EVALUASI PELAKSANAAN PROGRAM BANTUAN
LANGSUNG TUNAI DI KELURAHAN BANTAN
KECAMATAN SIANTAR BARAT
KOTA PEMATANGSIANTAR
SKRIPSI
Diajukan Guna Memenuhi Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar
Sarjana Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik
Oleh :
MAG AULIA AZZAHRA MENJERANG
060902031
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
DEPARTEMEN ILMU KESEJAHTERAAN SOSIAL
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK DEPARTEMEN ILMU KESEJAHTERAAN SOSIAL
LEMBAR PERSETUJUAN
Skripsi ini disetujui untuk dipertahankan oleh : Nama : Mag Aulia Azzahra Menjerang
Nim : 060902031
Departemen : Ilmu Kesejahteraan Sosial
Judul : Evaluasi Pelaksanaan Program Bantuan Langsung Tunai di Kelurahan Bantan Kecamatan Siantar Barat Kota Pematangsiantar
Medan, Maret 2010 Dosen Pembimbing
Drs. Bengkel Ginting, M.Si NIP. 196301031989031003
Ketua Departemen Ilmu Kesejahteraan Sosial
Drs. Matias Siagian, M.Si NIP. 196303131993031001
Dekan Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik
NORTH SUMATERA UNIVERSITY SOCIAL AND POLITIC SCIENCE FACULTY SOCIAL PROSPERITY SCIENCE DEPARTMENT NAME : MAG AULIA AZZAHRA MENJERANG
REG. NO : 060902031
ABSTRACT
BLT (Cash Direct Aids) Program is created as the effort for the sake of helping the consumption rate of the target households as the effect of the policy concerning with the increased price of refined fuel oil. The formulation of the problem for the research namely how is the implementation of Cash Direct Aids Program in Bantan area, Siantar Barat sub-district, Pematang Siantar city.
This research is carried out in Bantan area II, Siantar Barat sub-district, Pematang Siantar city. It is descriptive research using frequency table and accompanied with the life story. The sample is 40 families who get Cash Direct Aids Program and 4 officers of Cash Direct Aids Program in Bantan area.
Based on the data analysis, it shows that the implementation of Cash Direct Aids Program is not running well in that Bantan area. The indicators can be seen from the lack of socialization from the officers regarding Cash Direct Aids Program to the community, the distribution of the Cash Direct Aids Program is not on time, fund distribution is not effective and efficient.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK DEPARTEMEN ILMU KESEJAHTERAAN SOSIAL
NAMA : MAG AULIA AZZAHRA MENJERANG
NIM : 060902031
ABSTRAK
(Skripsi ini terdiri dari 6 bab, 101 halaman, 36 tabel, 6 lampiran serta 28 kepustakaan)
Program Bantuan Langsung Tunai (BLT) dilatarbelakangi upaya mempertahankan tingkat konsumsi Rumah Tangga Sasaran (RTS) sebagai akibat adanya kebijakan kenaikan harga BBM. Perumusan masalah penelitian adalah bagaimana pelaksanaan Program BLT di Kelurahan Bantan Kecamatan Siantar Barat Kota Pematangsiantar.
Penelitian dilaksanakan di Kelurahan Bantan Lingkungan II Kecamatan Siantar Barat Kota Pematangsiantar, bersifat deskriptif dengan menggunakan tabel frekuensi dan disertai dengan life story. Besar sampel yang digunakan adalah penerima BLT 40 KK dan 4 petugas BLT Kelurahan Bantan.
Berdasarkan hasil analisa data menunjukkan bahwa pelaksanaan Program BLT di Kelurahan Bantan tidak berjalan dengan baik. Indikatornnya antara lain adalah kurang sosialisasi dari petugas mengenai Program BLT kepada masyarakat, tidak tepat waktu pada pembagian dana BLT, penyaluran dana yang tidak efektif dan efesien.
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahirabbil’alamin. Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “ Evaluasi Pelaksanaan Program Bantuan Langsung Tunai di Kelurahan Bantan Kecamatan Siantar Barat Kota Pematangsiantar”, merupakan salah satu syarat yang harus dipenuhi untuk menyelesaikan studi pada program strata satu (S-1), Jurusan Ilmu Kesejahteraan Sosial, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sumatera Utara.
Pada kesempatan yang berbahagia ini, penulis menyadari bahwa skripsi ini tidak akan bisa selesai tanpa bantuan, perhatian bahkan kasih sayang dari berbagai pihak yang bersifat moril maupun materil dan dengan segala kerendahan hati penulis haturkan terimakasih kepada :
1. Bapak Prof. Dr. Arif Nasution, MA, selaku Dekan Fakkultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.
2. Bapak Drs. Matias Siagian, M.Si, selaku Ketua Departemen Ilmu Kesejahteraan Sosial Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik.
3. Bapak Drs. Bengkel Ginting, M.Si, selaku dosen Pembimbing yang telah bersedia membimbing dan memberikan dukungan dalam penyelesaian skripsi ini.
5. Bapak M.Nurdin, selaku Kepala Desa Kelurahan Bantan yang telah memberi izin kepada penulis untuk melakukan penelitian di Kelurahan Bantan.
6. Ibu Nursi Gultom selaku pegawai Kelurahan Bantan yang telah membantu Penulis dengan informasi kependudukan Kelurahan Bantan dan semua responden penerima Program BLT.
7. Teristimewa kepada kedua orang tua tercinta, ayahanda Ir. H. Mag Muis Menjerang, MS dan Ibunda Hj. Rosanny Sembiring, S.Pd yang telah merawat dan membesarkan penulis dengan segenap ketulusan cinta dan dukungan, doa serta kasih sayang yang teramat besar kepada penulis. 8. Kepada keluarga Menjerang, abang dan kakak, Adrian Syahputra yang
telah memberikan dorongan dan motifasi kepada penulis agar tidak menyerah untuk menyelesaikan skripsi ini.
9. Kepada teman-teman Kesos 06 seperjuangan terima kasih atas bantuan dan dukungannya.
10.Kepada semua pihak yang tidak tersebutkan namanya terima kasih atas bantuan dan dukungannya.
Penulis menyadari hasil penelitian ini masih jauh dari kesempurnaan mengingat pengetahuan, waktu dan kemampuan yang dimiliki, dengan segala kerendahan hati penulis membuka diri untuk saran, kritik yang dapat membangun guna perbaikan di masa yang akan datang dan bermanfaat bagi kita semua.
Medan, Maret 2010 Penulis
DAFTAR ISI
1.1. Latar Belakang... 11.2. Perumusan Masalah... 9
1.3. Pembatasan Penelitian... 9
1.4. Tujuan dan Manfaat Penelitian... 10
1.4.1. Tujuan Penelitian... 10
1.4.2. Manfaat Penelitian... 10
1.5. Sistematika Penulisan... 11
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Evaluasi... 12
2.1.1. Tolak Ukur Evaluasi Program...13
2.2. Pelaksanaan Program... 14
2.3. Bantuan Langsung Tunai... 17
2.3.1. Tujuan Program BLT... 17
2.3.2. Sasaran Program BLT... 18
2.3.3. Organisasi Pelaksana Penyaluran Dana BLT-RTS... 19
2.3.4. Proses Mekanisme dan Tahapan Penyaluran Dana BLT-RTS... 25
2.4. Kemiskinan... 27
2.4.1. Faktor Penyebab Kemiskinan... 31
2.4.2. Penanggulangan Kemiskinan... 33
2.5. Kerangka Pemikiran... 36
BAB III METODE PENELITIAN
3.1. Tipe Penelitian... 43
3.2. Lokasi Penelitian... 43
3.3. Populasi dan Sampel... 44
3.3.1. Populasi... 44
3.3.2. Sampel... 44
3.4. Teknik Pengumpulan Data... 44
3.5. Teknik Analisa Data...46
BAB IV DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN 4.1. Gambaran Umum Kelurahan Bantan... 47
4.2. Keadaan Geografis... 47
4.2.1 Kondisi Geografis... 47
4.2.2 Orbitasi... 48
4.3 Keadaan Demografis... 48
4.3.1 Distribusi Penduduk Berdasarkan Usia dan Jenis Kelamin... 48
4.3.2 Distribusi Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian... 50
4.3.3 Distribusi Penduduk Berdasarkan Agama... 51
4.3.4 Distribusi Penduduk Berdasarkan Kewarganegaraan.... 52
4.4 Sarana dan Prasarana di Kelurahan Bantan... 53
4.4.1 Sarana dan Prasarana Bidang Transportasi... 53
4.4.2 Sarana Pendidikan... 53
4.4.3 Prasarana Olahraga... 54
4.4.4 Sarana Peribadatan dan Prasarana Kesehatan... 54
4.4.5 Sarana Kelembagaan Ekonomi... 55
4.5 Kegiatan Sosial yang Dilakukan Penduduk... 56
4.6 Struktur Pemerintahan Kelurahan Bantan... 57
BAB V ANALISA DATA 5.1 Karakteristik Responden... 58
5.2.1 Distribusi Tanggapan Responden Bedasarkan
Pemahaman Tujuan Program BLT... 66 5.2.2 Distribusi Tanggapan Responden Berdasarkan
