• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS PUTUSAN BEBAS PERBUATAN TIDAK MENYENANGKAN YANG DILAKUKAN ANGGOTA MILITER TERHADAP ATASAN(STUDI PERKARA NOMOR 96K/MIL/2006)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "ANALISIS PUTUSAN BEBAS PERBUATAN TIDAK MENYENANGKAN YANG DILAKUKAN ANGGOTA MILITER TERHADAP ATASAN(STUDI PERKARA NOMOR 96K/MIL/2006)"

Copied!
66
0
0

Teks penuh

(1)

ABSTRAK

ANALISIS PUTUSAN BEBAS PERBUATAN TIDAK MENYENANGKAN YANG DILAKUKAN ANGGOTA MILITER TERHADAP ATASAN(STUDI PERKARA

NOMOR 96K/MIL/2006)

Oleh

NI NYOMAN INDRI KUSUMAWATI

Ketentuan yang mengatur perilaku anggota TNI yang dituangkan dalam bentuk Hukum Disiplin Prajurit merupakan pedoman moral dan perilaku yang harus senantiasa di pegang teguh oleh anggota TNI dalam menjalankan tugas menjaga pertahanan dan keamanan Negara. Namun ada juga anggota TNI yang berperilaku menyimpang sehingga melanggar hukum disiplin militer maupun melanggar ketentuan hukum pidana. Setiap tindak pidana yang dilakukan oleh anggota TNI diselesaikan di Pengadilan Militer. Seperti misalnya dalam perkara No. 96K/MIL/2006 dengan terdakwa Serfi Semmi Warangkiran yang berdasarkan putusan Pengadilan Militer III-17 Manado dan Pengadilan Militer Tinggi III Surabaya dinyatakan bersalah telah melanggar Pasal 97 ayat (1) KUHPM dengan berkata kasar terhadap atasannya Iskandar Datau, Ahmad Datau dan Ferry Kastilong dengan pidana penjara selama 10 bulan. Merasa tidak puas dengan putusan pengadilan Militer III-17 Manado dan Pengadilan Militer Tinggi III Surabaya, akhirnya terdakwa mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung hingga memperoleh putusan bebas dari Mahkamah Agung. Permasalahan yang diajukan dalam skripsi ini adalah : Bagaimanakah pertimbangan hakim Mahkamah Agung dalam memberikan putusan bebas pada tingkat kasasi dalam putusan No. 96K/MIL/2006.

Pendekatan masalah dilakukan berdasarkan pendekatan yuridis normatif. Sumber data diperoleh dari studi kepustakaan, jenis data berupa data sekunder.

(2)

oleh atasannya Iskandar Datau, Ahmad datau, dan Serma Ferry Kastilong yang berdasarkan Pasal 49 ayat (2) dapat dijadikan sebagai alasan pemaaf.

(3)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dalam Pasal 1 ayat (3) UUD 1945 menyatakan bahwa Indonesia adalah Negara hukum. Ini berarti bahwa negara Indonesia dalam menjalankan kehidupan berbangsa dan bernegara harus sesuai dengan aturan hukum yang berlaku. Dengan demikian sudah seharusnya penegakan keadilan berdasarkan hukum dilaksanakan oleh setiap warga negara, setiap penyelenggara negara, setiap lembaga masyarakat termasuk kalangan militer. Orang yang menaruh perhatian pada hukum militer dapat dikatakan hanya sedikit saja. Mungkin orang menganggap bahwa hukum militer itu cukup untuk diketahui oleh kalangan militer saja. Hal ini tentu tidak salah, tetapi juga tidak seluruhnya benar. Hukum militer dari suatu negara merupakan sub-sistem hukum dari hukum negara tersebut. Karena militer itu adalah bagian dari suatu masyarakat atau bangsa, yaitu bagian yang terdiri dari warga negara yang melakukan tugas khusus. Melakukan tugas pembelaan negara dan bangsa dengan menggunakan senjata atau dengan kata lain tugas utamanya adalah untuk bertempur.

(4)

bagi anggota militer. Selain itu kita ketahui pula bahwa hukum adalah untuk manusia yang melakukan kesalahan. Di masa yang akan datang akan lebih banyak warga negara yang terlibat dalam pelaksanaan tugas pembelaan negara. Hal mana dilakukan melalui sistem wajib militer, sebagai salah satu cara mengikut sertakan warga negara dalam pertahanan negara. Dengan demikian akan semakin banyak pula warga negara yang harus tunduk pada hukum militer. Maka layak kiranya apabila kalangan militer sendiri dan kalangan lainnya mengetahui apa, bagaimana, dan untuk apa hukum militer tersebut. Terutama dalam hal ini tentunya para orang tua yang tak terlepas dari kewajiban untuk merelakan dan merestui putra putrinya untuk memenuhi kewajiban selaku warga negara menjadi militer wajib.

Militer atau sekarang lebih dikenal dengan istilah Tentara Nasional Indonesia (TNI) merupakan bagian tidak terpisahkan dari rakyat Indonesia yang tumbuh dan berkembang dalam mempertahankan dan mengisi kemerdekaan. TNI adalah suatu organisasi yang berperan sebagai alat pertahanan Negara Kesatuan Republik Indonesia, bertugas melaksanakan kebijakan pertahanan negara, mempertahankan keutuhan wilayah, dan melindungi keselamatan bangsa, menjalankan operasi militer untuk perang dan operasi militer selain perang, serta ikut secara aktif dalam tugas pemeliharaan perdamaian regional dan internasional.

(5)

tentu saja ada kemungkinan penyimpangan yang dilakukan oleh anggota TNI. Bentuk penyimpangan itu antara lain pelanggaran hak asasi manusia, pelanggaran hukum disiplin dan tindak pidana. Setiap tindak pidana yang dilakukan oleh anggota TNI diselesaikan di Pengadilan Militer.

Sering kali pemberitaan di media massa tentang oknum TNI yang melakukan tindak pidana. Perbuatan yang melanggar hukum tersebut membawa konsekwensi bagi anggota TNI untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya dalam sidang pengadilan militer sesuai dengan ketentuan hukum pidana militer yang berlaku. Tindak pidana yang dilakukan oleh oknum TNI ini banyak macamnya, seperti misalnya dalam perkara No. 96K/MIL/2006. Dalam putusan Pengadilan Militer Surabaya dinyatakan bahwa terdakwa Serfi Semmi Warangkiran bersalah telah melakukan perbuatan tidak menyenangkan terhadap atasan dengan berkata kasar. Hal itu dilakukan oleh terdakwa Serfi Warangkiran karena luapan emosi kejiwaan terdakwa setelah mengetahui bahwa istri terdakwa telah diperkosa oleh atasannya. Namun, berdasarkan pengamatan penulis terhadap perkara tersebut, adakalanya Hakim Pengadilan Militer dan Hakim Pengadilan Militer Tinggi kurang dalam pertimbangannya untuk mengambil keputusan, sehingga memungkinkan terdakwa untuk mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung. Kasasi adalah pemeriksaan kembali atas putusan pengadilan yang dilakukan pada tingkat pengadilan terakhir. Kasasi diajukan oleh terdakwa atau jaksa penuntut umum sebagai upaya penolakan atau ketidakpuasan terdakwa terhadap putusan hakim pengadilan dibawahnya. Oleh karena itu pengajuan kasasi merupakan upaya terakhir terdakwa yang diharapkan mampu merubah putusan pengadilan sebelumnya yang menurut terdakwa kurang tepat. Pada hakikatnya tujuan kasasi adalah sebagai berikut:

(6)

b. Menciptakan dan membentuk hukum baru.

c. Pengawasan terciptanya keseragaman penerapan hukum (Yahya Harahap, 2000:539).

Pemeriksaan perkara pada tingkat kasasi tidaklah sama dengan pemeriksaan perkara seperti yang dilaksanakan pada pemeriksaan tingkat pertama atau pemeriksaan pada tingkat banding. Oleh karena itu pemeriksaan pada tingkat kasasi tidak dapat disebut sebagai pemeriksaan tingkat ketiga. Karena pemeriksaan pada tingkat kasasi hanya ditujukan kepada permasalahan penerapan hukum yang dilaksanakan oleh pengadilan bawahan.

Pemeriksaan pada tingkat kasasi dimaksudkan untuk meneliti apakah dalam pemeriksaan yang dilaksanakan oleh pengadilan bawahanya terdapat hal seperti : apakah benar peraturan hukum tidak diterapkan atau tidak dengan sebagaimana mestinya, apakah benar cara mengadili tersebut tidak dilaksanakan menurut ketentuan undang-undang, atau apakah benar pengadilan bawahan tersebut dalam mengadili telah melampaui batas wewenangnya. Ketiga hal ini diatur dalam Pasal 253 ayat (1) KUHAP.

