TESIS
OLEH
AMIRA PERMATA SARI TARIGAN 087033007/IKM
PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
EFEKTIVITAS METODE CERAMAH DAN DISKUSI KELOMPOK TERHADAP PENGETAHUAN DAN SIKAP TENTANG KESEHATAN
REPRODUKSI PADA REMAJA DI YAYASAN PENDIDIKAN HARAPAN MEKAR MEDAN
TESIS
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh Gelar Magister Kesehatan (M.Kes)
dalam Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku
pada Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara
OLEH
AMIRA PERMATA SARI TARIGAN 087033007/IKM
PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
Judul Tesis : EFEKTIVITAS METODE CERAMAH DAN DISKUSI KELOMPOK TERHADAP
PENGETAHUAN DAN SIKAP TENTANG
KESEHATAN REPRODUKSI PADA REMAJA DI YAYASAN PENDIDIKAN HARAPAN MEKAR MEDAN
Nama Mahasiswa : Amira Permata Sari Tarigan Nomor Induk Mahasiswa : 087033007
Program Studi : S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat
Minat Studi : Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku
Menyetujui,
Tanggal Lulus : 1 September 2010 (Dr. Ir. Erna Mutiara, M.Kes)
Ketua
(Ferry Novliadi, S.Psi, M.Psi) Anggota
Ketua Program Studi Dekan
Telah diuji
Pada Tanggal : 1 September 2010
PANITIA PENGUJI TESIS
Ketua : Dr. Ir. Erna Mutiara, M.Kes Anggota : 1. Ferry Novliadi, S.Psi, M.Psi
PERNYATAAN
EFEKTIVITAS METODE CERAMAH DAN DISKUSI KELOMPOK TERHADAP PENGETAHUAN DAN SIKAP TENTANG KESEHATAN
REPRODUKSI PADA REMAJA DI YAYASAN PENDIDIKAN HARAPAN MEKAR MEDAN
TESIS
Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Medan, Desember 2010
ABSTRAK
Masalah-masalah kesehatan reproduksi remaja semakin menunjukkan peningkatan dari tahun ke tahun. Berdasarkan survey yang dilakukan di Yayasan Pendidikan Harapan Mekar Medan pada bulan Februari tahun 2010, dijumpai sebanyak 4 (empat) kasus Kehamilan Tidak Diinginkan (KTD) pada tahun ajaran 2009-2010 dan terdapat 8 (delapan) kasus KTD dalam kurun waktu 5 (lima) tahun terakhir (2005 s/d 2010). Salah satu faktor yang diduga menjadi penyebab masalah tersebut adalah masih minimnya pengetahuan remaja tentang kesehatan reproduksi.
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis efektivitas metode ceramah dan diskusi kelompok terhadap pengetahuan dan sikap tentang kesehatan reproduksi pada remaja di Yayasan Pendidikan Harapan Mekar Medan tahun 2010. Jenis penelitian ini adalah true eksperimental dengan rancangan pretest-posttest control group design. Populasi adalah seluruh siswa kelas I dan II pada Yayasan Pendidikan Harapan Mekar Medan. Sampel sebesar 90 orang yang dibagi menjadi 3 kelompok, yaitu kelompok eksperimen I diberi perlakuan penyuluhan dengan metode ceramah sebanyak 30 orang, kelompok eksperimen II diberi perlakuan penyuluhan dengan metode diskusi kelompok sebanyak 30 orang dan kelompok kontrol tanpa perlakuan sebanyak 30 orang.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata selisih skor pengetahuan tertinggi terjadi pada kelompok yang mendapat perlakuan penyuluhan dengan metode diskusi kelompok sebesar 6,30 dengan standar deviasi 2,96, sedangkan rata-rata selisih skor pada kelompok yang mendapat perlakuan penyuluhan dengan metode ceramah sebesar 4,03 dengan standar deviasi 2,14. Demikian juga pada variabel sikap, penyuluhan dengan metode diskusi kelompok menunjukkan peningkatan skor lebih tinggi yaitu sebesar 13,60 dengan standar deviasi 7,77 dibanding peningkatan skor pada kelompok yang mendapat perlakuan dengan metode ceramah yaitu sebesar 7,87 dengan standar deviasi 5,73. Hasil uji Anova dengan uji lanjut Tamhane (T2) menunjukkan bahwa metode diskusi kelompok lebih efektif dalam meningkatkan pengetahuan (P=0.004) dan sikap (P=0.028) tentang kesehatan reproduksi pada remaja di Yayasan Pendidikan Harapan Mekar Medan Tahun 2010.
Disarankan kepada petugas promosi kesehatan agar menggunakan metode diskusi kelompok dalam melakukan penyuluhan kesehatan reproduksi pada remaja untuk mencapai hasil yang optimal.
ABSTRACT
The problems of the adolecent’s reproductive health show an escalation year by year. Based on the survey carried out in Yayasan Pendidikan Harapan Mekar Medan in February of 2010, found 4 (four) cases of Unwanted Pregnancy in 2009-2010 and there were 8 (eight) cases of unwanted pregnancy within 5(five) last year (2005 to 2010). One of the factors assumed to be causing of the problem was lack of adolescent’s knowledge about reproductive health.
This study aimed to analyze the effectiveness of lecturing and group discussion methods on adolecent’s knowledge and attitudes regarding to reproductive health in Yayasan Pendidikan Harapan Mekar Medan in 2010. This type of research was the true experimental pretest-posttest control group design. Population were students of the Yayasan Pendidikan Harapan Mekar Medan. Sample of 90 people who were divided into three groups: experimental group I were treated with lecturing method as many as 30 people, experimental group II were treated with group discussions method as many as 30 people and a control group without treatment as many as 30 people.
The results showed that the highest mean difference of knowledge score (6,30) occurred in the group treated through extension with group discussion methods with standart deviation of 2,96, while the mean difference of the score in the group treated through extension with lecturing methods was 4,03 with standart deviation of 2,14. In terms of the variable of attitude, the treatment of extension with group discussion methods showed a higher score improvement (13,60) with standart deviation of 7,77 compared to the score improvement of the group treated through extension with lecturing methods which reached 7,87 with standard deviation of 5,73. The result of ANOVA test and Tamhane’s T2 test further showed that the group discussion methods was effective in improving the knowledge and attitude about reproductive health among adolescents in Yayasan Pendidikan Harapan Mekar Medan.
The health promotor is suggested to applied group discussion method when carrying out the extension on health in order to make the result desired can be optimally achieved.
KATA PENGANTAR
Puji syukur peneliti panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah menciptakan langit dan bumi beserta ilmu pengetahuan di dalamnya, atas limpahan rahmat dan hidayah-Nya, peneliti dapat menyelesaikan tesis yang berjudul “ Efektifitas Metode Ceramah dan Diskusi Kelompok terhadap Peningkatan Pengetahuan dan Sikap tentang Kesehatan Reproduksi pada Remaja di Yayasan Pendidikan Harapan Mekar Medan”. Dalam penyusunan tesis ini, peneliti banyak mendapat dukungan dan bimbingan dari berbagai pihak baik secara langsung maupun tidak langsung, untuk itu peneliti mengucapkan terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada :
1. Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, M.Sc.(CTM), Sp. A(K) selaku Rektor Universitas Sumatera Utara.
2. Dr. Drs. Surya Utama, M.S, selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat dan Ketua Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.
3. Prof. Dr. Ida Yustina, M.Si selaku Sekretaris Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.
4. Dr. Ir. Erna Mutiara, M.Kes, selaku dosen pembimbing I yang telah memberikan bimbingan dan arahan selama proses penyelesaian tesis ini. 5. Ferry Novliadi, S.Psi, M.Psi, selaku dosen pembimbing II yang telah
6. Drs. H. Djumadi Sembiring selaku Ketua Yayasan Pendidikan Harapan Mekar Medan yang telah memberikan izin kepada peneliti untuk melakukan penelitian di Yayasan Pendidikan Harapan Mekar Medan.
7. Ibunda dan ayahanda (alm) tercinta yang telah mengasuh dan membesarkan peneliti, jasa-jasa ibu dan ayahanda tak dapat terbalaskan.
8. Suami tercinta Andi Semiawan Sembiring dan Ananda tersayang Azra Fazila Sembiring atas segala dukungan, kesabaran dan pengertian karena kurangnya waktu kebersamaan selama mengikuti pendidikan.
9. Bibi, Kila serta seluruh keluarga untuk segala dukungan moril dan materil kepada peneliti selama mengikuti pendidikan.
10.Para dosen PKIP S2 IKM FKM Universitas Sumatera Utara.
11.Para Siswa di Yayasan Pendidikan Harapan Mekar Medan dan semua pihak yang telah berkontribusi dalam penyelesaian tesis ini.
Hanya Allah SWT yang senantiasa dapat memberikan balasan atas kebaikan yang telah diperbuat. Selanjutnya demi kesempurnaan tesis ini, peneliti mengharapkan masukan, saran dan kritik yang bersifat membangun.
Medan, Desember 2010
RIWAYAT HIDUP
Amira Permata Sari Tarigan, lahir di Kutacane Kabupaten Aceh Tenggara pada tanggal 16 Maret 1977, anak keempat dari Ayahanda Alm. H. Makmur Tarigan dan Ibu Hj.Manis Sembiring dan saat ini bertempat tinggal di Jalan Marelan Raya No. 77 B Kota Medan.
