APLIKASI LOGIKA FUZZY DALAM PERENCANAAN
PRODUKSI
SKRIPSI
DINA MARIA NADAPDAP
080803030
DEPARTEMEN MATEMATIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
APLIKASI LOGIKA FUZZY DALAM PERENCANAAN PRODUKSI
SKRIPSI
Diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat mencapai gelar sarjana sains
DINA MARIA NADAPDAP
080803030
DEPARTEMEN MATEMATIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
PERSETUJUAN
Judul : APLIKASI LOGIKA FUZZY DALAM PERENCANAAN
PRODUKSI Kategori : SKRIPSI
Nama : DINA MARIA NADAPDAP Nomor Induk Mahasiswa : 080803030
Program Studi : SARJANA (S1) MATEMATIKA Departemen : MATEMATIKA
Fakultas : MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM (FMIPA) UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Diluluskan di
Medan, Agustus 2012
Komisi Pembimbing :
Pembimbing 2 Pembimbing 1
Dr. Esther Sorta M. Nababan, M.Sc Drs. Faigiziduhu Bu’ulolo, M.Si NIP. 196103181987112001 NIP. 195312181980031003
Diketahui/Disetujui oleh
Departemen Matematika FMIPA USU Ketua.
PERNYATAAN
APLIKASI LOGIKA FUZZY DALAM PERENCANAAN PRODUKSI
SKRIPSI
Saya mengakui bahwa skripsi ini adalah hasil kerja saya sendiri, kecuali beberapa kutipan dan ringkasan yang masing-masing disebutkan sumbernya.
Medan, Agustus 2012
DINA MARIA NADAPDAP 080803030
PENGHARGAAN
Puji dan syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Kuasa Atas rahmat dan karuniaNya sehingga dengan kemampuan yang terbatas penulis dapat menyelesaikan penulisan tugas akhir ini.
Tugas akhir ini dibuat dan diajukan sebagai salah satu syarat untuk menempuh ujian sarjana matematika pada Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara. Penulis menyadari sepenuhnya keterbatasan ilmu pengetahuan dan kemampuan penulis, sehingga tugas akhir ini masih jauh dari sempurna. Untuk itu, segala saran dan kritik dari pembaca tugas akhir ini sangat penulis harapkan demi kesempurnaan tugas akhir ini. Dalam penulisan tugas akhir ini, penulis telah banyak dibantu oleh berbagai pihak dan pada kesempatan ini penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada:
1. Drs. Faigiziduhu Bu’ulolo, M.Si selaku dosen pembimbing I dan Dr. Esther Sorta M. Nababan, M.Sc selaku dosen pembimbing II, yang telah memberikan nasihat dan pengarahan serta bimbingan kepada penulis selama penulisan tugas akhir ini.
2. Syahril Efendi, S.Si., M.I.T dan Drs. Djakaria Sebayang selaku dosen penguji. 3. Prof. Drs. Tulus, Vordipl.Math., M.Si., Ph.D dan Dra. Mardiningsih M.Si
selaku ketua dan sekretaris jurusan Matematika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara.
4. Dr. Sutarman, M.Sc selaku Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara.
5. Ayahanda A. Nadapdap, ibunda E.Butar-Butar, abang saya Ruben Novian Nadapdap, serta adik-adik saya yang sangat saya kasihi Mikha Dora Nadapdap dan David Grace Nadapdap yang memberi segala dukungan doa, dorongan dan semangat kepada saya.
6. Seluruh dosen pengajar jurusan Matematika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam yang telah memberikan ilmu yang bermanfaat kepada penulis selama masa perkuliahan.
7. Kakak terkasih Ev. Roita Panggabean, teman yang luar biasa Eka Manao, Rika Paduri dan serta adik-adikku Jessi, Rina, Tika Munte, Imelda, Jessica dan Liza, tim di Campus Movement Student Influencer (CMSI) dan seluruh staf LPMI WIB yang banyak memberi semangat dan dukungan doa bagi saya selama pengerjaan tugas akhir ini.
8. Shanty, Betarina, Oshin Tika atas suka duka dan kebersamaan yang dilalui bersama saat pengerjaan tugas akhir ini. Rekan-rekan mahasiswa jurusan Matematika angkatan 2008 yang telah memberi banyak bantuan bagi saya terkhusus untuk Indra, Raja David dan Sardes.
9. Mimi yang selalu setia menemani saya kapanpun dan kemanapun saya pergi dan tanpa Wity saya tidak bisa mengerjakan tulisan ini.
Kiranya Tuhan Yang Maha Kuasa melimpahkan berkat dan kasihNya atas segala bantuan dan pengorbanan yang telah diberikan oleh semua pihak dalam membantu penulisan selama ini.
Medan, Agustus 2012 Penulis
ABSTRAK
Fuzzy Inference System (FIS) Tsukamoto dikembangkan untuk menentukan jumlah produksi berdasarkan data permintaan dan persediaan. Terdapat tiga variabel yang dimodelkan, yaitu: permintaan, persediaan dan jumlah produksi. Variabel permintaan terdiri dari tiga himpunan fuzzy, yaitu:turun, tetap dan naik, variabel persediaan terdiri dari tiga himpunan fuzzy, yaitu: sedikit, sedang, dan banyak, sedangkan variabel produksi terdiri dari tiga himpunan fuzzy yaitu: berkurang, tetap dan bertambah. Setelah dikombinasikan maka diperoleh 9 aturan fuzzy aturan untuk menentukan nilai keanggotaan. Kemudian mengubah himpunan fuzzy menjadi nilai tegas yakni jumlah produksi menggunakan rumus rata-rata terpusat. Diagram tabel perbandingan antara jumlah produksi perusahaan dengan jumlah produksi metode Tsukamoto menunjukkan terjadi peningkatan efisiensi jumlah produksi dengan mengunakan logika fuzzy yakni metode Tsukamoto.
APPLICATIN OF FUZZY LOGIC IN PRODUCTION PLANNING
ABTRACT
Fuzzy Inference System (FIS) of Tsukamoto developed to define amount of production based on demand and supply. There are three variables are modelled, namely: demand, supply and amount of production. Demand variable consists of three fuzzy sets, namely: down, fixed and up, supply variable consist of three fuzzy sets, namely: little, moderate, and many, while amount of production variable consists of three fuzzy sets, namely: reduced, fixed and increased. After combined then obtained 9 fuzzy rules for determining the value of membership. Then change the fuzzy sets to be values crisp that is amount of production using average centered formula. Chart diagram comparison between the amount of production companies with the amount of production by Tsukamoto methods showed efficiency the amount of production improved by using fuzzy logic Tsukamoto.