Berdasarkan uraian diatas, maka penulis tertarik untuk mendeskripsikan sebuah penulisan bidang hukum yang berjudul Analisis Putusan Bebas Perbuatan Tidak Menyenangkan yang dilakukan Anggota Militer Terhadap Atasan (Studi Kasus Perkara No. 96K/MIL/2006).

B. Permasalahan dan Ruang Lingkup Penelitian

1. Permasalahan Penelitian

(7)

2. Ruang Lingkup Penelitian

Mengingat permasalahan tersebut memerlukan suatu pembatasan ruang lingkup, ruang lingkup dalam penulisan ini terutama terbatas pada dasar pertimbangan hakim Mahkamah Agung dalam memberikan putusan bebas pada tingkat kasasi perkara No. 96K/MIL/2006.

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini sendiri merupakan sasaran yang ingin dicapai sebagai jawaban atas permasalahan yang dihadapi (Tujuan Obyektif) dan juga untuk memenuhi kebutuhan perorangan (Tujuan Subjektif). Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

Untuk mengetahui Apa yang menjadi pertimbangan hakim Mahkamah Agung dalam memberikan putusan bebas pada tingkat kasasi dalam putusan No. 96K/MIL/2006.

2. Kegunaan Penelitian

Agar hasil dari penelitian yang dicapai tidak sia-sia, maka setiap penelitian berusaha untuk mencapai manfaat yang sebesar-besarnya. Adapun kegunaan yang dapat diperoleh dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

(8)

Secara teoritis hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran dan landasan teoritis bagi pengembangan disiplin ilmu hukum pidana pada umumnya dan hukum pidana peradilan militer pada khususnya.

b. Kegunaan Praktis

Secara praktis diharapkan penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan acuan dan sumbangan bagi pihak-pihak yang berkepentingan dalam hal proses penyelesaian tindak pidana dalam lingkungan pidana militer.

D. Kerangka Teoritis dan Konseptual

1. Kerangka Teoritis

Kerangka teoritis adalah susunan dari beberapa anggapan, pendapat, cara, aturan, asas, keterangan sebagai satu kesatuan yang logis yang menjadi landasan, acuan, dan pedoman untuk mencapai tujuan dalam penelitian atau penulisan (Abdulkadir Muhammad, 2004:73).

Peradilan militer merupakan pelaksanaan kekuasaan kehakiman di lingkungan TNI untuk menegakkan hukum dan keadilan dengan memperhatikan kepentingan penyelenggaraan pertahanan keamanan negara.

(9)

Undang-Undang Nomor 26 Tahun 1997 tentang Hukum Disiplin Militer Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (UU disiplin Prajurit) dalam Pasal 3 memberikan suatu pedoman bagi anggota TNI dalam menjalankan tugasnya harus memperhatikan peraturan disiplin. Adapun isi ketentuan Pasal 3 UU tersebut sebagai berikut:

“ (1) Untuk menegakkan tata kehidupan Angkatan Bersenjata Republik Indonesia, setiap prajurit dalam menunaikan tugas dan kewajibannya wajib bersikap dan berperilaku disiplin.

(2) Disiplin prajurit sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diwujudkan dengan mematuhi semua peraturan dan norma yang berlaku bagi prajurit dan melaksanakan semua perintah kedinasan atau yang bersangkutan dengan kedinasan dengan tertib dan sempurna, kesungguhan, keikhlasan hati, dan gembira berdasarkan ketaatan serta rasa tanggung jawab kepada pimpinan dan kewajiban.”

Badan yang termasuk kedalam ruang lingkup peradilan militer adalah badan yang melaksanakan kekuasaan kehakiman dilingkungan peradilan militer yang meliputi Pengadilan Militer, Pengadilan Militer Tinggi, pengadilan Militer Utama, dan Pengadilan Militer Pertempuran (Pasal 12 UU Peradilan Militer, yang selanjutnya disingkat menjadi UUPM). Pengadilan dalam lingkungan peradilan militer merupakan badan pelaksana kekuasaan kehakiman di lingkungan Angkatan Bersenjata. Pelaksanaan kekuasaan kehakiman sebagaimana yang dimaksud berpuncak pada Mahkamah Agung sebagai Pengadilan Negeri Tertinggi.

(10)

Namun apabila tersangka merasa kurang puas terhadap putusan pengadilan militer maka dapat mengajukan banding dan kasasi ke Mahkamah Agung.

Kasasi adalah pembatalan atas putusan pengadilan yang dilakukan pada tingkat peradilan terakhir. Pengajuan kasasi dalam perkara pidana tunduk pada ketentuan Pasal 54 UU No. 3 Tahun 2009 jo UU No. 14 Tahun 1985. Adapun prosedur pengajuan kasasi adalah sebagai berikut:

1. Permohonan kasasi diajukan pemohon kepada panitera pengadilan dalam waktu 14 hari setelah putusan pengadilan diberitahukan kepada terdakwa.

2. Apabila tenggang waktu 14 hari untuk mengajukan kasasi telah lewat, maka yang bersangkutan dianggap menerima putusan tersebut.

3. Selama perkara kasasi belum diputus oleh Mahkamah Agung, permohonan kasasi dapat dicabut sewaktu-waktu, apabila perkara tersebut telah dicabut maka perkara tersebut tidak dapat diajukan lagi.

Sebagai suatu proses yang bersifat sistemik, penegakan hukum pidana menampakkan diri sebagai penerapan hukum pidana (criminal law) yang melibatkan berbagai sub sistem struktural berupa aparat kepolisian, kejaksaan, pengadilan dan pemasyarakatan. Termasuk di dalamnya lembaga penasehat hukum. Dalam hal ini penerapan hukum haruslah dipandang dari 3 dimensi, yaitu:

(11)

2. Penerapan hukum dipandang sebagai sistem administratif (administrative system) yang mencakup interaksi antara berbagai aparat penegak hukum yang merupakan sub system peradilan di atas.

3. Penerapan hukum pidana merupakan sistem sosial (social system), dalam arti bahwa dalam mendefinisikan tindak pidana harus pula diperhitungkan berbagai perspektif pemikiran yang ada dalam lapisan masyarakat. Sehubungan dengan berbagai dimensi di atas dapat dikatakan bahwa sebenarnya hasil penerapan hukum pidana harus menggambarkan keseluruhan hasil interaksi antara hukum, praktek administratif dan pelaku sosial (http://eprins.undip.ac.id/15905/1/Sugeng_Tiyarto.pdf, diakses pada tanggal 9 Desember 2011).

Hakim dalam menjalankan tugasnya dalam menyelesaikan suatu perkara, khususnya perkara pidana sering kita temui bahwa untuk menyelesaikan satu perkara tersebut memerlukan waktu yang cukup panjang, bisa sampai berminggu-minggu atau bahkan berbulan-bulan dan mungkin bisa sampai satu tahun lamanya baru bisa terselenggara atau selesainya satu perkara di pengadilan.

Hambatan atau kesulitan yang ditemui hakim untuk menjatuhkan putusan bersumber dari beberapa faktor penyebab, seperti pembela yang selalu menyembunyikan suatu perkara, keterangan saksi yang terlalu berbelit-belit atau dibuat-buat, serta adanya pertentangan keterangan antara saksi yang satu dengan saksi lain serta tidak lengkapnya bukti materil yang diperlukan sebagai alat bukti dalam persidangan.

(12)

yang pada prinsipnya menentukan bahwa suatu hak atau peristiwa atau kesalahan dianggap telah terbukti, disamping adanya alat bukti menurut undang-undang juga ditentukan kayakinan hakim yang dilandasi dengan integritas moral yang baik.

Hakim dalam menjatuhkan putusan cenderung lebih banyak menggunakan pertimbangan yang bersifat Yuridis dibandingkan pertimbangan non Yuridis. Dalam Undang-Undang nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman dijelaskan tentang dasar pertimbangan hakim dalam menjatuhkan putusan dalam Pasal 8 ayat (2) :

“Dalam mempertimbangkan berat ringannya pidana, hakim wajib memperhatikan pula sifat yang baik dan jahat dari terdakwa”.

Kemudian dalam Pasal 53 ayat (2) menyatakan bahwa:

“Penetapan dan putusan sebagaimana dimaksud (dalam memeriksa dan memutus perkara) harus memuat pertimbangan hakim yang didasarkan pada alasan dan dasar hukum yang tepat dan benar”.

(13)

Menurut Mackenzei (dalam Ahmad Rifai, 2010:106), ada beberapa teori atau pendekatan yang dapat digunakan oleh hakim dalam mempertimbangkan penjatuhan putusan dalam suatu perkara, yaitu sebagai berikut :

a. Teori keseimbangan.

Yang dimaksud dengan keseimbangan disini adalah keseimbangan antara syarat-syarat yang ditentukan oleh undang-undang dan kepentingan pihak-pihak yang tesangkut atau berkaitan dengan perkara, yaitu antara lain seperti adanya keseimbangan yang berkaitan dengan masyarakat, kepentingan terdakwa dan kepentingan korban.

b. Teori pendekatan seni dan intuisi.

