• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tinjauan Yuridis Terhadap Pelaksanaan Perjanjian Pemborongan Bangunan Pabrik Kelapa Sawit Antara PT. Bima Dwi Pertiwi Nusantara Dengan PT. Mutiara Sawit Lestari

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Tinjauan Yuridis Terhadap Pelaksanaan Perjanjian Pemborongan Bangunan Pabrik Kelapa Sawit Antara PT. Bima Dwi Pertiwi Nusantara Dengan PT. Mutiara Sawit Lestari"

Copied!
102
0
0

Teks penuh

(1)

DAFTAR PUSTAKA

Badrulzaman, Mariam Darus, 2011, Aneka HukumBisnis, PT, Alumni, Bandung.

BUKU

Burton Simatupang, Richard, 2003, AspekHukumBisnis, PT. RinekaCipta, Jakarta.

Busro, 1985, Achmad, HukumPerikatan, Oetama, Semarang.

Dillah, H. Philips, 2013, MetodePenelitianHukum, Alfabeta, Bandung.

Djumialdji, 1996, HukumBangunan,

Dasar-DasarHukumdalamProyekdanSumberDayaManusia, Citra AjiParama, Jakarta.

Fuady, Munir, 1998, KontrakPemborongan Mega Proyek, PT, Citra AdityaBakti, Bandung.

Hernoko, AgusYudha, 2010,

HukumPerjanjianAsasProporsionalitasdalamKontrakKomersial, KencanaPrenada Media Group, Jakarta.

Jusuf, Tony, 2007, MemahamiKontrakKerjaMembangunRumah, PenebarSwadaya, Jakarta.

KamusBesarBahasa Indonesia (Edisi-2), 2001, PT. Pustaka Indonesia, Jakarta. Mamudji, Sri, 2005, PenelitiandanPenulisanHukum,

BadanPenerbitFakultasHukum UI, Jakarta.

Marzuki, Peter Mahmud, Batas-batasKebebasanBerkontrak, 2003, Yuridika, Volume 18 no.3.

MasjchunSofwan, 1982, Sri Soedewi, HukumBangunan, PerjanjianPemboronganBangunan, Liberty, Yogyakarta.

Meliala, A.Qorum, 1985,

Pokok-pokokHukumPerikatanBesertaPerkembangannya, Liberti,Yogyakarta. Muhammad, Abdul Kadir, 1982, HukumPerikatan, Penerbit Alumni, Bandung. Prodjodikoro, Wirjono, 2011, Azas-azasHukumPerjanjian, CV MandarMaju,

(2)

R.Subekti, 2001, KitabUndang-UndangHukumPerdata, PT.PradnyaParamita, Jakarta.

Raharjo, Handri, 2009, HukumPerjanjian Di Indonesia, Yustisia, Yogyakarta. Salim.HS, 2008, PerkembanganHukumKontrakInnominaat di Indonesia,

SinarGrafika, Jakarta.

__________, 2003, PenelitianHukumNormatif : SuatuTinjauanSingkat, PT. RajawaliPers, Jakarta.

__________, 2006, HukumKontrak, SinarGrafika, Jakarta.

SoekantoSoedjono, 2008, PengantarPenelitianHukum, UI Press,Jakarta.

Sudjana, Nana, 2009, TuntutanPenyusunanKaryaIlmiah, SinarBaruAlgensid, Bandung.

Suryodiningrat, R.M, 1978, Perikatan-perikatanBersumberdariPerjanjian, Tarsito, Bandung.

Sutarno, 2003, Aspek-aspekHukumpadaPerkreditanBank, Alfabeta, Bandung. Widjaya, I.G Rai, 2003, MerancangSuatuKontrak (Contract Drafting), Kesaint

Blanc, Jakarta.

KitabUndang-UndangHukumPerdata.

PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

PeraturanPemerintah No. 29 Tahun 2000 tentangPenyelenggaraanJasaKonstruksi. Undang-Undang

No. 18 Tahun 1999 tentangJasaKonstruksi.

(3)

BAB III

Tinjauan Umum Perjanjian Pemborongan

A. Pengertian Perjanjian Pemborongan

Kata perjanjianberasaldariterjemahanovereenkomstyang diterjemahkandenganmenggunakanistilahperjanjianmaupunpersetujuan. Di dalam Black’s Law Dictionary, yang diartikansebagaikontrakadalahsebagaiberikut: “An agreement between two or more person which creates an obligation to do or not to do to particular thing”

Artinya kontrak adalah suatu persetujuan antara dua orang atau lebih, di mana menimbulkan sebuah kewajiban untuk melakukan atau tidak meelakukan sesuatu secara sebagian.33

Menurut FX. Djumialdji, definisi perjanjian pemborongan : “Perjanjian pemborongan kerja ialah suatu persetujuan bahwa pihak kesatu, yaitu pemborong, mengikatkan diri untuk menyelesaikan suatu pekerjaan bagi

pihak lain, yaitu pemberi tugas, dengan harga yang telah ditentukan”.34

33

Salim, H.S. HukumKontrak. (Jakarta :SinarGrafika, 2006). hlm. 26

34

Djumialdi, HukumBagunan, Dasar-DasarHukumDalamProyekdanSumberDayaManusia

(Jakarta: Citra AjiParama, 1996), hlm 4.

(4)

Dari definisi tersebut dapat dikatakan bahwa :35

Dilihat dari obyeknya, perjanjian pemborongan bangunan mirip denganperjanjian lain yaitu perjanjian kerja dan perjanjian melakukan jasa, yaitu sama-samamenyebutkan bahwa pihak yang satu menyetujui untuk melaksanakan pekerjaan pihak lain dengan pembayaran tertentu. Perbedaannya satu dengan yang lainnya ialah bahwa pada perjanjian kerja terdapat hubungan kedinasan ataukekuasaan antara buruh dengan majikan. Pada pemborongan bangunan danperjanjian melakukan jasa tidak ada hubungan semacam itu, melainkanmelaksanakan pekerjaan yang tugasnya secara mandiri.

1. Bahwa yang membuat perjanjian pemborongan atau yang terkait dalam Perjanjian pemborongan adalah dua pihak saja, pihak ke satu disebut yang memborongkan / bouwheer / aanbertender / pemberi tugas, pihak kedua disebut pemborong / kontraktor / rekanan / annemer / pelaksana.

2. Bahwa obyek dari perjanjian pemborongan adalah perbuatan suatukarya /

het maken van werk.

36

Pembangunan adalah usaha untuk menciptakan kemakmuran dan kesejahteraan rakyat. Oleh karena itu hasil pembangunan harus dapat dinikmati seluruh rakyat sebagai peningkatan kesejahteraan lahir dan batin secara adil dan

B. Latar Belakang Perjanjian Pemborongan

35

Ibid, hlm 5. 36

(5)

makmur. Sebaliknya berhasilnya pembangunan tergantung partisipasi seluruh rakyat, yang berarti pembangunan harus dilaksanakan seluruh rakyat secara merata oleh segenap lapisan masyarakat.37

Sudah diatur tentang kontrak pemborongan dan konstruksi, dari contoh kesembilan belas Code Hammurabi yang menjelaskan bahwa, jika seorang pembangun membangun rumah untuk seseorang, dan tidak membangun dengan benar, dan rumah yang dibangun jatuh dan membunuh pemiliknya, maka pembangun harus dihukum mati. Dengan demikian hukum pemborongan dan konstruksi ini sebenarnya sudah tua, yakni setua peradaban manusia. Maka sesuai dengan perkembangan pembangunan maka yang diperlukan untuk memperlancar bidang usaha termasuk adalah perjanjian pemborongan, yang terus berkembang hingga sekarang, dimana hukum bidang ini sudah sangat kompleks,dengan masih memberlakukan dan mengandalkan peraturan-peraturan zaman belanda yaitu

Burgerlijke Wetboek, khususnya Buku ketiga atau peraturan bangunan yang disebut Algemene Voormaden voor de uitvoring bij aannmening van openbarewerken in Indonesia atau yang lebih dikenal dengan AV 1941, artinya syarat–syarat umum untuk pelaksanaan pemborongan pekerjaan umum di Indonesia.38

Pasal 1601 huruf b KUH Perdata yang berbunyi : Perjanjian pemborongan kerja ialah suatu persetujuan bahwa pihak kesatu, yaitu pemborong, mengikatkan diri untuk menyelesaikan suatu pekerjaan bagi pihak lain, yaitu pemberi tugas, dengan harga yang telah ditentukan.

37

F.X. Djumialdji, PerjanjianPemborongan, cet. 3, (Jakarta : PT. RinekaCipta). hlm. 1.

38

(6)

KUH Perdata Indonesia tidak banyak mengatur tentang kontrak pemborongan pekerjaan, yaitu hanya terdapat dalam 14 pasal saja, mulai dari pasal 1604 sampai dengan dan termasuk pasal 1617, walaupun demikian singkat dan sederhana, tentunya KUHPerdata tersebut berlaku sebagai hukum positif di Indonesia. Perjanjian pemborongan dapat dibuat dalam bentuk tertulis maupun lisan. Jika unsur sahnya perjanjian tersebut dipenuhi, maka para pihak yang membuat kontrak, kemudian juga akan tunduk pada pasal 1338 Kitab Undang Undang Hukum Perdata, persetujuan-persetujuan itu tidak dapat ditarik kembali selain dengan sepakat kedua belah pihak atau karena alasan-alasan yang oleh Undang–Undang dinyatakan cukup itu, dengan demikian orang bebas membuat atau tidak membuat perjanjian, bebas menentukan isi, berlakunya dan syarat-syarat perjanjian dengan bentuk tertentu atautidak dan bebas memilih jenis perjanjian yang akan dipakai untuk perjanjian itu dan inilah yang disebut kebebasan berkontrak Prinsip bahwa orang terikat pada persetujuan mengasumsikan adanya suatu kebebasan tertentu didalam masyarakat untuk turut serta dalam lalu lintas yuridis dan hal ini mengimplementasikan pula prinsip kebebasan berkontrak.39

Artinya pihakpihak bebas untuk membuat kontrak apa saja, baik yang sudah ada pengaturannya maupun yang belum ada pengaturannya dan bebas menentukan sendiri isi kontrak Namun kebebasan tersebut tidak mutlak karena terdapat pembatasannya, yaitu tidak boleh bertentangan dengan undang-undang, ketertiban umum, dan kesusilaan.

