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan
43
26 menyelenggarakan jaringan informasi dan dokumentasi pelayanan kesehatan tradisional.44
Sebelum lahirnya beberapa aturan tentang iklan pada saat ini, pemerintah Indonesia pada tahun 1980 melalui kementerian kesahatan bersama kementerian penerangan pernah mengeluarkan surat keputusan bersama dalam hal pengawasan khusus berkaitan dengan iklan yaitu No. 252/Menkes/SKB/VIII/80 dan No. 122/Kep/Menpen/1980 tentang Pengendalian dan Pengawasan iklan obat, obat tradisional, makanan-minuman, kosmetik dan alat kesehatan. Menurut surat keputusan bersama itu, menteri kesehatan berkewajiban mengawasi materi periklanan sesuai dengan kriteria teknis medis dan etis, sedangkan menteri penerangan melakukan pengawasan secara umum.
4. Lembaga Perlindungan Konsumen
Penyelenggaraan perlindungan konsumen oleh pemerintah harus memperhatikan aspek-aspek yang mempengaruhinya. Dalam kaitan ini, pemerintah memerlukan masukan-masukan, saran, dan pertimbangan dari suatu lembaga berkompeten (competence) dan dapat dipercaya (credible) yang disebut dengan Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) .45 Selain lembaga pemerintah yang menangani perlindungan konsumen, terdapat juga lembaga perlindungan konsumen nonpemerintah, yaitu Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat. Di Indonesia LSM di bidang perlindungan yang telah eksis sejak orde baru hingga saat ini adalah Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI).
44
Profil Kesehatan Indonesia tahun 2011, Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, hlm. 180
45
27 Menurut undang-undang, pengertian Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN), yaitu:46
Badan Perlindungan Konsumen Nasional adalah badan yang dibentuk untuk membantu upaya pengembangan perlindungan konsumen.
Sedangkan lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat mempunyai pengertian, yaitu :
Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat adalah lembaga non-Pemerintah yang terdaftar dan diakui oleh Pemerintah yang mempunyai kegiatan menangani perlindungan konsumen.
Dasar berdirinya BPKN selain UUPK adalah Peraturan Pemerintah No. 57 Tahun 2001 tentang Badan Perlindungan Konsumen Nasional. Namun demikian, operasional BPKN baru terlaksana pada 5 Oktober 2004, sesuai Keppres Nomor 150 Tahun 2004. BPKN yang dibentuk Pemerintah merupakan lembaga independen yang berfungsi memberikan saran dan pertimbangan kepada Pemerintah dalam upaya mengembangkan perlindungan konsumen di Indonesia. Untuk menjalankan fungsinya, BPKN mempunyai tugas:47
a. Memberikan saran dan rekomendasi kepada pemerintah dalam rangka penyusunan kebijaksanaan di bidang perlindungan konsumen.
b. Melakukan penelitian dan pengkajian terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku di bidang perlindungan konsumen.
c. Melakukan penelitian terhadap barang dan/atau jasa yang menyangkut keselamatan konsumen.
d. Mendorong berkembangnya lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat.
46
Lihat Pasal 1 Ayat (9) dan (12) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen
47
28 e. Menyebarkan informasi melalui media mengenai perlindungan konsumen
dan memasyarakatkan sikap keberpihakan kepada konsumen;
f. Menerima pengaduan tentang perlindungan konsumen dari masyarakat, lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat, atau pelaku usaha, dan
g. Melakukan survei yang menyangkut kebutuhan konsumen.
Berdasarkan tugas tersebut, BPKN diharapkan dapat menjadi lembaga perlindungan konsumen yang mengelola kepentingan dan hak-hak konsumen, mengingat BPKN bertanggungjawab langsung terhadap presiden.
Sedangkan Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat, juga tak kalah berperan dalam menangani perlindungan konsumen. Walaupun Lembaga Perlindunga Konsumen Swadaya Masyarakat dikatakan sebagai Lembaga non Pemerintah, tatapi bukanlah Lembaga Perlindunga Konsumen Swadaya Masyarakat yang selama ini diketahui “independen”, mengingat Lembaga Perlindunga Konsumen Swadaya Masyarakat yang dimaksud dalam undang-undang ini harus didaftarkan dan mendapat pengakuan pemerintah, dengan tugas-tugas yang masih diatur dengan Peraturan Pemerintah.48 Tugas Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat meliputi kegiatan:49
a. Menyebarkan informasi dalam rangka meningkatkan kesadaran atas hak dan kewajiban dan kehati-hatian konsumen dalam mengkonsumsi barang dan/atau jasa.
b. Memberikan nasihat kepada konsumen yang memerlukannya.