Penjatuhan putusan oleh hakim merupakan diskresi atau kewenangan dari hakim. Sebagai diskresi, dalam penjatuhan putusan hakim menyesuaikan dengan keadaan dan pidana yang wajar bagi setiap pelaku tindak pidana, hakim akan melihat keadaan pihak terdakwa atau penuntut umum dalam perkara pidana. Pendekatan seni dipergunakan oleh hakim dalam penjatuhan suatu putusan, lebih ditentukan oleh instink atau intuisi dari pada pengetahuan dari hakim.

c. Teori pendekatan keilmuan.

(14)

d. Teori pendekatan pengalaman.

Pengalaman dari seorang hakim merupakan hal yang dapat membantunya dalam menghadapi perkara-perkara yang dihadapinya sehari-hari, dengan pengalaman yang dimilikinya, seorang hakim dapat mengetahui bagaimana dampak dari putusan yang dijatuhkan dalam suatu perkara pidana yang berkaitan dengan pelaku, korban maupun masyarakat.

e. Teori ratio decidendi.

Teori ini didasarkan pada landasan filsafat yang mendasar, yang mempertimbangkan segala aspek yang berkaitan dengan pokok perkara yang disengketakan, kemudian mencari peraturan perundang-undangan yang relevan dengan pokok perkara yang disengketakan sebagai dasar hukum dalam penjatuhan putusan, serta pertimbangan hakim harus didasarkan pada motivasi yang jelas untuk menegakkan hukum dan memberikan keadilan bagi para pihak yang berperkara.

(15)

bagaimana pemidanaan akan diberlakukan kepada pelaku. Tujuan pemidanaan dalam RKUHP dalam Pasal 54 yang menyatakan bahwa pemidanaan bertujuan :

a. Mencegah dilakukannya tindak pidana dengan menegakkan norma hukum demi pengayoman masyarakat;

b. Memasyarakatkan terpidana dengan mengadakan pembinaan sehingga menjadi orang yang baik dan berguna;

c. Menyelesaikan konflik yang ditimbulkan oleh tindak pidana, memulihkan keseimbangan, dan mendatangkan rasa damai dalam masyarakat;

d. Membebaskan rasa bersalah pada terpidana.

Dalam menganalisis suatu putusan, hal-hal yang perlu dikaji adalah sebagai berikut: a. Perbuatan

Perbuatan yang perlu dikaji adalah perbuatan yang harus : 1. Memenuhi rumusan undang-undang.

2. Bersifat melawan hukum (tidak ada alasan pembenar). b. Orang

Dalam hal ini berhubungan dengan “kesalahan”, yang meliputi : 1. Kemampuan bertanggungjawab.

2. Sengaja (Dolus) atau lalai (Culpa) c. Pidana

Unsur pidana ini berkaitan dengan perbuatan. Untuk adanya pidana, perbuatan itu harus memenuhi rumusan undang-undang, bersifat melawan hukum, serta tidak ada alasan pembenar.

(16)

Konseptual adalah susunan dari beberapa konsep sebagai satu kebulatan yang utuh, sehingga terbentuk suatu wawasan untuk dijadikan landasan, acuan, dan pedoman dalam penelitian atau penulisan (Abdulkadir Muhammad, 2004:78). Berikut ini dibahas mengenai konsep atau arti dari beberapa istilah yang digunakan dalam penulisan skripsi.

a. Analisis adalah penyelidikan terhadap suatu peristiwa (karangan, perbuatan, dsb) untuk mengetahui keadaan sebenarnya (sebab musabab, duduk perkaranya (Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa, 2003: 43).

b. Putusan bebas adalah putusan pengadilan yang membebaskan terdakwa dari dakwaan, karena menurut pendapat pengadilan terdakwa tidak terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana yang didakwakan kepadanya (Pasal 191 ayat (1) KUHAP).

c. Perbuatan tidak menyenangkan sebagaimana telah diatur dalam Bab XVIII Tentang Kejahatan Terhadap Kemerdekaan Orang Pasal 335 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana yang rumusannya berbunyi :

“(1). Diancam dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling banyak tiga ratus rupiah;

Ke-1 : Barang siapa secara melawan hukum memaksa orang lain supaya melakukan atau membiarkan sesuatu, dengan memakai kekerasan, sesuatu perbuatan lain maupun perlakuan yang tak menyenangkan, atau dengan memakai ancaman kekerasan, sesuatu perbuatan lain maupun perlakuan yang tak menyenangkan, baik terhadap orang itu sendiri atau orang lain.

Ke-2 : Barang siapa memaksa orang lain supaya melakukan, tidak melakukan atau membiarkan sesuatu dengan ancaman pencemaran atau pencemaran tertulis.

(2). Dalam hal diterangkan ke-2, kejahatan hanya dituntut atas pengaduan orang yang terkena.”

(17)

oleh pejabat yang berwenang untuk mengabdikan diri dalam usaha pembelaan negara dengan menyandang senjata, rela berkorban jiwa raga, dan berperan serta dalam pembangunan nasional serta tunduk kepada hukum militer (Pasal 1 angka (42) UU No. 31 tahun 2007).

e. Atasan adalah setiap prajurit Angkatan Bersenjata Republik Indonesia yang karena pangkat dan/atau jabatannya berkedudukan lebih tinggi daripada prajurit Angkatan Bersenjata Republik Indonesia yang lain (Pasal 1 angka (7) UU No. 26 Tahun 1997).

f. Mahkamah Agung sebagai salah satu lembaga tinggi negara memiliki posisi strategis dalam upaya penegakan hukum. Lembaga inilah yang akan menentukan bagaimana akhir dari segala pergulatan konflik-konflik kepentingan hukum yang sebelumnya telah diberikan putusan oleh lembaga-lembaga peradilan di tingkat bawah (Rusli Muhammad, 2006:153). g. Kasasi berarti pembatalan putusan atau penetapan pengadilan dari semua lingkungan

peradilan dengan alasan:

1. Tidak berwenang atau melampaui batas wewenang 2. Salah menerapkan atau melanggar hukum yang berlaku

3. Lalai memenuhi syarat-syarat yang diwajibkan oleh peraturan perundang-undangan yang mengancam kelalaian itu dengan batalnya putusan yang bersangkutan.

E. Sistematika Penulisan

(18)

I. PENDAHULUAN

Bab ini berisi uraian latar belakang, permasalahan, ruang lingkup, tujuan dan kegunaan penelitian, serta kerangka teoritis dan konseptual yang diakhiri dengan sistematika penulisan.

II. TINJAUAN PUSTAKA

Merupakan bab yang membahas tentang tindak pidana militer, perbuatan tidak menyenangkan, hukum militer sebagai hukum khusus, istilah dan pengertian putusan bebas, upaya hukum dan mahkamah agung.

III. METODE PENELITIAN

Merupakan bab yang membahas tentang pendekatan masalah, sumber dan jenis data, metode pengumpulan dan pengolahan data, serta analisis data.

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Bab ini membahas tentang hasil penelitian dan pembahasan mengenai gambaran umum perkara, dasar pertimbangan hakim Mahkamah Agung memberikan putusan bebas pada perkara No. 96K/MIL/2006.

V. PENUTUP

(19)
(20)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Tindak Pidana Militer

Tindak Pidana Militer dibedakan dalam dua jenis tindak pidana, yaitu:

1. Tindak Pidana Militer Murni.

Tindak Pidana Militer Murni yaitu tindakan-tindakan yang dilarang dan diharuskan yang pada prinsipnya hanya mungkin dilanggar oleh seorang militer, karena keadaannya yang bersifat khusus, atau karena suatu kepentingan militer menghendaki tindakan tersebut ditentukan sebagai tindak pidana.

2. Tindak Pidana Militer Campuran.

Tindak Pidana Militer Campuran yaitu tindakan-tindakan yang dilarang atau diharuskan yang pada pokoknya sudah ditentukan dalam perundang-undangan lain, akan tetapi diatur lagi dalam KUHPM atau undang-undang pidana militer lainnya, karena adanya sesuatu keadaan yang khas militer atau karena adanya sesuatu sifat yang lain, sehingga diperlukan ancaman pidana yang lebih berat.

(21)

Perbuatan tindak pidana tertentu tersebut yang dilakukan “sedemikian ringan sifatnya” dapat diselesaikan oleh atasan yang berhak menghukum (ANKUM) secara disipliner di luar hukum pidana. Penyelesaian oleh ANKUM terhadap tindak pidana yang ringan sifatnya secara hukum disiplin militer dalam praktik dapat menimbulkan masalah. Menurut Amiroeddin Sjarif (1996:14-17), masalah yang akan timbul disebabkan hal-hal sebagai berikut:

1. Apabila terjadi suatu pelanggaran, tidak diketahui secara pasti mengenai pasal KUHPM mana yang cocok untuk diterapkan terhadap tindak pidana ringan yang telah dilakukan oleh anggota TNI. Ada dua puluh lima pasal KUHPM yang dapat diselesaikan secara hukum disiplin militer. Komandan yang menangani kasus pelanggaran tersebut harus membuka KUHP dan KUHPM untuk melihat pasal mana yang sesuai diterapkan pada kasus itu. Ini sebenarnya sudah memasuki lapangan ilmu hukum pidana, maka pejabat yang menangani setidak-tidaknya harus telah menguasai pengetahuan mengenai unsur-unsur delik yang terkandung dalam pasal tersebut.

