PEN ERAPAN METODE SOCRATES PADA PEMBELAJARAN MATEMATIKA DENGAN PENDEKATAN KON TEKSTUAL DITINJAU D ARI
PROSES BELAJAR DAN KEMAMPUAN BER PIKIR KRITIS (Penelitian Deskriptif Kualitatif pada Siswa Kelas X
SMA Negeri 15 Bandarlampung Semester Genap Tahun Pelajaran 2012/2013)
Oleh
Arifan Al Qhomairi
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA PENDIDIKAN
Pada
Program Studi Pendidikan Matematika
Jurusan Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS LAMPUNG
ABSTRAK
PEN ERAPAN METODE SOCRATES PADA PEMBELAJARAN MATEMATIKA DENGAN PENDEKATAN KON TEKSTUAL DITINJAU D ARI
PROSES BELAJAR DAN KEMAMPUAN BER PIKIR KRITIS (Penelitian Deskriptif Kualitatif pada Siswa Kelas X
SMA Negeri 15 Bandarlampung Semester Genap Tahun Pelajaran 2012/2013)
Oleh
ARIFAN AL QHOMAIRI
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui proses belajar dan kemampuan berpikir kritis siswa pada pembelajaran matematika menggunakan metode socrates dengan pendekatan kontekstual. Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif kualitatif dengan s ubjek penelitian yaitu siswa kelas X6 SMA Negeri 15 Bandarlampung sebanyak 39 siswa. Pembelajaran menggunakan metode socrates dengan pendekatan kontekstual memuat dialog atau diskusi yang dipimpin oleh guru dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan dari suatu masalah untuk menguji validitas keyakinan siswa atas jawaban dari suatu permasalahan yang diberikan agar dapat memberikan kesimpulan yang benar secara konstruktif yang dikaitkan dengan permasalahan aktual. Hasil analisis data menunjukkan bahwa pem-belajaran menggunakan metode socrates dengan pendekatan kontekstual berlangsung dengan baik, hal tersebut ditunjukkan dari kelengkapan ke-terlaksanaan pembelajaran hasil observasi aktifitas guru mulai dari pendahuluan, kegiatan inti, dan penutup serta lebih dari 75% siswa aktif pada setiap pertemuan. Hasil tes kemampuan berpikir kritis siswa menunjukkan bahwa kriteria kemampuan berpikir kritis yang mendominasi terdapat pada kriteria baik yaitu sebanyak 30,77% siswa dan kriteria cukup sebanyak 69,23% siswa. Sedangkan nilai rata-rata seluruh siswa adalah 66,28 yang dapat dikategorikan dalam kriteria cukup. Secara umum penerapan metode socrates pada pembelajaran matematika dengan pendekatan kontekstual berjalan cukup baik jika ditinjau dari proses dan kemampuan berpikir kritis siswa kelas X6 SMA Negeri
15 Bandarlampung Tahun Ajaran 2012/2013.
DAFTAR ISI
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Rumusan Masalah ... 5
C. Tujuan Penelitian ... 6
D. Manfaat Penelitian ... 6
E. Ruang Lingkup ... 7
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Metode Socrates... 9
B. Pendekatan Kontekstual ... 14
C. Kemampuan Berpikir Kritis ... 18
D. Proses Belajar ... 23
III. METODE PENELITIAN A. Pendekatan dan Jenis Penelitian ... 24
B. Tempat dan Waktu Penelitian ... 24
C. Subjek dan Objek Penelitian ... 25
D. Teknik Pengumpulan Data... 25
E. Instrumen Penelitian... 26
F. Tahap-Tahap Penelitian ... 28
G. Keabsahan dan Keajegan Penelitian ... 30
H. Teknik Analisis Data ... 32
IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian ... 36
2. Analisis Hasil Data Lembar Observasi ... 100
3. Analisis Hasil Data Wawancara Siswa ... 104
4. Analisis Hasil Data Uji Blok ... 109
B. Pembahasan ... 117
V. SIMPULAN DAN SARAN A. Simpulan ... 120
B. Saran ... 121
DAFTAR PUSTAKA
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan teknologi
modern sehingga mempunyai peran penting dalam berbagai disiplin ilmu dan
mengembangkan daya pikir manusia. Oleh karena itu, dalam Permendiknas tahun
2006 dijelaskan bahwa mata pelajaran matematika perlu diberikan kepada semua
peserta didik mulai dari sekolah dasar untuk membekali peserta didik dengan
kemampuan berpikir logis, analitis, sistematis, kritis, dan kreatif, serta
kemampuan bekerja sama.
Sesuai dengan Garis-Garis Besar Program Pengajaran (GBPP) matematika, tujuan
umum diberikannya matematika pada jenjang pendidikan dasar dan menengah
yaitu:
1. Mempersiapkan siswa agar sanggup menghadapi perubahan keadaan di dalam
kehidupan dan di dunia yang selalu berkembang, melalui latihan bertindak
atas dasar pemikiran secara logis, rasional, kritis, cermat, jujur, efektif, dan
efisien.
2. Mempersiapkan siswa agar dapat menggunakan matematika dan pola pikir
matematika dalam kehidupan sehari- hari, dan dalam mempelajari berbagai
2
Berdasarkan tujuan umumnya, adanya pelajaran matematika di sekolah
dimaksud-kan sebagai sarana untuk melatih para siswa agar dapat memiliki kemampuan
berpikir kritis. Ini menunjukkan bahwa kemampuan berpikir kritis merupakan
kompetensi yang sangat penting untuk dikembangkan. Berpikir kritis merupakan
bentuk berpikir yang perlu dikembangkan dalam rangka memecahkan masalah,
merumuskan kesimpulan, mengumpulkan berbagai kemungkinan dan membuat
keputusan ketika menggunakan semua keterampilan tersebut secara efektif.
Kemampuan berpikir kritis tidak hanya bermanfaat pada saat siswa belajar, tetapi
dapat menjadi bekal bagi siswa di masa yang akan datang. Berdasarkan penjelasan
di atas, jelaslah bahwa kemampuan berpikir kritis sangatlah penting. Namun
faktanya, menurut Marpaung (Gunowibowo, 2008) bahwa pendidikan matematika
kita selama ini tidak berhasil meningkatkan pemahaman matematika yang baik
pada siswa. Hal ini disebabkan upaya pengembangan kema mpuan berpikir kritis
di sekolah-sekolah jarang dilakukan.
Selain itu, ketika peneliti melakukan pengamatan dan wawancara terhadap siswa
dan guru dalam rangka penelitian pendahuluan, kebanyakan siswa menganggap
bahwa matematika hanya mata pelajaran menghitung dan menggunakan rumus
sehingga sulit untuk dipelajari. Kebanyakan siswa tidak tahu dan bingung manfaat
dari mempelajari matematika. Hal ini menyebabkan respon siswa terhadap mata
pelajaran matematika tergolong rendah. Salah satu penyebab rendahnya respon
siswa yaitu pembelajaran matematika yang tidak menarik dan membosankan.
Rendahnya respon siswa terhadap mata pelajaran matematika ini akan
untuk mengembangkan kemampuan berpikir kritisnya dalam memecahkan
permasalahan dan mengaplikasikan konsep-konsep yang telah dipelajari dalam
kehidupan nyata, sehingga kemampuan berpikir kritis siswa kurang dapat
berkembang dengan baik.
Agar kemampuan berpikir kritis siswa berkembang dengan optimal dan
matema-tika mendapat respon yang baik dari siswa, maka diperlukan strategi pembelajaran
matematika yang tepat. Hal ini sejalan dengan yang diungkapkan oleh Syukur
(2004) bahwa untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis, diperlukan
pembelajaran yang memberikan keleluasaan berpikir kritis siswa. Namun yang
sering menjadi masalah adalah bila siswa tidak termotivasi atau bahkan tidak ada
ide untuk memperoleh jalan menuju pemecahan masalah yang dihadapi. Guru
diharapkan memberikan umpan untuk memancing siswa mengembangkan pola
berpikir kritis, salah satunya adalah dengan memberikan pertanyaan-pertanyaan
atau masalah, dimulai dari pertanyaan yang sederhana sampai pertanyaan yang
kompleks.
