• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis kecukupan air di kebun belimbing manis (Averrhoa carambola L

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis kecukupan air di kebun belimbing manis (Averrhoa carambola L"

Copied!
114
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS KECUKUPAN AIR DI KEBUN

BELIMBING MANIS (

Averrhoa carambola

L

)

YANTO SURDIANTO

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi dengan judul: Analisis Kecukupan Air di Kebun Belimbing Manis (Averrhoa carambola L) adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.

Bogor, Juni 2012

(3)

ABSTRACT

YANTO SURDIANTO. Analysis of water sufficiency in a star fruit (Averrhoa Carambola L) orchads. Under supervision of BUDI INDRA SETIAWAN, PRASTOWO, ROEDHY POERWANTO, and SATYANTO KRIDO SAPTOMO.

Problem faced by star fruit farmers in Depok, West Java, is water availability relying only on rainfed which the quantity is always unevenly distributed in each year. The abundant water availability during the rainy season has not been optimally utilized so that water stress often occurs during the dry season. Therefore, research related to water conservation technique for optimum utilization of rain water and runoff for star fruit in that area was conducted. The objectives of the research were: 1) to develop water balance analytical model with and without runoff for the sweet star fruit orchard, 2) to find out the effectiveness of water harvest technique using infiltration canal and silt pit to control runoff and change soil water content at the star fruit orchard, and 3) to find out the relationship of evapotranspiration and star fruit productivity. In this experiment the water table was approximately 16 m from the soil surface, no irrigation was used and infiltration canals equipped with silt pits were constructed so that runoff component and contribution of water capillarity movement were zero. The research results showed that: 1) the water balance analytical model without runoff could nicely simulate the soil water content at the rooting zone with R2 of 0.83 and RSME of 0.001; 2) the water balance analytical model with runoff could nicely simulate the soil water content at the rooting zone with R2 of 0.82 and RSME of 0.007; 3) the water harvest technique was effective in controlling runoff which was indicated by the higher soil water content at the rooting zone ranging from 0.429 to 0.458 m3/m3 with an average of 0.452 m3/m3 as compared to control (with no water harvest technique) ranging from 0.362 to 0.458 m3/m3with an average of 0.417 m3/m3; 4) productivity of the star fruit increased with the increase of evapotranspiration as expressed by the following linear regression equation: Y = 0,299X – 13,93 with R2 of 0.74, F value of 5.56 at p~0.81, indicating that evapotranspiration had influence on the star fruit productivity.; and 5) with water harvest technique treatment (infiltration canal with silt pit), the value of soil water content at the star fruit orchard was in good condition for the growth and year-round production of the star fruit plants.

(4)

RINGKASAN

YANTO SURDIANTO. Analisis Kecukupan Air Di Kebun Belimbing Manis (Averrhoa Carambola L). Di bawah bimbingan BUDI INDRA SETIAWAN, PRASTOWO, ROEDHY POERWANTO, dan SATYANTO KRIDO SAPTOMO.

Kota Depok merupakan salah satu sentra pengembangan belimbing manis di Indonesia dengan potensi lahan yang relatif luas sekitar 135 ha. Produktivitas belimbing manis di wilayah ini masih belum optimal dan masih bisa ditingkatkan. Ketersediaan air merupakan kendala utama dalam budidaya belimbing manis di Kota Depok yang ditanam di lahan kering, yaitu di lahan kebun sekitar pemukiman atau di lahan pekarangan.

Ketersediaan air yang melimpah pada musim hujan belum dimanfaatkan secara optimal pada musim kemarau. Air hujan tidak selamanya efektif dapat dimanfaatkan tanaman, karena sebagian hilang berupa aliran permukaan (runoff), perkolasi dalam dan evaporasi. Karena itu, diperlukan metode aplikatif untuk memanfaatkan air hujan dan aliran permukaan seoptimal mungkin sehingga tanaman belimbing manis terhindar dari resiko penurunan hasil akibat cekaman air di musim kemarau.

Pembuatan saluran peresapan dan rorak merupakan salah satu alternatif untuk memanen air dan meningkatkan kadar air tanah tanah. Saluran peresapan adalah saluran yang dibuat pada sebidang lahan untuk menahan dan meresapkan aliran permukaan ke dalam tanah. Rorak adalah lubang yang dibuat di bidang olah dengan panjang dan lebar masing-masing 30-50 cm serta kedalaman 30-80 cm, digunakan untuk menampung aliran air permukaan. Tata letak rorak dan saluran peresapan hanya memanfaatkan ruang yang tersedia tanpa mengganggu fungsi utama lahan. Air yang masuk ke dalam rorak akan tergenang untuk sementara dan secara perlahan akan meresap ke dalam tanah, sehingga pengisian pori tanah oleh air akan lebih tinggi dan aliran permukaan dapat dikurangi. Karena itu, penelitian tentang analisis kecukupan air di kebun belimbing manis diperlukan untuk mengetahui efektivitas teknik panen air (saluran peresapan+rorak) dalam mengendalikan aliran permukaan dan perubahan kadar air tanah.

(5)

saluran peresapan yang dilengkapi rorak dikembangan model analisis kesetimbangan air tanpa dan dengan aliran permukaan.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa: 1) dihasilkan model analisis kesetimbangan air tanpa aliran permukaan dengan nilai tingkat kepercayaan (R2) yang relatif tinggi yaitu sebesar 0.83 dan nilai RSME sebesar 0.001. Nilai R2 yang relatif tinggi menunjukkan bahwa kinerja model relatif valid dalam mensimulasikan kadar air tanah di zona perakaran, 2) dihasilkan model analisis kesetimbangan air dengan aliran permukaan dengan nilai tingkat kepercayaan (R2) yang relatif tinggi yaitu sebesar 0.82 dan nilai RSME sebesar 0.007. Nilai R2 yang relatif tinggi menunjukkan bahwa kinerja model relatif valid dalam mensimulasikan perubahan kadar air tanah harian di zona perakaran, 3) teknik panen air (saluran peresapan+rorak) efektif mengendalikan aliran permukaan yang ditunjukkan oleh lebih tingginya kadar air tanah di zona perakaran tanaman yaitu sebesar 0.429-0.458 m3/m3 dengan rerata 0.452 m3/m3 dibandingkan tanpa teknik panen air yaitu sebesar 0.362-0.458 m3/m3 dengan rerata 0.417 m3/m3, 4) produktivitas belimbing manis meningkat dengan meningkatnya evapotranspirasi, dengan persamaan regresi linier Y = 0.299 X – 13.93 dan koefiseien determinasi R Square (r2) sebesar 0.74. Nilai F sebesar 5.56; p 0.81 artinya evapotranspirasi berpengaruh terhadap produktivitas belimbing manis, 5) dengan perlakuan teknik panen air kondisi ketersediaan air di kebun belimbing manis Kelurahan Pasir Putih Kecamatan Sawangan Kota Depok cukup untuk memenuhi kebutuhan air tanaman belimbing manis untuk tumbuh dan berproduksi sepanjang tahun

Teknik panen air (saluran peresapan+ rorak) diharapkan menjadi salah satu inovasi teknologi bagi petani belimbing manis untuk mengurangi masalah kekeringan di musim kemarau. Model Zoro ini sangat bermanfaat untuk menentukan langkah dan tindakan yang perlu dilakukan setelah mengetahui gambaran kadar air tanah disekitar perakaran secara keseluruhan.

(6)

©Hak Cipta milik IPB, tahun 2012

Hak Cipta dilindungi Undang-undang

1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan

atau menyebutkan sumber.

a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan

karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu

masalah.

b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB.

2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya

(7)

ANALISIS KECUKUPAN AIR DI KEBUN

BELIMBING MANIS (

Averrhoa carambola

L

)

YANTO SURDIANTO

Disertasi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor pada Program Studi Ilmu Keteknikan Pertanian

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(8)

Penguji luar pada Ujian Tertutup: Dr. Ir. M. Januar J Poerwanto, M.Sc Dr. Ir. Popy Redjekiningrum, M.Si

(9)

LEMBAR PENGESAHAN

Judul Penelitian : ANALISIS KECUKUPAN AIR DI KEBUN BELIMBING MANIS (Averrhoa carambola L)

Nama : Yanto Surdianto

Program Studi : Ilmu Keteknikan Pertanian

Disetujui

Komisi Pembimbing

Prof. Dr. Ir. Budi Indra Setiawan, M.Agr Ketua

Dr.Ir. Prastowo, M.Eng Anggota

Prof. Dr. Ir. Roedhy Poerwanto, M.Sc Anggota

Dr. Satyanto Krido Saptomo, STP, MSi Anggota

Ketua Program Studi Ilmu Keteknikan Pertanian

Dr.Ir.Wawan Hermawan, MS

Dekan Sekolah Pascasarjana IPB Sekretaris Program Doktor

Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc.Agr

(10)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan ke khadlirat Illahi Robbi, karena berkat Rakhmat dan KaruniaNya penulis dapat menyelesaikan penelitian dan disertasi ini. Disertasi dengan judul “Analisis Kecukupan Air di Kebun Belimbing Manis

(Averrhoa carambola L)” membahas tentang model pengelolaan aliran

permukaan yang berkaitan dengan ketersediaan air di sekitar perakaran tanaman untuk menanggulangi masalah kekurangan air di musim kemarau.