DAFTAR ISI
1.5 Kontribusi Penelitian 6
1.6 Metodologi Penelitian 7
Bab 2 Landasan Teori
2.1 Pengertian Manajemen Produksi atau Operasi 8
2.2 Fungsi Manajer Produksi 8
2.2.1 Peramalan (Forecasting) 8
2.2.1.1 Peramalan Berdasarkan Sifat Penyusunnya 9 2.2.1.2 Peramalan Berdasarkan Jangka Waktu Ramalan 9 2.2.1.3 Peramalan Berdasarkan Sifat Ramalan 10 2.2.1.4 Metode peramalan kuantitatif (Statistical method) 11
2.2.2 Perencanaan (Planning) 13
2.2.2.1 Perencanaan Proses Produksi (Manufacture Planning) 14 2.2.2.2 Perencanaan Kapasitas (Capacity Planning) 14 2.2.2.3 Perencanaan Produksi (Production Planning) 14 2.2.3 Pengawasan (Controlling) 15
2.2.3.1 Pengendalian Produksi 15 2.2.3.2 Pengendalian Persediaan (Inventory Control) 16 2.2.3.3 Pengendalian Kualitas (Quality Control) 17
2.3Himpunan Fuzzy 18
2.4Fungsi Keanggotaan 25
2.4.1 Representasi Linier 25
2.4.2 Representasi Kurva Segitiga 26 2.4.3 Representasi Kurva Trapesium 27 2.4.4 Representasi Kurva Bentuk Bahu 28
2.5 Operator Pada Operasi Himpunan Fuzzy 28
2.5.2 Operator or 29
2.5.3 Operator not 29
2.6 Logika Fuzzy 29
2.6.1 Dasar Logika Fuzzy 29
2.6.2 Variabel Linguistik 31
2.6.3 Proposisi Fuzzy 32
2.6.4 Implikasi Fuzzy 33
2.7 Sistem Inferensi Fuzzy 33
2.7.1 Unit Fuzzifikasi 33
2.7.2 Unit Penalaran Fuzzy 34
2.7.3 Basis Pengetahuan 35
2.7.4 Unit Defuzzifikasi 35
2.8 Aplikasi Logika Fuzzy 37
Bab 3 Pembahasan
3.1 Profil Perusahaan 40
3.2 Data Permintaan, Persediaan dan Jumlah Produksi 40
3.3 Diagram Aliran Data 42
3.4 Metode Tsukamoto 43
3.4.1 Memodelkan Variabel Fuzzy (Unit Fuzzifikasi) 43 3.4.2 Aplikasi Fungsi Implikasi 51 3.4.3 Komposisi Aturan (Inferensi) 55 3.4.4 Menentukan OutputCrips (Defuzzyfikasi) 59
Bab 4 Kesimpulan dan Saran
4.1 Kesimpulan 65
4.2 Saran 66
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 3.1 Data permintaan, persediaan dan jumlah produksi suatu
perusahaan pada periode Januari 2011 s/d Desember 2011 41
Tabel 3.2 Variabel yang digunakan 42
Tabel 3.3 Himpunan fuzzy yang digunakan 47
Tabel 3.4 Komposisi aturan-aturan pada inferensi fuzzy 51 Tabel 3.5 Perbandingan perhitungan jumlah produksi Tepung Tapiaoka
metode Tsukamoto menggunakan 9 aturan fuzzy dengan data
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 2.1 Himpunan dingin, sejuk, hangat dan panas 19 Gambar 2.2 Himpunan fuzzy pada variabel suhu 20
Gambar 2.3 Grafik representasi linear naik 25
Gambar 2.4 Grafik representasi linear turun 26
Gambar 2.5 Grafik representasi kurva segitiga 27 Gambar 2.6 Grafik representasi kurva trapesium 27 Gambar 2.7 Daerah “bahu” pada variabel suhu 28 Gambar 2.8 Fungsi keangotaan himpunan fuzzy“muda” 32
Gambar 3.1 Diagram konteks sistem 42
Gambar 3.2 Fungsi keanggotaan himpunan fuzzy turun, tetap dan naik
dari variabel permintaan 48
Gambar 3.3 Fungsi keanggotaan himpunan fuzzy sedikit, sedang dan
banyak dari variabel persediaan 49
Gambar 3.4 Fungsi keanggotaan himpunan fuzzy berkurang, tetap dan
bertambah dari variabel jumlah produksi 50 Gambar 3.5 Diagram batang perbandingan hasil perhitungan metode
ABSTRAK
Fuzzy Inference System (FIS) Tsukamoto dikembangkan untuk menentukan jumlah produksi berdasarkan data permintaan dan persediaan. Terdapat tiga variabel yang dimodelkan, yaitu: permintaan, persediaan dan jumlah produksi. Variabel permintaan terdiri dari tiga himpunan fuzzy, yaitu:turun, tetap dan naik, variabel persediaan terdiri dari tiga himpunan fuzzy, yaitu: sedikit, sedang, dan banyak, sedangkan variabel produksi terdiri dari tiga himpunan fuzzy yaitu: berkurang, tetap dan bertambah. Setelah dikombinasikan maka diperoleh 9 aturan fuzzy aturan untuk menentukan nilai keanggotaan. Kemudian mengubah himpunan fuzzy menjadi nilai tegas yakni jumlah produksi menggunakan rumus rata-rata terpusat. Diagram tabel perbandingan antara jumlah produksi perusahaan dengan jumlah produksi metode Tsukamoto menunjukkan terjadi peningkatan efisiensi jumlah produksi dengan mengunakan logika fuzzy yakni metode Tsukamoto.
APPLICATIN OF FUZZY LOGIC IN PRODUCTION PLANNING
ABTRACT
Fuzzy Inference System (FIS) of Tsukamoto developed to define amount of production based on demand and supply. There are three variables are modelled, namely: demand, supply and amount of production. Demand variable consists of three fuzzy sets, namely: down, fixed and up, supply variable consist of three fuzzy sets, namely: little, moderate, and many, while amount of production variable consists of three fuzzy sets, namely: reduced, fixed and increased. After combined then obtained 9 fuzzy rules for determining the value of membership. Then change the fuzzy sets to be values crisp that is amount of production using average centered formula. Chart diagram comparison between the amount of production companies with the amount of production by Tsukamoto methods showed efficiency the amount of production improved by using fuzzy logic Tsukamoto.
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Perkembangan perekonomian yang terjadi saat ini menjadikan persaingan bisnis
semakin kompetitif, konsumen semakin kritis dalam memilih produk berkualitas
tinggi sehingga menuntut perusahaan untuk mampu meningkatkan kinerjanya. Dalam
proses produksi (manufacture), berbagai jenis sumber daya masukan (input) diolah untuk menghasilkan keluaran (output) yang memiliki nilai tambah (value added) dan memberikan keuntungan bagi perusahaan. Untuk mengawasi kelancaran proses
produksi dibutuhkan manager operasi guna mengambil keputusan yang berkenaan
dengan suatu fungsi operasi dan sistem transformasi yang digunakan. Segala bentuk
dan jenis pengambilan keputusan yang berkaitan dengan suatu fungsi operasi sampai
barang atau jasa berada di tangan konsumen merupakan definisi manajemen operasi
dan produksi secara umum.
Kajian mengenai segala bentuk pengambilan keputusan untuk berbagai
keputusan di mulai penentuan jumlah barang, teknik operasi yang digunakan untuk
menghasilkan barang dan jasa yang dibutuhkan adalah manajemen operasi (Pontas
M.Pardede, 2001:5). Ada beberapa fungsi didalam manajemen operasi dan produksi,
yakni perencanaan (planning), pengorganisasian (organizing), analisis (analysis), dan pengawasan atau pengendalian (controlling). Dalam menentukan tindakan-tindakan yang harus dilakukan di masa mendatang di butuhkan suatu perencanaan produksi.
Karena perencanaan berkaitan dengan masa mendatang maka perencanaan disusun
berdasarkan data masa lalu dan dengan beberapa asumsi. Perencanaan juga harus
dievaluasi secara berkala agar tetap memberikan hasil yang diharapkan dengan
Pengendalian produksi berperan penting dalam kelancaran produksi. Tujuan
pengendalian produksi adalah mengkordinasi berbagai kegiatan dalam proses
pengolahan bahan baku sehingga menghasilkan barang atau jasa dengan efektif dan
efisien. Segala bentuk usaha perencanaan dan pengendalian produksi dimaksudkan
untuk mencapai fungsi tujuan perusahaan yakni biaya produksi minimum, jumlah
produksi sesuai dengan permintaan pasar, efisien waktu penyerahan dan efektivitas
kerja.
Menurut Arman H. Nasution dan Yudha (2008:17) tujuan perencanaan dan
pengendalian produksi untuk mengkoordinasikan kegiatan dari bagian-bagian yang
langsung atau tidak langsung dalam berproduksi, merencanakan, menjadwalkan, dan
mengendalikan kegiatan produksi dari mulai tahapan bahan baku, sampai proses
menghasilkan output dengan efektif dan efisien.
Salah satu kegiatan dalam perencanaan produksi adalah penentuan jumlah
barang yang akan diproduksi. Namun informasi yang diperoleh dalam proses
pengambilan keputusan yang bersifat subjektif dan linguistik dapat menimbulkan
ketidakjelasan (vagueness) dan kerancuan (ambiguity). Hal ini terjadi karena tidak adanya batasan yang tegas (crips) terhadap informasi tersebut. Menurut George J. Klir dan Tina A. Folger (1988:138) vagueness dihubungkan dengan kesulitan bagaimana membuat perbedaan yang tepat atau jelas di dunia. Sedemikian hingga beberapa
daerah dari fungsi tujuan tidak terang atau samar, jika hal itu tidak bisa dibatasi
dengan batasan-batasan yang jelas. Ambiguity, pada sisi lain, dihubungkan dengan satu kepada banyak hubungan, hal itu merupakan situasi di mana pilihan antara dua
atau lebih alternatif yang tidak dapat ditentukan.
Masing-masing dari dua bentuk ketidakpastian ini vagueness dan ambiguity, memiliki hubungan dengan himpunan konsep lainnya. Beberapa konsep yang
berhubungan dengan ketidakjelasan adalah kesamaran, kekaburan (haziness), cloudiness, tidak jelas (unclearness), ketidakjelasan (indistinctness) dan kurang jelas
(sharpless) sedangkan beberapa konsep yang berhubungan dengan kerancuan adalah ketidakspesifikan (nonspecifity), satu hingga banyak hubungan (one-to-many
dan penyimpangan (divergence). Sangat mudah melihat bahwa konsep dari suatu himpunan fuzzy yang menyediakan kerangka dasar bidang matematika dalam hubungan dengan kesamaraan. Konsep dari suatu ukuran fuzzy, pada sisi lain juga menyediakan suatu kerangka yang umum dalam hubungan dengan kerancuan.