Pentingnya memberi pertanyaan atau masalah dalam pembelajaran didasari oleh
kenyataan bahwa seseorang akan berpikir dan menentukan sikap jika dihadapkan
oleh suatu pertanyaan seperti yang dikatakan oleh para pemikir dari The Critical
Thinking Community (Yunarti, 2011: 12) bahwa ”Thinking is not driven by
answers but by questions.” Agar dapat berpikir, seseorang harus berhadapan
dengan pertanyaan-pertanyaan yang merangsang pemikirannya. Dalam
pem-belajaran, pertanyaan-pertanyaan tersebut bisa dimunculkan baik oleh guru
4
Salah satu metode pembelajaran yang memuat pertanyaan-pertanyaan kritis
adalah metode socrates yang dijelaskan dalam Yunarti (2011), dijelaskan juga
bahwa metode ini berisi pengajaran-pengajaran ala Socrates (469-399 SM) yang
merupakan filsuf dari Athena, Yunani dan menjadi salah satu figur filsuf Barat
yang paling penting. Dengan kata lain metode socrates memuat dialog yang
menggunakan pertanyaan-pertanyaan kritis untuk memandu siswa dalam berpikir
dan mengambil kesimpulan. Pertanyaan yang diajukan harus berdasarkan
pengalaman siswa sehingga siswa dapat menjawab pertanyaan dan
meng-konstruksi pengetahuan berdasarkan dialog yang terjadi. Urutan pertanyaan harus
terstruktur sehingga penanaman konsep kepada siswa pun lebih terarah. Metode
ini pun dapat dikombinasikan dengan berbagai metode atau model pembelajaran
lain sebagai variasi bentuk pembelajaran. Dengan mengaplikasikan metode ini,
secara tidak langsung guru melatih dirinya sendiri untuk menjadi pemikir yang
kritis. Selain itu, guru pun dapat membagi perhatian kepada siswa-siswanya serta
mendorong siswa-siswa yang lemah untuk lebih aktif berpikir.
Pertanyaan-pertanyaan socrates yang diajukan oleh guru dapat memperbaiki sikap
siswa dalam belajar dan berpikir. Sebagai contoh, perhatikan pertanyaan ini.
“Bagaimana anda bisa yakin bahwa yang dikatakan teman anda tadi benar?”
Ketika siswa berusaha menjelaskan apa yang diketahuinya tersebut, sesungguhnya
saat itu ia sedang berusaha pula untuk mencari kebenaran, bersikap analitis dan
sistematis, dan mencoba terbuka untuk menerima pendapat lain jika ia merasa
Pendekatan pembelajaran dalam penelitian ini menggunakan pendekatan
kontekstual. Dengan pendekatan ini pembelajaran akan dikaitkan dengan dunia
nyata yaitu diawali dengan bercerita atau tanya-jawab lisan tentang kondisi aktual
dalam kehidupan siswa, sehingga matematika yang bersifat abstrak akan lebih
mudah dipahami dan dimengerti oleh siswa. Hal ini sejalan dengan anjuran
pemerintah Indonesia untuk melakukan pengenalan masalah yang sesuai dengan
situasi (contextual problem) dalam pembelajaran matematika. Anjuran pemerintah
ini tertuang dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 tahun 2006.
Selain itu, menurut Johnson (2002) dalam pembelajaran kontekstual para siswa
dilatih untuk bersosialisasi dengan kelompok-kelompok kerja mereka. Sehingga
akan membuat pembelajaran menggunakan metode socrates lebih efektif, dinamis,
demokratis, mendidik, memotivasi, mendorong kreativitas, dan dialogis.
Terkait dengan hal-hal di atas, peneliti mencoba untuk memperkenalkan
pem-belajaran matematika dengan metode socrates dengan pendekatan kontekstual pada
seluruh SMA di Bandarlampung. Oleh karena berbagai keterbatasan, dipilih SMA
negeri untuk dijadikan subjek penelitian, yang dalam hal ini adalah SMAN 15
Bandarlampung. Dengan demikian, diharapkan mereka siap secara fisik, mental,
dan akademik untuk menerima berbagai perlakuan dalam penelitian ini.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian pada latar belakang masalah di atas, maka penulis
me-rumuskan masalah yang dijadikan pokok pembahasan agar menjadi lebih terarah,
rumusan masalah dalam penelitian ini adalah “bagaimana proses pembelajaran
pem-6
belajaran matematika pada siswa kelas X6 SMA Negeri 15 Bandarlampung Tahun
Ajaran 2012/2013 dan bagaimana kemampuan berpikir kritis siswa kelas X6 SMA
Negeri 15 Bandarlampung Tahun Ajaran 2012/2013 pada pembelajaran
matematika menggunakan metode socrates dengan pendekatan kontekstual
dengan materi pokok statistika matematika dan trigonometri?”
C. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendapatkan informasi deskriptif tentang
penerapan metode Socrates dengan pendekatan Kontekstual ditinjau dari proses
belajar dan kemampuan berpikir kritis matematis dalam pembelajaran matematika
pada siswa kelas X6 SMA Negeri 15 Bandarlampung.
D. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan memberikan manfaat yang berarti bagi siswa,
guru, sekolah, dan peneliti sendiri sebagai suatu cara untuk mendukung
peningkatan proses belajar siswa.
1. Manfaat Teoritis
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sumber informasi atau
masukan kepada guru untuk menyelesaikan persoalan dalam pembelajaran
matematika yang dinilai sulit dipahami oleh siswa. Metode pembelajaran
socrates dengan pendekatan kontekstual memberikan cara belajar yang
membawa siswa kedalam suasana yang lebih nyama dan membuat
pembelajaran lebih bermakna, sehingga siswa akan lebih banyak menemukan
2. Manfaat praktis
Hasil penelitian untuk membantu mengevaluasi penerapan metode pemebelajaran
socrates dengan pendekatan kontekstual terhadap proses belajar dan kemampuan
berpikir siswa serta dapat mengantisipasi masalah pada objek yang diteliti.
E. Ruang Lingkup
Untuk menghindari kekeliruan pemahaman dari tujuan penelitian ini,
istilah-istilah yang digunakan dalam penelitian ini memiliki definisi sebagai berikut:
1. Metode Socrates (Socrates Method )
Metode Socrates (Socrates Method ) yaitu suatu cara menyajikan bahan/materi
pelajaran, dimana siswa dihadapkan dengan suatu deretan pertanyaan yang
bersifat menggali kemampuan berpikir kritis siswa dan diharapkan siswa
dapat menemukan jawabannya atas dasar kecerdasan dan ke- mampuannya
sendiri
2. Pendekatan Kontekstual
Pendekatan kontekstual merupakan suatu pendekatan dalam proses
pembelajaran dengan cara guru memulai pembelajaran dikaitkan dengan dunia
nyata yaitu diawali dengan bercerita atau tanya jawab lisan tentang kondisi
actual dalam kehidupan siswa, questioning agar siswa berpikir, constructivism
agar siswa membangun pengertian, inquiry agar siswa bisa menemukan
konsep dengan bimbingan guru, learning community agar siswa bisa berbagi
pengetahuan dan pengalaman serta terbiasa berkolaborasi, reflection agar
siswa bisa mereview kembali pengalaman belajarnya, serta authentic
8
3. Kemampuan Berpikir Kritis
Berpikir kritis adalah suatu proses berpikir berjenjang dengan tujuan untuk
mempertimbangkan dan mengevaluasi informasi yang pada akhirnya
me-mungkinkan siswa dapat membuat sebuah keputusan. Indikator berpikir kritis
matematis yang dikembangkan dalam penelitian ini yaitu (1) Focus,
mem-fokuskan pertanyaan, mengidentifikasi, merumuskan, dan mempertimbangkan
jawaban yang mungkin (2) Reason, mampu memberikan alasan pada jawaban
yang diberikan (3) Inference, membuat kesimpulan (4) Situation, mampu
menjawab soal sesuai konteks, menerjemahkan situasi kedalam bahasa
matematika (5) Clarify, mampu membuat klarifikasi atau membedakan konsep
dengan jelas tanpa menimbulkan ambiguitas (6) Overview, melakukan
tinjauan kembali atas jawaban, keputusan atau kesimpulan yang telah
ditetapkan sebelumnya.
4. Proses Belajar
Proses belajar dapat diartikan sebagai tahapan perubahan usaha yang
dilakukan individu untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang
baru, sebagai hasil pengalaman individu itu sendiri dalam interaksinya dengan
lingkungan. Perubahan tersebut bersifat positif dalam arti berorientasi ke arah
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Metode Socrates
Menurut Maxwell (Yunarti, 2011: 46), metode socrates dinamakan demikian
untuk mengabadikan nama penciptanya. Socrates (469-399 BC) merupakan filsuf
Yunani yang tinggal di Athena selama masa kejayaan Yunani. Socrates dikenal di
Athena pada saat dia berusia empat puluhan tahun karena kebiasaannya terlibat
dalam percakapan filosofi di lingkungan publik maupun swasta. Subjek
per-cakapan yang sering diperbincangkan bergulir sekitar mendefinisikan hal- hal
seperti, keadilan, keindahan, keberanian, kesederhanaan, persahabatan, dan
ke-baikan. Pelacakan definisi difokuskan pada kebenaran alami dari sifat subjek
melalui pertanyaan dan tidak hanya pada bagaimana kata tersebut digunakan
dengan benar dalam kalimat. Gaya percakapan Socrates sendiri melibatkan
penolakan/penyangkalan pengetahuan. Dalam percakapan-percakapan tersebut,
Socrates bersikap sebagai siswa dan lawan bicaranya dianggap sebagai guru. All I
know is that I know nothing. Itulah salah satu filosofi Socrates.