(7)

Hal inilah yang memberi wewenang kepada hakim untuk mengawasi pelaksanaan perjanjian supaya tidak bertentangan dengan rasa keadilan. Asas kebebasan berkontrak yang dimaksud meliputi isi perjanjian, bentuk perjanjian berupa kata sepakat (consensus) saja sudah cukup, dan apabila dituangkan dalam suatu akta (surat) hanyalah dimaksud sekedar sebagai alat pembuktian semata saja. Sedangkan mengenai isinya, para pihak yang pada dasarnya bebas menentukan sendiri apa yang mereka inginkan.

Tanpasepakatdarisalahsatupihak yang membuatperjanjian, makaperjanjianyang dibuatdapatdibatalkan.Orang

tidakdapatdipaksauntukmemberikansepakatnya.

Perjanjianataukontrak yang

mengaturkesepakatan-kesepakatanparapihakdalamhaliniadalah, pihak yang mengerjakandisebutpemborong (PenyediaBarang/Jasa), denganpihak yang

memborongkanpekerjaandisebutpenggunabarang/jasa (Owner), inilah yang disebutpemboronganpekerjaan.40

Menurut Prof. R. Subekti, S.H., yang dinamakan perjanjian pemborongan pekerjaan adalah suatu perjanjian antara seorang (pihak yang memborngkan pekerjaan) dengan seorang lain (pihak yang memborong pekerjaan), dimana pihak pertama menghendaki sesuatu hasil pekerjaan yang disanggupi oleh pihak lawan, atas pembayaran suatu jumlah tertentu sebagai harga pemborongan.41

Dengan demikian hubungan antara perikatan dan perjanjian adalah bahwa perjanjian itu menerbitkan perikatan. Perjanjian adalah sumber perikatan,

40

MunirFuady, KontrakPemborongan Mega Proyek, PT.CitraAdityaBakti Bandung, 1998, hal.6

41

(8)

disampingnya sumber-sumber lain. Suatu perjanjian juga dinamakan persetujuan, karena dua pihak itu setuju untuk melakukan sesuatu. Dapat dikatakan bahwa dua perkataan (perjanjian dan persetujuan) itu adalah sama artinya. Perkataan kontrak, lebih sempit karena ditujukan kepada perjanjian atau persetujuan yang tertulis.

C. Sifat dan Bentuk Perjanjian Pemborongan

Perjanjian pemborongan bersifat konsensuil, artinya perjanjian pemborongan itu ada atau lahir sejak adanya kata sepakat antara kedua belah pihak yaitu pihak yang memborongkan dan pihak pemborong mengenai pembuatan suatu karya dan harga borongan/kontrak.42

Perjanjian pemborongan bentuknya bebas (vormvrij) artinya perjanjian pemborongan dapat dibuat secara lisan maupun tertulis. Dalam prakteknya, apabila perjanjian pemborongan yang menyangkut harga borongan kecil biasanya perjanjian pemborongan dibuat secara lisan, sedangkan apabila perjanjian

Dengan adanya kata sepakat tersebut perjanjian pemborongan mengikat kedua belah pihak, artinya para pihak tidak dapat membatalkan perjanjian pemborongan tanpa persetujuan pihak lainnya. Jika perjanjian pemborongan dibatalkan atau diputuskan secara sepihak, maka pihak lainnya dapat menuntutnya.

Dengan demikian pelaksanaan perjanjian pemborongan selain mengindahkan pada ketentuan KUH Perdata juga dalam peraturan standartnya. Peraturan standartnya perjanjian pemborongan selain berlaku bagi perjanjian pemborongan mengenai perjanjian umum yang diborongkan oleh instansi pemerintah, juga dinyatakan berlaku bagi pemborongan oleh pihak swasta.

(9)

pemborongan yang agak besar maupun yang besar biasanya perjanjian pemborongan dibuat dengan tertulis, baik akte dibawah tangan maupun dengan akte outentik.

Khusus perjanjian pemborongan proyek pemerintah harus dibuat secara tertulis yang dituangkan dalam bentuk formulir-formulir tertentu yang isinya ditentukan secara sepihak oleh pihak yang memborongkan berdasarkan peraturan standart yaitu A.V. 1941 yang menyangkut segi yuridis dan segi teknisnya yang ditunjuk dalam rumusan kontrak.43

1. Luasnyapekerjaan yang

harusdilaksanakandanmemuaturaiantentangpekerjaandansyarat-syaratpekerjaan yang disertaidengangambar (bestek) dilengkapidenganuraianbahan material, alat-alat, dantenagakerja yang dibutuhkan.

D. Isi PerjanjianPemboronganPekerjaan

Isi perjanjianpemboronganpadaumumnyaadalahsebagaiberikut :

2. Penentuantentanghargapemborongan.

3. Mengenaijangkawaktupenyelesaiansengketa. 4. Mengenaisanksidalamhalterjadinyawanprestasi. 5. TentangresikodalamhalterjadiOvermacht. 6. Penyelesaianjikaterjadiperselisihan.

7. Hakdankewajibanpihakdalamperjanjianpemborongan.

43

(10)

E. Pihak-pihak dalam Perjanjian Pemborongan

Perjanjian pemborongan bersifat konsensuil, artinya perjanjianpemborongan lahir sejak adanya kata sepakat antara kedua belah pihak, yaitupihak yang memborongkan dengan pihak pemborong mengenai suatu karya danharga borongan/kontrak. Dengan adanya kata sepakat tersebut, perjanjianpemborongan mengikat kedua belah pihak artinya para pihak tidak dapatmembatalkan perjanjian tanpa persetujuan pihak lainnya.

Dengan adanya perjanjian pemborongan selalu ada pihak-pihak yang terkait dalam perjanjian pemborongan. Adapun pihak-pihak yang terlibat adalah:

1. Pemberi Tugas (Bouwheer)

Pemberi tugas dapat berupa perorangan, badan hukum, instansi pemerintah ataupun swasta. Sipemberi tugaslah yang mempunyai prakarsa memborongkan bangunan sesuai dengan kontrak dan apa yang tercantum dalam bestek dan syarat-syarat. Dalam pemborongan pekerjaan umum dilakukan oleh instansi pemerintah, direksi lazim ditunjuk dari instansi yang berwenang, biasanya dari instansi pekerjaan umum atas dasar penugasan ataupun perjanjian kerja.44

b.Apabila yang memborongkan pihak pemerintah sedangkan pemborongnya pihak swasta, maka hubungan hukumnya disebut perjanjian

Hubungan hukum antara pihak yang memborongkan dengan pihak pemborong diatur sebagai berikut:

a. Apabila yang memborongkan maupun pemborong keduanya pemerintah, maka hubungan hukumnya disebut hubungan kedinasan.

(11)

pemborongan yang dapat berupa akta di bawah tangan, Surat Perintah Kerja (SPK), Surat Perjanjian Kerja/Kontrak.

c. Apabila yang memborongkan maupun pemborong keduanya pihak

swasta, maka hubungan hukumnya disebut perjanjian pemborongan yang dapat berupa akta di bawah tangan, Surat Perintah Kerja (SPK), Surat Perjanjian Pemborongan/ Kontrak.Adapun hubungan antara pemberi tugas dengan perencana jika pemberi tugas adalah pemerintah dan perencana juga dari pemerintah maka terdapat hubungan kedinasan. Jika pemberi tugas dari pemerintah dan atau swasta, perencana adalah pihak swasta yang bertindak sebagai penasihat pemberi tugas, maka

hubungannya dituangkan dalam perjanjian melakukan jasa-jasa tunggal. Sedangkan apabila pemberi tugas dari pemerintah atau swasta dengan perencana dari phak swasta yang bertindak sebagai wakil pemberi tugas (sebagai direksi) maka hubungannya dituangkan dalam perjanjian pemberian kuasa (Pasal 1792-1819 KUH Perdata).

2. Pemborong (kontraktor)

(12)

Dalam perjanjian pemborongan,pemborong dimungkinkan menyerahkan sebagian pekerjaan tersebut kepadapemborong lain yang merupakan subkontraktor berdasarkan perjanjiankhusus.

a. Bentuk badan usaha pemborong b. Kualifikasi usaha jasa pemborong

Penggolongan kualifikasi usaha jasa perencana konstruksi danusaha jasa pengawas konstruksi didasarkan pada kriteriatingkat/kedalaman kompetensi dan potensi kemampuan usaha, sertakemampuan melakukan perencanaan dan pengawasan pekerjaan.45

1. Proyekbangunantelahselesaidikerjakandanmasapemeliharaantelahberakhir. Penyerahanbangunandilakukanolehpihakpemborongkepadapihaklpemberit ugassetelahproyekbangunantelahselesaisecarakeseluruhan (100%) yang

dinyatakandenganberitaacaraserahterimaproyekbangunan yang ditandatanganiuntukkeduabelahpihaksertadilampiriberitaacarahasilpemerik

saanolehtimpenelitiserahterimaproyekbangunan.

F. JangkaWaktuPerjanjianPemboronganPekerjaan

Berakhirnyaperjanjianpemboronganapabila :

2. Pihak yang

memborongkanmenghentikanpemberipemborongannyameskipunpekerjaan nyatelahdimulai,

(13)

hilangkarenanya (Pasal 1611 KUHPerdata). Pemborongbangunanjugadapatberakhirmelaluiputusanpengadilan,

yaituapabilaapa yang telahdikerjakanolehpemborongtidaksesuaidenganisiperjanjianmeskipuntela

hdiperingatibeberapa kali makadalamhalinipemberitugas (bouwheer) dapatmemintapengadilansupayahubungankerjadiputuskanmeskipunpekerja anmemberikangantikerugiansepenuhnyakepadapemboronggunapelaksanaa npekerjaan.

Di samping Pasal 1381, KUH Perdata yang mengatur hapusnya perjanjian, kontrak bangunan dapat berakhir apabila: 46

3. Pihak yang memborongkan menghentikan pemborongannya meskipun pekerjaannya telah dimulai, asal ia memberikan ganti rugi sepenuhnya kepada pemborong untuk segala biaya yang telah dikeluarkannya guna 1. Isi perjanjian telah selesai dilaksanakan (dalam hal ini bangunan telah

selesai).

2. Di samping itu, perjanjian pemborongan bangunan juga dapat berakhir melalui putusan hakim yaitu apabila ada yang telah dikerjakan oleh si pemborong tidak sesuai dengan isi perjanjian, pihak yang memborongkan dapat memintakan kepada hakim supaya hubungan kerja diputuskan meskipun pekerjaan sudah dimulai sepanjang yang memborongkan memberikan ganti rugi sepenuhnya kepada si pemborong untuk mengganti biaya yang telah dikeluarkan oleh si pemborong guna pekerjaan tersebut.