Pada kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada:

1. Prof. Dr. Ir. Budi Indra Setiawan, M.Agr selaku ketua komisi pembimbing dan Dr. Ir. Prastowo, M.Eng, Prof. Dr. Ir. Roedhy Poerwanto, serta Dr. Satyanto Krido Saptomo, STP, MSi selaku anggota komisi pembimbing atas bimbingan dan arahan kepada penulis melalui konsultasi dan diskusi dalam memahami substansi penelitian sampai pada penyelesaian disertasi ini.

2. Prof. Dr. Ir. Sriani Sujiprihati, MS (alm) atas bimbingan almarhumah, mudah-mudahan segala amal kebaikan beliau diterima di sisi Allah SWT

3. Kepala Badan Litbang dan Ketua Komis Pembinaan Tenaga Badan Litbang Kementrian Pertanian yang telah memberikan beasiswa, ijin, fasilitas dan kesempatan selama penulis tugas belajar di IPB.

4. Dr. Ir. Wawan Hermawan, M.S, selaku Ketua Program Studi Ilmu Keteknikan Pertanian IPB, atas kerjasama dan dorongan semangatnya selama penulis menyelesaikan pendidikan S3.

5. Teman-teman warga Wisma Wageningen: Dr. Ir. Gardjito, M.Sc, Dr. Ir Mieske Wydiarti, M.Sc, Fadli Irsyad, STP M.Si, Chusnul Arief, STP, M.Si, Sakti Muhammadiah, MT dan Ahmad Mulyawatulah, atas kebersamaan, persahabatan, bantuan dan dukungan serta dorongan semangat dalam penyelesaian disertasi ini.

6. Ibu tercinta Hj. Atikah, Bapak dan Ibu Mertua E. Sunardi dan Neni Nuraeni atas do’a dan kasih sayang, bimbingan, dukungan moril dan materil selama masa tugas belajar.

7. Istri tercinta Lia, dan anak-anak tersayang Firhan Maulana dan Rifat Fadhilah, atas kesabaran, pengorbanan, dan ketabahannya dalam mendampingi penulis selama masa tugas belajar yang sangat tidak mudah untuk ditempuh.

Semoga bimbingan, bantuan, dukungan, dan do’a dari berbagai pihak menjadi amal sholeh dan mendapatkan balasan yang setimpal dari Allah SWT. Akhirnya penulis berharap semoga disertasi ini dapat bermanfaat.

(11)

RIWAYAT HIDUP

(12)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... v

DAFTAR GAMBAR ... vi

DAFTAR LAMPIRAN ... viii

PENDAHULUAN ... 1

Latar Belakang ... 1

Perumusan Masalah ... 3

Tujuan Penelitian ... 4

Manfaat Penelitian ... 4

Kerangka Pemikiran ... 5

Kebaruan Penelitian (novelty) ... 8

TINJAUAN PUSTAKA... 9

Belimbing manis... 9

Prinsip Dasar Konservasi Air ... 10

Konsep Model Kesetimbangan Air ... 12

Air Tanah Tersedia ... 14

Menentukan Kadar Air Tanah di Lapangan ... 16

Pergerakan Air Tanah Pada Zone Perakaran ... 19

Perkolasi ke Bawah Zona Perakaran (DP ) ... 19

Kontribusi Air Bawah Tanah (GW) ... 20

Retensi Air Tanah ... 21

Evapotranspirasi ... 22

Infiltrasi ... 23

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Infiltrasi ... 24

Curah Hujan (P) dan Aliran Permukan (RO) ... 27

Pendugaan Aliran Permukaaan ... 28

METODE PENELITIAN ... 30

Tempat dan Waktu Penelitian ... 30

Bahan dan Alat Penelitian ... 30

(13)

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN ... 40

Letak Geografis dan Administrasi ... 40

Potensi Air Tanah ... 41

Iklim ... 43

Produktivitas Belimbing manis ... 47

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 49

Kondisi Iklim Selama Penelitian ... 49

Sifat Fisik Tanah ... 51

Perakaran Tanaman Belimbing Manis... 56

Perkembangan Bunga dan Buah Belimbing Manis ... 57

Model Analisis Kesetimbangan Air tanpa dan dengan Aliran Permukaan ... 58

Efektivitas Teknik Panen Air dalam Mengendalikan Aliran Permukaan dan Perubahan Kadar Air Tanah ... 62

Hubungan Evapotranspirasi dan Produktivitas ... 67

SIMPULAN DAN SARAN ... 72

Simpulan ... 72

Saran ... 73

DAFTAR PUSTAKA ... 74

(14)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1 Relief dan kelerengan Kelurahan Pasir Putih Kecamatan

Sawangan Kota Depok ... 40

Tabel 2 Rincian penggunaan lahan di Kelurahan Pasir Putih ... 40

Tabel 3 Hasil interpretasi survey geolistrik ... 42

Tabel 4 Produktivitas buah belimbing manis Kota Depok ... 48

Tabel 5 Presentase fraksi dan kelas tekstur ... 52

Tabel 6 Kadar air, air tersedia dan pori drainase ... 53

Tabel 7 Hasil dan kelas permeabilitas tanah ... 55

Tabel 8 Perakaran tanaman belimbing manis ... 56

Tabel 9 Hujan maksimum harian, peluang dan interval kejadian ... 65

(15)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1 Kerangka pikir penelitian ... 7

Gambar 2 Rorak pada perkebunan kopi rakyat ... 11

Gambar 3 Skema komponen kesetimbangan air tanah di lapangan ... 12

Gambar 4 Air tersedia di dalam tanah ... 15

Gambar 5 Saluran peresapan dan rorak ... 32

Gambar 6 Peta kontur dan posisi rorak di kebun penelitian ... 32

Gambar 7 Obrometer pengukur curah hujan dan logger Thermo Recorder type TR-72U pengukur suhu dan kelembaban selama penelitian ... 33

Gambar 8 Pangambilan tanah dengan ring sample... 33

Gambar 9 Pengukuran infiltrasi di lapangan dengan infiltrometer cincin ganda ... 34

Gambar 10 Pengukuran kedalaman perakaran ... 34

Gambar 11 Penghitungan tingkat kerapatan akar ... 34

Gambar 12 Tensiometer yang ditempatkan di lahan kebun penelitian ... 35

Gambar 13 Diagram alir model analisis kesetimbangan air tanpa aliran permukaan ... 38

Gambar 14 Diagram alir prosedur penelitian ... 39

Gambar 15 Grafik curah hujan rerata tahunan di Kelurahan, Pasir Putih, Kecamatan Sawangan, Kota Depok ... 43

Gambar 16 Pola curah hujan bulanan tahun 1998-2009 di Kelurahan Pasir Putih, Kecamatan Sawangan, Kota Depok ... 44

Gambar 17 Distribusi curah hujan dan evapotranspirasi rerata mingguan di Kelurahan Pasir Putih, Kecamatan Sawangan, Kota Depok ... 45

Gambar 18 Selisih laju hujan dengan evapotranspirasi Kelurahan Pasir Putih, Kecamatan Sawangan, Kota Depok ... 45

Gambar 19 Suhu udara dan radiasi tahun 1998-2009 di Kelurahan, Pasir Putih, Kecamatan Sawangan, Depok ... 46

Gambar 20 Grafik kelembaban udara relatif rerata bulanan tahun 2008-2009 di Kelurahan, Pasir Putih, Kecamatan Sawangan, Depok ... 47

(16)

Gambar 22 Pola curah hujan bulanan selama penelitian di Kelurahan

Pasir Putih, Kecamatan Sawangan, Depok ... 49

Gambar 23 Distribusi curah hujan dan evapotranspirasi rerata mingguan selama penelitian di Kelurahan Pasir Putih, Kecamatan Sawangan, Depok. ... 50

Gambar 24 Suhu udara selama penelitian di Kelurahan Pasir Putih, Kecamatan Sawangan, Depok ... 51

Gambar 25 Radiasi (Rs) harian selama penelitian di Kelurahan Pasir Putih, Kecamatan Sawangan, Depok ... 51

Gambar 26 Kurva retensi air tanah (pF) pada kedalaman tanah ... 54

Gambar 27 Grafik laju infiltrasi lokasi penelitian Kelurahan Pasir Putih, Kecamatan Sawangan, Depok ... 55

Gambar 28 Fase perkembangan bunga dan buah belimbing manis ... 58

Gambar 29 Kadar air tanah hasil simulasi dan pengukuran ... 59

Gambar 30 Validasi kadar air tanah dengan teknik panen air hasil model dan pengukuran ... 60

Gambar 31 Kadar air tanah hasil simulasi dan pengukuran ... 61

Gambar 32 Validasi kadar air tanah tanpa tanpa teknik panen air hasil model dan pengukuran ... 61

Gambar 33 Kadar air tanah dengan saluran peresapan+rorak (SPR) dan tanpa saluran+rorak (TSPR) ... 62

Gambar 34 Kadar air tanah dengan saluran peresapan+rorak (SPR) dan tanpa saluran peresapan+rorak (TSPR) ... 63

Gambar 35 Grafik Hubungan antara curah hujan dan volume aliran permukaan pada durasi hujan berbeda ... 66

Gambar 36 Aliran permukaan selama penelitian ... 66

Gambar 37 Grafik hubungan antara epavotranspirasi dengan produktivitas ( = 1.13) ... 68

Gambar 38 Pola panen buah belimbing manis dengan teknik panen air ... 71

Gambar 39 Tanaman belimbing manis pada kondisi cukup air ... 71

(17)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1 Prosedur pengukuran infiltrasi menggunakan

infiltrometer cincin ganda. ... 82

Lampiran 2 Angka CN (curve number) untuk kondisi AMC (antecedent moisture content) II (kondisi rata-rata) ... 83

