• Tidak ada hasil yang ditemukan

REFORMASI ADMINISTRASI PENGAIDILAN DALAM MEWUJUDKAN PERADILAN YANG BERSIH DAN BEBAS KKN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "REFORMASI ADMINISTRASI PENGAIDILAN DALAM MEWUJUDKAN PERADILAN YANG BERSIH DAN BEBAS KKN"

Copied!
56
0
0

Teks penuh

(1)

ABSTRAK

REFORMASI ADMINISTRASI PENGAIDILAN DALAM MEWUJUDKAN PERADILAN YANG BERSIH DAN BEBAS KKN

OLEH

LIRA FETRICIA FARRYAL

Administrasi pengadilan pidana di Indonesia masih belum optimal mulai dari tahap penyelidikan, penyidikan, penuntutan, pengadilan, sampai kepada tahap pelaksanaan putusan. Permasalahan dalam penelitian ini adalah: (1) Bagaimanakah reformasi administrasi pengadilan dalam mewujudkan peradilan yang bersih dan bebas KKN (2) Apakah faktor-fatok penghambat reformasi administrasi pengadilan dalam Mewujudkan peradilan yang bersih dan bebas KKN.

Tujuan penelitian adalah: (1) Untuk mengetahui reformasi administrasi pengadilan dalam mewujudkan peradilan yang bersih dan bebas KKN (2) Untuk mengetahui factor-faktor penghambat reformasi administrasi pengadilan dalam mewujudkan peradilan yang bersih dan bebas KKN.

Pendekatan masalah yang digunakan adalah pendekatan yuridis normative dan pendekatan empiris. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan studi pustaka dan studi lapangan. Data yang selanjutnya dianalisis dan dibahas secara kualitatif. Hasil penelitian ini mewujudkan: (1) Reformasi administrasi administrasi pengadilan pidana dalam mewujudkan peradilan yang bersih dan bebas KKN dilaksanakan oleh: a) Kepolisian , diwujudkan dengan Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2012 Tentang Manajemen Penyidikan Tindak Pidana. b) Kejaksaan RI, dilaksanakan dengan keputusan jaksa agung Republik Indonesia Nomor :KEP-518/A/J.A/11/2001 Tentang Perubahan Keputusan Jaksa Agung Republik Indonesia Nomor: KEP-132/JA/11/1994 Tentang Batasan Tindak Pidana Ringan dan jumlah denda dalam KUHP. (2) Faktor-faktor penghambat reformasi administrasi pengadilan dalam mewujudkan peradilan yang bersih dan bebas KKN adalah :a) Faktor sumber daya hakim dan aparat penegak hukum, yaitu hakim yang kurang berkualitas dan mampu menjalankan tugasnya dengan berprinsip pada pengadilan yang baik. b) Faktor sistem manajemen pengadilan dan kepanitraan yaitu sistem manajemen yang kurang baik dan belum mencakup sistem kegiatan rekrutmen pegawai, pelatihan bagi calon-calon hakim, administrasi dan pengelolaan keuangan. c) Faktor Sarana dan Prasarana yaitu kurang baiknya gedung-gedung dan ruangan siding beserta alat kelengkapan persidangan, kurang optimalnya sistem informasi dan manajemen teknologi, serta alat/infrastruktur lainnya.

(2)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Hukum merupakan suatu kebutuhan yang melekat pada kehidupan sosial dalam suatu masyarakat, yaitu bahwa hukum akan melayani anggota-anggota masyarakat, baik berupa pengalokasian kekuasaan, pendistribusian sumber-sumber daya, serta melindungi kepentingan anggota masyarakat itu sendiri oleh karenanya hukum menjadi semakin penting peranannya sebagai sarana untuk mewujudkan kebijaksanaan-kebijaksanaan pemerintah. Kesadaran yang menyebabkan bahwa hukum merupakan instrumen penting untuk mewujudkan tujuan-tujuan tertentu, menjadikan hukum sebagai sarana yang secara sadar dan aktif digunakan untuk mengatur masyarakat, melalui penggunaan peraturan hukum yang dibuat dengan sengaja. Hal ini juga harus dibarengi dengan perhatian terhadap perkembangan yang terjadi dalam kehidupan masyarakat.

Pemberlakuan hukum adalah sebagai sarana untuk mencapai tujuan kehidupan bernegara yang diharapkan. Hukum dalam konteks kehidupan bermasyarakat memiliki beberapa fungsi sebagai berikut:

(3)

2) Hukum sebagai alat penjaga keseimbangan (balancing) yang berarti hukum berfungsi untuk menjaga keseimbangan dan harmonisasi antara kepentingan umum dan kepentingan individu;

3) Hukum sebagai katalisator yang berarti hukum berfungsi untuk memudahkan terjadinya proses perubahan melalui pembaharuan hukum dengan bantuan tenaga kreatif di bidang profesi hukum1

Ketidak adilan hukum di Indonesia merupakan fenomena yang mengkhawatirkan, sebab terdapat perbedaan proses peradilan antara individu dari strata atas dan individu dari strata bawah. Keadaan ini mendapatkan protes dari kalangan masyarakat. Hukum tidak pernah berpihak pada rakyat yang lemah. Ada pemberian hukuman yang tidak sesuai, dan ada pula pelnaggaran hukum yang tidak pernah selesai diproses sehingga terus terjadi dan mendatangkan banyak kerugian bagi masyarakat maupun negara. Sebagai contohnya adalah kasus Bank Century dan BLBI.

Indonesia sebagai negara Pancasila seharusnya menjunjung tinggi keadilan yang merata tanpa memandang golongan dan kedudukan. Keadilan dalam pancasila adalah keadilan sosial bagi seluruh rakyat. Keadilan yang tidak bersyarat materi juga pangkat. Semakin tingginya tingkat ketidak adilan di Indonesia membuat masyarakat gerah dan mulai tidak mempercayai pemerintah bahkan juga tidak mempercayai dan menjunjung tinggi hukum yang berlaku. Masyarakat mulai tidak mempercayai pemerintah dan aparat hukum, karena dari kalangan peradilan itu sendiri banyak bermunculan kasus- kasus hukum. Mafia peradilan tumbuh subur dalam hukum Indonesia, para hakim ada yang memanfaatkan perannya juga sebagai mafia hukum bagi rekannya sendiri dalam lingkup pemerintahan. Hal ini, praktis membuat masyarakat semakin tidak percaya dengan hukum yang berlaku.

1

(4)

Terlebih masyarakat dari golongan bawah, namun masyarakat golongan atas semakin di atas angin. Tanpa merasa khawatir akan melanggar hukum, karena mereka punya banyak rupiah untuk membebaskannya dari jerat hukum. Dengan uang mereka bisa membeli hukum yang mereka inginkan.

Hal ini merupakan realita kenegaraan yang harus mendapatkan perhatian khusus, sebab permasalahan peradilan yang tidak berkeadilan telah menjadi masalah bersama yang harus diselesaikan pemerintah dan terus dikontrol oleh masyarakat. Jika hal ini tidak menjadi agenda penting pemerintah yang berkuasa dalam menciptakan pembangunan yang mereta, kesejahteraan dan keadilan sosial, maka Indonesia selamanya akan berada dalam kabut hitam peradilan juga pelanggaran HAM besar-besaran.

(5)

Sesuai dengan fenomena ketidak adilan hukum yang terjadi di Indonesia, dibutuhkan adanya reformasi pengadilan juga reformasi administrasi pengadilan. Aparat penegak hukum harus setia pada sumpah jabatannya sebagai penentu peradilan duniawi. Tidak kemudian hanya bertahan dengan teori hukum dalam buku yang telah dituangkan dalam undang- undang. Pelangaran hukum bukan hanya tentang suap atau money politic tetapi juga penipuan hukum. Dengan kecerdasan aparat peradilan yang tidak dibekali moralitas dan spiritual yang memadai, mereka menipu rakyat dengan peraturan hukum yang ada.

Pelaksanaan sistem peradilan saat ini belum dilaksanakan sebagaimana mestinya karena kurangnya pengetahuan dan kemampuan, atau bahkan kurangnya ketulusan dari mereka yang terlibat dalam sistem peradilan, baik hakim, pengacara, maupun masyarakat pencari keadilan. Sebagai suatu sistem , kinerja peradilan sekarang ini relatif kurang berpihak kepada masyarakat. Berbagai keluhan baik dari masyarakat dan para pencari keadilan seolah-olah sudah tidak dapat lagi menjadi media kontrol bagi lembaga tersebut untuk selanjutnya melakukan berbagai perbaikan yang signifikan, bagi terciptanya suatu sistem peradilan yang ideal, dan sesuai dengan harapan masyarakat. 2

Kriteria buruknya pelayanan lembaga peradilan dapat dilihat dan diukur juga dari pelayanannya yang dianggap oleh sebagian masyarakat sangat tidak optimal. Pelayanan yang tidak optimal tersebut diantaranya adalah, lambatnya proses penyelidikan yang dilakukan oleh kepolisian terhadap suatu kasus, banyaknya persyaratan administratif yang harus ditempuh saat pendaftaran perkara di

2

(6)

pengadilan, banyaknya pungutan di luar biaya administrasi resmi dan banyaknya perkara kasasi yang menumpuk di Mahkamah Agung.