48
Ahmadi Miru dan Sutarman Yodo, op. cit., hlm. 214
49
29 c. Bekerja sama dengan instansi terkait dalam upaya mewujudkan
perlindungan konsumen.
d. Membantu konsumen dalam memperjuangkan haknya, termasuk menerima keluhan atau pengaduan konsumen.
e. Melakukan pengawasan bersama pemerintah dan masyarakat terhadap pelaksanaan perlindungan konsumen.
Dalam penyelesaian sengketa konsumen, pemerintah membentuk Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) yang dibentuk atas amanat Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999, untuk melindungi konsumen. Secara hukum, BPSK kedudukannnya setara dengan pengadilan. BPSK hanya menangani kasus perdata saja yang umumnya bersifat ganti rugi langsung yang dialami oleh konsumen atas kesalahan/kelalaian Pelaku Usaha. Cara penyelesaiannya adalan dengan konsiliasi, mediasi dan arbitrase, tetapi BPSK lebih mengutamakan musyawarah dalam melakukan penyelesaian sengketa konsumen dan keputusan BPSK bersifat final dan mengikat.
C. IKLAN DAN PENGOBATAN TRADISIONAL
Menurut kamus besar Bahasa Indonesia, iklan adalah berita pesanan kepada khalayak ramai tentang benda dan jasa yang ditawarkan.50 Secara sederhana iklan didefinisikan sebagai pesan yang menawarkan suatu produk yang ditujukan oleh
50
30 suatu masyarakat lewat suatu media.51 Sedangkan, Menurut peraturan perundang-undangan mendefinisikan tentang siaran iklan sebagai berikut:52
Siaran iklan adalah siaran informasi yang bersifat komersial dan layanan masyarakat tentang tersedianya jasa, barang, dan gagasan yang dapat dimanfaatkan oleh khalayak dengan atau tanpa imbalan kepada lembaga penyiaran yang bersangkutan.
Dari definisi tersebut, terdapat komponen utama dalam sebuah iklan yakni mendorong dan membujuk. Dengan kata lain, sebuah iklan harus memiliki sifat persuasi. Secara garis besar, iklan dapat digolongkan menjadi 7 (tujuh) kategori pokok yakni:53
1. Iklan Konsumen
2. Iklan Bisnis ke Bisnis atau Iklan Antar Bisnis 3. Iklan Perdagangan
4. Iklan Eceran 5. Iklan Keuangan 6. Iklan Langsung 7. Iklan Lowongan Kerja
Berikut ini macam-macam iklan menurut Buchari Alma dan penjelasan, ada beberapa macam bentuk periklanan, yaitu:54
1. Price advertising, yaitu advertising yang menonjolkan harga yang menarik. 2. Brand advertising, yaitu iklan yang memberikan impresi tentang nama brand kepada pembaca atau pendengarnya.
51
Rhenald Khasali, Management Periklanan: Konsep dan Aplikasinya di Indonesia, Pustaka Utama Grafiti, Jakarta, 2007, hlm. 21
52
Lihat Pasal 1 Ayat (5) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 tenatng Penyiaran
53
Taufik H. Simatupang, Aspek Hukum Periklanan dalam Perspektif Perlindungan Konsumen, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2004, hlm. 7
54
31 3. Quality advertising, yaitu iklan yang mencoba menciptakan impressi produk yang direklamekan mempunyai mutu yang tinggi.
4. Product advertising, yaitu iklan berusaha mempengaruhi konsumen dengan faedah-faedah dari pemakaian satu produk.
5. Institutional advertising, yaitu iklan menonjolkan nama dari perusahaan dengan harapan agar konsumen mempunyai kesan mendalam tentang nama perusahaan tersebut, sehingga ini merupakan jaminan mutu.
6. Prestige advertising, yaitu iklan yang memberikan fashion pada suatu produk atau mendorong masyarakat mengasosiasikan produk tersebut dengan
kekayaan atau kedudukan.
Pengobatan tradisional merupakan ilmu dan seni pengobatan berdasarkan himpunan dari pengetahuan dan pengalaman praktek, baik yang dapat diterangkan secara ilmiah ataupun tidak, dalam melakukan diagnosis, prevensi dan pengobatan terhadap ketidakseimbangan fisik, mental, dan sosial.55 Menurut Undang-Undang 23 Tahun 1992, definisi pengobatan tradisional adalah:56
Pengobatan tradisional adalah pengobatan dan atau perawatan dengan cara, obat, dan pengobatnya yang mengacu kepada pengalaman dan keterampilan turun temurun, dan diterapkan sesuai dengan norma yang berlaku dalam masyarakat.