Pendidikan formal penulis dimulai pada tahun 1983 di SD Negeri No. 064011 Medan tamat tahun 1989, Sekolah Menengah Pertama di SMP Negeri 22 Medan tamat tahun 1992, Sekolah Menengah Atas di SMA Negeri 3 Medan Tamat tahun 1995, melanjutkan ke Akademi Keperawatan Depkes RI Medan tamat tahun 1998. Pada tahun 2001 penulis melanjutkan pendidikan di Program Studi S1 Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara di Medan tamat tahun 2003.
Penulis menikah pada tahun 2005 dan dikaruniai seorang putri. Sejak tahun 2002 sampai sekarang penulis bekerja sebagai Pegawai Negeri Sipil di Politeknik Kesehatan Kementerian Kesehatan RI Medan.
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRAK………..……….. i
ABSTRACT………... ii
KATA PENGANTAR………..………. iii
RIWAYAT HIDUP………...……….………... v
DAFTAR ISI……….…..……….. vi
DAFTAR TABEL………...……….. viii
DAFTAR GAMBAR……….………...………...…. ix
DAFTAR LAMPIRAN……….………...…………. x
BAB 1. PENDAHULUAN………..……… 1
2.1 Kesehatan Reproduksi……… 9
2.2 Kesehatan Reproduksi Remaja……….. 17
2.3 Program Kesehatan Reproduksi Remaja……… 27
2.4 Remaja……… 29
2.5 Pengetahuan……… 36
2.6 Sikap……….. 43
2.7 Penyuluhan………. 47
2.8 Materi Penyuluhan……….……… 60
2.9 Landasan Teori……….……….. 61
2.10 Kerangka Konsep Penelitian………... 63
BAB 3. METODE PENELITIAN……….…..….. 64
3.1 Jenis penelitian……….. 63
3.2 Lokasi dan Waktu penelitian………..…………... 66
3.3 Populasi dan Sampel………….………. 66
3.4 Metode Pengumpulan Data……….……….. 69
3.5 Variabel dan Definisi Operasional……… 75
3.7 Metode Analisis Data……… 78
BAB 4. HASIL PENELITIAN 4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian……… 80
4.2 Analisis Univariat ……… 82
4.2.1 Karakteristik Sampel……… 82
4.2.2 Gambaran Pengetahuan dan Sikap Siswa tentang Kesehatan Reproduksi………. 85
4.3 Analisis Bivariat ……….……….. 88
4.3.1 Hubungan Metode Penyuluhan dengan Pengetahuan Siswa tentang Kesehatan Reproduksi………. 88
4.3.2 Hubungan Metode Penyuluhan dengan Sikap Siswa tentang Kesehatan Reproduksi………... 89
4.3.3 Hubungan Karakteristik Responden dengan Pengetahuan Siswa tentang Kesehatan Reproduksi ………... 90
4.3.3 Hubungan Karakteristik Responden dengan Sikap Siswa tentang Kesehatan Reproduksi ………... 92
BAB 5. PEMBAHASAN……….... 94
5.1 Pengetahuan dan Sikap Responden Sebelum dan Sesudah dilakukan Penyuluhan………... 94
5.2 Efektivitas Metode Ceramah dan Diskusi Kelompok terhadap Pengetahuan dan Sikap Responden …..……… 99
5.3 Keterbatasan Penelitian……… 101
BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN……….. 103
6.1 Kesimpulan ………..………. 103
6.2 Saran ……….………..……….. 104
DAFTAR PUSTAKA………... 105
DAFTAR TABEL
No. Judul Halaman 2.1 Sejarah Kebijakan Pemerintah Indonesia Tentang Kesehatan
Reproduksi ………..………... 16
3.1 Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Instrumen Penelitian……... 73 3.2 Distribusi Butir Pernyataan pada Pengukuran Pola Asuh………... 78 4.1 Gambaran Siswa di Yayasan Pendidikan Harapan Mekar Medan…. 81 4.2 Gambaran Karakteristik Responden ………... 83 4.3 Gambaran Skor Pengetahuan dan Sikap Responden Sebelum dan
Sesudah Perlakuan………... 86
4.4 Gambaran Katagori Pengetahuan dan Sikap Responden Sebelum dan
Sesudah Perlakuan………... 87
4.5 Distribusi Rerata Selisih Skor Pengetahuan Siswa………... 88 4.6 Distribusi Rerata Selisih Skor Sikap Siswa……….... 90 4.7 Distribusi Selisih Skor Pengetahuan Berdasarkan Karakteristik
Responden………. 91 4.8 Distribusi Selisih Skor Sikap Berdasarkan Karakteristik
DAFTAR GAMBAR
No. Judul Halaman
2.1 Hubungan Sikap dan Tindakan ……….... 44
2.2 Proses Belajar ………... 49
2.3 Teori S-O-R ………... 62
2.4 Kerangka Konsep Penelitian ……….... 63
3.1 Skema Rancangan Penelitian……….... 64
3.2 Alur Penelitian……….. 71
5.1 Pengetahuan Responden Sebelum dan Sesudah Perlakuan…………... 96
DAFTAR LAMPIRAN
No. Judul Halaman
1. Kuesioner Penelitian ………... 110
2. Materi Penyuluhan ………... 117
3. Jadwal Penelitian………... 127
4. Hasil Analisis Data………... 128
5. Surat Izin Penelitian dari Fakultas Kesehatan Masyarakat USU……... 132
ABSTRAK
Masalah-masalah kesehatan reproduksi remaja semakin menunjukkan peningkatan dari tahun ke tahun. Berdasarkan survey yang dilakukan di Yayasan Pendidikan Harapan Mekar Medan pada bulan Februari tahun 2010, dijumpai sebanyak 4 (empat) kasus Kehamilan Tidak Diinginkan (KTD) pada tahun ajaran 2009-2010 dan terdapat 8 (delapan) kasus KTD dalam kurun waktu 5 (lima) tahun terakhir (2005 s/d 2010). Salah satu faktor yang diduga menjadi penyebab masalah tersebut adalah masih minimnya pengetahuan remaja tentang kesehatan reproduksi.
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis efektivitas metode ceramah dan diskusi kelompok terhadap pengetahuan dan sikap tentang kesehatan reproduksi pada remaja di Yayasan Pendidikan Harapan Mekar Medan tahun 2010. Jenis penelitian ini adalah true eksperimental dengan rancangan pretest-posttest control group design. Populasi adalah seluruh siswa kelas I dan II pada Yayasan Pendidikan Harapan Mekar Medan. Sampel sebesar 90 orang yang dibagi menjadi 3 kelompok, yaitu kelompok eksperimen I diberi perlakuan penyuluhan dengan metode ceramah sebanyak 30 orang, kelompok eksperimen II diberi perlakuan penyuluhan dengan metode diskusi kelompok sebanyak 30 orang dan kelompok kontrol tanpa perlakuan sebanyak 30 orang.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata selisih skor pengetahuan tertinggi terjadi pada kelompok yang mendapat perlakuan penyuluhan dengan metode diskusi kelompok sebesar 6,30 dengan standar deviasi 2,96, sedangkan rata-rata selisih skor pada kelompok yang mendapat perlakuan penyuluhan dengan metode ceramah sebesar 4,03 dengan standar deviasi 2,14. Demikian juga pada variabel sikap, penyuluhan dengan metode diskusi kelompok menunjukkan peningkatan skor lebih tinggi yaitu sebesar 13,60 dengan standar deviasi 7,77 dibanding peningkatan skor pada kelompok yang mendapat perlakuan dengan metode ceramah yaitu sebesar 7,87 dengan standar deviasi 5,73. Hasil uji Anova dengan uji lanjut Tamhane (T2) menunjukkan bahwa metode diskusi kelompok lebih efektif dalam meningkatkan pengetahuan (P=0.004) dan sikap (P=0.028) tentang kesehatan reproduksi pada remaja di Yayasan Pendidikan Harapan Mekar Medan Tahun 2010.
Disarankan kepada petugas promosi kesehatan agar menggunakan metode diskusi kelompok dalam melakukan penyuluhan kesehatan reproduksi pada remaja untuk mencapai hasil yang optimal.
ABSTRACT
The problems of the adolecent’s reproductive health show an escalation year by year. Based on the survey carried out in Yayasan Pendidikan Harapan Mekar Medan in February of 2010, found 4 (four) cases of Unwanted Pregnancy in 2009-2010 and there were 8 (eight) cases of unwanted pregnancy within 5(five) last year (2005 to 2010). One of the factors assumed to be causing of the problem was lack of adolescent’s knowledge about reproductive health.
This study aimed to analyze the effectiveness of lecturing and group discussion methods on adolecent’s knowledge and attitudes regarding to reproductive health in Yayasan Pendidikan Harapan Mekar Medan in 2010. This type of research was the true experimental pretest-posttest control group design. Population were students of the Yayasan Pendidikan Harapan Mekar Medan. Sample of 90 people who were divided into three groups: experimental group I were treated with lecturing method as many as 30 people, experimental group II were treated with group discussions method as many as 30 people and a control group without treatment as many as 30 people.