2. Selain itu, menyangkut pula masalah penilaian. Yaitu penilaian yang harus dilakukan oleh ANKUM terhadap kasus pelanggaran yang terjadi, apakah termasuk kategori “sedemikian ringan sifatnya” atau tidak. Hal ini sangat menghendaki objektivitas yang tinggi dari setiap pejabat yang menanganinya. Kadang-kadang ada pula yang keliru mengartikan syarat “sedemikian ringan sifatnya” yaitu, menyamakan dengan tindak pidana ringan. Padahal kriteria dari pada syarat “sedemikian ringan sifatnya” itu adalah:

a. Sifat perbuatan sedemikian sederhananya;

b. Perbuatan tersebut tidak menimbulkan yang berat; c. Pembuktiannya sedemikian mudahnya;

d. Perbuatan itu apabila diperiksa dan diadili oleh pengadilan atau mahkamah militer biasanya dijatuhi hukuman penjara tidak lebih dari tiga minggu;

e. Perbuatan itu dilakukan dalam keadaan yang meringankan (verlichtende omstandigheid). 3. Mungkin saja seorang ANKUM dengan itikad baik menangani secara disipliner suatu perbuatan tindak pidana yang dilakukan anak buahnya dengan pertimbangan perlu diadakan tindakan yang cepat terhadap setiap pelanggaran yang dilakukan anak buah, supaya hal itu member contoh pada yang lainnya bahwa setiap pelanggaran akan mendapat ganjaran. Selain dari itu, mungkin pula ditambah oleh kesadaran bahwa ada ketentuan pelanggaran disiplin yang tidak murni walaupun tidak memenuhi syarat “sedemikian ringan sifatnya” dengan alasan yang disandarkan pada ukuran pencapaian tujuan.

4. Sebagai akibat dari hal-hal yang dipaparkan di atas, ada pula pendapat yang ingin memisahkan secara tegas mengenai pelanggaran disiplin, yaitu agar pelanggaran disiplin yang murni saja yang dapat diselesaikan secara disipliner. Sedangkan pelanggaran disiplin yang tidak murni atau pelanggaran yang sudah menginjak bidang pidana betapapun ringan dan sederhananya harus diselesaikan oleh pengadilan.

(22)

Perbuatan tidak menyenangkan telah diatur dalam Bab XVIII Tentang Kejahatan Terhadap Kemerdekaan Orang tepatnya pada Pasal 335 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana yang rumusannya berbunyi :

(1). Diancam dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling banyak tiga ratus rupiah;

Ke-1 : Barang siapa secara melawan hukum memaksa orang lain supaya melakukan atau membiarkan sesuatu, dengan memakai kekerasan, sesuatu perbuatan lain maupun perlakuan yang tak menyenangkan, atau dengan memakai ancaman kekerasan, sesuatu perbuatan lain maupun perlakuan yang tak menyenangkan, baik terhadap orang itu sendiri atau orang lain.

Ke-2 : Barang siapa memaksa orang lain supaya melakukan, tidak melakukan atau membiarkan sesuatu dengan ancaman pencemaran atau pencemaran tertulis.

(2). Dalam hal diterangkan ke-2, kejahatan hanya dituntut atas pengaduan orang yang terkena.

Bahwa bila kita melihat rumusan bagian inti delik tersebut maka kita dapat melihat bahwa tindak pidana tersebut berupa :

1. Pelaku adalah barang siapa, artinya setiap orang (person) yang melakukan perbuatan tersebut yang mampu bertanggung jawab menurut hukum.

2. Bentuk perbuatan adalah memaksa, dimana yang dimaksud dengan “memaksa” adalah menyuruh orang untuk melakukan sesuatu (atau tidak melakukan sesuatu) sehingga orang itu melakukan sesuatu (atau tidak melakukan sesuatu) berlawanan dengan kehendak sendiri. 3. Objeknya adalah :orang,bahwa perbuatan memaksa tersebut ditujukan kepada orang. 4. Dilakukan dengan Secara melawan hukum, singkatnya adalah perbuatan yang bertentangan

dengan hukum baik dalm arti obyektif maupun hukum dalam arti subyektif dan baik hukum tertulis maupun hukum tidak tertulis.

5. Cara melakukan perbuatan (bersifat alternatif), yaitu dilakukan baik :

(23)

atau dengan kata lain “tidak berdaya” artinya tidak mempunyai kekuatan atau tenaga sama sekali sehingga tidak dapat mengadakan perlawanan sedikitpun. atau dengan perbuatan lain; maupun dengan perbuatan yang tidak menyenangkan.

b. dengan ancaman kekerasan; atau dengan ancaman perbuatan lain; maupun dengan ancaman perbuatan yang tidak menyenangkan.

Dalam prakteknya, penerapan Pasal 335 KUHP oleh Mahkamah Agung (MA) akan menekankan pada penafsiran terhadap “unsur paksaan” sebagai unsur utama yang harus ada dalam rangkaian

perbuatan yang tidak menyenangkan. Unsur paksaan, menurut MA tidak selalu diterjemahkan dalam bentuk paksaan fisik, tapi dapat pula dalam bentuk paksaan psikis.

C. Hukum Militer sebagai Hukum Khusus

Jika kita perhatikan dalam sejarah, akan terlihat bahwa hukum militer itu merupakan suatu hukum yang khusus. Hal ini terlihat pada sifatnya yang keras, cepat dan dengan prosedur-prosedur yang berbeda dengan prosedur-prosedur-prosedur-prosedur yang berlaku dalam hukum yang umum.

Hal ini terbawa oleh sifat hakikat tugas militer itu sendiri. Sebagai contoh, misalnya dulu dalam kaidah-kaidah hukum militer Inggris yang terdapat dalam Ordonnance of Richrd 1 tahun 1190. DalamOrdonnanceini antara lain ditemukan kaidah sebagai berikut:

“Barangsiapa membunuh orang di atas kapal, dia akan diikatkan pada tubuh mayat yang dibunuhnya dan dilemparkan bersama-sama ke laut. Jika membunuh itu dilakukan di darat maka ia akan diikatkan pada tubuh korban, dan di tanam bersama-sama dalam tanah.

(24)

Barangsiapa yang mengucapkan kata-kata caci maki atau kata-kata yang tidak sopan, mengutuk teman-temannya, harus membayar dengan satu ons perak setiap kali ia melakukan penghinaan itu.” (Amiroeddin Sjarief, 1996:4)

Beberapa contoh di atas merupakan contoh-contoh dalam sejarah tentang prosedur

dan kekerasan pelaksanaan hukum militer dalam rangka melindungi disiplin militer. Pelanggaran-pelanggaran terhadap kaidah-kaidah hukum militer mengakibatkan seseorang militer disebut melakukan kejahatan militer. Kejahatan militer itu dapat dirinci sebagai berikut: 1. Kejahatan militer biasa (military crime) yaitu, perbuatan seorang militer bertentangan

dengan kaidah-kaidah hukum militer yang diberi sanksi pidana, misalnya melakukan disersi atau melarikan diri seperti yang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Militer (KUHPM).

2. Kejahatan perang (war crime), yaitu perbuatan-perbuatan seseorang militer bertentangan dengan kaidah-kaidah yang terdapat dalam konvensi-konvensi internasional.

D. Istilah dan Pengertian Putusan Bebas

Dalam putusan bebas diberikan beberapa istilah, namun sebelumnya dilihat dahulu bentuk-bentuk putusan bebas (Vrijspraak) ini.

1. De “Zuevere Vrijspraak” yaitu pembebasan secara murni, putusan akhir dimana hakim mengenai feitenya membenarkan.

2. De “ Onziivere vrijspraak” yaitu pembebasan tidak murni, dalam hal batalnya tuduhan secara terselubung atau pembebasan menurut kenyataan tidak didasarkan kepada ketidak terbuktinya apa yang dimuat dalam surat tuduhan.

(25)

4. De “bedekte vrijspraak” yaitu pembebasan yang terselubung, dalam hal dimana hakim telah mengambil keputusan tentang feiten dan menjatuhkan putusan pelepasan dari tuntutan hukum.

Mengenai istilah dari Vrijspraak, maka sekarang banyak istilah mengenai putusan bebas atau vrijspraak ini dengan suatu putusan Ontslag Van Rechtvervolging yang diterjemahkan kedalam bahasa Indonesia menjadi: “dilepaskan dari tuntutan hukum” atau “dibebaskan dari tuntutan hukum”.