Logika fuzzy merupakan salah satu komponen pembentuk soft computing yang dalam banyak hal digunakan sebagai suatu cara memetakan permasalahan dari input menuju ke output yang diharapkan (Sri. K, 2011:1). Logika fuzzy pertama kali diperkenalkan pada tahun 1965 oleh Profesor Lotfi Asker Zadeh seorang guru besar di
University of California, Berkeley, Amerika Serikat yang mempublikasikan karangan
ilmiahnya berjudul “Fuzzy Sets”. Dasar logika fuzzy adalah teori himpunan kabur (fuzzy set).
Terobosan baru yang diperkenalkan Zadeh memperluas konsep himpunan
klasik (himpunan tegas) menjadi himpunan fuzzy yang berarti himpunan tegas merupakan kejadian khusus dari himpunan fuzzy itu sendiri. Pada teori himpunan tegas, suatu objek dapat ditentukan secara tegas sebagai anggota himpunan itu atau
tidak. Dengan demikian, keanggotaan x dalam suatu himpunan A dengan fungsi
karakteristik μA hanya mempunyai dua nilai kemungkinan, yaitu:
��( ) = , , ��
Dalam memperluas konsep fungsi karakteristik, Zadeh mendefinisikan
himpunan fuzzy menggunakan fungsi keanggotaan (membership function) dalam interval [0,1]. Jadi keanggotaan dalam himpunan fuzzy merupakan sesuatu yang berderajat atau bergradasi secara kontinu. Misalkan untuk semesta pembicaraan U,
himpunan fuzzy A dipetakan oleh fungsi keanggotaan μA dalam interval [0,1].
A = {(x,� ( ))| ,� 0,1 } ⊆
aplikasi logika fuzzy dalam ilmu ekonomi adalah penggunaan Sistem Inferensi Fuzzy atau Fuzzy Inference System yang disingkat menjadi FIS dalam masalah penentuan jumlah produksi barang. Alasan digunakannya logika fuzzy dalam tulisan ini adalah:
1. Konsep logika fuzzy mudah dimengerti. Karena menggunakan dasar teori himpunan dengan konsep penalaran fuzzy yang mempunyai kemiripan dengan penalaran manusia.
2. Logika fuzzy sangat fleksibel, mampu beradaptasi dengan perubahan dan ketidakpastian permasalahan.
3. Logika fuzzy memiliki toleransi terhadap data yang tidak tepat. 4. Logika fuzzy menggunakan bahasa sehari-hari.
Banyak penelitian-penelitian terdahulu yang berkaitan mengenai penentuan
jumlah produksi berdasarkan logika fuzzy, antara lain:
Penelitian oleh Afiat Triyuniarta, dkk (2009) diperoleh suatu perangkat lunak
aplikasi logika fuzzy dengan 4 himpunan fuzzy untuk sistem pendukung keputusan penentuan keluarga miskin di kota Yogyakarta yang dapat membantu pemerintah
dalam mengetahui persentase keluarga miskin berdasarkan tahun pendataan.
Penelitian oleh Fajar Silikin (2011) membandingkan jumlah produksi menurut
metode Mamdani dan Sugeno menggunakan 3 variabel dengan 2 himpunan fuzzy terhadap data produksi rokok Genta Mas pada Januari 2011. Dari analisis data metode
yang paling mendekati nilai kebenaran adalah pengolahan data mengunakan metode
Mamdani.
Berdasarkan penelitian-penelitian terdahulu, penulis ingin memperluas kajian
pustaka dengan menambahkan himpunan fuzzy pada setiap variabel. Metode yang digunakan dalam pengambilan keputusan untuk penentuan jumlah produksi adalah
metode FIS Tsukamoto berdasarkan permintaan, persediaan dan jumlah produk pada
satu periode tertentu. Data tersebut menjadi variabel-variabel yang akan
Untuk membantu pengambil keputusan untuk pemecahan masalah penentuan
jumlah produksi yang kompleks maka salah satu cara yang dapat digunakan adalah
metode FIS Tsukamoto dalam menentukan jumlah produksi. Data yang dibutuhkan
manajer operasi adalah data variabel input, yaitu: permintaan maksimum dan minimum, persediaan maksimum dan minimum, jumlah produksi maksimum dan
minimum dalam satu periode tertentu, serta persediaan dan permintaan produk saat
ini. Kemudian datatersebut akan diolah dengan metode FIS Tsukamoto dan kemudian
menghasilkan output berupa jumlah barang yang akan diproduksi.
Berdasarkan latar belakang di atas, maka judul dari tulisan ini adalah
“APLIKASI LOGIKA FUZZY DALAM PERENCANAAN PRODUKSI”.
1.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang diuraikan di atas, maka perumusan masalah tulisan
ini adalah bagaimana tingkat pengaruh dari aplikasi logika fuzzy yakni penggunaan metode FIS Tsukamoto dalam perencanaan produksi yakni pada penentuan jumlah
produksi barang berdasarkan data persediaan, permintaan dan jumlah produksi pada
satu periode tertentu terhadap data perusahaan.
1.3 Batasan Masalah
Agar permasalahan tidak terlalu luas, maka dibutuhkan batasan masalah:
1. Metode yang digunakan untuk menentukan jumlah produksi adalah metode
FIS Tsukamoto.
2. Variabel yang digunakan dalam pengambilan keputusan jumlah produksi
adalah data persediaan, permintaan dan jumlah produksi pada satu periode
3. Masing–masing variabel mempunyai 3 nilai linguistik, yaitu: persediaan
sedikit, sedang dan banyak, permintaan turun, tetap dan naik, jumlah produksi berkurang, tetap dan bertambah.
4. Data yang diolah berupa data sekunder yang bersumber dari PT.
HUTAHAEAN PABRIK TAPIOKA, Pintu Bosi.
1.5 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah:
1. Mengembangkan suatu penyelesaian dalam masalah perencanaan produksi
dengan menggunakan metode FIS Tsukamoto yang sesuai dengan data
perusahaan.
2. Mengkaji pengaruh aplikasi logika fuzzy dalam perencanaan produksi pada penentuan jumlah produksi.
1.6 Kontribusi Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat:
1. Memberikan wawasan baru dalam penentuan jumlah produksi barang pada
suatu perusahaan dengan sistem yang berdasarkan pada logika fuzzy yaitu dengan metode FIS Tsukamoto.
2. Masukan bagi para pengambil keputusan perusahaan dalam masalah
pengoptimalan jumlah produksi berdasarkan data persediaan produk serta
permintaan.
3. Menambah referensi bahan studi perbandingan dan pengembangan lebih
1.7 Metodologi Penelitian
Penelitian yang dilakukan bersifat literatur yang disusun berdasarkan rujukan pustaka
dan mengambil sampel data sebagai sebuah contoh kasus. Adapun langkah-langkah
penelitian adalah sebagai berikut:
1. Mengumpulkan data
Meliputi data persediaan, permintaan dan jumlah produksi pada satu
periode tertentu sebagai variabel masukan.
2. Mengidentifikasi data
Identifikasi data dilakukan untuk menentukan semesta pembicaraan setiap
variabel yang diperlukan dalam melakukan perhitungan dan analisis
masalah.
3. Mengolah data
Pengolahan data dilakukan secara manual dengan melakukan
langkah-langkah sebagai berikut:
3.1Pemodelan variabel fuzzy (Unit fuzzifikasi) 3.2Aplikasi fungsi implikasi
3.3Penentuan komposisi aturan (Inferensi)
3.4Penentuan outputcrisp (Deffuzzyfikasi)
BAB 2
LANDASAN TEORI
2.1 Pengertian Manajemen Produksi atau Operasi
Proses produksi (manufacture) adalah kegiatan perusahaan sejenis yang mengolah bahan mentah menjadi barang setengah jadi atau barang jadi dengan
melibatkan bahan-bahan pembantu, tenaga kerja dan mesin-mesin serta alat-alat
perlengkapan sehingga memiliki nilai tambah yang lebih besar (added value). Pengaturan terhadap segala interaksi dari berbagai faktor produksi dapat
meningkatkan efektifitas serta efisiensi dari proses produksi. Untuk kelancaran proses
produksi maupun dalam proses pengambilan keputusan dibutuhkan managemen
produksi.
Dalam proses pengambilan keputusan manajer produksi membutuhkan data
dari aliran input ke output yang sering disebut informasi depan (Feed Forward Information) serta data atau laporan tentang output atau proses ke input yang sering
disebut informasi balik (Feed Back Information). Informasi-informasi tersebut akan dipakai sebagai alat untuk mengamati jalannya proses produksi.
2.2 Fungsi Manajer Produksi
2.2.1 Peramalan (Forecasting)
Peramalan merupakan bagian awal dari suatu pengambilan keputusan. Setiap
pengambilan keputusan yang menyangkut keadaan di masa yang akan datang, maka
pasti ada peramalan yang melandasinya karena peramalan adalah perkiraan apa yang
Dalam kegiatan produksi, peramalan dapat dilakukan terhadap permintaan,
penawaran atau supply bahan, penjualan, tentang kondisi ekonomi serta terhadap perkembangan teknologi. Pada bidang perencanaan dan pengendalian produksi,
peramalan difokuskan pada peramalan permintaan. Tujuan peramalan pada kegiatan
produksi adalah untuk meminimalkan ketidakpastian, sehingga diperoleh suatu
perkiraan yang mendekati keadaan sebenarnya.