The results showed that the highest mean difference of knowledge score (6,30) occurred in the group treated through extension with group discussion methods with standart deviation of 2,96, while the mean difference of the score in the group treated through extension with lecturing methods was 4,03 with standart deviation of 2,14. In terms of the variable of attitude, the treatment of extension with group discussion methods showed a higher score improvement (13,60) with standart deviation of 7,77 compared to the score improvement of the group treated through extension with lecturing methods which reached 7,87 with standard deviation of 5,73. The result of ANOVA test and Tamhane’s T2 test further showed that the group discussion methods was effective in improving the knowledge and attitude about reproductive health among adolescents in Yayasan Pendidikan Harapan Mekar Medan.
The health promotor is suggested to applied group discussion method when carrying out the extension on health in order to make the result desired can be optimally achieved.
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
Masa remaja adalah masa transisi antara masa kanak-kanak dengan dewasa dan relatif belum mencapai tahap kematangan mental dan sosial sehingga mereka harus menghadapi tekanan-tekanan emosi dan sosial yang saling bertentangan. Banyak sekali life events yang akan terjadi yang tidak saja akan menentukan kehidupan masa dewasa tetapi juga kualitas hidup generasi berikutnya sehingga menempatkan masa ini sebagai masa kritis (Pramono, 2009).
Pembinaan anak remaja merupakan bagian dari pembangunan sumber daya manusia yang menjadi tanggung jawab orang tua, masyarakat, pemerintah dan remaja itu sendiri. kualitas sumber daya manusia dapat dicapai melalui berbagai upaya pada sasaran awal mulai konsepsi sampai sepanjang hidup manusia. Intervensi pada remaja dianggap penting karena remaja merupakan generasi terdepan sebelum menginjak usia paling produktif (Azwar, 2001).
Berdasarkan data BPS kota Medan (2009), jumlah penduduk kota Medan pada pertengahan tahun 2009 adalah 2.121.053 jiwa dan sebesar 30,75 % atau 652.241 jiwa adalah remaja berusia 10-24 tahun. Banyaknya anak yang memasuki usia remaja, telah menyebabkan permasalahan kehidupan makin kompleks. Hal ini selain karena masa remaja dihadapkan pada lima transisi kehidupan yakni melanjutkan sekolah, mencari pekerjaan, memulai kehidupan berkeluarga, menjadi anggota masyarakat dan mempraktekkan hidup sehat, anak usia remaja dengan segala karakteristik fisik, sosial psikologisnya dihadapkan pada liberalisasi norma, sikap dan perilaku Kesehatan Reproduksi Remaja yang berkaitan dengan seksualitas, napza dan HIV/AIDS (triad KRR) seiring dengan dimasukinya era globalisasi dengan segala konsekuensi negatifnya. Secara nasional kasus triad KRR dapat terbaca dari pernyataan Kepala Badan Koordinasi Keluarga Berencana Pusat Dr. Sugiri Syarief, MPA bahwa 22,6% remaja kita adalah penganut seks bebas, dan data dari Departemen Kesehatan RI yang menyatakan bahwa paling tidak sebanyak 8 persen pria berumur 15 - 24 tahun telah menggunakan obat-obatan terlarang dan 3,02 persen dari total pederita HIV/AIDS di Indonesia saat ini adalah remaja umur 15 - 19 tahun serta 54,77% adalah kelompok usia 20 - 29 tahun (Dawam, 2009).
perilaku seksual remaja dan kebijakan yang salah dari para orang tua mengakibatkan timbulnya masalah kesehatan reproduksi remaja (Surjadi, 2001).
Iskandar (1997) mengatakan sebagaimana dikutip oleh Dinas Kesehatan Lampung Selatan (2008) bahwa akhir-akhir ini perilaku seksual di kalangan remaja menjadi popular, hal tersebut dapat dilihat dengan meningkatnya kejadian kehamilan sebelum menikah, perkawinan dini, melahirkan usia muda, aborsi, bahkan penyakit menular seksual. Kehamilan sebelum menikah dan induced aborsi tidak hanya berdampak negatif pada kesehatan remaja tetapi juga menjadi masalah sosial yang berkepanjangan. Pengaruh informasi global (paparan media audio-visual) yang semakin mudah diakses justru memancing remaja untuk mengadaptasi kebiasaan-kebiasaan tidak sehat seperti merokok, minum minuman beralkohol, penyalahgunaan obat dan suntikan terlarang, perkelahian antar remaja atau tawuran.
BKKBN (2009) mengumumkan hasil survei yang dilakukan oleh sebuah lembaga survei yang mengambil sampel di 33 propinsi di Indonesia pada tahun 2008 sebanyak 63 % remaja SMP dan SMA di Indonesia pernah berhubungan sex, 21 % diantaranya melakukan aborsi. Angka ini naik dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya, berdasarkan penelitian 2005-2006 di kota-kota besar mulai Jabotabek, Medan, Bandung, Surabaya dan Makassar ditemukan sekitar 47% hingga 54% remaja mengaku melakukan hubungan sex sebelum menikah. Data dari Depkes RI (2008) sebagaimana disampaikan oleh BKKBN (2009) juga menyebutkan bahwa dari 15.210 penderita AIDS atau orang yang hidup dengan HIV/AIDS 54 % adalah remaja.
Remaja Indonesia masih minim mendapatkan pengetahuan tentang seksualitas dan kesehatan reproduksi, karena untuk penyampaian informasi mengenai hal itu masih dianggap tabu. Selain itu, lebih dari 80% remaja merasa lebih nyaman membicarakan masalah seksual dengan teman. Sehingga tidak menutup kemungkinan informasi yang mereka terima masih simpang siur. Padahal jika mereka tahu risiko dari berhubungan seksual pranikah, angka-angka tersebut seharusnya bisa lebih ditekan (Az Zahra, 2010).
dasar pada remaja mencerminkan kurangnya pengetahuan tentang risiko yang berhubungan dengan tubuh mereka dan cara menghindarinya (Pinem, 2009).
Sekolah sebagai lingkungan sekunder setelah keluarga merupakan tempat yang efektif untuk pendidikan kesehatan reproduksi bagi remaja yang umumnya masih berstatus sebagai pelajar dan mempunyai peranan yang cukup besar di dalam pelaksanaan program penyuluhan kesehatan reproduksi remaja, karena pendidikan tentang kesehatan reproduksi belum masuk di kurikulum mata pelajaran SMU negeri mau pun swasta. Mata pelajaran biologi yang mencakup organ tubuh manusia yang anak didik dapatkan di sekolah-sekolah tidak menerangkan secara luas tumbuh kembang remaja pada saat di SMU (Depkes RI, 2002).
Mekar, 8 orang (80%) mengatakan tidak mengerti tentang kesehatan reproduksi dan 2 orang (20%) mengatakan mengerti tentang kesehatan reproduksi tetapi tidak dapat memberikan penjelasan ketika ditanya tentang kesehatan reproduksi. Mereka juga mengatakan sebelumnya belum pernah dilakukan penyuluhan tentang kesehatan reproduksi di Yayasan Pendidikan Harapan Mekar Medan.
Mengingat masih banyaknya pelajar yang belum mengerti tentang kesehatan reproduksi, sangatlah penting untuk dilakukan penyuluhan dengan harapan dapat mengubah pengetahuan dan sikap tentang kesehatan reproduksi pada remaja, dalam hal ini adalah pelajar di Yayasan Pendidikan Harapan Mekar Medan menjadi lebih baik.
Ada beberapa metode yang dapat digunakan dalam melakukan penyuluhan antara lain metode ceramah, diskusi kelompok, curah pendapat, panel, bermain peran, demonstrasi, simposium dan seminar, dimana masing-masing metode mempunyai kelebihan dan kelemahan (Effendi, 1998).
Berdasarkan latar belakang tersebut, maka dirasa perlu untuk melakukan penelitian tentang “Efektivitas metode ceramah dan diskusi kelompok terhadap pengetahuan dan sikap tentang kesehatan reproduksi pada remaja di Yayasan Pendidikan Harapan Mekar Medan”.
1.2 Permasalahan
Berdasarkan uraian di atas, permasalahan dalam penelitian ini adalah “bagaimana efektivitas metode ceramah dan diskusi kelompok terhadap pengetahuan dan sikap tentang kesehatan reproduksi pada remaja di Yayasan Pendidikan Harapan Mekar Medan”.
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis efektivitas metode ceramah dan diskusi kelompok terhadap pengetahuan dan sikap tentang kesehatan reproduksi pada remaja di Yayasan Pendidikan Harapan Mekar Medan.
1.4 Hipotesis
remaja yang mendapat penyuluhan dengan metode diskusi kelompok di Yayasan Pendidikan Harapan Mekar Medan.
2. Ada perbedaan rerata selisih skor sikap tentang kesehatan reproduksi antara remaja yang mendapat penyuluhan dengan metode ceramah dengan remaja yang mendapat penyuluhan dengan metode diskusi kelompok di Yayasan Pendidikan Harapan Mekar Medan.
1.5 Manfaat Penelitian
1.Bahan informasi dan pengembangan bagi penelitian sejenis yang berkelanjutan tentang pelaksanaan pelayanan remaja di Kota Medan.
2. Sebagai referensi ilmiah dalam melakukan penelitian yang berkaitan dengan kesehatan reproduksi remaja.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kesehatan Reproduksi
Defenisi kesehatan reproduksi yang dianut saat ini merupakan gambaran dari pengertian yang disepakati dalam International Conference on Population and Development (ICPD) di Kairo 1994 yaitu “keadaan kesejahteraan fisik, mental dan sosial yang utuh bukan hanya bebas dari penyakit atau kecatatan, dalam segala aspek yang berhubungan dengan sistem reproduksi, fungsi serta prosesnya” (IBI, 2000).