Penyaluran Dana BLT... 67 5.2.3 Distribusi Tanggapan Responden Berdasarkan
Tepat Waktu dan Tepat Sasaran Kepada
Penerima BLT... 68 5.2.4 Distribusi Tanggapan Responden Berdasarkan
Pelayanan Pemberian BLT... 71 5.2.5 Distribusi Tanggapan Responden Berdasarkan
Efesiensi Pemberian BLT Sejumlah
Rp.300.000/3bulan... 72 5.2.6 Distribusi Tanggapan Responden Berdasarkan
Konsumsi Beras... 73 5.2.7 Distribusi Tanggapan Responden Berdasarkan
Menu Makanan... 74 5.2.8 Distribusi Tanggapan Responden Berdasarkan
Kesehatan Keluarga... 78 5.2.9 Distribusi Tanggapan Responden Berdasarkan
Pendidikan... 80 5.2.10 Distribusi Tanggapan Responden Berdasarkan
Fasilitas Tempat Tinggal... 82 5.2.11 Distribusi Tanggapan Responden Berdasarkan
Tujuan dan Manfaat BLT... 85 5.2.12 Distribusi Tanggapan Responden Berdasarkan
Pengaduan Masyarakat Terhadap
Pelayanan Petugas BLT... 89 5.2.13 Distribusi Tanggapan Responden Berdasarkan
Pelaksanaan Program BLT... 90 5.3 Distribusi Tanggapan Petugas Berdasarkan
BAB VI PENUTUP
6.1 Kesimpulan... 99 6.2 Saran... 100
DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR TABEL
No. Hal
1. Distribusi Penduduk Berdasarkan Kelompok Usia ... 48
2. Distribusi Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin ... 49
3. Distribusi Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian ... 51
4. Distribusi Penduduk Berdasarkan Agama 52 ...
5. Distribusi Penduduk Berdasarkan Kewarganegaraan ... 52
6. Jumlah Sarana Pendidikan di Kelurahan Bantan ... 53
7. Jumlah Prasarana Olahraga di Kelurahan Bantan ... 54
8. Jumlah Sarana Kelembagaan Ekonomi ... 55
9. Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin ... 59
10.Karakteristik Responden Berdasarkan Umur ... 60
11.Karakteristik Responden Berdasarkan Agama... 61
12.Karakteristik Responden Berdasarkan Pendidikan Terakhir ... 61
13.Karakteristik Responden Penerima BLT Berdasarkan Mata 14.Pencaharian ... 63
15.Karakteristik Responden Penerima BLT Berdasarkan Jumlah 16.Tanggungan ... 64
17.Distribusi Tanggapan Responden Tentang Pemahaman Tujuan ... 66
18.Distribusi Tanggapan Responden Tentang Penyaluran Dana 19.Program BLT Sebesar Rp. 400.000,-/4bulan dan 20.Rp.300.000.-/3bulan ... 67
21.Distribusi Tanggapan Responden Tentang Tepat Waktu 22.Pemberian BLT ... 68
25.Distribusi Tanggapan Responden Berdasarkan Prioritas ...70 26.Pelayanan Pemberian BLT ... 71 27.Distribusi Tanggapan Responden Berdasarkan Efesiensi
28.Pemberian BLT sejumlah Rp. 300.000,-/3bulan ... 72 29.Distribusi Tanggapan Responden Berdasarkan Jumlah Beras
30.Yang Dikonsumsi Dalam Sehari ... 73 31.Distribusi Tanggapan Responden Berdasarkan Berapa Kali
32.Makan Dalam Sehari ... 74 33.Distribusi Tanggapan Responden Berdasarkan Berapa Kali
34.Makan Daging Dalam Seminggu ... 75 35.Distribusi Tanggapan Responden Berdasarkan Berapa Kali
36.Makan Telur Dalam Seminggu ... 76 37.Distribusi Tanggapan Responden Berdasarkan Berapa Kali
38.Minum Susu Dalam Seminggu ... 77 39.Distribusi Tanggapan Responden Berdasarkan Kepemilikan
40.Kartu Kesehatan Seperti Askeskin ... 78 41.Distribusi Tanggapan Responden Berdasarkan Kemampuan
42.Membayar Untuk Berobat ke Puskesmas/Poliklinik ... 79 43.Distribusi Tanggapan Responden Berdasarkan Tingkat
44.Pendidikan Anak yang Masih Dalam Tanggungan Keluarga ... 80 45.Distribusi Tanggapan Responden Berdasarkan Sumber Biaya
46.Pendidikan Anak dalam Keluarga ... 81 47.Distribusi Tanggapan Responden Berdasarkan Status
48.Penguasaan Bangunan/Rumah Tempat Tinggal yang di Tempati ... 82 49.Distribusi Tanggapan Responden Berdasarkan Jenis Lantai
51.Distribusi Tanggapan Responden Berdasarkan Jenis
52.Bahan Bakar Untuk Masak Sehari-hari ... 84
53.Distribusi Tanggapan Responden Berdasarkan Tujuan BLT 54.Yaitu Pemenuhan Kebutuhan Pokok Sehari-hari ... 85
55.Distribusi Tanggapan Responden Berdasarkan Manfaat BLT ... 86
56.Distribusi Tanggapan Responden Berdasarkan Jumlah ...86
57.Masyarakat Miskin Semakin Bertambah atau Semakin...86
58.Berkurang Setelah Menerima BLT ... 87
59.Distribusi Tanggapan Responden Berdasarkan Pelaksanaan... 89
DAFTAR LAMPIRAN
1. Kuesioner (Angket)
2. Lembar kegiatan bimbingan penelitian/penulisan skripsi Departemen Ilmu Kesejahteraan Sosial FISIP USU
3. Surat Keputusan Tentang Dosen Pembimbing Penulisan Proposal/Penelitian/Skripsi
4. Surat Pengantar Penelitian dari Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara
5. Surat Izin Penelitian dari Badan Penelitian Pengembangan dan Statistik Kota Pematangsiantar
NORTH SUMATERA UNIVERSITY SOCIAL AND POLITIC SCIENCE FACULTY SOCIAL PROSPERITY SCIENCE DEPARTMENT NAME : MAG AULIA AZZAHRA MENJERANG
REG. NO : 060902031
ABSTRACT
BLT (Cash Direct Aids) Program is created as the effort for the sake of helping the consumption rate of the target households as the effect of the policy concerning with the increased price of refined fuel oil. The formulation of the problem for the research namely how is the implementation of Cash Direct Aids Program in Bantan area, Siantar Barat sub-district, Pematang Siantar city.
This research is carried out in Bantan area II, Siantar Barat sub-district, Pematang Siantar city. It is descriptive research using frequency table and accompanied with the life story. The sample is 40 families who get Cash Direct Aids Program and 4 officers of Cash Direct Aids Program in Bantan area.
Based on the data analysis, it shows that the implementation of Cash Direct Aids Program is not running well in that Bantan area. The indicators can be seen from the lack of socialization from the officers regarding Cash Direct Aids Program to the community, the distribution of the Cash Direct Aids Program is not on time, fund distribution is not effective and efficient.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK DEPARTEMEN ILMU KESEJAHTERAAN SOSIAL
NAMA : MAG AULIA AZZAHRA MENJERANG
NIM : 060902031
ABSTRAK
(Skripsi ini terdiri dari 6 bab, 101 halaman, 36 tabel, 6 lampiran serta 28 kepustakaan)
Program Bantuan Langsung Tunai (BLT) dilatarbelakangi upaya mempertahankan tingkat konsumsi Rumah Tangga Sasaran (RTS) sebagai akibat adanya kebijakan kenaikan harga BBM. Perumusan masalah penelitian adalah bagaimana pelaksanaan Program BLT di Kelurahan Bantan Kecamatan Siantar Barat Kota Pematangsiantar.
Penelitian dilaksanakan di Kelurahan Bantan Lingkungan II Kecamatan Siantar Barat Kota Pematangsiantar, bersifat deskriptif dengan menggunakan tabel frekuensi dan disertai dengan life story. Besar sampel yang digunakan adalah penerima BLT 40 KK dan 4 petugas BLT Kelurahan Bantan.
Berdasarkan hasil analisa data menunjukkan bahwa pelaksanaan Program BLT di Kelurahan Bantan tidak berjalan dengan baik. Indikatornnya antara lain adalah kurang sosialisasi dari petugas mengenai Program BLT kepada masyarakat, tidak tepat waktu pada pembagian dana BLT, penyaluran dana yang tidak efektif dan efesien.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Di Indonesia upaya kepedulian terhadap persoalan kemiskinan sudah berlangsung sejak lama, baik pada jaman pemerintahan masa Orde Lama, masa Orde Baru, maupun pada masa pemerintahan di era Reformasi. Untuk menunjukkan kepeduliannya terhadap persoalan kemiskinan, pemerintahan SBY-JK juga tidak mau ketinggalan. Kenaikan harga minyak di pasar dunia telah menimbulkan dampak negatif bagi perekonomian pada banyak negara termasuk Indonesia. Sekalipun Indonesia merupakan negara yang mempunyai sumber minyak bumi yang cukup berlimpah namun sebagai anggota OPEC menimbulkan konsekuensi terhadap Pemerintah untuk menaikkan harga jual minyak ke luar negeri maupun dalam negeri. Kenaikan harga minyak kemudian telah menyebabkan efek domino kenaikan harga-harga terhadap berbagai aspek komoditi dalam negeri yang disebabkan oleh kenaikan harga bahan bakar minyak dan transportasi (Soekanto, 1990:406).
Kenaikan harga bahan bakar minyak, transportasi dan barang-barang kebutuhan pokok dirasakan dampaknya kepada semua lapisan masyarakat tetapi tentunya yang paling berat merasakannya adalah kelompok masyarakat ekonomi lemah. Kenaikan harga berbagai kebutuhan yang tidak diantisipasi dengan upaya peningkatan kemampuan daya beli telah menyebabkan masyarakat miskin terancam keberlangsungan hidupnya. Tekanan berat yang paling dirasakan oleh masyarakat miskin utamanya adalah pada tingginya harga bahan bakar untuk kebutuhan memasak sehari-hari, biaya transportasi (ke sekolah, ke kantor) dan harga barang-barang kebutuhan pokok yang semakin mahal
23:00WIB).