Lampiran 3 Grup hidrologi tanah (hydrolic soil group) ... 84

Lampiran 4 Tampilan program model zorro ... 85

Lampiran 5 Scrif pemprograman VBA ... 85

Lampiran 6 Kadar air tanah di zona perakaran dengan saluran peresapan+rorak tahun 1998 ... 87

Lampiran 7 Kadar air tanah di zona perakaran dengan saluran peresapan+rorak tahun 1999 ... 87

Lampiran 8 Kadar air tanah di zona perakaran dengan saluran peresapan+rorak tahun 2000 ... 87

Lampiran 9 Kadar air tanah di zona perakaran dengan saluran peresapan+rorak tahun 2001 ... 88

Lampiran 10 Kadar air tanah di zona perakaran dengan saluran peresapan+rorak tahun 2002 ... 88

Lampiran 11 Kadar air tanah di zona perakaran dengan saluran peresapan+rorak tahun 2003 ... 88

Lampiran 12 Kadar air tanah di zona perakaran dengan saluran peresapan+rorak tahun 2004. ... 89

Lampiran 13 Kadar air tanah di zona perakaran dengan saluran peresapan+rorak tahun 2005. ... 89

Lampiran 14 Kadar air tanah di zona perakaran dengan saluran peresapan+rorak tahun 2006 ... 89

Lampiran 15 Kadar air tanah di zona perakaran dengan saluran peresapan+rorak tahun 2007 ... 90

Lampiran 16 Kadar air tanah di zona perakaran dengan saluran peresapan+rorak tahun 2008 ... 90

Lampiran 17 Kadar air tanah di zona perakaran dengan saluran peresapan+rorak tahun 2009 ... 90

Lampiran 18 Kadar air tanah di zona perakaran dengan saluran peresapan+rorak tahun tahun 1998 ... 91

(18)

Lampiran 20 Kadar air tanah di zona perakaran tanpa saluran

peresapan+rorak tahun 2000... 91 Lampiran 21 Kadar air tanah di zona perakaran tanpa saluran

peresapan+rorak tahun 2001... 92 Lampiran 22 Kadar air tanah di zona perakaran tanpa saluran

peresapan+rorak tahun 2002... 92 Lampiran 23 Kadar air tanah di zona perakaran tanpa saluran

peresapan+rorak tahun 2003... 92 Lampiran 24 Kadar air tanah di zona perakaran tanpa saluran

peresapan+rorak tahun 2004... 93 Lampiran 25 Kadar air tanah di zona perakaran tanpa saluran

peresapan+rorak tahun 2005... 93 Lampiran 26 Kadar air tanah di zona perakaran tanpa saluran

peresapan+rorak tahun 2005... 93 Lampiran 27 Kadar air tanah di zona perakaran tanpa saluran

peresapan+rorak tahun 2006. ... 94 Lampiran 28 Kadar air tanah di zona perakaran tanpa saluran

peresapan+rorak tahun 2007. ... 94 Lampiran 29 Kadar air tanah di zona perakaran tanpa saluran

peresapan+rorak tahun 2008. ... 94 Lampiran 30 Kadar air tanah di zona perakaran tanpa saluran

(19)
(20)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Belimbing manis (Averrhoa carambola L) merupakan tanaman buah tropik dengan kandungan gizi yang cukup tinggi sebagai sumber vitamin A dan C. Di samping sebagai sumber nutrisi bagi tubuh manusia, oleh masyarakat Cina diyakini sebagai tanaman obat yang berkhasiat menurunkan tekanan darah, memperlancar pencernaan menurunkan kolesterol dan membersihkan usus (Supriati et al. 2004). Dalam industri rumah tangga dapat digunakan untuk berbagai keperluan, mulai dari buah segar, manisan buah, jam, jeli, serta minuman dalam bentuk jus (Ditjen BPPHP 2002).

Belimbing manis berpotensi untuk dikembangkan karena memiliki nilai ekonomi yang cukup tinggi. Harga belimbing manis di tingkat petani saat ini sekitar Rp 5 000-8 000 per kg, sedangkan di pasar tradisional atau pasar swalayan harganya bisa mencapai Rp 10 000-Rp12 000 per kg. Tanaman belimbing manis yang sudah produktif dengan umur lebih dari 4 tahun dapat menghasilkan buah sekitar 600-900 buah/pohon/tahun dengan rerata berat buah 250-300 gram/buah atau sekitar 180-270 kg/pohon/tahun (Badan Litbang Pertanian 1999).

Prospek pemasaran belimbing manis di dalam negeri diperkirakan makin baik sejalan dengan bertambahnya jumlah penduduk dan kesadaran masyarakat akan pentingnya kecukupan gizi dari buahan. Tingkat konsumsi buah-buahan per kapita penduduk Indonesia diperkirakan sekitar 32.67 kg per tahun (Susenas 2010), sedangkan untuk mencapai kecukupan gizi sesuai dengan anjuran FAO ditargetkan rata-rata konsumsi buah 65.75 kg per kapita per tahun. Salah satu jenis buah potensial yang mudah dibudidayakan untuk mendukung pencapaian target tersebut adalah belimbing manis.

(21)

demikian, produksi dan produktivitasnya saat ini masih belum optimal, hanya berproduksi 2-3 kali setahun terutama pada musim hujan dengan rerata produktivitas sebesar 143.07 kg/pohon/tahun atau 57.23 ton/ha/tahun (Distan Kota Depok 2010) .

Ketersediaan air merupakan kendala utama dalam budidaya belimbing manis di Kota Depok yang ditanam di lahan kering, yaitu di lahan kebun sekitar pemukiman atau di lahan pekarangan . Kepas (1988) menyatakan bahwa, lahan kering merupakan sebidang tanah yang dapat digunakan untuk usaha pertanian dengan menggunakan air secara terbatas hanya dari curah hujan. Las et al. (1991) membagi lahan kering menjadi lahan kering beriklim basah dan lahan kering beriklim kering. Lahan kering beriklim basah adalah lahan dengan curah hujan >2 000 mm per tahun dengan masa tanam sistem tadah hujan >6 bulan, sedangkan lahan kering beriklim kering adalah lahan dengan curah hujan <2 000 mm per tahun dan masa tanam < 6 bulan. Distribusi dan intensitas hujan yang tidak merata dan tidak menentu menyebabkan sering terjadi kekurangan pada musim kemarau dan kelebihan air.

Ketersediaan air yang melimpah pada musim hujan belum dimanfaatkan secara optimal pada musim kemarau. Sumber air terdekat untuk irigasi lokasinya relatif jauh sekitar 1-2 km dari kebun. Sementara itu, air yang tersedia lebih diutamakan untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga, sehingga terjadi kompetisi pemakaian air dengan usaha pertanian. Oleh karena itu, diperlukan teknik konservasi air melalui pengelolaan air hujan dan aliran permukaan, agar tanaman belimbing manis terhindar dari resiko penurunan hasil akibat cekaman air. Teknik konservasi air yang dapat diterapkan dalam upaya pemanenan air hujan dan aliran permukaan adalah saluran peresapan dan rorak.

(22)

tanah, sehingga pengisian pori tanah oleh air akan lebih tinggi dan aliran permukaan dapat dikurangi (Agus dan Ruijter 2004).

Oleh karena itu, penelitian tentang analisis kecukupan air di kebun belimbing manis diperlukan untuk mengetahui efektivitas teknik panen air (saluran peresapan+rorak) dalam mengendalikan aliran permukaan dan perubahan kadar air tanah dengan melakukan analisis agroklimat dikaitkan dengan tanah dan tanaman, sehingga menjadi informasi yang lebih aplikatif untuk menekan risiko penurunan hasil akibat kekeringan (cekaman air) di musim kemarau.

Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian di atas maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut: a. Terjadi penurunan produksi dan produktivitas buah belimbing manis pada

musim kemarau.

b. Ketersediaan air tampaknya melimpah pada periode musim hujan, dan terjadi kelangkaan air pada musim kemarau.

c. Air hujan dan aliran permukaan belum dimanfaatkan secara optimal.

d. Belum ada penelitian lapangan yang sudah dilaksanakan di kebun belimbing manis terutama sekali dalam hubungannya dengan ketersediaan, kebutuhan air.

Penelitian ini berusaha untuk mengoptimalkan pemanfaatan air hujan dan menghilangkan aliran permukaan dengan teknik panen air (saluran peresapan+rorak. Aspek penting yang perlu diperhatikan dalam optimalisasi pemanfaatan air hujan dan aliran permukaan adalah air dapat meresap ke dalam tanah, agar kadar air tanah di sekitar perakaran selalu berada pada kisaran yang tersedia bagi tanaman, yaitu kadar air tanah antara kapasitas lapang dan titik layu permanen.

(23)

menunjukkan keseimbangan antara jumlah air yang masuk ke, yang tersedia di, dan yang ke luar dari suatu sistem (sub sistem) tertentu.

Penelitian tentang analisis kecukupan air di kebun belimbing manis menjadi sangat penting untuk dilakukan, sehingga dihasilkan suatu model pengelolaan aliran permukaan dalam konsep kesetimbangan air (Zerro runoff model in water

balance) dan kadar air tanah di sekitar perakaran berada dalam kondisi yang

cukup untuk tanaman tumbuh dan berproduksi.

Tujuan Penelitian

Secara umum penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat kecukupan air di kebun belimbing manis dengan mengoptimalkan pemanfaatan air hujan dan aliran permukaan di kebun belimbing manis.