Merujuk dari pengertian di atas, kesehatan reproduksi dapat diartikan pula sebagai
suatu keadaan dimana manusia dapat menikmati kehidupan seksualnya serta mampu
menjalankan fungsi dan proses reproduksi secara sehat dan aman, juga setiap orang berhak
dalam mengatur jumlah keluarganya termasuk memperoleh penjelasan yang lengkap tentang
cara yang tepat dan disukai. Selain itu, hak untuk mendapatkan pelayanan kesehatan
reproduksi lainnya seperti pelayanan antenatal, persalinan, nifas dan pelayanan bagi bayi baru
lahir, kesehatan remaja dan lain-lain perlu dijamin (Azwar, 2001).
Sejarah perkembangan konsep kesehatan reproduksi sudah mulai dirintis sejak terjadinya peningkatan penduduk. Pertambahan penduduk yang semakin cepat di banyak negara mulai menimbulkan keprihatinan. Hal ini menjadi isu penting pada pertemuan PBB tahun 1954 dan 1965 (Wiknjosastro, 2006).
Konferensi Internasional tentang Kependudukan dan Pembangunan
1994 diikuti 180 negara menyepakati perubahan paradigma dalam pengelolaan masalah kependudukan dan pembangunan dari pendekatan pengendalian populasi dan penurunan fertilitas/keluarga berencana menjadi pendekatan yang terfokus pada kesehatan reproduksi serta hak reproduksi (Widyastuti , 2009).
2.1.1 Ruang Lingkup Kesehatan Reproduksi
Pelayanan kesehatan reproduksi sangat penting mengingat dampaknya juga terasa
pada kualitas hidup generasi berikutnya. Sejauh mana seseorang dapat menjalankan fungsi
dan proses reproduksinya secara aman dan sehat sesungguhnya tercermin dari kondisi
kesehatan selama siklus kehidupannya, mulai dari saat konsepsi, masa anak, remaja, dewasa,
hingga masa pasca usia reproduksi (Harahap, 2003).
Menurut program kerja WHO ke IX (1996-2001) sebagaimana dikutip oleh Harahap
(2003) masalah kesehatan reproduksi ditinjau dari pendekatan siklus kehidupan keluarga
meliputi :
a. Praktek tradisional yang berakibat buruk semasa anak-anak (seperti mutilasi genital,
deskriminasi nilai anak dan sebagainya).
b. Masalah kesehatan reproduksi remaja (kemungkinan besar dimulai sejak masa
kanak-kanak yang seringkali muncul dalam bentuk kehamilan remaja, kekerasan/pelecehan
seksual dan tindakan seksual yang tidak aman).
c. Tidak terpenuhinya kebutuhan ber-KB, biasanya terkait dengan isu aborsi tidak aman.
d. Mortalitas dan morbiditas ibu dan anak (sebagai kesatuan) selama kehamilan, persalinan
dan masa nifas, yang diikuti dengan malnutrisi, anemia, berat bayi lahir rendah.
f. Kemandulan, yang berkaitan erat dengan infeksi saluran reproduksi dan penyakit
menular seksual.
g. Sindrom pre dan post menopause dan peningkatan risiko kanker organ reproduksi.
h. Kekurangan hormon yang menyebabkan osteoporosis dan masalah ketuaan lainnya.
Menurut Kartono (1998), masalah kesehatan reproduksi mencakup area yang jauh
lebih luas dan dapat dikelompokkan sebagai berikut :
a. Masalah reproduksi
• Kesehatan, morbiditas (gangguan kesehatan) dan kematian perempuan yang
berkaitan dengan kehamilan. Termasuk didalamnya juga masalah gizi dan anemia di
kalangan perempuan, penyebab serta komplikasi dari kehamilan, masalah
kemandulan dan ketidaksuburan.
• Peranan atau kendali sosial budaya terhadap masalah reproduksi. Maksudnya
bagaimana pandangan masyarakat terhadap kesuburan dan kemandulan, nilai anak
dan keluarga, sikap masyarakat terhadap perempuan hamil.
• Intervensi pemerintah dan negara terhadap masalah reproduksi. Misalnya program
KB, undang-undang yang berkaitan dengan masalah genetik, dan lain sebagainya.
• Tersedianya pelayanan kesehatan reproduksi dan keluarga berencana, serta
terjangkaunya secara ekonomi oleh kelompok perempuan dan anak-anak.
• Kesehatan bayi dan anak-anak terutama bayi di bawah umur lima tahun.
• Dampak pembangunan ekonomi, industrialisasi dan perubahan lingkungan terhadap
b. Masalah gender dan seksualitas
• Pengaturan negara terhadap masalah seksualitas. Maksudnya adalah peraturan dan
kebijakan negara mengenai pornografi, pelacuran dan pendidikan seksualitas.
• Pengendalian sosio-budaya terhadap masalah seksualitas, bagaimana norma-norma
sosial yang berlaku tentang perilaku seks, homoseks, poligami, dan perceraian.
• Seksualitas di kalangan remaja.
• Status dan peran perempuan.
• Perlindungan terhadap perempuan pekerja.
c. Masalah yang berkaitan dengan kehamilan yang tidak diinginkan
• Pembunuhan bayi.
• Pengguguran kandungan, terutama yang dilakukan secara tidak aman.
• Dampak kehamilan yang tidak diinginkan terhadap sosial ekonomi dan kesehatan
perempuan serta keluarga.
• Kebijakan pemerintah dalam menghadapi hal tersebut.
d. Masalah kekerasan dan perkosaan terhadap perempuan
• Kencenderungan penggunaan kekerasan secara sengaja kepada perempuan,
perkosaan, serta dampaknya terhadap korban.
• Norma sosial mengenai kekerasan dalam rumah tangga, serta mengenai berbagai
tindak kekerasan terhadap perempuan.
• Sikap masyarakat mengenai kekerasan perkosaan terhadap pelacur.
e. Masalah penyakit yang ditularkan melalui hubungan seksual
• Masalah penyakit menular seksual yang lama, seperti sifilis, dan gonorrhea.
• Masalah penyakit menular seksual yang relatif baru seperti chlamydia, dan herpes. • Masalah HIV/AIDS (Human Immunodeficiency Virus/Acquired immunodeficiency
Syndrome).
• Dampak sosial dan ekonomi dari penyakit menular seksual.
• Kebijakan dan program pemerintah dalam mengatasi masalah tersebut (termasuk
penyediaan pelayanan kesehatan bagi pelacur/pekerja seks komersial).
• Sikap masyarakat terhadap penyakit menular seksual.
f. Masalah pelacuran
• Demografi pekerja seksual komersial atau pelacuran.
• Faktor-faktor yang mendorong pelacuran dan sikap masyarakat terhadapnnya.
• Dampaknya terhadap kesehatan reproduksi, baik bagi pelacur itu sendiri maupun
bagi konsumennya dan keluarganya.
g. Masalah sekitar teknologi
• Teknologi reproduksi dengan bantuan (inseminasi buatan dan bayi tabung).
• Pemilihan bayi berdasarkan jenis kelamin (gender fetal screening).
Menurut Widyastuti et.al (2009), secara luas ruang lingkup kesehatan reproduksi
meliputi :
1. Kesehatan Ibu dan Bayi Baru Lahir.
2. Pencegahan dan penanggulangan Infeksi Saluran Reproduksi termasuk IMS-HIV/AIDS.
3. Pencegahan dan penanggulangan komplikasi aborsi.
4. Kesehatan reproduksi remaja.
5. Pencegahan dan penanganan infertilitas.
6. Kanker pada usia lanjut dan osteoporosis.
7. Berbagai aspek kesehatan reproduksi, misalnya kanker serviks, mutilasi genital, dan
lain-lain.
2.1.2 Kebijakan Pemerintah Indonesia Tentang Kesehatan Reproduksi
Sejarah Kebijakan Pemerintah Indonesia tentang kesehatan reproduksi dapat dilihat
pada tabel berikut ini, dimana pada awalnya pemerintah Indonesia berorientasi dari Program
Tabel 2.1 Sejarah Kebijakan Pemerintah Indonesia tentang Kesehatan Reproduksi
Sumber : Wiknjosatro, 2006
2.1.3 Pelayanan Kesehatan Reproduksi
Sesuai dengan rekomendasi strategi regional WHO untuk negara-negara anggota di
Asia Tenggara, dua paket pelayanan kesehatan reproduksi telah dirumuskan oleh wakil-wakil
sektor dan inter-program dalam beberapa pertemuan koordinasi pralokakarya nasional di
Jakarta. Lima kelompok kerja telah sepakat untuk melaksanakan pelayanan dasar berikut
sebagai strategi intervensi nasional penanggulangan masalah kesehatan reproduksi di
Indonesia. Dengan kedua paket intervensi tersebut, komponen intervensi pada kesehatan
reproduksi di Indonesia menjadi lengkap, kedua paket pelayanan tersebut adalah sebagai
A. Paket Kesehatan Reproduksi Esensial yaitu :
1. Kesejahteraan Ibu dan Bayi.
2. Keluarga Berencana.
3. Pencegahan dan penanganan Infeksi Saluran Reproduksi (ISR)/PMS/HIV.
4. Kesehatan Reproduksi Remaja.
B. Paket Kesehatan Reproduksi Komprehensif.
5. Pencegahan dan penanganan masalah usia lanjut, ditambah paket esensial di atas.
2.2 Kesehatan Reproduksi Remaja
Menurut Hasmi (2001) dalam Wiknjosastro (2006), kesehatan reproduksi remaja
didefenisikan sebagai suatu keadaan sehat jasmani, psikologis, dan sosial yang berhubungan
dengan fungsi dan proses sistem reproduksi pada remaja. Pengertian sehat tersebut tidak
semata-mata berarti bebas dari penyakit atau kecacatan namun juga sehat secara mental serta
sosial-kultural. Pada masa ini seorang anak mengalami kematangan biologis. Kondisi ini
dapat menempatkan remaja pada kondisi yang rawan bila mereka tidak dibekali dengan
informasi yang benar mengenai proses reproduksi serta berbagai faktor yang ada di
2.2.1 Hak-hak Reproduksi
Hak reproduksi merupakan bagian dari hak asasi manusia yang melekat pada
manusia sejak lahir dan dilindungi keberadaannya. Sehingga pengekangan terhadap hak
reproduksi berarti pengekangan terhadap hak asasi manusia.