Sebagai suatu program dan kebijakan nasional, program BLT mempunyai latar belakang pelaksanaan yang sistimatis, baik secara deskriptif analisis kondisional maupun deskriptif operasional perundang-undangan. Dari sudut deskriptif analisis kondisional dapat dikatakan bahwa program BLT adalah wujud dari hasil sebuah pergumulan klasik di seluruh pemerintahan negara-negara
seperti Indonesia
Secara operasional perundang-undangan sebagai dasar pijak pelaksanaan Program BLT adalah sebagaimana tertuang dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) kurun waktu 2004-2009, yaitu meningkatkan kesejahteraan rakyat, yang diantaranya memuat target penurunan angka kemiskinan dari 16,7% pada tahun 2004 menjadi 8,2% pada tahun 2009. Target tersebut dianggap tercapai jika daya beli penduduk terus ditingkatkan dan dikembangkan secara berkelanjutan. Wujud nyata dari orientasi RPJM ini dan didorong membengkaknya subsidi BBM (Bahan Bakar Minyak) akibat dari meningkatnya harga minyak mentah dipasar Internasional, tentu mempengaruhi harga BBM dalam negeri sejak awal Maret 2005, juga mempengaruhi kenaikan harga barang-barang pokok sehari-hari (Sembako), yang pada gilirannya memperlemah daya
beli masyarakat
tahun 1998 jumlah penduduk miskin berjumlah 36,5 juta jiwa atau 17,86%. Jumlah penduduk miskin berdasarkan data BPS tahun 2003 yakni 37,34 jiwa atau 17,42%.
Di Indonesia jumlah keluarga miskin mencapai 19,1 juta. Berarti, jika satu keluarga terdiri dari suami istri dan dua orang anak saja (rata-rata) maka jumlah orang miskin di Republik ini sudah lebih 76 juta jiwa. Jumlah itu masih mungkin bertambah, sebab masih banyak masyarakat miskin yang belum terdata tidak memperoleh BLT dan mereka yang jatuh miskin akibat baru di PHK karena banyak perusahaan industri tutup akibat krisis tahun lalu. Kalau dibandingkan data kemiskinan dari pemerintah dimana jumlah rakyat miskin dibawah 40 juta jiwa, maka sudah pasti ada kesalahan data yang dilakukan oleh BPS. Kesannya pemerintah memang mengajarkan rakyatnya untuk mengemis lewat BLT. Hal ini sudah banyak dikritik, namun nampaknya muatan politis jauh lebih besar sehingga “incumbent” Presiden SBY dapat terpilih lagi karena rakyat senang diberi BLT. (Tajuk Rencana hal 24, dalam Waspada, 28 Agustus 2009).
Jumlah penduduk miskin di Sumatera Utara mengalami turun naik dari tahun 1993-2006. Jumlah penduduk miskin tahun 1993 sebasar 1,33 juta orang atau sebesar 12,31 persen dari total jumlah penduduk Sumatera Utara. Tahun 1996 jumlah penduduk Sumatera Utara yang tergolong miskin hanya 1,23 juta jiwa dengan persentase sebesar 10,92 persen. Terjadinya krisis moneter secara maksimal termasuk di Sumatera Utara, penduduk miskin di Sumatera Utara tahun 1999 meningkat menjadi 1,97 juta jiwa atau sebesar 16,74 persen (BPS, 2006).
Tahun 2004 jumlah dan persentase turun menjadi sebanyak 1,80 juta jiwa atau sekitar 14,93 persen. Pada tahun 2005 penduduk miskin turun 1,76 juta jiwa (14,28%). Akibat dampak kenaikan BBM pada Maret dan Oktober 2005 penduduk miskin tahun 2006 meningkat menjadi 1,98 juta jiwa (15,66%) (BPS Prov Sumut, 2007).
Pada tahun 2007 jumlah kemiskinan di Sumatera Utara 1,76 juta jiwa, bila dibandingkan tahun 2006 sejumlah 1,98 juta jiwa maka tingkat kemiskinan terbukti menurun. Data kemiskinan Maret 2008 adalah 1.613.800 orang. Maret 2009 kemiskinan di Sumut turun menjadi 1.499.700 orang, dari data BPS menunjukkan bahwa kemiskinan di Sumut berkurang sebanyak 114.100 orang (BPS Prov Sumut, 2009).
Pemberian BLT dilakukan agar masyarakat miskin tidak terlalu merasakan dampak dari kenaikan harga BBM. Dasar pemerintah dalam membuat kebijakan program BLT adalah untuk membantu masyarakat miskin yang merasakan dampak dari kenaikan harga BBM. Menurut BPS kriteria RTS dirinci menjadi 14 variabel yang diperoleh dari hasil kajian selama bertahun-tahun. Pemerintah SBY-JK mengharapkan agar realisasi program BLT dapat berjalan dengan sistematis, lancar, berhasil, dan tepat sasaran. Satu bukti upaya yang sistematis demi tertibnya program dapat terlihat dalam tulisan Edri Wilastono tentang “Seputar Subsidi Langsung Tunai (SLT)” yang disumberkan langsung dari dokumen Tim Koordinasi Pusat Pelaksanaan Program BLT di Jakarta
Pemerintah tidak menggunakan pendataan masyarakat yang akurat dalam merealisasikan program BLT karena masih menggunakan data tahun 2005, dimana belum melibatkan unsur pemerintahan dan pengurus setempat yang lebih tahu kondisi daerah masing-masing. Jika tidak dilakukan suatu evaluasi terhadap program dapat dipastikan BLT bisa menimbulkan potensi terjadinya konflik antar masyarakat, angka kemiskinan dan kriminalitas.
Realisasi dan realitas program BLT banyak mengalami kendala-kendala, persoalan-persoalan bahkan kekurangan-kekurangan. Salah satu contoh tentang realisasi dan realitas dapat dilihat dalam beberapa kutipan sebagai berikut: BLT Dipotong Rp.70.000,- untuk pembuatan KTP dan subsidi silang. Belasan ribu keluarga miskin (gakin) yang ada di Kota Tasikmalaya, Rabu (19/10) antri di beberapa kantor kelurahan untuk mencairkan BLT. Beberapa warga menjelaskan, uang Rp.300.000,- dipotong Rp.70.000,-. Potongan tersebut, masing-masing Rp.20.000,- untuk keperluan pengurusan KTP dan kartu keluarga. Sisanya Rp.50.000,- untuk subsidi warga lain yang dianggap miskin tetapi tidak mendapat BLT.
Pertaruhan PT Pos Indonesia. Tercatat enam orang rata-rata berusia 70 tahun meninggal dunia ketika sedang mengantri pencairan BLT. Antri berujung kematian itu sungguh memilukan dan memalukan. Untuk menghindari kejadian terulang, PT Pos menentukan hari pengambilan BLT untuk setiap desa secara
bergilir
pukul 23:00WIB).
untuk menerima BLT. Sebagai contoh ada Perda larangan seperti di Jakarta, memberi uang kepada pengemis di jalan maupun gerombolan pengemis yang semakin banyak di jalanan. Hal ini patut menjadi perhatian semua pihak terkait.
Perda yang dibuat hanya bisa berjalan efektif bila dibarengi dengan pengawasan dilapangan. Perda tersebut hanya mungkin terlaksana bila dilakukan sosialisasi yang cukup kepada masyarakat dibarengi dengan upaya meningkatkan kesejahteraan seluruh rakyat. Kalau hanya sekedar membuat Perda sementara sosialisasinya tidak berjalan, maka dipastikan jumlah penerima BLT akan semakin banyak. Sejalan dengan situasi perekonomian semakin sulit. Dalam UUD 1945 disebutkan bahwa rakyat miskin dan anak-anak terlantar dipelihara oleh Negara tetapi tidak dijalankan oleh pejabat pemerintah pusat maupun Prov/Kab/Kota.
Kota Pematangsiantar memiliki jumlah penduduk 240.787 jiwa dengan luas 79,97 km . Terdiri dari 6 kecamatan yaitu Siantar Barat, Siantar Marihat, Siantar Martoba, Siantar Selatan, Siantar Timur, Siantar Utara, Siantar Sitala Sari. Khusus pada kecamatan Siantar Barat terdiri dari 7 kelurahan, salah satunya adalah Kelurahan Bantan. Kelurahan Bantan memiliki luas 3,21 km dan jumlah penduduk 45.291 jiwa dengan kepadatan penduduk 14.131 jiwa/km.
Kecamatan Sitala Sari dan 1.305 rumah tangga miskin di Kecamatan Siantar Barat.
Di Kelurahan Bantan Kecamatan Siantar Barat, menurut petugas kelurahan disana Program BLT pertama kali dilaksanakan pada tahun 2007. Ada 380 rumah tangga sasaran penerima BLT. Menurut petugas tersebut, pemerintah mengusulkan penerima bantuan di Kelurahan Bantan adalah sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Tahun 2007 sampai tahun 2008 penerima BLT tetap sebanyak 380 rumah tangga sasaran. Dari data tersebut dapat dilihat bahwa tidak ada peningkatan taraf kesejahteraan masyarakat miskin penerima BLT. Petugas kelurahan juga mengatakan masih ada masyarakat miskin yang tidak mendapatkan bantuan. Banyak hal yang mereka rasa ganjil dalam pelaksanaan program BLT.
Penulis juga mendapat informasi dari beberapa warga penerima BLT yang mengatakan pada tahun 2008 mereka hanya menerima Rp. 200.000,- pada periode bulan Juni sampai Agustus. Alasan potongan tersebut dilakukan juga belum jelas. Posisi warga sebagai obyek dan penerima bantuan memiliki reaksi cenderung apatis dalam proses penetapan kebijakan dan persiapan penyaluran bantuan. Masyarakat masih belum dibiasakan untuk ikut berperan aktif dalam perencanaan pembangunan.
bantuan yang disediakan pemerintah sangat membantu untuk menyelamatkan keberlangsungan hidup mereka.
Berdasarkan uraian diatas, penulis tertarik memilih Kelurahan Bantan sebagai tempat penelitian untuk melihat kebenaran dari pelaksanaan Program BLT tepat sasaran secara ilmiah dan manfaat BLT bagi penerima bantuan. Program BLT yang diterapkan Pemerintah menjadi latar belakang penulis tertarik mengadakan penelitian di daerah tersebut dengan judul “Evaluasi Pelaksanaan
Program Bantuan Langsung Tunai di Kelurahan Bantan Kecamatan Siantar
Barat Kota Pematangsiantar”.
