• Tidak ada hasil yang ditemukan

RESUME HUKUM ACARA PIDANA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "RESUME HUKUM ACARA PIDANA"

Copied!
25
0
0

Teks penuh

(1)

I. Pendahuluan

I.1 Pengertian dan Tujuan Hukum Acara Pidana

Menurut Wirjono Prodjodikoro, hukum acara pidana merupakan rangkaian peraturan-peraturan yang memuat cara bagaimana badan-badan pemerintah yang berkuasa, yaitu kepolisian, kejaksaan, dan pengadilan harus bertindak guna mencapai tujuan negara degan mengadakan hukum pidana.

Hukum acara pidana sebagai salah satu instrumen dalam sistem peradilan pidana pada pokoknya memiliki fungsi utama, yaitu:

1. Mencari dan menemukan kebenaran; 2. Pengambilan keputusan oleh hakim, dan

3. Pelaksanaan daripada putusan yang telah diambil itu.

Dari ketiga fungsi tersebut, yang paling penting adalah fungsi untuk mencari dan menemukan kebenaran, yakni kebenaran materiil. Kebenaran materiil merukan kebeneran yang selengkap-lengkapnya atau setidaknya yang mendekati kebenaran dari suatu perkara pidana dengan menerapkan ketentuan hukum acara pidana secara jujur dan tepat dengan tujuan untuk mencari siapakah pelaku yang dapat didakwakan melakukan suatu pelanggaran hukum, dan selanjutnya meminta pemeriksaan dan putusan dari pengadilan guna menemukan apakah terbukti bahwa suatu tindak pidana telah dilakukan dan apakah orang didakwa itu dapat dipersalahkan.

Tujuan hukum acara pidana untuk mencari dan menemukan kebenaran materiil itu hanya merupakan tujuan awal, artinya ada tujuan akhir yaitu yang menjadi tujuan seluruh tertib hukum nasional, dalam hal ini mencapai suatu masyarakat tertib, tenteram, damai, adil, dan sejahtera.

I.2 Sejarah Perkembangan Hukum Acara Pidana Indonesia

Sebelum era KUHAP, mengenai hukum acara pidana berturut-turut berlaku: a. Inlands Reglement

Inlands Reglement (IR) adalah peraturan perundang-undangan yang berlaku pertanggal 1 Mei 1848 berdasarkan pengumuman Gubernur Jenderal tanggal 3 Desember 1847 Stbld Nomor 57. IR berisi hukum acara pidana sekaligus hukum acara perdata dalam satu perundang-undangan yang dalam pelaksanaannya menemui banyak permasalahan dan sulit diterapkan. Permasalahan yang muncul adalah di Jawa dan Madura masyarakat masih memberlakukan hukum adat, sehingga kebijakan untuk menggantikan hukum adat menjadi hukum Eropa yang tertulis bukanlah pilihan politis yang bagus.

b. Herziene Inland Reglement

(2)

dengan nama Herziene Inland Reglement. Pada prinsipnya HIR ini berlaku di Jawa dan Madura sebagaimana IR, namun dalam praktiknya masih berlaku dualisme hukum acara di Jawa dan Madura, yaitu di kota-kota besar menggunakan HIR, sedangkan di kota-kota kecil masih menggunakan IR.

c. Rechtsreglement voor de Buitengewesten

Di tahun-tahun yang tidak jauh dengan diundangkannya HIR di Jawa dan Madura, di pulau-pulau lain diberlakukan Rechtsreglement voor de Buitengewesten (RBg) berdasarkan Stbld 1927 Nomor 227 yang berlaku efektif per tanggal 1 Juli 1927. Jadi sebelum Indonesia merdeka berlaku dualisme hukum acara di wilayah Hindia Belanda, yaitu HIR di Jawa dan Madura serta RBg untuk wilayah kekuasaan Hindia Belanda di luar Jawa dan Madura.

d. Berlakunya Undang-Undang Nomor 1 (Drt) tahun 1951

HIR dan RBg masih berlaku secara bersamaan pasca Indonesia merdeka sampai dengan berlakunya Berlakunya Undang-Undang Nomor 1 (Drt) tahun 1951 tentang Tindakan-Tindakan Sementara untuk Menyelenggarakan Kesatuan Susunan Kekuasaan dan Acara Pengadilan –Pengadilan Sipil yang menghapuskan undang-undang hukum acara di luar Jawa dan Madura. Dengan demikian berdasarkan undang-undang ini, maka HIR berlaku secara menyeluruh di wilayah Indonesia.

e. Berlakunya Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana HIR yang diberlakukan di Indonesia dengan prinsip konkordansi tidak sejalan dengan kondisi bangsa Indonesia setelah merdeka, khususnya dalam hal untuk melindungi hak asasi dari tersangka/terdakwa/terpidana. Berlakunya Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP) secara langsung mencabut berlakunya HIR sebagai undang-undang hukum acara pidana, namun HIR masih berlaku sebagai undang-undang hukum acara perdata.

I.3 Hukum Acara Pidana dan Sistem Peradilan Pidana

Perbedaannya adalah mengenai obyek kajiannya, dimana hukum acara pidana membahas tentang rangkaian proses dalam rangka untuk mencari dan menemukan kebenaran materiil terhadap suatu perkara pidana, sedangkan sistem peradilan pidana membahas tentang hubungan antar komponen hukum acara pidana dalam pendekatan sistem peradilan pidana untuk mencapai tujuan mencari dan menemukan kebenaran materiil.

(3)

Prinsip-prinsip dasar di dalam Penjelasan Umum KUHAP yang dikategorikan sebagai prinsip dasar hukum acara pidana adalah sebagai berikut:

a. Perlakuan yang sama atas diri setiap orang dimuka hukum dengan tidak mengadakan pembedaan perlakuan;

b. Penangkapan, penahanan, penggeledahan, dan penyitaan hanya dilakukan berdasarkan perintah tertulis oleh pejabat yang diberi wewenang oleh undang-undang dan hanya dalam hal dan dengan cara yang diatur dengan undang-undang;

c. Setiap orang yang disangka, ditangkap, ditahan, dituntut, dan atau dihadapkan di muka sidang pengadilan, wajib dianggap tidak bersalah sampai adanya putusan pengadilan yang menyatakan kesalahannya dan memperoleh kekuatan hukum tetap;

d. Kepada seseorang yang ditangkap, ditahan, dituntut ataupun diadili tanpa alasan yang berdasarkan undang-undang dan atau karena kekeliruan megenai orangnya atau hukum yang diterapkan wajib diberi ganti kerugian dan rehabilitasi sejak tingkat penyidikan dan para pejabat penegak hukum yang dengan sengaja atau kelalaiannya menyebabkan asas hukum tersebut di langgar, dituntut, dipidana, dan atau dikenakan hukuman administrasi;

e. Peradilan yang dilakukan dengan cepat, sederhana biaya ringan serta bebas, jujur dan tidak memihak harus tetap diterapkan secara konsisten dalam seluruh tingkat pengadilan;

f. Setiap orang yang tersangka perkara wajib diberi kesempatan, memperoleh bantuan hukuum yang semata-mata diberikan untuk melaksanakan kepentingan pembelaan atas dirinya;

g. Kepada seseorang tersangka, sejak saat dilakukan penangkapan dan atau penahanan selain wajib lapor diberitahukan dakwaan dan dasar hukum apa yng didakwakan kepadanya, juga wajib di beritahu dakwaan dan dasar hukum yang didakwakan, juga wajib diberitahu haknya termasuk untuk menghubungi dan minta bantuan penasihat hukum;

h. Pengadilan memeriksa perkara pidana dengan hadirnya terdakwa; i. Sidang pemeriksaan pengadilan adalah terbuka untuk umum;

j. Pengawasan dilakukan oleh putusan pengadilan dalam perkara pidana pengawasan dilakukan oleh Ketua Pengadilan Negeri yang bersangkutan.