Menurut Rosnani Ginting (2007:38) peramalan dapat dilakukan dengan
berbagai metode, antara lain:
2.2.1.1 Peramalan Berdasarkan Sifat Penyusunnya
1. Metode peramalan subjektif
Peramalan subjektif didasarkan pada keputusan-keputusan hasil diskusi, pendapat
pribadi dan intuisi yang dapat memberikan hasil yang baik dari orang yang
menyusunnya.
2. Metode peramalan objektif
Peramalan objektif merupakan peramalan yang didasarkan pada data masa lalu,
dengan menggunakan teknik dan metode dalam penganalisaannya.
2.2.1.2 Peramalan Berdasarkan Jangka Waktu Ramalan
1. Peramalan jangka pendek
Peramalan yang dilakukan untuk penyusunan hasil ramalan dalam jangka waktu
kurang dari satu tahun. Misalnya dalam pengambilan keputusan ada tidaknya
lembur dan penjadwalan kerja.
2. Peramalan jangka menengah
Peramalan yang dilakukan untuk penyusunan hasil ramalan dalam jangka waktu
satu sampai lima tahun ke depan. Misalnya penentuan aliran kas, perencanaan
produksi dan penentuan anggaran.
3. Peramalan jangka panjang
Peramalan yang dilakukan untuk penyusunan hasil ramalan dalam jangka waktu
mengenai perencanaan produk dan pasar, pengeluaran biaya perusahaan, studi
kelayakan pabrik, anggaran, dll.
2.2.1.3 Peramalan Berdasarkan Sifat Ramalan
1. Peramalan kualitatif (judgement methods)
Peramalan ini umumnya bersifat subjektif, tetapi juga melibatkan model-model
statistik sebagai bahan masukan judgement (keputusan). Beberapa metode peramalan yang tergolong kualitatif:
1.1Metode Delphi
Metode ini membutuhkan sebuah grup ahli yang ditanyai pendapatnya
secara terpisah. Pendapat tersebut kemudian diringkas, pendapat yang
berbeda secara signifikan akan ditanya kembali sampai diperoleh angka
estimasi pada interval tertentu.
1.2Dugaan manajemen (management estimate)
Peramalan semata-mata berdasarkan pertimbangan manajemen senior
berdasarkan pengalamannya. Teknik akan digunakan dalam keadaan tidak
ada lagi alternatif lain. Banyak kekurangan dalam metode ini, sehingga
perlu dikombinasikan dengan metode lain.
1.3Riset pasar (market research)
Metode ini mengumpulkan dan menganalisis fakta secara sistematis pada
bidang pemasaran dengan menggunakan teknik survei konsumen. Survei
konsumen diperoleh dengan cara kuesioner dan informasi yang didapat
mengenai selera yang diharapkan konsumen. Riset pasar digunakan dalam
merencanakan produk baru, sistem periklanan dan promosi yang tepat.
1.4 Kelompok terstuktur (structured group methods)
Sama seperti metode Delphi, dalam metode ini group tidak bertemu untuk
berdiskusi, namun mereka diminta pendapat secara terpisah. Pendapat yang
berbeda secara signifikan akan dinyatakan lagi oleh yang bersangkutan,
sehingga diperoleh angka perkiraan dalam interval tertentu.
Teknik peramalan berdasarkan pola data masa lalu dari produk-produk
yang dapat disamakan secara analogi.
2. Metode peramalan kuantitatif (statistical method)
Metode yang termasuk dalam metode peramalan kuantitatif adalah metode
time series. Metode ini digunakan untuk menganalisis serangkaian data
yang merupakan fungsi dari waktu. Metode ini mengasumsikan beberapa
pola berulang sepanjang waktu. Dalam analisis deret waktu dapat
ditunjukkan bagaimana permintaan terhadap produk terhadap waktu, hal
ini dapat digunakan juga untuk meramalkan penjualan di masa depan.
Ada 4 komponen yang mempengaruhi analisis ini (Rosnani Ginting,
2007:46):
1. Pola siklis (cycle)
Pola berulang secara periodik atau siklus dapat terjadi pada penjualan
produk karena dipengaruhi oleh pola pergerakan aktifitas ekonomi yang
cenderung berperiodik. Pola ini baik digunakan dalam peramalan jangka
menengah.
2. Pola musiman (seasonal)
Musim sangat mempengaruhi pola ini, misalnya faktor cuaca, libur atau
kecenderungan perdagangan. Pola ini baik digunakan dalam peramalan
jangka pendek.
3. Pola horizontal
Pola data ini terjadi apabila nilai data berfluktuasi disekitar nilai rata-rata.
4. Pola trend
Pola ini memiliki kecenderungan naik atau turun terus menerus. Pola trend baik digunakan untuk meramalkan biaya-biaya dalam operasi karena biaya
tersebut cenderung naik jika mesin makin tua atau semakin lama jangka
waktu pemakaiannya.
Metode penghalusan (smoothing) terdiri dari beberapa jenis, antara lain: 1. Metode rata-rata bergerak (moving average), terdiri atas:
- Single moving average (SMA)
Moving average diperoleh suatu periode merupakan peramalan untuk satu
periode ke depan dari periode rata-rata tersebut. Persoalan yang timbul
dalam penggunaan metode ini adalah dalam menentukan nilai t (periode rata-rata). Semakin besar nilai t maka peramalan yang dihasilkan akan semakin menjauhi pola data.
- Weigthed moving average (WMA)
Data pada periode tertentu diberi bobot, semakin dekat dengan saat
sekarang semakin besar bobotnya. Bobot ditentukan berdasarkan
pengalaman. Metode moving average dapat mengantisipasi perubahan permintaan yang signifikan dari waktu ke waktu. Kelemahan dari metode
ini adalah hanya didasarkan pada N data terakhir tanpa mempertimbangkan data sebelumnya dan apabila N cukup besar dibutuhkan biaya yang cukup besar dalam penyimpanan dan pemrosesan data.
2. Metode exponential smoothing, terdiri atas: - Single exponential smoothing
Pengertian dasar dari metode ini adalah nilai ramalan pada periode t +1 merupakan nilai aktual pada periode t ditambah dengan penyesuaian yang berasal dari kesalahan nilai ramalan yang terjadi pada periode t. Metode exponential smoothing adalah modifikasi metode moving average dengan
mempertimbangkan data masa lalu secara eksponensial di mana data yang
paling akhir mempunyai bobot atau timbangan lebih besar. Metode
exponential smoothing dapat mengatasi kelemahan metode moving average karena tidak memerlukan banyak data masa lalu.
a. Satu parameter, merupakan metode yang hampir sama dengan
metode linier moving average, disesuaikan dengan menambahkan satu parameter.
b. Dua parameter, metode DES untuk times series dengan trend linier. Terdapar dua konstanta pemulusan ∝ dan dan menggunakan dua
persamaan pemulusan yaitu persamaan nilai data (intercept) dan trend (slope).
- Metode peramalan Winter untuk masalah musiman
Metode Winter adalah triple exponential smoothing yang tepat digunakan untuk data yang dipengaruhi faktor musiman. Kelebihan metode Winter
adalah kemudahan memperbaharui pola data terbaru.
2.2.2 Perencanaan (Planning)
Dengan adanya peramalan maka manajer produksi dapat menyusun rencana kegiatan
dalam proses produksi sesuai dengan perkembangan situasi di masa depan. Terdapat 3
jenis perencanaan yaitu:
2.2.2.1 Perencanaan Proses Produksi (Manufacture Planning)
Perencanaan ini berkaitan dengan proses pengolahan bahan baku menjadi
produk jadi (manufacture) atau berkaitan dengan penciptaan kegunaan bentuk (form utility). Ada dua jenis barang yang diorder pelanggan yaitu barang konsumsi dan
barang teknologi. Ditinjau dari proses perencanaan dan manufacturing, barang-barang konsumsi relatif sederhana daripada barang-barang teknologi.
Proses perencanaan adalah jembatan yang menghubungkan tahap desain dan
tahap manufacturing, artinya setelah tahap desain selesai dilakukan, proses perencanaan dilakukan untuk menjelaskan bagaimana masing-masing part dan komponen yang dibutuhkan untuk proses pembuatan barang.