(26)

contoh dimana mungkin seorang hakim memutus bebas atau vrijspraak tetapi sebenarnya merupakan putusan “onstlag” yang tersembunyi (verkapt onstlag van rechtvervolging),sehingga jaksa dapat mengajukan banding atau kasasi.

Berdasarkan hal tersebut di atas, maka setiap kali jaksa penuntut umum menentukan sikap menuntut terhadap terdakwa, maka terdapat putusan yang berbunyi dibebaskan dari segala tuntutan (vrijspraak), jaksa wajib mengajukan banding atau kasasi, tetapi apapun tuntutan hukum yang diucapkan itu hanya hukuman bersyarat, dengan seringan-ringannya sepanjang upaya hukum masih memungkinkannya.

E. Upaya Hukum 1. Banding

Terdakwa atau penuntut umum berhak untuk minta banding terhadap putusan pengadilan tingkat pertama kecuali terhadap putusan bebas, lepas dari segala tuntutan hukum yang menyangkut masalah kurang tepatnya penerapan hukum dan putusan pengadilan dalam acara cepat. Banding ini diajukan karena terdakwa atau penuntut umum merasa tidak puas terhadap putusan pengadilan tingkat pertama.

Tenggang waktu dalam mengajukan banding adalah 14 hari sejak putusan dibacakan bila para pihak hadir atau 14 hari pemberitahuan putusan apabila salah satu pihak tidak hadir. Adapun cara untuk mengajukan banding adalah sebagai berikut:

a. Diajukan di Panitera PN dimana putusan tersebut dijatuhkan, dengan terlebih dahuku membayar lunas biaya permohonan banding.

(27)

c. Panitera PN akan membuat akte banding yang memuat hari dan tanggal diterimanya permohonan banding dan ditandatangani oleh panitera dan pembanding. Permohonan banding tersebut oleh panitera diberitahukan kepada pihak lawan paling lambat 14 hari setelah permohonan banding diterima.

d. Para pihak diberi kesempatan untuk melihat surat serta berkas perkara di Pengadilan Negeri dalam waktu 14 hari.

e. Walau tidak harus tetapi pemohon banding berhak mengajukan memori banding sedangkan pihak Terbanding berhak mengajukan kontra memori banding. Untuk kedua jenis surat ini tidak ada jangka waktu pengajuannya sepanjang perkara tersebut belum diputus oleh Pengadilan Tinggi.

f. Pencabutan permohonan banding tidak diatur dalam undang-undang sepanjang belum diputuskan oleh Pengadilan Tinggi pencabutan permohonan banding masih diperbolehkan.

2. Kasasi

Kasasi adalah pembatalan atas keputusan Pengadilan-pengadilan yanglain yang dilakukan pada tingkat peradilan terakhir dan dimana menetapkan perbuatan Pengadilan-Pengadilan lain dan para hakim yang bertentangan dengan hukum, kecuali keputusan Pengadilan dalam perkara pidana yang mengandung pembebasan terdakwadarisegala tuduhan.

Adapun pengajuan kasasi dalam perkara pidana tunduk pada ketentuan Pasal 54 UU No.3 Tahun 2009 yang menegaskan, dalam pemeriksaan kasasi untuk perkara pidana digunakan hukum acara sebagaimana diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana. Adapun prosedur pengajuan kasasi adalah sebagai berikut:

(28)

putusan pengadilan yang dimintakan kasasi itu diberitahukan kepada terdakwa. Permintaan tersebut oleh panitera ditulis dalam sebuah surat keterangan yang ditandatangani oleh panitera serta pemohon, dan dicatat dalam daftar yang dilampirkan pada berkas perkara. Dalam hal Pengadilan Negeri menerima permohonan kasasi, baik yang diajukan oleh penuntut umun, atau terdakwa maupun yang diajukan oleh penuntut umum dan terdakwa sekaligus, maka panitera wajib memberitahukan permintaan dari pihak yang satu kepada pihak yang lain.

2. Apabila tenggang waktu 14 hari telah lewat tanpa diajukan permohonan kasasi oleh yang bersangkutan, maka yang bersangkutan dianggap menerima putusan tersebut. Apabila dalam tenggang waktu 14 hari, pemohon terlambat mengajukan permohonan kasasi maka hak untuk itu gugur. Atas anggapan menerima putusan atau terlambat mengajukan permohonan kasasi tersebut, maka panitera mencatat dan membuat akta mengenai hal itu serta melekatkan akta tersebut pada berkas perkara.

(29)

4. Pemohon kasasi wajib mengajukan memori kasasi yang memuat alasan permohonan kasasinya dan dalam waktu 14 (empat belas) hari setelah mengajukan permohonan tersebut, harus sudah menyerahkannya kepada panitera yang untuk itu ia memberikan surat tanda terima. Dalam hal pemohon kasasi adalah terdakwa yang kurang memahami hukum, panitera pada waktu menerima permohonan kasasi wajib menanyakan apakah alasan ia mengajukan permohonan tersebut dan untuk itu panitera membuatkan memori kasasinya. Alasan pengajuan kasasi yang dibenarkan secara hukum hanyalah alasan-alasan apakah benar suatu peraturan hukum tidak diterapkan atau diterapkan tidak sebagaimana mestinya, apakah benar cara mengadili tidak dilaksanakan menurut ketentuan undang-undang, atau apakah benar pengadilan telah melampaui batas wewenangnya.

5. Apabila dalam tenggang waktu 14 hari setelah menyatakan permohonan kasasi, pemohon terlambat menyerahkan memori kasasi maka hak untuk mengajukan permohonan kasasi gugur.

Tembusan memori kasasi yang diajukan oleh salah satu pihak, oleh panitera disampaikan kepada pihak lainnya dan pihak lain itu berhak mengajukan kontra memori kasasi. Dalam tenggang waktu 14 hari, panitera menyampaikan tembusan kontra memori kasasi kepada pihak yang

semula mengajukan memori kasasi.

(30)

Pemeriksaan dalam tingkat kasasi dilakukan seperti halnya dalam tingkat banding, atas dasar surat-surat, yaitu terutama putusan, berkas perkara dan risalah-risalah kasasi. Permusyawaratan hakim untuk menentukan putusan dilakukan dalam rapat tertutup, tetapi putusan diucapkan dalam sidang yang terbuka untuk umum.

Untuk mengetahui permohonan kasasi pemohon sudah diputus atau belum oleh Mahkamah Agung akan diberitahu tentang hal tersebut melalui Pengadilan Negeri, Pengadilan Tingkat Pertama, dalam hal ini Jurusita pada Pengadilan Tingkat Pertama tersebut akan memberitahukan putusan kasasi itu kepada kedua belah pihak yang berperkara.

F. Mahkamah Agung.

1. Tugas dan Wewenang Mahkamah Agung

Pasal 24 Undang-Undang Dasar 1945 (UUD) menentukan bahwa kekuasaan kehakiman itu dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan lain-lain badan kehakiman menurut undang-undang. Ketentuan mengenai Mahkamah Agung terdapat dalam Undang-Undang No. 3 Tahun 2009. Mahkamah Agung berkedudukan di ibukota negara Republik Indonesia yang merupakan Lembaga Tinggi Negara dan sekaligus juga Pengadilan Negara Tertinggi dari semua lingkungan peradilan.

(31)

Tugas dan wewenang Mahkamah Agung adalah memeriksa dan memutus permohonan kasasi, sengketa tentang kewenangan mengadili dan permohonan peninjauan kembali putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum yang tetap. Mahkamah Agung memeriksa dan memutus peninjauan kembali, yang hanya dapat diajukan satu kali saja, pada tingkat pertama dan terakhir atas putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.

Mahkamah Agung mempunyai wewenang mengkaji secara meteriil terhadap peraturan perundang-undangan dibawah undang-undang dan berwenang menyatakan tidak sah semua peraturan perundang-undangan dari tingkat yang lebih rendah dari pada undang-undang atas alasan bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi. Dengan demikian maka undang-undang tidak dapat diganggu gugat. Putusan tentang pernyataan tidak sahnya peraturan perundang-undangan tersebut dapat diambil berhubungan dengan pemeriksaan tingkat kasasi, sedangkan pencabutan peraturan perundang-undangan yang bersangkutan dilakukan oleh instansi yang bersangkutan.

Di samping itu Mahkamah Agung memberikan pertimbangan dalam bidang hukum, baik diminta maupun tidak kepada Lembaga Tinggi Negara dan memberikan nasihat hukum kepada Presiden selaku Kepala Negara untuk pemberian atau penolakan grasi. Selanjutnya Mahkamah Agung mempunyai wewenang pengawasan meliputi jalannya peradilan, pekerjaan pengadilan dan tingkah laku para hakim di semua lingkungan peradilan, pekerjaan penasehat hukum dan notaris sepanjang yang menyangkut peradilan dan pemberian peringatan, tegoran dan petunjuk yang diperlukan.

