• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Kepemimpinan dan Motivasi Terhadap Kinerja Perawat RS Bhayangkara Medan Tahun 2013

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Pengaruh Kepemimpinan dan Motivasi Terhadap Kinerja Perawat RS Bhayangkara Medan Tahun 2013"

Copied!
159
0
0

Teks penuh

(1)

TAHUN 2013

TESIS

Oleh

ASWIN MANURUNG 107032032/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(2)

IN 2013

THESIS

BY

ASWIN MANURUNG 107032032/IKM

MAGISTER OF PUBLIC HEALTH STUDY PROGRAM FACULTY OF PUBLIC HEALTH

UNIVERSITY OF NORTH SUMATERA MEDAN

(3)

PERAWAT RS BHAYANGKARA MEDAN TAHUN 2013

Nama Mahasiswa : Aswin Manurung Nomor Induk Mahasiswa : 107032032

Program Studi : S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi : Administrasi Rumah Sakit

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Drs. Amir Purba, Ph.D) (Siti Zahara Nasution, S.Kp, M.N.S

Ketua Anggota

)

Dekan

(Dr. Drs. Surya Utama. M.S)

(4)

TAHUN 2013

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat

untuk Memperoleh Gelar Magister Kesehatan (M.Kes) dalam Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat

Minat Studi Administrasi Rumah Sakit pada Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Sumatera Utara

Oleh

ASWIN MANURUNG 107032032/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(5)

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Drs. Amir Purba, Ph.D.

Anggota : 1. Siti Zahara Nasution, S.Kp, M.N.S 2. Siti Khadijah, SKM, M.Kes

(6)

PENGARUH KEPEMIMPINAN DAN MOTIVASI TERHADAP KINERJA PERAWAT RUMAH SAKIT BHAYANGKARA MEDAN

TAHUN 2013

TESIS

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka

Medan, April 2013

(7)

Pelayanan keperawatan di rumah sakit akan terlaksana secara optimal jika didukung kepemimpinan serta motivasi yang baik dari setiap perawat. Pelayanan asuhan keperawatan di Rumah Sakit Bhayangkara Medan masih belum mendukung kinerja rumah sakit dapat dilihat dari asuhan keperawatan yang belum maksimal.

Tujuan penelitian ini untuk menganalisis pengaruh kepemimpinan kepala ruangan dan motivasi baik internal maupun eksternal terhadap kinerja perawat di Rumah Sakit Bhayangkara Medan Tahun 2013. Jenis penelitian adalah survei

explanatory. Populasi penelitian ini adalah seluruh perawat yang masa kerjanya diatas 1 (satu) Tahun sebanyak 50 orang. Penelitian ini dilaksanakan dari bulan September Tahun 2012 sampai maret Tahun 2013. Data kepemimpinan, motivasi diperoleh dari hasil wawancara langsung menggunakan kuesioner. Data yang sudah dikumpulkan dianalisis dengan regresi linier berganda.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel kepemimpinan perawat di Rumah Sakit Bhayangkara Medan pada kategori kurang sebesar 92% dan kategori baik 8% serta variabel motivasi juga pada kategori kurang sebesar 74% dan kategori baik 26%. Hasil uji regresi linier berganda ditemukan variabel kepemimpinan dan motivasi berpengaruh terhadap kinerja perawat di Rumah Sakit Bhayangkara Medan dan variabel kepemimpinan berpengaruh paling besar terhadap kinerja perawat (β=0,791).

Disarankan bagi pimpinan Rumah Sakit Bhayangkara Medan hendaknya meningkatkan fungsi kepemimpinan sebagai upaya meningkatkan kinerja perawat dengan mengimplementasikan dalam bentuk pedoman serta jadwal penugasan dalam memimpin perawat. Manajemen Rumah Sakit Bhayangkara Medan perlu meningkatkan motivasi perawat melalui supervisi dan bimbingan teknis serta membuat reward dan punishment melalui peningkatan gaji sesuai dengan kemampuan manajemen.

Kata kunci: Kepemimpinan, Motivasi, Kinerja, Perawat

(8)

The nursing services in hospital will be carried out in optimaly if supported of ledership and a good motivation from each nurse. The Nursing care service at Bhayangkara Hospital Medan was not support performance of Hospital that look from The nursing care service have not been maximal.

The purpose of this study was to analiyze the influence of ledership of head room and motivation that is internal and exsternal examination in nursing performance at Bhayangkara Hospital Medan in 2013. This study is explanatory survey. The population of this study were all of the nurse that working life above 1 (one) year of 50 nurses. This study is start from september 2012 to March 2013. The data about ledership and motivation were obtained through quetionnaire-based direct interviews. The data obtained from collect will be alaliyze with multiple linier regretion.

The result of this study revealed that variable of nurse leadership at Bhayangkara Hospital Medan is less category of 92% and the best category is 8% and variable of motivation is less category too of 74% and the best is 26%. The result of multiple linier regretion test found that leadership variable and motivation influence to nursing performance at Bhayangkara Hospital Medan and the leadership variable is the biggest influence to nursing performance (β=0,791).

The manajemen of Bhayangkara Hospital Medan is suggested to increase the function of leadership to improve of nursing performance with implements in a guidelines and make schedule assignment in leader of nurse. The manajemen of Bhayangkara Hospital Medan is suggested to increase nursing motivation start from supervision and technical guidance and make reward and punishment through increased salaries inccordence with the manajemen capability.

(9)

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, berkat rahmat dan karunianya penulis telah dapat menyelesaikan tesis yang berjudul “Pengaruh

Kepemimpinan Dan Motivasi terhadap Kinerja Perawat Rumah Sakit Bhayangkara Medan Tahun 2013”

Dalam menyusun tesis ini, penulis mendapat bantuan, dorongan dan bimbingan dari berbagai pihak. Untuk itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan kepada:

1. Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, M.Sc (CTM), Sp.A(K), Selaku Rektor

Universitas Sumatera Utara.

2. Dr. Drs. Surya Utama, MS Selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Sumatera Utara.

3. Dr. Ir. Evawany Aritonang, M.Si selaku sekretaris ketua program studi S2 Ilmu

Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

4. Drs. Amir Purba, Ph.D, selaku ketua komisi pembimbing dan ibu Siti Zahara

Nasution, S.Kp, M.N.S, selaku anggota komisi pembimbing yang telah banyak membantu, mengarahkan serta meluangkan waktu dan pikiran dalam

(10)

Lubis, S.Kep, M.A.R.S, selaku anggota komisi pembanding yang telah banyak

membantu serta mengarahkan penulis dalam proses penyusunan tesis ini.

6. Kepala Rumah Sakit Bhayangkara dr. Hascaryatmo, M.A.R.S, yang telah

memberikan izin penelitian.

7. Terima Kasih yang tak terhingga kepada ayahanda tercinta Sonter Manurung,

SmHk dan ibunda tercinta Deli Raya Simamora, SPd yang telah yang telah

banyak membantu baik secara moril maupun materil kepada penulis. Semoga Tuhan memberi kesehatan dan umur yang panjang kepada mereka.

8. Terima kasih kepada adik-adik tercinta Adi Manurung SH, dr. Basri Manurung,

Rudi Han Dani Manurung, Henni Rika Sonata Manurung dan Afni Manurung yang selalu memberikan motivasi kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan

tesis ini.

9. Terima kasih kepada ibu dosen tercinta Meiyana Sinaga SST yang selalu

memberikan waktu, motivasi kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan tesis ini.

10. Kepada rekan-rekan mahasiswa ARS A 2010 yang telah memberi semangat,

masukan, saran dan kritik untuk kesempurnaan tesis ini.

11. Seluruh Perawat di Rumah Sakit Bhayangkara Medan yang telah memberi

semangat, masukan, saran dan kritik untuk kesempurnaan tesis ini.

(11)

pengembangan ilmu pengetahuan bagi penelitian selanjutnya.

Medan, 2013

(12)

Nama penulis adalah Aswin Manurung, Lahir di Dolok Masihul 28 Oktober 1985, jenis kelamin laki-laki, Agama Kristen Protestan, Belum Menikah. Anak

pertama dari enam bersaudara. Penulis berdomisili di Jln. Durian I No. 7 Perumnas Bumi Serdang Permai Lubuk Pakam, Deli Serdang.

Penulis menamatkan Sekolah Dasar di SDN No. 101914 Lubuk Pakam Tahun 1996, selanjutnya Tahun 1999 penulis menamatkan Sekolah Menengah Pertama di SMPN 2 Lubuk Pakam, kemudian Tahun 2002 Penulis Menamatkan Sekolah

Menengah Atas di SMAN 1 Lubuk Pakam dan pada Tahun 2007 Penulis menamatkan Sarjana Kedokteran di Universitas Methodis Indonesia. Pada Tahun

2009 penulis menamatkan Profesi Kedokteran di Universitas Methodis Indonesia. Penulis pernah bekerja di RS. Yosua Lubuk Pakam tahun 2009, kemudian RS. Bhayangkara Tahun 2009-2012 serta tahun 2009-2012 penulis pernah bekerja di

Klinik Millenium Medan, Penulis pernah PTT di Nias Selatan tahun 2012. Dan sekarang Penulis bekerja di RS Restu Ibu Medan dan Dosen di Universitas Prima

(13)

Halaman

2.1.2. Ciri-ciri Pemimpin yang Ideal ... 10

2.1.3. Kepemimpinan dalam Keperawatan ... 11

2.2. Motivasi ... 12

2.2.1. Pengertian Motivasi ... 12

2.2.2. Teori-teori Motivasi ... 13

2.2.3. Model Motivasi ... 16

2.2.4. Faktor-faktor yang Memengaruhi Motivasi ... 17

2.2.5. Manfaat Motivasi ... 21

2.3. Kinerja ... 22

2.3.1. Pengertian Kinerja ... 22

2.3.2. Faktor-faktor yang Memengaruhi Kinerja ... 23

2.3.3. Penilaian Kinerja ... 25

2.3.4. Tujuan Penilaian Kinerja... 28

2.3.5. Manfaat Penilaian Kinerja ... 28

2.3.6. Strategi Meningkatkan Kinerja ... 29

2.4. Perawat ... 31

2.4.1. Pengertian Perawat... 31

2.4.2. Peran Perawat ... 31

(14)