Dalam pembelajaran, Jones (1994) mendefinisikan metode socrates sebagai “…a
process of discussion led by the instructor to induce the learner to question the
10
diskusi yang dipimpin guru untuk membuat siswa mempertanyakan validitas
penalarannya atau untuk mencapai sebuah kesimpulan. Sementara Maxwell
(Yunarti, 2011: 47) mendefinisikan metode socrates sebagai “…a process of
inductive questioning used to successfully lead a person to knowledge through
small steps.”
Sedangkan menurut Sutrisno (2011) metode socrates adalah metode yang dibuat
atau dirancang oleh seorang tokoh filsafat ulung Yunani yang hidup antara tahun
469-399 Sebelum Masehi, yaitu Socrates. Metode socrates (Socrates Method),
yaitu suatu cara menyajikan bahan/materi pelajaran, dimana anak didik/siswa
dihadapkan dengan suatu deretan pertanyaan, yang dari serangkaian pertanyaan
itu diharapkan siswa mampu menemukan jawabannya, atas dasar kecerdasannya
dan kemampuannya sendiri. Berdasarkan definisi-definisi di atas, dapat
digambarkan bahwa dalam metode socrates memuat dialog atau diskusi yang
dipimpin oleh guru melalui pertanyaan-pertanyaan induktif untuk menguji
validitas keyakinan siswa akan suatu objek dan membuat kesimpulan yang benar
secara konstruktif.
Ada dua hal pokok yang membedakan metode socrates dengan metode
tanya-jawab lainnya. Pertama, metode socrates dibangun dengan anggapan bahwa
pengetahuan sudah berada dalam diri siswa dan pertanyaan-pertanyaan atau
komentar-komentar yang tepat dapat menyebabkan pengetahuan tersebut muncul
ke permukaan (Jones, Bagford, dan Walen, 1997; Yunarti, 2011). Hal ini
men-jelaskan, bahwa sebenarnya dalam diri siswa sudah memiliki pengetahuan yang
untuk memancing keluar pengetahuan tersebut agar dapat dirasakan
keberadaan-nya oleh siswa.
Kedua, pertanyaan-pertanyaan dalam metode socrates digunakan untuk menguji
validitas keyakinan siswa mengenai suatu objek secara mendalam (Jones,
Bagford, dan Walen, 1997; Yunarti, 2011). Hal ini menunjukkan jawaban yang
diberikan siswa harus dipertanyakan lagi sehingga siswa yakin bahwa jawabannya
benar atau salah.
Menurut Permalink (Yunarti, 2011: 48):
Richard Paul telah menyusun enam jenis pertanyaan socrates dan memberi contohnya. Keenam jenis pertanyaan tersebut adalah pertanyaan klarifikasi, asumsi-asumsi penyelidikan, alasan-alasan dan bukti penyelidikan, titik pandang dan persepsi, implikasi dan konsekuensi penyelidikan, dan pertanyaan tentang pertanyaan.
Jenis-jenis pertanyaan socrates, contoh-contoh pertanyaan, serta kaitannya dengan
kemampuan berpikir kritis dapat dilihat pada tab le 2.1.
Tabel 2.1
Jenis-Jenis Pertanyan Socrates dan Kaitannya dengan Ke mampuan Berpikir Kritis
No Tipe
Pertanyaan Contoh Pe rtanyaan
Kemampuan Berpikir Kritis yang mungkin
muncul
1. Klarifikasi Apa yang anda maksud
dengan…?
Dapatkah dengan cara lain? Dapatkah anda memberikan saya sebuah contoh?
12
No Tipe
Pertanyaan Contoh Pe rtanyaan
Kemampuan Berpikir
Apa yang anda asumsikan? Bagaimana anda bisa memilih asumsi-asumsi itu?
Bagaimana anda bisa tahu?
Mengapa anda berpikir bahwa itu benar?
Apa yang dapat mengubah pemikiran anda?
Evaluasi, analisis
4. Titik
pandang dan persepsi
Apa yang anda bayangkan dengan hal tersebut?
Efek apa yang dapat diperoleh? Apa alternatifnya?
Generalisasi apa yang dapat kita buat?
Apa yang menjadi poin dari pertanyaan ini?
Mengapa anda berpikir saya bisa menjawab pertanyaan ini?
Interpretasi, analisis, pengambilan keputusan
Permalink (Yunarti, 2011: 48)
Menurut Maxwell (Yunarti, 2011: 59), agar berhasil melaksanakan pembelajaran
dengan metode socrates, ada beberapa sikap yang harus dimiliki guru. Sikap-sikap
tersebut adalah (1) sikap terbuka guru dalam menerima kesalahan dan
ke-kurangan diri sendiri (2) sikap tidak menerima begitu saja jawaban siswa (3) sikap
Disamping itu, dalam Yunarti (2011: 60) guru harus menyusun strategi agar
pembelajaran dengan metode socrates dapat berjalan dengan baik. Strategi-strategi
yang dimaksud adalah:
a. Menyusun pertanyaan sebelum pembelajaran dimulai
b. Menyatakan pertanyaan dengan jelas dan tepat
c. Memberi waktu tunggu
d. Menjaga diskusi agar tetap fokus pada permasalahan utama
e. Menindaklanjuti respon-respon siswa
f. Melakukan scaffolding
g. Menulis kesimpulan-kesimpulan siswa di papan tulis
h. Melibatkan semua siswa dalam diskusi
i. Tidak memberi jawaban “Ya” atau “Tidak” melainkan menggantinya dengan
pertanyaan-pertanyaan yang menggali pemahaman siswa.
j. Memberi pertanyaan yang sesuai dengan tingkat kemampuan siswa.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa metode socrates adalah
metode yang di dalamnya terjadi dialog antara guru dengan siswa yang memuat
pertanyaan-pertanyaan kritis dengan tujuan membangun pola berpikir kritis siswa,
menuntun pada suatu penemuan baru, membuat siswa ingin tahu lebih jauh dan
memahami lebih dalam, menguji validitas keyakinan siswa dan membuat
14
B. Pendekatan Kontekstual
Salah satu pendekatan pembelajaran yang dikembangkan dengan tujuan agar
pembelajaran berjalan dengan produktif dan bermakna bagi siswa adalah
pendekatan kontekstual (Contextual Teaching and Learning) yang selanjutnya
disebut CTL. Dalam Depdiknas (2002: 15) bahwa pendekatan CTL fokus pada
siswa sebagai pelajar yang aktif dan memberikan rentang yang luas tentang
peluang belajar bagi mereka yang menggunakan kemampuan-kemampuan
akademik mereka untuk memecahkan masalah- masalah kehidupan nyata yang
kompleks.
Menurut Krismanto (2003) dalam proses pendekatan kontekstual siswa dipacu
untuk berpikir bagaimana caranya mengkonstruksi informasi yang diterimanya
dengan informasi yang telah dimilikinya. Selanjutnya Siswono (2004: 94)
merumuskan bahwa didalam pendekatan kontekstual memiliki ciri bahwa di
dalam pembelajarannya siswa menggunakan kemampuan berpikir kritis dan
kreatif dalam pengumpulan data, pemahaman terhadap isu-isu atau pemecahan
masalah.
Terdapat tujuh komponen utama pada pembelajaran kontekstual yaitu
konstruk-tivisme (contructivism), bertanya (questioning), menemukan (inquiry), masyarakat
belajar (learning community), pemodelan (modeling), refleksi (reflection), dan
asesmen otentik (authentic assesment). Berikut uraian ketujuh komponen tersebut
1. Konstruktivisme (contructivism)
Pembelajaran yang berciri konstruktivisme menekankan terbangunnya
pemahaman sendiri secara aktif, kreatif, dan produktif berdasarkan
pe-ngetahuan dan pepe-ngetahuan terdahulu dan dari pengalaman belajar yang
bermakna. Pengetahuan bukanlah serangkaian fakta, konsep, dan kaidah yang
siap dipraktekkannya. Manusia harus mengkonstruksinya terlebih dahulu
pengetahuan tersebut dan memberikan makna melalui pengalaman nyata. Oleh
karena itu siswa perlu dibiasakan untuk memecahkan masalah, menemukan
sesuatu yang berguna bagi dirinya, dan mengembangkan ide- ide yang ada
pada dirinya.
2. Bertanya (questioning)
Komponen ini merupakan strategi pembelajaran CTL. Belajar dalam
pem-belajaran CTL dipandang sebagai upaya guru yang bisa mendorong siswa
untuk mengetahui sesuatu, mengarahkan siswa untuk memperoleh informasi,
sekaligus mengetahui perkembangan kemampuan berpikir siswa. Pada sisi
lain, kenyataan menunjukkan bahwa pemerolehan pengetahuan seseorang
selalu bermula dari bertanya.