Kemudian undang-undang kesehatan tersebut diubah menjadi Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009, mengganti istilah pengobatan tradisional menjadi pelayanan kesehatan tradisional yang mempunyai pengertian:57
Pelayanan kesehatan tradisional adalah pengobatan dan/atau perawatan dengan cara dan obat yang mengacu pada pengalaman dan keterampilan
55
H. Azwar Agoes dan T. Jacob, Antropologi Kesehatan Indonesia, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta, 1992, hlm. 60
56
Lihat Pasal 1 Ayat (7) Undang-Undang 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan
57
32 turun temurun secara empiris yang dapat dipertanggungjawabkan dan diterapkan sesuai dengan norma yang berlaku di masyarakat.
Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1076/MENKES/VII/2003 tentang penyelenggaraan pengobatan tradisional, Pengaturan penyelenggaraan pengobatan tradisional bertujuan untuk :58
1. membina upaya pengobatan tradisional; 2. memberikan perlindungan kepada masyarakat;
3. menginventarisasi jumlah pengobat tradisional, jenis dan cara pengobatannya. Klasifikasi dan jenis pengobatan tradisional meliputi:59
a. Pengobat tradisional ketrampilan terdiri dari pengobat tradisional pijat urut, patah tulang, sunat, dukun bayi, refleksi, akupresuris, akupunkturis, chiropractor dan pengobat tradisional lainnya yang metodenya sejenis.
b. Pengobat tradisional ramuan terdiri dari pengobat tradisional ramuan Indonesia (Jamu), gurah, tabib, shinshe, homoeopathy, aromatherapist dan pengobat tradisional lainnya yang metodenya sejenis.
c. Pengobat tradisional pendekatan agama terdiri dari pengobat tradisional dengan pendekatan agama Islam, Kristen, Katolik, Hindu, atau Budha.
d. Pengobat tradisional supranatural terdiri dari pengobat tradisional tenaga dalam (prana), paranormal, reiky master, qigong, dukun kebatinan dan pengobat tradisional lainnya yang metodenya sejenis.
Pengobatan tradisional merupakan salah satu bentuk pengobatan alternatif. Pengobatan tradisional di Indonesia banyak yang di hasilkan dari orang asli
58
Lihat Pasal 2 Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1076/ MENKES/SK/VII/2003 Tentang Penyelenggaraan pengobatan tradisional
59
33 Indonesia itu sendiri, dan tidak sedikit pula pengobatan tradisional asing yang diterapkan di Indonesia seperti pengobatan India, Cina, Arab, dan lain-lain. Pengobatan tradisional asing merupakan warga negara asing yang memiliki visa tinggal atau izin tinggal terbatas dan izin tinggal tetap untuk bekerja di wilayah Indonesia. Kemampuan pengobatan tradisional menyembuhkan pasien sudah tidak diragukan lagi, karena khasiat dari obat yang rata-rata berasal dari bahan-bahan alami seperti tumbuh-tumbuhan dan cenderung tanpa efek samping.
D. TESTIMONI
Dalam kamus besar Bahasa Indonesia, testimoni yang berasal dari kata testimonium menpunyai arti penyaksian, surat keterangan atau yang dapat dipakai sebagai saksi.60 Testimoni biasanya digunakan untuk meyakinkan orang terhadap yang dirasakan atau dialami. Dalam bahsa Indonesia yang digunakan sehari-hari kita jarang mendengar kata ini, tetapi testimoni banyak digunakan pelaku usaha untuk mengajak orang atau mempromosikan barang/ jasa yang diproduksi. Di Indonesia testimoni dianggap sebagai media yang cukup mumpuni untuk menarik perhatian konsumen. Biasanya konsumen merasa penasaran akan kebenaran dari testimoni yang diberikan dan cenderung ingin mencoba.