2.5. Rumah Sakit ... 39

2.5.1. Pengertian Rumah Sakit... 39

2.5.2. Klasifikasi Rumah Sakit... 40

2.5.3. Pelayanan Rumah Sakit... 40

2.6. Landasan Teori ... 41

3.3.1. Populasi Penelitian ... 46

3.3.2. Sampel Penelitian ... 46

3.4. Metode Pengumpualan Data ... 47

3.4.1. Data Primer ... 47

3.4.2. Data Sekunder ... 47

3.4.3. Uji Validitas dan Reabilitas ... 48

3.5. Variabel dan Defenisi Operasional ... 49

3.5.1. Variabel Bebas ... 49

3.5.2. Variabel Terikat ... 52

3.6. Metode Pengukuran ... 54

3.6.1. Metode Pengukuran Variabel Bebas ... 54

3.6.2. Metode Pengukuran Variabel Terikat ... 55

3.7. Metode Analisis Data ... 55

4.5.1. Pengujian Secara Parsial ... 82

(15)

Sakit ... 85

5.2. Pengaruh Motivasi terhadap Kinerja Perawat Rumah Sakit ... 92

5.2.1. Pengaruh Motivasi Intrinsik terhadap Kinerja Perawat ... 93

5.2.2. Pengaruh Motivasi Ekstrinsik terhadap Kinerja Perawat ... 99

BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN ... 104

6.1. Kesimpulan ... 104

6.2. Saran ... 104

DAFTAR PUSTAKA ... 107

(16)

Nomor Judul Halaman

3.1. Lama Kerja Perawat di Rumah Sakit Bhayangkara Medan ………... 46

3.2. Tingkat Pendidikan Perawat di Rumah Sakit Bhayangkara Medan... 46

3.1. Jumlah Seluruh Perawat di Rumah Sakit Bhayangkara Medan ... 47

3.2. Metode Pengukuran Variabel Bebas ... 54

3.3. Metode Pengukuran Variabel Terikat ... 55

4.1. Struktur Organisasi Rumah Sakit Bhayangkara Medan ... 58

4.2. Distribusi Identitas Responden di Rumah Sakit Bhayangkara Medan ... 60

4.3. Distribusi Identitas Responden Berdasarkan Kepiawaian Menggunakan Posisi ... 62

4.4 Distribusi Identitas Responden Berdasarkan Kemampuan Memecahkan Masalah Secara Efektif ... 63

4.5. Distribusi Identitas Responden Berdasarkan Ketegasan Sikap dan Komitmen dalam Pengambilan Keputusan ... 64

4.6. Distribusi Identitas Responden Berdasarkan Kemampuan Menjadi dalam Penyelesaian Konflik Kinerja ... 65

4.7. Distribusi Identitas Responden Berdasarkan Keterampilan dalam Komunikasi dan Advokasi ... 66

4.8. Distribusi Identitas Responden Berdasarkan Kategori Kepemimpinan .. 67

4.9. Distribusi Identitas Responden Berdasarkan Tanggung Jawab ... 67

4.10 Distribusi Identitas Responden Berdasarkan Prestasi ... 68

(17)

4.13. Distribusi Identitas Responden Berdasarkan Kategori Motivasi

Interinsik ... 71

4.14. Distribusi Identitas Responden Berdasarkan Gaji ... 71

4.15. Distribusi Identitas Responden Berdasarkan Kondisi Kerja ... 72

4.16. Distribusi Identitas Responden Berdasarkan Hubungan Kerja ... 73

4.17. Distribusi Identitas Responden Berdasarkan Prosedur Kerja ... 74

4.18. Distribusi Identitas Responden Berdasarkan Kategori Motivasi Ekstrinsik ... 75

4.19. Distribusi Identitas Responden Berdasarkan Kategori Motivasi ... 75

4.20. Distribusi Identitas Responden Berdasarkan Pengkajian ... 75

4.21. Distribusi Identitas Responden Berdasarkan Diagnosis ... 76

4.22. Distribusi Identitas Responden Berdasarkan Rencana Tindakan ... 77

4.23. Distribusi Identitas Responden Berdasarkan Pelaksanaan Tindakan Keperawatan ... 78

4.24. Distribusi Identitas Responden Berdasarkan Tindakan Keperawatan ... 79

4.25. Distribusi Identitas Responden Berdasarkan Kategori Kinerja Perawat.. 80

4.26. Korelasi Kepemimpinan dengan Kinerja Perawat ... 80

4.27. Korelasi Motivasi Interinsik dengan Kinerja Perawat ... 81

4.28. Korelasi Motivasi Eksterinsik dengan Kinerja Perawat ... 81

4.29. Korelasi Motivasi dengan Kinerja Perawat ... 81

(18)
(19)

Nomor Judul Halaman

2.1. Landasan Teori ... 43

(20)

Nomor Judul Halaman

1. Kuesioner Penelitian ... 110

(21)

Pelayanan keperawatan di rumah sakit akan terlaksana secara optimal jika didukung kepemimpinan serta motivasi yang baik dari setiap perawat. Pelayanan asuhan keperawatan di Rumah Sakit Bhayangkara Medan masih belum mendukung kinerja rumah sakit dapat dilihat dari asuhan keperawatan yang belum maksimal.

Tujuan penelitian ini untuk menganalisis pengaruh kepemimpinan kepala ruangan dan motivasi baik internal maupun eksternal terhadap kinerja perawat di Rumah Sakit Bhayangkara Medan Tahun 2013. Jenis penelitian adalah survei

explanatory. Populasi penelitian ini adalah seluruh perawat yang masa kerjanya diatas 1 (satu) Tahun sebanyak 50 orang. Penelitian ini dilaksanakan dari bulan September Tahun 2012 sampai maret Tahun 2013. Data kepemimpinan, motivasi diperoleh dari hasil wawancara langsung menggunakan kuesioner. Data yang sudah dikumpulkan dianalisis dengan regresi linier berganda.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel kepemimpinan perawat di Rumah Sakit Bhayangkara Medan pada kategori kurang sebesar 92% dan kategori baik 8% serta variabel motivasi juga pada kategori kurang sebesar 74% dan kategori baik 26%. Hasil uji regresi linier berganda ditemukan variabel kepemimpinan dan motivasi berpengaruh terhadap kinerja perawat di Rumah Sakit Bhayangkara Medan dan variabel kepemimpinan berpengaruh paling besar terhadap kinerja perawat (β=0,791).

Disarankan bagi pimpinan Rumah Sakit Bhayangkara Medan hendaknya meningkatkan fungsi kepemimpinan sebagai upaya meningkatkan kinerja perawat dengan mengimplementasikan dalam bentuk pedoman serta jadwal penugasan dalam memimpin perawat. Manajemen Rumah Sakit Bhayangkara Medan perlu meningkatkan motivasi perawat melalui supervisi dan bimbingan teknis serta membuat reward dan punishment melalui peningkatan gaji sesuai dengan kemampuan manajemen.

Kata kunci: Kepemimpinan, Motivasi, Kinerja, Perawat

(22)

The nursing services in hospital will be carried out in optimaly if supported of ledership and a good motivation from each nurse. The Nursing care service at Bhayangkara Hospital Medan was not support performance of Hospital that look from The nursing care service have not been maximal.

The purpose of this study was to analiyze the influence of ledership of head room and motivation that is internal and exsternal examination in nursing performance at Bhayangkara Hospital Medan in 2013. This study is explanatory survey. The population of this study were all of the nurse that working life above 1 (one) year of 50 nurses. This study is start from september 2012 to March 2013. The data about ledership and motivation were obtained through quetionnaire-based direct interviews. The data obtained from collect will be alaliyze with multiple linier regretion.

The result of this study revealed that variable of nurse leadership at Bhayangkara Hospital Medan is less category of 92% and the best category is 8% and variable of motivation is less category too of 74% and the best is 26%. The result of multiple linier regretion test found that leadership variable and motivation influence to nursing performance at Bhayangkara Hospital Medan and the leadership variable is the biggest influence to nursing performance (β=0,791).

The manajemen of Bhayangkara Hospital Medan is suggested to increase the function of leadership to improve of nursing performance with implements in a guidelines and make schedule assignment in leader of nurse. The manajemen of Bhayangkara Hospital Medan is suggested to increase nursing motivation start from supervision and technical guidance and make reward and punishment through increased salaries inccordence with the manajemen capability.

(23)

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Fenomena kepemimpinan di Indonesia menjadi sebuah masalah menarik dan berpengaruh besar dalam kehidupan politik dan bernegara. Peran kepemimpinan

sangat strategis dan penting dalam sebuah pelayanan kesehatan (rumah sakit) sebagai salah satu penentu keberhasilan pencapaian misi, visi dan tujuan. Maka dari itu, tantangan dalam mengembangkan strategi pelayanan yang jelas terutama terletak

pada pelayanan di satu sisi dan tergantung pada kepemimpinan (Porter, 1996: dalam Sunarsih, 2001).

Secara struktural, pimpinan rumah sakit adalah penentu kebijakan tertinggi dalam operasional suatu rumah sakit. Dalam pelaksanaan tugasnya tersebut, pimpinan rumah sakit dibantu oleh kepala-kepala bagian atau bidang yang ada dalam rumah

sakit. Kepala-kepala bidanglah yang secara langsung berhubungan dengan staf-staf rumah sakit dalam memberikan pelayanan yaitu para dokter, staf dan perawat

(Depkes RI. 2004).