Menurut BKKBN (2008a), hak reproduksi secara umum diartikan sebagai hak yang
dimiliki oleh individu baik pria maupun perempuan yang berkaitan dengan keadaan
reproduksinya. Berdasarkan Konferensi Internasional Kependudukan dan Pembangunan
(ICPD) di Kairo 1994, ditentukan ada 12 hak-hak reproduksi yaitu :
1. Hak mendapatkan informasi dan pendidikan kesehatan reproduksi. Setiap remaja berhak
mendapatkan informasi dan pendidikan yang jelas dan benar tentang berbagai aspek
terkait dengan masalah kesehatan reproduksi. Contohnya: seorang remaja harus
mendapatkan informasi dan pendidikan perihal kesehatan reproduksinya.
2. Hak mendapatkan pelayanan dan perlindungan kesehatan reproduksi. Setiap remaja
memiliki hak untuk mendapatkan pelayanan dan perlindungan terkait dengan kehidupan
reproduksinya termasuk terhindar dari risiko kematian akibat proses reproduksi. Contoh:
seorang remaja yang positif HIV berhak mendapatkan perawatan dan pelayanan ARV
(Anti Retroviral) sehingga kemungkinan mengalami infeksi oportunitis dapat diperkecil.
3. Hak untuk kebebasan berfikir tentang kesehatan reproduksi. Setiap remaja berhak untuk
berpikir atau mengungkapkan pikirannya tentang kehidupan yang diyakininya.
Perbedaan yang ada harus diakui dan tidak boleh menyebabkan terjadinya kerugian atas
diri yang bersangkutan. Orang lain dapat saja berupaya merubah pikiran atau keyakinan
tersebut namun tidak dengan pemaksaan akan tetapi dengan melakukan upaya
mempunyai pikiran bahwa banyak anak menguntungkan bagi dirinya dan keluarganya.
Bila ini terjadi maka orang tersebut tidak boleh serta merta dikucilkan atau dijauhi
dalam pergaulan. Upaya merubah pikiran atau keyakinan tersebut boleh dilakukan
sepanjang dilakukan sendiri oleh yang bersangkutan setelah mempertimbangkan
berbagai hal sebagai dampak dari KIE dan advokasi yang dilakukan petugas.
4. Hak untuk bebas dari penganiayaan dan perlakuan buruk termasuk perlindungan dari
perkosaan, kekerasaan, penyiksaan dan pelecehan seksual. Remaja laki-laki maupun
perempuan berhak mendapatkan perlindungan dari kemungkinan berbagai perlakuan
buruk di atas karena akan sangat berpengaruh pada kehidupan reproduksi. Contoh :
Perkosaan terhadap remaja putri misalnya dapat berdampak pada munculnya kehamilan
yang tidak diinginkan oleh bersangkutan maupun oleh keluarga dan lingkungannya.
Penganiayaan atau tindakan kekekerasan lainnya dapat berdampak pada trauma fisik
maupun psikis yang kemudian dapat saja berpengaruh pada kehidupan reproduksinya.
5. Hak mendapatkan manfaat dari kemajuan ilmu pengetahuan yang terkait dengan
kesehatan reproduksi. Setiap remaja berhak mendapatkan manfaat dari kemajuan
teknologi dan ilmu pengetahuan terkait dengan kesehatan reproduksi, serta mendapatkan
informasi yang sejelas-jelasnya dan sebenar-benarnya, dan kemudahan akses untuk
mendapatkan pelayanan informasi tentang kesehatan reproduksi remaja. Contoh : Jika
petugas mengetahui tentang kesehatan reproduksi remaja, maka petugas berkewajiban
untuk memberi informasi kepada remaja, karena mungkin pengetahuan tersebut adalah
hal yang paling baru untuk remaja.
6. Hak untuk menentukan jumlah anak dan jarak kelahiran. Setiap orang berhak untuk
Contoh : Dalam konteks program KB, pemerintah, masyarakat, dan lingkungan tidak
boleh melakukan pemaksaan jika seseorang ingin memiliki anak dalam jumlah besar.
Yang harus dilakukan adalah memberikan pemahaman sejelas-jelasnya dan
sebenar-benarnya mengenai dampak negatif dari memiliki anak jumlah besar dan dampak positif
dari memiliki jumlah anak sedikit. Jikapun klien berkeputusan untuk memiliki anak
sedikit, hal tersebut harus merupakan keputusan klien itu sendiri.
7. Hak untuk hidup (hak untuk dilindungi dari kematian karena kehamilan dan proses
melahirkan). Setiap perempuan yang hamil dan akan melahirkan berhak untuk
mendapatkan perlindungan dalam arti mendapatkan pelayanan kesehatan yang baik
sehingga terhindar dari kemungkinan kematian dalam proses kehamilan dan melahirkan
tersebut. Contoh : Pada saat melahirkan seorang perempuan mempunyai hak untuk
mengambil keputusan bagi dirinya secara cepat terutama jika proses kelahiran tersebut
berisiko untuk terjadinya komplikasi atau bahkan kematian. Keluarga tidak boleh
menghalangi dengan berbagai alasan.
8. Hak atas kebebasan dan keamanan berkaitan dengan kehidupan reproduksi. Hak ini
terkait dengan adanya kebebasan berpikir dan menentukan sendiri kehidupan reproduksi
yang dimiliki oleh seseorang. Contoh : Dalam konteks adanya hak tersebut, maka
seseorang harus dijamin keamanannya agar tidak terjadi ”pemaksaan” atau “pengucilan”
atau munculnya ketakutan dalam diri individu karena memiliki hak kebebasan tersebut.
9. Hak atas kerahasiaan pribadi dengan kehidupan reproduksinya. Setiap individu harus
dijamin kerahasiaan kehidupan kesehatan reproduksinya misalnya informasi tentang
kehidupan seksual, masa menstruasi dan lain sebagainya. Contoh : Petugas atau
“membocorkan” atau dengan sengaja memberikan informasi yang dimilikinya kepada
orang lain. Jika informasi dibutuhkan sebagai dana untuk penunjang pelaksanaan
program, misalnya data tentang prosentase pemakaian alat kontrasepsi masih tetap
dimungkinkan informasi tersebut dipublikasikan sepanjang tidak mencantumkan
identitas yang bersangkutan.
10. Hak membangun dan merencanakan keluarga. Setiap individu dijamin haknya, kapan,
dimana, dengan siapa, serta bagaimana ia akan membangun keluarganya. Tentu saja
kesemuanya ini tidak terlepas dari norma agama, sosial dan budaya yang berlaku (ingat
tentang adanya kewajiban yang menyertai adanya hak reproduksi). Contoh : Seseorang
akan menikah dalam usia yang masih muda, maka petugas tidak bisa memaksa orang
tersebut untuk membatalkan pernikahannya. Yang bisa diupayakan adalah memberi tahu
orang tersebut tentang peraturan yang berlaku di Indonesia tentang batas usia terendah
untuk menikah. Dan yang penting adalah memberitahu tentang dampak negatif dari
menikah dan hamil pada usia muda.
11. Hak atas kebebasan berkumpul dan berpartisipasi dalam politik yang berkaitan dengan
kesehatan reproduksi. Setiap orang berhak untuk menyampaikan pendapat atau
aspirasinya baik melalui pernyataan pribadi atau pernyataan melalui suatu kelompok
atau partai politik yang berkaitan dengan kehidupan reproduksi. Contoh : Seseorang
berhak menyuarakan penentangan atau persetujuan terhadap aborsi baik sebagai
individu maupun bersama dengan kelompok. Yang perlu diingatkan adalah dalam
menyampaikan pendapat atau aspirasi tersebut harus memperhatikan asas demokrasi dan
dalam arti tidak boleh memaksakan kehendak dan menghargai pendapat orang lain serta
12. Hak untuk bebas dari segala bentuk diskriminasi dalam kehidupan berkeluarga dan
kehidupan reproduksi. Setiap orang tidak boleh mendapatkan perlakuan diskriminatif
berkaitan dengan kesehatan reproduksi karena ras, jenis kelamin, kondisi sosial
ekonomi, keyakinan/agamanya dan kebangsaannya. Contoh : Orang tidak mampu harus
mendapatkan pelayanan kesehatan reproduksi yang berkualitas (bukan sekedar atau
asal-asalan) yang tentu saja sesuai dengan kondisi yang melingkupinya. Demikian pula
seseorang tidak boleh mendapatkan pelayanan kesehatan reproduksi hanya karena yang
bersangkutan memiliki keyakinan berbeda dalam kehidupan reproduksi. Misalnya
seseorang tidak mendapatkan pelayanan pemeriksaan kehamilan secara benar hanya
karena yang bersangkutan tidak ber-KB atau pernah menyampaikan suatu aspirasi yang
berbeda dengan masyarakat sekitar. Pelayanan juga tidak boleh membedakan apakah
seseorang tersebut perempuan atau laki-laki. Hal ini disebut dengan diskriminasi gender.