Uraian di atas menunjukkan kurang baiknya pelaksanaan administrasi peradilan, khususnya peradilan pidana di Indonesia. Apabila ditelaah lebih lanjut maka dapat diketahui beberapa ketidaksesuaian dalam pelaksanaan adminstrasi tersebut di lapangan. Beberapa ketidaksesuaian dalam proses administrasi peradilan pidana terdapat pada tahap penyelidikan, tahap penyidikan, tahap penuntutan, tahap pemeriksaan pengadilan, sampai kepada tahap pelaksanaan putusan. Pada peradilan perdata contentieus (ada sengketa para pihak), ketidaksesuaian terjadi pada tahap pendaftaran perkara, tahap penentuan majelis hakim, persidangan, tahap putusan, sampai ke tahap pelaksanaan putusan. Sedangkan pada proses beracara di peradilan perdata, ketidaksesuaian terjadi pada tahap pendaftaran, tahap pemeriksaan, tahap penetapan, dan tahap pelaksanaan penetapan.

Semua hal tersebut terjadi dari pengadilan tingkat pertama hingga terakhir, yaitu Mahkamah Agung. Jenis-jenis ketidaksesuaian yang ada di Mahkamah Agung diantaranya adalah hakim memperlambat pemeriksaan perkara, hakim mengulur waktu penetapan perkara, hakim melakukan tawar-menawar putusan, pengaturan nomor urut pendaftaran, penawaran kepada pihak berperkara untuk memakai jasa pengacara tertentu, menghilangkan data perkara, membuat resume yang menguntungkan salah satu pihak, penundaan atau penghentian eksekusi suatu perkara oleh hakim.3

3

(7)

Adanya berbagai ketidaksesuaian seperti disebutkan di atas menyebabkan menurunnya kepercayaan masyarakat terhadap aparat peradilan. Hal ini terbukti dari hasil kuesioner yang disebarkan peneliti yang menghasilkan penilaian bahwa proses penegakan hukum di Indonesia belum dapat berjalan dengan baik sehingga belum dapat memenuhi rasa keadilan masyarakat. Beberapa faktor yang dinilai menjadi penyebab hal tersebut adalah: adanya indikasi mafia peradilan yang melakukan jual beli putusan, praktek KKN dalam setiap proses peradilan, adanya intervensi eksekutif dan legislatif terhadap lembaga yudikatif, peraturan perundang-undangan yang tumpang tindih, kesejahteraan aparat penegak hukum yang masih rendah.

Sesuai dengan fenomena ketidakadilan hukum dan terjadinya ketidaksesuaian dalam administrasi peradilan pidana tersebut maka salah satu solusi yang cukup efektif adalah melalui reformasi administrasi pengadilan merupakan solusi ketidak adilan hukum. Reformasi peradilan merupakan agenda penting dalam memberantas mafia hukum dan mafia peradilan. Perwujudan peradilan yang bersih dan bebas KKN merupakan efek yang diharapkan akan ditimbulkan dari adanya reformasi administrasi pengadilan.

(8)

menjalankan pilot project pelaksanaan reformasi birokrasi. Oleh karena itu, mengawal kinerja Mahkamah Agung merupakan bagian dari kajian proses dan hasil dari agenda reformasi administrasi pengadilan.

Pentingnya masalah reformasi administrasi pengadilan ini didasarkan pada asumsi bahwa dengan semakin baik dan efektifnya sistem administrasi peradilan maka praktek korupsi, kolusi, dan nepotisme dalam sistem peradilan pidana di Indonesia akan dapat diminimalisasi. Artinya apabila administrasi peradilanburuk maka akan semakin berkembang praktek korupsi, kolusi, dan nepotisme yang akan berdampak pada rusaknya sendi-sendi kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara serta membahayakan eksistensi negara. Berdasarkan hal tesebut maka penulis akan meneliti mengenai reformasi administrasi pengadilan dalam mewujudkan peradilan yang bersih dan bebas KKN.

B. Permasalahan dan Ruang Lingkup

1. Permasalahan

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini dirumuskan sebagai berikut:

a. Bagaimanakah reformasi administrasi pengadilan dalam mewujudkan peradilan yang bersih dan bebas KKN?

(9)

2. Ruang Lingkup

Ruang lingkup substansi dalam penelitian ini adalah kajian ilmu hukum pidana, khususnya yang berkaitan dengan reformasi administrasi pengadilan dalam mewujudkan peradilan yang bersih dan bebas KKN serta faktor-faktor yang menghambat reformasi administrasi pengadilan dalam mewujudkan peradilan yang bersih dan bebas KKN. Penelitian ini dilaksanakan pada Pengadilan Negeri Kelas IA Tanjung Karang dengan waktu penelitian yaitu Tahun 2012.

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. Untuk mengetahui reformasi administrasi pengadilan dalam mewujudkan peradilan yang bersih dan bebas KKN

b. Untuk mengetahui faktor-faktor penghambat reformasi administrasi pengadilan dalam mewujudkan peradilan yang bersih dan bebas KKN

2. Kegunaan Penelitian

Kegunaan penelitian ini terdiri dari kegunaan teoritis dan kegunaan praktis sebagai berikut:

a. Kegunaan Teoritis

(10)

b. Kegunaan Praktis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna sebagai kontribusi positif dan sumbangan pemikiran bagi pihak-pihak yang akan melakukan penelitian dengan kajian mengenai reformasi administrasi pengadilan dalam mewujudkan peradilan yang bersih dan bebas KKN.

D. Kerangka Teoritis dan Konseptual

1. Kerangka Teoritis

Penelitian ini didasarkan pada kerangka teoritis sebagai landasan teori yang digunakan dalam penelitian. Kerangka teoritis adalah abstraksi hasil pemikiran atau kerangka acuan atau dasar yang relevan untuk pelaksanaan suatu penelitian ilmiah, khususnya penelitian hukum4. Berdasarkan definisi tersebut maka kerangka teoritis yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori administrasi peradilan dan factor-faktor yang mempengaruhi penegakan hukum.

a. Teori Administrasi Peradilan

Satu istilah hukum yang dapat merangkum cita-cita peradilan pidana, yaitu

due process of law yang dalam Bahasa Indonesia dapat diterjemahkan menjadi proses hukum yang adil atau layak. Secara keliru arti dari proses hukum yang adil dan layak ini seringkali hanya dikaitkan dengan penerapan aturan-aturan hukum acara pidana suatu negara pada seorang tersangka atau terdakwa. Padahal arti dari due process of law ini lebih luas dari sekedar penerapan hukum atau perundang-undangan secara formil.

4

(11)

Konsekuensi logis dari dianutnya proses hukum yang adil dan layak tersebut ialah sistem peradilan pidana selain harus melaksanakan penerapan hukum acara pidana sesuai dengan asas-asasnya, juga harus didukung oleh sikap batin penegak hukum yang menghormati hak-hak warga masyarakat. Kebangkitan hukum nasional mengutamakan perlindungan hak asasi manusia dalam sebuah mekanisme sistem peradilan pidana. Perlindungan hak-hak tersebut, diharapkan sejak awal sudah dapat diberikan dan ditegakkan. Selain itu diharapkan pula penegakan hukum berdasarkan undang-undang tersebut memberikan kekuasaan kehakiman yang bebas dan bertanggung jawab. Hal itu hanya terwujud apabila orientasi penegakan hukum dilandaskan pada pendekatan sistem, yaitu mempergunakan segenap unsur di dalamnya sebagai suatu kesatuan dan saling interrelasi dan saling mempengaruhi satu sama lain .5

Sistem peradilan pidana merupakan arti seperangkat elemen yang secara terpadu bekerja untuk mencapai suatu tujuan, maupun sebagai abstract sistem

dalam arti gagasan-gagasan yang merupakan susunan yang teratur yang satu sama lain berada dalam ketergantungan. Dalam sistem peradilan pidana dikenal tiga bentuk pendekatan, yaitu:

1) Pendekatan Normatif

Pendekatan normatif memandang keempat aparatur penegak hukum (kepolisian, kejaksaan, pengadilan dan lembaga pemasyarakatan) sebagai institusi pelaksana peraturan perundang-undangan yang berlaku sehingga keempat aparatur tersebut merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari sistem penegakan hukum semata-mata.