46

(14)

pekerjaannya serta untuk keuntungan yang terhilang karenanya” (Pasal 1611 KUH Perdata). Juga sebaliknya, pihak pemborong juga melakukan ha; yang sama yaitu menghentikan pekerjaannya asalakan pemborong tersebut bersedia mengganti kerugian yang diderita oleh pihak yang memborongkan akibat dihentikannya pekerjaan tersebut. Dengan demikian, berarti undang-undang memberi kemungkinan untuk mengakhiri perjanjian itu secara sepihak dengan segala konsekuensinya. Pihak yang memborongkan membayar ganti rugi kepada pemborong yang tidak saja terdiri atas segala biaya yang dikeluarkannya dalam pemborongan tersebut, tetapi juga atas segala keuntungan yang sedianya akan diperoleh pemborong.

4. Wafatnya si pemborong tetapi yang memborong wajib membayar kepada ahli warisnya pemborong harga pekerjaan yang telah dikerjakan menurut imbangannya terhadap harga pekerjaan yang telah dijanjikan dalam persetujuan, serta harga bahan-bahan bangunan yang telah disediakan, asal pekerjaan atau bahan tersebut dapat mempunyai sesuatu manfaat baginya (Pasal 1612 KUH Perdata). Selain itu pemutusan perjanjian yang mengakibatkan berhentinya/hapusnya perjanjian juga dapat terjadi karena adanya kepailitan, surseanse dan karena adanya pensitaan terhadap benda benda milik pemborong.47

(15)

Suatuperjanjiandalampe;aksanaannyaadakemungkinantidaksesuaidengan yang diperjanjikannyaataumungkintidakdapatdilaksanakankarenahambatan-hambatandalampelaksanaannya. Hambatan-hambatandalampelaksanaanperjanjianadalahsebagaiberikut :

1. KeadaanMemaksa (Overmacht)

Adalahbahwadebiturterhalangmemenuhiprestasinyakarenasuatukea

daan yang tidakterdugalebihdahuludantidakdapatdipertanggungkankepadanya,

makadebiturdibebaskanuntukmenggantibiaya, rugidanhutang-hutang. Maksudnyadalamhukumperjanjianadalahkewajibanmemikulkerugi

an yang disebabkankarenasuatukerja di luarkesalahansalahsatupihak.Persoalanresikoituberpokokpangkalpadaterja

dinyasuatuperistiwa di luarkesalahansalahsatupihak yang mengadakanperjanjian.Dengan kata lainberpokokpangkalpadakejadian yang dalamhukumperjanjiandinamakankeadaanmemaksa. Persoalanresikoadalahbuntutdarisuatukeadaanmemaksa,

sebagaimanagantikerugianadalahbuntutdariwanprestasi.Soalresikodiaturda lambagianumumbuku III.

Untukdapatdikatakansuatu“ keadaanmemaksa” (Overmacht forcemajeur), selainkeadaanitu “di luarkekuasaankontraktordanmemaksa”, keadaan yang timbulitujugaharusberupasuatukeadaan yang tidakdapatdiketahuipadakontraktor.

(16)

demikianitu, tuntutanpemberitugasakanditolakoleh hakim

dansikontraktorterliputdaripenghukuman, baikyang berupapenghukumanuntukmemenuhiperjanjianmaupununtukmembayarpen

ggantiankerugian. 2. Wanprestasi

Adalahapabilaseseorangdebiturtidakmelakukanprestasisamasekalia taumelakukanprestasi yang keliruatauterhambatmelakukanprestasi. Wanprestasi (kelalaianataukealpaan) seorangdebiturdapatberupa 4 (empat) macam, yaitu :

a. Tidakmelakukanapa yang disanggupiuntukdilakukan.

b. Melaksanakanapa yang diperjanjikan, tetapitidaksebagaimana yang diperjanjikan.

c. Melakukanapa yang diperjanjikantetapiterhambat.

d. Melakukansesuatu yang menurutperjanjiantidakbolehdilakukan. Apabiladebituratausiberhutangtidakdapatmemenuhiprestasinya,

makakrediturbisamemintapemenuhannyaataumemberiperingatan agar debiturmemenuhiprestasi.Setelahdiperingatkandanditagihternyatadebiturtidakdapa

tmemenuhi,

makadebiturdebiturdinyatakalalaidaniaberadadalamkeadaanwanprestasi.

Sebagaiakibatdariwanprestasi, makapemborong (bouwheer) sebagaikrediturdapatmengajukantuntutan.

(17)

3. Gantikerugian.

Dalam pelaksanaan pekerjaan, kemungkinan timbul wanprestasi yang dilakukan oleh para pihak dalam perjanjian. Dalam keadaan demikian berlakulah ketentuan-ketentuan yang wajib dipenuhi yang timbul akibat wanprestasi, yaitu kemungkinan pemutusan perjanjiann, pengganti kerugian atau pemenuhan.48

Jika pemborong tidak dapat menyelesaikan pekerjaan menurut waktu yang ditetapkan atau menyerahkan pekerjaan dengan tidak baik, maka atas gugatan dari si pemberi tugas, hakim dapat memutuskan perjanjian tersebut sebagian atau seluruhnya beserta segala akibatnya. Akibat pemutusan perjanjian disini adalah pemutusan untuk waktu yang akan datang (ontbinding voor de toekomst), dalam arti bahwa mengenai pekerjaan yang telah diselesaikan/dikerjakan akan tetap dibayar (nakoming van het verlenden), namun mengenai pekerjaan yang belum dikerjakan itu yang diputuskan.49

48

Sri Soedewi M. Sofwan, Op.Cit,. hlm 82

49

Ibid,. hlm 83

(18)

keadaan tersebut di atas si pemberi tugas dapat menyuruh orang lain untuk menyelesaikan pemborongan itu, sesuai dengan anggaran yang telah ditetapkan.50

Jika terjadi pemutusan perjanjian, si pemborong selain wajib membayar denda-denda yang telah diperjanjikan juga wajib membayar kerugian yang berupa ongkos-ongkos (biaya), kerugian yang diderita dan bunga yang harus dibayar.51Dalam hal terjadi wanprestasi oleh pemborong, maka pemberi tugas terlebih dahulu memberikan tegoran/penagihan agar pemborongmemenuhi kewajibannya sebagaimana diperjanjikan dalam jangka waktu yang layak yang diberikan. Jika setelah adanya tegoran tetapi pemborong tetap mengabaikan peringatan tersebut, maka pemborong dianggap lalai (gerechtelijke akte) perjanjian langsung dapat diputuskan tanpa perantaraan pengadilan.52

Dalam praktek perjanjian pemborongan jika terjadi wanprestasi dari pihak pemborong setelah memberikan peringatan secara tertulis kepada pemborong dan pemborong tetap melalaikannya, maka pemberi tugas menyuruh orang lain untuk menyelesaikan pemborongan tersebut atas biaya/anggaran yang dipikul oleh pemborong atau yang sedianya diterima oleh pemborong.53

Mengenai kewajiban pembayaran denda yang diwajibkan dalam perjanjian dalam hal terjadi kelambatan penyerahan pekerjaan hendaknya diperhatikan bahwa dalam peraturan mengenai pembebanan denda tersebut dengan mengingat

50Ibid

,. hlm 84

51

Ibid,. hlm 85

(19)

ketentuan-ketentuan sebagaimana dikemukakan oleh Bloembergen dalam Contracten met de overheid, sebagai berikut:54

54

Ibid,. hlm 91

1. Denda tersebut baru diwajibkan bayar setelah adanya pernyataan lalai lebih dahulu, jika dalam jangka waktu pernyataan lalai tersebut pemborong tetap tidak dapat memperbaiki kelalaiannya maka pembayaran denda wajib dipenuhi.

2. Pembayaran baru diwajibkan jika pemborong tidak dapat mengemukakan adanya overmacht atau hambatan penyerahan tersebut.

3. Denda itu harus diperinci sesuai dengan keadaan/sifat dari wanprestasi tersebut, sehingga ada denda yang diwajibkan untuk dibayar sekali saja, ada yang dibebankan untuk dibayar setiap hari kelambatan atau dibayar untuk sekian kali dan lain-lain.

4. Gugat untuk pembayaran denda tersebut dan gugat untuk pembayaran pengganti kerugian pada azasnya tidak boleh bersamaan/berganda karena pembayaran kerugian yang telah ditetapkan. Pihak yang dirugikan seharusnya membuktikan bahwa ia menderita kerugian yang lebih besar, padanya terletak beban pembuktian. Jika ia dapat membuktikan kerugian yang diderita tersebut maka di samping denda ia dapat menuntut pengganti kerugian.

(20)

Macam-macamjaminandalamperjanjianpemboronganadalahsebagaiberikut : Bank Garansi / Garansi Bank / Jaminan Bank.

DidalamKeputusanPresidenRepublik Indonesia Nomor 80 tahun 2003 disebutkanbahwaterhitungsejakterbitnyasuratkeputusanpenetapanpenyediabara ng/jasa,

penyediabarang/jasadiwajibkanmenyerahkansuratjaminanpelaksanaansebesar 5% (lima persen) darinilaikontrakkepadapenggunabarang/jasa.

Suratjaminanadalahjaminantertulis yang ditawarkan bank

umum/lembagakeuanganlainnya yang diberikanolehpenyediabarang/jasauntukmenjaminterpenuhinyapersyaratan/kew

ajibanpenyediabarang/jasa.

Bank Garansimerupakansalahsatubentukdaripenanggungan yang diaturdalam Bab XVII Buku III KUHPerdatadariPasal 1820 sampaidenganPasal 1850. Apabilaterjadiwanprestasi yang dilakukanolehdebitur/ terjamin, maka Bank sebagaipenanggung/ penjaminmenggantikankedudukandebitur/ terjamin.Olehkarenaitu bank membayarsejumlahuangkepadakreditur/

penerimajaminan.Sejaksaatitumenjadihubunganantarapihak yang memberikankredit/ kreditur.

(21)

Selainsuratjaminantertulis yang dikeluarkanoleh bank umum, dapatjugadikeluarkan surety bond yaitujaminandalambentukwarkat yang

diterbitkanolehperusahaanasuransikerugian yang mengakibatkankewajibanmembayarterhadappihak yang

(22)

BAB IV

TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PELAKSANAAN PERJANJIAN

PEMBORONGAN BANGUNAN PABRIK KELAPA SAWIT ANTARA

PT.BIMA DWI PERTIWI NUSANTARA DAN PT.MUTIARA SAWIT

LESTARI (STUDI PADA PT.BIMA DWI NUSANTARA PERSERO TBK

JALAN MERAK NO.58 MEDAN)

A.Pelaksanaan Perjanjian Pemborongan oleh PT.Bima Dwi Pertiwi

Nusantara dan PT. Mutiara Sawit Lestari mengenai Pekerjaan Borongan

Pembangunan 1 (satu) Unit Pabrik Kelapa Sawit

Proses terjadinya pekerjaan pemborongan bangunan yaitu pembuatan bangunan 1 (satu) unit pabrik kelapa sawit yakni PT. Mutiara Sawit Lestari selaku owner yang akan membuat pabrik kelapa sawit, menunjuk PT. Bima Dwi Pertiwi Nusantara selaku kontraktor untuk mengerjakan pembangunan pabrik kelapa sawit milik PT. Mutiara Sawit Lestari. Setelah disepakati dibuatlah perjanjian borongan untuk pekerjaan pembangunan pabrik kelapa sawit.