2.2.2 Masalah Kesehatan Reproduksi Remaja
Sejak tahun 1994, masalah remaja dibicarakan secara terbuka sebagai salah satu
masalah kesehatan reproduksi di konferensi kependudukan di Kairo. Di negara-negara
berkembang, salah satu penyebab masalah kesehatan reproduksi seperti angka kematian ibu
yang tinggi diduga terkait erat dengan masalah kesehatan reproduksi dan seksualitas remaja.
Antara lain, karena masa transisi dari periode anak-anak ke orang dewasa berlangsung capat
di negara-negara berkembang (Wiknjosastro, 2006).
Dari berbagai penelitian ditemukan bahwa permasalahan utama kesehatan reproduksi
remaja di Indonesia adalah sebagai berikut (Azwar, 2001) ;
Informasi tentang kesehatan reproduksi yang benar dan dapat dipertanggungjawabkan
baik kepada remaja dan masyarakat luas masih kurang. Hasil jajak pendapat pada
remaja menunjukkan bahwa pengetahuan remaja tentang kesehatan reproduksi sangat
kurang, hingga timbul anggapan-anggapan yang salah. Pemberian informasi mengenai
kesehatan reproduksi remaja di berbagai tempat juga masih menjadi bahan pertentangan
terutama bila diberikan dengan judul pendidikan seks. Penolakan pada umumnya terjadi
karena anggapan bahwa pemberian informasi tentang seksualitas malah akan
merangsang remaja untuk melakukan hubungan seksual, sementara konsep pemberian
informasi yang benar adalah memberikan bekal pada remaja akan pengetahuan tentang
hal yang berkaitan dengan sistem, fungsi dan proses reproduksi, sehingga remaja dapat
menjaga kesehatan reproduksinya dengan baik, dan kelak dapat menjalankan fungsi
reproduksinya secara bertanggung jawab, pada akhirnya dapat menjalani proses
reproduksinya dengan sehat dan selamat serta menghasilkan keturunan yang sehat pula.
2. Masalah Perilaku
Arus globalisasi saat ini memberikan kemudahan akan akses terhadap napza, alkohol
dan rokok pada remaja. Pada pengguna napza, kontrol diri menjadi sangat kurang, rasa
malu menipis, kesadaran memudar, dan semuanya ini memudahkan untuk terjun ke
dalam seks bebas dan penuh risiko tertular Penyakit Menular Seksual (PMS), terjadinya
penularan melalui jarum suntik sangat mudah pada pengguna napza, di samping itu
peningkatan status gizi dan kesehatan pada remaja disertai dengan pengaruh hormon
seksual yang mulai diproduksi pada masa remaja menyebabkan kematangan organ
yang merangsang organ reproduksi disertai kurangnya pembekalan mental, moral dan
tata nilai serta etika, dapat mengakibatkan remaja aktif seksual sebelum tercapai
kematangan mental dan sosial, pada keadaan ini remaja dengan masalah perilaku
seksual aktif sebelum pernikahan mungkin akan mengalami masa lajang dengan penuh
risiko antara lain (1) kehamilan yang tak diinginkan, (2) aborsi yang tidak aman, dan
(3) penyakit menular seksual, termasuk HIV/AIDS.
3. Masalah Pelayanan Kesehatan
Akses remaja terhadap pelayanan kesehatan reproduksi remaja masih kurang, beberapa
penyebab adalah kurangnya informasi tentang adanya pelayanan tersebut, adanya
keengganan pergi ke tempat pelayanan tersebut karena pelayanan yang tidak “youth
friendly”, petugas yang kurang terampil, pelayanan kurang komprehensif, ditambah
waktu yang tidak sesuai.
4. Peraturan dan perundangan
Perubahan tata nilai, kemajuan teknologi komunikasi dan transportasi membawa
dampak yang amat besar pada kehidupan remaja, tendensi jumlah remaja seksual aktif
semakin meningkat, namun Peraturan dan Perundangan kita tidak memberikan
perlindungan bagi remaja seksual aktif ini. Alat dan kontrasepsi pada institusi kesehatan
milik pemerintah hanya disediakan bagi pasangan usia subur. Remaja hamil karena
perkosaan atau dengan masalah masalah psikososial yang berat tidak dapat menerima
layanan terminasi kehamilan karena sesuai Undang-Undang, aborsi hanya dibenarkan
dan remaja pasca melahirkan untuk tetap bersekolah akan mendatangkan masa depan
yang gelap bagi remaja yang bersangkutan.
2.2.3 Kebijaksanaan Departemen Kesehatan RI Dalam Pembinaan Kesehatan
Reproduksi Remaja
Kebijaksanaan yang dilakukan oleh Departemen Kesehatan RI dalam pembinaan
kesehatan reproduksi remaja sebagaimana dikutip oleh Widyastuti, et.al. (2009) adalah
sebagai berikut :
1. Pembinaan kesehatan reproduksi remaja merupakan bagian dari upaya pembinaan
kesehatan remaja pada umumnya, dan pembinaannya disesuaikan dengan kebutuhan
tahapan proses tumbuh kembang yaitu kelompok remaja awal, remaja tengah dan remaja
akhir.
2. Pelaksanaan pembinaan kesehatan reproduksi remaja dilaksanakan terpadu lintas
program dan lintas sektoral melalui kegiatan yang terpadu dengan dukungan politis yang
berkesinambungan dan terkoordinasi.
3. Pembinaan kesehatan reproduksi remaja dilakukan melalui jaringan pelayanan upaya
kesehatan dasar dan rujukannya.
4. Pembinaan kesehatan reproduksi remaja dapat dilakukan pada empat daerah tangkapan ;
• Di rumah
• Di sekolah atau institusi pendidikan formal dan institusi pendidikan non formal
• Di masyarakat melalui kelompok khusus.
5. Peningkatan peran serta orang tua serta unsur potensial di lingkungan keluarga serta
remaja sendiri.
2.3 Program Kesehatan Reproduksi Remaja
Program Kesehatan Reproduksi Remaja (KRR) adalah program untuk membantu
remaja agar tegar dari risiko TRIAD-KRR (Seksualitas, HIV/AIDS dan Napza), dan
memiliki status kesehatan reproduksi yang sehat melalui pemberian informasi, pelayanan
konseling, rujukan pelayanan medis, pendidikan kecakapan hidup (life skills education), serta
kegiatan penunjang lainnya. (BKKBN, 2008b)
2.3.1 Kerangka Tegar Remaja
Kerangka Tegar Remaja (Adolescent Resilience Framework) adalah kerangka
pengembangan program Kesehatan Reproduksi Remaja (KRR) dengan mengembangkan
faktor pendukung untuk membangun kondisi remaja yang memiliki kesehatan reproduksi
yang sehat dan “tegar” terhadap berbagai risiko.
Adapun ciri tegar remaja menurut BKKBN (2008a) adalah sebagai berikut :
1. Menunda usia pernikahan.
2. Berperilaku sehat.
3. Terhindar dari resiko TRIAD-KRR (Seksualitas, HIV/AIDS dan Napza).
4. Bercita-cita mewujudkan keluarga kecil bahagia dan sejahtera .
2.3.2 Strategi Program KRR
Adapun strategi yang ditempuh untuk mengupayakan terwujudnya Tegar Remaja
adalah sebagai berikut (BKKBN, 2008b) :
1. Peningkatan Asset/capabilitas remaja, yaitu segala sesuatu yang positif yang terdapat
pada diri remaja (pengetahuan, sikap, perilaku, hobi, minat, dan sebagainya)
2. Pengembangan resources/opportunities, yaitu jaringan dan dukungan yang dapat
diberikan kepada remaja dan program KRR oleh semua stakeholder terkait (orangtua,
teman, sekolah, organisasi remaja, pemerintah, kesempatan media)
3. Pemberian pelayanan kedua/second chance kepada remaja yang telah menjadi korban
triad KRR, agar bisa sembuh dan kembali hidup normal.
2.3.3 Upaya-upaya Program KRR
Menurut BKKBN (2008b), dalam program kesehatan reproduksi remaja, sistem
jaminan hak hak reproduksi dilaksanakan melalui integrasi penyampaian informasi hak-hak
reproduksi tersebut ke dalam upaya-upaya program Kesehatan Reproduki Remaja (KRR).
Upaya- upaya program KRR adalah sebagai berikut :
1. Peningkatan komitmen penentu kebijakan, pengelola dan pelaksana program KRR.
2. Peningkatan akses informasi KRR.
3. Peningkatan akses pelayanan Pusat informasi dan Konseling KRR (PIK-KRR).
4. Peningkatan kualitas PIK-KRR.
2.3.4 Ruang Lingkup Program KRR
Menurut BKKBN (2008b), ruang lingkup program KRR meliputi:
1. Perkembangan seksualitas dan risiko (termasuk pubertas, anatomi dan fisiologi organ
reproduksi dan kehamilan tidak diinginkan) dan penundaan usia kawin.