3. Menemukan (inquiry)
Komponen menemukan merupakan kegiatan inti CTL. Kegiatan ini diawali
dari pengamatan terhadap fenomena, dilanjutkan dengan kegiatan-kegiatan
bermakna untuk menghasilkan temuan yang diperoleh sendiri oleh siswa.
Dengan demikian, pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh siswa tidak
16
4. Masyarakat Belajar (learning community)
Konsep ini menyarankan bahwa hasil belajar sebaiknya diperoleh dari kerja
sama dengan orang lain. Hal ini berarti bahwa hasil belajar bisa diperoleh
dengan sharing antarteman, antarkelompok, dan antara yang tahu kepada yang
tidak tahu, baik di dalam maupun di luar kelas.
5. Pemodelan (modelling)
Komponen ini menyarankan bahwa pembelajaran keteramp ilan dan
penge-tahuan tertentu diikuti dengan model yang bisa ditiru siswa. Model yang
dimaksud bisa berupa pemberian contoh tentang misalnya cara
meng-operasikan sesuatu, menunjukkan hasil karya, mempertontonkan suatu
pe-nampilan. Cara pembelajaran semacam ini akan lebih cepat dipahami siswa
daripada hanya bercerita atau memberikan penjelasan kepada siswa tanpa
ditunjukkan modelnya atau contohnya.
6. Refleksi (reflection)
Komponen yang merupakan bagian terpenting dari CTL adalah perenungan
kembali atas pengetahuan yang baru dipelajari, menelaah dan merespons
semua kejadian, aktivitas, atau pengalaman yang terjadi dalam pembelajaran,
bahkan memberikan masukan atau saran jika diperlukan, siswa akan
menyadari bahwa pengetahuan yang baru diperolehnya merupakan pengayaan
bahkan revisi dari pengetahuan yang telah dimiliki sebelumnya. Kesadaran
semacam ini penting ditanamkan kepada siswa agar ia bersikap terbuka
7. Asesmen Otentik (authentic assesment)
Komponen ini merupakan proses pengumpulan berbagai data yang bisa
memberikan gambaran atau informasi terhadap perkembangan pengalaman
belajar siswa. Dengan demikian penilaian autentik diarahkan pada proses
mengamati, menganalisis, dan menafsirkan data yang telah terkumpul ketika
atau dalam proses pembelajaran siswa berlangsung, bukan semata- mata pada
hasil pembelajaran.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran kontekstual merupakan
konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkan
dengan situasi nyata siswa. Selain itu kontekstual membantu para siswa
menemukan makna dalam pelajaran mereka dengan cara menghubungkan materi
dengan konteks kehidupan keseharian. Mereka membuat hubungan-hubungan
penting yang menghasilkan makna dengan melaksanakan pembelajaran yang
di-atur sendiri, bekerja sama, berpikir kritis dan kreatif, menghargai orang lain,
mencapai standar tinggi, dan berperan serta dalam tugas-tugas penilaian autentik.
Menurut Supinah (2008) terdapat kelebihan dari pendekatan kontekstual, yaitu:
a. Siswa sebagai subyek belajar.
b. Siswa lebih memperoleh kesempatan meningkatkan hubungan kerja sama
antar teman.
c. Siswa memperoleh kesempatan lebih untuk mengembangkan aktivitas,
kreativitas sikap kritis, kemandirian, dan mampu mengkomunikasi dengan
18
d. Siswa lebih memiliki peluang-peluang untuk menggunakan
keterampilan-keterampilan dan pengetahuan baru yang diperlukan dalam kehidupan
yang sebenarnya.
Tugas guru sebagai fasilitator, yaitu memfasilitasi siswa selama pembelajaran
berlangsung sebagai contoh menyiapkan media pembelajaran.
C. Kemampuan Berpikir Kritis
Pada zaman modern ini, menjadi orang pintar saja belum cukup. Dibutuhkan
orang yang mampu berpikir kritis agar mampu menghadapi persaingan ke depan.
Saat ini studi tentang berpikir kritis sudah menghasilkan banyak definisi tentang
berpikir kritis. Menurut Ennis (1996) berpikir kritis adalah suatu proses berpikir
yang bertujuan untuk membuat keputusan yang rasional yang diarahkan untuk
memutuskan apakah meyakini atau melakukan sesuatu. Berpikir kritis difokuskan
ke dalam pengertian sesuatu yang penuh kesadaran dan mengarah kepada sebuah
tujuan. Tujuan dari berpikir kritis adalah untuk mempertimbangkan dan
mengevaluasi informasi yang pada akhirnya memungk inkan seseorang untuk
mengambil keputusan.
Schafersman (Khotimah, 2011: 22) berpendapat bahwa berpikir kritis adalah
berpikir yang masuk akal (reasonable), mendalam (reflective), dapat
dipertang-gungjawabkan (responsible), dan berpikir cerdas (skillfulthinking) yang
difokus-kan pada kesimpulan apakah yang dipikirdifokus-kan itu dapat dipercaya atau dapat
di-kerjakan. Dengan kata lain berpikir kritis adalah berpikir yang menekankan pada
Begitu pula menurut Marjano (Fitria, 2010 : 24) berpikir kritis adalah proses
penggunaan keterampilan berpikir secara efektif untuk membantu seseorang
membuat, mengevaluasi, dan menggunakan keputusan tentang apa yang harus
diyakini atau dikerjakan. Dalam pendidikan, berpikir kritis didefinisikan sebagai
pembentukan kemampuan dalam aspek logika seperti kemampuan memberikan
argumentasi, silogisme, dan penalaran yang proporsional.
Berkaitan dengan kemampuan berpikir kritis pada matematika, dalam Fitria
(2010: 25) dijelaskan bahwa pengembangan berpikir kritis di dalam kelas
(sekolah) mulai dicetuskan oleh Harlod Fawcett pada tahun 1938. Pengembangan
berpikir kritis yang dilakukan oleh Fawcett adalah mencoba mengajar kemampuan
berpikir kritis yang aktivitasnya seperti membandingkan, membuat kontradiksi,
membuat induksi, membuat generalisasi, membuat pengkhususan,
meng-klarifikasikan, membuat kategori, mengurutkan, memvalidasi, membuktikan,
mengait-kan, menganalisis, mengevaluasi, dan membuat pola,
aktivitas-aktivitasnya di-rangkaikan secara berkesinambungan.
Berpikir kritis tidak sama dengan mengakumulasi informasi. Seorang dengan daya
ingat baik dan memiliki banyak fakta tidak berarti seorang pemikir kritis. Seorang
pemikir kritis mampu menyimpulkan dari apa yang diketahuinya dan mengetahui
cara memanfaatkan informasi untuk memecahkan masalah, dan mencari
sumber-sumber informasi yang relevan untuk dirinya. Seorang pemikir kritis tidak puas
dengan hanya satu pendapat atau jawab tunggal tetapi akan selalu berusaha
mencari hal- hal apa yang dihadapinya, sehingga menimbulkan motivasi yang kuat
20
Jadi, berpikir kritis adalah proses berpikir dengan menggunakan logika dan proses
pemecahan masalah yang terdiri dari kegiatan menganalisis ide atau gagasan ke
arah yang lebih spesifik, membedakannya secara tajam, memilih,
meng-identifikasi, mengkaji dan mengembangkannya ke arah yang lebih sempurna
sehingga menghasilkan kesimpulan dan gagasan yang dapat memecahkan masalah
yang dihadapi.
Dalam penelitian ini, kemampuan berpikir kritis yang dimaksud adalah
ke-mampuan untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan yang kompleks dalam aktivitas
mental seperti interpretasi, analisis, evaluasi, dan pengambilan keputusan.
Halpern (Yunarti, 2011: 27) mengungkapkan bahwa pada umumnya manusia
berpikir dalam langkah- langkah metode ilmiah, yaitu dalam pengujian hipotesis.
Langkah- langkah tersebut merupakan langkah- langkah berpikir seseorang untuk
memperoleh kesimpulan atau jawaban akan suatu masalah yang dihadapinya.
Kemudian untuk keperluan penelitian ini, peneliti menyusun model berpikir kritis
dengan mengikuti langkah- langkah metode ilmiah yang dikemukakan oleh Dye
(Yunarti, 2011: 34), yaitu (1) merasakan suatu masalah (wonder) (2) membuat
dugaan-dugaan (hipotesis) (3) melakukan pengujian (4) menerima hipotesis yang
dianggap benar. Langkah yang dilakukan bisa kembali ke langkah (3) jika
akibat-akibat yang diprediksi tidak muncul melalui eksperimen (5) melakukan tindakan
yang sesuai.