Dalam perjanjian pemborongan bangunan antara PT. Bima Dwi Pertiwi Nusantara dengan PT. Mutiara Sawit Lestari di tandatangani di Medan Nomor : 00027/MSL/2013 pada tanggal 02 Agustus 2013 para pihak yang menandatangani adalah :

(23)

Dalam Hal ini bertindak dalam jabatannya untuk dan atas nama PT. Mutiara Sawit Lestari berkedudukan di Gampong keubon Teumpeun Kecamatan Peureulek Barat Kabupaten Aceh Timur Provinsi Aceh/ Jalan Gatot Subroto – Harapan No. 3 Medan yang selanjutnya disebut Pihak Pertama.

2. NAMA : Ir. H. Sutarno Rusman

Jabatan : Direktur Utama PT. Bima Dwi Pertiwi Nusantara

Dalam Hal ini bertindak dalam jabatannya untuk dan atas nama PT. Bima Dwi Pertiwi Nusantara berkedudukan di Jalan Merak No. 55 Medan Provinsi Sumatera Utara yang selanjutnya disebut Pihak Kedua.51

Hubungan yang terjadi antara pengguna jasa pemborongan dan penyedia jasa adalah hubungan hukum untuk melakukan suatu pekerjaan tertentu bagi pengguna jasa pemborongan dan sebagai kompensasinya penyedia jasa pemborongan mendapatkan sejumlah pembayaran yang telah ditetapkan. Seperti perjanjian pada umumnya maka perjanjian pemborongan juga mengandung prinsip-prinsip hukum perikatan yang tercantum dalam KUHPerdata, yaitu:

Sesuai isi kontrak pekerjaan nomor : 00027/MSL/2013, Pekerjaan pembangunan 1 (satu) unit pabrik kelapa sawit kapasitas 30 – 45 ton bernilai pemborongan Rp.69.488.440.322, jangka waktu penyelesaian sengketa yang disepakati dalam kontrak pekerjaan pemborongan berkisar 365 hari kalender (1 tahun) terhitung sejak tanggal surat perjanjian/ sampai dengan tanggal 01 Agustus 2014.

51

(24)

1. Memenuhi syarat-syarat sahnya suatu perjanjian (pasal 1320);

2. Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-udang bagiyang membuatnya dan harus dilaksanakan dengan itikad baik (Pasal 1338); 3. Perjanjian hanya berlaku antara para pihak yang membuatnya (pasal 1340);

Berdasarkan hasil penelitian terhadap dokumen perjanjian pemboronganyang merupakan dasar dari pelaksanaan kerja dapat diketahui bahwa perjanjian pemborongan harus dibuat dalam bentuk tertulis, namun tidak dijelaskan lebih lanjut mengenai apakah perjanjian tersebut dibuat dalam bentuk otentik atau perjanjian dibawah tangan.Biasanya para pengguna jasa telah menyiapkan substansi kontrak secara sepihak, sedangkan pihak penyedia jasa dalam hal ini pemborong tinggal mempelajari substansi kontrak tersebut. Apabila pemborong menyetujuinya maka ia menandatangani kontrak tersebut. Pada dasarnya kontrak kerja konstuksi ini dibuat secara terpisah sesuai tahapan dalam pekerjaan konstruksi, yang terdiri dari kontrak kerja konstruksi untuk pekerjaan perencanaan, pekerjaan pelaksana konstruksi, dan kontrak kerja untuk pekerjaan pengawasan.Namun tidak tertutup kemungkinan dilakukan secara integarsi antara kontrak kerja untuk perencana, pekerjaan pelaksana dan pengawasan.

(25)

pemborongan menggunakan standar kontrak atau contoh Surat Perjanjian Kerja (SPK) yangdibuat oleh pimpinan perusahaan pemberi borongan pekerjaan.

Kontrak pemborongan dibuat dalm rangkap 2 (dua) yang sama isinya dankekuatan hukumnya, yang mana kontrak tersebut bermaterai cukup dan ditandatangani oleh para pihak yang terkait. Sebenarnya perjanjian pemborongan bukanlan perjanjian baku atau standar karena pihak pemborong mempunyai hak untuk ikut serta dalam merumuskan perjanjian.Demikian juga pada perjanjian pemborongan bangunan antara PT. Bima Dwi Pertiwi Nusantara Pertiwi dengan PT. Mutiara Sawit Lestari yang diperoleh melalui proses negoisasi dimana dalam perjanjian pemborongan yang diperoleh dengan cara negoisasi tersebut pihak PT. Bima Dwi Pertiwi Nusantara tinggal menandatangani isi kontrak perjanjian tersebut. Akan tetapi sebelum ditanda tangani perjanjian antara PT. Mutiara Sawit Lestari dengan PT. Bima Dwi Pertiwi Nusantara, pastilah didahului dengan negoisasi kedua belah pihak mengenai pekerjaan yang akan dibuat, biaya-biaya serta hal-hal yangberkaitan dengan segala sesutu dikemudian hari dan nantinya dituangkan dalam suatu perjanjian pemborongan bangunan. Walaupun proses terjadinya pemborongan bangunan antara PT. Mutiara Sawit Lestari denganPT. Bima Dwi Nusantara Pertiwidiperoleh dengan proses negosiasi, namun secara profesional pihak pemborong berusaha untuk menaati isi perjanjian yang berlaku bagi kedua belah pihak.

(26)

1. Penguasaan materi perjanjian meliputi objek dan syarat-syarat atau ketentuanyang akan disepakati.

2. Penafsiran-penafsiran klausul perjanjian 3. Bahasa dalam perjanjian

4. Peraturan perudang-undangan yang terkait 5. Penyelesaian sengketa

Untuk mengindari kesalahan dalam perumusan dan pembuatan perjanjiandan mengantisipasi munculnya konflik, sebaiknya dipergunakan jasa konsultasi hukum dan notaris, supaya kerja sama dapat berjalan dengan baik.

Pada proses penyelesaian pekerjaan jika terjadi penundaan penyelesaian bangunan maka perubahan jangka waktu pekerjaan/perpanjangan waktu hanya bisa dibenarkan dalam hal :

a. Adanya alasan tekhnis yang di beritahukan secara tertulis oleh pihak owner (pemberi borongan pekerjaan);

b. Penambahan pengurangan pekerjaan atas perintah pihak owner (pemberi borongan pekerjaan);

c. Keadaan kahar (force majeure) yang disetujui pihak owner (pemberi borongan pekerjaan);

(27)

waktu yang disebabkan keadaan kahar (force majeure) yang disetujui pihak owner (pemberi borongan pekerjaan)52

Pihak owner melaksanakan pembayaran pekerjaan dilakukan secara bertahap sampai proses pekerjaan selesai, pemberian Down Payment (pembayaran pertama) disertai jaminan pelaksanaan pekerjaan ini tertuang dalam bentuk Bank Garansi sebagai surety bond dari perusahaan asuransi dengan menerbitkan Berita Acara Serah Terima Pekerjaan. Guna menjamin pelaksanaan pekerjaan yang dilakukan pihak pemborong pekerjaan dengan ketentuan yang disyaratkan, maka dilakukan pengawasan, pemeriksaan, dan pengujian terhadap hal-hal tertentu oleh pihak owner (pemberi borongan pekerjaan) dengan kesepakatan dengan pihak pemborong.Pihak pemborong berkewajiban memberi laporan kemajuan pekerjaan ketika mengajukan permintaan pembayaran, berupa catatan kegiatan harian, mingguan dan bulanan pada pihak owner (pemberi borongan pekerjaan).

Sanksi-sanksi dalam terjadinya yang termuat dalam kontrak pekerjaan pemborongan :

- Apabila akibat kelalaian pihak pemborong pekerjaan terhadap pelaksanaan pekerjaan mengakibatkan kerusakan pada unit-unit maka pihak pemborong pekerjaan wajib membayar kerusakan.

- Besarnya ganti rugi akan ditentukan oleh pihak owner dengan memperhatikan kerugian nyata yang benar-benar di alami oleh pihak owner.

52

(28)

- Pihak pemborong pekerjaan wajib membayar ganti rugi tersebut selambat-lambatnya 50 hari setelah pengajuan klaim ganti rugi dilakukan pihak owner.

Dalam perjanjian ini Para pihak dapat melakukan penyelesaian jika terjadi perselisihan sebagai berikut :

- Pihak yang merasa dirugikan kepentingannya mengirimkan surat permintaan musyawarah dilengkapi dengan uraian mengenai permasalahan dan pandangan pihak tersebut.

- Para pihak sepakat bahwa musyawarah ditetapkan di tempat kedudukan pihak pertama.

- Musyawarah untuk menyelesaikan perselisihan atau perbedaan antar para pihak ditetapkan untuk waktu paling lama 50 hari terhitung sejak surat permintaan musyawarah di terima oleh pihak yang dimintakan untuk musyawarah.

Para Pihak yang mengikat diri dapat melakukan Addendum yang tertuang dalam surat perjanjian yaitu apabila terjadi keadaan-keadaan sebagai berikut :

1. Keadaan kahar yang mengakibatkan perpanjangan waktu pekerjaan; 2. Terjadinya penambahan dan pengurangan objek pekerjaan;

(29)

(lima perseratus) dari nilai borongan selama masa jangka waktu pekerjaan, pasal 4.53

Sesuai isi surat perjanjian kerja nomor :nomor : 00027/MSL/2013 terdapat pasal tentang Masa Pemeliharaan terhadap seluruh hasil pekerjaan selama jangka waktu 6

(enam) bulan setelah serah terima pekerjaan, terhitung dari saat dibuatkannya hingga

serah terima.

Jika terjadi perselisihan sesuai isi perjanjian para pihak dapat melakukan penyelesaian, sebagai berikut :

- Pihak yang merasa dirugikan kepentingannya mengirimkan surat permintaan musyawarah dilengkapi dengan uraian mengenai permasalahan dan pandangan pihak tersebut.