Tujuan khusus dari penelitian ini adalah:

1) Mendapatkan model analisis kesetimbangan air tanpa dan dengan aliran permukaan di kebun belimbing manis.

2) Mengetahui efektivitas teknik panen air (saluran peresapan dan rorak) dalam mengendalikan aliran permukaan dan perubahan kadar air tanah di kebun belimbing manis.

3) Mengetahui hubungan evapotranspirasi dengan produktivitas belimbing manis.

Manfaat Penelitian

Manfaat hasil penelitian analisis kecukupan air di kebun belimbing manis selama siklus produktif ini adalah sebagai berikut:

a) Dihasilkan inovasi teknologi baru untuk petani dalam pengelolaan air hujan dan aliran permukaan di kebun belimbing manis untuk menekan penurunan hasil akibat cekaman air di musim kemarau.

b) Sebagai bahan referensi dalam penelitian lebih lanjut terutama dalam bidang pengelolaan air di kebun belimbing manis.

(24)

Kerangka Pemikiran

Dalam upaya mempertahankan dan meningkatkan produktivitas lahan, Faktor kelangkaan air (water scarcity) menjadi faktor pembatas yang perlu ditanggulangi dalam upaya mempertahankan dan meningkatkan produktivitas lahan untuk menunjang keberlanjutan sistem usahatani di lahan kering. Air merupakan salah satu komponen penting yang dibutuhkan oleh tanaman tahunan maupun semusim untuk tumbuh, berkembang dan berproduksi. Jika tanaman mengalami stres air, maka pertumbuhan dan produksinya akan turun. Penurunan ini akan semakin tajam jika kejadian iklim dan cuaca yang mengganggu terjadi pada saat fase pertumbuhan tanaman peka terhadap ketersediaan air. Kondisi tersebut jika terjadi pada intensitas yang tinggi dan daerah yang luas akan menurunkan produksi dalam jumlah yang besar.

Sistem panen hujan dan aliran permukaan merupakan teknologi alternatif yang dapat berfungsi mengurangi banjir pada musim hujan dan menyediakan air bagi tanaman pada musim kemarau. Berbagai usaha panen hujan dapat dilaksanakan tanpa perlu mengorbankan lahan untuk kepentingan yang utama seperti permukiman dan lahan pertanian. Pemanfaatan saluran peresapan yang dilengkapi dengan rorak merupakan alternatif untuk memanen air dan meningkatkan kadar air tanah. Air hujan yang tertampung pada rorak dapat menimbulkan aliran lateral (seepage) dan infiltrasi yang tertunda, sehingga ketersediaan air dalam tanah dapat bertahan lebih lama.

Air yang dapat diserap tanaman adalah air yang berada dalam pori-pori tanah di lapisan perakaran. Lapisan perakaran sebagai ruang simpanan (reservoir) yang menyimpan air dapat diisi ulang melalui peristiwa masuknya air dari tempat lain, misalnya hujan, irigasi, aliran lateral atau aliran ke atas (kapiler). Masuknya air hujan dan irigasi ke lapisan perakaran melalui peristiwa yang disebut infiltrasi. Aliran air masuk dan ke luar lapisan perakaran ini dinamakan siklus air. Besaran tiap komponen siklus dapat diukur dan digabungkan satu dengan yang lain sehingga menghasilkan neraca air atau kesetimbangan air.

Model analisis kesetimbangan air tanpa aliran permukaan (Zerro runoff

(25)

di kebun belimbing manis akibat perlakuan teknik panen air dengan saluran peresapan yang dilengkapi rorak. Kesetimbangan air dapat didefinisikan sebagai selisih antara jumlah air yang diterima oleh tanaman dan kehilangan air dari tanaman dan tanah melalui proses evapotranspirasi. Hillel (1972) menyatakan bahwa pengelolaan lahan kering melalui analisis kesetimbangan air merupakan sesuatu yang penting karena kesetimbangan air merupakan perincian tentang semua masukan, keluaran, dan perubahan simpanan air yang terdapat pada suatu lahan. Analisis kesetimbangan air berguna untuk menetapkan jumlah air yang terkandung di dalam tanah yang menggambarkan perolehan air (surplus atau defisit) dari waktu ke waktu. Selain itu, kesetimbangan air dapat digunakan sebagai masukan atau pertimbangan dalam peramalan produksi, klasifikasi iklim suatu daerah, dan pengaturan air irigasi (Chang 1974).

Analisis kesetimbangan air merupakan salah satu informasi penting untuk menentukan langkah kegiatan usaha tani dari hari ke hari. Penyusunan kesetimbangan air di suatu tempat dan pada suatu lahan dimaksudkan untuk mengetahui jumlah air yang diperoleh sehingga dapat diupayakan pemanfaatannya sebaik mungkin. Jumlah air yang dibutuhkan atau yang digunakan tanaman tergantung dari beberapa faktor lingkungan (iklim dan tanah) serta tanaman (jenis, pertumbuhan dan fase perkembangan).

Natsir (1999) mengemukakan bahwa analisis kesetimbangan air memerlukan input data curah hujan (CH), evapotranspirasi potensial (ETP), kandungan air tanah pada kapasitas lapang (KL), dan kandungan air pada titik layu permanen (TLP). Output dari kesetimbangan air adalah keadaan dari sistem yang ditinjau dalam bentuk pernyataan defisit dan surplus. Curah hujan, laju evapotranspirasi, kedalaman perakaran dan sifat fisik tanah melalui analisis tanah akan menentukan periode surplus dan defisit air tanah. Defisit terjadi apabila kadar air tanah berkurang sampai di bawah titik layu permanen, dan sebaliknya disebut surplus bila berada di atas kapasitas lapang. Dengan mengetahui periode surplus dan defisit air tanah dapat merencanakan irigasi yang baik.

(26)

Gambar 1 Kerangka pikir penelitian LAHAN KEBUN BELIMBING MANIS

Curah Hujan

Evaporasi

Evaporasi

Transpirasi Intersepsi

Jatuh langsung ke permukaan tanah

SIMPANAN AIR BAWAH PERMUKAAN

Aliran permukaan (run off)

KONSERVASI AIR

(zerro runoff)

Saluran peresapan + Rorak

Simpanan Permukaan

Infiltrasi tertunda

Seepage

Infiltrasi langsung

Model pengelolaan aliran permukaan dalam konsep kesetimbangan air

(Zerro runoff model in water balance)

Dinamika perubahan kadar air tanah harian

(defisit+surplus)

KESIMPULAN Iklim (CH, Suhu, RH,

Ra, Kec Angin)

Tanaman (Produksi,

Evpotranspirasi, kedalaman perakaran, luas lahan)

Sifat fisik dan

hidrolika tanah

(27)

Kebaruan Penelitian (novelty)

Penelitian tentang analisis kecukupan air di kebun belimbing manis belum pernah dilakukan di Indonesia terutama di Kota Depok. Tingkat kecukupan air dikebun belimbing dengan dengan melakukan analisis agroklimat dikaitkan dengan tanah dan tanaman penting untuk diketahui sehingga menjadi informasi yang lebih aplikatif untuk menekan risiko penurunan hasil akibat kekeringan (cekaman air) di musim kemarau. Dengan dilakukannya penelitian ini, akan diketahui tingkat ketersediaan air tanah di kebun belimbig dengan memanfaatkan air hujan secara optimal dengan cara membuat saluran peresapan yang dilengkapi dengan rorak, sehingga aliran permukaan menjadi tidak ada (nol).

Pemanfaatan saluran peresapan yang dilengkapi rorak dalam upaya pemanenan air hujan dan aliran permukaan sudah banyak dilakukan, tetapi pada kemiringan lahan yang mengarah ke satu arah. Dalam penelitian ini saluran peresapan dibuat tidak mengarah ke satu arah tetapi mengikuti ketinggian permukaan tanah atau mengikuti aliran air pemukaan di lapangan yang dibuat secara bertahap sampai tidak terjadi aliran permukaan yang mengalir ke luar kebun dan genangan air di permukaan tanah.

Dalam penelitian ini dihasilkan:

1) Model analisis kesetimbangan air tanpa dan dengan aliran permukaan di kebun belimbing manis, dengan kinerja model yang relatif valid dalam mensimulasikan perubahan kadar air tanah harian di zona perakaran,

2) Koefisien  (faktor respon hasil tanaman belimbing terhadap stress air) yang belum pernah diteliti sebelumnya.

3) Koefisien a dan b (faktor koreksi untuk curah hujan dan evapotranspirasi tanaman belimbing) yang belum pernah diteliti sebelumnya.

4) Grafik hubungan antara curah hujan dan volume aliran permukaan yang dapat dijadikan acuan dalam rancangan kafasitas saluran peresapan dan rorak pada kebun belimbing manis yang terletak pada suatu daerah tangkapan hujan

(catchment area) tertentu.

(28)

TINJAUAN PUSTAKA

Belimbing manis

Belimbing manis merupakan tanaman buah berupa pohon yang berasal dari kawasan Malaysia, kemudian menyebar luas ke berbagai negara yang beriklim tropis lainnya di dunia termasuk Indonesia. Pada umumnya belimbing manis ditanam dalam bentuk kultur pekarangan (home yard gardening), yaitu sebagai usaha sambilan sebagai tanaman peneduh di halaman-halaman rumah.