Tabel 2.2 menampilkan langkah- langkah berpikir kritis yang digunakan dalam
penelitian ini yang telah dikaitkan dengan langkah- langkah metode ilmiah dari
Tabel 2.2
Keterkaitan Langkah-Langkah Metode Socrates dengan Langkah-Langkah Berpikir Kritis
No informasi, atau objek tertentu
dengan: Apakah..?” atau ”Mengapa...?” atau ”Apa yang terjadi?” dugaan jawaban yang benar dengan pertanyaan counter examples melalui pertanyaan-pertanyaan seperti,
”Mengapa bisa begitu?”, ”Bagaimana jika...?”
Melakukan uji silang atau counter examples
a) Melakukan penilaian atas jawaban siswa melalui pertanyaan-pertanyaan seperti,”Apakah anda yakin
...?” atau ”Apa alasan ..?”
(proses bisa kembali ke langkah (3)
b) Menyusun hasil analisis siswa di papan tulis dan meminta siswa lain
22
a) Guru menyusun rangkaian analisis siswa dan meminta siswa mengoreksi kembali urutan rangkaian tersebut. Dalam tahap ini rangkaian analisis yang ditulis merupakan jawaban yang benar. Guru memberi bingkai untuk jawaban yang benar dan atau menghapus
Melakukan tindakan yang sesuai
b) jawaban lain yang salah. Pengambilan kesimpulan atau keputusan dengan pertanyaan, ”Apa
kesimpulan anda mengenai
...?” atau ”Apa keputusan
anda?”
(Yunarti, 2011: 58)
Dalam penelitian ini kemampuan berpikir kritis yang dimaksud adalah
kemampuan untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan yang kompleks yang
meliputi: interpretasi (kemampuan untuk memahami dan mengungkapkan makna
dari berbagai kejadian atau informasi yang dihadapi), analisis (kemampuan untuk
membuat rincian atau uraian serta mengidentifikasi hubungan yang berada di
antara pernyataan, pertanyaan, atau konsep dari suatu representasi), evaluasi
(kemampuan untuk menilai dan mengkritisi kredibilitas dari
pernyataan-pernyataan atau representasi-representasi), dan pengambilan keputusan
(kemampuan untuk mengidentifikasi unsur- unsur yang dibutuhkan untuk menarik
D. Proses Belajar
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia dijelaskan bahwa proses adalah runtunan
perubahan atau peristiwa dalam perkembangan sesuatu. Sedangkan Surya (1981:
32) mendefinisikan belajar sebagai suatu proses usaha yang dilakukan individu
untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru, sebagai hasil
pengalaman individu itu sendiri dalam interaksinya dengan lingkungan. Proses
belajar merupakan jalan yang harus ditempuh oleh seorang pelajar untuk mengerti
suatu hal yang sebelumnya tidak diketahui (Rooijakers, 1993: 15).
Dari beberapa definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa proses belajar
merupakan tahapan-tahapan yang dilalui dalam mengembangkan kemampuan
III. METODE PEN ELITIAN
A. Pendekatan dan Jenis Penelitian
Pendekatan dalam penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif yang
menghasilkan dan mengolah data yang sifatnya deskriptif, seperti transkrip
wawancara, catatan lapangan, gambar, foto, reka man video, dan lain sebagainya.
Jadi penelitian ini adalah jenis penelitian deskriptif kualitatif.
Penelitian kualitatif dipandang lebih sesuai pada penelitian ini untuk mengetahui
proses pembelajaran matematika menggunakan metode socrates dengan
pendekatan kontekstual ditinjau dari kemampuan berpikir kritis siswa.
B. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di SMA Negeri 15 Bandarlampung yang terletak di Jalan Padat Karya Sinar Harapan, Bandarlampung. SMA 15 Bandarlampung merupakan
salah satu sekolah dengan rata-rata nilai UAN sedang, informasi tersebut peneliti
peroleh dari hasil observasi di Dinas Pendidikan kota Bandarlampung.
C. Subjek dan Objek Penelitian
1. Subjek Penelitian
Subjek dalam penelitian ini adalah siswa kelas X6 SMA Negeri 15
Bandarlampung Tahun Pelajaran 2012/2013 dengan banyak siswa 39 orang.
Pemilihan subjek dalam penelitian ini menggunakan teknik purposive
sampling.
2. Objek Penelitian
Objek dalam penelitian ini adalah proses belajar dan kemampuan berpikir
kritis siswa.
D. Teknik Pengumpulan Data
Dalam penelitiaan ini peneliti menggunakan 4 teknik pengumpulan data, yaitu
observasi, wawancara, dokumentasi, dan tes hasil belajar.
1. Observasi
Observasi dilakukan selama proses pembelajaran berlangsung menggunakan
lembar observasi yaitu melakukan pengamatan dan pencatatan mengenai
pelaksanaan pembelajaran di kelas dengan menggunakan metode socrates
dengan pendekatan kontekstual, serta perilaku dan aktivitas yang ditunjukkan
selama proses pembelajaran berlangsung tanpa mengganggu proses
pembelajaran. Pengumpulan data selama observasi dibantu oleh seorang
26
2. Wawancara
Wawancara yang dilakukan oleh peniliti yaitu wawancara tidak terstruktur
yang digunakan pada studi pendahuluan untuk menemukan pokok
per-masalahan, dan wawancara terstruktur yang digunakan untuk mengetahui
tanggapan siswa terhadap pembelajaran matematika menggunakan metode
socrates dengan pendekatan kontekstual.
Informan pada tahap wawancara terdiri dari:
a. Wakil Kepala Sekolah SMA Negeri 15 Bandarlampung.
b. Guru Matematika kelas X6 SMA Negeri 15 Bandarlampung.
c. Siswa Kelas X6 SMA Negeri 15 Banadarlampung.
3. Dokumentasi
Teknik dokumentasi digunakan untuk mengumpulkan data berupa rekaman
kejadian di kelas yang dianggap penting atau menggambarkan suasana kelas
ketika aktivitas belajar berlangsung. Dapat berupa rekaman gambar, teks,
ataupun rekaman video.
4. Tes Hasil Belajar
Tes dilakukan untuk mengetahui sejauh mana pemahaman siswa terhadap
materi pelajaran yang diberikan, dan dikerjakan oleh siswa secara individual.
Soal tes berupa soal essay yang mencakup materi Logika Matematika dan
E. Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
1. Lembar Observasi
Lembar observasi digunakan sebagai pedoman selama melakukan pengamatan
guna memperoleh data yang diinginkan. Lembar observasi yang digunakan
dalam penelitian ini adalah lembar observasi pelaksa naan pembelajaran
dengan metode socrates kontekstual, yang berisi tentang aktivitas siswa dan
guru selama pelaksanaan pembelajaran. Lembar observasi ini berisi pedoman
dalam melaksanakan pengamatan terhadap aktivitas siswa selama
pem-belajaran, dan juga tentang aktivitas guru dalam melaksanakan
langkah-langkah pembelajaran socrates dengan pendekatan kontekstual,
meng-organisasikan, membimbing, memotivasi siswa, serta menciptakan lingkungan
belajar yang kondusif.
2. Pedoman wawancara
Pedoman wawancara disusun untuk menelusuri lebih lanjut tentang hal- hal
yang tidak dapat diketahui melalui observasi. Selain itu juga untuk
mempermudah peneliti melakukan tanya jawab tentang bagaimana respon
siswa terhadap pembelajaran yang dilakukan. Secara umum isi pedoman
wawancara ini untuk mengetahui kendala apa saja yang dihadapi siswa dalam
mengikuti pembelajaran dengan metode socrates kontekstual dan solusi apa
yang diambil untuk mengatasi kendala tersebut, serta tanggapan siswa
28
3. Alat Perekam
Alat perekam berguna sebagai alat bantu pada saat penelitian, agar peneliti
dapat berkonsentrasi pada proses pengambilan data. Alat perekam yang
digunakan dalam penelitian ini adalah perekam foto, perekam video, dan
catatan lapangan.
4. Soal Tes
Soal tes terdiri dari soal uraian, peneliti menggunakan soal tes uraian dengan
alasan bahwa tes uraian dapat mengukur kemampuan memahami masalah,
merencanakan strategi penyelesaian masalah, menyelesaikan masalah, dan
menafsirkan solusinya.
F. Tahap-tahap Penelitian
Tahapan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.