2. Pencegahan Infeksi Menular Seksual (IMS), HIV dan AIDS.
3. Pencegahan Penyalahgunaan NAPZA (Narkotika, Alkohol, Psikotropika dan Zat Adiktif
lainnya).
4. Masalah-masalah remaja yang terkait dengan dampak dari risiko TRIAD KRR seperti:
kenakalan remaja, perkelahian antar remaja dan lain-lain.
2.4 Remaja
Remaja atau “adolescence “ (Inggris) berasal dari bahasa latin “adoloscere” yang
berarti tumbuh kearah kematangan. Kematangan yang dimaksud adalah bukan hanya
kematangan fisik saja, tetapi juga kematangan sosial dan psikologis (Widyastuti, 2009).
Menurut Hurlock (1990) dalam Episentrum (2010), transisi perkembangan pada
masa remaja berarti sebagian perkembangan masa kanak-kanak masih dialami namun
sebagian kematangan masa dewasa sudah dicapai, bagian dari masa kanak-kanak itu antara
lain proses pertumbuhan biologis misalnya tinggi badan masih terus bertambah, sedangkan
bagian dari masa dewasa antara lain proses kematangan semua organ tubuh termasuk fungsi
reproduksi dan kematangan kognitif yang ditandai dengan mampu berpikir secara abstrak.
Masa remaja menurut Kollman (1998) sebagaimana dikutip Wiknjosastro (2006)
adalah masa dimana anak sudah meninggalkan masa kanak-kanaknya menuju dunia orang
Sementara Papalia dan Olds (2001) dalam Episentrum (2010) mengatakan bahwa
masa remaja adalah masa transisi perkembangan antara masa kanak-kanak dan masa dewasa
yang pada umumnya dimulai pada usia 12 atau 13 tahun dan berakhir pada usia akhir belasan
tahun atau awal dua puluhan tahun.
WHO menetapkan batasan usia remaja adalah 10-24 tahun sedangkan di Indonesia
sendiri menurut Undang-Undang Nomor 4 tahun 1979 tentang kesejahteraan anak
menetapkan defenisi anak sebagai seorang yang belum mencapai usia 21 tahun dan belum
menikah. Batasan ini ditetapkan berdasarkan pertimbangan bahwa pada usia inilah tercapai
kematangan mental, pribadi dan sosial, walaupun kematangan biologis mungkin sudah terjadi
lebih awal pada waktu usia belasan tahun. Pada masa remaja, individu akan mengalami
situasi pubertas dimana ia akan mengalami perubahan yang mencolok secara fisik maupun
emosional/psikologis. Secara psikologis masa remaja merupakan masa persiapan terakhir dan
menentukan untuk memasuki tahapan perkembangan kepribadian selanjutnya yaitu menjadi
dewasa. Kematangan biologis remaja perempuan pedesaan biasanya diikuti dengan
perkawinan usia belia yang mengantarkan remaja pada risiko kehamilan dan persalinan,
sementara kematangan biologis remaja laki-laki dan perempuan di perkotaan
dibayang-bayangi kemungkinan lebih dininya usia pertama aktif seksual, kehamilan tak diinginkan,
aborsi tidak aman, infeksi saluran reproduksi termasuk penyakit menular seksual dan akibat
kecacatan yang dialami (Wiknjosastro, 2006).
2.4.1 Ciri-ciri Masa Remaja
yang terjadi menimbulkan ciri-ciri yang khas pada remaja antara lain : (Episentrum, 2010).
1. Peningkatan emosional yang terjadi secara cepat pada masa remaja awal yang dikenal dengan sebagai masa badai dan stress. Peningkatan emosional ini merupakan hasil dari perubahan fisik terutama hormon yang terjadi pada masa remaja. Dari segi kondisi sosial, peningkatan emosi ini merupakan tanda bahwa remaja berada dalam kondisi baru yang berbeda dari masa sebelumnya. Pada masa ini banyak tuntutan dan tekanan yang ditujukan pada remaja, misalnya mereka diharapkan untuk tidak lagi bertingkah seperti anak-anak, mereka harus lebih mandiri dan bertanggung jawab. Kemandirian dan tanggung jawab ini akan terbentuk seiring berjalannya waktu, dan akan nampak jelas pada remaja akhir yang duduk di awal-awal masa kuliah.
2. Perubahan yang cepat secara fisik yang juga disertai kematangan seksual. Terkadang perubahan ini membuat remaja merasa tidak yakin akan diri dan kemampuan mereka sendiri. Perubahan fisik yang terjadi secara cepat, baik perubahan internal seperti sistem sirkulasi, pencernaan, dan sistem respirasi maupun perubahan eksternal seperti tinggi badan, berat badan, dan proporsi tubuh sangat berpengaruh terhadap konsep diri remaja.
Hal ini juga dikarenakan adanya tanggung jawab yang lebih besar pada masa remaja, maka remaja diharapkan untuk dapat mengarahkan ketertarikan mereka pada hal-hal yang lebih penting. Perubahan juga terjadi dalam hubungan dengan orang lain. Remaja tidak lagi berhubungan hanya dengan individu dari jenis kelamin yang sama, tetapi juga dengan lawan jenis dan dengan orang dewasa. 4. Perubahan nilai, dimana apa yang mereka anggap penting pada masa
kanak-kanak menjadi kurang penting karena sudah mendekati dewasa.
5. Kebanyakan remaja bersikap ambivalen dalam menghadapi perubahan yang terjadi. Di satu sisi mereka menginginkan kebebasan, tetapi di sisi lain mereka takut akan tanggung jawab yang menyertai kebebasan tersebut, serta meragukan kemampuan mereka sendiri untuk memikul tanggung jawab tersebut.
2.4.2 Tugas Perkembangan Remaja
Perkembangan pada remaja merupakan proses untuk mencapai kematangan dalam berbagai aspek sampai tercapainya tingkat kedewasaan. Perubahan dan perkembangan yang terjadi pada masa remaja meliputi berbagai aspek antara lain : (Retnowati, 2008)
a. Perkembangan fisik.
drastis, tidak beraturan dan terjadi pada sisitem reproduksi. Hormon-hormon mulai diproduksi dan mempengaruhi organ reproduksi untuk memulai siklus reproduksi serta memengaruhi terjadinya perubahan tubuh. Perubahan tubuh ini disertai dengan perkembangan bertahap dari karakteristik seksual primer dan karakteristik seksual sekunder. Karakteristik seksual primer mencakup perkembangan organ-organ reproduksi, sedangkan karakteristik seksual sekunder mencakup perubahan dalam bentuk tubuh sesuai dengan jenis kelamin misalnya, pada remaja putri ditandai dengan menarche (menstruasi pertama), tumbuhnya rambut-rambut pubis, pembesaran buah dada, pinggul, sedangkan pada remaja putra mengalami pollutio
(mimpi basah pertama), pembesaran suara, tumbuh rambut-rambut pubis, tumbuh rambut pada bagian tertentu seperti di dada, di kaki, kumis dan sebagainya. Sekitar dua tahun pertumbuhan berat dan tinggi badan mengikuti perkembangan kematangan seksual remaja. Anak remaja putri mulai mengalami pertumbuhan tubuh pada usia rata-rata 8-9 tahun, dan mengalami menarche rata-rata pada usia 12 tahun. Pada anak remaja putra mulai menunjukan perubahan tubuh pada usia sekitar 10-11 tahun, sedangkan perubahan suara terjadi pada usia 13 tahun.
b. Perkembangan kejiwaan
- Sensitif atau peka, misalnya mudah menangis, cemas, frustasi, dan sebaliknya bisa tertawa tanpa alasan yang jelas. Utamanya sering terjadi pada remaja putri.
- Mudah bereaksi bahkan agresif terhadap gangguan atau rangsangan luar yang memengaruhinya, suka mencari perhatian dan bertindak tanpa berpikir terlebih dahulu.
- Ada kecenderungan tidak patuh pada orang tua, dan lebih senang pergi bersama temannya dari pada tinggal di rumah.
2. Perkembangan intelegensia.
- Cenderung mengembangkan cara berpikir abstrak, suka memberikan kritik. - Cenderung ingin mengetahui hal-hal baru, sehingga muncul perilaku ingin
mencoba-coba.
Sesuai dengan tumbuh dan berkembangya suatu individu, dari masa anak-anak sampai dewasa, individu memiliki tugas masing-masing pada setiap tahap perkembangannya. Adapun tugas perkembangan yang harus dicapai pada masa remaja menurut Robert Y. Havighurst dalam bukunya Human Development and Education yang dikutip oleh Panuju (1999) ada sepuluh yaitu :
2. Dapat menjalankan peranan-peranan sosial menurut jenis kelamin masing-masing.
3. Menerima kenyataan (realitas) jasmaniah serta menggunakannya seefektif mungkin dengan perasaan puas.
4. Mencapai kebebasan emosional dari orang tua atau orang dewasa lainnya. Ia tidak kekanak-kanakan lagi, yang selalu terikat pada orang tuanya. Ia membebaskan dirinya dari ketergantungan terhadap orang tua atau orang lain. 5. Mencapai kebebasan ekonomi
6. Memilih dan mempersiapkan diri untuk pekerjaan atau jabatan, artinya belajar memilih satu jenis pekerjaan sesuai dengan bakat dan mempersiapkan diri untuk pekerjaan tersebut.