Pelaku usaha berusaha menarik perhatian atau minat konsumen kepada produknya dengan membuat iklan yang semenarik mungkin dan memberikan berbagai informasi produk atau jasa yang diperdagangkan, salah satunya melalui media testimoni. Dalam peratuan undang-undangan, ketentuan tentang testimoni yang dikeluarkan pelaku usaha diatur lebih ketat agar tidak terjadi penyimpangan dalam
60
34 praktiknya. Pemberian kesaksian hanya dapat dilakukan atas nama perorangan, bukan mewakili lembaga, kelompok, golongan, atau masyarakat luas. Kesaksian konsumen juga harus merupakan kejadian yang benar-benar dialami, tanpa maksud untuk melebih-lebihkannya. Kemudian, kesaksian konsumen harus dapat dibuktikan dengan pernyataan tertulis yang ditanda tangani oleh konsumen tersebut. Jadi, testimoni yang diberikan dapat dipertanggungjawabkan secara moril maupun materil oleh pelaku usaha.61
E. TANGGUNG JAWAB PELAKU USAHA
Jika berbicara mengenai tanggung jawab maka kita harus terlebih dahulu mengerti tentang prinsip-prinsip tanggung jawab terutama dari sisi hukum perikatan dan perlindungan konsumen. Untuk berbicara mengenai tanggung jawab pelaku usaha, maka terlebih dahulu harus dibicarakan mengenai kewajibannya. Dari kewajiban (duty, obligation) akan lahir tanggung jawab. Tanggung jawab timbul karena seseorang atau suatu pihak mempunyai suatu kewajiban, termasuk kewajiban karena undang-undang dan hukum (statutory obligation).62
Setiap pelaku usaha dibebani tanggung jawab atas perilaku yang tidak baik yang dapat merugikan konsumen. Pengenaan tanggung jawab terhadap pelaku usaha digantungkan pada jenis usaha atau bisnis yang digeluti. Bentuk dari tanggung jawab yang paling utama adalah ganti kerugian yang dapat berupa pengembalian uang, atau penggantian barang dan/atau jasa yang sejenis atau setara nilainya, atau
61
Etika Pariwara Indonesia (Tata Krama dan Tata Cara Periklanan Indonesia), hlm. 21
62
35 perawatan kesehatan dan/atau pemberian santunan.63 Dalam UUPK tanggung jawab pelaku usaha meliputi:64
1. Pelaku usaha bertanggung jawab memberikan ganti rugi atas kerusakan, pencemaran, dan/atau kerugian konsumen akibat mengkonsumsi barang dan/atau jasa yang dihasilkan atau diperdagangkan.
2. Ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa pengembalian uang atau penggantian barang dan/atau jasa yang sejenis atau setara nilainya, atau perawatan kesehatan dan/atau pemberian santunan yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
3. Pemberian ganti rugi dilaksanakan dalam tenggang waktu 7 (tujuh) hari setelah tanggal transaksi.
4. Pemberian ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) tidak menghapuskan kemungkinan adanya tuntutan pidana berdasarkan pembuktian lebih lanjut mengenai adanya unsur kesalahan.
5. Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) tidak berlaku apabila pelaku usaha dapat membuktikan bahwa kesalahan tersebut merupakan kesalahan konsumen.
Tanggung jawab pelaku usaha dalam hukum perdata dapat melakukan tuntutan ganti kerugian berdasarkan pelanggaran atas wanprestasi atau berdasarkan perbuatan melawan hukum. Dalam penerapan ketentuannya, terdapat perbedaan penting antara ganti kerugian wanprestasi dengan ganti kerugian perbuatan melawan hukum. Apabila tuntutan ganti kerugian didasarkan pada wanprestasi, maka terlebih dahulu tergugat dengan penggugat (produsen dengan konsumen)
63
Wahyu Sasongko, op. cit. hlm. 93
64
36 terikat suatu perjanjian. Dengan demikian, pihak ketiga (bukan pihak dalam perjanjian) yang dirugikan tidak dapat menuntut ganti kerugian dengan alasan wanprestasi. Ganti kerugian yang diperoleh karena adanya wanprestasi merupakan akibat tidak dipenuhinya kewajiban utama atau kewajiban tambahan yang berupa kewajiban atas prestasi utama atau kewajiban jaminan/garansi dalam perjanjian.65 Berbeda dengan tuntutan ganti kerugian yang didasarkan pada perikatan yang lahir dari perjanjian (karena terjadinya wanprestasi), tuntutan ganti kerugian yang didasarkan pada perbuatan melawan hukum tidak perlu didahului dengan perjanjian antara produsen dengan konsumen, sehingga tuntutan ganti kerugian dapat dilakukan oleh setiap pihak yang dirugika, walaupun tidak pernah terdapat hubungan pejanjian antara produsen dengan konsumen. Dengan demikian, pihak ketigapun dapat menuntut ganti kerugian. Untuk dapat menuntut ganti kerugian, maka kerugian tersebut harus merupakan akibat dari perbuatan melawan hukum. Hal ini berarti bahwa untuk dapat menuntut ganti kerugian, harus dipenuhi unsur-unsur, yaitu adanya perbuatan melawan hukum, ada kerugian, ada hubungan kausalitas antara perbuatan melanggar hukum dan kerugian serta ada kesalahan.66 Prinsip-prinsip pertanggungjawaban itu terbagi menjadi lima, yaitu:67
1. Prinsip Tanggung Jawab Karena Kesalahan (liability based on fault)
Prinsip ini sudah cukup lama berlaku, baik secara hukum pidana maupun hukum perdata. Pada sistem hukum perdata, ada prinsip perbuatan melawan hukum (onrechtmatige daad) sebagaimana terdapat dalam Pasal 1365 KUHPerdata. Tanggung jawab seperti ini kemudian diperluas dengan
65
Ahmadi Miru & Sutarman Yodo, op. cit., hlm. 127-128
66
Ibid. hlm. 129-130
67
37 vicarious liability, yakni tanggung jawab majikan, pimpinan perusahaan terhadap anaknya, sebagaimana diatur dalam Pasal 1567 KUHPerdata.