5

(12)

2) Pendekatan administratif

Pendekatan administratif memandang keempat aparatur penegak hukum sebagai suatu organisasi manajeman yang memiliki mekanisme kerja, baik hubungan yang bersifat horizontal maupun yang bersifat vertikal sesuai dengan struktur organisasi yang berlaku dalam organisasi. Sistem yang dipergunakan adalah sistem administrasi. 3) Pendekatan sosial

Pendekatan administratif memandang keempat aparatur penegak hukum merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari sistem sosial sehingga masyarakat ikut bertanggung jawab atas keberhasilan atau ketidak berhasilan dari keempat aparatur penegak hukum tersebut dalam melaksanakan tugasnya. Sistem yang dipergunakan adalah sistem sosial. 6

b. Teori FaktorFaktor Yang Mempengaruhi Penegakan Hukum

Teori lain yang digunakan adalah teori faktor-faktor yang mempengaruhi penegakan hukum. Penegakan hukum bukan semata-mata pelaksanaan perundang-undangan saja, namun terdapat juga faktor-faktor yang mempengaruhinya, yaitu sebagai berikut:

1) Faktor Perundang-undangan (Substansi hukum)

Praktek menyelenggaraan penegakan hukum di lapangan seringkali terjadi pertentangan antara kepastian hukum dan keadilan. Hal ini dikarenakan konsepsi keadilan merupakan suatu rumusan yang bersifat abstrak sedangkan kepastian hukum merupakan prosedur yang telah ditentukan secara normatif. Oleh karena itu suatu tindakan atau kebijakan yang tidak sepenuhnya berdasarkan hukum merupakan suatu yang dapat dibenarkan sepanjang kebijakan atau tindakan itu tidak bertentangan dengan hukum.

2) Faktor penegak hukum

Salah satu kunci dari keberhasilan dalam penegakan hukum adalah mentalitas atau kepribadian dari penegak hukumnya sendiri. Dalam kerangka penegakan hukum dan implementasi penegakan hukum bahwa penegakan keadilan tanpa kebenaran adalah suatu kebejatan. Penegakan kebenaran tanpa kejujuran adalah suatu kemunafikan. Dalam rangka penegakan hukum oleh setiap lembaga penegak hukum,

6

(13)

keadilan dan kebenaran harus dinyatakan, terasa, terlihat dan diaktualisasikan.

3) Faktor sarana dan fasilitas

Sarana dan fasilitas yang mendukung mencakup tenaga manusia yang berpendidikan dan terampil, organisasi yang baik, peralatan yang memadai, keuangan yang cukup. Tanpa sarana dan fasilitas yang memadai, penegakan hukum tidak dapat berjalan dengan lancar dan penegak hukum tidak mungkin menjalankan peranan semestinya. 4) Faktor masyarakat

Masyarakat mempunyai pengaruh yang kuat terhadap pelaksanaan penegakan hukum, sebab penegakan hukum berasal dari masyarakat dan bertujuan untuk mencapai dalam masyarakat. Bagian yang terpenting dalam menentukan penegak hukum adalah kesadaran hukum masyarakat. Semakin tinggi kesadaran hukum masyarakat maka akan semakin memungkinkan penegakan hukum yang baik. 5) Faktor Kebudayaan

Kebudayaan Indonesia merupakan dasar dari berlakunya hukum adat. Berlakunya hukum tertulis (perundang-undangan) harus mencerminkan nilai yang menjadi dasar hukum adat. Dalam penegakan hukum, semakin banyak penyesuaian antara perundang-undangan dengan kebudayaan masyarakat, maka akan semakin mudahlah dalam menegakkannya7.

2. Konseptual

Konseptual adalah susunan berbagai konsep yang menjadi fokus pengamatan dalam melaksanakan penelitian. Berdasarkan definisi tersebut, maka batasan pengertian dari istilah yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: a. Reformasi administrasi adalah perubahan atau inovasi secara sengaja dibuat

dan diterapkan untuk menjadikan sistem administrasi tersebut sebagai suatu agen perubahan sosial yang lebih efektif dan sebagai suatu instrumen yang dapat lebih menjamin adanya persamaan politik, keadaan sosial dan pertumbuhan ekonomi 8

7

Soerjono Soekanto. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Hukum. Rineka Cipta. Jakarta. 1986. hlm.8-11

(14)

b. Peradilan dalam istilah inggris disebut judiciary dan rechspraak dalam bahasa Belanda, adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan tugas negara dalam menegakkan hukum dan keadilan9

c. Sistem peradilan pidana adalah sistem dalam suatu masyarakat untuk menanggulangi kejahatan, dengan tujuan mencegah masyarakat menjadi korban kejahatan, menyelesaikan kasus kejahatan yang terjadi sehingga masyarakat puas bahwa keadilan telah ditegakkan dan yang bersalah dipidana dan mengusahakan mereka yang pernah melakukan kejahatan tidak mengulangi lagi kejahatannya10

d. Pembaharuan hukum pidana adalah suatu proses perubahan hukum pidana sesuai dengan perkembangan dan dinamika kehidupan masyarakat yang terus berubah dari satu waktu ke waktu, sehingga hukum pidana dapat disesuaikan dengan perkembangan tersebut11

e. Tindak pidana korupsi adalah setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda

9

Moeljatno, Perbuatan Pidana dan Pertanggung jawaban Dalam Hukum Pidana, Bina Aksara, Jakarta. 1993. hlm. 67

10

Mardjono Reksodiputro,Sistem Peradilan Pidana Indonesia (Melihat Kejahatan dan Penegakan Hukum dalam Batas-Batas Toleransi). Pusat Keadilan dan Pengabdian Hukum. Jakarta. 1994. hlm.34

11

(15)

paling sedikit Rp.200.000.000 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak 1.000.000.000,- (satu milyar rupiah). 12

E. Sistematika Penulisan

Skripsi ini disajikan dalam lima bab dengan sistematika penulisan skripsi sebagai berikut:

I PENDAHULUAN

Berisi pendahuluan penyusunan skripsi yang terdiri dari Latar Belakang, Permasalahan dan Ruang Lingkup, Tujuan dan Kegunaan Penelitian, Kerangka Teori dan Konseptual serta Sistematika Penulisan.

II TINJAUAN PUSTAKA

Berisi tinjauan pustaka dari berbagai konsep atau kajian yang berhubungan dengan penyusunan skripsi dan diambil dari berbagai referensi atau bahan pustaka terdiri dari model administrasi peradilan, urgensi administrasi peradilan untuk mewujudkan keadilan, reformasi administrasi pengadilan dan penyelenggaraan negara yang bebas KKN.

III METODE PENELITIAN

Berisi metode yang digunakan dalam penelitian, terdiri dari Pendekatan Masalah, Sumber Data, Penentuan Populasi dan Sampel, Prosedur Pengumpulan dan Pengolahan Data serta Analisis Data.

12

(16)

IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Berisi deskripsi berupa penyajian dan pembahasan data yang telah didapat penelitian, terdiri dari deskripsi dan analisis mengenai reformasi administrasi pengadilan dalam mewujudkan peradilan yang bersih dan bebas KKN serta faktor-faktor yang menghambat reformasi administrasi pengadilan dalam mewujudkan peradilan yang bersih dan bebas KKN.

V PENUTUP

(17)

[Type text]

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Model Administrasi Peradilan di Indonesia

Sistem peradilan pidana adalah sistem dalam suatu masyarakat untuk menanggulangi kejahatan, dengan tujuan mencegah masyarakat menjadi korban kejahatan, menyelesaikan kasus kejahatan yang terjadi sehingga masyarakat puas bahwa keadilan telah ditegakkan dan yang bersalah dipidana dan mengusahakan mereka yang pernah melakukan kejahatan tidak mengulangi lagi kejahatannya. 1

Sistem peradilan pidana merupakan suatu jaringan (network) peradilan yang menggunakan hukum pidana sebagai sarana utamanya, baik hukum pidana materil, hukum pidana formil maupun hukum pelaksanaan pidana. Namun demikian kelembagaan substansial ini harus dilihat dalam kerangka atau konteks sosial. Sifatnya yang terlalu formal apabila dilandasi hanya untuk kepentingan kepastian hukum saja akan membawa bencana berupa ketidakadilan. Dengan demikian demi apa yang dikatakan sebagai precise justice, maka ukuran-ukuran

1

(18)

[Type text]

yang bersifat materiil, yang nyata-nyata dilandasi oleh asas-asas keadilan yang bersifat umum benar-benar harus diperhatikan dalam penegakan hukum. 2

Sistem peradilan pidana pelaksanaan dan penyelenggaan penegakan hukum pidana melibatkan badan-badan yang masing-masing memiliki fungsi sendiri-sendiri. Badan-badan tersebut yaitu kepolisian, kejaksaan, pengadilan dan lembaga pemasyarakatan. Dalam kerangka kerja sistematik ini tindakan badan yang satu akan berpengaruh pada badan yang lainnya. Instansi-instansi tersebut masing-masing menetapkan hukum dalam bidang dan wewenangnya.