7. Mempersiapkan diri untuk melakukan perkawinan dan hidup berumah tangga 8. Mengembangkan kecakapan intelektual serta konsep-konsep yang diperlukan
untuk kehidupan bermasyarakat.
9. Memperlihatkan tingkah laku yang secara sosial dapat dipertanggungjawabkan. 10. Memperoleh sejumlah norma-norma sebagai pedoman dalam
tindakan-tindakannya dan sebagai pandangan hidup.
Menurut Pratiwi (2005) dalam Widyastuti (2009), tugas yang harus dipenuhi sehubungan dengan perkembangan seksual remaja adalah :
2. Mengembangkan sikap yang benar tentang seks
3. Mengenali pola-pola perilaku heteroseksual yang dapat diterima masyarakat. 4. Menetapkan nilai-nilai yang harus diperjuangkan dalam memilih pasangan
hidup.
2.5 Pengetahuan
Menurut Notoatmodjo (2002a), pengetahuan adalah merupakan hasil “TAHU” dan
ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan
terjadi melalui panca indera manusia, yakni : indra penglihatan, pendengaran, penciuman,
rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga.
Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya
tindakan seseorang.
Perilaku yang didasari oleh pengetahuan biasanya akan lebih langgeng dari pada
perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan. Menurut Roger (1974) yang dikutip oleh
Notoatmodjo (2002a), sebelum seseorang berperilaku baru, di dalam diri orang tersebut
terjadi proses berurutan, yakni : (1) Awareness (kesadaran), dimana orang tersebut menyadari
dalam arti mengetahui terlebih dahulu terhadap stimulus (objek); (2) interest, dimana orang
mulai tertarik kepada stimulus ; (3) Evaluation, menimbang-nimbang terhadap baik atau
tidaknya stimulus tersebut baginya ; (4) trial, dimana orang telah mulai mencoba perilaku
baru ; (5) Adoption, dimana subjek telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan,
kesadaran dan sikapnya terhadap stimulus. Namun demikian dari penelitian selanjutnya
Rogers menyimpulkan bahwa perilaku tidak selalu melewati tahap-tahap tersebut diatas.
pengetahuan, kesadaran yang positif, maka perilaku tersebut akan bersifat langgeng dan
sebaliknya jika perilaku itu tidak didasari oleh pengetahuan dan kesadaran, maka perilaku
tersebut bersifat sementara atau tidak akan berlangsung lama.
Menurut Bloom (1908) yang dikutip oleh Notoatmodjo (2005a), menyatakan bahwa
pengetahuan yang dicakup di dalam domain kognitif mempunyai 6 tingkatan yakni :
1. Tahu (Know)
Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya.
Termasuk ke dalam tingkat pengetahuan ini adalah mengingat kembali (recall) terahadap
sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima.
Oleh sebab itu “tahu” ini merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah.
2. Memahami (comprehension)
Memahami suatu objek bukan sekedar tahu terhadap objek tersebut, tidak sekedar
dapat menyebabkan, tetapi orang tersebut harus dapat menginterpretasikan secara benar
tentang objek yang diketahui tersebut.
3. Aplikasi (application)
Aplikasi diartikan apabila orang yang telah memahami objek yang dimaksud dapat
menggunakan atau mengaplikasikan prinsip yang diketahui tersebut pada situasi yang lain.
4. Analisis (Analysis)
Analisis adalah kemampuan seseorang utuk menjabarkan dan/atau memisahkan,
atau objek yang diketahui. Indikasi bahwa pengetahuan seseorang sudah sampai pada tahap
analisis adalah apabila orang tersebut telah dapat membedakan, atau memisahkan,
mengelompokkan, membuat diagram (bagan) terhadap pengetahuan atas objek tersebut.
5. Sintesis (synthesis)
Sintesis menunjukkan suatu kemampuan seseorang untuk merangkum atau
meletakkan dalam satu hubungan yang logis dari komponen-komponen pengetahuan yang
dimiliki. Dengan kata lain sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru
dari formulasi-formulasi yang telah ada. Misalnya, dapat membuat atau meringkas dengan
kata-kata atau kalimat sendiri tentang hal-hal yang telah dibaca atau didengar, dapat membuat
kesimpulan tentang artikel yang telah dibaca.
6. Evaluasi (Evaluation)
Evaluasi berkaitan dengan kemampuan seseorang untuk melakukan justifikasi atau
penilaian terhadap suatu objek tertentu. Penilaian ini dengan sendirinya didasarkan pada
suatu kriteria yang ditentukan sendiri atau norma-norma yang berlaku di masyarakat.
2.5.1 Faktor-faktor yang Berpengaruh Terhadap Pengetahuan
Menurut Notoatmodjo (2005) ada beberapa faktor yang memengaruhi pengetahuan seseorang yaitu :
1. Pendidikan.
Pendidikan adalah suatu usaha untuk mengembangkan kepribadian dan kemampuan di
dalam dan di luar sekolah dan berlangsung seumur hidup. Pendidikan mempengaruhi
proses belajar, makin tinggi pendidikan seeorang makin mudah orang tersebut untuk
menerima informasi. Dengan pendidikan tinggi maka seseorang akan cenderung untuk
mendapatkan informasi, baik dari orang lain maupun dari media massa. Semakin banyak
informasi yang masuk semakin banyak pula pengetahuan yang didapat tentang kesehatan.
Pengetahuan sangat erat kaitannya dengan pendidikan dimana diharapkan seseorang
dengan pendidikan tinggi, maka orang tersebut akan semakin luas pula pengetahuannya.
Namun perlu ditekankan bahwa seorang yang berpendidikan rendah tidak berarti mutlak
berpengetahuan rendah pula. Peningkatan pengetahuan tidak mutlak diperoleh di
pendidikan formal, akan tetapi juga dapat diperoleh pada pendidikan non formal.
Penyuluhan merupakan salah satu kegiatan pendidikan non formal yang dapat dilakukan
dengan berbagai metode. Metode yang digunakan dalam pelaksanaan kegiatan penyuluhan
memiliki peranan yang sangat penting dalam meningkatkan pengetahuan sasaran
2. Mass media / informasi.
Informasi yang diperoleh baik dari pendidikan formal maupun non formal dapat
memberikan pengaruh jangka pendek (immediate impact) sehingga menghasilkan
perubahan atau peningkatan pengetahuan. Majunya teknologi akan tersedia
bermacam-macam media massa yang dapat memengaruhi pengetahuan masyarakat tentang inovasi
baru. Sebagai sarana komunikasi, berbagai bentuk media massa seperti televisi, radio,
surat kabar, majalah, dan lain-lain mempunyai pengaruh besar terhadap pembentukan
opini dan kepercayaan orang. Dalam penyampaian informasi sebagai tugas pokoknya,
media massa membawa pula pesan-pesan yang berisi sugesti yang dapat mengarahkan
opini seseorang. Adanya informasi baru mengenai sesuatu hal memberikan landasan
kognitif baru bagi terbentuknya pengetahuan terhadap hal tersebut.
3. Sosial budaya dan ekonomi.
Kebiasaan dan tradisi yang dilakukan orang-orang tanpa melalui penalaran apakah yang
dilakukan baik atau buruk. Dengan demikian seseorang akan bertambah pengetahuannya
walaupun tidak melakukan. Status ekonomi seseorang juga akan menentukan tersedianya
suatu fasilitas yang diperlukan untuk kegiatan tertentu, sehingga status sosial ekonomi ini
akan memengaruhi pengetahuan seseorang.
4. Lingkungan.
Lingkungan adalah segala sesuatu yang ada di sekitar individu, baik lingkungan fisik,
ke dalam individu yang berada dalam lingkungan tersebut. Hal ini terjadi karena adanya
interaksi timbal balik ataupun tidak yang akan direspon sebagai pengetahuan oleh setiap
individu.
5. Pengalaman.
Pengalaman sebagai sumber pengetahuan adalah suatu cara untuk memperoleh kebenaran
pengetahuan dengan cara mengulang kembali pengetahuan yang diperoleh dalam
memecahkan masalah yang dihadapi masa lalu. Pengalaman belajar dalam bekerja yang
dikembangkan memberikan pengetahuan dan keterampilan professional serta pengalaman
belajar selama bekerja akan dapat mengembangkan kemampuan mengambil keputusan
yang merupakan manifestasi dari keterpaduan menalar secara ilmiah dan etik yang
bertolak dari masalah nyata dalam bidang kerjanya.
6. Umur.
Umur memengaruhi terhadap daya tangkap dan pola pikir seseorang. Semakin bertambah
usia akan semakin berkembang pula daya tangkap dan pola pikirnya, sehingga
pengetahuan yang diperolehnya semakin membaik. Pada usia madya, individu akan lebih
berperan aktif dalam masyarakat dan kehidupan sosial serta lebih banyak melakukan
persiapan demi suksesnya upaya menyesuaikan diri menuju usia tua, selain itu orang usia
madya akan lebih banyak menggunakan banyak waktu untuk membaca. Kemampuan
intelektual, pemecahan masalah, dan kemampuan verbal dilaporkan hampir tidak ada