II.1 Persamaan di Muka Hukum (Equality Before The Law)

Pasal yang menunjukkan secara konkret keberadaan prinsip ini adalah di dalam Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, yang berbunyi: “Pengadilan mengadili menurut hukum dengan tidak membeda-bedakan orang”

(4)

Aplikasi konkret dari prinsip tersebut dapat dilihat dalam Pasal 18, Pasal 21 ayat (2), Pasal 33 ayat (1) dan (2), dan Pasal 38 ayat (1) KUHAP. Kewajiban lain yang menyertai penegak hukum dalam melakukan upaya paksa tersebut adalah menyusun berita acara terhadap surat perintah yang telah diberikan dan dilaksanakan sebagaimana tercantum dalam Pasal 75 KUHAP.

Prinsip ini ditujukan untuk menghindari kesewenangan penegak hukum dalam menjalankan kewenangannya untuk mengadakan upaya paksa kepada seseorang maupun tersangka/terdakwa baik itu penangkapan, penahanan, penggeledahan maupun penyitaan.

II.3 Praduga Tak Bersalah (Presumption of Innocence)

Makna dari prinsip ini adalah bahwa setiap orang yang disangka, ditangkap, ditahan, dituntut, dan atau dihadapkan di muka sidang pengadilan, wajib dianggap tidak bersalah sampai adanya putusan pengadilan yang menyatakan kesalahannya dan memperoleh kekuatan hukum tetap. Di dalam KUHAP, pasal yang menunjukkan prinsip ini adalah Pasal 158 KUHAP, yang berbunyi : “Hakim dilarang menunjukkan sikap atau mengeluarkan pernyataan di sidang tentang keyakinan mengenai salah atau tidaknya terdakwa”.

II.4 Ganti Kerugian dan Rehabilitasi

Ganti kerugian dan rehabilitasi diatur di dalam Pasal 95-97 KUHAP jo Pasal 7-15 PP Nomor 27 tahun 1983 tentang Pelaksanaan KUHAP. Ganti kerugian dapat diajukan dengan syarat dan ketentuan antara lain:

a. Diajukan oleh tersangka, terdakwa, atau terpidana karena penangkapan, penahanan, penuntutan, pemeriksaan persidangan atau karena tindakan lain, tanpa alasan yang berdasarkan undang-undang atau karena kekeliruan mengenai orangnya atau hukum yang diterapkan;

b. Gamti kerugian ditentukan serendah-rendahnya Rp 5.000,- (lima ribu rupiah) dan setinggi-tingginya Rp 1.000.000,- (satu juta rupiah) serta apabila karena tindakan tersebut mengakibatkan cacat sehingga tidak mampu melakukan pekerjaan atau meninggal dunia ganti kerugian ditentukan setinggi-tingginya Rp 3.000.000,- (tiga juta rupiah)

c. Tuntutan ganti kerugikan diajukan ke pengadilan negeri yang berwenang memeriksa perkara

II.5 Peradilan Cepat, Sederhana, dan Biaya Ringan

(5)

II.6 Kewajiban Memberikan Bantuan Hukum

Pasal 54 KUHAP menyebutkan: “guna kepentingan pembelaan, tersangka atau terdakwa berhak mendapat bantuan hukum dari seseorang atau lebih penasihat hukum selama dalam waktu dan pada setiap tingkat pemeriksaan, menurut tata cara yang ditentukan dalam undang-undang ini”

Kemudian, kewajiban negara untuk memberikan bantuan hukum kepada tersangka/terdakwa dapat dilihat dalam rumusan Pasal 56 KUHAP, yang berbunyi:

(1) Dalam hal tersangka atau terdakwa disangka atau didakwa melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana mati atau ancaman pidana lima belas tahun atau lebih atau bagi mereka yang tidak mampu yang diancam dengan pidana lima tahun atau lebih yang tidak mempunyai penasihat hukum sendiri, pejabat yang bersangkutan pada semua tingkat pemeriksaan dalam proses peradilan wajib menunjuk penasihat bagi mereka;

(2) Setiap penasihat hukum yang ditunjuk untuk bertindak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) memberikan bantuan hukum dengan Cuma-Cuma.

II.7 Aqusatoir dan Inqusatoir

Di era prinsip HIR yang dipergunakan adalah prinsip Inqusatoir dimana dapat dilihat dalam Pasal 164 HIR tentang alat bukti “pengakuan”. Makna pengakuan adalah adanya pernyataan dari terdakwa untuk mengakui atau tidak mengakui perbuatannya dalam persidangan. Adanya bukti pengakuan ini, bahwa terdakwa adalah sebagai objek dari pemeriksaan, terdakwa tidak bebas dalam memberikan keterangan melainkan terbatas untuk mengakui atau tidak mengakui perbuatannya.

Setelah KUHAP berlaku, bukti pengakuan sudah ditiadakan, dan berganti dengan alat bukti “keterangan terdakwa” dalam Pasal 184 KUHAP. Makna “keterangan terdakwa” menurut Pasal 189 ayat (1) KUHAP adalah apa yang terdakwa nyatakan di sidang entang perbuatan yang ia lakukan atau yang ia ketahui sendiri atau alami sendiri. Keterangan terdakwa itu tidak selalu berisi pengakuan melakukan atau tidak melakukan tindak pidana yang didakwakan.

Prinsip aqusatoir selain pasal tentang alat bukti dalam KUHAP, antara lain:

a. Tersangka berhak untuk diberitahukan dengan jelas dalam bahasa yang dimengerti tentang apa yang disangkakan kepadanya pada waktu pemeriksaan dimulai (Pasal 51 ayat (1) KUHAP);

(6)

c. Dalam pemeriksaan di tingkat penyidikan dan pengadilan tersangka atau terdakwa berhak memberikan keterangan secara bebas kepada penyidik atau hakim (Pasal 52 KUHAP);

d. Tersangka atau terdakwa berhak memilih sendiri penasihat hukumnya (Pasal 55 KUHAP);

e. Tersangka atau terdakwa berhak untuk menghubungi dan menerima kunjungan dokter pribadinya untuk kepentingan kesehatan baik yang ada hubungannya dengan proses perkara maupun tidak selama masa penahanan (Pasal 58 KUHAP);

f. Penuntut umum, penasihat hukum serta hakim dilarang untuk memberikan pertanyan kepada terdakwa atau saksi yang bersifat menjerat, yang artinya terdakwa maupun saksi tidak memiliki jawaban bebas atas pertanyaan yang diberikan (Pasal 166 KUHAP);

g. Dan lain sebagainya.

Namun, terdapat Pasal dalam KUHAP yang dapat ditafsirkan menyerupai dengan prinsip Inqusatoir yaitu Pasal 175 KUHAP, yang berbunyi:”jika terdakwa tidak mau menjawab atau menolak untuk menjawab pertanyaan yang diajukan kepadanya, hakim ketua sidang menganjurkan untuk menjawab dan setelah itu pemeriksaan dilanjutkan.