Pandangan penyelenggaran tata hukum pidana demikian itu disebut model kemudi (stuur model). Jadi kalau polisi misalnya hanya memarahi orang yang melanggar peraturan lalu lintas dan tidak membuat proses verbal dan meneruskan perkaranya ke Kejaksaan, itu sebenarnya merupakan suatu keputusan penetapan hukum. Demikian pula keputusan Kejaksaan untuk menuntut atau tidak menuntut seseorang di muka pengadilan. Ini semua adalah bagian-bagian dari kegiatan dalam rangka penegakan hukum, atau dalam suasana kriminologi disebut crime control suatu prinsip dalam penanggulangan kejahatan ini ialah bahwa tindakan-tindakan itu harus sesuai dengan nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat. 3

Selanjutnya tampak pula, bahwa sistem peradilan pidana melibatkan penegakan hukum pidana, baik hukum pidana substantif, hukum pidana formil maupun hukum pelaksanaan pidana, dalam bentuk yang bersifat prefentif, represif maupun kuratif. Dengan demikian akan nampak keterkaitan dan saling ketergantungan

(19)

[Type text]

antar subsistem peradilan pidana yakni lembaga kepolisian, kejaksaan, pengadilan dan lembaga pemasyarakatan.

Sistem peradilan pidana merupakan arti seperangkat elemen yang secara terpadu bekerja untuk mencapai suatu tujuan, maupun sebagai abstract system dalam arti gagasan-gagasan yang merupakan susunan yang teratur yang satu sama lain berada dalam ketergantungan. Dalam sistem peradilan pidana dikenal tiga bentuk pendekatan, yaitu:

a. Pendekatan Normatif

Pendekatan normatif memandang keempat aparatur penegak hukum (kepolisian, kejaksaan, pengadilan dan lembaga pemasyarakatan) sebagai institusi pelaksana peraturan perundang-undangan yang berlaku sehingga keempat aparatur tersebut merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari sistem penegakan hukum semata-mata.

b. Pendekatan administratif

Pendekatan administratif memandang keempat aparatur penegak hukum sebagai suatu organisasi manajeman yang memiliki mekanisme kerja, baik hubungan yang bersifat horizontal maupun yang bersifat vertikal sesuai dengan struktur organisasi yang berlaku dalam organisasi tersebut. Sistem yang dipergunakan adalah sistem administrasi.

c. Pendekatan sosial

Pendekatan administratif memandang keempat aparatur penegak hukum merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari suatu sistem sosial sehingga masyarakat secara keseluruhan ikut bertanggungjawab atas keberhasilan atau ketidak berhasilan dari keempat aparatur penegak hukum tersebut dalam melaksanakan tugasnya. Sistem yang dipergunakan adalah sistem sosial. 4

Komponen-komponen yang bekerja sama dalam sistem ini dikenal dalam lingkup praktik penegakan hukum, terdiri dari kepolisian, kejaksaan, pengadilan dan lembaga pemasyarakatan. Empat komponen ini diharapkan bekerja sama membentuk suatu integrated criminal justice system.

(20)

[Type text]

Integrated criminal justice system adalah sinkronisasi atau keserempakan dan keselarasan yang dapat dibedakan dalam:

a. Sinkronisasi struktural adalah keserempakan dan keselarasan dalam kerangka hubungan antar lembaga penegak hukum.

b. Sinkronisasi substansial adalah keserempakan dan keselarasan yang bersifat vertikal dan horizontal dalam kaitannya dengan hukum positif. c. Sinkronisasi kultural adalah keserempakan dan keselarasan dalam

maghayati pandangan-pandangan, sikap-sikap dan falsafah yang secara menyeluruh mendasari jalannya sistem peradilan pidana.5

Keselarasan dan keterkaitan antara subsistem yang satu dengan yang lainnya merupakan mata rantai dalam satu kesatuan. Setiap masalah dalam salah satu subsistem, akan menimbulkan dampak pada subsistem-subsistem yang lainnya. Demikian pula reaksi yang timbul sebagai akibat kesalahan pada salah satu subsistem akan menimbulkan dampak kembali pada subsistem lainnya. Keterpaduan antara subsistem itu dapat diperoleh bila masing-masing subsistem menjadikan kebijakan kriminal sebagai pedoman kerjanya. Oleh karena itu komponen-komponen sistem peradilan pidana, tidak boleh bekerja tanpa diarahkan oleh kebijakan kriminal.

Komponen sistem peradilan pidana sebagai salah satu pendukung atau instrumen dari suatu kebijakan kriminal, termasuk pembuat undang-undang. Oleh karena peran pembuat undang-undang sangat menentukan dalam politik kriminal (criminal policy) yaitu menentukan arah kebijakan hukum pidana dan hukum pelaksanaan pidana yang hendak ditempuh dan sekaligus menjadi tujuan dari penegakan hukum. Dalam cakupannya yang demikian, maka sistem peradilan pidana (criminal policy system) harus dilihat sebagai the network of court and

(21)

[Type text]

tribunals which deal with criminal law and it enforcement. (jaringan peradilan pidana dalam mekanisme hukum pidana dan penegakan hukum) 6

Pemahaman pengertian sistem dalam hal ini harus dilihat dalam konteks baik sebagai physical system dalam arti seperangkat elemen yang secara terpadu bekerja untuk mencapai suatu tujuan, maupun sebagai abstract system dalam arti gagasan-gagasan yang merupakan susunan yang teratur yang satu sama lain berada dalam ketergantungan. 7

Setiap sistem hukum menunjukkan empat unsur dasar, yaitu: pranata peraturan, proses penyelenggaraan hukum, prosedur pemberian keputusan oleh pengadilan dan lembaga penegakan hukum. Dalam hal ini pendekatan pengembangan terhadap sistem hukum menekankan pada beberapa hal, yaitu: bertambah meningkatnya diferensiasi internal dari keempat unsur dasar system hukum tersebut, menyangkut perangkat peraturan, penerapan peraturan, pengadilan dan penegakan hukum serta pengaruh diferensiasi lembaga dalam masyarakat terhadap unsur-unsur dasar tersebut. 8

Penegakan hukum dapat menjamin kepastian hukum, ketertiban dan perlindungan hukum pada era modernisasi dan globalisasi saat ini dapat terlaksana, apabila berbagai dimensi kehidupan hukum selalu menjaga keselarasan, keseimbangan dan keserasian antara moralitas sipil yang didasarkan oleh nilai-nilai aktual di dalam masyarakat beradab. Sebagai suatu proses kegiatan yang meliputi berbagai pihak termasuk masyarakat dalam kerangka pencapaian tujuan, adalah keharusan untuk melihat penegakan hukum pidana sebagai sistem peradilan pidana.

6 Ibid. hlm. 8

(22)

[Type text]

Kebijakan Kriminal yang dalam kepustakaan asing sering dikenal dengan berbagai istilah, antara lain penal policy, criminal policy, atau strafrechtspolitiek

adalah suatu usaha untuk menanggulagi kejahatan melalui penegakan hukum pidana, yang rasional yaitu memenuhi rasa keadilan dan daya guna. Dalam rangka menanggulangi kejahatan terhadap berbagai sarana sebagai reaksi yang dapat diberikan kepada pelaku kejahatan, berupa sarana pidana maupun non hukum pidana, yang dapat diintegrasikan satu dengan yang lainnya. Apabila sarana pidana dipanggil untuk menanggulangi kejahatan, berarti akan dilaksanakan politik hukum pidana, yakni mengadakan pemilihan untuk mencapai hasil perundang-undangan pidana yang sesuai dengan keadaan dan situasi pada suatu waktu dan untuk masa-masa yang akan datang.9

Faktor penegak hukum dalam hal ini menempati titik sentral, karena undang-undang disusun oleh penegak hukum, penerapannya dilakukan oleh penegak hukum, dan penegak hukum dianggap sebagai golongan panutan hukum oleh masyarakat. Penegakan hukum yang baik ialah apabila sistem peradilan pidana bekerja secara obyektif dan tidak bersifat memihak serta memperhatikan dan mempertimbangkan secara seksama nilai-nilai yang hidup dan berkembang dalam masyarakat. Nilai-nilai tersebut tampak dalam wujud reaksi masyarakat terhadap setiap kebijakan kriminal yang telah dilaksanakan oleh aparatur penegak hukum. Dalam konteks penegakan hukum yang mempergunakan pendekatan sistem, terdapat hubungan pengaruh timbal balik yang signifikan antara perkembangan

(23)

[Type text]

kejahatan yang bersifat multidimensi dan kebijakan kriminal yang telah dilaksanakan oleh aparatur penegak hukum.

Administrasi peradilan bisa bermakna ganda. Pertama, bisa diartikan sebagai

court administration, dalam arti pengelolaan yang berkaitan dengan organisasi, administrasi dan pengaturan finansial badan-badan peradilan. Kedua, dalam arti

administration of justice yang mencakup proses penanganan perkara (caseflow management) dan prosedur serta praktek litigasi dalam kerangka kekuasaan mengadili (judicial power).