1. Tahap persiapan
a) Identifikasi Masalah
Pemilihan SMA Negeri 15 Bandarlampung sebagai lokasi penelitian
dilihat dari rata-rata nilai UAN tahun pelajaran 2011/2012 yang tergolong
sedang. Selanjutnya dilihat pengaruh dari penerapan metode socrates
kontekstual terhadap proses belajar dan kemampuan berpikir kritis siswa
pada sekolah yang kemudian digolongkan dalam level sedang. Kemudian
peneliti mengidentifikasi masalah yang dilakukan dengan melakukan
wawancara dengan beberapa siswa dan guru matematika di SMA Negeri
15 Bandarlampung. Hasil wawancara dapat disimpulkan bahwa secara
ber-pikir kritis yang baik, karena dalam pembelajaran matematika di kelas
guru kurang mengembangkan kemampuan berpikir kritis siswa baik pada
saat proses belajar atau dalam memberikan latihan soal.
b) Menyiapkan Instrumen Penelitian
Peneliti menyiapkan instrumen atau alat yang diperlukan dalam
pe-laksanaan penelitian antara lain: pedoman wawancara, pedoman observasi,
alat perekam, dan soal tes. Dalam rangka kepentingan pengumpulan data,
teknik yang digunakan adalah wawancara, observasi, dan dokumentasi.
c) Persoalan etika dalam lapangan
Dalam hal ini peneliti akan berhubungan dengan orang-orang, baik secara
perorangan maupun secara kelompok atau masyarakat, akan bergaul,
hidup, dan merasakan serta menghayati bersama tatacara dan interaksi
dalam suatu latar penelitian. Persoalan etika akan muncul apabila peneliti
tidak menghormati, mematuhi dan mengindahkan nilai- nilai masyarakat
dan pribadi yang ada. Menghadapi persoalan tersebut, peneliti telah
mempersiapkan diri baik secara fisik, psikologis maupun mental.
2. Tahap Pelaksanaan
a) Memahami dan memasuki lapangan
Pada tahap ini peneliti harus benar-benar telah mempersiapkan diri untuk
mulai melakukan tahap mengumpulkan data/informasi dari subjek
pe-nelitian. Diantaranya memahami latar penelitian, yaitu latar terbuka
dimana secara terbuka siswa berinteraksi sehingga peneliti hanya
30
langsung dengan siswa. Selain itu peneliti juga menyesuaikan cara
berpakaian sesuai dengan budaya latar penelitian.
b) Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan dengan teknik wawa ncara, teknik observasi,
teknik dokumentasi, dan memberikan soal tes untuk mendapatkan
informasi tentang berpikir kritis siswa.
3. Pengolahan Data
Selanjutnya peneliti melakukan analisis data dan interpretasi data sesuai
dengan langkah- langkah yang dijabarkan pada bagian metode analisis data di
akhir bab ini. setelah itu, peneliti membuat kesimpulan dan memberikan
saran-saran untuk penelitian selanjutnya.
G. Keabsahan dan Keajegan Penelitian
Kriteria keabsahan dan keajegan yang diperlukan dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut:
1. Keabsahan Konstruk (Construct Validity)
a. Triangulasi Data
Mengguanakan berbagai sumber data seperti dokumen, arsip, hasil
wawancara, hasil observasi atau juga dengan mewawancarai lebih dari
satu subjek yang dianggap memiliki sudut pandang yang berbeda.
b. Triangulasi Pengamat
Adanya pengamat di luar peneliti yang turut memeriksa hasil
bertindak Sebagai pengamat (expert judgement) yang memberikan
masukan terhadap hasil pengumpulan data.
c. Triangulasi Teori
Penggunaan berbagai teori yang berlaianan untuk memastikan bahwa data
yang dikumpulkan sudah memasuki syarat. Pada penelitian ini, berbagai
teori telah dijelaskan pada bab II untuk dipergunakan dan menguji
terkumpulnya data tersebut.
d. Triangulasi Metode
Penggunaan berbagai metode untuk meneliti suatu hal, seperti metode
wawancara, metode observasi, dan dokumentasi. Pada penelitian ini,
peneliti melakukan metode wawancara yang ditunjang dengan metode
observasi dan dokumentasi pada saat wawancra dilakukan.
2. Keajegan (Reabilitas)
Keajegan merupakan konsep yang mengacu pada seberapa jauh penelitian
berikutnya akan mencapai hasil yang sama apabila mengulang penelitian yang
sama sekali lagi.
Keajegan mengacu pada kemungkinan peneliti selanjutnya memeperoleh hasil
yang sama apabila penelitian dilakukan sekali lagi dengan subjek yang sama.
Hal ini menujukan bahwa konsep keajegan penelitian kualitatif selain
menekankan pada desain penelitian, juga pada cara pengumpulan data dan
32
H. Teknik Analisis Data
Data yang diperoleh dalam penelitian ini adalah data tentang keterlaksanaan pembelajaran matematika menggunakan metode socrates dengan pendekatan
kontekstual dan kemampuan berpikir kritis siswa. Data yang terkumpul berupa
data hasil wawancara, observasi, dokumentasi, dan tes. Teknik analisis data dalam
penelitian ini dilakukan dengan tahap-tahap sebagai berikut:
1. Reduksi Data
Reduksi data meliputi penyeleksian data melalui deskripsi atau gambaran
singkat dan pengelompokan data dilakukan ke dalam kualifikasi yang telah ditentukan.
2. Penyajian Data
Penyajian data dilakukan dalam rangka mengorganisasikan data yang
merupakan kegiatan penyusunan informasi secara sistematik dari reduksi data sehingga memudahkan membaca data.
3. Triangulasi Data
Triangulasi dilakukan untuk mengecek keabsahan data. Triangulasi data
dilakukan dengan cara mencocokkan semua data yang diperoleh dari semua sumber yang telah diperoleh, yaitu hasil observasi, hasil wawancara,
4. Penarikan Kesimpulan
Penarikan simpulan adalah pemberian makna pada data yang diperoleh dari
penyajian data. Penarikan simpulan dilakukan berdasarkan hasil dari semua
data yang diperoleh.
Secara rinci, kegiatan analisis data dari sumber-sumber informasi hasil penelitian tersebut dilakukan sebagai berikut:
1. Analisis Data Hasil Observasi Pelaksanaan Pembelajaran
Analisis data tentang pelaksanaan pembelajaran menggunakan metode
socrates dengan pendekatan kontekstual diperoleh dari data hasil observasi
yang dilakukan selama proses pembelajaran. Data tentang keterlaksanaan pembelajaran dengan metode socrates kontekstual ini dianalisis secara
deskriptif.
2. Data Hasil Wawancara
Aspek yang dinilai dari wawancara adalah sikap siswa terhadap pembelajaran matematika dan pembelajaran menggunakan metode socrates dengan
pendekatan kontekstual, yang ditunjukkan dari jawaban dengan respon positif
dan negatif.
Analisis terhadap hasil wawancara dengan siswa diharapkan dapat membantu
untuk mengetahui hal- hal apa saja yang dirasakan selama pembelajaran,
34
3. Analisis Data Hasil Tes
Analisis digunakan untuk mengetahui kemampuan berpikir kritis matematis
siswa. Analisis dilakukan terhadap data yang bersifat kuantitatif, yang
diperoleh melalui tes (uji blok). Penskoran jawaban siswa terhadap soal
kemampuan berpikir kritis matematis yang diberikan berpatokan pada sistem
holistic scoringrubrics yang dikemukakan oleh Scoen dan Ochmkel (Sudjana,
2004: 31). Adapun rentang skor yang digunakan adalah 0, 5, 10, 15, dan 20.
a. Nilai Rata-Rata Hasil Tes Kemampuan Berpikir Kritis
Nilai rata-rata hasil tes dicari dengan menggunakan rumus:
Untuk keperluan mengkualifikasi kualitas kemampuan berpikir kritis
matematis siswa dikelompokkan menjadi kategori sangat baik, baik,
cukup, kurang, dan sangat kurang dengan menggunakan skala lima
menurut Suherman dan Kusumah (1990: 272) yaitu pada tabel 3.1.
Tabel 3.1
Krite ria Penentuan Tingkat Kemampuan Sis wa Persentase skor total sis wa Kategori ke mampuan siswa
90% ≤ A ≤ 100% A (Sangat Baik)
75% ≤ B < 90% B (Baik)
Persentase skor total sis wa Kategori ke mampuan siswa
55% ≤ C < 75% C (Cukup)
40% ≤ D < 55% D (Kurang)
0% ≤ E < 40% E (Sangat Kurang)
b. Persentase Rata-Rata Tiap Indikator Kemampuan Berpikir Kritis
Untuk mengetahui kemampuan berpikir kritis matematis siswa dari tiap
indikator, dianalisis dengan tahapan sebagai berikut:
Masing- masing butir soal dikelompokkan sesuai dengan indikator
kemampuan berpikir kritis matematis.
Berdasarkan pedoman pensekoran yang telah dibuat, kemudian
dihitung jumlah skor tiap indikator. Selanjutnya dihitung
persentase-nya dengan rumus sebagai berikut:
Data hasil perhitungan di atas kemudian dikualifikasikan dengan
ketentuan pada table 3.1.
V. SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:
1. Selama proses belajar di kelas, siswa tergolong aktif dan tidak lamban dalam
pembelajaran menggunakan metode socrates. Hal tersebut ditunjukkan
antusias siswa dalam menjawab pertanyaan-pertanyaan dari guru pada setiap
pertemuan mulai dari pertanyaan yang sederhana sampai pertanyaan yang
sifatnya lebih kompleks.