2. Prinsip Praduga Bertanggung Jawab (presumption of liability principle) Seseorang atau tergugat dianggap bertanggung jawab sampai ia dapat membuktikan dirinya tidak bersalah sehingga beban pembuktian ada padanya. Prinsip ini lazim pula disebut sebagai pembuktian terbalik (omkering van bewijslast). UUPK menganut teori ini sebagaimana ternyata dalam Pasal 19 ayat 5. Ketentuan ini menyatakan bahwa pelaku usaha dibebaskan tanggung jawab kerusakan jika dapat dibuktikannya kesalahan itu merupakan kesalahan konsumen. Dan prinsip ini mengundang perdebatan, terutama jika dikaitkan dengan prinsip praduga tidak bersalah (presumption of innocence).
3. Prinsip Praduga Tidak Selalu Bertanggung Jawab (presumption of nonliability principle)
Prinsip ini menggariskan bahwa tergugat tidak selamanya bertanggung jawab. Prinsip ini merupakan kebalikan dari prinsip praduga untuk selalu bertanggung jawab dan sudah mulai ditinggalkan. Apabila melihat prinsip-prinsip yang dirumuskan dalam Pasal 24 ayat 2 UUPK, pelaku usaha yang menjual lagi produknya kepada pelaku usaha lainnya, dibebaskan dari tanggung jawab jika pelaku usaha lainnya tersebut melakukan perubahan atas produk tersebut. Pengertian ayat tersebut tidak dijelaskan di dalam UUPK, namun secara umum dapat diartikan sebagai tindakan melakukan sesuatu sehingga menimbulkan perbedaan dalam substansi, format dan kemasan suatu produk yang dibuat pelaku usaha semula.
38 Prinsip ini merupakan kebalikan dari prinsip tanggung jawab karena kesalahan, yaitu tergugat harus bertanggung jawab atas kerugian yang diderita konsumen tanpa harus membuktikan ada tidaknya kesalahan pada dirinya. Rasionalisasi prinsip ini adalah supaya pelaku usaha benar-benar bertanggung jawab terhadap kepentingan konsumen dan konsumen dapat menunjuk prinsip product liability. Product liability ini dapat digunakan dengan 3 (tiga) hal dasar, yaitu:
a. Melakukan pelanggaran terhadap jaminan (breach of warranty), yaitu apa yang dijamin dalam keterangan atau suatu kemasan tidak sesuai dengan substandi yang dikemas.
b. Terdapatnya unsur negligence, yaitu berupa kelalaian dalam memenuhi standar proses atas suatu produk.
c. Diterapkannya asas strict liability, yaitu bertanggung jawab tanpa mendasarkannya pada suatu kesalahan.
5. Prinsip Bertanggung Jawab Terbatas (limitation of liability)
Prinsip ini menguntungkan para pelaku usaha karena mencantumkan klausul eksonerasi (pengecualian kewajiban/tanggung jawab) dalam perjanjian standar yang dibuatnya.
F. UPAYA HUKUM
39 yang berada dilingkungan peradilan umum.68 Selanjutnya, Penyelesaian sengketa konsumen dapat ditempuh melalui pengadilan ata