Kekuasaan mengadili ini berhubungan erat dengan proses penegakan hukum. Dua makna tersebut berkaitan erat dengan kesatuan tanggung jawab yudisial yang mengandung tiga dimensi yaitu: (a) tanggung jawab administratif yang menuntut kualitas pengelolaan organisasi, administrasi dan pengaturan finansial; (b) tanggung jawab prosedural yang menuntut ketelitian atau akurasi hukum acarayang digunakan; dan (c) tanggung jawab substantif yang yang berhubungan dengan ketepatan pengkaitan antara fakta dan hukum yang berlaku. Tanggung jawab mengandung dimensi hal-hal yang harus dipertanggungjawabkan atau akuntabilitas yang bisa bersifat responsif (peka terhadap kebutuhan masyarakat), bersifat representatif (yang menuntut sikap jujur dan tidak diskriminatif) dan bersifat ekonomis (kesadaran adanya pengawasan publik, khususnya berkaitan dengan dana-dana masyarakat yang digunakan).

(24)

[Type text]

mengooptasi kekuasaan kehakiman sehingga tidak pernah tumbuh sebagai lembaga independen. Padahal, independensinya lembaga kehakiman di negara manapun merupakan salah satu ukuran yang paling menonjol untuk melihat apakah sebuah sistem kekuasaan demokratis atau otoriter.

Administrasi peradilan dalam proses perkara pidana yang saat ini berlaku di Indonesia mengandung konsep yaitu tertib administrasi yang harus dilaksanakan berkaitan dengan jalannya kasus tindak pidana dari tahap penyelidikan sampai dengan tahap pelaksanaan putusan dalam sistem peradilan pidana, dan kedua;

administration of justice yang dalam hal ini dapat berarti segala hal yang mencakup tertib hukum pidana formil dan materiil yang harus dipatuhi dalam proses penanganan perkara dan tata cara serta praktek litigasi

Dua makna yang terkandung di dalam pengertian administrasi peradilan tersebut sangat berkaitan erat dengan kesatuan tanggung jawab yudisial (judicial responsibility) yang mengandung tiga dimensi pertanggungjawaban, yaitu:

a. Tanggung jawab administrasi (administrativeresponsibility);

b. Tanggung jawab prosedural (procedural responsibility), yang menuntut ketelitian atau akurasi hukum acara yang dipergunakan;

c. Tanggung jawab substansi (substantif responsibility), yang berhubungan dengan ketepatan pengkaitan antara fakta dan hukum yang berlaku.10

Berdasarkan pemahaman tentang administrasi tersebut, maka untuk mencapai tujuan yang demikian diperlukan suatu sistem dan manajemen yang mengatur sistem tersebut, terutama dalam hal ini berkaitan dengan wacana yang mengemuka yaitu mengenai penegakan hukum, khususnya hukum pidana. Dan

10

(25)

[Type text]

karena yang menjadi fokus perhatian tidak termasuk badan-badan di luar tugas penyelidikan, penyidikan, penuntutan, persidangan dan pemasyarakatan atau yang lebih dikenal dengan tugas peradilan pidana, maka kemudian munculah istilah sistem peradilan pidana.

B. Urgensi Administrasi Peradilan Untuk Mewujudkan Keadilan

Terdapat tiga tujuan untuk melakukan reformasi antara lain:

1. Penghematan (to save money)

Terjadinya krisis ekonomi yang melanda dunia yang memaksa pemerintah untuk melakukan gerakan pemangkasan anggaran (scissors movement). Pemangkasan anggaran ini dilakukan karena meningkatnya dana yang dikeluarkan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat (welfare cost) sedangkan kesempatan untuk menarik pajak baru dari masyarakat menipis. 2. Pemangkasan pengeluaran publik merupakan agenda utama dari

pemerintahan. Keinginan untuk memperbaiki kinerja sektor publik. Beberapa pejabat politik dan pejabat pemerintah percaya bahwa dengan meningkatkan kinerja sektor publik, dapat membantu pemerintah untuk meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah yang pada akhirnya akan meningkatkan legitimasi pemerintah. Upaya-upaya yang dapat dilakukan dengan meningkatkan kualitas layanan dan produktivitas. 3. Menemukan mekanisme baru bagi akuntabilitas publik, hal ini disebabkan

adanya berbagai pola berbeda yang digunakan pejabat pemerintah dan aktor politik dalam melakukan pertanggungjawaban terhadap publik.11

Selain itu terdapat tiga tujuan dilakukannya reformasi administasi antara lain:

1. Penyempurnaan Tatanan (improved order)

Keteraturan atau order merupakan kebajikan yang melekat dalam pemerintahan. Apabila yang ingin dituju adalah penyempurnaan tatanan, mau tidak mau reformasi harus diorientasikan pada penataan prosedur dan kontrol. Yang sangat diperlukan oleh administrator dalam era baru ini adalah menghadang agen pembaru. Sebagai konsekuensi logisnya maka birokrasi yang kokoh dan tegar perlu segera dibangun. Tipe reformasi yang dilakukan dengan penyempurnaan tatanan disebut dengan reformasi prosedural (procedural reform).

11

(26)

[Type text]

2. Penyempurnaan Metode (improved method)

Penyempurnaan yang dilakukan adalah dalam bidang teknis dan metode kerja. Teknik dan metode yang baru ini dapat dikatakan bermanfaat bila bisa mencapai tujuan-tujuan yang lebih luas. Apabila tujuan dari reformasi administrasi diartikulasikan dengan baik dan secara efektif diterjemahkan ke dalam berbagai program aksi yang nyata, penyempurnaan metode akan memperbaiki implementasi program, yang pada akhirnya akan meningkatkan realisasi pencapaian tujuan. Tipe reformasi yang dilakukan dengan penyempurnaan metode disebut dengan reformasi teknis (technical reform).

3. Penyempurnaan Kinerja (improved permormance)

Penyempurnaan kinerja lebih bernuansa tujuan dalam substansi program kerjanya dari pada penyempurnaan keteraturan maupun penyempurnaan metode teknis administratif. Fokus utamanya adalah pada pergeseran dari bentuk ke substansi, pergeseran dari efisiensi dan ekonomis ke efektifitas kerja, pergeseran dari kecakapan birokrasi ke kesejahteraan masyarakat. Tipe reformasi yang dilakukan dengan penyempurnaan kinerja disebut dengan reformasi program (programmatic reform) 12

Berdasarkan beberapa pendapat di atas, maka dapat disimpulkan bahwa secara umum tujuan reformasi administrasi adalah untuk meningkatkan kinerja (performance) organisasi. Sedangkan reformasi administrasi pengadilan adalah suatu upaya unutk memperbaharui sistem dan kinerja peradilan dalam rangka penegakan hukum dan keadilan.

Reformasi administrasi pengadilan menjadi satu langkah yang penting untuk ditempuh. Perbaikan di segala lini menjadi sangat dibutuhkan. Peneliti beranggapan bahwa keberadaan aparat hukum yang bermoral dan membutuhkan pengawasan dari masyarakat luas sebagai sistem kontrol dan pengingat bagi kinerja aparat hukum. Selain itu peran pemerintah dan kepemimpinan juga akan menjadi penentu tegaknya reformasi peradilan. Frame berfikir inilah yang akan menjadi acuan bagi peneliti untuk mengadakan penelitian tentang reformasi

12

(27)

[Type text]

administrasi pengadilan dalammewujudkan peradilan yang bebas dan bersih dari KKN.

Urgensi administrasi peradilanakan dapat mendukung prinsip kekuasaan kehakiman yang merdeka dan berhasil mempromosikan serta melindungi HAM dalam administrasi peradilan pidana. Menyadari di masa lalu MA boleh dikatakan telah mengalami kerusakan sistemik, maka usaha untuk memperbaikinya harus dilakukan secara sistemik pula guna menyongsong dua wewenang yang dimasa datang akan berada di bawah kekuasaannya. Selanjutnya dalam ruang lingkup pemahaman administrasi peradilan sebagai administration of justice maka pengamanan harus dilakukan dengan melakukan kriminalisasi terhadap beberapa perbuatan yang dapat mencederai integritas administrasi peradilan pidana tersebut.

(28)

[Type text]

perbuatan tidak patut di depan pengadilan, dan merendahkan martabat pengadilan (contempt of court) 13

Khusus mengenai promosi dan perlindungan HAM dalam administrasi peradilan pidana, mencakup di dalamnya usaha untuk selalu mencapai atau mendekati standar umum kemajuan sebagaimana ditentukan oleh pelbagai instrumen internasional yang mencakup antara lain, penegakan persamaan hukum dan pencegahan diskriminasi baik secara tertulis maupun praktis, perlindungan asas legalitas, hak untuk hidup dan bebas dari pemidanaan yang kejam dan tidak biasa, hak-hak kebebasan dan hak terpidana (prisoners rights), hak untuk diadili secara adil, adminitrasi peradilan bagi anak remaja (Administration of Juvenile Justice), kekuasaan kehakiman yang merdeka; pelbagai Kode Etik untuk para penegak hukum; dan lain sebagainya.