Menurut Birch (2001), sebagai pemimpin, dia lebih terpadu pada orang-orang yang dipimpinnya. Dengan demikian, sesungguhnya salah satu ciri pemimpin besar

adalah menghasilkan sesuatu dan menyadari bahwa keberhasilannya menjalankan tugas adalah karena adanya niat baik dan dukungan orang-orang disekitarnya

(24)

kemampuan memotivasi kerja (the work motivation capability) dalam bentuk komunikasi yang efektif seorang pemimpin, agar dapat menumbuhkan niat dan

dukungan dari bawahannya.

Motivasi sangat mempengaruhi kinerja dalam organisasi. Dalam rangka

meningkatkan kinerja dari pegawainya, organisasi perlu memberi perhatian kepada berbagai macam kebutuhan peagawainya. Hasibuan (2005) menyatakan bahwa berbagai macam kebutuhan inilah yang dipandang sebagai pendorong atau penggerak

bagi seseorang untuk melakukan sesuatu, termasuk melakukan pekerjaan atau bekerja. Seorang pegawai yang profesional tidak dapat melepaskan diri dari

kenyataan bahwa mereka adalah individu yang juga mempunyai kebutuhan, keinginan, dan harapan dari tempatnya bekerja. Keinginan untuk memenuhi kebutuhan inilah yang mempengeruhi motivasi kerja di dalam melakukan kegiatan

untuk mencapai kinerja yang optimal.

Pelaksanaan kinerja perawat di rumah sakit dipengaruhi oleh motivasi setiap

perawat itu sendiri, dengan motivasi yang baik perawat diharapkan kinerjanya dalam memberikan asuhan keperawatan juga semakin baik. Pengelolaan asuhan keperawatan akan berhasil apabila seorang perawat memiliki tanggungjawab,

mempunyai pengetahuan tentang manajemen keperawatan dan kemempuan memimpin orang lain disamping pengetahuan dan keterampilan klinis yang harus

dikuasai pula (Nurachmad, 2001).

(25)

Gibson et al.(1996), ada tiga perangkat variable yang mempengaruhi kinerja, yaitu (1) Variabel individual, terdiri dari: kemampuan dan keterampilan: mental dan fisik,

latar belakang: keluarga, tingkat sosial, penggajian, demografis: umur asal-usul, jenis kelamin, (2) Variabel organisasional, terdiri dari: sumber daya, kepemimpinan,

imbalan, struktur, desain pekerjaan, dan (3) Variabel psikologis: persepsi, sikap, kepribadian, belajar, motivasi.

Menurut Aditama (2000), keperawatan merupakan salah satu profesi di rumah

sakit, yang berperan penting dalam penyelenggaraan upaya menjaga mutu pelayanan kesehatan di rumah sakit. Bentuk kegiatan yang dilakukan oleh profesi ini di rumah

sakit, adalah bentuk kegiatan pelayanan keperawatan yang dilakukan secara terus menerus selama 24 jam kepada pasiennya. Hampir boleh dikatakan bahwa palayanan inti dari kegiatan di rumah sakit. Karena merupakan bentuk pelayanan kegiatan yang

inti di rumah sakit, pelayanan keperawatan ini perlu tetap diperhatikan keberadaannya, terutama bagi para pegawainya yang melaksanakan tugas pelayanan

kepada pasiennya.

Profesi perawat merupakan profesi yang memiliki sumber daya manusia yang relatif besar (50%) jumlahnya dalam suatu kegiatan rumah sakit. Pelayanan kesehatan

yang baik dan berkualitas tidak terlepas dari peran tenaga medis dan non medis, salah satunya adalah tenaga perawat. Tenaga perawat mempunyai kedudukan yang penting

(26)

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Siang Tarigan (2009) menemukan bahwa kinerja perawat pelaksana di Rumah Sakit Umum Kaban Jahe belum mampu

memberikan pelayanan kesehatan yang terbaik kepada pasien, disebabkan oleh rendahnya motivasi kerja perawat sebagai pengawai institusi pemerintahan dan

kurangnya perawat terhadap status pekerjaan sebagai fungsi pelayanan kesehatan. Menurut Mathis dan Jackson (2001), kinerja dari individu tenaga kerja, dipengaruhi oleh banyak faktor, diantaranya: kemampuan tenaga kerja, motivasi

kerja, dukungan yang diterima (kepemimpinan), keberadaan pekerjaan yang mereka lakukan, dan hubungan mereka dengan organisasi. Kinerja pada dasarnya adalah apa

yang dilakukan atau tidak dilakukan karyawan.

Rumah Sakit Bhayangkara Medan (RSBM) diresmikan pada 14 Nopember 1966. Mulanya milik Resimen Brimob, sekarang dengan perkembangan organisasi

Polri pengelolaan beralih menjadi milik Polda Sumut. Sejalan dengan sejarah perkembangannya rumah sakit ini telah tiga kali berubah nama; Rumah Sakit Brimob,

Rumah Sakit Polda Sumut dan terakhir Rumah Sakit Bhayangkara Medan.

Untuk Rumah Sakit Bhayangkara Medan (RSBM), pelayanan keperawatan yang berlangsung adalah bentuk pelayanan khusus. Dimana asuhan keperawatan yang

diberikan kepada pasien sesuai dengan pedoman pada proses keperawatan bidang kesehatan fisik. Rumah Sakit ini telah terakreditasi kelas B, dengan status akreditasi

(27)

keperawatan jiwanya telah sesuai dengan standar pelayanan rumah sakit yang telah ditetapkan oleh pemerintah.

Berdasarkan hasil survei pendahuluan di Rumah Sakit Bhayangkara Medan yang dilakukan pada bulan April 2012 di Unit Rawat Inap ditemukan bahwa rumah

sakit ini memiliki beberapa permasalahan, yaitu: (1) Kepemimpinan yang ditunjukkan kepala ruangan masih belum mampu mendukung perawat dalam melaksanakan tugas secara optimal dimana 70% respoden menyatakan kepala

ruangan kurang dalam membimbing perawat dan menjelaskan tentang asuhan keperawatan yang ada di Rumah Sakit Bhayangkara Medan. (2) Kurangnya motivasi

dari perawat untuk melaksanakan tugas asuhan keperawatan dimana 68% responden menyatakan rendahnya hubungan kerja dari setiap perawat dan 60% responden menyatakan kurangnya kemungkinan pengembangan diri bagi setiap perawat di

Rumah Sakit Bhayangkara Medan. (3) Belum optimalnya perawat dalam melaksanakan asuhan keperawatan kepada pasien dimana 64% responden kurang

dalam melakukan evaluasi kepada setiap pasien yang datang ke Rumah Sakit Bhayangkara Medan.

Selanjutnya dilakukan pengecekan dokumen/status melalui rekam medis pada

pasien tahun 2011 diambil secara acak sebanyak 50 rekam medis tentang asuhan keperawatan, sebanyak 35 (70%) rekam medis masih ditemukan bahwa perawat

(28)

masyarakat dan lokasi rumah sakit yang kurang strategis, kinerja perawat juga menjadi indikator belum optimalnya pelayanan kesehatan dilihat dari tingkat BOR

rumah sakit tahun 2010 sebesar 40,5 % dan tahun 2011 sebesar 43,5 %. Kinerja rumah sakit yang belum optimal dapat dilihat dari laporan hasil kunjungan pasien

rawat inap, dimana pencapaian BOR cenderung konstan, dan masih jauh dari target (80 %). Belum optimalnya kinerja rumah sakit tersebut tentu saja terkait dengan motivasi dan kinerja petugas pelayanan kesehatan salah satu diantaranya adalah

perawat.

Informasi lain yang ditemukan terkait survei pendahuluan di ruang rawat inap

rumah sakit bhayangkara medan bulan April 2012 terhadap 50 keluarga pasien, 38 orang responden (76,0%) menyatakan bahwa keluarga pasien kurang mendapat asuhan keperawatan, serta data dari rumah sakit mengenai kinerja perawat

berdasarkan asuhan keperawatan yang di ambil secara acak terhadap 50 rekam medik pasien dapat dilihat bahwa perawat yang melaksanakan pengkajian sebanyak 44% ,

perawat yang melaksanakan diagnosa keperawatan sebanyak 50%, perawat yang melakukan perencanaan terhadap pasien sebanyak 48%, perawat yang melaksanakan implementasi sebanyak 56% dan yang melakukan evaluasi terhadap pasien sebanyak

48%. (Bagian Administrasi Rumah Sakit Bhayangkara Medan, 2012).

Pencapaian kinerja rumah sakit yang belum optimal diduga tekait dengan

(29)

pelatihan dan memberikan kesempatan kepada perawat untuk melanjutkan pendidikan kejenjang yang lebih tinggi secara bergantian, namun kinerja perawat

belum juga optimal.

Penyebab dari tidak tercapainya pelayanan optimal di suatu rumah sakit,

dalam hubungannya dengan kepemimpinan, akan dianalisis dari segi kepemimpinan dan motivasi kerja dalam mengarahkan dan menggerakkan orang-orang yang dipimpinnya sesuai dengan bidang tugasnya pada jajaran bidang pelayanan

keperawatan di Rumah Sakit Bhayangkara Medan.

Berdasarkan teori dan beberapa penelitian terdahulu disebutkan di atas, dan

permasalahan yang ditemui pada Rumah Sakit Bhayangkara Medan saat ini maka peneliti tertarik untuk meneliti “pengaruh kepemimpinan dan motivasi terhadap kinerja perawat di Rumah Sakit Bhayangkara Medan”.

1.2. Permasalahan

Berdasarkan latar belakang penelitian di atas, maka permasalahan dalam penelitian ini adalah untuk mengukur: Bagaimanakah pengaruh kepemimpinan dan

motivasi terhadap kinerja perawat Rumah Sakit Bhayangkara Medan Tahun 2013.