(32)

pidana. Mahkamah Agung juga diberi wewenang untuk membuat peraturan sebagai pelengkap untuk mengisi kekurangan atau kekosongan hukum yang diperlukan bagi kelancaran jalannya peradilan.

2. Alasan Mahkamah Agung Menerima Kasasi terhadap Putusan Bebas

Berdasarkan Pasal 244 KUHP ditentukan bahwa putusan bebas dikecualikan dari putusan pengadilan yang dapat dimintakan pemeriksaan kasasi ke Mahkamah Agung. Dengan demikian secara yuridis normatif, apabila dijatuhkan putusan bebas, maka tertutup kemungkinan untuk mengajukan upaya hukum. Namun pada prakteknya, Mahkamah Agung menyatakan bahwa terhadap putusan bebas tidak dapat dimintakan banding, tetapi dapat secara langsung dimintakan kasasi ke mahkamah Agung.

Mahkamah Agung tidaklah melahirkan yurisprudensi yang bertentangan dengan undang-undang, bahkan Mahkamah Agung berusaha meluruskan penerapan hukum yang dilakukan oleh pengadilan, agar penerapan hukum tersebut benar-benar sesuai dengan arti dan makna yang terkandung di dalamnya. Dengan cara ini, Mahkamah Agung berusaha menyesuaikan pelaksanaan ketentuan undang-undang dengan aspirasi hukum dan keadilan yang hidup dan berkembang dalam masyarakat. Sebab larangan kasasi terhadap putusan bebas dirasakan terlalu idealistik dan belum sesuai dengan situasi dan kondisi masyarakat kita, oleh karena itu demi hukum, kebenaran dan keadilan, Mahkamah Agung membenarkan pengajuan upaya hukum kasasi terhadap putusan bebas.

(33)
(34)

1

V. PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan hal-hal yang telah dimuat dalam bab-bab sebelumnya, maka penulis dapat mengambil kesimpulan yaitu: dasar pertimbangan Hakim Mahkamah Agung dalam menerima kasasi terdakwa dan kemudian memberikan putusan bebas terhadap terdakwa adalah karena Hakim Pengadilan Militer III-17 Manado dan Pengadilan Militer Tinggi III Surabaya tidak mempertimbangkan alasan-alasan pemohon kasasi melakukan perbuatan tidak menyenangkan terhadap atasannya dengan berkata kasar, hal ini dilakukan sebagai luapan emosi terdakwa pemohon kasasi setelah mengetahui istri terdakwa telah diperkosa oleh atasannya Iskandar Datau, Ahmad datau, dan Ferry Kastilong. Berdasarkan pada Pasal 49 ayat (2) KUHP bahwa perbuatan terdakwa dapat dijadikan sebagai alasan pemaaf.

Dalam pengambilan putusan, hakim Mahkamah Agung lebih menggunakan teori keseimbangan dan teori pendekatan pengalaman untuk mengetahui bagaimana dampak dari putusan yang dijatuhi dalam suatu perkara dilihat dari pelaku, korban maupun masyarakat. Sedangkan teori Ratio Decidendi yaitu suatu teori yang didasarkan pada landasan filsafat yang mendasar yang mempertimbangkan segala aspek yang berkaitan dengan sengketa dan kemudian mencari peraturan perundang-undangan lain yang relevan dengan perkara.

(35)

2

(36)

3

DAFTAR PUSTAKA

Andrisman, Tri. 2009. Hukum Pidana:Asas-Asas dan Dasar Aturan Umum Hukum Pidana Indonesia.UNILA. Bandar Lampung.

. 2010. Buku Ajar: Hukum Peradilan Militer. UNILA. Bandar Lampung.

Harahap, Yahya. 2000. Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP. Sinar Grafika. Jakarta.

Husein, Harun. 1992.Kasasi Sebagai Upaya Hukum.Sinar Grafika. Jakarta Muhammad, Abdulkadir. 2004. Hukum dan Penelitian Hukum . PT Citra Aditya

Bakti. bandung.

Mertokusumo, Sudikno. 2003. Mengenal Hukum Suatu Pengantar. Liberty. Yogyakarta.

Moeljatno. 1987.AsasAsas Hukum Pidana.Bina Aksara. Jakarta.

Muhammad, Rusli. 2006. Potret Lembaga Pengadilan Indonesia. PT Raja Grafindo Persada. Jakarta.

Rifai, Ahmad. 2010. Penemuan Hukum Oleh Hakim Dalam Persfektif Hukum Progresif.Sinar Grafika. Jakarta.

Sjarif, Amiroeddin. 1996. Hukum Disiplin Militer Indonesia. Rineka Cipta. Jakarta.

Soekanto, Soerjono. 1986.Pengantar Penelitian Hukum. UI - Press, Jakarta. Soemitro, Ronny Hanitijo. 1990. Metodologi Penelitian Hukum Dan Jurimetri.

Ghalia Indonesia, Jakarta.

Sunggono, Bambang. 1997. Metodologi Penelitian Hukum. PT Raja Grafindo Perkasa, Jakarta.

Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan pengembangan Bahasa. 1990.Kamus Besar Bahasa Indonesia.Balai Pustaka–Jakarta.

Undang-Undang No. 3 Tahun 2009 jo Undang-Undang No. 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung.

(37)

4

Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1997 tentang Undang-undang peradilan Militer. Sinar Grafika. Jakarta.

Undang-Undang RI Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman. Undang-Undang RI Nomor. 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak

Undang-Undang RI Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana.

(38)

Ni Nyoman Indri Kusumawati

ANALISIS PUTUSAN BEBAS PERBUATAN TIDAK MENYENANGKAN YANG DILAKUKAN ANGGOTA MILITER TERHADAP ATASAN

(STUDI KASUS PERKARA NO. 96K/MIL/2006).

Skripsi

Oleh:

Ni Nyoman Indri Kusumawati

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS LAMPUNG

(39)

Ni Nyoman Indri Kusumawati

Ketentuan yang mengatur perilaku anggota TNI yang dituangkan dalam bentuk Hukum Disiplin Prajurit merupakan pedoman moral dan perilaku yang harus senantiasa di pegang teguh oleh anggota TNI dalam menjalankan tugas menjaga pertahanan dan keamanan Negara. Namun ada juga anggota TNI yang berperilaku menyimpang sehingga melanggar hukum disiplin militer maupun melanggar ketentuan hukum pidana. Setiap tindak pidana yang dilakukan oleh anggota TNI diselesaikan di Pengadilan Militer. Seperti misalnya dalam perkara No. 96K/MIL/2006 dengan terdakwa Serfi Semmi Warangkiran yang berdasarkan putusan Pengadilan Militer III-17 Manado dan Pengadilan Militer Tinggi III Surabaya dinyatakan bersalah telah melanggar Pasal 97 ayat (1) KUHPM dengan berkata kasar terhadap atasannya Iskandar Datau, Ahmad Datau dan Ferry Kastilong dengan pidana penjara selama 10 bulan. Merasa tidak puas dengan putusan pengadilan Militer III-17 Manado dan Pengadilan Militer Tinggi III Surabaya, akhirnya terdakwa mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung hingga memperoleh putusan bebas dari Mahkamah Agung. Permasalahan yang diajukan dalam skripsi ini adalah : Bagaimanakah pertimbangan hakim Mahkamah Agung dalam memberikan putusan bebas pada tingkat kasasi dalam putusan No. 96K/MIL/2006.

Pendekatan masalah dilakukan berdasarkan pendekatan yuridis normatif. Sumber data diperoleh dari studi kepustakaan, jenis data berupa data sekunder.

(40)

Ni Nyoman Indri Kusumawati

Agung dalam menerima kasasi terdakwa dan kemudian memberikan putusan bebas terhadap terdakwa adalah karena Hakim Pengadilan Militer III-17 Manado dan Pengadilan Militer Tinggi III Surabaya tidak mempertimbangkan alasan-alasan pemohon kasasi melakukan perbuatan tidak menyenangkan terhadap atasannya dengan berkata kasar, hal ini dilakukan sebagai luapan emosi terdakwa pemohon kasasi setelah mengetahui istri terdakwa Serfi Semmi Warangkiran telah diperkosa oleh atasannya Iskandar Datau, Ahmad datau, dan Serma Ferry Kastilong yang berdasarkan Pasal 49 ayat (2) dapat dijadikan sebagai alasan pemaaf.

(41)

Ni Nyoman Indri Kusumawati

ANALISIS PUTUSAN BEBAS PERBUATAN TIDAK

MENYENANGKAN YANG DILAKUKAN ANGGOTA

MILITER TERHADAP ATASAN

(

Studi Perkara No. 96K/MIL/2006)

Oleh

Ni Nyoman Indri Kusumawati

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar

Sarjana Hukum

pada

Bagian Hukum Pidana

Fakultas Hukum Universitas Lampung

UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG

(42)

Ni Nyoman Indri Kusumawati

Judul Skripsi : ANALISIS PUTUSAN BEBAS PERBUATAN TIDAK

MENYENANGKAN YANG DILAKUKAN

ANGGOTA MILITER TERHADAP ATASAN (STUDI PERKARA NO. 96K/MIL/2006)

Nama Mahasiswa :Ni Nyoman Indri Kusumawati No. Pokok Mahasiswa : 0812011064

Bagian : Hukum Pidana

Fakultas : Hukum

MENYETUJUI

1. Komisi Pembimbing

Prof. Sunarto, S.H., M.H. Diah Gustiniati M., S.H., M.H.