C. Reformasi Administrasi Pengadilan

Reformasi administrasi pengadilan merupakan agenda Mahkamah Agung (MA), dalam hal ini MA telah mengelurkan cetak biru yang berkaitan dengan Reformasi Administrasi Birokrasi dan Administrasi Peradilan. Cetak biru tersebut antara lain, cetak biru pembaruan Mahkamah Agung, Pendidikan dan Pelatihan, SDM Peradilan, dan cetak biru pembaruan menejemen keuangan peradilan. Pada tahu 2007, Mahkamah Agung ditunjuk sebagai salah satu lembaga negara yang menjalankan pilot project pelaksanaan reformasi birokrasi. Oleh karena itu, mengawal kinerja Mahkamah Agung merupakan bagian dari kajian proses dan hasil dari agenda reformasi administrasi pengadilan.

13

(29)

[Type text]

Untuk memahami dan memberikan batasan pada makna reformasi administrasi pengadilan, berikut ini beberapa definisi mentgenai reformasi administrasi yaitu sebagai berikut:

1. Reformasi administrasi merupakan perubahan atau inovasi secara sengaja dibuat dan diterapkan untuk menjadikan sistem administrasi tersebut sebagai suatu agen perubahan sosial yang lebih efektif dan sebagai suatu instrumen yang dapat lebih menjamin adanya persamaan politik, keadaan sosial dan pertumbuhan ekonomi.

2. Reformasi administrasi merupakan usaha-usaha yang memacu atau membawa perubahan besar dalam sistem birokrasi negara yang dimaksudkan untuk mentransformasikan praktik, perilaku, dan struktur yang telah ada sebelumnya.

3. Reformasi administrasi publik merupakan suatu proses untuk mengubah struktur ataupun prosedur birokrasi publik yang terlibat dengan maksud untuk meningkatkan efektivitas organisasi dan mencapai tujuan pembangunan nasional14

Definisi reformasi administrasi seperti yang dijelaskan oleh beberapa ahli di atas, merupakan formulasi dari sebuah agenda pembaharuan atas sebuah sistem yang telah berjalan. Reformasi administrasi dijalankan di suatu badan atau institusi sebagai agen atau instrumen yang akan menjalakan agenda pembaharuan tersebut. Reformasi administrasi pada usaha terbentuknya suatu konsepan atau sebuah sistem untuk mengatur institusi atau badan. Dengan terkonsepnya kembali sistem atau aturan tersebut, diharapkan dapat ditarnsformasikan pada aspek-aspek yang ada dalambadan atau intitusi. Reformasi administrasi merupakan sebagai keinginan untuk mengadakan suatu perubahan terkait administrasi dan sebagai sebuah proses untuk mencapai tujuan pembangunan.

Tujuan reformasi administrasi adalah sebagai berikut:

14

(30)

[Type text]

1. Merubah kebijakan dan program, meningkatkan efektivitas administrasi, meningkatkan kualitas sumber daya manusia, dan melakukan antisipasi terhadap kritikan dan ancaman dari luar.

2. Pelaku reformasi administrasi adalah untuk meningkatkan kinerja administrasi bagi individual, kelompok, dan institusi dan memberikan masukan tentang cara-cara yang dapat ditempuh untuk dapat mencapai tujuan dengan lebih efektif, ekonomis dan lebih cepat.

3. Reformasi pada hakekatnya merupakan usaha yang berorientasi pada tujuan yang bersifat multidimensional. 15

Ada enam tujuan reformasi yang dikelompokkan menjadi dua bagian besar, yaitu, tiga tujuan reformasi bersifat intra-administrasi yang ditujukan untuk menyempurnakan administrasi internal dan tiga tujuan reformasi lainnya berkenaan dengan peran masyarakat di dalam sistem administrasi.

Tujuan internal reformasi administrasi yang dimaksud meliputi:

1. Efisiensi administrasi, dalam arti penghematan uang, yang dapat dicapai melalui penyederhanaan formulir, perubahan prosedur, penghilangan duplikasi dan kegiatan organisasi metode yang lain.

2. Penghapusan kelemahan atau penyakit administrasi seperti korupsi, pilih kasih dan sistem teman dalam sistem politik dan lain-lain.

3. Pengenalan dan penggalakan sistem merit, pemakaian PPBS, pemrosesan data melalui sistem informasi yang otomatis, peningkatan penggunaan pengetahuan ilmiah dan lain-lain. 16

Tiga tujuan lain yang berkaitan dengan masyarakat adalah:

1. Menyesuaikan sistem administrasi terhadap meningkatnya keluhan masyarakat.

2. Mengubah pembagian pekerjaan antara sistem administrasi dan sistem politik, seperti misalnya meningkatkan otonomi profesional dari sistem administrasi dan meningkatkan pengaruhnya pada suatu kebijaksanaan. 3. Mengubah hubungan antara sistem administrasi dan penduduk, misalnya

melalui relokasi pusat-pusat kekuasaan.17

D. Penyelenggaraaan Negara Yang Bersih dan Bebas KKN

15

Ibid. hlm.23

16

Salim Basyaril, Reformasi Administrasi dan Birokrasi Peradilan, Penerbit FHUI, Jakarta.2005 .hlm.55

17

(31)

[Type text]

Menurut Perimbangan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 Tentang Penyelenggaraan Negara Yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme, maka diketahui bahwa penyelenggara Negara mempunyai peranan yang sangat menentukan dalam penyelenggaraan negara untuk mencapai cita-cit perjuangan bangsa mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur sebagaimana tercantum dalam Undang-Undang Dasar 1945

Upaya untuk mewujudkan Penyelenggara Negara yang mampu menjalankan fungsi dan tugasnya secara sungguh-sungguh dan penuh tanggung jawab, perlu diletakkan asas-asas penyelenggaraan negara. Praktek korupsi, kolusi, dan nepotisme tidak hanya dilakukan antar Penyelenggara Negara melainkan juga antara Penyelenggara Negara dengan pihak lain yang dapat merusak sendi2 kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara serta membahayakan eksistensi negara, sehingga diperlukan landasan hukum untuk pencegahannya;

Penyelenggara negara meliputi:

1. Pejabat Negara pada Lembaga tertinggi Negara 2. Pejabat Negara pada Lembaga Tinggi Negara 3. Menteri

4. Gubernur 5. Hakim

6. Pejabat negara yang lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku,

7. Pejabat lain yang memiliki fungsi strategis dalam kaitannya dengan penyelenggaraan negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.18

Asas umum penyelenggaraan negara meliputi:

18

(32)

[Type text] ekonominya, institusi dan sumber-sumber sosial dan politiknya tidak hanya dipergunakan untuk pembangunan, tetapi juga untuk menciptakan kohesi, integrasi, dan untuk kesejahteraan rakyat. Dengan demikian, bahwa kemampuan suatu negara mencapai tujuan negara sangat tergantung pada kualitas tata kepemerintahan di mana pemerintah melakukan interaksi dengan sektor swasta dan masyarakat. 20

Good governance memiliki beberpa karakteristik, yaitu sebagai berikut:

a. Participation; Setiap warga negara mempunyai suara dalam pembuatan keputusan, baik secara langsung maupun secara intermediasi institusi legitimasi yang mewakili kepentingannya. Partisipasi seperti ini dibangun atas dasar keabsahan berasosiasi dan berbicara serta berpartisipasi secara konstruktif.

b. Rule of Law; Kerangka hukum harus adil dan dilaksanakan tanpa pandang bulu, terutama hukum untuk hak azasi manusia.

c. Transparancy; Transparansi dibangun atas dasar keabsahan arus informasi. Proses-proses, lembaga dan informasi yang secara langsung dapat diterima oleh mereka yang membutuhkan.

d. Responsive; Lembaga-lembaga dan proses-proses harus mencoba untuk melayani setiap stakeholders.

e. Consensus Orientation; Good governance menjadi perantara kepentingan yang berbeda untuk memperoleh pilihan terbaik bagi kepentingan yang lebih luas, baik dalam kebijakan-kebijakan maupun prosedur-prosedur.