- Para pihak sepakat bahwa musyawarah ditetapkan di tempat kedudukan pihak pertama.

- Musyawarah untuk menyelesaikan perselisihan atau perbedaan antar para pihak ditetapkan untuk waktu paling lama 50 hari terhitung sejak surat permintaan musyawarah di terima oleh pihak yang dimintakan untuk musyawarah.

Menurut Pasal 1313 KUH Perdata, Perjanjian adalah Perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih. Dari peristiwa ini, timbullah suatu hubungan hukum antara dua orang atau

53

(30)

lebih yang disebut Perikatan yang di dalamya terdapat hak dan kewajiban masing-masing pihak.54

54

Ditandatanganinya perjanjian pemborongan bangunan 1 unit pabrik minyak kelapa sawit, maka pada saat itu juga telah terjadi kesepakatan yang mengikat antara pihak-pihak yang mengadakan perjanjian yaitu pihak pertama selaku owner, dengan adanya kesepakatan antara pihak kedua selaku kontraktor, maka akan mempunyai kekuatan mengikat secara hukum sehinggaakan timbul hak dan kewajiban para pihak.

Hubungan yang terjadi antara pengguna jasa pemborongan dan penyedia jasa adalah hubungan hukum untuk melakukan suatu pekerjaan tertentu bagi penggunasa jasa pemborongan dan sebagai kompensasinya penyedia jasa pemborongan mendapatkan sejumlah pembayaran yang telah ditetapkan.

Meninjau pada isi surat perjanjian yang berlaku pada kontrak kerja antara PT. Bima Dwi Pertiwi Nusantara dan PT. Mutiara Sawit Lestari, maka penulis melihat pada prinsip-prinsip hukum perikata dan perjanjian pemborongan, seperti perjanjian pada umumnya maka perjanjian pemborongan juga mengandung prinsip-prinsip hukum perikatan yang tercantum dalam KUHPerdata, yaitu :

1. Memenuhi syarat-syarat sah suatu perjanjian (pasal 1320 KUHPerdata). 2. semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai Undang-Undang

(31)

3. Perjanjian hanya berlaku antara pihak yang membuatnya (pasal 1340 KUHPerdata).

Pasal 1604 mengatakan :

“Dalam pemborongan pekerjaan dapat ditetap persetujuan bahwa si pemborong

hanya atau melakukan pekerjaan saja/bahwa ia juga akan memberikan

bahannya.”55

Adapun mengenai hak dan kewajiban para pihak dalam perjanjian pemborongan pekerjaan bangunan antara lain :56

55

Ibid. pasal 1604 KUHPerdata

56

Surat Perjanjian Kerja antara PT. Bima Dwi Pertiwi Nusantara dan PT. Mutiara Sawit Lestari, nomor: 00027/MSL/2013, pasal 8 dan pasal 10

1. Pihak Pemberi Pekerjaan Pemborongan Bangunan :

a. Hak Pemberi tugas dapat dibagi menjadi 2 bagian yaitu :

1). Hak utama yaitu menerima hasil pekerjaan secara utuh dan sesuai ketentuan yang dibuat dalam perjanjian diterima sesuai dengan keinginan pihak pemberi tugas dan diselesaikan sesuai jadwal waktunya.

2). Hak tambahan adalah :

a). Mengetahui jalannya pekerjaan pemborongan di lapangan.

b). Mengecek jalannya pelaksanaan pekerjaan di lapangan apakah sudah sesuaidengan perjanjian atau tidak.

(32)

Kewajiban pihak pemberi kerja (owner) dapat dibagi menjadi 2 bagianyaitu :57

b). Berhak menuntut tambahan biaya atas kenaikan harga barang atau jasa sehubungan dengan pekerjaan itu dengan syarat telah a. Kewajiban utama adalah melakukan pembayaran sesuai dengan nilai

kontrakdari pihak pemborong jika pemborong telah menyelesaikan pekerjaannya.

b. Kewajiban tambahan yaitu :

1). Membayar uang maka pekerjaan (down payment) kepada pihak pemborongsetelah menerima jaminan pelaksanaan dari pihak pemborong.

2). Memberikan pengarahan dan bimbingan apabila dalam pelaksanaan pekerjaanlapangan terdapat hal-hal menyimpang di luar isi perjanjian. 3). Memberikan biaya tambahan atas kenaikan harga atau jasa sehubungan

dengan pekerjaan tersebut. 2. Pihak Pemborong

a. Hak pihak pemborong dapat dibagi menjadi 2 bagian yaitu :

1). Hak utama adalah menerima pembayaran sebesar nilai kontrak dari pihak pemberi tugas.

2). Hak tambahan :

a). Hak mendapatkan uang muka (down payment) dari pihak pemberi borongan pekerjaan bangunan sesuai dengan yang diperjanjikan.

(33)

mendapatkan izin dari pemberi borongan pekerjaan tentang klaim yang diajukan pihak pemborong.

c). Berhak menuntut tambahan biaya atas kenaikan harga barang atau jasasehubungan dengan perkerjaan itu dengan syarat telah

mendapat ijin dari pemberiborongan pekerjaan tentang klaim yang diajukan pihak pemborong.

d). Mendapat pengarahan dan bimbingan dari pemberi tugas dalam melaksanakanpekerjaan pemborongan bangunan.

b. Kewajiban pihak pemborong pekerjaan dapat dibagi menjadi 2 (dua) bagianyaitu :58

b). Mengadakan tindakan preventif agar pelaksanaan pekerjaan dapatdilaksanakan dengan cara yang benar dan tidak 1). Kewajiban utama adalah menyelesaikan pekerjaan pemborongan

pekerjaanbangunan yang diberikan pihak pemberi borongan pekerjaan.

2). Kewajiban tambahan, antara lain meliputi :

a). Menaati dan melaksanakan ketentuan umum yang berlaku di Indonesiatermasuk ketentuan mengenai hubungan ketenagakerjaan dan keselamatan kerja.Harus menyelesaikan pekerjaannya sendiri, tidak boleh menyerahkan ataumenguasakan secara keseluruhan kepada pihak ketiga.

.

58

(34)

membahayakan keselamatan, baikbagi para pekerja atau yang berdampak buruk bagi masyarakat sekitar.

c). Pemborong wajib mengasuransikan tenaga kerjanya dan harus melaporkanpada pemberi tugas.

d). Melakukan pekerjaan pemeliharaan pekerjaan selama 30 (tiga puluh) harisejak penyerahan pertama dilakukan

e). Membuat laporan setengah harian dan setengah bulan atas kemajuan fisikyang dicapai dalam pelaksanaan pekerjaan f). Mengadakan pemberitahuan secara tertulis apabila terjadi force

majeure padapihak pemberi tugas.

g). Jika ada kekurangan atau kekeliruan dalam gambar bestek, maka pemborongwajib memberitahukan pada pemberi tugas dan pemborong wajib bertanggungjawab atas kekurangan serta keamanan dan konstruksi hasil pekerjaan, sehinggajika pekerjaan yang tidak baik, pemborong masih berkewajiban memperbaiki atasbiaya pemborong sampai baik dan diterima pihak pemberi tugas.

B.Kendala dan Hambatan dalam penyelesaian perjanjian Pemborongan

oleh PT. Bima Dwi Pertiwi Nusantara danPT. Mutiara Sawit Lestari

(35)

melaksanakan seluruh pekerjaan yang diberikan oleh pihak owner,proses pembangunan dikerjakan oleh tenaga ahli dan berpengalaman karena pihak pemborong tidak diperbolehkan menyerahkan pekerjaan baik sebagian maupun seluruhnya kepada pihak lain. Pihak pemborong wajib dan bertanggung jawab atas keselamatan kerja yang dipersyaratkan untuk melaksanakan pekerjaan tersebut dan wajib mematuhi seluruh ketentuan peraturan perundang-undangan. Pihak pemborong wajib dan bertanggung jawab atas kecelakaan kerja yang menimpa pekerja pihak pemborong dan kecelakaan/kerugian terhadap pihak lain yang terjadi di lokasi pekerjaan atau pada saat melakukan pekerjaan.59

Pengertian yang diberikan pada force majeure,peristiwa yang dapat dikategorikan sebagai penyebab terjadinya force majeurepun berkembang.Awalnya, hanya peristiwa-peristiwa yang dikategorikan sebagaibencana yang murni disebabkan oleh alam, seperti banjir, tanah longsor, dangempa bumi.Kemudian, berkembang ke peristiwa-peristiwa yang dikategorikansebagai bencana yang disebabkan oleh perbuatan manusia, seperti kerusuhan,pemberontakan, dan bencana nuklir.Selain kedua penyebab itu, peristiwa-peristiwa lain yang disebabkan olehkeadaan darurat, kebijakan pemerintah, dan kondisi teknis yang berada di luarkemampuan para pihak pun

Perikatan yang bersifat timbal balik senantiasa menimbulkan sisi aktif dan sisi pasif.Sisi aktif menimbulkan hak penyedia jasa dan pengguna jasa untuk menuntut pemenuhan prestasi sedangkan sisi pasif menimbulkan beban kewajiban bagi kedua belah pihak yang terikat kontrak.

59

(36)

akhirnya dimasukkan sebagai peristiwa yang dapatmenyebabkan terjadinya force majeure.Hal ini menunjukkan bahwa peristiwayang dapat dikategorikan sebagai penyebab force majeure tidak hanya disebabkanoleh alam, melainkan berkembang pada peristiwa-peristiwa yang disebabkanoleh tindakan manusia, yang dahulu tidak dapat dikategorikan sebagai peristiwapenyebab terjadinya force majeure.Bahkan dalam perkembangan terakhir, tindakanpemerintah, baik melalui peraturan perundang-undangan yang dikeluarkannya ataumelalui kebijakan, juga dikategorikan sebagai peristiwa penyebab force majeure.Namun, semua penyebab itu di luar sepengetahuan para pihak ketikamereka menyetujui perjanjian.Dengan begitu, semua peristiwa yang berada diluar pengetahuan para pihak dapat saja dimasukkan sebagai peristiwa yang dapatmenyebabkan terjadinya force majeure,

dengan catatan bahwa peristiwa tersebutharus disepakati oleh para pihak.