1.3. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalahuntuk menganalisis besaran pengaruh

(30)

1.4. Hipotesis

Hipotesis dalam penelitian ini adalah terdapat pengaruh yang signifikan

antaraKepemimpinan dan motivasi terhadap kinerja perawat di Rumah Sakit Bhayangkara Medan tahun 2013.

1.5. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

Dapat memperkaya konsep atau teori yang menyokong perkembangan ilmu pengetahuan manajemen sumber daya manusia, khususnya yang terkait

dengan pengaruh kepemimpinan dan motivasi kerja terhadap kinerja. 2. Manfaat Praktis

(31)

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kepemimpinan

2.1.1. Pegertian Kepemimpinan

Masalah kepemimpinan telah muncul bersamaan dengan dimulainya sejarah

manusia, yaitu sejak manusia menyadari pentingnya hidup berkelompok untuk mencapai tujuan bersama. Pada hakekatnya kepemimpinan adalah kemampuan untuk mempengaruhi orang lain. Dengan kata lain kepemimpinan dapat diartikan sebagai

kemampuan seseorang untuk mempengaruhi orang lain untuk menggerakkan orang-orang tersebut agar dapat penuh pengertian dan senang hati bersedia mengikuti

kehendak pemimpin tersebut (Robbins, 2006).

Kepemimpinan telah didefinisikan dalam kaitannya dengan ciri-ciri individual, perilaku, pengaruh terhadap orang lain, pola interaksi, hubungan peran,

tempatnya pada suatu posisi administratif, serta persepsi orang lain mengenai keabsahan dari pengaruh (Robbins, 2006). Selanjutnya menurut Siagian (1999),

kepemimpinan sebagai suatu kegiatan untuk mempengaruhi perilaku orang-orang agar bekerja bersama-sama menuju suatu tujuan tertentu yang mereka inginkan bersama. Dengan kata lain, kepemimpinan adalah kemampuan mempengaruhi

kelompok untuk mencapai tujuan kelompok tersebut.

Berdasarkan defenisi diatas dapat diketahui bahwa kepemimpinan adalah

(32)

pada kemampuan seorang pimpinan untuk mengarahkan bawahannya dalam mencapai tujuan organisasi.

2.1.2. Ciri-ciri Pemimpin yang Ideal

Menurut John adair (2007) Ciri-ciri pemimpin yang ideal adalah (1)

mengkomunikasikan visi, arah dan peran yang jelas, (2) mempengaruhi orang lain dengan terencana dan mengajak orang lain bekerja, (3) membina hubungan dengan karyawan, (4) menantang pemikiran dan mendorong fleksibiltas dan inovasi, (5)

mengembangkan, memberi kesempatan dan mendorong orang lain dalam bekerja, (6) memberi dorongan bagi tercapainya hasil dan perbaikan, dan (7) memperlihatkan

kesadaran diri, berkomitmen dengan rasa cinta yang mendalam terhadap nilai dan misi serta memperlihatkan kecakapan manajemen.

Pemimpin yang dapat menerapkan kepemimpinan yang tepat akan dapat

memuaskan bawahannya sehingga pegawai menjadi lebih giat bekerja sehingga pegawai menjadi lebih giat bekerja sehingga kinerja pegawai dapat terbentuk. Dengan

demikian bahwa dalam usaha untuk meningkatkan potensi kerja dibutuhkan ciri-ciri pemimpin yang berprilaku partisipasif (Kabul, 2005).

Kinerja pegawai tidak dapat dilepaskan dari peran pemimpinnya. Menurut

Bass dan Avolio (1990), peran pemimpin atasan dalam memberikan kontribusi pada karyawan untuk pencapaian kinerja yang optimal dilakukan melalui lima cara yaitu:

(33)

evaluasi dari kinerja secara efektif, (4) Pemimpin memberikan umpan balik ketika kayawan telah mencapai sasaran, dan (5) pemimpin mengalokasikan imbalan

berdasarkan hasil yang mereka capai.

2.1.3. Kepemimpinan dalam Keperawatan

Kepemimpinan dalam pelayanan keperawatan menurut Swanburg (2000) harus memiliki kemampuan dan keterampilan dalam keperawatan dan dapat mempengaruh perawat lain di bawah pengawasannya untuk melaksanakan tugas dan

tanggung jawabnya dalam memberikan pelayanan dan asuhan keperawatan sehingga tujuan keperawatan tercapai. Keterampilan dalam kepemimpinan ini meliputi:

Keterampilan teknis, yaitu kesanggupan untuk mengerti dan mengerjakan aktifitas teknis, keterampilan konseptual, yaitu kesanggupan untuk mengkonsep dan melihat usaha sebagai keseluruhan serta dapat menganalisanya dan keterampilan hubungan

antar manusia, yaitu kesanggupan untuk bekerja sama dengan orang lain sebagai anggota kelompok dan pimpinan. Kepemimpinan merupakan cara memimpin yang

dapat menghasilkan keluaran melalui kinerja orang lain

Pemberian pelayanan keperawatan merupakan suatu kegiatan yang komplek dan melibatkan berbagai individu. Agar tujuan keperawatan tercapai diperlukan

kegiatan dalam menerapkan keterampilan kepemimpinan oleh karena itu, kepemimpinan timbul sebagai hasil sinergis berbagai keterampilan mulai dari

(34)

Kepemimpinan dalam keperawatan dapat ditumbuhkan lebih optimal, selain dengan menguasai keterampilan diatas seorang manajer keperawatan mampu

memperlihatkan keperawatan dalam menghadapi orang lain dengan efektif. Keterampilan tersebut meliputi: (1) kepiawaian dalam menggunakan posisi, (2)

kemapuan dalam memecahkan masalah secara efektif, (3) ketegasan sikap dan komitmen dalam pengambilan keputusan, (4) mampu menjadi media dalam penyelesaian konflik kinerja, dan (5) mempunyai keterampilan dalam komunikasi dan

advokasi (Gillis, 1994).

2.2. Motivasi

2.2.1. Pengertian Motivasi

Motivasi merupakankegiatan yang mengakibatkan, mengalirkan, dan memelihara perilaku manusia akibat interaksi individu dengan situasi. Umumnya orang-orang yang termotivasi akan melakukan usaha yang lebih besar dari pada yang

tidak termotivasi.Istilah motivasi (motivation) berasal dari bahasa Latin, yakni

movere yang berarti “menggerakkan” (to move). Rumusan motivasi oleh Mitchell (1982) bahwa motivasi mewakili proses-proses psikologikal yang menyebabkan timbulnya, diarahkannya, dan terjadinya persistensi kegiatan-kegiatan sukarela (volunteer) yang diarahkan kearah tujuan tertentu (Winardi, 2007).

Menurut Gray (Winardi, 2007) bahwa motivasi merupakan hasil sejumlah proses yang bersifat internal atau eksternal bagi seorang individu yang menyebabkan

(35)

Sedangkan menurut Rivai (2006), menambahkan bahwa motivasi adalah sebagai dorongan yang ada pada diri seseorang untuk bertingkah laku mencapai suatu tujuan

tertentu.

Berdasarkan beberapa defenisi di atas disimpulkan bahwa motivasi adalah

bagaimana menggerakkan orang agar mau bekerja dengan semangat dan menunjukkan kemampuan yang dimiliki untuk mencapai tujuan sesuai dengan peran fungsi untuk keberhasilan suatu organisasi dalam hal ini termasuk rumah sakit,

khususnya perawat sebagai pemberi jasa pelayanan keperawatan.

2.2.2. Teori-Teori Motivasi

Teori motivasi merupakan teori-teori yang membicarakan bagaimana motivasi manusia dalam melaksanakan pekerjaan dan mencapai tujuan, yang dipengaruhi oleh berbagai faktor pembentuk terciptanya motivasi. Motivasi Gibson (1996), secara

umum mengacu pada 2 (dua) kategori :

1. Teori kepuasan (Content Theory), yang memusatkan perhatian kepada faktor

dalam diri orang yang menguatkan (energize), mengarahkan (direct), mendukung (sustain), dan menghentikan (stop) perilaku petugas.

2. Teori proses (Process Theory), menguraikan dan menganalisa bagaimana perilaku

itu dikuatkan, diarahkan, didukung dan dihentikan.

Lebih lanjut Gibson (2006), mengelompokkan teori motivasi sebagai

(36)

1. Teori kepuasan terdiri dari; (a) teori Hirarki kebutuhan dari Abraham Maslow,

(b) teori Dua Faktor dari Frederick Herzberg, (c) teori ERG (Existence, Relatedness, Growth) dari Alderfer, (d) teori prestasi dari McClelland.

2. Teori Proses terdiri dari; (a) teori harapan, (b) teori pembentukan perilaku, (c)

teori keadaan.

Teori kebutuhan Maslow membagi lima kebutuhan hirarki agar setiap manusia dapat memenuhi kepuasan diri dan bergerak memenuhi kebutuhan tersebut

yaitu: (1) faali (fisiologis): antara lain rasa lapar, haus perlindungan (pakaian dan perumahan), sex dan kebutuhan ragawi lain, (2) keamanan: antara lain keselamatan

dan perlindungan terhadap kerugian fisik dan emosional, (3) sosial: mencakup kasih sayang, rasa dimiliki, diterima baik, dan persahabatan, (4) penghargaan: mencakup faktor rasa hormat internal seperti harga diri, otonomi, dan prestasi dan faktor hormat

eksternal seperti status, pengakuan, dan perhatian. (5) aktualisasi diri: dorongan untuk menjadi apa yang ia mampu menjadi; mencakup pertumbuhan, mencapai

potensialnya, dan pemenuhan diri.