19

Pasal 3 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 Tentang Penyelenggaraan Negara Yang Bersih dan Bebas Korupsi Kolusi dan Nepotisme

20

(33)

[Type text]

f. Equity; Semua warga negara, baik laki-laki maupun perempuan mempunyai kesempatan untuk meningkatkan atau menjaga kesejahteraan mereka.

g. Effectiveness and effeciency; Proses-proses dan lembaga-lembaga menghasilkan sesuai dengan apa yang telah digariskan dengan menggunakan sumber-sumber yang tersedia sebaik mungkin.

h. Accountability; Para pembuat keputusan dalam pemerintahan, sektor swasta dan masyarakat (civil society) bertanggung jawab kepada publik dan lembaga-lembaga stakeholders. Akuntabilitas ini tergantung pada organisasi dan sifat keputusan yang dibuat, apakah keputusan tersebut untuk kepentingan internal atau eksternal organisasi.

i. Strategic vision; Para pemimpin dan publik harus mempunyai perspektif

good governance dan pengembangan yang luas dan jauh kedepan sejalan dengan apa yang diperlukan untuk pembangunan semacam ini. 21

Good governance adalah sebagai penyelenggaraan pemerintahan negara yang solid dan bertanggung jawab, serta efisien dan efektif dengan menjaga

“kesinergisan” interaksi yang konstruktif di antara domain-domain negara, sector

swasta dan masyarakat (society). Pada tataran ini, good governance berorientasi pada dua hal pokok, yakni: Pertama, orientasi ideal negara yang diarahkan pada pencapaian tujuan nasional. Pada tataran ini, good governance mengacu pada demokratisasi dalam kehidupan bernegara dengan elemen-elemen konstituennya, seperti legitimacy, accountability, scuring of human right, autonomy and devolution of power dan assurance of civilian control; Kedua, pemerintahan yang berfungsi secara ideal yaitu secara efektif dan efisien dalam melakukan upaya mencapai tujuan nasional. Dalam konteks ini, good governance tergantung pada pada sejauh mana struktur serta mekanisme politik dan administratif berfungsi secara efektif dan efisien. 22

21 Ibid hlm. 73-74. 22

(34)

III. METODE PENELITIAN

A. Pendekatan Masalah

Pendekatan masalah dalam penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis normatif dan pendekatan yuridis empiris. Pendekatan yuridis normatif dimaksudkan sebagai upaya memahami persoalan dengan tetap berada atau bersandarkan pada lapangan hukum, sedangkan pendekatan yuridis empiris dimaksudkan untuk memperoleh kejelasan dan pemahaman dari permasalahan dalam penelitian berdasarkan realitas yang ditemukan di lapangan pada saat penelitian dilaksanakan1

B. Sumber dan Jenis Data

Sumber dan jenis data yang digunakan dalam penelitian adalah: 1. Data Primer

Data primer merupakan data yang diperoleh secara langsung dari lapangan penelitian dengan cara melakukan wawancara dengan para responden untuk mendapatkan data yang diperlukan dalam penelitian.

1

(35)

2

2. Data Sekunder

Data sekunder adalah data yang diperoleh dari berbagai sumber hukum yang berhubungan dengan permasalahan yang diteliti. Data sekunder dalam penelitian ini, terdiri dari:

a. Bahan Hukum Primer

Bahan hukum primer bersumber dari:

(1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 Tentang Pemberlakuan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.

(2) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana.

(3) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 Juncto Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009 Tentang Mahkamah Agung

(4) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 Tentang Penyelenggaraan Negara Yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme

(5) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentangPerubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi

(6) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi

(7) Undang-UndangNomor 46 Tahun 2009 tentang Pengadilan Tindak Pidana Korupsi

(36)

3

b. Bahan Hukum Sekunder

Bahan hukum sekunder dapat bersumber dari bahan-bahan hukum yang melengkapi hukum primer, di antaranya adalah:

(1) Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2010 Tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1983 tentang Pelaksanaan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana

(2) Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat RI No. XI/MPR/1998 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme.

c. Bahan Hukum Tersier

Bahan hukum tersier dapat bersumber dari berbagai bahan seperti teori/ pendapat para ahli dalam berbagai literatur/buku hukum, dokumentasi, kamus hukum dan sumber internet.

C. Penentuan Populasi dan Sampel

1. Populasi

Populasi adalah keseluruhan subyek hukum yang memiliki karakteristik tertentu dan ditetapkan untuk diteliti. 2 Berdasarkan pengertian tersebut maka yang

menjadi populasi dalam penelitian ini adalah seluruh anggota kepolisian resor Kota Bandar Lampung, Jaksa pada Kejaksaan Negeri Bandar Lampung dan Hakim pada Pengadilan Negeri Kelas IA Tanjung Karang.

2

(37)

4

2. Sampel

Sampel adalah bagian dari populasi yang masih memiliki ciri-ciri utama dari populasi dan ditetapkan untuk menjadi responden penelitian. Sampel dalam penelitian ditetapkan dengan teknik purposive sampling, yaitu sampel dipilih berdasarkan pertimbangan dan tujuan penelitian. 3

Berdasarkan pengertian di atas maka yang menjadi responden/sampel dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1). Anggota Kepolisian Resor Kota Bandar Lampung = 1 orang 2). Jaksa pada Kejaksaaan Negeri Bandar Lampung = 1 orang 3). Hakim pada Pengadilan Negeri Kelas IA Tanjung Karang = 1 orang+ Jumlah Seluruh Responden Penelitian adalah sebanyak = 3 orang

D. Prosedur Pengumpulan dan Pengolahan Data

1. Prosedur Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan dengan prosedur sebagai berikut: a. Studi Kepustakaan

Studi kepustakaan adalah prosedur yang dilakukan dengan serangkaian kegiatan seperti membaca, menelaah dan mengutip dari buku-buku literatur serta melakukan pengkajian terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan terkait dengan permasalahan.

3

(38)

5

b. Studi Lapangan

Studi lapangan adalah prosedur yang dilakukan dengan kegiatan wawancara (interview) kepada responden penelitian sebagai usaha mengumpulkan berbagai data dan informasi yang dibutuhkan sesuai dengan permasalahan yang dibahas dalam penelitian.

2. Prosedur Pengolahan Data

Pengolahan data dilakukan untuk mempermudah analisis data yang telah diperoleh sesuai dengan permasalahan yang diteliti. Adapun pengolahan data yang dimaksud meliputi tahapan sebagai berikut:

a. Seleksi data

Seleksi data adalah kegiatan pemeriksaan untuk mengetahui kelengkapan data selanjutnya data dipilih sesuai dengan permasalahan yang diteliti dalam penelitian ini.

b. Klasifikasi data

Klasifikasi data adalah kegiatan penempatan data menurut kelompok-kelompok yang telah ditetapkan dalam rangka memperoleh data yang benar-benar diperlukan dan akurat untuk dianalisis lebih lanjut.

c. Penyusunan data

(39)

6

E. Analisis Data

(40)

[Type text]

V. PENUTUP

A. Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan maka dapat disimpulkan sebagai berikut:

1. Reformasi administrasi pengadilan pidana dalam mewujudkan peradilan yang bersih dan bebas KKN dilaksanakan oleh institusi penegakan hukum dalam konteks criminal justice system (sistem pengadilan pidana), yaitu:

a. Kepolisian, dilaksanakan dengan mengadakah penyidikan yaitu serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam undang-undang untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tentang tindak pidana yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya. Wujud reformasi administrasi dilaksanakan dengan Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2012 Tentang Manajemen Penyidikan Tindak Pidana.

(41)

40

Jaksa Agung Republik Indonesia Nomor: KEP-132/JA/1 1/1994 Tentang Administrasi Perkara Tindak Pidana.

c. Pengadilan dilaksanakan dengan administrasi pengadilan yang berpedoman kepada prinsip dan asas efektif dan efisien serta menggunakan asas sederhana, cepat dan murah. Wujud reformasi administrasi dilaksanakan dengan Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2012 Tentang Batasan Tindak Pidana Ringan dan Jumlah Denda dalam KUHP.

2. Faktor-faktor penghambat reformasi administrasi pengadilan dalam mewujudkan peradilan yang bersih dan bebas KKN adalah sebagai berikut:

a. Faktor sumber daya hakim dan aparat penegak hukum, yaitu hakim yang kurang berkualitas dan mampu menjalankan tugasnya dengan berprinsip pada pengadilan yang baik. Selain itu tingginya berkas perkara sehingga berdampak pada penurunan kualitas putusan, rendahnya kepercayaan masyarakat terhadap pengadilan sebagai lembaga penyelesaian sengketa/perkara serta isu-isu percaloan kasus/perkara atau yang lazim disebut mafia hukum.

(42)

41

c. Faktor Sarana dan Prasarana yaitu kurang baiknya gedung-gedung dan ruangan sidang beserta alat kelengkapan persidangan, kurang optimalnya sistem informasi dan manajemen teknologi, serta alat/infrastruktur lainnya, misalnya seperti mobil dan tempat sidang keliling untuk menggelar persidangan di pelosok daerah.

B. Saran

Saran dalam penelitian ini adalah:

1. Mahkamah Agung sebagai puncak badan pengadilan di empat lingkungan pengadilan, harus menempuh upaya sistematis untuk menyelesaikan akar masalah. Permasalahan penumpukan perkara harus cepat diselesaikan dengan proses penyaringan perkara yang ketat untuk setiap kasus yang masuk dalam tingkat kasasi maupun tingkat peninjauan kembali di Mahkamah Agung.