Pasal ini dapat ditafsirkan bahwa terdakwa harus menjawab pertanyaan yang diajukan kepadanya, hal ini berarti terdakwa tidak memiliki hak untuk memiilih menjawab atau tidak menjawab pertanyaan yang diajukan kepadanya atau yang disebut dengan right to remain ini silence.

II.8 Pemeriksaan dengan Hadirnya Terdakwa

Di dalam persidangan, pemeriksaan dimulai ketika terdakwa hadir di dalam ruang persidangan. Terdakwa dipanggil secara sah oleh Penuntut Umum dengan cara mengirimkan surat panggilan kepada terdakwa di alamat tempat tinggal terdakwa atau di kediaman terakhir. Apabila surat panggilan ini tidak diterima langsung oleh terdakwa, surat panggilan harus diserahkan melalui kepala desa di daerah tempat tinggal atau tempat kediaman terakhir terdakwa. Penyerahan surat panggilan disertai dengan berita acara penerimaan surat panggilan. Apabila terdakwa ditahan, maka surat panggilan dialamatkan ke pejabat rumah tahanan negara, dan apabila keberadaan terdakwa tidak diketahui surat panggilan ditempelkan ada tempat pengumuman di gedung pengadilan yang berwenang mengadili perkara tersebut.

(7)

ditunda sampai terdakwa hadir, dan apabila terdakwa tidak mau hadir di persidangan harus dihadirkan secara paksa ke pengadilan.

II.9 Persidangan Terbuka untuk Umum

Prinsip ini merupakan kelanjutan dari prinsip pemeriksaan dengan hadirnya terdakwa. Setelah terdakwa hadir di persidangan, sidang dibuka oleh hakim ketua majelis dan menyatakan terbuka untuk umum.

II.10 Hakim Pengawas dan Pengamat

Lembaga baru ini disebut dengan Hakim Pengawas dan Pengamat (KIMWASMAT). Lembaga ini merupakan hakim yang memiliki tugas dan fungsi terbatas pada pengawasan dan pengamatan pelaksanaan putusan pengadilan perampasan kemerdekaan (pidana penjara). Di dalam KUHAP, dasar hukum tentang tugas dang fungsi KIMWASMAT dilihat dalam Pasal 277 KUHAP, yang berbunyi:

(1) Pada setiap pengadilan harus ada hakim yang diberi tugas khusus untuk membantu ketua dalam melakukan pengawasan dan pengawatan terhadap putusan pengadilan yang menjatuhkan pidana perampasan kemerdekaan.

(2) Hakim sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) yang disebut hakim pengawas dan pengamat, ditunjuk oleh ketua pengadilan untuk paling lama dua tahun.

III. Para Pihak dalam Hukum Acara Pidana

III.1 Pihak Hukum Acara Pidana karena Kewenangannya

Para pihak hukum acara pidana karena kewenangan yang dimiliki berdasarkan peraturan perundang-undangan adalah sebagai berikut:

a. Penyelidik dan Penyidik

Tugas dan kewenangan masing-masing berdasarkan penafsiran otentik yang tercantum dalam KUHAP, yakni:

- Penyelidik

Berdasarkan Pasal 1 angka 4 KUHAP bahwa penyelidik adalah pejabat polisi Negara Republik Indonesia yang dibei wewenang oleh undang-undang ini untuk melakukan penyelidikan. Diperjelas dalam Pasal 4 KUHAP bahwa penyelidik adalah setiap pejabat polisi Negara Republik Indonesia.

Tugas dan wewenang penyidik berdasarkan Pasal 5 ayat (1) KUHAP, yakni: a. Menerima laporan atau pengaduan dari seseorang tentang adanya tindak

pidana;

b. Mencari keterangan dan barang bukti;

c. Menyuruh berhenti seseorang yang dicurigai dan menanyakan serta memeriksa tanda pengenal diri;

(8)

b. Pemeriksaan dan penyitaan surat;

c. Mengambil sidik jari dan memotret seseorang;

d. Membawa dan menghadapkan seseorang kepada penyidik.

- Penyidik

Berdasarkan Pasal 1 angka 1 KUHAP bahwa penyidik adalah pejabat polisi negara Republik Indonesia atau pejabat pegawai negeri sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh undang-undang untuk melakukan penyidikan

Kemudian diperjelas dalam Pasal 6 KUHAP: (1) Penyidik adalah:

a. Pejabat polisi negara Republik Indonesia;

b. Pejabat pegawai negeri sipil tertentu yang diberi wewenang khsus oleh undang-undang.

(2) Syarat kepangkatan pejabat sebagaimana dmaksud dalam ayat (1) akan diatur lebih lanjut dalam peraturan pemerintah.

Penyedik karena kewajibannya memiliki kewenangan (Pasal 7 KUHAP) antara lain:

a. Menerima laporan atau pengaduan dari seseorang tentang adanya tindak pidana;

b. Melakukan tindakan pertama pada saat di tempat kejadian;

c. Menyuruh berhenti seorang tersangka dan memeriksa tanda pengenal diri tersangka;

d. Melakukan penangkapan, penahanan, penggeledahan, dan penyitaan; e. Melakukan pemeriksaan dan penyitaan surat;

f. Mengambil sidik jarid dan memotret seseorang;

g. Memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi; h. Mendatangkan orang ahli yang diperlukan dalam hubungannya dengan

pemeriksaan perkara;

i. Mengadakan penghentian penyidikan;

j. Mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggung jawab TABEL 1

Perbedaan penyelidik dan Penyidik

Kriteria Pembeda Penyelidik Penyidik

Subjek Seluruh pejabat POLRI dari semua tingkat kepangkatan

a. Pejabat POLRI dengan syarat kepangkatan tertentu

b. Pejabat Pegawai Negeri Sipil dengan syarat kepangkatan tertentu

Kewenangan Melakukan penyelidikan Melakukan penyidikan

(9)

kepada Penyelidik penyidikan kepada Penuntut Umum

b. Jaksa dan Penuntut Umum - Jaksa

Berdasarkan Pasal 1 angka 6 huruf a bahwa Jaksa adalah pejabat yang diberi wewenang oleh undang-undang ini untuk bertindak sebagai penuntut umum serta melaksanakan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.

Secara sederhana, perbedaan Jaksa dan Penuntut Umum bahwa setiap oang yang menggunakan seragam Jaksa (dengan lambang kepangkatan di seragam yang dikenakan) di kejaksaan adalah Jaksa, mereka akan berubah menjadi Penuntut Umum apabila diberikan tugas oleh Kepala Kejaksaan Negeri sebagai Penuntut Umum dalam perkara tertentu.