Kapasitas suatu ukuran kemampuan produktif suatu fasilitas dalam
memproduksi suatu barang per satuan waktu. Manajemen operasi juga menekankan
pentingnya satuan waktu kapasitas yang dapat dibedakan menjadi perencanaan
kapasitas jangka panjang, perencanaan kapasitas jangka menengah dan perencanaan
kapasitas jangka pendek. Agar dapat menyesuaikan tingkat kebutuhan kapasitas
untuk memenuhi fluktuasi permintaan pasar, perlu dilakukan forecast penjualan dan merencanakan perubahan-perubahan kapasitas yang dibutuhkan.
2.2.2.3 Perencanaan Produksi (Production Planning)
Perencanaan produksi adalah kegiatan yang berkenaan dengan penentuan
barang apa yang harus diproduksi, berapa banyak barang yang akan diproduksi, kapan
produksi akan dimulai dan kapan selesai serta jumlah tenaga kerja/buruh, bahan-bahan
dan peralatan apa yang dibutuhkan untuk proses produksi.
Tujuan perencanaan produksi adalah sebagai tahap pertama untuk menentukan
kegiatan produksi, sebagai masukan rencana sumber daya sehingga perencanaan
sumber daya dan dikembangkan untuk mendukung perencanaan produksi serta
stabilisasi produksi dan tenaga kerja terhadap perubahan permintaan. Di samping itu,
apabila tujuan perencanaan produksi dapat dicapai maka perusahaan juga mencapai
kondisi ideal dalam minimasi biaya produksi, harga jual yang rendah dan bersaing,
serta menguasai pangsa pasar secara luas.
Perencanaan produksi meliputi, mempersiapkan rencana produksi termasuk
perkiraan permintaan pasar dan proyeksi penjualan, merencanakan pengadaan bahan
baku yang dibutuhkan dari luar, membuat skedul penyelesaian setiap produk serta
menyampaikan skedul penyelesaian kepada pemesan. Ada beberapa macam
scheduling, yaitu:
1) Forward scheduling
Proses scheduling dimulai dari waktu penyelesaian yang ditentukan dan bergerak ke belakang untuk menentukan waktu mulai operasi.
3) Order scheduling
Scheduling ini menentukan kapan setiap pesanan harus dikerjakan dan
diselesaikan. Skedul pesanan menunjukkan kuantitas produk tertentu yang
akan dibuat dalam jangka waktu tertentu.
4) Machine scheduling
Scheduling ini menentukan pengerjaan pada setiap mesin. Biasanya hanya
untuk mesin-mesin kunci atau yang sering menyebabkan kemacetan produksi.
Karena perencanaan produksi berkaitan dengan masa mendatang, maka
perencanaan disusun atas dasar perkiraan terhadap masa lalu dengan menggunakan
beberapa asumsi. Oleh karena itu, perencanaan tidak selalu memberikan hasil yang
diharapkan, sehingga dibutuhkan evaluasi secara berkala melalui pengendalian
produksi.
2.2.3 Pengawasan (Controlling)
2.2.3.1 Pengendalian Produksi
Rencana produksi yang telah disusun tidak dapat dilaksanakan tanpa adanya
pengendalian produksi. Pengendalian produksi adalah berbagai kegiatan dan metoda
yang digunakan oleh manajemen perusahaan untuk mengelola, mengatur,
mengkoordinir dan mengarahkan proses produksi ( peralatan, bahan baku, mesin dan
tenaga kerja ) ke dalam suatu arus aliran yang memberikan hasil dengan jumlah biaya
yang seminimum mungkin dan waktu yang secepat mungkin.
Pengendalian produksi yang dilaksanakan pada perusahaan yang satu dengan
perusahaan yang lain akan berbeda-beda tergantung pada sistem dan kebijaksanaan
perusahaan yang digunakan. Pengendalian bertujuan bagaimana jangka waktu arus
material apakah sudah sesuai dengan yang direncanakan demikian juga bagaimana
transportasi dari pabrik (proses produksi) ke gudang dan dari gudang ke tempat
1. Forecasting
Peramalan terhadap permintaan yang akan datang
2. Routing
Routing adalah kegiatan untuk menentukan urut-urutan proses dan penggunaan
alat produksinya dari bahan mentah sampai menjadi produk akhir, sehingga
sebelum produksi dimulai masalah sudah tercantum pada rout sheet. 3. Perencanaan kebutuhan bahan dan kapasitas
4. Schedulling
Schedulling adalah kegiatan untuk membuat jadwal proses produksi sebagai
satu kesatuan dari awal proses sampai selesainya proses produksi. Schedulling ini dilaksanakan untuk mengetahui berapa waktu yang dibutuhkan setiap tahap
pemrosesan sesuai dengan urut-urutan rutenya. Oleh karena itu untuk
membantu keberhasilan tahap ini lebih baik melakukan “time and motion study” sehingga dapat ditentukan standar hasil kerjanya.
5. Dipatching
Dipatching adalah suatu proses untuk pemberian perintah untuk melaksanakan
pekerjaan sesuai dengan routing dan schedulling yang dibuat. 6. Follow up
Follow up adalah kegiatan untuk menghilangkan terjadinya
penundaan/keterlambatan kerja dan mendorong terkoordinasi pelaksanaan
kerja.
2.2.3.2Pengendalian Persediaan (Inventory Control)
Dalam memproduksi barang jadi diperlukan bahan baku, ketidakadaan bahan
baku akan menyebabkan perusahaan tidak dapat memproduksi barang dan rugi.
Kelebihan bahan baku juga akan menimbulkan banyak biaya dan merugikan
perusahaan, untuk itu persediaan bahan baku harus benar-benar diperhatikan demi
kelancaran produksi dan tidak merugikan perusahaan.
Parameter-parameter yang digunakan untuk menentukan persediaan yang
diasumsikan tetap. Dalam kenyataannya hal ini sangat jarang terjadi di mana semua
parameter diketahui secara pasti. Namun, model deterministik juga merupakan
pendekatan yang sangat baik sebagi langkah awal dalam mengendalikan persediaan.
Salah satu model paling popular di sistem deterministic untuk menyelesaikan
masalah persediaan ini adalah model Wilson (EOQ). Model Economic Order Quantity ini mencari ukuran pemesanan yang ekonomis dengan meminimalkan total biaya. Ada
beberapa asumsi yang digunakan:
1. Permintaan diketahui dengan pasti dan konstan sepanjang waktu.
2. Pemesanan kembali dilakukan ketika persediaan sudah tidak ada sehingga
tidak terjadi kekurangan persediaan.
Rumusan ukuran pemesanan yang optimum (Q*) adalah:
= + +ℎ
2
∗ = 2
ℎ
Di mana:
D = tingkat permintaan, unit/tahun
A = biaya per pemesanan
h = biaya penyimpanan, unit/tahun
Q* = ukuran pesanan ekonomis
2.2.3.3Pengendalian Kualitas (Quality Control)
Pengendalian kualitas merupakan suatu sistem penjagaan/perawatan dari suatu
tingkat kualitas produksi atau proses yang dikehendaki sesuai dengan perencanaan,
tidak hanya kegiatan pemeriksaan apakah produk itu baik (accept) atau buruk (reject).
Untuk menentukan apakah barang tersebut rusak atau lebih baik mutunya,
perusahaan biasanya menentukan produk standar. Dengan demikian pengendaliaan
kualitas itu dilakukan sejak awal proses. Barang dalam proses sampai barang jadi
menyebabkan terjadinya kerusakan barang. Jika pengendalian proses baik maka
perusahaan akan beruntung karena kegiatan mempunyai andil dalam meminimumkan
biaya proses produksi secara keseluruhan.
Pengendalian kualitas baik untuk proses produksi yang berlangsung secara
terus-menerus ataupun proses produksi yang terputus-putus relatif sama, di mana di
dalamnya mempunyai kegiatan sebagai berikut:
1. Menentukan standar kualitas baik dalam hal ukuran, daya tahan, warna,
bentuk, harga dan sebagainya dengan memakai peralatan yang standar.
2. Mencari pemeriksa atau controller yang mempunyai kecakapan yang dibutuhkan baik mengenai pemakaian peralatannya maupun
pemeliharaannya.
3. Tujuan pengendalian kualitas adalah untuk meminimumkan biaya proses
produksi sehingga dananya dapat dimanfaatkan untuk kegiatan yang lebih
produktif
2.3Himpunan Fuzzy
Himpunan didefinisikan sebagai suatu koleksi obyek-obyek yang terdefinisi secara
tegas, dalam arti dapat ditentukan secara tegas (crips) apakah suatu adalah anggota himpunan itu atau tidak. (Frans Susilo, 2006:5). Himpunan fuzzy adalah perluasan jangkauan fungsi keanggotaan dari himpunan tegas, sehingga fungsi tersebut akan
mencakup bilangan real pada interval [0,1].
Misalkan E suatu himpunan sederhana dan A suatu himpunan bagiannnya; A⊆
E. Pengertian keanggotaan ini dapat pula dinyatakan melalui konsep fungsi
karakteristik � , di mana harga� ( ) menyatakan apakah x A atau x A.