2. Kemampuan berpikir kritis siswa kelas X6 SMA Negeri 15 Bandarlampung
tergolong ke dalam kriteria sedang. Hal ini terlihat dari rata-rata hasil belajar
siswa sebesar 66,28 dari 39 siswa.
3. Secara umum siswa memberikan respon yang positif terhadap pembelajaran
menggunakan metode socrates dengan pendekatan kontekstual yang
ditunjukkan dari sikap siswa pada hasil wawancara terhadap pengalaman
belajarnya.
4. Kemampuan berpikir kritis siswa sudah cukup baik, namun masih lemah
dalam hal evaluasi dan penarikan kesimpulan. Dari pembahasan diperoleh
antara lain: (a) kurangnya pemahaman terhadap masalah matematis, dan (b)
kurangnya ketekunan dan kegigihan siswa dalam mempelajari matematika.
B. Saran
Berdasarkan hasil penelitian dan kesimpulan yang diperoleh serta proses yang telah dilakukan, dapat dikemukakan saran sebagai berikut:
1. Metode pembelajaran socrates dengan pendekatan kontekstual dapat dijadikan
guru sebagai metode alternatif untuk mengajarkan matematika terlebih lagi
materi yang bisa dikatkan dengan kehidupan nyata. Selain dapat mengasah
kemampuan berpikitir kritis siswa, metode ini juga dapat meningkatkan minat
belajar siswa.
2. Kepada para peneliti yang akan melakukan jenis penelitian yang sama, disarankan untuk melakukan pengkajian aspek-aspek lain seperti pengkajian
terhadap lembar observasi, catatan lapangan, wawancara, jurnal harian, dan
angket agar dalam mendeskripsikan proses pembelajaran terlihat lebih jelas tindakan yang dilakukan.
3. Peneliti diharapkan melakukan uji soal tes yang akan digunakan, sehingga
soal tes lebih valid dan dapat benar-benar merepresentasikan kemampuan
berpikir kritis siswa.
4. Dalam melakukan pengamatan terhadap proses belajar dan menilai sikap serta
perkembangan siswa, sebaiknya peneliti sudah mengenal karakteristik objek
DAFTAR PUSTAKA
Depdiknas. 2002. Ringkasan Kegiatan Belajar Mengajar. Jakarta: Depdiknas.
Ennis, R. H. 1996. Critical Thinking. New Jersey: Prentice Hall.
Fitria, R. 2010. Pengaruh Pembelajaran Melalui Strategi Heuristik Terhadap Kemampuan Berpikir Kritis Siswa SMA. Skripsi. Bandung: UPI.
Gunowibowo, Pentatito. 2008. Efektivitas Pendekatan Realistik dalam Me-ningkatkan Kemampuan Menyelesaikan Soal Cerita dan Sikap Terhadap Matematika Ditinjau dari Kemampuan Awal Siswa Kelas IV SD di Kecamatan Purworejo Kabupaten Purworejo. Tesis. Surakarta: Universitas Sebelas Maret.
Johnson, David. W & Johnson, Robert, T. 2002. The Meaningful Assesing “A Manageable and Cooperative Process”. Allyn and Bacon.
Jones, et al. , 1994. Socratic. The Expert Educator.________________
Khotimah, T. H. 2011. Penerapan Model Pembelajaran Learning cycle 7EU ntuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa SMP. Skripsi. Bandung: UPI.
Krismanto, AL. 2003. Beberapa Teknik Model dan Strategi Dalam Pembelajarn Matematika. Yogyakarta: Pusat Penataran Guru Matematika.
Lathifah, L. N. 2011. Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif Tipe CO-OP Terhadap Peningkatan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa SMA Dalam Matematika. Skripsi. Bandung: UPI.
Miles, Matthew. B & Huberman, A. Michael. 1992. Analisis Data Kualitatif. Jakarta: UI-Press.
Permendiknas. 2006. Standar Isi. [Online]. Tersedia: http://www.kemdiknas .go.id/list_link/produk-hukum/peraturanmenteri/2006. 23 Agustus 2011.
Siswa dalam Belajar Materi Bangun Ruang Sisi Tegak di Kelas 1 SLTP Negeri 6 Sidoarjo. Denpasar: Universitas Udayana.
Sugiyono. 2009. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R & D. Bandung: Alfabeta.
Supinah. 2008. Pembelajaran Matematika SD dengan Pendekatan Kontekstual dalam Melaksanakan KTSP. Yogyakarta: Pusat Pengembangan dan Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan Matematika.
Surya, Moh .1981. Pengantar Psikologi Pendidikan. Bandung: IKIP Bandung.
Sutrisno, Bejo. 2011. Metode Socrates. [Online]. Tersedia:
http://mrbejo.com/page/39721/metode-socrates.html. 15 Maret2012.
Syukur, M. 2004. Pengembangan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa SMA dalam Pembelajaran Matematika. Thesis. Padang: UNP.
Wardhani, S. 2004. Pembelajaran Matematika Konstektual di SMP. Yogyakarta: Departemen Pendidikan Nasional.
125
RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN
(RPP)
JENJANG PENDIDIKAN : SMA
KELAS : X
MATA PELAJARAN : MATEMATIKA
POKOK BAHASAN : LOGIKA MATEMATIKA
ALOKASI WAKTU : 2 x 45 MENIT
PERTEMUAN KE- : 1
STANDAR KOMPETENSI
Menggunakan logika matematika dalam pemecahan masalah yang berkaitan dengan pernyataan majemuk dan pernyataan berkuantor.
KOMPETENSI DASAR
Memahami pernyataan dalam matematika dan ingkaran atau negasinya.
A.TUJUAN PEMBELAJARAN
1. Peserta didik dapat menjelaskan arti dan contoh dari pernyataan dan kalimat terbuka, serta menentukan nilai kebenaran suatu pernyataan.
2. Peserta didik dapat menentukan ingkaran atau negasi dari suatu pernyataan beserta nilai kebenarannya.
B.INDIKATOR
1. Menjelaskan arti dan contoh dari pernyataan dan kalimat terbuka, serta menentukan nilai kebenaran suatu pernyataan.
2. Menentukan ingkaran atau negasi dari suatu pernyataan beserta nilai kebenarannya
C.METODE DAN PENDEKATAN
Metode : Socrates
Pendekatan : Kontekstual
D.KEGIATAN PEMBELAJARAN
1. Pendahuluan
a. Guru membuka pertemuan dengan mengucapkan salam.
b. Guru memperkenalkan diri dan menjelaskan tujuan pembelajaran. c. Guru memberikan motivasi mengenai materi Logika. Apabila materi ini
dikuasai dengan baik, maka peserta didik diharapkan dapat menjelaskan arti dan contoh dari pernyataan dan kalimat terbuka, menentukan nilai kebenaran suatu pernyataan, serta dapat menentukan ingkaran atau negasi dari suatu pernyataan beserta nilai kebenarannya.
2. Kegiatan Inti:
a. Guru memberikan kalimat sebagai berikut: Jakarta adalah Ibukota Indonesia
Jakarta kota yang indah
b. Guru memberi waktu 3 menit pada siswa untuk mendiskusikan apa yang dapat mereka simpulkan dari kalimat di atas. Hasil jawaban siswa diprediksi sebagai berikut.
Prediksi I : Siswa menyimpulkan sesuai jawaban yang diharapkan. Prediksi II : Siswa menyimpulkan dengan berbagai kalkulasi. Prediksi III : Siswa tidak menjawab sama sekali.
HLT I
Guru menggali keyakinan jawaban siswa untuk membuatnya lebih yakin akan hasil pemikirannya melalui pertanyaan-pertanyaan Socrates seperti:
Pertanyaan Klarifikasi:
Bisakah anda memperjelas jawaban anda?
Apakah selalu tepat begitu?
Pertanyaan tentang asumsi:
Bagaimana jika kalimat yang anda bilang benar itu belum tentu benar untuk orang lain?
HLT II
Guru menggali keyakinan jawaban siswa dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan Socrates yang diberikan sebagai berikut:
Pertanyaan Klarifikasi:
Bisakah anda uraikan lagi hasil kesimpulan anda?
Kenapa anda bisa menyimpulkan demikian?
HLT III
Guru memberikan pertanyaan-pertanyaan Socrates untuk mengetahui berpikirnya siswa serta hal yang membuat ia tidak menjawab.
Pertanyaan Klarifikasi:
Apa yang membuat anda bingung atau ragu untuk menjawab?
Apa saja yang anda ketahui dari kalimat tersebut?
Menurut anda, apakah perbedaan dari setiap kalimat yang diberikan?