Teori kebutuhan (motivasi berprestasi) dari David McClelland, teori ini berfokus pada 3 kebutuhan. Hal-hal yang memotivasi seseorang menurut McClelland

dalam Robbins (2006), adalah:

1. Kebutuhan akan prestasi (Need for achievement)

(37)

kreativitas dan mengarahkan semua kemampuan serta energi yang dimilikinya guna mencapai prestasi yang maksimal. Seseorang menyadari bahwa hanya

dengan mencapai prestasi kerja yang tinggi akan memperoleh pendapatan yang besar yang akhirnya bisa memenuhi kebutuhan-kebutuhannya.

2. Kebutuhan akan kekuasaan (Need for power)

Adalah keinginan untuk memiliki pengaruh, menjadi yang berpengaruh, dan mengendalikan individu lain. Kebutuhan akan kekuasaan merupakan daya

penggerak yang memotivasi semangat kerja seseorang. Merangsang dan memotivasi gairah kerja seseorang serta mengerahkan semua kemampuannya

demi mencapai kedudukan atau kekuasaan yang terbaik. Seseorang dengan kebutuhan kekuasaan tinggi akan bersemangat bekarja apabila bisa mengendalikan orang yang ada di sekitarnya. Individu dengan need for power

yang tinggi suka bertanggungjawab, berjuang untuk mempengaruhi orang lain, senang ditempatkan dalam situasi yang kompetitif dan berorientasi status, serta

cenderung lebih khawatir dengan wibawa dan mendapatkan pengaruh atas individu lain dengan kinerja yang lebih efektif.

3. Kebutuhan akan afiliasi (Need for affiliation)

Kebutuhan akan afiliasi menjadi daya penggerak yang memotivasi semangat bekerja seseorang. Karena kebutuhan akan afiliasi akan merangsang

(38)

persahabatan, lebih menyukai situasi-situasi yang kooperatif dibandingkan situasi yang kompetitif.

Beberapa prediksi yang didukung dengan baik bisa dibuat berdasarkan hubungan antara kebutuhan pencapaian dan prestasi kerja. Individu dengan

kebutuhan pencapaian yang tinggi lebih menyukai situasi-situasi pekerjaan yang memiliki tanggungjawab pribadi, umpan balik, dan resiko tingkat menengah. Ketika karekteristik-karakteristik ini merata, individu yang berprestasi tinggi akan sangat

termotivasi.

2.2.3. Model Motivasi

Handoko (2001), membagi model motivasi menjadi dua, yaitu: (1) motivasi intrinsik, yang berfungsi tanpa rangsangan dari luar, karena dalam diri individu tersebut sudah ada dorongan untuk melakukan tindakan, dan (2) motivasi ekstrinsik,

yaitu motivasi yang berfungsi karena disebabkan oleh adanya faktor pendorong dari luar individu.

Model motivasi berkembang dari teori klasik (tradisional) menjadi teori modern, sesuai dengan perkembangan peradaban dan ilmu pengetahuan. Model-model motivasi ada 3: (Winardi, 2007)

1. Model tradisonal yaitu mengemukakan bahwa untuk memotivasi bawahan agar

bergairah kerjanya meningkat, perlu diterapkan system insentif semakin besar

(39)

2. Model hubungan manusia mengemukakan bahwa memotivasi bawahan agar

bergairah dalam pekerjaannya dengan mengakui kebutuhan sosial mereka dan

membuat mereka merasa berguna dan penting.

3. Model sumber daya manusia mengemukakan bahwa karyawan dimotivasi oleh

banyak faktor, bukan hanya uang/barang atau keinginan terhadap pencapaian kepuasan, tetapi juga kebutuhan akan pencapaian dan pekerjaan yang berarti. Menurut model ini, karyawan cenderung memperoleh kepuasan dari prestasi yang

baik.

2.2.4. Faktor-Faktor yang Memengaruhi Motivasi

Faktor motivasi dibedakan menjadi dua, yang pertama dinamakan situasi motivasi yang “subjective” atau faktor intrinsik dan yang kedua adalah faktor “objective”atau faktor ekstrinsik.

Faktor-faktor intrinsik adalah faktor-faktor yang timbul dari individu petugas dengan pekerjaannya yang sering disebut pula sebagai “job content factor”. Faktor tersebut diantaranya meliputi keberhasilan dalam melaksanakan tugas, memperoleh pengakuan atas prestasinya, memperoleh tanggungjawab yang lebih besar dan memperoleh kemajuan kedudukan melalui promosi jabatan. Sejauh mana semuanya

itu dapat terpenuhi secara positif bagi petugas, maka sejauh itu pula dorongan/daya motivasinya untuk bekerja bagi tercapainya tujuan organisasi.

(40)

1) Tanggung jawab (responsibility).

Setiap orang ingin diikursertakan dan ingin diakui sebagai orang yang berpotensi,

dan pengakuan ini akan menimbulkan rasa percaya diri dan siap memikul tanggung jawab yang lebih besar.

2) Prestasi yang diraih (achievment)

Setiap orang menginginkan keberhasilan dalam setiap kegiatan. Pencapaian prestasi dalam melakukan suatu pekerjaan akan menggerakkan yang

bersangkutan untuk melakukan tugas-tugas berikutnya. 3) Pengakuan orang lain (recognition)

Pengakuan terhadap prestasi merupakan alat motivasi yang cukup ampuh, bahkan bisa melebihi kepuasan yang bersumber dari kompensasi.

4) Pekerjaan itu sendiri (the work it self)

Pekerjaan itu sendiri merupakan faktor motivasi bagi pegawai untuk berforma tinggi. Pekerjaan atau tugas yang memberikan perasaan telah mencapai sesuatu,

tugas itu cukup menarik, tugas yang memberikan tantangan bagi pegawai, merupakan faktor motivasi, karena keberadaannya sangat menentukan bagi motivasi untuk berforma tinggi dan peningkatkan kualitas kerja itu sendiri.

5) Kemungkinan pengembangan (the possibility of growth)

Karyawan hendaknya diberi kesempatan untuk meningkatkan kemampuannya

(41)

dan berkembang sesuai dengan rencana karirnya yang akan mendorongnya lebih giat dalam bekerja.

6) Kemajuan (advancement)

Peluang untuk maju merupakan pengembangan potensi diri seorang pegawai

dalam melakukan pekerjaan, karena setiap pegawai menginginkan adanya promosi kejenjang yang lebih tinggi, mendapatkan peluang untuk meningkatkan pengalaman dalam bekerja. Peluang bagi pengembangan potensi diri akan

menjadi motivasi yang kuat bagi pegawai untuk bekerja lebih baik.

Sedangkan yang berhubungan dengan faktor ketidakpuasan dalam bekerja

menurut Herzberg dalam Luthans (2003), dihubungkan oleh faktor ekstrinsik antara lain:

1) Gaji

Tidak ada satu organisasipun yang dapat memberikan kekuatan baru kepada tenaga kerjanya atau meningkatkan produktivitasnya, jika tidak memiliki

sistem kompensasi yang realitis dan gaji bila digunakan dengan benar akan memotivasi pegawai. Gaji yang sesuai dengan kinerja maka mendorong peningkatan produktivitas perusahaan.

2) Keamanan dan keselamatan kerja

Kebutuhan akan keamanan dapat diperoleh memalui kelangsungan kerja. Jika

(42)

3) Kondisi kerja

Dengan kondisi kerja yang nyaman, aman dan tenang serta didikung oleh

perlatan yang memadai, karyawan akan merasa betah dan produktif dalam bekerja sehari-hari

4) Hubungan kerja

Untuk dapat melaksanakan pekerjaan dengan baik haruslah didukung oleh suasana atau hubungan kerja yang harmonis antara sesama pegawai maupun

atasan dan bawahan. 5) Prosedur perusahaan

Keadilan dan kebijaksanaan dalam menghadapi pekerja, serta pemberian evaluasi dan informasi secara tepat kepada pekerja juga merupakan pengaruh terhadap motivasi pekerja.

6) Status

Merupakan posisi atau peringkat yang ditentukan secara sosial yang diberikan

kepada kelompok atau anggota kelompok dari orang lain. Status pekerja mempengaruhi motivasinya dalam bekerja. Status pekerja yang diperoleh dari pekerjaannya antara lain ditunjukkan oleh klasifikasi jabatan hak-hak

istimewa yang diberikan serta peralatan dan lokasi kerja yang dapat menunjukkan statusnya.

(43)

manfaat yang akan diperolehnya. Motivasi yang timbul karena adanya usaha secara sadar dari manusia dan dilakukan untuk menimbulkan daya/kekuatan/dorongan untuk

melakukan perbuatan-perbuatan tertentu (perilaku) bagi tercapainya tujuan organisasi di tempat bekerja. Faktor-faktor tersebut meliputi gaji atau upah yang meningkat,

adanya atasan atau pimpinan yang bijak, hubungan rekan kerja yang baik, kebijaksanaan organisasi/instansi yang tepat, lingkungan kerja fisik yang baik dan terjaminnya keselamatan kerja. Hal ini berarti bahwa semakin tinggi terpenuhinya

akan harapan-harapan dan hasil kongkrit yang akan diperolehnya, maka semakin tinggi pula motivasi positif yang akan ditunjukkan olehnya.

2.2.5. Manfaat Motivasi

Manfaat motivasi yang utama adalah menciptakan gairah kerja sehingga produktivitas kerja maningkat. Sementara itu manfaat yang diperoleh karena bekerja

dengan orang-orang yang termotivasi adalah pekerjaan dapat diselesaikan dengan tepat, artinya pekerjaan diselesaikan sesuai standar yang ditetapkan dan dalam skala

waktu yang sudah ditentukan serta orang senang melakukan pekerjaannya.