� = 1, Jika x A artinya x menjadi anggota dalam himpunan 0, Jika x A artinya x tidak menjadi anggota dalam himpunan
Z= {2,3,6,8,12}
X= {2,4,6}
Y= {3,8,12}
Dikatakan bahwa:
a. Nilai keanggotaan 2 pada himpunan X, � 2 = 1, karena 2 X
b. Nilai keanggotaan 3 pada himpunan X, � 3 = 0, karena 3 X
c. Nilai keanggotaan 4 pada himpunan X, � 4 = 1, karena 4 X
d. Nilai keanggotaan 6 pada himpunan Y, � 6 = 0, karena 6 Y
e. Nilai keanggotaan 8 pada himpunan Y, � 8 = 1, karena 3 Y
Contoh 2.2:
Andaikan variabel suhu dibagi menjadi 4 kategori, yaitu:
Dingin 0o suhu < 15o Sejuk 15o suhu < 25o Hangat 25o suhu < 30o Panas 30o suhu 40o
Nilai keanggotaan himpunan dingin, sejuk, hangat dan panas dapat dilihat gambar grafik dibawah ini:
μ(x) μ(x) μ(x) μ(x)
1 dingin 1 sejuk 1 hangat 1 panas
0 x 0 x x 0 x 0 x 0 15 15 25 25 30 30 40 Suhu (oC) Suhu (oC) Suhu (oC) Suhu (oC)
(a) (b) (c) (d)
Gambar 2.1 Himpunan dingin, sejuk, hangat dan panas Gambar grafik himpunan di atas menjelaskan bahwa:
1) Apabila suhu sebuah ruangan adalah 10oC maka ruangan tersebut dikatakan
2) Apabila suhu sebuah ruangan adalah 15oC maka ruangan tersebut dikatakan
tidak dingin (μtidak dingin(15oC) = 0)
3) Apabila suhu sebuah ruangan adalah 17,5oC maka ruangan tersebut dikatakan
sejuk (μsejuk(17,5oC) = 1)
4) Apabila suhu sebuah ruangan adalah 25,2oC maka ruangan tersebut dikatakan
tidak sejuk (μsejuk(25,2oC) = 0)
5) Apabila suhu sebuah ruangan adalah 40oC maka ruangan tersebut dikatakan
panas (μpanas(40oC) = 1)
Dari uraian di atas dapat dikatakan bahwa pemakaian himpunan crips untuk menyatakan suhu sangat tidak adil, sedikit perubahan pada suatu nilai mengakibatkan
perbedaan koefisien yang cukup signifikan.
Dalam menyelesaikan permasalahan seperti ini digunakan himpunan fuzzy. Keadaaan ruangan dapat masuk dalam 2 himpunan yang berbeda, dingin dan sejuk, sejuk dan hangat, hangat dan panas, dsb. Seberapa besar eksitensinya dalam himpunan tersebut dapat dilihat pada nilai keanggotaannya. Himpunan fuzzy untuk variabel suhu dapat dilihat pada Gambar 2.2 dibawah ini:
μ(x)
dingin sejuk hangat panas 1
0.75
0.5
0.25
0 Suhu (oC)
15 20 25 30 34 35 40
Gambar 2.2 Himpunan fuzzy pada variabel suhu
1) Ruangan dengan suhu 27,5oC, termasuk dalam himpunan dingin dengan
(μdingin(27,5oC) = 0.5); namun juga termasuk dalam himpunan sejuk dengan
(μsejuk(27,5oC) = 0.5).
2) Ruangan dengan suhu 34oC, termasuk dalam himpunan hangat dengan
(μhangat(34oC) = 0.25); namun juga termasuk dalam himpunan panas dengan
(μpanas(34oC) = 0.75).
Jika pada himpunan crips, nilai keanggotaannya hanya ada 2 kemungkinan, yaitu 2 atau 1, sedangkan pada himpunan fuzzy nilai keanggotaan terletak pada interval 0 sampai 1.
Ada beberapa cara untuk menotasikan himpunan fuzzy:
Suatu himpunan fuzzy dalam semesta A dapat dinyatakan sebagai himpunan pasangan terurut
= ,� }
Di mana � adalah fungsi keanggotaan dari himpunan fuzzy , yang merupakan suatu pemetaan dari himpunan semesta X ke selang tertutup [0,1].
Contoh 2.3:
Misalkan ada beberapa perumahan yang letaknya strategis dan siap huni. Sebuah
keluarga memilih 5 model rumah yang tersedia dan ditunjukkan dalam variabel A =
{1, 2, 3, 4, 5}, dengan 1 adalah model rumah 1, dan seterusnya. Himpunan fuzzy
yang merupakan himpunan “rumah yang nyaman dihuni untuk keluarga yang besar”
dapat ditulis sebagai:
à = {(1; 0,5); (2; 0,4); (3; 0,6); (4; 0,3); (5; 0,8)}
Yang artinya:
1) Rumah 1 memenuhi tingkat kenyamanan sebesar 0,5 dari skala [0,1].
2) Rumah 2 memenuhi tingkat kenyamanan sebesar 0,4 dari skala [0,1].
3) Rumah 3 memenuhi tingkat kenyamanan sebesar 0,6 dari skala [0,1].
4) Rumah 4 memenuhi tingkat kenyamanan sebesar 0,3 dari skala [0,1].
Suatu himpunan fuzzy dalam semesta A dapat dinyatakan sebagai himpunan yang kontinu (Frans Susilo, 2006:52).
= � /
= melambangkan keseluruhan unsur-unsur bersama dengan derajat
keanggotaannnya dalam himpunan fuzzy .
/ = melambangkan hubungan antara satu elemen x pada himpunan fuzzy à dengan fungsi keanggotaannya.
Contoh 2.4: Misalkan dalam semesta himpunan semua bilangan real ℝ, adalah
himpunan “bilangan real yang dekat dengan nol”, maka himpunan fuzzy tersebut dapat dinyatakan sebagai
= − 2/
ℝ
Suatu himpunan fuzzy dalam semesta A dapat dinyatakan sebagai himpunan yang diskrit (Frans Susilo, 2006:52).
= � /
= melambangkan keseluruhan unsur-unsur bersama dengan derajat
keanggotaannnya dalam himpunan fuzzy .
/ = melambangkan hubungan antara satu elemen x pada himpunan fuzzy à dengan fungsi keanggotaannya.
Menurut Abraham Kandel (1986:5) untuk menyederhanakan representasi dari
himpunan fuzzy, dapat digunakan notasi dibawah ini:
ℎ � = { 1, 2,… , }
Dengan pengertian bahwa representasi terhadap x ini sebagai gabungan dari
unsur-unsur yang tunggal, dengan tanda tambah (+) digunakan sebagai “gabungan”
dan
+ =
Untuk j, k = 1, 2, … , n
Sebagai perluasan sederhana untuk notasi himpunan fuzzy terhingga A pada x dapat diekspresikan sebagai berikut:
= 1 1+ . . . + =
=1
Ketika x tidak terbatas, dapat digunakan notasi sebagai berikut
=
Contoh 2.5: Misalkan dalam semesta A={-4,-3,-2,-1,0,1,2,3,4} adalah himpunan
“bilangan real yang dekat dengan nol”, maka himpunan fuzzy tersebut dapat dinyatakan sebagai
= �
= 0.25 −3+ 0.5 −2+ 0.75 −1+ 1 0+ 0.75 3+ 0.5 2+ 0.25∕1
Bilangan -4 dan 4 mempunyai derajat keanggotaan 0, sehingga tidak ditulis
dalam penyajian himpunan fuzzy diskrit di atas.
Beberapa hal yang perlu diketahui dalam sistem fuzzy, yaitu: 1. Variabel fuzzy
Variabel fuzzy merupakan variabel yang hendak dibahas dalam suatu sistem fuzzy.
Contoh: suhu, umur, permintaan, persediaan, jumlah produksi, dll
2. Himpunan fuzzy
Himpunan fuzzy merupakan suatu grup yang mewakili suatu kondisi atau keadaan tertentu dalam suatu variabel fuzzy.
i. Linguistik, penamaan suatu grup yang mewakili keadaan tertentu dengan
menggunakan bahasa alami, misalkan turun, sedang dan naik atau dingin, sejuk, hangat dan panas.
ii. Numeris, suatu nilai yang menunjukkan ukuran dari suatu variabel,
misalkan 25, 30, 35, dsb.
3. Semesta pembicaraan
Semesta pembicaraan (universe of discourse) merupakan keseluruhan nilai terkecil hingga terbesar yang diperbolehkan untuk dioperasikan dalam suatu
variabel fuzzy dan merupakan bilangan real (positif maupun negatif) yang senantiasa bertambah (naik) secara monoton dari kiri ke kanan. Adakalanya
nilai semesta pembicaraan ini tidak dibatasi batas atasnya.