Adapun hal-hal yang terjadi di luar kekuasaan pihak pemborong, karena bukan kelalaian atau kesalahan pihak pemborong, keadaan yang terjadi dianggap

(37)

pengerjaan yang tertunda karena keadaan kahar tersebut.Apabila permohonan tersebut tidak diajukan oleh pihak pemborong maka pihak pemborong tidak dapat mempergunakan alasan kahar dan kepada pihak pemborong diwajibkan menyelesaikannya pekerjaannya dalam batas waktu yang telah ditentukan.60

Dalam Melaksanakan perjanjian pemborongan pembagunan 1 (satu) buah pabrik kelapa sawit di Aceh apabila timbul suatu sengketa dimana salah satu pihak tidak memenuhi kewajibannya sesuai dengan yang tercantum dalam perjanjian pemborongan sehingga pihak lain merasa dirugikan, maka kedua belah

Melihat pada masalah yang terjadi pada kontrak kerja PT. Bima Dwi Nusantara Pertiwi kendala penulis menemukan bahwa keterlambatan proses pembayaran dari pihak owner yang menyebabkan tertundanya proses penyelesaian bangunan sesuai dengan jangka waktu yang sudah ditetapkan pada surat perjanjian yang berlaku. Pihak owner mengalami kekurangan dana sehingga membuat proses pembayaran jadi terhambat, menjawab hal tersebut maka para pihak melakukan musyawarah dan kesepakatan untuk melanjutkan proses penyelesaian bangunan pabrik dengan menerbitkan Addendum nomor: 00025/MSL/2015 sebagai lanjutan dari penyelesaian pekerjaan.Addendum berisi persetujuan untuk melanjutkan kembali pembangunan pabrik yang tertunda dengan ketentuan-ketentuan yang berlaku yang sudah disepakati.

C. Upaya Hukum yang dipergunakan dalam perjanjian pemborongan oleh

para pihak yang mengikat diri.

60

(38)

pihak yaitu PT. Bima Dwi Nusantara Pertiwi dengan PT. Mutiara Sawit Lestari sebagai pihak pemberi pekerjaan (owner) dan pihak pemborong akan berusaha untuk menyelesaikan secara musyawarah. Berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah pasal 94 ayat (1) dan (2) bahwa dalam hal terjadi perselisihan antara para pihak dalam penyediaan Barang/Jasa Pemerintah, para pihak terlebih dahulu menyelesaikan perselisihan tersebut melalui musyawarah untuk mufakat.61

- keterlambatan pelaksanaan pekerjaan yang diakibatkan terjadinya keadaankahar tidak dapat dikenakan sanksi;

Berdasarkan penelitian diatas para pihak yang berkaitan melaksanakan penyelesaian pemborongan mengalami penundaan pekerjaan yang disebabkan keadaan memaksa (force majeure) disebabkan kurangnya dana pihak pemberi kontrak (owner) untuk pembayaran proses penyelesaian bangunan, untuk itu upaya musyawarah dan mufakat dilakukan mencari solusi dari keadaan yang terjadi. Pengaturan akibat terjadinya force majeure dalam peraturan perundang-undangandan kontrak ditinjau dari dua segi utama, yaitu terhadap perjanjian itu sendiri: apakah dihentikan, dihentikan sementara, atau tetap dilanjutkan, dan terhadap pihak mana yang akan menanggung risiko.

Akibat terjadinya force majeure yang diatur dalam peraturan perundang-undangan ketentuan Pengadaan Barang dan Jasa terjadinya force majeure

mengakibatkan:

(39)

- pihak yang menanggung kerugian akibat terjadinya keadaan kahardiserahkan pada kesepakatan para pihak.

Terkait dengan keberlanjutan kontrak sehubungan dengan force majeure, pengaturannya pun tidak sama pada setiap perjanjian, pada kasus ini kesepakatan para pihak, artinya tidak disebutkan secarategas dalam kontrak apakah dihentikan, dihentikan sementara (ditunda), atau dilanjutkan, hal yang terdapat dalam Kontrak Pemborongan Pembangunan 1 (satu) buah pabrik kelapa sawit oleh PT. Bima Dwi Nusantara Pertiwi kontrak tetap dilanjutkan setelah peristiwa force majeure

(40)

BAB V

Kesimpulandan Saran

A. Kesimpulan

Berdasarkanuraiantersebutdiatas,

makapenulisdapatmemberikankesimpulansebagaiberikut :

1. PengaturanPelaksanaanperjanjianpekerjaan Pembangunan 1 (satu)

buahPabrikKelapaSawittelahsesuaidenganditinjaudariPeraturanPerundang-undangan, sedangkan di tinjaudariisikontrakPerjanjiannomor : 00027/MSL/2013,

telahterjadisuatukeadaanKaharyaitupekerjaanbelumterselesaikansampiberakh irjangkawaktupelaksanaan,

inidisebabkankurangnyadanauntukpenyelesaianolehpihakpemberiboronganpe

kerjaan (owner). Dalamkasusiniparapihakbersepakatmelakukanperubahandalamkontrakdengan

menerbitkan Addendum untukmenghindaripermasalahanbarudaripekerjaantersebut.

2. Kendala yang terjadipada proses

penyelesaianinimurnibukankesalahanpihakpemborong,

tetapihaltersebutterjadikarenakesiapandanadaripihakpemberipekerjaan yang

(41)

seharusnyadapatdiselasaikantepatwaktuharusmengalamipenundaanakibatdarit erhentinyadana yang diberikanuntukmenyelesaikanpembangunantersebut.

3. BerdasarkanPeraturanPresidenNomor 54 Tahun 2010 tentangPengadaanBarang/JasaPemerintahpasal 94 ayat (1) dan (2) bahwadalamhalterjadiperselisihanantaraparapihakdalampenyediaanBarang/Ja saPemerintah,

parapihakterlebihdahulumenyelesaikanperselisihantersebutmelaluimusyawara huntukmufakat. Mengacudariperaturanpresidentersebutmakaupaya yang dilakukanolehkeduabelahpihakadalahmusyawarahuntukmufakatdemi

menjagahubunganbaikkeduabelahpihakselanjutnya.

B. Saran

Adapun saran dalampenulisanskripsiiniadalahsebagaiberikut :

1. Suatukontrakpemborongan yang

dibuatolehparapihakharusmencantumkansanksi-sanksibagiparapihak yang melakukanwanprestasi agar memaksaparapihakterikatkontrakuntuktidakmelakukanwanprestasi.

2. Dalampembuatansuatukontrakkonstruksi, kontrak yang dibuatharusberisikanklausul-klausul yang jelasdanseimbang agar keduabelahpihaktidakakandirugikanolehkontrak yang dibuat.

3. Dalampelaksanaankontrakkerjahendaknyapihakpemberiboronganpekerjaan

(42)
(43)

BAB II

Tinjauan Umum Tentang Perjanjian

A. Pengertian dan Hakekat Perjanjian

Dalam ilmu pengetahuan hukum soal istilah adalah sangat penting. Para ahli hukum dalam mempelajari berbagai sudut dari hukum seperti isi, sifat maksud perluasan. Sebagainya dari berbagai peraturan hukum adalah menemukan dan mempergunakan kata-kata, yang dimaksudkan untuk mengemukakan suatu pandangan atau suatu pendapat. Dengan adanya berbagai pandangan dan pendapat ini, sering kali ada perbedaan antara para pihak ahli hukum. Saling debat mendebat ini memang hal ini orang memikirkan pada suatu hal yang jelek, yaitu hal bertegang-tegang leher dalam mana masing-masing pihak secara maju mundur mempertahankan pendirinya, meskipun ada jalan penuh untuk saling mendekati satu sama lain secara melepaskan sebagian dari pendirian itu. Juga dalam hal kedua belah pihak mempunyai penuh goodwill dan kejujuran tentang hal ini, toh masih luaslah lapangannya, dimana mereka baru saja mulai bertukar pikiran satu sama lain. Dalam usaha mereka untuk saling mendekati dalam lapangan yang luasa ini, ada hal pentng yang harus diperhatikan, yaitu janganlah hendaknya ada salah paham antara mereka.8

8

Wirjono Prodjodikoro, Azas-azas Hukum Perjanjian(Bandung: CV. Mandar Maju,2011), hlm

(44)

Untuk seberapa boleh menghindarkan kesalahan paham ini, perlu adanya kata sepakat diantara para ahli hukum tentang arti hukum tentang arti dari kata-kata yang dipergunakannya. Kalau kata-kata sepakat ini tidak ada, niscayalah tidak akan berhasil segala pertukaran pikiran. Masing-masing pandangan akan bersimpang siur dengan tidak terhingga. Dan pada akhirnya orang-orang mengeluarkan berbagai pandangan, berada sama jauhnya satu sama lain seperti semula.

Mengingat ini semua, adalah perlu sebagai pembukaan dari karangan ini dijelaskan dulu arti kata “Hukum Perjanjian”. Yang kini dimaksudkan. Pertama-tama dikemukakan bahwa Hukum Perjanjian ini adalah bagian dari Hukum Perdata yang berlaku di Indonesia. Hal janji adalah suatu sendi yang amat pentingdalam Hukum Perdata. Oleh karena Hukum Perdata banyak mengandung peraturan-peraturan hukum yang berdasar atas janji seorang.

Pengertian lebih sempit ini barang kali memerlukan suatu penjelasan. Dengan mempersempitkan pengertian ini, tidaklah masuk dalam istilah “Hukum Perjanjian” : segala hal yang menurut Burgerlijk Wetboek masuk pengertian

(45)

Dalam hal kewajiban-kewajiban yang menurut Hukum melekat pada perbuatan seorang yang tidak melanggar hukum, masih dapat dikatakan, bahwa seorang itu dianggap tahu adanya hukum itu dan oleh karena itu dapat dianggap berjanji akan melaksankan kewajiban yang ditentukan oleh hukum itu.

Ada baiknya juga kalau dalam bagian pembukaan ini dikemukakan arti sebenarnya dari perkataan “perjanjian” dalam rangkaian kata-kata “Hukum Perjanjian” sebagai pokok soal peninjauan dari karangan ini.

Perjanjian kini penulis artikan sebagai suatu perhubungan hukum mengenai harta benda antara dua pihak, dalam mana suatu pihak berjanji atau dianggap berjanji untuk melakukan sesuatu hal atau tidak melakukan sesuatu hal, sedangkan pihak lain berhak menuntut pelaksanaan janji itu.