Sesuatu yang dikerjakan dengan adanya motivasi yang mendorongnya maka akan pekerja senang melakukannya. Pekerjapun akan merasa dihargai atau diakui hal

ini terjadi karena pekerjaannya dia betul-betul berharga bagi setiap orang. Pekerja yang termotivasi akan pekerjaannya akan memudahkan individu yang mengawas

(44)

2.3. Kinerja

2.3.1. Pengertian Kinerja

Istilah kinerja sering dipadankan dengan kata dalam bahasa Inggris yakni ”performance”. Memurut The Scribner-Bantam English Dictionary tahun 1979

performance berasal dari akar kata “to perform” yang mempunyai arti melakukan, menjalankan, melaksanakan, memenuhi atau menjalankan kewajiban menyempurnakan tanggungjawab dan melakukan sesuatu yang diharapkan sesorang

atau mesin. Dapat disimpulakan bahwa dari beberapa arti “to perform” adalah melakukan suatu kegiatan dan menyempurnakan sesuai dengan tanggungjawab atau

hasil yang diharapkan, sedangkan arti kata performance merupakan kata benda dimana salah satunya adalah sesuatu hasil yang telah dikerjakan.

Menurut Triffin dan MacCormic (1979), kinerja individu berhubungan dengan

individual variable dan situasional variable. Perbedaan individu akan menghasilkan kinerja yang berbeda pula. Adapun individu variable adalah variabel yang berasal dari dalam diri individu yang bersangkutan, misalnya kemampuan, kepentinan, dan kebutuhan-kebutuhan tertentu. Sedangkan situasional variable adalah variabel yang bersumber dari situasi pekerjaan yang lebih luas (lingkungan organisasi), misalnya

pelaksanaan supervisi, karakteristik pekerjaan, hubungan dengan sekerja dan pemberian imbalan.Menurut Prawirosentono (1999), kinerja adalah hasil kerja yang

(45)

mencapai tujuan organisasi bersangkutan secara legal, tidak melanggar hukum dan sesuai dengan moral maupun etika.

Menurut Ilyas (2001), kinerja adalah kualitas hasil karya personil baik kualitas maupun kuantitas dalam suatu organisasi. Kinerja dapat merupakan penampilan

individu maupun kerja kelompok personil. Penampilan hasil kerja tidak terbatas kepada personil yang memangku jabatan fungsional maupun struktural tetapi juga kepada keseluruhan jajaran personil dalam organisasi.

Sementara kinerja menurut Mangkunegara (2002), adalah hasil kerja secara kuantitas dan kualitas yang dicapai oleh seorang pegawai dalam melaksanakan

tugasnya sesuai dengan tanggungjawab yang diberikan kepadanya. Baik tidaknya karyawan dalam melaksanakan tugas yang diberikan perusahaan dapat diketahui dengan melakukan penilaian terhaap kinerja karyawannya. Penilaian kinerja

berpengaruh untuk evaluasi kerja, motivasi dan pengembangkan karyawan.

2.3.2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kinerja

Mangkunegara (2002), mengemukakan bahwa faktor yang mempengaruhi kinerja adalah faktor kemampuan (ability) dan faktor motivasi (motivation).

a. Faktor kemampuan

Karyawan yang memiliki kemampuan yang memadai untuk jabatannya dan terampil dalam mengerjakan pekerjaannya sehari-hari, maka ia lebih muda untuk

(46)

b. Faktor motivasi

Motivasi terbentuk dari sikap karyawan dalam menghadapi situasi kerja.

Motivasi merupakan kondisi yang terarah untuk mencapai tujuan kerja atau organisasi.

Pemimpin organisasi sangat menyadari adanya perbedaan kinerja antara satu karyawan dengan karyawan lainnya yang berada dibawah pengawasannya. Secara garis besar, perbedaan kinerja ini disebabkan oleh dua faktor, yaitu faktor individu

dan situsi kerja. Menurut Gibsonet al. (1996), menyatakan bahwa terdapat tiga kelompok variabel yang mempengaruhi kinerja dan perilaku, yaitu:

a. Variabel individu, yang terdiri dari: (1) kemampuan dan keterampilan (2) latar

belakang keluarga, pengalaman, tingkat sosial, dan (3) faktor demografis. b. Variabel organisasi, yang terdiri dari: (1) sumber daya, (2) kepemimpinan, (3)

imbalan, (4) struktur, dan (5) disain pekerjaan.

c. Variabel psikologis, yang terdiri dari:(1) persepsi, (2) sikap, (3) kepribadian,

(4) belajar, dan (5) motivasi.

(47)

Sedangkan Robbin (2006), menambahkan dimensi baru yang menentukan kinerja seseorang, yaitu kesempatan. Menurutnya, meskipun seseorang bersedia dan

mampu mungkin ada rintangan yang menjadi kendala kinerja seseorang, yaitu kesempatan yang ada, mungkin berupa lingkungan, rekan kerja yang tidak

mendukung prosedur yang tidak jelas dan sebagainya.

2.3.3. Penilaian Kinerja

Menurut Simamora (2004), penilaian kinerja (performance appraisal) adalah prosesnya organisasi mengevaluasi pelaksanaan kinerja individu. Penilaian kinerja memberikan mekanisme penting bagi manajemen untuk digunakan dalam

melaksanakan tujuan-tujuan dan standar kinerja individu di waktu berikutnya. Sedangkan menurut Rivai (2005), penilaian kinerja merupakan kajin sistematis tentang kondisi kerja karyawan yang dilaksanakan secara formal yang dikaitkan

dengan standar kerja yang telah ditentukan perusahaan. Penilaian kinerja merupakan proses yang dilakukan perusahaan dalam mengevaluasi kinerja pekerjaan seseorang,

meluputi dimensi kinerja karyawan dan akuntabilitas.

Dalam Rivai (2005), dikemukakan pada dasarnya ada dua (2) model penilaian kinerja:

1. Penilaian kinerja berorientasi masa lalu (a) Skala peringkat (Rating scale)

(48)

(b) Daftar pertanyaan (Checklist)

Dengan menggunakan formulir isian yang berisi beraneka tingkah perilaku

bagi suatu pekerjaan. Keuntungan dari Checklist adalah biaya yang murah dan pengurusan yang mudah.

(c) Metode dengan pilihan terarah

Peningkatan objektivitas dan mengurangi subjektivitas dalam penilaian yaitu dengan mengurangi dan menyingkirkan kemungkinan berat sebelah. (d) Metode peristiwa kritis (Critical Incident Method)

Bermanfaat untuk memberi umpan balik yang terait langsung dengan

pekerjaan.

(e) Metode catatan prestasi

Berkaitan dengan metode peristiwa kritis, yaitu catatan penyempurnaan

misalnya penampilan, kemampuan berbicara dan peran kepemimpinan. (f) Skala peringkat dikaitkan dengan tingah laku (Behaviorally Anchored

Rating Scale= BARS)

Penggunaan metode ini menuntut diambilnya tiga (3) langkah, yaitu: (1) menentukan skala peringkat penilaian prestasi kerja (2) menentukan

kategori prestasi kerja dengan skala peringkat (3) uraian prestasi kerja sedemikian rupa sehingga kecenderungan perilaku karyawan yang dinilai

dengan jelas.

(g) Metode peninjauan lapangan (Field Review Method)

(49)

(h) Tes dan observasi prestasi kerja (Performance Test and Observation)

Penilaian kemampuan melalui ujian tertulis atau memalui mekanisme kerja

yang telah ditetapkan dan harus ditaati atau ujian praktik.

(i) Pendekatan evaluasi komparatif (Comparative Evaluation Approach)

Menggunakan perbandingan prestasi kerja seseorang dengan orang lain. 2. Penilaian kinerja berorientasi masa depan

(a) Penilaian diri sendiri (Self Apprasial)

Penilaian yang dilakukan oleh karyawan sendiri dengan harapan karyawan tersebut dapat lebih mengenal kekuatan dan kelemahan dirinya sehingga

mampu mengidentifikasi aspek prilaku kerja yang perlu diperbaiki. (b) Manajemen berdasarkan sasaran (Management by Objective)

Penilaian dimana karyawan dan penyelia bersama-sama menetapkan tuuan

atau sasaran pelaksanaan kerja diwaktu yang akan datang. (c) Penilaian dengan psikolog

Penilaian ini berdasarkan wawancara, tes psikologi, diskusi-diskusi dengan penyelia-penyelia.

2.3.4. Tujuan Penilaian Kinerja

Menurut Simamora (2004), tujuan penilaian kinerja digolongkan kedalam evaluasi dan tujuan pengembangan.

(a) Tujuan evaluasi

(50)

deskiptif. Hasil evaluasi digunakan sebagai data dalam mengambil keputusan mengenai promosi dan kompensasi atas peningkatan kinerja.

(b) Tujuan pengembangan

Pendekatan pengembangan diharapkan dapat meningkatkan kinerja karyawan

dimasa yang akan datang. Aspek pengembangan dari penilaan kinerja mendorong perbaikan dalam menjalankan pekerjaan karyawan.

2.3.5. Manfaat Penilaian Kinerja

Manfaat penilaian kinerja yang dikemukakan oleh Mulyadi (1997), yaitu: 1) Mengelola operasi organisasi secara efektif dan efisien melalui pemotivasian

karyawan secara maksimum.

2) Membantu pengambilan keputusan yang bersangkutan dengan karyawan, seperti

promosi, transfer dan pemberhentian.

3) Mengidentifikasi kebutuhan pelatihan dan pengembangan karyawan dan

menyediakan kriteria seleksi dan evaluasi program pelatihan karyawan.

4) Menyediakan umpan balik bagi karyawan mengenai bagaimana atasan meraka

menilai kinerja mereka.

5) Menyediakan suatu dasar distribusi penghargaan.

2.3.6. Strategi Meningkatkan Kinerja

Adapun strategi-strategi yang digunakan oleh kepala ruangan dalam

(51)

1. Dorongan positif

Dorongan positif melibatkan penggunaan penghargaan positif untuk

meningkatkan terjadinya kinerja yang diinginkan. Dorongan positif yang diberikan oleh kepala instalasi rawat inap terhadap perawat berdasarkan tupoksi yaitu:

mengkoordinasi pengendalian terhadap pelaksanaan tugas rumah sakit yang telah ditetapkan dan sesuai dengan tugas dan tanggung jawabnya dan diadakan penghargaan baik bersifat materil dan imateril serta penilaian terhadap kinerjanya.