- Penuntut Umum

Berdasarkan Pasal 1 angka 6 huruf b, Penuntut Umum adalah Jaksa yang diberi wewenang oleh undang-undang ini untuk melakukan penuntutan dan melaksanakan penetapan hakim..

c. Hakim

Berdasarkan Pasal 1 butir 8 KUHAP, hakim adalah pejabat peradilan negara yang diberi wewenang oleh undang-undang untuk mengadili. Mengadili adalah serangkaian tindakan hakim untuk menerima, memeriksa, dan memutus perkara pidana berdasarkan asas bebas, jujur, dan tidak memihak di sidang pengadilan dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini.

d. Panitera

Berdasarkan Keputusan Mahkamah Agung RI Nomor: KMA/004/SK/II/1999 tanggal 1 Februari 1999 sebagaimana diubah dengan Keputusan Mahkamah Agung RI Nomor : KMA/009/SK/II/2004 tentang Perubahan atas Keputusan Mahkamah Agung RI Nomor : KMA/004/SK/II/1999 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kepaniteraan Pengadilan Tinggi dan Pengadilan Negeri, kepaniteraan memiliki tugas dan wewenang memberikan pelayanan teknis di bidang administrasi perkara dan administrasi peradilan lainnya berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Tugas pokok panitera diantaranya yaitu melaksanakan fungsi:

(10)

2. Pelaksanaan urusan administrasi perkara, administrasi keuangan perkara, dan tugas administrasi lainnya yang ditetapkan berdasarkan ketentuan undang-undang 3. Penyusunan statistik, dokumentasi, laporan serta pengarsipan perkara.

e. Advokat

Advokat memiliki kewenangan dan tugas di semua tingkatan dalam sistem peradilan pidana, dengan satu tujuan, memberikan bantuan hukum kepada tersangka/terdakwa. Hal ini diatur dalam Pasal 69 KUHAP bahwa penasihat hukum berhak menghubungi tersangka sejak saat ditangkap atau ditahan pada semua tingkat pemeriksaan menurut tata cara yang ditentukan dalam undang-undang ini. Selain itu, kewenangan advokat untuk melakukan pembelaan dan menjaga hak-hak tersangka/terdakwa dalam setiap tingkat pemeriksaan dalam sistem peradilan pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 70 ayat (1) KUHAP.

f. Petugas Rumah Tahanan Negara (RUTAN) dan Rumah Penyimpanan Benda Sitaan (RUPBASAN) dan Lembaga Pemasyarakatan (LAPAS)

- RUTAN

Berdasarkan Pasal 1 butir 2 Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1983 sebagaimana diubah dan ditambah menjadi Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2010 bahwa RUTAN adalah tempat tersangka/terdakwa ditahan selama proses penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan.

- RUPBASAN

Di dalam RUPBASAN ditempatkan benda yang harus disimpan untuk keperluan barang bukti dalam pemeriksaan dalam tingkat penyidikan, penuntutan, dan emeriksaan di sidang pengadilan termasuk barang yang dinyatakan dirampas berdasarkan putusan hakim.

Tujuan dari penyimpanan benda sitaan adalah untuk mengamankan barang bukti serta memudahkan petugas, baik penyidik maupun penuntut umum ketika membutuhkan untuk keperluan pemeriksaan.

- LAPAS

Berdasarkan Pasal 1 butir 3 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Lembaga Pemasyarakatan, LAPAS adalah tempat untuk melaksanakan pembinaan Narapidana dan Anak Didik Pemasyarakatan.

III.2 Pihak Hukum Acara Pidana karena Keadaannya

Apabila sisi para pihak hukum acara pidana karena kewenangannya merupakan perwakilan korban yang diwakili oleh negara melalui penegak hukumnya, maka sisi para pihak hukum acara pidana karena keadaannya dapat dikatakan sisi pelaku tindak pidana. a. Tersangka, terdakwa, terpidana, dan narapidana

(11)

Berdasarkan Pasal 1 butir 14 KUHAP, tersangka adalah seorang yang karena perbuatan atau keadaannya, berdasarkan bukti permulaan patut diduga sebagai pelaku tindak pidana. Berdasarkan defini tersangka tersebut, terdapat beberapa hal yang harus diperhatikan, yaitu:

1. Perbuatan

Perbuatan ini merupakan perbuatan aktif maupun pasif dari pelaku. Perbuatan aktif merupakan pelaku melakukan suatu perbuatan yang patut diduga suatu tindak pidana. Perbuatan pasif adalah pelaku tidak melakukan apa yang padahal dia dapat melakukan sesuatu untuk mencegah atau menghalangi terjadinya suatu tidak pidana.

2. Keadaan

Keadaan dapat diartikan karena kondisinya patut diduga terlibat dengan tindak pidana.

3. Bukti permulaan

Bukti permulaan diatur di dalam Pasal 1 butir 21 Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2012 tentang Manajemen Penyidikan Tindak Pidana bahwa bukti permulaan adalah alat bukti berupa Laporan Polisi dan 1 (satu) alat bukti yang sah, yang digunakan untuk menduga bahwa seseorang telah melakukan tindak pidana sebagai dasar untuk dapat dilakukan penangkapan.

- Terdakwa

Sesuai dengan Pasal 1 butir 15 KUHAP pengertian terdakwa adalah seorang tersangka yag dituntut, diperiksa, dan diadili di sidang pengadilan.

- Terpidana

Terpidana adalah seseorang yang dipidana berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap (Pasal 1 butir 32 KUHAP)

- Narapidana

Narapidana adalah terpidana yang menjalani pidana hilang kemerdekaan di LAPAS sebagaimana yang dimaksud di dalam Pasal 1 butir 7 Undang-Undang Lembaga Pemasyarakatan.

b. Saksi

(12)

1. Keluarga sedarah atau semenda dalam garis lurus ke atas atau ke bawah sampai dengan derajat ketiga dari terdakwa atau yang bersama-sama sebagai terdakwa; 2. Saudara dari terdakwa atau yang bersama-sama sebagai terdakwa, saudara ibu

atau saudara bapak, juga mereka yang mempunyai hubungan karena perkawinan dan anak-anak saudara terdakwa sampai derajat ketiga

3. Suami atau istri terdakwa meskipun sudah bercerai atau yang bersama-sama sebagai terdakwa. (Pasal 168 KUHAP)

c. Ahli

Berdasarkan Pasal 1 butir 28 KUHAP bahwa keterangan ahli adalah keterangan yang diberikan oleh seorang yang memiliki keahlian khusus tentang hal yang diperlukan untuk membuat terang suatu perkara pidana guna kepentingan pemeriksaan

IV. Proses Pemeriksaan Perkara di Indonesia IV.1 Sumber Tindakan

Sumber tindakan adalah apa yang melatarbelakangi dimulainya proses tindakan dalam hukum acara pidana. Berdasarkan Pasal 102 ayat (1) dan (2) KUHAP, maka penyelidikan dapat dimulai apabila terdapat beberapa hal, yaitu:

a. Diketahui sendiri oleh petugas

Hal ini terdapat dalam Pasal 102 ayat (1) KUHAP, yang berbunyi: “penyelidikan yang mengetahui, menerima laporan atau pengaduan....” yang mana apabila diterjemahkan menjadi, penyelidikan dapat dilakukan apabila penyelidik mengetahui, menerima laporan, atau pengaduan.

b. Laporan dan pengaduan

[image:12.595.98.531.660.766.2]

Berdasarkan Pasal 1 butir 24 KUHAP, laporan adalah pemberitahuan yang disampaikan oleh seseorang karena hak dan kewajiban berdasarkan undang-undang kepada pejabat yang berwenang tentang telah atau sedang didufa akan terjadinya peristiwa tindak pidana. Kemudian berdasakan Pasal 1 butir 25 KUHAP, pengaduan adalah pemberitahuan disertai permintaan oleh pihak yang berkepentingan kepada pejabat yang berwenang untuk menindak menurut hukum seorang yang telah melakukan tindak pidana aduan yang merugikannya.