1.2 Perumusan Masalah
Menurut M. Nazir ( 2003 : 111) perumusan masalah merupakan langkah yang penting karena langkah ini akan menentukan kemana suatu penelitian diarahkan. Perumusan masalah harus jelas dan tegas sehingga proses penelitian benar-benar terarah dan terfokus ke permasalahan yang jelas. Adapun perumusan masalah yang menjadi pokok penelitian ini adalah:
“Bagaimana pelaksanaan program bantuan langsung tunai di Kelurahan
Bantan Kecamatan Siantar Barat Kota Pematangsiantar ?”
1.3 Pembatasan Penelitian
1.4 Tujuan Penelitian dan Manfaat Penelitian
1.4.1 Tujuan Penelitian
1. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui evaluasi pelaksanaan program BLT di Kelurahan Bantan Kecamatan Siantar Barat Kota Pematangsiantar.
2. Untuk mengetahui manfaat BLT bagi penerima bantuan.
1.4.2 Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat untuk :
1. Dapat digunakan bagi perkembangan Ilmu Pengetahuan yang berhubungan dengan Program BLT.
2. Untuk memperluas pengetahuan dan wawasan penulis dalam mengembangkan kemampuan berpikir melalui karya ilmiah.
1.5 Sistematika Penulisan
Adapun sistematika penulisan dalam penelitian terdiri dari :
BAB I : PENDAHULUAN
Bab I berisikan latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penlitian, serta sistematika penulisan.
BAB II : TINJAUAN PUSTAKA
Bab II menguraikan secara teoritis tinjauan-tinjauan yang berkaitan dengan penelitian yang dilakukan yaitu Program Bantuan Langsung Tunai, kerangaka pemikiran, hipotesa, defenisi konsep, dan defenisi operasional pada penelitian ini.
BAB III : METODE PENELITIAN
Bab III berisikan tipe penelitian, lokasi penelitian, populasi dan sampel, teknik pengumpulan data serta teknik analisa data.
BAB IV : DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN
Bab IV berisikan sejarah singkat serta gambaran umum lokasi di mana penulis melakukan penelitian.
BAB V : ANALISA DATA
Bab V berisikan tentang uraian data yang diperoleh dari hasil penelitian yaitu melalui quesioner yang dibagikan kepada Responden dalam penelitian ini yaitu penerima bantuan langsung tunai di Kelurahan Bantan Kecamatan Siantar Barat Kota Pematangsiantar.
BAB VI : PENUTUP
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Evaluasi
Banyak defenisi evaluasi dikemukakan oleh beberapa ahli. Seperti dikemukakan oleh Cronbach, Stufflebeam dan Alkin bahwa evaluasi adalah menyediakan informasi untuk membuat keputusan. Sedangkan Maclcolm dan Provus mendefenisikan evaluasi sebagai perbedaan apa yang ada dengan suatu standar. Ada yang mendefenisikan evaluasi sebagai penilai atas manfaat atau guna. Komite standar evaluasi menyebutkan bahwa evaluasi adalah penelitian sistematik atau teratur tentang manfaat atau guna beberapa objek. Namun hal yang perlu ditekankan dalam evaluasi adalah evaluator tidak boleh menghakimi ataupun menilai dari suatu program apakah berhasil atau tidak (Tayibnapis, 2000:3).
Evaluasi berfokus pada empat aspek, yaitu : a. Konteks
b. Input
c. Proses Implementasi (penerapan;pelaksanaan) d. Produk (Stuffelebeam, dalam Tayibnapis, 2003 : 5).
Dari pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa evaluasi mempunyai peranan penting yang tidak terpisahkan dari pelaksanaan Program BLT-RTS untuk perkembangan dan kewajiban suatu negara. Evaluasi dapat menilai kelemahan dan kekurangan Program BLT, sejak direncanakan sampai pada pelaksanaan untuk mencapai tujuan memenuhi kebutuhan masyarakat. Selanjutnya dengan mengetahui kekurangan dan kelemahan serta ketidaklancaran dan ketidakberhasilan pelaksanaan, dapat diajukan usaha perbaikan melalui perumusan kembali kebijakan dan penyesuaian-penyesuaian sejalan dengan kondisi masyarakat yang berkembang.
2.1.1 Tolak Ukur Evaluasi Program
Suatu program dapat dievaluasi apabila ada tolak ukur yang dijadikan penilaian suatu program. Berhasil atau tidak program berdasarkan tujuan yang dibuat sebelumnya, dimana tolak ukur harus dicapai dengan baik oleh sumber daya pengelola.
Adapun yang menjadi tolak ukur dalam evaluasi suatu program adalah : 1. Ketersediaan sarana untuk mencapai tujuan tersebut.
2. Apakah hasil proyek sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai.
3. Apakah sarana atau kegiatan yang dibuat benar-benar dapat dicapai atau dimanfaatkan orang-orang yang benar-benar membutuhkan.
4. Apakah sarana yang disediakan benar-benar dilakukan untuk tujuan semula. 5. Berapa persen jumlah atau luas sasaran sebenarnya yang dapat dijangkau oleh
6. Bagaimana mutu pekerjaan atau sarana yang dihasilkan oleh program (kualitas hidup, kualitas barang).
7. Berapa banyak sumber daya (tenaga, dana, barang) yang sudah digunakan (diinvestasikan) untuk mencapai tujuan tersebut.
8. Apakah sumber daya dan kegiatan yang dilakukan benar-benar dimanfaatkan secara maksimal.
9. Apakah kegiatan yang dilakukan benar-benar memberikan masukan terhadap perubahan yang diinginkan (Suwito, dalam modul jaringan kerja pemetaan partisipatif, 2002)
2.2 Pelaksanaan Program
Implementasi menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah sama dengan pelaksanaan. Pelaksanaan kebijakan merupakan aspek penting dari keseluruhan proses kebijakan. Pelaksanaan kebijaksanaan adalah sesuatu yang penting, bahkan mungkin jauh lebih penting dari pada pembuatan kebijaksanaan. Kebijaksanaan akan sekedar berupa impian atau rencana bagus yang tersimpan rapi dalam arsip kalau tidak diimplementasikan. (Ujodi, dalam Wahab, 1990:51)
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa implementasi adalah suatu kegiatan yang dimaksudkan untuk mengoperasikan suatu program. Tiga kegiatan berikut ini adalah pilar-pilarnya :
1. Organisasi adalah pembentukan atau penataan kembali sumber daya, unit-unit serta metode-metode untuk menjadikan program berjalan.
3. Penerapan merupakan ketentuan rutin dari pelayanan, pembayaran atau lainnya yang disesuaikan dengan tujuan atau perlengkapan program (Jones, 1996:296). Implementasi adalah suatu kegiatan untuk melaksanakan atau mengoperasikan sebuah program. Program merupakan tahap-tahap dalam penyelesaian rangkaian kegiatan, berisi langkah-langkah yang akan dikerjakan untuk mencapai tujuan.
Dari defenisi implementasi dapat disimpulkan bahwa program merupakan unsur pertama yang harus ada demi tercapainya kegiatan implementasi. Program akan menunjang implementasi, karena dalam program tersebut telah dimuat berbagai aspek antara lain :
a. Ada tujuan yang ingin dicapai.
b. Ada kebijaksanaan-kebijaksanaan yang diambil dalam mencapai tujuan. c. Ada aturan-aturan atau prosedur yang harus dipegang dan dilalui.
d. Ada perkiraan anggran yang dibutuhkan.
e. Ada strategi dalam pelaksanaan (Manila dalam Jones, 1996:43).
Isi dari pada kebijaksanaan pada dasarnya meliputi adanya program yang bermanfaat, kelompok sasaran, terjadinya jangkauan perubahan. Terdapatnya sumber daya, serta adanya pelaksanaan program. Hasil akhir dari kegiatan pelaksanaan dapat dilihat dari tingkat perubahan yang dialami penerimanya. Kegagalan atau keberhasilan implementasi dapat dilihat dari kemampuan pelaksana secara nyata dalam mengoperasionalkan program yang telah dirancang. Untuk mengoperasionalkan pelaksanaan program agar tercapai suatu tujuan serta terpenuhinya misi program diperlukan kemampuan yang tinggi pada organisasi pelaksananya. Organisasi dapat dimulai dari organisasi tingkat atas sampai yang bearada di level baik itu pemerintah maupun swasta. Baik tidaknya suatu program atau kebijaksanaan yang telah ditetapkan merupakan masalah yang sungguh-sungguh kompleks bagi setiap organisasi, termasuk pemerintah. Hal ini menjadi masalah karena biasanya terdapat kesenjangan waktu antara penetapan program atau kebijaksanaan dengan pelaksanaannya.
Dalam melaksanakan suatu program pemerintah harus dapat merangsang masyarakat untuk memikul tanggung jawab dan dikembangkan dimulai dari bawah dan berakar secara kuat. Suatu keadaan yang membangkitkan, tanggapan yang spontanitas dan dukungan masyarakat terhadap program yang dirancang oleh organisasi pemerintah yang berorientasi kepada tujuan.
2.3 Bantuan Langsung Tunai
BLT merupakan salah satu jaringan pengaman sosial (JPS) dalam rangka meminimalisir dampak kenaikan BBM bagi masyarakat miskin untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, merupakan bantuan yang bersifat darurat (Emeregency). Program BLT yang dialokasikan pemerintah sebasar Rp. 14,1 triliun digunakan untuk pelaksanaan program selama tujuh bulan yakni mulai Juni s.d Desember 2008 dengan sasaran 91.1 juta rumah tangga. Dengan demikian setiap bulan alokasi dana yang diperlukan adalah sekitar Rp. 2 triliun. Sedangkan untuk PNS/TNI/Polri saat ini sedang disusun alokasi sebesar 4,3 triliun diluar dana yang Rp. 14,1 triliun tersebut diatas.