Menurut penulis, satu-satunya bagian dari Hukum Perdata yang dalam jangka pendek dapat di kodifikasi ialah Hukum Perjanjian yang saya maksudkan diatas. Maka karangan ini bermaksud juga untuk memberi bahan-bahan kepada pembentuk undang-undang apabila dianggap telah tiba saatnya untuk melaksanakan pasal 102 Undang-undag Dasar sementara perihal bagian hukum ini.9

Dalam praktik dan istilah kontrak atau perjanjian terkadang masih dipahami secara rancu. Banyak pelaku bisnis mencapuradukkan kedua istilah tersebut seolah merupakan pengertian yang berbeda. Burgelijk Wetboek menggunakan istilah overeenkomst dan contract untuk pengertian yang sama. Hal ini secara jelas dapat disimak dari judul Buku III titel kedua tentang

9

(46)

Perikatan yang lahir dari Kontrak atau Perjanjian” yang dalam bahasa belanda yaitu : “Van verbintenissen die uitcontract of overeenkomst geboren worden”pengertian ini di dukung oleh pendapat banyak sarjana antara lain :

Subekti mempunyai pendapat yang berbeda mengenai istilah perjanjian atau persetujuan dengan kontrak. Menurut Subekti istilah kontrak mempunyai pengertian lebih sempit karena ditujukan kepada perjanjian atau persetujuan yang tertulis. Menurut Pothier tidak memberikan pembedaan antara kontrak dan perjanjian, namun membedakan antara kontrak dan perjanjian, namun membedakan pengertian contract dengan convetion (pacte). Disebut

convetion(pacte) yaitu perjanjian dimana dua orang atau lebih menciptakan, menghapuskan (opheffen) atau mengubah (wijzegen) perikatan. Sedangkan

contract adalah perjanjian yang mengharapkan terlaksananya perikatan.10

Peter Mahmud marzuki memberikan argumentasi kritis mengenai penggunaan istilah kontrak atau perjanjian dengan melakukan perbandingan terhadap pengertian kontrak atau perjanjian dalam sistem Anglo-American.

Sistematika Buku III tentang Verbintenissenrecht(Hukum Perikatan) mengatur mengenai overeenkomst yang kalau diterjemahkan kedalam bahasa Indonesia berarti perjanjian. Istilah kontrak merupakan terjemahan dari bahasa inggris

contract. Didalam konsep kontinental, penempatan pengaturan perjanjian pada Buku III BW Indonesia tentang Hukum Perikatan mengindikasikan bahwa perjanjian memang berkaitan dengan masalah Harta Kekayaan (vermogen).11

10

(47)

Terhadap penggunaan istilah kontrak dan perjanjian, saya sependapat dengan beberapa sarjana yang memberikan pengertian sama antara kontrak dengan perjanjian. Hal ini disebabkan fokus kajian saya berlandaskan pada perspektif Burgelijk Wetboek, dimana antara perjanjian atau persetujuan (overeenkomst) mempunyai pengertian yang sama dengan kontrak (contract).

Subektimemberikan definisi perjanjian adalah suatu peristiwa dimana seorang berjanji pada seorang lain atau dimana dua orang itu saling berjanji untuk melakukan sesuatu hal.12

3. Sehingga perumusannya menjadi “perjanjian adalah perbuatan hukum dimana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya atau saling

mengikatkan drinya terhadap satu orang atau lebih”.

Menurut Setiawan rumusan pasal 1313 BW selain tidak lengkap juga sangat luas. Tidak lengkap karena hanya menyebutkan persetujuan sepihak saja. Sangat luas karena dengan digunakannya perkataan perbuatan tercakup dengan digunakannya sukarela dan perbuatan melawan hukum. Sehubungan dengan ini, menurut Setiawan perlu kirannya diadakan perbaikan mengenai definisi tersebut, ialah :

1. Perbuatan yang harus diartikan sebagai perbuatan hukum yaitu perbuatan yang bertujuan untuk menimbulkan akibat hukum;

2. Menambahkan perkataan atau saling mengikatkan dirinya dalam pasal 1313 BW.

Setiawan, Pokok-pokokHukumPerikatanbesertaPerkembangannya. Yogyakarta: Liberty,

(48)

Demikian halnya menurut Suryodiningrat bahwa definisi pasal 1313 BW ditentang beberapa pihak dengan argumentasi sebagai berikut :

1. Hukum tidak ada sangkut pautnya dengan setiap perikatan, dan demikian pula tidak ada sangkut pautnya dengan setiap sumber perikatan.

2. Definisi pasal 1313 BW hanya mengenai persetujuan sepihak (unilateral), satu pihak sajalah yang tidak berprestasi (misal: schenking atau hibah). Seharusnya persetujuan itu berdimensi dua pihak, dimana para pihak saling prestasi.

3. Pasal 1313 BW hanya mengenai persetujuan obligatoir (melahirkan hak dan kewajiban bagi para pihak), dan tidak berlaku bagi persetujuan jenis lainnya (misalnya: perjanjian liberatoir/membebaskan;perjanjian dilapangan hukum keluarga;perjanjian kebendaan;perjanjian pembuktian.14

B. Jenis-jenis Perjanjian

(49)

1. Perjanjian bernama, yaitu merupakan perjanjian-perjanjian yang diatur dalam KUH Perdata. Yang termasuk ke dalam perjanjian ini, misalnya: jual beli, tukar menukar, sewa menyewa, dan lain-lain.

2. Perjanjian-perjanjian yang tidak teratur dalam KUH Perdata. Jadi dalam hal ini para pihak yang menentukan sendiri perjanjian itu. Dan ketentuan-ketentuan yang ditetapkan oleh para pihak, berlaku sebagai undang-undang bagi masing-masing pihak.15

Perjanjian sepihak adalah perjanjian yang dibuat dengan meletakkan kewajiban pada salah satu pihak saja. Misalnya perjanjian hibah. Dalam hibah ini kewajiban hanya ada pada orang yang menghibahkan yaitu memberikan barang yang dihibahkan sedangkan penerima hibah tidak Menurut Sutarno, perjanjian dapat dibedakan menjadi beberapa jenis yaitu:

1. Perjanjian timbal balik

Perjanjian timbal balik adalah perjanjian yang dibuat dengan meletakkan hak dan kewajiban kepada kedua pihak yang membuat perjanjian. Misalnya perjanjian jual beli Pasal 1457 KUHPerdata dan perjanjian sewa

menyewa Pasal 1548 KUHPerdata. Dalam perjanjian jual beli hak dan kewajiban ada di kedua belah pihak. Pihak penjual berkewajiban menyerahkan barang yang dijual dan berhak mendapat pembayaran dan pihak pembeli berkewajiban membayar dan hak menerima barangnya.

2. Perjanjian sepihak

15

R.M. Suryodiningrat, Perikatan-Perikatan Bersumber dariPerjanjian,(Bandung:Tarsito,1978),

(50)

mempunyai kewajiban apapun. Penerima hibah hanya berhak menerima barang yang dihibahkan tanpa berkewajiban apapun kepada orang yang menghibahkan.

3. Perjanjian dengan percuma

Perjanjian dengan percuma adalah perjanjian menurut hukum terjadi keuntungan bagi salah satu pihak saja. Misalnya hibah (schenking) dan pinjam pakai Pasal 1666 dan 1740 KUHPerdata.

4. Perjanjian konsensuil, riil dan formil

Perjanjian konsensuil adalah perjanjian yang dianggap sah apabila telah terjadi kesepakatan antara pihak yang membuat perjanjian. Perjanjian riil adalah perjanjian yang memerlukan kata sepakat tetapi barangnya harus diserahkan. Misalnya perjanjian penitipan barang pasal 1741 KUHPerdata dan perjanjian pinjam mengganti Pasal 1754 KUHPerdata. Perjanjian formil adalah perjanjian yang memerlukan kata sepakat tetapi undang-undang mengharuskan perjanjian tersebut harus dibuat dengan bentuk tertentu secara tertulis dengan akta yang dibuat oleh pejabat umum notaris atau PPAT. Misalnya jual beli tanah, undang-undang menentukan akta jual beli harus dibuat dengan akta PPAT, perjanjian perkawinan dibuat dengan akta notaris.

5. Perjanjian bernama atau khusus dan perjanjian tak bernama

(51)

lain-lain. Perjanjian tak bernama adalah perjanjian yang tidak diatur secara khusus dalam undang-undang. Misalnya perjanjian leasing, perjanjian keagenan dan distributor, perjanjian kredit.16

16

Sutarno, Aspek-aspek Hukum Perkreditan Pada Bank,(Bandung: Alfabeta,2003), hlm 82

Sedangkan menurut Achmad Busro, jenis perjanjian dapat dibedakan menurut berbagai cara, adapun perbedaannya adalah sebagai berikut:

1. Perjanjian timbal balik dan perjanjian sepihak

Perjanjian timbal balik yaitu perjanjian yang dapat menimbulkan kewajiban pokok bagi kedua belah pihak yang melakukannya. Misalnya: kewajiban yang timbul dalam perjanjian jual beli, pihak penjual mempunyai kewajiban pokok menyerahkan barang yang dijualnya, dipihak lain pembeli mempunyai kewajiban untuk membayar harga yang telah disepakati. Perjanjian sepihak yaitu perjanjian dimana salah satu pihak saja yang dibebani suatu kewajiban. Misal: dalam perjanjian pemberian hibah, hanya satu pihak saja yang mempunyai kewajiban.

2. Perjanjian cuma-cuma dan perjanjian dengan alas hak membebani

(52)

3. Perjanjian konsensuil, riil dan formil

Perjanjian konsensuil yaitu adanya suatu perjanjian cukup dengan adanya kata sepakat dari para pihak. Misalnya: Masing-masing pihak sepakat untuk mengadakan jual beli kambing. Perjanjian riil yaitu perjanjian disamping adanya kata sepakat masih diperlukan penyerahan bendanya. Misalnya: Dalam jual beli kambing tersebut harus ada penyerahan dan masih diperlukan adanya formalitas tertentu. Adapun untuk perjanjian formil dalam perjanjian jual beli kambing di atas dengan dibuatkan akta tertentu. 4. Perjanjian bernama, tidak bernama dan perjanjian campuran.

Perjanjian bernama adalah perjanjian yang telah ada namanya seperti dalam buku III KUHPerdata Bab V sampai dengan Bab XVIII. Perjanjian tidak bernama adalah perjanjian yang tidak ada namanya. Ketentuannya diatur dalam buku III KUHPerdata Bab I sampai dengan Bab IV yang merupakan ketentuan umum. Perjanjian campuran adalah perjanjian yang terdiri dari beberapa perjanjian bernama juga kemungkinan pula terdapat perjanjian tidak bernama.

5. Perjanjian kebendaan dan obligatoir

Perjanjian kebendaan yaitu perjanjian untuk menyerahkan hak kebendaan. Sedangkan perjanjian obligatoir yaitu perjanjian yang dapat menimbulkan kewajiban kepada pihak-pihak, misal: jual beli.