Tabel 2

Perbedaan Laporan dan Pengaduan

Kriteria pembeda Laporan Pengaduan

Pihak yang berwenang menyampaikan

Setiap orang berdasarkan hak dan kewajiban

Pihak yang berkepentingan

Waktu peristiwa Telah, sedang atau diduga akan terjadinya peristiwa

(13)

yang patut diduga merupakan tindak pidana

merupakan tindak pidana

Jenis perbuatan Semua peristiwa yang patut diduga merupakan tindak pidana

Peristiwa yang patut diduga merupakan tindak pidana aduan

Waktu penyampaian Wajib seketika dan wajib segera dan batas akhirnya tergantung pada daluwarsa perkara

Paling lambat 6 bulan apabila pihak yang mengadukan ada di Indonesia dan 9 bulan bagi pihak yang mengadukan ada di luar Indonesia

Kemampuan pencabutan kembali

Tidak diatur di dalam KUHAP dan KUHPidana

Dapat dicabut kembali paling lambat 3 bulan dari pengaduan

c. Tertangkap tangan

Berdasarkan Pasal 1 butir 19 KUHAP, yang dapat dikategorikan tertangkap tangan, apabila:

1. Sedang melakukan tindak pidana;

2. Dengan segera sesudah beberapa saat tindak pidana itu dilakukan;

3. Sesaat kemudian diserukan khalayak ramai sebagai orang yang melakukannya; 4. Sesaat kemudian pada orang tersebut ditemukan benda yang diduga keras telah

dipergunakan untuk melakukan tindak pidana yang menunjukkan bahwa ia adalah pelakunya.

IV.2 Penyelidikan a. Pengertian

Berdasarkan Pasal 1 butir 5 KUHAP, penyelidikan adalah serangkaian tindakan penyelidik untuk mencari dan menemukan suatu peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana guna menentukan dapat atau tidaknya dilakukan penyidikan menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini.

b. Tujuan

Tujuan utama dari penyeledikan adalah untuk menemukan apakah suatu peristiwa dapat dilanjutkan ke tingkat penyidikan atau tidak. Syarat untuk dapat dilanjutkan ke tingkat penyidikan adalah peristiwa tersebut merupakan suatu tindak pidana.

(14)

Berdasarkan Pasal 12 Perkap Nomor 14 Tahun 2012 tentang Manajemen Penyidikan Tindak Pidana, antara lain:

1. Pengolahan tempat kejadian perkara (TKP) 2. Pengamatan (observasi)

3. Wawancara 4. Pembuntutan 5. Penyamaran 6. Pelacakan

7. Penelitian dan analisis dokumen

IV.3 Penyidikan a. Pengertian

Pengertian penyidikan sebagaimana diatur dalam Pasal 1 butir 2 KUHAP adalah serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini untuk mencari dan mengumpulkan bukti yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya

b. Tujuan

Tujuan dari penyidikan yaitu untuk mencari dan menemukan bukti guna menemukan tersangkanya.

c. Rangkaian Tindakan Penyidikan

1. Surat pemberitahuan dimulainya penyidikan (SPDP)

Laporan Hasil Penyelidikan (LHP) diserahkan oleh penyelidik kepada penyidik yang sekurang-kurangnya berisi laporan tentang waktu, tempat kejadian, hasil penyelidikan, hambatan, pendapat, dan saran. Atas LHP ini penyidik akan disusun SPDP yang merupakan kewajiban dari penyidik pada saat dimulainya penyidikan.

2. Upaya paksa

Tindakan penyidik dalam upaya paksa, yakni: - Pemanggilan

upaya paksa yang pertama dilakukan oleh penyidik adalah pemanggilan seseorang untuk dimintai keterangan terkait tindak pidana yang terjadi, baik sebagai tersangka maupun sebagai saksi/ahli.

- Penangkapan

Pengertian penangkapan berdasarkan Pasal 1 butir 20 KUHAP adalah suatu tindakan penyidik berupa pengekangan sementara waktu kebebasan tersangka atau terdakwa apabila terdapat cukup bukti guna kepentingan penyidikan atau penuntutan dan atau peradilan dalam hal serta menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini. Adapun syarat penangkapan adalah sebagai berikut:

(15)

2. Dilakukan oleh penyidik atau penyelidik atas perintah dari penyidik dengan menunjukkan surat tugas dan memberikan surat perintah penangkapan.

3. Dalam hal tertangkap tangan dapat dilakukan kepada keluarga setelah penangkapan dilakukan

4. Tembusan surat perintah penangkapan diberikan kepada keluarga setelah penangkapan dilakukan

5. Penangkapan dilakukan paling lama satu hari - Penahanan

Pengertian penahanan berdasarkan Pasal 1 butir 21 KUHAP adalah penempatan tersangka atau terdakwa di tempat tertentu oleh penyidik, atau penuntut umum, atau hakim dengan penetapannya dalam hal serta menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini. Adapun syarat penahanan, yakni:

1. Syarat subjektif penahanan

- Khawatir tersangka/terdakwa akan melarikan diri - Merusak atau menghilangkan barang bukti - Mengulangi tindak pidana

2. Syarat objektif penahanan

- Tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 5 tahun atau lebih - Tindak pidana walaupun tidak diancam pidana penjara 5 tahun atau

lebih akan tetapi menggangu dan membahayakan ketertiban umum.

Terdapat 3 (tiga) macam jenis penahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (1) KUHAP, yaitu:

1. Rumah Tahanan Negara (RUTAN)

Penahanan dilaksanakan di RUTAN yang berada di masing-masing kabupaten/kota.

2. Penahanan Rumah

Penahanan rumah dilaksanakan di rumah tempat tinggal atau rumah kediaman tersangka atau terdakwa dengan mengadakan pengawasan terhadapnya. Masa penahanan di rumah dikurangkan sepertiga dari pidana yang dijatuhkan.

3. Penahanan Kota

Penahanan kota dilaksanakan di kota tempat tinggal atau kediaman tersangka/terdakwa, dengan kewajiban melapor diri pada waktu yang ditentukan. Masa penahanan kota dikurangkan seperlima dari pidana yang dijatuhkan.

Tabel 3

(16)

Pejabat yang berwenang

Waktu Perpanjangan jumlah

PU Ketua

PN PT MA

Penyidik 20 40 - - - 60

PU 20 - 30 - - 50

Hakim PN 30 - 60 - - 90

Hakim PT 30 - - 60 - 90

MA 50 - - - 60 110

Jumlah 400

- Penggeledahan

Jenis penggeledahan, yaitu: 1. Penggeledahan rumah

Penggeladahan rumah adalah tindakan penyidik untuk memasuki tempat tinggal dan tempat tertutup lainnya untuk melakukan tindakan pemeriksaan dan atau penyitaan dan atau penangkapan dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini. Pengertian ini sebagaimana tercantum dalam Pasal 1 butir 17 KUHAP

2. Penggeledahan badan

Penggeledahan badan adalah tindakan penyidik untuk mengadakan pemeriksaan badan dan atau pakaian tersangka untuk mencari benda yang diduga keras pada badannya atau dibawanya sera untuk disita (Pasal 1 butir 18 KUHAP).