Setiap kupon/kartu mendapat subsidi sebasar Rp. 100.000,- dan disalurkan pertiga/empat bulan sekali. Dengan demikian masyarakat menerima uang yang akan diberikan secara bertahap. Tiga bulan pertama Rp.300.000,- perkepala keluarga dan empat bulan berikutnya Rp. 400.000,-.
2.3.1 Tujuan Program BLT
Program BLT dilatarbelakangi upaya mempertahankan tingkat konsumsi RTS sebagai akibat adanya kebijakan kenaikan harga BBM. Tujuan BLT adalah: 1. Membantu masyarakat miskin agar tetap dapat memenuhi kebutuhan dasar. 2. Mencegah penurunan taraf kesejahteraan masyarakat miskin akibat kesulitan
2.3.2 Sasaran Program BLT
Dasar hukum pelaksanaan program BLT adalah Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2008 tanggal 14 Mei 2008 tentang Pelaksanaan Program BLT untuk rumah tangga sasaran. RTS adalah rumah tangga yang masuk dalam katagori sangat miskin, miskin, dan hampir miskin sesuai dengan hasil pendataan BPS.
Ada 14 indikator identifikasi dari BPS kriteria rumah tangga miskin adalah : 1. Luas lantai bangunan tempat tinggal :
Kurang dari 8 m2 per orang.
2. Jenis lantai bangunan tempat tinggal : Tanah/bambu/kayu murahan.
3. Jenis dinding tempat tinggal :
Bambu/rumbia/kayu berkualitas rendah/tembok tanpa diplester. 4. Fasilitas tempat buang air besar :
Tidak punya/bersama-sama dengan rumah tangga lain. 5. Sumber penerangan rumah tangga :
Bukan listrik
6. Sumber air minum :
Sumur/mata air tidak terlindung/sungai/air hujan. 7. Bahan bakar untuk memasak sehari-hari : Kayu bakar/arang/minyak tanah.
8. Konsumsi daging/susu/ayam per minggu :
Tidak pernah membeli/hanya membeli satu stel dalam setahun. 10. Makanan dalam sehari untuk setiap art :
Hanya satu kali makan/dua kali makan sehari.
11. Kemampuan membayar untuk berobat ke Puskesmas/Poliklinik : Tidak mampu membayar untuk berobat.
12. Lapangan pekerjaan utama kepala rumah tangga :
Petani dengan luas lahan 0,5 ha/buruh tani, nelayan, buruh bangunan, buruh perkebunan, atau pekerjaan lainnya dengan pendapatan di bawah Rp. 600.000,- perbulan.
13. Pendidikan tertinggi kepala keluarga:
Tidak sekolah/tidak tamat SD/hanya tamat SD. 14. Pemilikan aset/tabungan:
Tidak punya tabungan/barang yang mudah dijual dengan nilai minimal Rp. 500.000,- setiap sepeda motor (kredit/non kredit), emas, ternak, kapal, motor, atau barang modal lainnya (BPS : 2005)
2.3.3 Organisasi Pelaksana Penyaluran Dana BLT-RTS
Pelaksana Program BLT bagi RTS adalah Departemen Sosial selaku Kuasa Pengguna Anggaran dibantu oleh pihak-pihak terkait yang telah ditetapkan dengan Instruksi Presiden Nomor 3 Tahun 2008 tentang Pelaksanaan Program Bantuan Langsung Tunai untuk Rumah Tangga Sasaran.
untuk mempercepat proses penyaluran dana BLT-RTS kepada kelompok sasaran sehingga pemanfaatannya menjadi lebih optimal.
Untuk meningkatkan sinergi pelayanan secara maksimal, maka masing-masing lembaga saling berkoordinasi dan dalam pelaksanaan Program BLT difasilitasi penyediaan Unit Pelaksana Program BLT (UPP-BLT) dari tingkat pusat sampai dengan kecamatan. Tugas pokok dan tanggung jawab dari instansi dapat dilihat dari Instruksi Presiden RI Nomor 3 Tahun 2006 tentang Pelaksanaan Program BLT untuk RTS yang dijabarkan sebagai berikut:
1. Departemen Sosial
2. PT. Pos Indonesia (Persero)
Adapun kewajiban dari PT.Pos Indonesia untuk program BLT dalam rangka kompensasi pengurangan subsidi bahan bakar minyak adalah menyiapkan rekening Giro Utama di Bank Rakyat cabang Jakarta Veteran yang berfungsi untuk menampung dana BLT dari DIPA (Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran) Departemen Sosial yang akan disalurkan kepada rekening giro Kantor Pos. Mencetak dan menyalurkan KKB (Kartu Kompensasi BBM) ke KPRK (Kantor Pos Pemeriksa) seluruh Indonesia berdasarkan daftar nominative, selanjutrnya KPRK menyalurkan KKB kepada RTS bekerjasama dengan aparat desa setempat, TKSM (Tenaga Kesejahteraan Sosial Masyarakat) dan aparat keamanan bila diperlukan.
3. Bank Rakyat Indonesia
Bank Rakyat Indonesia memiliki peran untuk menyiapkan dana BLT atas permintaan PT.Pos Indonesia. BRI juga membebaskan biaya administrasi pembukaan rekening dan membebaskan atas kewajiban setoran pertama dalam pembukuan giro di kencana BRI Jakrta Veteran dan Kencana BRI seluruh Indonesia. Demi kelancaran dalam proses penyaluran dan segala administrasi dana BLT, BRI memberikan kemudahan kepada PT Pos Indonesia untuk memindahbukukan dana dari rekening giro Kantor Pos seluruh Indonesia. Sebagai bentuk kewajiban dan tanggung jawab, BRI juga menyampaikan laporan keuangan mutasi rekening giro utama dari giro Kantor Pos melalui layanan Cash Management BRI (Petunjuk Teknis Penyaluran BLT, 2008).
4. Badan Pusat Statistik
5. Dinas Sosial Provinsi
Dinas Sosial Provinsi memiliki kewajiban antara lain:
a. Mengelola Unit Pelaksana BLT pada tingkat provinsi dan struktur pelaksanaanya.
b. Melakukan pembinaan, supervisi dan pengawasan terhadap pelaksanaan BLT, termasuk pengelolaan Unit Pelaksana Program BLT ditingkat Kabupaten/Kota dan Kecamatan.
c. Mengkoordinasi Dinas Sosial Kabupaten/Kota dalam pelaksanaan pendampingan terhadap PT Pos pada saat pembagian kartu BLT dan pembayaran BLT dengan melibatkan tenaga kesejahteraan sosial masyarakat. d. Menberikan perlindungan khusus bagi kelompok rentan (penyandang cacat, ibu
hamil, lanjut usia dan juga RTS yang sakit)
e. Sebagai tanggungjawab Dinas Sosial Provinsi harus membuat laporan pelaksanaan Program BLT sesuai dengan tugas dan kewenangan yang dimiliki (Petunjuk Teknis Penyaluran BLT, 2008).
6. Dinas Sosial Kabupaten/Kota
Adapun kewajiban Dinas Sosial Kabupaten/Kota antara lain adalah :
a. Mengelola Unit Pelaksana BLT pada tingkat Kabupaten/Kota dan struktur pelaksanaanya. Dimana ketua pengelola UPP-BLT adalah kepala dinas sosial yang bertugas secara intensif selam proses pelaksanaan Program BLT.
c. Memberikan perlindungan khusus bagi kelompok rentan (penyandang cacat, ibu hamil, lanjut usia dan juga RTS yang sakit)
d. Sebagai tanggungjawab Dinas Sosial Kabupaten/Kota harus membuat laporan pelaksanaan Program BLT sesuai dengan tugas dan kewenangan yang dimiliki (Petunjuk Teknis Penyaluran BLT, 2008).
7. Tingkat Kecamatan (Camat)
a. Mengelola Unit Pelaksana Program BLT pada tingkat kecamatan.
b. Memantau mitra kerja pada tingkat kecamatan dan Desa serta keseluruhan yang terlibat secara efektif dalam pendistribusian Kartu BLT dan penyaluran dana BLT serta pengendalian dan pengamanan di lapangan.
c. Menyelenggarakan pelaksanaan pertemuan-pertemuan koordinasi dengan seluruh mitra pada tingkat kecamatan.
d. Menginformasikan (sosialisasi) Program BLT kepada RTS dan mendukung sosialisasi kepada masyarakat umum.
e. Memantau petugas Pos pada saat distribusi Kartu BLT kepada RTS.
f. Melakukan pendampingan dan membantu petugas Pos pada saat pembagian Kartu dan pembayaran BLT dengan melibatkan tenaga kesejahteraan sosial masyarakat.
8. Desa/Kelurahan
a. Memantau petugas Pos pada saat pengecekan daftar penerima BLT dan mendistribusikan kartu kepada RTS.
b. Bersama dengan petugas Pos menentukan pengganti RTS yang pindah, meninggal (tanpa ahli waris) maka melalui rembug desa/kelurahan yang dihadiri oleh kepala desa/lurah, badan permusyawaratan desa/kelurahan, RT, RW tempat tinggal RTS yang diganti, tokoh agama, tokoh masyarakat dan karang taruna.
c. Melakukan pendampingan dan membantu petugas Pos pada saat pembagian kartu BLT dan pembayaran BLT dengan melibatkan tenaga kesejahteraan sosial masyarakat.
e. Mengupayakan penyelesaian masalah yang terjadi (antara lain pada saat penetapan RTS, distribusi kartu, penyaluran dan BLT) sesuai dengan jenis pengaduan dan tingkat kewenangannya (Petunjuk Teknis Penyaluran BLT, 2008)
2.3.4 Proses Mekanisme dan Tahapan Penyaluran Dana BLT untuk RTS
Secara umun tahapan yang dilaksanakan dalam penyaluran dana BLT adalah :
Kader Taruna Siaga Bencana (TAGANA), Pekerja Sosial Masyarakat (PSM), tokoh agama dan tokoh masyarakat.