Hampir semua jenis tanah yang digunakan untuk pertanian cocok untuk tanaman belimbing manis. Tanahnya subur, gembur, banyak mengandung bahan organik, aerasi dan drainasenya baik. Derajat keasaman tanah (pH tanah) yang baik untuk tanaman belimbing manis yaitu antara 5.5–7.5. Pertumbuhannya akan semakin baik jika ditanam di dataran rendah sampai ketinggian 500 m di atas permukaan laut (dpl). Tanaman belimbing manis banyak membutuhkan air sepanjang hidupnya tetapi kurang menyukai air tergenang. Curah hujan ideal yang dibutuhkan berkisar 2 000-2 500 mm/tahun, dengan komposisi bulan basah dan bulan kering berturut-turut adalah 5-7 bulan basah dan 4-6 bulan kering. Bila curah hujan terlalu tinggi, menyebabkan gugurnya bunga dan buah, sehingga produksinya akan rendah. Belimbing manis merupakan tanaman yang tumbuh baik dalam keadaan terbuka dan mendapat sinar matahari minimum 7 jam per hari dengan intensitas penyinaran 45-50%, namun juga toleran terhadap naungan, serta suhu optimum berkisar antara 20-30 oC (Direktorat Tanaman Buah 2004).

Belimbing manis dapat berbunga dan berbuah sepanjang tahun dan tidak mengenal musim. Buah menjadi masak 90-110 setelah anthesis yang dipengaruhi oleh faktor lingkungan dan iklim. Di dataran rendah yang iklimnya basah umur petik biasanya 35-60 hari setelah pembungkusan buah atau 65-90 hari setelah bunga mekar. Belimbing manis harus dipetik setelah matang di pohon karena tidak diperam (non-klimaterik). Belimbing manis dapat berbunga dan berbuah sepanjang tahun (Samson 1992).

(29)

mempunyai akar tunggang dan memiliki akar samping yang banyak. Akarnya cukup kuat tetapi tidak terlalu dalam sekitar 1.5  2 m (Tjitrosoepomo 1996).

Prinsip Dasar Konservasi Air

Agar air hujan lebih banyak masuk ke dalam tanah dan aliran permukaan lebih terkendali, perlu dilakukan konservasi air. Aliran permukaan merupakan komponen penting dalam hubungannya dengan konservasi air (Troeh et al. 1991; Arsyad 2000). Oleh sebab itu tindakan- tindakan yang berhubungan dengan pengendalian dan pengelolaan aliran permukaan dapat diformulasikan dalam strategi konservasi air. Konservasi air pada prinsipnya adalah penggunaan air hujan yang jatuh ke tanah seefisien mungkin dan pengaturan waktu aliran yang tepat, sehingga tidak terjadi banjir pada musim hujan dan terdapat cukup air pada musim kemarau. Namun dalam konteks pemanfaatan,

Agus et al. (2002) mengemukakan bahwa penggunaan air hujan yang jatuh ke

permukaan tanah secara efisien merupakan tindakan konservasi air.

(30)

Konservasi air dapat dilakukan dengan mengurangi penguapan air melalui evaporasi dengan meningkatkan penutupan tanah dengan mulsa (Abdurachman dan Sutono 2002). Selanjutnya Arsyad (2000) aliran permukaan hanya dapat diatur dengan memperbesar kamampuan tanah menyimpan air melalui perbaikan kapasitas infiltrasi tanah, dengan depresi-depresi dan tanaman penutup tanah yang lebat atau sisa-sisa tanaman yang menutupi tanah. Tetapi yang terpenting dalam hal ini adalah kapasitas infiltrasi.

Beberapa teknik konservasi air yang dapat diterapkan dalam upaya pemanenan air hujan dan aliran permukaan adalah pembuatan saluran peresapan, rorak, mulsa vertikal, embung, dan sistem drainase.

Saluran peresapan adalah saluran yang dibuat untuk menahan aliran permukaan agar air dapat meresap ke dalam tanah. Rorak adalah tempat penampungan dan peresapan air yang dibuat di bidang olah atau di saluran peresapan, untuk memperbesar resapan air ke dalam tanah dan menampung tanah tererosi. Umumnya rorak berukuran panjang 0.5-1 m, lebar 25-50 cm dan dalam 25-50 cm. Yang harus diwaspadai dalam penerapan rorak dan teknologi pemanenan air adalah bahwa air hanya boleh tergenang beberapa saat (Balittanah 2011). Apabila penggenangan berlanjut, dikhawatirkan akan terjadi masalah berupa penyakit yang menyerang melalui akar tanaman. Pada daerah bercurah hujan tinggi dan kadar liat tanah tinggi, pembuatan rorak dapat menyebabkan penggenangan yang berlanjut.

(31)

Transpirasi

Infiltrasi

Aliran permukaan (Q)

Perkolasi dalam (DP)

Pengisian kembali air tanah dalam Curah hujan (P)

Gaya kapiler (GW)

Muka air tanah Evaporasi (E)

Zone perakaran aktif

Zone perakaran pasif Keadalaman akar

maksimum

Irigasi (I)

Konsep Model Kesetimbangan Air

[image:31.595.107.510.88.822.2]

Proses fisik yang dipertimbangkan di dalam konsep model kesetimbangan air tanah di dalam zona perakaran tanaman ditunjukkan pada Gambar 3. Kedalaman pengakaran maksimum tanaman yang tumbuh di lapangan dianggap sebagai ruang simpanan air tanah (soil water reservoir). Reservoir tersebut dibagi ke dalam dua lapisan (Panigrahi dan Panda 2003) yaitu: (i) lapisan tanah aktif dimana terdapat akar dan terjadi ekstraksi kelembaban dan drainase (ii) lapisan tanah pasif dimana hanya terjadi drainase. Pada periode awal pertumbuhan tanaman, kedua lapisan tersebut terpisah cukup jelas dengan ukuran yang relatif dan ditentukan oleh laju pertumbuhan akar. Ketika perakaran mencapai kedalaman maksimum, seluruh daerah perakaran diisi oleh lapisan aktif.

Gambar 3 Skema komponen kesetimbangan air tanah di lapangan (Panigrahi dan Panda 2003)

Irigasi (I) dan hujan (P) merupakan air yang masuk ke dalam zone perakaran. Sebagian (I) dan (P) tersebut akan hilang melalui aliran permukaan

(32)

Kesetimbangan air tanah pada zone perakaran dinyatakan dalam bentuk persamaan sebagai berikut (Pereira dan Allen 1999):

…………..(1)

dimana,

θi = kadar air tanah volumetrik di zona perakaran pada hari ke i (m 3

/m3);

i-1 = kadar air tanah volumetrik pada hari ke i-1 (m 3

/m3);

Pi = presipitasi atau hujan pada hari ke i (mm);

Qr,i = aliran permukaan atau Runoff pada hari ke i (mm);

Ini = kedalaman bersih irigasi pada hari ke i (mm);

ETci = evapotranspirasi tanaman pada hari ke i (mm);

DPi = perkolasi ke bawah zona perakaran pada hari ke i (mm);

GWi = kontribusi pergerakan kapiler dari air bawah tanah pada hari ke i (mm);

Zri = kedalaman zona perakaran (m).

Zhang et al. (2002) menyatakan bahwa model kesetimbangan air didasarkan pada hukum kekekalan massa; setiap perubahan kadar air dari suatu volume tanah selama periode tertentu perbedaannya harus sama antara jumlah air yang ditambahkan dengan jumlah air yang keluar dari tanah tersebut. Dengan kata lain, kadar air pada volume tanah akan meningkat ketika ada tambahan dari luar, yaitu penambahan melalui irigasi atau adanya gerakan air ke atas akibat gaya kapiler

(capillary rise), dan berkurang melalui evapotranspirasi atau perkolasi dalam

(deep percolation).

Persamaan 1 menunjukkan bahwa untuk mempertahankan agar kadar air tanah di sekitar perakaran selalu berada pada kisaran yang tersedia bagi tanaman, dengan menghilangkan aliran permukaan (Qr). Dalam penelitian ini dibuat parit yang dilengkapi lubang resapan/rorak untuk menghilangkan runoff, tidak ada irigasi dan dilakukan di lahan kering pekarangan dengan tinggi muka air tanah di atas 16 m sehingga komponen Qr (Runoff) dan GW (kontribusi pergerakan kapiler dari air bawah tanah) menjadi tidak ada (nol), maka persamaan (2) menjadi:

(33)

Air Tanah Tersedia

Tanaman mengambil air dari tanah untuk mencukupi kebutuhannya, tetapi tidak semua air yang berada dalam tanah dapat digunakan. Woodward dan Sheehy (1983) menyatakan, air tanah dapat diklasifikasikan menjadi, air higrooskopis, air kapiler dan air gravitasi. Dari ketiga klasifikasi tersebut, air kapiler dan air gravitasi digunakan oleh tanaman dalam kehidupannya pada batas tertentu saja (Dwidjoseputro, 1984). Melalui akarnya setiap tanaman mencoba mengabsorpsi air secukupnya dari tanah untuk pertumbuhan dan perkembangannya, namun yang terpenting bahwa air tersebut dalam keadaan yang mudah diabsorpsi oleh tanaman (Sosrodarsono dan Takeda 1977).