Apakah pertanyaannya kurang jelas?
c. Guru bersama-sama siswa menyimpulkan apa yang dimaksud dengan pernyataan dan bukan pernyataan serta nilai kebenarannya.
d. Guru memberi persoalan yang berkaitan dengan kalimat terbuka sebagai berikut:
Siswa diberikan kesempatan untuk mendiskusikannya dengan teman sebangku apa yang dimaksud dengan kalimat terbuka dari soal di atas. e. Setelah selesai berdiskusi, guru memberikan pertanyaan-pertanyaan
Socrates untuk menguji keyakinan siswa sebagai berikut. Pertanyaan klarifikasi:
127
Apakah kalimat tersebut punya nilai kebenaran?
Apa yang dimaksud kalimat terbuka?
Bisakah dijelaskan lebih rinci lagi?
Mengapa anda mengatakan demikian?
Pertanyaan tentang alasan atau bukti:
Apa alasan anda sehingga memberi pernyataan seperti itu?
Hal apa yang memperkuat jawaban anda tadi?
Pertanyaan tentang asumsi:
Bagaimana jika variable x diganti dengan nilai 1 dan 3?
f. Guru memberikan stimulus tentang negasi (ingkaran) suatu pernyataan. g. Guru memberikan persoalan sebagai berikut:
Siswa diminta untuk mencari negasi dari kalimat tanya di atas dengan teman sebangku.
h. Setelah selesai berdiskusi, guru memberi kesempatan pada siswa untuk bertanya dan mengajukan pertanyaan-pertanyaan Socrates seperti langkah-langkah sebelumnya sebagai berikut.
Pertanyaan klarifikasi:
Apa negasi dari kalimat tanya di atas?
Kenapa bisa begitu?
Bisa anda jelaskan lagi apa itu negasi?
Menurut anda, yang punya negasi itu kalimat atau nilainya?
Pertanyaan asumsi:
Apa kalimat tanya punya nilai kebenaran?
Bagaimana jika pendapat anda tentang nilai kebenaran kalimat tanya tersebut tidak sama dengan pendapat orang lain?
i. Guru dan siswa bersama-sama menyimpulkan hasil diskusi.
j. Guru membentuk siswa menjadi beberapa kelompok heterogen berdasarkan nilai matematika yang diperoleh pada ujian semester ganjil tahun pelajaran 2012/2013, yang masing-masing kelompok beranggotakan 4 orang.
k. Guru membagikan Lembar Aktifitas Siswa (LAS) dan siswa menjawab tugas-tugas pada lembar aktivitas siswa. Hasil diskusi tersebut ditulis dan di presentasikan di depan kelas.
Sebelum aktivitas siswa dilaksanakan, maka dibuat prediksi respon siswa yang mungkin muncul beserta antisipasi pembelajarannya. Prediksi respon siswa dan antisipasi pembelajaran itu dibedakan atas 3 kemampuan siswa, yaitu tinggi, sedang, dan rendah, yaitu:
Kemampuan siswa
Prediksi Respon Siswa
Tinggi Dapat menjelaskan pengertian dan ciri-ciri pernyataan, kalimat terbuka dan ingkaran suatu pernyataan. Serta dapat menyajikan data dalam berbagai cara yang mungkin.
Sedang Dapat menjelaskan pengertian dan ciri-ciri pernyataan, kalimat terbuka dan ingkaran suatu pernyataan tapi masih salah dalam menyajikan data dalam berbagai cara yang mungkin.
Rendah Dapat menjelaskan pengertian dan ciri-ciri pernyataan, kalimat terbuka dan ingkaran suatu pernyataan. Serta belum dapat menyajikan data dalam berbagai cara yang mungkin.
Guru membuat antisipasi pembelajarannya, yaitu:
Kemampuan siswa
Antisipasi Pembelajaran
Tinggi Memberikan penguatan kepada siswa akan pentingnya logika matematika dalam kehidupan sehari-hari
Sedang Memberikan penguatan kepada siswa akan pentingnya logika matematika dalam kehidupan sehari-hari
Rendah 1.Mengarahkan siswa melalui pertanyaan-pertanyaan Socrates untuk mengeksplor karakteristik data. 2.Mengarahkan siswa melalui pertanyaan-pertanyaan
Socrates agr dapat menyajikan data dalam berbagai cara yang mungkin.
3. Penutup
a. Guru meminta perwakilan kelompok untuk memberikan laporannya (lisan dan tertulis).
b. Guru membimbing siswa membuat rangkuman dari hasil-hasil yang diperoleh selama aktivitas pembelajaran.
c. Guru mengakhiri pembelajaran dengan mengucapkan salam.
E.SUMBER/ ALAT/ MEDIA
Media : LCD atau OHP
Sumber : Lembar Aktivitas Siswa (LAS) dan Hand-Out, buku paket siswa
Alat :
Bandarlampung, Januari 2013
Guru mitra, Praktikan,
129
RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN
(RPP)
JENJANG PENDIDIKAN : SMA
KELAS : X
MATA PELAJARAN : MATEMATIKA
POKOK BAHASAN : LOGIKA MATEMATIKA
ALOKASI WAKTU : 2 X 45 MENIT
PERTEMUAN KE- : 2
STANDAR KOMPETENSI
Menggunakan logika matematika dalam pemecahan masalah yang berkaitan dengan pernyataan majemuk dan pernyataan berkuantor.
KOMPETENSI DASAR
Menentukan nilai kebenaran dari suatu pernyataan majemuk dan pernyataan berkuantor.
A.TUJUAN PEMBELAJARAN
1. Peserta didik dapat menentukan nilai kebenaran dari suatu pernyataan majemuk berbentuk konjungsi, disjungsi, implikasi, dan biimplikasi.
2. Peserta didik dapat menentukan ingkaran atau negasi dari suatu pernyataan majemuk berbentuk konjungsi, disjungsi, implikasi, dan biimplikasi.
B.INDIKATOR
1. Menentukan nilai kebenaran dari suatu pernyataan majemuk berbentuk konjungsi, disjungsi, implikasi, dan biimplikasi.
2. Menentukan ingkaran atau negasi dari suatu pernyataan majemuk berbentuk konjungsi, disjungsi, implikasi, dan biimplikasi.
C.METODE DAN PENDEKATAN
Metode : Socrates
D.KEGIATAN PEMBELAJARAN
1. Pendahuluan
a. Guru membuka pelajaran dengan mengucapkan salam.
b. Guru menjelaskan tujuan pembelajaran dan mengingat kembali tentang pengertian pernyataan dan nilai kebenarannya.
c. Guru memberikan motivasi mengenai materi Logika Matematika dalam kehidupan sehari - hari yang mempunyai keterkaitan dengan pernyataan majemuk.
2. Kegiatan Inti
a. Guru memberi sebuah pernyataan sebagai berikut:
Saya suka berhitung.
b. Guru meminta siswa untuk menggabungkan dan dengan kata penghubung, “dan”, “atau”, “jika p maka q”, “sedemikian sehingga”. c. Guru memberi waktu pada siswa untuk menjawab masalah di atas.
Setelah selesai menuliskan jawabannya, siswa diminta menjelaskan makna setiap kalimat yang telah diberi kata hubung di atas.
d. Guru menguji keyakinan siswa dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan Socrates sebagai berikut.
Pertanyaan Klarifikasi:
Bisakah anda menjelaskan makna pernyataan majemuk yang di-buat?
Apakah selalu tepat begitu?
Apakah perbedaan dari setiap pernyataan majemuk yang anda buat?
Bagaimana anda bisa merumuskan seperti itu?
e. Guru memberi contoh data dalam bentuk informasi sebagai berikut:
Pernyataan Konjungsi
jika dua pernyataan dan digabungkan dengan kata penghubung “dan” maka pernyataan yang terbentuk dinamakan konjungsi, misal :
saya suka berhitung bernilai benar
saya suka matematika bernilai benar
Kemudian guru memberi penjelasan tentang nilai kebenaran pernyataan majemuk konjungsi dan bernilai benar (B) jika kedua komponennya bernilai benar. Dilanjutkan dengan penjelasan pernyataan majemuk disjungsi dan nilai kebenarannya.
f. Guru membagi siswa dalam kelompok-kelompok tugas untuk mengerjakan LAS.
g. Guru membagikan LAS dan membimbing siswa dalam menjawab tugas-tugas pada LAS.
Berikut salah satu persoalan yang diberikan:
h. Salah satu kelompok diberikan kesempatan untuk mempresentasikan hasil diskusinya.
i. Guru mengklarifikasi hasil diskusi siswa dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan Socrates sebagai berikut:
p : Hari hujan
q : Arya membawa payung
p q : Jika hari hujan, maka Arya membawa payung
Bilamanakah pernyataan di atas akan bernilai benar atau salah untuk empat kasus berikut jika setiap pernyataan di atas bernilai benar?
Kasus 1: Hari benar-benar hujan dan Arya benar-benar membawa payung.
Kasus 2: Hari benar-benar hujan namun Arya tidak membawa payung. Kasus 3: Hari tidak hujan namun Arya membawa paying