2. Penyiapan data RTS dilaksanakan oleh BPS Pusat. Daftar nama dan alamat yang telah tersedia disimpan dalam sistem database BPS, Departemen Sosial dan PT Pos Indonesia.
3. Pengiriman data berdasarkan nama dan alamat RTS dari BPS ke PT Pos Indonesia.
4. Pencetakan KKB berdasarkan data yang diterima oleh PT Pos Indonesia. 5. Penandatanganan KKB oleh Menteri Keuangan RI.
6. Pengiriman KKB ke kantor Pos seluruh Indonesia.
7. Pengecekan kelayakan daftar RTS di tingkat desa/kelurahan.
8. Pembagian KKB kepada RTS oleh petugas Pos dibantu apaarat desa/kelurahan,tenaga kesejahteraan masyarakat, serta aparat keamanan setempat jika diperlukan.
9. Pencairan BLT kepada RTS berdasarkan KKB dikantor Pos atau dilokasi-lokasi pembayaran yang telah ditentukan untuk daerah-daerah yang terpencil/sulit menjangkau Kantor Pos. Terhadap kartu penerima dilakukan pencocokan dengan daftar penerima (dapem) yang kemudian dilakukan dikenal sebagai kartu duplikat.
11. Jika kondisi penerima KKB tidak memiliki identitas sebagai persyaratan kelengkapan verifikasi proses pembayaran, maka proses pembayaran dilakukan dengan verivikasi bukti diri yang sah (KTP,SIM, Kartu Keluarga, Surat Keterangan dari kelurahan).
12. Monitoring dan evaluasi pelaksanaan penyaluran BLT oleh tim terpadu.
13. Laporan bulanan oleh PT Pos Indonesia kepada Departemen Sosial (Petunjuk Teknis Penyaluran BLT untuk RTS dalam rangka Kompensasi Pengurangan Subsudi BBM Depsos RI, 2008).
Adapun mekanisme dan tahapan administrasi diatur lebih lanjut dalam perjanjian kerjasama antar Depsos, PT Pos Indonesia dan PT BRI, serta Peraturan Dirjen Perbendaharaan. Penerima BLT adalah orang yang telah ditetapkan pemerintah untuk menerima BLT sesuai dengan data. Penerima diwakili oleh kepala keluarga dalam menerima Kartu Kompensasi BBM dari BPS Kota/Kabupaten.
Kartu Kompensasi BBM disebut dengan kartu asli adalah berisikan data penerima dan dua buah carik (kupon). Carik (kupon) adalah lembar yang dapat ditukarkan oleh pemilik kartu dengan senilai uang yang tertulis didalamnya. Kartu asli dianggap sebagai barang berharga, sehingga penyalahgunaan, kehilangan ataupun kerusakan kartu asli menjadi tanggung jawab penerima dan tidak dapat diganti.
2.4 Kemiskinan
juga tidak mampu memanfaatkan tenaga mental maupun fisiknya dalam kelompok. Pada masyarakat modern yang rumit, kemiskinan menjadi suatu problema sosial karena sikap yang membenci kemiskinan. Seseorang bukan merasa miskin karena kekurangan makan, pakaian atau perumahan tetapi, karena harta miliknya dianggap tidak cukup untuk memenuhi taraf kehidupan yang ada. Hal ini terlihat dikota-kota besar di Indonesia seperti Jakarta. Seseorang dianggap miskin karena tidak memiliki radio, televisi atau mobil. Lama kelamaan benda-benda sekunder tersebut dijadikan ukuran bagi keadaan sosial ekonomi seseorang, yaitu apakah dia miskin atau kaya (Soekanto, 1990 : 407).
Asumsi yang banyak dipakai menyebutkan bahwa orang Indonesia miskin karena pendidikan rendah, akses ke sumber daya ekonomi terbatas, dan kurangnya modal. Asumsi-asumsi ini pada spektrum tertentu ada benarnya.
Dengan tingkat survival yang mereka capai, akan banyak ditentukan oleh spektrum bahwa manusia hidup yang lebih luas yaitu nilai-nilai dan struktur organisasi sosial dimana mereka ada didalamnya. Seseorang itu menjadi miskin juga tidak terpisahkan dari sistem sosial yang berlaku yang telah membentuk budaya kemiskinan.
Penggolongan tiga tipe orang miskin berdasarkan pendapatan yang diperoleh setiap orang dalam setiap bulan. Ketiga tipe-tipe tersebut adalah :
1. Miskin.
Orang miskin adalah orang yang berpenghasilan kalau diwujudkan dalam bentuk beras yakni 320-480 Kg/orang/tahun. Jumlah ini dianggap cukup untuk memenuhi kebutuhan makan minimum (1900 kalori/orang/hari dan 40 gr protein/orang/hari).
2. Sangat miskin.
Orang yang dikatakan sangat miskin adalah orang yang berpenghasilan kalau diwujudkan dalam bentuk beras yakni240-320 kg/orang/tahun.
3. Termiskin.
Orang termiskin adalah orang yang berpenghasilan kalau diwujudkan dalam bentuk beras antar 180-240 kg/orang/tahun (Sajogyo, et.all, 1980 : 43 ).
Konsep kemiskinan yang dipakai dalam menganalisa rumah tangga miskin penerima BLT, antara lain kemiskinan absolut, kemiskinan struktural, dan kemiskinan buatan.
1. Kemiskinan Absolut
2. Kemiskinan Struktural
Kemiskinan struktural lebih menunjuk pada orang atau sekelompok orang yang tetap miskin karena struktur masyarakat yang timpang, tidak menguntungkan bagi golongan yang lemah. Mereka tetap miskin atau menjadi miskin bukan karena tidak mau berusaha memperbaiki nasibnya tetapi karena usaha yang mereka lakukan selalu kandas dan terbentur pada sistem dan struktur masyarakat yang berlaku (Johanes, 2000:24).
3. Kemiskinan buatan.
Terjadi karena kelembagaan-kelembagaan yang ada membuat anggota atau kelompok masyarakat tidak menguasai sarana ekonomi dan fasilitas-fasilitas secara merata (White, dalam Alfian, et.all, 1980 : 43).
Dilihat dari pengertiannya, konsep kemiskinan buatan dapat identik dengan kemiskinan struktural. Kemiskinan struktural adalah kemiskinan yang diderita suatu golongan masyarakat, dimana karena struktur sosial masyarakat tersebut, mereka tidak dapat ikut menggunakan sumber-sumber pendapatan yang sebenarnya tersedia bagi mereka (Soemardjan, dalam Alfian, et.all, 1980 : 5).
Dalam pengertian sistem, struktur dan institusi yang ada dalam masyarakat menyebabkan suatu kelompok menjadi miskin karena struktur tersebut telah menghambat mereka dalam penguasaan sumber daya serta berbagai peluang (Soetomo, 2008 : 325).
Lima karakteristik kemiskinan, antara lain adalah :
a. Penduduk miskin pada umumnya tidak memiliki faktor produksi sendiri.
c. Tingkat pendidikan umumnya rendah.
d. Banyak diantara mereka tidak mempunyai fasilitas.
e. Diantara mereka berusia relatif muda dan tidak mempunyai keterampilan atau pendidikan yang memadai (Emil Salim, dalam Supriatna, 2000 : 124).
2.4.1 Faktor Penyebab Kemiskinan
Menurut BPS, penyebab utama kenaikan jumlah orang miskin karena adanya kebijakan kenaikan harga BBM yang dinilai over dosis secara rata-rata 126 % pada bulan Oktober 2005. Selain itu, harga beras yang terus meroket mencekik leher rakyat.
F. Rahardi menulis dalam tajuk, “Ketika Orang Miskin Dipersalahkan”, bahwa Indonesia adalah negara yang jauh lebih kaya dari Thailand, Singapura, Malaysia apalagi Vietnam. Memang penduduk Indonesia lebih banyak, tetapi jelas tidak sebanyak RRC. Bedanya pemerintah negeri kita tidak bisa membuat rakyatnya produktif hingga menjadi makmur. Dalih bahwa penduduk Singapura dan Thailand sedikit sehingga mudah diurus menjadi mentah karena RRC yang berpenduduk lebih dari 1,4 milyar (sedangkan menurut BPS 2006, penduduk Indonesia “hanya” 220 juta jiwa), namun ternyata RRC bisa mendorong rakyatnya menjadi produktif dan makmur hanya dalam waktu 20 tahun saja (Kompas, 20 September 2006)
1. Rendahnya tingkat pendidikan : rendahya taraf pendidikan menyebabkan kemampuan pengembangan diri menjadi terbatas sehingga lapangan kerja menjadi sempit
2. Rendahnya tingkat kesehatan : tingkat kesehatan dan tingkat gizi yang rendah menyebabkan daya tahan fisik, daya pikir serta prakarsa menjadi rendah pula, dengan demikian produktivitas menjadi berkurang.
3. Terbatasnya lapangan kerja : Selama lapangan kerja atau kegiatan usaha masih ada, maka harapan untuk memutuskan lingkaran kemiskinan masih dapat dilakukan, sebaliknya dengan sempitnya lapangan kerja akan menimbulkan kemiskinan; dan
4. Kondisi yang terisolasi, proses jual beli hasil produksi dari dan ke daerah sekitar tidak akan terjadi jika tidak ada sarana fisik sebagai penghubung sebagai jalan dan alat transportasi. Hal ini berakibat perekonomian di daerah tersebut akan berkembang (Rahardi, dalam Dyayadi, 2008 : 145).