Sistem dorongan positif dapat dirancang berdasarkan prinsip-prinsip teori dorongan: a. Lakukan audit kinerja

Audit kinerja mengkaji seberapa baik pekerjaan dilaksanakan. b. Tetapkan standar dan tujuan kinerja

Standar adalah tingkat minimum kinerja yang diterima, tujuan adalah

tingkat kinerja yang ditargetkan. Keduanya harus ditetapkan setelah audit kinerja dan harus dikaitkan langsung dengan pekerjaan. Tujuan dan standar

harus dapat diukur dan dapat dicapai.

c. Berikan umpan balik kepada karyawan mengenai kinerjanya

Standar kinerja tidak efektif tanpa ukuran dan umpan balik terus

menerus. Umpan balik harus netral dan bahan evaluatif bersifat menilai dan bila mungkin harus disampaikan secara langsung kepada karyawan, bukan

(52)

d. Beri karyawan pujian atau imbalan lain yang berkaitan langsung dengan

kinerja.

Jika penghargaan berupa pujian, maka harus dinyatakan dalam bentuk kuantitatif dan spesifik. Salah satu penghargaan yang umum adalah uang.

Meskipun uang sangat efektif sebagai motivator, banyak organisasi sering tidak mampu menggunakannya.

2. Disiplin Positif

Program ini memberi tanggung jawab perilaku ditangan perawat itu sendiri. Bagaimanapun, program ini memberitahukan perawat bahwa rumah sakit peduli dan

akan tetap memperkerjakan perawat selama ia berkomitmen untuk bekerja dengan baik. Disiplin positif yang dilihat dari sikap dan perilaku perawat tidak terlambat datang bekerja, bekerja sesuai dengan jam kerja yang sudah ditetapkan dan perawat

juga diberi kebijakan untuk menindak lanjuti apabila pegawai melakukan kesalahan atau tidak disiplin.

3. Bantuan Karyawan

Program bantuan bagi perwat mempunyai sifat-sifat berikut ini: Dukungan manajemen puncak, dukungan perawat atau serikat pekerja, kerahasiaan, akses yang

mudah, pengurus serikat pekerja yang terlatih, jika berada dilingkungan serikat pekerja, asuransi, ketersediaan, banyak layanan untuk bantuan dan referensi,

(53)

melaksanakan kinerja dan menumbuhkan kreatifitas untuk mencapai tujuan organisasi dengan dukungan dari kepala instalasi rawat inap maupun antar pegawai.

4. Manajemen Pribadi

Manajemen pribadi (self management) adalah suatu pendekatan yang relatif baru. Manajemen pribadi mengajari orang mengamati perilaku sendiri, membandingkan outputnya dengan tujuannya, dan memberikan dorongan untuk menopang komitmen pada tujuan dan kinerja.

2.4. Perawat

2.4.1. Pengertian Perawat

Menurut Undang-Undang Kesehatan No.36 tahun 2009 menjelaskan bahwa

perawat adalah mereka yang memeiliki kemampuan dan kewenangan melakukan tindakan keperawatan berdasarkan ilmu yang dimilikinya yang diperoleh melalui pendidikan keperawatan. Perawat dikatakan profesional jika memiliki ilmu

pengetahuan, ketrampilan keperawatan profesional dan sikap professional sesuai kode etik profesi.

2.4.2. Peran Perawat

Peran perawat menurut konsorsium ilmu kesehatan tahun 1989 terdiri dari peran sebagai pemberi asuhan keperawatan, advokat pasien, pendidik, koordinator,

kolaborator, konsultan dan peneliti.

(54)

Peran sebagai pemberi asuhan keperawatan ini dapat dilakukan perawat dengan memperhatikan keadaan kebutuhan dasar manusia yang

dibutuhkan melalui pemberian pelayanan keperawatan dengan menggunakan proses keperawatan sehingga ditentukan diagnosis keperawatan agar

direncanakan dan dilaksanakan tindakan yang tepat sesuai dengan tingkat kebutuhan dasar manusia, kemudian dapat dievaluasi tingkat perkembangannya. Pemberian asuhan keperawatan dari yang sederhana

sampai dengan kompleks. (2) Peran Sebagai Advokat Pasien

Perawat membantu klien dan keluarga dalam menginterpretasikan berbagai informasi dari pemberi pelayanan atau informasi lain khususnya dalam pengambilan persetujuan atas tindakan keperawatan yang diberikan

kepada pasien, juga dapat berperan mempertahankan dan melindungi hak-hak pasien yang meliputi hak atas pelayanan sebaik-baiknya, hak atas informasi

tentang penyakitnya, hak atas privasi, hak untuk menentukan nasibnya sendiri dan hak untuk menerima ganti rugi akibat kelalaian.

(3) Peran Sebagai Pendidik

Perawat berperan mendidik individu, keluarga, kelompok dan masyarakat serta tenaga keperawatan atau tenaga kesehatan kepada klien

(55)

lainnya. Pendidikan kesehatan akan terlakasna dengan baik jika sesuai dengan kebutuhan.

(4) Peran Sebagai Koordinator

Peran ini dilaksanakan dengan mengarahkan, merencanakan serta

mengorganisasi pelayanan kesehatan dari tim kesehatan sehingga pemberian pelayanan kesehatan dapat terarah serta sesuai dengan kebutuhan klien.

(5) Peran Sebagai Kolaborator

Peran perawat disini dilakukan karena perawat bekerja melalui tim kesehatan yang terdiri dari dokter, fisioterapi, dan lain-lain dengan berupaya

mengidentifikasi pelayanan keperawatan yang diperlukan termasuk diskusi atau tukar dalam penentuan bentuk pelanyanan selanjutnya.

(6) Peran Sebagai Konsultan

Peran disini adalah sebagai tempat konsultasi terhadap masalah atau tindakan keperawatan yang tepat untuk diberikan. Peran ini dilakukan atas

permintaan klien terhadap informasi tentang tujuan pelayanan keperawatan. (7) Peran Sebagai Pembaharu

Peran sebagai pembaharu dapat dilakukan dengan mengadakan

perencanaan, kerjasama, perubahan yang sistematis dan terarah sesuai dengan metode pemberian pelayanan keperawatan (Nursalam, 2001).

2.4.3. Tugas Perawat

(56)

Seorang perawat mempunyai tugas dan bertanggungjawab penuh selama 24 jam terhadap asuhan keperawatan pasien mulai dari pasien masuk sampai

keluar rumah sakit.

2. Tugas Perawat di Ruangan

Pelaksana perawatan diruangan adalah tenaga perawat professional yang diberi wewenang untuk melaksanakan pelayanan keperawatan di ruangan dengan persyaratan berizasah pendidikan formal keperawatan, semua jenjang

yang disahkan oleh pemerintah atau yang berwenang. Pelaksana perawatan bertanggungjawab secara administrasi fungsional kepada kepala ruangan,

sedangkan secara teknis medis operasional bertanggungjawab kepada dokter ruang rawat/dokter penanggungjawab ruangan (Depkes RI, 2004).

2.4.4. Asuhan Keperawatan

Asuhan keperawatan menggunakan metode proses keperawatan. Proses keperawatan merupakan proses pemecahan masalah yang dinamis dalam usaha

memperbaiki atau memelihara pasien sebagai taraf optimum melalui suatu pendekatan yang sistematis untuk mengenal dan membantu memenuhi kebutuhan khusus pasien. Kualitas pelayanan asuhan keperawatan sebenarnya merujuk kepada

penampilan (performance) dari pelayanan asuhan keperawatan. Secara umum disebutkan bahwa makin sempurna penampilan pelayanan, maka sempurna pula

mutu/kualitasnya.

(57)

mengorganisasi asuhan keperawatan tersebut. Intinya, latar belakang pemberian tugas dalam mutu asuhan yang berorientasi teknik, mungkin akan didefenisikan cukup

berbeda dengan keperawatan yang berlatar belakang pemberian keperawatan primer (Marr, 2001).

2.4.5. Tahap-tahap Asuhan Keperawatan

Adapun tahap dalam asuhan keperawatan yang digunakan sebagai standar praktik keperawatan telah dijabarkan oleh Persatuan Perawat Nasional Indonesia

(PPNI) yang mengacu dalam tahapan proses keperawatan yang meliputi: 1. Pengkajian Asuhan Keperawatan

Pengkajian merupakan dasar utama atau langkah awal dari proses keperawatan secara keseluruhan (Gaffar, 1999). Data dikumpulkan dan diorganisir secara sistematis, serta dianalisa untuk menentukan masalah keperawatan pasien. Data

pada pengkajian diperoleh melalui wawancara, pemeriksaan fisik, observasi, pemeriksaan riwayat kesehatan, pemeriksaan laboratorium, maupun pemeriksaan

diagnostik lain.

Kriteria pengkajian keperawatan,meliputi (Nursalam, 2002) :

1. Pengumpulan data dilakukan dengan cara anamnesis, observasi, pemeriksaan

fisik, serta dari pemeriksaan penunjang.

2. Sumber data adalah klien, keluarga, atau orang yang terkait, tim kesehatan,

rekam medis, dam catatan lain.

3. Data yang dikumpulkan, difokuskan untuk mengidentifikasi: status kesehatan

(58)

biologis-psikologis-sosial-spiritual, respon terhadap terapi, harapan terhadap tingkat kesehatan dan risiko-risiko tinggi masalah.

4. Kelengkapan data dasar mengandung unsur LARB (lengkap, akurat, dan

baru).