Contoh:
a. Semesta pembicaraan untuk variabel umur: [0,∞]
b. Semesta pembicaraan untuk variabel suhu: [0,40]
4. Domain
Keseluruhan nilai yang diizinkan dalam semesta pembicaraan dan boleh
dioperasikan dalam himpunan fuzzy. Domain merupakan bilangan real (positif maupun negatif) yang senantiasa bertambah (naik) secara monoton dari kiri ke
kanan. Contoh domain himpunan fuzzy Muda =[0,45] (Sri Kusumadewi dan Hari Purnomo, 2004: 8).
Contoh:
a. Himpunan fuzzy dingin = [0, 15], artinya: ruangan dapat dikatakan dingin dengan suhu antara 0oC – 15oC.
b. Himpunan fuzzy sejuk = [15, 25], artinya: ruangan dapat dikatakan sejuk dengan suhu antara 15oC – 25oC.
c. Himpunan fuzzy hangat = [25, 35], artinya: ruangan dapat dikatakan hangat dengan suhu antara 25oC – 35oC.
2.4 Fungsi Keanggotaan
Fungsi keanggotaan (membership function) adalah suatu kurva yang menunjukkan pemetaan titik input data ke dalam nilai keanggotaannya (derajat keanggotaan) yang memiliki interval antara 0 sampai 1. Beberapa fungsi yang dapat digunakan untuk
mendapatkan nilai keanggotaan.
2.4.1 Representasi Linear
Pada representasi ini, pemetaan input ke derajat keanggotaannya digambarkan sebagai suatu garis lurus. Ada 2 keadaan himpunan fuzzy linier, yaitu:
1. Representasi linier naik
Kenaikan nilai derajat keanggotaan � ( ) fuzzy dimulai pada nilai domain yang memiliki derajat keanggotaan nol bergerak ke kanan menuju ke nilai
domain yang memiliki derajat keanggotaan lebih tinggi.
Fungsi keanggotaan:
� =
0; − − ;
1;
derajat keanggotaan
�
0 x
a domain b
Gambar 2.3 Grafik representasi linier naik (Sri Kusumadewi dan Hari Purnomo, 2004:9)
Nilai derajat keanggotaan dimulai dari nilai domain dengan keanggotaan tertinggi pada sisi kiri, kemudian bergerak turun ke nilai domain yang memiliki derajat keanggotaan lebih rendah.
Fungsi keanggotaan:
� =
1; = 0 −
− ; 0;
derajat keanggotaan
�
1
0 x
a domain b
Gambar 2.4 Grafik representasi linier turun (Sri Kusumadewi dan Hari Purnomo, 2004:10)
2.4.2 Representasi Kurva Segitiga
Kurva segitiga pada dasarnya merupakan gabungan antara 2 garis (linear turun dan
naik), sehingga fungsi keanggotaannya adalah:
� =
0; ( − ) ( − ); ( − )
derajat keanggotaan �
1
0 x
a domain b c
Gambar 2.5 Grafik representasi kurva segitiga (Sri Kusumadewi, 2002:11)
2.4.3 Representasi Kurva Trapesium
Pada fungsi keanggotaan trapesium mempunyai empat buat parameter, yaitu a,b,c,d
ℝ dengan < < < . Pada dasarnya kurva trapesium sama dengan kurva segitiga, namun ada beberapa titik yang memiliki nilai keanggotaan 1.
Fungsi keanggotaan:
� =
0; ( − )
( − );
1 ; ( − )
( − );
derajat keanggotaan
�
0 x
a b domain c d
2.4.4 Representasi Kurva Bentuk Bahu
Daerah yang terletak di tengah-tengah suatu variabel yang dipresentasikan dalam
kurva segitiga, pada sisi kanan dan kirinya akan naik dan turun (misalkan: dingin bergerak ke sejuk bergerak ke hangat bergerak ke panas). Tetapi terkadang salah satu sisi tidak mengalami perubahan. Contoh, apabila telah mencapai keadaan panas, kenaikan suhu akan tetap berada pada keadaan panas. Himpunan fuzzy “bahu” bukan segitiga digunakan untuk mengakhiri variabel suatu daerah fuzzy.
μ(x)
dingin sejuk hangat panas
1
0.75
0.5
0.25
0 Suhu (oC)
15 20 25 30 35 40
Gambar 2.7 Daerah „bahu‟ pada variabel suhu
2.5 Operator Pada Operasi Himpunan Fuzzy
Nilai keanggotaan sebagai hasil dari operasi 2 himpunan dikenal dengan nama fire strengthatau α-prediket. Ada beberapa operasi yang didefinisikan secara khusus untuk
mengkombinasi dan memodifikasi himpunan fuzzy, yaitu (Sri Kusumadewi dan Hari Purnomo, 2004: 23)
2.5.1 Operator and
Operator ini berhubungan dengan operasi interseksi pada himpunan. α-prediket sebagai hasil operasi dengan operator and diperoleh dengan mengambil nilai keanggotaan terkecil antarelemen pada himpunan-himpunan yang
2.5.2 Operator or
Operator ini berhubungan dengan operasi union pada himpunan. α-prediket sebagai hasil operasi dengan operator or diperoleh dengan mengambil nilai keanggotaan terbesar antarelemen pada himpunan-himpunan yang
bersangkutan.
� = (� ,� )
2.5.3 Operator not
Operator ini berhubungan dengan operasi komplemen pada himpunan. α
-prediket sebagai hasil operasi dengan operator not diperoleh dengan mengurangkan nilai keanggotaan elemen pada himpunan yang bersangkutan
dari 1.
� = 1− � ( )
2.6 Logika Fuzzy
2.6.1 Dasar Logika Fuzzy
Logika adalah ilmu yang mempelajari secara sistematis aturan-aturan penalaran yang
absah (valid) (Frans Susilo, 2006). Logika fuzzy adalah suatu cara yang tepat untuk memetakan suatu ruang input ke dalam ruang output (Sri Kusumadewi, 2002:2).
Pada penalaran ilmiah dan dalam kehidupan sehari-hari, setiap pernyataan
(proposisi) mempunyai dua kemungkinan nilai, yaitu benar atau salah dan tidak
kedua-duanya, logika ini disebut logika dwinilai. Asumsi dasar dalam logika
tradisional ini sejak dulu telah dipermasalahkan. Filsuf Yunani kuno Aristoteles,
mempermasalahkan nilai kebenaran pernyataan yang menyangkut masa depan,
misalkan “Minggu depan pak Alven akan datang.” Pernyataan ini tidak mempunyai
Untuk mengatasi proposisi-proposisi seperti itu seorang logikawan Polandia
Jan Lukasiewicz pada tahun 1920-an mengembangkan logika trinilai dengan
memasukkan nilai kebenaran ketiga yaitu, nilai taktentu. Logika ini bukanlah sistem
logika yang baru, melainkan merupakan semacam pengembangan dari logika dwinilai,
dalam arti bahwa semua kata perangkai dalam logika trinilai itu didefinisikan seperti
dalam logika dwinilai sejauh menyangkut nilai kebenaran. Salah satu akibatnya tidak
semua aturan logika yang berlaku dalam logika dwinilai berlaku dalam logika
Lukasiewicsz itu.
Logika trinilai secara umum menghasilkan logika n-nilai yang juga dipelopori oleh Lukasiewicsz pada tahun 1930-an. Nilai logika dalam logika ini dinyatakan
dengan suatu bilangan rasional dalam selang [0,1] yang diperoleh dengan membagi
sama besar selang tersebut menjadi n-1 bagian. Maka himpunan nilai-nilai
Nilai kebenaran tersebut juga dapat dipandang sebagai derajat kebenaran suatu
pernyataan, dapat dikatakan bahwa logika dwinilai merupakan kejadian khusus dari
logika n-nilai, yaitu untuk = 2. Logika n-nilai ini dapat dinyatakan dengan ( 2).
2.6.2 Variabel Linguistik
Suatu variabel adalah lambang atau kata yang menunjukkan kepada sesuatu yang
tidak tentu dalam semesta wacananya (Frans Susilo, 2006:135). Misalkan dalam
prposisi: “x habis dibagi 6”, lambang “x” adalah suatu variabel dengan semesta
wacana himpunan bilangan-bilangan. Suatu variabel dapat diganti dengan unsur-unsur
dalam semesta wacananya, misalkan variabel “x” dapat diganti dengan bilangan 12. Variabel “x” ini disebut konstanta karena menunjukkan unsur tertentu pada semesata
1) Variabel numeris
Jika semesta wacana adalah himpunan bilangan-bilangan. Misalnya pada
proposisi “x habis dibagi 6”, variabel “x” dapat diganti dengan varibel numeris
karena semesta wacananya adalah himpunan bilangan-bilangan.
2) Variabel linguistik
Jika semesta wacana adalah kata-kata atau istilah-istilah dari bahasa
sehari-hari misalnya: dingin, panas, tinggi, rendah, cepat, lambat, muda, tua, dan
seterusnya.