NIP. 195411121986031003 NIP. 196208171987032003

2. Ketua Bagian Hukum Pidana

(43)

Ni Nyoman Indri Kusumawati

MENGESAHKAN

1. Tim Penguji

Ketua :Prof. Sunarto, S.H.,M.H. ………

Sekretaris/Anggota :Diah Gustiniati M, S.H., M.H. ………

Penguji Utama :Dr.Maroni, S.H., M.H. ………

2. Dekan Fakultas Hukum

Dr. Heryandi, S.H., M.S. NIP : 196211091987031003

(44)

Ni Nyoman Indri Kusumawati

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Seputih Raman pada tanggal 20 September 1989, yang merupakan anak ketiga dari tiga bersaudara, pasangan dari Bapak Ketut Astawan dan Ibu Ketut Sutini.

Pendidikan yang telah ditempuh penulis yaitu : Sekolah Dasar Negeri (SDN) I Rama Gunawan pada tahun 2002, Sekolah Menengah Pertama Negeri (SMPN) I Seputih Raman pada tahun 2005, Sekolah Menengah Atas Negeri (SMAN) I Kota Gajah.

(45)

Ni Nyoman Indri Kusumawati

MOTTO

Kesuksesan tidak akan datang dengan sendiri tanpa adanya

perjuangan untuk meraihnya .

(Penulis)

Orang-orang yang sukses telah belajar membuat diri mereka

Melakukan hal yang harus dikerjakan ketika hal itu memang harus dikerjakan,

Entah mereka menyukainya atau tidak.

(46)

Ni Nyoman Indri Kusumawati

PERSEMBAHAN

Karya kecilku ini kupersembahkan untuk :

Ayah, Ibu, Kakak, Adik, Ponakanku serta Saudaraku Made yang selalu memberi motivasi,

dukungan moril, perhatian dan selalu menanyakan kapan aku bisa menyelesaikan pendidikan

Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Lampung

serta

(47)

Ni Nyoman Indri Kusumawati

SANWACANA

Om Sairam, penulis ucapkan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa sebab atas karunia-Nya lah sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi yang berjudul:

ANALISIS PUTUSAN BEBAS PERBUATAN TIDAK MENYENANGKAN

YANG DILAKUKAN ANGGOTA MILITER TERHADAP

ATASAN(STUDI PERKARA NOMOR 96K/MIL/2006).

Dengan penuh kerendahan hati disadari bahwa dalam penulisan skripsi ini, penulis banyak mengalami kesulitan serta hambatan. Namun berkat bimbingan serta motivasi dari berbagai pihak akhirnya penulisan skripsi ini dapat terselesaikan.

Untuk itu pada kesempatan ini perkenankanlah penulis menyampaikan ucapan terimakasih serta penghargaan yang setinggi-tingginya kepada:

1. Bapak Dr. Heryandi, S.H., M.S. selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Lampung

(48)

Ni Nyoman Indri Kusumawati

3. Bapak Prof. Sunarto, S.H., M.H., selaku Pembimbing I yang telah banyak membantu dan memberikan bimbingan kepada penulis selama menyusun skripsi ini.

4. Bapak Dr. Maroni, S.H., M.H. dimana beliau telah banyak memberikan bimbingan dan masukan serta saran kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini selaku Pembahas I atau Penguji Utama.

5. Bapak Budi Rizki Husin, S.H., M.H. selaku Pembahas II yang telah memberikan masukan dan bantuan dalam menyelesaikan skripsi ini.

6. Bapak/Ibu seluruh dosen pengajar, staf dan karyawan/ti Fakultas Hukum Universitas Lampung yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.

7. Ayah, Ibu, Om, Bulek, Kakak, Adik, Ponakan serta seluruh keluarga yang

telah memberikan cinta, semangat serta do’a restu kepada penulis.

8. Buat Ni Made Purnamasari terima kasih atas segala dukungan dan semangat yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini, serta telah mengajarkan arti hidup.

9. Buat Dwi Haska Kurniati, Fenny Tri Astuti dan Wahdah Nora Harahap yang telah memberikan arti sahabat yang sesungguhnya, serta kepada seluruh rekan-rekang mahasiswa Fakultas Hukum angkatan 2008 yang telah memberikan kritik dan saran serta semangat.

(49)

Ni Nyoman Indri Kusumawati

Semoga segala bantuan dan dukungan dari berbagai pihak mendapat balasan yang berlipat dari Tuhan Yang Maha Esa. Penulis berharap adanya masukan dan saran atas penulisan skripsi.

Bandar Lampung, Mei 2012 Penulis

(50)

Ni Nyoman Indri Kusumawati

DAFTAR ISI

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang... 1

B. Permasalahan dan Ruang Lingkup Penelitian ... 5

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian ... 6

D. Kerangka Teoritis dan Konseptual ... 7

E. Sistematika penulisan ... 17

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tindak Pidana Militer ... 19

B. Perbuatan Tidak Menyenangkan ... 21

C. Hukum Militer Sebagai Hukum Khusus... 23

D. Istilah dan Pengertian Putusan Bebas ... 24

E. Upaya hukum... 26

F. Mahkamah Agung ... 30

III. METODE PENELITIAN A. Pendekatan Masalah ... 34

B. Sumber dan Jenis Data... 34

C. Metode Pengumpulan dan Pengolahan Data ... 36

D. Analisis Data... 37

(51)

Ni Nyoman Indri Kusumawati

B. Dasar Pertimbangan Hakim Mahkamah Agung Dalam Memberikan Putusan Bebas Pada Tingkat

Kasasi Dalam Putusan No. 96K/MIL/2006…………..………….. 39

V. PENUTUP

A. Kesimpulan ……… 50

B. Saran………..……….. …..51

(52)

DAFTAR ISI

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang... 1

B. Permasalahan dan Ruang Lingkup Penelitian ... 5

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian... 6

D. Kerangka Teoritis dan Konseptual ... 7

E. Sistematika penulisan ... 17

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tindak Pidana Militer... 19

B. Perbuatan Tidak Menyenangkan ... 21

C. Hukum Militer Sebagai Hukum Khusus ... 23

D. Istilah dan Pengertian Putusan Bebas... 24

E. Upaya hukum... 26

F. Mahkamah Agung ... 30

III. METODE PENELITIAN A. Pendekatan Masalah ... 34

B. Sumber dan Jenis Data ... 34

C. Metode Pengumpulan dan Pengolahan Data ... 36

D. Analisis Data ... 37

IV. PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Perkara No.96K/MIL/2006………38

(53)

Kasasi Dalam Putusan No. 96K/MIL/2006…………..………….. 39

V. PENUTUP

(54)

III. METODE PENELITIAN

A. Pendekatan Masalah

Pendekatan masalah yang digunakan oleh penulis dalam penulisan skripsi ini adalah pendekatan yuridis normatif. Pendekatan tersebut akan dijelaskan sebagai berikut:

Pendekatan Yuridis Normatif

Pendekatan yuridis normatif yaitu pendekatan yang dilakukan dengan cara menelaah kaidah-kaidah, norma-norma, aturan-aturan yang berhubungan dengan masalah yang akan diteliti. Penelitian yang menggunakan pendekatan normatif adalah penelitian dengan data sekunder yang dilakukan dengan mencari data atau sumber yang bersifat teori yang berguna untuk memecahkan masalah melalui studi kepustakaan yang meliputi buku-buku, peraturan-peraturan, surat-surat keputusan dan dokumen resmi yang berhubungan dengan masalah yang diteliti.

B. Sumber dan Jenis Data

Penelitian yang dilakukan oleh penulis menggunakan sumber data sekunder.

Data sekunder merupakan data yang diperoleh melalui studi kepustakaan dengan cara membaca, mengutip, dan menelaah peraturan perundang-undangan, buku-buku, dokumen, kamus, dan literatur lain yang berkenaan dengan permasalahan yang akan dibahas.

Data sekunder terdiri dari 3 (tiga) jenis, yaitu:

(55)

1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)

2) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Militer (KUHPM)

3) Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009 tentang Mahkamah Agung. 4) Undang-Undang Dasar Tahun 1945.

b. Bahan-bahan hukum sekunder yaitu bahan-bahan yang erat hubungannya dengan bahan hukum primer dan dapat membantu menganalisis dan memahami bahan hukum primer (Ronny Hanitijo Soemitro, 1990: 53). Bahan hukum sekunder tersebut meliputi peraturan pelaksanaan, rancangan Undang-Undang, Keputusan Menteri dan Peraturan Pemerintah. c. Bahan hukum tersier antara lain berupa bahan yang menunjang bahan hukum primer dan

bahan hukum sekunder misalnya berupa bahan hukum yang berasal dari pendapat para sarjana yang berkaitan, karya-karya ilmiah, bahan seminar, literatur, teori-teori hukum yang berkaitan dengan pokok permasalahan yang dibahas.