Sebuah opini dengan judul “Islam dan strategi penanggulangan kemiskinan“ menyebutkan beberapa penyebab kemiskinan antara lain adalah pertama kemiskinan natural, seperti alam yang tandus, kering dan sebagainya. Kedua kemiskinan kultural, karena perilaku malas, tidak mau bekerja dan mudah menyerah dan yang ketiga adalah kemiskinan struktural, karena berbagai peraturan dan kebijakan pemerintah pada masyarakat miskin. Kebijakan tersebut dalam bidang ekonomi, pendidikan dan sebagainya (Hafidhuddin, dalam Tabloid Jumat, 1 Juni 2007).
peningkatan kemiskinan rakyat dan kerusakan alam Indonesia serta penambahan saldo utang luar negeri. Padahal kita tahu tidak ada satu negara pun di dunia yang terbebas dari kemiskinan karena utang luar negeri, yang terjadi justru sebaliknya. Kalau berani jujur, Indonesia justru sudah lama diperkosa untuk menyelamatkan lembaga internasional seperti Bank Dunia dengan tetap setia menjadi nasbahnya. Dengan kata lain, Indonesia yang miskin telah lama mensubsidi Bank Dunia (Fuad Bawazir, dalam Republika, 16 April 2007).
2.4.2 Penanggulangan Kemiskinan
Strategi pembangunan masyarakat dalam menangani kemiskinan akan sangat dipengaruhi oleh pendekatan dalam memahami latar belakang dan sumber masalahnya. Apabila kemiskinan dilihat sebagai akibat dari cacat dan kelemahan individual, maka strategi yang digunakan untuk pemecahannya akan lebih ditekankan pada usaha untuk mengubah aspek manusia sebagai individu atau warga masyarakat. Dalam hal ini upaya pembangunan masyarakat akan lebih dititikberatkan pada peningkatan kualitas manusianya sehingga akan dapat berfungsi lebih efektif dalam upaya peningkatan taraf hidupnya. Dengan peningkatan kualitas ini akan memungkinkan peningkatan kemampuan dalam mengantisipasi berbagai peluang ekonomi yang muncul disamping peningkatan kemampuan dan produktivitas kerja (Soetomo, 2008:327)
lebih baik. Di samping itu, perubahan struktural juga dimaksudkan sebagai upaya pemberdayaan lapisan miskin sehingga akan memberi peluang yang lebih besar dalam proses pengambilan keputusan maupun dalam posisi tawar. Kemiskinan buatan atau kemiskinan struktural diatasi melalui berbagai perubahan struktural, perubahan kelembagaan dan perubahan dalam berbagai bentuk hubungan sosial ekonomi (Soetomo, 2008:327).
Empat bentuk partisipasi lapisan miskin dalam program pengentasan kemiskinan khususnya melalui suatu model yang disebut Community Action Programs (CAP):
1. Merupakan partisipasi dalam proses pengambilan keputusan pada kebijakan program yang akan dijalankan. Dengan keterlibatan dalam proses pengambilan keputusan tersebut, diharapkan kepentingan dan permasalahan lapisan miskin akan dapat tercermin dalam program yang dibuat.
2. Partisipasi dalam perkembangan program. Dasar pemikirannya adalah sebagai kelompok sasaran, lapisan miskin akan berkedudukan sebagai konsumen program. Oleh sebab itu, agar program yang ditawarkan betul-betul sesuai dengan kebutuhan dan persoalan kelompok sasaran, maka mereka perlu didengar pendapat dan sarannya terutama tentang kebutuhan dan kepentingan serta aspirasinya yang betul-betul riil.
3. Lebih menekankan pada keterlibatan dalam gerakan sosial, bentuk ini berangkali paling radikal dan kontroversial dibandingkan bentuk yang lain. Dalam hal ini lapisan miskin dilihat sebagi pihak yang tidak berdaya .
pertimbangannya adalah bahwa mereka menjadi miskin karena terbatasnya alternatif bagi mereka untuk dapat melakukan pekerjaan guna meningkatkan pendapatan (Kramer, dalam Soetomo, 1969 : 4).
Keeempat bentuk tersebut adalah sekedar alternatif yang ditawarkan Kramer. Alternatif mana yang dipilih akan sangat ditentukan oleh kondisi permasalahan kemiskinan yang dihadapi.
Umumnya strategi penanganan kemiskinan yang bersifar nasional diusahakan menggunakan pendekatan yang komprehensif dan berusaha mengakomodasi penanganan berbagai sumber masalahnya. Berkaitan dengan hal ini, terlepas dari bagaimana implementasi penanggulangan kemiskinan secara nasional di Indonesia, menggunakan 5 strategi utama antara lain :
1. Perluasan kesempatan kepada kelompok miskin dalam pemenuhan hak-hak dasar dan peningkatan taraf hidup secara berkelanjutan.
2. Pemberdayaan kelembagaan masyarakat guna lebih memungkinkan partisipasi kelompok miskin dalam pengambilan keputusan kebijakan publik.
3. Peningkatan kapasitas untuk mengembangkan kemampuan dasar dan kemampuan berusaha kelompok miskin agar dapat memanfaatkan perkembangan lingkungan.
4. Perlindungan sosial dan rasa aman terutama bagi kelompok rentan.
5. Penataan kemitraan global untuk menata ulang hubungan dan kerjasama dengan lembaga internasional guna mendukung pelaksanaan strategi pertama sampai keempat (Komite Penanggulangan Kemiskinan : 2005)
diperlukan. Pendekatan komprehensif tersebut meliputi penanganan masalah kemiskinan yang bukan hanya didekati secara darurat melalui model jaring pengaman tetapi juga yang bersifat institusional dan berkelanjutan, bukan hanya yang bersifat karitatif melainkan juga yang berdampak pengembangan kapasitas, bukan hanya pemberdayaan ekonomi melainkan juga pemberdayaan sosial dan politik.
Kurang berhasilnya berbagai program penanganan kemiskinan disebabkan karena program-program tersebut terlalu berorientasi pada pemberdayaan ekonomi, bersifat sektoral dan cakupan yang terbatas. Pemberdayaan ekonomi bukannya tidak penting, akan tetapi semestinya ditempatkan sebagai sarana menuju peningkatan kualitas hidup dalam pengertian yang lebih luas (Hikmat, dalam Soetomo, 339 : 2008)
Pemerintah Indonesia tidak tinggal diam dalam mengentaskan kemiskinan. Salah satu upaya menanggulangi rakyat miskin dan pengangguran, pemerintah telah meluncurkan BLT. Pemerintah mengklaim program BLT akan membantu menurunkan angka kemiskinan hingga 8,2% pada tahun 2009.
2.5 Kerangka Pemikiran
Adapun salah satu program tersebut adalah dengan penyaluran BLT kepada rumah tangga miskin di Indonesia, sesuai dengan Instruksi Presiden Republik Indonesia No. 12 Tahun 2005. Dalam pelaksanaan, BLT disalurkan ke berbagai provinsi di Indonesia dan salah satunya adalah Kelurahan Bantan Kecamatan Siantar Barat Kota Pematangsiantar. Program BLT di Kelurahan Bantan pada tahap awal adalah sosialisasi kepada masyarakat kemudian penyiapan data RTS, pencetakan kartu kompensasi BBM (KKB) dan dana diberikan kepada RTS sebesar Rp. 100.000,- perbulan selama 7 bulan, dengan rincian diberikan Rp. 300.000.-/3 bulan (Juni-Agustus) dan Rp. 400.000,-/4 bulan (September-Desember) tahun 2007-2008.
Manfaat BLT bagi rumah tangga sasaran di Kelurahan Bantan dalam rangka kompensasi subsidi BBM adalah agar tetap dapat memenuhi kebutuhan dasar, mencegah penurunan taraf kesejahteraan masyarakat miskin akibat kesulitan ekonomi. Penentuan RTS penerima BLT ada 14 indikator identifikasi dari BPS, secara garis besar antara lain kualitas menu makanan, kesehatan keluarga, pendidikan dan fasilitas tempat tinggal (BPS : 2005)
Organisasi pelaksana Program BLT adalah pemerintah pusat, pemerintah daerah, Departemen Sosial, PT Pos Indonesia, BRI, BPS, camat dan kepala desa. Sebagai bukti kesungguhan pemerintah dalam melaksanakan program BLT adalah melalui Depsos segera merespon dan memproses apabila terdapat keluhan ataupun permasalahan pelaksanaan BLT yang ditampung melalui PT Pos dan Dinas Sosial.
Informasi dari beberapa warga mengatakan tahun 2008 mereka hanya menerima Rp.200.000,- pada periode bulan Juni-Agustus. Masyarakat juga belum dibiasakan untuk ikut berperan aktif dalam program BLT. Petugas BLT mengatakan bahwa masih ada masyarakat miskin di Kelurahan Bantan tidak mendapatkan bantuan.
Evaluasi pelaksanaan Program BLT di Kelurahan Bantan kepada RTS yaitu tingkat kesejahteraan masyarakat dalam memenuhi kebutuhan bahan pokok antar lain jumlah konsumsi beras dalam sehari, kualitas menu makanan, jumlah pakaian yang dimiliki, kondisi kesehatan keluarga, tingkat pendidikan anggota keluarga dan fasilitas tempat tinggal penerima BLT.
2.6 Defenisi Konsep dan Defenisi Operasional
2.6.1 Defenisi Konsep
Defenisi konsep adalah abstraksi mengenai suatu fenomena yang dirumuskan atas dasar generalisasi dan sejumlah karakter, kejadian, keadaan kelompok atau individu tertentu (Singarimbun, 1989 : 34).
Adapun defenisi konsep dalam penelitian ini adalah :
1. Evaluasi adalah proses penilaian untuk menentukan sampai sejauhmana tujuan dapat dicapai dari keberhasilan sebuah program.
2. Pelaksanaan adalah tindakan yang dilakukan individu atau kelompok yang diarahkan pada tercapainya tujuan.
3. Program BLT adalah program kompensasi jangka pendek dalam mengimbangi dampak kenaikan harga BBM dengan tujuan utama adalah rumah tangga sasaran dapat memenuhi kebutuhan pokok.
4. Evaluasi Pelaksanaan Program BLT adalah kegiatan untuk menentukan sejauhmana efesiensi dan pelaksanaan program bantuan langsung tunai yang telah tercapai sesuai dengan tujuan yang telah direncanakan sebelumnya.