Konsep air tersedia bagi tanaman digunakan untuk mengetahui hubungan antara tanah, air, dan tanaman. Air tersedia bagi tanaman adalah kisaran nilai kadar air di dalam tanah yang sesuai untuk kebutuhan pertumbuhan tanaman. Oleh karena itu, data kadar air tanah sangat diperlukan untuk menilai apakah kondisi kadar air dalam tanah tersebut sudah cukup untuk memenuhi kebutuhan air tanaman atau belum. Apabila kadar air dalam tanah belum cukup, maka harus ditambahkan sejumlah air sesuai kebutuhan tanaman, berupa air irigasi dengan mempertimbangkan air yang masuk dan ke luar dari zona

perakaran. Data kadar air yang diperlukan untuk menghitung kebutuhan air irigasi adalah data kadar air tanah pada kondisi kapasitas lapang dan titik layu permanen, serta kadar air pada saat tertentu ketika air irigasi dianggap perlu untuk ditambahkan.

(34)

Lapisan tanah jenuh

Titik layu permanen

Air berlebih

100% tersedia

Air Siap Tersedia (Readily Available Water)

Air tersedia sedikit dan tanaman mengalami stres

0% tersedia

Air tidak tersedia Oven dry

Kapasitas Lapang

Air Tersedia

segar kembali, merupakan batas bawah air tanah tersedia untuk pertumbuhan tanaman (Panigrahi dan Panda 2003). Layu permanen untuk tanaman secara umum terjadi pada pF 4.2 atau kurang (Kalsim dan Sapei 1992). Untuk mencegah terjadinya cekaman air, kadar air tanah sebaiknya tidak pernah turun sampai titik layu permanen (Hillel 1982; Brady 1990).

Selisih kadar air antara kapasitas lapang dan titik layu permanen disebut air tersedia. Air tanah tersedia dapat juga diartikan sebagai kemampuan tanah memegang air (water holding capacity) atau besarnya kelembaban yang dapat disimpan di daerah perakaran pada batas antara kapasitas lapang dan titik layu permanen. Total air tanah tersedia (TAW) adalah jumlah air tersedia dalam zona

perakaran antara kapasitas lapang (FC) dan titik layu permanen (WP) (Raes et al. 2006) (Gambar 4).

Gambar 4 Air tersedia di dalam tanah (Raes et al. 2006)

Total air tanah tersedia dihitung menggunakan persamaan sebagai berikut (Jorenush dan Sepaskhah 2003):

………(3) dimana,

TAW = total air tanah tersedia di zona perakaran (mm);

FC = kadar air tanah volumetrik pada kapasitas lapang (cm 3

/cm3);

WP = kadar air tanah volumetrik pada titik layu permanen (cm 3

/cm3);

Zr = kedalaman perakaran efektif atau kedalaman tanah efektif (m).

-

Zr
(35)

Menentukan Kadar Air Tanah di Lapangan

Kadar air di dalam tanah, terutama di sekitar daerah perakaran harus cukup untuk memenuhi kebutuhan air tanaman atau berada dalam kondisi kapasitas lapangan, agar tanaman dapat tumbuh dengan optimal, sehingga menghasilkan produksi yang maksimal. Penentuan kadar air tanah secara akurat dan tepat, sangat diperlukan dalam menginterpretasi hasil penelitian yang berhubungan dengan kadar air tanah, seperti penelitian-penelitian irigasi, drainase, pengawetan air tanah, pengaruh mulsa, dan lain-lain. Penelitian-penelitian tersebut memerlukan pengamatan kadar air tanah secara intensif.

Kadar air tanah volumetrik dapat ditentukan secara gavimetri, atau menggunakan netron probe atau time domain reflectometry (TDR). Penggunan alat ini bisa sangat akurat tetapi membutuhkan waktu, relatif mahal dan memerlukan keahlian secara teknik, sehingga jarang digunakan untuk penjadwalan irigasi yang rutin. Untuk kebanyakan pengelolaan air irigasi (a.l., Pedro et al. 2003; Wiedenfeld 2004) menggunakan metode type resistance-block

atau tensiometer yang merupakan salah satu dari beberapa metode yang direkomendasikan dengan biaya relatif murah. Tensiometer cukup akurat dan tidak dipengaruhi oleh temperature dan potensial osmotik tanah.

Pengukuran tegangan air tanah secara konvensional menggunakan tensiometer keramik diawali Gardner tahun 1932 (Hillel 1980). Tensiometer konvensional yang diaplikasikan di lapangan pada awalnya menggunakan air raksa (Hg) sebagai indikator manometer. Dengan alasan keamanan lingkungan, teknik ini telah diubah menggunakan pressure transducer model digital.

(36)

dari alat tensiometer karena perbedaan tekanan, dan air dari alat tersebut keluar, serta tekanan dalam alat turun yang ditunjukkan oleh manometer.

Tensiometer adalah alat yang dapat mengukur matriks potensial air tanah, yang merupakan variabel penting dari lingkungan tanah yang dapat berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman, produksi/hasil tanaman, recharge akuifer, dan pembuangan menghilangkan buangan (buried waste disposal).

Tensiometer ditempatkan dalam tanah untuk jangka waktu yang lama, sehingga perubahan-perubahan hisapan matriks air tanah dapat dipantau. Air tanah akan berkurang karena drainase, pengambilan oleh tanaman, evaporasi, atau sebaliknya bertambah karena air hujan, pemberian air irigasi. Perubahan tekanan air tersebut dapat dipantau setiap waktu secara berkala dengan pembacaan manometer yang ada pada tensiometer. Karena tahanan hidrolik cawan dan tanah sekeliling, yaitu daerah kontak antara cawan dan tanah, respon tensiometer bisa lambat. Oleh karena dinding cawan bersifat sarang dan permeabel terhadap air dan zat terlarut, maka air di dalam alat cenderung sama dengan komposisi dan konsentrasi zat terlarut.

Tensiometer bisa digunakan terbatas pada nilai matriks di bawah hisapan satu atmosfer atau yang terbaik sekitar 0.8 bar pada kisaran maksimum. Oleh karena keramik umumnya dibuat dari bahan yang permeabel dan sarang, maka hisapan yang terlalu besar dapat menyebabkan masuknya udara ke dalam cawan yang membuat tekanan bagian dalam sama dengan tekanan atmosfer. Pada kondisi seperti ini, hisapan tanah akan terus meningkat, meskipun tensiometer tidak mampu merekamnya.

(37)

Pergerakan air akan terus berlanjut bila potensial matriks berbeda, dan akan berhenti setelah tercapai keseimbangan.

Penggunaan tensiometer adalah dengan meletakan alat pada suatu kedalaman tanah atau lebih, untuk menggambarkan kondisi air pada zona perakaran, dan untuk menentukan kapan lahan memerlukan air sesuai dengan kebutuhan tanaman. Alat tersebut biasanya ditempatkan di bawah zona perakaran, karena arah dan pergerakan air tidak mudah ditentukan. Pada waktu menempatkan tensiometer, yang perlu diperhatikan adalah saat memasang alat, yaitu harus ada kontak antara cawan dan tanah, sehingga kalibrasi tidak terganggu oleh gangguan zona kontak terhadap aliran.

Pembacaan tensiometer dapat digunakan sebagai indikator air tanah dan kebutuhan air irigasi. Satuan skala yang tertera pada alat adalah centibar dan pembacaan skala tersebut menunjukkan kadar air dalam kondisi sebagai berikut: 0 – 10 = Centibar, tanah jenuh air, tidak cukup udara dan perkembangan akar

tergganggu.

10 – 25 = Centibar, kondisi ideal untuk tanaman

25 – 35 = Centibar, harus diperhatikan terutama pada tanah pasir dan mulai diairi 35 – 40 = Centibar, harus diperhatikan untuk mengairi (tanah berat)

> 40 = Centibar, tanaman akan layu

Wiedenfeld (2004) dalam penelitiannya menggunakan dua unit tensiometer untuk menentukan tegangan air tanah dan saat pemberian air irigasi. Tensiometer pertama untuk mengukur secara langsung tegangan air tanah dalam zona

(38)

Pergerakan Air Tanah Pada Zone Perakaran

Perkolasi ke Bawah Zona Perakaran (DP )

Perkolasi didefinisikan sebagai pergerakan air ke bawah pengakaran tanaman (Kizito et al. 2007). Begitu air infiltrasi telah menembus lapisan permukan tanah, air terus meresap (percolates) ke bawah tanah akibat pengaruh gaya gravitasi sampai mencapai zona jenuh pada permukan freatik (phreatic

surface) atau muka air tanah dalam (groundwater table) (Wilson 1990).

Untuk menghitung kesetimbangan air kita perlu mengetahui (1) kapan perkolasi dalam terjadi dan (2) setelah itu terjadi berapa banyak air yang masuk ke bawah zona perakaran dan hilang untuk tanaman (Rockstrom 2001). Menurut Walker et al. (1995) perkolasi dalam (DP) maksimum terjadi hari pertama setelah hujan atau irigasi, dan laju perkolasi menurun secara linier hingga semua kelebihan air dialirkan hingga mencapai kapasitas lapang. Perkolasi hanya akan terjadi apabila zona tidak jenuh telah mencapai kapasitas lapang (Arsyad 2000).

Estimasi (DP) di dalam penghitungan kesetimbangan air, dipertimbangkan ketika curah hujan atau pemberian air irigasi secara berlebih, yang mengakibatkan terjadinya fluks air ke bawah zona perakaran (Liu et al. 2006). DP sering dipertimbangkan untuk mengestimasi curah hujan efektif (Dastane 1974; Martin dan Gilley 1993).