Syarat penggeledahan, adalah:

1. Izin dari Ketua Pengadilan Negeri setempat; 2. Surat perintah penggeledahan

3. Disaksikan dua orang saksi atau pendamping;

4. Berita acara penggeledahan yang salinannya harus diserahkan kepada pemilik rumah/penghuni rumah tersebut

- Penyitaan

(17)

1. Benda atau tagihan tersangka atau terdakwa yang seluruh atau sebagian diduga diperoleh dari tindak pidana atau sebagai hasil dari tindak pidana 2. Benda yang telah dipergunakan secara langsung untuk melakukan tindak

pidana atau untuk mempersiapkannya

3. Benda yang dipergunakan untuk mengalang-halangi penyidikan tindak pidana

4. Benda yang khusus dibuat atau diperuntukkan melakukan tindak pidana 5. Benda lain yang mempunyai hubungan langung dengan tindak pidana yang

dilakukan.

- Pemeriksaan Surat

Berdasarkan Pasal 187 KUHAP, dimana surat sebagai alat bukti adalah:

1. Berita acara dan surat lain dalam bentuk resmi yang dibuat oleh pejabat umum yang berwenang atau yang dibuat dihadapan yang memuat keterangan kejadian atau keadaan yang didengar, dilihat, atau yang dialaminya sendiri, disertai dengan alasan yang jelas dan tegas tentang keterangannya

2. Surat yang dibuat menurut ketentuan peraturan perundang-undangan atau surat yang dibuat oleh pejabat mengenai hal yang termasuk dalam tata laksana yang menjadi tanggung jawabnya dan yang diperuntukkan bagi pembuktian suatu keadaan

3. Surat keterangan dari seorang ahli yang memuat pendapat berdasarkan keahliannya mengenai sesuatu hal atau sesuatu keadaan yang diminta secasra resmi daripadanya

4. Surat lan yang hanya dapat berlaku jika ada hubungannya degan isi dari alat pembuktian yang lain

3. Pemeriksaan

Pemeriksaan bertujuan untuk mendapatkan keterangan saksi, ahli, dan tersangka yang dituangkan dalam berita acara pemeriksaan, guna membuat terang perkara sehingga peran seseorang maupun barang bukti dalam peristiwa pidana yang terjadi menjadi jelas

4. Gelar perkara

Gelar perkara dibagi atas: 1. Gelar perkara biasa

Pasal 70 ayat (2) Perkap Nomor 14 Tahun 2012, gelar perkara biasa dilaksanakan pada tahap awal proses penyidikan; pertengahan proses penyidikan, dan akhir proses penyidikan.

(18)

5. Penyelesaian berkas perkara

6. Pelimpahan berkas ke Penuntut Umum

IV.4 Penuntutan

a. Ruang Lingkup Penuntutan

Penuntutan adalah tindakan penuntut umum untuk melimpahkan perkara pidana ke pengadilan negeri yang berwenang dalam hal dan menurut cara yang diatur danlam undang-undang ii dengan permintaan supaya diperiksa dan diputus oleh hakim di sidang pengadilan. Hal dan menurut cara yang diatur dalam undang-undang tersebut diterjemahkan sebagai ruang lingkup penuntutan. Ruang lingkup penuntutan diatur dalam Pasal 138-140 KUHAP, yaitu:

1. Penghentian penuntutan

Penghentian penuntutan dapat dilakukan setelah penuntut umum menerima atau menerima kembali hasil penyidikan yang lengkap dari penyidik, ketentuan mana masih menjadi pertanyaan hasil penyidikan. Adapun alasan-alasan dilakukanya penghentian penuntutan, yakni:

- Alasan tidak cukup bukti

- Alasan bukan merupakan suatu tindak pidana - Perkara ditutup demi kepentingan hukum 2. Penyusunan surat dakwaan

- Pengertian surat dakwaan

M. Yahya Harahap membuat pengertian umum tentang surat dakwaan sebagai sebuah surat akta yang memuat rumusan tindak pidana yang didakwakan kepada terdakwa, perumusan mana ditarik dan disimpulkan dari pemeriksaan penyidikan dihubungkan dengan unsur delik pasal tindak pidana yang dilanggar dan didakwakan para terdakwa dan surat dakwaan tersebut menjadi dasar pemeriksaan bagi hakim dalam sidang pengadilan

- Syarat surat dakwaan a. Syarat formal

Pasal 143 ayat (2) huruf a KUHAP menyebutkan bahwa penuntut umum membuat surat dakwaan yang diberi tanggal dan ditandatangani serta berisi nama lengkap, tempat lahir, umur atau tanggal lahir, jenis kelamin, kebangsaan, tempat tinggal, agama, dan pekerjaan terdakwa. Hal ini untuk menghindari error in persona dalam penuntutan dan pemeriksaan persidangan.

b. Syarat materiil

(19)

memenuhi syarat materiil apabila surat dakwaan tidak terang atau tidak jelas dalam merumuskan tindak pidana atau mencampur unsur tindak pidana (obscuur libel) dan surat dakwaan mengandung pertentangan antara satu dengan yang lain.

- Penyusunan dan bentuk surat dakwaan a. Penyusunan surat dakwaan

1. Penggabungan perkara

Ketentuan dalam Pasal 141 KUHAP menentukan, bahwa penggabungan perkara dapat dilakukan dengan cara:

i. Beberapa tindak pidana yang dilakukan oleh seseorang yang sama dan kepentingan pemeriksaan tidak menjadikan halangan terhadap penggabungannya (concurcus realis, concurcus idealis, perbuatan berlanjut)

ii. Beberapa tindak pidana yang bersangkut paut satu dengan yang lain (penyertaan dan pembantuan)

iii. Beberapa tindak pidana yang tidak bersangkut satu dengan yang lain, akan tetapi satu dengan yang lain itu ada hubungannya, yang dalam hal ini penggabungan tersebut perlu bagi kepentingan penyidikan

2. Pemisahan perkara

Pemisahan perkara diatur dalam Pasal 142 KUHAP dimana pemisahan perkara dapat dilakukan dengan membuat berkas perkara baru dimana para terdakwa saling menjadi saksi, sehingga untuk itu perlu dilakukan pemeriksaan baru, baik terdakwa maupun saksi. Pemisahan perkara dilakukan sehubungan dengan kurangnya saksi yang menguatkan dakwaan penuntut umum, sedangkan saksi lain sulit untuk diketemukan sehingga satu-satunya jalan adalah mengajukan sesama terdakwa sebagai saksi untuk terdakwa lainnya.

b. Bentuk surat dakwaan 1. Surat dakwaan tunggal

Surat dakwaan tunggal disusun apabila penuntut umu yakin dengan perbuatan terdakwa, keyakinan tersebut muncul karena perkara yang dihadapi adalah perkara yang sederhana dan tindak pidana yang dilakukan jelas dan sederhana sehingga kemungkinan dakwaan tidak tepat dikenakan sangat kecil.

2. Surat dakwaan alternatif

(20)

pidana apa yang paling tepat karena terdakwa memiliki kemiripan unsur atau kedekatan unsur dengan tindak pidana lain, tetapi bukanlah suatu perbarengan tindak pidana. Ciri utama dakwaan ni diberikan kata “atau” sebagai bentuk pilihan.

3. Surat dakwaan subsidair

Dalam surat dakwaan ini, penuntut umum ragu akan kualifikasi dari tindak pidana yang didakwakan apakah tindak pidana tersebut termasuk kualifikasi berat atau ringan.

4. Surat dakwaan kumulatif

Surat dakwaan ini dibuat apabila ada beberapa tindak pidana yang tidak ada hubungan antara tindak pidana yang satu dengan yang lainnya (berdiri sendiri).