2. Diagnosa Asuhan Keperawatan

Diagnosa asuahan keperawatan adalah pernyataan yang menjelaskan status atau masalah kesehatan aktual atau potensial serta penyebab (Gaffar, 1999). Tahap

diagnosa ini adalah tahap pengambilan keputusan pada proses keperawatan, yang meliputi identifikasi apakah masalah klien dapat dihilangkan, dikurangi atau dirubah

masalahnya melalui tindakan keperawatan.

Perawat menganalisis data pengkajian untuk merumuskan diagnosis keperawatan (Nursalam, 2007), kriteria proses meliputi:

a. Proses diagnosis terdiri atas analisis, interpretasi data, identifikasi masalah klien,

dan perumusan diagnosis keperawatan.

b. Diagnosis keperawatan terdiri atas masalah, penyebab, dan tanda atau gejala atau

terdiri atas masalah dan penyebab.

c. Bekerjasama dengan klien, dan petugas kesehatan lain untuk Pada langkah ini,

perawat melakukan diagnosis berdasarkan rangkaian masalah dan diagnosis memvalidasi diagnosis keperawatan.

(59)

Setelah merumuskan diagnosa asuahan keperawatan maka perlu dibuat perencanaan intervensi keperawatan dan aktivitas keperawatan. Tujuan perencanaan

adalah untuk mengurangi, menghilangkan, dan mencegah masalah keperawatan klien (Gaffar, 1999).

Perawat membuat rencana tindakan asuhan keperawatan untuk mengatasi masalah dan meningkatkan kesehatan klien (Nursalam, 2007), kriteria proses meliputi:

a. Perencanaan terdiri atas penerapan prioritas masalah, tujuan, rencana tindakan

keperawatan.

b. Bekerjasama dengan klien dalam menyusun rencana tindakan keperawatan. c. Perencanaan bersifat individual sesuai dengan kondisi atau kebutuhan klien. d. Mendokumentasikan rencana keperawatan.

4. Pelaksanaan (Implementasi) Asuhan Keperawatan

Perawat mengimplementasikan tindakan yang telah diidentifikasi dalam rencana asuhan keperawatan (Nursalam, 2007), kriteria proses meliputi:

a. Bekerjasama dengan klien dalam pelaksanaan tindakan keperawatan.

b. Kolaborasi dengan tim kesehatan lain.

c. Melakukan tindakan keperawatan untuk mengatasi kesehatan klien.

d. Memberikan pendidikan kepada klien dan keluarga mengenai konsep,

(60)

e. Mengkaji ulang dan merevisi pelaksanaan tindakan keperawatan berdasarkan

respon klien.

5. Evaluasi Asuhan Keperawatan

Evaluasi asuhan keperawatan merupakan fase akhir dari proses keperawatan

yaitu terhadap asuhan keperawatan yang diberikan. Hal-hal yang dievaluasi adalah keakuratan, kelengkapan, kualitas data, teratasi atau tidaknya masalah klien, dan pencapaian tujuan serta ketepatan intervensi keperawatan (Gaffar, 1999).

Perawat mengevaluasi kemajuan klien terhadap tindakan keperawatan dalam pencapaian tujuan dan merevisi data dasar dan perencanaan (Nursalam, 2007).

Kriteria proses meliputi:

a. Menyusun perencanaan evaluasi hasil dari intervensi secara komprehensif, tepat

waktu dan terus menerus.

b. Menggunakan data dasar dan respon klien dalam mengukur perkembangan

kearah pencapaian tujuan.

c. Memvalidasi dan manganalisis data baru dengan teman sejawat.

d. Bekerjasama dengan klien, keluarga untuk memodifikasi rencana asuhan

keperawatan.

e. Mendokumentasi hasil evaluasi dan memodifikasi perencanaan.

Adapun macam-macam evaluasi diantaranya:

a. Evaluasi formatif, yaitu evaluasi yang merupakan hasil observasi dan analisa

(61)

keperawatan dilaksanakan. Evaluasi ini dapat dilakukan secara spontan dan memberi kesan apa yang terjadi saat itu.

b. Evaluasi somatif, yaitu yang merupakan rekapitulasi dan kesimpulan dari

observasi dan analisa status kesehatan klien sesuai dengan kerangka waktu yang

telah ditetapkan pada tujuan keperawatan.

2.5. Rumah Sakit

2.5.1 Pengertian Rumah Sakit

Menurut UU RI No. 44 Tahun 2009 tentang Kesehatan, Rumah Sakit adalah institusi yang fungsi utamanya memberikan pelayanan kepada pasien, diagnostik dan

terapeutik untuk berbagai penyakit dan masalah kesehatan, baik baik yang bersifat bedah maupun non bedah. Rumah Sakit harus dibangun dan dilengkapi, serta dipelihara dengan baik untuk menjamin pelayanan kesehatan, keselamatan pasiennya,

harus menyediakan fasilitas yang lapang, tidak berdesak-desakan, dan terjamin sanitasinya untuk kesembuhan pasien.

Menurut Azwar (1996), Rumah Sakit adalah suatu organisasi yang memiliki tenaga medis professional yang terorganisasi suatu sarana kedokteran yang permanen, menyelenggarakan pelayanan kedokteran, asuhan keperawatan yang

berkesinambungan, diagnosis, serta pengobatan penyakit yang diderita pasien. Rumah Sakit merupakan salah satu bentuk perusahaan yang sangat kompleks, baik ditinjau

(62)

karakteristik pelayanan yang memerlukan sumber daya (manusia, obat, alat kesehatan, makanan, dan sebagainya).

2.5.2. Klasifikasi Rumah Sakit

Sesuai dengan undang-undang No. 44 Tahun 2009, pembedaan tingkatan

menurut kemampuan unsur pelayanan kesehatan yang dapat disediakan, ketenagaan, fisik dan peralatan, maka rumah sakit umum pemerintah pusat dan daerah diklasifikasikan menjadi:

1. Rumah Sakit Umum Kelas A adalah rumah sakit umum yang mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medis spesialistik luas dan sub spesialistik luas.

2. Rumah Sakit Umum Kelas B adalah rumah sakit umum yang mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medis sekurang-kurangnya 11spesialistik luas dan sub spesialistik luas.

3. Rumah Sakit Umum Kelas C adalah rumah sakit umum yang mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medis spesialistik dasar.

4. Rumah Sakit Umum Kelas D adalah rumah sakit umum yang mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medis dasar.

2.5.3. Pelayanan Rumah Sakit

Rumah Sakit merupakan suatu sub sistem dari pelayanan kesehatan, juga merupakan suatu industri jasa yang berfungsi untuk memenuhi salah satu kebutuhan

(63)

yang berorientasi kepada kepentingan pasien. Departemen Kesehatan R.I telah menyusun kriteria-kriteria penting, mengenai jenis disiplin pelayanan yang berkaitan

terutama dengan struktur dan proses pelayanan rumah sakit. Kriteria tersebut terutama dalam bentuk “standar pelayanan rumah sakit”, sebagai salah satu nilai atau

modul yang dijadikan sebagai dasar perbandingan yang harus dipakai oleh pengelola rumah sakit dalam melaksanakan pelayanan yang didasari ilmu pengetahuan dan keterampilan manajemen rumah sakit yang memadai dengan dijiwai oleh etika

profesi (Depkes R.I, 1992).

2.6. Landasan Teori

Menurut Robbins (2006) kepemimpinan merupakan kemampuan untuk

mempengaruhi suatu kelompok kearah tercapainya tujuan. Pada hakekatnya kepemimpinan adalah kemampuan untuk mempengaruhi orang lain. Dengan kata lain kepemimpinan dapat diartikan sebagai kemampuan seseorang untuk mempengaruhi

orang lain untuk menggerakkan orang-orang tersebut agar dapat penuh pengertian dan senang hati bersedia mengikuti kehendak pemimpin tersebut.

Faktor lain yang mempengaruhi kinerja adalah motivasi. Teori motivasi yang digunakan dalam penelitian mengacu kepada teori motivasi Herzberg dalam Hasibuan (2005), yaitu motivasi instrinsik meliputi: a) tanggungjawab, b) prestasi yang diraih,

Gambar

Gambar 2.1. Landasan teori
Gambar 2.2 Kerangka Konsep Penelitian
Tabel 3.1. Lama Kerja Perawat di RS Bhayangkara Medan
Tabel 3.3. Jumlah Seluruh Perawat di Rumah Sakit Bhayangkara Medan
+7

Referensi

Dokumen terkait

b. Dengan menggunakan jangka, lukislah dua buah lingkaran kongruen dengan titik pusat A dan B serta berjari-jari sama dengan tali busur AB.. Tentukan titik potong dari kedua

Hasil penelitian: Analisis multivariate menunjukkan bahwa ada hubungan yang bermakna antara kehamilan tidak diinginkan dengan kejadian stunting pada anak balita usia 12-59

Judul penelitian dalam skripsi ini adalah “Uji Toleransi Padi Gogo (Oryza sativa. L) terhadap Salinitas pada Metode Pengujian yang Berbeda”, yang telah dilaksanakan pada

1*4*6* K^mudlan kaal lakukan partjobaan dengan larutan Effortil 0,00781 gaaaa/cc aeba- n^ak tadjuh pertjobaaiu Dari tudjuh pert jobaan tersebut, kaoi dapatkan ba­ sil t dua

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah ada perbedaan yang signifikan antara kemampuan membaca pada siswa kelas delapan SMPN 1 Wedarijaksa Pati

sing-masing dosis 1 cc menjebabkan relaksasi dari usus, kemudian disueul dengan pemberian Histamine 500 /cc, terlihat infus Hemigraphis colorata tersebut ■ dapat.

Untuk mengetahui pengaruh kecambah biji P.amabilis dengan variasi konsentrasi air kelapa terhadap besarnya rerata jumlah kecambah pada masing- masing perlakuan

Konseling individual pendekatan behavioristik dengan teknik behavior shaping merupakan adalah suatu proses pemberian bantuan yang dilakukan melalui wawancara