2.6.2 Defenisi Operasional
Adapun yang menjadi defenisi operasional dalam penelitian ini adalah : 1. Program BLT yang merupakan program jangka pendek yang diberikan
pemerintah, sebagai kompensasi kenaikan harga BBM kepada rakyat miskin RTS berdasarkan data BPS sejumlah Rp. 300.000,-/3 bulan.
2. Evaluasi pelaksanaan program BLT adalah proses penilaian yang dilakukan penulis, yang diukur dari tahap pelaksanaan sampai hasil program BLT terlaksana dengan baik atau tidak (buruk).
a. Sosialisasi BLT adalah bahwa petugas BLT telah melakukan sosialisasi kepada masyarakat mengenai program BLT yang dibuat oleh pemerintah dan bagi penerima BLT apakah sosialisasi program BLT sebelumnya sudah diterima oleh warga.
b. Penyaluran dana secara efektif dan efesian adalah bahwa dana yang diberikan pemerintah kepada RTS secara ekonomi mampu memenuhi kebutuhan bahan pokok dan bagi penerima BLT apakah dana tersebut dapat mempertahankan kelangsungan hidup.
c. Tepat waktu dan tepat sasaran adalah bahwa petugas BLT memberikan dana kepada penerima BLT tepat pada waktu yang telah ditetapkan pemerintah. Tepat sasaran kepada warga yang layak menerima berdasarkan 14 indikator kriteria rumah tangga miskin oleh BPS.
e. Pencapaian tujuan adalah penerima BLT mampu mempertahankan kelangsungan hidup dan memenuhi kebutuhan pokok sesuai dengan tujuan program BLT.
f. Manfaat BLT adalah bagi penerima BLT apakah sudah dapat membantu memenuhi kebutuhan pokok dan adanya perubahan ekonomi penerima BLT serta digunakan untuk mempertahankan kesejahteraan keluarga.
g. Pengaduan masyarakat adalah bagi petugas BLT khususnya PT Pos apakah sudah melakukan penanganan pengaduan masyarakat secara efektif.
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Tipe Penelitian
Tipe penelitian yang digunakan bersifat deskriptif. Penelitian deskriptif merupakan pemusatan perhatian kepada masalah-masalah yang ada pada saat penelitian. Bersifat aktual dan menggambarkan fakta-fakta dilapangan, bertujuan untuk memberikan gambaran tentang suatu masyarakat atau kelompok-kelompok orang, mengenai evaluasi pelaksanaan Program BLT di Kelurahan Bantan Pematangsiantar.
3.2 Lokasi Penelitian
3.3 Populasi dan Sampel
3.3.1 Populasi
Populasi adalah keseluruhan subjek penelitian (Arikunto, 2002 : 109). Berdasarkan pendapat tersebut populasi dalam penelitian adalah seluruh masyarakat penerima BLT di lingkungan II Kelurahan Bantan Kecamatan Siantar Barat Kota Pematangsiantar berjumlah 40 KK dan petugas Program BLT berjumlah 4 orang. Jumlah keseluruhan adalah 44 orang.
3.3.2 Sampel
Menurut Suharsimi Arikunto, jika jumlah populasi kurang dari 100 maka besar populasi sama dengan besar sampel (N=n). Berdasarkan jumlah populasi tersebut maka besar sampel yang digunakan adalah penerima BLT 40 KK dan 4 orang petugas Program BLT. Jumlah keseluruhan sampel adalah 44 orang.
3.4 Teknik Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian untuk mendapatkan informasi adalah sebagai berikut :
1. Studi Kepustakaan
2. Penelitian Lapangan
Yaitu teknik pengumpulan data diperoleh melalui kegiatan penelitian langsung di lokasi penelitian untuk mencari hal-hal yang berkaitan dengan masalah yang diteliti melalui:
a. Kuesioner yaitu mengumpulkan data dan informasi yang relevan melalui daftar pertanyaan, diajukan kepada 40 responden berdasarkan angket dan berpedoman pada defenisi operasional.
b. Wawancara
Yaitu mengumpulkan data dengan mengajukan pertanyaan secara langsung dan bertatap muka dengan responden dan 4 orang petugas BLT. Bertujuan untuk melengkapi data dari kuesioner yang telah diajukan seperti tokoh masyarakat setempat, Kepala Lurah dan Ketua RT.
c. Observasi
Yaitu mengumpulkan data tentang gejala tertentu, dilakukan dengan mengamati, mendengar, dan mencatat kejadian yang menjadi sasaran peneliti. Metode dilaksanakan dengan jalan mengamati gerak dan tingkah laku penerima BLT, mengamati kondisi tempat tinggal dan pekerjaan mereka. Dipergunakan untuk menyesuaikan keterangan yang diberikan dengan situasi yang sebenarnya.
d. Life Story
3.5 Teknik Analisa Data
Analisa data adalah proses penyederhanaan data kedalam bentuk yang lebih mudah dibaca dan dipresentasikan (Singarimbun, 1987 : 263). Dalam penelitian, setelah data informasi terkumpul (angket, observasi dan wawancara) maka selanjutnya disusun melalui proses pengeditan terhadap informasi data.
BAB IV
DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN
4.1 Gambaran Umum Kelurahan Bantan
Kelurahan Bantan merupakan salah satu kelurahan yang ada di Kecamatan Siantar Barat Kota Pematangsiantar. Kelurahan Bantan memiliki luas 3,21 km dan jumlah penduduk 13.836 jiwa dan terdiri dari 2.851 KK. Kelurahan Bantan terdiri dari 2 lingkungan yaitu Lingkungan I dan Lingkungan II, 10 RW dan 37 RT. Adapun batas-batas dari Kelurahan Bantan adalah sebagai berikut :
Sebelah Utara berbatasan dengan : Kelurahan Bane
Sebelah Selatan berbatasan dengan : Kelurahan Timbang Galung Sebelah Barat berbatasan dengan : Desa Bah Kapul
Sebelah Timur berbatasan dengan : Kelurahan Banjar
4.2 Keadaan Geografis
4.2.1 Kondisi Geografis
4.2.2 Orbitasi
Adapun Orbitasi di Kelurahan Bantan adalah :
Jarak dari Pemerintahan Kecamatan adalah : 15 Km Jarak dari Ibukota Kotamadya Dati II : 15 Km Jarak dari Ibukota Propinsi : 129 Km Jarak dari Ibukota Negara : 2400 Km
4.3 Keadaan Demografis
4.3.1 Distribusi Penduduk Berdasarkan Usia dan Jenis Kelamin
Tabel 1
Distribusi Penduduk Berdasarkan Kelompok Usia
NO USIA JUMLAH PERSENTASE
Sumber : Kantor Kelurahan Bantan, Desember 2009
yaitu sebesar 22,02%. Jumlah penduduk yang terkecil adalah berusia 60 tahun ke atas yaitu sebesar 10,21%.
Komposisi penduduk di Kelurahan Bantan berdasarkan usia dapat dikelompokkan menjadi 3 (tiga) kelompok yaitu :
1. Kelompok usia belum produktif (usia 0-15 tahun) yaitu sebanyak 4.278 2. Kelompok usia produktif (usia 16-59 tahun) yaitu sebanyak 8.145 3. Kelompok usia tidak produktif lagi (usia > 60 tahun) sebanyak 1.413
Berdasarkan pengelompokkan usia tersebut dapat dilihat bahwa kelompok usia produktif merupakan jumlah penduduk yang paling banyak di Kelurahan Bantan disebut sebagai kelompok angkatan kerja.
Tabel 2
Distribusi Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin
NO JENIS KELAMIN JUMLAH PERSENTASE
1
2
Laki-laki Perempuan
6.478 7.358
46,82 53,18
JUMLAH 13.836 100
Sumber : Kantor Kelurahan Bantan, Desember 2009
4.3.2 Distribusi Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian
Tabel 3
Distribusi Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian
NO Jenis Mata Pencaharian Jumlah Persentase
1
Sumber : Kantor Kelurahan Bantan, Desember 2009
4.3.3 Distribusi Penduduk Berdasarkan Agama
Islam, Kristen, Katolik ataupun Budha. Untuk lebih jelas dapat dilihat pada tabel 4 berikut :
Tabel 4
Distribusi Penduduk Berdasarkan Agama
NO Agama Jumlah Persentase
Sumber : Kantor Kelurahan Bantan, Desember 2009
4.3.4 Distribusi Penduduk Berdasarkan Kewarganegaraan
Dari tabel data yang diperoleh peneliti dapat disimpulkan bahwa, dominan kewarganegaraan di Kelurahan Bantan adalah WNRI sebanyak 13.713 orang. WNRI Keturunan sebanyak 124 orang yang berasal dari Cina.
Tabel 5
Distribusi Penduduk Berdasarkan Kewarganegaraan
NO Kewarganegaran JUMLAH PERSENTASE
1
4.4 Sarana dan Prasarana Di Kelurahan Bantan
4.4.1 Sarana dan Prasarana di bidang transportasi
Prasarana transportasi darat di Kelurahan Bantan yaitu jalan di Kelurahan dengan aspal dan kondisi yang baik, jalan gang-gang ke rumah penduduk juga di aspal dengan kondisi yang baik serta ada sebuah jalan jembatan beton dengan kondisi yang baik.
Sarana transportasi darat di Kelurahan Bantan dilalui oleh bus umum, kendaraan pribadi dan juga becak.
4.4.2 Sarana Pendidikan
Sarana pendidikan di Kelurahan Bantan Kecamatan Siantar Barat terdiri dari 1 unit TK, 5 unit SD, 4 unit SMP, 5 unit SMA, 1 unit perguruan tinggi dan 1 unit kursus menjahit. Data tersebut menunjukkan bahwa penduduk di Kelurahan Bantan memiliki sarana pendidikan yang memadai untuk menuntut ilmu dan dapat dilihat pada tabel 6 :
Tabel 6
Jumlah Sarana Pendidikan di Kelurahan Bantan
NO Lembaga Pendidikan Jumlah (unit)