Suatu variabel linguistik adalah suatu rangkap-5, yaitu:
, , ,�,
Di mana:
x = lambang variabel.
T = himpunan nilai-nilai linguistik yang dapat menggantikan x. X = semesta pembicaraan numeris dari nilai-nilai linguistik dalam T
G = himpunan aturan-aturan sintaksis yang mengatur pembentukan istilah-istilah
anggota T.
M = himpunan aturan-aturan sistematik yang mengkaitkan istilah dalam T dengan
suatu himpunan fuzzy dalam semesta X.
Contoh 2.6:
Bila variabel linguistik x adalah “umur”, maka sebagian himpunan nilai-nilai linguistik dapat diambil himpunan istilah-istilah T = {sangat muda, agak muda, muda,
tidak muda, tidak sangat muda, tidak sangat tua, tidak agak tua, tidak tua, tua, agak
tua, sangat tua}, dengan semesta X = [0,100], aturan sintak G mengatur pembentukan
istilah-istilah dalam T, dan aturan sistematik M mengaitkan setiap istilah dalam T
dengan suatu himpunan fuzzy dalam semesta X. Perhatikan bahwa dalam himpunan T pada Contoh 2.6 terdapat dua macam istilah, yaitu:
i. Istilah primer, misalnya: “muda”, “tua”.
ii. Istilah sekunder, yang dibentuk dari istilah primer dengan memakai
aturan-aturan sintaksis dalam G, misalnya: “tidak muda”, “tidak tua”, “tidak sangat
muda”, “sangat tua”. Istilah-istilah sekunder itu dibentuk dengan memakai
2.6.3 Proposisi Fuzzy
Proposisi fuzzy adalah kalimat yang memuat prediket fuzzy, yaitu prediket yang dapat dipresentasikan dengan suatu himpunan fuzzy (Frans Susilo, 2006:138). Proposisi fuzzy yang mempunyai nilai kebenaran tertentu disebut pernyataan fuzzy. Nilai
kebenaran suatu pernyataan fuzzy dapat disajikan dengan suatu bilangan real dalam interval [0,1]. Nilai kebenaran itu disebut juga derajat kebenaran pernyataan fuzzy. Bentuk umum suatu proposisi fuzzy adalah:
ℎ
di mana x adalah suatu variabel linguistik dan A adalah predikat yang menggambarkan suatu nilai linguistik dari x.
Jika à adalah himpunan fuzzy yang dikaitkan dengan nilai linguistik A, dan 0 adalah suatu elemen tertentu dalam semesta X dari himpunan fuzzy Ã, maka 0 mempunyai derajat keanggotaan � ( 0) dalam himpunan fuzzy Ã. Derajat kebenaran pernyataan fuzzy “ 0 adalah A” didefinisikan sama dengan derajat keanggotaan 0 dalam himpunan fuzzy Ã, yaitu � ( 0).
Contoh 2.7: Dalam proposisi fuzzy:
Usia orang itu adalah muda
Predikat “muda” dapat dikaitkan dengan himpunan fuzzy dengan fungsi keanggotaan � seperti ditunjukkan pada gambar berikut:
1 �
0.75
Derajat kebenaran dari pernyataan fuzzy, usia orang itu 21 tahun adalah muda, sama dengan derajat keanggotaan 21 tahun adalah himpunan fuzzy “muda”, yaitu � 21 = 0.75.
2.6.4 Implikasi Fuzzy
Bentuk umum suatu implikasi fuzzy adalah
ℎ , ℎ
A dan B adalah prediket-prediket fuzzy yang dikaitkan dengan himpunan-himpunan fuzzy dan dalam semesta X dan Y. Implikasi fuzzy adalah suatu relasi fuzzy dalam
X x Y, yang dilambangkan dengan → dengan fungsi keanggotaan
�→ , = ( � ,� )
Di mana s adalah suatu norma-s dan k adalah suatu komplemen fuzzy.
2.7 Sistem Inferensi Fuzzy
Aplikasi logika fuzzy yang telah berkembang saat ini adalah sistem inferensi fuzzy, yaitu suatu sistem yang bekerja atas dasar penalaran fuzzy. Contohnya dalam kasus penentuan jumlah produksi. Manajer pergudangan mengatakan pada manajer produksi
seberapa banyak persediaan barang pada akhir bulan ini, kemudian manajer produksi
akan menetapkan jumlah barang yang harus diproduksi pada bulan selanjutnya.
Sistem inferensi fuzzy akan berfungsi sebagai pengendali proses tertentu dengan menggunakan aturan-aturan inferensi berdasarkan logika fuzzy. Sistem inferensi memiliki 4 unit, yaitu: (Frans Susilo, 2006:161)
1) Unit fuzzifikasi (fuzzification unit)
2) Unit penalaran logika fuzzy (fuzzy logic reasoning unit)
a. Basis data (data base), yang memuat fungsi-fungsi keanggotaan dari himpunan-himpunan fuzzy yang terkait dengan nilai dari variabel-variabel linguistik yang dipakai.
b. Basis aturan (rule base), yang memuat aturan-aturan berupa implikasi fuzzy.
4) Unit defuzzifikasi / unit penegasan (defuzzification unit).
Sistem inferensi fuzzy mengkonversi nilai-nilai tegas dari semua variabel masukan yang terkait dengan proses yang dikendalikan, nilai-nilai tersebut dikonversi
oleh unit fuzzifikasi ke nilai fuzzy yang sesuai. Hasil pengukuran kemudian diproses oleh unit penalaran logika fuzzy dengan menggunakan unit basis pengetahuan yang akan menghasilkan himpunan-himpunan fuzzy sebagai keluarannya. Tahap terakhir yang dilakukan adalah unit penegasan, yaitu menerjemahkan keluaran yang berupa
himpunan-himpunan fuzzy ke dalam nilai-nilai yang tegas. Nilai tegas inilah yang kemudian direalisasikan dalam bentuk suatu tindakan yang dilaksanakan dalam proses
pengendalian.
2.7.1 Unit Fuzzifikasi
Langkah pertama pada sistem inferensi fuzzy dilakukan oleh unit fuzzifikasi yaitu, mengubah masukan tegas yang diterima menjadi masukan fuzzy. Untuk masing– masing variabel input, ditentukan suatu fungsi fuzzifikasi (fuzzyfication function) yang akan mengubah variabel masukan yang tegas (yang biasa dinyatakan dalam bilangan
real) menjadi nilai pendekatan fuzzy.
Fungsi fuzzifikasi ditentukan berdasarkan beberapa kriteria (Frans Susilo, 2006:163):
1) Fungsi fuzzifikasi diharapkan mengubah suatu nilai tegas, misalnya ℝ,
ke suatu himpunan fuzzy dengan nilai keanggotaan a terletak pada selang tertutup [0,1] atau � = [0,1].
2) Bila nilai masukannya cacat karena gangguan, diharapkan fungsi fuzzifikasi
dapat menekan sejauh mungkin gangguan itu.
2.7.2 Unit Penalaran Fuzzy
Penalaran fuzzy adalah suatu cara penarikan kesimpulan berdasarkan seperangkat implikasi fuzzy dan suatu fakta yang diketahui (premis). Penarikan kesimpulan (penalaran) dalam logika klasik didasarkan pada proposisi-proposisi yang selalu
benar, tanpa tergantung pada nilai kebenaran proposisi-proposisi penyusunnya.
Aturan penalaran tegas ini dapat digeneralisasikan menjadi aturan fuzzy dengan premis dan kesimpulan adalah proposisi-proposisi fuzzy. Kita perhatikan suatu contoh penalaran fuzzy berikut ini :
Premis1 : Bila soal matematika sulit, maka penyelesaiannya lama
Premis2 : Soal matematika agak sulit
Kesimpulan : Penyelesaiannya agak lama
Penalaran tersebut dapat dirumuskan secara umum dengan skema sebagai berikut:
Premis 1 (kaidah) : Bila x adalah A, maka y adalah B Premis 2 (fakta) : x adalah A’
Kesimpulan : y adalah B’
Penalaran fuzzy dengan skema tersebut disebut generalisasi modus ponens (generalized modus ponens).
2.7.3 Basis Pengetahuan
Basis pengetahuan suatu sistem inferensi fuzzy terdiri dari basis data dan basis kaidah. 1) Basis data adalah himpunan fungsi keanggotaan dari himpunan fuzzy yang
terkait dengan nilai linguistik dari variabel-variabel yang terlibat dalam sistem
itu (Frans Susilo, 2006:165).
Contoh 2.8:
Misalnya dalam suatu sistem kendali logika fuzzy, variabel x dengan semesta selang
tertutup – , mempunyai tujuh nilai linguistik sebagai berikut:
Besar Negatif, yang dikaitkan dengan himpunan fuzzy −