(53)

a. Perjanjian liberatoir yaitu perjanjian untuk membebaskan darikewajiban. Misal dalam Pasal 1438 KUHPerdata mengenai pembebasan hutang dan pasal-pasal berikutnya (Pasal 1440 dan Pasal 1442 KUHPerdata).

b. Perjanjian pembuktian, yaitu perjanjian dimana para pihak sepakat menentukan pembuktian yang berlaku bagi para pihak.Perjanjian untung-untungan, seperti yang ada dalam Pasal 1774 yaitu perjanjian yang pemenuhan prestasinya digantungkan pada kejadian yang belum tentu terjadi.

c. Perjanjian publik, yaitu perjanjian yang sebagian atau seluruhnya dikuasai oleh hukum publik karena salah satu pihak bertindak sebagai penguasa. Contoh: Perjanjian yang dilakukan antara mahasiswa tugas belajar (ikatan dinas).17

Perjanjian timbal balik (bilateral contract) adalah perjanjian yang memberikan hak dan kewajiban kepada kedua belah pihak. Perjanjian timbal balik adalah pekerjaan yang paling umum terjadi dalam kehidupan bermasyarakat, misalnya perjanjian jual beli, sewa menyewa, pemborongan bangunan, tukar menukar. Perjanjian sepihak adalah perjanjian yang memberikan kewajiban kepada satu pihak dan hak kepada pihak lainnya, misalnya perjanjian hibah, hadiah. Pihak yang satu berkewajiban

Abdulkadir Muhammad juga mengelompokkan perjanjian menjadi beberapa jenis, yaitu:

1. Perjanjian timbal balik dan perjanjian sepihak

17

(54)

menyerahkan benda yang menjadi obyek perikatan dan pihak yang lainnya berhak menerima benda yang diberikan itu. Yang menjadi kriteria perjanjian jenis ini adalah kewajiban berprestasi kedua belah pihak atau salah satu pihak. Prestasi biasanya berupa benda berwujud baik bergerak maupun tidak bergerak, atau benda tidak berwujud berupa hak, misalnya hak untuk menghuni rumah. Pembedaan ini mempunyai arti penting dalam praktek, terutama dalam soal pemutusan perjanjian menurut pasal 1266 KUHPerdata. Menurut pasal ini salah satu syarat ada pemutusan perjanjian itu apabila perjanjian itu bersifat timbal balik

2. Perjanjian percuma dan perjanjian dengan alas hak yang membebani

Perjanjian percuma adalah perjanjian yang hanya memberikan keuntungan pada satu pihak saja, misalnya perjanjian pinjam pakai, perjanjian hibah. Perjanjian dengan alas hak yang membebani adalah perjanjian dalam mana terhadap prestasi dari pihak yang satu selalu terdapat kontra prestasi dari pihak lainnya, sedangkan antara kedua prestasi itu ada hubungannya menurut hukum. Kontra prestasinya dapat berupa kewajiban pihak lain, tetapi juga pemenuhan suatu syarat potestatif (imbalan). Misalnya A menyanggupi memberikan kepada B sejumlah uang, jika B menyerahlepaskan suatu barang tertentu kepada A. Pembedaan ini mempunyai arti penting dalam soal warisan berdasarkan undang-undang dan mengenai perbuatan-perbuatan yang merugikan para kreditur (perhatikan Pasal 1341 KUHPerdata).

(55)

Perjanjian bernama adalah perjanjian yang mempunyai nama sendiri, yang dikelompokkan sebagai perjanjian-perjanjian khusus karena jumlahnya terbatas, misalnya jual beli, sewa menyewa, tukar menukar, pertanggungan. Perjanjian tidak bernama adalah perjanjian yang tidak mempunyai nama tertentu dan jumlahnya tidak terbatas.

4. Perjanjian kebendaan dan perjanjian obligatoir.

Perjanjian kebendaan (zakelijke overeenkomst, delivery contract) adalah perjanjian untuk memindahkan hak milik dalam perjanjian jual beli. Perjanjian kebendaan ini sebagai pelaksanaan perjanjian obligatoir. Perjanjian obligatoir adalah perjanjian yang menimbulkan perikatan, artinya sejak terjadi perjanjian, timbullah hak dan kewajiban pihak-pihak. Pembeli berhak menuntut penyerahan barang, penjual berhak atas pembayaran harga. Pembeli berkewajiban membayar harga, penjual berkewajiban menyerahkan barang. Pentingnya pembedaan ini adalah untuk mengetahui apakah dalam perjanjian itu ada penyerahan (levering) sebagai realisasi perjanjian dan penyerahan itu sah menurut hukum atau tidak.

5. Perjanjian konsensual dan perjanjian real.

(56)

bahwa setiap prbuatan hukum (perjanjian) yangobyeknya benda tertentu, seketika terjadi persetujuan kehendak serentak ketika itu juga terjadi peralihan hak. Hal ini disebut "kontan dan tunai".18

Penggolongan ini didasarkan pada nama perjanjian yang tercantum didalam Pasal 1319 KUHPerdata dan Artikel 1355 NBW. Di dalam Pasal 1319 Salim H.S. memaparkan jenis perjanjian dengan cara yang sedikitberbeda dibandingkan dengan para sarjana di atas. Salim H.S di dalambukunya menyebutkan bahwa jenis kontrak atau perjanjian adalah:

1. Kontrak Menurut Sumber Hukumnya

Kontrak berdasarkan sumber hukumnya merupakan penggolongan kontrakyang didasarkan pada tempat kontrak itu ditemukan. Perjanjian (kontrak)dibagi jenisnya menjadi lima macam, yaitu:

a. Perjanjian yang bersumber dari hukum keluarga, seperti halnyaperkawinan;

b. Perjanjian yang bersumber dari kebendaan, yaitu yang berhubungan dengan peralihan hukum benda, misalnya peralihan hak milik;

c. Perjanjian obligatoir, yaitu perjanjian yang menimbulkan kewajiban; d. Perjanjian yang bersumber dari hukum acara, yang disebut dengan

bewijsovereenkomst;

e. Perjanjian yang bersumber dari hukum publik, yang disebut denganpublieckrechtelijke overeenkomst;

2. Kontrak Menurut Namanya

(57)

KUHPerdata dan Artikel 1355 NBW hanya disebutkan dua macam kontrak menurut namanya, yaitu kontrak nominaat (bernama) dan kontrak innominaat (tidak bernama). Kontrak nominnat adalah kontrak yang dikenal dalam KUHPerdata.

Yang termasuk dalam kontrak nominaat adalah jual beli, tukar menukar, sewa menyewa, persekutuan perdata, hibah, penitipan barang, pinjam pakai, pinjam meminjam, pemberian kuasa, penanggungan utang, perdamaian. Sedangkan kontrak innominaat adalah kontrak yang timbul, tumbuh dan berkembang dalam masyarakat. Jenis kontrak ini belum dikenal dalam KUHPerdata. Yang termasuk dalam kontrak innominat adalah

(58)

perjanjian khusus paling banter dapat diterapkan secara analogi (Arrest HR 10 Desember 1936) atau orang menerapkan teori absorpsi (absorptietheorie), artinya diterapkanlah peraturan perundangundangan dari perjanjian, dalam peristiwa yang terjadi merupakan peristiwa yang paling menonjol, sedangkan dalam tahun 1947 Hoge Raad menyatakan diri (HR, 21 Februari 1947) secara tegas sebagai penganut teori kombinasi.

3. Kontrak Menurut Bentuknya

(59)

KUHPerdata). Kontrak inidibagi menjadi dua macam, yaitu dalam bentuk akta di bawah tangan danakta autentik. Akta autentik terdiri dari akta pejabat dan akta para pihak.Akta yang dibuat oleh notaris itu merupakan akta pejabat. Contohnya,berita acara Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) dalam sebuah PT.Akta yang dibuat di hadapan notaris merupakan akta yang dibuat oleh parapihak di hadapan notaris. Di samping itu, dikenal juga pembagian menurutbentuknya yang lain, yaitu perjanjian standar. Perjanjian standarmerupakan perjanjian yang telah dituangkan dalam bentuk formulir.

4. Kontrak Timbal Balik

Penggolongan ini dilihat dari hak dan kewajiban para pihak. Kontraktimbal balik merupakan perjanjian yang dilakukan para pihakmenimbulkan hak dan kewajiban-kewajiban pokok seperti pada jual belidan sewa menyewa. Perjanjian timbal balik ini dibagi menjadi dua macam,yaitu timbal balik tidak sempurna dan yang sepihak :

(60)

b. Perjanjian sepihak merupakan perjanjian yang selalu menimbulkankewajiban-kewajiban hanya bagi satu pihak. Tipe perjanjian ini adalahperjanjian pinjam mengganti. Pentingnya pembedaan di sini adalahdalam rangka pembubaran perjanjian.

5. Perjanjian Cuma-Cuma atau dengan Alas Hak yang Membebani

Penggolongan ini didasarkan pada keuntungan salah satu pihak danadanya prestasi dari pihak lainnya. Perjanjian cuma-cuma merupakanperjanjian, yang menurut hukum hanyalah menimbulkan keuntungan bagisalah satu pihak. Contohnya, hadiah dan pinjam pakai. Sedangkanperjanjian dengan alas hak yang membebani merupakan perjanjian,disamping prestasi pihak yang satu senantiasa ada prestasi (kontra) daripihak lain, yang menurut hukum saling berkaitan. Misalnya, Amenjanjikan kepada B suatu jumlah tertentu, jika B menyerahkan sebuahbenda tertentu pula kepada A.

6. Perjanjian Berdasarkan Sifatnya

Referensi

Dokumen terkait

Permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini meliputi hak dan kewajiban para pihak, faktor-faktor yang dapat menimbulkan perselisihan dalam pelaksanaan perjanjian, dan

Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis proses dan bentuk perjanjian yang merupakan dasar hubungan hukum antara penyelenggara dan peserta Pameran Buku Islam di

Suatu perjanjian harus dibuat dengan itikad baik, ini mengandung arti, bahwa menurut Pasal 1338 ayat (3) KUHPerdata, bertujuan untuk mencegah kelakuan yang tidak patut

Unsur aksidentalia adalah unsur perjanjian yang ditambah oleh para pihak, atau dengan kata lain merupakan ketentuan – ketentuan yang dibuat para pihak untuk mempermudah

Dalam pelaksanaan perjanjian kerja tersebut, PT Feedmill Indonesia dan karyawan harus melaksanakan kesepakatan yang telah tertuang pada kontrak kerja agar pelaksanaan

Perjanjian kerja bersama merupakan salah satu bentuk perjanjian kerja yang di buat oleh pengusaha dan serikat pekerja, berdasarkan Undang-Undang Nomor 13 Tahun

Perjanjian kerja bersama merupakan salah satu bentuk perjanjian kerja yang di buat oleh pengusaha dan serikat pekerja, berdasarkan Undang-Undang Nomor 13 Tahun