5. Surat dakwaan kombinasi atau campuran

Surat dakwaan kombinasi dibuat untuk memenuhi kebutuhan dalam praktik penuntutan agar terdakwa tidak bebas dari dakwaan yakni karena kompleksnya permasalahan yang dihadapi oleh penuntut umum. Di dalam dakwaan kombinasi, penuntut umum dapat menyusun surat dakwaan dengan berbagai macam bentuk surat dakwaan dalam satu surat dakwaan seperti: dakwaan alternatif-dakwaan subsidair-dakwaan tunggal-subsidair-dakwaan alternatif, dan lain sebagainya.

3. Pelimpahan berkas perkara ke pengadilan negeri

IV.5 . Pemeriksaan Persidangan dan Pembuktian a. Kewenangan Mengadili

Kompetensi adalah kewenangan untuk mengadili suatu perkara. Terdapat 2(dua) macam kewenangan mengadili, yakni:

1. Kompetensi absolut

Berdasarkan Pasal 25 Undang-Undang Kekuasaan Kehakiman menyebutkan kompetensi absolut masing-masing lingkungan peradilan, yaitu:

- Peradilan umum berwenang memeriksa, mengadili, dan memutus perkara pidana dan perdata sesuai dengan ketentuan perundang-undangan

- Peradilan agama berwenang memeriksa, mengadili, dan menyelesaikan perkara antara orang-orang yang beragama Islam sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan yang berlaku

- Peradilan militer berwenang memeriksa, mengadili, dan memutus perkara tindak pidana militer sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan - Peradilan tata usaha negara berwenang memeriksa, mengadili, memutus, dan menyelesaikan sengketa tata usaha negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan

(21)

Menentukan kompetensi relatif dapat dilihat dalam pengaturan Pasal 84 KUHAP, bahwa pengadilan negeri berwenagn mengadili perkara apabila:

- Tindak pidana dilakukan di dalam daerah hukum pengadilan negeri tersebut - Pengadilan negeri di mana terdakwa bertempat tinggal, berdiam terakhir, di

tempat dimana ia diketemukan atau ditahan, dan tempat kediaman sebagian besar saksi yang dipanggil ke persidangan

b. Acara Pemeriksaan di Pengadilan 1. Praperadilan

Tujuan praperadilan jelas tergambar di dalam definisi berdasarkan Pasal 1 butir 10 KUHAP, dimana praperadilan hanya memeriksa dan memutus perkara terkait dengan:

1. Sah atau tidaknya suatu penangkapan dan penahanan 2. Sah atau tidaknya penyidikan atau penghentian penuntutan

3. Ganti kerugian dan rehalibitasi atas perkara yang tidak diajukan ke pengadilan

2. Acara pemeriksaan biasa

Pada umumnya perkara yang diperiksa dan diadili dan diputus dengan acara pemeriksaan biasa adalah perkara pidana yang diancam dengan sanksi pidana penjara 5 tahun atau lebih atau perkara pidana yang membutuhkan pembuktian yang cermat dan teliti. Garis besar urutan tata cara pengajuan serta rangkaian pemeriksaan acara biasa adalah sebagai berikut:

1. Penuntut umum melimpahkan perkara bersama dengan surat dakwaan ke pengadilan negeri yang berwenang;

2. Ketua pengadilan negeri memeriksa kewenangan mengadili, lalu menunjuk majelis hakim yang memeriksa perkara dalam hal ketua pengadilan negeri berpendapat bahwa perkara tersebut berada dalam kewenangannya

3. Majelis hakim menetapkan hari sidang dan memerintahkan penuntut umum untuk memanggil terdakwa secara sah (panggilan secara sah sesuai dengan Pasal 145 KUHAP);

4. Hakim ketua sidang memimpin pemeriksaan di sidang pengadilan dan pada permulaan sidang, hakim ketua menanyakan identitas terdakwa

5. Hakim ketua sidang memerintahkan kepada penuntut umum untuk membacakan surat dakwaan

6. Terhadap surat dakwaan tersebut, terdakwa atau penasihat hukumnya memiliki hak untuk mengajukan keberatan atas dakwaan. Adapun keberatan tersebut berdasarkan 3 (tiga) alasan, yaitu:

- Keberatan tentang kewenangan mengadili

- Keberatan tentang surat dakwaan tidak dapat diterima - Keberatan tentang surat dakwaan harus dibatalkan

(22)

8. Proses pemeriksaan saksi

9. Proses pemeriksaan keterangan ahli 10. Pemeriksaan terdakwa

11. Penuntut umum menyusun surat tuntutan pidana setelah keterangan terdakwa dinyatakan selesai

12. Penasihat hukum diberi kesempatan mengajukan pembelaan

13. Penuntut umum diberikan kesempatan untuk memberikan jawaban atas pembelaan tersebut

14. Hakim memberikan putusan akhir, kemudian putusan tersebut ditandatangani oleh majelis hakim dan panitera sesaat setelah dibacakan

15. Upaya hukum bila ada

3. Acara pemeriksaan cepat

Perkara yang disidangkan dengan acara pemeriksaan cepat adalah perkara tindak pidana ringan dan perkara pelanggaran lalu lintas. Menentukan perkara termasuk tindak pidana ringan adalah berat dan ringan ancaman sanksi pidana yang dijatuhkan. Termasuk di dalam tindak pidana ringan adalah tindak pidana yang ancaman pidananya paling lama 3 bulan penjara atau kurungan, atau denda sebanyak-banyaknya Rp 7.500,- serta penghinaan ringan sebagaimana dirumuskan dalam Pasal 315 KUHPidana. Pengaturan ini tercantum dalam Pasal 205 ayat (1) KUHAP.

4. Acara pemeriksaan singkat

Di dalam KUHAP, pengaturan mengenai acara pemeriksasn singkat sangat kabur pengaturannya. Beberapa literatur menyebutkan bahwa patokan menentukan perkara diperiksa adalah pidana yang akan dijatuhkan berkisar paling tinggi 3 tahun.

5. Perkara koneksitas

Menurut Andi Hamzah, peradilan koneksitas adalah sistem peradilan pidana peradilan terhadap tersangka pembuat delik penyertaan antara orang sipil dan orang militer, dapat juga dikatakan peradilan antara mereka yang tunduk kepada yurisdiksi peradilan umum dan peradilan militer. Pendapat Menteri Pertahanan dan Keamanan didasarkan atas kerugian tindak pidana yang diitimbulkan, apabila kerugian yang ditimbulkan telah merugikan kepentingan militer, maka pemeriksaan dilakukan di peradilan militer, selama ketugian tidak menimbulkan kerugian bagi kepentingan militer, maka perkara diperiksa di peradilan umum.

(23)

a. Conviction in time, yaitu sistem pembuktian dimana proses menentukan salah atau tidaknya terdakwa semata-mata ditentukan oleh penilaian keyakinan hakim. Hakim tidak terikat oleh alat bukti yang ada.

b. Conviction in raisonee, yaitu sistem pembuktian yang menekankan pada keyakinan hakim berdasarkan alasan yang jelas. Sistem memberikan batasan keyakinan hakim bahwa harus berdasarkan alasan yang jelas. Hakim wajib menguraikan dan menjelaskan alasan-alasan apa yang mendasari keyakinannya atas kesalahan terdakwa

c. Pembuktian menurut undang-undang secara positif, yaitu pembuktian hanya dapat disimpulkan dari alat-alat bukti yang telah ditentukan oleh undang-undang tanpa adanya campur tangan keyakinan hakim.

d. Pembuktian menurut undang-undang secara negatif, yaitu sistem pembuktian campuran antara conviction in raisonee dengan sistem pembuktian menurut undang-undang secara psoitif.