(43)

REFORMASI ADMINISTRASI PENGADILAN DALAM MEWUJUDKAN PERADILAN YANG BERSIH DAN BEBAS KKN

Oleh

LIRA FETRICIA FARRYAL

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mencapai Gelar Sarjana Hukum

Pada

Bagian Hukum Pidana

Fakultas Hukum Universitas Lampung

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS LAMPUNG

(44)

DAFTAR ISI

I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Permasalahan dan Ruang Lingkup ... 7

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian ... 8

D. Kerangka Teoritis dan Konseptual ... 9

E. Sistematika Penulisan ... 14

II TINJAUAN PUSTAKA ... 16

A. Model Administrasi Peradilan di Indonesia ... 16

B. Urgensi Administrasi Peradilan Untuk Mewujudkan Keadilan ... 24

C. Reformasi Administrasi Peradilan ... 27

D. Penyelenggaraan Negara Yang Bersih dan Bebas KKN ... 29

III METODE PENELITIAN ... 33

A. Pendekatan Masalah ... 33

B. Sumber dan Jenis Data ... 33

C. Penentuan Populasi dan Sampel... 35

D. Prosedur Pengumpulan dan Pengolahan Data ... 36

E. Analisis Data ... 38

IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 39

A. Karakteristik Responden ... 39

(45)

C. Faktor-Faktor Penghambat Reformasi Administrasi Peradilan Pidana dalam Mewujudkan Peradilan yang Bersih dan

Bebas KKN ... 75

V PENUTUP ... 77

A. Kesimpulan ... 77

B. Saran ... 79

(46)

DAFTAR PUSTAKA

Aly, Himawan. Pokok-Pokok Reformasi Administrasi, Rineka Cipta, Jakarta 2007.

Arief, Barda Nawawi. Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana, PT Citra Aditya Bakti. Bandung, 2003.

……….Masalah Penegakan Hukum dan Kebijakan Penanggulangan Kejahatan

PT. Citra Aditya Bakti. Bandung. 2001.

………. RUU KUHP Baru Sebuah Restrukturisasi/ Rekonstruksi Sistem Hukum Pidana Indonesia. Badan Penerbit Universitas Diponegoro. Semarang. 2009.

Atmasasmita, Romli. Sistem Peradilan Pidana. Binacipta. Bandung. 1996. Basyaril, Salim Reformasi Administrasi dan Birokrasi Peradilan, Penerbit FHUI,

Jakarta. 2005.

Effendi, M. Arief. The Power of Good Corporate Governance : Teori dan Implementasi. Salemba Empat, Jakarta. 2008.

Kaihatu, Thomas S. Good Governancedan Penerapannya di Indonesia. Rineka Cipta. Jakarta 2006

Moeljatno, Perbuatan Pidana dan Pertanggung jawaban Dalam Hukum Pidana,

Bina Aksara, Jakarta. 1993.

Muladi. Hak Asasi Manusia, Politik dan Sistem Peradilan Pidana. Badan Penerbit UNDIP. Semarang. 1997.

Reksodiputro, Mardjono. Sistem Peradilan Pidana Indonesia, Melihat Kejahatan dan Penegakan Hukum dalam Batas-Batas Toleransi, Pusat Keadilan dan Pengabdian Hukum, Jakarta, 1994.

Salam, Mochammad Faisal. Hukum Acara Pidana dalam Teori dan Praktek, CV Mandar Maju, Bandung, 2001

(47)

Soekanto, Soerjono. Pengantar Penelitian Hukum. Rineka Cipta. Jakarta. 1983.

……….. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Hukum. Rineka Cipta. Jakarta. 1986.

Sudarto. Kapita Selekta Hukum Pidana. Alumni.Bandung. 1986. Zulfa, Eva Achjani. Keadilan Restoratif di Indonesia, Fakultas Hukum,

Universitas Indonesia, Jakarta, 2009.

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 Tentang Pemberlakuan Kitab Undang- Undang Hukum Pidana.

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana.

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 Juncto Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009 Tentang Mahkamah Agung

Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 Tentang Penyelenggaraan Negara Yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme

Undang-UndangNomor 20 Tahun 2001 tentangPerubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang PemberantasanTindak Pidana Korupsi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi Undang-UndangNomor 46 Tahun 2009 tentang Pengadilan Tindak Pidana

Korupsi

Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman Republik Indonesia. Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2010 Tentang Perubahan Atas Peraturan

Pemerintah Nomor 27 Tahun 1983 tentang Pelaksanaan Kitab Undang- Undang Hukum Acara Pidana

(48)

DAFTAR PUSTAKA

Aly, Himawan. Pokok-Pokok Reformasi Administrasi, Rineka Cipta, Jakarta 2007.

Arief, Barda Nawawi. Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana, PT Citra Aditya Bakti. Bandung, 2003.

……….Masalah Penegakan Hukum dan Kebijakan Penanggulangan Kejahatan

PT. Citra Aditya Bakti. Bandung. 2001.

………. RUU KUHP Baru Sebuah Restrukturisasi/ Rekonstruksi Sistem Hukum Pidana Indonesia. Badan Penerbit Universitas Diponegoro. Semarang. 2009.

Atmasasmita, Romli. Sistem Peradilan Pidana. Binacipta. Bandung. 1996. Basyaril, Salim Reformasi Administrasi dan Birokrasi Peradilan, Penerbit FHUI,

Jakarta. 2005.

Effendi, M. Arief. The Power of Good Corporate Governance : Teori dan Implementasi. Salemba Empat, Jakarta. 2008.

Kaihatu, Thomas S. Good Governancedan Penerapannya di Indonesia. Rineka Cipta. Jakarta 2006

Moeljatno, Perbuatan Pidana dan Pertanggung jawaban Dalam Hukum Pidana,

Bina Aksara, Jakarta. 1993.

Muladi. Hak Asasi Manusia, Politik dan Sistem Peradilan Pidana. Badan Penerbit UNDIP. Semarang. 1997.

Reksodiputro, Mardjono. Sistem Peradilan Pidana Indonesia, Melihat Kejahatan dan Penegakan Hukum dalam Batas-Batas Toleransi, Pusat Keadilan dan Pengabdian Hukum, Jakarta, 1994.

Salam, Mochammad Faisal. Hukum Acara Pidana dalam Teori dan Praktek, CV Mandar Maju, Bandung, 2001

(49)

Soekanto, Soerjono. Pengantar Penelitian Hukum. Rineka Cipta. Jakarta. 1983.

……….. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Hukum. Rineka Cipta. Jakarta. 1986.

Sudarto. Kapita Selekta Hukum Pidana. Alumni.Bandung. 1986. Zulfa, Eva Achjani. Keadilan Restoratif di Indonesia, Fakultas Hukum,

Universitas Indonesia, Jakarta, 2009.

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 Tentang Pemberlakuan Kitab Undang- Undang Hukum Pidana.

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana.

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 Juncto Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009 Tentang Mahkamah Agung

Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 Tentang Penyelenggaraan Negara Yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme

Undang-UndangNomor 20 Tahun 2001 tentangPerubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang PemberantasanTindak Pidana Korupsi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi Undang-UndangNomor 46 Tahun 2009 tentang Pengadilan Tindak Pidana

Korupsi

Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman Republik Indonesia. Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2010 Tentang Perubahan Atas Peraturan

Pemerintah Nomor 27 Tahun 1983 tentang Pelaksanaan Kitab Undang- Undang Hukum Acara Pidana

(50)

MENGESAHKAN

1. Tim Penguji

Ketua : Dr. Maroni, S.H., M.H. ………

Sekretaris/Anggota : Tri Andrisman, S.H., M.H. ………

Penguji Utama : Diah Gustiniati, S.H., M.H. ………

2. Dekan Fakultas Hukum

Dr. Heryandi, S.H., M.S. NIP. 19621109 198703 1 003

(51)

Referensi

Dokumen terkait

[r]

Hal-hal yang menjadi pertimbangan besar pelaksanaan program Home Care antara lain pertimbangan ekonomi dan kemudahan akses bagi masyarakat untuk mendapatkan pelayanan

Mulai edisi Mei 2014, jurnal ini akan dikelola oleh UMS-KAL (Universiti Malaysia Sabah – Kampus Labuan Antarabangsa) di Malaysia dan Laboratorium Sejarah dan Budaya, Fakultas

Frekuensi skill lab responden dalam penelitian ini masih sangat rendah, ini dapat dilihat dari sebagian besar mahasiswa tidak pernah melakukan skill lab mandiri yaitu

With the inability of ASEAN to take real action to address the conflict, due to mainly the ASEAN way of non-intervention and sovereignty, Indonesia decided to

Biaya produksi yang tinggi pada usahatani padi berkaitan erat dengan penggunaan input yang dilakukan oleh petani.. Keterbatasan modal yang umumnya dialami patani, tampaknya

merupakan dorongan untuk mempengaruhi orang lain agar tunduk kepada kehendaknya. Mc Clelland mengungkapkan bahwa motivasi berprestasi merupakan motivasi yang

Terkait batas nilai bilangan dominasi jarak- k, penelitian telah dilakukan antara lain oleh Tian [1] dan Meierling [2] untuk graf pohon, sedangkan Sridharan [3] lebih