C. Metode Pengumpulan dan Pengolahan Data

1. Metode Pengumpulan Data

Penulis menggunakan beberapa langkah untuk memperoleh data yang diperlukan untuk menulis skripsi ini. Langkah-langkah tersebut adalah sebagai berikut:

(56)

1. Studi kepustakaan, yaitu mempelajari bahan-bahan hukum primer maupun bahan hukum sekunder yang berhubungan dengan penelitian yang dilakukan;

2. Studi dokumentasi, yaitu dengan mempelajari bahan hukum tersier yang berhubungan dengan analisis putusan bebas perbuatan tidak menyenangkan yang dilakukan anggota militer terhadap atasan.

2. Metode Pengolahan Data

Data yang telah diperoleh akan diolah melalui beberapa cara antara lain:

1. Editing (to edit artinya membetulkan) adalah memeriksa atau meneliti data yang telah diperoleh untuk menjamin apakah sudah dapat dipertanggungjawabkan sesuai dengan kenyataan. (Ronny Hanitijo Soemitro, 1990: 64)

2. Interpretasi,yaitu mengadakan penafsiran terhadap data yang didapat.

3. Klasifikasi, yaitu pengelompokkan sesuai dengan bidang pokok bahasan agar memudahkan dalam menganalisa data.

4. Sistematisasi Data, yaitu melakukan penyusunan dan penempatan data pada tiap pokok bahasan secara sistematisasi sehingga memudahkan pembahasan.

D. Analisis Data

(57)
(58)

MOTTO

Kesuksesan tidak akan datang dengan sendiri tanpa adanya

perjuangan untuk meraihnya .

(Penulis)

Orang-orang yang sukses telah belajar membuat diri mereka

Melakukan hal yang harus dikerjakan ketika hal itu memang harus dikerjakan,

Entah mereka menyukainya atau tidak.

(59)

ANALISIS PUTUSAN BEBAS PERBUATAN TIDAK

MENYENANGKAN YANG DILAKUKAN ANGGOTA MILITER

TERHADAP ATASAN

(

Studi Perkara No. 96K/MIL/2006)

Oleh

Ni Nyoman Indri Kusumawati

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar

Sarjana Hukum

pada

Bagian Hukum Pidana

Fakultas Hukum Universitas Lampung

UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG

(60)

Judul Skripsi :ANALISIS PUTUSAN BEBAS PERBUATAN TIDAK

MENYENANGKAN YANG DILAKUKAN ANGGOTA

MILITER TERHADAP ATASAN (STUDI PERKARA NO. 96K/MIL/2006)

Nama Mahasiswa :Ni Nyoman Indri Kusumawati No. Pokok Mahasiswa : 0812011064

Bagian : Hukum Pidana

Fakultas : Hukum

MENYETUJUI

1. Komisi Pembimbing

Prof. Sunarto, S.H., M.H. Diah Gustiniati M., S.H., M.H. NIP. 195411121986031003 NIP. 196208171987032003

2. Ketua Bagian Hukum Pidana

(61)

MENGESAHKAN

1. Tim Penguji

Ketua :Prof. Sunarto, S.H.,M.H. ………

Sekretaris/Anggota :Diah Gustiniati M, S.H., M.H. ………

Penguji Utama :Dr.Maroni, S.H., M.H. ………

2. Dekan Fakultas Hukum

Dr. Heryandi, S.H., M.S. NIP : 196211091987031003

(62)

PERSEMBAHAN

Karya kecilku ini kupersembahkan untuk :

Ayah, Ibu, Kakak, Adik, Ponakanku serta Saudaraku Made yang selalu memberi motivasi, dukungan moril,

perhatian dan selalu menanyakan kapan aku bisa menyelesaikan pendidikan Sarjana Hukum pada Fakultas

Hukum Universitas Lampung

serta

(63)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Seputih Raman pada tanggal 20 September 1989, yang merupakan anak ketiga dari tiga bersaudara, pasangan dari Bapak Ketut Astawan dan Ibu Ketut Sutini.

Pendidikan yang telah ditempuh penulis yaitu : Sekolah Dasar Negeri (SDN) I Rama Gunawan pada tahun 2002, Sekolah Menengah Pertama Negeri (SMPN) I Seputih Raman pada tahun 2005, Sekolah Menengah Atas Negeri (SMAN) I Kota Gajah.

(64)

SANWACANA

Om Sairam, penulis ucapkan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa sebab atas karunia-Nya lah sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi yang berjudul:

ANALISIS PUTUSAN BEBAS PERBUATAN TIDAK MENYENANGKAN YANG

DILAKUKAN ANGGOTA MILITER TERHADAP ATASAN(STUDI PERKARA

NOMOR 96K/MIL/2006).

Dengan penuh kerendahan hati disadari bahwa dalam penulisan skripsi ini, penulis banyak mengalami kesulitan serta hambatan. Namun berkat bimbingan serta motivasi dari berbagai pihak akhirnya penulisan skripsi ini dapat terselesaikan.

Untuk itu pada kesempatan ini perkenankanlah penulis menyampaikan ucapan terimakasih serta penghargaan yang setinggi-tingginya kepada:

1. Bapak Dr. Heryandi, S.H., M.S. selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Lampung

2. Ibu Diah Gustiniati M, S.H., M.H., selaku Ketua Bagian Hukum Pidana sekaligus Pembimbing II yang telah meluangkan waktu untuk memberikan pengarahan dan bimbingan dalam penyusunan skripsi ini.

3. Bapak Prof. Sunarto, S.H., M.H., selaku Pembimbing I yang telah banyak membantu dan memberikan bimbingan kepada penulis selama menyusun skripsi ini.

(65)

5. Bapak Budi Rizki Husin, S.H., M.H. selaku Pembahas II yang telah memberikan masukan dan bantuan dalam menyelesaikan skripsi ini.

6. Bapak/Ibu seluruh dosen pengajar, staf dan karyawan/ti Fakultas Hukum Universitas Lampung yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.

7. Ayah, Ibu, Om, Bulek, Kakak, Adik, Ponakan serta seluruh keluarga yang telah memberikan

cinta, semangat serta do’a restu kepada penulis.

8. Buat Ni Made Purnamasari terima kasih atas segala dukungan dan semangat yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini, serta telah mengajarkan arti hidup. 9. Buat Dwi Haska Kurniati, Fenny Tri Astuti dan Wahdah Nora Harahap yang telah

memberikan arti sahabat yang sesungguhnya, serta kepada seluruh rekan-rekang mahasiswa Fakultas Hukum angkatan 2008 yang telah memberikan kritik dan saran serta semangat. 10. Adek-adek ku pink kost, Roslina Jayanti, Chrismayati Hutapea, Eva Nirwana dan Rosha

Meitalia terima kasih untuk dukungan dan semangat yang diberikan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi.

Semoga segala bantuan dan dukungan dari berbagai pihak mendapat balasan yang berlipat dari Tuhan Yang Maha Esa. Penulis berharap adanya masukan dan saran atas penulisan skripsi.

(66)

Referensi

Dokumen terkait

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd) pada Program Studi Pendidikan Tata Boga,.. Fakultas Pendidikan Teknologi dan

Manfaat yang akan diperoleh setelah mempelajari topik ini adalah dapat memahami pengintegralan numeris dengan metode Gauss-Legendre yang memberikan ketelitian yang

METHODS OF TRANSLATI NG IDIOM“ IN A “HORT “TORY THE HOUND OF DEATH BY AGATHA CHRI“TIE INTO ANJING KEMATIAN BY TANTI LE“MANA..

Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa penulisan hukum (Skripsi) berjudul: LANDASAN PEMERIKSAAN SIDANG DAN PERTIMBANGAN HAKIM MEMUTUS TERDAKWA ANAK PELAKU TINDAK PIDANA

terdapat pengaruh kompetensi pedagogik guru Pendidikan Agama Islam (PAI) dalam mengajar Al-Qur’an terhadap ketartilan membaca Al-Qur’an siswa yaitu dengan kategori

Eksperimentasi Model Pembelajaran Rigorous Mathematical Thinking dan Problem Based Learning terhadap Pemahaman Konseptual dan Kompetensi Strategis pada Materi

Sertifikasi guru dalam jabatan guru adalah suatu upaya peningkatan mutu guru dibarengi dengan peningkatan kesejahteraan guru, sehingga diharapkan dapat meningkatkan

Tujuan Penelitian ini adalah mengetahui pengaruh lama perendaman dan tingkat konsentrasi asap cair tempurung kelapa terhadap sifat kimia (kadar air, total fenol, kadar