Oleh karena itu sistem pembuktian yang dianut oleh KUHAP sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 183 KUHAP adalah pembuktian menurut undang-undang secara negatif.

IV.6 . Putusan Pengadilan

Apabila pemeriksaan sidang dinyatakan selesai oleh hakim ketua sidang dan pemeriksaan dinyatakan ditutup, maka tahapan berikutnya adalah musyawarah hakim untuk mencapai mufakat dalam menyusun putusan pengadilan. Berdasarkan Pasal 1 butir 11 KUHAP, terdapat 3 (tiga) jenis putusan pengadilan, yakni:

a. Putusan Bebas (vrijspraak)

Syarat untuk menjatuhkan putusan bebas kepada terdakwa, yaitu: 1. Kesalahan terdakwa tidak terbukti secara sah

M. Yahya Harahap menyatakan bahwa Pasal 191 ayat (1) KUHAP dapat diperluas maknanya dengan syarat putusan bebas apabila dikaitkan dengan hal menghapuskan pidana sesuai dengan KUHPidana, yakni adanya alasan pembenar dan pemaaf yang membebaskan terdakwa dari pemidanaan.

2. kesalahan terdakwa tidak meyakinkan

bahwa kekuatan pembuktian terletak pada dua alat bukti yang sah dan keyakinan hakim, maka apabila hakim tidak yakin bahwa terdakwa melakukan tindak pidana, maka hakim tidak dapat menjatuhkan putusan pidana

b. Putusan Lepas dari Segala Tuntutan Hukum (onslag van revht vervolging) Syarat yang harus terpenuhi dalam putusan lepas dari tuntutan hukum, yaitu: 1. Perbuatan terdakwa tidak terbukti

(24)

c. Putusan Pemidanaan

Putusan pemidanaan dijatuhkan oleh hakim jika ia telah memperoleh keyakinan,, bahwa terdakwa melakukan perbuatan yang didakwakan dan ia menganggap bahwa perbuatan dan terdakwa dapat dipidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 193 ayat (1) KUHAP.

IV.7 . Upaya Hukum Biasa

Upaya hukum biasa di dalam Bab XVII , yang dibagi atas: 1. Banding

Tujuan dari diajukannya upaya hukum banding adalah: a. Memperbaiki kekeliruan pada tingkat pertama

b. Mencegah kesewenangan dan penyalahgunaan jabatan c. Pengawasan terciptanya keseragaman penerapan hukum

Putusan yang dapat diajukan banding adalah a. Putusan pemidanaan dalam acara biasa b. Putusan pemidanaan dalam acara singkat

c. Putusan yang menyatakan dakwaan tidak dapat diterima d. Putusan yang menyatakan dakwaan batal demi hukum e. Putusan perampasan kemerdekaan dalam acara cepat

f. Putusan praperadilan terhadap penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan

Putusan pengadilan tingkat pertama yang tidak dapat diajukan banding sebagaimana dimaksud dalam Pasal 67 KUHAP adalah:

a. Putusan bebas

b. Putusan lepas dari segala tuntutan hukum c. Putusan acara cepat

Putusan pengadilan tingi dalam perkara banding dapat berupa:

a. Menguatkan putusan pengadilan negeri baik berupa menguatkan putusan pengadilan negeri secara murni, menguatkan putusan dengan tambahan pertimbangan, menguatkan putusan dengan alasan pertimbangan hakim

b. Mengubah atau memperbaiki amar putusan pengadilan negeri dengan cara perubahan atau perbaikan kualifikasi tindak pidana, perubahan atau perbaikan mengenai barang bukti, perubahan atau perbaikan pemidanaan

c. Membatalkan putusan pengadilan negeri

2. Kasasi

Tujuan dari kasasi, yaitu:

a. Koreksi terhadap kesalahan putusan pengadilan di bawahnya b. Menciptakan dan membentuk hukum baru

c. Pengawasan terhadap terciptanya keseragaman penerapan hukum

(25)

a. Putusan perkara pidana yang diberikan pada tingkat terakhir oleh pengadilan kecuali putusan yang dikeluarkan oleh Mahkamah Agung

b. Putusan bebas

Putusan Mahkamah Agung dalam perkara kasasi dapat berupa: a. Menyatakan kasasi tidak dapat diterima

b. Meolak permohonan kasasi c. Mengabulkan permohonan kasasi

IV.8 . Upaya Hukum Luar Biasa 1. Peninjauan Kembali

Dasar dilakukannya upaya hukum peninjauan kembali adalah: a. Apabila terdapat keadaan baru yang menimbulkan dugaan kuat

b. Hal atau keadaan sebagai dasar dan alasan putusan yang dinyatakan telah terbukti bertentangan dengan satu yang lain

c. Apabila putusan itu dengan jelas memperlihatkan suatu kekhilafan hakim atau suatu kekeliruan yang nyata

d. Perbuatan yang didakwakan telah dinyatakan terbukti akan tetapi tidak diikuti oleh suatu pemidanaan

2. Kasasi demi Kepentingan Hukum

Patokan kasasi demi kepentingan hukum tidak boleh merugkan pihak yang berkepentingan, yaitu:

a. Tidak menjatuhkan putusan pemidanaan terhadap putusan bebas atau lepas dasri segala tuntutan hukum

b. Tidak memperberat pidana dari apa yang telah dijatuhkan dalam putusan yang dikasasi demi kepentingan hukum

Gambar

Tabel 2Perbedaan Laporan dan Pengaduan

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan dari hukum acara pidana adalah untuk mencari dan mendapatkan atau setidak-tidaknya mendekati kebenaran materil, ialah kebenaran yang selengkap-lengkapnya dari suatu

Tujuan dari hukum acara pidana adalah untuk mencari dan mendapatkan atau setidak-tidaknya mendekati kebenaran materiil, ialah kebenaran yang selengkap-lengkapnya dari suatu

“Untuk mencari dan mendapatkan atau setidak -tidaknya mendekati kebenaran material ialah kebenaran selengkap lengkapnya dari suatu perkara pidana dengan menerapkan ketentuan

“Tujuan dari Hukum Acara Pidana adalah untuk mencari dan mendapatkan atau setidak-tidaknya mendekati kebenaran materiil, ialah kebenaran yang selengkap-lengkapnya dari

Tujuan Dari hukum Acara Pidana adalah untuk mencari dan mendapatkan atau setidak-tidaknya mendekati kebenaran materiil, ialah kebenaran yang selengkap lengkapnya dari

Tujuan dari hukum acara pidana adalah mencari dan mendapatkan setidak-tidaknya mendekati kebenaran materiil ialah kebenaran yang selengkap-lengkapnya dari suatu

Tujuan Dari hukum Acara Pidana adalah untuk mencari dan mendapatkan atau setidak-tidaknya mendekati kebenaran materiil, ialah kebenaran yang selengkap lengkapnya dari

“Tujuan dari hukum acara pidana adalah untuk mencari dan mendapatkan atau setidak-tidaknya mendekati kebenaran materiil, ialah kebenaran yang selengkap-lengkapnya dari suatu