Jorenush dan Sepaskhah (2003) menyatakan bahwa DP sama dengan 0 ketika kadar air tanah dalam zona perakaran lebih rendah dari pada FC. DP diestimasi dengan persamaan sebagai berikut:

...(4) dimana:

DPi = perkolasi dalam hari ke i (mm)

Dr,i-1 = deplesi air tanah dari zona perakaran hari ke i-1

Pi = curah hujan hari ke i (mm)

ROi = aliran permukaan hari ke i (mm)

Ii = kedalaman air irigasi irigasi hari ke i (mm)

Etai = evapotranspirasi aktual hari ke i (mm per hari) 1

i i i

i I ETa Dr RO)

-(P i

(39)

Dalam beberapa model kesetimbangan air (Panigrahi dan Panda, 2003; Liu

et al, 2006) DP dihitung dengan pendekatan yang sederhana dari Doorenbos dan

Pruitt (1977) sebagai berikut:

...(5) dimana:

DP = perkolasi dalam (mm per hari);

W = simpanan air tanah aktual di zona perakaran;

WFC = simpanan air tanah pada kapasitas lapang (mm).

Penghitungan DP dengan persamaan (5) diasumsikan bahwa perkolasi terjadi pada saat pemberian air melebihi batas kapasitas lapang (W - WFC), dimana W >WFC.

Kontribusi Air Bawah Tanah (GW)

Jorenush and Sepaskha (2003) dalam penelitiannya melaporkan bahwa kenaikan kapiler digambarkan sebagai volume air yang meninggalkan muka air tanah statis karena evapotranspirasi (ET). Jumlah air yang bergerak ke atas karena kenaikan kapiler (GW) dari muka air tanah (water table) ke zona perakaran tergantung pada jenis tanah, kedalaman water table dan kelembaban tanah di zona

perakaran (Allen et al. 1998). Nilai normal GW diasumsikan sama dengan nol ketika air tanah kurang lebih satu meter di bawah zona perakaran.

Estimasi kontribusi air tanah (GW) dalam analisis kesetimbangan air tanah dipertimbangkan ketika terdapat muka air tanah yang tinggi yang mendukung naiknya fluks air ke dalam zona perakaran (Liu et al. 2006). Estimasi GW tidak diperlukan (diabaikan) pada kondisi dimana fluk air yang mengarah ke atas tidak mungkin terjadi (Pereira et al.1995; Smith et al. 1996).

Pengaruh kedalaman muka air tanah terhadap kontribusi air tanah dilaporkan Kahlown et al. (2005) bahwa kontribusi air tanah paling tinggi terjadi pada kondisi muka air tanah dangkal, dan secara berangsur-angsur berkurang dengan meningkatkan kedalaman air tanah. Konstribusi air tanah pada kedalaman muka air tanah yang sama, berbeda untuk setiap jenis tanaman yang diteliti. Tanaman gandum dan kapas masing-masing dapat mengambil lebih dari 90% dan

  

  

FC FC

FCif W W W W if

W W

(40)

80% air dari air tanah pada kedalaman muka air tanah 0.5 m, sedangkan untuk tanaman tebu dan shorgum, konstribusi air tanah pada kedalaman muka air tanah 0.5 tidak bisa ditentukan karena tanaman tersebut tidak bisa bertahan hidup pada kedalaman air tanah seperti ini.

Muka air tanah dangkal memberikan konstribusi secara signifikan terhadap kebutuhan air tanaman. Pratharpar dan Qureshi (1998) melaporkan bahwa lahan yang memiliki muka air tanah dangkal, kebutuhan air irigasi berkurang menjadi 80% dari total ET tanpa mengurangi hasil tanaman.

Retensi Air Tanah

Retensi air (water retention) tanah merupakan salah satu sifat hidrolika tanah yang menggambarkan kemampuan tanah menyimpan air dalam pori-porinya. Tanah dikatakan jenuh air (saturated) bila semua pori-porinya terisi air. Demikian sebaliknya, tanah tersebut menjadi tidak jenuh (unsaturated) bila terdapat sejumlah udara dalam pori-pori tersebut. Tanah menjadi kering bila sebagian besar pori-porinya terisi udara.

Retensi air tanah biasanya disajikan dalam bentuk kurva dikenal dengan kurva pF. Kurva retensi merupakan hubungan antara tegangan air tanah ( hPa) dengan kadar air (cm3.cm-3) yang menggambarkan karakteristik penahanan matriks tanah terhadap air, kemampuan tanah untuk menyediakan air tanaman, ataupun pola distribusi pori tanah (Bowo et al., 2009).

Salah satu model empiris yang sering digunakan untuk menyajikan retensi air tanah adalah model Genuchten (1980), sebagai berikut:

...(6)

dimana:

r dan s = berturut-turut kadar air tanah tersisa dan kadar air tanah jenuh (cm 3

/cm3)

h = matrik potensial tanah (cm air) dan , n dan m = konstanta empirik.

Karena asumsi bahwa h merupakan nilai absolute maka model van Genuchten dimodifikasi menurut Setiawan dan Nakano (1992) sebagai berikut:

……….(7)

n

m

r s r h θ θ θ θ     1

 

n

m

r s r h h θ θ θ h θ max

1 

 

(41)

Evapotranspirasi

Evapotranspirasi merupakan gabungan antara proses evaporasi dan transpirasi. Secara sederhana evaporasi merupakan proses penguapan air dari permukaan tanah, sedangkan transpirasi adalah semua air yang diuapkan oleh tumbuhan. Evapotranspirasi (ET) merupakan dasar di dalam menentukan kebutuhan air dari tanaman (Kirnak et al. 2001). Proses ET sangat kompleks, beberapa peneliti menyederhanakannya dengan menggambarkan ET potensial

(ETp) dan ET aktual (ETa). ETp adalah jumlah evapotranspirasi yang terjadi jika

kadar air tanah bukan merupakan faktor pembatas (Jensen et al. 1990; Schwab et al. 1993). Dengan kata lain evapotranspirasi potensial merupakan evapotranspirasi dari suatu tanaman yang tumbuh subur pada kondisi air tersedia selalu optimal tidak pernah kekurangan air.

Ada dua pengertian dari ETa tanaman yaitu, menunjukkan nilai evapotranspirasi suatu tanaman (ETc) atau nilai hasil dugaan evaportranpirasi suatu tanaman yang diperoleh dari evapotranspirasi tanaman acuan yang menurut Jensen et al. (1990) dapat dicari dengan persamaan berikut:

...(8) dimana:

ETc = nilai dugaan evapotranspirasi potensial suatu tanaman;

ETo = nilai ETp tanaman acuan;

kc = koefisien tanam.

ETa menunjukkan laju evapotranspirasi nyata dari suatu tanaman yang terjadi di bawah kondisi lingkungan dan dapat dibatasi oleh ketersediaan air tanah yang rendah, yaitu seperti kenyataan di lapangan dimana umumnya irigasi diberikan dengan interval tertentu, sehingga hanya beberapa hari saja air tersedia dalam keadaan optimal dan selebihnya di bawah optimal yang akan mengakibatkan laju evapotranspirasinyapun kecil.

Jackson (1977) mengemukakan bahwa evaporasi dipengaruhi oleh faktor meteorologi, termasuk di dalamnya radiasi surya, suhu permukaan evaporasi, selisih tekanan uap, kecepatan angin dan turbulensi udara. Radiasi surya merupakan sumber energi utama. Untuk menduga besarnya evapotranspirasi

ETo Kc.

(42)

acuan dapat dihitung dengan menggurnakan metode atau beberapa rumus empiris tergantung pada kelengkapan data iklim seperti metode Radiasi, Penman, Penman Monteith, Blaney-Criddle, dan panci evapotranspirasi (Doorenbos dan Pruit, 1977). Metode lain yang sering digunakaan untuk menduga besarnya evapotranspirasi tanaman acuan yaitu metode Hargreaves. Model ETp ini merupakan salah satu model yang cukup sederhana. Parameter yang dibutuhkan adalah suhu udara rata-rata harian dan radiasi matahari dengan persamaan sebagai berikut (Wu 1997):

...(9)

dimana:

ETp = evapotranspirasi acuan (mm/hari);

Rs = radiasi matahari (MJ m-2/hari);

T = temperatur udara rata-rata harian (ºC).

Infiltrasi

Tersedianya air di dalam tanah tidak terlepas dari adanya peranan laju infiltrasi. Infiltrasi merupakan peristiwa masuknya air ke dalam tanah, umumnya melalui permukaan tanah dan secara vertikal. Infiltrasi dapat digolongkan atas infiltrasi vertikal (gerakan air ke dalam tanah/bawah) sebagai akibat gaya gravitasi dan infiltrasi horizontal (gerakan air ke arah samping) akibat gaya kapiler. Proses infiltrasi akan meningkatkan kadar air pada kondisi kapasitas lapang, di mana kandungan air dalam tanah maksimum yang dapat ditahan oleh partikel tanah terhadap gaya tarik bumi. Jumlah air yang diperlukan untuk mencapai kondisi kapasitas lapang disebut soil moisture difienciency (Soesanto 2008).

Proses infiltrasi melibatkan tiga proses yang saling tergantung yaitu, proses masuknya air hujan melalui pori-pori permukan tanah, tertampungnya air hujan tersebut di dalam tanah dan proses mengalirnya air tersebut ke tempat lain. Tiga istilah yang perlu diketahui dalam membahas infiltrasi, yaitu laju infiltrasi, kapasitas infiltasi dan infiltrasi kumulatif. Laju infiltrasi adalah banyaknya air yang masuk melalui permukaan tanah per satuan waktu, yang dinyatakan dalam mm/jam atau cm/jam (Digman 2002). Kapasitas infiltrasi, yang disebut dengan

) T )Rs(

(T p

ET

0.55 595.5

238.8 17.78

0.0135

 

(43)

infiltrability, adalah laju maksimum air yang dapat masuk ke dalam tanah pada suatu waktu tertentu (Subramanya 1984; Digman 2002). Sedangkan jumlah air yang terinfiltrasi dalam suatu selang waktu tertentu disebut infiltrasi kumulatif, yang merupakan integral waktu dari laju infiltrasi pada suatu selang waktu tertentu (Skaggs and Khaleel 1982).

Air infiltrasi terus bergerak ke arah bawah yang sangat ditentukan oleh sifat pori, stabilitas agregat, tekstur, kedalaman lapisan impermeable, serta ada tidaknya liat yang mengembang. Kondisi permukaan seperti sifat pori dan kadar air tanah sangat menentukan jumlah air yang diinfiltrasikan dan jumlah aliran permukaan. Jadi, laju infiltrasi yang tinggi tidak hanya meningkatkan jumlah air yang tersimpan dalam tanah untuk pertumbuhan tanaman, tetapi juga mengurangi besarnya erosi dan banjir yang disebabkan oleh aliran permukaan (Foth 1994).

Kapasitas infiltrasi sangat dipengaruhi oleh kekuatan jatuhnya butir-butir hujan. Hancurnya agregat tanah yang disebabkan oleh kekuatan jatuh butir-butir hujan pada gilirannya menyebabkan berkurangnya kapasitas infiltrasi. Pukulan butir-butir hujan pada permukaan tanah yang terbuka menghancurkan dan mendispersikan agregat tanah yang mengakibatkan penyumbatan pori tanah di permukaan. Hal ini akan menurunkan laju infiltrasi (Sarief 1998).

Cara yang dapat digunakan untuk mengukur laju infiltrasi di antaranya adalah:

1) Metode Saluran (furrow stream method)

2) Metode infiltrometer tabung (cylinder infiltrometer method)

Pada cara pertama laju infiltrasi ditentukan dengan mengukur penurunan air di dalam silinder tabung infiltrometer, sedang pada cara kedua laju infiltrasi diukur dengan mengukur aliran yang masuk dan keluar dari saluran.

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Infiltrasi

(44)

Faktor-faktor yang mempengaruhi infiltrasi menurut Sunarhadi dan Thoriq (1999) adalah :

1. Sifat tanah yaitu tekstur tanah, struktur tanah, kandungan air tanah, profil lengas zone perakaran, alkalinitas perakaran, suhu tanah dan udara yang terperangkap dalam tanah.

2. Sifat air yang meliputi kekeruhan dan susu air 3. Sifat hujan meliputi intensitas dan lamanya hujan

Keterkaitan sifat fisik tanah dan infiltrasi sangat besar karena keduanya saling mempengaruhi. Sifat fisik tanah yang penting antara lain adalah porositas tekstur, struktur, dan permeabilitas tanah.

1) Ruang Pori Total dan Tekstur Tanah

Porositas adalah proporsi ruang pori total (ruang kosong) yang terdapat dalam satuan volume tanah yang dapat ditempati oleh air dan udara, sehingga merupakan indikator kondisi drainase dan aerasi tanah. Tanah yang poroeus

berarti tanah yang cukup mempunyai ruang pori untuk pergerakan air dan udara sehingga mudah keluar masuk tanah secara leluasa (Hanafiah 2005 ). Porositas tanah akan menentukan kapasitas penampungan air infiltrasi, juga menahan terhadap aliran. Semakin besar porositas maka kapasitas menampung air infiltrasi semakin besar (Rahim 2003).

Ruang pori tanah ialah bagian yang diduduki oleh udara dan air. Jumlah ruang pori ini sebagian besar ditentukan oleh susunan butir – butir padat. Kalau letak mereka satu sama lain cenderung erat, seperti dalam pasir atau sub soil yang padat, porositas totalnya rendah. Tanah permukaan pasir menunjukkan kisaran mulai 35 – 50%, sedangkan tanah berat bervariasi dari 40 – 60% atau barangkali malah lebih, jika kadar bahan organik tinggi dan berbutir – butir (Buckman dan Brady 1982). Tanah dengan tekstur pasir banyak mempunyai pori-pori makro sehingga sulit menahan air (Hardjowigeno 1993).

(45)

pergerakan air dan zat terlarut, udara, pergerakan panas, berat volume tanah, luas permukaan specifik (specifik surface), kemudian pemadatan tanah

(compressibility) dan lain-lain (Hillel 1982).

Struktur tanah memegang peranan penting terhadap pertumbuhan tanaman baik secara langsung ataupun tidak langsung. Bila tanah padat, maka air susah untuk menembus tanah tersebut. Bila struktur remah, maka akar tumbuh dengan baik. Daya infiltrasi dan ukuran butir-butir tanah akan menentukan mudah atau tidaknya tanah terangkut air. Tanah dengan agregat lemah akan mudah didespersikan oleh air. Sehingga, daya infiltrasinya terhadap ukuran butir-butir tanah halus akan kecil dan peka terhadap erosi atau erodibilitasnya besar (Suplirahim 2007).

2) Permeabilitas Tanah

Pergerakan air di dalam tanah merupakan aspek penting dalam hubungannya dengan bidang pertanian. Beberapa proses penting, seperti masuknya air ke dalam tanah, pergerakan air ke zona perakaran, keluarnya air lebih (excess water), aliran permukaan, dan evaporasi, sangat dipengaruhi oleh kemampuan tanah untuk melewatkan air. Parameter atau ukuran yang dapat menggambarkan kemampuan tanah dalam melewatkan air disebut sebagai konduktivitas hidrolik (hydraulik conductivity) (Klute dan Dirksen 1986). Tingkat kemampuan tanah untuk melewatkan air sangat dipengaruhi oleh kadar air tanah. Oleh karena itu, konduktivitas hidrolik tanah dibedakan menjadi 2, yakni konduktivitas hidrolik dalam keadaan tidak jenuh, dan dalam keadaan jenuh. Konduktivitas hidrolik tanah dalam keadaan jenuh, dikenal pula dengan sebutan permeabilitas tanah (soil permeability).

3) Porositas

(46)

mudah keluar masuk tanah secara leluasa (Hanafiah 2005 ). Kemampuan tanah menyimpan air tergantung dari porositas tanah. Pada porositas yang tinggi, tanah akan menyimpan air dalam jumlah yang banyak, sehingga air hujan akan meresap atau mengalami infiltrasi dengan cepat tanpa terjadinya aliran permukaan (Suryatmojo, 2006). Porositas tanah akan menentukan kapasitas penampungan air infiltrasi, juga menahan terhadap aliran. Semakin besar porositas, maka kapasitas menampung air infiltrasi semakin besar.

Proses infiltrasi akan meningkatkan kadar air pada kondisi kapasitas lapang, di mana kandungan air dalam tanah maksimum yang dapat ditahan oleh partikel tanah terhadap gaya tarik bumi. Jumlah air yang diperlukan untuk mencapai kondisi kapasitas lapang disebut soil moisture difienciency (Soesanto 2008).

Curah Hujan (P) dan Aliran Permukan (RO)

Hujan atau presipitasi adalah suatu kejadian di atmosfir yang berhubungan dengan suhu, kelembaban dan pergerakan udara. Kejadian ini terjadi berulang-ulang dan berada dalam suatu mata rantai yang dinamakan daur hidrologi.

Air hujan tidak selamanya efektif dapat dimanfaatkan tanaman, karena sebagian hilang berupa aliran permukaan (runoff), perkolasi dalam dan evaporasi. Hujan yang tertahan oleh tajuk tanaman akan menjadi sumber evaporasi, sehingga tidak menambah kadar air tanah, maka curah hujan sampai 2 mm yang jatuh ke areal yang tertutupi tanaman umumnya seluruhnya tertahan tajuk dan kembali lagi ke udara. Air hujan yang mencapai permukaan tanah,

Gambar

Tabel 1   Relief dan kelerengan Kelurahan Pasir Putih Kecamatan
Gambar 1 Kerangka pikir penelitian
Gambar 3   Skema komponen kesetimbangan air tanah di lapangan (Panigrahi dan
Gambar 6  Peta kontur dan posisi rorak di kebun penelitian
+7

Referensi

Dokumen terkait

[r]

sektor industri, transportasi, pertanian, perdagangan, pemukiman atau rumah tangga. Sektor industri telah mencemari lingkungan alam terutama sejak awal revolusi industri. Hal

JADWAL KEGIATAN EKSTRA KURIKULER BULUTANGKIS SMP NEGERI 8 BEKASI. TAHUN

Dengan metoda ini, agregat kasar yang ditempatkan terlebih dahulu di dalam bekisting akan saling mengunci satu sama lain (interlocking) dan menimbulkan gaya saling aksi

diperkenankan dalam rangka pemberian hadiah pada kegiatan yang bersifat perlombaan atau penghargaan atas suatu prestasi. 3) Penganggaran untuk pengadaan barang

1. Penjabaran Tema/ Sub Tema/ Sub-sub Tema : KEBUTUHANKU/ BAJU/ JENIS-JENIS BAJU Minggu ke 10. Manfaat baju Baju adalah kebutuhan dasar manusia dimana baju sebagai pelindung

JavaScript yang digunakan pada halaman web merupakan client side scripting yang berarti bahwa web browser mengidentifikasi dan menjalankan skrip program yang disisipkan dalam

Enter a All requested variables entered... Enter a All requested